Download - Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan
12/12/2013
Tugas MPK Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan | TKP 513
KELOMPOK
DUA (2)
TINJAUAN KASUS PERILAKU PELANGGARAN PADA
JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI JAKARTA
Kelompok 2:
Nur Sukma Suri 21040110110050
Virgawasti Dyah P. 21040110120006
Donny Cipta Utama 21040110120048
Zulinar Irfiyanti 21040110130070
Kenida Ajeng 21040110130086
Laella Nuzullia 21040110141042
Yusica Andriani 21040110141044
2
DAFTAR ISI
A. Latar belakang ......................................................................................... 3
1. Justifikasi Pemilihan Kasus ........................................................................ 4
2. Tujuan dan Sasaran ................................................................................ 5
B. Kajian Pemahaman Tentang Jembatan Penyebrangan .......................................... 6
1. Terminologi Jembatan Penyebrangan ........................................................... 6
2. Jembatan Penyebrangan sebagai Street Furniture Perkotaan ............................... 6
3. Jembatan Penyebrangan sebagai Salah Satu Elemen Kebutuhan Pejalan Kaki ............ 7
4. Fungsi dan Perananan Jembatan Penyebrangan ............................................... 8
C. Tinjauan Perilaku Pelanggaran Terhadap Penggunaan Jembatan Penyebrangan ........... 11
1. Fenomena Perubahan Fungsi Jembatan Penyeberangan Jakarta ........................... 11
2. Jenis dan Bentuk Perilaku Pelanggaran di Jembatan Penyeberangan Jakarta ........... 15
3. Solusi Penyelesaian Perilaku Pelanggaran di JPO ............................................. 19
D. Kesimpulan dan Rekomendasi ...................................................................... 21
1. Kesimpulan ......................................................................................... 21
2. Rekomendasi ....................................................................................... 22
E. DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 22
3
TINJAUAN PERILAKU PELANGGARAN
TERHADAP PENGGUNAAN JEMBATAN PENYEBRANGAN
DI JAKARTA
A. Latar belakang
Tindakan manusia tidak selamanya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat. Adakalanya terjadi penyimpangan terhadap nilai dan norma yang
ada. Tindakan manusia yang menyimpang dari nilai dan norma atau peraturan disebut
dengan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang diekspresikan oleh seseorang atau
kelompok masyarakat yang secara disadari atau tidak disadari, tidak menyeduaikan diri
dengan norma yang berlaku dan telah diterima oleh sebagian anggota masyarakat.
Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mematuhi norma
atau patokan dan nilai yang sudah baku di masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-
norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan perilaku atau
individu yang melakukan penyimpangan ini disebut dengan devian (deviant). Proses
pembentukan perilaku yang menimpang dipengaruhi oleh tiga faktor ayitu faktor biologis,
faktor psikologis dan faktor sosiologis. Proses pembentukan perilaku menyimpang dapat
ditinjau dari penyimpangan sebagai hasil sosialisasi yang tidak sempurna, penyimpangan
sebagai hasil sosialisasi dari nilai-nilai sub kebudayaan menyimpang, merupakan proses
belajar yang menyimpang, ikatan sosial yang berlainan dan ketegangan antara kebudayaan
dan struktur sosial.
Salah satu contoh kasus yang menunjukkan adanya perilaku menyimpang yang terjadi
di kehidupan masyarakat adalah penyalahgunaan prasarana jembatan penyeberangan orang
(JPO). Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) merupakan salah satu prasarana bagi pejalan
kaki yang penyediaannya bertujuan bagi keselamatan pejalan kaki agar dapat menyeberang
jalan dengan aman. Dimana JPO tersebut dipasang apabila diharuskan tidak ada pertemuan
sebidang antara arus pejalan kaki dengan arus lalu lintas. Agar pejalan kaki mau untuk
menggunakan JPO harus dijamin keamanan dan jarak berjalan tidak terlalu bertambah
jauh (Malkamah, 1995:58). Selain itu terdapat pengertian lainnya terkait dengan jembatan
penyebarangan orang yang dikemukakan oleh Departemen Pekerjaan Umum yaitu
jembatan yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api dan letaknya
diatas obyek tersebut serta hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas
4
(menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api. Jembatan penyeberangan sebagai fasilitas
pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang tergolong ramai dan lebar dengan
menggunakan jembatan penyeberangan orang tersebut, sehingga alur sirkulasi orang dan
lalu lintas kendaraan dipisahlan secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat
dikurangi.
Perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat ini tentunya memberikan
dampak negatif yang merugikan kelompok masyarakat lainnya yang tidak melakukan
perilaku menyimpang. Berbagai contoh perilaku menyimpang yang terjadi di Jembatan
Penyeberangan Orang (JPO) adalah sebagai tempat berdagang para PKL (Pedagang Kaki
Lima), terdapat sepeda motor yang melintas di jembatan penyeberangan orang sehingga
membahayakan keselamatan pejalan kaki (pengguna jembatan penyeberangan orang),
banyak penyeberang jalan yang tidak mau menggunakan jembatan penyeberangan orang
(JPO) serta jembatan penyeberangan orang hanya dipandang sebagai media iklan. Perilaku
menyimpang yang terjadi di jembatan penyeberangan orang (JPO) menunjukkan adanya
ketidaksesuaian antara kondisi eksisting dengan tujuan adanya pembangunan JPO.
