Download - Proposal Kelompok 7
Perbandingan Khloramphenikol Dengan
Antibiotika X Pada Pengobatan Demam Tifoid
1.1 LATAR BELAKANG
Melihat bahwa lama perawatan untuk typhoid fever meningkat dari 3,6 hari menjadi 5,1
hari dengan pengobatan khloramphenikol dan menemukanbahwa dalam suatu literatur
menyebutkan perawatan lebih rendah menggunakan antibiotika lain yaitu antibiotika x, maka
peneliti menganggap bahwa terjadi resistensi/sensitifitas antibiotika terhadap typhoid fever di
setiap daerah yang berbeda. Sehingga untuk membuktikan hal tersebut peneliti membuat suatu
penelitian mengenai perbedaan antibiotika khloramphenikol dengan antibiotika x dan
perbedaan lama perawatan untuk thypoid fever pada pemberian masing-masing antibiotika
tersebut.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
a) Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi resistensi terhadap antibiotika?
b) Apa yang menyebabkan peningkatan perawatan tipus dengan menggunakan khloramphenikol?
c) Mengapa masa rawat lebih rendah dengan menggunakan antibiotika X dibandingkan dengan
khlorampenikol?
d) Apa yang menyebabkan terjadinya resistensi/ sensitifitas antibiotika terhadap typhoid fever di
lain daerah?
1.3TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
a) Mengetahui faktor yang mempengaruhi resistensi antibiotika
b) Mengetahui penyebab peningkatan perawatan tipus dengan menggunakan khloramphenikol
c) Mengetahui penyebab perbedaan masa rawat dengan pasien yang menggunakan khloramphenikol
dan antibiotika X
d) Mengetahui penyebab resistensi/sensitifitas terhadap typhoid fever di lain daerah.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian yang penulis lakukan ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi penulis sendiri,
maupun bagi pembaca atau pihak-pihak yang berekepentingan. Penelitian ini erat hubungannya
dengan bidang kesehatan khususnya dalam pembangunan kesehatan atau bagi pengembagan program
kesehatan, sehingga dengan melakukan penelitian ini diharapkan penulis dan pihak-pihak yang
berkepentingan dapat memahaminya.
1.5 TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Demam Tifoid / Typhoid fever
Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut
typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama
menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang
selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan
dewasa (http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-demam-tifoid.html).
Menurut David A. Pegues, dan Samuel l. Miller dalam buku ajar Principle of Internal
Medicine Harrison’s, demam tifoid atau Typhoid fever adalah penyakit sistemik yang
dikarakterisasi atau ditandai dengan adanya demam dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh
penyebaran S. Typhi atau S. Paratyphi dan menyebabkan pembesaran dari Peyer’s patch dan
nodus limfatikus mesenterikum.
Menurut buku mikrobiologi dasar FKUI, demam tifoid adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh kuman S.typhi. dan dapat pula disebabkan oleh S. Enteridis bioserotip
paratyphi A dan S. Enteridis serotip paratyphi B yang disebut dengan paratyphoid. Tifoid
berasal dari bahasa Yunani yang berarti smoke, karena terjadinya penguapan panas tubuh
serta gangguan kesadaran disebabkan demam yang tinggi.
2. Kloramfenikol
Menurut buku Farmakologi dan terapi FKUI edisi 4, kloramfenikol adalah
antimikroba golongan antibiotik penghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat
adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk
ikatan peptida pada proses sintesis kuman. Kloramfenikol umumnya bersifat
bakteriostatik.
Pendahuluan
Diproduksi oleh Streptomuces venezuelae.
Pertama kali diisolasi oleh David Gottlieb dari sampel tanah di Venezuela
pada tahun 1947.
Diperkenalkan dalam pengobatan klinis pada tahun 1949.
Penggunaannya cepat meluas setelah diketahui obat ini efektif untuk berbagai
jenis infeksi.
Golongan Obat
Berspektrum luas.
Kloramfenikol termasuk ke dalam golongan antibiotik penghambat sintesis
protein bakteri.
Dosis dan Aturan pakai
Dewasa: 50 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
Anak: 50-75 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
Bayi < 2 minggu: 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi tiap 6 jam. Setelah
umur 2 minggu bayi dapat menerima dosis sampai 50 mg/kgBB/ hari dalam 4
dosis tiap 6 jam.
Farmakokinetik
A. Absorbsi
Diabsorbsi secara cepat di GIT, bioavailability 75% sampai 90%.
Kloramfenikol oral : bentuk aktif dan inaktif prodrug,
Mudah berpenetrasi melewati membran luar sel bakteri.
Pada sel eukariotik menghambat sintesa protein mitokondria sehingga
menghambat perkembangan sel hewan & manusia.
