Download - Proposal TA teknik sipil
KAJIAN KONFIGURASI SHELTER UNTUK EVAKUASI
TERHADAP BENCANA TSUNAMI
DI KOTA BANDA ACEH
A. LATARBELAKANG
Indonesia merupakan negara yang sangat rawan dengan bencana alam seperti
gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan angin puting
beliung. Sekitar 13% gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia
berpotensi menimbulkan bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-
beda. Tsunami adalah serangkaian gelombang yang sangat besar yang dihasilkan oleh
gangguan bawah air seperti longsor, gempa bumi, letusan gunung berapi, atau
meteorit. Serangan tsunami dikategorikan sebagai salah satu bencana alam yang tidak
dapat diprediksi dimana dan kapan akan terjadi. Tsunami telah memberi dampak yang
merusak cukup banyak di masyarakat kita, seperti manusia korban jiwa, cedera, dan
kerusakan properti. Beberapa tsunami bencana terjadi secara bersamaan dengan
gempa ketika daerah hiposentralnya terletak di daerah pesisir.
Mengantisipasi tsunami tidak hanya sekedar mengetahui akan terjadinya
bencana ini. Hal yang paling penting adalah mengupayakan bagaimana
meminimalkan jumlah korban jiwa dan kerugian lainnya. Salah satu cara adalah
dengan mengevakuasi penduduk sekitar ke daerah yang aman dari dampak tsunami
tersebut, dan menentukan daerah yang aman sebagai tempat perlindungan (shelter)
dari bahaya tsunami. Di Indonesia, alternatif perencanaan shelter evakuasi dengan
menggunakan kearifan lokal, yaitu dengan mengusulkan bangunan publik sebagai
shelter evakuasi yang utama. Selain itu, pemilihan bangunan publik ini lebih
ekonomis dari pada membuat shelter khusus untuk evakuasi. Bangunan publik yang
dipilih antara lain mesjid, sekolah, rumah sakit umum, dan hotel yang berada di
sekitar daerah rawan bencana tsunami.
Diperlukan penanganan secara sistematis dan terencana untuk evakuasi
penduduk. Untuk perencanaan evakuasi diperlukan infrastruktur penunjang, seperti
bangunan shelter dan jaringan jalan untuk jalur evakuasi. Perencanaan penempatan
1
bangunan evakuasi dan pemilihan jalur evakuasi diperlukan analisis secara rasional.
Evaluasi shelter existing ini menggunakan beberapa tools yang terdapat pada ArcGIS
seperti editing, network analyst dan spatial statistics tools. Dengan menggunakan
tools yang ada pada ArcGIS ini akan di dapat servis area, yaitu daerah dimana
penduduk yang berada di area tersebut mempunyai waktu yang cukup untuk
berevakuasi sebelum terjadinya tsunami.
Kota Banda Aceh adalah salah satu kota di Indonesia yang pernah mengalami
salah satu bencana tsunami yang paling parah, yang pernah tercatat. 26 Desember
2004, terjadi gempa bumi dengan episentrum di lepas pesisir barat Sumatera,
Indonesia. Gempa ini dikenal di kalangan ilmuwan dengan nama Gempa bumi
Sumatera–Andaman. Gempa bumi tersebut mengakibatkan gelombang tsunami
yang menghantam sebagian pantai barat Sumatra, dan Provinsi Aceh merupakan
daerah paling parah terkena tsunami.
Penulis merasakan masih minimnya berbagai macam penelitian tentang
penanggulangan bencana maupun mitigasi bencana tsunami, khususnya untuk
wilayah kota Banda Aceh.
Penelitian ini mengambil studi kasus di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.
Kota Banda Aceh terletak di utara pulau sumatera yang berhadapan langsung dengan
samudra Hindia yang dilintasi lempeng tektonik Indo-Australia. Akibat dari aktivitas
sesar di bawah Samudera Hindia, kota ini pernah mengalami bencana tsunami dan
masih memiliki kemungkinan mengalami tsunami dan bencana gempa bumi pada
waktu yang bersamaan.
