Download - referat kelenjar tiroid dan penanganannya
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar endokrin tanpa duktus yang tersebar diseluruh
tubuh manusia. Meskipun kelenjar-kelenjar endokrin secara anatomis tidak berhubungan
namun secara fungsional membentuk suatu sistem. Semua kelenjar endokrin mengeluarkan
hormon dan masuk kedalam pembuluh darah dan akan menempel pada reseptor di organ
tertentu.
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar perifer, terdiri dari dua lobus jaringan endokrin
yang terletak di atas trakea dan tepat di bawah laring. Kelenjar ini menghasilkan koloid yang
dapat memperngaruhi beberapa organ ditubuh manusia, seperti : sistem kardiovaskular,
pertumbuhan, sistem saraf dan organ lainnya. Kelainan pada produksi kelenjar ini akan
menyebabkan beberapa penyakit hormon yang terjadi lebih banyak pada perempuan.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tiroid secara anatomi dan fisiologinya dalam
tubuh manusia. Serta kegunaan dan kelainan yang ditimbulkan ketika kelenjar ini terganggu
fungsinya dan beberpaa efek yang ditimbulkan bagi tubuh manusia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI KELENJAR TIROID1
Kelenjar tiroid mulai berkembang selama minggu ketiga sebagai penebalan entoderm
pada garis tengah di dasar faring, diantara tuberkulum impar dan copula. Kemudian
penebalan berubah menjadi divertikulum yang tumbuh ke inferior ke dalam mesenkim yang
terletak di bawahnya dan disebut ductus thyroglossus. Ductus akan memanjang dan
membentuk lobus pada ujung distalnya. Pada minggu ke tujuh, kelenjar tiroid akan mencapai
posisinya di dekat laring dan trakea. Ductus thyroglossus akan menjadi foramen caecum.
Kelenjar tiroid terletak pada bagian leher, bagian anterior dari trakea. Kelenjar ini
merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula
yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini berfungsi melekatkan tiroid
ke laring dan trakea. Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus konikal yang dihubungkan oleh suatu
jaringan yang disebut isthmus tiroid. Pada isthmus tiroid dapat ditemukan lobus piramidalis.
Lobus-lobus ini dibagi atas septa-septa jaringan ikat fibrous menjadi lobulus-lobulus, yang
masing-masing terdiri dari 30-40 folikel.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan sejajar dengan vertebra cervicalis 5 sampai
thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus
berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilago
thyroidea, bagian ini terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan
M.Sternothyroideus (di lateral). Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus. Bagian
basis kelenjar tiroid berada di cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang ± 5
cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara
10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi (± 5
ml/menit/gram tiroid).
3
Kelenjar tiroid memiliki 3 facies, yaitu : anterolateral ( superficial ), posteromedial
dan posterolateral.
I. Facies Anterolateral ( Superficial )
Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :
1. M. Sternothyroideus
2. M. Sternohyoideus
3. M. Omohyoideus venter superior
4. Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus
II. Facies Posteromedial
Bagian ini berhubungan dengan :
- 2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx berlanjut menjadi esophagus.
- 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
- 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.
III. Facies Posterolateral
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu A. Carotis
interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke lateral).
4
ISTHMUS
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan menghubungkan
bagian bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin juga tidak ditemukan). Diameter
transversa dan vertical ± 1,25 cm. Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial
ke profunda) :
- Kulit dan fascia superficialis
- V. Jugularis anterior
- Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
- Otot-otot : M. Sternohyoideus dan M. Sternothyroideus.
Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada margo
superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobus pyramidalis dan
Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea ima.
5
VASKULARISASI KELENJAR TIROID 2
Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang kaya akan vaskularisasi. Kelenjar ini di
vaskularisasi oleh beberapa arteri dan vena, yaitu :
Sistem Arteri Kelenjar Tiroid
Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan
superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan capsule.
Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke lapisan
dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar.
Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus aorta
atau A. Brachiocephalica dan vaskularisasi istmus.
Thyroidea acessorius, adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan tracheal yang
masuk ke facies posteromedial.
Sistem Vena Kelenjar Tiroid
V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena
jugularis interna ( kadang-kadang V. Facialis )
V. Thyroidea inferior muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V.
Brachiocephalica sinistra di dalam rongga thoraks.
V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V.
Jugularis interna.
6
Aliran Lymphatic Kelenjar Tiroid
• Ascending Lymphatic :
Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada membrane
cricothyroidea
Lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph node.
• Descending Lymphatic :
Medial, mengalir ke pretracheal grup di trachea
Lateral, mengalir ke Gl. Recurrent chain pada N. Laryngeus recurrent.
B. FISIOLOGI KELENJAR TIROID 3
Kelenjar tiroid memiliki sel-sel sekretorik utama yang dikenal sebagai sel folikel,
tersusun membentuk bola-bola berongga yang masing-masing membentuk satu unit
fungsional yang dinamai folikel. Pada potongan mikroskopik , folikel tampak sebagai cincin
sel-sel folikel mengelilingi suatu lumen di bagian dalam yang terisi oleh koloid, bahan yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon tiroid. Koloid yang ada
didalam lumen folikel bersifat ekstrasel, meskipun terletak di dalam bagian interior folikel.
Koloid tidak berkontak langsung dengan cairan ekstrasel.
Konstituen utama koloid adalah suatu molekul protein besar yang dikenal dengan
tiroglobulin (Tg), yang berikatan dengan hormon-hormon tiroid dalam berbagai stadium
sintesis. Sel folikel menghasilkan dua hormon yang mengandung iodium yang berasal dari
asam amino tirosin, yaitu : tetraiodotironin ( T4 atau Tiroksin ) dan triiodotironin (T3). Kedua
hormon ini secara kolektif disebut hormon tiroid , adalah regulator penting laju metabolik
basal (BMR).
Selain menghasilkan T3 dan T4, ruang interstisium di antara folikel-foliker terselip sel
C atau hormon peptida kalsitonin. Kasitonin berperan dalam metabolisme kalsium dan tidak
berkaitan dengan fungsi hormon T3 dan T4.
Untuk mensintesis hormon tiroid sangat dibutuhkan bahan dasar seperti tirosin dan
iodium, dimana keduanya harus diserap dari darah oleh sel folikel. Tirosin merupakan asam
amino yang dibentuk oleh tubuh sehingga bukan zat esensial dalam makanan. Sedangkan
7
iodium merupakan zat esensial yang didapatkan dari makanan. Asupan iodium harus
mencukupi rasio T3 : T4 adalah sekitar 7:1.
1. Metabolisme Iodium dan Sintesis Hormon Tiroid
Semua tahap pembentukan hormon tiroid berlangsung pada molekul tiroglobulin di
dalam koloid. Tiroglobulin diproduksi oleh kompleks golgi retikulum endoplasma sel folikel
tiroid. Asam amino tirosin masuk ke dalam molekul tiroglobulin yang jauh lebih besar. Lalu
akan dikirim sari sel folikel ke dalam koloid melalui proses eksositosis.
Tiroid akan menangkap iodium dari dalam darah dan dipindahkan ke dalam koloid
melalui pompa iodium dan dibantu oleh Na+ K+ ATPase. Di dalam koloid iodium akan
dilekatkan ke tirosin yang ada di dalam molekul tiroglobulin. Perlekatkan iodium dan tirosin
akan menghasilkan monoiodotirosin (MIT) dan perlekatan dua iodium dengan tirosin akan
menghasilkan diiodotirosin (DIT).
Setelah terbentuk MIT dan DIT, akan terjadi penggabungan antara MIT dan DIT
untuk membentuk hormon tiroid. Perlekatan satu MIT (monoiodotirosin) dan satu DIT
(Diodotirosin) akan membentuk T3 (Triiodotironin), sedangkan perlekatan antara dua DIT
(diiodotirosin) akan membentuk T4 (Tetraiodotironin atau tiroksin).
