Download - Referat SIROSIS HEPATIS.docx
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros
yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang
terbentuk. Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun difus yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul yang mengelilingi parenkim hepar.1,2
Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai
dengan gejala yang sangat jelas. Gejala patologik dari sirosis hepatis mencerminkan proses
yang telah berlangsung lama dalam parenkim hepar dan mencakup proses fibrosis yang
berkaitan dengan pwmbwntukan nodul-nodul regeneratif. Kerusakan dari sel-sel hepar dapat
menyebabkan ikterus, edema, koagulopati, dan kelainan metabolik lainnya. 1,3
Secara lengkap, sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami perubahan menjadi
tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di seitar parenkim hepar yang
mengalami regenerasi.1
Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan keadaan yang
diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal tract).
Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang menimbulkan
kematian di rumah sakit.
Ari F Syam (2005) dalam penelitiannya di RSCM Jakarta menyebutkan kebanyakan
penderita perdarahan saluran cerna atas disebabkan oleh varises esofagus (33,5%). Tingginya
angka penderita variss esofagus dikarenakan adanya hubungan antara varises esofagus
dengan penyakit hepatitis B dan C di Indonesia. Demikian pula penelitian Nasrul Zubir dan
Julius (1992) di RSU Dr. M. Djamil Padang, jenis kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan endoskopi yang terbanyak adalah varises esofagus sebanyak 196 penderita
(23,17%).
1.2 BATASAN MASALAH
Dalam referat ini akan dibahas mengenai manajemen tatalaksana hematemesis dan
melena pada pasien sirosis hepatis.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Mengetahui persyaratan administrasi serta manajemen tatalaksana hematemesis dan
melena pada pasien sirosis hepatis.
1.4 METODE PENULISAN
Metode penulisan referat ini adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk berbagai
literatur.
1.5 MANFAAT PENULISAN
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi dokter muda
forensik tentang manajemen tatalaksana hematemesis dan melena pada pasien sirosis hepatis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SIROSIS HEPATIS
2.1.1. Insidens dan epidemiologi
Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di
Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa
pusat pendidikan saja. Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan
umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.1,4Penyebab utama sirosis di negara-
negara Barat adalah sebagai berikut :
Penyakit hati alkoholik 60 – 70 %
Hepatitis virus 10 %
Penyakit bilier 5 – 10 %
Hemokromatosis primer 5 %
Penyakit Wilson Jarang
Defisiensi α1-antitripsin (α1-AT) Jarang
Sirosis kriptogenik 10 – 15 %
2.1.2. Etiologi
Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat infeksi virus
hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari
sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan penyebab
yang tidak diketahui (10-20%). Adapun beberapa etiologi dari sirosis hepatis antara lain : 1,4
Penyakit infeksi- Hepatitis kronik aktif
- Hepatitis virus
- Ascending cholangitis
- Sepsis neonatal
Kelainan bilier - Atresia bilier
- Sindrom alagile
- Kista koledukus
- Fibrosis hepatis kongenitalKelainan metabolik
- Defisiensi α1 antitripsin
- Cystic fibrosis
- Fruktosemia
- Galaktosemia’Hemokromasitosis
- Glicogen storage
- Hepatic porphyria
- Histiosis X
- Nieman Pick Disease
- Penyakit WilsonKelainan vaskuler
- Sindrom Budd-Chiari
- Gagal jantung kongestif
- Veno occlusive liver diseaseBahan toksik
- Bahan organik
- Obat-obatanKelainan nutrisi
- Malnutrisi
- Total parenteral alimentationIdiopatik
2.1.3.Anatomi Hepar
Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih
25% berat badan orang dewasa yang menepati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen
dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks.5 Hepar
menempati daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke
epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior
hepar mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari lobus
kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan
kiri dipisahkan oleh ligamentum falsiforme.6 Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior
dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi
menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamnetum falsiformis yang terlihat dari luar.7 Pada
daerah antara ligamentum falsiform dengan knadung empedu di lobus kanan dapat ditemukan
lobus kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan ligamnetum
venosum pada permukaan posterior.6
Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melakat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan
ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ :
bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang
vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat
masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatis.5
Gambar 1. Anatomi hepar
Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena
porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari aorta dan
memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan
kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatika. Vena
hepatika mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk
dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar,
darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh
limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan
setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah
halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut ena interlobular.7
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna, dan
arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri dan vena hepatika
ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-
sel hepar yang membentuk lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam
vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika.
