Transcript

BAB IPENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANGKeracunan adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis.1,2Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak mengiritasi, serta mudah terbakar dan sangat beracun. Gas ini merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan yang mengandung karbon.1,2

Gambar 1. Pembakaran yang sempurna, yang baik dan tidak sempurna(Sumber: Sentra Informasi Keracunan Badan POM, Pedoman Penatalaksanaan Keracunan Karbon Monoksida Untuk Rumah Sakit, Jakarta, 2001.)

ASA (The American Standards Association) memberi batas konsentrasi minimum gas CO yang dapat menimbulkan gejala pada seseorang, yaitu 100 ppm dengan waktu paparan sehari-hari tidak lebih dari 8 jam. Hal tersebut akan menghasilkan saturasi hemoglobin sekitar 10-20%.2Keracunan CO dapat terjadi pada kasus percobaan bunuh diri, pembunuhan ataupun karena kecelakaan. Sumber gas CO ini dapat berasal dari hasil pembakaran tidak sempurna dari senyawa organik (senyawa dengan unsur karbon). Sedangkan dalam penyelaman, sumber gas CO ini dapat berasal dari pemberian lubrikasi kompresor, masuknya asap knalpot kedalam pipa pemasukan udara kompresor, dan produksi manusia seperti asap rokok. Merokok dapat menaikkan kadar COHb darah (Russell et al). Kadar-kadar COHb dapat mencapai 6 9,6 % pada perokok-perokok yang berada dalam ruangan yang mengandung CO 38 ppm, sedang pada bukan perokok kenaikannya hanya sebesar 1,6 2,6%.4,5Kami mengambil judul referat ini karena masih kurangnya perhatian terhadap kasus-kasus intoksikasi / keracunan karbon monoksida ini, padahal insidensinya tidaklah sedikit. Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di Amerika Serikat dan lebih dari separuh penyebab keracunan fatal lainnya di seluruh dunia. Keracunan CO muncul akibat berbagai penyebab. Sumber CO termasuk antara lain adalah perapian, tidak cukupnya ventilasi, terpapar pada proses pembakaran mesin yang tidak sempurna maupun karena asap rokok. Diperkirakan setiap tahunnya di Amerika Serikat kurang lebih 15.200 orang datang untuk mendapatkan perawatan akibat keracunan CO. Menurut CDC terjadi penurunan kasus terpapar CO selama beberapa tahun terakhir. Kebanyakan pasien adalah perempuan, dibawah 17 tahun, dan terjadi pada musim dingin. Pada 2005, terdapat 24.891 kasus masuk rumah sakit yang terkait dengan CO; 17% telah dikonfirmasi, 1% masih kemungkinan dan 82% adalah kasus keracunan CO. Dari kasus yang sudah dikonfirmasi, angka terbesar ada pada korban laki-laki, dan lansia.1Di indonesia belum didapatkan data berapa kasus keracunan gas CO yang terjadi pertahun yang diperiksa.Hal ini dimungkinkan juga oleh karena sulitnya deteksi dini dan kurangnya pengetahuan untuk memberi penatalaksanaan terhadap korban, sehingga pendataan korban keracunan karbon monoksida di Indonesia pun belum tersusun secara baik.

I.2 TUJUAN 1) Untuk mengetahui angka kejadian keracunan karbon monoksida di dunia dan di Indonesia.2) Untuk mengetahui gejala dan tanda keracunan karbon monoksida.3) Untuk mengetahui kadar fatal karbon monoksida pada tubuh manusia.4) Untuk mengetahui proses terjadinya kematian akibat keracunan karbon monoksida.5) Untuk mengetahui temuan otopsi pada kasus keracunan karbon monoksida

1.3 MANFAATa. Bagi Mahasiswa 1) Sebagai referensi bahan acuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.2) Menambah pengetahuan dalam menghadapi kasus keracunan.3) Mempermudah mengetahui perubahan perubahan pada organ yang disebabkan oleh zat beracun. b. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai media pengabdian masyarakat terutama kasus kasus yang berkembang khususnya dalam bidang Kedokteran Forensik.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I.1PENGERTIANA. Toksik dan Intoksikasi1,2,3,4,6Toksik atau racun adalah suatu zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil yang dapat mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Racun merupakan zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat atau secara kumulatif.Beberapa toksin dapat menjadi obat yang bermanfaat bila diambil dalamdosisyang tepat, tetapi beracun bila digunakan dalam jumlah berlebih. Kebanyakan toksin yang menyebabkan masalah pada manusia dikeluarkan oleh bakteri.Definisi keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan respon psikofisiologis. Sumber lain menyebutkan bahwa keracunan dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat menyebabkan ketidak normalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat menyebabkan kematian. Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya

B. Karbon Monoksida (CO)1)StrukturKarbon monoksida (CO) adalah suatu gas tidak berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar. Meskipun CO tidak berbau, CO sering bercampur dengan gas-gas berbau lainnya, sehingga CO dapat terhirup bersama dengan gas-gas tersebut tanpa disadari bahwa CO terkandung di dalamnya.2,4,6CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan CO dengan Hb tidak tetap (reversibel) dan setelah CO dilepaskan oleh Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Bahaya utama terhadap kesehatan adalah mengakibatkan gangguan pada darah. Batas pemaparan karbon monoksida yang diperbolehkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health Administration) adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja. Kadar yang dianggap langsung berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm (0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksihemoglobin dan dapat berakibat fatal.3,4,6

Gambar 2. Struktur dan Sifat Karbon Monoksida(Sumber: U.S. Department of Labor (2002), OSHA FactSheet : Carbon Monoxide Poisoning, USA.)