Sediaan kloramfenikol untuk penggunaan parenteral (IV) adalah water-
soluble.
B. Distribusi
Kloramfenikol berdifusi secara cepat dan dapat menembus plasenta.
Konsentrasi tertinggi : hati dan ginjal
Konsentrasi terendah : otak dan CSF (Cerebrospinal fluid).
Dapat juga ditemukan di pleura dan cairan ascites, saliva, air susu, dan
aqueous dan vitreous humors.
C. Metabolisme
Metabolisme : hati dan ginjal
Half-life kloramfenikol berhubungan dengan konsentrasi bilirubin.
Kloramfenikol terikat dengan plasma protein 50%; ↓pasien sirosis dan pada
bayi.
D. Eliminasi
Rute utama dari eliminasi kloramfenikol adalah pada metabolisme hepar ke
inaktif glukuronida.
Farmakodinamik
Mekanisme:menghambat sintesis protein kuman.
Masuk ke sel bakteri melalui diffusi terfasilitasi.
Mekanisme resistensi : inaktivasi obat oleh asetil trensferase yang diperantarai
oleh factor R. Resistensi terhadap P. aeruginosa, Proteus dan Klebsielaterjadi
karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat
ke dalam sel bakteri
Penggunaan Klinis
1. Demam Tifoid
Dosis: 4 kali 500mg /hari sampai 2 minggu bebas demam. Bila terjadi relaps,
biasanya dapat diatasi dengan memberikan terapi ulang
Anak:dosis 50-100 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10
hari
2.Meningitis Purulenta
Kloramfenikol+ampisilin
3. Ricketsiosis
Dapat digunakan jika pengobatan dengan tetrasiklin tidak berhasil
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Hanya digunakan untuk infeksi yang sudah jelas penyebabnya kecuali infeksi
berat.
Pemeriksaan hematologik berkala pada pemakaian lama
Keamanan pada wanita hamil dan menyusui belum diketahui dengan pasti.
Penderita dengan gangguan ginjal, bayi prematur dan bayi baru lahir (< 2
minggu).
Drugs interaction: obat-obatan dimetabolisme enzim mikrosom hati seperti
dikumarol, fenitoin, tolbutamid dan fenobarbital.
Efek Samping
1. Reaksi Hematologik
Terdapat dua bentuk reaksi:
1. Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Berhubungan dengan
dosis, progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan.
2. Prognosisnya sangat buruk karena anemia yang timbul bersifat ireversibel.
Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan.
2. Reaksi Alergi
Kemerahan pada kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis.
Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan
demam typhoid.
3. Reaksi Saluran Cerna
Mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.
4. Syndrom Gray
Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200
mg/kgBB).
5. Reaksi Neurologis
Depresi, bingung, delirium dan sakit kepala. Neuritis perifer atau neuropati optik
dapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama.
6. Interaksi dengan Obat Lain
Kloramfenikol menghambat enzim sitokrom P450 irreversibel memperpanjang
T½ (dicumarol, phenytoin, chlorpopamide, dan tolbutamide).
Mengendapkan berbagai obat lain dari larutannya, merupakan antagonis kerja
bakterisidal penisilin dan aminoglikosida.
Phenobarbital dan rifampin mempercepat eliminasi dari kloramfenikol.
(http://farmainfo.blogspot.com/2011/02/kloramfenikol.html)
3. Salmonella typhi
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif
berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne.[1]
Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen
sulfida.[2] Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika,
walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada
anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonella)
4. Data penggunaan antibiotika untuk demam tifoid
jenis antibiotik
frekuensi sensitifitas antibiotik untuk S. Typhi jumlah
prosentase sensitifitas antibiotik untuk S. Typhi jumlah
sensitif intermediet resisten sensitif intermediet resisten Amikasin 13 2 4 19 68.4 10.5 21.1 100 Amoksisilin 6 0 13 19 31.6 0 68.4 100 Asam klavulanat 9 7 3 19 47.4 36.8 15.8 100 Seftriakson 6 0 13 19 31.6 0 68.4 100 Sefotaksim 6 0 13 19 31.6 0 68.4 100 siprofloksasin 19 0 0 19 100 0 0 100 Meropenem 19 0 0 19 100 0 0 100 kloramfenikol 12 1 6 19 63.2 5.3 31.6 100
(Data Primer, 2010)Gambar 1. Diagram Prosentase Respon Sensitivitas Tiap Antiobiotik di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2008-2009
jenis antibiotik
frekuensi sensitifitas antibiotik untuk S. Typhi jumlah
prosentase sensitifitas antibiotik untuk S. Typhi jumlah
sensitif intermediet resisten sensitif intermediet resisten Amikasin 3 3 7 13 23.1 23.1 53.8 100 Amoksisilin 2 0 11 13 15.4 0 84.6 100 Asam klavulanat 5 2 6 13 38.5 15.4 46.2 100 Seftriakson 3 3 7 13 23.1 23.1 53.8 100 Sefotaksim 3 1 9 13 23.1 7.7 69.2 100 siprofloksasin 9 1 3 13 69.2 7.7 23.1 100 Meropenem 12 0 1 13 29.3 0 7.7 100 kloramfenikol 3 0 10 13 23.1 0 76.9 100
( Data Primer,2010)
Gambar 2. Grafik Prosentase Respon Sensitivitas Tiap Antibiotik di RSU Dr. Saiful Anwar Malang Tahun 2008-2009
http://yantosumbersari.blogspot.com/2011/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
5. PATOGENESIS
Masuknya kuman Salmonella typhi (S. Typhi) dan Salmonella parathypi
(S. Paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagai kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian
lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Kuman dapat hidup
dan berkembang biak di dalam makrofag, selanjutnya melalui duktus torasikus
kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar keseluruh
organ retikuloendotelial tubuh tertama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kantung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan mediator inflamasi yang akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.
