Download - Presentasi Kasus Besar Dr Heppy Sppd
PRESENTASI KASUS
ANEMIA ANAPLASTIK
Pembimbing:
dr. Heppy O., Sp. PD
Disusun oleh :
Angga Aswi Yanda G1A212135
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
ANEMIA APLASTIK
Disusun Oleh :
Angga Aswi Yanda G1A212135
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal : 12 November 2013
Dokter Pembimbing :
dr. Heppy O., Sp. PD
STATUS PENDERITA
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. M
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kesugihan RT 004/003
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk RSMS : 21 September 2013
Tanggal periksa : 24 September 2013
No.CM :299094
B. Anamnesis
Keluhan utama : Lemas
Keluhan tambahan
Kadang sesak, pusing, pucat.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan merasa lemas sejak 2 hari yang
lalu. Keluhan lemas ini sering dirasakan oleh pasien sejak 1 tahun yang lalu,
menyebabkan pasien sering dirawat dirumah sakit setempat untuk mendapat perawatan.
Keluhan memburuk dirasakan saat pasien sedang bekerja dan kelelahan, kemudian
pasien meringankan keluhan dengan cara beristirahat. Pasien tidak mengetahui asal mula
pasien mengalami keluhan. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu merasa sesak,
pusing,dan wajah pucat. Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi, kencing manis,
darah tinggi, mendapatkan terapi OAT dan alergi obat. Pasien menyangkal sedang
mendapatkan terapi pengobatan.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan yang sama : Diakui
2. Riwayat hipertensi : Disangkal
3. Riwayat DM : Disangkal
4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
5. Riwayat alergi : Disangkal
6. Riwayat mondok : Disangkal
7. Riwayat Pengobatan : Tidak ada
Riwayat penyakit keluarga
1. Riwayat keluhan yang sama : Disangkal
2. Riwayat sakit kuning : Disangkal
3. Riwayat hipertensi : Disangkal
4. Riwayat DM : Disangkal
5. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
6. Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat sosial ekonomi
1. Occupational
Saat ini pasien bekerja sebagai petani serabutan disawah. Pasien melakukan
aktivitasnya saat pagi dan sore hari. Pasien telah mengurangi aktifitasnya sejak
memiliki keluhan yang dirasakan
2. Diet
Pasien makan sehari 3 kali dengan nasi dan asupan serat dan protein seperti sayuran
dan telur. Pasien selalu minum teh saat pagi hari tanpa menggunakan gula.
3. Drug
Pasien menyangkal sedang dalam mendapatkan terapi pengobatan. Pasien tidak
mengonsumsi alcohol dan tidak merokok
C. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di bangsal Mawar kamar 3 RSMS, 24 September 2013.
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,6 0C
4. Berat badan : 69 kg
5. Tinggi badan : 55 cm
6. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+2 cm
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi : Dinding dada tampak simetris, tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri,
kelainan bentuk dada (-)
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+
Ronki basah halus -/-
Ronki basah kasar -/-
Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIV V 2 jari lateral LMCS
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari lateral LMCS dan kuat
angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas
superior
Ekstremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis + + + +
Reflek patologis - - - -
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 24 September 2013
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin : 7,5 g/dl ↓ (14 – 18 g/dl)
Leukosit : 1490/uL ↓ (4800 – 10800/ul)
Hematokrit : 21 % ↓ (42 – 52 %)
Eritrosit : 2,4x106/ul ↓ (4,7 – 6,1 x 106/ul)
Trombosit : 4.000/ul ↓ (150.000 – 400.000/ul)
MCV : 84.0 fL (79 – 99 fL)
MCH : 30.7 pg (27 – 31 pg)
MCHC : 36.6 % (33 – 37 %)
RDW : 14.3 % (11,5 – 14,5 %)
MPV : - (7.2 – 11.1 fL)
Hitung Jenis
