Download - Perpindahan Panas Di Dalam Penukar Kalor
Perpindahan panas di dalam penukar kalor
Perpindahan panas pada penukar kalor merupakan gabungan dari mekanisme
perpindahan panas yang telah diterangkan di atas. Namun demikian yang mana diantara
ketiga mekanisme tersebut yang dominan masih tergantung pada tipe penukar kalor. Untuk
penukar kalor yang bekerja pada temperatur di bawah 450oC, mekanisme radiasi menjadi
kurang dominan, sehingga pada umumnya kecuali pada boiler atau ketel uap, mekanisme
yang dominan adalah konveksi. Sedangkan konduksi hanya berlangsung pada logam atau
permukaan yang memisahkan fluida dan pada fluida yang dekat sekali dengan permukaan
tersebut (daerah lapisan batas). Oleh karena itu pada kebanyakan penukar kalor yang
dipergunakan di industri, mekanisme gabungan antara konduksi dan konveksi merupakan
mekanisme perpindahan panas yang dominan pada penukar kalor. Namun demikian karena
pada umumnya penukar kalor berfungsi untuk memindahkan energi antara dua fluida yang
dipisahkan oleh permukaan padatan (logam), maka bagi penukar kalor sebenarnya yang
lebih penting adalah mengetahui nilai koefisien perpindahan panas global antara kedua
fluida yang saling dipertukarkan energinya tersebut. Perhatikan gambar 1 dimana dua fluida
yang berbeda temperaturnya (T1 > T2 misalnya) mengalir berlawanan arah dan dipisahkan
oleh suatu permukaan logam. Fluida yang berada di atas pelat akan memberikan energinya
pada fluida yang berada di bawah pelat.
T1
T2
Gambar 1. Dua fluida mengalir dan berbeda temperatur dipisahkan oleh pelat logam
Selama perjalanannya, fluida yang di atas akan turun temperaturnya, sedangkan fluida yang
di bawah pelat akan meningkat temperaturnya. Perpindahan panas berlangsung dari atas
ke bawah melalui beberapa tahapan yaitu:
a. Dari fluida di atas pelat ke permukaan atas pelat secara konveksi paksa
b. Di dalam pelat itu sendiri dari permukaan atas ke permukaan bawah secara konduksi
c. Dari permukaan pelat bagian bawah ke fluida yang bawah secara konveksi.
Dari ketiga tahapan perpindahan panas tersebut tentunya masing-masing memiliki sifat
masing-masing yang sering disebut dengan tahanan termal atau kebalikan dari koefisien
perpindahan panas dalam hal konveksi. Tahanan termal yang tinggi berarti makin susah
panas ditransfer sehingga laju perpindahan energi yang dapat dipindahkan makin kecil.
Dengan demikian dari fluida di atas pelat hingga fluida di bawah, energi ditransfer melalui tiga
tahanan termal, yaitu tahanan termal konveksi di atas pelat, konduksi di pelat dan konveksi
di bawah pelat. Bagi penukar kalor, justru yang penting adalah koefisien perpindahan panas
gabungan antara ketiga fenomena tersebut dan kebalikan nilai tersebut merupakan nilai
tahanan termal global. Koefisien perpindahan panas global U dari kasus ini dirumuskan sebagai
berikut:
dimana ha, tp, kp, dan hb berturut turut adalah koefisien perpindahan panas konveksi di
permukaan pelat bagian atas, tebal pelat, konduktivitas termal pelat, dan koefisien
perpindahan panas konveksi di permukaan pelat bagian bawah. Sedangkan tahanan termal
permukaan pelat bagian atas adalah 1/ha, tahanan termal konduksi di pelat adalah tp/kp, dan
tahanan termal konveksi permukaan pelat bagian bawah adalah 1/hb. Nilai U dapat ditaksir
dengan dua cara yaitu dengan mengevaluasi nilai ha dan hb memakai formulasi-formulasi
perpindahan panas dan melihat nilai kp di tabel-tabel termodinamik serta mengukur tebal pelat
tp atau dengan cara menguji penukar kalor secara langsung untuk mengetahui laju
perpindahan panas yang terjadi serta mengukur temperatur-temperatur di masing-masing sisi
masuk dan keluar fluida untuk mengetahui nilai LMTD seperti ditunjukkan pada persamaan (8).