2)Sumber Karbon Monoksida (CO)5Sumber karbon monoksida di bedakan menjadi 2, yaitu:a. Karbon monoksida endogenPaparan internal untuk karbon monoksida yang terjadi sebagai akibat dari produksi karbon monoksida yang diproduksi dari prekursor endogen (misalnya, degradasi heme, auto-oksidasi fenol, foto-oksidasi senyawa organik , dan peroksidasi lipid lipid membran sel ) dan dari metabolisme oksidatif dari prekursor eksogen (misalnya, karbon tetraklorida, diklorometana, dan dihalomethanes lainnya).Namun, banyak faktor fisiologis dan penyakit mempengaruhi tingkat produksi endogen karbon monoksida, termasuk siklus menstruasi, kehamilan, penyakit, dan rangsangan yang meningkatkan katabolisme Hb atau protein heme lain, termasuk hemolisis, hematoma, anemia hemolitik, thalasemia, dan sindrom Gilbert .Karbon monoksida endogen menjadi agen signaling sel yang memberikan kontribusi untuk pengaturan berbagai sistem fisiologis, termasuk otak dan penyimpanan oksigen otot dan pemanfaatan (myoglobin, neuroglobin), relaksasi pembuluh darah dan otot polos pembuluh darah ekstra, modulasi sinaptik neurotransmisi, anti-inflamasi, anti-apoptosis, anti- proliferasi, dan anti thrombosis.Karbon monoksida yang diproduksi di dalam tubuh tidak terkait dengan toksisitas; Toksisitas karbon monoksida terjadi dengan diikuti paparan karbon monoksida eksogen.b. Karbon monoksida eksogenKarbon monoksida yang di dapat di luar tubuh baik secara alami maupun buatan, antara lain:1) Karbon monoksida dilepaskan dari pembakaran kayu/gunung berapi/ kebakaran hutan.

2) Lalu lintas kendaraan Semua orang terkena karbon monoksida pada tingkat yang beragam melalui penghirupan udara. Kapanpun dan dimanapun tempat yang setiap hari memiliki banyak lalu lintas kendaraan umumnya memiliki tingkat yang lebih tinggi karbon monoksida dibandingkan dengan daerah yang lalu lintasnya tidak ramai.3) Karbon monoksida dari asap rokok, baik sebagai perokok aktif atau dari perokok pasif.4) Terkena paparan karbon monoksida dengan menggunakan peralatan gas atau kompor kayu terbakar dan perapian. 5) Orang-orang yang terkena karbon monoksida di dalam kendaraan.6) Mesin kecil bertenaga bensin dan alat kerja (misalnya, kompresor bertenaga gas atau mesin cuci tekanan) dapat menghasilkan karbon monoksida dalam waktu singkat.

3.Peran Karbon Monoksida (CO)5Karbon monoksida adalah gas industri utama yang memiliki banyak kegunaan dalam produksi bahan kimia pukal (bulk chemical). Sejumlah aldehida dengan hasil volume yang tinggi dapat diproduksi dengan reaksi hidroformilasi dari alkena, Karbon Monoksida, dan H2. Metanol di produksi dari hidrogenasi CO. Pada reaksi yang berkaitan, hidrogenasi CO diikuti dengan pembentukan ikatan C-C, seperti yang terjadi pada proses Fischer-Tropsch, CO dihirogenasi menjadi bahan bakar hidrokarbon cair. Teknologi ini memungkinkan batu bara dikonversikan menjadi bensin.Pada proses Monsanto, karbon monoksida bereaksi dengan methanol dengan keberadaan katalis rodium homogeny dan HI, menghasilkan asam asetat. Proses ini digunakan secara meluas dalam produksi asam asetat berskala industri. Karbon monoksida merupakan komponen dasar dari gas yang sering digunakan untuk tenaga industri. Karbon monoksida juga digunakan pada proses pemurniannikel.

II.2INTOKSIKASI KARBON MONOKSIDAA.TOKSIKOKINETIK1,5,61) Ambilan dari Paru-paruWalaupun CO bukanlah salah satu gas yang berfungsi dalam sistem pernapasan, namun CO dan O2 memiliki kemiripan secara fisik-kimiawi dalam proses transportnya. Kecepatan dalam pembentukan dan eliminasi COHb, konsentrasinya dalam darah, dan katabolismenya dikontrol oleh banyak faktor fisik dan mekanisme fisiologi. Semua ambilan CO di paru-paru terjadi pada bronkiolus dan alveolus. Kecepatan ambilan CO tergantung pada kecepatan pembentukan COHb.2) Transfer masal karbon monoksidaTransport masal CO antara saluran nafas dan hemoglobin sel darah merah di kontrol oleh proses fisik. Transfer CO ke tempat pengikatan Hb dicapai melalui 2 langkah: (1) transfer CO dalam fase gas, antara saluran nafas dan alveoli, dan (2) transfer dalam fase liquid. Dalam fase gas, kunci mekanisme transportnya adalah aliran konveksi. Difusi molekular CO melewati membran kapiler alveoli sepanjang gradien tekanan CO, plasma, dan sel darah merah adalah mekanisme dari fase liquid.3) Difusi karbon monoksida di paruLangkah berikut dari transfer gas melalui alveolus dicapai dengan difusi, yang merupakan proses pasif. Untuk mencapai lokasi berikatan, CO dan molekul gas lain harus berdifusi melewati membran kapiler alveoli, melalui plasma, melewati membran sel darah membran dan akhirnya masuk ke stroma sel darah merah sebelum reaksi antara CO dan Hb terjadi. Pertukaran gas antar dua kompartemen (udara dan darah) sangatlah cepat. Tenaga penggerak yang dominan adalah perbedaan tekanan CO yang melewati membran; sebagai contoh, inhalasi udara yang mengandung kadar CO diatas batas meningkatkan kadar COHb darah. Kecepatan pengikatan CO dengan Hb membuat tekanan CO dalam sel darah merah rendah, hingga memelihara perbedaan tekanan yang tinggi antara udara dan darah dan berdifusinya CO ke darah. Inhalasi udara yang bebas CO kemudian akan membalik gradien, dan CO dilepaskan ke udara alveolar. Gradien udara-darah untuk CO biasanya lebih tinggi daripada gradien darah-udara; oleh karena itu, ambilan CO akan lebih cepat daripada proses eliminasi CO.

