Download - Qur'an Hadits

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam penenentuan suatu hadis itu dilihat dari kualitas dan kuantitas rawi, Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah Al-Quran. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Quran yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Quran, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Quran.Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dhaif. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat dijadikan hujjah syariyyah atau tidak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HADIS MUTAWATIR1. Pegertian Hadis MutawatirMutawatir menurut bahasa adalah isim fail musytaq dari at-tawatur artinya At-tatabu (berturut-turut).Ada juga yang mengartikan hadis mutawatir sebagai berikut:Secara bahasa, mutawatir adalah isim fail dari at-tawatur yang artinya berurutan. Sedangkan mutawatir menurut istilah adalah apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta mulai dari awal hingga akhir sanad. Atau : hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera seperti pendengarannya dan semacamnya.2. Pembagian Hadits MutawatirAda perbedaan pendapat ulama dalam pembagian hadits mutawatir. Sebagian ulama menyebutkan pembagian hadits mutawatir kepada 3 bagian, yaitu: mutawatir lafdzi, mutawatir maknawi, dan mutawatir amali. Akan tetapi mayoritas ulama membaginya menjadi 2 bagian, yaitu; mutawatir lafdzi dan mutawatir maknawi. Sedangkan ada:

a) Hadits mutawatir lafdhi, adalah hadits yang mutawatir secara lafadz dan maknanya. Misalnya, hadits: artinya barang siapa yang sengaja berdusta dengan atas namaku, maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka.Hadits tersebut diriwayatkan lebih dari 70 sahabat, dan diantara mereka termasuk 10 orang yang dijamin masuk surga. Terkait hadits tersebut, menurut Abu Bakar Al-Bazzar diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, dan sebagian ulama mengatakan bahwa itu diriwayatkan oleh 62 orang sahabat, dengan susunan redaksi dan makna yang sama.b) Hadits mutawatir maknawi, adalah hadits yang mutawatir secara maknanya dan tidak mutawatir secara lafalnya. Artinya para periwayat hadits berlainan dalam menyusun redaksi pemberitaan, akan tetapi terdapat kesatuan prinsip dalam maknanya. Misalnya, hadits-hadits yang menjelaskan tentang mengangkat tangan dalam berdoa. - - sesungguhnya Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangannya begitu tinggi pada waktu berdoa, kecuali pada waktu berdoa memohon hujan, beliau mengangkat kedua tangannya sampai terlihat kedua ketiaknya yang putihDalam redaksi pemberitaan yang lain dengan makna yang sama, disebutkan: - - . dari sahabat Anas, dia berkata bahwa pernah melihat Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya pada waktu berdoa sampai terlihat kedua ketiaknya yang putihWalaupun kedua hadits di atas berbeda redaksinya dan bahkan beberapa hadits serupa yang lainnya juga masih banyak, kesemuanya adalah hadits-hadits yang berbeda dalam redaksi, namun memiliki kadar kesamaan dalam segi maknanya, yaitu menjelaskan keadaan Rasulullah mengangkat tangan dalam berdoa, maka yang demikian adalah disebut hadits mutawatir maknawi.Hadits mutawatir itu memberikan faedah ilmu dhoruri, yakni keharusan untuk menerimanya dan mengamalkan sesuai dengan yang diberitakan oleh hadits mutawatir tersebut hingga membawa pada keyakinan qothI (pasti).

Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawtir oleh sebagian golongan membawa keyakinan pada golongan tersebut, tetapi tidak bagi golongan lain yang tidak menganggap bahwa hadits tersebut mutawatir. Barang siapa telah meyakini ke-mutawatir-an hadits diwajibkan untuk mengamalkannya sesuai dengan tuntutannya. Sebaliknya bagi mereka yang belum mengetahui dan meyakini kemutawatirannya, wajib baginya mempercayai dan mengamalkan hadits mutawatir yang disepakati oleh para ulama sebagaimana kewajiban mereka mengikuti ketentuan-ketentuan hokum yang disepakati oleh ahli ilmu.

