Download - Proposal Risnas
![Page 1: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/1.jpg)
DAFTAR ISI
ABSTRAK
Buah talok atau kersen dari pohon kersen (Muntingia calabura L.) adalah tanaman perindang yang banyak tumbuh di sekitar kita. Daun tanaman ini pernah diteliti oleh Sridhar et al.(2011) dan memiliki efek hipoglisemia dan antidiabetik yang signifikan. Selain itu ekstrak daun talok juga memiliki efek antiproliferasi dan antioksidan serta merupakan kandidat antikanker yang baik (Zakaria et al.,2013). Buah kersen diduga mengandung bahan aktif berkhasiat sebagai antidiabetes seperti asam askorbat, fiber, betakaroten, riboflavin, tiamin dan niacin. Penelitian ini penting untuk mengetahui potensi buah kersen dalam menurunkan kadar gula darah.
Masyarakat kita (terutama Jawa) secara turun temurun telah memanfaatkan buah talok sebagai pengobatan kencing manis (diabetes) dengan cara mengkonsumsinya setiap hari. Diabetes merupakan penyakit metabolic yang diakibatkan oleh resistensi atau kekurangan insulin atau kombinasi keduanya dan diperkirakan diderita oleh lebih dari 177 juta orang di dunia. Menurut WHO ( World Health Organization) jumlah ini akan terus meningkat dan pada 2030 jumlah penderita diabetes akan mencapai lebih dari 300 juta orang. Pengobatan herbal merupakan pilihan yang baik pada gangguan metabolic atau degeneratif karena bersifat konstruktif, non sitotoksik serta memiliki ambang terapi yang luas. Menurut penelitian Verdayanti (2009) bahan aktif antidiabetes tersebut adalah asam askorbat, fiber, betakaroten, riboflavin, tiamin dan niacin). Namun demikian identifikasi terhadap senyawa aktif antidiabetes dalam ekstrak buah talok yang tumbuh di Indonesia belum penah dilaporkan. Penelitian pendahuluan terhadap ekstrak etanolik buah talok menunjukkan adanya efek hipoglisemia terhadap tikus yang diinduksi streptozotosin serta memperlihatkan histologik perbaikan sel beta pancreas yang membaik pada kelompok perlakuan dibandingkan kontrol positif ( Vembriarto, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan efek antidiabetik buah talok dengan melakukan kajian terpadu mengenai efektivitas, identifikasi senyawa aktif serta pembuatan sediaan farmasetik ekstrak buah talok sehingga menjadi obat herbal pilihan bagi penderita diabetes.
Kata-kata kunci : Buah kersen, antidiabetes, obat herbal
PENDAHULUAN
Latar belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat
manusia. Setiap tahun, jumlah penderita penyakit ini kian meningkat khususnya pada kelompok
umur dewasa ke atas di seluruh lapisan sosial (Depkes, 2003). Tahun 2006, jumlah penyandang
penyakit ini diperkirakan mencapai 14 juta jiwa. Hal ini didukung hasil studi epidemiologi di Jakarta
beberapa waktu lalu, diperoleh bukti adanya peningkatan pravelensi diabetes melitus di Indonesia
dari tahun ke tahun yaitu 1,7% (1982); 5,7% (1993); dan 14,7% (2001) di Depok. Peningkatan
pravelensi juga terjadi di Makasar dari 1,5% (1981); 2,9% (1998); dan 12,5% (2005) (Pusat Data
PERSI, 2008). Penyebab peningkatan tersebut adalah adanya perubahan gaya hidup, pola makan
dan diet yang buruk (Ramesh et al, 2005). Data WHO mengatakan bahwa beban global diabetes
pada tahun 2000 diperkiran sebesar 135 juta orang dan beban ini diperkirakan akan terus
![Page 2: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/2.jpg)
meningkat menjadi 366 juta jiwa setelah 25 tahun kemudian. Diperkirakan di Asia pada tahun 2025
mempunyai populasi diabetes terbesar di dunia, yaitu 82 juta jiwa (Pusat Data PERSI, 2008)
Diabetes melitus merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang berdampak pada
penurunan produktivitas sumber daya manusia karena penyakit ini tidak hanya berdampak secara
individu tetapi berpengaruh pada sistem kesehatan suatu negara (Depkes, 2003). Diabetes
disebabkan oleh rusaknya sel-sel β pulau Langerhans pankreas yang berfungsi menghasilkan
insulin akibatnya terjadi kekurangan insulin dan gangguan sensitivitas insulin dalam memasukkan
glukosa ke dalam sel (Ganiswara, 1995). Pengobatan penyakit diabetes biasanya tergantung dari
keparahan penyakit. Pengobatan secara individual biasanya dilakukan hanya dengan diet atau
gabungan antara diet dengan antidiabetik oral serta adakalanya juga gabungan diet dengan insulin.
