Download - Peritonitis Tb
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn D.
Umur : 41 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Katolik
Alamat : Batu Ampar II Gang 9, Batu Alam RT/RW 01/04
Condet Batu Ampar Kramat Jati, Jakarta Timur.
Pekerjaan : Wiraswasta
Masuk RSUD BA : 24 April 2012
II. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan sakit perut sejak 1 hari yang lalu.
III. ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 24 April 2012.
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD BA dengan keluhan sakit di seluruh perut sejak 1 hari SMRS.
Pasien mengaku sakit perut sudah berlangsung sejak ± 2 bulan yang lalu dan semakin lama
semakin parah terutama sejak 1 hari SMRS. Sakit perutnya terjadi tiba-tiba dan terus-menerus,
sakit dirasakan seperti mules di seluruh perut. Pasien mengaku hanya BAB 3x dalam 2 bulan
terakhir tetapi bias kentut. Selain itu pasien turut mengeluhkan terdapat mual muntah, muntah
terjadi selepas tiap kali makan sehingga kurang asupan makanan tetapi pasien masih dapat
minum. Sakit perut turut disertai dengan demam dan perut kembung. Pasien menyangkal
terdapatnya keluhan nyeri ulu hati tetapi terdapat sesak nafas sejak 1 hari SMRS.
1
B. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Bulan Maret 2012, pasien mengalami muntah-muntah, mencret dan demam
Penyakit Diabetes Melitus : disangkal
Penyakit Asma : disangkal
Penyakit Hipertensi : disangkal
Penyakit Alergi : disangkal
Operasi sebelumnya : disangkal
Kecelakaan sebelumnya : disangkal
C. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Diabetes Melitus tidak ada, asma tidak ada, hipertensi disangkal.
D. RIWAYAT PRIBADI dan SOSIAL EKONOMI
Pasien adalah seorang laki-laki berumur 41 tahun dengan status gizi kurang, merokok dan
tidak ada riwayat menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien mempunyai status ekonomi.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 24 April 2012 pada pukul 07.00 WIB
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Apatis
Tekanan Darah : 110/60mmHg
Nadi : 88x /menit
Pernafasan : 60x /menit
2
Suhu : 37oC
Status Emosi : Kesakitan
Umur menurut tafsiran : Lebih tua
Status Gizi : Kurang
Bentuk badan : Habitus Atelektikus
Cara berbaring dan mobilitas : Pasif
KULIT
Warna : Kuning langsat, pucat, tidak ikterik dan tidak terdapat
hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi.
Lesi : Tidak terdapat lesi primer seperti macula, papul vesikula, pustule
maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagian
tubuh yang lain.
Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit.
Turgor : Baik
Keringat : Normal
KEPALA
Ekspresi wajah : Ekspresif.
Simetri wajah : Simetris.
Nyeri tekan sinus : Tidak terdapat nyeri tekan sinus.
Pertumbuhan rambut: Normal, tidak mudah dicabut, distribusi merata, warna hitam.
Pembuluh darah : Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah.
Deformitas : Tidak terdapat deformitas
MATA
Bentuk wajah : Simetris.
3
Eksoftalmus : Tidak ada.
Endoftalmus : Tidak ada.
Gerakan : Normal tidak terdapat strabismus, deviasi maupun nistagmus.
Kelopak : Normal, tidak terdapat ptosis, edema.
Pupil : OD dan OS isokor, RCL +/+, RTCL +/+
Konjungtiva : Anemis +/+
Sklera : Tidak ikterik.
TELINGA
Daun telinga : Normal, tofi (-)
Liang telinga : Kulit tidak hiperemis, tidak terdapat serumen, cairan (-), darah (-).
Membran tympani : Intak.
Nyeri proc mastoid : Tidak ada.
HIDUNG
Bagian luar : Normal, tidak terdapat deformitas.
Septum : Terletak ditengah dan simetris.
Mukosa hidung : Tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi
Cavum nasi : Perdarahan (-)
MULUT DAN TENGGOROK
Bibir : Tidak pucat tidak sianosis.
Gigi-geligi : Jumlah lengkap.
Lidah : Normoglosia.
Arcus faring : Tenang, tidak hiperemis.
Bau nafas : Tidak halitosis.