4) Ambilan jaringanParu-paruWalaupun paru dan fungsinya sebagai sistem transport gas selalu terpapar dengan CO, hanya sebagian kecil CO yang benar-benar terdifusi ke dalam jaringan paru itu sendiri, kecuali untuk regio alveolar dimana CO berdifusi melewati jaringan paru dan menuju ke darah. epitel saluran udara memberikan efek barier yang signifikan dalam menghambat CO. Oleh karena itu, difusi dan ambilan gas ke jaringan, walaupun dalam konsentrasi CO yang cukup tinggi, akan lebih lambat; kebanyakan jumlah CO akan larut di mukosa saluran nafas. Difusi ke lapisan submukosa dan interstitium tergantung dari konsentrasi dan durasi terpaparnya CO.DarahLaju pengikatan CO dengan Hb sekitar 20% lebih lambat, dan laju disosiasi dari HB lebih lambat daripada kelajuan dengan O2. Namun, afinitas CO dengan Hb sekitar 218 kali lebih besar daripada O2 dengan Hb. 5) EliminasiBanyaknya data yang tersedia mengenai ambilan CO dan terbentuknya COHb bertolak belakang dengan sedikitnya informasi dengan proses eliminasi CO yang disimpan dalam tubuh. walaupun kecepatan absolut eliminasi diasosiasikan dengan konsentrasi awal COHb, kecepatan relatif eliminasi nampaknya tidak berhubungan dengan konsentrasi awal COHb.Waktu paruh hilangnya CO dari darah dalam keadaan normal menunjukkan variasi yang berbeda antara individu. Untuk konsentrasi COHb 2-10%, waktu paruhnya berkisar antara 3 sampai 5 jam. Penelitian lain melaporkan sekitar 2 sampai 6,5 jam pada orang dengan konsentrasi COHb yang sedikit lebih tinggi. Waktu paruh eliminasi pada orang yang tidak merokok cenderung lebih lama pada laki-laki (4,5 jam) dan perempuan (3,2 jam). selama tidur, kecepatan eliminasi menurun pada kedua jenis kelamin, namun pada laki-laki hampir 2 kali lipat lebih lambat (8 jam). Peningkatan inhalasi O2 mempercepat eliminasi CO; bernafas dengan 100% O2, waktu paruh berkurang hingga 75%. Rata-rata waktu paruh pada orang yang bernafas dengan tekanan O2 tinggi, 26 menit waktu paruh dibandingkan dengan orang yang bernafas pada tekanan O2 normal, waktu paruh 71 menit.6) Metabolisme karbon monoksidaPada proses degradasi sel darah merah menjadi pigmen bilirubin, sebuah atom karbon dipisahkan dari nukleus porfirin dan selanjutnya dikatabolisme oleh heme oksigenase menjadi CO. Tempat pengolahan heme, sekaligus produksi CO endogen terbesar adalah hati. Limpa dan sistem eritropoietik adalah penghasil CO penting lainnya. Gangguan yang menyebabkan hancurnya sel darah merah dan percepatan penghancuran hemoprotein lainnya akan meningkatkan produksi CO. Hematom, hemolisis sel darah merah intravaskular, transfusi darah dan eritropoiesis yang tidak efektif akan meningkatkan konsentrasi COHb di darah. pada perempuan kadar COHB berfluktuasi dengan siklus menstruasi, nilai rata-rata produksi CO pada masa premenstruasi hampir dua kali lipat.Degradasi sel darah merah dibawah kondisi patologis seperti anemia, talasemia dan penyakit lain yang berhubungan dengan sel darah merah juga akan meningkatkan produksi CO. Pada pasien dengan anemia hemolitik, produksi CO 2-8 kali lebih tinggi, dan konsentrasi COHb darah 2-3 kali lebih tinggi daripada individu normal. Tidak semua CO endogen berasal dari degradasi sel darah merah. Hemoprotein lain seperti sitokrom, peroksidase dan katalase, berkontribusi sekitar 20-25% dari total CO. Sekitar 0,4 mL/jam CO dibentuk oleh pemecahan Hb, dan sekitar 0,1 mL/jam berasal dari sumber non-Hb. Hal ini menyebabkan konsentrasi COHb darah berada antara 0,4 sampai 0,7%.Obat-obatan juga dapat mempengaruhi produksi CO endogen. Secara umum semua obat yang dapat meningkatkan produksi bilirubin, khususnya pemecahan HB, dapat meningkatkan produksi CO endogen.Mekanisme lain yang dapat meningkatkan produksi CO adalah stimulasi HO dan degradasi dari sitokrom p-450.