Berbagai jenis obat antidiabetik oral banyak ditemukan di apotik dan biasanya tergolong obat yang
mahal. Selain itu, obat tersebut harus dikonsumsi terus menerus pada pengobatan jangka panjang.
Oleh karena itulah perlu dicarikan alternatif, salah satunya dengan menggunakan obat tradisional
yang berasal dari tanaman herbal (Widowati et al., 1997). Banyak kandungan senyawa aktif yang
potensial dapat dimanfaatkan untuk pengobatan penyakit-penyakit degeneratif dan metabolik
dalam tanaman obat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Penggunaan obat herbal masih
bersifat empiris dan banyak yang belum diteliti secara ilmiah. Pengobatan herbal menunjukkan
efek yang perlahan dan khas, aman, mudah dipersiapkan, mudah didapatkan dan memiliki potensi
pengembangan yang baik. Kelemahan obat herbal diantaranya adalah standarisasi penyediaan
bahan baku dan budidaya yang belum ideal, serta keterbatasan penelitian ilmiah yang
komprehensif mulai dari penyediaan bahan baku sampai identifikasi senyawa aktif.
Buah kersen dipercaya dapat menyembuhkan penyakit-penyakit yang sering muncul akibat
angguan metabolisme, contohnya adalah hipertensi, asam urat dan diabetes mellitus. Pada
beberapa kasus yang pernah ditemukan dalam masyarakat , orang yang mengkonsumsi buah
kersen matang dapat mengobati penyakit hipertensi, asam urat dan diabetes mellitus. Bagian-
bagian lain selain buah dari pohon kersen juga bermanfaat seperti daun, kulit batang, dan
bunganya. Penelitian yang sudah dilakukan pada daun kersen diantaranya adalah efek mukolitik
infus daun kersen yaitu sebagai penurun viskositas mukus secara in vitro (Rakhmi, 2008).
Kandungan daun dan kulit batang kersen juga banyak contohnya yaitu saponin, flavonoid, dan
polifenol. Cerita di masyarakat daun kersen digunakan sebagai peluruh dahak batuk produktif yang
menambah fungsi pohon kersen selain daun dan batangnya. Buah kersen yang telah masak
seharusnya juga mempunyai fungsi yang harus diteliti sebagai bahan obat penyakit lain (Wijoyo,
2004). Kebanyakan masyarakat hanya memanfaatkan buah kersen untuk makanan burung dan
belum digunakan sebagai konsumsi alternatif pengganti obat. Pemanfaatan buah kersen untuk
![Page 3: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/3.jpg)
pengobatan herbal terhadap diabetes mellitus tersebut di Indonesia belum banyak diketahui oleh
sebagian masyarakat (Verdayanti, 2009).
Penelitian pendahuluan tentang potensi antidiabetes buah kersen telah dilakukan oleh
Vembriarto (2012) dan menunjukkan hasil adanya efek hipoglisemia yang nyata pada kelompok
hewan coba yang diinduksi streptozotocin (suatu senyawa yang menghentikan produksi insulin dari
pankreas). Hasil ini juga didukung dengan gambaran histologi pankreas berupa berkurangnya sel-
sel beta pankreas yang mengalami vakoulisasi. Sel beta yang mengalami vakoulisasi adalah sel
yang secara fungsional mengalami gangguan pembentukan insulin. Penelitian ini sangat
mendukung bidang prioritas riset iptek inovasi nasional tentang riset pengembangan jamu (herbal)
serta mendukung prioritas pengembangan bahan baku obat
Tujuan dan Sasaran
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui efektivitas antidiabetes ekstrak
buah kersen dengan melakukan uji efektivitas dan toksisitas melalui pengujian farmakologi,
mengetahui senyawa aktif dalam ekstrak dan identifikasi, serta mengembangkan sediaan
farmasetika ekstrak buah kersen sehingga memiliki nilai komersial Tujuan umumnya adalah
mengembangkan potensi farmaka yang dimiliki oleh tanaman kersen dan mengembangkan potensi
pengobatan dan penyediaan obat tradisional.
Sasaran penelitian adalah meningkatkan fungsi unit pelaksana riset terutama perguruan
tinggi melalui riset pengembangan potensi herbal (ekstrak buah kersen) sebagai obat antidiabetes
yang ideal, murah dan mudah didapatkan masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
Kersen
Buah kersen mempunyai bentuk bulat yang ukuran diameternya antara 1-2 cm dengan tangkai
sebagai penyangga buah tersebut. Warna yang dimilki oleh buah kersen ini seperti warna hijau
pada saat buah tesebut masih muda apabila sudah masak warna kulit buahnya berwarna merah
gelap. Unsur warna merah ini didapat dari kandungan betakaroten pada buah tersebut. Masa
masaknya relatif cepat sehingga apabila tidak segera dipetik maka buah kersen tersebut akan jatuh
dari pohon dengan mudah. Kelebihan lain yang dimliki oleh buah kersen ini adalah kandungan
niacin dan asam askorbat yang tinggi sehingga kadar gulanya rendah pada saat buah berwarna
oranye atau sebelum buah masak. Selain kandungannya, buah kersen ini juga mempunyai
![Page 4: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/4.jpg)
kelebihan lain yaitu masa berbuahnya yang tidak mengenal musim panen sehingga buah ini dapat
dipanen dengan mudah (Ekasari, 2010).