Basofil : 0.0% (0.00 – 1.00 %)
Eosinofil : 0.0% ↓ (2.00 – 4.00 %)
Batang : 0.7% ↓ (2.00 – 5.00 %)
Segmen : 32.3% ↓ (40.0 – 70.0 %)
Limfosit : 64.4% ↑ (25.0 – 40.0 %)
Monosit : 4.0% (2.00 – 8.00 %)
E. Resume
1. Anamnesis
a. Lemas
b. Kadang sesak, pusing, pucat
2. Pemeriksaan fisik
a. Vital sign : TD: 130/80 mmHg
b. Leher : JVP 5+2 cm
c. Pemeriksaan mata
Conjungtiva anemis +/+
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Undulasi (-)
e. Ekstremitas
Ekstremitas superior dalam batas normal. Ekstrimitas inferior dalam batas normal
3. Pemeriksaan Penunjang
- Hemoglobin : 7,5 g/dl ↓ (14 – 18 g/dl)
- Leukosit : 1490/uL ↓ (4800 – 10800/ul)
- Hematokrit : 21 % ↓ (42 – 52 %)
- Eritrosit : 2,4x106/ul ↓ (4,7 – 6,1 x 106/ul)
- Trombosit : 4.000/ul ↓ (150.000 – 400.000/ul)
F. Diagnosis
Anemia Aplastik
G. Usulan Pemeriksaan Penunjang
Gambaran darah tepi
Core Biopsy Sumsum Tulang
H. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
1. Pembatasan cairan
2. Bentuk makanan lunak atau biasa, tergantung keadaan penderita
3. Kandungan protein bisa sampai 1 g/kg berat badan
4. Diet tinggi kalori (35 kal/kgBB/hari)
Farmakologi :
1. IVFD RL 20 tpm
2. Inj. Dexametason 2x1 amp
3. Inj. Metilprednisolon 3x12,5 mg
4. Tranfusi PRC 2 kolf
Monitoring
1. Tanda vital
2. Kadar Hemoglobin
I. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Definisi anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas
hemoglobin dan volume pada sel darah merah per 100 ml darah. Perubahan massa sel
darah merah menimbulkan 2 keadaan yang berbeda (Price & Wilson, 1994). Jika jumlah
sel darah merah berkurang maka timbul suatu keadaan yang kita kenal dengan anemia.
Sebaliknya jika jumlah massa sel darah merah terlalu banyak maka akan terjadi
polisitemia. Dapat disimpulkan dari definisinya bahwa anemia merupakan efek dari
perubahan patofisiologis, yang dapat diamati dari gejala fisik, anamnesa serta
pemeriksaan laboratorium. Aplastic anemia (hispoplastik) didefinisikan sebagai
pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sum-sum tulang (hoffbbrand et al, 2005)
Definisi yang lain menyebutkan bahwa anemia aplastik adalah suatu gangguan pada
sel-sel induk di sum-sum tulang yang dapat menimbulkan kematian (Price & Wilson,
1994).
II. Etiologi
Anemia aplastik memiliki angka insidensi sekitar 2-6 kasus per 1 juta penduduk
per tahun. Biasanya muncul pada usia 15-25 tahun tergantung letak geografis
wilayahnya. Di AS dan eropa sebagian besar pasien berumur antara15-24 tahun. Dari
cina dilaporkan bahwa sebagian besar kasus anemia aplastik mengenai perempuan
berumur > 50 tahun dan laki-laki berumur > 60 tahun. Perjalanan penyakit pada pria
lebih berat daripada perempuan (widjanarko dkk , 2004)
Penyebab anemia aplastik ada bermacam-macam, kebanyakan bersifat idiopatik
didapat (tanpa diketahui penyebabnya). Akan tetapi belakangan telah diketahui
penyebab anemia aplastik yang lain, seperti sinar radiasi, kemoterapi, obat-obatan
serta senyawa kimia tertentu(benzene). Penyebab yang lain adalah kehamilan,
hepatitis viral, dan fasciitis eosinofilik (widjanarko dkk, 2004). Di referensi lain
disebutkan bahwa penyebab anemia aplastik di bagi menjadi 2 yaitu penyebab primer
dan penyebab sekunder (Price & Wilson, 1994). Penyebab primer meliputi kongenital
( jenis fanconi dan non fanconi) dan idiopatik didapat, sementara penyebab sekunder
terdiri dari radiasi pengion karena pemajanan tidak sengaja (radioterapi, isotop
radioaktif, stasiun pembangkit tenaga nuklir), zat kimia (seperti benzene dan pelarut
organic lain, TNT, insektisida, pewarna rambut, klordan, DDT), obat-obatan
(busulfan, siklofosfamid, antrasiklin, nitrosourea), dan infeksi ( hepatitis virus). Agen
antineoplastik atau sitotoksik juga bisa menyebabkan terjadinya anemia aplastik
(Price & Wilson, 1994).
Pada penderita anemia aplastik biasanya disertai dengan adanya pansitopenia.