Pembuluh-pembuluh ini membawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami
deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah
dioksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis.
Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan,
dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga
jarak ke septum interlobularis.7
Gambar 2. Pembuluh darah pada hepar
Hepar terdiri atas bernacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan
sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel
nonparenkimal yang termasuk didalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata
berbentuk seperti bintang.5
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena
hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena
porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap.
Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap
kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang
mempunyai benyak mikrofili. Mikrofili juga tempak pada sisi lain sel yang membatasi
saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan
lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan desmosom yang saling bertautan
dengan disebelahnya.5
Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh
ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah
sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian terpenting dalam sistem retikuloendotelial dan
sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik
yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting
dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi
faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar.5
2.1.4. Fisiologi Hepar
Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu bekerja
sebagai tempat penampungan darah yang bermakna disaat volume darah berlebihan dan
mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga
merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi,
saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain,
mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan
melakukan berbagai fungsi metabolisme lain.6 Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh
hepar adalah10 :
1. Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi
sebagai berikut :
Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
Glukoneogenesis
Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolise
karbohidrat
Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal.
Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil kelebihan glukosa dari
darah, menyimpannya, dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila
konsentrasi glukosa darah rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.
2. Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara
lain :
Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain
Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein
Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol
yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu yang kemudian
disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein dan
dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar dan
ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk
menran, struktur intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fingsi
sel.
3. Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein
adalah sebagai berikut :
Deaminasi asam amino
Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh
Pembentukan protein plasma
Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino.
Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk
membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain yang
penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto yang mempunyai
komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang akan dibentuk. Kemudian suatu
radikal amino ditransfer melalui beberapa tahap transaminasi dari asam amino yang
tersedia ke asam keto untuk menggantikan oksigen keto.
4. Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai kecenderungan
tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama diketahui sebagai sumber vitamin
tertentu yang baik pada pengobatan pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan
dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 juga
disimpan.
5. Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung sejumlah besar
protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik dalam
jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam
cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan
disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan.
2.1.5. Patofisiologi
Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Tahap akhir
penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik : 11
1. Bridging fibrosa septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang
menggantikan lobulus.
2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran bervariasi
dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (makronodul)
3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan
Infeksi virus hepatitis B dan C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis yang meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan ini
memaci timbulnya jaringan kolagen.
Tingkat awal yang terjadi adalah septa yang pasif yang dibentuk oleh jaringan
retikulum penyangga yang mengalami kolaps dan kemudian berubah bentuk jadi jaringan
parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan lainnya atau
porta dengan sentral (Bridging necrosis).
Pada tahap berikutnya, kerusakan parenkim dan peradangan yang terjadi pada sel
duktulus, sinusoid dan sel-sel retikuloendotelial didalam hati akan memacu terjadinya
fibrogenesis yang akan menimbulkan septa aktif. Sel limfosit T dan makrofag juga mungkin
berperan dengan sekresi limfokin yang dianggap sebagai mediator dari fibrogenesis.