Daun dan kulit batang kersen mengandung saponin, flavonoida dan polifenol (Rakhmi, 2008).
Beberapa penelitian yang sudah ada memberikan keterangan tentang kandungan kimia buah
kersen. Buah kersen yang diujikan setiap 100 gram terdapat kandungan sebagai berikut : air (77,8
gram), protein (0,384 gram), lemak (1,56 gram), karbohidrat (17,9 gram), serat (4,6 gram), abu
(1,14 gram), kalsium (124,6 mg), fosfor (84 mg), besi (1,18 mg), betakaroten (0,019 gram), tiamin
(0,065 gram), riboflavin (0,037 gram), niacin (0,554 gram) dan kandungan vitamin C atau asam
askorbat (80,5 mg). Nilai energi yang dapat dihasilkan buah kersen ini adalah 380KJ/100 gram
(Morton, 1987).
Penelitian yang dilakukan Wong, et al. (1996) melakukan konstituen volatile terhadap buah
kersen matang yang dianalisis dengan kapiler GC dan isolasi GC atau MS serta dilakukan distilasi
vakum dengan uap distilasi ekstraksi. Hasil penelitian tersebut menyatakan sebanyak 42 senyawa
yang diidentifikasi dalam ekstrak distilasi vakum didominasi oleh alkohol (44,7 %), ester (26,5 %)
dan senyawa karbonil (23,3 %). Uap distilasi ekstraksi menghasilkan identifikasi lain yaitu terdapat
56 senyawa di antaranya adalah ester (31,4 %), alkohol (15,9 %), senyawa fenolik (11,3 %),
sesquiterpenoids (10,6 %) dan derivat furan (8,3 %) yang kesemuanya menunjukkan hasil
kuantitatif secara signifikan. Terdapat sebuah bau ampuh yang terdeteksi dari uap distilasi
ekstraksi yaitu 2-asetil-1-pyrroline sebanyak 1,3 %. Hasil lain dari uap tersebut adalah isolat metil
salisilat yang mempunyai komponen paling melimpah.
Kersen merupakan salah satu buah indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang rendah tetapi
memiliki potensi sebagai antioksidan karena kandungan fenoliknya. Buah kersen diekstraksi
menggunakan pelarut metanol dan dipartisi sehingga menghasilkan fraksi metanol dan fraksi
kloroform. Kandungan total fenolik dari ekstrak metanol, fraksi kloroform dan fraksi metanol diukur
dengan menggunakan metode folin ciocalteau reagent (fcr). Kandungan fenolik tersebut berturut-
turut adalah 43%, 15.6% dan 5.78%. Isolasi senyawa fenolik dilakukan dengan menggunakan
![Page 5: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/5.jpg)
metode kromatografi kolom gravitasi dan menghasilkan dua senyawa ( senyawa a dan b).
Identifikasi struktur senyawa fenolik dilakukan menggunakan spektroskopi H-nmr dan C-
nmr.aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol dan dua senyawa hasil isolasi diuji dengan
menggunakan dpph dan ftc. Ekstrak metanol dan dua senyawa hasil isolasi memberikan nilai ic50
sebesar 122 mg/l, 101 mg/l dan 132 mg/l dalam meredam radikal dpph juga menunjukkan aktivitas
antioksidan pada uji ftc (Afrida, 2013).
Buah kersen banyak dimakan oleh anak-anak karena mempunyai rasa manis yang tidak terlalu
berlebih. Daun kersen dapat dijadikan infus untuk diminum sebagai minuman teh (Verheij, 1997).
Daun kersen tersebut berkhasiat sebagai obat batuk dan peluruh dahak. Pengobatan batuk
dilakukan dengan 20 gram daun kersen segar, dicuci dan direbus dengan 3 gelas air sampai air
rebusannya tinggal setengah, dinginkan lalu disaring. Hasil saringan diminum tiga kali sehari sama
banyak (Ekasari, 2010).
Buah kersen bermanfaat untuk meningkatkan elektrolit dalam tubuh dan merupakan salah satu
tumbuhan yang diduga mengandung bahan aktif yang berkhasiat sebagai antidiabetes. Bahan aktif
antidiabetes tersebut adalah asam askorbat, fiber, betakaroten, ribiflavin, tiamin dan niacin. Hasil
penelitian oleh Verdayanti (2009) buah kersen menunjukkan bahwa mempunyai berpengaruh
terhadap penurunan kadar glukosa darah. Perlakuan terbaik yang mampu menurunkan kadar gula
darah adalah jus buah kersen (Muntingia calabura) dengan dosis 4 ml yang diberikan 1 kali sehari.
Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan kekurangan insulin secara relatif
maupun absolut. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab
mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga
bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Kadar gula darah yang tinggi
terus menerus berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Defisiensi
insulin terjadi melalui 3 jalan diantaranya adalah (1) Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh
![Page 6: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/6.jpg)
dari luar (agen mikroorganisme patogen, virus, zat kimia tertentu dan gaya hidup tidak sehat; (2)
Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas; (3) Desensitas atau
kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer (Manaf, 2006).
Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka mengakibatkan hal-hal sebagai
berikut : (1) Menurunnya transport glukosa melalui membram sel, keadaan ini mengakibatkan sel-
sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi
yang muncul adalah penderita diabetes mellitus selalu merasa lapar atau nafsu makan meningkat
(poliphagia); (2) Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot
terganggu; (3) Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini
disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
hiperglikemi. Kadar gula darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorpsi dan
glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu
penderita sering kencing atau poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsia (Soegondo, 1998).
Patogenesis diabetes mellitus menurut (Mansjoer, 2001) menyatakan bahwa pada penyakit
DM Tipe 1 didapat kerusakan (dekstruksi) sel beta pankreas dengan akibat menurunnya produksi
insulin sehingga penggunaan glukosa sebagai energi terganggu, tubuh menggunakan lemak dan
protein sebagai sumber energi. Metabolisme tidak sempurna akibatnya terjadi ketosis dan
ketoasidosis dalam tubuh. Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi fenomena autoimun yang ditentukan
secara genetik dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel
yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini berkaitan dengan tipe histokompabilitas atau disebut
juga Human Leucocyt Antigen (HLA) spesifik. Tipe gen histokompabilitas ini adalah yang memberi
kode pada protein yang berperan penting dalam interaksi monosit dan limfosit. Protein ini mengatur
respon sel T yang merupakan bagian normal dari sistem imun. Kelainan fungsi limfosit T yang
terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan pulau langerhans.
Penyakit diabetes mellitus Tipe 2 terjadi resistensi insulin yang menyebabkan fungsi insulin
menurun. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
![Page 7: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/7.jpg)
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β pankreas
tidak mampu mengimbangi resistensi ini sepenuhnya sehingga terjadi defisiensi relatif insulin.
Diabetes mellitus tipe 2 berkaitan dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada
awalnya terjadi resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Tipe ini mempunyai ciri yaitu
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor yang disebabkan oleh berkurangnya tempat
reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidakabnormalan
reseptor intrinsik insulin. Akibatnya, terjadi penggabungan abnornmal antara komplek reseptor
insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidakabnormalan posreseptor ini dapat menggangu
kerja insulin. (Sylvia, 2006).
Patogenesis diabetes mellitus kebuntingan atau diabetes mellitus gestasional (GDM) terjadi
perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat sehingga terjadi inaktivasi pembentukan dan
penggunaan insulin yang berfungsi memudahkan glukosa berpindah ke dalam sel-sel jaringan
(Darmono, 1999). Tanpa insulin yang aktif, glukosa tidak dapat memasuki sel-sel untuk digunakan
sebagai sumber energi dan tetap berada dalam darah sehingga kadar glukosa darah meningkat di
atas batas normal yang menyebabkan air tertarik dari sel-sel ke dalam jaringan atau darah
sehingga terjadi dehidrasi intraseluler. Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan ginjal harus
mengsekresikannya melalui urine dan bekerja keras sehingga ginjal tidak dapat menanggulanginya
sebab peningkatan laju filter glomerulus dan penurunan kemampuan tubulus renalis untuk
mereabsorbsi glukosa. Hal ini meningkatkan tekanan osmotik dan mencegah reabsorbsi air oleh
tubulus ginjal yang menyebabkan dehidrasi ekstraseluler. Glukosa dan energi dikeluarkan dari
tubuh bersama urin, tubuh mulai menggunakan lemak dan protein untuk sumber energi yang dalam
prosesnya menghasilkan keton dalam darah. Pemecahan lemak dan protein juga menyebabkan
lelah, lemah, gelisah yang dilanjutkan dengan penurunan berat badan mendadak ditambah
terbentuknya keton akan cepat berkembang keadaan koma dan kematian (Gustaviani, 2006).
![Page 8: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/8.jpg)
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan
insulin. Keadaan patologi tersebut akan berdampak hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan starvasi
seluler (Riyadi, 2008).
Hiperglikemia dapat terjadi dengan mekanisme awal yaitu pada saat keadaan insulin normal
asupan glukosa dalam tubuh akan difasilitasi oleh insulin untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa
ini diolah menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan
disimpan dalam bentuk glikogen dalam hati dan sel-sel otot proses glikogenesis (pembentukan
glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus
proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah
(hiperglikemia) (Riyadi, 2008).