Penyebab pansitopenia itu sendiri adalah berkurangnya fungsi sum-sum tulang,
aplasia, leukemia akut, mielodisplasia, myeloma, infiltrasi oleh sel-sel limfoma, tumor
padat, tuberkolusis, anemia megaloblastik, hemoglobinuria paroksimal nokturnal
(PNH), mielofibrosis (jarang ditemukan), sindrom hemofagositik, meningkatnya
destruksi perifer, dan splenomegali
III. Epidemiologi
Anemia aplastik merupakan penyakit yang berat dan kasusnya jarang dijumpai.
The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study menemukan insiden
terjadinya anemia aplastik di Eropa sekitar 2 dari 1.000.000 pertahun. Insiden di Asia
2 sampai 3 kali lebih tinggi dibandingkan di Eropa. Di China insiden diperkirakan 7
kasus per 1.000.000 orang dan di Thailand diperkirakan 4 kasus per 1.000.000 orang.
Frekuensi tertinggi terjadi pada usia 15 dan 25 tahun, puncak tertinggi kedua pada
usia 65 dan 69 tahun.
IV. Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat dapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat (widjanarko dkk, 2004).
Anemia aplastik berat ditandai dengan : selularitis sum sum tulang. Anemia aplastik
sangat berat tanda-tandanya menyerupai anemia aplastik berat akan tetapi nilai hitung
neutrofilnya menunjukan angka peningkatan.
Dimasa lalu anemia aplastik dari segi etiologinya dapat diklasifikasikan menjadi 2
yaitu toksisitas langsung dan yang diperantarai imun. Toksisitas langsung meliputi
iatrogenic (radiasi dan kemoterapi), benzene, metabolit intermediate beberapa jenis obat.
Sedangkan penyebab yang diperantarai imun terdiri dari latrogenik (transfusion-
associated graft-versus-host disease), fasciitis eosinofilik, penyakit terkait hepatitis,
kehamilan, metabolit intermediate beberapa jenis obat,dan idiopathik
Anemia aplastik berat
Anemia aplastik sangat berat
Anemia aplastik bukan berat
- Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%
dengan <30% sel hematopoietik residu, dan
- Dua dari tiga kriteria berikut :
netrofil < 0,5x109/l
trombosit <20x109 /l
retikulosit < 20x109 /l
Sama seperti anemia aplastik berat kecuali
netrofil <0,2x109/l
Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia
aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum
tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari
tiga kriteria berikut :
- netrofil < 1,5x109/l
- trombosit < 100x109/l
- hemoglobin <10 g/dl
V. Patogenesis
Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah pengurangan yang
bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan pada sel
induk yang ada atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut, yang membuatnya tidak
mampu dan berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi sum-sum tulang (hoffbbrand et
al, 2005). anemia aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat
yang berlebihan (widjanarko dkk, 2004). Obat-obat yang diketahui dapat
menyebabkan anemia aplastik, dari antibiotik didapati nama kloramfenikol, kemudian
dari jenis hipoglikemik oral ada tolbutamid, didapati juga pada obat anti inflamasi
seperti fenilbutazon, dan yang terakhir diketahui dari obat antineoplastik yang
sebagian besar menyebabkan anemia aplastik seperti mekloretamin hidroklorida,
siklofosfamid, vinkristin, metotreksat, serta merkaptopurin.
Dari penyakit infeksi dilaporkan juga dapat menyebabkan anemia aplastik
baik sementara maupun permanen, seperti EBV, dengue, dan hepatitis virus. Pada
CMV melalui gangguan pada sel-sel stroma sum sum tulang dapat menekan produksi
sel sum sum tulang, sehingga mengakibatkan aplasia pada sum sum tulang yang
berujung pada terjadinya keadaan pansitopemia sehingga timbul anemia aplastik.
Pada kehamilan, terkadang ditemukan keadaan pansitopenia yang kemudian
disertai anemia aplastik sementara (widjanarko dkk, 2004). Kemungkinan terbesar
penyebabnya estrogen pada seorang dengan predisposisi genetik, adanya zat
penghambat dalam darah atau tidak ada perangsang hematopoiesis.
III. Manifestasi Klinis
Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Pada gejala
anemia ditemukan pucat, takikardia, bising jantung, cepat lelah, pusing, dan lain-lain.
