POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN
DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI
Oleh :
M MUFLIH FIRMANSYAH
H 0403048
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN
DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI
Skripsi
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Oleh :
M MUFLIH FIRMANSYAH
H 0403048
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN
DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
M MUFLIH FIRMANSYAH
H 0403048
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal : 22 Desember 2009
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
D. Padmaningrum, SP, MSi NIP. 19720915 199702 2001
Anggota I
Emi Widiyanti, SP, MSi NIP. 19780325 200112 2001
Anggota II
Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD NIP. 19490320 197611 1001
Surakarta,
Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS
NIP. 19551217 198203 1003
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah dan nikmat kesehatan yang diberikan sehingga penulis dapat
melaksanakan dan menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Pola
Komunikasi dalam Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri”.
Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh
bantuan serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta
2. Ir. Kusnandar, MSi, selaku Ketua Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi, selaku Pembimbing Utama Skripsi
sekaligus Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis dalam penyusunan skipsi dan studi
4. Emi Widiyanti, SP, MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis sampai selesainya skripsi ini
5. Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD selaku dosen tamu yang telah memberikan
masukan dan saran atas penyelesaian skripsi ini
6. Seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten Wonogiri yang telah mengijinkan peneliti
untuk melakukan riset Program GERHAN di wilayah Kecamatan Pracimantoro.
7. Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu
penulis dalam menyusun skripsi ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kemajuan di masa mendatang. Ridho Allah SWT yang penulis
harapkan, semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ix
RINGKASAN x
SUMMARY ..................................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 6
B. Kerangka Teoritis .................................................................................. 35
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 39
B. Lokasi Penelitian .................................................................................. 39
C. Strategi Penelitian ................................................................................ 40
Surakarta, Februari 2010 Penulis
D. Metode Penentuan Cuplikan (sampling) .............................................. 40
E. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 44
G. Validitas Data ........................................................................................ 46
H. Teknik Analisis ..................................................................................... 47
IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam ...................................................................................... 50
B. Keadaan Penduduk .............................................................................. 51
C. Keadaan Pertanian ............................................................................... 56
D. Keadaan Kehutanan dan lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro ...... 58
E. Keadaan Perekonomian ....................................................................... 61
V. PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI
HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO ....... 63
VI. POLA KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI
HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO ......... 71
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 128
B. Saran ................................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 131
LAMPIRAN ............................................................................................. 135
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 51
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Pracimantoro 52
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pracimantoro 54
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Kecamatan Pracimantoro 55
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian 56
Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan Pertanian di Kecamatan Pracimantoro . 57
Tabel 7. Jumlah Produksi Komoditas Utama di Kecamatan Pracimantoro 58
Tabel 8. Luas Hutan Negara dan Hutan Rakyat di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 59
Tabel 9. Luas Lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 60
Tabel 10. Keadaan Sarana Perekonomian di Kecamatan Pracimantoro 61
Tabel 11. Data pembuatan Hutan Rakyat Sistem Pot 63
Tabel 12. Data Pelaksanaan GERHAN Tahun 2003 Hingga Tahun 2007 70
Tabel 13. Unsur Komunikasi Massa dalam Pelaksanaan Kegiatan GERHAN 74
Tabel 14. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Vertikal Dinas Hutbun 87
Tabel 15. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Horisontal Dinas Hutbun 88
Tabel 16. Unsur Komunikasi Organisasi Informal Dinas Hutbun 90
Tabel 17. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Vertikal Kelompok Tani 94
Tabel 18. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Horisontal Kelompok Tani 95
Tabel 19. Komunikasi Organisasi Informal Kelompok Tani dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro 96
Tabel 20. Unsur Komunikasi Kelompok 103
Tabel 21. Unsur Komunikasi Kelompok di Dinas Hutbun 107
Tabel 22. Unsur Komunikasi Kelompok di Kelompok Tani 109
Tabel 23. Unsur Komunikasi Kelompok di dalam Masyarakat 114
Tabel 24. Unsur Komunikasi Interpersonal 116
Tabel 25. Efektifitas Pola Komunikasi dalam Gerhan di Kecamatan Pracimantoro 125
Tabel 26. Efektifitas Pola Komunikasi dalam Gerhan di Kecamatan Pracimantoro per Kegiatan 126
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berfikir Pola Komunikasi dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten wonogiri ............................................... 38
Gambar 2. Triangulasi Data ................................................................................................. 47 Gambar 3. Model Analisis Interaktif ................................................................................... 48
Gambar 4. Bagan Model Komunikasi Massa dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro ................................................................................... 73
Gambar 5. Bagan Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri. ......................................................................................... 79
Gambar 6. Bagan Stuktur Organisasi Pelaksana Kegiatan GERHAN .................................. 84 Gambar 7. Bagan Struktur Organisasi kelompok Tani ........................................................ 93 Gambar 8. Model Struktur Jaringan Komunikasi Roda ....................................................... 98 Gambar 9. Model Komunikasi Kelompok Besar ................................................................... 104
Gambar 10. Pola Komunikasi dalam Pelaksanaan GERHAN di Pracimantoro Kabupaten Wonogiri ..................................................................... 127
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Identitas Informan ......................................................................... 135
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ..................................................................... 136
Lampiran 3. Transkrip Wawancara ..................................................................... 142
Lampiran 4. Peta Kecamatan Pracimantoro ....................................................... 170
Lampiran 5. Dokumentasi ................................................................................... 171
RINGKASAN
M Muflih Firmansyah. H0403048. “POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI”. Dibawah bimbingan D. Padmaningrum, SP, MSi dan Emi Widiyanti, SP, MSi.
Pengelolaan hutan dan lahan kritis yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi menyebabkan mundurnya kualitas lingkungan hidup. Bencana banjir, tanah longsor yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia merupakan dampak langsung dari pengelolaan hutan yang salah. Selain itu, sejak krisis moneter tahun 1997 hutan menjadi sumberdaya yang sangat potensial sebagai sumber devisa. Akan tetapi persoalannya adalah bagaimana mengembalikan hutan yang gundul direhabilitasi kembali sehingga kelak dapat menjadi sumber devisa yang sangat besar. Untuk itu perlu adanya usaha untuk merehabilitasi hutan serta lahan kritis untuk jangka panjang. Pada tahun 2003 pemerintah mencanangkan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL / GERHAN).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimatoro Kabupaten Wonogiri. Untuk mengetahui pola komunikasi dalam pelaksanaan GERHAN serta untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi yang dilakukan dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Lokasi penelitian di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri, dipilih dengan pertimbangan bahwa selain termasuk daerah tangkapan hujan Waduk Gajah Mungkur, sudah diikutkan dalam Gerhan sejak tahun 2003 dan merupakan wilayah terluas yang diikutkan dalam program GERHAN. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Metode penentuan cuplikan menggunakan teknik criterion-base selection. Sumber data berasal dari informan, arsip dan dokumen. Validitas data ditentukan dengan cara triangulasi data, serta teknik analisis menggunakan teknik analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro telah berlangsung sejak tahun 2003 dengan luasan total 1.675 hektar. Pola komunikasi yang digunakan meliputi pola komunikasi massa, pola komunikasi organisasi, pola komunikasi kelompok dan pola komunikasi interpersonal. Komunikasi massa digunakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan dalam melakukan rillis kegiatan, pola komunikasi organisasi digunakan dalam menjalankan roda organisasi dinas maupun kelompok tani, pola komunikasi kelompok digunakan dalam bimbingan teknis dan sosialisasi dan pola komunikasi interpersonal digunakan pada seluruh tahapan kegiatan. Penggunaan pola komunikasi dipandang efektif,
terlihat dari pesan yang disampaikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri sampai kepada petani. Petani mampu melaksanakan kegiatan pembuatan tanaman sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
SUMMARY
M Muflih Firmansyah. H0403048. " PATTERN OF COMMUNICATION IN THE
NATIONAL MOVEMENT OF FORESTRY AND LAND REHABILITATION PROGRAM IN PRACIMANTORO DISTRICT OF WONOGIRI REGENCY ". Under the guidance of D. Padmaningrum, SP, MSi and Emi Widiyanti, SP, MSi.
Management of forestry and critical land which doesn`t suit to the mean of conservation, cause the decline of the quality of environment. Floods and landslides which often occurred in several region of Indonesia constitute direct impact from wrong management of forestry exploitations. In addition, since monetary crisis in 1997s, forest becomes potential natural resources as huge income. For this purpose, it is necessary to hold effort s to rehabilitate forest and critical land for long term. On 2003 the government holds program of a national Movement for Forestry and Land Rehabilitation (GN-RHL/GERHAN).
This research aims to know the implementation of GERHAN in Pracimantoro district of Wonogiri regency. It aims to know the pattern of communication in the implementation of GERHAN, and also to study the effectiveness from the pattern of communication which is performed in national movement of forestry and land rehabilitation (GERHAN) in Pracimantoro district of Wonogiri regency.
The kind of this research is qualitative research. The location of the research is in Pracimantoro, Wonogiri regency which is selected with consideration that this region includes rain catchments of from Gajah Mungkur dam, it also has been involved in GERHAN program since 2003, and it is a widest area which is included in GERHAN program. The strategy used in this research is case study. The determination of cheating method uses a criterion-base selection technique. The source of data is derived from informers, archive, and documents. Validity of data is determined by the way of data triangulation, and analysis technique which is used, is interactive analysis technique.
The result of the research showed that the implementation of GERHAN in Pracimantoro regency have been lasting since 2003 with the width of the area 1.675 hectare. The patterns of the communication which is used, include mass communication pattern, organization communication pattern, group communication pattern, interpersonal communication pattern. Mass communication pattern is used by Forestry and Plantation service in doing release activity. Organization communication pattern is used in operating the wheel of organization of the agency and farmer group, in group communication pattern is used in technical guidance and socialization and interpersonal communication pattern is used in all of the stages of activities. The usage of communication pattern is considered effective, it is seen from the messages which is delivered by forestry and plantation agency of Wonogiri regency to the farmers. Farmers are able to carry out the activity of plant establishing according to the guidance which are given.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkurangnya lahan produktif serta luas hutan di Indonesia
secara umum menyebabkan berbagai masalah baik lingkungan hidup, sosial,
dan ekonomi. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(WALHI) Longgena Ginting mengatakan kerusakan hutan di Indonesia
mencapai 3,8 juta hektar setahun. Hal ini berarti dalam satu menit 7,2 hektar
hutan mengalami kerusakan. Dari tutupan hutan Indonesia seluas 130 juta
hektar, menurut World Reseach Institute 72 % hutan asli Indonesia telah
hilang yang berarti hutan Indonesia tinggal 28 %. Data Departemen
Kehutanan mengungkapan 30 juta hektar atau 25 % hutan di Indonesia telah
rusak parah. (Tempointeraktif, 2004).
Pengelolaan hutan dan lahan kritis yang tidak sesuai dengan kaidah
konservasi menyebabkan mundurnya kualitas lingkungan hidup. Bencana
banjir, tanah longsor yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia
merupakan dampak langsung dari pengelolaan hutan yang salah. Apabila hal
ini tidak dihadapi dengan serius maka bencana yang lebih besar telah siap
mengancam. Akar penyebab terjadinya bencana tersebut adalah karena
rusaknya lingkungan terutama di daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah
resapan yang juga merupakan daerah tangkapan hujan (catchment area).
Oleh karena itu upaya penanggulangan yang diperlukan adalah
mengembalikan kondisi daerah hulu kepada fungsinya sebagai daerah dapat
menahan limpasan air permukaan (run off) dan memperbaiki lingkungan fisik
dengan cara yang ramah lingkungan yaitu dengan rehabilitasi hutan dan
lahan.
Selain itu, sejak krisis moneter tahun 1997 hutan menjadi sumberdaya
yang sangat potensial sebagai sumber devisa. Akan tetapi persoalannya
adalah bagaimana mengembalikan hutan yang gundul direhabilitasi kembali
2
sehingga kelak dapat menjadi sumber devisa yang sangat besar. Untuk itu
perlu adanya usaha untuk merehabilitasi hutan serta lahan kritis untuk jangka
panjang. Pada tahun 2003 pemerintah mencanangkan program Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL / GERHAN) melalui Surat
Keputusan Bersama 3 Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat,
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang
Politik dan Keamanan No: 09/KEP/MENKO/KESRA/III/2003, No:
KEP.16/M.EKON/03/2003, No: KEP.08/MENKO/POLKAM/III/2003 tentang Tim
Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional
(TKPLRRN), dengan sasaran 3 juta hektar selama 5 tahun (2003-2007).
Secara umum program GN-RHL/ GERHAN ini memiliki tujuan untuk
mengembalikan fungsi hutan yang telah rusak, menanggulangi bencana
banjir, tanah longsor, bencana kekeringan secara terpadu. Program ini
melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), akademisi, serta masyarakat petani. Ruang lingkup
kegiatan GERHAN meliputi perencanaan, pembuatan tanaman (reboisasi,
hutan rakyat, hutan kota, turus jalan, dan penghijauan lingkungan),
pengembangan model RHL (Rehabilitasi Hutan dan Lahan), pembuatan
bangunan konservasi tanah, pembinaan dan pengendalian.
Proses yang panjang membutuhkan pengawasan serta pengendalian
secara rutin agar program yang telah berjalan tidak akan berhenti di tengah
jalan. Maka dalam program GERHAN diperlukan evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan. Evaluasi juga berfungsi sebagai alat kontrol
pemeliharaan hasil kegiatan GERHAN sendiri. Dengan adanya pemeliharaan
berarti terdapat usaha untuk mencapai tujuan utama program GERHAN,
dengan kata lain pemeliharaan berarti tidak mensia-siakan usaha yang
ditempuh masyarakat serta pemerintah untuk merehabilitasi hutan dan
lahan kritis.
3
Tindak lanjut penanaman hutan rakyat dengan melakukan
pemeliharaan merupakan langkah yang harus dilaksanakan oleh semua pihak
yang terlibat dalam program GERHAN. Pihak-pihak yang terlibat memiliki
peran sendiri-sendiri. Peran optimal dapat dicapai bila masing-masing pihak
dapat memahami dan menjalankan fungsi masing-masing dalam program
GERHAN dengan baik. Pelaksanaan yang melibatkan banyak komponen,
termasuk berbagai organisasi menuntut komunikasi yang terjalin haruslah
efektif. Komunikasi tidak hanya menyangkut individu dengan individu tetapi
juga antara kelompok dengan individu maupun organisasi, sehingga
dimungkinkan banyak pola komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan
program. Pola komunikasi yang digunakan menentukan tersebarnya
informasi secara luas dan keefektifitasan dalam mempengaruhi perilaku
masyarakat sasaran.
Penelitian dengan judul Pola Komunikasi dalam Program Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro
Kabupaten Wonogiri dirasa perlu untuk dilakukan. Karena penelitian
mengkaji pola komunikasi yang terdapat dalam pelaksanaan program
tersebut, mengingat program GERHAN merupakan usaha untuk
merehabilitasi hutan dan lahan kritis yang ditujukan untuk kemakmuran
rakyat.
B. Rumusan Masalah
Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) pada hakikatnya usaha
untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis serta konservasi tanah dan air.
Dimulai dengan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota untuk secara swakarsa dan
swadaya melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi
sumberdaya lahan yang dikelolanya.
4
Pelaksanaan GERHAN di Kabupaten Wonogiri dari tahun 2003 hingga
2007 sendiri meliputi seluruh kecamatan dengan luas total lahan 198.651 ha.
Dalam pelaksanaannya program GERHAN melibatkan pihak Pemerintah
melalui Dinas Pertanian Sub Lingkungan Hidup Kehutanan dan
Pertambangan, masyarakat petani sekitar hutan, organisasi kemasyarakatan,
maupun stakeholder yang lain. Pemerintah sebagi pembuat kebijakan
memberikan aturan-aturan pelaksanaan program GERHAN. Masyarakat
sebagai pelaku utama, organisasi kemasyarakatan sebagai pengawas
pelaksanaan kebijakan, dan stakeholders yang mendukung kegiatan. Untuk
Kabupaten Wonogiri, Kecamatan Pracimantoro merupakan wilayah terluas
yang dilibatkan dalam program GERHAN, yaitu seluas 1.700 ha.
Diperlukan koordinasi yang mantap serta komunikasi yang efektif di
antara pihak-pihak yang terkait dengan program GERHAN. Kebijakan yang
dibuat pemerintah harus dapat tersosialisasikan kepada masyarakat maupun
stakeholder yang terkait dan pemerintah harus mengetahui perkembangan
pelaksanaan program agar dapat segera ditindaklanjuti. Untuk mendapatkan
komunikasi yang efektif, diantara pihak yang terlibat menggunakan pola
komunikasi tertentu. Penggunaan pola komunikasi disesuaikan dengan
kondisi ataupun situasi dari proses komunikasi.
Begitu pentingnya komunikasi menjadikan komunikasi sebagai salah
satu hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan program ini.
Keberhasilan suatu program yang melibatkan banyak pihak akan sangat
dipengaruhi oleh kelancaran jalannya komunikasi antar unit yang ada dalam
sistem tersebut. Adanya komunikasi berarti menyatukan arah tujuan yang
hendak akan dicapai bersama, komunikasi menyediakan alat-alat untuk
mengambil keputusan, melaksanakan keputusan, menerima umpan balik dan
mengoreksi tujuan.
Sehingga dari uraian tersebut dapat dibuat perumusan masalah sebagai
berikut :
5
1. Bagaimanakah pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri?
2. Bagaimana pola komunikasi yang diterapkan dalam pelaksanaan program
Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro?
3. Bagaimana efektifitas pola komunikasi yang diterapkan dalam program
Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro
Kabupaten Wonogiri?
6
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, adapun tujuan-tujuan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
2. Mengkaji pola komunikasi yang diterapkan dalam program Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten
Wonogiri.
3. Mengkaji efektifitas pola komunikasi yang diterapkan dalam program
Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro
Kabupaten Wonogiri.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk belajar serta memperdalam
pemahaman tentang materi perkuliahan yang selama ini telah
disampaikan terutama yang berkaitan dengan program GERHAN, serta
untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi Pemerintah, diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan
bahan-bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berkaitan
dengan program GERHAN.
3. Bagi peneliti lain, dapat dipergunakan sebagai pembanding dalam
menyusun penelitian sejenis.
7
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hutan
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1997 arti hutan
dirumuskan sebagai “suatu lapangan bertumbuhkan pohon-pohonan
yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati
beserta alam lingkungannya dan ditetapkan pemerintah sebagai hutan.”
(Tinjauan Pustaka.mht, 2001).
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun
1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Berdasarkan fungsinya hutan dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu :
a. Hutan Produksi, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
b. Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai sistem penyangga kehidupan, Mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara
kesuburan tanah.
c. Hutan Konservasi, yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya.
Hutan merupakan asosiasi kehidupan baik tumbuh-tumbuhan
(flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang
bertingkat tinggi dengan luas sedemikian rupa serta memiliki kerapatan
tertentu dan menutupi areal, sehingga dapat membentuk iklim mikro
tertentu (Arief, 1994).
8
Hutan sebagai sumberdaya alam memiliki potensi untuk
mencegah krisis pangan,energi dan lingkungan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hutan merupakan life support system
(penyangga kehidupan), karena selain kayu hutan masih menyimpan
banyak kekayaan, diantaranya air, jasa wisata, gondorukem, rotan,
damar, minyak atsiri serta hasil-hasil yang lain. Data perum perhutani
tahun 2007 menyebutkan bahwa hasil hutan bukan kayu baru
memeberikan kontribusi 25 % terhadap pendapatan total ( Nasution,
2008).
Menurut Widianto (2003) hutan merupakan sistem penggunaan
lahan yang tertutup dan tidak ada campur tangan manusia. Masuknya
kepentingan manusia secara terbatas misalnya pengambilan hasil hutan
untuk subsisten tidak mengganggu hutan dan fungsi hutan. Tekanan
penduduk dan ekonomi yang semakin besar mengakibatkan pengambilan
hasil hutan semakin intensif (misalnya penebangan kayu) dan bahkan
penebangan hutan untuk penggunaan yang lain misalnya perladangan,
pertanian atau perkebunan. Gangguan terhadap hutan semakin besar
sehingga fungsi hutan juga berubah. Ditambahkan, bahwa hutan memiliki
beberapa fungsi bagi kehidupan manusia. Fungsi-fungsi tersebut antara
lain sebagai berikut :
a. Penghasil kayu bangunan (timber)
Di hutan tumbuh beraneka spesies pohon yang menghasilkan
kayu dengan berbagai ukuran dan kualitas yang dapat dipergunakan
untuk bahan bangunan (timber). Kayu bangunan yang dihasilkan
mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi.
b. Sumber Hasil Hutan Non-kayu (Non Timber Forest Product = NTFP)
Tingkat biodiversitas hutan alami sangat tinggi dan
memberikan banyak manfaat bagi manusia yang tinggal di sekeliling
hutan. Selain kayu bangunan, hutan juga menghasilkan beraneka
6
9
hasil yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, sayuran dan
keperluan rumah tangga lainnya (misalnya rotan, bambu dsb).
c. Cadangan karbon (C)
Salah satu fungsi hutan yang penting adalah sebagai cadangan
karbon di alam karena C disimpan dalam bentuk biomasa
vegetasinya. Alih-guna lahan hutan mengakibatkan peningkatan
emisi CO2 di atmosfer yang berasal dari hasil pembakaran dan
peningkatan mineralisasi bahan organik tanah selama pembukaan
lahan serta berkurangnya vegetasi sebagai lubuk C (C- sink).
d. Habitat bagi fauna
Hutan merupakan habitat penting bagi beraneka fauna dan
flora. Konversi hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan
lainnya akan menurunkan populasi fauna dan flora yang sensitif
sehingga tingkat keanekaragaman hayati atau biodiversitas
berkurang.
e. Filter
Kondisi tanah hutan umumnya remah dan memiliki kapasitas
infiltrasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya masukan bahan
organik ke dalam tanah yang terus menerus dari daun-daun, cabang
dan ranting yang berguguran sebagai seresah, dan dari akar tanaman
serta hewan tanah yang telah mati. Dengan meningkatnya infiltrasi
air tanah dan penyerapan air oleh tumbuhan hutan serta bentang
lahan alami dari hutan, maka terjadi pengurangan limpasan
permukaan, bahaya banjir, dan pencemaran air tanah. Jadi hutan
berperan sebagai filter (saringan) dan pada peran ini sangat
menentukan fungsi hidrologi hutan pada kawasan daerah aliran
sungai (DAS).
f. Sumber tambang dan mineral berharga lainnya
10
Seringkali di bawah hutan terdapat berbagai bahan mineral
berharga yang merupakan bahan tambang yang bisa dimanfaatkan
untuk berbagai kebutuhan hidup manusia. Namun sayang,
pemanfaatan bahan tambang itu seringkali harus menyingkirkan
hutan yang ada di atasnya.
g. Lahan
Hutan menempati ruangan (space) di permukaan bumi, terdiri
dari komponenkomponen tanah, hidrologi, udara atau atmosfer,
iklim, dan sebagainya dinamakan ‘lahan’. Lahan sangat bermanfaat
bagi berbagai kepentingan manusia sehingga bisa memiliki nilai
ekonomi yang tinggi.
h. Hiburan
Manfaat hutan sebagai tempat hiburan ini jarang dibicarakan
karena sulit untuk dinilai dalam rupiah. Banyak hutan dipakai sebagai
ladang perburuan bagi orang yang memiliki hobi berburu. Hutan
dapat merupakan sumber pendapatan daerah dengan adanya eco-
tourism yang akhir-akhir ini cukup ramai memperoleh banyak
perhatian pengunjung baik domestik maupun manca negara
(Widianto, 2003).
Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan saat ini
penebangan hutan sering dilakukan dengan intensitas sangat tinggi
menyebabkan masa bera (masa pemulihan) menjadi lebih pendek
dan bahkan dialih-gunakan menjadi non hutan. Karena singkatnya
masa bera, kayu yang dihasilkan tidak layak sebagai bahan bangunan
tetapi hanya dapat dipakai sebagai kayu bakar yang nilai ekonominya
jauh lebih rendah. Masa bera yang singkat menyebabkan perubahan
iklim mikro sehingga banyak spesies sensitif asal hutan berkurang
populasinya dan akhirnya punah. Manfaat atau fungsi hutan bagi
11
kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung ternyata
sangat banyak dan beragam. Hutan tidak sekedar sebagai sumber
kayu dan hasil hutan yang memberikan manfaat ekonomi, tetapi
menjadi habitat bagi fauna dan flora serta menjadi penyeimbang
lingkungan. Beralihnya sistem penggunaan lahan dari hutan alam
menjadi lahan pertanian, perkebunan atau hutan produksi atau
hutan tanaman industri mengakibatkan terjadinya perubahan jenis
dan komposisi spesies di lahan bersangkutan. Hal ini membawa
berbagai konsekuensi terhadap berbagai aspek biofisik, sosial dan
ekonomi (Widianto, 2003).
Pengelolaan hutan bukan hanya sekedar menetapkan hutan
sebagai perlindungan tanah iklim, sumberdaya air dan pemenuhan
kebutuhan kayu dan produk lainnya. Tetapi pengelolaan hutan harus
ditujukan untuk mendayagunakan semua lahan demi kepentingan
negara bahkan negara lain. Pemerintah melalui surat keputusan
Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.677/Kpts-II/1998
menyebutkan bahwa pengelolaan hutan kemasyarakatan diberikan
kepada masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumberdaya hutan
sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki dalam jangka waktu tertentu (Arief, 1994).
Hutan sebagi sumber daya yang sangat potensial dengan
berbagai macam manfaatnya. Hutan juga sangat potensial dengan
kerusakan. Hutan memiliki daya tarik tersendiri bagi manusia.
Sehingga manusia secara besar-besaran mengeksplorasi hutan untuk
keperluan pembangunan. Seringkali dalam proses pemanfaatan
hutan manusia meninggalkan berbagai kerusakan yang justru akan
menurunkan fungsi hutan dan pada akhirnya akan memberikan
dampak negatif bagi manusia itu sendiri.
12
Efek negatif dari pemanfaatan hutan yang tak terkendali
tersebut antara lain:
a. Efek rumah kaca dan global warming
Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi
fosil (akan menyebabkan kenaikan gas Co2 (karbon dioksida) di
atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin lama akan semakin
banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan yang mempunyai
sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar matahari
yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat
dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi. Akibatnya
energi panas akan dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh
lapisan Co2 (karbon dioksida) tersebut, sehingga terjadi pemanasan di
permukaan bumi. Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau
perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus
maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es di
kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan
berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan
wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah yang
kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering (Edwards,
1991). Khaerul Tanjung (2006) menambahkan, lebih jauh lagi dari
efek tersebut dapat berdampak pada pergeseran musim terutama di
daerah tropik.
b. Kepunahan species
Hutan merupakan habitat penting bagi beraneka fauna dan
flora. Konversi hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan
lainnya akan menurunkan populasi fauna dan flora yang sensitif
sehingga tingkat keanekaragaman hayati atau biodiversitas
berkurang (Widiyanto, 2003).
c. Erosi dan banjir
13
Pembalakan hutan secara besar-besaran mengakibatkan
tumbuhnya rumput dan alang-alang. Jenis tanaman ini sangat kecil
sekali resistensinya dalam menahan air saat musim hujan. Dengan
kata lain akar tanaman tidak dapat menahan tanah yang jenuh
dengan air. Selain itu, penyebab yang lain adalah DAS (daerah aliran
sungai) yang berdaya dukung rendah, ditandai dengan perubahan
tata guna lahan dari daerah tangkapan hujan dengan koeffisien aliran
permukaan (koefisien run off rendah berubah menjadi tanah terbuka
dengan koeffisien run off tinggi (sebagian besar air hujan menjadi
aliran permukaan) (Arifin, 2008).
2. Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN)
Program Gerakan Rehabilitasi Hutan (GERHAN) diselenggarakan
untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan
dan lahan dengan pendekatan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit
pengelolaannya selain kegiatan vegetatif, program GERHAN juga
melakukan kegiatan sipil teknis seperti pembuatan dam penghambat,
saluran pelimpasan dan teras. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GN-GERHAN) bertujuan melakukan upaya rehabilitasi hutan dan
lahan secara terpadu dan terencana dengan melibatkan semua instansi
pemerintah terkait, swasta dan masyarakat, agar kondisi lingkungan hulu
sungai kembali berfungsi sebagai daerah resapan air hujan yang baik.
Dengan demikian diharapkan bencana hidrometeorologi yaitu banjir,
tanah longsor dan kekeringan dapat dicegah atau paling tidak dapat
dikurangi (BPDAS-AGAMKUANTAN, 2007).
Program Gerakan Rehabilitasi Hutan (GERHAN) merupakan
bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada
kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk
mengisi kesenjangan ketika sistem perlindungan tidak dapat
mengimbangi hasil sitem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi
14
deforestasi dan degredasi fungsi hutan dan lahan. Program Gerakan
Rehabilitasi Hutan (GERHAN) merupakan bagian dari sistem pengelolaan
hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai.
Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem
perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sitem budidaya hutan dan
lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degredasi fungsi hutan dan lahan
(Hidayat, 2003).
Penyelenggaran GERHAN terdiri dari unsur pemerintah, swasta
dan masyarakat yang harus diposisikan sesuai peranannya. Pemerintah
sebagai regulator, dinamisator, fasilitator dan supervisor kegiatan
GERHAN. Dunia usaha/swasta diperankan sebagai pembangunan/
pengembangan ekonomi dan pencipta lapangan kerja yang berbasis
GERHAN, sedangkan masyarakat sebagai inisiator, pelaku dan pengelola
kegiatan GERHAN termasuk pengamanan dan pemanfaatan hasilnya. Di
tingkat wilayah kerja GERHAN (dalam kawasan dan luar kawasan hutan)
yang berbasis pemberdayaan masyarakat, penyuluh lapangan
(kehutanan, pertanian, koperasi) serta tokoh masyarakat dijadikan
sebagai pendamping masyarakat untuk membangun dan menguatkan
kelembagaannya sebagai sarana membuat perencanaan dan pelaksanaan
pengawasan GERHAN (Hidayat, 2003).
Wilayah GERHAN didasarkan kepada wilayah DAS yang ditentukan
pada wilayah DAS prioritas. Pada wilayah DAS prioritas terpilih harus
ditetapkan tujuan melaksanakan GERHAN karena setiap DAS mempunyai
karakteristik tersendiri, kontribusi terhadap sektor lain serta memberikan
dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Wilayah DAS tersebut terbagi
menjadi wilayah administratif propinsi, kab/kota, dan wilayah kerja
GERHAN. Dalam pengelolaan wilayah DAS dikenal kelas kemampuan
lahan yang didasari oleh kajian-kajian teknis rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah. Tujuan pokok GERHAN DAS yang dimaksud antara lain
15
pengamanan umur teknis dan umur ekonomis waduk, pencegah longsor
dan banjir dalam rangka pengamanan jalur ekonomi dan investasi publik
di daerah hilir, penghambatan sedimentasi untuk mencegah
pendangkalan sungai dan mempertahankan kondisi tanah sebagai unsur
produksi yang berdampak pada pengembangan ekonomi wilayah
(Hidayat,2003).
Pola penyelenggaraan gerhan meliputi kawasan dalam hutan
negara dan luar hutan negara dilaksanakan dengan pendekatan pola
subsidi/biaya penuh, pola intensif dan pola Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Model.
Pola intensif dalam kawasan hutan negara terdiri dari kegiatan:
a. Reboisasi
b. Reboisasi pengkayaan
c. Rehabilitasi mangrove dan hutan pantai dalam kawasan hutan
Pola rehabilitasi hutan model dalam kawasan hutan negara terdiri dari :
a. Konservasi jenis tanaman langka / tanaman unggunkan setempat
dengan silvikultur intensif
b. Model pengembangan rehabilitasi hutan pola khusus (meranti)
c. Model rehabilitasi mangrove pola rumpun berjarak
d. Rehabilitasi hutan pada daerah tangkapan air (DTA) waduk dan danau
prioritas
Pola intensif di luar kawasan hutan negara meliputi :
a. pembuatan hutan rakyat
b. pengkayaan hutan rakyat
c. rehabilitasi mangrove dan hutan pantai
d. penghijauan lingkungan
Pola subsidi / biaya penuh dilaksanakan dengan memberikan bantuan
biaya untuk semua komponen kegiatan perancangan , pengadaan bahan
dan bibit, penanaman, pemeliharaan I dan II kepada masyarakat
16
/kelompok tani pelaksana di daerah tertinggal sesuai dengan ketentuan
yang berlaku meliputi:
a. pembuatan hutan rakyat pada daerah tertinggal
b. pengkayaan hutan rakyat pada daerah tertinggal
c. pembuatan hutan kota
d. penanaman turus jalan
e. pembuatan hutan rakyat pada DTA waduk dan danau prioritas
f. pembuatan green belt
Rehabilitasi lahan pola model meliputi:
a. hutan rakyat pola hibah (block grant)
b. model silvikultur intensif konservasi jenis tanaman langka/unggulan
setempat dengan silvikultur intensif
c. model rehabilitasi mangrove pola rumpun berjarak
d. model hutan rakyat sistem pot
e. model pembuatan tanaman hasil hutan bukan kayu (HHBK)
Bangunan konversi tanah/sipil teknis dilakukan di luar kawasan hutan
negara. Sasaran lokasi kegiatan adalah daerah yang memenuhi kriteria
teknis sesuai dengan kebutuhan upaya untuk melindungi,
mempertahankan dan meningkatkan daya dukung dan produktifitas
tanah dan air sebagai penyangga kehidupan.
Kebijakan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan serta perbaikan
lingkungan yang sifatnya terpadu, menyeluruh, bersama-sama dan
terkoordinasi dengan melibatkan semua stakeholders melalui suatu
perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi yang efektif
dan efisien. Strategi penyelenggaraan GERHAN adalah :
a. Memadukan kemampuan Pusat, mendayagunakan Pemerintah
Daerah, menggerakan peran serta masyarakat dan swasta dengan
kepeloporan TNI di lapangan.
17
b. Diselaraskan dengan upaya penekanan laju kerusakan hutan dan
lahan.
c. Diprioritaskan pada hutan dan atau lahan kritis yang menimbulkan
daya rusak besar.
d. Diterapkan sistem monitoring dan evaluasi terbuka dan menerus
dengan menggunakan analisis citra satelit.
e. Dipilih jenis tanaman yang akrab dengan kehidupan masyarakat
setempat.
Dalam rangka meningkatkan keberhasilan GERHAN diperlukan
upaya yang terkoordinasi dalam menjaga, merehabilitasi dan menanam
kembali hutan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka pada tingkat
nasional dibentuk Tim Koordinasi Nasional beranggotakan lembaga
pemerintah Departemen /Non Departemen yang bersifat lintas sektor.
Tim Nasional Rehabilitasi dan Reboisasi Hutan bertugas:
a. Mengkoordinasikan penyusunan kebijakan dan langkah-langkah
pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi sertasosialisasi perbaikan
lingkungan melalui rehabilitasi dan reboisasi hutan.
b. Menyusun petunjuk teknis perbaikan lingungan melalui rehabilitasi
dan reboisasi hutan.
c. Menyelesaikan masalah-masalah dalam rangka perbaikan lingkungan
melalui rehabilitasi dan reboisasi hutan.
d. Mengkoordinasikan penyiapan dukungan anggaran baik untuk
pencegahan maupun penanaman (DEPHUT, 2007).
Untuk mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan
keselarasan kebijakan dan program di Provinsi untuk mendukung
penyelenggaraan GERHAN di daerah, maka dibentuk Tim Pengendali
GERHAN Provinsi yang beranggotakan instansi terkait, dibentuk dan
ditetapkan oleh Gubernur. Tugas Tim Pengendali GERHAN Provinsi adalah
melakukan koordinasi, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta
18
melaporkan hasil-hasil pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur
(DEPHUT,2007).
Untuk mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan
keselarasan kebijakan dan program di Kabupaten/Kota untuk mendukung
pelaksanaan GERHAN, maka dibentuk Tim Pembina Gerhan
Kabupaten/Kota yang beranggotakan instansi atau dinas terkait yang
dibentuk dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Tugas Tim Pembina
Gerhan Kabupaten/Kota adalah melaksanakan sosialisasi dan
penyebarluasan informasi, pembinaan dan bimbingan teknis terhadap
pelaksanaan kegiatan fisik lapangan, pengawasan dan pengendalian serta
melaporkan hasil tugasnya kepada Bupati/Walikota (DEPHUT, 2007).
Kelembagaan masyarakat merupakan modal dasar masyarakat
yang dapat mendorong individu anggota masyarakat bekerjasama untuk
mencapai tujuan bersama berdasarkan pranata sosial, yang diwujudkan
dalam bentuk pengakuan terhadap kepemilikan, batas-batas
kewenangan, perangkat aturan perwakilan dalam masyarakat. Lembaga
dimaksud meliputi kelompok tani, tokoh masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), dan atau organisasi masyarakat (ormas) serta badan
usaha. Lembaga-lembaga tersebut diharapkan mendukung dan
berpartisipasi aktif dalam kegiatan gerhan. Pada tahun 2007 peran LSM
sebagai advisor pemberdayaan masyarakat yang ditempatkan pada satker
Dinas Kabupaten/Kota (DEPHUT, 2007).
3. Komunikasi
Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah
komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu
communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya
communis, yang bermakna umum atau bersama-sama. Sarah Trenholm
dan Artur Jensen mendefinisikan komunikasi demikian : “a process by
which a source transmits a message to a receiver through some channel.”
19
(komunikasi adalah suatu proses dimana sumber mentranmisikan pesan
kepada penerima melalui beragam saluran). Hoveland mendefinisikan
komunikasi demikian : “The process by which an individual (the
communicator) transmits stimuli (usually verbal symbol) to modify, the
behaviour of other individu.”. Komunikasi adalah proses individu
mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain
(Wiryanto, 2006).
Menurut Wilbur Schrarmm bahwa apabila kita sedang
berkomunikasi sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu
kebersamaan (commonest) dengan seseorang, yaitu kita berusaha
berbagi informasi, ide atau sikap. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan
kesamaan (commonest); kesepahaman antara sumber sumber (source)
dengan penerima (receiver-audience)-nya. Sebuah komunikasi akan
benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan
lain-lain persis sama seperti apa yang dikehendaki oleh penyampai
(Suprapto, 2006).
Joseph A. Devito mengemukakan komunikasi adalah transaksi.
Dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses di mana
komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa komunikatornya
beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan. Dalam
setiap proses transaksi, setiap elemen berkaitan secara integral dengan
elemen lain. Elemen-elemen komunikasi saling bergantung, tidak pernah
independen, masing-masing komponen saling mengait dengan komponen
lain. Tidaklah mungkin antara sumber, pesan dan penerima berdiri
sendiri. Tidak mungkin ada sumber tanpa penerima, tidak ada pesan
tanpa sumber dan bahkan tidak terjadi umpan-balik tanpa ada penerima
(Suprapto,2006).
20
Untuk lebih memahami fenomena komunikasi, maka digunakan
model-model komunikasi. Model adalah representasi suatu fenomena,
baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting
fenomena tersebut (Mulyana, 2007). Model pada dasarnya adalah
anologi yang mengabstrakkan dan memilih bagian dari keseluruhan,
unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan
model. Sejalan dengan itu model dimungkinkan dapat diobservasi
mengenai interaksi unsur vital bebas dari pencampuradukkan unsur yang
tidak penting (Rahmat, 1993). Model komunikasi dapat dikatakan
sebagai gambaran yang sistematis dan abstrak. Fungsinya untuk
menerangkan potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan beragam
aspek dari suatu proses. Model adalah suatu cara untuk menunjukkan
sebuah objek yang mengandung kompleksitas proses di dalamnya dan
hubungan antara unsur-unsur pendukungnya (Wiryanto, 2006).
4. Unsur komunikasi
Komunikasi antar manusia hanya terjadi jika ada seseorang
menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya
komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan,
media, penerima, dan efek. Aristoteles menyebut bahwa suatu proses
komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukung, yaitu siapa yang
berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan.
Sedangkan Claude E. Shannon dan Warren Weaver menyatakan bahwa
terjadinya proses komunikasi memerlukan lima unsur yang
mendukungnya, yakni pengirim, transmiter, signal, penerima dan tujuan.
Kesimpulan ini didasarkan studi mengenai pengiriman pesan lewat radio
dan telepon. Secara lebih sederhana David K. Berlo memformulasikan
unsur komunikasi yang lebih sederhana dan biasa dikenal dengan nama
SMCR, yakni Source (pengirim), Message (pesan), Chanel (saluran-media),
dan Receiver (penerima) (Hafied, 2005).
21
a. Sumber
Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa
inggrisnya disebut source, sender atau encoder. Dalam komunikasi antar
manusia, sumber bisa terdiri satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk
kelompok, misalnya organisasi (Hafied, 2005).
Vardiansyah mendefinisikan komunikator sebagai manusia berakal budi
yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasinya.
Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari : 1). Satu orang; 2). Banyak
orang dalam pengertian lebih dari satu orang (kelompok kecil, kelompok
besar/publik, organisasi) serta 3). Massa (Padmaningrum et al; 2005).
b. Pesan
Pesan yang dimaksudkan dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang
disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara
tatap muka atau dengan menggunakan media komunikasi. Isinya dapat berupa
pengetahuan, informasi, hiburan, nasihat atau propaganda. Pesan juga sering
diterjemahkan dengan kata message, content atau information (Hafied, 2005).
c. Saluran Komunikasi dan Media
Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk
sampai kepada komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan komunikator dapat
sampai kekomunikannya, yaitu tanpa media (nonmediated communication yang
berlangsung face to face, tatap muka) atau dengan media (mediated
communication). Media yang dimaksud adalah media komunikasi. Media
merupakan bentuk jamak dari medium. Medium komunikasi diartikan sebagai
perantara yang senganja dipilih komunikator untuk menghantarkan pesannya
agar sampai pada komunikan. Jadi, unsur utama dari media komunikasi adalah
pemilihan dan penggunaan alat perantara yang dilakukan komunikator secara
sengaja. Artinya, hal ini mengacu kepada pemilihan dan penggunaan teknologi
media komunikasi (Vardiansyah dalam Padmaningrum et al; 2005).
22
Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari
sumber kepada penerima. Indera manusia dan saluran komunikasi seperti
telepon, surat, telegram digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.
Komunikasi massa, media adalah alat yang dapat digunakan untuk
menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana
setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarkan. Media dalam
komunikasi massa dibedakan menjadi dua macam, yakni media cetak dan
elektronik. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah, buku, leaflet,
spanduk, buletin, brosur, stiker serta bentuk-bentuk hasil cetakan lain.
Sedangkan media elektronik antara lain radio, film, televisi, video recording,
komputer, electronic board, audio dan semacamnya.selain itu kegiatan dan
tempat-tempat tertentu yang banyak ditemui dalam masyarakat pedesaan, bisa
juga dipandang sebagai media komunikasi sosial, misalnya rumah-rumah ibadah,
balai desa, arisan, panggung kesenian, dan pesta rakyat (Hafied, 2005).
d. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirimkan oleh
sumber. Penerima bisa tediri dari satu atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok,
partai atau negara. Komunikasi dipahami bahwa dalam prosesnya keberadaan
penerima adalah akibat karena adanya sumber, tidak ada penerima jika tidak ada
sumber. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena itu
yang menjadi sasaran komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima,
akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut
perubahan, apakah pada sumber, pesan ataukah pada saluran (Hafied, 2005).
e. Efek
Efek komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator
dalam diri komunikannya. Efek komunikasi dapat diukur dengan membandingkan
antara pengetahuan, sikap dan tingkah laku sebelum dan sesudah komunikan
menerima pesan. Karena efek adalah salah satu elemen komunikasi yang sudah
diinisiatifkan oleh komunikator. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri
23
komunikan, antara lain: 1). Kognitif (seseorang menjadi tahu tentang sesuatu) 2).
Afektif (sikap seseorang terbentuk) 3). Konatif (tingkah laku, yang membuat
seseorang bertindak melakukan sesuatu) (Hafied, 2005).
De Fleur dalam Hafied (2005) menyebutkan bahwa efek adalah
perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima
sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada
pengetahuan, sikap dan tingkahlaku seseorang. Oleh karena itu efek dapat
diartikan sebagai perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap
dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.
f. Umpan balik
Umpan balik adalah salah satu bentuk pengaruh yang berasal dari
penerima, akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain
seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai kepada penerima. Misalnya
sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat
yang digunakan untuk mengirim pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai
kepada tujuan, hal-hal tersebut yang menjadi tanggapan balik yang diterima oleh
sumber (Hafied, 2005).
g. Lingkungan
Lingkungan adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi
jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu
lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi
waktu.
Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi
hanya bisa dilakukan kalau tidak terdapat rintangan fisik. Lingkungan
sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi, politik yang bisa
menjadi kendala tejadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa,
kepercayaan, adat istiadat dan status sosial. Dimensi psikologis adalah
pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam berkomunikasi. Dimensi
waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan
24
komunikasi. Banyak proses komuniksi tertunda karena pertimbangan
waktu, namun perlu diketahui karena dimensi waktu maka informasi
memiliki nilai (Hafied, 2005).
Komunikasi memiliki ruang lingkup yang luas sehingga setiap
komunikasi yang dilakukan pada saat yang berbeda pada tempat yang
berbeda pada lingkungan yang berbeda merupakan bentuk komunikasi
yang berbeda pula, hal ini terkait dengan konteks komunikasi. Konteks
komunikasi merupakan semua faktor di luar orang-orang yang
berkomunikasi, yang terdiri dari : (1). Aspek fisik meliputi: iklim, cuaca,
bentuk ruangan warna dinding, penataan tempat duduk, jumlah peserta
komunikasi, alat yang teredia untuk menyampaikan pesan; (2). Aspek
psikologis meliputi: sikap, prasangka, emosi para peserta komunikasi; (3).
Aspek sosial meliputi: norma kelompok, nilai sosial, karakteristik budaya;
(4). Aspek waktu berhubungan dengan kapan kita berbicara. Indikator
yang paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasar
konteksnya atau tingkatannya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam
komunikasi. (Mulyana,2007).
5. Pola Komunikasi
Littlejohn (2002) mengungkapkan bahwasannya pola komunikasi
merupakan penggunaan berbagai bentuk komunikasi dengan variasi
tertentu. Bentuk yang dimaksud meliputi komunikasi interpersonal,
komunikasi grup, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.
Komunikasi interpersonal berhubungan dengan komunikasi antar
orang-orang, biasanya dengan face to face (bertatap muka), suasana
pribadi. Komunikasi kelompok relatif pada interaksi beberapa orang
dalam kelompok kecil dan biasanya dalam pengambilan keputusan.
Komunikasi organisasi terjadi dalam jaringan kerjasama yang luas dan
termasuk di dalamnya hampir seluruh aspek baik komunikasi
interpersonal maupun komunikasi grup/ kelompok. Komunikasi
25
organisasi meliputi topik seperti struktur dan fungsi organisasi, hubungan
antar manusia, komunikasi dan proses mengorganisasi, dan budaya
organisasi. Komunikasi massa berhubungan dengan komunikasi publik.
Komunikasi interpersonal, grup/ kelompok, dan komunikasi organisasi
termasuk dalam proses komunikasi massa (Littlejohn, 2002).
a. Komunikasi antarpribadi (interpersonal)
Komunikasi antarpribadi (interpersonal) menurut Wiryanto (2006)
didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka
antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan
orang. Deddy Mulyana (2007) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal
adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan
setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara
verbal ataupun non verbal. Sehingga komunikasi antar pribadi merupakan
penyampaian pesan antara orang-orang dalam situasi tertentu baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan bahasa verbal maupun non verbal.
Dengan demikian komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk mempegaruhi
atau membujuk orang lain.
Gerald Miller dan M. Steinberg dalam Wiryanto (2006) mengatakan
bahwa komunikasi interpersonal adalah proses sesungguhnya dari penetrasi
social. Artinya bila komunikator meneruskan hubungan mereka, yakni jika
komunikator termotivasi untuk melakukan usaha melanjutkan hubungannya, dan
keterampilan antarpribadi mereka cukup memadai untuk memungkinkan
pertumbuhannya, maka hubungan itu akan mengalami perubahan secara
kualitatif. Ketika perubahan-perubahan itu menyertai pengembangan hubungan,
pertukaran-pertukaran komunikasi akan meningkatkan hubungan antarpribadi.
Dapat dikatakan informasi-informasi yang dimiliki digunakan secara bersama,
26
sehingga komunikasi antarpribadi peranan yang cukup besar untuk mengubah
sikap.
Salah satu asumsi terbesar mengenai teori sistem komunikasi
interpersonal adalah hubungan antar individu. Hubungan antar individu
didefinisikan sebagai interaksi diantara partisipan. Hubungan antara partisipan
tersebut sangat mendalam. Sehingga untuk menjelaskan mengenai hubungan
interpersonal ini tidak dapat dipisahkan antara komunikator dengan komunikan.
Tidak dipandang sebagai individu tetapi pada interaksi diantara individu (Neuliep,
1997).
Liliweri mengungkapkan komunikasi antar pribadi memiliki fungsi-fungsi
sebagai berikut: (1). Manusia berkomunikasi untuk menemukan kebutuhan
biologis dan psikologis; (2). Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban
social; (3). Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal
balik; (4). Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan menjaga kulaitas diri
sendiri. Pengambilan keputusan meliputi penggunaan informasi dan pengaruh
yang kuat orang lain. Jika dikaitkan dengan komunikasi maka terdapat dua aspek
dari fungsi pengambilan keputusan yaitu manusia berkomunikasi untuk membagi
informasi dan manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain (Amanah,
2006).
Sedangkan De Vito menjelaskan bahwa efektivitas komunikasi
antarpribadi dengan menekankan lima kualitas yaitu keterbukaan, empati, sifat
mendukung, sifat positif dan kesetaraan. Keterbukaan mengacu sedikitnya tiga
aspek yaitu: komunikatir antar pribadi yang efektif harus terbuka kepada orang
yang diajak berinteraksi; kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur
terhadap stimulus yang datang; dan kepemilikan perasaan dan pikiran sehingga
harus bertanggung jawab atas apa yang dilontarkan. Empati sebagai kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada suatu saat
tertentu (merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya). Komunikasi
yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung, tanpa suasana
27
mendukung maka komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung. Sikap positif dalam komunikasi antarpribadi ada dua cara yakni
menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang menjadi teman
kita berinteraksi. Terakhir komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila
suasananya setara artinya harus ada pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama
bernilai dan berharga serta masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang
penting untuk disumbangkan (Amanah,2006).
b. Komunikasi kelompok
Deddy Mulyana (2007) mendefinisikan kelompok sebagai suatu
perkumpulan orang yang memilki tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama
lain untuk mencapai tujuan bersama (adanya saling ketergantungan), mengenal
satu sama lainnya, memandang merekasebagai sebagian dari kelompok tersebut,
meskipun setiap anggota boleh jadi punya peran berbeda. Dengan demikian,
komunikasi kelompok merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil
(small group communication), bersifat tatap muka. Umpan balik dari seorang
peserta dalam komunikasi kelompok masih dapat diidentifikasi dan ditanggapi
secara langsung oleh peserta lainnya. Komunikasi kelompok dengan sendirinya
melibatkan juga komunikasi antarpribadi.
Komunikasi kelompok oleh banyak kalangan dinilai sebagai
pengembangan dari komunikasi antarpribadi. Trenholm dan Jensen dalam
Wiryanto (2006) mengatakan bahwa komunikasi antara dua orang yang
berlangsung secara tatap muka, biasanya bersifat spontan dan informal. Peserta
satu sama lain menerima umpan balik secara maksimal. Peserta komunikasi
berperan secara fleksibel sebagai pengirim dan penerima. Setelah orang ketiga
bergabung dalam interaksi tersebut, berakhirlah komunikasi antarpribadi, dan
berubah menjadi komunikasi kelompok kecil.
Komunikasi kelompok terbagi menjadi komunikasi kelompok kecil dan
komunikasi kelompok besar. Robert F. Bales dalam Effendi (2000)
mendefinisikan komunikasi kelompok kecil adalah sejumlah orang yang terlibat
28
dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka
(face-to-face meeting) di mana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan
antara satu dengan yang lain yang cukup kentara, sehingga dia-baik pada saat
timbulnya pertanyaan maupun sesusahnya- dapat memberikan tanggapan
kepada masing-masing sebagai perseorangan. Sedangkan komunikasi kelompok
besar adalah kelompok komuikan yang jumlahnya banyak, dalam situasi
komunikasi hampir tidak terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan
secara verbal misalnya: ceramah, pidato, tabligh akbar dan sebagainya.
Komunikasi kelompok timbul karena adanya kebutuhan individu-individu
untuk membandingkan pendapat, sikap, keyakinan dan kemampuan mereka
sendiri dengan orang lain. Menurut dorongan-dorongan yamg dirasakan
seseorang untuk berkomunikasi tentang suatu kejadian dengan anggota lain
dalam kelompok akan meningkat bila ia menyadari tidak setuju dengan suatu
kejadian, apabila kejadian itu semakin menjadi penting dan apabila sifat
keterikatan kelompok menjadi meningkat. Selain itu dorongan-dorongan untuk
mengadakan penyesuian untuk merubah posisi kita dalam struktur sosial
kelompok atau untukberpindah kelompok juga merupakan motivasi bagi kita
untuk berkomunikasi (Goldberg & Larson dalam Amanah, 2006).
Sesudah membuat keputusan, anggota kelompok akan berkomunikasi
satu sama lain untuk mendapat informasi yang menghasilkan pengertian yang
sesuai dengan hasil keputusan. Apabila keputusan kelompok berlawanan dengan
pendapat perorangan atau kepercayaan individu dari anggota kelompok, tingkah
laku komunikasi dari anggota tersebut mungkin akan mengarah kepada
percobaan untuk mengurangi ketidaksesuaian atau kesalahpahaman antara
pandangan umum dengan pandangan pribadi (Goldberg &Larson dalam Amanah,
2006).
De Vito menerangakan bahwa kelompok pemecah masalah merupakan
sekumpulan individu yang bertemu untuk memecahkan masalah atau untuk
mencapai suatu keputusan mengenai beberapa maslah tertentu. Tahapan dalam
29
diskusi pemecahan masalah meliputi: (1). Identifikasi dan analisis masalah; (2).
Menyusun kriteria untuk mengevaluasi pemecahan masalah yang terdiri dari
kriteria praktis dan kriteria nilai; (3). Identifikasi pemecahan yang mungkin; (4).
Evaluasi pemecahan; (5). Memilih pemecahan terbaik; (6). Pengujian pemecahan
terbaik (Amanah, 2006).
Peran tugas kelompok merupakan peran yang mampu membuat
kelompok mampu memfokuskan secara lebih spesifik dalam mencapai tujuan
kelompok. Peran membina dan mempertahankan kelompok merupakan fungsi
untuk mendukung agar hubungan interpersonal anggota dalam kelompok
berjalan efektif. Peran individual adalah peran yang menghambat kelompok
dalam mencapai tujuannya karena lebih berorientasi pada individu dari pada
kelompok. Sementara itu fungsi pemimpin antara lain: mengaktifkan interaksi
kelompok; mempertahankan interaksi efektif; menjaga para anggota berada
pada jalurnya; memastikan kepuasan anggota; merangsang evaluasi pernbaikan;
dan mdenyiapkan anggota untuk berinteraksi (De Vito dalam Amanah, 2006).
c. Komunikasi organisasi
Organisasi adalah sebuah kelompok individu-individu yang
diorganisasikan untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah individu sangat
beragam antara organisasi satu dengan organisasi lain. Selain jumlah individu,
tingkat struktur juga sangat beragam dari organisasi satu dengan organisasi yang
lain. Dalam struktur yang ketat, peran dan posisi setiap orang berada dalam
hierarki yang didefinisikan dengan jelas. Di dalam organisasi dengan struktur
yang longgar, peran bisa bergantian, dan status hierarki bisa juga kurang jelas
dan relatif kurang penting. Sehingga komunikasi organisasi dapat didefinisikan
sebagai pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam
kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto,2006).
Selain bersifat formal dan informal, komunikasi organisasi juga
berlangsung dalam jaringan yang lebih besar, lebih besar dari komunikasi
30
kelompok. Oleh karena itu organisasi dapat diartikan sebagai kelompok dari
kelompok-kelompok. Komunikasi organisasi sering kali melibatkan komunikasi
diadik, komunikasi antarpribadi, dan ada kalanya juga komunikasi komunikasi
publik. Komunikasi formal ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi
horisontal, sedangkan komunikasi informal tidak tergantung pada struktur
organisasi (Mulyana, 2007).
Diantara sifat formal dan informal terdapat sifat non formal. Sutarto
(1991) menjelaskan sifat nonformal merupakan kegiatan penataan warta antara
pejabat dilakukan antara resmi dan tidak resmi. Artinya penyampaian warta atau
informasi bersifat resmi namun dalam penyampaiaannya dalam kondisi tidak
resmi. Komunikasi nonformal biasanya terdiri dari cara yang singkat dan baru,
cara yang lebih baik untuk melaksanakan pekerjaan, dikembangkan dan
diprakarsai oleh anggota-anggota yang mengerti pekerjaan terbaik.