Para perawi hadits mutawatir tidak perlu dipersoalkan, baik mengenai kesdilan maupun kedhobitannya, sebab dengan adanya persyaratan yang begitu ketat, sebagaimana telah ditetapkan diatas, menjadikan mereka tidak munkin sepakat melakukan dusta.

B. HADITS AHAD1. Definisi hadits ahadKata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka khobar ahad atau khobar wahid berarti suatu berita yang disampaikan oleh orang satu.Adapun yang dimaksud hadits ahad menurut istilah, banyak didefinisikan oleh para ulama, antara lain:Hadits ahad adalah khobar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.Ada juga ulama yang mendefinisikan hadits ahad secara singkat yaitu: hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.Muhammad Abu Zarhah mendefinisikan hadis ahad yaitu tiap-tiap khobar yang yang diriwayatkan oleh satu,dua orang atau lebih yang diterima oleh Rosulullah dan tidak memenuhi persyaratan hadits mutawatir.Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu, dua, atau sejumlah orang tetapi jumlahnya tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadits mutawatir. Keadaan perawi seperti ini terjadi sejak perawi pertama sampai perawi terakhir.2. Pembagian hadits ahadPara muhadditsin membagi atau memberi nama-nama tertentu bagi hadits ahad mengingat banyak sedikitnya rawi-rawi yang berada pada tiap-tiap thabaqot, yaitu Hadits Masyhur, Hadits Aziz, dan Hadits Ghorib.

Pembahasan mengenai hadits ahad dan hubungannya dengan aqidah, atau hukum dan aqidah, itu tidak pernah dibicarakan oleh generasi pertama, kedua dan ketiga. Khususnya para sahabat g , tidak pernah memilah atau membagi-bagi hadits, seperti pembagian yang dilakukan oleh sebagian ahli bidah, bahwa hadits ahad hanya terbatas untuk hukum, sedangkan hadits mutawatir dapat dipakai untuk aqidah. Pembagian seperti ini tidak pernah dikenal, kecuali oleh ahli bidah, seperti Mutazilah. Dan fikrah ini terus berkembang sampai pada awal abad kedua puluh, hingga timbul Mutazilah gaya baru, atau yang kita kenal dengan Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir mereka membagi, hadits mutawatir untuk aqidah dan ahkam. Sedangkan hadits ahad dikhususkan untuk masalah hukum. Adapun para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin menerima hadits, jika hadits tersebut sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tanpa membaginya sebagaimana yang dilakukan oleh Mutazilah dan yang sepaham dengannya. Jadi, para sahabatnya melihatnya, sah atau tidak, jika sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu hadits, dan diterima baik untuk masalah hukum ataupun aqidah. Jadi pembagian yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir, bahwa hadits ahad tidak bisa dipakai dalam aqidah, merupakan pembagian yang muhdats (bidah). Ini bisa dilihat dari beberapa segi.1) Berdasarkan nash Al Quran, banyak ayat (firman Allah) yang dijadikan dalil oleh Imam Syafii. Diantaranya tersebut dalam kitab Ar Risalah, bahwa khabar ahad itu diterima.2) Demikian juga dari hadits-hadits yang akan kita lihat. Diantaranya, bahwa Rasulullah mengutus sebagian sahabat orang per orang untuk menyampaikan Islam.3) Bertentangan dengan Ijma para sahabat. Para sahabat tidak pernah menolak hadits yang disampaikan oleh satu sahabat yang lain yang berkenaan dengan akidah dan contoh tentang ini banyak sekali.4) Bertentangan dengan kaidah ilmu hadits, yang dapat menunjukkan kebodohan mereka. Memang, perlu diketahui bahwa ahlul bidah itu menegakkan manhaj mereka atas dasar kebodohan dan hawa nafsu. Sedangkan Ahlus Sunnah menegakkan manhaj di atas dasar ilmu dan keadilan. 3. Contoh Hadits AhadSering terjadi, apa yang disangka oleh Hizbut Tahrir sebagai hadits ahad, ternyata bukan ahad. Sebagai contoh tentang adzab kubur. Bahkan mereka sering menyampaikan pengingkarannya terhadap adzab kubur. Padahal hadits tentang masalah ini mutawatir maknawi. Dan masih banyak contoh lainnya.Hadits apa saja yang mereka tolak? Ini harus diteliti terlebih dahulu, apakah termasuk khabar ahad ataukah mutawatir? Demikian jika kita mengikuti teori mereka. Tetapi ternyata mereka tidak paham yang dimaksud dengan ahad dan mutawatir.Di depan sudah disampaikan, jika kita menerima teori mereka, maka sebagian besar aqidah akan tertolak. Contoh-contoh hadits ahad yang diterima, disepakati dan dijadikan dalil oleh para ulama dari zaman ke zaman, yang di dalamnya disamping berbicara tentang aqidah, tetapi juga hukum, atau yang lainnya. Karena keduanya berkaitan. Contohnya, kita lihat satu per satu. Contoh pertama, hadits nomor 1, yang kami bawakan dari Shahih Bukhariyaitu sebuah hadits ahad dan gharib. "Sesungguhnya amal itu dengan niat, dan sesungguhnya bagi masing-masing orang apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yangakan ia dapatkan atau kepada perempuan yang akan dia nikahi maka (hasil) hijrahnya adalah apa yang dia niatkan". [Muttafaqun alaih].C. HADITS SHAHIH1. Pengertian Hadits ShahihShahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha yashihhu suhhan wa sihhatan artiya sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. Sedangkan secara istilah yaitu : ." Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit (memiliki hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak pula cacat