LEHER
Kelenjar tiroid : Tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris.
Trakea : Di tengah.
KELENJAR GETAH BENING
4
Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB di leher.
Aksila : Tidak terdapat pembesaran KGB di aksila
Inguinal : Tidak terdapat pembesaran KGB di inguinal.
THORAX
Paru depan
i. Inspeksi
a. Kulit : Tidak terdapat spider nevi, memar (-)
b. Dada dalam keadaan statis : Bentuk normal, simetris.
c. Dada dalam keadaan dinamis : Pernafasan abdominothoralkal, tidak ada
bagian yang tertinggal saat bernafas.
ii. Palpasi
a. Vokal fremitus : Simetris pada kedua hemitorak.
iii. Perkusi
a. Perkusi seluruh lapang paru : Sonor pada kedua hemitorak.
b. Batas paru hati : ICS 7 midclavicula kanan.
c. Peranjakan hati : 2 jari.
d. Batas paru lambung : ICS 6 garis aksilaris anterior kiri.
iv. Auskultasi
a. Bunyi nafas : Suara nafas vesikuler pada kedua paru.
b. Bunyi nafas tambahan : Tidak terdapat wheezing dan ronki.
Paru belakang
1. Inspeksi
Tidak terdapat jaringan parut dan deformitas tulang.
ii. Palpasi
Vokal fremitus simetris pada kedua hemithorak
iii. Perkusi
Batas paru belakang kanan thorakal 9
Batas paru belakang kiri thorakal 10
iiii. Auskultasi
Bunyi nafas : Suara nafas vesikuler pada kedua paru.
5
Bunyi nafas tambaan : Tidak terdapat wheezing dan ronki.
Jantung
i. Inspeksi
Iktus kordis : Terlihat
ii. Palpasi
Iktus kordis : Teraba 1 jari linea midklavikula kiri, ICS 5
iii. Perkusi
Batas jantung kanan : linea sternalis kanan ICS 4
Batas jantung kiri : linea midklavikula ICS 5
Batas atas jantung : Garis sternalis kiri ICS 3
iv. Auskultasi
Bunyi jantung : S1 S2 reguler
Bunyi tambahan : Tidak terdapat mur-mur dan gallop.
ABDOMEN (LIHAT STATUS LOKALIS)
EKSTRIMITAS
Ekstrimitas atas
Utuh, tidak terdapat memar dan luka, akral hangat, tidak oedem
Ekstrimitas bawah
Utuh, tidak terdapat memar dan luka, akral hangat, tidak oedem
STATUS LOKALIS
Inspeksi
o Simetris : Abdomen simetris
o Bentuk : Tampak membuncit
o Kelainan kulit : Tidak terdapat jaringan parut, striae dan
kelainan kulit
o Pelebaran vena : Tidak terdapat pelebaran vena.
Palpasi
6
o Nyeri tekan : Di seluruh lapangan abdomen.
o Defens muskular : Terdapat defens muskular.
o Hati : Tidak dapat dinilai.
o Limpa : Tidak dapat dinilai.
o Ballotemen : Tidak dapat dinilai.
Perkusi
o Abdomen : Timpani
o Nyeri ketok : Terdapat nyeri ketok pada seluruh lapangan
abdomen
Auskultasi
o Bising usus : Negatif
V. PEMERIKSAN PENUNJANG
A. LABORATORIUM (24 April 2012)
Pemeriksaan Hematologi Rutin
Leukosit : 22000 /ul (5.000-10.000)
Hemoglobin : 10.5 g/dl (P:14-18, W:12-16)
Hematokrit : 31 % (P:43-51, W:38-46)
Trombosit : 722.000 ribu/mm3 (150-400)
Pemeriksaan Faal Hati:
SGOT : 22 µu/dl
SGPT : 18 µu/dl
7
Pemeriksaan Faal Ginjal:
Ureum : 47 mg/dl
Kreatinin : 0.77 mg/dl
Pemeriksaan Kimia Darah
Glukosa sewaktu : 140 mg/dl
Elektrolit :
Natrium (Na) : 127 mmol/L
Kalium (K) : 3.8 mmol/L
Clorida (Cl) : 89 mmol/L
VI. RESUME
Seorang laki-laki, 41 tahun dating dengan keluhan nyeri di seluruh lapangan abdomen
sejak ± 2 bulan yang lalu dan semakin parah sejak 1 hari SMRS. Nyeri terus-menerus disertai
mual muntah selepas makan, demam, perut kembung dan hanya bisa BAB 3x dalam 2 bulan
terakhir. Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pemeriksaan fisik: TD 110/60 mmHg, N
88x/menit, S 37FC, RR 60x/menit. Mata CA(+/+), abdomen : inspeksi tampak buncit, palpasi
DM(+) , NT (+), BU (-). Laboratorium Hb 10.5 g/dl, Leukosit 22ribu/ul, Trombosit 722ribu/ul,
GDS :140 mg/dl, Na :127 mmol/L, Cl :89 mmol/L
VII. DIAGNOSIS KERJA
Suspek peritonitis
Suspek ileus paralitik
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Ileus obstruksi.