8
2. Sekresi dan Sirkulasi Hormon Tiroid
Pada kelenjar tiroid T3 dan T4 terikat pada thyroglobulin, tempat berlangsungnya
biosintesa hormon tiroid. Pelepasan T3 dan T4 dari thyroglobulin di atur oleh mekanisme
umpan balik pituitary. Proses ini membutuhkan enzim proteolitik yang distimulasi oleh TSH
yang mengaktivasi adenilat siklase.
Sekitar 90% dari produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid adalah dalam
bentuk T4 dan T3 memiliki aktivitas biologik empat kali lebih kuat. Sebagian besar dari T4
yang disekresikan akan diubah menjadi T3 atau diaktifkan. T4 akan diaktifkan menjadi T3
terutama di hati dan di ginjal. Sekitar 80% T3 yang ada didalam darah berasal dari T4 yang
diaktifkan.
T3 dan T4 yang dihasilkan kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam
tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di
dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat
oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin
pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari
kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis, kerja TSH sangat
dipengaruhi oleh Throtropin-releasing Hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hipothalamus
dan kada T3 dan T4 didalam aliran darah.
9
Throtropin-releasing Hormone (TRH) akan mengaktifkan TSH di hipofisis anterior
dan merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan T3 dan T4 kedalam pembuluh darah
( umpan balik positif). Ketika di dalam darah didapatkan banyak hormon T3 dan T4 yang
bebas, hal ini akan merangsang hipofisis anterior yang akan mengirimkan sinyal ke TSH
untuk mengurangi produksi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid (umpan balik negatif). Mekanisme
antar hormon tiroid dan TSH ini cenderung mempertahankan kestabilan sekresi hormon
tiroid.
TSH (Thyroid-stimulating Hormone) juga berfungsi untuk mempertahankan
struktural kelenjar tiroid. Tanpa adanya TSH (Thyroid-stimulating Hormone), kelenjar tiroid
akan mengalami atrofi dan hormon tiroid yang akan disekresikan akan berkurang jumlahnya.
Sebaliknya, kelenjar tiroid akan mengalami hipertrofi dan hiperplasia sebagai respon
terhadap TSH yang berlebihan.
- EFEK HORMON TIROID PADA SISTEM CARDIOVASKULAR 4
Pengaruh hormon tiroid pada fungsi fisiologis jantung sangat dipengaruhi oleh kadar
serum T3. Hal ini karena jantung tidak mempunyai aktivitas 5’-monodeiodinase, sehingga
ambilan T3 dari peredaran darah merupakan sumber hormon tiroid utama pada kardiomiosit.
T3 bekerja pada kardiomiosit secara genomik dan non-genomik. T3 bekerja secara genomik
melalui ikatan dengan TR yang terletak dalam nukleus kardiomiosit. Aktivasi kompleks TR-
RXR-TRE oleh T3 meningkatkan proses transkripsi dan ekspresi gen-gen yang menjadi
protein-protein struktural dan pengatur beserta enzim-enzim penting dalam kardiomiosit.
Gen-gen pada kardiomiosit yang ekspresinya dipengaruhi oleh kompleks T3-TR-
RXR-TRE dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis. Jenis pertama adalah gen yang diatur secara
positif, yaitu gen-gen yang mengalami peningkatan aktivitas transkripsi akibat T3. Gen ini
antara lain gen alfa-miosin rantai berat, Ca2+-ATPase retikulum sarkoplasma, Na+-K+-
ATPase, reseptor adrenergik beta-1, atrial natriuretic hormone (ANP), dan voltage-gated
potassium channels.1 Gen alfa-miosin rantai berat menyandi protein kontraktil rantai berat
alfamiosin yang merupakan serabut otot tipe cepat dalam filamen tebal pada kardiomiosit.