6. GAMBARAN KLINIS Menurut buku IPD FKUI, Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat
bermanfaat agar bisa diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut
Lamanya masa perawatan thypoid
Sensitivitas
FAKTOR FARMAKOLOGI:
ANTIBIOTIKA Y ANTIBIOTIKA X KLORAMPHENIKOL
nadi 8x permenit), hepatomegali, slenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, tupor, koma, delirium, atau psikosis.
1.6 KERANGKA KONSEP PENELITIAN, HIPOTESA, DEFINISI OPERASIONAL
A. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian merupakan suatu hubungan atau kaitan antara
konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati melalui penelitian yang
dimaksud. Konsep konsep yang terkait pada penelitian ini adalah resistensi,
sensitivitas dan faktor-faktor dari obatnya itu sendiri. Jadi bisa dikatakan
kerangkanya seperti ini:
Resistensi
B. HIPOTESA
Hipotesa merupakan jawaban atau kesimpulan sementara pada
penelitian. Hipotesa pada penelitian ini adalah:
1.Ada hubungan antara sensitivitas kuman dengan lamanya pengobatan
2. Ada hubungan antara resistensi kuman dengan lamanya pengobatan
3. Ada hubungan antara kandungan obat antibiotika X yang diberikan
dengan lamanya pengobatan
4. Ada hubungan antara kandungan obat antibiotika Y yang diberikan
dengan lamanya pengobatan
5. Ada hubungan antara kandungan klorampheniklol yang diberikan
dengan lamanya pengobatan
C. DEFINISI OPERASIONAL
Berikut ini adalah penjelasan secara lebih operasional tentang variabel-
variabel, indikator maupun item-item yang ada dalam penelitian ini:
Variabel bebas:
A. RESISTENSI
Resistensi adalah kekebalan suatu bakteri terhadap suatu antibiotik
B. SENSITIVITAS
Sensitivitas adalah suatu kepekaan bakteri terhadap suatu antibiotik atau obat-
obatan lainnya
C. FAKTOR FARMAKOLOGI
Faktor farmakologi adalah suatu faktor yang membahas tentang obat, efektivitas
obat, farmakodinamik obat, dan farmakokinetikk obat. Adapun indikator-indikator
yang diteliti adalah sebagai berikut:
a. Antibiotika X
Antibiotika X pada penelitian ini adalah obat yang dijadikan
sebagai pembanding oleh kloramphenikol sehingga penelitian bisa
dijalankan
b.Antibiotika Y
Antibiotika Y pada penelitian ini sama dengan antibiotika X, dia
dijadikan sebagai pembanding dengan kloramphenikol
c. Kloramphenikol
Kloramphenikol adalah suatu antibiotik lini pertama pada kasus
tifoid.
1.7 METODE PENELITIAN
Jenis penelitian.Penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional, di mana data menyangkut variable bebas atau resiko dan variable terikat atau akibat akan dikumpulkan dalam waktu bersamaan.
Sasaran, waktu dan lokasi penelitian.Yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah pasien demam tifoid yang diobati dengan kloramfenikol ataupun antibiotic lain (x). Rencana dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah 1 bulan. Penelitian ini bertempat di Rumah Sakit Umum UKI,Cawang,Jakarta Timur.
Populasi dan sample.a. Populasi merupakan keseluruhan subyek sebagai sumber data yang memiliki
ciri-ciri atau karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Karakteristik dalam penelitian ini adalah A. Pasien yang diobati dengan kloramfenikol, B. Pasien yang diobati dengan antibiotic X, C. Pasien yang tidak diobati dengan kloramfenikol atau antibiotic X. Berdasarkan karakteristik tersebut maka jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 orang.