II.3PATOFISIOLOGI1,2,3,6CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan CO dengan Hb tidak tetap (reversibel) dan setelah CO dilepaskan oleh Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Bahaya utama terhadap kesehatan adalah mengakibatkan gangguan pada darah. Batas pemaparan karbon monoksida yang diperbolehkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health Administration) adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh ACGIH TLV- TWV adalah 25 ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm (0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi hemoglobin dan dapat berakibat fatal.Absorbsi atau ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan (ambient air), kadar COHb sebelum pemaparan (Kadar COHb inisial), lamanya pemaparan dan ventilasi paru.Konsentrasi CO dalam udara lingkungan dan lamanya inhalasi menentukan kecepatan timbulnya gejala-gejala atau bahkan kematian. 50 ppm (0,005%) adalah TLV (Threshold Limit Value, nilai ambang batas) gas CO yaitu konsentrasi CO dalam udara lingkungan yang dianggap aman pada inhalasi selama 8 jam setiap hari dan 5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak terbatas. Pada 200 ppm (0,02%), inhalasi 1-3 jam akan mengakibatkan kadar COHb mencapai 15-20% saturasi dan gejala keracunan CO mulai timbul. Pada 1000 ppm (0,1%), inhalasi 3 jam dapat menyebabkan kematian, sedangkan pada 3000 ppm (0,3%), inhalasi 2 jam sudah dapat menyebabkan kematian. Pada 10.000 ppm (1%) inhalasi 15 menit dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dengan COHb 50% saturasi, sedangkan inhalasi 20 menit menyebabkan kematian dengan COHb 80% saturasi. Rumus Handerson dan Haggard berlaku bagi orang dalam keadaan istirahat. Konsentrasi CO dalam udara dinyatakan dalam ppm dan lamanya inhalasi dalam jam. Bila hasil perkalian (Waktu) dan (Konsentrasi) = 300, tidak ada gejala yang muncul. Bila hasil perkalian adalah 900, telah timbul gejala sakit kepala rasa lelah dan mual, sedangkan hasil 1500 menandakan bahaya dan dapat berakibat fatal. Selain konsentrasi CO dalam udara, lamanya inhalasi, ventilasi paru dan kadar COHb sebelum terkena CO, terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi toksisitas CO yakni aktivitas fisik, penyakit yang menyebabkan gangguan oksigenasi jaringan. Hipoksia jaringan ini mempresipitasi sel endothelial jaringan seperti arteriosklerosis pembuluh darah otak dan jantung, emfisema paru, asma bronchial, TB paru, dan penyakit hipermetabolik. Juga adanya alkohol, barbiturate, morfin dan obat-obatan lain yang menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Saat konsentrasi CO meningkat dengan signifikan, akan terjadi peningkatan ventilasi juga akan menyebabkan peningkatan ambilan CO. Pada kasus ini, mekanisme kontrol pusat pernapasan berusaha untuk meningkatkan PaO2 sebagai respon untuk menurunnya pengantaran oksigen ke jaringan. Namun mekanisme ini justru menyebabkan lingkaran setan yang meningkatkan respirasi yang mengakibatkan ambilan CO menjadi lebih besar. Kondisi ini kemudian menyebabkan hipoksia yang lebih parah. Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi (FiO2) akan menyebabkan hipoksia. Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler. Karbon monoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung. Hipoksia yang memanjang akibat peningkatan kadar CO dapat menyebabkan aritmia atau gagal jantung dan berbagai macam sekuel neurologis. Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat dari keracunan CO adalah karena injury reperfusi dimana peroksidasi lipid dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversibel, yang menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobin 230-270 kali lebih kuat daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun. Peningkatan konsentrasi CO menyebabkan oksigen tidak memiliki tempat di hemoglobin kemudian membuat kurva disosiasi oksihemoglobin bergeser ke kiri menghasilkan penurunan PaO2 di setiap level kadar saturasi hemoglobin dan ini kemudian menyebabkan penurunan oksigen yang diantarkan ke jaringan.

Gambar 3. Efek dari CO pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Kurva bergeser ke kiri yang berarti oksigen terikat lebih kuat pada konsentrasi yng lebih rendah.(Sumber: Guzman J A. Section of Critical Care: Carbon Monoxide Poisoning. 2012. Respiratory Institute, Medical Intensive Care Unit, Cleveland Clinic, USA.)

Gambar 4. Patofisiologi Keracunan CO(sumber: Guzman J A. Section of Critical Care: Carbon Monoxide Poisoning. 2012. Respiratory Institute, Medical Intensive Care Unit, Cleveland Clinic, USA.)