Gen Ca2+-ATPase retikulum sarkoplasma menyandi protein SERCa2 dalam membran
retikulum sarkoplasma, yang mengatur ambilan kalsium dari sitoplasma ke dalam retikulum
sarkoplasma selama fase diastolik jantung.
Ambilan kalsium ini menurunkan kadar kalsium dalam sitoplasma yang penting
dalam memperlama fase diastolik. Kedua gen tersebut berperan dalam pengaturan fungsi
10
sistolik dan diastolik jantung. Gen Na+/K+-ATPase dan voltage-gated potassium
channelsmengatur respons elektrik dan kimiawi kardiomiosit. T3 meningkatkan ekspresi
protein pengatur transportasi ion tersebut yang berperan dalam menghantarkan aktivitas
elektrik kardiomiosit. Gen reseptor adrenergik beta-1 menyandi protein reseptor beta-1 pada
membran plasma kardiomiosit, yang berfungsi sebagai penghantar responsrespons jantung
terhadap pacuan simpatis dan adrenergik.1,5 Ekspresi reseptor beta-1 mengalami peningkatan
akibat pengaruh T3.
Jenis kedua adalah gen yang diatur secara negatif, yaitu gen-gen yang mengalami
penurunan aktivitas transkripsi akibat T3. Gen ini antara lain gen beta-miosin rantai berat,
fosfolamban, adenilil siklase tipe V dan VI, thyroid hormone receptor-1, dan Na+/Ca2+
exchanger. Gen beta-miosin rantai berat menyandi protein miosin rantai berat tipe beta pada
fi lamen tebal yang merupakan ATPase miosin tipe lambat. T3 menurunkan ekspresi gen
beta-miosinrantai berat sekaligus menaikkan ekspresi alfa-miosin rantai berat,menghasilkan
efek hipertrofi dan peningkatan kontraktilitas kardiomiosit.6 Fosfolamban merupakan
penghambat Ca2+-ATPase retikulum endoplasma dalam memompa kalsium ke dalam
retikulum sarkoplasma. T3 menurunkan ekspresi gen fosfolamban dan sekaligus
meningkatkan aktivitas SERCa2. Pada hipotiroidisme, ekspresi fosfolamban pada
kardiomiosit meningkat, menyebabkan hambatan ambilan kalsium ke dalam retikulum
sarkoplasma sehingga kalsium sitoplasma meningkat dan mengganggu fase diastolik.
Hormon tiroid juga bekerja secara nongenomik, yaitu melalui efek ekstranuklear pada
kardiomiosit. Aksi ini tidak melibatkan TRE maupun transkripsi gen. Mekanisme efek non-
genomik ini terjadi melalui ikatan T3 atau T4 pada reseptor dalam membran plasma,
retikulum sarkoplasma, sitoskeleton, mitokondria atau elemenelemen kontraktil kardiomiosit,
dan ikatan T3 langsung pada protein spesifi k dalam sitoplasma kardiomiosit.5,6 Efek non-
genomik ini muncul lebih cepat dibandingkan efek genomik hormon tiroid. Efek-efek yang
terjadi pada mekanisme non-genomik ini adalah perubahan polarisasi dan permeabilitas
saluran ion untuk Na+, K+, dan Ca2+ pada membran plasma, pacuan aktivitas Ca2+-ATPase
pada sarkolema dan retikulum sarkoplasma, aktivasi reseptor beta adrenergik, polimerisasi
aktin, dan modulasi fungsi adenine nucleotide translocator-1 pada membran mitokondria.
Pada peningkatan T3 sirkulasi dalam jangka waktu pendek, efek non-genomik lebih
berperan dibanding efek genomik. Namun, pada hipotiroidisme atau hipertiroidisme jangka
lama, efek genomik lebih menonjol.