B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang ditinjau pada Tugas Akhir ini adalah untuk mengkaji
konfigurasi shelter atau tempat evakuasi sementara (TES) tsunami, yang
dikorelasikan dengan data kepadatan penduduk dan jaringan jalan kota Banda
Aceh.
C. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah untuk melakukan evaluasi
sejauh mana tingkat keselamatan masyarakat yang berada di daerah rendaman
2
gelombang tsunami berdasarkan lokasi eksisting shelter atau tempat evakuasi
sementara (TES) tsunami, dan kemudian melakukan evaluasi terhadap sejauh
mana tingkat keselamatan masyarakat yang berada di daerah rendaman
gelombang tsunami berdasarkan lokasi rekomendasi shelter atau tempat evakuasi
sementara (TES) tsunami di kota Banda Aceh.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk dijadikan referensi dan bahan
pertimbangan dalam menentukan lokasi shelter atau tempat evakuasi sementara
(TES) tsunami dalam usaha dan riset mengenai tanggap darurat bencana tsunami,
khususnya di wilayah kota Banda Aceh.
D. BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah evaluasi dan rekomendasi
mengenai lokasi shelter atau tempat evakuasi sementara (TES) yang berada di
dalam batas wilayah kota Banda Aceh, dengan menggunakan program ArcGIS.
E. TINJAUAN PUSTAKA
E.1 Tsunami
Gempa bumi Samudra Hindia 2004 adalah gempa bumi megathrust
bawah laut yang terjadi pukul 00:58:53 UTC pada hari Minggu, 26 Desember
2004, dengan episentrum di lepas pesisir barat Sumatera, Indonesia. Gempa ini
dikenal di kalangan ilmuwan dengan nama Gempa bumi Sumatera–Andaman.
Tsunami yang terjadi sesudahnya mendapat banyak nama, termasuk tsunami
Samudra Hindia 2004, tsunami Asia Selatan, tsunami Indonesia, tsunami Natal,
dan tsunami
Gempa bumi ini terjadi ketika lempeng Hindia disubduksi oleh lempeng
Burma dan menghasilkan serangkaian tsunami mematikan di pesisir sebagian
besar daratan yang berbatasan dengan Samudra Hindia. Gelombang tsunami yang
puncak tertingginya mencapai 30 m (98 kaki) ini menewaskan lebih dari 230.000
orang di 14 negara dan menenggelamkan banyak permukiman tepi pantai. Ini
3
merupakan salah satu bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah.
Indonesia adalah negara yang terkena dampak paling besar, diikuti Sri Lanka,
India, dan Thailand.
Dengan kekuatan Mw 9,1–9,3, gempa ini merupakan yang terbesar ketiga
yang pernah tercatat di seismograf dan memiliki durasi terlama sepanjang sejarah,
sekitar 8,3 sampai 10 menit. Gempa tersebut mengakibatkan seluruh planet Bumi
bergetar 1 sentimeter dan menciptakan beberapa gempa lainnya sampai wilayah
Alaska. Episentrumnya berada di antara Simeulue dan daratan Sumatera.
Penderitaan yang dialami masyarakat dan pemerintah korban bencana membuat
seluruh dunia mengirimkan bantuan kemanusiaan.
Tsunami berasal dari bahasa Jepang “tsu” yang berarti gelombang dan
“nami” yang berarti pelabuhan, sehingga tsunami memiliki arti gelombang pasang
besar laut yang sering terjadi di wilayah pelabuhan ataupun garis pantai. Tsunami
juga merupakan perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan
permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba.
