Download - Referat Anion Gap

Transcript

REFERAT

ANION GAP

Oleh : Dokter Muda Periode 25 Oktober 14 November 2010 Kelompok A dan D

LABORATORIUM /SMF EMERGENCY MEDICINE FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010

Anion Gap

REFERAT

Oleh : Dokter Muda Periode 25 Oktober 14 November 2010 Kelompok A dan D

Annisaa Mayangsari Syaiful Arief Kristina Dyah Lestari Bernard S. S. P. Nur Handy Megawanto Ahmad Azam

0310710023 0310710142 0310710086 0410710025 0410710105 0410714003

LABORATORIUM /SMF EMERGENCY MEDICINE FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Keseimbangan asam basa atau disebut juga sebagai homeostatis pH merupakan salah satu fungsi tubuh yang esensial. Nilai pH dari suatu larutan adalah hasil dari pengukuran konsentrasi ion hidrogen. Konsentrasi ion hidrogen dalam sampel darah arteri normal adalah 0,00004 meq/L. Karena konsentrasi ion H+ sangat rendah, maka ion H+ sering dinyatakan sebagai logaritma pH dengan skala 0 hingga 14, dimana pH 7 merupakan nilai pH netral. Pengaturan kesimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Untuk mencapai homeostatis pH harus ada keseimbangan antara asupan dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Seperti pada ion-ion lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam pengaturan pengeluaran ion hidrogen. Pengaturan ion hidrogen yang tepat bersifat penting karena hampir semua aktivitas sistem enzim dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidrogen. Gangguan keseimbangan asam-basa, baik dengan gangguan primer pada komponen metabolik ataupun respiratorik, merupakan kasus emergensi yang umum terjadi. Perubahan kecil pada keseimbangan asam-basa dapat menyebabkan gangguan yang bermakna pada sistem tubuh, karena sebagian besar enzim hanya dapat berfungsi pada rentang pH yang sempit, dan keseimbangan asam-basa juga sangat mempengaruhi keseimbangan elektrolit serta hormon dalam tubuh. Tubuh mempunyai 3 sistem utama untuk mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam cairan tubuh untuk mencegah asidosis atau alkalosis. Sistem pertama adalah sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. Sistem kedua adalah sistem pernapasan (paru/komponen respiratorik) yang mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstraselular. Sistem ketiga, ginjal (komponen metabolik) yang dapat mengeksresikan urin asam atau urin alkali sehingga menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular menuju normal selama asidosis atau alkalosis.

4

Untuk dapat memberikan terapi yang tepat pada gangguan keseim-bangan asam-basa, maka diperlukan diagnosis yang tepat pula. Langkah-langkah untuk menentukan diagnosis gangguan keseimbangan asam-basa adalah sebagai berikut 1) menentukan asidosis atau alkalosis, 2) menentukan gangguan primer pada komponen metabolik atau respiratorik, 3) pada gangguan respiratorik ditentukan apakah gangguan akut atau kronik, 4) pada asidosis metabolik dilakukan pengukuran anion gap, 5) pada asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap ditentukan adakah proses metabolik lain yang terjadi, kemudian 6) ditentukan apakah sistem respirasi mengkompensasi gangguan metabolik dengan adekuat atau tidak. Pengukuran anion gap adalah cara cepat di klinis untuk mempersempit diagnosis diferensial penyebab asidosis metabolik dan dapat memberikan gambaran prognosis dari perjalanan penyakit penderita. Anion Gap adalah perkiraan relatif dari kumpulan anion yang tidak terukur, dan digunakan untuk menentukan apakah asidosis metabolik terjadi akibat akumulasi asam non-volatil atau akibat hilangnya bikarbonat. Anion gap adalah selisih antara total ion positif dan ion negatif di dalam tubuh. Asidosis metabolik adalah suatu gangguan klinis berupa peningkatan kadar asam dalam tubuh. Asidosis metabolik dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yaitu kegagalan ginjal membuang produk asam (H+) dan peningkatan produksi asam dalam darah misalnya asam laktat atau kehilangan bikarbonat dari saluran gastrointestinal. Asidosis metabolik hanya merupakan manifestasi klinis dari suatu panyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu, pemberian terapi asidosis metabolik tanpa pemberian terapi terhadap penyakit yang mendasarinya tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Berdasarkan anion gap, asidosis metabolik terbagi menjadi 2 yaitu High Anion Gap Metabolic Acidosis (HAGMA) dan Normal Anion Gap Metabolic Acidosis (NAGMA). Kondisi HAGMA merupakan pertanda prognosis yang buruk, di mana terjadi peningkatan risiko kematian. Untuk lebih memahami peranan anion gap dalam membantu penegakan diagnosis penyebab asidosis metabolik, maka dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai anion gap pada asidosis metabolik.

5

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah fisiologi sistem asam basa tubuh? 2. Apa saja jenis-jenis gangguan asam basa? 3. Bagaimanakah penjelasan mengenai anion gap? 4. Bagaimanakah penggunaan anion gap di klinik dalam membantu menegakkan diagnosis penyebab asidosis metabolik? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui fisiologi sistem asam basa tubuh. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan asam basa. 3. Untuk mengetahui penjelasan mengenai anion gap. 4. Untuk mengetahui penggunaan anion gap di klinik dalam membantu menegakkan diagnosis penyebab asidosis metabolik

. .

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2.1.1

Fisiologi Sistem Asam Basa Definisi Asam basa Pengaturan ion hidrogen yang tepat merupakan hal yang penting karena hampir semua aktivitas sistem enzim dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidrogen. Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul yang mengandung atomatom hidrogen yang dapat melepaskan ion-ion hidrogen dalam larutan dikenal sebagai asam. Satu contoh adalah asam hidroklorida (HCl) yang berionisasi dalam air membentuk ion-ion hidrogen dan ion klorida. Demikian juga dengan asam karbonat (H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat (HCO3-). Basa adalah ion atau molekul yang dapat menerima ion hidrogen. Sebagai contoh ion bikarbonat HCO3- adalah suatu basa karena ion tersebut dapat bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk H2CO3. Protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino yang membangun protein dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen1. a. Input asam Berbagai produk metabolit perantara di dalam tubuh dan makanan yang kita makan merupakan asam organic yang dapat terionisasi sehingga menghasilkan ion hidrogen dalam tubuh. Beberapa contoh asam organic antara lain asam amino, asam lemak, asam laktat yang dihasilkan dari metabolisme anaerob, dll. Sumber utama asam dalam tubuh tiap harinya berasal dari produksi CO2 dari respirasi aerob. CO2 sendiri bukan termasuk asam akan tetapi CO2 bergabung dengan air dan membentuk asam karbonat yang selanjutnya terdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-.

o

CO2 + H2O

H2CO3

H+

+

HCO3-

Setiap harinya metabolisme CO2 menghasilkan 12.500 meq ion hidrogen sehingga dapat dikatakan bahwa CO2 yang dihasilkan dari respirasi aerob sangat berpengaruh pada pH tubuh.