Ikatan antara CO dengan hemoglobin membuat perubahan alosterik pada kompleks oksihemoglobin dan menggeser kurva disosiasi oksigen ke kiri. Pergeseran ini menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap setiap oksigen yang terikat yang kemudian menyebabkan penurunan desaturasi hemoglobin dan pelepasan oksigen di perifer. Karena itu, hipoksia jaringan akibat keracunan CO lebih besar daripada yang diharapkan pada penurunan PaO2 sederhana.Selain hemoglobin, protein yang mengandung heme lainnya juga terpengaruh oleh CO. Terletak pada jaringan ekstravaskular, protein ini mengandung sekitar 10%-15% dari total CO yang terdapat di dalam tubuh. Di dalamnya termasuk adalah sitokrom oksidase dan mioglobin. Penghambatan respirasi selular akibat pengikatan CO dengan sitokrom oksidase dianggap memainkan peran penting terhadap kerusakan jaringan. Bagaimanapun, faktanya protein heme memiliki afinitas delapan kali lebih tinggi terhadap oksigen daripada CO menimbulkan keraguan terhadap hipotesis di atas. Ikatan CO pada myoglobin tidak diragukan lagi menyebabkan penurunan persediaan oksigen di otot. Pada miokardium, ini dapat menjadi bencana besar yang kemudian dapat berubah menjadi aritmia dan gagal jantung. Lebih jauh lagi, iskemik cerebral yang diakibatkan oleh penurunan fungsi jantung mungkin menjadi penyebab beberapa gangguan neurologik dari intoksikasi CO. CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan. Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang menyebabkan kegagalan respirasi di tingkat seluler. CO mengikat cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya ikat lebih lemah dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa penelitian mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh leukosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien menunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia alba. Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal. Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide dari platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO pada konsentrasi 100 ppm yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30-90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15- 23 menit.

II.4 PEMERIKSAAN PADA KERACUNAN KARBON MONOKSIDAA. Pemeriksaan Fisik Keracunan Gas Karbon Monoksida7,8Selain melalui anamnesis, penegakan diagnosis keracunan gas Karbon Monoksida juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik.Pada pemeriksaan fisik keracunan gas Karbon Monoksida korban hidup ditemukan:

Vital Sign Takikardia Hipertensi/hipotensi Hipotermi, tetapi pada keadaan terminal mungkin hipertermi Takipneu, mungkin terjadi pernafasan Cheyne Stoke (pada intoksikasi berat pada umunya pernafasan menjadi lambat) Kulit Umumnya pucat Tanda klasik cherry red sangatlah jarang (hanya tampak setelah meninggal) Mata Pupil melebar dan reaksi cahaya menghilang (pada keadaan koma) Pendarahan retina Vena retina berwarna merah terang (tanda-tanda awal yang sensitif) Papil edema Homonim hemianopsia Paru-paru Pneumonia dan ederma paru non kardiologis Sistem Saraf Pusat Gangguan neurologis dan atau neuropsikiatri Gangguan daya ingat (amnesia retrograde dan anteograde) Emosi yang labil, sulit untuk mengambil keputusan dan menurunkan kognitif Stupor sampai koma Apraksia, agnosia, gangguan TIK, gangguan pendengaran dan keseimbangan, kebutaan dan gangguan psikis. Hal tersebut oleh karena paparan jangka panjang atau paparan yang berat meskipun akut akan meninggalkan sequelae neuropsikiatri jangka panjang. Darah Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang terpenting, darah di ambil dari vena secepat mungkin karena ikatan CO-Hb cepat terurai kembali menjadi CO dan keluar tubuh Pada pemeriksaan laboratorium mungkin dijumpai leukositosis, hiperlikemia, dengan glukosuria (dalam waktu 3-4 hari), albuminuria peningkatan BUN dan peningkatan SGOT. Perubahan kadar gama globulin juga pernah dilaporkan. Urin Pada pemeriksaan urin didapatkan positif untuk albumin dan glukosa pada keracunan kronis Pada Wanita HamilPemerikasaan yang dilakukan sama dengan yang di bicarakan di atas, yang perlu diperhatikan adalah akumulasi CO di janin 10- 15% lebih tinggi di banding darah itu waktu paruh HbCO pada janin adalah 7-9 jam.

Pemeriksaan Tambahan Pada Korban Hidup2,4,81) Analisa Gas Darah Akan didapatkan tingkat PCO2 mungkin normal atau serdikit menurun. Gambaran asidosis metabolik terjadi sekunder karena asidosis laktat dari iskemia.2) Foto ThoraksDiperlukan pada keracunan yang signifikan, gejala pulmonal, atau bila akan diterapi dengan oksigen hiperbarik. Pada umumnya gambaran foto thoraks tidak didapatkan kelainan. Gambaran ground glass, kesuraman perihilus dan edema intra alveolar menunjukan prognosa yang buruk.

Gambar 5. Gambaran ground glass appearance(Sumber: U.S. Department of Labor (2002), OSHA FactSheet : Carbon Monoxide Poisoning, USA.)