8
IX. PENATALAKSANAAN
Rawat
Puasa
Pasang NGT
Rontgen abdomen 3 posisi
Konsul dr Bedah
Pengobatan
o Infus Asering: PanAmin G 2 : 1 20tetes/menit
o Cefotaxim 2x1 gr
o Dulkolak 1x1 supp
Follow up( 25 April 2012)
Subjektif Objektif Assessment Penatalaksanaan
Nyeri di seluruh
perut
Mual muntah +
Demam +
Flatus +
Perut kembung
Tidak bias makan
dan minum biasa
TD : 110/60 mmHg
N : 88x/menit
S : 37 FC
RR : 60x/menit
Px Fisik
Mata CA (+/+)
Abdomen
Inspeksi : Perut buncit
Palpasi : DM (+), NT (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (-)
Lab ( 24 April 2012)
Hb 10.5 g/dl
Leukosit 22ribu/ul
Trombosit 722ribu/ul
LED :38 mm/jam
Suspek
peritonitis et TB
Pro laparatomi
eksplorasi
Periksa BT/CT
Konsul jantung,
interna.
Certriaxone 2x1 gr
Dulcolax 1x1 supp
9
GDS :140 mg/dl
Na :127 mmol/L
Cl :89 mmol/L
USG abdomen
Tampak cairan bebas di
rongga abdomen dan peri
lienalis.
PERBAHASAN KASUS
Pada kasus ini ditegakkan diagnosa Suspek peritonitis et cause TB berdasarkan dari
anamnesa, pemeriksaan fisik dan dibantu oleh hasil pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa
didapatkan pasien mengeluhkan terdapatnya nyeri perut yang berterusan sejak 2 bulan yang lalu.
Nyeri dirasakan seperti mules dan tidak dinyatakan terdapat nyeri yang spesifik disesuatu region
di perut yang dapat merujuk kepada diagnosa seperti appendik dan sebagainya. Selain itu pasien
turut mengeluhkan terdapatnya keluhan-keluhan lain seperti perut kembung, anoreksia, dan
konstipasi yang mendukung adanya keterlibatan kelainan usus. Pasien turut mengeluhkan
10
terdapat demam yang menunjukkan adanya suatu proses inflamasi. Keluhan seperti adanya batuk
disangkal. Keluhan seperti keringat malam tidak ditanyakan. Pasien juga berasa sesak nafas
akibat dari tekanan intaabdomen meningkat yang mendorong diafragma sehingga berasa sesak
nafas. Riwayat TB paru dan keluarag yang menderita TB tidak ditanyakan.
Dari pemeriksaan fisik yang mendukung didapatkan anemis tanpa adanya perdarahan yang
menunjukkan pasien menderita penyakit yang kronis. Pada status lokalis didapatkan perut yang
terlihat buncit, defens muscular, nyeri pada seluruh lapang abdomen, dan bising usus yang
negatif menunjukkan pasien telah mengalami peritonitis. Dari pemeriksaan penunjang
didapatkan Hb 10.5g/dl, leukosit 22ribu/ul, LED 38 mm/jam, Na 127 mmol/L, Cl 89 mmol/L
GDS 140 mg/dl dan yang terutama pada USG abdomen didapatkan gambaran asites.