Karena organisasi merupakan kumpulan dari individu-individu yang
diorganisasikan, serta berada dalam hierarki yang ketat maka untuk
menyelesaikan tugas maupun untuk menuju pencapaian tujuan maka organisasi
perlu membuat sebuah jaringan komunikasi. Jaringan menurut Wiryanto (2006)
adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke
orang lain. Ditambahkan lagi bahwa jaringan komunikasi dapat dilihat dari dua
perspektif. Pertama, kelompok kecil sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya
akan mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur
jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini merupakan system komunikasi
umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan pesan dari satu
orang ke orang lain. Kedua, jaringan komunikasi dapat dipandang sebagai
struktur formal yang diciptakan oleh organisasi sebagai sarana komunikasi
organisasi.
Josep A. De Vito (dalam Wiryanto, 2006) membagi struktur jaringan
komunikasi ke dalam lima struktur sebahgai berikut:
1. Struktur Lingkaran
31
Struktur lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota
posisinya sama,mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang
sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa
berkomunikasi dengan dua anggota lain yang terdekat.
2. Struktur Roda
Struktur roda memiliki pemimpin yang jelas, yaitu posisinya di
pusat. Pemimpi merupakan satu-satunya orang yang dapat
mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena
itu, jika seorang anggota ingin berkomunikasi dengan anggota lain,
maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya.
3. Struktur Y
Struktur Y relative kurang tersentralisasi dibandingkan struktur
roda, tetapi lebih tersentralisasi dibandingkan pola yang lainnya.
Pada struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas, satu anggota
yang lain berperan sebagai pemimpin kedua (orang dari bawah).
Anggota ini dapat mengirimkan dan menerima pesan dari dua
orang lainnya. Komunikasi ketiga anggota lainnya hanya dengan
satu orang lainnya.
4. Struktur Rantai
Struktur rantai sama dengan struktur lingkaran, akan tetapi
anggota yang di bagian ujung hanya dapat berkomunikasi dengan
satu orang saja. Keadaan terpusat juga terapat di sini. Yang berada
di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin daripada
mereka yang berada di posisi lain.
5. Struktur Semua Saluran
Struktur semua saluran atau pola bintang hampir sama denga
struktur lingkaran, dalam arti semua anggota adalah sama, dan
semuanya memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi
anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran,
32
setiap anggota bisa berkomunikasi dengan yang lainnya. Pola ini
memungkinkan adanya partisipasi anggota secara maksimal.
d. Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa,
baik cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik (radio, televisi, internet),
biaya relatif mahal, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang
dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah orang yang tersebar di banyak
tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan
secara cepat, serentak dan selintas (khususnya media elektronik). Meskipun
khalayak ada kalanya menyampaikan pesan kepada lembaga (dalam bentuk
saran-saran yang sering tertunda), proses komunikasi didominasi lembaga,
karena lembagalah yang menentukan agendanya. Komunikasi pribadi,
komunikasi kelompok, komunikasi publik, dan komunikasi oraganisasi
berlangsung juga dalam proses mempersiapkan pesan yang disampaikan media
massa (Mulyana, 2007). Sedangkan menurut Jalaluddin Rahmat (2005)
komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heteogen, dan anonym melalui media cetak
atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan
sesaat.
Komunikasi massa terdiri dari unsur-unsur sumber (source), pesan
(message), saluran (channel), penerima (receiver), serta efek (effect). Unsur
sumber terdiri dari lembaga atau organisasi atau orang yang bekerja dengan
fasilitas lembaga (institutionalized person). Yang dimaksud dengan
instutionallized (lembaga atau organisasi) adalah perusahaan surat kabar, stasiun
radio, stasiun televisi, studio film, penerbit buku atau majalah. Adapun yang
dimaksud dengan person adalah redaktur surat kabar. Prinsip kerja organisasi
tidak berbeda dengan komunikator individual. Organisasi juga bertindak sebagai
decoder, enterprenter, dan encoder. Dengan demikian organisasi memiliki ratio
output yang apa yang dapat dilakukan oleh komunikator perseorangan. Unsur
33
pesan dalam komunikasi massa dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat
besar sehingga dapat menjangkau audience yang sangat banyak (Wiryanto,
2006).
Unsur saluran dalam komunikasi massa menyangkut semua peralatan
mekanik untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa. Tanpa saluran
tersebut pesa dikomunikasikan tida dapat menyebar secara luas, cepat dan
simultan. Media yang mempunyai kemampuan tersebut ialah surat kabat,
majalah, radio, televisi, dan internet. Saluran yang dimaksud di sini bukanlah
aspek teknis media melainkan aspek psikologis sosialnya. Sebagai contoh adalah
kapasitas. Ciri-ciri dari masing-masing media adalah membawakan pesan
komunikasi, fungsi, dan peranannya dalam kehidupan sosial, psikologis
masyarakat, serta efek yang ditimbulkannya. Unsur penerima menyangkut
sasaran-sasaran komunikasi massa. Sasaran-sasaran komunikasi massa ialah
orang-orang yang membaca surat kabar, mambaca majalah, orang yang
mendengarkan radio, menonton televisi, dan orang yang sedang browsing
internet. Mass audience (penerima) memiliki karakteristik-karakteristik large,
heterogen, dan anonim (Wiryanto, 2006).
Ukuran large biasanya menggunakan prinsip bahwa pihak komunikator
pada dasarnya tidak dapat mengadakan interaksi dengan audience secara tatap
muka. Karena audience tersebar dalam berbagai wilayah. Prinsip ini penting,
audience merupakan perorangan-perorangan yang tidak terikat oleh tempat
yang sama menyebar dalam berbagai wilayah, inilah yang dimaksud dengan
large. Komunikasi massa tidak ditujukan kepada audience tertentu yang
eksklusif, melainkan untuk sasaran-sasaran yang menduduki berbagai posisi,
seperti orang-orang dari berbagai tingkat umur, jenis kelamin, pendidikan,
tempat tinggal. Dapat dikatakan bahwa heterogen adalah semua lapisan
masyarakat dengan berbagai keragamannya. Anonim berarti bahwa anggota dari
mass audience umumnya tidak saling mengenal secara pribadi dengan
komunikatornya (vice versa). Anggota-anggota dari suatu mass audience dapat
34
mengelompok berdasarkan kepentingan yang sama, minat yang sama, pendapat
yang sama, dan kesamaan lain yang berhubungan dengan jenis-jenis pesan
media yang diterima. Berdasarkan adanya pengelompokan tersebut,
komunikator dapat mengklasifikasikan mass audience ke dalam apa yang yang
dinamakan intended audience (khalayak yang dikehendaki) dan unintended
audience (khalayak yang tidak dikehendaki).
Unsur efek adalah perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri
audience sebagai akibat dari terpaan pesan-pesan media. David Berlo
mengklasifikasikan efek atau perubahan ini ke dalam tiga kategori, yaitu
perubahan dalam ranah pengetahuan, sikap dan perilaku nyata. Ketiga jenis
perubahan ini biasanya (tidak selalu) berlangsung secara berurutan. Perubahan
perilaku biasanya didahului oleh perubahan sikap, dan perubahan sikap diawali
dengan perubahan pengetahuan. Efek diketahui melalui tanggapan khalayak
(response audience) yang digunakan sebagai umpan balik (feed back). Umpan
balik menjadi sarana untuk mngetahui efek. Surat pembaca kepada redaksi surat
kabar atau telepon, e-mail, dan surat-surat yang dialamatkan kepada stasiun
radio dan televisi oleh para audience-nya merupakan bentuk tanggapan
khalayak. Hal ini berfungsi sebagai umpan balik bagi mass comunicator yang
bersangkutan (Wiryanto,2006).
Dalam komunikasi massa, jumlah umpan balik relatif sangat kecil
dibandingkan dengan jumlah khalayak keseluruhan dan sering hal itu tidak
mewakili seluruh khalayak. Oleh sebab itu, pengetahuan mass communicator
atau mass audience adalah sangat terbatas. Selain itu, umpan balik yang dapat
diterima oleh organisasi komunikasi cenderung dibedakan berdasarkan
mekanisme umpan baliknya. Pada komunikasi massa, umpan balik cenderung
langka dan tertunda (delayed). Namun, dalam komunikasi antarpribadi umpan
balik cenderung mudah didapat dan dengan seketika (immediately). Efek pesan
media massa dapat mengubah kognitif, afektif, dan perilaku khalayak. Efek
kognitif dapat mengubah nilai yang saat ini ada dan telah terpelihara di dalam
35
masyarakat. Nilai tersebut terbentuk berdasarkan pengetahuan masyarakat yang
dimiliki sebelumnya. Proses afektif seseorang berhubungan dengan perasaan dan
emosi. Efek afektif labih banyak berhubungan dengan ketidakpekaan, ketakutan,
dan kegelisahan, moral, dan alienasi yang dialami individu. Adapun efek perilaku
berhubungan dengan hasil perluasan efek kognitif dan afektif. Ketiga efek
psikologis tersebut kemudian mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi informasi
di dalam masyarakat dan kadar perubahan stabilitas struktur masyarakat
(Wiryanto, 2006).
6. Efektifitas Komunikasi Pendekatan klasik dari Quintilian menganggap bahwa komunikasi
yang efektif merupakan gabungan antara keterampilan yang peroleh dan
karakter moral yang tinggi: “Orang baik akan berbicara dengan baik pula.”
Periode sejarah retorika yang kemudian merumuskan keefektifan,
umpamanya dalam arti, antara lain, keterampilan dalam penggunaan
bahasa secara artistic (retoric statistic) dan pengujian komunikasi secara
terampil (perode elokusi) (Ron Ladlow et al, 2000).
Komunikasi diharapkan mampu/dapat membawakan hasil
pertukaran informasi dan saling pengertian diantara orang-orang
sehingga ukuran komunikasi efektif adalah informasi yang disampaikan
dan hubungan yang dibangun. Keberhasilan dalam menyampaikan
informasi sangatlah ditentukan oleh sifat dan mutu informasi (Hardjana,
2000).
Proses komunikasi secara efektif dengan orang lain seringkali agak
sulit ketika keharmonisan persepsi, nilai-nilai, dan pengertian tidak
tercapai, komunikasi efektif akan gagal. Karena seringkali kita dalam
menafsirkan informasi lebih melihat atau mendengar apa yang kita
inginkan dari pada menghadapi fakta-fakta objektif. Penghalang terbesar
objektifitas adalah konsep diri, yakni apa yang kita ketahui dalam
hubungan kita dengan dunia dan orang lain, dan kita cenderung menolak
36
informasi yang tampaknya mengancam konsep diri tersebut
(Hardjana,2000).
Pengaruh perbedaan status terjadi apabila salah seorang memiliki
status yang lebih tinggi dalam jenjang hirarki dibandingkan dengan orang
lain. Permasalahan semantik (semantic problem) terjadi ketika orang
menggunakan kata yang sama dengan cara yang berbeda, atau kata yang
berbeda dengan cara yang sama. Penyimpangan persepsi (perseptual
distortion) dapat disebabkan oleh konsep atau pengenalan diri yang
buruk, atau pemahaman yang buruk terhadap orang lain (Hardjana,
2000).
Gangguan yang bersifat fisik (physical distortion) seringkali sangat
mengganggu: ruangan dengan sistem kedap suara yang buruk, sistem
penerangan yang kurang memadai sehingga mengganggu penglihatan
sangat mengganggu proses komunikasi. Gangguan fisik dapat dihindarkan
dengan memilih tempat yang memilki suasana yang kondusif untuk
melakukan proses komunikasi (Hardjana, 2000).
Komunikasi satu arah memungkinkan tiadanya umpan balik (no
feedback). Meskipun komunikasi satu arah lebih cepat. Dalam situasi
rumit, komunikasi dua arah dapat menolong pengirim maupun penerima
untuk mengukur tingkat pemahan orang-orang yang berkomunikasi dan
juga memperbaiki komitmen dalam saling memahami. Komunikasi dua
arah memampukan untuk menyingkapkan kesalahpahaman diantara
komunikan dan komunikator kemudian memperbaikinya, sehingga
membawa kepada mutu penerimaan dan penyambutan yang lebih baik.
Keyakinan, nilai-nilai, dan kerangka referensi pribadi mempengaruhi
cara-cara seseorang mengirim dan menerima pesan. Hal-hal tersebut
membentuk 4 saluran komunikasi berbeda-beda. Kriteria yang digunakan
untuk efektifitas komunikasi adalah siapa penerima atau pemakai
(receiver or user), isi pesan (content), ketepatan waktu (timing), media
37
komunikasi (media), format (format), dan sumber pesan (Hardjana,
2000).
Penggunaan saluran dalam berkomunikasi memiliki pengaruh
terhadap efektifitas komunikasi. Menurut Dahle dalam Tubbs (1996)
menunjukkan bahwa urutan saluran menurut tingkat keefektifannya (dari
tinggi ke rendah) adalah sebagai berikut: (a). Kombinasi tulisan dan lisan;
(b). Lisan; (c)Tulisan; (d). Papan pengumuman; (e). Selentingan atau
sindiran
B. Kerangka Teoritis
Program GERHAN adalah suatu kegiatan terkoordinasi yang
mendayagunakan segenap kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam
merehabilitasi hutan dan lahan pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS).
Pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan1,
sedangkan masyarakat adalah segenap masyarakat pada wilayah DAS, lebih
khusus lagi masyarakat petani yang lahannya termasuk di dalam wilayah DAS.
Komunikasi menghubungkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Wonogiri dengan masyarakat petani Kecamatan Pracimantoro.
Pemerintah memberikan informasi GERHAN kepada petani sekaligus
memerlukan informasi mengenai hasil penanaman sebagai bahan evaluasi
guna merumuskan kebijakan selanjutnya, lebih jauh lagi untuk mencapai
tujuan program GERHAN. Petani membutuhkan informasi tentang program
GERHAN, tentang teknik membuat tanaman, teknik memupuk dan cara-cara
pemeliharaan. Oleh karenanya diperlukan sebuah komunikasi yang efektif
agar informasi tersebut dapat diterima secara utuh dan dapat dilaksanakan.
Komunikasi yang terjadi dimungkinkan dalam berbagai pola komunikasi yang
berbeda-beda.
1 Mulai bulan Januari tahun 2009 Dinas Kehutanan dan Perkebunan dipisahkan dari Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan (LHKP).
38
Hubungan komunikasi yang terbentuk antara Dinas Kehutanan dan
Perkebunan dengan kelompok tani maupun komunikasi internal keduanya
merupakan kejadian komunikasi atau peristiwa komunikasi. Dari peristiwa
komunikasi yang terjadi maka dapat diketahui bentuk-bentuk komunikasi
yang digunakan, sehingga pola komunikasi yang digunakan dapat diketahui.
Pola komunikasi meliputi berbagai bentuk komunikasi, antara lain
komunikasi personal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi,
komunikasi publik, dan komunikasi massa. Komunikasi personal atau
komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal. Komunikasi
kelompok adalah komunikasi yang terjadi diantara sekelompok orang, yang
berlangsung secara tatap muka, biasanya bersifat spontan dan informal.
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan sebagai pesan
organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dalam suatu
organisasi. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui
media massa.
Setiap bentuk komunikasi memiliki karakteristik yang saling
membedakan dengan bentuk komunikasi yang lain. Selain dari konteks
komunikasi juga dapat dilihat dari unsur yang membentuk proses komunikasi
tersebut. Unsur komunikasi merupakan bagian dasar yang menyusun suatu
bentuk komunikasi. Komunikasi tidak dapat berlangsung apabila tidak
terdapat unsur-unsur yang menyusun proses komunikasi. Secara sederhana
Berlo memformulasikan unsur komunikasi SMCR yaitu source (sumber),
message (pesan), chanel (saluran), dan receiver (penerima). Dari unsur-unsur
ini dapat diketahui bentuk atau pola komunikasi yang digunakan pemerintah
maupun masyarakat dalam menjalankan kegiatan-kegiatan program
GERHAN.
39
Efektifitas komunikasi berarti sejauh mana komunikator mampu
berorientasi kepada komunikannya. Berorientasi artinya melihat dan
memahami tingkat akal budi (decoder dan interpretation) berikut peralatan
jasmaniah (receiver) yang dimiliki komunikan terkait dengan pemilihan
bentuk pesan, termasuk pula penentuan saluran/media yang harus dipilih
komunikator.
Efektifitas pola komunikasi massa dipengaruhi oleh sumber
(komunikator), pesan, saluran komunikasi massa, penerima, serta efek
komunikasi massa. Efektifitas pola komunikasi organisasi dipengarui oleh
struktur jaringan komunikasi dan arus komunikasi dalam komunikasi dalam
organisasi. Efektifitas pola komunikasi kelompok dipengaruhi oleh faktor
situasional (karakteristik kelompok) dan faktor interpersonal (karakteristik
anggota kelompok). Faktor situasional meliputi ukuran kelompok, jaringan
komunikasi, kohesi kelompok, dan kepemimpinan. Faktor interpersonal
meliputi kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi, dan peranan anggota
kelompok. Efektifitas pola komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh
persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan
interpersonal. Untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi dalam
penelitian ini, peneliti mencari kesesuaian antara tujuan komunikasi dengan
hasil komunikasi, apabila hasil komunikasi telah sesuai dengan tujuan
komunikasi, maka pola komunikasi yang dilaksanakan dikatakan efektif, dan
sebaliknya bila komunikasi yang dilakukan tidak sesuai dengan tujuan maka
penggunaan pola komunikasi tidak efektif
40
Keterangan: ------ : Tidak diteliti
Gambar.1 Kerangka Berfikir Pola Komunikasi Dalam Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Di
Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
Konteks Komunikasi: Aspek Psikologis Aspek Fisik Aspek Sosial Aspek Waktu
PROGRAM GERHAN
Efektivitas Komunikasi
Dinas Kehutanan dan Perkebunan BPDAS Kelompok Tani
POLA KOMUNIKASI : 1. Komunikasi Massa 2. Komunikasi Organisasi 3. Komunikasi Kelompok 4. Komunikasi Interpersonal
LSM
Tercapainya Tujuan GERHAN
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian kualitatif. Menurut
Nawawi dan Mimi (1996) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat
atau memiliki karakteristik, datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau
sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak diubah dalam bentuk simbol-
simbol atau bilangan. Penelitian kualitatif pada dasarnya berarti rangkaian
kegiatan atau proses mengungkapkan rahasia sesuatu yang belum diketahui,
dengan mempergunakan cara bekerja atau metode yang sistematik, terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini peneliti menekankan
catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap dan mendalam yang
menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data.
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pedekatan ini diarahkan
pada latar dan individu tersebut secara holistik. Sehingga, dalam hal ini tidak
boleh mengisolasikan individuatau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis,
tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan (Moleong,
2001). Deskripsi meliputi potret subjek, rekonstruksi dialog, deskripsi keadaan
fisik, struktur tentang tempat, dan barang-barang lain yang ada disekitarnya
serta catatan tentang berbagai hal khusus (Sutopo, 2002).
B. Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi dalam penelitian ini diambil secara sengaja (Purposive)
yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan
penelitian (Surakhmad, 1994). Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah
39
40
Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. Dengan pertimbangan wilayah
ini sesuai dengan karakteristik penelitian, antara lain sebagai berikut:
1. Wilayah Kecamatan Pracimantoro merupakan daerah tangkapan hujan dari
Sungai Bengawan Solo, yang mana konservasi daerah ini sangatlah penting
bagi kehidupan masyarakat di daerah sekitar sungai.
2. Kecamatan Pracimantoro telah mengikuti program GERHAN sejak tahun
2003.
3. Kecamatan Pracimantoro merupakan kecamatan yang memiliki luas lahan
yang diikutkan dalam program GERHAN paling luas di kabupaten Wonogiri,
yaitu 1.675 ha (Data BP DAS Bengawan Solo, 2008).
C. Strategi Penelitian
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case
study). Menurut Sutopo (2002) dalam penelitian kualitatif studi kasusnya
mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret
kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya dilapangan
studinya.
Dalam penelitian ini, dicari fakta-fakta yang berkaitan pola komunikasi
yang digunakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Kelompok Tani dalam
program GERHAN. Pola komunikasi yang digunakan sangat erat kaitannya
dengan tersebarkannya informasi-informasi dengan efektif, yang tentu saja
merupakan tujuan dari komunikasi itu sendiri.
D. Metode Penentuan Cuplikan (sampling)
Peneliti memilih informan yang dipandang paling tahu, sehingga
kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Patton dalam Sutopo, 2006).
Cuplikan semacam ini lebih cenderung sebagai internal sampling (Bogdan &
41
Biklen dalam Sutopo, 2006) yang memberi kesempatan bahwa keputusan bisa
diambil begitu peneliti mempunyai suatu pikiran umum yang muncul mengenai
apa yang sedang dipelajari, dengan siapa ia akan berbicara, dan juga berapa
jumlah serta macam dokumen yang perlu ditelaah. Sehingga penentuan informan
untuk pihak Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan (LHKP) dan
Kelompok Tani dilakukan dengan teknik criterion-base selection karena peneliti
sudah mengetahui siapa yang akan dijadikan responden (Goetz & LeCompte
dalam Sutopo, 2006).
Penelitian ini terdapat 3 narasumber, terbagi menjadi: (1) pihak Dinas
Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun), karena pelaksana teknis GERHAN di
tingkat daerah adalah pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun yang bersangkutan
adalah Kepala Tim Pelaksana GERHAN Kabupaten Wonogiri. (2) Di tingkat
Kecamatan informan berasal dari Petugas Kehutanan Lapang (PKL) Kecamatan
Pracimantoro (3) Kelompok Tani di Kecamatan Pracimantoro yang terlibat dalam
kegiatan GERHAN.
E. Jenis dan Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2004), sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
1. Jenis data
a. Data utama
Untuk mendapatkan informasi lisan maupun tertulis mengenai
pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di
Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri maka peneliti memerlukan
informasi-informasi yang berasal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
(Hutbun), Petugas Kehutanan Lapang (PKL) Kecamatan Pracimantoro
dan Kelompok Tani yang terlibat kegiatan program GERHAN. Data
42
utama berupa informasi yang digali dari informan yang berupa transkrip
rekaman hasil wawancara.
b. Data pendukung
Untuk melengkapi data utama, maka diperlukan data pendukung
untuk memperkuat informasi yang telah didapatkan. Data pendukung
berupa buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan GERHAN, buku
petunjuk teknis palaksanaan GERHAN, buku laporan tahunan
pelaksanaan GERHAN, buku petunjuk operasional dan rencana
operasional kegiatan GERHAN, buku dokumentasi kegiatan GERHAN
Kabupaten Wonogiri, buku laporan bimbingan teknis GERHAN, buku
laporan bimbingan kelembagaan GERHAN, hasil catatan dari Petugas
Kehutanan Lapang (PKL), Notulensi Kegiatan Kelompok tani, gambar
atau foto kegiatan penyuluhan maupun kegiatan teknis pembuatan,
pemeliharaan tanaman GERHAN.
2. Sumber data
a. Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi informan harus
mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Informan
berkewajiban menjadi tim penelitian walaupun hanya bersifat informal.
Syarat yang digunakan untuk memilih informan antara lain, jujur, taat
pada janji, patuh terhadap peraturan, suka berbicara, tidak termasuk
anggota tim yang menentang penelitian (Moleong, 2004).
Penelitian ini menggunakan informan dari instansi/pihak yang
dilibatkan dalam program GERHAN di wilayah Kecamatan Pacimantoro.
Antara lain :
43
1) Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) yang berperan sebagai
fasilitator dalam pelaksanaan program GERHAN yaitu Kepala Bidang
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Drs Agus Tri Harimulyanto)
2) Petugas Kehutanan Lapang (PKL) Kecamatan Pracimantoro ( Bapak
Sutarso, SP dan Bapak Mulyono,SP)
3) Pengurus kelompok tani di Kecamatan Pracimantoro yang terlibat
dalam kegiatan GERHAN dari tahun 2003 hingga tahun 2007.
b. Arsip dan dokumen
Pelaksanaan program GERHAN telah dilakukan mulai tahun 2003.
Sehingga untuk mendapatkan informasi-informasi tentang program
GERHAN perlu dilakukan penggalian informasi dari dokumen maupun
arsip yang ada.
Arsip dan dokumen merupakan bahan tertulis yang bersangkutan
dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen merupakan
rekaman tertulis (tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang
berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu). Dokumen dapat
disebut arsip jika merupakan catatan rekaman yang lebih bersifat formal
dan terencana dalam organisasi. Dalam mengkaji dokumen, peneliti
mencatat apa yang tertulis, menggali dan menangkap maknanya yang
tersirat dari dokumen tersebut. Oleh karena itu dokumen dan arsip bukan
hanya menjadi sumber data yang penting bagi penelitian kesejarahan,
tetapi juga dalam penelitian kualitatif pada umumnya (Sutopo, 2006).
Dokumen atau arsip yang digunakan berupa buku pedoman
pelaksanaan GERHAN di Wonogiri, baik petunjuk pelaksanaan maupun
petunjuk teknis, buku petunjuk operasional dan rencana operasional
GERHAN, buku dokumentasi kegiatan GERHAN Kabupaten Wonogiri,
catatan-catatan dari pertemuan-pertemuan antara petugas Dinas
Kehutanan dan Perkebunan, PKL dengan masyarakat kelompok tani dan
44
notulensi kelompok tani. Selain itu digunakan juga laporan-laporan
kegiatan GERHAN yang telah dilaksanakan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah
wawancara, metode observasi, dan mencatat dokumen atau arsip (content
analysis).
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan yang diberikan (Moleong, 2007).
Untuk menggali informasi, penelitian ini menggunakan wawancara
mendalam (indepth interview), karena dibutuhkan informasi yang detail dan
lengkap mengenai pelaksanaan program GERHAN. Menurut Bungin (2003)
teknik wawancara secara mendalam/indepth interview merupakan cara
penggalian data yang efektif dengan mengungkap apa yang tersembunyi
disanubari seseorang, apakah itu masa lampau, masa kini, maupun masa
depan.
Agar wawancara dapat terfokus, maka peneliti menyiapkan pedoman
wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada
informan. Peneliti juga menyiapkan alat rekam serta alat tulis sehingga hasil
wawancara terdokumentasikan, yang nantinya akan dibutuhkan untuk
mereview hasil wawancara.
2. Mencatat dokumen atau arsip (content analysis)
Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering
memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Terutama bila sasaran
45
kajian mengarah pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi di
massa lampau yang sangat berkaitan dengan kondisi atau peristiwa massa kini
yang sedang diteliti. Sumber data yang berupa arsip dan dokumen biasanya
merupakan sumber data pokok dalam penelitian kesejarahan, terutama untuk
mendukung proses interpretasi dari setiap peristiwa yang diteliti (Sutopo,
2006).
Menurut Yin dalam Sutopo (2006) teknik mencatat dokumen ini
disebut sebagai content analysis, sebagai cara untuk menemukan beragam hal
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitiannya. Dalam melakukan teknik
ini perlu disadari bahwa peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang
tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga tentang maknanya yang
tersirat. Oleh karena itu dalam menghadapi beragam arsip dan dokumen
tertulis sebagai sumber data, peneliti harus bisa bersikap kritis dan teliti.
Sumber data jenis ini sangat bermanfaat bagi peneliti, terutama bila ingin
memahami latar belakang suatu peristiwa. Dengan pemahaman latar belakang
tersebut peneliti akan lebih mudah memahami proses mengapa suatu peristiwa
bisa terjadi dan di dalam pencatatan data peneliti juga memperkuat dengan
alat perekam.
Adapaun dokumen maupun arsip yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan GERHAN, buku petunjuk
teknis palaksanaan GERHAN, buku laporan tahunan pelaksanaan GERHAN,
buku petunjuk operasional dan rencana operasional kegiatan GERHAN, buku
dokumentasi kegiatan GERHAN Kabupaten Wonogiri, buku laporan
bimbingan teknis GERHAN, buku laporan bimbingan kelembagaan
GERHAN.
Dokumen-dokumen maupun arsip tersebut menjadi sumber informasi
yang mendukung pencarian informasi peneliti. Informasi yang ditemukan
dalam penggalian informasi melalui wawancara secara langsung sulit untuk
46
diterjemahkan peneliti sehingga dengan adanya contain analisys dari dokumn-
dokumen tersebut, informasi menjadi lebih jelas dapat dipercaya
kebenarannya. Dari dokumen-dokumen tersebut peneliti dapat
mengembangan pertanyaan maupun pokok pikiran dari penelitian.
G. Validitas Data
Penelitian ini akan menghasilkan data-data dan informasi yang
dikumpulkan dari hasil pengalian di lapang. Semua data dan informasi tersebut
harus mantap kebenarannya, sehingga peneliti perlu memilih cara yang tepat
untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Iqbal (2004)
mendefinisikan validitas sebagai kesucian alat ukur dengan apa yang hendak di
ukur, artinya alat ukur yang digunakan dalam pengukuran dapat digunakan
untuk mengukur hal atau subjek yang ingin diukur. Senada, Nasution (1988)
mengungkapkan bahwa validitas membuktikan bahwa apa yang diamati oleh
peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan, dan
apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia memang sesuai dengan yang
sebenarnya ada atau terjadi.