3) CT-Scan Diperlukan pada keadaan intoksikasi berat atau perubahan status mental yang tidak segera hilang. Tampak adanya edema serebri dan lesi fokal, kebanyakan berupa daerah yang lebih gelap di basal ganglia. Hasil CT-Scan positif secara umum dapat memperkirakan timbulnya komplikasi neurologis. CT-Scan serial diperlukan bila terjadi perubahan status mental. 4) MRIMRI lebih akurat dibanding dengan CT-Scan dalam menentukan lesi fokal dan demielinisasi substansia alba. MRI juga sering digunakan untuk memantau kemajuan pasien.5) EKGSinus takikardi adalah kelainan yang paling sering tejadi. Aritmia mungkin terjadi akibat hipoksia, iskemia atau infark. Mungkin juga ditemukan gelombang T mendatar atau negatif, tanda insufiensi koroner, ekstrasistol dan fibrilasi atrium.6) Pengujian NeuropsychologicPengujian yang dilakukan diantaranya pengujian konsentrasi, fungsi motorik halus, dan pemecahan masalah secara konsisten.Pemeriksaan Jenazah7,8,121. Pemeriksaan luarWarna khas lebam mayat pada keracunan CO ialah merah terang (cherry red) baik permukaan tubuh, membran mukosa, kuku jari, namun warna ini tidak sama di seluruh tubuh misal tubuh bagian depan, leher dan paha berwarna lebih terang dibanding dengan yang lain. Corak kulit yang berwarna pink disebabkan oleh pewarnaan jaringan oleh karboksihemoglobin dan khususnya terdapat di daerah hipostasis post mortem dan menunjukkan kejernihan kadar COHb telah melampaui 30%. Pada pemeriksaan warna cherry red ini dibutuhkan pencahayaan yang baik karena tidak semua warna cherry red yang ditemukan dalam pemeriksaan luar jenasah sebagai indikator pasti untuk menentukan adanya keracunan gas karbon monoksida. Warna cherry red tidak akan ditemukan pada jenasah yang diawetkan. Warna pada organ dalam ini akan menetap meskipun jaringannya diambil dan dimasukkan ke dalam formaldehida. Balsem mayat juga tidak akan merubah warna organ dalam tersebut. Darah yang diambil dari pembuluh darah juga akan memiliki ciri khas warna ini. Bagaimanapun, hal ini tidak akan berubah. Akan tetapi, harus disadari bahwa warna ini dapat juga ditimbulkan oleh paparan tubuh dalam jangka lama dengan lingkungan dingin (ataupun di tempat kematian atau dalam rumah kematian dengan pendingin) atau keracunan sianida. Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang didinginkan, pada korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi-hemoglobin (nitric-oxide Hb). Meskipun demikian, masih dapat dibedakan dengan pemeriksaan sederhana. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan sianida, penampang ototnya berwarna biasa, tidak merah terang. Juga pada mayat yang didinginkan warna merah terang lebam mayatnya tidak merata, selalu masih ditemukan daerah yang keunguan (livid). Sedangkan pada keracunan CO, jaringan otot, viscera, dan darah juga berwarna merah terang. Pada orang kulit hitam, warna tersebut terutama tampak di konjungtiva, kuku, dan mukosa bibir. Pada kasus yang meragukan, jenasah korban diperiksa dengan pencahayaan yang baik, sehingga tingkat ketelitian dalam menentukan apakah ada atau tidaknya warna cherry red pada permukaan tubuh dapat lebih baik. Pada analisa toksikologi darah akan ditemukan adanya COHb. Pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam, maka seluruh CO telah diekskresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat.Pada keracunan gas karbon monoksida juga ditemukan pelepuhan kulit pada area tertentu yang dikenal dengan pelepuhan barbiturat, misal pada betis, pantat, sekitar pergelangan tangan dan lutut merupakan hasil edema kulit akibat koma yang lama, dimana terdapat immobilitas total serta tidak adanya darah vena yang kembali dari gerakan otot. Hal ini merupakan tanda spesifik pada keracunan gas CO akan tetapi karena sebagian besar kematian karena gas CO relatif cepat maka pelepuhan ini jarang terjadi. Eritema dan vesikel atau bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut disebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.

Gambar 6.Gambaran korban kebakaran. Tampakan jelaga pada hidung dan mulut tidak membuktikan seseorang tersebut meninggal karena menghirup asap. Pemeriksaan larynx harus dilakukan untuk pembuktian adanya asap yang terhirup.(Sumber: Dharma, Mohan S. Et.all. Investigasi kematian dengan toksikologi forensik. Faculty Medicine University of RIAU. Pekan Baru, RIAU, 2008.)

Gambar 7.Keracunan karbon monoksida (CO) akan menyebabkan kulit berwarna kemerahan.(Sumber: Dharma, Mohan S. Et.all. Investigasi kematian dengan toksikologi forensik. Faculty Medicine University of RIAU. Pekan Baru, RIAU, 2008.)

Gambar 8. Kulit cherry red pada jenazah korban keracunan CO(Sumber: Dharma, Mohan S. Et.all. Investigasi kematian dengan toksikologi forensik. Faculty Medicine University of RIAU. Pekan Baru, RIAU, 2008.)

Gambar 9. Pugilist attitude. Api akan membuat sendi kontraktur atau kaku. Gambaran pugilist (boxer) ini akan menimbulkan dugaan bahwa ia berjuang pada saat sebelum kematiannya.(Sumber: Dharma, Mohan S. Et.all. Investigasi kematian dengan toksikologi forensik. Faculty Medicine University of RIAU. Pekan Baru, RIAU, 2008.)