Gejala patologi lain yaitu hiperosmolaritas terjadi karena peningkatan konsentrasi glukosa
dalam darah. Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada
ginjal untuk mengabsorbsi dan memfiltrasi glukosa. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek
pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis
akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik) dan berakibat peningkatan
volume air (poliuria) (Riyadi, 2008)
Keadaan patologi selanjutnya adalah starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang
dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak glukosa. Dampak dari
starvasi seluler ini terjadi proses kompensasi seluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel antara
lain adalah (1) Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan
peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat
glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar
menjadi glukosa dan energi mungkin juga menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini ini
berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot dan rasa mudah lelah; (2) Strarvasi
seluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang
digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Proses ini akan
![Page 9: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/9.jpg)
menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pembentuk
protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan
dieksresikan melalui urin. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan
resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak; (3) Starvasi juga akan
berdampak peningkatan mobilisasi lemak (lipolisis) asam lemak bebas. Trigliserida dan gliserol
yang meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang
digunakan untuk melakukan aktivitas sel; (4) Starvasi juga akan meningkatkan mekanisme
penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dan munculnya rasa ingin makan (polifagi)
(Riyadi, 2008).
Tatalaksana diabetes mellitus tipe 1 lebih ditekankan pada penggunaan insulin untuk bertahan
hidup, sedangkan pada diabetes mellitus tipe 2 dengan perubahan gaya hidup dan mencegah
komplikasinya (Tjokroprawiro, 1996).
Penanganan penyakit diabetes mellitus tipe 1 menurut Stang (2005) dengan pemberian insulin
dan suplemen vitamin B3 (niasin), A (retinol), C (asam askorbat, E (tokoferol), dan minyak ikan.
Bahan tersebut dapat menurunan kadar gula darah yang mekanismenya menghambat penyerapan
gula darah dari usus dan mempercepat proses pencernaan yang terjadi dalam sistem digestivus
sehingga bahan karbohidrat yang ada dalam bahan makan tercerna tidak akan banyak teserap
oleh usus. Kasus diabetes mellitus tipe 2 pemberian obat secara oral dengan Sulfonylurea
(tolbutamida, klorpropamida, glibenklamida, gliklazida, glipizida, glikidon dan glimeripida) yang
berfungsi menstimulasi sel-sel beta pulau Langerhans sehingga produksi meningkat, kepekaan sel-
sel beta ditingkatkan (Stang, 2005).
Pemberian Kalium channel blockers seperti repaglinida dan nateglinida yang efeknya sama
dengan sulfonylurea namun kerja lebih singkat. Biguanida dapat menekan nafsu makan sehingga
berat badan tidak naik. Glukosidase-inhibitors seperti akarbose dan miglitol bekerja dengan
persaingan menghambat enzim alfa-glukosidase pada mukosa duodenum yang menyebabkan
penguraian polisakarida sehingga penyerapan monosakarida terganggu. Hal ini yang membuat
![Page 10: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/10.jpg)
glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorpsi di darah melambat, lebih rendah dan merata
sehingga puncak kadar gula dalam darah dapat dihindari (Stang, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Green (1997) obat diabetes lain seperti Thiazolidindion
(rosiglitazon, pioglitazon) dapat mengurangi resisitensi insulin dan meingkatkan sensitivitas
jaringan. Obat yang digunakan sebagai penghambat DPP-4 : sitaglipin (Januvia), vildagliptin
(Galvus) dapat berefek menurunkan hormon incretin yang berperan utama terhadap produksi
insulin di pankreas.
Penangan non medikasi dengan menjaga diet kaya serat, banyak exercise atau bergerak, dan
mengurangi stress di kandang ( Tjokroprawiro, 1996 ).
METODE
Rencana penelitian dilaksanakan selama 2 tahun. Tahun pertama merupakan tahapan
pelaksanaan penelitian dan diseminasi awal, tahun kedua adalah evaluasi dan diseminasi akhir.
Penelitian tahun pertama akan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
1. Tahap pendahuluan
2. Tahap persiapan
3. Tahap pelaksanaan
4. Tahap pelaporan
1.Tahap Pendahuluan :
Tahap ini sebagian merupakan rekapitulasi dan pengumpulan data dari penelitian yang pernah
dilakukan terhadap ekstrak etanolik buah kersen (Vembriarto, 2011), penyiapan hewan coba ( tikus
Wistar jantan dewasa, berat badan berkisar 200 g ), penyiapan buah kersen untuk ekstrak, bahan-
bahan dan peralatan (laboratorium) penelitian, mempersiapkan ethical clearence (untuk uji
toksisitas), serta memastikan kesiapan tim penelitian. Hewan coba akan dipesan dari LPPT
(Laboratorium Pelaksanaan dan Penelitian Terpadu) UGM yaitu tikus Wistar jantan dewasa berat
berkisar 200 g. Buah kersen yang digunakan adalah yang mendekati masak hingga masak dari
pohon kersen yang berada di kawasan Kabupaten Bantul Yogyakarta. Bahan dan peralatan
penelitian akan didapatkan dari distributor bahan kimia ( pro analisis dan HPLC grade) di wilayah
![Page 11: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/11.jpg)
Yogyakarta dan ijin ethical clearance akan diusahakan dari Komisi Etika Penelitian dan
Kesejahteraan Hewan Fakultas Kedokteran UGM.
