Download - Referat Radiologi
BAGIAN RADIOLOGI REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2015
UNIVERSITAS PATTIMURA
EVALUASI GAMBARAN RADIOGRAFI DISLOKASI
Oleh
Nama : Irma G. Siahainenia
NIM : 2009 – 83 – 010
Konsulen
Dr. H. M. Manuputty, Sp.Rad
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2015
EVALUASI GAMBARAN RADIOGRAFI DISLOKASI
Dislokasi lebih jelas dibandingkan fraktur jika dilihat pada radiografi konvensional,
sehingga lebih mudah didiagnosis (Gambar 4.44). Beberapa tampilan seperti gambaran
karakteristik pada proyeksi frontal (tampilan anteroposterior) dimana dengan pemeriksaan
tunggal ini saja sudah cukup (Gambar 4.44C). Namun, prinsip yang sama untuk memperoleh
setidaknya dua proyeksi yang berorientasi pada sudut 90 derajat satu sama lain harus dilakukan.
Radiografi tambahan kadang-kadang diperlukan, dan dalam beberapa kasus, CT diperlukan
untuk mengevaluasi dislokasi dengan tepat.
Gambar 4.44 Dislokasi.(A) Gambaran radiografi lateral ibu jari menunjukkan dislokasi pada sendi interphalangeal.
(B) Gambaran radiografi lateral menunjukkan dislokasi pada proksimal sendi interphalangeal dari ibu jari. (C)
Gambaran radiografi anteroposterior panggul kiri menunjukkan dislokasi anterior yang khas pada caput femur. Clue
untuk diagnosis ini adalah adanya abduksi dan rotasi eksterna femur dan posisi caput femur, yang berada medial dan
inferior acetabulum.
Pemantauan hasil terapi
Pemeriksaan radiografi memainkan peranan dalam memantau perkembangan proses
penyembuhan fraktur dan dalam mendeteksi komplikasi apapun pasca trauma. Tindak lanjut
dengan radiografi harus dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi tahapan dan kemungkinan
komplikasi yang berhubungan dengan proses penyembuhan fraktur dan komplikasi lain yang
mungkin mengikuti terjadinya fraktur atau dislokasi. Jika dengan radiografi masih kurang jelas,
dalam hal ini teknik berikutnya yang diterapkan adalah CT.
1
Penyembuhan fraktur dan komplikasi
Proses penyembuhan fraktur terbagi dalam tiga fase: inflamasi (reactive), reparative dan
remodeling. Fase inflamasi ditandai oleh vasodilatasi, eksudasi serum, dan infiltrasi sel-sel
inflamasi. Fase ini berlangsung sekitar 2 sampai 7 hari. Fase reparative ditandai oleh formasi
dari kalus periosteal dan endosteal (medullary) oleh periosteal dan osteoblas sumsum tulang.
Proliferasi sel mesenkim dan diferensiasi disertai proliferasi vaskular yang intens. Sehingga
osteoblas menghasilkan kolagen pada tingkat tinggi. Fase ini berlangsung sekitar 1 bulan. Fase
remodeling ditandai dengan modeling dan remodeling pada daerah fraktur untuk
mengembalikan kontur asli tulang dan struktur interna yang optimal. Kalus endosteal dan
periosteal hilang, dan anyaman tulang yang imatur digantikan oleh tulang pipih sekunder
(kortikal atau trabekular). Jika fraktur, terutama pada kerangka yang sedang berkembang, telah
sembuh dengan angulasi yang salah (malunion), hal ini dapat diperbaiki dengan menyingkirkan
tulang dari sisi cembung korteks secara selektif oleh proses resorpsi osteoklastik dan
menambahkan tulang ke sisi cekung dengan proses aposisi osteoblastik. Fase ini bisa
berlangsung dari sekitar 3 bulan sampai 1 tahun, atau bahkan lebih lama.
Penyembuhan fraktur tergantung dari banyak faktor seperti umur pasien, daerah yang
mengalami fraktur dan jenis fraktur, posisi fragmen, suplai darah, kualitas imobilisasi atau
fiksasi, dan ada atau tidaknya abnormalitas yang berhubungan seperti infeksi atau osteonekrosis
(Tabel 4.1). Rata-rata waktu penyembuhan dari beberapa fraktur digambarkan pada Tabel 4.2.
Kebanyakan fraktur sembuh dengan beberapa kombinasi dari kalus endosteal dan periosteal.
Asalkan terdapat suplai darah yang adekuat, undisplaced fracture dan secara anatomi
mengurangi pergerakan pada daerah fraktur dengan kompresi adekuat sembuh dengan primary
union. Pada jenis penyembuhan ini, garis fraktur menjadi hilang oleh kalus endosteal (internal).