Untuk cara yang kedua ini nilai luas permukaan perpindahan panas A harus sudah diketahui
terlebih dahulu. Dengan diketahuinya tahanan termal masing-masing bagian dalam proses
perpindahan panas, tahanan termal global Rttot dapat dirumuskan sebagai
Dengan adanya koefisien perpindahan panas global tersebut, maka laju perpindahan panas dapat
ditulis sebagai:
Q = U× A ×F×LMTD
Dimana :
A adalah luas permukaan perpindahan panas (m2)
F adalah faktor koreksi LMTD yang bergantung pada jenis penukar kalor. Nilai F sama dengan 1
(satu) untuk jenis aliran lawan dan paralel, serta mempunyai nilai kurang dari satu (<1) untuk
jenis aliran menyilang maupun aliran gabungan.
LMTD adalah perbedaan temperatur logaritmik yang didefinisikan seperti di bawah ini. Perbedaan
temperatur logaritmik dirumuskan berbeda-beda tergantung pada jenis penukar kalor. Oleh
sebab itu sebagai ilustrasi akan diberikan gambar 2 hingga gambar 3 berbagai tipe arah aliran
dalam penukar kalor.
Gambar 2. Penukar kalor jenis aliran paralel (a) dan aliran lawan (b).
Gambar 3. Penukar kalor jenis aliran menyilang pipa bersirip (a) dan pipa tak bersirip (b)[2].
Gambar 4. Penukar kalor jenis aliran gabungan (pada tipe shell & tube)[2]
Tipe penukar kalor seperti tersebut pada gambar 2 hingga gambar 4 memiliki karakteristik
yang berbeda dalam hal keefektifan atau efektivitas energi yang dipindahkan selama fluida
berada di dalam penukar kalor. Efektivitas pertukaran energi di dalam penukar akan
diterangkan tersendiri di dalam pasal kinerja penukar kalor.
Dari ketiga jenis penukar kalor di atas, terdapat kesamaan penting yang akan
dipergunakan dalam perhitungan LMTD yaitu bahwa di setiap jenis penukar kalor terdapat
sisi masuk dan sisi keluar untuk setiap fluida. Bila temperatur pada sisi masuk fluida pertama
yang kebetulan adalah fluida yang memberikan energinya (atau disebut fluida panas / hot)
diberi simbol Thin dan temperatur pada sisi keluarnya adalah Thout, sedangkan untuk fluida
yang satunya yaitu fluida kedua yang menerima panas (fluida dingin / cold) pada sisi masuk
diberi simbol Tcin dan Tcout untuk temperatur pada sisi keluar, maka rumusan LMTD untuk
setiap jenis penukar kalor adalah sebagai berikut:
untuk kasus penukar kalor aliran parallel
untuk kasus penukar kalor aliran lawan.
Gambar 5. Grafik faktor LMTD untuk aliran silang kedua fluida masing-masing
tidak tercampur[2]
Untuk kasus aliran menyilang dan aliran gabungan, perhitungan nilai LMTD seperti kasus
aliran lawan, namun harus dikalikan dengan faktor LMTD yang nilainya dapat dicari secara
grafis menggunakan grafik (chart) seperti yang ditunjukkan pada gambar 5 dan gambar 6
untuk kasus aliran menyilang serta gambar 7 dan gambar 8 untuk kasus aliran gabungan.
Grafik-grafik sejenis ini untuk tipe penukar kalor lain dapat diperoleh pada textbook-textbook
penukar kalor.