11
- EFEK HORMON TIROID TERHADAP LAJU METABOLISME DAN PRODUKSI
PANAS 3
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal keseluruhan tubuh. Hormon ini
adalah regulator terpenting laju konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada saat
istirahat. Efek metabolisme hormon tiroid berkaitan erat dengan efek kalorigenik.
Peningkatan aktivitas metabolik menyebabkan peningkatan panas.
- EFEK HORMON TIROID PADA PERTUBUHAN DAN SISTEM SARAF 3
Hormon tiroid penting bagi pertumbuhan normal karena efeknya pada hormon
pertumbuhan (GH) dan IGF-1. Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi GH dan
meningkatkan produksi IGF-1 pada sintesis protein strukturalbaru dan pada pertumbuhan
tulang.
Hormon tiroid juga penting dalam perkembangan normal sistem saraf, khususnys
sistem saraf pusat, suatu efek yang terganggu pada anak dengan defisiensi tiroid sejak lahir.
Hormon tiroid juga essensial untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.
KELAINAN FUNGSI KELENJAR TIROID 5
STRUMA
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan
TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan
tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin
lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat
bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent),
proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang
didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-
obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya
struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).
12
Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme
mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat
pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi.
Diagnosis hipotiroid ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Pada hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan TSH yang meningkat dan kadar FT4 menurun. Secara
klinis hipotiroid dikenal dengan ; hipotiroid sentral (hipotiroid sekunder) yang diakibatkan
oleh kerusakan hipothalamus atau hipofisis, hipotiroid primer yang disebabkan oleh rusaknya
kelenjar tiroid, dan hiporitoid disebabkan oleh sebab lain 6.
Hipotiroid juga dibedakan menjadi ; hipotiroid klinis dan hipotiroid subklinis.
Hipotiroid klinis ditandai dengan TSH yang tinggi dan menurunnya kadar FT4, sedangkan
hipotiroid subklinis ditandai dengan TSH yang meningkat dan kadar FT4 yang normal 6.
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin,
dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok,
mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara 5.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefinisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
13
Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang
kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar
tiroid menjadi besar.
Diagnosis hipertiroid ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Pada hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan TSH yang menurun atau normal dan kadar FT4 dan
FT3 meningkat. Secara klinis hipertiroid dikenal dengan ; hipertiroid sentral (hipertiroid
sekunder) yang diakibatkan oleh kerusakan hipothalamus atau hipofisis, hipertiroid primer
yang disebabkan oleh rusaknya kelenjar tiroid.
Hipertiroid subklinis adalah keadaan dimana kadar TSH rendah dan hormon tiroid
bebas normal, tanpa atau disertai tanda toritoksikosis. Berdasarkan penyebabnya, tiroid
subklinis dapat dibedakan menjadi : hipertiroid subklinis endogen ; penyebab paling sering
adalah goiter multinoduler, tiroid adenoma dan penyakit graves dan hipertiroid subklinis
eksogen ; pasien yang menggunakan hormon tiroid beresiko untuk menderita hipertiroid
subklinis, baik karena terapi dengan tiroid hormon yang berlebihan atau karena supresi TSH
yang disengaja.
Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat
berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala
jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare,
haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
2. Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa
toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan
medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau
lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan
tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering
adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang
paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.Perjalanan penyakitnya tidak
disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk
14
reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan
menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil
pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah
pembentukannya. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa
penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik.
Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit
berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma
diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh
kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik,
atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali
mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut
struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme
disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat
karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh
adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas),
biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas
dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium
yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah
endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10
%-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.
15
RADANG 1
Tiroiditis atau radang kelenjar tiroid mencakup sejumlah kelainan pada tiroid dari radang
akut supuratif sampai terjadinya proses kronik. Tiroiditis akut jarang dijumpai. Berupa lesi
berwarna merah, terasa nyeri, dan demam. Termasuk disini yakni tiroiditis granulomatous
(subakut, deQuervain’s), tiroiditis limfositik (Hashimoto’s disease), dan struma Riedel.
