Download - Presus Sigit I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) kini mulai diperhitungkan sebagai salah
satu masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya angka kesakitan, kecacatan
pada paru dan meningkatnya biaya pengobatan dan tahun ke tahun. Pada tahun 1986
lebih dari 20 juta penduduk AS menderita emfisema dan sekitar 11,2 juta menderita
bronkitis kronis, terutama disebabkan oleh paparan asap rokok. Rerata angka
kejadian PPOK di Jawa Timur 6,1%, perokok menunjukkan angka 3 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan bukan perokok.
Penderita PPOK kebanyakan berusia lanjut, terdapat gangguan mekanis dan
pertukaran gas pada sistim pernapasan dan menurunnya aktivitas fisik pada
kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam
saluran napas pada penderita emfisema akan meningkatkan kerja pernapasan.
Penyakit ini bersifat kronis dan progresif, makin lama kemampuan penderita akan
menurun bahkan penderita akan kehilangan stamina fisiknya.
Dalam mengelola penderita PPOK, di samping pemberian obat-obatan dan
penghentian merokok juga diperlukan terapi tambahan yang ditujukan untuk
mengatasi masalah tersebut yakni rehabilitasi medis, khususnya fisioterapi
pernapasan. Fisioterapi pernapasan adalah suatu tindakan dalam rehabilitasi medis
yang bertujuan mengurangi cacat atau ketidakmampuan penderita, dan diharapkan
penderita merasa terbantu untuk mengatasi ketidak mampuannya sehingga mereka
dapat mengurus diri sendiri tanpa banyak tergantung pada orang 1ain. Namun
sayangnya upaya ini kurang diminati oleh para dokter Bahkan seringkali dilupakan
orang.
.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Laporan ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat ujian Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kedokteran Keluarga Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit PPOK, penyebabnya
serta menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran keluarga dalam
mengatasi masalah penyakit dalam keluarga dan faktor masalah dalam
keluarga serta fungsi keluarga.
C. Manfaat
1. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai sarana bagi perencanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dan mengoptimalkan peranan Puskesmas.
2. Manfaat bagi Penulis
Sebagai sarana pembelajaran dan pengalaman dalam upaya peningkatan
pelayanan kesehatan dengan menerapkan ilmu-ilmu kedokteran keluarga.
3. Manfaat bagi Pembaca
Sebagai sarana ilmu pengetahuan dan pembelajaran serta informasi
tentang pelayanan kesehatan keluarga dan masyarakat.
BAB II
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
A. Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,
yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.
Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam
saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif, biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas
berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini
dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi
dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya (GOLD, 2007).
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru kronik
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversible atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun atau berbahaya (PDPI, 2003).
B. Epidemiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda
dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika
kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah
dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut ( PDPI, 2006 ). Insidensi pada
pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan
semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (Aditama, 2005).
C. Faktor Risiko
Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-
partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya (GOLD, 2007 ).
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK
bergantung pada “dosis merokok” nya, seperti umur orang tersebut mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut
merokok.
Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-
partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru
“terbakar”.
Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko
kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan
perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat
mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,
kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi
untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini
memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki angka kejadian
yang tinggi terhadap kejadian PPOK (Hansel and Barnes, 2003). Sehingga
IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar
ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor.
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
5. Infeksi saluran nafas berulang
6. Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa
ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh
perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal tersebut masih
kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok
wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok pria. Di
negara berkembang wanita lebih banyak terkena paparan polusi udara yang
berasal dari asap saat mereka memasak ( Hansel and Bernes, 2003)
7. Status sosioekonomi dan status nutrisi
Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-
kadang berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun
banyak penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium
memiliki prioritas utama (Hansel and Bernes, 2003)
8. Asma
9. Usia
Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan
10. Faktor Genetik
Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu
penyebab terjadinya PPOK (Sandford et al, 2002), meskipun penelitian
Framingham pada populasi umum menyebutkan bahwa faktor genetik
memberi kontribusi yang rendah dalam penurunan fungsi paru (Gottlieb et al,
2001).
D. Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas,
parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru
dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel
radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien
B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan
inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting
yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif
(Alsaggaf dkk, 2004).
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas
besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan
vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang
pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan
jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus.
Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya
siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan
menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan
peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang
menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada
parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.
Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa
terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh
darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang
pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan
infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah
lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding
pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004).
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran
napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak.
Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm)
menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena
metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan
hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas
disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006).
Konsep Patogenesis PPOK
E. Gejala klinis PPOK
Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan
batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :
1. Sesak Napas
Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan
lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah
berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.
2. Batuk Kronis
Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi
hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.