Gambar 6. Grafik faktor LMTD untuk aliran silang satu fluida tercampur dan fluida
yang lain tidak tercampur[2].
Gambar 7. Grafik faktor LMTD untuk penukar kalor tipe shell & tube dengan
dua laluan pipa U[2].
Gambar 8. Grafik faktor LMTD untuk penukar kalor tipe shell & tube dengan
dua shell masing-masing dua laluan pipa U[2].
Parameter kinerja penukar kalor
Yang dimaksud dengan parameter kinerja penukar kalor antara lain laju perpindahan
panas yang ditransfer Q (rating penukar kalor), efektivitas penukar kalor ε, efisiensi
pertukaran panas di dalam penukar kalor η, dan penurunan tekanan fluida selama mengalir
di dalam penukar kalor untuk kedua jenis fluida (∆ph dan ∆pc). Parameter kinerja tersebut
dapat dihitung berdasarkan data hasil pengukuran beberapa parameter. Perhitungan baru
dapat dilakukan bila beberapa data hasil pengukuran diperoleh. Oleh karena itu, dalam
praktek apabila penukar kalornya sudah ada, parameter kinerja dapat dievaluasi dengan
mengukur dan menghitung. Agar dapat melakukan perhitungan tersebut, berikut ini diberikan
uraian formulasi yang diperlukan.
a. Laju perpindahan panas Q
Laju perpindahan panas Q, selain dapat diformulasikan seperti yang telah ditunjukkan
pada persamaan (8), juga dapat diformulasikan sebagai berikut:
- Untuk fluida yang memberikan energi:
Qh = mh × Cph × (Thin − Thout ) = Ch × (Thin − Thout )
- Untuk fluida yang dipanaskan atau yang menerima energi:
Qc = mc × Cpc × (Tcout − Tcin ) = Cc × (Tcout − Tcin )
dimana,
• mh dan mc adalah laju aliran massa fluida yang memanaskan atau yang
memberikan panas dan yang dipanaskan atau yang menerima kalor dalam
satuan [kg/s]. Kadangkala di lapangan tidak ditemukan alat ukur yang dapat
mengetahui langsung nilai mh dan mc, tetapi yang ada adalah alat ukur debit
aliran {VA} dalam [m3/s] seperti meteran air misalnya. Oleh karena itu nilai mh dan
mc harus dievaluasi berdasarkan pengukuran {VA} ini dengan mengalikannya
dengan massa jenis fluida ρf, sehingga mh = {VA}h x ρfh dan mc = {VA}c x ρfc.
• Cph dan Cpc adalah panas spesifik fluida pada tekanan konstan dalam satuan
[J/kg.K] atau [kJ/kg.K] yang nilainya untuk masing-masing fluida dapat diperoleh
pada tabel-tabel termodinamika mengenai sifat zat.
• Ch dan Cc adalah perkalian antara Cp dengan m yaitu Ch = mh x Cph untuk fluida
yang memanaskan dan Cc = mc x Cpc untuk fluida yang menerima energi dalam
bentuk panas. Dalam perhitungan maupun pengukuran kinerja penukar kalor,
biasanya nilai Cc dan Ch ini dibandingkan terlebih dulu dan kemudian yang
nilainya lebih kecil diberi simbol Cmin dan yang lainnya diberi simbol Cmax karena
nilainya lebih besar. Jadi adakalanya Cc menjadi Cmin atau sebaliknya Ch menjadi
Cmin tergantung setiap kasus. Notasi ini akan dipergunakan dalam evaluasi
efektivitas penukar kalor.