7

b. Input basa Makanan dan beberapa produk metabolisme hanya sedikit menghasilkan basa dan jumlahya tidak sebanyak jumlah asam yang juga diproduksi dari proses metabolisme2. 2.1.2 Sistem Keseimbangan Asam basa (pH Homeostasis) Tubuh mempunyai 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam tubuh untuk mencegah terjadinya acidosis maupun alkalosis. 1) sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh (sistem buffer) yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan; 2) sistem pernapasan yang mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstraselular, dan 3) Ginjal yang dapat mengseksresikan urin asam atau urin alkali sehingga menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular menuju normal selama terjadi asidosis atau alkalosis2. Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen sistem penyangga cairan tubuh bekerja tersebut. dalam waktu singkat untuk tidak meminimalkan perubahan Sistem penyangga

mengeliminasi ion akan tetapi hanya menjaga agar mereka tetap terikat sampai keseimbangan tercapai kembali. Garis pertahanan kedua yakni sistem pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit untuk mengeliminasi CO2. Kedua garis pertahanan ini menjaga konsentrasi ion hidrogen dari perubahan yang terlalu besar sampai garis pertahanan ketiga yang bereaksi lebih lambat, yakni ginjal yang dapat mengeliminasi asam dan basa dari tubuh. Walaupun ginjal bereaksi paling lambat, ginjal merupakan sistem pengatur asam basa yang paling kuat selam beberapa jam hingga beberapa hari. 2.1.2.1 Sistem Penyangga Cairan tubuh Suatu penyangga adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion hidrogen.Tanpa adanya sistem penyangga, maka penambahan asam dapat menghasilkan perubahan pH yang signifikan. Dengan adanya sistem penyangga perubahan pH yang terjadi hanya

8

bersifat moderat atau mungkin dapat diabaikan. Bentuk umum dari reaksi penyangga adalah: o Penyangga + H+ penyangga H Sistem penyangga ditemukan di intrasel maupun di dalam plasma, yang termasuk ke dalam penyangga intrasel adalah protein, ion fosfat dan hemoglobin. Hemoglobin bertindak sebagai penyangga produksi H+ melalui reaksi CO2 dengan H2O. Sejumlah bikarbonat yang dihasilkan dari metabolisme CO2, bertindak sebagai sistem penyangga ekstraselular. Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat yakni asam lemah (H2CO3) dan garam bikarbonat seperti NaHCO3. H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O o CO2 + H2Okarbonik anhidrase

H2CO3

1

Selain sistem penyangga bikarbonat, fosfat juga merupakan suatu penyangga tapi tidak mempunyai manfaat yang besar sebagai penyangga cairan ekstraseluler. Sistem penyangga ini memainkan peranan yang penting dalam menyangga cairan tubulus ginjal dan cairan intraseluler karena konsentrasi fosfat dalam cairan beberapa kali lebih besar daripada cairan ekstraseluler. 2.1.2.2 Sistem respirasi terhadap keseimbangan asam basa Garis pertahanan kedua terhadap gangguan asam basa adalah pengaturan konsentrasi CO2 cairan ekstraselular oleh paru. Peningkatan ventilasi CO2 dari cairan ekstraselular akan mengurangi konsentrasi ion hidrogen. Sebaliknya penurunan ventilasi akan meningkatkan CO2 sehingga meningkatkan konsentrasi ion hidrogen. Peningkatan ventilasi dapat menggambarkan adanya kompensasi terhadap kondisi asidosis. Perubahan ventilasi dapat mengkoreksi gangguan asam basa tetapi sebaliknya juga dapat menimbulkan gangguan asam basa.

o

CO2 + H2O

H2CO3

H+

+

HCO3-

Misalnya jika seseorang mengalami hipoventilasi maka PCO2 akan meningkat sehingga kurva akan bergeser ke kanan untuk mengatasi kondisi asidotik, sebaliknya jika seseorang hiperventilasi maka PCO2 akan menurun sehingga akan bergeser ke kiri. Ventilasi secara langsung dipengaruh oleh ion hidrogen melalui kemoreseptor di aorta dan a. carotis. Peningkatan konsentrasi ion

9

hidrogen plasma akan menstimuli kemoreseptor yang selanjutnya mengaktifkan pusat pernafasan di medulla untuk meningkatkan ventilasi. Peningkatan ventilasi alveolar ini akan meningkatkan eksresi CO2 dan terjadi konversi H+ menjadi asam karbonat2. 2.1.2.3 Ginjal terhadap keseimbangan asam basa Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang asam atau basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraselular, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan ekstraselular. Keseluruhan mekanisme eksresi urin asam atau basa oleh ginjal adalah sebagai berikut;sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus ke dalam tubulus dan bila ion bikarbonat dieksresikan ke dalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sebaliknya sejumlah besar ion hidrogen juga dieksresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel epitel tubulus sehingga menghilangkan asam dari darah. Jadi, secara garis besar ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular melalui tiga mekanisme dasar:1)sekresi ion hidrogen, 2)reabsorbsi ion bikarbonat yang disaring, 3)produksi ion bikarbonat baru1. 2.1.3 Gangguan Asam Basa a. Asidosis respiratorik Dari pembahasan sebelumnya, sudah jelas bahwa faktor apapun yang menurunkan kecepatan ventilasi paru juga maningkatnkan pCO2 cairan ekstraselular. Hal ini menyebabkan peningkatan H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen sehingga terjadi asidosis. Karena asidosis ini terjadi akibat gangguan respirasi maka dinamakan asidosis respiratorik. Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat pernafasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengeliminasi CO2. Sebagai contoh kerusakan pusat pernafasan di medulla oblongata, obstruksi traktus respiratorius, pneumonia, dan penurunan luas permukaan membrane pulmonal1. b. Alkalosis respiratorik Alkalosis respiratorik dapat terjadi akibat ventilasi yang berlebihan. Hal ini jarang terjadi akibat kondisi patologik fisik. Akan tetapi

