Download - Portofolio Abses Mammae
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : / dr. Meiresty Evasari
Nama Wahana : RSUD Lubuk Basung
Topik : Abses Mammae
Tanggal (Kasus) : 20 Oktober 2013
Nama Pasien : NS No. RM : 108529
Tanggal Presentasi : November 2013
Nama Pendamping : dr. Jun Almandri Y, M.Kes
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Lubuk Basung
Objektif Presentasi : - Keilmuan
- Diagnostik
- Dewasa
Deskripsi : Perempuan, usia 42 tahun, datang dengan keluhan
bengkak di payudara kanan sejak 10 hari SMRS
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Abses
Mammae
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
Data Pasien
Nama : NS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 42 tahun
No. MR : 108529
Data Utama Untuk Bahan Diskusi
1. Diagnosis : Abses Mammae Dextra
Gambaran Klinis :
Bengkak di payudara kanan sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit.
Bengkak disertai nyeri. Awalnya payudara hanya terasa nyeri saja,
lama kelamaan payudara memerah dan membengkak.
1
Pasien sedang menyusui bayi usia 1 bulan. Os mengaku payudaranya
sering penuh ASI karena anak kurang menyusu.
Demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi,
hilang timbul, tidak menggigil, dan tidak berkeringat.
Mual dan muntah tidak ada
Nafsu makan menurun sejak sakit.
Penurunan berat badan drastis tidak ada
Buang air kecil jumlah dan warna biasa
Buang air besar jumlah dan konsistensi biasa.
Pasien sudah berobat ke puskesmas dan diberi 3 macam obat (pasien
lupa nama obatnya). Karena tidak ada perbaikan pasien memutuskan
untuk pergi ke IGD RSUD Lubuk Basung.
.
2. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah berobat ke puskesmas dan diberi 3
macam obat (pasien lupa nama obatnya).
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : tidak pernah menderita sakit seperti ini
sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti ini. Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat keganasan.
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien seorang ibu rumah tangga.
Pemeriksaan Fisik :
a. Vital sign
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 38° C2
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 155 cm
Status Gizi : baik
Sianosis (-), pucat (-), ikterik (-)
b. Pemeriksaan sistemik
Kepala : dalam batas normal, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, ɸ 3 mm / 3 mm, refleks cahaya +/+ normal
THT : tidak ditemukan kelainan
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thoraks :
Jantung I : iktus tidak terlihat
Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Pe : batas jantung normal
A : irama murni, teratur, bising (-)
Paru I : normochest, simetris kiri = kanan
Pa : fremitus kiri = kanan
Pe : sonor
A : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Status Lokalis : Regio Mammae Dextra
I : tampak edema (+), eritema (+), kulit tampak
mengkilap
Pa : teraba panas, nyeri tekan (+), fluktuasi (+)
Abdomen :
I : tidak tampak membuncit
Pa : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Pe : timpani
Au : BU (+) normal
3
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik.
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb : 11,1 gr/dl
Leukosit : 14.200/mm3
Trombosit : 410.000/mm3
Ht : 33%
Gula darah sewaktu : 145 mg/dl
Kesan : Leukositosis
Foto thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
EKG : normal
Terapi
IVFD RL 20 tetes/menit
Ceftriaxon 1x2 gr iv
Metronidazol 3x500 mg iv
Ranitidin 2x1 amp iv
Ketorolac 3x1 amp drip
Rencana : insisi abses
Follow Up
21 Oktober 2013 (rawatan hari ke 1)
S/ Nyeri pada payudara kanan (+)
Demam (+)
mual dan muntah (-)
BAK dan BAB biasa
O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit4
Suhu : 37,7 ˚C
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Jantung : irama teratur, bising (-)
Paru : vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/-
Regio Mammae (D) :
I : tampak edema (+), eritema (+), kulit tampak mengkilat
Pa : teraba panas, nyeri tekan (+), fluktuasi (+)
Abdomen : distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, BU(+)
normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik
Terapi :
Pasien puasa
IVFD RL 20 tetes/menit
Ceftriaxon 1x2 gr iv