• (Tcout – Tcin) dan (Thin – Thout) adalah selisih temperatur fluida antara sisi masuk
dan sisi keluar penukar kalor atau sebaliknya untuk masing-masing fluida.
b. Efektivitas penukar kalor ε
Efektivitas penukar kalor didefinisikan sebagai perbandingan antara laju energi yang
terjadi dalam sebuah penukar kalor (Q) (idealnya bernilai sama antara fluida yang
memberikan energinya dengan fluida yang menerima energi) dengan laju perpindahan
panas maksimum (Qmax) yang mungkin dapat terjadi dalam pertukaran energi dua fluida
pada suatu penukar kalor. Qmax didefinisikan sebagai berikut:
Qmax = Cmin × (Thin − Tcin )
Dengan demikian efektivitas penukar kalor dapat dituliskan sebagai:
Jadi dalam hal ini nilai ε selalu lebih kecil dari 1 (satu). Apabila nilai efektivitas penukar
kalor ε ini bersama nilai temperatur fluida saat memasuki penukar kalor Thi dan Tci
diketahui, laju perpindahan panas aktual dari sebuah penukar kalor langsung dapat
diketahui berdasarkan persamaan berikut:
Q = ε × Cmin × (Thin − Tcin
)
Untuk beberapa tipe penukar kalor, dapat ditunjukkan bahwa nilai parameter ε
bergantung pada nilai [Cmin/Cmax] dan [UA/Cmin]. Parameter yang kedua ini sering disebut
sebagai Number of Transfer Unit atau NTU, sehingga diperoleh :
dan
NTU =
⎛
UA
Cmin
C ⎞
ε = f⎜NTU, ⎝
min ⎟ Cmax ⎠
Korelasi dalam persamaan (17) akan dikembangkan untuk beberapa jenis penukar kalor
pada pasal tersendiri karena parameter-parameter yang terkait dengan NTU dan ε ini
sangat penting dan dapat dipergunakan sebagai cara analisis dan perancangan penukar
kalor bersama-sama dengan korelasi-korelasi yang sebelumnya diutarakan antara lain
LMTD.
c. Efisiensi pertukaran panas di dalam penukar kalor η,
Efisiensi penukar kalor tidak banyak disebut dalam buku, karena memang sebenarnya
kurang dapat diterima sebagai petunjuk prestasi sebuah penukar kalor. Yang banyak
dipakai adalah efektivitas penukar kalor karena dalam perhitungan dipakai nilai Qmax
yang merupakan nilai ideal untuk sebuah penukar kalor dan dapat dianggap sebagai
puncak nilai yang dapat dicapai oleh sebuah penukar kalor walaupun sulit untuk
direalisasikan dalam kenyataan. Efisiensi ini hanya sekedar perbandingan sesaat antara
laju perpindahan panas terukur yang diterima oleh fluida yang dipanaskan dengan laju
panas terukur yang diberikan oleh fluida yang memberikannya atau sebaliknya
tergantung yang mana yang bernilai lebih kecil ditaruh sebagai pembilang dan lainnya
sebagai penyebut. Jadi secara matematis dapat ditulis sebagai:
atau
Efisiensi ini hanya dipakai sebagai petunjuk seberapa besar perbedaan antara nilai
energi yang diberikan dengan yang diterima sehingga dapat diketahui besarnya energi
yang pindah ke lingkungan atau sebaliknya justru yang diperoleh dari lingkungan karena
salah satu fluida yang dipertukarkan energinya bekerja pada temperatur lebih rendah
dari temperatur lingkungan.
d. Penurunan tekanan fluida selama mengalir di dalam penukar kalor untuk kedua
jenis fluida (∆ph dan ∆pc).
Penurunan tekanan fluida merupakan petunjuk berapa besar energi dan daya dari
peralatan untuk mengalirkan fluida yang dibutuhkan selama fluida tersebut melintasi
penukar kalor. Artinya semakin besar nilai penurunan tekanan yang terjadi, maka
semakin besar pula energi yang diperlukan untuk mengalirkan fluida. Hal ini sangat
penting untuk diketahui karena erat kaitannya dengan biaya operasi. Banyak sekali
formulasi yang dipergunakan untuk menaksir besarnya nilai penurunan tekanan fluida di
dalam penukar kalor, karena nilai ini sangat bermanfaat khususnya bagi para perancang
penukar kalor. Namun bagi pengguna yang lebih penting barangkali adalah mengetahui
nilai tersebut dengan cara mengukurnya dan mengamati kecenderungannya dengan
berjalannya jam operasi agar dapat diketahui saat kapan diperlukan perbaikan dalam
rangka mengembalikan atau meningkatkan efisiensi biaya operasi penukar kalor.