Imam Al-Suyuti mendifinisikan hadits shahih dengan hadits yang bersambung sanadnya, dfiriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit, tidak syadz dan tidak berilat.Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafii memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:

pertama, apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat), kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.2. Syarat-syarat Hadits Shahih1) Sanadnya Bersambungsetiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu hadits. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang menerima hadits langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatannya.Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari rangkaian para perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang rawi yang dhaif, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih.2) Perawinya AdilSeseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muruah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.3) Perwainya DhabithSeorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya.

Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.4) Tidak SyadzSyadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz. Maka timbullah penilaian negatif terhadap periwayatan hadits yang bersangkutan.5) Tidak BerillatHadits berillat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih. Dengan demikian, yang dimaksud hadits tidak berillat, ialah hadits yang di dalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. Illat hadits dapat terjadi baik pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad.Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut; . "( )"Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan).

Analisis terhadap hadits tersebut:a) Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.b) Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :a. Abdullah bin yusuf

= tsiqat muttaqin.b. Malik bin Annas

= imam hafidzc. Ibnu Syihab Aj-Juhri= Ahli fiqih dan Hafidzd. Muhammad bin Jubair= Tsiqat.e. Jubair bin muth'imi= Shahabat.c) Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.

3. Klasifikasi Hadits Shahih1) Hadits Shahih li-DzatihiHadits Shohih li-Dzatihi adalah suatu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang adil, dhabith yang sempurna, serta tidak ada syadz dan Illat yang tercela.2) Hadits Shahih li-GhairihiAdalah hadits yang belum mencapai kualitas shahih, misalnya hanya berkualitas hasan li-dazatihi, lalu ada petunjuk atau dalil lain yang menguatkannya, maka hadits tersebut meningkat menjadi hadits shahih li-ghairihi. Ulama hadits mendefinisikan hadits shahih li-ghairihi. Yaitu hadits shahih karena adanya syahid atau mutabi. Hadits ini semula merupakan hadits hasan, karena adanya mutabi dan syahid, maka kedudukannya berubah menjadi shahih li-Ghairihi.4. Kehujahan Hadits ShahihHadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil syara sesuai ijma para uluma hadits dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qati, yaitu al-Quran dan hadits mutawatir. oleh karena itu, hadits ahad tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.5. Tingkatan Hadits ShahihPerlu diketahui bahwa martabat hadits shahih itu tergantung tinggi dan rendahnya kepada ke-dhabit-an dan keadilan para perowinya. Berdasarkan martabat seperti ini, para muhaditsin membagi tingkatan sanad menjadi tiga yaitu:Pertama, ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi mawla (mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.Kedua, ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang yang tingkatannya dibawash tingkat pertama diatas. Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.Ketiga. adaf al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:1) Hadits yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq alaih),2) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja,3) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,4) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari dan Muslim,5) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja,6) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,7) Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.

Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan sebagai berikut:1) Shahih Al-Bukhari (w.250 H).2) Shahih Muslim (w. 261 H).3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).4) Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).5) Mustadrok Al-hakim (w. 405).6) Shahih Ibn As-Sakan.7) Shahih Al-Abani.

D. HADITS HASAN1. Pengertian Hadits HasanHasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat al-husna artinya indah, cantik. Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani yaitu: ".Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacatPada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut: : : : ..... "Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu jafar bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asyari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).2. Klasifikasi Hadits Hasan1) Hadits Hasan li-DzatihHadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (Illat) yang merusak hadits.2) Hadits Hasan li-GhairihHadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu benyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya. Jumhur ulama muhaddisin memeberikan definisi tentang haditst hasan li-Ghairihi sebagai berikut: . , Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.Haditst hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dhaif. Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas dhaif.

3. Kehujahan Hadits HasanHadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadits hasan.

E. HADITS DHOIF1. Pengertian Hadits DhoifDhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan secara istilah yaitu; Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits hasanDengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhaiif yang sangat lemah. Karena kualitasnya dhaif, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.

Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ; " " : " "Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad sawBerkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama haditsBerkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab Taqribut Tahdzib : Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang bermuka dua.Adapun penyebab kedhoifannya karena beberapa hal:1) Sebab Terputusnya sanad, akan terputus sanad pun terbagi atas 2 bagian yang perama adalah terputus secara dzhohir (nyata) :a) Muallaq adalah apa yang dibuang dari permulaan sanad baik satu rawi atau lebih secara berurutan.b) Mursal adalah apa yang terputus dari akhir sanadnya yaitu orang sesudah tabiin (Sahabat).c) Mughdhal adalah apa yang terputus dari sanadnya 2 atau lebih secara berurutan.d) Munqoti adalah apa yang sanadnya tidak tersambung.Sedangkan yang kedua terputus secara khofi (tersembunyi) yaitu:a) Mudallas adalah menyembunyikan cacat (aib) pada sanadnya dan memperbagus untuk dzohir haditsnya.

b) Mursal Khofi adalah meriwayatkan dari orang yang ia bertemu atau sezaman dengannya apa yang ia tidak pernah dengar dengan lafadz yang memungkinkan ia dengar dan yang lainnya seperti qaala.

2) Sebab penyakit pada rawiPenyakit pada rawi pun terbagi atas 2 yaitu penyakit dalam adalah dan dhobit (hafalannya), adapun yang pertama penyakit pada adalah (ketaqwaan) yaitu:

a) Pendustab) Tertuduh dustac) Fasiqd) Bidahe) KebodohanAdapun penyakit pada dhobit (hafalan) yaitu :a) Jelek hafalannyab) Lalaic) Menyelisihi yang tsiqatd) Ucapan yang menipu2. Klasifikasi Hadits Dhaif1) Dhaif karena tidak bersambung sanadnyaa) Hadits MunqathiHadits yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih, atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal.b) Hadits MuallaqHadits yang rawinya digugurkan seorang atau lebih dari awal sanadnya secara berturut-turut.