Tabel 1.1Pasien Demam Tifoid Di Rumah Sakit Umum UKI
NO. JENIS OBAT POPULASI1 A 102 B 103 C 10
TOTAL 30
b. Sample adalah untuk menentukan besarnya sample, peneliti akan menggunakan rumus jumlah sampel dengan estimasi proporsi. Dengan tingkat kesalahan 5 %. Dengan rumus :
Keterangan : n = besar sample minimumZ 1-a/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1,96)P = Proporsi suatu kasus terhadap populasi, bila tidak diketahui
ditetapkan 50% (0,50)d = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan : 10%
(0,10), 5% (0,05), 1% (0,01)
Rumus : n = Z 1-a/2 . P(1-P) d
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh sample sebesar 30. Untuk menentukan sample pada masing-masing kelas, peneliti menggunakan presentase yang lebih lengkap yang dapat dilihat dalam table berikut :
NO. JENIS OBAT POPULASI SAMPLE1 A 10 102 B 10 103 C 10 10
TOTAL 30 30
Tehnik sampling yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling. Tehnik ini tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, tetapi hanya berdasarkan sisi kepraktisan belaka. Kemudian untuk penentuan sample yang digunakan adalah tehnik purposive sampling. Tehnik ini sangat cocok untuk study kasus atau case study.
Cara pengumpulan data :Untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan pengobatan demam tifoid, maka peneliti akan menggunakan tehnik langsung yang berupa observasi dan kuesioner, karena peneliti merasa data yang akan dikumpulkan lebih akurat bila kita mengamati sendiri apa yang terjadi di lapangan tersebut.
Instrumen PenelitianDalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrument yaitu berupa kuesioner untuk mendapatkan hasil yang akurat. Adapun contoh kuesionernya yaitu :
Apakah anda minum obatnya teratur ?a. Ya b. Tidak c. Lupa
Berapa kalikah anda minum obat dalam 1 hari ?a. 2 b. 3 c. 4
Apa yang anda rasakan setelah minum obat ini ?a. Membaik b. sama saja c. memburuk
Rencana Pengelolaan dan Analisis Data.
Pertama, kita akan melakukan penyusunan dan klasifikasi data. Kedua, melakukan pengolahan data yang terdiri atas 4 tahap :
a. Editing : hasil kuesioner atau pengamatan akan dilakukan penyuntingan.
b. Coding : menyusun hasil kuesioner dalam bentuk data angka.c. Data entry : memasukkan data dalam program computer.d. Pembersihan data : melihat ada tidaknya kemungkinan kesalahan-kesalahan
kode, ketidaklengkapan, atau dsb. Lalu dilakukan koreksi.
Ketiga, melakukan analisis data yang terdiri atas 5 tahap, yaitu :a. Analisis Univariate : menjelaskan atau mendeskripsikan setiap
karakteristik variable penelitian.b. Analisis Bevariate : untuk menduga apakah ada hubungan antar 2
variabel atau tidak.c. Analisis Multivariate: untuk mengetahui hubungan lebih dari 1 variabel
independent dan dependent.d. Pengujian Hipotesis : untuk menguji hipotesis dalam penelitian kualitatif apakah
sesuai atau tidak.e. Penafsiran dan penyimpulan : dilakukan hanya untuk mencari pengertian
terhadap hasi pengolahan data dan hasil dari proses berpikir serta pembuktian hipotesis.
1.8JADWAL KEGIATAN
Kegunaan Bulan ke1 2 3 4 5 6
1. Penyusunan proposal2. Penyusunan instrumen3. Persiapan lapangan4. Uji coba instrumen5. Pengumpulan data6. Pengolahan data7. Analisis data8. Penyusunan laporan
xxxx
xxxx
xxxxx
1.9 ORGANISASI
KETUA : Toby Hadinata Wiranegara (1061050015) SEKRETARIS : Aldens Magdalena Tualaka (1061050160) ANGGOTA :
- Stephanie Talilah (1061050001) - Reinaldi Octabiano (1061050034) - Paula Ameta Karina (1061050061) - Lusitania Ayu Widyastuti (1061050062) - I Gede Bungas Arisudana (1061050067) - Mikha Tiar Ida (1061050077) - Handini Rahmi Dewi (1061050128) - Angeline Patricia (1061050138) - Dina Astri Permatasari (1061050163) - Damar Nirwan Alby (1061050172)
1.10 DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: Interna Publishing.2009.
Gunawan. Sulistia Gan, Rianto Setidabudy, Nafrialdi, Elysabeth.Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Jakarta:Balai Penerbit FKUI.2009.
Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:PT RINEKA CIPTA.2010.
Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan Ismael.Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-4.Jakarta: CV Sagung Seto.2011.