Download - proposal 12.docx

Transcript

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN TERHADAP KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL FALAH ABU LAM U ACEH BESAR

xxv

HUBUNGAN PERILAKU TERHADAP KASUS SKABIES PADA SANTRI DI YAYASAN DAYAH DARUZZAHIDIN ACEH BESAR TAHUN 2010

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai syarat melakukan penelitianuntuk menyusun skripsi

Oleh :AGUSTINA0707101010094

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM BANDA ACEH

SEPTEMBER 2010LEMBARAN PENGESAHAN

HUBUNGAN PERILAKU TERHADAP KASUS SKABIES PADA SANTRI DI YAYASAN DAYAH DARUZZAHIDIN ACEH BESAR TAHUN 2010

PROPOSAL PENELITIAN

Di ajukan sebagai syarat melakukan penelitian untuk skripsi

Oleh :

AGUSTINANIM 0707101010094

Mahasiswa Program Studi Pendidikan DokterFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh, Juni 2010

Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II

dr.Tilaili Ibrahim M.Kes,PKK Dra.Tjut Mariam Zanari MSNip.19650823 199903 2 001 Nip.19650823 199903 2 001

Mengetahui,Dokter Fakultas Kedokteran Unsyiah

Dr.Syahrul, Sp. S(K)Nip. 19620202 198903 1 001KATA PENGANTARSegala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah swt. Rabb semesta alam atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul Perilaku Terhadap Kasus Skabies pada Santri di Yayasan Dayah Daruzzahidin Aceh Besar Tahun 2010. Shalawat dan salam kepada junjungan Islam, Nabi Muhammad saw. yang telah memberi contoh teladan bagi umat manusia dan membuka cakrawala berfikir manusia.Penulisan proposal ini adalah langkah awal peneliti dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang bertujuan melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.Dalam penyelesaian penulisan proposal ini, penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun proposal ini,yaitu:1. dr.Syahrul,Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala 2. dr.Tilaili Ibrahim,M.Kes,PKK selaku pembimbing I dalam penulisan proposal ini yang nantinya akan dilanjutkan dengan penelitian skripsi3. Dra.Tjut Mariam Zanaria MS selaku pembimbing I dalam penulisan proposal ini yang nantinya akan dilanjutkan dengan penelitian skripsi.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan penulisan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak guna penyempurnaan proposal ini. Akhirnya penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, juga bagi dunia penelitian kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Banda Aceh, September 2010 penulis

DAFTAR ISILEMBARAN PENGESAHANi

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISIiii

DAFTAR LAMPIRAN iv

DAFTAR TABELv

DAFTAR GAMBARvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Tujuan dan Manfaat 3