1. Justifikasi Pemilihan Kasus
Perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat yang terjadi di jembatan
penyeberangan orang (JPO) banyak ditemui di Kota Jakarta. Kota Jakarta merupakan
salah satu Kota Metropolitan yang tentunya memiliki angka pergerakan atau mobilitas
masyarakat lebih tinggi dibandingan dengan kota besar lainnya. Tingginya angka mobilitas
masyarakat menimbulkan banyak permasalahan yang berdampak negatif bagi masyarakat
itu sendiri. Di Kota Jakarta terdapat permasalahan yang diakibatkan oleh perilaku
masyarakat yang menyimpang dari peraturan yang sudah berlaku dan sudah ditetapkan.
Permasalahan tersebut adalah penyalahgunaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)
atau dapat juga dikatakan bahwa JPO sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Seharusnya Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) berfungsi sebagai prasarana untuk
penyeberangan bagi pejalan kaki. Manfaat jembatan penyeberangan orang ini membuat
pejalan kaki lebih praktis, lebih cepat dan lebih aman ketika hendak menyeberang
daripada melewati jalan raya yang lebar dan dipadati arus kendaraan di jalan raya
apalagi bila jalan raya tersebut tidak dilengkapi dengan zebra cross.
Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat di Jembatan Penyebarangan
Orang (JPO) Kota Jakarta adalah pengguna sepeda motor yang melintasi jembatan
5
penyeberangan dan mengganggu keselamatan serta kenyamanan pejalan kaki yang
menggunakan jembatan penyeberangan orang (JPO). Masih banyak masyarakat yang
hendak menyeberang jalan namun tidak mau menggunakan jembatan penyeberangan
orang (JPO). Terdapat banyak PKL (Pedagang Kaki Lima) yang berdagang di jembatan
penyeberangan orang (JPO) yang juga mengganggu mobilitas pejalan kaki.
Berdasarkan keterangan dari pejalan kaki yang tidak mau menggunakan jembatan
penyeberangan orang adalah karena alasan waktu. Menyeberang di jalan raya lebih cepat
dibandingkan dengan menyeberang menggunakan jembatan penyeberangan orang (JPO).
Pejalan kaki di Kota Jakarta yang menyeberang di jalan raya lebih banyak dibandingkan
dengan pengguna JPO. Pejalan kaki ini sudah tidak mempunyai rasa takut dan nekat
untuk menyeberang di jalan raya. Mereka tidak mempertimbangkan dampak negatif
apabila menyeberang di jalan raya yang rawan terjadi kecelakaan. Karena pejalan kaki
yang menyeberang jalan lebih sering langsung menyeberang di jalan raya, maka jembatan
penyeberang jalan sering disalahgunakan. Jembatan penyeberang orang digunakan oleh
pengguna sepeda motor untuk menyeberang. Pengguna sepeda motor di JPO tentunya
mengganggu kenyamanan dan keamanan pejalan kaki yang masih patuh aturan dan
menggunakan JPO. Selain itu PKL juga menilai bahwa JPO merupakan tempat yang dapat
digunakan untuk berjualan, namun keberadaan PKL juga mengganggu pejalan kaki yang
menggunakan JPO.
Justifikasi pemilihan isu permasalahan penyalahgunaan jembatan penyeberangan
orang (JPO) di Kota Jakarta adalah penyediaan prasarana JPO yang tidak sesuai dengan
tujuan pembangunan JPO. Dengan adanya penyalahgunaan JPO dan keefektifan
penggunaan JPO oleh pejalan kaki yang relatif rendah tentunya menimbulkan
permasalahan yang kompleks terkait dengan lalu lintas yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Hal ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan JPO dan keefektifan penggunaan
JPO yang relatif rendah memerlukan kajian lebih lanjut sehingga dapat disusun
rekomendasi yang tepat agar permasalahan terkait JPO dapat teratasi.
2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk menganalisis penyalahgunaan
jembatan penyeberangan orang (JPO) dan keefektifan penggunaan JPO oleh pejalan kaki
Kota Jakarta serta rekomendasi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.
6
Dari tujuan penulisan laporan maka dapat diketahui sasaran yang tepat untuk
mencapai tujuan. Sasaran tersebut adalah:
a. Mengidentifikasi perilaku menyimpang yang terjadi di kehidupan masyarakat.
b. Menentukan wilayah studi yang terdapat perilaku menyimpang oleh masyarakat.
c. Menganalisis perilaku menyimpang oleh masyarakat (sebab akibat)
d. Mengidentifikasi rekomendasi yang tepat untuk mengatasi permasalahan perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat.
B. Kajian Pemahaman Tentang Jembatan Penyebrangan
1. Terminologi Jembatan Penyebrangan
Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi untuk meneruskan jalan melalui suatu
rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain (jalan air/lalu lintas
biasa). Jembatan merupakan salah satu dari instrumen sirkulasi yang berfungsi sebagai
penghubung antara tempat terpisah secara horizontal, yang digunakan jika hubungan
sirkulasi langsung/ konvensional sudah tidak memungkinkan lagi. Awal munculnya bentuk-
bentuk jembatan diawali sejak jaman primitif dengan sistem yang sederhana, dan
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi.
Terdapat berbagai macam jembatan penyeberangan pada suatu kota, dalam hal ini
lingkup pembicaraannya yaitu jembatan penyeberangan yang dibuat sebagai
fasilitas/sarana bagi pejalan kaki dan berada pada ruas jalan/ jalur lalu-lintas kendaraan
bermotor.