Perancangan Termal Penukar Kalor
Perancangan termal penukar kalor dimaksudkan sebagai cara atau metode untuk
merancang penukar kalor hingga diperoleh dimensi dari penukar kalor. Disebut di sini sebagai
perancangan termal karena dibatasi pada penentuan dimensi penukar kalor berdasarkan
kaidah pertukaran panas dalam penukar kalor. Dengan demikian dalam perancangan ini
tidak dilibatkan unsur pemilihan material dan perhitungan kekuatan material yang dipilih
berdasarkan kaidah=kaidah mekanika kekuatan material.
Pada umumnya dalam perancangan termal penukar kalor dikenal dua metode yang
umum dipergunakan yaitu metode LMTD dan metode NTU-ε. Metode LMTD memanfaatkan
persamaan (8) dalam menentukan luas efektif permukaan perpindahan panas A yaitu:
A = Q
U × F × LMTD
Sedangkan metode NTU-ε.memanfaatkan persamaan (16) untuk menentukan nilai A yaitu:
Metode LMTD akan lebih mudah dipergunakan apabila seluruh temperatur masuk dan
keluar penukar kalor yang dirancang telah diketahui terlebih dahulu atau ditetapkan.
Sedangkan metode NTU-ε dapat digunakan dengan mudah apabila temperatur masuk
saja dari kedua fluida sudah diketahui terlebih dahulu. Namun nilai NTU harus dapat
ditentukan dalam perancangan metode kedua ini. Oleh karena itu korelasi ε sebagai
fungsi dari NTU dan [Cmin/Cmax] menjadi penting untuk diketahui.
Penentuan nilai luas permukaan perpindahan panas A dengan kedua metode di atas
harus menghasilkan nilai yang sama atau paling tidak hampir sama sehingga perancang
merasa yakin dengan hasil rancangannya. Namun demikian dalam setiap tahapan
perancangan selalu disertai ketidakpastian selain seharusnya hasil rancangan dapat berupa
solusi yang jumlahnya banyak. Artinya dengan nilai A hasil rancangan berdasarkan kedua
metode tersebut masih banyak kemungkinan yang dapat kita lakukan dalam memilih dimensi
penukar kalor yang akan kita buat. Sebagai contoh dengan suatu nilai A tertentu, perancang
masih memiliki beberapa kebebasan antara lain dalam memilih jenis penukar kalor, dan
untuk suatu jenis yang dipilihpun (misalnya U-tube untuk tipe shell&tube HE) perancang
masih bebas pula menentukan diameter pipa, panjang pipa, serta jumlah pipa yang akan
dipergunakan. Ketidakpastian hasil perhitungan akibat kekurangyakinan nilai data dan sifat-
sifat fluida serta jenis penukar panas yang dipilih biasanya membawa kepada perancang
untuk memberikan suatu faktor keamanan hasil rancangan dengan cara memperbesar nilai
A dengan suatu faktor “keamanan rancangan”. Berdasarkan pengalaman penukar kalor yang
biasa dipakai dalam industri, nilai A yang terpasang dapat sebesar 1,2 hingga 1,5 kali dari
nilai A hasil perhitungan. Ini berarti bahwa faktor keamanan berkisar 20% hingga 50%
bahkan lebih tergantung dari keyakinan perancang. Semakin lama pengalaman perancang
mendalami masalah penukar kalor baik dari sisi teori dan praktis akan semakin memiliki
perasaan keinsinyuran yang tajam sehingga dapat menentukan faktor keamanan rancangan
yang semakin kecil. Sebaliknya bagi perancang dan praktisi pemula, disarankan untuk
mengambil faktor keamanan rancangan yang cukup tinggi, walaupun faktor meningkatnya
biaya material dan produksi tetap harus dipertimbangkan dalam menentukan nilai faktor
keamanan rancangan ini.