1.4. Hipotesis4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Skabies 5

2.1.1. Definisi 5

2.1.2. Etiologi 5

2.1.3. Siklus Hidup 6

2.1.4. Patogenesis7

2.1.5. Cara Penularan8

2.1.6. Gambaran klinis8

2.1.7. Diagnosis11

2.1.8. Pengobatan13

2.2. Perilaku13

2.2.1. Perilaku kesehatan14

2.3. Pesantren 16

2.3.1. Prinsip-prinsip pendidikan pesantren16

2.4. Kerangka teori 18

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian19

3.1.1. Jenis Penelitian19

3.1.2. Rancangan Penelitian19

3.1.3. Kerangka Konsep19

3.1.4. Definisi Operasional 20

3.1.5. Cara Pengukuran Variabel20

3.2. Lokasi dan Waktu 21

3.3. Populasi dan Sampel 22

3.4. Alat dan bahan23

3.5. Teknik Pengumpulan Data233.5 Pengelolahan Data 243.6 Analisa Data24

DAFTAR PUSTAKA26

LAMPIRAN

BIODATA PENELITI

DAFTAR TABELTabelHalaman

3.1. Definisi Operasional20

3.2. Waktu Penelitian22

3.3. Populasi Penelitian23

DAFTAR GAMBARGambarHalaman

2.1. Sarcoptes scabiei6

2.2. Siklus hidup 7

2.3. Terowongan skabies 10

2.4. Kerangka teori18

3.1. Kerangka konsep19

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

3.1 Kuesioner

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSkabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabei var hominis dan produknya (Derber, 1971). Penyakit ini terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terutama terjadi pada daerah-daerah miskin. Apabila infeksi terus berlanjut, skabies dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan akibat infeksi bakteri sekunder (Leone, 2007). Prevalensi di seluruh dunia telah di perkirakan sekitar 300 juta setiap tahun. Skabies dapat terjadi pada semua umur, jenis kelamin, kelompok etnis, dan tingkatan sosial ekonomi (Chosidow, 2006). Prevalensi skabies dibeberapa negara berkembang dilaporkan 6-27% populasi umum dan insiden tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja. Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001, dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, jumlah penderita skabies terbanyak adalah Jakarta yaitu 335 kasus di 3 rumah sakit (Mansyur, 2007).Data pola penyakit di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menunjukkan bahwa penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat seperti demam berdarah, malaria, dan penyakit infeksi lainnya termasuk skabies. Dari hasil pencatatan dan pengumpulan data di puskesmas propinsi NAD melalui formulir SP2TP (Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas) yang dikumpulkan pada tahun 2006 menunjukkan jumlah kunjungan dengan penyakit skabies sebanyak 5.889 kunjungan (Dinkes NAD, 2006).Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa muda, walaupun akhir-akhir ini juga sering di dapatkan pada orang berusia lanjut, biasanya di lingkungan rumah jompo (Graham, 2005). Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosio ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, lingkungan yang tidak saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, kepadatan penduduk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermatografik dan ekologik, penyakit ini dimasukkan dalam penyakit akibat hubungan seksual (Handoko, 2007; Marufi, 2005).Skabies sebagai salah satu penyakit berbasis lingkungan dan perilaku merupakan masalah kesehatan yang juga sering ditemukan di pondok pesantren. Pondok Pesantren dilihat dari segi kondisi lingkungan pondok serta perilaku kesehatan santri mempunyai resiko yang cukup besar terhadap penularan penyakit. Menurut berbagai laporan tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi, yaitu 1 kamar tidur dengan luas kamar 15 m2 dihuni sampai 15 orang. Hal ini belum memenuhi standar hunian kamar yaitu 3 m2/tempat tidur/orang (Andayani, 2005). Penularan skabies dapat terjadi secara kontak langsung dan tidak langsung, secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual sedangkan kontak tidak langsung (melalui benda) misalnya melalui handuk, pakaian, sprei, bantal, dan lain-lain (Handoko, 2007). Dampak yang sering muncul pada santri yang menderita skabies antara lain terganggunya proses belajar dan timbulnya perasaan malu karena pada usia remaja adanya penyakit skabies sangat mempengaruhi penampilan dan juga akan mempengaruhi penilaian masyarakat tentang pondok pesantren yang kurang terjaga kebersihannya. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung ikut mengganggu kelangsungan hidup terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat (Kenneth, 1995).Untuk meningkatkan derajat kesehatan santri perlu adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan para santri tentang kesehatan, khususnya mengenai penyakit menular seperti skabies sehingga diharapkan ada perubahan sikap serta diikuti dengan perubahan perilaku kebersihan perorangan. Berdasarkan permasalahan yang telah penulis uraikan maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang hubungan perilaku terhadap kasus skabies pada santri di Yayasan Dayah Daruzzahidin Aceh Besar Tahun 2010.

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahannya adalah: a. Jumlah penularan penyakit skabies di daerah penghuni padat seperti lingkungan pesantren sering meluas dengan cepat.b. Terdapat perbedaan tingkat penularan skabies pada setiap santri dan sering ditemukan perilaku santri yang masih kurang menjaga kebersihan diri.

1.3. Tujuan dan Manfaat1.3.1. a. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan perilaku terhadap kasus skabies pada santri di Yayasan Dayah Daruzzahidin Aceh Besar Tahun 2010.b. Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui gambaran perilaku para santri di Yayasan Dayah Daruzzahidin Aceh Besar Tahun 20102. Untuk mengetahui gambaran kejadian skabies di Yayasan Dayah Daruzzahidin Aceh Besar Tahun 2010

1.3.2.Manfaata. Bagi Dunia Medis1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan terhadap kejadian skabies sehingga diharapkan para santri ikut berperan aktif dalam mencegah penularan penyakit skabies.2. Sebagai bahan yang dapat diangkat dalam penyuluhan kesehatan bagi komunitas yang menderita skabies agar dapat menurunkan prevalensi penularan skabies.

b. Bagi Pengelola Pesantren1. Menjadi acuan dalam membuat suatu aturan yang berkaitan dengan penularan skabies di lingkungan pesantren.2. Memperbaiki pengelolaan asrama yang lebih memperhatikan kebersihan lingkungan dan penyediaan fasilitas-fasilitas yang menunjang kesehatan para santri.

c. Bagi SantriMampu menanamkan perilaku tentang kebersihan diri dan lingkungan sekitar dengan melakukan upaya-upaya pencegahan penularan penyakit skabies di asrama sehingga terbebas dari penularan penyakit.

d. Bagi PenelitiMenambah pengetahuan mengenai hal- hal yang berkaitan dengan infeksi skabies dan cara pencegahan yang tepat.