10

seseorang dengan gangguan neurosis kadang-kadang bernafas secara berlebihan. c. Asidosis metabolik Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum antara lain 1) kegagalan ginjal mengeksresikan asam metabolik yang dibentuk dalam tubuh, 2) pembentukan asam metabolik yang berlebihan, 3) penambahan asam metabolik melalui makanan atau infus asam, dan 4) kehilangan basa dari cairan tubuh. Beberapa contoh penyebab klinis asidosis metabolik antara lain asidosis tubulus renal, diare, muntah, ketoasidosis diabetik, dan gagal ginjal kronis. d. Alkalosis metabolik Alkalosis metabolik dapat terjadi akibat adanya retensi bikarbonat yang berlebihan atau hilangnya ion hydrogen dari dalam tubuh. Beberapa contoh penyebab klinis alkalosis metabolik antara lain muntah, penyerapan obat alkali, dan kelebihan aldosteron1. 2.2 2.2.1 Anion Gap Definisi Anion gap adalah suatu pengukuran antara jumlah kation terukur dikurangi jumlah anion terukur di dalam darah. Anion gap merupakan representasi dari ion-ion tidak terukur dalam plasma atau serum.3,4 Nilai anion gap dapat normal, tinggi , atau rendah. Anion gap yang tinggi menunjukkan proses asidosis metabolik, peningkatan keasaman dalam darah karena proses metabolik. Anion gap yang rendah relatif jarang tetapi dapat terjadi karena adanya protein bermuatan positif abnormal, seperti pada multiple myeloma. Anion gap digunakan untuk menentukan differensial diagnosis dari metabolik asidosis. 3,4 2.2.2 Pengukuran Anion Gap Anion gap dihasilkan dari pengurangan jumlah konsentrasi natrium dan kalium (kation) dengan jumlah konsentrasi klorida dan bikarbonat (anion). Kation terukur adalah natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca+) dan magnesium (Mg2+). Kation tidak terukur mencakup protein serum yang dalam keadaan normal jumlahnya sedikit, dan beberapa protein

11

patologis (misalnya paraprotein yang ditemukan pada multiple myeloma). Sedangkan anion terukur adalah klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), dan fosfat (PO3-) dengan anion tidak terukur adalah sulfat dan sejumlah protein serum (dominan albumin). Yang disepakati untuk pengukuran anion gap adalah natrium, klorida dan bikarbonat.4 Keseimbangan antara kation dan anion dapat dilihat dari persamaan berikut:3 o o (Na+) + (kation lain) = (Cl-) + (HCO3-) + (anion lain) (Na+) - {(Cl-) + (HCO3-)} = (anion lain) (kation lain) = anion gap

Anion gap (mEq/L) = (Na+) - {(Cl-) + (HCO3-)}

2.2.3

Rentang Normal Anion Gap Rata-rata nilai anion gap untuk dewasa sehat adalah 8 12 mEq/L.Pada orang normal ada beberapa anion tak terukur di dalam serum sehingga anion gap selalu positif. Disebut anion gap tinggi bila lebih dari 12 mEq/L. Sebelumnya metode untuk pengukuran anion gap terdiri dari kolorimetri untuk (HCO3-) dan (Cl-) dan fotometri untuk (Na+) dan (K+). Sehingga rentang normal anion gap dari 8 sampai 16 mEq/L plasma bila tidak mengikutsertakan (K+) dan dari 10 sampai 20 mEq/L plasma bila mengikutsertakan (K+). Analiser modern menggunakan elektrode ion selektif yang memberikan anion gap normal kurang dari 11 mEq/L. Berdasarkan pada klasifikasi baru, anion gap dikatakan tinggi bila lebih dari 11 mEq/L dan anion gap normal adalah 3 11 mEq/L.2 Nilai anion gap dapat mencapai 20 mEq/L jika nilai kalium ditambahkan pada persamaan tersebut. Anion gap berhubungan erat dengan kadar albumin. Anion gap akan turun 2,5 mmol/L setiap penurunan albumin 1 g/dL. Oleh karena itu, nilai anion gap harus disesuaikan pada kondisi hipoalbuminemia:

Anion Gap = Anion Gap Terukur + 2,5 (4 Kadar Albumin Plasma) Bila anion gap koreksi > 11 mEq/L, berarti terjadi asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap.4

12

Nilai anion gap yang sangat tinggi (> 20 mmol/L) mengindikasikan adanya kondisi HAGMA, meski pH atau kadar [HCO3-] masih normal. Setelah diketahui nilai anion gap tinggi, maka perlu ditentukan nilai excess anion gap untuk mengidentifikasi ada/tidaknya kelainan sekunder dengan menilai ada/tidaknya kompensasi tubuh yang adekuat:4 Excess anion gap: AG = Anion Gap 11 Langkah selanjutnya adalah menambahkan nilai excess anion gap dengan [HCO3-] terukur. Bila total perhitungan sama dengan kadar [HCO3-] normal, berarti telah terjadi simple HAGMA. Bila total perhitungan melebihi kadar [HCO3-] normal, maka menunjukkan terlalu banyaknya [HCO3-] dalam tubuh, dan berarti juga terdapat alkalosis metabolik. Bila total perhitungan kurang dari kadar [HCO3-] normal, maka menunjukkan terlalu sedikitnya [HCO3-] dalam tubuh, dan berarti juga terdapat NAGMA.5 2.2.4 Interpretasi Anion Gap Anion gap yang meningkat menunjukkan adanya penambahan anion tidak terukur yang pada dasarnya bersifat asam, dan terjadi penurunan kation yang tidak terukur (hipomagnesemia, hipokalsemia).2,4 Bila anion pada asam bukan Cl- (misalnya laktat, keton [asetoasetat, -hidroksibutirat], salisilat, format, glikolat), maka anion gap meningkat, dan disebut sebagai High Anion Gap Metabolic Acidosis (HAGMA).12 Penurunan [HCO3-] tidak sesuai peningkatan [Cl-], tetapi sesuai peningkatan anion tak terukur:4,5, HA + NaHCO3 NaA + H2CO3 CO2 + H2O Di mana A adalah anion tak terukur. Bila anion pada asam yang ditambahkan ke dalam plasma adalah [Cl ], maka anion gap akan normal, dan disebut Normal Anion Gap Metabolic Acidosis (NAGMA). Penurunan [HCO3-] sesuai dengan peningkatan [Cl-]: HCl + NaHCO3 NaCl + H2CO3 CO2 + H2O-