NEOPLASIA 1
Karsinoma atau Tumor tiroid
Karsinoma tiroid merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Tumor ini banyak
mendapat perhatian dari kalangan medik, karena sering ditemukan pada umur belasan tahun
dan ukuran tumor yang relatif kecil, bahkan sering tersembunyi atau sulit diraba walaupun
sudah terjadi metastasis.
Karsinoma tiroid umumnya tergolong keganasan yang pertumbuhan dan perjalanan
penyakitnya lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah, walau sebagian kecil ada
yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan prognosis yang buruk. Tentunya hal ini
merupakan tantangan bagi dokter untuk menentukan secara cepat apakah nodul tersebut jinak
atau ganas.
16
KLASIFIKASI KARSINOMA TIROID 7
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
Tumor epitel maligna
Karsinoma folikulare
Karsinoma papilare
Campuran karsinoma folikulare-papilare
Karsinoma anaplastik ( undifferentiated )
Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma Tiroid medulare
Tumor non-epitel maligna
Fibrosarkoma
Lain-lain
Tumor maligna lainnya
Sarkoma
Limfoma maligna
Haemangiothelioma maligna
Teratoma maligna
Tumor sekunder dan unclassified tumors
Rosai J membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare,
karsinoma folikulare, “hurthle cell tumors“ , “clear cell tumors“, tumor sel skuamous, tumor
musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan “undifferentiated
carcinoma “
Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas
4 tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma
anaplastik.
Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 - 2002
T-Tumor Primer
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak didapat tumor primer
T1. Tumor dengan ukuran terbesar 2cm atau kurang masih terbatas
17
pada tiroid
T2 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 4 cm
masih terbatas pada tiroid
T3 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada
tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid
yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak
peritiroid)
T4a Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut
: jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus recurren
T4b Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri karotis
T4a* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid#
T4b* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar kapsul
tiroid$
Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran
terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
*Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4#Karsinoma anaplastik intratiroid – resektabel secara bedah$Karsinoma anaplastik ekstra tiroid irresektabel secara bedah
N Kelenjar Getah Bening Regional
Nx Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai
N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1a Metastasis pada kelenjar getah bening cervical Level VI
(pretrakheal dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan Delphian)
N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral atau
kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior
M Metastasis jauh
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
18
Terdapat empat tipe histopatologi mayor :
- Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)
- Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hürthle cell carcinoma)
- Medullary carcinoma
- Anaplastic/undifferentiated carcinoma
Stadium klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 th
Stadium I Tiap T Tiap N M0
Stadium II Tiap T Tiap N M1
Papilare atau Folikulare umur > 45tahun dan Medulare
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1a M0
Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0
T4a N0,N1 M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1
Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)
Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC TiapT TiapN M1
PROSEDUR DIAGNOSTIK
A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
1. Pengaruh usia dan jenis kelamin
Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas
50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih tinggi.
19
2. Pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala
Radiasi pada masa kanak-kanan dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih
33 – 37%
3. Kecepatan tumbuh tumor
Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat
Nodul ganas membesar dengan cepat
Nodul anaplastik membesar sangat cepat
Kista dapat membesar dengan cepat
4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher.
Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak sesak, perubahan suara dan nyeri dapat
terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor.
5. Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga.
Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare.
6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik
Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan konsistensi
bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi
(PA) nya.
Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.
Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang belakang,
klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati,
ginjal dan otak.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk keganasan
tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.
Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid
Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.
2. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya
metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ”soft
20
tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk
melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.
Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke
esofagus.
Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang
bersangkutan.
3. Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis
belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat
dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum
halus.
4. Pemeriksaan sidik tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid
yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut
nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot
nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan
nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu
penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya.
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah
dikerjakan
5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor
kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog
sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare
hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena
gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma
21
folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang
hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.