Metronidazol 3x500 mg iv
Ranitidin 2x1 amp iv
Ketorolac 3x1 amp drip
Rencana :
Insisi abses + necrotomy (pukul 14.00 WIB)
Konsul bagian Penyakit Dalam untuk toleransi operasi
22 Oktober 2013 (rawatan hari ke 2, post op hari ke 1)
S/ Nyeri pada luka operasi (+)
Demam (-)
mual dan muntah (-)
flatus (+)
BAK biasa
O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang
5
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Jantung : irama teratur, bising (-)
Paru : vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/-
Regio Mammae (D) : tampak luka operasi dibiarkan terbuka, tampon kasa
betadine (+), pus (+)
Abdomen : distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, BU(+)
normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik
Terapi :
IVFD RL 25 tetes/menit
Ceftriaxon 1x2 gr iv
Metronidazol 3x500 mg iv
Ranitidin 2x1 amp iv
Ketorolac 3x1 amp drip
Linoral 3x2 tab
25 Oktober 2013 (rawatan hari ke 5, post op hari ke 4)
S/ Nyeri pada luka operasi (+)
Mual (+) muntah (-)
Demam (-)
BAB dan BAK biasa
O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
6
Frekuensi nadi : 84 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,8 ˚C
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Jantung : irama teratur, bising (-)
Paru : vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/-
Regio Mammae (D) : tampak luka operasi dibiarkan terbuka, tampon kasa
betadine (+), pus (+)
Abdomen : distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, BU(+)
normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik
Terapi :
IVFD RL 28 tetes/menit
Ceftriaxon 1x2 gr iv
Ranitidin 2x1 amp iv
Ketorolac 3x1 amp drip
Linoral 3x2 tab
Antasid syr 3x1 c
27 Oktober 2013 (rawatan hari ke 7, post op hari ke 6)
S/ Nyeri pada luka operasi (+)
Mual (-) muntah (-)
Demam (-)
BAB dan BAK biasa
O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
7
Suhu : 36,8 ˚C
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Jantung : irama teratur, bising (-)
Paru : vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/-
Regio Mammae (D) : tampak luka operasi dibiarkan terbuka, tampon kasa
betadine (+), pus (+)
Abdomen : distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, BU(+)
normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik
Terapi :
Pasien boleh pulang
Kontrol ke Poli Bedah RSUD Lubuk Basung setiap hari untuk redressing
dan ganti tampon
Obat pulang :
o Ciprofloxacin 2x1 tab
o Metronidazol 3x1 tab
o Paracetamol 3x1 tab
o Linoral 3x2 tab
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
Dari anamnesis didapatkan keluhan bengkak di payudara kanan sejak 10
hari sebelum masuk rumah sakit. Bengkak disertai nyeri. Awalnya payudara
hanya terasa nyeri saja, lama kelamaan payudara memerah dan membengkak.
Pasien sedang menyusui bayi usia 1 bulan. Pasien mengaku payudaranya
sering penuh ASI karena anak kurang menyusu. Demam sejak 10 hari sebelum
masuk rumah sakit, demam tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, dan tidak
berkeringat. Nafsu makan menurun sejak sakit. Mual, muntah , penurunan
8
berat badan drastis tidak ada. BAK dan BAB biasa. Pasien sudah berobat ke
puskesmas dan diberi 3 macam obat (pasien lupa nama obatnya), karena tidak
ada perbaikan pasien memutuskan untuk pergi ke IGD RSUD Lubuk Basung.
2. Objektif
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran CMC, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 80
kali/menit, frekuensi nafas 24 kali/menit, dan suhu 38 ˚C. Pada mata
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pada leher tidak ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan paru dan jantung dalam batas
normal. Pada abdomen didapatkan supel, hepar dan lien tidak teraba, bising
usus normal. Pada ekstremitas didapatkan akral hangat, perfusi baik.
Pada pemeriksaan status lokalis yaitu pada regio mammae dextra, tampak
edema dan eritema pada mammae, kulit mammae tampak mengkilap. Pada
perabaan didapatkan fluktuasi, nyeri tekan, serta mammae teraba panas.
Dari pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium darah saat pasien masuk
menunjukkan kesan leukositosis (Hb: 11,1 gr/dl, Leukosit:14.200/mm3,
Trombosit: 410.000/mm3 , Ht: 33%, GDS : 145 mg/dl).