Pada umumnya dikenal dua standart validitas yaitu validitas internal dan
eksternal. Validitas internal mempertanyakan sampai seberapa jauh suatu alat
ukur berhasil mencerminkan obyek yang akan diukur pada suatu setting
tertentu. Sementara itu validitas eksternal lebih terkait dengan keberhasilan
suatu alat ukur untuk diaplikasikan pada setting yang berbeda, artinya alat ukur
yang cukup valid mengukur obyek pada suatu setting tertentu, apakah valid
untuk mengukur obyek yang sama pada setting yang lain (Bungin, 2003). Suatu
instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur (Ronny, 2003).
47
Sutopo (2002) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif validitas data
penelitian dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara-cara tersebut antara lain
beberapa macam teknik trianggulasi dan reviu informan kunci. Triangulasi
merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomologi yang bersifat
multiperspektif yaitu menarik simpulan yang mantap tidak hanya menggunakan
satu cara pandang. Patton dalam Sutopo (2002) menyebutkan terdapat 4 macam
teknik triangulasi, yaitu (1) Triangulasi data (2) Triangulasi peneliti (3) Triangulasi
metodologi (4) Triangulasi teoritis.
Sedangkan review informan kunci yaitu pada waktu peneliti sudah
mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya,
walaupun mungkin masih belum utuh dan menyeluruh, maka unit-unit laporan
yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya
yang dipandang sebagai informan pokok (key informan). Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan atau
deskripsi sajian yang bisa disetujui oleh mereka (Sutopo, 2006).
Peneliti menggunakan teknik trianggulasi data dan review informan. Agar
dapat dibuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan
kenyataan.
Informan
Informan
Informan
Wawancara
Content Analysis
Dokumen/Arsip Data
Observasi Aktivitas
48
Gambar 2. Triangulasi Data
H. Teknik Analisis
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data (Moleong, 2007).
Untuk mengorganisasikan serta mengurutkan data maka diperlukan sebuah model
analisis. Peneliti menggunakan model analisis interaktif dimana di dalamnya
terdapat tiga komponen utama analisis kualitatif. Antara lain reduksi data, sajian
data dan penarikan kesimpulan. Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses
analisis dan saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis.
Gambar 3. Model analisis Interaktif
Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa proses analisis dengan tiga
komponen yang ada saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus dalam
proses pelaksanaan pengumpulan data. Selain itu tiga komponen tersebut
aktivitasnya dapat dilakukan dengan cara interaksi baik antara komponennya
maupun dengan proses pengumpulan data dalam proses yang berbentuk siklus
(Sutopo, 2006).
1. Reduksi Data
Pengumpulan data
Reduksi data
Sajian data
Penarikan kesimpulan / verifikasi
49
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi data dari catatan lapang. Reduksi data dilakukan dengan
membuat ringkasan dari catatan data yang diperoleh di lapangan. Dalam
menyusun ringkasan peneliti membuat coding, memusatkan tema,
menentukan batas-batas permasalahan dengan menulis memo. Pada
dasarnya reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas,
memperpendek membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan
mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat
dilakukan (Sutopo, 2002).
2. Sajian Data
Sajian data merupakan rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam
bentuk narasi yang memungkinkan simpulan dapat dilakukan. Sajian data ini
merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis,
sehingga bila di baca, akan mudah dipahami yang mengacu pada rumusan
masalah yang telah dibuat sebagai pertanyaan penelitian sehingga narasi
yang tersaji merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci untuk
menceritakan dan menjawab setiap permasalahan yang ada. Selain data
dalam bentuk kalimat dalam sajian data ini juga dapat meliputi berbagai
matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga tabel sebagai
pendukung narasi. Semuanya dirancang guna merakit informasi secara
teratur supaya mudah dilihat dan dapat lebih dimengerti dalam bentuk yang
lebih kompak (Sutopo, 2002).
3. Penarikan simpulan / Verifikasi
Kesimpulan-kesimpulan final mungkin tidak muncul sampai
pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan
catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, metode pencarian ulang
50
yang digunakan, kecakapan peneliti dan tuntutan-tuntutan pemberi dana,
tetapi seringkali kesimpulan itu telah dirumuskan sebelumnya sejak awal,
sekalipun seorang peneliti menyatakan telah melanjutkannya “secara
induktif” (Miles dan Huberman, 1992). Pada waktu pengumpulan data sudah
berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan
verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi atau sajian
datanya. Bilamana kesimpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya
rumusan dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti akan
mengulangi kembali pengumpulan data yang terfokus untuk mencari
pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (Sutopo,
2002).
IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Kondisi Geografi dan Topografi
Wilayah Kecamatan Pracimantoro termasuk dalam wilayah
Kabupaten Wonogiri yang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa
Tengah. Jarak dengan Ibukota Kabupaten sejauh 35 km, terletak pada
ketinggian 253 mdpl dan merupakan daerah bukit lipatan batuan kapur
dengan struktur tanah yang didominasi oleh asosiasi Litosal Mediteran Coklat
Masam. Sedangkan letak astronomis Kecamatan Pracimantoro berada pada
koordinat 7o.35’ – 8o.15’ LS dan 110o.41’ – 111o.81’ LU. Memiliki curah hujan
sebesar 1.289 mm/tahun dan dalam setahun memiliki jumlah hari hujan
sebanyak 79 hari.
Berdasarkan letak geografis Kecamatan Pracimantoro memiliki batas-
batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Eromoko
Sebelah Selatan : Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebelah Barat : Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebelah Timur : Kecamatan Giritontro
Berdasarkan topografi dataran sampai pegunungan wilayah
Kecamatan Pracimantoro memiliki titik elevasi terendah 146 mdpl hingga
menjulang pada elevasi 253 mdpl. Perbedaan elevasi yang sangat tinggi
menyebabkan wilayah Kecamatan Pracimantoro rawan erosi. Kecamatan
Pracimantoro memiliki luas wilayah 1.421.430 Ha yang terbagi menjadi 18
desa 169 dusun, 194 RW, 410 RT. Terdiri dari tanah sawah seluas 961,50 ha;
tanah tegalan seluas 10.509,76 ha; bangunan dan pekarangan seluas
1.896,65 ha; hutan negara seluas 396 ha; dan lain-lain seluas 450 ha.
51
B. Keadaan Penduduk
1. Kepadatan Penduduk
Tabel 1. Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007
No Desa Luas (Km2) Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan (jiwa/Km2)
1. Sumberagung 11.08 3.194 288 2. Petirsari 6.18 2.265 367 3. Joho 11,55 4.830 418 4. Gambirmanis 13,78 5.715 415 5. Watangrejo 9,48 3.581 378 6. Suci 9,53 5.981 627 7. Jimbar 4,71 2.986 634 8. Sambiroto 6,08 3.910 644 9. Pracimantoro 7,49 7.360 982
10. Gedong 8,92 4.636 520 11. Gebangharjo 7,20 2.514 349 12. Sedayu 5,71 4.705 824 13. Banaran 7,18 2.567 357 14. Trukan 4,51 3.374 749 15. Tubokarto 7,02 3.711 528 16. Lebak 4,84 2.734 565 17. Glinggang 7,21 2.684 372 18. Wonodadi 9,66 2.909 301
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007
Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Pracimantoro tertinggi
terdapat di Desa Pracimantoro sebesar 986 jiwa/km2, yang berarti dalam 1
km2 di wilayah tersebut ditempati sebanyak 986 jiwa penduduk. Hal ini
disebabkan karena Desa Pracimantoro terletak di Ibukota Kecamatan,
sehingga banyak penduduk yang memilih untuk tinggal di daerah tersebut.
50
52
Untuk wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang paling
rendah adalah Desa Sumberagung, yaitu 288 jiwa/km2. Dalam 1 km2 luas
wilayahnya ditempati sebanyak 288 jiwa penduduk. Wilayah yang luas yaitu
110.820 dengan penduduk yang relatif sedang menempatkan Desa
Sumberagung sebagai desa berkepadatan penduduk paling rendah.
2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Keadaan penduduk menurut kelompok umur dapat digunakan untuk
mengetahui jumlah penduduk usia produktif, non produktif, dan Angka
Beban Tanggungan (ABT). Adapun keadaan penduduk menurut kelompok
umur di Kecamatan Pracimantoro adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
No Kelompok Umur (tahun)
Jumlah (jiwa)
Porsentase (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-39 40-49 50-59 Di atas 60
7.035 6.220 5.647 7.073 7.457 7.242 8.008 8.204 7.204 5.616
10,09 8,92 8,10
10,14 10,69 10,38 11,48 11,76 10,33
8,05 Jumlah 69.706 100,00
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa secara umum, penduduk
Kecamatan Pracimantoro tersebar hampir merata dalam setiap kelompok
umur. Akan tetapi, mayoritas penduduk Kecamatan Pracimantoro berada
pada kelompok usia 40 – 49 tahun yaitu sebesar 8.204 jiwa (11,76%), dan
53
yang paling sedikit adalah pada kelompok usia diatas 60 tahun yaitu sebesar
5.616 jiwa (8,05%).
Berdasarkan data di atas dapat diketahui Angka Beban Tanggungan
(ABT) yang merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang tidak
produktif dengan jumlah penduduk produktif dalam 100 jiwa penduduk,
yang berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk usia produktif harus
menanggung sejumlah penduduk usia nonproduktif.
Usia non produktif adalah usia antara 0 tahun hingga 14 tahun dan
lebih dari 60 tahun sedangkan usia produktif adalah usia antara 15 tahun
hingga 60 tahun, dari data jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat
diketahui besar Angka Beban Tanggungan (ABT), adapun ABT di Kecamatan
Pracimantoro adalah sebagai berikut :
100Pr
Pr´=
åå
oduktifPenduduk
oduktifnPenduduknoABT
100188.45515.24
´=ABT = 53,58
Angka ini menunjukkan bahwa 100 penduduk usia produktif di
Kecamatan Pracimantoro harus menanggung antara 53 sampai 54 orang usia
non produktif. Semakin besar rasio antara jumlah kelompok non produktif
dan jumlah kelompok produktif maka akan semakin besar beban tanggungan
bagi kelompok yang produktif terhadap kelompok non produktif. Hal ini
dapat berpengaruh terhadap proses pembangunan perekonomian yang
sedang dijalankan. Angka ketergatungan ini bisa terus ditekan salah satunya
dengan program Keluarga Berencana atau menunda usia perkawinan.
3. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin
54
Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di suatu wilayah dapat
digunakan untuk mengetahui jumlah ketersediaan tenaga kerja pria dan
wanita, yang dapat bermanfaat bagi perencanaan pembangunan terutama
dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Adapun jumlah penduduk Kecamatan
Pracimantoro menurut jenis kelamin dalam kelompok usia produktif dan non
produktif adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pracimantoro
No Usia (tahun) Laki-Laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) 1. 0 – 14 tahun 9.264 9.638 18.902 2. 15 – 59 tahun 22.212 22.976 25.188 3. > 60 tahun 2.610 3.006 5.616 Total 34.086
48,9% 35.620 51,1%
69706 100 %
Sumber : Kecamatan Pracimantoro dalam Angka Tahun 2007
Tabel 3 memberikan gambaran bahwa secara keseluruhan, sex ratio
di Kecamatan Pracimantoro berada dalam proporsi tidak seimbang, dimana
prosentase penduduk laki-laki adalah 51,1% dan wanita adalah 48,9% dari
penduduk secara keseluruhan.
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa rasio atau
perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berakibat pada
ketersediaan tenaga kerja pelaksana pembangunan suatu wilayah. Terkait
55
dengan hal tersebut, untuk sex rasio usia produktif yaitu pada kelompok
umur 15 – 59 tahun, dapat diketahui sebagai berikut :
1002297622212
´=SexRatio = 96,6
Angka ini menunjukkan bahwa untuk setiap 96 penduduk laki-laki usia
produktif sebanding dengan 100 penduduk perempuan usia produktif.
Apabila angka tersebut jauh dibawah 100, maka akan muncul berbagai
masalah antara lain kekurangan tenaga kerja laki-laki untuk melaksanakan
pembangunan.
4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 4. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Pracimantoro
No Uraian Jumlah (jiwa)
Porsentase (%)
1 2 3 4 5
Tidak tamat SD Tamat SD / sederajat Tamat SLTP / sederajat Tamat SLTA / sederajat Tamat Akademi/ Perguruan tinggi
28.834 22.451
6.889 3.979
844
45,7 35,7 11,0
6,3 1,3
Jumlah 62.997 100
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007
Kecamatan Pracimantoro memiliki penduduk (usia sekolah ke atas)
dengan jumlah tingkat pendidikan tidak tamat SD terbesar yaitu 28.834 jiwa.
Tingkat pendidikan tamat SD/sederajat sebesar 22.451 jiwa. Di tingkat
56
selanjutnya sejumlah 6.889 jiwa penduduk Kecamatan Pracimantoro telah
mengenyam pendidikan SLTP/sederajat. Tingkat selanjutnya jumlah
penduduk yang tamat SLTA/sederajat sebanyak 3.979 jiwa. Sedangkan
tingkat pendidikan tamat akademi/perguruan Tinggi sebanyak 844 jiwa.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan
penduduk kecamatan pracimantoro masih rendah.
5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Data mengenai keadaan penduduk menurut mata pencaharian suatu
wilayah dapat digunakan untuk mengetahui kondisi lapangan kerja di wilayah
tersebut yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga memperkecil angka
pengangguran di wilayah tersebut. Adapun keadaan penduduk menurut
mata pencaharian di Kecamatan Pracimantoro adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Uraian Jumlah (jiwa)
Porsentase (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Petani Buruh Tani Pengusaha Kecil Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI/Polri Lain-lain
24.573 2.808 1.217 3.391 3.058 1.456
482 737
19.202
43,18 4,93 2,14 5,96 5,37 2,56 0,85 1,29
33,73 Jumlah 56.925 100%
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007
Mata pencaharian sebagai petani dimiliki sebagian besar penduduk
Kecamatan Pracimantoro, yaitu sebesar 2.457 jiwa (43,18 %). Ketersediaan
lahanyang cukup luas serta akses kepusat kabupaten mendorong penduduk
untuk dapat memanfaatkan alam semaksimal mungkin. Selanjutnya
57
penduduk yang bermata pencaharaian sebagai buruh industri merupakan
jumlah terbesar ke-dua yaitu sebanyak 3.391 jiwa (5,96 %).
C. Keadaan Pertanian
1. Penggunaan Lahan Pertanian
Ketersediaan lahan pertanian sangatlah mutlak dibutuhkan. Karena
lahan merupakan tempat untuk menanam komoditas. Sedangkan jenis
komoditas yang diusahakan bergantung dengan kondisi lahan yang ada.
Topografi yang didominasi perbukitan kapur serta curah hujan 1.289
mm/tahun dan dalam setahun memiliki jumlah hari hujan sebanyak 79 hari
menjadikan Kecamatan Pracimantoro menggunakan lahannya sebagai tegal
seluas 1.896,65 Ha dan sawah seluas 961,50 Ha.
Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan Pertanian di Kecamatan Pracimantoro
Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Sawah 2. Tegal 3. Hutan 4. Bangunan/pekarangan 5. Lainnya
961,50 1.896,65
396,00 10.509,76
450,39
6,76 13,34
2,79 73,94
3,17 Jumlah 14.214,30 100
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007
Seluas 10.509,76 Ha (73,94 %) luas Kecamatan Pracimantoro telah
digunakan sebagai bangunan/pekarangan. Penggunaan sebagai lahan tegal
seluas 1.896,65 Ha (13,34 %). Penggunaan sebagai hutan seluas 396 Ha ( 2,79
%). Keadaan tersebut berdampak pada komoditas yang diusahakan
masyarakat Kecamatan Pracimantoro. Masyarakat lebih banyak
58
mengusahakan tanaman palawija pada musim kering dan padi pada musim
penghujan.
2. Komoditas Utama
Jenis komoditas suatu daerah dipengaruhi jenis lahan dan kondisi
topografinya. Kecamatan Pracimantoro sebagian besar didominasi lahan
kering dengan topografi berbukit. Dengan demikian sebagian besar petani
mengusahakan komoditas palawija yang lebih sedikit membutuhkan air.
Tabel 7. Jumlah Produksi Komoditas Utama di Kecamatan Pracimantoro
Komoditas Utama Luas Panen (ha)
Jumlah Produksi (kwintal)
Rata-rata Produksi (Kw/ha)
Padi sawah Padi gogo Jagung Ubi kayu Kacang tanah Kedelai Kacang hijau
823 3.025 6.662 6.257 2.354 3.468
24
37.103 3.025
34.800 593.412
49.931 65.311
216
45,08 36,00
5,22 94,84 2121
18,83 9,00
Sumber : Kecamatan Pracimantoro dalam Angka Tahun 2007
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa komoditas ubi kayu
merupakan komoditas yang paling tinggi produksinya dibandingkan dengan
59
komoditas yang lain, sebesar 593.412 kwintal. Tanaman ubi kayu merupakan
jenis yang cocok untuk ditanam di lahan tegal. Mengingat luas lahan tegal di
kecamatan pracimantoro lebih luas dibandingkan dengan lahan sawah.
Dilihat dari luas panennya bila dibandingkan dengan luas penggunaan lahan
sawah dan tegal sangant terpaut jauh. Hal ini dikarenakan petani dalam 1
tahun dapat mengusahakan beberapajenis tanaman sekaligus, dengan
metode tumpangsari maupun pemanfaatan lahan secara optimal.
D. Keadaan Kehutanan dan lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro
Salah satu potensi yang dimiliki Kecamatan Pracimantoro adalah hutan.
Hutan merupakan Hutan sebagai sumberdaya alam memiliki potensi untuk
mencegah krisis pangan, energi dan lingkungan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hutan merupakan life support system (penyangga
kehidupan) (Nasution, 2008).
Hutan yang terdapat di Kecamatan Pracimantoro terbagi menjadi 2 yaitu
Hutan Rakyat dan Hutan Negara. Hutan Rakyat merupakan hutan yang dibuat
dan dikelola oleh rakyat sendiri, baik secara swadaya maupun dengan bantuan
pemerintah, seperti program GERHAN. Sedangkan Hutan Negara adalah hutan
yang dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Perusahaan Umum
Kehutanan Negara (Perum Perhutani).
Tabel 8. Luas Hutan Negara dan Hutan Rakyat di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007
No Uraian Luas
(ha)
Prosentase
(%)
1. Hutan Negara 396,00 7,60
2. Hutan Rakyat 4.808,00 92,40
Jumlah 5.204,00 100,00
Sumber: Data Luas Lahan Kritis dan Hutan Rakyat Kabupaten Wonogiri Tahun 2007
60
Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa luas hutan Negara di Kecamatan
Pracimantoro seluas 396 ha atau sebanyak 7,60% dari luas hutan di Kecamatan
Pracimantoro. Sedangkan luas hutan rakyat di Kecamatan Pracimantoro adalah
4.808 ha atau 92,40% dari luas hutan di Kecamatan Pracimantoro.
Jenis tanaman yang diusahakan adalah tanaman jati (Tectona grandis).
Tanaman jati merupakan jenis tanaman yang paling sesuai iklim di Kecamatan
Pracimantoro. Tanaman jati relatif tahan kekeringan, dan dapat hidup di lahan
berbatu kapur, selain itu tanaman jati memiliki nilai ekonomis yang tinggi
(Perhutani, 2009). Masyarakat menanam tanaman jati utnuk berinvestasi,
karena tanaman jati termasuk tanaman kayu yang memiliki umur yang panjang.
Kayu jati yang berkualitas baik dihasilkan dari tanaman jati yang berumur lebih
dari 80 tahun. Namun petani di Kecamatan Pracimantoro biasa memanen
tanaman jati pada umur kurang lebih 5 tahun atau tanaman telah berdiameter
lebih dari 15 cm. kayu jati digunakan untuk kebutuhan sendiri maupun dijual
kepada pengrajin kayu.
Pembuatan hutan rakyat tidak terlepas dari usaha pengurangan jumlah
lahan kritis di Kecamatan Pracimantoro. Lahan kritis merupakan lahan yang
sudah tidak berfungsi lagi sebagai pengatur media pengatur tata air, unsur
produksi pertanian, maupun unsur perlindungan alam dan lingkungannya
(rehabilitasi-hutan.tripod.com,2009).
Tabel 9. Luas Lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007
No Desa LuasWilayah
(ha)
Luas Lahan Kritis
(ha)
Prosentase (%)
1. Banaran 718,263 - -
2. Gambirmanis 1.377,947 889,679 6,25
3. Gebangharjo 720,196 25,394 0,17
4. Gedong 891,695 283,261 1,99
61
5. Glinggang 721,316 188,791 1,32
6. Jimbar 470,982 - -
7. Joho 1.155,551 368,266 2,60
8. Lebak 483,753 - -
9. Petirsari 617,885 156,922 1,10
10. Pracimantoro 749,179 - -
11. Sambiroto 607,581 - -
12. Sedayu 571,080 - -
13. Suci 953,602 0,118 8,30x10-4
14. Sumberagung 1.108,256 687,761 4,83
15. Trukan 450,640 - -
16. Tubokarto 702,252 133,082 0,93
17. Watangrejo 948,656 2,795 0,02
18. Wonodadi 465,496 132,274 0,93
Jumlah 14.214,325 2.868,343 20,17
Sumber: Data Luas Lahan Kritis dan Hutan Rakyat Kabupaten Wonogiri Tahun 2007
Tabel 9 menunjukkan jumlah luasan lahan kritis di Kecamatan
Pracimantoro 2.868,343 ha atau 20,17% dari luas wilayah Kecamatan
Pracimantoro. Sedangkan desa yang paling banyak memiliki lahan kritis adalah
Desa Gambirmanis, seluas 889,679% atau 6,25 % dari luas lahan kritis di
Kecamatan Pracimantoro. Luas lahan kritis di Kecamatan Pracimantoro masih
sangat besar, sehingga upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi lahan
kritis masih dilakukan.
E. Keadaan Perekonomian
1. Sarana Perekonomian
62
Tantangan ke dapan dalam mewujudkan keseimbangan pertumbuhan
antar desa adalah mengupayakan peningkatan penyediaan jaringan
prasarana yang teintegrasi dan perbaikan iklim usaha produksi, pemasaran
serta kelancaran aliran infestasi sehingga tercipta keterakaitan ekonomi
antar wilayah lebih intensif. Wilayah Kecamatan Pracimantoro yang cukup
jauh dengan ibu kota kabupaten tidak menyebabkan matinya aktifitas
perekonomian. Keberadaan pasar-pasar yang berada di wilayah kecamatan
telah mampu untuk mencukupi kebutuhan masyarakat di dukung
keberadaan sarana tranportasi yang relative mudah membuka kecamatan
dengan daerah lain sehingga dari daerah luar dapat memasok barang
kebutuhan masyarakat serta barang atau komoditas yang dihasilkan dapat di
kirim ke luar daerah.
Tabel 10. Keadaan Sarana Perekonomian di Kecamatan Pracimantoro
No Uraian Jumlah (unit) 1. 2. 3. 4.
Pasar umum Pasar hewan Pasar desa Toko/kios
1 1 5
670 Jumlah 677
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007
Berdasarkan tabel 7 Kecamatan Pracimantoro telah memiliki pusat
kegiatan perekonomian berupa pasar dan kios di luar pasar. Pasar umum
yang terletak di pusat ibukota kecamatan menjadikan masyarakat Kecamatan
Pracimantoro mudah mengakses serta menjadikan ibu kota kecamatan
sebagai pusat kegiatan perekonomian. Selaian pasar umum di Kecamattan
Pracimantoro juga terdapat pasar hewan yang juga terdapat di pusat
kecamatan. Selaian pasar umum dan pasar hewan yang terdapat di ibu kota
kecamatan, terdapat pula 5 pasar desa serta 670 toko/kios yang tersebar di
63
seluruh wilayah kecamatan. Keberadaan toko/kios serta pasar desa sangat
membantu masyrakat untuk memperoleh barang-barang yang dibutuhkan
serta mempermudah bagi para petani yang akan menjual hasil panennya.
63
63
V. PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN NASIONAL
REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN
PRACIMANTORO
Pelaksanaan Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(GERHAN) di Kabupaten Wonogiri merupakan tanggung jawab Dinas Kehutanan
dan Perkebunan (Hutbun). Program ini telah dilaksanakan mulai tahun 2003
hingga tahun 2007 meliputi 18 kecamatan dengan luas keseluruhan 19.491 ha.
Pelaksananaan di Kecamatan Pracimantoro telah dilaksanakan sejak tahun 2003
hingga tahun 2007 meliputi 13 desa dengan luas 1.675 ha.
Program GERHAN yang dilaksanakan di Kecamatan Pracimantoro
termasuk luar kawasan hutan negara. Meliputi pola intensif, dan pola model.
1. Rehabiliasi Lahan Pola Intensif
Pola intensif meliputi pembuatan hutan rakyat, pengkayaan hutan rakyat,
rehabilitasi mangrove dan hutan pantai, penghijauan lingkungan. Tetapi yang
dilaksanakan di Kecamatan Pracimantoro hanya pembuatan hutan rakyat.
Pelaksanaannya telah dimulai tahun 2003 hingga tahun 2007 dengan luas
keseluruhan 1.600 Ha.
2. Rehabilitasi Lahan Pola Model
Pembuatan hutan rakyat sistem pot dilaksanakan pada tahun 2005 di Desa
Pracimantoro, Desa Sedayu dan Desa Watangrejo yang masing-masing
luasnya 25 ha.
Tabel 11. Data Pembuatan Hutan Rakyat Sistem Pot Tahun 2005
No Desa Kelompok Tani Luas (ha) 1. Watangrejo Ngudi Rejo 25 2. Pracimantoro Sumber Mulyo 25 3. Sedayu Gunung Sari 25 Total 75
Sumber Data : Data Kelompok Tani Hutan Rakyat Tahun 2005
Program GERHAN merupakan program yang bersifat topdown dari
pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Departemen Kehutanan Republik
63
64
64
Indonesia. Departemen Kehutanan melalui Surat Keputusan Mentri Kehutanan
menetapkan petunjuk pelaksanaan yang menjadi pedoman pelaksanaan GERHAN
di seluruh Indonesia.1 Pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimaroro
merupakan bagian pelaksanaan GERHAN Kabupaten Wonogiri. Sehingga
pelaksanaan di tingkat kecamatan hanya merupakan pelaksanaan teknis atau
pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat pemerintah kabupaten.
Pemerintah Kabupaten melalui Bupati Wonogiri mengeluarkan Surat
Keputusan (SK) tentang pembentukan Tim Pembina Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kabupaten Wonogiri pada setiap tahun
pelaksanaan. SK tersebut berisi tentang :
1. Membentuk Tim Pembina Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran pelaksanaan.
2. Menetapkan tugas Tim Pembina, yang isinya antara lain :
a. Melaksanakan Sosialisasi dan Penyebarluasan informasi
b. Melakukan bimbingan teknis terhadap pelaksanaan kegiatan fisik lapang.
c. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian.
d. Membuat laporan hasil penyelenggaraan GERHAN.
3. Menetapkan Tim Pembina bertanggungjawab dalam penyelenggaraan
GERHAN di Kabupaten Wonogiri pada tahun tersebut. Dalam operasional
sehari-hari Tim Pembina dapat dibantu oleh Sekretariat yang dibentuk oleh
ketua Tim Pembina.
4. Biaya yang timbul akibat keputusan ini dibebankan pada sumber Dana PNBP
DIPA BA 69 Lingkup Departemen Kehutanan di Kabupaten Wonogiri Tahun
anggaran pelaksanaan.
Berdasarkan SK tersebut maka dibentuklah Tim Pelaksana Kegiatan
GERHAN. Tim Pelaksana Kegiatan GERHAN bertugas membantu pelaksanaan
tugas harian, dengan kata lain melaksanakan kegiatan teknis GERHAN.
1 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 8
November 2008
65
65
Kegiatan GERHAN di Kabupaten Wonogiri secara keseluruhan meliputi:
1. Kegiatan Non Fisik,yang terdiri dari
a. Penyusunan Rencana Kegiatan
Kegiatan penyusunan rencana kegiatan merupakan langkah awal
yang dilakukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri
untuk menyusun proposal yang akan diajukan kepada pemerintah pusat.
Penyusunan rencana ini meliputi lahan-lahan yang akan digunakan, luasan
lahan, kondisi lahan, jenis tanaman yang akan ditanam, dan sosial ekonomi
petani. Pelaksanaannya dilakukan oleh personal dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan yang memiliki kemampuan di bidang perencanaan. Oleh
karena itu dinas membentuk tim perencana yang beranggotakan petugas
dari bagian perencanaan ditambah personal PKL yang memiliki
kemampuan atau sertifikat dibidang perencanaan.2 Dari proposal yang
diajukan tidak seratus persen dapat direalisasikan pemerintah pusat.