Terkadang disertai dengan defisiensi trombosit dan sel darah putih. Defisiensi
trombosit dapat mengakibatkan ekimosis dan petekie, epistaksis, perdarahan saluran
cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat. Sedangkan
defisiensi sel darah putih menjadikan tubuh mudah terkena infeksi. (hoffbbrand et al,
2005)
IV. Penegakan Diagnosis
Pendekatan diagnosis anemia aplastik dilihat dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologis. Pendekatan diagnosis
mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan
kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan
penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan anemia aplastik, perjalanan penyakit termasuk semua
faktor yang dapat memperburuk. Gambaran klinik (keluhan subjektif dan
objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan
melibatkan banyak organ.
Gambaran klinis pasien anemia aplastik meliputi:
1) sesuai dengan penyakit yang mendasari
2) Dari anamnesis bisa kita dapatkan keluhan pasien mengenai gejala- gejala
Seputar anemia seperti lemah, letih, lesu, pucat, pusing, penglihatan
terganggu, nafsu makan menurun, sesak nafas serta jantung yang berdebar.
3) Selain gejala anemia bisa kita temukan keluhan seputar infeksi seperti
demam, nyeri badan ataupun adanya riwayat terjadinya perdarahan pada
gusi, hidung, dan dibawah kulit
4) pemeriksaan fisik akan kita dapatkan tanda-tanda dari gejala anemia
misalkan konjunctiva, mukosa serta ekstrimitas yang pucat.
5) Adanya perdarahan pada gusi, retina, hidung, kulit, melena dan
hematemesis (muntah darah). Dan juga tanda-tanda peradangan
Jenis Keluhan %
Pendarahan
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
83
80
69
36
33
29
26
23
19
13
Jenis Pemeriksaan Fisik %
Pucat
Pendarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali
100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0
b. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
Anemia yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan
tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah
tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat
ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Jumlah granulosit
ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan
penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada
lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit
kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil
kurang dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas
normal. Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit
atau trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang
didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya
hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi
red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini,
lini produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya
memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya
trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan
mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.
Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis,
termasuk erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni
myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang
dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.
2. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan
daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis.
Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini
lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan
peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel
yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan,
beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan
tetapi megakariosit rendah.
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan
gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat
kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat
hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi
sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi
diagnosis.
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari
30% sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari
20% pada individu yang berumur lebih dari 60 tahun. International Aplastic
Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum
tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel
hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.
VI. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat
granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan
kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien
. Manajemen Awal Anemia Aplastik
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi
penyebab anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak
dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan
infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi
granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.
Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas
pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu
transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin
dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid. Terapi standar untuk
anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-
faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang cocok (matched sibling donor),
faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus dipertimbangkan
untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresif atau
transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi
transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus
Host Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya
ditawarkan terapi imunosupresif. Suatu algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan
penatalaksanaan anemia aplastik.
2. Terapi suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed
red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien
dengan penyakit kardiovaskular. Resiko pendarahan meningkat bila trombosis
kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan
atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya
diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat
menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi
sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara
kandung). Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial
dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya.
Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
Prognosis
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah
absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang
dari 500/l (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah
netrofil kurang dari 200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap
imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik
tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa.
Anemia aplastik konstitusional merespon sementara terhadap androgen dan
glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi
sumsum tulang.
KESIMPULAN
1. Aplastic anemia (hispoplastik) didefinisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh
aplasia sum-sum tulang
2. Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat dapat diklasifikasikan
menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat
3. Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Pada gejala anemia
ditemukan pucat, takikardia, bising jantung, cepat lelah, pusing, dan lain-lain. Terkadang
disertai dengan defisiensi trombosit dan sel darah putih.
4. Prognosis anemia aplastik berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit.
DAFTAR PUSTAKA
Niazzi M, Rafiq F. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia. Available in
URL: HYPERLINK http://www.jpmi.org/org_detail.asp
Sembiring, Samuel PK. Anemia Aplastik. Available at: http:/www.morphostlab.com
(Diakses tanggal 5 Oktober 2013)
Hoffbrand,A.V., Petit,T.E., and Moss, P.A.H., Kapita Selekta Hemayologi, edisi 4, EGC. Jakarta
Wilson & Price, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4, Jakarta EGC.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Edisi IV. Jilid II.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006 : 627– 633
Widjanarko A., Sudoyo AW., Salonder H. 2006. ilmu penyakit dalam. Cetakan 4, Jakarta : EGC
Supandiman I. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni, 1997;95-101
Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI, 2006;637-43.