Adapun hal yang menyebabkan terjadinya perubahan permukaan laut
tersebut bisa
1. Gempa bumi tektonik
2. Erupsi vulkanik (gempa vulkanik)
3. Longsoran (land-slide)
4. Benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas
5. kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km
6. magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR
7. jenis pensesaran : sesar naik/sesar turun
4
Gambar 1. Proses terbentuknya tsunami
Gambar 2. Hubungan kecepatan, kekuatan dan tinggi gelombang
Gambar 3. Pergerakan gelombang tsunami
5
Faktor geologi yang dapat menyebabkan kuatnya gelombang tsunami
antralain :
1. Morologi pantai
2. Terdapatnya teluk
3. batimetri (topografi) kelautan oleh pembentukan gunung bawah laut
4. terletak didekat pinggiran pertemuan subduksi Lempeng Benua-Samudera
5. Adanya struktur geologi kompleks khususnya sesar naik / sesar turun
Tabel.1 Kejadian Tsunami dan Dampaknya di Indonesia (1961-2005)
Gambar 4. Siklus respon tsunami
6
Dilihat dari penyebab utama dan besarnya bencana ini, tsunami tidak dapat
dicegah namun hanya bisa diminimalisir kerugian dan korban dari bencana, yaitu
dengan cara :
1. Secara fisik (struktural), berupa buatan maupun alami.
a. pembuatan Break water (pemecah gelombang),
b. sea wall (tembok laut),
c. shelter (tempat perlindungan).
d. aritficial hill (bukit buatan),
e. vegetasi pantai,
f. retrofitting (penguatan konstruksi bangunan)
2. Non fisik (non struktural)
a. Pemetaan zonasi daerah rawan Tsunami
b. Pendidikan
c. Pelatihan
d. Penyadaran masyarakat
e. Tata ruang
f. Zonasi
g. Relokasi
h. Peraturan peundangan
i. Penerapan pengelolahan wilayah pesisir terpadu (Integrated Coastal
Zone Management/ICZM)
E.2 Tanggap Darurat Tsunami
Untuk meminimalisir jumlah korban yang jatuh saat terjadinya tsunami,
dilakukanlah system tanggap darurat tsunami. System ini berupaya untuk
memudahkan masyarakat yang berpotensi menjadi korban tsunami dapat dengan
mudah menyelamatkan diri sehingga terhindar atau terselamatkan dari gelombang
tsunami tersebut.
7
Program yang dilakukan sebagai respon dari situasi darurat yang terjadi di
suatu wilayah Respon dari situasi darurat tersebut maksimal dilakukan dalam
2x24 jam. Program tersebut dapat berupa :
1. Evakuasi dan pengungsian
2. Menyelamatkan jiwa
3. Mengurangi jumlah korban
4. Meringankan penderitaan korban
5. Menstabilkan kondisi korban/pengungsi
6. Mengamankan aset
7. Melindungi harta benda
8. Memulihkan fasilitas kunci
9. Mencegah kerusakan lebih lanjut
10. Menyediakan dasar penanganan pasca darurat
11. Meringankan beban masyarakat setempat
12. Menyediakan sarana dan prasarana
Dalam merencanakan system tanggap darurat ini, ada beberapa hal yang
perlu ditinjau berkaitan dengan kesiapsiagaan dalam aksi tanggap darurat tsunami
ini, Antara lain :
1. Penyiapan sarana komunikasi
2. Penyiapan pos komando
3. Penyiapan lokasi evakuasi
4. Rencana kontingensi
5. Sosialisasi peraturan/pedoman penanggulangan bencana
Dalam hal tanggap darurat bencana tsunami, sangat erat kaitannya dengan
system peringatan dini tsunami. Jarak ancaman tsunami terbagi atas 2, yakni :
1. Jarak dekat (terjadi sekitar 10-20 menit setelah gempa)
2. Jarak jauh (1 hingga 8 jam setelah gempa)
8
Terdapat berbagai macam jenis alat yang umum digunakan sebagai alat
system peringatan dini, alat tersebut seperti :
1. Radar berfrekuensi tinggi
Sistem ini memiliki 1 antena transmisi, 1 antena penerima, dan dikendalikan
oleh komputer, ditempatkan di tepi pantai, pendeteksian jarak pantulan
gelombang 220 km, tidak dipengaruhi hujan, asap dan awan tebal.