Jembatan penyeberangan adalah suatu sarana/fasilitas diperuntukkan bagi pejalan
kaki untuk melakukan aktifitas penyeberangan/ pencapaian pada tempat yang
berseberangan pada suatu ruas jalan dengan kondisi lalu-lintas yang relatif padat dgn
mobilitas yang tinggi.
2. Jembatan Penyebrangan sebagai Street Furniture Perkotaan
Street Furniture atau yang sering disebut “perabotan jalan” merupakan salah
satu elemen pendukung kegiatan pada suatu ruang publik berupa ruas jalan yang akan
memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar (Permen PU no 6 tahun
2007). Perabot/perlengkapan jalan (street furniture), harus saling terintegrasi dengan
elemen wajah jalan lainnya untuk menghindari ketidakteraturan dan ketidakterpaduan
lingkungan;
7
Pengertian street furniture tidak lepas dari pengertian tentang furnishing the City
(pelengkap Kota). Menurut Harold Lewis Malt, furnishing the City adalah segala sesuatu
yang membuat kota menjadi nyaman untuk didiami secara terus menerus, jalan-jalan
umum lancar, serta lingkungan menjadi aman dan nyaman. Street furniture adalah suatu
komponen yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya, sebagai bagian dari sub
sistem penataan jalan, sehingga membuat jalan menjadi lancar, nyaman, dan
menyenangkan. Adapun macam street furniture yaitu: Pedestrian, Pulau jalan, Lampu
penerangan jalan, Halte bus, Telepon umum, Tempat sampah, Jembatan penyeberangan,
dan pelengkap lainnya. Keberadaan street furniture tidak dapat dipisahkan dengan sarana
jalan. Dengan adanya street furniture membuat suatu ruas jalan terlihat lebih menarik.
Korelasi Jembatan Penyeberangan Dengan Elemen Street Furniture
• Pedestrian
Pedestrian merupakan sarana/ fasilitas pejalan kaki yang merupakan tempat
diletakkannya kaki-kaki jembatan yang berfungsi sebagai penghubung dengan
pedestrian lain diantara jalan raya/ jalur kendaraan bermotor dengan lalu lintas
padat.
• Median atau Pulau Jalan dan Pagar Pembatas
Selain sebagai pembatas dua arus lalu lintas, pulau jalan mempunyai image agar
pejalan kaki tidak menyeberang pada jalan tersebut dan harus melalui jembatan
penyeberangan. Untuk pagar pembatas memang khusus dibuat dengan tujuan agar
pejalan kaki tidak boleh / larangan menyeberang pada jalan tersebut, dan harus
melalui jembatan penyeberangan.
• Halte Bus / Pemberhentian Angkot
Dimana ada jembatan penyeberangan maka disekitarnya juga terdapat halte
bus/ pemberhentian angkutan kota. Karena pada umumnya dan secara mayoritas
pejalan kaki adalah pengguna jasa angkutan kota sebagai transportasi dalam
aktifitas pekerjaan / pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
3. Jembatan Penyebrangan sebagai Salah Satu Elemen Kebutuhan
Pejalan Kaki
Dalam Undang – Undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, pasal 26, menyebutkan bahwa pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di
ruang lalu lintas jalan. Pasal tersebut menunjukkan bahwa dalam system lalu lintas
8
pejalan kaki berhak mendapatkan hak yang sama berupa fasilitas untuk melakukan
mobilitasnya.
Setiap pejalan kaki membutuhkan sarana untuk berjalan pada ruas jalan raya
dengan aman, nyaman, dan bersifat rekreatif maka diperlukan suatu sarana untuk
berjalan kaki pada sepanjang koridor yaitu berupa pedestrian dan jembatan
penyeberangan untuk pencapaian diantara arus lalu-lintas jalan raya yang padat.
Jembatan Penyeberangan merupakan salah satu sarana atau elemen bagi pejalan
kaki untuk melakukan aktivitas atau pencapaian pada suatu tempat. Jembatan
penyeberangan berfungsi sebagai jalur keselamatan bagi pejalan kaki dan juga sebagai
aksesoris jalur suatu jalan atau perkotaan. Jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman
dapat juga berfungsi sebagai penghidup suatu kota, merupakan tempat untuk
berinteraksi baik dengan sesama manusia maupun dengan kota itu sendiri.
Jembatan penyebrangan adalah jembatan yang letaknya bersilangan dengan
jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan
hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas atau menyebrang jalan raya atau
jalur kereta api. Selain itu, Jembatan penyebrangan dapat diartikan sebagai fasilitas
pejalan kaki untuk menyebrang jalan yang ramai dan lebar, menyebrang jalan tol atau
jalur kereta api, menuju tempat pemberhentian bus seperti BRT (bus rapid transit)
sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisahkan secara fisik dan
kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi.
Jembatan penyebrangan merupakan fasilitas penyebrangan pejalan kaki tak
sebidang. Fasilitas ini memisahkan arus penyebrang dengan arus kendaraan sehingga
konflik antar kedua unsur tersebut tidak terjadi. Fasilitas ini merupakan bentuk
fasilitas penyebrangan pejalan kaki paling aman dibandingkan dengan fasilitas
penyebrangan lainnya.