1.4. HipotesisTerdapat hubungan antara perilaku terhadap kasus skabies di Yayasan Dayah Daruzzahidin Aceh Besar Tahun 2010.

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN2.1.Skabies2.1.1. DefinisiSkabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabei var hominis dan produknya (Derber 1971). Scabies berasal dari bahasa latin yang berarti keropeng, kudis, dan gatal (Graham, 2005). Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, dan penyakit ampera (Maskur, 2000).

2.1.2EtiologiSarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut sarcoptes scabiei var. hominis. Terdapat pula jenis sarcoptes scabei var animalis seperti pada kucing, anjing, babi, dan kuda yang dapat menular pada manusia namun tidak dapat berkembang biak dalam tubuh manusia (CDC, 2009).Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat (Handoko, 2007).

Gambar 2.1. Sarcoptes scabiei (stoffle, 2004)

2.1.3.Siklus HidupSarcoptes scabiei mengalami empat tahap dalam siklus hidupnya: telur, larva, nimfa dan dewasa. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50, Telur berbentuk oval dan panjang 0,10-0,15 mm. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya, biasanya telur akan menetas dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 12 hari. (CDC, 2009; Handoko, 2007).Infestasi terjadi ketika tungau betina menggali terowongan ke dalam kulit dan bertelur. Setelah dua atau tiga hari, larva yang muncul akan menggali terowongan baru, kemudian menjadi dewasa, dan mengulangi siklus ini setiap dua minggu (Johnston, 2005).

Gambar 2.2. Siklus hidup skabies (CDC, 2009)

2.1.4.PatogenesisKelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2007).

2.1.5.Cara PenularanPenyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung. Secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual sedangkan kontak tidak langsung (melalui benda) misalnya melalui handuk, pakaian, sprei, bantal, dan lain-lain. Penularan biasanya oleh sarcoptes scabiei betina yang sudah di buahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva (Handoko, 2007).Bentuk transmisi yang paling dominan adalah kontak langsung kulit dengan kulit. Transmisi secara seksual juga dapat terjadi meskipun bukan merupakan akibat utama. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa tungau dapat menularkan infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) (Chosidow, 2006). Tungau mampu bertahan selama 2 sampai 3 hari pada permukaan benda mati, sehingga dapat menularkan melalui perantara seperti pakaian, handuk, lantai, dan tempat tidur. Seseorang dengan kelainan kulit kronis lebih memungkinan untuk menularkan tungau kepada orang lain karena sulitnya mendiagnosa ada tidaknya infestasi skabies pada keadaan seperti itu (Sargent, 1994).Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau di tempat-tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Resiko tertular skabies banyak ditemukan diantara kelompok masyarakat yang sering berdekatan atau bersentuhan seperti para tahanan dipenjara, penghuni asrama atau pesantren, penghuni sanatorium, leprosarium, rumah yatim piatu, dan rumah jompo. Skabies diantara penghuni rumah jompo dapat juga selanjutnya menulari para staf dan perawat rumah jompo tersebut untuk kemudian menulari keluarga dan masyarakat ditempat tinggalnya (Natadisastra, 2009).