2. Pemeriksaan dalam 7,8,17Tidak ditemukan perdarahan di rongga pleura pada keracunan CO, walau hal ini sering dihubungkan dengan asfiksia. Inilah membedakan keracunan CO dan kehilangan oksigen. Perubahan yang dapat ditemukan pada berlainan organ dalam keracunan karbon monoksida adalah ; Otak. Jika kematian tidak terjadi dengan segera, kerusakan pada daerah ini bisa bertambah dalam beberapa jam dan hari. Karbon monoksida menghasilkan kerusakan selektif pada subtansia abu-abu otak. Nekrosis bilateral pada globus pallidus merupakan lesi paling khas, meskipun area lain dapat terkena, termasuk korteks otak, hipokampus, otak kecil, dan subtansia nigra. Akan tetapi, lesi pada globus pallidus tidak spesifik dan dapat juga dijumpai pada kasus overdosis obat-obatan. Pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat ditemukan ptekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan ptekiae. Ensefalomalasia simetris dapat ditemukan pada globus palidus yang juga tidak patognomonik, karena dapat juga ditemukan pada keracunan barbiturate akut dan arteriosklerotik pembuluh darah korpus striatum. Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran : Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombi hialin Nekrosis halus dengan ditengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung trombi hialin dengan perdarahan di sekitarnya, lazimnya disebut dengan ring hemorrhage. Nekrosis halus yang dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi. Ball hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol menjadi nekrotik akibat hipoksia dan memecah.Dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus papilaris ventrikel kiri. Pada penampang memanjang pada bagian ujung muskulus papilaris tampak bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas dari tempat insersio tendinosa ke dalam otot. Kadang-kadang ditemukan perdarahan pada otot ventrikel terutama di subperikardial dan di subendokardial. GinjalTerjadi nekrosis tubulus ginjal yang secara mikroskopis seperti payah ginjal.

Perubahan lain yang dapat terjadi adalah; Warna cherry red seluruh organ dalam, otot, terkadang pulpa gigi dan sumsum tulang Bintik bintik perdarahan (tanda asphyxia) pada otot jantung, jaringan otak, conjunctiva, endocard. Degenerasi anoksida terlokalisir (hepar, jantung, ginjal dan paru) Edema paru dan bronkopneumonia Nekrosis otot Gagal ginjal akut Nekrosis bilateral dari globus pallidus Edema pada globus pallidus dan subthalamicus Ptechie dari substansia alba otak Perlunakan korteks dan nucleus sentralis Fatty degrenation dan nekrosis pada ginjal

Karbon monoksida dapat lolos dari ibu ke dalam darah janin. Konsentrasi karboksihemoglobin (COHB) janin tergantung pada persentase saturasi hemoglobin ibu terhadap CO. Saturasi hemoglobin janin terhadap CO ketinggalan dibelakang saturasi hemoglobin ibu oleh karena disosiasi karboksihemoglobin ibu yang lambat. Akan tetapi, setelah beberapa saat keseimbangan akan tercapai. Hasil akhirnya adalah COHB janin 10% lebih tinggi dibandingkan COHB ibu. Karbon monoksida dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim meskipun ibunya mungkin selamat.Pemeriksaan Penunjang 16,17Tes kimia terhadap korban keracunan CO1. Katayama test dalam rang 2 ml yang telah diencerkan, tambahkan 2 ml Amonium sulfida kuning dan 2 ml asam asetat 30% pada darah normal terjadi perbuhan warna menjadi hijau, sedang darah korban keracunan CO tetap berwarna merah muda seperti semula.2. Pemeriksaan spectroscopyPenentuan dengan melihat spectrum dari COHb Analisa kuantitatif:1. Gettler FreimuthSebenarnya merupakan penentuan dengan cara semikuantitatif.Prinsip kerja: Darah + iPottasium ferrisida CO dibebaskan dari Hb CO + PdCL2 + H2O+ Pd+CO+HCL Ion Palladium (Pd) akan diendapkan pada kertas saring warna hitam Dengan membandingkan intentitas warna hitam tersebut dengan warna standar maka akan didapatkan konsentrasi COHbsecara semikuantitatif2. Spectrophotometry Merupakan cara terbaik untuk melakukan analisa konsentrasi gas karbon monoksida pada korban yang masih hidup. Ini dapat dilakukan dengan mengunakan alat septrofotometer ditentukan perbandingan (rasio) COHb terhadap oxy-Hb.3. Chromatography Cara mengukur kadar COHb udara ekspirasi. Walaupun kurang akurat, akan sangat menolong di lapangan. Sering digunakan untuk mengukur kadar COHb pada petugas pemadam kebarakan setelah memadamkan api. Pengukuran dilakukan dengan cara kromatografi, udara ditampung dalam kantong dan kadar Co ditentukan dengan detector, perubahan ionisasi sesudah hidralasi katalik dengan Tometahne. Teknik yang lebih canggih termasuk radioimmunassay (RIA), thin-layer chromatography (TLC),serapan ultraviolet (UV), penyerapan inframerah (IR), performance liquid chromatography (HPLC), dan kromatografi gas (GC). Tes ini juga dapat menjadi sangat penting dalam investigasi pesawat terhempas di mana specimen darah tidak dapat digunakan. Oleh itu, sebagai alternatif specimen darah, dapat diuji limpa dengan menggunakan metoda ini. Ini adalah karena limpa merupakan sumber yang kaya dengan sel darah merah terutama apabila saturasi CO tinggi di atas 29%.

Gambar 10. Alat kromatografi gas (GC), HLC, TLC(Sumber: Dharma, Mohan S. Et.all. Investigasi kematian dengan toksikologi forensik. Faculty Medicine University of RIAU. Pekan Baru, RIAU, 2008.)