2.Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi adaptasi dan pengelompokkan hewan coba, uji toksisitas untuk mencari
LD50 dan dosis efektif, dan validasi metode untuk analisis senyawa aktif dalam ekstrak dan
pembuatan ekstrak. Pembuatan ekstrak akan dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas
Farmasi UGM dengan prosedur sebagai berikut :
Langkah awal yaitu buah kersen dideterminasi dan disortir atau dipilih yang kualitasnya baik
kemudian dicuci dan dianginkan sampai pemukaan buah kering. Pengeringan buah dengan cara
dioven dalam inkubator suhu 370C selama 6 x 24 jam sampai kadar air yang ada dalam buah
kersen habis dan kering. Buah kersen yang sudah kering dijadikan serbuk dengan penumbukan.
Serbuk tersebut diekstraksi dengan metode maserasi yaitu dicampur dengan etanol 70% sejumlah
5 kali berat serbuk dan dikocok dengan mixer agar serbuk dan etanol menjadi homogen. Serbuk
yang telah homogen dengan etanol didiamkan selama 2 x 24 jam selanjutnya disaring dengan
corong Buchner yang telah dilapisi kertas saring. Hal ini dilakukan selama 30 menit untuk
mendapatkan pemisahan antara filtrat dan residu. Langkah yang terakhir adalah melakukan
maserasi pada hasil filtrat hingga didapatkan esktraksi buah kersen yang kental
dan konsentrasinya mendekati 99 %.
Penetapan LD 50 akan dilakukan sesuai dengan prinsip Reed – Muench yaitu menggunakan
sejumlah hewan coba (mencit/Mus musculus) yang dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan
dosis hingga diperoleh dosis yang mematikan (lethal dose). Jumlah persentase kematian hewan
pada tiap kelompok menunjukkan derajat dosis yang mematikan , sehingga dapat ditemukan
derajat dosis mematikan 50% dari hewan dalam kelompok tertentu (LD 50).
Validasi metode identifikasi senyawa aktif akan dilakukan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT), melalui penetapan fase gerak yang sesuai, analisis peak (puncak) kromatogram, serta
pengaturan alat yang sesuai untuk analisis. Spesifikasi sistem KCKT adalah merek Shimadzu versi
6.1 sistem isokratik fase terbalik, dengan kolom C18 Shimpack ODS diameter 5 μm dan panjang
150 mm, pompa LC-10Advp, Detektor UV SPD-10A, controller system SCL-10Avp,oven CTO-
10Avp dan degasser DGU-14 (Lampiran 1)
3. Tahap Pelaksaan
Tahap pelaksanaan akan dilakukan dengan pemberian perlakuan pemberian ekstrak kepada 3
kelompok dosis (kelompok I 750 mg/kg bb, kelompok II 500 mg/kg bb, kelompok III 250 mg/kg bb)
![Page 12: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/12.jpg)
serta kelompok kontrol negatif adalah kelompok yang hanya diberi pelarut (aquades) dan
kelompok kontrol positif yaitu yang diberi streptozotocin (induksi diabetes). Dosis pemberian
ekstrak adalah asumsi, tergantung dari hasil uji toksisitas LD50 dan dosis efektif yang didapatkan.
Prosedur induksi diabetes dilakukan sebagai berikut: Tikus diadaptasikan dengan
lingkungan kandang selama 7 hari dengan diberikan pakan 2 kali sehari dan minum secara
adlibitum di Laboratorium Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan UGM, selanjutnya
dilakukan pengukuran gula darah dengan glukometer sebelum perlakuan (Pre penelitian) dengan
mengambil sampel darah dari vena coccigea. Sebanyak 20 ekor tikus dibuat diabetes mellitus
dengan cara menyuntikan streptozotocin (STZ) di LPPT UGM, dan 5 ekor tidak disuntik.
Penginduksian dengan STZ dilakukan selama 2 minggu. Induksi diabetes mellitus pada hewan
coba dilakukan dengan injeksi streptozotocin (STZ) dosis tunggal. Pembuatan dosis tunggal STZ
steril diencerkan dengan buffer sitrat (0,1 M dan pH 4,5) dan dosis yang dapat digunakan adalah
80 mg/kg dengan rute pemberian intraperitoneal. Dosis yang digunakan ini didasarkan atas
mekanisme kerja obat dari Streptozotocin yaitu mencegah sintesis DNA dalam sel asiner penyusun
pankreas. Sel β pankreas dan STZ membuat reaksi khusus dengan kelompok cytocine sehingga
mengakibatkan degenerasi dan kerusakan DNA pada sel. Hasil mekanisme biokimianya adalah
kematian sel β (Holemans dan Van Assche, 2003).