4. Fungsi dan Perananan Jembatan Penyebrangan
Jembatan penyeberangan merupakan sarana transportasi yang diperuntukkan
bagi pejalan kaki. Penyediaan jembatan penyeberangan dilatarbelakangi oleh
permasalahan banyaknya kasus – kasus kecelakaan bagi pejalan kaki yang menyeberang
jalan. Masivnya perkembangan kota – kota besar mengakibatkan peningkatan aktivitas
masyarakat perkotaan sehingga membuat mobilitas jalan raya menjadi semakin tinggi.
Sejalan dengan hal tersebut, terlihat perilaku pejalan kaki yang bertambah kacau saat
9
menyeberang jalan yang dapat membahayakan keselamatan pejalan kaki. Oleh karena
itu, jembatan penyeberangan banyak disediakan pada lokasi – lokasi yang kepadatan
lalu lintasnya tinggi serta rawan kecelakaan, seperti : pasar, sekolah dll.
Pengertian Jembatan penyeberangan adalah suatu sarana/ fasilitas
diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk melakukan aktifitas penyeberangan/
pencapaian pada tempat yang berseberangan pada suatu ruas jalan dengan kondisi
lalu-lintas yang relative padat dgn mobilitas yang tinggi (dalam jurnal ilmiah Murtomo,
B. Adji ; 2007). Jalur penyeberangan merupakan jalur pejalan kaki yang digunakan
sebagai jalur untuk menyeberang, untuk mengatasi dari konflik dari moda angkutan
yang lain. Jembatan penyeberangan memiliki fungsi dasar sebagai sarana perpindahan
moda transportasi pejalan kaki yang akan menyeberang. Peranan jembatan
penyeberangan sangat penting bagi penyeberang disekitar daerah yang rawan
kecelakaan lalu-lintas (fast moving). Oleh karena itu jika sarana Zebra cross sudah
tidak dapat mengatasi, peranan jembatan penyeberangan dapat menggantikannya
sebagai alternatif keselamatan dalam menghindari kecelakaan lalu-lintas dan
kenacetan jalan. Selain fungsi pokok, fungsi dan peranan sekunder dari jembatan
penyeberangan yaitu sebagai elemen / bagian dari street furniture dan pelengkap
kota. Selain fungsi pokok, fungsi dan peranan sekunder dari jembatan penyeberangan
yaitu sebagai elemen / bagian dan street furniture dan pelengkap kota. Disamping itu
jembatan penyeberangan berperan sebagai sarana komersial, dengan ditempatkannya
papan-papan reklame/ iklan yang ditempatkan pada badan jembatan yang menghadap
keluar pada kedua sisinya.
Dibangunnya jembatan penyeberangan harus melalui pertimbangan-
pertimbangan yang dibuat oieh pemenintah beserta tim, dalam hal ini adalah
konsultan, kontraktor, beserta dinas pekerjaan umum sebagal pelaksana proyek.
Beberapa pertimbangan tersebut yaitu:
Dilihat dan pengguna pejalan kaki yang melakukan aktifitas penyeberangan
dengan frekuensi tingkat kepadatan yang tinggi. Misalnya pada pasar, sekolah,
dli.
Kebutuhan pengendara motor akan rencana kecepatan yang akan dicapai tanpa
ada halangan dan aman.
Dilihat dan lalu-lintas jalan raya yang sangat padat dan mobilitas tinggi.
10
Kebutuhan keamanan dan penyeberang jalan untuk anak-anak sekolah, karena
belum stabil pengontrolan untuk dirinya. Misalnya untuk SD dan taman kanak-
kanak.
Meskipun jembatan penyeberangan memiliki untuk melindung keselamatan
pejalan kaki, banyak pejalan kaki yang enggan untuk menggunakan jembatan
penyeberangan dan memilih untuk menerobos padatnya lalu lintas jalan raya. Dalam
jurnal ilmiah Murtomo (2007), disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi keengganan
seseorang menggunakan jembatan penyeberangan yaitu kurangnya kesadaran para
pejalan kaki akan keselamatan sesama pengguna . Adapun faktor-faktor lain yang
menyebabkan seseorang belum mau memanfaatkan keberadaan jembatan
penyeberangan adalah :
Fisik
Jarak fungsi fasilitas dengan jembatan yang kurang strategis.
Kondisi jembatan yang rusak ( konstruksi / lantai jembatan).
Lebar jembatan yang kurang dari standart.
Ketinggian jembatan yang berhubungan dengan tingkat kecuraman.
Tidak terdapat pagar pembatas.
Estetika maupun kebersihan jembatan belum diperhatikan.
Kondisi lalu lintas yang relatif sepi dengan jarak jalan yang relatif pendek.
Tidak adanya penerangan yang cukup pada jembatan penyeberangan pada
malam hari.
Non Fisik
Persepsi tentang jembatan itu sendiri.
Konformitas dan ketaatan
Barang bawaan yang telalu banyak.
Kernet / calo angkot yang menjemput target pada seberang jalan.
Kondisi kebutuhan waktu.
Fisik seseorang berhubungan dengan usia / kemampuan menaiki tangga.
Terdapat gelandangan yang menyebabkan kekotoran pada jembatan.
Adanya aktivitas PKL pada area tangga.
Keamanan / kriminalitas.
Takut akan kondisi ketinggian.