13

Penggantian elektrolit ekstraseluler dari [HCO3-] dengan [Cl-] tidak menyebabkan perubahan pada penghitungan anion gap, asalkan penjumlahan [Cl-] + [HCO3-] konstan. Namun, karena adanya kebutuhan listrik netral, maka klorida plasma akan menggantikan bikarbonat yang kurang, sehingga terdapat kelebihan kadar [Cl-], dan terjadi asidosis metabolik hiperkloremik.3,4 Tabel 1. Anion Gap pada Asidosis Metabolik.4 Mekanisme Hilangnya HCO3 Hilangnya bikarbonat Titrasi oleh asam yang berlebih Anion Gap yang Diharapkan Normal Meningkat Klorida Tinggi Normal

Anion gap dapat menurun pada peningkatan kadar kation yang tidak terukur (hiperkalsemia, hipermagnesemia), penambahan kation abnormal pada darah (intoksikasi lithium), penurunan anion albumin tubuh, atau pada keadaan hiperproteinemia, hiperlipidemia, dan hiperglikemia yang menyebabkan salahnya perhitungan kadar natrium. Intoksikasi bromida dapat membuat ion Br disalahartikan sebagai ion [Cl-] oleh autoanalyzer, sehingga menyebabkan penurunan anion gap yang tidak tepat.3,4 Anion gap meningkat ketika terdapat anion atau asam berlebihan di dalam darah. Hal ini dapat disebabkan karena produksi asam terlalu banyak atau adanya hambatan pembuangan asam (baik melalui paruparu, lambung, ataupun ginjal). Asidosis memicu pernapasan yang cepat (upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 berlebih), ketidak-mampuan untuk menahan napas (asam memicu kekuatan untuk menghembuskan napas), serta tekanan darah rendah (terkait dengan vasodilatasi). Pada tahap lanjut, asidosis menyebabkan depresi susunan saraf pusat melalui penurunan transmisi sinaptik. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan, kelemahan umum, disorientasi, bahkan koma dan kematian.2

14

Gambar 3. Skema patofisiologi asidosis metabolik.2 Anion gap yang tinggi menunjukkan bahwa muatan listrik pada cairan ekstraseluler terlalu negatif dibandingkan muatan listrik intraseluler. Karena muatan yang melalui membran sel diperlukan untuk produksi energi dan enzim, maka berkurangnya muatan akan mengakibatkan berkurangnya produksi energi (fosforilasi oksidatif dan ATP). Anion gap yang tinggi juga menunjukkan adanya kebutuhan fungsional terhadap mineral yang bersifat alkali.2 Potensial listrik intra- dan ekstraseluler merupakan dasar untuk hampir semua aktivitas yang terjadi di dalam sel. Di dalam sel, kation utamanya adalah kalium, dan anion utamanya adalah fosfor. Di luar sel, natrium diseimbangkan oleh klorida. Keseimbangan elektrolit intra- dan ekstraseluler diatur oleh pompa Na-K yang mengirimkan kalium ke intraseluler dan mengirimkan natrium ke ekstraseluler. Ketika terdapat ketidak-seimbangan elektrolit, maka potensial listrik tidak dapat dihasilkan, sehingga mengganggu produksi energi dan fungsi sel.4

15

HAGMA dapat disebabkan oleh beberapa hal di bawah ini, yang biasa disingkat sebagai KULT dan CATMUDPILES. K = Ketoacidosis (KAD, ketoasidosis alkoholik, kelaparan). Terjadi produksi berlebih keton terkait dengan metabolisme lemak dan protein. Adanya proses glukoneogenesis menyebabkan pemecahan protein dan lemak menjadi glukosa. Metabolit dari proses tersebut adalah keton yang bermuatan negatif. Semakin banyak keton yang terbentuk akan mengakibatkan jumlah ion negatif menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan ion positif, sehingga terjadilah anion gap yang tinggi. U = Uremia (renal failure: ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin). Uremia terkait dengan kegagalan fungsi ginjal. Fungsi ginjal yang tidak baik menyebabkan produksi ureum dari metabolit protein tidak bisa dikeluarkan dari darah, akibatnya terjadi penumpukan ureum dalam darah. Ureum bermuatan negatif, sehingga terjadi peningkatan anion gap. L = Lactic acidosis. Produksi berlebih laktat terkait dengan gagal napas (hipoksia), gangguan enzim metabolisme karbohidrat, defisiensi gizi yang mengganggu kemampuan tubuh untuk melakukan metabolisme laktat (vitamins B, terutama vitamin B1). L-laktatemia dapat terjadi akibat kondisi hipoperfusi (ketoasidosis diabetikum, syok sepsis, syok kardiogenik), intoksikasi karbon monoksida, sianida, biguanid. Dlaktatemia dapat terjadi akibat short bowel syndrome. Asidosis laktat berbeda dengan hiperlaktatemia, di mana pH pada hiperlaktatemia masih normal, namun terjadi peningkatan kadar laktat, sedangkan rasio maupun tumpul.laktat

/piruvat-nya tetap konstan. Asidosis laktat telah lama

digunakan sebagai prediktor survival post-trauma, baik trauma tembus

16

T = Toxins (etilen glikol, propilen glikol, metanol, metformin, paraldehid, salisilat, isoniazid). Semua senyawa tersebut menyebabkan peningkatan kadar anion dalam darah, yang akan berakibat pada peningkatan anion gap.2,4 C = A = T = M = U = D = P = I = L = E = S = Cyanide, carbon monoxide Alcoholic ketoacidosis Toluene Methanol, methaemoglobin Uremia DKA (juga kelaparan) Paraldehyde INH, iron (via lactic acidosis) Lactic asidosis Ethylene glycol Salicylate, solvent.2,4

Suatu kelainan dengan anion gap yang normal (NAGMA) yaitu terjadinya asidosis hiperkloremik, disebabkan karena menurunnya ion HCO3- dan tubuh mengkompensasi dengan meningkatkan ion Cl-. Beberapa kondisi dengan kadar ion HCO3- yang turun antara lain diare, renal tubular asidosis, hipoaldosteron, gagal ginjal, terapi ammonium klorida, nutrisi parenteral total.