Pertimbangan anggaran menjadi dasar atas perencanaan yang yang
diajukan. Sehingga setelah terdapat persetujuan dari pemerintah pusat
maka pemerintah kabupaten dalam hal ini Dinas Kehutanan dan
Perkebunan membuat prioritas di lahan mana saja yang akan dilaksanakan
kegiatan GERHAN.3
b. Pembinaan Pengembangan Kelembagaan
Pembinaan pengembangan kelembagaan adalah bagian dari
kegiatan GERHAN yang bertujuan untuk menguatkan organisasi
kelompok tani yang merupakan salah satu sasaran GERHAN. Terkait
pengelolaan bantuan serta menguatkan kemandirian. Keterlibatan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam kegiatan GERHAN adalah
mendampingi kelompok tani, serta memberikan pelatihan-pelatihan dalam
2 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP Wawancara tanggal 8 November 2008 3Menurut Kepala Seksi RH Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008
66
66
menjalankan roda organisasi. Kegiatan pendampingan dilakukan secara
berkala dengan mengadakan pertemuan-peremuan dengan kelompok tani
yang terlibat. Selain dari LSM, PKL juga bertanggungjwab atas
pembinaan dan pengembangan kelembagaan kelompok tani. Untuk itu
PKL dalam pertemuan dengan kelompok tani selalu memeriksa
perlengkapan administrasi yang dimiliki kelompok.4
c. Penyebarluasan Informasi GERHAN
Pemerintah bertanggung jawab dalam penyebarluasan informasi
GERHAN. Pemerintah pusat melakukan penyebarluasan informasi melalui
media cetak maupun elektronik. Departemen Kehutanan memanfaatkan
jaringan internet sebagai media untuk penyebaran informasi yang utama,
dengan demikian sumber informasi ini dapat digunakan sebagai rujukan
bagi lembaga lain dalam menentukan kebijakan terkait pelaksanaan
GERHAN. Sedangkan penyebaran informasi di tingkat kabupaten, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan melakukan penyebaran informasi dengan
membuat brosur, buku dokumentasi GERHAN serta melakukan siaran
pers ke media massa. Namun untuk brosur dan buku dokumentasi
pendistribusiannya terbatas kepada stakeholder yang terkait.5
d. Bimbingan Teknis dan Monitoring Evaluasi
Mengingat pentingnya pengetahuan petani mengenai GERHAN
maka perlu dilakukan bimbingan teknis. Bimbingan teknis dilakukan
setelah terdapat sosialisasi terlebih dahulu. Bimbingan teknis meliputi
pelatihan-pelatihan mengenai teknis administrasi yang perlu dilaksanakan
oleh kelompok tani. Kelengkapan administrasi petani meliputi buku tamu,
buku kas, buku organisasi (anggaran dasar rumah tangga organisasi) buku
catatan operasional kegiatan GERHAN, buku notulen dan buku
inventarisasi kelompok.6 Selain pelatihan pengelolaan administrasi petani
mendapatkan pelatihan teknis GERHAN seperti teknik pembuatan
4 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP Wawancara tanggal 8 November 2008 5 Menurut Kepala Seksi RH Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 Nov 2008 6 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono,SP Wawancara tanggal 6 November 2008
67
67
tanaman, penyiapan lahan, pemeliharaan (pendangiran, pemupukan,
pemberantasan hama) serta kegiatan-kegiatan pertanian kehutanan yang
mendukung pelaksanaan GERHAN.7 Bimbingan teknis dilakukan dinas
Kehutanan dan Perkebunan dibantu PKL, dalam pelaksanaannya selain
dari personal dari dinas sendiri, dinas juga mengundang narasumber yang
berkompetan untuk memberikan materi kepada para petani. Khusus LSM
pendamping hanya memberikan dampingan kepada kelompok tani terkait
pengelolaan administrasi dalam kelompok tani serta pengembangan
kelompok tani. Sedangkan evaluasi dan monitoring dilaksanakan selama
kegiatan berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar setiap kegiatan yang
berjalan dapat dioptimalkan dan mencapai sasaran. Evaluasi dilaksanakan
oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan dengan melakukan kunjungan
langsung ke lapang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan juga membuat
laporan kepada Departemen Kehutanan sebagai laporan perkembangan
GERHAN. Petani tidak dibebankan membuat laporan pembuatan tanaman
GERHAN, maupun dalam pelaksanaan pemeliharaan namun hanya
bertanggung jawab pada penggunaan bantuan yang telah diberikan kepada
kelompok tani baik uang maupun barang dalam bentuk surat
pertanggungjawaban (SPJ) kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan
sekaligus SPJ ini sebagai syarat untuk pencairan bantuan selanjutnya.
Dalam GERHAN terdapat Lembaga Penilai Independen (LPI) yang
ditunjuk untuk melakukan penilaian terhadap hasil pelaksanaan GERHAN,
baik kelembagaan hasil penanaman maupun pemeliharaan hasil kegiatan
GERHAN.8
2. Kegiatan Fisik
a. Pemeliharaan Tanaman Hutan Rakyat
b. Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat
7 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP Wawancara tanggal 8 November 2008 8 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9
November 2008
68
68
GERHAN di Kecamatan Pracimantoro meliputi lahan seluas
1750 Ha yang telah dilaksanakan mulai tahun 2003 hingga tahun 2007.
Adapun pelaksanaan tiap tahun adalah sebagai berikut:
Pembuatan hutan rakyat pada tahun 2003 meliputi 9 desa
dengan luas keseluruhan 475 ha. Pada tahun 2003 tidak dilakukan
evaluasi LPI (Lembaga Penilai Independen), namun Dinas Kehutanan
dan Perkebunan tetap melakukan evaluasi dan monitoring
perkembangan tanaman. Hasil evauasi pelaksanaan pemeliharaan
tanaman tahun 2003 menunjukkan bahwa pelaksanaan pemeliharaan
belum optimal. Menurut Kepala Bidang Rehabilitasi Hutan, Drs Agus
Tri Harimulyo bahwa pelaksanaan pemeliharaan yang belum optimal
dikarenakan tingkat pengetahuan serta pengalaman yang masih kurang
dari kelompok tani. tahun 2003 merupakan tahun pertama pelaksanaan
GERHAN.
Tahun 2004 dilaksanakan dengan luas lahan sebesar 400 ha
yang terdiri dari 11 desa. Hasil Evaluasi Pelaksanaan GERHAN
Kabupaten Wonogiri (2004) menunjukkan prosentase tumbuh sebesar
74,56% dengan sebanyak 77,65% tanaman sehat. Sedangkan rata-rata
tinggi tanaman adalah 101,35 cm. Terjadi peningkatan prosentase
tumbuh dan penurunan prosentase kematian seiring dengan
meningkatnya pengetahuan serta pengalaman petani.
Tahun 2005 dilaksanakan dengan melibatkan 4 desa dengan
luas total 100 ha. Hasil Evaluasi Pelaksanaan GERHAN Kabupaten
Wonogiri (2005) menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan pada
peningkatan prosentase jumlah tanaman hidup antara 85% hingga
88%. Sedangkat tingat prosentase tanaman sehat mencapai 90%.
Masalah-masalah yang sering muncul saat pemeliharaan tanaman
sudah dapat diatasi oleh petani. Antara lain masalah-masalah tersebut
adalah kekeringan, gangguan hama. Petani menggunakan batang
bambu untuk menyimpan air, setiap tanaman mendapatkan satu
bambu yang sudah dilubangi pada bagian bawahnya yang
69
69
memungkinkan air mengalir sedikit-demi sedikit sehingga air tidak
akan langsung habis.9
Tahun 2006 dilaksanakan dengan melibatkan 1 desa dengan
luas lahan 25 ha. Hasil Evaluasi Pelaksanaan GERHAN Kabupaten
Wonogiri (2006) menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya.
Prosentase tanaman yang hidup mencapai 93,13% dengan tingkat
kesehatan sebesar 93,51%. Tingkat pengetahuan petani mengenai
teknik pemeliharaan berdampak pada tingkat pertumbuhan maupun
prosentase tanaman hidup.10
Tahun 2007 dilaksanakan dengan melibatkan 8 desa dengan
luas lahan sebanyak 700 ha. Hasil Evaluasi Pelaksanaan GERHAN
Tahun 2007 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbed dengan tahun
sebelumnya. Prosentase tanaman tumbuh berkisar antara 80% hingga
89%. Sedangkan prosentase jumlah tanaman sehat berkisar antara
89,9% hingga 96,3%. Dari angka tersebut menunjukkan bahwa
pelaksanaan penanaman serta pemeliharaan yang dilakukan oleh petani
berhasil.
Secara umum pelaksanaan GERHAN di Kecamatan
Pracimantoro mendapatkan predikat berhasil. Hasil evaluasi yang
dilaksanakan setiap tahun menunjukkan peningkatan. Menurut PKL
(Petugas Kehutanan Lapang) Kecamatan Pracimantoro Bapak Sutarso
bahwa petani sangat bersungguh-sungguh dalam melakukan
pemeliharaan tanaman, serta dukungan dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan yang maksimal membuahkan hasil yang optimal.
9 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,Sp Wawancara tanggal 7 November 2008 10 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008
70
70
No Desa Kelompok Tani
Tahun dan Luas Lahan Total 2003 (ha)
2004 (ha)
2005 (ha)
2006 (ha)
2007 (ha)
1. Lebak Sari Mulyo 50 50 Jati Murni 25 25 2. Wonodadi Ngudi Subur 50 50 100 Ngudi Mulyo 50 50 Ngudi
Makmur 25 25
3. Glinggang Sumber Rejeki
50 50
Amrih Subur 50 50 Amrih Mulyo 50 50 Maju Utomo 50 50 4. Gebang harjo Siti Mulyani 50 50 Tuwuh Sejati 25 25 5. Pracimantoro Sumber
Mulyo 50 25 75
6. Joho Margo Mulyo
50 50 100
Marsudi Mulyo
50 50
Murih Raharjo
50 50
7. Petirsari Tani Mulyo 50 50 Sari Tani 50 50 Ngudi Rejeki 50 50 Ngudi Mulyo 50 50 8. Watangrejo Manggolo
Sari 50 50
Ngudi Subur 25 25 Ngudi Rejo 25 50 75 Ngudi Mulyo 50 50 Bumi Lestari 25 25 9. Gambirmanis Ngudi
Raharjo 75 25 125
Ngudi Makmur
25 25
Tani Makmur 50 10. Tubokarto Langgeng
Jati 25 25
Sedyo Mulyo 50 50 11. Sumberagung Ngudi Lestari 50 50 Sari Bumi 50 50 12. Gedhong Ngudi 50 50
71
71
Tabel 12. Data Pelaksanaan GERHAN Tahun 2003 Hingga Tahun 2007 Sumber: Buku Dokumentasi GERHAN 2003-2007 Dinas lingkungan Hidup
Pertambangan dan Kehutanan
VI. POLA KOMUNIKASI DALAM GERAKAN NASIONAL
REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI KECAMATAN
PRACIMANTORO
Komunikasi yang ada dalam pelaksanaan program GERHAN terjadi pada
seluruh tahapan pelaksanaan program, yaitu sosialisasi, pembuatan tanaman dan
pemeliharaan, serta bimbingan teknis. Berdasarkan pengamatan peneliti pola
komunikasi yang ada meliputi bentuk-bentuk komunikasi sebagai berikut:
1. Komunikasi Massa
Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui
media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara
serentak dan sesaat (Rahmat, 2005). Kegiatan GERHAN di Kecamatan
Pracimantoro meliputi kegiatan teknis pembuatan tanaman serta pemeliharaan.
Tidak terdapat perumusan kebijakan di tingkat kecamatan. Pelaksananya
adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri, Petugas
Kehutanan Lapang Kecamatan Pracimantoro, serta kelompok tani yang
dilibatkan dalam Gerhan 2003-2007.
Sesuai dengan definisi komunikasi massa, maka komunikasi massa
yang ditemukan dalam pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro
terjadi pada peristiwa komunikasi pengaksesan situs GERHAN, Departemen
Kehutanan, situs BPDAS Solo oleh petugas Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Rindang Ngudi Subur 50 50 13. Sedayu Gunung Sari 25 25
Total 475 400 100 25 700 1.700
72
72
, serta siaran pers Dinas Kehutanan dan Perkebunan melalui pemerintah
Kabupaten Wonogiri.
Berdasarkan tabel 13 terdapat tiga peristiwa komunikasi massa. Ketiga
peristiwa tersebut melibatkan Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Wonogiri dan BPDAS Solo. Peristiwa komunikasi tersebut
merupakan peristiwa utama dalam kegiatan GERHAN di Kecamatan
Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
Peristiwa komunikasi pertama melibatkan sumber Deparemen
Kehutanan. Isi pesannya mengenai perkembangan kegiatan GERHAN yang
meliputi luasan lahan penanaman, lokasi-lokasi kegiatan GERHAN, dan
kebijakan pemerintah mengenai GERHAN. Saluran yang digunakan ialah
internet, media cetak nasional Kompas. Pesan tersebut ditujukan kepada
masyarakat luas, termasuk Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Wonogiri.
Peristiwa komunikasi ke dua melibatkan sumber Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Solo. Isi pesan berupa perkembangan
kegiatan GERHAN di wilayah DAS Solo termasuk di dalamnya Kecamatan
Pracimantoro Kabupaten Wonogiri, penyampaian informasi pelaksanaan
GERHAN di Kecamatan Pracimantoro sudah termasuk dalam laporan yang
dihimpun oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten
Wonogiri. Dari laporan tersebut, oleh Balai Pengamatan Daerah Aliran Sungai
Bengawan Solo dipublikasikan melalui situs resminya www.bpdas-
bengawansolo.net.
Selain untuk pengaksesan maupun pempublikasian pelaksanaan
GERHAN di Kecamatan Pracimantoro. Penggunaan media massa bertujuan
untuk mendapatkan informasi-informasi yang terkait dengan materi-materi
penunjang pelaksanaan penanaman maupun pemeliharaan. Lebih spesifik,
materi mengenai teknik budidaya tanaman keras, teknik konservasi lahan, dan
teknik pembenihan serta materi lain yang relevan dengan GERHAN. Tidak
ditemukan petani yang khusus mengakses media massa terkait pencarian
infomasi pelaksanaan GERHAN. Diakui bahwa petani hanya mengandalkan
71
73
73
informasi yang diberikan PKL maupun petugas dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan.11
Tidak terdapat umpan balik (feedback) pada peristiwa komunikasi
massa. Pola komunikasi massa digunakan untuk mempublikasikan informasi
sebagai usaha sosialisasi kegiatan GERHAN kepada masyarakat.
Di Kecamatan Pracimantoro telah terdapat jaringan yang
memungkinkan untuk mengakses media massa elektronik maupun cetak.
Dengan demikian setiap petani di Pracimantoro memiliki kesempatan untuk
mengakses informasi melalui media massa. Namun petani masih jarang
menjadikan media massa sebagai sumber informasi12. Masyarakat petani
mengandalkan informasi yang berasal dari PKL, petugas Dinas Kehutanan
dan Perkebunan maupun dari sesama petani lain.
Petani yang memiliki kesadaran untuk mengakses media massa masih
rendah jumlahnya. Hanya petani yang banyak melakukan kunjungan ke kantor
kecamatan atau ke kantor dinas kabupaten saja yang lebih sering mengakses
media massa.
11 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP (Wawancara 7 November 2008 ) “Petani
biasanya mengandalkan informasi dari petugas mas, maupun dari petani lain...” Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono,SP (Wawancara 7 November 2008)
“Masyarakat sini masih kecil minatnya sama koran mas, lebih suka komunikasi langsung dengan PKL atau teman petani yang lain..kalo ada ya paling hanyaa beberapa saja”
12 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bapak Mulyono,SP (Wawancara tanggal 7 November 2008)
Departemen Kehutanan RI
BPDAS SOLO
Dishutbun Wonogiri
Masyarakat Petani
Kecamatan
MEDIA MASSA
Masyarakat Luas
74
74
Keterangan :
: Aliran informasi
: Akses informasi
Gambar 4. Bagan Model Komunikasi Massa dalam GERHAN di Kecamatan
Pracimantoro
75
75
76
76
Informasi yang dicari beragam, petani lebih tertarik mengenai
informasi dunia pertanian, baik kebijakan maupun teknologi pertanian. Petani
tidak mengakses secara langsung mengenai perkembangan kebijakan maupun
perkembangan pelaksanaan GERHAN di media massa13.
Dari paparan tersebut diketahui penggunaan pola komunikasi massa
dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk menyebarluasan
informasi GERHAN, maupun untuk memperoleh informasi GERHAN dari
Departemen Kehutanan melalui media cetak maupun intenet. Penggunaan
media massa oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan dapat menyebarkan
informasi secara serentak, lebih cepat dan dapat meliputi khalayak luas.
Komunikasi massa dilakukan oleh pemerintah kabupaten melalui
siaran pers pada situs resmi pemerintah Kabupaten Wonogiri terkait dengan
pelaksanaan GERHAN. Siaran pers tersebut berisi informasi perkembangan
terakhir pelaksanaan GERHAN di Wonogiri. Sekaligus himbauan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dalam program GERHAN. Media massa
digunakan sebagai alat untuk menyampaikan informasi juga sekaligus
digunakan untuk mendapatkan informasi. Personal dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan memanfaatkan jaringan internet sebagai sarana mendapatkan
informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan GERHAN. Penyusunan
materi sosialisasi, materi pelatihan pun beberapa didapatkan dari mengakses
internet. Antara lain mengenai bududaya tanaman jati, sistem tanam,
mengatasi bahaya kekeringan serta bahan-bahan lain yang menunjang
kegiatan sosialisasi. Sebagai penunjang telah disediakan sarana untuk
mengakses internet. Tiga set komputer berada di dalam kantor Dinas
13 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bapak Sutarso,SP (Wawancara 8 November 2008) “yang
Saya tahu,petani kalo baca Koran kalo ketemu Koran saja, dan yang dibaca ya yang umum-umum saja itu,sekedar hiburan, kalo ada ya tentang dunia pertanian,perkembangan teknologi,kebijakan pupuk,biasanya itu”
Menurut Bapak Sutino Ketua Kelompok Tani Ngudi Makmur Gambir Manis wawancara tanggal 5 November 2008 “saya tidak pernah beli Koran mas, paling kalo ada teman yang punya saja, saya lebih tertarik tentang pertanian”
Menurut Bapak Katiran Ketua Kelompok Tani Gunungsari Sedayu “kalo lagi pingin baca saja mas,tidak setiap hari, yang dibaca ya hanya itu-itu saja,lebih seneng brita dunia pertanian mas.”
77
77
Kehutanan dan Perkebunan, ruang kehutanan. Ketiganya telah tersambung
dengan jaringan internet, dengan fasilitas tersebut petugas dapat bergantian
untuk menggunakan fasilitas tersebut.
Komunikasi massa pada dasarnya memiliki fungsi sebagai penyampai
informasi masyarakat luas. Komunikasi massa mengandalkan media massa
yang memiliki cakupan masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan
informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas
dalam waktu cepat sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu cepat dan
singkat (Bungin, 2006).
Media massa yang digunakan adalah website permerintah Kabupaten
Wonogiri, media cetak Solo Pos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat. Media
ini dapat menjangkau masyarakat di seluruh eks-karisidenan Surakarta dan
Provinsi Jogjakarta. Termasuk wilayah Kecamatan Pracimantoro di mana
Kecamatan Pracimantoro merupakan salah satu wilayah yang mendapatkan
bantuan GERHAN.
Penggunaan media massa oleh pemerintah Kabupaten Wonogiri sudah
tepat dan efektif, mengingat sasaran dari komunikasi tersebut adalah
masyarakat luas. Pemerintah bermaksud menyampaikan pesan bahwa telah
dilaksanakan kegiatan GERHAN di Kabupaten Wonogiri, serta mengajak
masyarakat luas untuk dapat menyadari arti pentingnya usaha menjaga
kehijauan lingkungan. Hasil pola komunikasi massa yang dilakukan
Departemen Kehutanan maupun Dinas Kehutanan dan Perkebunan
menunjukkan bahwa masyarakat khususnya petani di kecamatan Pracimantoro
telah memiliki kesadaran untuk memanfaatkan lahan yang dimilikinya dengan
menanam tanaman kayu-kayuan sebagai bentuk kesadaran masyarakat dalam
menghijaukan lahan, dan meningkatkan kesejahteraan melalui kegiatan
GERHAN.
2. Komunikasi Organisasi
Program GERHAN merupakan program yang terstruktur sehingga
dalam melaksanakannya diperlukan sebuah pengorganisasian. Untuk
78
78
mengorganisasi mutlak memelukan komunikasi diantara anggota organisasi
untuk dapat menjalankan tugas maupun fungsi masing-masing. Dengan
demikian tujuan organisasi dapat dicapai.
Chester Barnard dalam Hardjana (2000) menyimpulkan bahwa dalam
setiap teori organisasi yang tuntas dan menyeluruh. Komunikasi menempati
tempat sentral, karena struktur, keluasan jangkauan, dan ruang lingkupnya
hampir seluruhnya ditentukan oleh teknik-teknik komunikasi. Bahkan
spesialisasi dalam organisasi muncul dan dipelihara karena tuntutan
komunikasi. Demikian juga organisasi pelaksana program GERHAN,
komunikasi menjadi sentral dan roda organisasi dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Seluruh organisasi kelompok tani tidak terlepas dari komunikasi antara
anggota-anggota di dalamnya. Komunikasi ini merupakan komunikasi
organisasi. Komunikasi yang mutlak diperlukan untuk menjalankan roda
organisasi. Komunikasi organisasi bersifat formal dan informal (Deddy
Mulyana, 2007). Komunikasi organisasi yang bersifat formal meliputi
komunikasi yang mengikuti struktur organisasi. Sedangkan komunikasi yang
bersifat informal meliputi komunikasi di luar struktur organisasi, bersifat lebih
bebas dan tidak terpancang pada hierarki organisasi.
Salah satu sasaran GERHAN adalah menciptakan kelembagaan petani
yang mandiri dan mampu berswadaya dalam mengelola hasil kegiatan
GERHAN maupun dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam
menjaga lingkungan. Pengembangan kelembagaan merupakan salah satu
kegiatan yang dilaksanakan dengan sasaran kelompok tani. kegiatan
pengembangan kelembagaan meliputi pelatihan maupun pendampingan
kelompok tani. Dalam penelitian ini akan dibahas komunikasi yang terdapat di
Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Kelompok Tani.
a. Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Organisasi yang terlibat dalam pelaksanaan GERHAN terdapat di
setiap tingkat. Di tingkat kabupaten terdapat Dinas Kehutanan dan
Perkebunan yang merupakan penanggung jawab tingkat kabupaten.
79
79
Sedangkat di tingkat kecamatan terdapat organisasi penyuluh kehutanan
yang membantu melaksanakan kegiatan GERHAN. Petugas Kehutanan
Lapang (PKL) bertugas mendampingi petani selama kegiatan berlangsung
sesuai dengan intruksi yang diberikan. Di Kecamatan Pracimantoro
terdapat 2 PKL. Setiap PKL memiliki wilayah berbeda untuk mencakup
seluruh kawasan Kecamatan Pracimantoro.
Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan dipimpin oleh
seorang kepala dinas. Kepala dinas bertanggung jawab atas kinerja dinas
langsung kepada Bupati Wonogiri. Dibawah strukturnya terdapat
sekretariat yang bertugas sebagai penanggung jawab mengenai tugas
kesekretariatan. Sekretariat dibagi menjadi tiga sub bagian, yaitu sub
bagian perencanaan dan pelaporan, sub bagian keuangan, dan sub bagian
umum dan kepegawaian. Selain sekretariat juga terdapat dua bidang
dibawah kepala dinas. Bidang Kehutanan bertanggung jawab mengenai
kehutanan, terdiri dari tiga seksi, yaitu seksi rehabilitasi hutan dan lahan,
seksi pemanfaatan dan peredaran hasil, dan seksi penyuluhan dan
pemberdayaan masyarakat. Bidang yang terakhir adalah bidang
perkebunan. Seperti halnya bidang yang lain, bidang perkebunan dibagi
menjadi tiga seksi. Seksi produksi, seksi pengembangan dan teknologi
budaya, serta seksi pengendalian organisme pengganggu tanaman.
Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) yang merupakan wadah bagi
Penyuluh Kehutanan Lapang (PKL) juga masuk dalam struktur Dinas
Kehutanan dan Perkebunan. Tidak seperti bidang maupun kesekretariatan
yang memiliki kepala bidang maupun kepala sekretariatan. KJF dipimpin
oleh koordinator. PKL setiap kecamatan langsung bertanggung jawab
kepada kepala dinas. Hubungan dengan bagian lain dari struktur adalah
koordinasi.
Penyuluh Kehutanan Lapang berkedudukan di setiap kecamatan
yang ada di Kabupaten Wonogiri. Jumlah PKL di setiap kecamatan antara
2-5 orang. Sedangkan di wilayah Kecamatan Pracimantoro terdapat 2
80
80
PKL. Tidak terdapat struktur organisasi PKL, namun hanya dipimpin oleh
seorang koordinator PKL kecamatan.
81
81
KEPALA
SEKRETARIAT
Subbag. Perencanaan dan
Pelaporan
Subbag. Keuangan
Subbag. Umum dan Kepegawaian
BIDANG PERKEBUNAN
Seksi Produksi
Seksi Pengembangan dan Teknologi
Budidaya
Seksi Pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman
BIDANG KEHUTANAN
Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Seksi Pemanfaatan
dan Peredaran Hasil
Seksi Penyuluhan dan
Pemberdayaan Masyarakat Sekitar
Hutan
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
Gambar 5. Bagan Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri
82
82
Dalam pelaksanaan GERHAN terdapat organisasi yang dibentuk secara
khusus untuk menangani pelaksanaan GERHAN. Anggota dari organisasi
ini juga merupakan anggota Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
Pembentukan organisasi ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) tentang
pembentukan Tim Pembina Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan Kabupaten Wonogiri yang dikeluarkan Bupati Wonogiri pada setiap
tahun anggaran pelaksanaan.
Struktur terdiri dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat
Penguji Tagihan, Bendahara, Staf Kasekretariatan, Pinlak Fisik dan Pinlak
Bintek / Monev. Kuasa Pengguna Anggaran merangkap sekaligus sebagai
Pejabat pembuat Komitmen yang langsung membawahi bagian lainnya.
Setiap bagian struktur memiliki tugas dan wewenang yang masing-
masing. Tugas dan wewenang tersebut diatur dalam Petunjuk Operasional
(PO) dan Rencana Operasional (RO). Adapun tugas dan wewenang dari
masing-masing struktur adalah sebagai berikut.
1) Kuasa Pengguana Anggaran (KPA)
a) Tugas :
1) Bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran
2) Menunjuk pejabat pembuat komitmen
3) Menunjuk pejabat penguji SPP/ Penerbit SPM
4) Menunjuk panitia pengada barang / jasa
5) Menunjuk panitia pemeriksa dan penerima barang
6) Menunjuk staf kesekretariatan
7) Mengkoordinasikan pembuatan rencana dan pelaksanaan
kegiatan
8) Mengadakan pemeriksaan Kas Bendaharawan sedikitnya 3
bulan sekali.
2) Wewenang :
1) Menerbitkan dan menetapkan Petunjuk Operasional dan
Rencana Kegiatan.
2) Menerbitkan dan menetapkan petunjuk teknis kegiatan
83
83
3) Menanda-tangani Surat Perntah Kerja
4) Menanda-tangani Surat Perintah Tugas dan SPPD
5) Mengajukan Surat Perintah Pembayaran (SPP)
3) Pejabat Pembuat Komitmen
a) Tugas :
1) Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran uang
2) Bertanggungjawab atas penyelesaian kegiatan tepat pada
waktunya
3) Bertanggungjawab terhadap hasil fisik dan pelaksanaan
keuangan
4) Melakukan pengujian terhadap hasil tagihan sebelum
memberikan persetujuan pembayaran
5) Melakukan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan
6) Membuat laporan bulanan, triwulan, dan tahunan / akuntabilitas
hasil kegiatan dan penyampaian laporan tersebut tepat waktu
7) Mengadakan pemeriksaan kas pada bendaharawan sedikitnya 3
bulan sekali
b) Wewenang :
1) Mengambil kebijakan untuk pelaksanaan pembinaan dan
pengendalian kegiatan sesuai aturan, petunjuk pelaksanan,
petunjuk teknis, dan peraturan keproyekan lain.
2) Melakukan pengecekan hasil dan pelaksanaan kegiatan apakah
telah sesuai dengan standar mutu teknis kegiatan.
3) Mengatur sistem koordinasi, konsolidasi dan sinkronisasi
semua pelaksanaan kegiatan.
4) Menentukan jadwal kegiatan
5) Memberikan bahan masukan, bahan pertimbangan dan laporan
kepada KPA dan Kepala Unit Kerja.