3. Sesak napas (wheezing)
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan
komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya
penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga
(exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang
atau sikatrik.
4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran
napas yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.
5. Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,
2004) .
F. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan :
1. Gambaran klinis :
a. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i
leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Keterangan :
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda:
- pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest
- fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
- perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah
- suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau
wheezing)
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) <
75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
Normal Hyperinflation
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh
darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.
Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru
Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama
2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru
setelah pemberian kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik
yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama
eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada
usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk
dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko.
Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran
udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004).
G. Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan klasifikasi (derajat) PPOK, yaitu:Tabel 2.2. Klasifikasi PPOK
Diagnosis Banding
PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma pasca TB paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal jantung kronik.Tabel 2.3. Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri pada PPOK, asma bronkial dan gagal jantung kronik
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi gejala, mencegah
eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan meningkatkan
kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang digunakan terdiri dari unsur edukasi, obat-
obatan, oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.
Penatalaksanaan PPOK meliputi 4 program tatalaksana:
1. Evaluasi dan monitor penyakit
2. Menurunkan faktor risiko
3. Tatalaksana PPOK stabil
4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah :
1. Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya
2. Menghindari faktor pencetus
3. Vaksinasi Influenza
4. Rehabilitasi paru
5. Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja
singkat antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama
(antikolinergik kerja lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid
dapat digunakan berdasarkan derajat PPOK.
6. Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen
7. Reduksi volume paru secara pembedahan atau endoskopi (transbronkial).
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat-obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah
kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih
bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah
inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Secara umum bahan
edukasi yang harus diberikan adalah :
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
- Cara pencegahan perburukan penyakit
- Menghindari pencetus (merokok)
- Penyesuaian aktifitas
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu.
Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi
yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan
hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena
PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.
Edukasi berdasarkan derajat penyakit:
Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara
lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah
2. Obat-obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap melalui saluran
nafas), nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator adalah : golongan antikolinergik,
golongan agonis beta-2, kombinasi antikolinergik dan beta-2 dan
golongan xantin.
b. Anti inflamasi
Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini
berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi. Dipilih golongan
metilpradnisolon atau prednison.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan untuk lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan
untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam
klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas
hidup. Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK
dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin.
e. Mukolitik (pengencer dahak)
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian jangka panjang.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati
3. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya.
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal
napas kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
intubasi atau tanpa intubasi.
5. Nutrisi
Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperaapni menyebabkan
terjadinya hipermetabolisme.
6. Rehabilitasi
Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan
dan memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini
dapat dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu
tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan
psikolog. Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan
latihan pernapasan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) Eksaserbasi Akut, PPOK sendiri memiliki karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua. Pada pasien didapatkan keluhan sesak yang semakin memberat saat aktivitas dan pasien merupakan seorang perokok aktif sejak usia muda.
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi : sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan warna sputum. Eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, dari anamnesa didapatkan pasien masuk dalam kategori II (eksaserbasi sedang) karena datang dengan sesak nafas yang dikeluhkan pasien sejak 1 bulan yang lalu dan dirasakan hilang timbul, sesak nafas dirasakan semakin memberat dalam 4 hari. Pasien mengaku juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3 bulan ini, semakin sering dirasakan dalam 4 hari ini.
Faktor risiko utama dari pasien adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.
Pada pasien seharusnya disingkirkan terlebih dahalu adanya infeksi pada paru lainnya. Untuk itu ada baiknya pasien harus dilakukan pemeriksaan BTA untuk mengetahui apakah pasien mengidap infeksi Tuberkulosis paru. Selanjutnya pasien juga harus dilakukan pemeriksaan spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) untuk mengetahui derajat keparahan PPOK pada pasien. Foto thorax juga harus dilakukan, unutk memastikan gambaran PPOK dan untuk melihat apakah gagal jantung juga terlibat. Terakhir, pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin, analisa gas darah juga dilakukan untuk melihat apakah asidosis respiratorik terjadi pada pasien.