11
C. Tinjauan Perilaku Pelanggaran Terhadap Penggunaan Jembatan
Penyebrangan
1. Fenomena Perubahan Fungsi Jembatan Penyeberangan Jakarta
Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia yang terletak di bagian barat Pulau
Jawa. Dengan jumlah penduduk mencapai 9,6 juta orang, Jakarta dapat dikatakan
sebagai kota yang memiliki mobilitas sangat tinggi. Jumlah penduduk ini dapat
bertambah menjadi 12,5 juta pada siang hari disebabkan karena adanya penduduk
komuter dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Berbagai aktivitas dari sejumlah
penduduk tersebut terjadi di wilayah seluas 661,52 km2 ini, sehingga menyebabkan
Kota Jakarta menjadi sangat padat.
Berbagai aktivitas tersebut menyebabkan terjadinya pergerakan yang
membutuhkan sarana transportasi untuk mencapai lokasi dimana aktivitas tersebut
akan dilaksanakan. Secara umum, sarana transportasi terdiri dari sarana transportasi
umum dan pribadi. Transportasi umum di Jakarta terdiri dari berbagai macam jenis,
mulai dari angkutan umum, hingga yang terbaru muncul Busway. Meskipun demikian,
jumlah kendaraan pribadi juga semakin bertambah. Berdasarkan catatan Polda Metro
Jaya, dalam setiap harinya terdapat penambahan 250 unit mobil dan 1.250 unit
sepeda motor.
Kepadatan lalu lintas di ibukota ini menyebabkan penggunaan jalan yang tidak
sesuai dengan seharusnya. Kemacetan lalu lintas di Jakarta menyebabkan beberapa
kerugian, diantaranya adalah:
- Merugikan masyarajat Jakarta secara luas
- Hilangnya waktu dan jam kerja produktif
- Pemborosan biaya operasional kendaraan (Rp 17 Trilyun/ tahun)
- Pemborosan BBM (Pr 10 trilyun/ tahun)
- Mengakibatkan stress pada msayarakat
- Masyarakat menjadi sensitif dan individualis
Perilaku masyarakat yang sensitif dan individualis serta strees inilah yang
menyebabkan masyarakat melakukan perilaku menyimpang dalam penggunaan jalan.
Salah satu penyimpangan yang dilakukan adalah dalam penggunaan jembatan
penyebranagan. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan tidak berfungsinya penyebrangan dan bagaimana seharusnya jembatan
penyeberangan berfungsi.
12
a. Faktor-faktor Penyebab Tidak Berfungsinya Jembatan Penyebrangan
Jembatan penyebrangan memiliki fungsi sebagai jalur keselamatan bagi
pejalan kaki dan juga sebagai aksesoris jalur suatu jalan/ perkotaan. Jembatan
penyebrangan diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk melakukan aktivitas
penyebrangan/ pencapaian tempat yang berseberangan pada suatu ruas jalan
dengan kondisi lalu lintas yang relative dengan mobilitas tinggi. Sebagai sarana
publik, seharusnya jembatan penyeberangan dapat berfungsi dengan baik untuk
para pejalan kaki. Namun pada kenyataannya, masih terdapat pelanggaran yang
dilakukan oleh pengguna jalan dalam pemanfaatan jembatan penyebrangan.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan jembatan penyebrangan
tidak berfungsi di Kota Jakarta:
1) Keamanan pengguna jembatan penyebrangan yang tidak terjamin
Keamanan merupakan faktor utama dalam penggunaan jembatan
penyeberangan. Kondisi fisik jembatan menjadi penentu keamanan pejalan
kaki. Kerusakan pada jembatan penyebrangan dapat menyebabkan pejalan
kaki enggan menggunakan jembatan penyebrangan karena merasa kurang
aman dan nyaman. Jembatan penyebrangan di Jalan Daan Mogot, Jakarta
Barat mengalami kerusakan sehingga jarang dilewati pejalan kaki. Kondisi ini
disebabkan karena baut pada jembatan penyebrangan copot, dan
menyebabkan lantai menjadi terangkat. Selain itu, terdapat pula cekungan
yang dapat membahayakan pejalan kaki apabila menggunakan jembatan
penyebrangan tersebut.
Sumber: beritajakarta.com
Gambar 1. Kerusakan Jembatan Penyebrangan
di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat
13
2) Kurangnya kenyamanan bagi pengguna jembatan penyebrangan
Selain keamanan, kenyamanan juga menjadi faktor tidak berfungsinya
jembatan penyebrangan dengan baik. Pejalan kaki akan enggan menggunakan
jembatan penyebrangan karena harus berbagi ruang dengan PKL. Kondisi ini
ditemukan di jembatan penyebrangan di kawasan Kampus Atmajaya,
Setiabudi, Jakarta Selatan. Pejalan kaki harus berbagi ruang untuk
menggunakan jembatan penyebrangan dengan para PKL. Feni, salah satu
pengguna jembatan penyebrangan menyatakan bahwa merasa terganggu dan
kurang nyaman dengan keberadaan PKL di jembatan penyeberangan tersebut.
Hal ini disebabkan karena jembatan yang seharusnya berukuran lebar menjadi
sempit karena keberadaan PKL tersebut.