3. Assessment
Definisi
Abses mammae merupakan pengumpulan nanah lokal di dalam payudara,
yang merupakan komplikasi dari mastitis. Infeksi parenkimal kelenjar mammae
atau yang disebut dengan mastitis merupakan komplikasi antepartum yang jarang
terjadi namun terkadang ditemui pada masa nifas dan menyusui. Mastitis
bernanah dapat terjadi setelah minggu pertama pascasalin namun biasanya tidak
melewati minggu ketiga atau keempat.
.
Epidemiologi
9
Kejadian mastitis dilaporkan berkisar antara 2-33 % ibu menyusui dan
lebih kurang 10% kasus berkembang menjadi abses mammae, dengan gejala yang
semakin berat.
Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca
kelahiran, dengan sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% - 95% kasus
terjadi dalam 12 minggu pertama. Namun, mastitis dapat terjadi pada setiap tahap
laktasi, termasuk pada tahun kedua. Abses mammae juga paling sering terjadi
pada 6 minggu pertama pasca kelahiran, tetapi dapat timbul kemudian.
Etiologi dan Faktor Risiko
Organisme penyebab mastitis tersering adalah Staphylococcus aureus,
yaitu sebanyak 40% kasus yang ditemukan pada kultur. Pembentukan abses lebih
sering terjadi bila organisme penyebabnya adalah S. aureus. Organisme penyebab
lain yang juga sering ditemukan dan berhasil diisolasi adalah jenis stafilokok
negatif-koagulase dan streptokokus viridans. Sumber terdekat organisme
penyebab mastitis hampir selalu adalah hidung dan tenggorokan bayi. Saat
menyusui, organisme masuk ke payudara melalui puting, pada fisura atau daerah
yang mengalami aberasi, yang bisa jadi amat kecil.
Predisposisi dan faktor risikonya adalah primipara, stres, teknik menyusui
yang tidak benar sehingga pengosongan payudara tidak terjadi dengan baik,
pengisapan bayi yang kurang kuat, dan adanya luka pada puting payudara.
Manifestasi klinis
Gejala awal mastitis adalah demam, mialgia, dan nyeri pada payudara.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan payudara membengkak, mengeras, lebih
hangat, kemerahan dengan batas tegas, dan disertai rasa sangat nyeri. Mastitis
biasanya terjadi unilateral. Sekitar 10% wanita dengan mastitis mengalami abses,
dan gejala-gejala konstitusional yang mendahului abses mammae biasanya lebih
berat.
Dari tingkat radang ke abses dapat berlangsung sangat cepat oleh karena
radang duktulus-duktulus menjadi edematus, air susu terbendung, dan segera
10
bercampur dengan nanah. Kecurigaan klinis pertumbuhan abses dapat timbul, baik
akibat menetapnya demam dalam waktu 48-72 jam, atau pertumbuhan massa yang
teraba. Hal yang mengindikasikan diagnosis abses adalah deteksi adanya fluktuasi
dan nyeri pada palpasi disertai eritema di sekitarnya. Nyeri pada payudara
dirasakan bertambah hebat, kulit di atas abses mengkilap dan suhu tubuh tinggi.
Sonografi dapat membantu menegakkan diagnosis.
Penatalaksanaan
Penanganan utama mastitis adalah memulihkan keadaan dan mencegah
terjadinya komplikasi yaitu abses dan sepsis yang dapat terjadi bila penanganan
terlambat, tidak tepat, atau kurang efektif. Laktasi tetap dianjurkan untuk
dilanjutkan dan pengosongan payudara sangat penting untuk keberhasilan terapi.
Thomsen dkk (1984) mengamati bahwa pengeluaran ASI yang berlebih itu sendiri
merupakan suatu pengobatan yang cukup pada separuh kasus wanita dengan
mastitis. Pengobatan dini dan melanjutkan laktasi mampu menghindari
pembentukan abses. Bila payudara yang terinfeksi terlalu perih untuk disusukan,
dianjurkan untuk memompa payudara dengan lembut sampai menyusui dapat
dilakukan. Terkadang bayinya sendiri yang tidak mau menyusu pada payudara
yang sakit. Bila pemberian ASI dilakukan secara bilateral, yang terbaik adalah
mulai menyusui pada payudara yang tidak terinfeksi. Hal ini memungkinkan
pengeluaran ASI telah dimulai sebelum berpindah ke payudara yang lebih keras.