Displaced fracture, yaitu yang tidak selaras secara anatomi atau terdapat gap antara fragmen,
sembuh dengan secondary union. Jenis penyembuhan ini dicapai terutama oleh kalus periosteal
(eksternal) yang berlebihan, yang mengalami osifikasi penuh melalui tahapan granulasi jaringan,
jaringan fibrosa, fibrokartilago, anyaman tulang dan tulang kompak. Untuk ahli radiologi
mengevaluasi tindak lanjut radiografi, indikasi utama perbaikan tulang adalah bukti radiografi
dari formasi kalus periosteal (eksternal) dan endosteal (internal) (Gambar 4.45). Proses ini,
bagaimanapun, bisa saja tidak terlihat secara radiografi pada stadium awal penyembuhan. Reaksi
periosteal dapat tidak terlihat pada gambaran radiografi pada daerah dimana secara anatomi
2
terdapat kekurangan periosteum, contohnya pada bagian intrakapsular dari femoral neck. Begitu
juga, gambaran radiografi tidak menunjukan formasi kalus endosteal karena kalus hanya
mengandung jaringan fibrosa dan kartilago, yang radiolusen. Pada tahapan awal penyembuhan
ini, fraktur dapat secara klinis menyatu, yaitu, tidak menunjukkan bukti pergerakan dibawah
tekanan, namun secara radiografi, radiolucent band antara fragmen dapat menetap (Gambar
4.46A). Seperti kalus primer sementara yang radiolusen secara bertahap diubah oleh proses
ossifikasi endochondral menjadi tulang pipih yang lebih matang, yang tampak pada film sebagai
dense bridge (Gambar 4.46B). Hal ini membentuk radiographic union.
Tabel 4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur
Pendukung Penghambat
Imobilisasi yang baik Pergerakan
Growth hormone Kortikosteroid
Thyroid hormone Antikoagulan
Calcitonin Anemia
Insulin Radiasi
Vitamin A dan D Suplai darah yang buruk
Hyaluronidase Infeksi
Electric currents Osteoporosis
Oksigen Osteonecrosis
Aktivitas fisik Comminution
Usia muda Usia tua
Tabel 4.2 Penyembuhan fraktur
Tulang Rata-rata waktu penyembuhan
(minggu)Metacarpal 4-6
Metatarsal 4-8
Radius distal (ekstraartikular) 6-8
Radius distal (intraartikular) 6-10
Humeral shaft 12
Femoral shaft 12
Radius dan ulna shaft 16
Tibial shaft 16-24
Femoral neck 24
3
B
Gambar 4.45 Penyembuhan fraktur. (A) Gambaran radiografi anteroposterior femur menunjukkan penyembuhan
fraktur yang didominasi oleh formasi kalus periosteal (tanda panah). Tidak ada bukti radiografi kalus endosteal, dan
garis fraktur masih terlihat. (B) Gambaran radiografi posteroanterior lengan bagian distal menunjukkan
penyembuhan fraktur radius dan ulna. Garis fraktur hampir hilang secara lengkap sekunder dari formasi kalus
endosteal (tanda panah). Perlu diketahui juga jumlah minimal dari kalus periosteal.
B
Gambar 4.46 Klinis versus gambaran radiografi union. Seorang wanita, umur 30 tahun dengan fraktur sepertiga
distal tibia. (A) Setelah imobilisasi selama 3 bulan, gips dilepas. Gambaran radiografi menunjukkan kalus periosteal
unilateral pada bagian medial, tetapi garis fraktur masih jelas terlihat. Secara klinis, bagaimanapun, fraktur ini telah
sepenuhnya menyatu dan pasien sudah diijinkan mengangkat beban tanpa gips. (B) satu setengah bulan kemudian,
terdapat bukti dense bridge pada kalus periosteal dan endosteal, yang menandakan radiografi union.
4
Walaupun dengan radiografi konvensional seringkali memadai untuk mengevaluasi
perkembangan penyembuhan fraktur, studi rutin harus dilakukan, dan terkadang ditambah
dengan pemeriksaan CT. Modalitas dengan reformasi multiplanar ini terbukti merupakan metode
yang bagus untuk menilai penyembuhan fraktur. Hal ini, efektif terutama pada pasien dengan
perangkat logam yang masih tersisa dan mereka yang mempunyai banyak prosedur pembedahan
termasuk okulasi tulang. CT dengan reformasi pada bidang koronal dan sagittal ditambah dengan
perencanaan alat bantu bedah rekonstruksi 3D dengan memberikan pengkajian yang lebih rinci
dari malalignment dan deformitas angular, besarnya gap pada tulang, dan integritas sendi-sendi
yang berdekatan yang menahan beban.