2.1.6.Gambaran Klinis.Seseorang yang terkena infestasi skabies untuk pertama kalinya, biasanya tidak akan memunculkan gejala sampai dua bulan (2-6 minggu) setelah terkena, namun dapat menyebar meskipun ia tidak memperlihatkan gejala. Sedangkan pada orang yang pernah mempunyai riwayat skabies sebelumnya, gejala akan muncul lebih cepat (1-4 hari) setelah terkena, ini berkaitan dengan respon kekebalan tubuh yang lebih cepat. Orang yang terkena dapat menularkan infeksi skabies, walaupun mereka tidak memiliki gejala sekalipun, sampai pengobatan berhasil dan tungau maupun telur telah hancur (CDC,2010; Leone, 2007). Reaksi hipersensitivitas dapat bertahan berbulan-bulan bahkan setelah penderita disembuhkan. Hal ini perlu diberitahukan agar ia tidak meminta pengobatan padahal sudah sembuh, pengobatan ulang sering kali meningkatkan terjadinya dermatitis medikamentosa. Hipersensitivitas yang terus berlanjut setelah pengobatan selesai dapat disebabkan karena masih adanya zat irritant pada kulit dan baru akan hilang setelah kulit melepaskan lapisan tersebut secara pergantian alami (Natadisastra, 2009).Gejala yang paling umum dari skabies adalah: gatal dan ruam kulit, yang disebabkan oleh sensitisasi (sejenis reaksi alergi) terhadap protein dan kotoran parasit. Gatal yang berlebihan terutama pada malam hari merupakan gejala paling awal dan paling umum terjadi pada infeksi skabies. Gatal dan ruam dapat mengenai seluruh tubuh atau terbatas ke beberapa bagian seperti: sela-sela jari-jari ,pergelangan tangan, siku, aksila, penis, putting, pinggang, pantat, bahu. Pada bayi dan anak-anak yang masih sangat muda sering juga terlibat daerah kepala, wajah, leher, telapak tangan, dan telapak kaki. Terowongan kecil kadang-kadang terlihat pada kulit, ini disebabkan oleh tungau betina membuat terowongan tepat di bawah permukaan kulit. Terowongan ini muncul berbentuk garis lurus berwarna putih ke abu-abuan pada permukaan kulit. Oleh karena tungau sering sedikit jumlahnya (hanya 10-15 tungau per orang), terowongan ini mungkin sulit ditemukan (CDC, 2009).Lesi kulit primer terdiri dari vesikula, terowongan bawah kulit, dan nodula. Nodula ini muncul pada bagian kulit yang tertutup pakaian dan kondisi ini dapat bertahan lama walaupun skabiesnya telah disembuhkan (Natadisastra, 2009). Selain lesi primer, bisa juga di dapatkan kelainan sekunder seperti ekskroriasi, eksematisasi, dan infeksi bakeri sekunder. Pada beberapa tempat di dunia adanya infeksi sekunder oleh lesi skabies dengan streptokokus nefrogenik dikaitkan dengan terjadinya glomerulonefritis sesudah terjadinya infeksi streptokokus pada kulit (Graham, 2005).

Gambar 2.3. Terowongan skabies di sela jari (Sargent, 1994)

Ada 4 tanda kardinal :1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut (Handoko, 2007).

2.1.7.DiagnosisDiagnosis skabies dapat di tegakkan terutama berdasarkan riwayat dan pemeriksaan pasien, begitu juga riwayat keluarga dan kontak dengan penderita. manifestasi klasik dari skabies berupa gatal hebat dan memburuk pada malam hari. terowongan dan nodul (umumnya di daerah genital dan aksila) merupakan gejala spesifik untuk skabies walaupun tidak selalu ada. Lesi sekunder nonspesifik, berupa ekskroriasi, eksematisasi dan impetiginisasi, dapat terjadi di bagian mana saja (Chosidow, 2006).Jika memungkinkan, diagnosis skabies harus dikonfirmasikan dengan mengidentifikasi tungau, telur atau kotoran (skibala). Namun seseorang masih memungkinkan terkena infestasi skabies, walaupun tungau, telur, atau kotoran tidak dapat ditemukan. Seseorang yang terserang kurang dari 10-15 tungau dapat terlihat dalam keadaan sehat (CDC, 2009). Beberapa cara yang tepat dipakai untuk menemukan tungau, telur atau terowongan yaitu:a. Kerokan kulitPapul atau terowongan yang baru di bentuk dan utuh ditetesi minyak mineral, kemudian di kerok dengan skalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan di letakkan di gelas objek dan di tutup dengan kaca penutup, kemudian di amati di bawah mikroskop.b. Mengambil tungau dengan jarum.Jarum di tusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat di angkat ke luar.

c. Kuretase terowongan (kuret dermal)Dilakukan secara superficial mengikuti sumbu panjang, terowongan atau puncak papul. Hasil kuret di letakkan pada gelas objek dan di tetesi minyak mineral lalu diperiksa dengan mikroskop.d. Sweb kulitKulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan di angkat dengan cepat. Selotip dilekatkan pada gelas objek kemudian di periksa di bawah mikroskop.e. Burrow ink testPapul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama 20-30 menit kemudian dihapus dengan alcohol. Tes di nyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zigzag.f. Uji tetrasiklin Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan flouresensi.g. Epidermal shave biopsyPapul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan skalpel, biopsi dilakukan sangat superficial sehingga pendarahan tidak terjadi.h. Pemeriksaan histopatologikPemeriksaan ini tidak mempunyai nilai diagnostik kecuali bila pada pemeriksaan tersebut ditemukan tungau atau telurnya. Daerah yang berisi tungau menunjukan eosinofil dan sulit dibedakan dengan reaksi gigitan antropoda lainnya.Berdasarkan cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan. Namun dalam beberapa pemeriksaan tersebut, tungau sering sulit ditemukan karena tungau yang menginfestasi penderita hanya sedikit. (Ginanjar, 2006).Sebenarnya dokter umum mampu mendiagnosis segala jenis skabies ditempat kerjanya seperti di klinik, puskesmas, maupun di tempat praktik pribadinya karena dapat dilakukan tanpa memerlukan sarana laboratorium dan peralatan medis yang canggih. Anamnesis yang khas dan mengarah, pemeriksaan fisis-dermatologis dan dengan bantuan sebuah mikroskop sudah cukup untuk menegakkan diagnosis scabies (Natadisastra, 2009).