2. Buoy radar
Sistem ini berupa pelampung suar dilengkapi dengan radar. ditempatkan di
permukaan laut yang rawan adanya gempa tektonik, pelampung suar ini
mampu mendeteksi panjang gelombang permukaan laut, selanjutnya
ditransmisikan ke stasiun penerima di darat.
3. Stasiun gps
Sistem gps digunakan untuk memprediksi tsunami mulai dari model
pembentukan, kecepatan, tinggi, dan arah penjalaran gelombang tsunami.
4. Sistem tremor
Sistem peringatan dini yang paling sederhana dan paling murah, hanya
menggunakan 3 komponen seismograph long period di 1 stasiun,
5. Sistem PTWC
Menggunakan multistasiun untuk menentukan lokasi gempa bumi dari
jaringan broadband, sehingga lokasi episnter dan kedalaman gempa dapat
ditentukan lebih akurat.
6. Model BMG
Metoda yang dilakukan oleh badan BMG ini menggunakan RSC
(REGIONAL SEISMOLOGICAL CENTER), di transmisikan ke NSC
dengan satelit, dianalisa dengan RSC yang sama masih menggunakan sistem
interaktif maka parameter gempa bumi dapat diketahui dalam waktu lama,
dimana prosesnya memerlukan waktu 30 menit
9
Gambar 5. Sistem peringatan dini tsunami
E.3 Cepat Rambat Gelombang Tsunami dan Hubungannya dengan Proses
Evakuasi Tsunami
Kecepatan evakuasi para pengungsi adalah masukan yang sangat penting
untuk model evakuasi mikroskopis. Dalam model ini, parameter ini termasuk
dalam atribut dari agen bahwa pengguna harus menentukan dalam file input.
Sampai saat ini, belum ada standar internasional yang dapat digunakan sebagai
panduan untuk menentukan kecepatan berjalan pengungsi, karena kecepatan
berjalan selama evakuasi berbeda-beda tergantung sebagian besar pada usia,
kekuatan fisik, keadaan kesehatan dan tingkat cacat. Namun, sulit untuk
mempertimbangkan semua kemungkinan perbedaan dalam penyelidikan saat ini.
Banyak upaya penelitian telah membahas masalah kecepatan berjalan orang, tapi
kebanyakan dari mereka mengukur kecepatan pejalan kaki saat mereka berjalan di
penyeberangan atau di persimpangan di perkotaan. Potangaroa (2008, dalam
Sutikno, 2012) menyelidiki gerakan berjalan orang berdasarkan video yang
diambil saat tsunami Aceh tahun 2004, dan menyarankan tiga kategori pengungsi
berdasarkan kecepatan mereka berjalan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
10
Tabel.2 Katagori kecepatan orang berjalan selama evakuasi tsunami
Selain Potangaroa (2008), ada banyak yang meneliti tentang hubungan
orang berjalan dengan proses evakuasi tsunami. Menurut Diposaptono dan
Budiman (2005, dalam Ramadhani, 2013), ancaman tsunami dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu jarak dekat (local field atau near field
tsunami) dan jarak jauh (far field tsunami). Kejadian tsunami di Indonesia
umumnya berupa tsunami jarak dekat dengan lama waktu antara 10 s/d 20 menit
setelah kejadian gempa. Menurut Edward (1992, dalam Ramadhani, 2013) bila
beberapa orang berjalan bergerombol, maka kecepatan rata-ratanya adalah 1,14
meter/detik (68,4 m/menit). Ahli joging Dr.George Sheehan, dalam bukunya
mendefinisikan bahwa joging adalah aktifitas berlari dengan kecepatan dibawah 6
mil/jam (9.7 km/jam) atau sama dengan 1 km membutuhkan waktu 6.2 menit. Jika
kecepatan gelombang tsunami ini dihubungkan dengan kecepatan berjalan
ataupun berlarinya manusia, tentu saja akan dapat ditentukan berapa lama waktu
dan jarak yang dibutuhkan untuk korban bencana tsunami bisa menyelamatkan
diri menuju daerah evakuasi dan tempat/gedung tinggi
E.4 Shelter Evakuasi Tsunami
Mengantisipasi tsunami tidak hanya sekedar mengetahui akan terjadinya
bencana ini. Hal yang paling penting adalah mengupayakan bagaimana
meminimalkan jumlah korban jiwa dan kerugian lainnya. Salah satu cara adalah
dengan mengevakuasi penduduk sekitar ke daerah yang aman dari dampak tsunami
tersebut, dan menentukan daerah yang aman sebagai tempat perlindungan (shelter)
dari bahaya tsunami. Tiga jenis zona aman dalam rencana pencegahan bencana antara
lain :
11
a) tempat tinggal permanen
Penampungan permanen dibangun sebagai gedung baru harus berlokasi dekat
konsentrasi orang banyak sehingga orang di daerah mana pun mereka dapat hidup
berlindung dan aman dari gelombang tsunami.