Penyebab NAGMA dapat pula disingkat USEDCARP:2,4 U = Ureterosigmoidostomy.

Pasien ureterosigmoidostomy mengalami akumulasi urine di colon. Kandungan klorida dan amonium urine ini akan direabsorbsi dan ditukar dengan bikarbonat, akibatnya pasien akan kehilangan

17

bikarbonat,

namun

terkompensasi

dengan

peningkatan

klorida,

sehingga anion gap tetap normal. S = Small bowel fistula. Mekanisme terjadinya peningkatan klorida dan hilangnya bikarbonat hampir sama dengan ureterosigmoidostomy. Bikarbonat akan hilang melalui fistula. E = Extra chloride. Pemberian makanan atau preparat dengan kadar klorida tinggi menyebabkan peningkatan klorida. D = Diarrhea. Diare terutama pada anak menyebabkan kehilangan bikarbonat dalam jumlah sangat besar, sekitar 70-80 meq/L. Sebagai kompensasi, tubuh akan mempertahankan anion klorida melalui reabsorbsi klorida dari ginjal. Mekanisme ini akan semakin meningkat bila sudah tidak ada lagi anion lain yang digunakan untuk bereaksi dengan ion H+ dalam darah. Akibatnya terjadi asidosis metabolik dengan kadar klorida dalam darah yang meningkat. C = Carbonic anhidrase inhibitor. Adanya penghambat enzim karbonik anhidrase menyebabkan

terganggunya proses perubahan asam karbonat menjadi bikarbonat dan ion [H+], sehingga tubuh akan kekurangan bikarbonat. Pada saat sudah tidak ada lagi anion yang bisa bereaksi dengan ion H+, maka tubuh akan mempertahankan anion terakhir yaitu klorida, sehingga kadar klorida akan naik dan anion gap tetap normal. A = Adrenal insufficiency. R = Renal tubular acidosis. Sering terjadi pada anak karena kelainan kongenital ginjal. Pasien dengan RTA dapat kehilangan bikarbonat dalam jumlah besar diikuti dengan kehilangan natrium. Akibatnya akan terjadi asidosis metabolik.

18

Namun karena natrium juga ikut hilang, maka nilai anion gap tetap normal atau turun. P = Pancreatic fistula. Beberapa penyebab menurunnya anion gap antara lain : 1. Alkalosis dengan berbagai penyebab 2. Multiple myeloma 3. Hiponatremia 4. Hipoalbuminemia 5. Bromide 7. Kation darah yang meningkat (kalsium dan magnesium) 8. keracunan lithium 9. hipothyroid primer 10. penyakit ginjal 11. Polymixin B Asidosis Metabolik Asidosis metabolik adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer dari kadar bikarbonat palsma, sehingga terjadi penurunan PH (peningkatan H+). Ditandai dengan pH arteri darah < 7,35 dan jumlah bikarbonat plasma < 20 mmol/L. kompensasi pernafasan akan segera dimulai untuk menurunkan pCO2 melalui hiperventilasi sehingga saidosis metaboloik jarang terjadi secara akut. Umumnya peningkatan dari anion gap sering dihubungkan dengan metabolik asidosis. Secara praktis, metabolik asidosis dibagi dalam proses yang berhubungan dengan anion gap normal (3-11 mEq/L) (Normal Anion Gap Metabolic Acidosis atau NAGMA) atau peningkatan anion gap (> 11 mEq/L) (High Anion Gap Metabolic Acidosis atau HAGMA).1,2,3,5

19

Gambar 1. Skema mekanisme terjadinya asidosis dan alkalosis.

2.3.1

Asidosis Metabolik dengan Peningkatan Anion Gap Sebab sebab dari asidosos metabolik dengan selisih anion gap yang tinggi adalah peningkatan anion yang tak terukur seperti asam sulfat, asam laktat, dan asm-asam organik lainnya. Peningkatan anion gap dihasilkan dari anorganik (misalnya fosfat, atau sulfat), organik (misalnya asam keton atau laktat), atau asam eksogen (misalnya salisilat) yang tidak dapat dinetralisir secara keseluruhan oleh bikarbonat. Penyebab terbanyak dari peningkatan anion gap dapat diingat dengan singkatan MUDPILES (box 1). Ada 4 prinsip etiologi dari asidosis anion gap tinggi yaitu lactic acidosis, ketoacidosis, toksin, dan gagal ginjal5.

2.3.1.1 Methanol Methanol seringkali didapatkan pada cat, pelarut, bahan antibeku, dan bahan bakar untuk kompor luar. Sehingga kecurigaan terhadap

20

eksposure bahan ini memegang kemungkinan besar diagnosis asidosis karena methanol. Absorpsi bahan ini dapat melalui saluran pencernaan, kulit, dan saluran napas5. Methanol dikonversikan menjadi formaldehid oleh alcohol dehydrogenase, kemudian menjadi formic acid (formate). Akumulasi formic acid menyebabkan efek fisiologis dan asidosis anion gap. Gejala dan tanda baru dapat dirasakan 30 jam setelah eksposure. Toksisitas dari methanol dominan mempengaruhi pencernaan. Kadar methanol dapat diukur untuk konfirmasi kecurigaan diagnosis toksisitas methanol. Kadar methanol lebih dari 20 mg/dL atau kurang dari 20 mg/dL dengan disertai asidosis disebut toksik. Pencitraan pada pasien dengan toksisitas methanol dapat menggambarkan edema serebral atau perdarahan atau infark basal ganglia5. 2.3.1.2 Uremia Uremia terkait dengan kegagalan fungsi ginjal. Fungsi ginjal yang tidak baik menyebabkan produksi ureum dari metabolit protein tidak bisa dikeluarkan dari darah, akibatnya terjadi penumpukan ureum dalam darah. Ureum bermuatan negatif, sehingga terjadi peningkatan anion gap. Riwayat penyakit ginjal progresif dan peningkatan serum urea nitrogen (BUN) dan kadar kreatinin adalah kunci untuk mendiagnosis asidosis anion gap tinggi sebagai akibat dari gagal ginjal kronis. Manifestasi klinis dari uremic syndrome meliputi banyak sistem. Gangguan saraf dapat muncul perasaan mengantuk terus menerus, disestesis pada distal karena efek uremia pada sistem saraf perifer. Atherosclerosis dan noncardiogenic pulmonary edema mendominasi efek terhadap kardiovaskuler. Manifestasi pada saluran pencernaan meliputi anoreksia dengan mual dan muntah, yang sering berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptikum. Pasien dengan uremia sering mengeluh pruritus yang difus, kalsifikasi distrofik maupun perubahan pigmentasi kulit juga terjadi. Anemia dan disfungsi platelet merupakan akibat dari uremia. Efek uremia pada endokrin yaitu resistensi insulin, hiperlipidemia, hiperparatiroidism, dan atrofi gonad disertai disfungsi5. sistem saraf, penglihatan dan