Sumber: beritajakarta.com
Gambar 2 PKL di Jembatan Penyebrangan kawasan kampus Atmajaya,
Setiabudi, Jakarta Selatan
Selain PKL, perilaku penyimpangan lain ditunjukkan oleh pengendara
sepeda motor yang menggunakan jembatan penyebrangan untuk
menyeberang jalan. Salah satu kasusnya terjadi di Jalan S. Parman, Jakarta
Barat, dimana setiap harinya jembatan penyebrangan ini dilalui sepeda motor
dalam jumlah yang cukup besar. Pengendara sepeda motor mengaku sengaja
melewati jembatan penyebrangan karena malas berputar jauh dan malas
menyeberang. Bagi pejalan kaki, kondisi ini sangat mengganggu kenyamanan
dalam penggunaan jembatan penyebrangan. Mereka hanya bisa pasrah
dengan menepi saat sepeda motor melintas di jembatan penyebrangan.
Pejalan kaki berharap ada tindakan yang tegas untuk penyalahgunaan
jembatan penyebrangan ini.
14
Sumber: beritajakarta.com
Gambar 3. Jembatan Penyebrangan digunakan untuk menyeberang Sepeda
Motor
3) Waktu Tempuh menggunakan jembatan penyebrangan lebih lama
dibandingkan menyeberang langsung di jalan raya
Pejalan kaki merasa lebih cepat menyeberang di jalan raya tanpa
melewati jembatan penyebrangan meskipun resiko mengalami kecelakaan
lebih besar. Kondisi ini disebabkan karena pejalan kaki merasa lebih cepat
jika menyeberang langsung di jalan raya, meskipun sudah mengetahui bahwa
menyeberang di jalan raya beresiko kecelakaan.
Sumber: beritajakarta.com
Gambar 4. Pejalan kaki memilih menyeberang di jalan raya daripada
menggunakan jembatan penyeberangan
b. Fungsi Jembatan Penyebrangan yang seharusnya
Jembatan penyebrangan seharusnya dimanfaatkan oleh pejalan kaki untuk
mencapai tempat tujuan yang terletak di seberang jalan. Terdapat beberapa
faktor yang menjadi pertimbangan agar jembatan penyebrangan dapat
memberikan manfaat maksimal bagi pejalan kaki (Kurniawan, 2004):
15
- Kebebasan berjalan untuk mendahului serta kebebasan waktu berpapasan
dengan pejalan kaki lainnya tanpa bersinggungan
- Kemampuan untuk mendahului pejalan kaki lainnya
- Memberikan tingkat kenyamanan pejalan kaki yang optimal seperti jarak
tempuh, faktor kelandaian serta rambu-rambu petunjuk pejalan kaki,
sehingga memudahkan pejalan kaki melintas di jembatang penyebrangan
- Memberikan tingkat keamanan bagi pejalan kaki seperti adanya lampu
penerangan, pembatas dengan lalu lintas kendaraan
Jika faktor-faktor tersebut terpenuhi, maka pejalan kaki akan memanfaatkan
jembatan penyebrangan seperti sebagaimana seharusnya. Selain itu, faktor eksternal
lain yang muncul dari pengguna jalan lain (PKL, pengemis, pengendara sepeda motor,
dsb) juga perlu diperhatikan. Diperlukan kesadaran dari pihak-pihak tersebut untuk
tidak memanfaatkan jembatan penyebrangan sesuai dengan fungsinya. Selain itu,
dibutuhkan penegakan hukum yang jelas dari pihak berwenang untuk pelanggaran
yang terjadi di jembatan penyebrangan tersebut.
2. Jenis dan Bentuk Perilaku Pelanggaran di Jembatan Penyeberangan
Jakarta
a. Fenomena Aktivitas Perilaku Pejalan Kaki
Jakarta merupakan kota yang padat dengan aktivitas perkotaan dengan mobilitas
jalan raya yang tinggi. Jakarta dilengkapi berbagai fasilitas yang mendukung aktivitas
pengguna jalan, baik itu pengendara kendaraan bermotor dan pejalan kaki. Salah
satu fasilitas yang disediakan bagi pejalan kaki adalah jembatan penyebarangan
orang (JPO). Jembatan penyeberangan orang banyak disediakan di lokasi – lokasi
penting yang rawan kecelakaan/aktivitas ramai seperti pusat perdagangan, sekolah
dan jalur transit busway.
Banyaknya unit jembatan penyeberangan itu di beberapa tempat di jakarta
ternyata tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, banyak pejalan kaki dari
berbagai golongan seperti pelajar, pegawai swasta hingga karyawan lebih memilih
untuk menyebrang melalui jalan raya pada saat menuju lokasi tempat mereka
beraktivitas di siang hari. Seperti di kawasan Senen misalnya, masih terdapat banyak
16
orang yang lebih memilih untuk menerobos jalan raya dan melewati pembatas
ketimbang harus memutar menaiki jembatan penyeberangan.
“Naik turunnya itu looh.. nanti kalau jembatannya rubuh gimana? Capek juga harus naik turun, lebih cepet langsung nerobos jalan.” Ujar salah satu pejalan kaki yang menerobos jalan. Kebanyakan dari mereka memilih untuk menyebrang tidak pada JPO dengan alasan „lebih cepat, dekat‟ dan „banyak temennya‟ (banyak warga lain yang melakukan, jadi timbul pikiran „mereka bisa, kenapa saya tidak?‟). Padahal jalan raya sudah dipagari dan terdapat palang tanda sanksi bagi yang menerobos jalan, namun para penyebrang jalan tetap melakukan pelanggaran yang dapat membahayakan dirinya sendiri. “Yah kalau ketangkep masuk kurungan, kalau tidak ya santai aja, yang lain juga tidak pernah kena.” (Penyebrang wanita, 24th) Longgarnya pengawasan dan implementasi sanksi menyebabkan warga tidak takut untuk terus melakukan pelanggaran. Padahal peristiwa ini kerap terjadi baik pada pagi hari,siang dan sore, utamanya pada saat on-peak lalu lintas di Kawasan Senen, Jakarta. Kebanyakan penyebrang adalah pria dan wanita yang berada pada golongan umur menengah (25-40th). Mereka lebih sering menerobos beramai – ramai
ketimbang sendirian.