2.1.8. PengobatanMerupakan suatu hal yang penting untuk menerangkan kepada penderita dengan sejelas-jelasnya tentang bagaimana cara menggunakan obat-obatan yang digunakan, dan lebih baik lagi jika disertai penjelasan tertulis. Semua anggota keluarga dan orang-orang yang secara fisik berhubungan erat dengan pasien, hendaknya secara simultan di obati juga, obat-obat topical hendaknya di oleskan mulai dari leher sampai jari kaki dan diingatkan pasien untuk tidak membasuh tangannya sesudah melakukan pengobatan (Graham, 2005).Obat-obat yang bisa di pakai: Malation 0,5%: obat dalam bentuk cairan ini di sukai karena mengiritasi kulit yang mengalami ekskroriasi atau aksema.bilas sesudah 24 jam. Krim parametrin 5% : bilas sesudah 8-12 jam Emulsi benzyl benzoat : pengobatan dilakukan tiga kali dalam 24 jam.pada sore hari pertama oleskan emulsi mulai dari leher sampai jari kaki. Biarkan mongering, lakukan pengolesan lapisan kedua.pagi berikutnya oleskan lapis yang ketiga, dan kemudian bilas benzyl benzoate pada sore hari kedua.pengobatan dengan cara ini sudah cukup, sehingga pasien harus di beri penerangan bahwa pemakaian beerulang akan menimbulkan dermatitis karena terjadi iritasi (Graham, 2005).

2.2.PerilakuPerilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan dan aktivitas organisme yang bersangkutan. Skinner (1983) seorang ahli psikologi mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Selanjutnya teori skinner menjelaskan ada dua jenis respons, yaitu:a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang di sebut eleciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relative tetap. Misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya. Responden respon juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira, akan menimbulkan rasa suka citab. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain.perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce karena berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah respon terhadap gaji yang cukup, misalnya (stimulus). Kemudian karena kerja baik tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan (Notoatmodjo, 2005).

2.2.1. Perilaku Kesehatan Menurut Ensiklopedi Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian, maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoatmodjo, 2003).Robert Kwik menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tiddak sama dengan sikap. Sikap hanya suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri, faktor tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia dalam perilaku manusia, karena merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk menjadi perbuatan atau tindakan. Perpindahan ini dilakukan susunan saraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron, neuron memindahkan energi-energi di dalam impuls-impuls syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron-neuron memindahkan energi-energi didalam impuls-impuls syaraf. Impuls-impuls syaraf indra pendengaran, penglihatan, pembauan, penngecapan, perabaan disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan melalui impuls-impuls syaraf kesusunan susunan saraf pusat (Notoatmodjo, 2003).Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui pancaindra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama. Perilaku dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksimanuia dengan lingkungannya. Factor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor intern dan eksern (Notoatmodjo, 2003).Faktor intern mencakup: pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan factor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti: iklim, manusia, social-ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan sebagai berikut:a. Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainyab. Perilaku sakit yaitu segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk disini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.c. Perilaku peran sakit yaitu segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum memppunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya (Notoatmodjo, 2003).

2.3.Pesantren Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan islam, dikatakan pesantren apabila terdiri dari unsur-unsur kyai/ustadz yang mendidik dan mengajar, santri yang belajar, terdapat mesjid dan juga pondok atau asrama tempat para santri tinggal. Asrama adalah rumah pemondokan yang ditempati oleh para santri, pegawai dan sebagainya yang digunakan sebagai tempat tinggal, beristirahat dan bergaul sesama teman (Dariansyah, 2006).