Selain itu untuk memantau perkembangan formasi kalus, ahli radiologi harus mengetahui
bukti radiografi dari komplikasi yang berhubungan dengan proses penyembuhan. Komplikasi
tersebut yaitu delayed union, nonunion dan malunion. Dari ketiga komplikasi tersebut, malunion
adalah yang paling jelas secara radiografis dan ditandai oleh union dari fragmen tulang pada
posisi yang salah dan tidak dapat diterima (Gambar 4.47). Intervensi bedah biasanya menjadi
metode yang lebih disukai untuk terapi pada kasus ini.
Gambar 4.47 Malunion. (A) Gambaran radiografi anteroposterior tungkai menunjukkan malunion angular. Fraktur
pada tibia dan fraktur segmental fibula menyatu dengan solid. Bagian distal tibia, menunjukkan rotasi dan angulasi
anterior, dan fraktur fibula bergabung dalam bowing deformity. (B) Malunion ditangani secara pembedahan oleh
double osteotomy dan fiksasi internal tibia dengan intramedullary rod untuk memperbaiki alignment longitudinal
dan mengembalikan aksis anatomi.
5
R
Delayed Union mengacu pada fraktur yang tidak menyatu dalam jumlah waktu yang
wajar (16 sampai 24 minggu), tergantung pada umur pasien dan lokasi fraktur. Nonunion,
bagaimanapun berlaku pada fraktur yang gagal menyatu (Gambar 4.48). Beberapa penyebab
nonunion dapat dilihat pada tabel 4.3. Pseudoarthrosis merupakan variasi nonunion dimana
terdapat formasi rongga sendi yang salah dengan kapsul synovial-like dan bahkan pada cairan
synovial pada daerah fraktur; namun, beberapa dokter mengacu pada fraktur apapun yang gagal
sembuh dalam waktu 9 bulan sebagai suatu Pseudoarthrosis dan menggunakan istilah ini sebagai
nama lain nonunion. Secara radiografi, nonunion ditandai oleh ujung fragmen dengan tepi yang
bulat; halus dan mengalami sklerosis (eburnation), yang dipisahkan oleh gap; dan pergerakan
diantara fragmen (ditunjukkan dibawah fluoroscopy atau stress films berturut-turut). Untuk
memberikan evaluasi yang adekuat dari kegagalan penyembuhan, ahli radiologi harus
membedakan antara 3 jenis nonunion: reaktif, non reaktif dan infeksi (Gambar 4.49).
Gambar 4.48 Nonunion. Fraktur pada fibula proksimal yang gagal menyatu. Perlu diketahui terdapat gap antara
fragmen, formasi kalus secara lengkap berkurang, dan tepi fragmen yang bulat.
6
Tabel 4.3 Penyebab Nonunion
I. Gerakan berlebihan (imobilisasi yang inadekuat)
II. Gap diantara fragmenA. Interposisi jaringan lunakB. Distraksi dengan traksi atau hardwareC. Malposisi, overriding, atau pergeseran fragmenD. Hilangnya substansi tulang
III. Kehilangan suplai darahA. Kerusakan pembuluh darah yang menutrisiB. Strippng berlebihan atau cedera pada periosteum dan
ototC. Fragmen bebas, comminution yang parahD. Avaskularitas yang disebabkan penempatan hardwareE. Osteonecrosis
IV. InfeksiA. OsteomyelitisB. Nekrosis luas pada tepi fraktur (gap)C. Bone death (sequestrum)D. Osteolisis (gap)E. Kendurnya implant (pergerakan)
Gambar 4.49 Komplikasi fraktur. Jenis nonunion: reaktif (A-C), nonreaktif (D) dan terinfeksi (E).
7
Nonunion reaktif (Hypertrophic dan Oligotrophic)
Secara radiografi, jenis nonunion ini ditandai dengan reaksi exuberant dan menghasilkan
flaring dan sklerosis pada ujung tulang, jenis elephant-foot atau horse-hoof (Gambar 4.50).
Daerah yang sklerotik tidak menunjukkan nekrosis tulang tapi terjadi aposisi tulang baru yang
tervaskularisasi. Scan tulang radionuklida menunjukkan peningkatan bermakna uptake isotope
pada daerah fraktur. Jenis fraktur nonunited ini biasanya ditangani dengan intramedullary nailing
dan compression plating.
A B
Gambar 4.50 Nonunion reaktif. (A) Nonunion yang hipertrofi, terlihat pada shaft tibia dan fibula, yaitu terjadi
pelebaran pada ujung tulang, ditandai sclerosis, dan reaksi periosteal, tapi tidak ada bukti formasi kalus endosteal.