Gambar 5. Warga yang menerobos jalan di
Kawasan Senen, Jakarta
17
b. Fenomena Aktivitas Perilaku Pengendara Kendaraan Bermotor
Jika pejalan kaki lebih memilih untuk menerobos jalan daripada menggunakan
jembatan penyeberangan yang telah disediakan sebagai bentuk pelanggarannya,
maka hal lebih ekstrim dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor, yaitu menaikki
jembatan penyebrangan yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki. Bentuk
pelanggaran ini jelas menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki yang hendak
menggunakan jembatan sehingga harus mengurungkan niatnya karena takut tertabrak
atau terserempet kendaraan motor yang melintas.
Salah satu contoh kasus yang terjadi di Jembatan Penyebrangan Jl. Letjen S.
Parman, tepatnya di depan Pengadilan Negeri Jakarta, banyak sekali pengendara
sepeda motor yang melintas di JPO yang disediakan untuk pejalan kaki. Pengendara
sepeda motor ini kebanyakan pria, dan bekerja di kawasan Jl. Letjen S. Parman
Jakarta Barat. Kejadian ini dapat disaksikan pada pagi, siang dan sore hari, terutama
pada pagi dan sore hari pada saat pegawai atau karyawan keluar kantor.
“Muternya jauh, lagian banyak
yang lewat sini tuh, banyak, polisi
kadang ikut juga muter disini,
lebih cepet sampainya juga”
(Pengendara Sepeda Motor, Pria,
Pegawai)
Tindakan yang dilakukan para
pengendara bermotor tersebut
dirasa sangat merugikan, karena
mengganggu penjalan kaki dan
menimbulkan kerusakan pada
JPO. Rusaknya JPO dapat
menimbulkan ancaman yang lebih
serius, tidak hanya pengendara
sepeda motorm taoi juga
kendaraan yang melintas di
bawahnya.
Kesaksian pengendara motor
bahwa aparat kepolisian ikut
melintas dengan sepeda motornya
merupakan tindakan yang sangat
disayangkan. Tindakan tersebut
dapat mengurasi rasa takut
pengendara bermotor untuk
ditilang jika melintasi JPO.
Gambar 6. Pengguna Sepeda Motor di JPO di
Jl. S. Parman, Jakarta Barat
18
Keberadaan pengendara motor yang melintasi JPO diakui sangat mengganggu
kenyamana pejalan kaki yang hendak menggunakan JPO untuk menuju tempat
aktivitasnya. Pegendara sepeda motor tersebut melintas setiap hari sehingga JPO
yang seharusnya lebar dan nyaman untuk dilewati menjadi sempit dan menimbulkan
keengganan bagi JPO untuk lewat. Pada bentuk perilaku pelanggaran ini, akibat yang
ditimbulkan adalah kerusakan fisik pada jembatan dan menimbulkan
ketidaknyamanan pada pejalan kaki. Pelanggaran tersebut terjadi karena faktor
internal pengendara sepeda motor yang malas melewati jalur yang seharusnya
dilewati oleh pengendara, mereka mengaku bahwa jalur yang harus dilewati terlalu
jauh untuk berputar, sehingga lebih memilih melewati JPO yang lengang.
c. Fenomena Aktivitas Perilaku PKL
Disamping pejalan kaki dan pengendara sepeda motor yang menjadi pengguna
JPO, terdapat satu pihak lagi yang seringkali menempati JPO di Jakarta, yaitu
Pedagang Kaki Lima. Jembatan Penyeberangan yang seringkali ditempati oleh
Pedagang Kali Lima adalah JPO yang terletak di pasar atau pusat perdagangan seperti
mall, plaza. Pedagang kaki lima yang berjualan di jembatan penyeberangan orang ini
mengambil hampir setengah lebar jembatan penyeberangan, mereka memilih
berjualan di JPO karena tidak ada tempat lagi dan mendapat keuntungan yang
lumayan karena JPO sering dilewati oleh pejalan kaki.
Salah satu kasus keberadaan PKL di JPO Jakarta adalah di JPO Kampus Atmajaya
dan JPO Pasar Kramatjati. PKL yang biasa berjualan di kedua JPO tersebut melakukan
aktivitasnya pada pagi hingga malam hari. Faktor yang menyebabkan mereka
menempati JPO tersebut disebabkan oleh faktor eksternal, karena tidak adanya
tempat khusus yang disediakan untuk PKL dan karena adanya kesempatan untuk
menempati JPO tanpa ada sanksi khusus, maka mereka memutuskan untuk
menempati JPO untuk aktivitas berdagang.