6. Pemeriksaan Histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan
lobektomi atau isthmolobektomi
Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:
Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun
Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak
Disfagia, sesak nafas perubahan suara
Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras
Ada pembesaran kelenjar getah bening leher
Ada tanda-tanda metastasis jauh.
PENATALAKSANAAN NODUL TIROID
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid
tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan
atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel
maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin.
Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila
nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan
pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
- Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
22
3. Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
- Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
- Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum
Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”. Dilakukan
tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
2. Hasil FNAB benigna.
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila
nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan
tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
23
Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong beku
maupun maka dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi dengan pemeriksaan blok
parafin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan dibawah ini.
24
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional.
Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau inoperabel. Bila
inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksterna atau dengan
khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 50-60mg/m2 luas permukaan tubuh
( LPT ). Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening
terhadap jaringan sekitar.
Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan “ Functional RND”
Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar. Bila ada infiltrasi pada
vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1.
Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND modifikasi 2.
25
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh
Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau
buruk. Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin. Bila
berdiferensiasi baik dilakukan Tiroidektomi Total (TT) + radiasi interna dengan I 131
kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi
supresi / subtitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid
normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio jaringan
tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan jaringan radioaktif .
Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin. Pada lesi metastasisnya, bila operabel
dilakukan eksisi luas. RND modifikasi 1 adalah RND dengan mempertahankan n.ascessorius,
RND modifikasi 2 adalah RND dengan mempertahankan n.ascessorius dan v. jugularis
interna dan RND functional adalah RND dengan mempertahankan n.ascessorius , v.
jugularis interna dan m. sternocleidomastoideus.
26
FOLLOW UP
A. Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi Baik
Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh.
Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131 kemudian
dilanjutkan dengan terapi substitusi /supresi dengan Thyrax sampai kadar TSHs ≤
0,1
Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi substitusi/supresi.
Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik seluruh
tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4 minggu
sebelum pemeriksaan.
Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna I131 dilanjutkan terapi
substitusi/supresi.
Bila tidak ada metastasis terapi substistusi supresi dilanjutkan dan pemeriksaan sidik
seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 -3 tahun dan bila 2 tahun berturut –
turut hasilnya tetap negatif maka evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.
Dalam follow up karsinoma tiroid diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human
tiroglobulin dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya
residif tumor.
27
B. Karsinoma Tiroid Jenis Medulare
Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi leher
sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin.
Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi,
Bila kadar kalsitonin ≥ 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI untuk mencari
rekurensi lokal atau dilakukan SVC ( Selecture Versus Catheterition ) pada tempat-
tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati.
Ada 3 rangkaian yang diteruskan :
1. Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan
kemudian diperkirakan kadar kalsitenin.
2. Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi.
3. Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel atau inoperabel. Bila operabel
dilakukan eksisi, bila inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya paliatif.
28
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Anatomi Kelenjar Tiroid. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18861/3/Chapter%20II.pdf 16
September 2014.
2. Snell Richard S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Penerbit Buku Kedokteran :
EGC
3. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed.6. Penerbit Buku
Kedokteran : EGC. 2009.
4. Hartopo Anggoro B. Hormon Tiroid dan Efeknya pada Jantung. Diunduh dari :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_208CME-Hormon%20Tiroid%20dan%20Efeknya
%20pada%20Jantung.pdf 16 September 2014.
5. Struma. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf 16 September
2014.
6. Sudoyo Aru W, et. al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed.5. Interna
Publishing. 2009.
7. Protokol Peraboy 2003. Protokol Penatalaksanaan Tumor atau Kanker Tiroid.
Diunduh dari https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CDYQFjAD&url=http%3A
%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F89481485%2F2239363%2Fname%2FTumor
%2BKanker
%2BTiroid.doc&ei=lSMoVPy9AcWPuATxvIGAAQ&usg=AFQjCNGQ5jJriaxW4MaoOX5ZlvGP2O
SAww&sig2=ajE43EnBZ-gT_-wMWb3aQw