Penatalaksanaan darurat yang dilaksanakan pada kasus ini berupa laparatomi ekplorasi
menurut saya suatu tindakan yang sudah benar berdasarkan terdapatnya perforasi, obstruksi dan
asites yang berkemungkinan berupa nanah yang harus dikeluarkan dengan segara untuk
mengelakkan pasien dari menjadi sepsis dan untuk laparatomi diagnostic dengan mengambil
cairan asites dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
PERITONITIS TUBERKULOSIS
Pendahuluan
Tuberculosis peritoneal merupakan suattu peradangan peritoneum parietal atau visceral
yang disebabkan oleh kuma Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering
mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastrointestinal, mesenterium dan organ genital
interna.1 Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses
11
tuberkulosa dari tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahawa
pada waktu diagnose ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini
bisa terjadi keranan proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu
sedangkan penyebarannya masih berlangsung di tempat lain.2
Di negara yang sedang berkembang peritonitis tuberkulosis masih sering dijumpai
termasuk di Indonesia, sedangkan di Amerika dan negara Barat lainnya walaupun sudah jarang
ada kecenderungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS dan Imigran.
Kerana perjalanan penyakitnya yang berlangsung perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan atau
gejala yang jelas maka diagnose sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan.3 Tidak
jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau
neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.
Epidemiologi
Peritonitis tuberkulosis lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria dengan
perbandingan 1.5:1 dan lebih sering pada decade ke 3 dan 4.4,5 Peritonitis tuberkulosis dijumpai
2% dari seluruh tuberculosis paru dan 59.8% dari tuberculosis abdominal.5 Di Amerika Serikat
penyakit ini adalah ke-6 terbanyak di antara penyakit TB extra-paru sedangkan penelitian lain
menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberculosis peritoneal yang mempunyai TB paru yang
aktif.6,7 Pada saat ini dilaporkan bahawa kasus tuberculosis peritoneal di negara maju semakin
meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS di negara maju.1
Di Asia dan Afrika yang dimana kasus tuberculosis masih merupakan suatu masalah
masyarakat dan sangat banyak dijumpai, peritonitis tuberculosis masih merupakan masalah yang
penting. Daldiono dengan cara laparoskopi menemukan sebanyak 15 kasus di RSCM Jakarta
12
selama periode 1968-1972 sedangkan di Medan Zain Lh melaporkan ada 8 kasus selama periode
1993-1995.8
Patogenesis
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara:
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Melalui sputum TB aktif yang tertelan
3. Melalui dinding usus yang terinfeksi
4. Dari kelenjar limfe ynag terinfeksi
5. Melalui tuba falopi yang terinfeksi
Peritonitis tuberkulosa terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum tapi
sering kerana reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui
penyebaran hematogen preses primer terdahulu ( infeksi laten “Dorman infection”). Seperti
diketahui lesi tuberkulosa biasa mengalami supressi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase
laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat,
jika organism intarselluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat.2
Patologi
Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa.2,3
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak, gejala yang
menonjol adalah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak
banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuningan milier,
Nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
13
Disampaing partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel lebih besar sampai sebesar kacang
tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jariangan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah.
Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah
dinding perut menjadi tegang. Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan kelihatan
kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanaya keganasan. Omentum dapat terkena
sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.
2. Bentuk adhesif
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastic dimana cairan tidak banyak dibentuk. Pada jenis
ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering
memberikan gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk fistel. Hai ini disebabkan kerna
perlengketan dinding usus dan peritoneum parietal yang kemudiannya timbul proses nekrosis.
Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi. Turberkel-tuberkel biasanya lebih besar.
3. Bentuk campuran
Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses
eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong
perlengketan tersebut.
Beberapa penulis menggangap bahawa pembahagiaan ini lebih bersifat untuk melihat
tingkat penyakit, dimana pada mulanaya terjadi bentuk eksudatif dan kemudian bentuk
adhesive.2 Pemberian histopatologi jaringan bipsi peritoneum akan memperlihatkan jaringan
granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia Langerhans, dan pengkejuan
umumnya ditemukan.2,9
Gejala klinis1,2
14
Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan sampai
berbulan-bulan, sering pendrita tidak menyadari keadaan ini. Pada penelitian yang dilakukan di
RSCM lama keluhan berkisar dari 2 minggu s/d 2 tahun dengan rata-rata lebih dari 16 minggu.