2.3.1. Prinsip-Prinsip Sistem Pendidikan di PesantrenSesuai dengan tujuan pendidikan dan pendekatan holistic yang digunakan, serta fungsinya yang komfrehensif sebagai lembaga pendidikan, sosial dan penyiaran agama, prinsip-prinsip sistem pendidikan pesantren antara lain : Kesederhanaan Pesantren menekankan pentingnya penampilan sederhana sebagai salah satu nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman perilaku sehari-hari bagi seluruh warga pesantren, kesederhanaan di sini bukan dalam arti berkurang-kurangan atau berlebih-lebihan, tetapi dalam arti wajar.

KolektivitasPesantren menekankan pentingnya kebersamaan lebih tinggi dari pada individualisme. Dalam dunia pesantren berlaku pendapat bahwa dalam hal hak orang mendahulukan hak orang lain, tetapi dalam hal kewajiban orang harus mendahulukan kewajiban diri sendiri sebelum orang lain. Sementara itu, kondisi fisik pesantren yang sederhana seperti kamar tidur yang sempit kira-kira berukuran 22 m di tempati oleh 2 atau 3 santri. Pada umumnya kamar hanya untuk menyimpan barang-barang, sedangkan mereka banyak tidur di mesjid atau di tempat lain pada bangunan yang ada. Adanya dapur umum tempat santri memasak, ruang makan umum, tempat mandi umum dan sebagainya mendorong mereka saling menolong mengatasi berbagai kebutuhan bersama, terutama kebutuhan belanja jika mereka mengalami keterlambatan kiriman bekal dari rumah. Mengatur kegiatan bersamaPara santri mengatur hampir semua kegiatan proses belajar mengajar terutama berkenaan dengan kegiatan-kegiatan kokurikuler, dari sejak pembentukan organisasi santri, penyusunan program-programnya, sampai pelaksanaan dan pengembangannya. Sepanjang kegiatan mereka tidak menyimpang dari akidah syariah agama, dan tata tertib pesantren, mereka tetap bebas berfikir dan bertindak. MandiriSejak awal santri sudah dilatih mandiri, mereka mengatur dan bertanggung jawab atas keperluannya sendiri, seperti memasak, mencuci pakaian, merencanakan belajar, mengatur uang belanja dan sebagainya (Muchtarom, 1994)

2.4. Kerangka teori

Faktor lingkungan: sumber air, kepadatan hunian, pengelolaan sampah ,ventilasi dan kelembaban ruangan,

Faktor faktor lain: Sosio-ekonomi rendah, Hubungan seksual Faktor internal:Perilaku hygiene, pengetahuan, dan umur

Infeksi skabies

Penularan Langsung: kulit dengan kulitPenularan tidak Langsung: handuk, selimut, pakaian dll

Gambar 2.3 Kerangka Teori

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian 3.1.1.Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode survey yaitu mencari hubungan antara dua variabel. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah skabies dan variabel independent dalam penelitian ini adalah perilaku.

3.1.2. Rancangan Penelitian Metode yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan rancangan pendekatan cross sectional yaitu variabel independent dan variabel dependent di observasi sekaligus dalam waktu yang sama.

3.1.2. Kerangka Konsep

Variabel Independentvariabel dependent

skabiesPerilakuSarcoptes scabiei

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.1.2. Definisi OperasionalNoVariabelDependentDefinisi OperasionalCara UkurAlat UkurHasil UkurSkala Ukur

1SkabiesPenyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabei var hominis dan produknyaAnamnesis,pemeriksaan fisik dankerokan kulit

Laporan kerjaPositifNegatif

Nominal

NoVariabelIndependentDefinisi OperasionalCara UkurAlat UkurHasil UkurSkala Ukur

1Perilaku Kegiatan dan aktivitas santri dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan dari penularan scabiesWawancara Kuesioner BaikTidak baikOrdinal

Tabel 3.1 Definisi Operasional

3.1.5. Cara Pengukuran Variabel Skabies Ada 4 tanda kardinal infeksi skabies (Handoko, 2007), yaitu :1. Pruritus nokturna.2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. 4. Ditemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Positif : Apabila ditemukan sedikitnya 2 dari 4 tanda kardinal Negatif : Apabila tidak ditemukan sedikitnya 2 dari 4 tanda kardinal

PerilakuBaik : Apabila responden mampu menjawab dengan nilai kuesioner > medianTidak baik: Apabila responden mampu menjawab dengan nilai kuesioner < median

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat yaitu pengumpulan data dilakukan di Yayasan Dayah Daruzzahidin Lamceu Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar dan pemeriksaan mikroskopis dilakukan di Laboratorium Parasitologi FK Unsyiah.