Korelasi NTU -
ε
Dalam menentukan korelasi antara NTU dan ε, biasanya agar dimulai dari yang
paling sederhana, dipergunakan andaian untuk jenis penukar kalor paralel yaitu jika Cmin = Ch
sehingga persamaan () menjadi:
Sedangkan untuk [Cmin/Cmax] dapat ditulis sebagai:
Pernyataan lain untuk penukar panas jenis paralel ini adalah bahwa:
atau
h
Pernyataan di ruas kiri dari persamaan (24) dapat diubah menjadi pernyataan berikut:
(Thout − Tcout ) = (Thout − Thin + Thin − Tcout )
(Thin − Tcin ) (Thin − Tcin )
Persamaan (22) dapat disubstitusikan ke dalam persamaan (25) ini sehingga menjadi:
atau persamaan terakhir ini dapat disederhanakan menjadi:
dan apabila persamaan (27) disubstitusikan ke dalam persamaan (24) akan diperoleh:
Atau
⎛ C ⎞
Persamaan (28) merupakan persamaan yang menyatakan ε = f⎜NTU, ⎝
min ⎟ Cmax ⎠
dari penukar
kalor tipe aliran paralel. Persamaan tersebut dapat pula dinyatakan dalam bentuk grafik
untuk memudahkan para perancang dalam menentukan nilai NTU sebagai fungsi dari ε dan
[Cmin/Cmax] seperti diperlihatkan dalam gambar 9.
Gambar 9 Pernyataan grafis dari persamaan (28) untuk penukar kalor aliran paralel
Untuk penukar kalor jenis lain selain aliran paralel representasi grafis dari korelasi
NTU – ε – [Cmin/Cmax] berturut-turut diberikan dalam gambar 10, gambar 11 dan
gambar 12.
Gambar 10 Pernyataan grafis korelasi NTU – ε – [Cmin/Cmax] untuk penukar kalor
jenis aliran lawan
Gambar 11 Pernyataan grafis korelasi NTU – ε – [Cmin/Cmax] untuk penukar kalor
jenis shell & tube dengan satu shell dan pipa multi laluan
Gambar 12 Pernyataan grafis korelasi NTU – ε – [Cmin/Cmax] untuk penukar kalor
jenis shell & tube dengan dua shell dan pipa multi laluan
Pengujian penukar kalor
Dalam pembahasan ini pengujian dibatasi pada pengujian kinerja termal dan pengujian
kekuatan tekan penukar kalor.
Pengujian kinerja termal
Pengujian penukar kalor berguna untuk mengetahui kinerjanya. Pengujian biasanya
dilakukan saat commisioning. Namun agar kita dapat selalu memonitor kinerja penukar kalor
yang kita operasikan, sebaiknya pengukuran dilakukan secara periodik. Oleh sebab itu
pemasangan peralatan ukur untuk beberapa penukar kalor yang dinilai mempunyai biaya
operasi atau investasi tinggi disarankan, sehingga monitoring kinerja dapat dilakukan secara
terus menerus. Dari formulasi kinerja penukar kalor dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk
mengetahui kinerja diperlukan data dan pengukuran besaran-besaran yang diperlukan antara
lain:
1. Data mengenai dimensi penukar kalor secara lengkap seperti panjang tube, diameter,
luas permukaan perpindahan panas efektif, dan lain-lain. Data ini biasanya dapat
diperoleh dari vendor atau pembuat.