Keluhan terjadi secara perlahan-lahan sampai berbulan-bulan disertai nyeri perut, pembengkakan
perut, disusul tidak nafsu makan, batuk dan demam. Pada tipe plastic sakit perit lebih terasa dan
muncul manifestasi seperti obstruksi.
Tabel 1. Keluhan pasien peritonitis tuberkulosis menurut beberapa penulis
Keluhan Sulaiman A
30 pasien
%
Sandikci
135 pasien
%
Manohar dkk
45 pasien
%
Sakit perut
Pembengkakan perut
Batuk
Demam
Keringat malam
Anoreksia
Berat badan menurun
Mencret
57
50
40
30
26
30
23
20
82
96
-
69
-
73
80
-
35.9
73.1
-
53.9
-
46.9
44.1
-
Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, pembengkakan
perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung lamanya keluhan. Keadaan umum pasien bisa
masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada wanita sering dijumpai peritonitis
15
tuberkulosis disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital
bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovari.1,2
Tabel 2 : pemeriksaan jasmani pada 30 penderita peritonitis tuberkulosa di rumah
sakit Dr.Cipto mangunkusumo Jakarta
Gejala Persentase %
Pembengkakan perut dan nyeri 51
Asites 43
Hepatomegali 43
Ronchi pada paru (kanan) 33
Pleura efusi 27
Splenomegali 30
Tumor intra abdomen 20
Fenomena papan catur 13
Limfadenopati 13
Terlibatnya pleura dan paru 63 ( atas dasar foto thorax)
Diagnosis
Diagnosa peritonitis tuberkulosis ditegakkan sama halnya seperti penegakkan diagnosa
penyakit-penyakit yang lain yaitu harus meliputi dari temuan dalam anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan dibantu oleh beberapa hasil dari pemeriksaan penunjang.
Paustian in 1964 menyatakan untuk menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosis satu
atau lebih dari empat criteria ini harus terpenuhi: (i) adanya bukti histologi tuberkel dengan
nekrosis caseation; (ii) hasil biopsi yang bagus dari kelenjar getah bening mesenterika
16
menunjukkan adanya tuberculosis; (iii) kultur atau biakan pada binatang percobaan menemukan
pertumbuhan M. tuberculosis; (iv) hasil pemeriksaan histology menemukan bateri tahan asam
pada lesi.
Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi sering dijumpai adanya anemia penyakit kronis, leukositosis
ringan ataupun leucopenia, trombositosis, gangguan faak hati dan sering dijumpai laju endap
darah (LED) yang meningkat, sedangkan pada pemeriksaan tes tuberculin hasilnya sering
negatif.2,10 Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan
protein > 3 gr/dl jumlah sel diatas 100-300 sel/ml. Biasanya lebih dari 90% adanya peningkatan
limfosit LDH.9,11 Cairan asites yang perulen dapat ditemukan begitu juga cairan asites yang
bercampur darah ( serosanguinous). Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapati hasilnya
kurang dari 5% yang positif dan dengan kultur cairan ditemukan kurang dari 20% hasilnya
positif.