84
84
4) Bendahara
a) Tugas :
1) Menyelenggarakan pengelolaan keuangan yang menjadi
tanggungjawab dengan sebaik-baiknya, yakni menerima,
menyimpan, dan membeayarkan kepada yang berhak atas
persetujuan PPK.
2) Bertanggung jawab atas keadaan kas yang menjadi tanggung
jawabnya
3) Melaksanakan pengujian secara teliti atas keaslian
kelengkapan-kelengkapan yang diperlukan untuk pembayaran.
4) Menyelenggarakan pembukuan dan penata usahaan secara
tertib, teratur dan terus menerus sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
b) Wewenang
1) Melakukan pembayaran kepada pihak-pihak yang berhak
setelah mendapatkan persetujuan dari PPK
2) Mencairkan dana dari bank untuk operasional kegiatan setelah
mendapat persetuajuan dari PPK
3) Menyimpan uang di tempat yang telah ditentukan
5) Pejabat Penguji Pengeluaran / Penerbit Surat Perintah Melunasi (SPM)
a) Tugas :
1) Menguji SPP yang diajukan KPA
2) Menandatangani SPM
b) Wewenang : Menolak SPP yang diajukan apabila kurang
memenuhi persyaratan dan kelengkapannya.
6) Pemimpin Pelaksana (Pinlak) Fisik
a) Tugas :
1) Menyusun Rencana dan Anggaran (RAB) kegiatan fisik
2) Menyiapkan (bersama bendaharawan) Surat Perjanjian
Kerjasama (SPKS)
85
85
3) Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang fisik
4) Mengadakan pengawasan pelaksanaan kegiatan
5) Membantu PPK untuk pelaksanaan kegiatan bidang fisik
6) Membuat laporan kemajuan hasil pelaksanaan kegiatan kepada
PPK
b) Wewenang :
1) Memberikan masukan kepada PPK
2) Memberikan persetujuan untuk pembayaran kepada pelaksana
kegiatan bidang fisik
3) Memberhentikan (sementara) kegiatan apabila tidak sesuai
dengan standart dan mutu teknis yang telah ditetapkan.
7) Pemimpin Pelaksana (Pinlak) Bimbingan Teknis (Bintek) dan
Monitoring Evaluasi (Monev)
a) Tugas :
1) Menyusun rencana dan anggaran (RAB) kegiatan Bintek dan
Monev
2) Menyusun Petunjuk Teknis Kegiatan
3) Menentukan sasaran kegiatan, waktu pelaksanaan dan petugas
pelaksana untuk mendapatan persetujuan PPK
4) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan bidang monev dan
bintek
5) Menyiapkan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan kegiatan
6) Mengadakan pengawasan pelaksanaan kegiatan
7) Membantu PPK untuk melaksanakan kegiatan bidang bintek
dan monev
8) Membuat laporan kemajuan hasil pelaksanaan kegiatan kepada
PPK.
b) Wewenang :
1) Memberikan saran dan masukan kepada PPK.
2) Memberikan persetuajuan untuk pembayaran kepada pelaksana
kegiatan bintek dan monev.
86
86
8) Staf Kesekretariatan
a) Tugas :
1) Menyusun Surat Keputusan (SK) berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan.
2) Menyiapkan surat menyurat untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan.
3) Menyiapkan rapat-rapat pertemuan.
4) Mengelola arsip-arsip kegiatan
5) Membantu pinlak fisik dan bendaharawan dalam penyiapan
SPKS
6) Membantu bendaharawan untuk menyelesaikan Surat
Pertanggung Jawaban (SPJ).
Keterangan :
: garis komando : garis koordinasi
Gambar 6. Bagan Struktur Organisasi Pelaksana Kegiatan GERHAN
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merangkap
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Pejabat Penguji Tagihan Bendahara
Staf Kesekretariatan
Pinlak Fisik Pinlak Bintek / Monev
87
87
Struktur tersebut ditempati oleh personal yang ditunjuk oleh kepala
Dinas Kehutanan dan Perkebunan berdasarkan Surat Ketetapan (SK)
Bupati tentang pembentukan Tim Pelaksana/Kesekretariatan. Personal
yang ditunjuk merupakan personal yang dianggap mampu dan
berkompeten dibidangnya. Dengan kata lain personal yang ditunjuk masuk
dalam struktur organisasi pelaksana kegiatan GERHAN berasal dari
bidang yang bersesuaian dengan struktur organisasi Dinas Kehutanan dan
Perkebunan.
Komunikasi organisasi yang terdapat pada Dinas Kehutanan dan
Perkebunan maupun organisasi maupun PKL tingkat kecamatan
merupakan bentuk koordinasi antar bagian struktur. Koordinasi tersebut
merupakan usaha penyelarasan gerak pelaksanaan kegiatan GEHAN.
Komunikasi yang dilakukan oleh kepala dinas merupakan bentuk
pemantauan kinerja maupun pemantauan perkembangan program yang
telah berjalan, yang sedang berjalan maupun yang telah berjalan. Pimpinan
memberikan instruksi kepada struktur di bawahnya melalui rapat, surat
resmi, maupun koordinasi langsung dengan yang bersangkutan.
Berikut adalah pernyataan dari Kepala Bidang Kehutanan Drs
Agus Tri Harimulyanto:
”Rapat dilakukan secara rutin, minimal 1 bulan sekali kami
melakukan rapat, fungsinya untuk memantau perkembangan
kegiatan, koordinasi, maupun menyusun perencanaan kegiatan
selanjutnya. dalam rapat kami juga melaporkan hasil kegiatan
yang telah dilaksanakan sebagai pertanggungjawaban kepada
Kepala Dinas. Selain itu setiap bidang juga melakukan koordinasi
internal masing-masing, hasil rapat bidang tersebut yang akan
dibawa ke rapat besar.” (Wawancara: 9 November 2008)
Sedangkan surat resmi juga merupakan salah satu saluran dalam
berkomunikasi. Namun fungsinya tidak seperti rapat yang dilakukan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan. Surat biasanya digunakan sebagai tindak
88
88
lanjut dari rapat maupun koordinasi yang dilakukan. Surat dapat berfungsi
sebagai pemberitahuan maupun penugasan.
Pada bagian lain, Kelompok jabatan fungsional melakukan
komunikasi vertikal dengan kepala dinas. Terlihat dalam gambar 6. (Bagan
Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri) bahwa
kelompok jabatan fungsional langsung dibawah kepala dinas, yang
dihubungkan dengan garis. Garis tersebut mengartikan bahwa kelompok
jabatan fungsional bertanggung jawab langsung kepada kepala dinas.
Bentuk komunikasi yang digunakan dengan menggunakan laporan tertulis
maupun laporan dalam rapat pertemuan. Isi pesan yang disampaikan
merupakan laporan kinerja, laporan perkembangan program, dan laporan
mengenai rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.
Koordinasi dilakukan Kepala Bidang Kehutanan maupun seksi-
seksi di bawah bidang kehutanan. Koordinasi mencakup kegiatan yang
akan dilaksanakan di wilayah kerja PKL, baik pembuatan rencana
kegiatan, tindak lanjut kegiatan. Koordinasi dilakukan dengan menggelar
rapat bersama. Dilakukan secara rutin setiap satu bulan sekali.
Di Kecamatan Pracimantoro tidak terdapat struktur organisasi
PKL. Jumlah PKL yang terdapat di Kecamatan Pracimantoro hanya 2
personil saja, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya maka salah satu PKL
berfungsi sebagai koordinator PKL Kecamatan Pracimantoro. Komunikasi
yang yang dilakukan merupakan bentuk koordinasi langsung. Komunikasi
langsung ini dipandang sangat efektif dalam melaksanakan tugas secara
bersama-sama.14
14 Menurut Bapak Sutarso, SP PKL Kecamatan Pracimantoro wawancara 7 November 2009 “di
Kecamatan Pracimantoro kami hanya berdua mas, jadi tidak terdapat struktur, hanya saja salah satunya menjadi koordinator”
Menurut Bapak Mulyono, SP PKL Kecamatan Pracimantoro wawancara 7 November 2009 “Pak Tarso sebagai koordinator, karena kami hanya berdua maka koordinasi sifatnya langsung”
89
89
90
90
91
91
Komunikasi organisasi yang bersifat formal perlu ditunjang
komunikasi yang bersifat informal. Komunikasi informal tidak terbatasi
struktur dinas. Komunikasi informal terjalin antar anggota organisasi.
Komunikasi yang terjalin antar anggota organisasi berisi tentang
berbagai isu yang sedang berkembang. Diantaranya isu pergantian
pimpinan, isu pelaksanaan GERHAN yang tidak dapat terlaksana,
penilaian hasil kegiatan, maupun isu kenaikan jabatan.
Isu-isu tersebut berkembang diantara anggota organisasi Dinas
Kehutanan dan Perkebunan. Isu menjadi bahan pembicaraan dan bahan
pendiskusian. Selain isu, terdapat juga komunikasi yang mendukung
komunikasi yang bersifat formal. Karena dalam komunikasi organiasi
yang bersifat formal tidak bisa menjadi satu-satunya saluran komunikasi,
perlu adanya dukungan dari proses informal.
Seperti yang diakui Drs Agus Tri Harimulyanto dalam
pernyataannya:
”Selain rapat tentu saja kami berkoordinasi, baik sebelum rapat
maupun setelah rapat. Semacam konsultasi dulu, jadi rapatnya
nanti menjadi lebih efektif, keputusan yang akan dibuat akan
menjadi lebih tepat. Sering juga kok, dalam rapat malah saya
direkomendasikan untuk berkoordinasi dengan yang lain, untuk
berdiskusi menemukan solusi.” (Wawancara: 9 November 2008)
Pernyataan serupa diungkapkan Petugas Kehutanan Pracimantoro
(PKL) Bapak Sutarso, SP :
”Setelah rapat biasanya kumpul-kumpul dulu sama yang lain,
kadang masih membahas hasil rapat, maupun koordinasi
lagi,kadang kami dapat solusi baru malah setelah rapat ”
(Wawancara : 7 november 2008)
92
92
93
93
Komunikasi organisasi informal menjadi pendukung bagi
pelaksanaan komunikasi organisasi formal. Komunikasi organisasi
informal mempengaruhi keterbukaan anggota organisasi. Karena dalam
komunikasi organisasi informal lebih cenderung berkaitan dengan
kedekatan personal antar individu. Sehingga individu lebih terbuka dan
tidak merasa terbatasi maupun tertekan.
Umpan balik dalam pola komunikasi organisasi yang bersifat
formal di Dinas Kehutanan dan Perkebunan diberikan saat peristiwa
komunikasi berlangsung. Umpan balik berisi pesan mengenai klarifikasi
tugas, pelaporan tugas solusi dari permasalahan. Dalam pola komunikasi
organisasi yang bersifat informal umpan balik berupa klarifikasi mengenai
isu pemisahan Bidang Kehutanan dan Perkebunan dari Dinas Lingkungan
Hidup Kehutanan dan Pertambangan (LHKP).
Efektifitas pola komunikasi organisasi dapat diketahui dari hasil
kinerja para anggota organisasi. Hasil kinerja diketahui dari berbagai
laporan yang disusun sebagai pertanggungjawaban. Ditemukan dalam
dokumen Laporan Kegiatan Pembinaan Kelembagaan Dinas Lingkungan
HidupKehutanan dan Pertambangan (LHKP) Kab Wonogiri, bahwa
pelaksanaan kegiatan sesuai target dan petunjuk pelaksanaan GERHAN.
Dalam laporan disebutkan bahwa telah dilaksanakan kegiatan GERHAN
meliputi kegiatan sosialisasi dan penyebarluasan informasi, bimbingan
teknis terhadap pelaksanaan kegiatan fiik lapangan, pengawasan dan
pengendalian. Tercatat dalam dokumen laporan kegiatan bimbingan
kelembagaan petugas dinas melakukan koordinasi dengan pemerintah
kecamatan dan pemerintah desa, maupun dengan kelompok tani.
masyarakat merespon baik kegiatan GERHAN, serta sangat antusias
dengan kegiatan GERHAN.
Temuan dari laporan kegiatan GERHAN menunjukkan komunikasi
organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri
berlangsung efektif. Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk
operasional kegiatan GERHAN.
94
94
b. Kelompok Tani
Kelompok tani beranggotakan petani-petani yang memiliki lahan
yang saling berdekatan biasanya membentuk sebuah blok. Jumlah anggota
kelompok tani antara 30 hingga 40 petani. Kelompok tani memiliki
kepengurusan yang sederhana. Dipimpin oleh seorang ketua kelompok tani
dan dibantu seorang wakil ketua. Dalam menjalankan tugasnya ketua
dibantu seoarang sekretaris, bendahara serta bidang-bidang.
Tidak berbeda dengan organisasi yang lainnya, di dalam kelompok
tani terdapat juga pola komunikasi organisasi. Ketua kelompok tani
menjadi pemimpin dan menjadi pusat informasi. Ketua kelompok tani
memberikan mandat kepada struktur dibawahnya dalam menjalankan roda
organisasi. Dalam melaksanakan program GERHAN ketua kelompok tani
berfungsi sebagai orang yang dipercayakan PKL maupun dinas untuk
dapat memimpin dan menggerakkan seluruh anggota kelompok tani untuk
terlibat.15
Perintah atau mandat yang diberikan ketua kelompok tani berupa
perintah teknis harian organisasi. Perintah, mandat maupun instruksi yang
diberikan kepada sekretaris berupa instruksi tentang penyelenggaraan
administrasi organisasi, notulensi, maupun, pengkoordiniran mengenai
data anggota dan inventarisasi organisasi kelompok tani. Ketua kelompok
tani juga meminta sekretaris untuk menjadi wakilnya pada pertemuan-
pertemuan tertentu bila ketua berhalangan untuk hadir. Komunikasi
dengan bendahara meliputi pengkontrolan perkembangan keuangan yang
dimiliki kelompok tani, terkait pengeluaran, pemasukan, maupun rencana
anggaran pada bulan selanjutnya terkait dengan kegiatan GERHAN. Tidak
15 Menurut Bapak Satino Ketua Kelompok Tani Ngudimakmur Wawancara 7 November 2009
“Kalau ada sesuatu, biasanya anggota larinya ke saya mas (ketua kelompok tani)” Menurut Bapak Sakino Ketua Kelompok Tani Ngudirejo Wawancara 6 November 2009 “Ketua
biasanya yang mengayomi anggotanya, ketua berusaha bisa menjawab dan membantu anggota yang punya pertanyaan atau masalah, kalau tidak bisa biasanya saya bertanya ke Pak Tarso (PKL)”
Menurut Bapak Sutarso, SP PKL Kecamatan Pracimantoro Wawancara 7November 2009 “Ketua Kelompok tani yang mengorganisisir anggotanya, biasanya anggota mudah percaya kalau ketuanya mendukung saya.”
95
95
jauh berbeda, seksi-seksi juga memberikan laporan maupun
mengkoordinasi bidangnya sesuai dengan instruksi ketua kelompok tani.
setiap seksi dikoordinir seorang ketua seksi. Secara langsung ketua seksi
mendapatkan instruksi dari ketua kelompok tani. 16
Gambar 7. Bagan Struktur Organisasi Kelompok Tani
Komunikasi organisasi formal terdapat dalam rapat yang setiap 35
hari dilaksanakan 1 kali. Rapat dihadiri seluruh anggota kelompok,
terkadang bila dibutuhkan PKL di undang untuk datang. Dalam rapat
dibahas berbagaimasalah yang di hadapi anggota maupunkelompok tani.
Kegiatan rutin ini juga membahas laporan dari setiap seksi, koordinasi
sekaligus, persiapan kegiatan selanjutnya.
16 Menurut Bapak Satino Ketua Kelompok Tani Ngudimakmur Wawancara 7 November 2009
Menurut Bapak Katiran, Ketua Kelompok tani Gunungsari Wawancara 6 November 2009
KETUA KELOMPOK TANI
SEKRETARIS BENDAHARA
SEKSI PENGADAAN
SAPRODI
SEKSI PENGADAAN
PUPUK
SEKSI PENGENDALIAN
OPT
SEKSI PENGAIRAN SEKSI PENGADAAN PUPUK
RAPAT ANGGOTA
PENASEHAT
96
96
97
97
Tidak seperti organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan,
organisasi kelompok tani lebih sederhana, sehingga komunikasi dalam
kelompok tani pun lebih sederhana. Kedekatan interpersonal di dalam
kelompok tani sangat kental sekali. Sehingga komunikasi organisasi yang
bersifat formal pun menjadi komunikasi yang kekeluargaan. Sikap ewuh
pekewuh masih kental sekali dalam kelompok tani di Pracimantoro.
Namun dalam menjalankan tugas kerap sekali dilakukan secara
gotongroyong/bersama-sama.
Tabel 18. Unsur Komunikasi Organisasi bersifat Formal Horisontal Kelompok Tani dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro
Sumber Pesan Saluran Penerim
a
Tujuan Efektivitas
Seksi-
seksi
kelompok
tani
Koordinas
i kegiatan
Rapat Seksi lain koordinas
i
Efektif
(Kegiatan
yang
dilaksanakan
terkoordinasi
)
Sekretaris
Kelompo
k Tani
Koordinas
i kegiatan
Rapat Bendahar
a
Kelompo
k Tani
koordinas
i
Efektif
(Kegiatan
yang
dilaksanakan
terkoordinasi
)
Sumber : Analisis Data Primer
Demikian juga dengan pola komunikasi organisasi formal
horisontal. Profesionalitas dalam organisasi kelompok tani di
Pracimantoro adalah kekeluargaan. Saling menghargai antara satu dengan
yang lain, sehingga dalam menjalankan tugasnya, pengurus kelompok tani
98
98
harus bisa ngemong sesama pengurus maupun ngemong anggota kelompok
tani. Sifat ini yang mendorong bagi pengurus untuk senantiasa
berkoordinasi dengan sesamanya.
Faktor tersebut juga menyebabkan pesan lebih banyak disampaikan
melalui komunikasi orgasniasi informal. Isi pesan yang yang biasanya
disampaikan berupa desas-desus atau isu mengenai pelaksanaan kegiatan
GERHAN di lapang, maupun kebijakan yang akan diambil. Isu-isu
tersebut antara lain mengenai pergantian, isu kebijakan pelaksanaan
GERHAN tahun 2008 yang terlambat turun, penilaian pembuatan tanaman
dan pemeliharaan yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, luas lahan
yang akan digunakan dalam kegiatan GEHAN, daerah dan kelompok tani
yang terlibat dalam GERHAN tahun selanjutnya, waktu dan mekanisme
pencairan bantuan bibit, pupuk, dan dana pemeliharaan.
Tabel 19. Unsur Komunikasi Organisasi Informal Kelompok Tani dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro
Sumber Pesan Saluran Peneri
ma
Tujuan Efektivi
tas
Petani Dana kegiatan
yang akan
diturunkan,
jumlah luas
lahan yang akan
digunakan,
kelompok tani
yang akan
terlibat, waktu
pencairan
bantuan pupuk,
Komunik
asi
personal
Petani Bertukar
informasi
untuk
menambah
pengetahua
n mengenai
perkemban
gan
program
Efektif
(Pengeta
huan
petani
tentang
program
meningk
at)
Sumber : Analisis Data Primer
Komunikasi organisasi informal pada kelompok tani berpengaruh
terhadap pelaksanaan kegiatan GERHAN. Karena petani masih merasa
99
99
kaku dengan kondisi formal dalam organisasi. Hubungan personal dan
kekeluargaan lebih diutamakan. Sehingga dalam pelaksanaannya,
penyuluh memiliki peran penting dalam menjalankan roda organisasi.
Sebagai contoh adalah pernyataan beberapa informan sebagai
berikut:
”Kelompok tani biasanya juga minta tolong untuk dibantu
membuat LPJ penggunaan bantuan GERHAN...”(Sutarso,
SP.Wawancara: 8 November 2008)
”Dalam masalah administrasi saya sering minta tolong ke pak
Tarso” (Katiran, wawancara 7 November 2008)
Terlihat bahwa pengurus kelompok tani masih mengandalkan
hubungan personal dengan PKL untuk menyelesaikan masalah
adminitrasi. Komunikasi organisasi informal sangat membantu dalam
melaksanakan kegiatan GERHAN. Namun demikian, PKL dan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan berharap kelompok tani dapat menjadi lebih
mandiri lagi.
Umpan balik dalam pola komunikasi organisasi kelompok
berlangsung saat terjadinya peristiwa komunikasi. Umpan balik berupa
penyelesaian masalah atau solusi dari masalah yang ditemukan, selain itu
umpan balik berupa klarifikasi-klarifikasi mengenai permasalahan yang
dihadapi para anggota kelompok tani.
Pola komunikasi organisasi dalam kelompok tani berlangsung
kurang efektif. Karena ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan
kerja organisasi kelompok tani yang dikerjakan PKL, sebagai contohnya
adalah pembuatan surat pertanggung jawaban (SPJ) kelompok tani.
anggota organisasi belum dalap melaksanakan tugasnya secara optimal.
Dari uraian mengenai komunikasi organisasi pada Dinas
Kehutanan dan Perkebunan maupun Kelompok Tani menunjukkan bahwa
komunikasi organisasi yang bersifat informal sangat berguna dalam
mendukung komunikasi organisasi yang bersifat formal. Dalam
komunikasi organisasi informal lebih memungkinkan terjadinya
100
100
komunikasi kelompok maupun komunikasi interpersonal. Dengan
demikian komunikasi yang terjalin menjadi lebih efektif dan pelaksanaan
roda organisasi menjadi lancar.
Selain itu juga peran pimpinan juga memiliki pengaruh.
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara efektif mempengaruhi
gerak kelompok ke arah tujuan kelompok (Cragan dan Wrigh dalam
Rakhmat, 2005). Gaya kepemimpinan yang diterapkan pada Dinas
Kehutanan dan Perkebunan maupun Kelompok Tani adalah gaya
kepemimpinan yang mengutamakan hubungan personal, memberikan
kebebasan berfikir bagi anggota anggotanya dengan kata lain gaya
kepemimpinan demokratis. Menurut Rakhmat (2005) kepemimpinan
demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu
anggota untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Sehingga
keputusan yang diambil adalah keputusan bersama, semua pihak dapat
menerima hasil keputusan tersebut. Sehingga pelaksanaan kegiatan
GERHAN dilaksanakan secara bersama tanpa ada rasa keberatan dari
anggotanya.
Selain gaya kepemimpinan jaringan komunikasi organisasi
berpengaruh. Komunikasi organisasi informal berkembang dari pimpinan
pejabat Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun pimpinan kelompok
tani yang berbincang dengan anggota yang lain diluar kegiatan formal.
Kemudian dari personal tersebut disampaikan juga ke personal yang lain
hingga membentuk rantai komunikasi yang panjang dan jaringan
komunikasi dalam organisasi. Hal ini dapat terjadi karena pejabat yang
lebih tinggi memiliki akses informasi yang lebih luas, sehingga pejabat
tersebut menjadi sumber informasi utama di organisasi tersebut. Demikian
juga dalam organisasi kelompok tani. pemimpin memiliki akses yang
cukup luas terhadap informasi luar, informasi dapat berasal dari PKL
maupun petugas Dinas. Yang kemudian akan diteruskan kepada anggota-
anggota yang lan.
101
101
Gambar 8. Model Struktur Jaringan Komunikasi Roda
Struktur bintang memiliki pemimpin yang jelas. Posisinya di pusat,
dan pemimpin merupakan satu-satunya orang yang dapat mengirim dan
menerima pesan dari semua anggota. Oleh karenannya, pesan yang
disampaikan seorang anggota kepada anggota lain, maka pemimpin pun
akan mendapatkan mendapatkan pesan yang sama.
Organisasi kelompok tani maupun organisasi yang dibentuk untuk
melaksanakan GERHAN merupakan bentuk pengejawantahan dari
pelaksanaan pencapaian tujuan GERHAN. Yaitu membentuk masyarakat
yang sadar akan pentingnya rehabilitasi dan pemeliharaan lingkungan
sekitar. Kesadaran tersebut tercermin dari terbentuknya organisasi
kelompok tani yang mewadahi petani untuk mencapai tujuan bersama
yang tidak lain adalah tujuan GERHAN.
Bentuk komunikasi organisasi ditemukan pada organisasi-
organisasi yang terlibat dalam GERHAN. Di tingat kabupaten organisasi
tersebut adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Dalam melaksanakan
program GERHAN dibentuk tim khusus yang terdiri dari personal yang
bertugas di Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Pembentukannya
berdasarkan SK Bupati selaku Ketua Pembina GERHAN. Komunikasi
yang dilakukan personal organisasi dilakukan di lingkungan kantor.
Fasilitas yang mendukung komunikasi antara lain alat komunikasi pribadi
A B D
C
E
102
102
(handphone), ruang rapat, dan surat-surat. Komunikasi organisasi
berlangsung secara formal dan informal. Tujuan dari komunikasi yang
dilakukan untuk mengkoordinasikan seluruh anggota organisasi, yang
meliputi penyatuan pemahaman mengenai program GERHAN, pembagian
tugas, mengatur pelaksanaan program, menyusun rencana anggaran, serta
evaluasi kegiatan.
Efektifitas komunikasi organisasi ditentukan dengan sejauh mana
komunikasi yang dilakukan dalam organisasi tersebut. Efektifitas
komunikasi organisasi dipengaruhi gaya kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan yang diterapkan adalah gaya kepemimpinan demokratis.
Dimana dalam menjalankan roda organisasi diutamakan rasa kekeluargaan
dan kebersamaan. Dengan demikian komunikasi organisasi efektif
dilaksanakan dalam pelaksanaan program GERHAN, yaitu program yang
memiliki struktur yang jelas. Strukturisasi merupakan salah satu ciri yang
dimiliki sebuah organisasi.
3. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang terjadi di dalam
suatu kelompok, dimana setiap anggota kelompok saling mengenal antara satu
dengan yang lain dan memandang mereka merupakan bagian dari kelompok
tersebut. Kelompok bisa terdiri lebih dari 2 orang, dengan alur komunikasi
tertentu. Komunikasi kelompok terjadi pada setiap organisasi yang terlibat
dalam GERHAN.
Untuk melihat bentuk komunikasi kelompok yang terjadi dalam
pelaksanaan GERHAN. Maka terlebih dahulu dilihat kelompok-kelompok apa
saja yang terbentuk selama proses pelaksanaan GERHAN berlangsung.
Kelompok yang terbentuk tidak hanya kelompok yang bersifat formal saja
tetapi kelompok-kelompok yang bersifat informal. Kelompok formal lazimnya
disebut organisasi sedangkan kelompok informal adalah kelompok yang ada
diluar organisasi tersebut.
a. Kelompok Besar
103
103
Data laporan tahunan GERHAN tahun 2006 menunjukkan bahwa
terdapat pertemuan-pertemuan yang melibatkan lebih dari 60 orang.
Kegiatan tersebut telah mulai berlangsung pada tahun 2003. Kemudian
dilaksanakan pada tiap tahun pelaksanaan GERHAN. Teknis pertemuanya
adalah dengan mengundang perwakilan-perwakilan kelompok tani seluruh
Wonogiri untuk kemudian mendapatkan penjelasan mengenai kegiatan-
kegiatan GERHAN.
Sosialisasi yang dilaksanakan bertujuan untuk memberikan
pengetahuan dasar kepada para perwakilan petani. Petani yang hadir dalam
pertemuan tersebut nantinya akan menjadi pelopor dalam kegiatan-
kegiatan GERHAN. Untuk selanjunya kegiatan dilangsungkan di wilayah
masing-masing dengan tetap ada pengawasan dari pemerintah kabupaten
dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Selain sosialisasi, dalam
pertemuan tersebut sekaligus melaksanakan persiapan pelaksanaan
GERHAN, yaitu mendata dan membuatkan rekening setiap kelompok tani
yang terlibat.17
Pelaksanaan sosialisasi ini telah direncanakan terlebih dahulu
dengan membentuk kepanitiaan atau tim kerja. Tim kerja ini merupakan
personal-personal yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
Sedangkan untuk pemateri tidak hanya dari personal petugas Dinas
Kehutanan dan Perkebunan tetapi juga didatangkan pemateri dari praktisi
maupun dari BPDAS Solo.18
Tidak hanya kegiatan sosialisasi saja. Komunikasi kelompok juga
mengagendakan penyuluhan maupun pelatihan yang diadakan secara
besar. Kegitan tersebut biasanya bertajuk pelatihan petani kader
GERHAN. Materi meliputi pelatihan persiapan pembuatan tanaman,
pemupukan, pembibitan, dan teknik-teknik konservasi lahan.
17 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,Sp Wawancara tanggal 8 November 2008
Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008
18 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008
104
104
Di tingkat kecamatan komunikasi kelompok besar ditemukan pada
pertemuan yang dilaksanakan di Pendopo Kecamatan Pracimantoro.