b) tempat penampungan sementara
penampungan sementara adalah bangunan yang ada di kota namun jumlah masih
mungkin dan cukup kuat untuk menerima dari orang di dalamnya
c) mengevakuasi zona.
mengevakuasi zona adalah lapangan dan daerah outdoor dengan jumlah
maksimum masing-masing penampungan pengungsi terbuka bisa menerima.
Bangunan yang dapat digunakan sebagai tempat penampungan sementara seperti
rumah dengan dua lantai tingkat, sekolah, gedung-gedung pemerintah, masjid, dan
banyak lagi, tetapi bangunan yang harus diperhatikan dalam kekuatan bangunan
untuk menerima beban sebagai tempat penampungan. Analisis bangunan shelter
adalah mengidentifikasi bangunan yang berpotensi sebagai shelter (tempat aman
sementara) dengan ketentuan selain tahan terhadap gempa, bangunan tersebut
memiliki ketinggian yang aman dari rayapan gelombang tsunami, misalnya saja
bangunan yang memiliki lantai lebih dari satu. Shelter bisa berupa bangunan penting
ataupun bangunan tidak penting. Bangunan penting bisa berupa sarana publik seperti
bangunan sekolah, kantor pemerintahan, sarana kesehatan, pasar, sarana peribadatan
dan lain-lain. Sedangkan bangunan tidak penting dapat berupa rumah penduduk yang
memiliki lantai lebih dari satu. Namun bangunan rumah bersifat pribadi sehingga
bangunan yang lebih diutamakan menjadi shelter berupa bangunan sarana publik.
Bangunan yang berpotensi menjadi shelter selanjutnya akan dinilai kelayakannya.
Tingkat kelayakan bangunan shelter dinilai berdasarkan kearifan lokal seperti
variabel lokasi bangunan yang strategis, ketinggian bangunan yang akan dinilai
berdasarkan jumlah lantai, volume bangunan yang akan dinilai berdasarkan daya
tampung/luas bangunan, dan jenis bangunan.
12
E.5 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG / Geographic Information System, GIS)
merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan
menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989 dalam UNDP, 2007). SIG
mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik
tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan
hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data
yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat
tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa
pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah
yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Beberapar tools ArcGIS yang
dipakai dalam penelitian ini yaitu clip, calculate area, servis area analysis.
a. Clip
Clip terdapat dalam extract extension merupakan sebuah tool untuk memisahkan /
memotong polygon berdasarkan bentuk dari polygon lainnya.
b. Calculate Area
Calculate area terdapat dalam spatial statistics extension merupakan sebuah tool
untuk menghitung luas area dari suatu polygon.
c. Service Area Analysis
Network analisys adalah metode yang bisa digunakan untuk pemecahan
masalah jaringan seperti transversability, laju aliran atau kapasitas. Salah satu hasil
pengembangan yang paling dikenal adalah ditemukannya network analyst yang dirilis
oleh ESRI (Environmental Systems Research Institute). Penelitian ini akan
memanfaatkan ESRI ArcGIS sebagai tool untuk pemodelannya dalam basis desktop.