Kematian sel inilah yang menjadi dasar penentuan dosis efektif untuk induksi diabetes
mellitus. Penelitian yang dilakukan Williamson (1996) menyatakan dosis efektif adalah 150 mg/kg
BB pada mencit dan 80 mg/kg pada tikus. Diabetes mellitus berkembang secara bertahap dan
dapat diketahui kadar gulanya naik setelah beberapa hari. Tikus dinyatakan menderita diabetes
mellitus setelah tujuh hari pasca injeksi Streptozotocin dan ditandai dengan kadar gula darahnya
sekitar 180 - 600 mg/dl (Williamson et al., 1996). Sumber lain menyebutkan tikus yang diabetes
ditandai dengan tingginya kadar gula darah yaitu diatas 200 mg/dl (Mangkoewidjojo, 2006).
Kelompok tikus putih akan dibagi menjadi 5 kelompok (I-V) yang terdiri masing-masing 10
ekor. Semua hewan percobaan dipelihara dalam kandang, lingkungan dan pemberian pakan serta
minum sama. Perlakuan pemberian ekstrak buah kersen dilaksanakan 1 kali sehari pada 2 jam
sebelum pemberian pakan selama 2 minggu. Rute pemberiannya adalah secara peroral
menggunakan kanula dan volume pemberianya 2 ml sesuai kapasitas lambung tikus (Lampiran 2)
Pengukuran kadar gula darah didasarkan pada kadar gula sebelum perlakuan (Pra
penelitian). Dilanjutkan pengukuran setelah hewan coba diberikan injeksi Streptozotocin selama 2
minggu atau disebut hari 14 dan pengukuran selanjutnya dilakukan minggu 2 setelah pemberian
ekstrak buah kersen sehingga disebut hari 28. Pengukuran kadar gula darah dilakukan dengan
![Page 13: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/13.jpg)
gula darah sewaktu (GDS) dengan menggunakan darah dari vena coccigea yang diukur pada
glukometer. Tahap pemberian ekstrak dan analisis data tersaji pada Gambar 2.
Gambar 2.Diagram Alir Tahapan Penelitian
Kelompok I
Tikus Putih tidak
DM(kontrol
negatif) + NaCl
fisiologisn : 10
Pengamatan kadar gula darah sebelum perlakuan
Adaptasi tikus putih (Rattus norvegicus) selama 1 minggu
Membuat Tikus Putih diabetes
Kelompok II
Tikus Putih DM(kontrol
positif) + NaCl
fisiologisn : 10
Kelompok III
Tikus Putih DMPemberian
ekstrak kersen dosis
750 mg/kgn : 10
Kelompok IV
Tikus Putih DMPemberian
ekstrak kersen dosis
500 mg/kgn : 10
Kelompok V
Tikus Putih DMPemberian
ekstrak kersen dosis
250 mg/kgn : 10
Pengamatan Kadar Gula Darah setelah perlakuan pada minggu ke 0 dan ke 2
Pengumpulan data dan analisis data dengan metode Repated ANOVA
Akhir penelitian dilakukan nekropsi dan pengecatan dengan cromalom gomori
Pengumpulan data dan analisis secara kualitatif atau deskriptif
![Page 14: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/14.jpg)
Perlakuan ekstrak akan dilaksanakan di laboratorium Farmakologi FKH UGM. Nekropsi dan
pengecatan jaringan akan dilakukan di Laboratorium Patologi FKH UGM. Pengecatan dilakukan
dengan Gomori’s Chromium Hematoxylin Phloxine Stain for Cytoplasmic Granules untuk
mengetahui gambaran sel β pankreas (Lynch et al., 1969).
Prosedur sampling dan pengecatan dilakukan sebagai berikut: semua sampel pankreas yang
telah difiksasi dengan buffer formalin 10 % selama 24 jam, kemudian sampel pankreas dipotong
kecil menggunakan skalpel dengan ukuran kurang dari 4 mm yang telah di ukur dengan
mikrometer. Preparat dimasukkan ke dalam larutan etanol secara bertingkat dan berturut-turut yaitu
dimulai dari pemasukan pada etanol 50 % selama 30 menit serta etanol 90 % selama 30 menit
yang masing-masing dilakukan 2 kali perlakuan. Preparat yang sudah terdehidarasi oleh etanol
kemudian dimasukkan ke dalam xylol parafin, kemudian preparat dimasukkan dalam parafin cair
selama satu setengah jam dalam blok preparat (Lynch et al., 1969).
Pemotongan preparat dilakukan dengan mikrotom yang mempunyai ketebalan 4 sampai 6
mikron, kemudian ditempelkan pada gelas obyek khusus yaitu obyek gelas berlapis albumin dan
dipanaskan 500C sampai kering. Preparat yang sudah kering dimasukkan dalam xylol murni
selama 5-10 menit, kemudian dimasukkan secara berturut-turut ke dalam etanol 96 %, 90 %, 70 %
dan 50 % selama masing-masing 5-10 menit. Preparat dicuci dengan air akuades selama 1 menit
(Lynch et al., 1969).