Pertemuan ini dilaksanakan setiap bulan. Tujuan dari pelaksanaan ini
untuk memantau perkembangan pelaksanaan kegiatan GERHAN maupun
kegiatan-kegiatan lain yang dilaksanakan di Kecamatan Pracimantoro.
Pertemuan bulanan ini dihadiri seluruh jajaran pemerintah Kecamatan
Pracimantoro, Petugas Kehutanan Lapang (PKL), perwakilan perangkat
desa seluruh Kecamatan Pracimantoro, dan perwakilan kelompok tani.
Pada saat tertentu pertemuan ini juga dihadiri perwakilan dari
Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk memantau sekaligus hadir sebagai
pembicara dalam pertemuan tersebut. Secara informasi yang bersifat lebih
umum diberikan oleh Camat atau yang mewakili. Karena pada pertemuan
ini memang tidak dikhususkan pada keiatan GERHAN, tetapi meliputi
semua kegiatan yang dilaksanakan di Kecamatan Pracimantoro.
Komunikasi kelompok besar didukung dengan penggunaan alat-
alat bantu pengeras suara, papan tulis, LCD Proyektor, komputer, serta alat
peraga yang mendukung penyampaian materi lainnya. Pelaksana juga
menyiapkan materi-materi atau data-data yang berkaitan dengan materi
yang akan disampaiakan sumber. Materi-materi tersebut diperbanyak
dalam bentuk makalah maupun selebaran-selebaran dan kemudian
dibagikan kepada seluruh peserta sosialisasi maupun pertemuan. Dengan
demikian pesan yang disampaikan lebih cepat dipahami peserta.
Pertemuan tersebut memungkinkan terjadinya interaksi antara
sumber dengan peserta. Namun kondisi dalam pertemuan tidak
memungkinkan semua peserta dapat memberikan feedback kepada
sumber. Keterbatasan saluran serta jumlah audiens yang banyak
membatasi jumlah feedback yang dapat diterima sumber.
Komunikasi kelompok besar yang terdapat pada pelaksanaan
GERHAN di Kecamatan Pracimantoro dapat diringkas dengan model pada
gambar 9
105
105
Interaksi antar peserta juga terjadi dalam pertemuan. Interaksi
melibatkan peserta-peserta yang bertempat duduk berdekaatan. Interaksi
berupak komunikasi antar personal maupun kelompok. Interaksi ini
terkadang dirasakan mengganggu acara pertemuan. Akibatnya konsentrasi
peserta yang bersangkutan maupun peserta lain menjadi terpecah dan
materi tidak dapat diterima secara sempurna.
106
106
107
107
Gambar 9. Bagan Model Komunikasi Kelompok Besar
Dalam rangkaian acara sosialisasi yang digelar Dinas Kehutanan
dan Perkebunan yang bertempat di kabupaten maupun di kecamatan
menggunakan banyak pembicara atau pemateri. Pematerinya pun berasal
dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan sendiri maupun mengundang
personal dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) yang
memiliki kompetensi materi yang akan disampaikan. Persiapan dilakukan
tim pelaksana sebelum acara pertemuan dilaksanaan. Terlebih dahulu tim
menghubungi personal yang akan menjadi pembicara dengan membawa
term of refference. Maksudnya agar pembicara nantinya akan
membawakan materi sesuai dengan yang telah direncanakan oleh tim
pelaksana sosialisasi.19
19 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9
November 2008 “Sosialisasi yang digelar merupakan hasil persiapan dari TIM kami, jauh sebelumnya kami menghubungi calon pembicara yang akan kami gunakan, biasanya kami menggunakan surat resmi yang dilampiri TOR (term of reference) agar pembicaranya nanti mengetahui tentang apa yang harus dibawakan nanti”
SUMBER: Dinas Kehutanan dan Perkebunan,
PKL
Perwakilan kelompok tani
Perwakilan kelompok tani
Perwakilan kelompok tani
108
108
Bentuk komunikasi kelompok dilakukan sesuai dengan kebutuhan
dinas dalam usahanya mensosialisasikan kegiatan GERHAN maupun
pelatihan bagi petani sebagai persiapan menjalankan program GERHAN.
Jumlah audiens yang banyak harus dihadapi secara terorganisir dan
terencana. Waktu dan tempat dipilih yang dapat mengakomodir sejumlah
peserta, didukung peralatan untuk presentasi, copy materi, papan tulis, alat
peraga maupun personal-personal yang memandu jalannya acara.
Materi yang disampaikan meliputi tentang sosialisasi mengenai
kebijakan program GERHAN secara umum, manajemen kelompok tani,
pembuatan dan pemeliharaan tanaman GERHAN, teknik konservasi tanah
dan air, administrasi GERHAN. Mareti-materi tersebut disampaikan oleh
beberapa pemateri, secara bergantian. Sehingga peserta mudah untuk
menangkap mengenai apa yang disampaikan oleh pembicara. Selanjutnya
acara tersebut ditindak lanjuti dengan pelatihan-pelatihan kecil yang
diadakan oleh PKL di daerah petani masing-masing. Maksudnya agar
materi yang telah disampaikan dalam acara sosialisasasi maupun pelatihan
besar tidak langsung hilang, agar terdapat pembelajaran yang lebih
mendalam.20
Pencapaian tujuan komunikasi yang dilakukan dapat dikatakan
berhasil. Banyak materi yang disampaikan dalam komunikasi
tersampaikan. Petani memahami materi yang disampaikan, hal ini terbukti
dari pernyataan Bapak Katiran bahwasanya materi yang disampaikan
mudah dimengerti.
Menurut PKL kecamatan Pracimantoro Bp Mulyanto,SP wawancara tanggal November 2008 “biasanya ada semacam panitia tersendiri yang menyiapkan acara sosialisasi, demikian juga dengan PKL yang akan mengadakan pertemuan sosialisasi maupun sekolah lapang, persiapan materi wajib hukumnya,kami mencari bahan yang akan disampaikan terlebih dahulu biar petani memperoleh materi secara lebih maksimal”
20 Menurut Bp Maryoto ketua kelompok tani Sumbermulyo wawancara November 2009 “Setelah acara di kabupaten biasanya terus ada acara lagi di daerah masing-masing yang di pandu sama PKL, materinya hamper sama tetapi langsung praktek di lahan.”
Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 “Ada tindak lanjutnya, setelah sosialisasi petani mendapatkan meteri dari PKL langsung di lapang, sekaligus langsung melakukan persiapan lahan maupun penanaman.”
109
109
”Penjelasannya gamblang sekali kok mas, mudah dipahami, yang
menjelaskan juga sudah ahli” (Wawancara: 12 November 2009)
Demikian juga dengan pernyataan dari Bapak Maryoto yang
menyatakan bahwa materinya sudah bisa dipahami, walaupun hanya
dengan mendengar.
”Menawi masalah nandur, ngrawat taneman jati meniko gampil mas.
Saking penjelasanipun petugas sampun saget nampi. Petugas ingkang
njelaske njih sampun sae banget, gamblang..”
(Kalau tentang menanam, merawat tanaman jati itu mudah mas, dari
penjelasan petugas sudah bisa diterima. Petugas yang menjelaskn juga
bagus sekali, jelas..) (Wawancara: 12 November 2009)
b. Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok kecil juga ditemukan dalam kegiatan
pelaksanaan GERHAN. Komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi
yang melibatkan 5 hingga 15 orang (Devito dalam wiryanto, 2006).
Pembahasan mengenai komunikasi kelompok kecil akan dibagi menjadi 3
poin, berdasar temuan komunikasi kelompok kecil.
1) Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Pelaksanaan program yang melibatkan banyak orang dengan
berbagai tugas mempengaruhi terbentuknya kelompok-kelompok
informal dalam suatu organisasi. Di tingkat Dinas Kehutanan dan
Perkebunan, kelompok-kelompok terbentuk atas pekerjaan dan
tanggung jawab yang diemban. Sebagai contoh petugas yang memiliki
tugas menyiapkan perlengkapan sosialisasi GERHAN, yang
bersangkutan di luar forum resmi juga akan membentuk kelompok lain
guna menyelesaikan tugas-tugasnya. Diskusi kecil di luar kegiatan
formal dilakukan untuk menjaga hubungan sosial dengan petugas lain,
dan terkadang isi diskusi tersebut menyangkut dengan tugas masing-
110
110
masing dengan tujuan untuk sekedar berbagi pengalaman maupun
mencari penyelesaian masalah yang dihadapi.21
Tabel 21. Unsur Komunikasi Kelompok Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Sumber Pesan Saluran Sasaran Tujuan Efektifitas
Personil
petugas
Dinas
Kehutanan
dan
Perkebunan
Permasalahan
organisasi
(misalnya:
penyelesaian
tugas,
pembuatan
laporan)
Diskusi Personil
petugas
Dinas
Kehutanan
dan
Perkebunan
Sharing
pengalaman,
menyelesaikan
masalah,
menjaga
hubungan
sosial
Efektif
(Petugas
bertambah
pengetahuan,
mendapat
jalan keluar,
hubungan
sosial
terjaga)
Sumber : Analisis Data Primer
Pelaksanaan program yang melibatkan banyak orang dengan
berbagai tugas mempengaruhi terbentuknya kelompok-kelompok
informal dalam suatu organisasi. Di tingkat Dinas Kehutanan dan
Perkebunan, kelompok-kelompok terbentuk atas pekerjaan dan
tanggung jawab yang diemban. Sebagai contoh petugas yang memiliki
tugas menyiapkan perlengkapan sosialisasi GERHAN, yang
bersangkutan di luar forum resmi juga akan membentuk kelompok lain
guna menyelesaikan tugas-tugasnya. Diskusi kecil di luar kegiatan
formal dilakukan untuk menjaga hubungan sosial dengan petugas lain,
dan terkadang isi diskusi tersebut menyangkut dengan tugas masing-
21 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9
November 2008 “diantara petugas-petugas dinas ada forum yang sifatnya informal, lebih tepatnya terbentuk karena kedekatan di kantor, kalau kumpul yang dibicarakan macem-macem, mulai dari masalah pekerjaan kantor hingga tentang kehidupan di rumah, itu untuk saling bersosialisasi saja.”
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono, SP wawancara tanggal 7 November 2008 “sekedar bersosisaisasi saja mas, mengeratkan tali persaudaraan sesame profesi,yang dibicarakan komplit,mulai masalah kerjaan,kehidupan keluarga,hobi dan lain-lain”
111
111
masing dengan tujuan untuk sekedar berbagi pengalaman maupun
mencari penyelesaian masalah yang dihadapi.22
2) Kelompok Tani
Komunikasi kelompok juga terdapat pada forum pertemuan
yang melibatkan banyak orang. Kegiatan sosialisasi yang diadakan
oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dalam kegiatan tersebut
diundang perwakilan kelompok tani beserta PKL yang mendampingi
dalam forum. Pertemuan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan
membentuk kelompok yang terdiri dari individu-individu yang
dikumpulkan dalam forum tersebut. Mereka berasal dari daerah-daerah
yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama, sehingga ketertarikan
untuk berkomunikasi cukup besar. Diskusi yang terjadi seputar
program GERHAN, kondisi pertanian, kehutanan, peternakan, usaha
lain, maupun mengenai forum itu sendiri.23
Temuan lain terdapat pada kelompok tani di tingkat desa.
Kelompok tani merupakan pengorganisasian para petani pada wilayah
tertentu, anggota dari kelompok tani beragam, antara 30 hingga 60
petani. Maksud dari pengorganisasian ini adalah agar memudahkan
petani dalam menjalankan aktifitasnya. Tujuan kelompok tani
merupakan tujuan dari masing-masing individu yang dirumuskan
menjadi tujuan umum. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut petani
22 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9
November 2008 “diantara petugas-petugas dinas ada forum yang sifatnya informal, lebih tepatnya terbentuk karena kedekatan di kantor, kalau kumpul yang dibicarakan macem-macem, mulai dari masalah pekerjaan kantor hingga tentang kehidupan di rumah, itu untuk saling bersosialisasi saja.”
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono, SP wawancara tanggal 7 November 2008 “sekedar bersosisaisasi saja mas, mengeratkan tali persaudaraan sesame profesi,yang dibicarakan komplit,mulai masalah kerjaan,kehidupan keluarga,hobi dan lain-lain”
23 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 “kelompok informal terbentuk saat ada sosialisasi, dalam forum tersebut terdapat petani-petani yang sudah saling kenal sebelumnya,jadi malah seperti reuni”
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono, SP wawancara 7 November 2008 “ada diskusi,pembicaraan-pembicaraan diantara para petani, mereka sudah sering ketemu dalam forum yang hampir sama, yang dibicarakan ya tentang pertanian mas”
112
112
harus dapat saling bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Tabel 22. Unsur Komunikasi Kelompok di Kelompok Tani
Sumber Pesan Saluran Sasaran Tujuan Efektivitas
Petugas
Kehutan
an
Lapang
(PKL)
Menyampaik
an informasi
program
GERHAN,
teknik
pembuatan
tanaman,
teknik
pemeliharaan
Bimbinga
n teknis /
penyuluh
an,
pertemua
n
kelompok
tani
Personil
petugas
Dinas
Kehutana
n dan
Perkebun
an
Memberik
an
pengetahu
an kepada
petani
Efektif
(Pengetahua
n petani
mengenai
teknis
pembuatan
tanaman,
pemeliharaa
n, kebijakan
GERHAN
meningkat)
Petani Keluhan
permasalaha
n (misalnya:
kekeringan,
gangguan
hama/ternak
gembala),
persiapan
kegiatan
Pertemua
n
kelompok
tani
Kelompo
k tani,
PKL
Mencari
penyelesai
an
masalah,
menyiapk
an
kegiatan
Efektif
(Permasalah
an dapat
terselesaika
n (dengan
menghimba
u pemilik
ternak))
Sumber : Analisis Data Primer
Temuan lain mengenai terdapat pada kegiatan bimbingan
teknis. Bimbingan teknis merupakan kegiatan penyuluhan yang
dilakukan petugas Dinas Kehutanan dan Perkebunan dibantu PKL
untuk memberikan pengetahuan kepada kelompok tani dalam
melaksanakan kegiatan GERHAN. Kegiatan tersebut meliputi
pelatihan-pelatihan mengenai teknik pembuatan tanaman maupun
113
113
pemeliharaan tanaman yang telah ada. Materi disampaikan oleh PKL
dan diperhatikan oleh petani. Selain materi juga diberikan contoh dan
praktik secara langsung di lahan. Komunikasi terjadi di dalam
kelompok, penyuluh menyampaikan informasi dan petani memberikan
feedback kepada penyuluh, dan terkadang terdapat petani lain yang
membantu memberikan jawaban. Diskusi kecil antara 3 sampai 5
orang juga tedapat dalam kegiatan ini. Materi diskusi kelompok kecil
tersebut beragam, antara lain mengenai kegiatan pertanian masing-
masing, dan diskusi tentang kegiatan yang sedang dilaksanakan.24
Salah satu tujuan dari kegiatan GERHAN adalah melakukan
pembinaan terhap kelompok tani yang sudah ada. Hal ini dimaksudkan
agar dalam pelaksanaan program GERHAN petani dapat melakukan
administrasi dan mendukumentasikan hasil setiap kegiatan. Sehingga
mempermudah dalam memantau maupun mengevaluasi kegiatan
GERHAN. Komunikasi kelompok dalam kelompok tani terjadi dalam
rapat kelompok yang dilaksanakan setiap bulan secara bergilir di
rumah anggota. Secara rutin rapat tersebut membahas mengenai
perkembangan pelaksanaan GERHAN maupun evaluasi. Sering sekali
dalam forum dibahas mengenai masalah-masalah teknis yang sedang
dihadapi para petani. Sebagai contoh mengenai masalah ternak yang
digembalakan penduduk sekitar di daerah penanaman tanaman jati. Hal
ini menjadi masalah ketika ternak yang digembalakan tersebut
memakan tanaman muda. Penyelesaian yang dilakukan dengan
melakukan pendekatan personal kepada pemilik ternak serta membuat
24 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bapak Mulyono,SP Wawancara tanggal 7 November
2008 “saat penyuluhan bimbingan teknis terdapat pertemuan dengan kelompok, yang kami datangi tiap kelompok pada waktu yang sudah ditentukan, setelah saya menyampaikan materi biasanya ada tanya jawab seputar materi kemudian praktek”
Menurut Bp Maryoto Ketua Kelompok Tani Sumbermulyo Pracimantoro wawancara 7 November 2008 “biasanya ada tanya jawab setelah pak PKL member materi,buat ngetes apa benar sudah paham, kalo tidak paham petani boleh bertanya lagi, kalo tidak ya diskusi sama temannya”
114
114
papan larangan untuk melindungi tanaman-tanaman yang masih
muda.25
Apabila dari forum tersebut belum dapat mendapatkan
jawaban-jawaban yang sesuai maka permasalahan-permasalahan
tersebut akan diteruskan kepada PKL yang ada di kecamatan. Tidak
jarang PKL diundang secara khusus untuk membantu dan
membimbing petani dalam rapat bulanan tersebut. Komunikasi
kelompok yang lebih kecil juga terjadi di dalam forum rapat kelompok
tani, karena para anggota kelompok tani telah lama saling kenal maka
materi perbincangan lebih dalam. Akan tetapi para anggota kelompok
tani lebih terfokus pada permasalah yang sedang atau akan di bahas di
dalam rapat bulanan tersebut. Komunikasi juga terjadi diluar forum
rapat bulanan. Para pengurus juga melakukan koordinasi dalam
menjalankan tugasnya, rapat yang dilakukan dalam jumlah terbatas ini
lebih banyak dilakukan secara informal.
Mengenai keanggotaan kelompok tani, petani mengakui banyak
manfaat yang didapatkan ketika menjadi kelompok tani tersebut
diungkapkan Bapak Katiran dalam wawancara: 12 November 2009
”Wontenipun kelompok tani sak meniko nambai guyubipun
masyarakat tani, menawi wonten masalah saget dipadoske
pemecahanipun sareng-sareng, saget tumut program sareng-
sareng, mboten wonten iren-irenan malih, amargi sampun
terfasilitasi sedanten.”
(Adanya Klompok Tani menambah kerukunan masyarakat
petani, jika ada masalah dapat dicari solusi bersama-sama,
25 Menurut Bp Katiran Ketua Kelompok Tani Gunungsari (Wawancara tanggal 6 November 2008)
”Rapat kelompok tani dilakukan sepasar sekali, bergilir di rumah para anggota, yang dibahas ya tentang laporan-laporan,mbahas masalah ternak yang mengganggu...”
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP wawancara 7 November 2008 ”kelompok tani biasanya mengadakan rapat setiap 35 hari sekali, tidak jarang PKL diundang dalam kegiatan tersebut, karena memang sudah tugasnya PKL untuk membantu petani, biasanya yang dibahas mengenai perkembangan kegiatan GERHAN, rencana kegiatan selanjutnya, membahas masalah masalah teknis,dan lain sebagainya”
115
115
dapat ikut program bersama-sama, tidak ada kecemburuan lagi,
karena semuanya terfasilitasi)
Demikian pula yang diungkapkan Bapak Maryoto dalam
wawancara: 12 November 2009
”Menawi katah rencangipun nggih nyambut damel mboten
kraos berat, sinambi gojekan tapi nggih tetep serius nyambut
damelipun, menawi piyambak nggih rasane awang-awangen
mas.”
(Kalau banyak temannya, bekerja tidak terassa berat, sambil
bercanda tapi tetap serius bekerja, kalau sendiri rasanya terlalu
berat untuk dilaksanakan)
Kelompok tani memberikan kepercayaan diri bagi petani untuk
ikut berpartisipasi dan terlibat dalam GERHAN. Petani merasa tidak
sendiri, dan terdapat individu-individu lain yang dapat membantunya.
Kegiatan yang dilaksanakan secara individu memiliki hasil yang
berbeda bila dilaksanakan secara kolektif.
Menurut Rakhmat (2005) perilaku komunikasi dipengaruhi
oleh kelompok. Perilaku komunikasi tersebut meliputi konformitas,
fasilitasi sosial, dan polarisasi. Konformitas merupakan kecenderungan
para anggota untuk melakukan dan mengatakan hal yang sama. Dalam
melaksanakan tugasnya, PKL memegang beberapa petani untuk
dijadikan contoh bagi anggota yang lain. Maksud dari tindakan ini
adalah sebagai percontohan. Kemudian anggota kelompok tani yang
lain mengikutinya. Semakin banyak yang mengawali maka semakin
cepat dan semakin banyak pula yang akan mengikutinya.
Fasilitasi sosial disebutkan Robert Zajonc dalam Rakmat
(2005) sebagai teori Drive. Teori tersebut menjelaskan bahwa
kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi
(energizing effect) pada perilaku individu. Kehadiran PKL, petugas
dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, maupun sesama petani
memberikan dampak pada prestasi kerja. Baik bagi PKL, petugas
116
116
Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun petani. Individu petani,
PKL, maupun petugas dinas dihadapkan pada kelompok dimana
kelompok tersebut tidak hanya mengawasi namun juga akan menilai
kinerjanya.
Teori polarisasi menjelaskan bahwa orang cenderung membuat
keputusan yang lebih berani ketika berada di dalam kelompok daripada
ketika sendirian. Hal tersebut dikarenakan kelompok memungkinkan
adanya pembagian tanggungjawab sehingga resiko kegagalan dapat
ditanggung bersama. Petani menyadari bahwa ketika di dalam
kelompok tani petani tidak sendiri, terdapat rekan-rekan yang lain
dimana nantinya akan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Dalam kegiatan GERHAN khususnya penanaman sistem pot, petani
sempat ragu dengan kegiatan ini, akan terasa berat karena harus
membuat lubang di atas batu untuk menanam tanaman jati. Namun
dorongan dari kelompok sangat besar sehingga kegiatan pun dapat
dilaksanakan.
3) Kelompok dalam Masyarakat Petani/tetangga
Kehidupan manusia tidak terlepas dari komunitas sosial di
mana manusia tersebut tinggal. Interaksi dengan komunitas di sekitar
lingkungan tidak dapat dielakkan sebagai kebutuhan untuk
bersosialisasi dengan komunitas. Demikian juga dengan petani yang
ikut dalam program GERHAN. Di lingkungannya masing-masing
petani berinteraksi untuk bersosialisasi.
Dalam bersosialisasi dengan tetangga, petani tidak hanya
berkumpul dengan para petani yang terlibat dalam GEHAN saja.
Tetapi juga dengan petani-petani lain yang tidak terlibat dalam
GERHAN. Tempat intraksi dapat bermacam-macam, bisa terjadi di
masjid, di warung, di rumah tetangga, maupun di ladang, sesuai
dengan situasi dan kondisi. Petani yang memeluk agama Islam
biasanya berinteraksi di masjid ketika selesai melakukan ibadah Sholat
Magrib atau Isya berjamaah. Pada waktu-waktu ini petani memiliki
117
117
waktu yang senggang, sambil beristirahat petani dengan beberapa
petani/warga lain berkumpul. Demikian juga dengan perkumpulan di
tempat lain. Semua interaksi dilakukan pada waktu senggang/istirahat.
Seperti yang diungkapkan beberapa informan berikut:
”Menawi wekdalipun dong istirahat, menopo jajan wonten
warung, kumpul kalian rencang-rencang petani sanes, nggih
mesti wonten rembagan babagan jati, mboko sithik tapi mesthi
wonten.”
(Saat waktu istirahat, ataupun makan di warung, kumpul
bersama rekan yang lain, biasanya ada perbincangan mengenai
jati, walaupun sedikit pasti ada)
(Katiran, wawancara: 12 November 2009)
”Wonten mriki mboten sedanten tumut kegiatan, wonten petani
ingkang mboten nggadahi lahan, tapi menawi kumpul njih
maringi pemikiran-pemikiran, jenengipun tonggo nggih ngoten
niku, menawi kumpul-kumpul wonten masjid, warung, menopo
wonten ngalas nggih sing dirembag macem-macem, salah
satunggalipun nggih jati niku.”
(Di sini tidak ikut semua, ada petani yang tidak punya lahan,
tetapi kalau kumpul bersama memberi pemikiran-pemikiran,
namanya juga tetangga ya seperti itu, kumpulnya di masjid,
warung, ataupun di hutan, yang dibicarakan macam-macam,
salah satunya tentang jati) (Maryoto, 12 November 2009)
Tabel 23. Unsur Komunikasi Kelompok dalam Masyarakat
Sumbe
r
Pesan Saluran Sasara
n
Tujuan Efektivitas
Tetangg
a petani
Info pupuk,
kondisi
cuaca
Diskusi,
interperso
nal
Petani,
warga
tetangg
a
Menyampaik
an informasi
Efektif
(Petani
memperoleh
tambahan
118
118
informasi
pupuk,
kondisi
cuaca)
Petani Masalah
keterlambat
an bantuan
bibit,
masalah
kekeringan,
bantuan
pupuk
Diskusi,
interperso
nal
Petani,
warga
tetangg
a
Berkeluh
kesah,
menyampaik
an informasi
Efektif
(Petani
merasa
tidak sendiri
dalam
melaksanak
an kegiatan
GERHAN)
Sumber : Analisis Data Primer
Tidak semua warga dalam satu desa terlibat dalam program
GERHAN. Namun pembicaraan yang terjadi terkadang membahas
menganai program GERHAN. Antara lain tentang bagaimana
perkembangan pembuatan tanaman, serta pemeliharaan yang sudah
dilakukan. Diskusi ini sangat berguna sekali bagi petani, disamping
untuk bersosialisasi petani juga mendapatkan informasi-informasi yang
berkaitan dengan GERHAN. Dengan demikian petani mendapatkan
ide baru maupun semangat baru untuk mengelola tanamannya.
Kelompok tersebut merupakan bentuk kelompok informal.
Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang memiliki latar belakang
yang sama baik tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, serta tempat tinggal yang sama pula. Faktor tersebut sangat
mempengaruhi efektifitas komunikasi, apabila hubungan antar anggota
akrab maka semakin efektif pula komunikasi tersebut. Sebagaimana
penjelasan Rogers dalam Widiyanti (2006) keakraban secara fisik dan
sosial menjadikan komunikasi homophilous menjadi lebih mungkin.
Ketika homofili ada maka komunikasi cenderung akan menguntungkan
semua pihak yang terlibat komunikasi.
119
119
4. Komunikasi Interpersonal
Bentuk komunikasi yang paling sering digunakan adalah komunikasi
interpersonal (komunikasi antar pribadi). Komunikasi yang menghubungkan 2
individu secara langsung sehingga bersifat timbal balik. Hampir diseluruh lini
penyelenggaraan program GERHAN di Kecamatan Pracimantoro terdapat
komunikasi interpersonal.
Pemakaian bentuk komunikasi interpersonal tidak mutlak secara
khusus saja tetapi bentuk komunikasi interpersonal juga digunakan pada
peristiwa komunikasi yang menggunakan bentuk komunikasi massa, publik,
organisasi maupun kelompok. Terlihat pada peristiwa komunikasi antara
pejabat yang terkait menggunakan komunikasi interpersonal ketika sedang
berada pada rapat formal maupun informal organisasi. Informasi yang
disampaikan beragam, baik yang berkaitan dengan agenda rapat maupun
sekedar bahan untuk mengakrabkan. Demikian juga pada peristiwa
komunikasi sosialisasi GERHAN, terdapat peserta yang melakukan
komunikasi interpersonal dengan peserta lain.
Tabel 24. Unsur Komunikasi Interpersonal
Sumber Pesan Saluran Sasaran Tujuan Efektifitas
PKL Info
pelaksanaan
kegiatan, info
teknologi,
info pupuk
Interpersonal Petani Menyampaikan
perkembangan
informasi
Efektif
(Petani
memperoleh
informasi
tambahan)
Petani Pengelolaan
lahan kering,
mencari
tenaga
bantuan, info
inovasi
interpersonal Petani Menyampaikan
informasi yang
dibutuhkan
Efektif
(Petani
memperoleh
informasi
tambahan)
120
120
Petani Permasalahan
teknis
Interpersonal PKL Mencari
informasi
Efektif (PKL
memperoleh
masukan,
petani
mendapatkan
solusi)
Sumber: Analisis Data Primer
Secara umum informasi-informasi yang disampaikan secara
interpersonal berkaitan dengan GERHAN, teknis pelaksanaan, perkembangan
terakhir, maupun permasalahannya. Komunikasi interpersonal juga digunakan
PKL untuk menjelaskan materi-materi maupun menyampaikan informasi
khusus mengenai GERHAN kepada petani maupun personal yang ada di
Dinas Kehutanan dan Perkebunan.26
Berikut adalah beberapa pernyataan mengenai pola komunikasi
interpersonal yang dilakukan petani di Pracimantoro.
”Nggih mestinipun tanglet kalian Pak Tarso (PKL) wonten kantor,
menawi mboten saget kepanggih nggih biasanipun kulo bel HP nipun.”