21

2.3.1.3 Ketoasidosis (Diabetik, alkoholik, dan starvasi) Terjadi produksi berlebih keton terkait dengan metabolisme lemak dan protein. Adanya proses glukoneogenesis menyebabkan pemecahan protein dan lemak menjadi glukosa. Metabolit dari proses tersebut adalah keton yang bermuatan negatif. Semakin banyak keton yang terbentuk akan mengakibatkan jumlah ion negatif menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan ion positif, sehingga terjadilah anion gap yang tinggi. Ketoasidosis diabetik (KAD) memiliki 3 trias gambaran klinik yakni hiperglikemia, ketonemia, dan acidemia. Ketoasidosis diabetik sering terjadi pada pasien diabetes tipe 1 meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi pada diabetes tipe 2. Terjadinya KAD diawali dengan kondisi kekurangan atau tidak adranya insulin disertai dengan adanya peningkatan kadar glucagon. Seringkali ini kondisi ini disebabkan oleh regimen insulin yang tidak terpenuhi atau meningkatnya stress fisik (infeksi atau operasi). Glukagon menimbulkan kondisi ketoasidosis melalui 2 mekanisme utama. Pertama, glukagon menstimulasi terjadinya glukoneogenesis dan menyebabkan gangguan pada penggunaan insulin perifer sehingga terjadi hiperglikemia disertai dengan dieresis osmotic. Mekanisme yang kedua, glukagon menstimulasi oksidasi hepatic asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adipose sebagai respon terhadap defisiensi insulin. Oksidasi asam lemak bebas menghasilkan ketoacid, hidroksibutirat dan asetoasetat sehingga menimbulkan kondisi asidosis metabolik5. Pasien dengan KAD akan memberikan gambaran klinik mual, muntah dan poliuria dapat juga disertai nyeri abdomen serta dari pemeriksaan fisik didapatkan pernafasan Kussmaul dan tanda-tanda dehidrasi. Tanpa terapi, KAD dapat berkembang dan memberat yang ditandai dengan penurunan kesadaran dan yang lebih jarang kolaps sirkulasi. Diagnosis ketoasidosis alkoholik diawali dengan adanya riwayat penggunaan alcohol yang kronis atau penurunan/penghentian tiba-tiba penggunaan alkohol. Seperti halnya pada KAD, kadar glukagon meningkat sebagai akibat berkurangnya glukosa intrasel sehingga menyebabkan pembentukan ketoacid. Gambaran klinis ketoasidosis

22

alkoholik yang nyata adalah adanya muntah, nyeri abdomen, dan dehidrasi. Ketoasidosis starvasi sering terjadi pada kondisi starvasi sebagai respon terhadap stress fisik seperti penyakit, aktifitas fisik atau kehamilan. Pada kondisi ini tidak adanya insulin yang diinduksi oleh kondisi starvasi mengaktifkan jalur ketogenik sehingga menghasilkan kondisi ketoasidosis starvasi akut. 2.3.1.4 Paradelhid Pada dosis yang berlebih, paradelhid dapat memberikan gambaran klinis seperti overdosis terhadap obat sedative-hipnotik, yakni hipotensi, bradipnea, hipotermia, dan perubahan status mental. Penggunaannya dapat menghasilkan asam asetat dan asam kloracetic, yang akan meningkatnkan anion gap sehingga menimbulkan asidosis metabolik5. 2.3.1.5 Isoniazid dan Besi Toksisitas akut isoniazid secara tidak langsung melalui deplesi piridoksin, toksisistas Hal kronik ini secara langsung terjadinya melalui reaksi hipersensitivitas. memungkinkan defisiensi

aminobutyric acid (GABA), menghasilkan refractory generalized, kejang tonic clonic. Anion gap metabolic acidosis dihasilkan dari produksi laktat yang cepat dan berlebih selama kejang. Zat besi bebas, yaitu transferin yang tersaturasi, dapat menghasilkan tokssitas seluler secara tidak langsung. Ini menyebabkan tidak terjadinya couple fosporilasi oksidatif mitokondria, yang akhirnya menggagalkan sintesa ATP. Ini juga menghasilkan radikal bebeas, yang akan merusak membrane sel melalui peroksidasi lemak. Kerusakan ini selanjutnya akan menyebabkan perdarahan GI, dan disfungsi myocardial, menambah kerusakan hepar, dan kerusakan CNS. Peningkatan anion gap meliputi produksi laktat sebagai efek dari hipovolemia, syok cardiogenik, dan metabolisme anaerobic, disamping itu proton yang tidak terbuffer menghasilakan hidrasi ferric iron bebas5.