Terapi suportif seperti bed rest, pemberian cairan yang cukup, anti nyeri,
dan anti inflamasi sangat dianjurkan. Pemberian antibiotika secara ideal
berdasarkan hasil kepekaan kultur kuman yang diambil dari air susu sehingga
keberhasilan terapi dapat terjamin. Karena kultur kuman tidak secara rutin
dilakukan, secara empiris pilihan pengobatan pertama terutama ditujukan pada
stafilokokus aureus sebagai penyebab terbanyak dan streptokokus, yaitu dengan
penisilin tahan penisilinase (dikloksasilin), atau sefalosporin. Untuk yang alergi
penisilin digunakan eritromisin atau sulfa. Pada sebagian kasus antibiotika dapat
diberikan secara per oral dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada
umumnya dengan pengobatan segera dan adekuat gejala akan menghilang dalam
24-48 jam kemudian dan jarang terjadi komplikasi.11
Bila terjadi abses mammae dapat dilakukan insisi/sayatan untuk
mengeluarkan nanah dan dilanjutkan dengan drainase agar nanah dapat keluar
terus. Sayatan sebaiknya dibuat sejajar dengan duktus laktiferus untuk mencegah
kerusakan pada jalannya duktus tersebut.
4. Plan
Diagnosis : Abses Mammae Dextra
Pengobatan :
Pada saat masuk, pasien diberikan terapi IVFD RL 20 tetes/menit,
Ceftriaxon 1x2 gr iv, Metronidazol 3x500 mg iv, Ranitidin 2x1 amp iv, dan
Ketorolac 3x1 amp drip. Pada pasien direncanakan tindakan operatif berupa insisi
abses untuk mengeluarkan nanahnya. Sebelumnya pasien akan di konsulkan ke
bagian Penyakit Dalam terlebih dahulu untuk toleransi operasinya.
Pada hari rawatan pertama di bangsal bedah, pasien masih mengeluhkan
nyeri pada payudara kanan dan demam. Tindakan insisi abses akan dilakukan
pada siang harinya, untuk itu pasien dipersiapkan untuk operasi dan sudah disuruh
puasa. Terapi pada pasien ini tetap dilanjutkan.
Pada follow up hari rawatan kedua di bangsal bedah, post op hari pertama
pasien sudah tidak demam tapi masih mengeluhkan nyeri pada payudara kanannya
setelah operasi. Pasien sudah kentut dan sudah minum post op. Luka operasi pada
mammae dextra dibiarkan terbuka dan dipasang tampon kasa betadine.
Pengobatan pada pasien tetap dilanjutkan dengan obat yang sama seperti hari
sebelumnya, dan ditambah linoral 3x2 tablet untuk menghentikan ASInya
sementara agar luka operasinya tidak basah.
Pada hari rawatan kelima, pasien sudah tidak demam, tapi masih nyeri
pada payudara kanannya. Pasien juga mengeluhkan mual. Untuk itu pemberian
metronidazol di stop dan ditambahkan obat sirup antasid.
Pada hari rawatan ketujuh, pasien diperbolehkan pulang. Luka operasi
pasien belum ditutup dan masih dipasang tampon kasa betadine. Pasien diminta
kontrol setiap hari ke Poli Bedah RSUD Lubuk Basung untuk redressing dan ganti
tampon. Pada pasien diberikan obat pulang yaitu ciprofloxacin 2x1 tab,
metronidazol 3x1 tab, PCT 3x1 tab, dan linoral 3x2 tab.
12
Pendidikan :
Kepada pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyakit ini bahwa saat ini
keadaan pasien memerlukan tindakan pembedahan, dan untuk selanjutnya
diperlukan perawatan dan pengobatan untuk mempebaiki kondisi payudara
kanannya. Selain itu kepada pasien juga dijelaskan pentingnya melakukan
pemompaan ASI saat payudara penuh, teknik menyusui yang benar, serta
perawatan payudara yang baik.
Konsultasi
Dilakukan konsultasi kepada spesialis bedah untuk penanganan pasien
selanjutnya.
Daftar Pustaka :
1. De Jong, W. Payudara. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor:
Sjamsoehidajat, Wim De Jong. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005.
2. Gary Cunningham, F dkk. Masa Nifas. Dalam : Obstetri Williams. Edisi
21. Jakarta: EGC. 2005. hal 454-56.
3. Trapsila Purwaka, B. Demam Pascapersalinan. Dalam : Ilmu Kebidanan.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. hal 652-54.
4. Djamaloeddin. Mastitis. Dalam : Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. hal 482-83
13