Gap antara fragmen tulang menetap. (B) Nonunion hipertrofi yang serupa juga terdapat pada shaft ulna.
Nonunion nonreaktif (Atrophic)
Pada jenin nonunion ini, gambaran radiografi menunjukkan tidak adanya reaksi tulang
pada ujung fragmen, dan suplai darah yang secara umum sangat minim (Gambar 4.51). Scan
tulang menunjukkan, baik minimal atau tidak ada uptake isotope sama sekali. Selain itu, untuk
fiksasi internal yang stabil, seperti fraktur sering membutuhkan dekortikasi yang luas dan
pencangkokan tulang.
8
A B
Gambar 4.51 Nonunion nonreaktif. (A) Pada nonunion yang atrofi, dapat dilihat pada junction di tengah dan
sepertiga distal tibia, terdapat gap antara fragmen, tepi yang bulat, dan berkurangnya reaksi tulang yang hampir
lengkap. Perhatikan malunited fracture pada fibula. (B) Nonunion atrofi pada fraktur humerus kanan.
Nonunion terinfeksi
Gambaran radiografi nonunion terinfeksi tergantung pada aktivitas infeksi. Old,
osteomyelitis inaktif menunjukkan penebalan korteks yang irregular, reaksi periosteal yang
terorganisir dengan baik, dan sklerosis reaktif pada tulang berongga (Gambar 4.52). Sedangkan
bentuk aktif menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, destruksi korteks dan tulang berongga
yang berhubungan dengan formasi periosteal tulang baru dan sequestration (Gambar 4.53).
Terapi nonunion terinfeksi tergantung pada stadium osteomyelitis. Dekortikasi dan
pencangkokan tulang yang dikombinasikan dengan compression plating digunakan bila
nonunion disertai dengan osteomyelitis inaktif. Terapi osteomyelitis aktif mencakup pemberian
antibiotik dan sequestrectomy, yang biasanya diikuti pencangkokan tulang dan stabilisasi
intramedula. Prosedur berbeda disesuaikan secara individu, tergantung pada daerah anatomi dan
variasi umum serta faktor lokal.
9
Gambar 4.52 Nonunion terinfeksi. Nonunion pada fraktur distal shaft femur dengan bukti old, osteomyelitis inaktif
yang menunjukkan penebalan korteks yang irregular, sclerosis reaktif pada bagian medullary tulang dan reaksi
periosteal yang terorganisir dengan baik.
Gambar 4.53 Nonunion terinfeksi. Gambaran radiografi nonunited fracture pada distal shaft tibia dengan
hubungannya dengan osteomyelitis aktif menunjukkan penebalan korteks, sclerosis tulang berongga, gap antara
fragmen tulang dan beberapa sequestra.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Assouline-Dayan Y, Chng C, Greenspan S, Shoenfeld Y, Gershwin ME. Pathogenesis
and Natural History of Osteonecrosis. Semin Arthritis Rheum 2002;32:94-124
2. Brewer RB, Gregory AJ. Chronic Lower Leg Pain in Athletes: A Guide For The
Differential Diagnosis, Evaluation and Treatment. Sport Health 2012;4:121-127
3. Khan W, Zoga AC, Meyers WC. Magnetic Resonance Imaging of Athletic Pubalgia and
the Sport Hernia:Current Understanding and Practice. Magn Reson Imaging Clin N Am
2013;21:97-110
4. Pappas JN. The Musculosceletal Crescent Sign. Radiology 2000;217:213-214
5. Suehiro M, Hirano T, Mihara K, Shindo H. Etiologic Factors in Femoral Head
Osteonecrosis in Growing Rats. Orthop Sci 2000;5:52-56
6. Delgado GJ , Chung CB, Lektrakul N, et al. Tennis Leg: Clinical US Study of 141
Patients and Anatomic Investigation of Four Cadavers with MR Imaging and US
Radiology 2002;224:112-119
7. Anderson MW, Greenspan A. State of the Art: Stress Fractures. Radiology 1996;199:1-12
8. Beltran J, Burk JM, Herman LJ, et al. Avascular Necrosis of The Femoral Head: Early
MRI Detection and Radiological Correlation. Magn Reson Imaging 1987;5:531-542
9. Deutsch AL, Mink JH, Waxman AD. Occult Fractures of The Proximal Femur: MR
Imaging Radiology 1989; 170:113-116
10. Hendrix RW, Rogers LF. Diagnostic Imaging of Fracture Complications. Radiol Clin
North Am 1989;27:1023-1033
11