23

2.3.1.6 Lactic acidosis Produksi berlebih laktat terkait dengan gagal napas (hipoksia), gangguan enzim metabolisme karbohidrat, defisiensi gizi yang mengganggu kemampuan tubuh untuk melakukan metabolisme laktat (vitamins B, terutama vitamin B1). L-laktatemia dapat terjadi akibat kondisi hipoperfusi (ketoasidosis diabetikum, syok sepsis, syok kardiogenik), intoksikasi karbon monoksida, sianida, biguanid. Dlaktatemia dapat terjadi akibat short bowel syndrome. Asidosis laktat berbeda dengan hiperlaktatemia, di mana pH pada hiperlaktatemia masih normal, namun terjadi peningkatan kadar laktat, sedangkan rasio maupun tumpul. 2.3.1.7 Ethylene Glycol Ethylene Glycol menurunkan titik beku air dan maka dari itu banyak ditemukan pada zat antibeku, pembersih lapisan es, dan minyak rem. Tingkat dugaan yang tinggi pada paparan mempunyai peran yang besar pada diagnosis keracunan. Peningkatan anion gap asidosis disebabkan oleh akumulasi asam glycolic dengan bantuan dari asam laktit. Tanda dan gejala muncul dalam kurun waktu 4 sampai 8 jam setelah masuk, dengan efek yang dominan pada neurologi, kardiopulmoner, dan system ginjal. 2.3.1.8 Salisilat Toksisitas akut dan kronis dapat ditimbulkan akibat ingesti salisilat pada pengobatan peroral. Salisilat menyebabkan gangguan asam basa yang merangsang langsung pusat medula pernapasan, yang menyebabkan alkalosis respiratorik, dan pelepasan dari fosforilasi oksidatif yang menyebabkan asidosis metabolik. Asidosis metabolik kemudian diperkuat oleh ekskresi bikarbonat ginjal sebagai respon untuk meningkatkan ventilasi, penumpukan asam laktat akibat gangguan dari mitokondria, produksi asam keton akibat salisilat yang menginduksi inhibisi dehidrogenasi siklus kreb, dan asam salisilat bebas. Tanda utama keracunan adalah hiperventilasi, tinnitus, tak dapat mendengar, vasodilatasi dan berkeringat. Koma jarang terjadi, namun bilalaktat

/piruvat-nya tetap konstan. Asidosis laktat telah lama

digunakan sebagai prediktor survival post-trauma, baik trauma tembus

24

terjadi menandakan keracunan yang sangat hebat. Pengosongan lambung sampai 4 jam setelah masuknya racun dapat mengeluarkan salisilat cukup banyak. Kehilangan cairan harus digantikan dan natrium bikarbonat (1,26%) diberikan untuk memperbaiki ekskresi salisilat dalam urin. 2.3.2 Asidosis Hiperkloremik dengan Anion Gap Yang Normal Jika asidosis disebabkan hilangnya bikrbonat ( seperti pada diare) atau bertambahnya asam klorida ( contohnya pada pemberian ammonium klorida) maka selisih anion akan normal. Pada asidosis metabolik dengan anion gap yang normal, kehilangan bikarbonat dapat terjadi mealui saluran cerna atau ginjal. Diare, fistula usus halus, dan uretrosigmoidestomi dapat menyebabkan kehilangan bikarbonat secara bermakna. Sedangkan reabsorbsi bikarbonat dapat menurun pada asidoso tubulus proksimal ginjal atau pada orang yang mendapat inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid 8. Literatur yang baru baru ini menganjurkan perhitungan dari anion gap urin untuk membantu dalam membedakan etiologi penyebab adanya asidosis hiperkloremik. Anion gap urin yang negatif, menandakan adanya kehilangan HCO3di saluran cerna, anion gap yang positif mengindikasikan ketidakmampuan mengeksresikan H+. Pada asidosis hiperkloremik, peningkatan [Cl-] sebanding dengan penurunan [HCO3-]. Pada kondisi dimana hubungan ini tidak muncul, harus diklasifikasikan sebagai gangguan asam basa. Etiologi asidosis ini dapat diingat dengan singkatan HARD UP (Box 2). Diare dan gangguan ginjal sejauh ini merupakan etiologi yang paling sering5.

25

2.3.2.1 Hiperalimentasi Asidosis hiperkloremik terjadi akibat pemberian makanan yang berlebihan secara parenteral, tanpa sejumlah bikarbonat yang cukup atau pemberian bikarbonat yang terlarut, seperti laktat atau asetat. Proton proton dilepaskan dari sintesa asam amino bermuatan positif, seperti arginin, lisin, atau histidin, dalam campuran pemberian makanan yang berlebihan karena dimetabolisme. Dalam keadaan defisiensi relatif dari bikarbonat, proton proton ini tidak dapat berfungsi sebagai penyangga sehingga menyebabkan asidosis dengan anion gap yang normal5. 2.3.2.2 Acetazolamide (Dan Inhibitor Karbonat Anhidrase) Adanya penghambat enzim karbonik anhidrase menyebabkan terganggunya proses perubahan asam karbonat menjadi bikarbonat dan ion [H+], sehingga tubuh akan kekurangan bikarbonat. Pada saat sudah tidak ada lagi anion yang bisa bereaksi dengan ion H+, maka tubuh akan mempertahankan anion terakhir yaitu klorida, sehingga kadar klorida akan naik dan anion gap tetap normal. 2.3.2.3 Asidosis Tubulus Ginjal dan Insufisiensi Ginjal Sering terjadi pada anak karena kelainan kongenital ginjal. Pasien dengan RTA dapat kehilangan bikarbonat dalam jumlah besar diikuti dengan kehilangan natrium. Akibatnya akan terjadi asidosis metabolik. Namun karena natrium juga ikut hilang, maka nilai anion gap tetap normal atau turun. Asidosis tubulus ginjal tipe 1 atau asidosis tubulus ginjal pada bagian distal, seringkali muncul sebagai asidosis tubulus ginjal yang sifatnya sekunder akibat penyakit inflamasi sistemik seperti sindroma Sjgren atau multiple myeloma. Asidosis tubulus ginjal tipe 2, atau asidosis tubulus ginjal tipe proksimal, juga termasuk dalam Fanconi syndrome. Asidosis tubulus ginjal tipe proksimal lebih banyak ditemukan pada anakanak. Pada dewasa, asidosis tubulus ginjal tipe proksimal seringkali bersamaan dengan multiple mieloma, dimana peningkatan ekskresi dari immunoglobulin rantai pendek meng-injuri epitel tubulus proksimalis, ataupun penggunaan carbonic anhydrase inhihitor. Diagnosis asidosis