Network analyst extension pada ArcGIS adalah perangkat lunak yang sangat handal
yang menyediakan fasilitas analisis spasial yang berbasis analisis jaringan,
diantaranya adalah analisis routing, travel directions, closest facility, dan analisis
service area. ArcGIS Network Analyst bisa digunakan untuk pemodelan lalu lintas
pada kondisi darurat dalam situasi yang dinamis diantaranya adalah pembatasan
kecepatan, pengaturan arah, pembatasan ketinggian dan kondisi lalu lintas pada setiap
waktu yang berbeda. Network Analyst juga bisa digunakan untuk analisis jaringan
untuk berbagai jenis aplikasi diantaranya perencanaan transportasi, pemilihan rute
13
terbaik, pemilihan fasilitas terdekat pada kondisi darurat dan identifikasi service area
di sekitar lokasi fasilitas (ESRI, 2008).
Dalam network analysis ArcGIS terdapat tools service area. Studi ini
mendefinisikan service area sebagai area minimal dimana penduduk dapat mencapai
shelter evakuasi yang terdekat dari tempat tinggalnya dengan berjalan kaki dalam
durasi waktu evakuasi (clearance time). Waktu evakuasi dalam studi ini didefinisikan
sebagai waktu minimal dimulai sejak dikumandangkannya peringatan dini akan
adanya tsunami secara resmi oleh pemerintah hingga sampainya gelombang tsunami
yang pertama di garis pantai. Service area digunakan untuk menentukan wilayah
yang mencakup semua jalan dapat diakses (jalan-jalan yang terletak dalam impedansi
yang ditentukan).
Dengan menggunakan ArcGIS network analyst, service area di setiap
lokasi di dalam jaringan bisa dianalisis. Service area dalam suatu jaringan adalah
suatu daerah yang meliputi seluruh jalan yang bisa diakses yang berada di dalam
batas area yang dispesifikkan.
F. METODE PENELITIAN
F.1 Prosedur penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, ada beberapa tahapan yang dilakukan
untuk mempermudah dalam pelaksanaan pengkajian dan analisa, diantaranya
dimulai dengan studi literatur, pencarian data (UPTB-GIS Bappeda Banda Aceh),
persiapan data, proses analisis dengan program ArcGIS, menarik kesimpulan, dan
memberikan rekomendasi.
F.2 Data yang diperlukan
Studi penelitian ini memerlukan data yang didapat dari survey lapangan
dan bantuan data dari instansi terkait. Proses pengambilan data adalah dengan
meminta data langsung ke instansi terkait di wilayah tinjauan penelitian. Adapun
data umum yang diperlukan data spasial dan non spasial.
Untuk data spasial yang diperlukan Antara lain :
1. Data Inundation Tsunami atau Peta Resiko Rendaman Tsunami
2. Data jaringan jalan kota Banda Aceh yang telah berformat shape file (.shp)
14
3. Data eksisting shelter evakuasi tsunami atau tempat evakuasi sementara (TES)
tsunami kota Banda Aceh format shape file (.shp)
Sedangkan data non-spasial yang diperlukan anatara lain :
1. Data kepadatan penduduk kota Banda Aceh
2. Data luas wilayah kota Banda Aceh
F.3 Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Pengumpulan data spasial dan non-spasial
2. Penyiapan data spasial dan non-spasial
3. Melakukan analisis data dengan menggunakan aplikasi ArsGIS
4. Menarik kesimpulan dan membuat rekomendasi
F.4 Analisis data
Data yang didapat, dimasukkan kedalam program ArcGIS dan
kemudian dilakukan evaluasi dan pengkajian terhadap data shelter eksisting dan
shelter rekomendasi .
F.5 Bagan alir
15
16