Septa aktif ini akan menjalar menuju ke dalam parenkim hati dan berakhir di daerah
portal. Pembentukan septa tingkat kedua ini yang sangat menentukan perjalanan progresif
sirosis hepatis. Pada tingkat yang bersamaan nekrosis jaringan parenkim akan memacu pula
proses regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang timbul akan mengganggu pula pembentukan
susunan jaringan ikat tadi. Keadaan ini yaitu fibrogenesis dan regenerasi sel yang terjadi
terus-menerus dalam hubungannya dengan peradangan dan perubahan vaskular intrahepatik
serta gangguan kemampuan faal hati, pada kahirnya menghasilkan susunan hati yang dapat
dilihat pada sirosis hepatis. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hepatis
sama atau hampir sama.
2.1.6. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu : 1,4
1. Mikronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran < 3 mm.
2. Makronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran > 3 mm.
3. Campuran
Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul-nodul yang terbentuk
ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang berukuran > 3 mm.
Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas : 1,4
1. Sirosis Hepatis Kompensata
Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar. Pada stadium kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
2. Sirosis Hepatis Dekompensata
Dikenal dengan active cirrhosis hepar, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.
2.1.7. Diagnosis
1. Gambaran Klinik
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan
penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi4 :
perasaan mudah lelah dan lemah
selera makan berkurang
perasaaan perut kembung
mual
berat badan menurun
pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
dan hilangnya dorongan seksualitas.
Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi4 :
hilangnya rambut badan
gangguan tidur
demam tidak begitu tinggi
adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah
atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis
antara lain4 :
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan
SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase)
meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat disbanding ALT.
Namun, bila enzim ini normal, tidak mengeyampingkan adanya sirosis
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis bilier primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun,
pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol
dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat
pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri
dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi
immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat
sirosis
g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan
hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat
adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan
sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
2.1.8. Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut berbagai macam
komplikasi sirosis hati4 :
1. Hipertensi Portal4
2. Asites4
3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri abdomen serta demam4.
4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah satu
manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-40% pasien sirosis
dengan varises esophagus pecah menimbulkan perdarahan4.
5. Ensefalopati Hepatik. Rnsefalopati hepatic merupakan kelainan neuropsikiatri
akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur kemudian berlanjut sampai
gangguan kesadaran dan koma4. Ensefalopati hepatic terjadi karena kegagalan
hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3
berasal dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu, peningkatan
kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi,
gagal hepar, dan alkalosis13. Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum :
Stadium Manifestasi Klinis
0 Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,
konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.
1 Gangguan pola tidur
2 Letargi
3 Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
4 Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.
6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal
akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan organic
ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
2.2 HEMATEMESIS DAN MELENA PADA SIROSIS HEPATIS
2.2.1. Definisi
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung
menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena yaitu keluarnya tinja yang
lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas yang menunjukkan perdarahan saluran
cerna atas serta dicernanya darah pada usus halus.
2.2.2. Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya hematemesis dan melena pada pasien dengan sirosis
hepatis adalah pecahnya varises esofagus. Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak
dan masif, kehilangan darah gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan varises
esofagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder
akibat sirosis hepatis. Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang
paling prevalen di Amerika Serikat, setipa keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat
mengakibatkan perdarahan varises. Meskipun perdarahan pada pasien sirosis umumnya
berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih separuh dari pasien ini dapat
mengalami perdarahn yang berasal dari ulkus peptikum atau gastropati hipertensi portal.
Keadaaan yang disebut terakhir terjadi akibat penggembungan vena-vena ukosa lambung.
Angka kejadian pecahnya varises esofagus yang menyebabkan perdarahan cukup tinggi
yaitu 54,8%. Sifat perdarahan hematemesisnya mendadak dan masif, tanpa didahului nyeri
epigastrium. Darah berwarna kehitaman dan tidak akan membeku karena sudah tercampur
asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena.
2.2.3. Patofisiologi
Varises esofagus merupakan akibat langsung hipertensi porta karena peningkatan
tahanan aliran porta dan peningkatan aliran darah yang asuk ke vena porta. Hal tersebut
sejalan dengan hukum Ohm yang menyebutkan bahwa tekanan vena porta adalah hasil dari
tahanan vaskular (R) dan aliran darah (Q) pada bagian porta (P=QxR).