Ada beberapa peneliti yang mendapatkan hampir 66% kultur BTAnya positif dan akan
lebih meningkat lagi sampai 83% bila menggunakan kultur cairan asites yang telah
disentrifugekan dengan jumlah cairan lebih dari 1 liter. Dan hasil kultur cairan asites ini dapat
diperoleh dalam waktu 4-8 minggu.3,11 Perbandingan glukosa cairan asites dengan darah pada
peritonitis tuberculosis < 0.96 sedangkan pada asites dengan penyebab lain rationya >0.96.1
Perbandingan serum asites albumin (SAAG) pada peritonitis tuberculosis ditemukan
rationya <1.1 gr/dl namun hal ini juga bisa terjadi pada keadaan keganasan, sindroma nefrotik,
penyakit pancreas, kandung empedu atau jaringan iakt sedangkan bila ditemukan >1.1 gr/dl ini
merupakan cairan asites akibat hipertensi portal. Penurunan pH cairan asites dan peningkatan
17
kadar laktat dapat dijumpai pada peritonitis tuberculosis dan berbeda dengan cairan asites pada
sirosis hepatis yang steril, namun pemeriksaan pH dan kadar laktat cairan acites ini kurang
spesifik dan belum merupakan suatu kepastian jerna hal ini juga dijumpai pada kasus asites oleh
kerna keganasan atau spontaneous bacterial peritonitis.4
Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan CA-125. CA-125 ( cancer antigen 125) termasuk
tumor associates glycoprotein dan terdapat pada permukaan sel. CA-125 merupakan antigen
yang terkait dengan karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang dewasa
normal, namun CA-125 ini dilaporkan juga meningkat pada keadaan benigna dan maligna,
dimana kira-kira 80% meningkat pada wanita dengan keganasan ovarium, 26% pada trimester
pertama kehamilan, menstruasi, endometriosis dll juga pada kondisi bukan keganasan seperti
gagal ginjal kronik, penyakit autoimun, sirosis hepatis, peradangan peritoneum seperti tuberc\
kulosis, pericardium dan pleura. Zain LH di Medan pada tahun 1996 menemukan dari 8 kasus
peritonitis tuberculosis dijumpai kadar CA-125 meninggi dengan kadar rata-rata 370.7 u/ml dan
menyimpulkan bila dijumpai peninggian serum CA-125 disertai dengan cairan asites yang
eksudat, jumlah sel >350/m3, limfosit yang dominan maka peritonitis tuberculosis dapat
dipertimbangkan sebagai diagnosa.8
Pemeriksaan Rongten
Tampak gambaran tuberculosis paru pada foto x-ray dada dapat mendukung diagnosa
namun foto x-ray dada normal tidak dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa peritonitis
tuberculosis. Sharma dkk melakukan kajian terhadap 70 kasus peritonitis tuberculosis
mendapatkan terdapat sebanyak 22 kasus (46%) penderita mempunyai aktif lesi atau bekas lesi
tuberculosis pada rontgen dadanya. Pemeriksaan rongten pada sistem pencernaan mungkin dapat
18
membantu jika didapat kelainan usus kecil atau usus besar seperti terlihatnya gambaran
obstruksi.2
Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaaan USG dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang
bebas atau terfiksasi ( dalam bentuk kantong-kantong) menurut Rama & Walter B, gambaran
USG tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam
rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, massa di daerah ileosaecal dan pembesaran
kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan mesentrium, perlengketan lumen usus dan
penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama.1
CT Scan
Pemeriksaan CT Scan untuk peritonitis tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran
yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk
pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinis dari peritonitis
tuberculosis. Rodriguez E dkk yang melakukan suatu penellitian ang membandingkan peritonitis
tuberculosis dengan peritoneal karsinoma dengan melihat gambaran CT Scan terhadap
peritoneum parietalis mendapatkan, adanya gambaran peritoneum yang licin dengan penebala
yang minimal dan pembesaran yng jelas menunjukkan suatu peritonitis tuberculosis sedangkan
adanya nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teraktur menunjukkan peritoneal
karsinoma.
Peritonoskopi ( Laparoskopi)
Laparoskopi merupakan cara yang relative aman, mudah dan terbaik untuk mendiagnosa
peritonitis tuberculosis terutama bila ada cairan asites dan sangat berguna untuk mendapatkan
19
diagnosa pada pasien-pasien muda dengan symptom sakit perut yang tidak jelas penyebabnya
dan cara ini dapat mendiagnosa peritonitis tuberculosis 85% sampai 95% dan dengan bantuan
biopsy terarah dapt dilakukan pemeriksaan histology dan bisa menemukan adanya gambaran
granuloma sebesar 85% sampai 90% dari seluruh kasus dan bila dilakukan kultur bisa ditemukan
BTA hamper 75%. Hasil histology ynag lebih penting lagi adalah bila didapat granuloma yang
lebih spesifik yaitu granuloma dengan pengkejuaan.3
Gambaran yang dapat dilihat pada peritonitis tuberculosis:9
1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai tersebar luas
pada dinding peritoneum, usus dan dapat juga dijumpai di permukaan hepar atau alat lain.
2. Perlengketan yang dapat bervariasi dari yang sedikit sampai luas diantara alat-alat di
dalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini merubah letak anatomi normal. Permukaan
hepar dapat melengket pada dinding peritoneum da n sulit dikenali. Perlengketan diantara
usus, mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.