2. Pemasangan alat ukur debit aliran atau laju massa aliran masing-masing fluida. Jika
penukar kalor kita kebetulan dilengkapi dengan fan atau pompa untuk mengalirkan
fluida, maka diperlukan pula data-data spesifikasi pompa dan fan secara lengkap
yang sangat berguna untuk menaksir laju aliran massa yang kita butuhkan dalam
perhitungan kinerja.
3. Data sifat fisik fluida yang dipertukarkan panasnya. Data ini dapat diperoleh dari
buku-buku termodinamika atau lainnya. Data ini perlu sekali karena selain dapat
dipergunakan untuk mengetahui Cp fluida juga kadangkala diperlukan untuk
keperluan lain seperti penggantian ulang, kaitannya dengan spare part, dan lain-lain.
4. Pemasangan alat ukur temperatur pada setiap saluran fluida masuk dan keluar dari
penukar kalor.
Perlu dicatat bahwa setiap alat ukur yang terpasang harus selalu dikalibrasi secara periodik
sehingga penunjukkan yang dihasilkan dapat kita percaya dan hasil perhitungan dapat
dipakai sebagai acuan dalam mengoperasikan dan merawat penukar kalor kita. Apabila
seluruh data dan alat ukur sudah disiapkan, pengujian dapat mulai dilakukan dengan
pengambilan data parameter operasi seperti laju aliran, temperatur, massa jenis, kapasitas
panas dan lain-lain. Kemudian perhitungan dapat dilakukan dengan memanfaatkan formulasi
yang telah diterangkan sebelumnya untuk mengetahui kinerja termal penukar kalor antara
lain laju perpindahan panas yang dapat ditransfer untuk masing-masing sisi fluida, efektivitas
penukar kalor, efisiensi konversi energi yang terjadi, dan penurunan tekanan yang terjadi di
masing-masing sisi aliran fluida. Sebaiknya pengukuran data dan perhitungan dilakukan
beberapa kali agar keyakinan kita bertambah.
Pengujian kekuatan tekan
1. Pengujian hydrostatis
Pengujian hydrostatis untuk tube bundle diiaksanakan baik sebelah luar maupun sebelah
dalam tube. Sebelah luar tube lazim disebut shell side test, dan sebelah dalam tube disebut
tube side test. Pengujian shell side dilaksanakan seperti gambar 13 berikut :
Gambar 13. Pengujian hidrostatik untuk bagian di luar tube bundle.
Pengujian ini sekaligus menguji sambungan rol, shell, tube terutama sebelah dalam,
sambungan nozzle, gasket antara tube sheet dengan channel.
Penguiian tube side dilaksanakan seperti diperlihatkan pada gambar 14:
Gambar 14. Pengujian hidrostatik untuk bagian di dalam tube bundle.
Pengujian ini sekaligus memeriksa sambungan tutup channel, kondisi tube dan
sambungan floating heat cover. Sewaktu pengisian air penguji, diyakinkan bahwa peralatan
benar-benar penuh air dengan membuka kerangan ventilasi hingga air keluar. Pengujian
peralatan baru dipakai ketentuan 1 1/2 x tekanan desain.
Pengujian peralatan yang telah dioperasikan = 1 1/2 x tekanan kerja maksimum yang
dibolehkan. Tekanan desain = tekanan yang dihitung dengan stress value pada suhu desain.
Tekanan kerja maksimum = tekanan kerja yang dihitung dengan stress valuenya pada suhu
operasi. Menurut ketentuan MIGAS, waktu penahan tekanan (holding time) selama 2 jam,
tanpa kecuali apakah ada atau tidak ada perbaikan. Pada waktu holding time, inspektor
melaksanakan pemeriksaan dan disaksikan oleh pihak instansi yang rnengeluarkar ijin
(DEPNAKER, MIGAS, dan lain-lain). Menurut ketentuan MIGAS, uji hydrostatis harus dicatat
(recorded) dengan pressure-time chart. Kebocoran sewaktu hydrotest harus diperbaiki,
perbaikan besar memerlukan uji hidrostatis diulang.