26

tubulus ginjal tipe 2 ditegakkan atas adanya asidosis metabolic hiperkloremia kronis yang dibarengi dengan pH urin yang rendah, hipokalemia, dan rendahnya ekskresi HCO35. Asidosis metabolic hiperkloremia terjadi pada 50% pasien dengan hipoaldosteronisme hiporeninemia, yang juga disebut dengan asidosis tubulus ginjal tipe 4. Sindrom ini terjadi pada pasien yang lebih tua, dengan penyakit renal intersisial, hipertensi, diabetes mellitus, dan CHF. Kerusakan tubulus distalis akan meningkatkan laju reabsorpsi Na, sekresi ion H, dan sekresi kalium. Secara klinis, adanya trias hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis hiperkloremia merupakan tanda penting pada penyakit ini5. 2.3.2.4 Diare dan Diuretik Diare terutama pada anak menyebabkan kehilangan bikarbonat dalam jumlah sangat besar, sekitar 70-80 meq/L. Sebagai kompensasi, tubuh akan mempertahankan anion klorida melalui reabsorbsi klorida dari ginjal. Mekanisme ini akan semakin meningkat bila sudah tidak ada lagi anion lain yang digunakan untuk bereaksi dengan ion H+ dalam darah. Akibatnya terjadi asidosis metabolik dengan kadar klorida dalam darah yang meningkat. Pemakaian diuretik seperti triamterene, spironolakton, dan

amilorida, mempengaruhi absorpsi Na di tubulus distalis, sekresi ion hidrogen, dan sekresi K. Akibatnya, timbul keadaan hiperkalemia dan asidosis metabolik hiperkloremia seperti pada asidosis tubulus ginjal tipe 4. 2.3.2.5 Ureteroenterostomi dan Enterostomi Pasien ureterosigmoidostomy mengalami akumulasi urine di colon. Kandungan klorida dan amonium urine ini akan direabsorbsi dan ditukar dengan bikarbonat, akibatnya pasien akan kehilangan bikarbonat, namun terkompensasi dengan peningkatan klorida, sehingga anion gap tetap normal. 2.3.2.6 Fistula Pankreas Cairan dari internal fistula dapat mengalir hingga cavum peritoneum atau cavum pleura. Diagnosis ditegakkan dengan adanya peningkatan

27

kadar amilase. Pada kasus lain, cairan pankreas yang mengandung banyak HCO3 didapatkan juga di dalam usus, padahal reabsorpsi HCO3 di usus masih dalam batas normal. Kehilangan HCO3 dalam kasus ini dikatakan asidosis metabolik dengan gap normal5. 2.4 Manajemen Asidosis Metabolik Pasien dengan kondisi asidosis metabolik seringkali terlihat sakit berat dan cenderung bertambah buruk. Diagnosis kondisi tersebut dan kemungkinan penyebabnya harus dilakukan secepatnya. 1. Penanganan umum : Tempatkan pasien di ruang resusitasi. Pertimbangkan intubasi, ventilasi, dan oksigenasi. Akses intra vena dengan jarum ukuran besar. Pasang monitor EKG, SatO2. Kateterisasi untuk monitor output urine dan analisa urin. Bila ada hipotensi dapat dipertimbangkan pemberian koloid. Bila ada kemungkinans intoksikasi obat atau toksin dapat diberikan charcoal atau emetik, atau disesuaikan dengan protap intoksikasi obat atau toksin yang bersangkutan. 2. Koreksi asidosis. Koreksi dapat dilakukan dengan pemberian bikarbonat, namun masih hal ini masih kontroversi, dan beberapa studi menunjukkan bahwa tidak ada bukti bikarbonat dapat meningkatkan angka harapan hidup. Bikarbonat dapat diberikan pada kondisi5. a. Kadar pH sangat rendah (< 7,1) untuk mengurangi efek fatal berupa aritmia jantung. b. Haemodynamic compromise. c. Pasien mampu mengeluarkan CO2 load yang tinggi. Bikarbonat lebih menguntungkan bila diberikan pada pasien dengan NAGMA dibandingkan HAGMA, karena pada NAGMA dibutuhkan waktu beberapa hari sebelum recovery ion bikarbonat ginjal menjadi bermakna. Sedangkan pada HAGMA, terapi terhadap penyebab yang mendasarinya akan memicu konversi anion yang berlebihan menjadi bikarbonat5.

28

Untuk menghitung jumlah bikarbonat yang dibutuhkan untuk mengkoreksi pH dapat digunakan formula sebagai berikut1. [HCO3-] yang dibutuhkan = 0,5 x BB x ([HCO3-] Target [HCO3-] Terukur) Terapi lain seperti carbicarb dapat menetralisir darah, namun efikasi klinisnya belum dapat dibuktikan. Asidosis juga dapat dikoreksi dengan hemodialisis1,2. 3. Terapi penyebab.

Terapi ini merupakan terapi yang paling penting dan efisien untuk mengkoreksi kondisi asidosis dan memperbaiki kondisi pasien1,2.

29

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Fisiologi sistem asam basa tubuh : Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Tubuh mempunyai 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam tubuh untuk mencegah terjadinya acidosis maupun alkalosis. 1) sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh (sistem buffer) yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan; 2) sistem pernapasan yang mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstraselular, dan 3) Ginjal yang dapat mengseksresikan urin asam atau urin alkali sehingga menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular menuju normal selama terjadi asidosis atau alkalosis. 2. Jenis-jenis gangguan asam basa adalah asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, dan alkalosis metabolik. 3. Anion gap adalah suatu pengukuran antara jumlah kation terukur dikurangi jumlah anion terukur di dalam darah. Anion gap digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan metabolik penting yang mempengaruhi keseimbangan elektrolit. Penghitungan anion gap terutama berguna untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab asidosis metabolik. Berdasarkan anion gap, asidosis metabolik terbagi menjadi 2, yaitu High Anion Gap Metabolik Acidosis (HAGMA) dan Normal Anion Gap Metabolik Acidosis (NAGMA). 4. Penyebab klinis Normal Anion Gap Metabolik Asidosis (NAGMA) adalah hiperalimentasi, acetazolamide, renal tubular acidosis dan renal insufisiensi, diarrhea dan diuretik, ureteroenterostomy, dan pancreatic fistula. Sedangkan penyebab klinis High Anion Gap Metabolik Asidosis (HAGMA) adalah methanol, uremia, diabetik, alkoholik, dan ketoasidosis akibat kelaparan, paraldehyde, isoniazid dan iron, lactic acidosis, ethylene glycol, dan salisilat.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur dkk. 2003. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta: EGC. 2. Silverthorn,et al. 2004. Human Physiology. USA: Mc. Graw Hill. 3. Anonymous. 2008. Anion Gap. http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 2 November 2010. 4. Patlak J. 2000. The Anion Gap. Department of Physiology, University of Vermont. Diakses tanggal 5 November 2010. 5. Casaletto, Jennifer J. 2005. Differential Diagnosis of Metabolic Acidosis. USA: Department of Emergency Medicine, Maricopa Medical Center.


Top Related