Tabel 3.2 Waktu PenelitianNoKegiatanBulan

789101112

1Studi Kepustakaan

2Seminar Proposal

3Pengambilan Data

4Pengolahan Data

5Pembuatan Skripsi

6Seminar Hasil

3.3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri di Yayasan Dayah Daruzzahidin Aceh Besar. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode total sampling yaitu semua santri sebanyak 163 orang yang termasuk dalam populasi.

Pengambilan sampel berdasarkan kelasKelasYayasan Dayah Daruzzahidin

I SMPIT12

II SMPIT10

III SMPIT28

I SMA35

II SMA48

III SMA30

Jumlah163

3.4. Alat dan BahanAlat :Alat-alat yang digunakan untuk memeriksa sarcoptes scabiei: Skalpel Gelas objek Kaca objek Mikroskop Bahan :Bahan yang digunakan untuk memeriksa sarcoptes scabiei: Minyak mineral Selotip

3.5. Teknik mengumpulkan data Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh sebagai pendukung data utama berupa jumlah santri melalui pengelola Yayasan Dayah Daruzzahidin.Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh dari peninjauan langsung pada objek penelitian ke lapangan melalui wawancara dengan menggunakan format kuesioner dan pemeriksaan kerokan kulit untuk memeriksa ada tidaknya infeksi skabies. Pemeriksaan kerokan kulit di lakukan dengan cara: Papul atau terowongan yang baru di bentuk dan utuh ditetesi minyak mineral, kemudian dikerok dengan skalpel untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan di letakkan di gelas objek dan ditutup di kaca tutup lalu diperiksa di bawah mikroskop.

3.6. Pengolahan DataData dalam penelitian ini akan di olah dengan cara:a. CollectingYaitu melakukan pengumpulan data terhadap kuesioner yang sudah di lakukanb. EditingYaitu melakukan pengecekan kembali semua item pertanyaan yang telah terisi dan melihat apakah ada kekeliruan yang mungkin dapat mengganggu pengolahan data sebelumnya.c. Coding Yaitu memberi kode berapa nomor pada lembaran kuesioner untuk memudahkan pengolahan data.d. Transferring Yaitu data yang telah di beri kode di susun secara berurutan dari responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan ke dalam tabel sesuai dengan variabel yang di teliti.e. TabulatingYaitu pengelompokan responden yang telah di buat pada tiap-tiap variabel yang di ukur dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel distribusi.

3.7. Analisa dataa. Analisis UnivariatAnalisis univariat dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Dengan menggunakan distribusi frekuensi untuk mengetahui gambaran terhadap variabel yang diteliti. Untuk menjelaskan variabel independent yaitu perilaku yang dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dideskripsikan. Untuk menjelaskan variabel dependent yaitu kejadian skabies dan dideskripsikan.Menggunakan rumus : =Keterangan : = rata- rata x = hasil pengamatan f = frekuensin = jumlah pengamatan b. Analisis BivariatAnalisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan, dengan tujuan untuk melihat hubungan antara variabel independent yaitu perilaku dengan variabel dependent yaitu kasus skabies, dibuktikan menggunakan uji statistik chi square, dengan derajat kemaknaan (alpha) = 0,05 (derajat kepercayaan 95%). Apabila p < 0,05 maka perhitungan statistik dikatakan bermakna. Rumus chi square yang di gunakan adalahx = keterangan: x= nilai chi squareO= frekuensi observasiE= frekuensi harapan

DAFTAR PUSTAKAAndayani LS. 2005. Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Ulumu Quran Stabat. Info Kesehatan Masyarakat 9(3):33-38Chosidow O. 2006. Scabies. N Engl J Med 354:1718-1727Dinas Kesehatan Provinsi NAD. 2006. Profil Kesehatan, Banda AcehDjuanda A. 2007. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaHarahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates Johnston G, Sladden M. 2005. Scabies: diagnosis and treatment. BMJ 331:619-622Leone P. 2007. Scabies and Pediculosis Pubis: An Update of Treatment Regimens and General Review. Clinical infectious diseases 44:S1539Mansyur M dkk. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah, Majalah Kedokteran Indonesia 57(2):63-67Marufi I dkk. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2(1): 11-18 Muchtarom Z. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren : Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pesantren. Jakarta : INISNatadisastra D, Ridad A. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta : EGCNotoatmodjo S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka CiptaNotoadmodjo S.2005. Teori Aplikasi Promosi Kesehatan. Jakarta : PT Rineka CiptaNotoadmodjo S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Rineka CiptaPratiknya AW. 2003. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT RajaGrafindo PersadaSargent SJ. Martin JT. 1994. Scabies Outbreak in a Day-Care Center. Pediatrics 94:1012-1013Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Surabaya : Universitas AirlanggaBrown RG. Burns T. 2005. Lecture on Dermatology Eighth Edition. Jakarta : ErlanggaGuerrant, at all. 1999. Tropical Infectious Disease Second Edition. Freedberg at all. 2005. Dermatologi In General Medicine Sixth Edition. Medical Publishing divisionCentral for disease control and prevention division of parasitic disease 2010. Cordoro KM. et al. 2009. Scabies.