Pewarnaan Gomori’s Chromium Hematoxylin Phloxine Stain for Cytoplasmic Granules
dimulai dengan menyiapkan larutan yang terdiri dari : (1) Bouin’s Fluid (Asam pikrat dengan
konsentrasi pekat sebanyak 75 cc, formalin sebanyak 25 cc, asam acetic glasial sebanyak 5 cc);
(2) Larutan potasium permanganat (potasium permanganat sebanyak 0,3 g, akuades destilata
sebanyak 100 cc, asam sulfuric sebanyak 0,3 cc); (3) Larutan Bisulfit sodium (bisulfit sodium
sebanyak 5 g, akuades destilata 100 cc); (4) Larutan Chromium Hematoxylin (hematoxylin dengan
konsentrasi larutan 1 % sebanyak 50 cc, Chroium alum dengan konsentrsi larutan 3 % sebanyak
50 cc, potasium iodate sebanyak 0,1 g); (5) Larutan Phloxin B (phloxin B sebanyak 0,5 g, akudes
destilata sebanyak 100 cc); (6) Larutan Asam Phosphotungstik (Asam Phosphotungstic sebanyak 5
g, akudes destilata sebanyak 100 cc) (Lynch et al., 1969).
Prosedur yang harus dilakukan adalah pertama setelah proses pada parafin blok dan
pemasukan pada xylol serta etanol berturut preparat didestilasi dengan akuades selama 1 menit.
Proses selanjutnya adalah pemasukan pada Bouin’s Fluid selama 12 sampai 24 jam dan
pindahkan pada larutan potasium permanganat selama 1 menit. Pada tahap penghilangan warna
dilakukan pada pemasukan preparat dalam larutan bisulfit sodium sampai tidak berwarna dan
melakukan pencucian dengan akudes. Tahap pewarnaan dilakukan dengan pemasukan preparat
![Page 15: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/15.jpg)
dalam larutan chromium hematoxyline sampai granul yang ada pada sel-sel di pankreas terwarnai
biasanya dilakukan selama 3 sampai 10 menit namun untuk memastikan sel-sel di pankreas
terwanai dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Pencucian dilakukan dengan 1 %
Hydrochloric acid alcohol selama 1 menit dan lakukan pewarnaan kembali dengan larutan phloxin
B selama 5 menit namun biasanya untuk memperjelas warna dilakukan antara 25-35 menit dan
langsung diuci dengan akudes destilata. Tahap akhir pencelupan adalah dimasukan dalam larutan
asam phosphotungstik selama 1 menit dan dilakukan pencucian dengan akudes selama 5 menit
sehingga bagian berwarna merah. Pada tahap deferensiasi di pulau langerhans pankreas
digunakan alkolhol 95 % sampai terjadi kontras warna merah untuk sel α dan warna biru untuk sel
β. Diferensiasi lanjutan dapat dilakukan dengan alkohol 80 % selama 15 sampai 20 menit untuk
lebih mengetahui kontras warnanya. Dehidrasi dilakukan pada alkohol absolut dan dibersihkan
dengan beberapa xylol selama 5 menit dan direndam dengan permount. Jaringan pada slide yang
diwarnai, kemudian dilakukan perendaman dengan cara meneteskan balsam canada sesuai
kebutuhan dan ditutup dengan cover glass. Hal ini untuk mencegah terjadi gelembung udara pada
slide yang telah ditutup. Preparat telah jadi dan siap dilakukan pengamatan di mikroskop (Lynch et
al., 1969).
Analisis data dilakukan menggunakan nilai gula darah yang didapat pre penelitian, hari ke
14, dan hari ke 28 dengan metode repeated analysis of variance (repated ANOVA) (Landau, 2004).
Analisis gambaran histopatologis organ pankreas tikus dilakukan secara deskriptif dengan cara
membandingkan perubahan-perubahan sel β pankreas antara kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan.
Tahap pelaporan
Tahap pelaporan merupakan hasil perlakuan ekstrak dan analisisnya (statistik) dan hasil
pemeriksaan histopatologi jaringan dan analisisnya (deskriptif/kualitatif dan atau kuantitatif), serta
beberapa data dan hasil metode analisis kadar secara KCKT, pembuatan ekstrak serta hasil uji
toksisitas (LD 50).
![Page 16: Proposal Risnas](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081804/55cf992d550346d0339c0825/html5/thumbnails/16.jpg)
LEMBAR PENGESAHAN
INSENTIF PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN INTERDISIPLIN
TAHUN ANGGARAN 2013
1. Judul Kegiatan : Intensifikasi efektifitas antidiabetik buah talok menjadi sediaan
farmasetika
2. Nama Rumpun Ilmu : Agro-Kesehatan
3. Ketua
Nama lengkap : Dr.drh.Agustina Dwi Wijayanti,M.P.
NIDN :