3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang
kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.
4. Cairan asites sering dijumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak jernih
lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapatdijumpai.
Biopsi dapat ditujukan pada turberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan lain yang
tersangka mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsi khusus sekaligus cairan dapat
dikeluarkan. Walaupun pada umumnya gambaran laparoskopi peritonitis tuberculosis dapat
dikenal dengan mudah, namun gambarannya bisa menyerupai penyakitlain seperti peritonitis
karsinoma, kerna itu biopsi harus selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya diberikan jika
hasil pemeriksaan patologi anatomi menyokong suatu peritonitis tuberculosis.
20
Laparoskopi tidak selalu mudah dikerjakan dan dari 30 kasus, 4 kasus tidak dilakukan
laparoskopi kerana secara teknis dianggap mengandung bahaya dan sukar dikerjakan. Adanya
jaringan perlengketan yang luas akan merupakan hambatan dan kesulitan dalam memasukkan
trokar dan lebih lanjut ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan
pemeriksaan dan tidak jarang alat laparoskopi terperangkap di dalam suatu rongga yang penuh
dengan perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat yang normal
dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi diagnistik.1
Laparatomi
Dahulu laparatomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yang sering dilakukan,
namun saat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika dengan cara yang
lebih sederhana tidak memberikan kepastian diagnosa atau jika dijumpai indikasi yang mendesak
seperti obstruksi usus, perforasi, adanya cairan asites yang bernanah.2
Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan tuberculosis paru, obat-obat
seperti streptomisin, INH, Etambutol, Rifampisin, dan Pirazinamid memberikan hasil yang baik,
dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan biasanaya
mencapai 9 sampai 18 bulan atau lebih.1 Beberapa penulis berpendapat bahawa kortikosteroid
dapat mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Terbukti juga
penggunaan kortikosteriod dapat mengurangi kesakitan dan kematian, namun pemberian
kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana terjadi resistensi terhadap M.
tuberculosis. Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien
dengan peritoneal tuberkulosis mendapatkan bahawa pemberian kortikosteroid sebagai obat
tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sakit perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-
21
kasus yang dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahawa partikel menghilang
namun di beberapa tempat masih terlihat adanya perlengketan. 1
Prognosis
Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan umumnya
akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.1
Kesimpulan
1. Peritonitis tuberkulosis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa di tempat lain.
2. Gejala klinis bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering terlambat didiagnosa.
3. Dengan pemeriksaaan diagnostic, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya dapat
membantu menegakkan diagnosa.
4. Dengan penegakkan diagnosa yang tepat, dini dan pengobatan yang adequate biasanya
pasien akan sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam : Noer S ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam
Jakarta Balai penerbit FKUI, 1996: 403-6
2. Sulaiman A. Peritonitis tuberkulosa. Dalam : Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, dkk
Buku ajar gastroenterology hepatologi Jakarta: informatika 1990: 456-61
3. Ahmad M. Tuberkulosis peritonitis : Fatality associated with delayed diagnosis. South
Med J 1999: 92: 406-408
4. Sandikci MU, Colacoglus, Ergun Y. Presentation and role of peritonoscopy and diagnosis
of tuberculosis peritonitis . J Gastroenterol hepato 1992:7:298-301
5. Manohar A dkk. Symptoms and investigative findings in year period. Gut, 1990;
31:1130-2
6. Marshall JB. Tuberculosis of gastroinstestinal tract and peritoneum, AMJ Gastroenterol
1993;88:989-99
7. Sibuea WH dkk. Peritonitis tuberculosa di RS DGI Tjikini KOPAPDI IV Medan;
1978:131
8. Zain LH. Peran analisa cairan asites dan serum CA-125 dalam mendiagnosa TBC
peritoneum: Acang N, Nelwan RHH, Syamsuru W ed. Padang : KOPAPDI X, 1996:95
9. Sulaiman A. peritonitis tuberculosa dalam: Hadi S dkk . Endoskopi dalam bidang
Gastroentero Hepatologi Jakarta: PEGI 1980: 265-70
10. Small Pm, Seller UM. Abdominal tuberculosis in : Strickland GT ed Hunters tropical
medicine and emerging infection disease. 8th Philadepia: WB Sounders Company 2000:
503-4.
23