Daftar pertanyaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang tentang gambaran perilaku santri. Hasil penelitian ini akan diolah dan disusun menjadi sebuah karya ilmiah yaitu skripsi,yang akan diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana kedokteran.KUISIONER

A. Data umumNo :Nama :Umur:Jenis kelamin:Kelas:

B. Petunjuk Pengisian Kuisioner1. Sebelum mengisi dan menjawab pertanyaan,dianjurkan untuk membaca terlebih dahulu dengan seksama.2. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling tepat menurut anda. 3. Kami sangat mengharapkan agar jawaban yang anda berikan adalah jawaban yang sebenar-benarnya dan sesuai dengan kenyataan yang anda alami.

C. Pertanyaan1. Untuk berapa kali, satu pakaian anda gunakan sebelum dicucia. 3 kalib. 2 kalic. 1 kali

2. Berapa kali anda mandi dalam satu haria. 3 kalib. 2 kalic. 1 kali

3. Berapa lama jarak anda mengganti spreia. Tiap minggub. 2 minggu sekalic. >2 minggu

4. Berapa lama jarak anda mengganti sarung bantala. Tiap minggub. 2 minggu sekalic. >2 minggu

5. Berapa lama jarak anda menjemur kasur

a. Tiap minggub. 2 minggu sekalic. 1 bulan sekali

6. Berapa lama jarak anda menjemur bantala. Tiap minggub. 2 minggu sekalic. 1 bulan sekali

7. Berapa lama jarak anda mencuci handuka. Tiap minggub. 2 minggu sekalic. >2 minggu

8. Apakah anda sering meminjamkan handuk anda

a. Tidakb. Jarangc. Sering

9. Apakah anda pernah meminjam handuk kawan

a. Tidakb. Jarangc. Sering

10. Apakah setelah menggunakan handuk, kemudian anda menjemur handuk dibawah sinar mataharia. Tidakb. Jarangc. Sering

11. Apakah anda sering tidur di tempat tidur teman andaa. Tidakb. Jarangc. Sering

12. Apakah teman anda sering tidur ditempat andaa. Tidakb. Jarangc. Sering

13. Apakah anda sering meminjam pakaian teman anda

a. Tidakb. Jarangc. Sering

14. Apakah teman anda sering meminjam pakaian anda

a. Tidakb. Jarangc. Sering

15. Apa yang anda lakukan jika merasa gatal-gatal, terutama malam haria. Ke puskesmasb. Ke mantric. Obati sendiri

SKORPERILAKUNo urut pertanyaanNilai jawaban yang benarRentang

abc

1210

Baik : apabila nilai skor > median

Tidak baik : apabila nilai skor < median

2210

3210

4210

5210

6210

7210

8210

9210

10210

11210

12210

13210

14210

15210

BIODATA PENELITI

a. IDENTITAS DIRINama: AgustinaNim: 0707101010094Jenis kelamin: Perempuan Tempat/ tanggal lahir: 16 Agustus 1989Alamat: Jl. Monkuta Lr.Seruni No 19 C Lambhuk, Banda Aceh

b. IDENTITAS ORANG TUANama Ayah: H. Ramli thaherPekerjaan: WiraswastaNama ibu: Hj. RohanaPekerjaan : Ibu RumahTanggaAlamat: Jl. Asrama komplek Bumi Asri No 136 C, Medan

c. RIWAYAT PENDIDIKANa. SD Negeri 9 Bireuen: Berijazah tahun 2001b. SLTP Negeri 1 Medan : Berijazah tahun 2004c. SMA Swasta Harapan 1 Medan: Berijazah tahun 2007d. Perguruan Tinggi (SI): Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh sejak tahun 2007 s/d sekarang

Yang harus di buat lagiLengkapi daftar pustaka, Sisipin data awalInform consent

Perbaiki k rentalMarginhalaman


Top Related