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Pada pasien, di rujuk untuk mendapatkan perawatan dan penatalaksanaan yang adekuat. Untuk terapi medikamentosa pada pasien sebaiknya diberikan:
- O2 4 liter/menit nasal kanul- Posisi ½ duduk- Diet halus, tinggi protein- IVFD Glukosa D5% + Aminophilin drip 20 tetes/menit- Nebulizer salbutamol/ 8 jam- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam- Injeksi Metilprednisolon 62,5 mg/12 jam
Untuk terapi medikamentosa lainnya dapat diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang (Foto thorax, dan atau EKG) untuk melihat apakah gagal jantung juga terlibat. Untuk terapi non medikamentosa dapat dilakukan fisioterapi pernafasan pada pasien
A. Identitas
Nama : Ny. SH
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kricak kidul, RT 39 RW 9
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Berjualan di pasar
Pendidikan : -
No. RM : 01.2093
Tanggal kunjungan Puskesmas : 3 Oktober 2014
Tanggal kunjungan rumah I : 4 Oktober 2014
Tanggal kunjungan rumah II : 5 Oktober 2014
B. SUBJEKTIF
Keluhan Utama : kepala pusing, tengkuk terasa pegal, kaki terasa berat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kepala pusing dan tengkuk terasa pegal sejak 3
hari yang lalu. Rasa pusing dirasakan hilang timbul, terlebih bila pasien kurang
istirahat. Nyeri kepala dirasakan di kepala bagian bawah disertai kaku pada leher dan
bahu.
Rasa pusing dan nyeri kepala tidak diikuti dengan keluhan mata berkunang-
kunang, telinga tidak berdengung, pasien tidak mengeluarkan darah dari hidungnya.
Pasien juga mengeluh kaki terasa nyeri dan kaku sehingga terasa berat saat berjalan.
Pasien tidak ada keluhan mual, tidak muntah, nafsu makan tidak ada masalah, tidak
ada gangguan BAB dan BAK. Pasien mengaku jarang makan makanan hewani,
pasien tidak merokok.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku menderita hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Saat itu, pasien
mengeluh kepalanya terasa pusing dan seluruh badannya terasa pegal-pegal. Riwayat
merokok disangkal.
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat penyakit jantung : dibenarkan, suami
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
C. OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda utama :
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup
Suhu badan : afebris
Pernafasan : 20 x/menit, tipe torakal.
Status gizi :
BB : 73 kg
TB : 161 cm
BMI = BB (kg) : (TB)2
= 73 : (1,61)2
=28,1
BB kurang : < 18,5
BB normal : 18,5- 22,9
BB lebih : ≥23,0
Beresiko obes : 23,0-24,9
Obes I : 25,0-29,9
Obes II : ≥30
Pemeriksaan Kulit : turgor dan elastisitas dalam batas normal, kelainan
kulit (-), Sianosis (-)
Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : Mesosefal
- Rambut : hitam, beruban, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Pemeriksaan mata
- Palpebra : Edema (-/-),
- Konjungtiva : Anemis (-/-),
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
Pemeriksaan Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-)
Pemeriksaan Leher
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)
- Retraksi suprasternal : (-)
-JVP : tidak meningkat
Pemeriksaan Dada :
Depan : Kanan Kiri
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru
Auskultasi :
- Suara dasar :
vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing
(-), krepitasi (-)
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru
Auskultasi :
- Suara dasar :
vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-),
wheezing (-) krepitasi (-)
Belakang Kanan Kiri
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing
(-), krepitasi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-),
wheezing (-), krepitasi(-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea
midclavicula kiri, teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas : SIC II linea para sternalis
kanan.
Kiri atas : SIC II linea para sternalis
kiri.
Kanan
bawah
: SIC IV linea para sternalis
kanan.
Kiri bawah : SIC V linea midklavikula
kiri.
Auskultasi : S1 S2 reguler, Bising jantung (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-), venektasi
(-), sikatrik (-)
Auskultas
i
: Peristaltik usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), Hepatomegali (-),
nyeri tekan hepar (-), lien tak teraba
membesar, nyeri lepas tekan (-), massa (-),
Nyeri tekan suprapubik (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok kostovertebra (-),pekak
beralih (-), undulasi (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan
Tonus
Trofi
Edema
bebas
Normal
Eutrofi
-
bebas
Normal
Eutrofi
-
Bebas
Normal
Eutrofi
-
Bebas
Normal
Eutrofi
-
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan tanggal 20 September 2014
GDS : 137
Kolesterol total : 254
Trigliserida : 321
Asam urat : 6,4
F. DIAGNOSIS
Hipertensi primer grade I
Dislipidemia
Hiperuricemia
H. RENCANA PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologis
- Peerubahan pola makan
- Penurunan berat badan
BB : 73 kg
TB : 161 cm
Kebutuhan Kalori menurut rumus BROCCA
BB ideal = (TB-100)-10%(TB-100)
= (161-100)-10%(161-100)
= 54,9 kg
- Pengendalian stressor-stressor psikososial
- Menghindari factor resiko (merokok, alkohol)
- Program aktifitas fisik
- Mengompres sendi yang sakit dengan es dan mengistirahatkan selama 1 – 2
hari
2. Farmakologis
Amlodipin 5 mg 1x 1 tab
Simvastatin 0-0-1
Gemfibrozil 2x1 tab
Allopurinol 1x1 tab
Kalium diklofenak 2x1 (kalau perlu)