Pemeriksaan Tambahan Korban Mati 12,16,17Tujuan yang terpenting dari dilakukannya pemeriksaan tambahan (toksikologi) pada kasus keracunan adalah untuk menegakkan diagnosa dari keracuan, sehingga dapat segera dilakukan terapi yang tepat (pada korban hidup) dan dapat memberikan kesimpulan yang pasti dari sebab kematian korban akibat keracunan. Untuk itu pada setiap kasus keracunan atau diduga akibat keracunan mutlak dilaksanakan pemeriksaan toksikologi:Beberapa langkah pemeriksaan toksikologi yaitu: Pengambilan sample darah Pada korban hidup sample darah diambil dari vena secepat mungkin karena ikatan CO-Hb cepat terurai kembali menjadi CO dan keluar tubuh. Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum menjadi proses pembusukan sebab: post mortem tidak termasuk ikatan CO-Hb yang baru Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb yang telah terjadiJenis pemeriksaan tambahan lain pada korban mati diantaranyaa. Darah lengkap Leukositosis ringan.b. Alkali dilution testPenentuan kualitatif yang cukup cepat untuk menentukan CO-Hb dengan kadar lebih 10% dalam darah.Cara kerja: masukan darah korban 2-3 tetes dalam tabung reaksi I, encerkan dengan aquadest sampai volume 15ml. Tabung reaksi II sebagai kontrol teteskan 2-3 tetes darah orang sehat dewasa, encerkan seperti pada tabung reaksi I. Pada masing-masing tabung reaksi (setelah homogen) tambahkan 5 tetes larutan natrium hidrosikda 10% amati perubahan yang terjadi. Penilaian: Darah normal (tabung reaksi II) kontrol segera berubah warna dari merah muda menjadi coklat kehijauan dalam waktu kurang dari 30 menit, karena terbentuknya alkali hematin. Darah korban (tabung rekasi I) perubahan warna seperti di atas membutuhkan waktu lebih besar dari 30 menit, karena sudah terjadi ikatan CO-Hb. Tes positif apabila perubahan warna tadi terjadi lebih dari 30 menit syarat darah kontrol: Bukan darah foetus Bukan darah perokok sebab darah perokok mempunyai tendensi kadar CO cukup tinggi.3 Syarat penentuan kontrol pada uji Alkali Dilusi :1. Bukan sample darah yang berasal dari darah Fetus.2. Bukan sample darah yang diambil dari seorang perokok aktif.3. Bukan sample darah yang diambil dari seoseorang yang mngealami gangguan darah, seperti anemia, thalasemia, dan sebagainya. c. Uji formalin (Eachloz-Liebmann).Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya. Sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna coklat.d. Serum elektrolit Laktoasidosis dan hipokalemia.e. Gula darah Hiperglikemia.f. Tes fungsi ginjal Terjadi GGA (gagal ginjal akut) oleh karena mioglobinuria.g.Tes fungsi liver Terjadi peningkatan enzim-enzim hati pada gagal hati fulminanh. Urinalisis Albumin dan glukosa positif pada intoksikasi kronisi. Methemoglobin Sebagai diagnosis banding dengan saturasi O2 rendah dan Pa O2 normal.j.Etanol Etanol adalah faktor yang mengacaukan, apakah keracunan tersebut disengaja ataukah tidak.k.Kadar sianida Jika diduga ada keracunan sianida (misalnya pada kebakaran pabrik), paparan terhadap sianida ditandai dengan adanya asisodis metabolik yang tidak diketahui sebabnya.

l. Histopatologis Pemeriksaan PA menunjukkan adanya area nekrotik dan perdarahan mikrokospis di seluruh tubuh juga terjadi edema dan kongesti hebat pada otak, hati, ginjal dan limpa. Jika terhirup dalam kurun waktu tertentu dapat mengakibatkan gejala keracunan pada tubuh.

Secara umum Pengaruh gas Karbon Monoksida Pada Tubuh :1. Pada keracunan ringan : pusing, kepala terasa berat dan badan lemas.2. Pada keracunannya berat : pingsan, pusing-pusing dan badan lemah.3. Sakit kepala, mual, muntah dan otot-otot bergetar.4. Nadi kuat dan Tekanan darah meningkat.5. Pupil melebar, kulit kebiru-biruan dan pucat.6. Otot-otot kaku.7. Sesak Napas, dan gagal napas dan bisa berakibat kematian.II.6 Pencegahan dan tatalaksana pada Intoksikasi Karbon MonoksidaPertolongan Pertama pada keracunan Karbon Monoksida: 91. Membawa penderita ke tempat berudara segar dan hangat.2. Bila penderita tidak bernapas, segera lakukan pernapasan buatan.3. Berikan inhalasi oksigen bila memungkinkan.Tip - tip mencegah keracunan karbon monoksida :- Periksa semua saluran rumah yang bukaanya menghadap ke luar rumah (pemanas air, dsb) setiap tahun untuk memastikan saluran pengeluaran tidak tersumbat.- Periksa sistem AC mobil saudara untuk memeriksa kebocoran yang mungkin terjadi- Periksa pemanas air, pastikan bukaanya sempurna dan saluran tidak bocor.- Jangan nyalakan mobil di dalam garasi yang tertutup rapat.

Penatalaksanaan berupa tindakan suportif dan pemberian terapi oksigen. Lakukan evaluasi jalan nafas. Apabila nafas tidak adekuat, lakukan intubasi orotrakhea dan berikan suplemen oksigen 100% melalui masker wajah. Waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila bernafas dengan udara bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80 menit bila bernafas dengan oksigen 100%. Terapi oksigen sebaiknya tidak dihentikan sampai gejala hilang dan kadar COHb


Top Related