Peningkatan tahanan (R) terjadi melalui dua cara : mekanik dan dinamik. Tahanan
mekanik disebabkan oleh gangguan struktur vaskular hati akibat fibrosis, nodul regenratif dan
deposisi kolagen di ruang disse, sedangkan tahanan dinamik dikarenakan peningkatan tonus
vaskular hati yang dimodulasi oleh vasokonstriksi endogen seperti norepinefrin, endotelin I,
angitensin II, leukotrien dan tromboksan A2. Peningkatan vasokonstriktor endogen
diakibatkan oelh disfungsi endotel serta penurunan bioavaibilitas nitrit oksida.
Penyebab peningkatan aliran darah (Q) adalah peningkatan curah jantung dan
penurunan tahanan vaskuler sistemik. Hal tersebut mengakibatkan sirkulasi meningkat
dengan vasodilatasi arteri sistemik dan splanknik, yang semakin memperburuk hipertensi
porta. Selain itu, sebagai usaha mendekompensasi sistem vena porta, faktor-faktor angiogenik
akan membentuk pembuluh darah kolateral sehingga terjadi hubungan antar sirkulasi sistemik
dengan porta. Hal tersebut justru menambah aliran darah yang akan memperburuk hipertensi
porta.
Peningkatan tekanan porta (hipertensi porta) menyebabkan dilatasi pembuluh darah
terutama yang berasal dari vena azygos, yang kemudian menyebab varises. Varises terjadi
jika terdapat peningkatan perbedaan tekanan antara vena porta dan vena hepatika lebih dari
10 mmHg. Varises akan semakin berkembang akibat peningkatan aliran darah ke tempat
varises dan terjadi ruptur.
2.3 MANAJEMEN TATALAKSANA HEMATEMESIS DAN MELENA PADA
SIROSIS HEPATIS
1. Tatalaksana Umum
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation (ABC).
Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai, segera dirawat untuk terapi
lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif
seperti :
a. Pemasangan IV-line minimal 2, hal ini penting untuk transfusi
b. Oksigen sungkup/kanula bila gangguan airway-breathing perlu ETT
c. Mencatat intake-output, harus pasang kateter
d. Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid
e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi
Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi :
a. Transfusi darah
b. Pemberian Vitamin K
c. Terapi lain sesuai komorbid
2. Tatalaksana Khusus
1) Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif
a. Glipressin ( Vasopressin)
b. Somastostatin
2) Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota
3) Terapi endoskopi
a. Ligasi
b. Skleroterapi
4) Terapi radiologi : pemasangan Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunting
(TIPS) dan perkutaneus obliterasi spleno-porta
5) Terapi pembedahan
a. Shunting
b. Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
c. Devaskularisasi + splenektomi
Algoritma tatalaksana perdarahan akut varises esofagus
TATALAKSANA INISIAL
Resusitasi, NGT, laktulosa/neomisin, H2 antagonis, Ocreotide bolus
rumatan 48 jam, Nitrat
Perdarahan (+)
Ligasi/skleroterapi, Tamponade balon, +/- Ocreotide Nitrat
Perdarahan (-)
Ligasi/skleroterapi
Perdarahan (+)
Operatif, Ablasi, Transeksi esofagus, pirau
Tatalaksana rumatan
B bloker dan nitrat, Spironolakton, +/- parasentesis, restriksi air, garam
dietetik
Tata cara pemberian ‘Sandostatin’
Octreotide (Sandostatin)
25 ug dl D5% 20 ml drip dalam 20 menit
Dilanjutkan 100 ug dl 100 ml D10% diberikan selama 4 jam, bila perlu (perdarahan masih
berlangsung) dapat diulang
Setelah perdarahan berhenti, dilanjutkan sampai 48 jam atau lebih dengan dosis 15-20 ug/jam dalam D10%
BAB 3
PENUTUP