(Sudah semestinya bertanya kepada Pak Tarso di kantor, kalau tidak ya
saya telpun lewat HP)(Katiran, wawancara: 12 November 2009)
”Kedahipun mekaten, informasi kulo sampeaken dumateng rencang,
wanci leren wonten ngalas, nopo wonten nggriyo.” (Seharusnya
begitu, informasi disampaikan kepada rekan, waktu istirahat di hutan,
maupun di rumah) (Maryoto, wawancara: 12 November 2009)
26 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9
November 2008 “…Semua kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh dinas diperkuat oleh teman-teman yang langsung terjun di lapang,dalam hal ini PKL, teman-teman PKL memiliki kedekatan khusus dengan petani-petani, dengan kedekatan tersebut PKL memiliki kesempatan untuk terus mengulang informasi yang sudah diterima petani sebelumnya dan sekaligus memantau perkembangan di lahan..”
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso, SP wawancara tanggal November 2008 “…kami langsung terjun ke lapangan untuk terus berinteraksi dengan petani, selain untuk melakukan kegiatan penyuluhan juga agar diketahui perkembangannya, kalau ada masalah membantu menyelesaikan..
121
121
”Bibar rapat kelompok biasanipun nggih lajeng wonten njawi,
menopoingkang dereng jelas nggih ditangletke sederek sanes.”
(Setelah rapat biasanya berlanjut di luar, apa yang belum jelas
ditanyakan kepada rekan) (Sutino, wawancara: 12 November 2009)
Petani sering mempertanyakan masalah-masalah teknis kepada PKL
seperti pembuatan laporan administrasi keuangan kelompok tani untuk
keperluan pertanggungjwaban penggunaan bantuan kepada Dinas Kehutanan
dan Perkebunan. Diskusi antara anggota kelompok tani dengan PKL yang
sedang memantau lahan GERHAN meliputi hal-hal teknis lapang, mengenai
permasalahan pupuk, hama pengganggu, maupun pencarian solusi terhadap
masalah pengairan.27
Para PKL lebih sering menggunakan pola komunikasi interpersonal
karena dinilai lebih efektif agar petani dapat menerapkan materi yang
disampaikan. Komunikasi interpersonal mutlak diperlukan untuk menunjang
keberhasilan tim dalam melaksanakan kegiatannya. Bentuk komunikasi
personal tercermin dari koordinasi yang dilakukan masing-masing personal
yang terlibat. Koordinasi diantara personal dinas, koordinasi antara personal
dinas dengan personal PKL, koordinasi diantara personal PKL, Koordinasi
antara personal PKL dengan personal anggota kelompok tani, maupun
koordinasi diantara anggota kelompok tani.
Sumber dalam komunikasi interpersonal sering berganti-ganti. Tidak
hanya ketua kelompok tani ataupun PKL saja yang selalu dijadikan sumber
namun petani lain yang dianggap memiliki informasi yang dibutuhkan
dijadikan sumber. Hubungan ini juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan
27 Menurut Bp Katiran Ketua Kelompok Tani Gunungsari Desa Sedayu wawancara November 2008
”...kalo tidak paham saya ngontak Pak Tarso (PKL Kecamatan Pracimantoro), permasalahan yang sering ya tentang pupuk, obat-obatan pembasmi hama, sama pengairan...”
Menurut Bp Maryoto Ketua Kelompok Tani Sumber Mulyo wawancara November 2008 ”Pak Tarso sering ke sini mas, beliau kliling-kliling ngecek jati, kalo ketemu biasanya sekalian diskusi, siapa tahu ada informasi baru, kadang juga ngecek penggunaan pupuk, soalnya kadang ada petani yang curang pupuknya digunakan buat yang lain,..”
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso, SP wawancara tanggal November 2008 “kelompok tani biasanya juga minta tolong untuk dibantu membuat LPJ penggunaan bantuan GEHAN..”
122
122
yang baik antara pelaku komunikasi. Dalam masyarakat juga terdapat nilai-
nilai kekeluargaan yang berpengaruh pada pola komunikasi interpersonal.
Nilai penghormatan membentuk perilaku petani saling menghormati antar
sesamanya. Nilai kerukunan membenruk perilaku petani saling menolong
antar sesamanya. Dari semua nilai ini menjadikan komunikasi interpersonal
sebagai sebuah kebutuhan. Dimulai dari hanya bertegur sapa, menanyakan
kabar hingga kemudian terjadi perbincangan yang mengangkat masalah-
masalah kegiatan GERHAN.
Komunikasi interpersonal menjadi puncak komunikasi. Seluruh bentuk
komunikasi yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan GERHAN diperkuat
dengan penggunaan komunikasi interpersonal. Bentuk-bentuk komunikasi
tidak dapat berdiri sendiri, bentuk komunikasi yang kompleks tersusun dari
bentuk komunikasi yang lebih sederhana. Sedangkan komunikasi
interpersonal merupakan betuk komunikasi yang paling dasar. Sehingga
seluruh informasi mengenai pelaksanaan GERHAN juga dikomunikasikan
secara personal di Dinas Kehutanan dan Perkebunan, di tingkat PKL
Kecamatan Pracimantoro maupun di tingkat Kelompok Tani.
Komunikasi interpersonal juga merupakan bentuk komunikasi yang
paling sering digunakan. Tetapi tidak semua komunikasi interpersonal
memberikan efek yang sama pada jalinan hubungan personal yang lainnya.
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa tidak benar anggapan banyak orang
semakin sering seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang
lain maka semakin baik hubungan mereka. Yang menjadi perhatian bukan
berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi dilakukan.
Ditambahkan, terdapat tiga hal yang membentuk kualitas dari hubungan
komunikasi personal. Ketiga hal itu adalah percaya (trust), sikap suportif, dan
sikap terbuka.
Percaya adalah faktor yang menentukan efektivitas komunikasi
(Rakhmat,2005). Sedangkan menurut Giffin dalam Rakhmat (2005) secara
ilmiah percaya didefinisikan sebagai perilaku mengandalakan perilaku orang
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan
123
123
dalam situasi yang penuh resiko. Petani sebagai pelaksana utama dalam
GERHAN dipandang memiliki resiko yang tinggi. Petani harus mencurahkan
waktunya untuk membuat tanaman yang sebelumnya belum pernah dilakukan.
Salah satu kegiatan tersebut adalah pembuatan hutan rakyat sistem pot. Hal ini
merupakan hal baru yang belum pernah dilakukan, dan belum mengetahui
hasilnya akan seperti apa. Petani memiliki resiko untuk melaksanakan
kegiatan ini. Namun petani percaya kepada petugas maupun PKL yang
mendampingi kegiatan ini. Kepercayaan yang diberikan meningkatkan
komunikasi interpersonal antara petani dengan PKL. Dengan semakin
meningkatnya komunikasi interpersonal maka akan membuka saluran
komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan pesan, serta
memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Percaya
meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi.
Sebaliknya, hilangnya kepercayaan kepada orang lain akan menghambat
hubungan interpersonal yang akrab. Akibatnya hubungan akan berlangsung
secara dangkal dan tidak mendalam. Keakraban hanya terjadi bila semua
bersedia mengungkapkan perasaan dan pikiran masing-masing.
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Seseorang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan
tidak empatis. Dengan sikap defensif memberikan kemungkinan kegagalan
komunikasi interpersonal, karena orang yang bersikap defensif akan lebih
banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi
komunikasi daripada memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat
terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang
rendah, pengalaman defensif dan faktor-faktor yang lainnya) atau faktor-faktor
situasional. Diantara faktor-faktor situasional adalah perilaku komunikasi
orang lain (Rakhmat, 2005).
Hubungan yang terjalin antara petani dengan PKL Kecamatan
Pracimantoro sudah cukup lama. Keakraban antara petani dengan PKL pun
sudah terbentuk. Kedekatan personal ini dirasakan mempermudah bagi PKL
dalam menyampaikan meteri-materi GERHAN dalam penyuluhannya.
124
124
Walaupun tidak secara keseluruhan petani memiliki kedekatan personal
dengan petugas PKL. Hanya personal tertentu saja yang memiliki kedekatan
personal denagan PKL kecamatan. Dalam hal ini adalah pengurus dari
kelompok tani. antara PKL dengan pengurus kelompok tani terjadi hubungan
timbal balik yang menguntungkan. PKL dapat terbantu dalam melaksanakan
tugasnya, baik ketika melakukan penyuluhan GERHAN, mengawasi proses
pembuatan tanaman, mengawasi pemeliharaan, maupun pengawasan terhadap
partisipasi anggota kelompok tani. Sedangkan petani merasa selalu
diperhatikan dan selalu dilibatkan dalam pembangunan khususnya program
GERHAN.
Sikap terbuka (open mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap
terbuka adalah sikap tertutup atau dogmatisme. Untuk memahami sikap
tebuka dapat juga dengan memahami dogmatisme. Sehingga agar komunikasi
interpersonal efektif maka yang dilakukan adalah menggantikan sikap
dogmatis dengan sikap terbuka. Bersama sama dengan sikap percaya dan
sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling
menghargai dan saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal
(Rakhmat, 2005).
Kelompok tani merupakan satu-satunya wadah bagi para petani untuk
melaksanakan program GERHAN. Sehingga segala aktifitas pelaksanaan
program GERHAN dipusatkan melalui kelompok tani. untuk itu dalam
melaksanakan kegiatan para anggota kelompoktani beserta PKL saling bahu
membahu untuk keberhasilan pelaksanaan program GERHAN. Dalam
kehidupan anggota kelompok tani telah berkembang sikap terbuka, saling
pengertian, dan saling menghargai. Para anggota sangat menghargai hubungan
interpersonal yang terjalin. Bahkan lebih mengutamakan hubungan
interpersonal. Oleh karena itu dalam pelaksanaan program GERHAN di
Kecamatan Pracimantoro bentuk komunikasi interpersonal dipandang sebagai
komunikasi yang paling efektif.
125
125
Paparan yang telah dijelaskan merupakan hasil pengamatan di lapang
serta mengacu pada dokumen yang diperoleh. Secara lebih sederhana penggunaan
pola komunikasi dalam program GERHAN di Kecamatan Pracimantoro dapat
dilihat pada tabel 25.
Penggunaan bentuk-bentuk komunikasi dalam pelaksanaan GERHAN
sesuai dengan konteksnya masing masing. Komunikasi massa digunakan ketika
sasaran penerima pesan adalah khalayak luas, yakni seluruh masyarakat yang
perlu mendapatkan informasi tentang GERHAN. Pola komunikasi massa tidak
efektif digunakan dalam menyampaikan informasi GERHAN kepada petani di
Kecamatan Pracimantoro. Penyebabnya adalah masih rendahnya minat petani
untuk mengakses media massa, serta pesan yang disampaikan melalui media
massa terbatas pada rillis kegiatan yang akan dan sedang dilaksanakan. Materi
pesan yang lebih dalam tidak dapat disampaikan, seperti teknis-teknis kegiatan
GERHAN serta tidak terdapat umpan balik dalam proses komunikasi massa.
Pola komunikasi organisasi berlangsung pada organisasi pelaksana
GERHAN, yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan, organisasi PKL, dan
organisasi kelompok tani. Organisasi merupakat alat utama dalam mencapai
tujuan GERHAN. Segala informasi tentang GERHAN berasal dari pemimpin
organisasi kemudian disampaikan dan disebarkan kepada seluruh anggota
organisasi agar dapat dipahami dan dilaksanakan. Pola komunikasi organisasi
yang berlangsung pada organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun di
tingkat organisasi kelompok tani berlangsung efektif. Salah satu faktor
pendukungnya adalah sikap dari anggota kelompok yang saling menghargai, dan
menghormati setiap hak dan kewajiban masing-masing anggota organisasi. Sikap
ini mendorong komunikasi berlangsung lebih efektif.
Pola komunikasi kelompok merupakan komunikasi antara kelompok baik
dalam diskusi maupun kelompok yang terbentuk karena situasi. Pola komunikasi
kelompok mendukung pemahaman anggota kelompok tani dalam memahami
hakikat kegiatan GERHAN. Interaksi dengan kelompok menambah referensi,
serta pengetahuan petani dalam melaksanakan program GERHAN. Petani
126
126
menjadi lebih berani dalam membuat keputusan untuk terus melanjutkan program
GERHAN.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar individu. Komunikasi
interpersonal terdapat diseluruh bentuk komunikasi lain. Komunikasi mendukung
seluruh bentuk komunikasi yang lain. Banyak pesan-pesan maupun informasi
yang disampaikan melalui komunikasi interpersonal. Penggunaan komunikasi
interpersonal, informasi yang disampaikan lebih jelas dan langsung dapat
memberikan feedback kepada sumber informasi. Komunikasi interpersonal
menghubungkan petani dengan petugas PKL lebih dekat, komunikasi yang
terjalin tidak terdapat hambatan. Informasi yang diterima petani dari petugas PKL
lebih jelas, karena petani langsung dapat memberikan feedback berupa
pertanyaan-pertanyaan atas informasi yang belum jelas. Bagi PKL komunikasi
interpersonal efektif digunakan ketika PKL mengevaluasi kegiatan, mencari
permasalahan sekaligus menyelesaikan permasalahan.
Pemahaman petani mengenai hakekat pelaksanaan program GERHAN
menjadi ukuran sejauh mana pola komunikasi yang digunakan mempengaruhi
efektifitas komunikasi. Karena alur komunikasi dalam pelaksanaan program
GERHAN berawal dari pemerintah Kabupaten Wonogiri dalam hal ini Dinas
Kehutanan dan Perkebunan dan berakhir pada kelompok tani dengan anggota-
anggotanya. Dapat dilihat juga dari tujuan utama GERHAN, yaitu upaya
percepatan rehabilitasi hutan dan lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
prioritas yang diarahkan untuk penanggulangan bencana alam secara terpadu
dengan peran semua pihak melalui mobilisasi sumber daya.
Berdasarkan hasil temuan dilapang diketahui bahwa masyarakat petani
telah mengetahui latar belakang kenapa dilaksanakan program GERHAN, tujuan
utama dari kegiatan GERHAN, serta manfaat dari dilaksanakannya kegiatan
GERHAN. Selain dari aspek pengetahuan juga dari aspek sikap dan perilaku.
Terlihat bahwa masyarakat petani secara sukarela berswadaya melakukan lanjutan
pemeliharaan tanaman hutan rakyat yang telah dibuat sebelumnya. Terdapat
upaya secara mandiri dari petani untuk melakukan penanaman pohon di lahannya
yang masih bisa ditanami.
127
127
Berikut adalah beberapa pernyataan yang berkaitan yang menguatkan
temuan tersebut.
”Petani secara sukarela melakukan pemeliharaan mandiri, berusaha
mempertahankan tanaman yang akan mati, mengganti tanaman yang
sudah mati,itu sudah tanpa saya anjurkan, sepertinya sudah mulai sadar
akan pentingnya menanam.” (Sutarso, wawancara: 8 November 2008)
“Kegiatan GERHAN sangat bermanfaat sekali bagi kehidupan
petani,lahan yang kosong bisa bermanfaat, ya kalo bisa program ini terus
berlanjut” (Katiran, wawancara : 6 November 2008)
“Tanaman sudah tumbuh, walaupun tidak semua mas, tetapi kami sulami
dengan swadaya dari bibit kami sendiri.” (Sakino, wawancara: 6
November 2008)
Dapat dilihat pula bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pembuatan tanaman,
petani mengikuti prosedur yang telah dibuat oleh Dinas Kehutanan dan
Perkebunan. Prosedur-prosedur tersebut meliputi ukuran lubang tanam, jarak
tanam antar tanaman, jenis pupuk yang digunakan, dosis pupuk yang digunakan,
ketentuan pendangiran, pemangkasan, penyulaman, pembuatan tabung bambu
untuk pengairan, serta kegiatan administrasi kelompok tani yang harus
diaksanakan.
Ketersepahaman antara dinas dengan kelompok tani merupakan bentuk
sinkronisasi antara pesan yang disampaikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
kepada petani melalui berbagai bentuk komunikasi. Semakin efektif komunikasi
yang dilakukan, maka kesepahaman makna pesan akan semakin tinggi. Perubahan
sikap dan perubahan perilaku berawal dari pemaknaan pesan oleh komunikan,
selanjutnya berdasarkan aspek-aspek pribadi komunikan pesan tersebut dapat
menimbulkan perubahan sikap dan akhirnya perubahan perilaku pada komunikan
sesuai dengan yang diharapkan komunikator.
128
128
129
129
130
130
131
131
PROGRAM GERHAN
DINAS KEHUTANAN DAN
PERKEBUNAN
PKL Kecamatan
Kelompok Tani
Pelaksanaan : ü Pembuatan Tanaman GERHAN ü Pemeliharaan Tanaman
Komunikasi Massa Isi pesan : ü Informasi kebijakan GERHAN ü Informasi pelaksanaan GERHAN ü Informasi perkembangan kegiatan
GERHAN
Komunikasi Kelompok Isi pesan : ü Sosialisasi Kebijakan
Program GERHAN ü Pelatihan Teknis
Pembuatan Tanaman ü Pelatihan Teknis
Pemeliharaan ü Pelatihan
Pengembangan Kelembagaan
ü Administrasi GERHAN
Komunikasi Organisasi Isi pesan : ü Koordinasi internal lembaga ü Administrasi organisasi ü Komunikasi eksternal lembaga ü Laporan pelaksanaan GERHAN ü Pengadaan bibit dan pupuk
Komunikasi Kelompok Isi pesan : ü Pelatihan Teknis Pembuatan Tanaman ü Pelatihan Teknis Pemeliharaan ü Pelatihan Pengembangan
Komunikasi Interpersonal Isi pesan : ü Koordinasi pelaksanaan tugas individu ü Teknis pemberantasan hama ü Teknis pengairan ü Teknis pemupukan ü Administrasi organisasi
Komunikasi interpersonal Isi pesan: Koordinasi diantara personal petugas
Komunikasi kelompok Isi pesan: Koordinasi, evaluasi, sosialisasi
Komunikasi Organisasi Isi pesan : ü Sosialisasi kegiatan ü Penyusunan dan
penandatangan SPKS ü Penyusunan Rancangan
Teknis Pembuatan Tanaman ü Koordinasi persiapan
kegiatan ü Pembagian tugas anggota
Komunikasi Kelompok Isi pesan: - Sosialisasi Kebijakan
Program GERHAN - Evaluasi, monitoring, dan
pengendalian pelaksanaan GERHAN
Komunikasi Kelompok Isi pesan : - Teknis pembuatan
tanaman - Teknik pemeliharaan - Pengembangan
kelembagaan - Administrasi
Sosialisasi GERHAN Kab. Wonogiri
Tujuan GERHAN
Komunikasi Interpersonal Isi pesan : - Koordinasi pelaksanaan
kegiatan bintek - Evaluasi pelaksanaan
kegiatan penanaman dan pemeliharaan
Komunikasi Organisasi Isi pesan : - Koordinasi kegiatan
bintek - Penyusunan SPKS - Evaluasi kegiatan - Penyusunan Rancangan
Teknis Pembuatan Tanaman
Bimbingan Teknis
Laporan Kegiatan dan pembuatan LPJ kegiatan
Gambar 10. Pola Komunikasi dalam Pelaksanaan GERHAN di Pracimantoro Kabupaten Wonogiri
Keterangan: : Koordinasi
128
128
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro
Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut :
1. Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan
Pracimantoro Kabupaten Wonogiri telah dilaksanakan sejak tahun 2003
hingga tahun 2009. Meliputi 11 desa dengan luas lahan 1825 Ha.
2. Kegiatan GERHAN meliputi kegiatan non fisik dan kegiatan fisik.
Kegiatan non fisik meliputi kegiatan perencanaan, pembinaan dan
pengembangan kelembagaan, penyebarluasan informasi GERHAN,
bimbingan teknis monitoring dan evaluasi. Kegiatan fisik meliputi 2
kegiatan yaitu pembuatan tanaman dan pemeliharaan hasil kegiatan.
3. Pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro ditemukan pola
komunikasi massa, pola komunikasi organisasi, pola komunikasi
kelompok, dan pola komunikasi interpersonal.
a. Pola komunikasi massa dilakukan oleh Kehutanan dan Perkebunan
dalam melakukan pressrillis kepada media massa, maupun dalam
mengakses informasi dari media internet.
b. Pola komunikasi organisasi merupakan komunikasi yang dilakukan
oleh seluruh organisasi pelaksana GERHAN, baik Kehutanan dan
Perkebunan, maupun organisasi kelompok tani. Komunikasi
berlangsung diantara anggota organisasi.
c. Pola komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan di
dalam maupun antar kelompok yang terbentuk pada pelaksanaan
GERHAN.
d. Pola komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi yang terbangun antar
individu. Komunikasi interpersonal ditemukan di seluruh organisasi
pelaksana maupun kelompok-kelompok yang terbentuk dalam
pelaksanaan GERHAN. Komunikasi interpersonal merupakan
128
129
129
komunikasi yang dipandang sebagai komunikasi yang paling efektif
dalam menyampaikan pesan-pesan dari sumber kepada penerima.
4. Pola komunikasi digunakan pada situasi tertentu, dengan kata lain setiap
pola memiliki karakteristik masing-masing. Penggunaan pola komunikasi
yang sesuai dengan tempat, isi pesan, maupun audiens menentukan
efektifitas pola komunikasi. Seluruh bentuk komunikasi digunakan dalam
melaksanakan kegiatan GERHAN. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan
GERHAN yang berskala besar tidak dapat dilaksanakan bila hanya
menggunakan beberapa bentuk komunikasi saja. Pelaksanaan GERHAN
setiap tahun memperlihatkan bahwa kegiatan dinyatakan berhasil, apabila
kegiatan tidak dinyatakan berhasil maka untuk tahun berikutnya tidak akan
dialokasikan anggaran kegiatan.
a. Pola komunikasi massa efektif digunakan ketika Dinas Kehutanan dan
Perkebunan dihadapkan dengan khalayak yang besar, wilayah yang
luas, dan dalam waktu yang cepat.
b. Pola komunikasi organisasi merupakan komunikasi yang terjadi dalam
proses menjalankan roda organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan. Komunikasi organisasi meliputi komunikasi
organisasi formal (rapat koordinasi, rapat evaluasi, surat resmi) dan
komunikasi organisasi non formal ( meliputi segala bentuk komunikasi
yang mendukung organisasi pelaksana GERHAN, Kehutanan dan
Perkebunan, maupun organisasi Kelompok Tani)
c. Pola komunikasi kelompok efektif digunakan di dalam kelompok
untuk menunjang komunikasi yang dilakukan dinas maupun PKL
dalam menyampaikan informasi GERHAN, sama halnya dengan
komunikasi organisasi namun yang membedakan struktur yang lebih
sederhana. Komunikasi kelompok digunakan para anggota kelompok
untuk bersosialisasi sekaligus untuk memecahkan masalah yang ada
dalam kelompok, sebagai usaha untuk mencapai tujuan bersama. Di
dalam kelompok individu petani dapat mencari pemecahan secara
kolektif.
130
130
d. Pola komunikasi interpersonal digunakan diantara dua individu secara
mendalam. Sangat efektif karena informasi yang disampaikan akan
lebih jelas. Hal ini didukung factor kepercayaan, keterbukaan, dan
suportif yang telah ada diantara para petani maupun dengan PKL.
B. Saran
1. Kegiatan GERHAN masih tergantung dengan kebijakan pemerintah pusat,
anggaran yang digunakan juga merupakan anggaran pemerintah pusat,
maka perlu desentralisasi kebijakan. Pemerintah daerah perlu lebih
proaktif dengan upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka pemulihan
serta pemanfaatan lahan kritis.
2. Proses administrasi yang panjang dan lama sangat mengahambat
pelaksanaan kegiatan GERHAN yang sangat terpancang dengan musim.
Akibatnya kegiatan tidak dapat dilaksanakan karena telah masuk musim
kemarau, pemerintah daerah tidak berani menanggung yang kemungkinan
besar tanaman akan mati kekeringan. Maka diperlukan sebuah kebijakan
yang berjangka panjang, dan proses administrasi yang lebih pendek.
3. Sosialisasi yang dilakukan perlu didukung oleh penggunaan pamphlet
maupun poster-poster yang lebih banyak. Selama ini penyebarannya masih
terbatas pada pihak-pihak yang terlibat saja, sehingga kontrol masyarakat
masih sedikit.
4. Jumlah PKL di Kecamatan Pracimantoro hanya 2 personal saja. Hal ini
kurang efektif mengingat wilayah yang luas, sehingga perlu ditambah.
Namun demikian komunikasi yang terjalin antara petani dengan PKL
sangat baik, PKL memiliki kontak setiap wilayah sehingga memudahkan
PKL untuk mengontrol wilayahnya. Penunjukan personal disetiap wilayah
merupakan jalan yang efektif dalam melaksanakan pengawasan maupun
pengontrolan.
131
131
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Arifin. 1994. Hutan, hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Arifin, Yudi Firmanul, 2008. Faktor Penyebab Banjir Dan Kebakaran Hutan Dan Lahan Berdasarkan Analisis Data Perubahan Penutupan Lahan Dan Iklim Di Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Universitas Lambung Mangkurat.
Amanah. 2006. Pola Komunikasi Pelaksanaan Program Pemberdayaan Perempuan pada Proyek pembangunan Partisipatif. Unpublished. Pascasarjana UNS Surakarta.
Bungin, Burhan. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
BPDAS Agamkuantan, 2007. Tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. www.bpdas-agamkuantan.org diakses tanggal 16 Mei 2007
BPDAS Bengawan Solo, 2008. Data Pelaksanaan GERHAN. Surakarta
Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2007. Penyelenggaraan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Wonogiri, 2005. Buku Dokumentasi Tahun 2003-2007 Kabupaten Wonogiri. Wonogiri.
Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Wonogiri, 2005. Laporan Kegiatan Pembinaan Kelembagaan dalam rangka Penyelenggaraan GERHAN Kabupaten Wonogiri tahun 2005. Wonogiri.
Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Wonogiri, 2008. Petunjuk Operasional (PO) dan Rencana Operasional (RO) Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Tahun 2008 Kabupaten Wonogiri . Wonogiri.
131
132
132
Edwards, CA. Wali, MK and Horn, DJ. 1991. Agriculture and The Environmen. Presented at the international conference on agricultural and the environment 10-13 November 1991. The Ohio University. Columbus. USA.
Effendy, Onong U. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. PT. Alumni. Bandung.
Effendy, Onong U. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Hadari, Nawawi dan Mimi, Martini. 1996. Penelitian Terapan. UGM Press. Yogyakarta.
Hardjana, Andre. 2000. Audit Komunikasi Teori dan Praktek. PT Grasindo. Jakarta.
Hidayat, Nur. 2003. Bahan Masukan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (Gn-GERHAN). www.dephut.go.id diakses tanggal 28 Mei 2007.
Husaini, Usman dan Purnomo, S. A. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta.
http/ tinjauan pustaka.mht. 2001. Hutan. Diakses tanggal 28 Mei 2007
Iqbal, Hasan. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Bumi Aksara. Jakarta.
Ladlow, Ron and Ferguson Panton. 2000. The Essence of Effective Communication. Yogyakarta.
Littlejohn, SW. 2002. Theories of Human Communication. New Mexico.
Miles, M.B dan A. M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. UI press. Jakarta.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. IKAPI. Bandung.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. IKAPI. Bandung.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
133
133
Nasution, S. 1988. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung. Tarsito.
Nasution, Muslimin. 2008. Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Energi serta Mencegah Global Warming. makalah Seminar Nasional . Fakultas Pertanian UNS Surakarta.
Neuliep, James W. 1997. Human Communication Theory : Aplication and Case Studies. St Norbert Colledge. USA.
Padmaningrum, D dan Widiyanti, E. 2005. Dasar-Dasar Komunikasi. Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian UNS. Surakarta
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rodsakarya. Bandung.
Rogers, Everest M. Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. LP3ES.
Ronny, Kountur. 2003. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Thesis. Penerbit PPM. Jakarta.
Suprapto, Tommy. 2006. Pengantar Teori Komunikasi. Media Pressindo. Yogyakarta.
Surakhmad, 1994. Pengantar penelitian Ilmiah Metode Teknik. Tarsito. Bandung.
Sutarto. 1991. Dasar-Dasar Komunikasi Administrasi. Duta wacana university press. Yogyakarta.
Sutopo . 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. UNS Press. Surakarta.
. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapan Dalam Penelitian. UNS Press. Surakarta.
Tanjung, Khaerul. 2006. Hutan Adalah Jantung Ekositem:Selamatkan. http://www.blogster.com/khaerulhtanjung/. Diakses 14 September 2009
Tempo Interaktif, 2004. Kerusakan Hutan indonesia. www.tempointeraktif.com diakses tanggal 12 Mei 2007.
Tubbs, Stewart L and Moss, Sylvia. 1996. Human Communication: konteks-konteks komunikasi. Diterjemahkan Dr Deddy Mulyana MA. Rosdya Karya. Bandung.
134
134
Widianto, Hairiah K, Suharjito D, dan Sardjono M. A. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. ICRAF. Bogor
Wiryanto, 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.