c) Hadits MursalHadits yang gugur sanadnya setelah tabiin. Yang dimaksud dengan gugur di sini, ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat adalah orang yang pertama menerima hadits dari Rasul saw.a. Mursal al-JaliHadits yang tidak disebutkannya (gugur) nama sahabat dilakukan oleh tabiin besar.b. Mursal al-KhafiPengguguran nama sahabat dilakukan oleh tabiin yang masih kecil. Hal ini terjadi karena hadits yang diriwayatkan oleh tabiin tersebut meskipun ia hidup sezaman dengan sahabat, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadits.

d) Hadits Mudhalhadits yang gugur rawinya, dua orang atau lebih, berturut-turut, baik sahabat bersama tabi'i, tabi'i bersama tabi' al-tabi'in maupun dua orang sebelum shahabiy dan tabi'iy.

e) Hadits Mudallasyaitu hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadits itu tidak terdapat cacat.2) Dhaif karena tiadanya syarat adila) Hadits al-MaudhuHadits yang dibuat-buat oleh seorang (pendusta) yang ciptaannya dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak.b) Hadits Matruk dan Hadits MunkarHadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta (terhadap hadits yang diriwayatkannya), atau tanpak kefasikannya, baik pada perbuatan ataupun perkataannya, atau orang yang banyak lupa maupun ragu.3) Dhaif karena tiadanya Dhabita) Hadits Mudrajhadits yang menampilkan (redaksi) tambahan, padahal bukan (bagian dari) hadits.

b) Hadits Maqlubhadits yang lafaz matannya terukur pada salah seorang perawi, atau sanadnya. Kemudian didahulukan pada penyebutannya, yang seharusnya disebutkan belakangan, atau mengakhirkan penyebutan, yang seharusnya didahulukan, atau dengan diletakkannya sesuatu pada tempat yang lain.

c) Hadits Mudhtharibhadits yang diriwayatkan dengan bentuk yang berbeda padahal dari satu perawi dua atau lebih, atau dari dua perawi atau lebih yang berdekatan tidak bisa ditarjih.

d) Hadits Mushahhaf dan MuharrafHadits Mushahhaf yaitu hadits yang perbedaannya dengan hadits riwayat lain terjadi karena perubahan titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah. Hadits Muharraf yaitu hadits yang perbedaannya terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah.

4) Dhaif karena Kejanggalan dan kecacatan

a) Hadits Syadz

hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama.b) Hadits Muallalhadits yang diketahui Illatnya setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan meskipun pada lahirnya tampak selamat dari cacat

5) Dhaif dari segi matana) Hadits Mauqufhadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik sanadnya bersambung maupun terputus.b) Hadits Maqthu

hadits yang diriwayatkan dari tabiin dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya. Dengan kata lain, hadits maqthu adalah perkataaan atau perbuatan tabiin.3. Kehujahan Hadits DhoifKhusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat:1) Level Kedhaifannya Tidak ParahTernyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadahilul amal (keutamaan amal).2) Berada di bawah Nash Lain yang ShahihMaksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul amal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dhaif jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.

3) Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annyaMaksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.BAB III

PENUTUP

A. KesimpulanDerajat suatu hadits itu memiliki beberapa kemungkinan, bisa saja kita katakan shahih, hasan, ataupun dhaif itu tergantung kepada 2 hal yaitu keadaan sanadnya dan keadaan perawinya. Akan tetapi oleh para ulama telah diberikan kemudahan bagi para peneliti hadits untuk mengetahui derajat hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits seperti yang paling terkenal adalah kitab tahzibul kamal fi asmaail rijal yang menerangkan tentang keadaan perawinya, apakah dia itu pendusta, bidah, fasiq dan yang lainnya. Akan tetapi semua ulama telah sepakat tentang keshahihan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim sehingga kita tidak perlu lagi untuk meneliti atas kedaan sanad dan perawinya akan tetapi yang mesti ingat hadits-hadits selain dari imam bukhari dan imam muslim mesti kita telaah kembali akan keshahihannya.

Quran HadistPage 20


Top Related