Keberadaan PKL di JPO tersebut dirasa agak mengganggu kenyamanan pejalan kaki
yang melintasi JPO, pasalnya, karena adanya PKL, lebar JPO yangs eharusnya dapat
dilalui dengan leluasa kini hanya muat untuk dilalui 2 orang dari kedua arah. Pada
saat jam sibuk, pejalan kaki bahkan harus berdesakkan untuk melewati JPO karena
ada sebagian pejalan kaki yang membeli dagangan, dan ada yang ingin cepat
melintas, dan tentu saja dai dua arah yang berlawanan. Pejalan kaki yang melintas
tersebut berharap agar ada penanganan dari pemkot untuk PKL tersebut.
19
3. Solusi Penyelesaian Perilaku Pelanggaran di JPO
Solusi penyelesaian perilaku pelanggaran jembatan penyeberangan merupakan solusi-
solusi yang diberikan kepada para stakeholder yang terkait dengan aktivitas penyeberang
"Sekarang JPO benar-benar seperti pasar. Banyak PKL yang berjualan terutama saat pagi dan sore hari. Akibatya para pengguna JPO kerap berdesak-desakan saat melintas" Keluh Slamet, pengguna JPO Pasar Kramatjati. Keberadaan PKL mengurangi aspek kenyamanan dan keamanan yang seharusnya ada di JPO untuk dapat berfungsi dengan baik. Belum ada penanganan khusus dari pemerintah kota Jakarta untuk mengatasi masalah keberadaan PKL di JPO yang menggangu kenyamanan Pejalan kaki yang melintas Jembatan
Penyebrangan ini.
Pasar Kramat Jati, Jakarta.
Gambar 7. PKL di JPO Pasar Kramat Jati
20
jalan, dalam hal ini stakeholder yang terkait adalah masyarakat, pemerintah, dan
aparatur keamanan dan ketertiban lalu lintas (polisi).
A. Solusi Masyarakat
1. Masyarakat merubah kebiasaan, kesadaran dan pola pikir keamanan dalam
menyeberang jalan dengan menggunakan jembatan penyeberangan dan zebra
cross.
2. Masyarakat ikut serta dalam menjaga ketertiban pengguna jembatan
penyeberangan dan pedestrian serta fasilitas – fasilitas yang disediakan oleh
pemerintah, seperti street furniture dan jembatan penyeberangan.
B. Solusi Pemerintah
1. Pemerintah memastikan bahwa pedestrian harus bebas hambatan pedestrian,
misal : PKL, penataan lampu dan pohon yang tidak teratur dan menggunakan
area pedestrian.
2. Pemerintah membuat desain pedestrian dan jembatan penyeberangan yang
dilengkapi dengan street furniture agar pedestrian dan jembatan
penyeberangan terlihat menarik dan nyaman digunakan oleh para pejalan kaki
dan penyeberang jalan.
3. Pemerintah menerapkan standar desain pedestrian dan jembatan
penyeberangan seperti lebar pedestrian, material pembentuk pedestrian,
lampu penerang jembatan penyeberangan, besi yang digunakan sebagai
kerangka jembatan, dan sebagainya.
4. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap penggunaan pedestrian dan
jembatan penyeberangan.
5. Pemerintah membuat desain jembatan penyeberangan dan pedestrian yang
dapat dilalui oleh semua orang , anak- anak , orang lanjut usia , para
penyandang cacat dapat dilalui oleh kendaraan bermotor, gerobak, dan
sebagainya.
6. Pemerintah melakukan perawatan secara berkala terhadap pedestrian dan
jembatan penyeberangan agar tetap nyaman digunakan bagi para pejalan kaki.
7. Pemerintah menyediakan dan menata aktivitas – aktivitas pendukung pejalan
kaki di sekitar jembatan penyeberangan, missal : halte bus, dan sebagainya.
8. Pemerintah memberikan sangsi yang tegas terhadap pelanggaran yang terjadi
dalam penggunaan pedestrian dan jembatan penyeberangan, seperti
21
penggunaan papan reklame yang tidak teratur sehingga mengganggu nilai
estetika jalan dan pedestrian.
C. Solusi Aparatur Keamanan dan Ketertiban Lalu Lintas ( Polisi )
1. Membuat papan pengumuman bahwa penyeberang jalan harus menggunakan
jembatan penyeberangan atau zebra cross.
2. Adanya sanksi yang tegas bagi penyeberang yang tidak menggunakan jembatan
penyeberangan atau zebra cross.
D. Kesimpulan dan Rekomendasi
1. Kesimpulan
Berdasarkan paparan tentang tinjauan kasus perilaku pelanggaran pada Jembatan
Penyeberangan jalan di jakarta, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
Pelaku yang seringkali melakukan pelanggaran di Jembatan Penyebarangan
terbagi menjadi tiga, yaitu Pejalan Kaki, Pengendara Sepeda Motor dan PKL.
Bentuk – bentuk pelanggaran yang terjadi anatara lain tidak menggunakan
jembatan penyeberangan padahal JPO tepat di dekat pejalan kaki, melintasi
JPO dengan menggunakan sepeda motor yang jelas fungsinya diperuntukkan
untuk pejalan kaki, dan menggunakan JPO sebagai lokasi untuk berdagang.
Pada pejalan kaki, faktor yang mempengaruhi perilaku pelanggaran tersebut
lebih mengarah ke faktor internal pelaku, karena mereka malas menggunakan
JPO dengan alasan waktu menyeberang lebih lama jika menggunakan JPO, juga
terdapat banyak orang yang melakukan hal yang sama sehingga mereka ikut
menyeberang beramai – ramai.
Pada pengendara sepeda motor, terdapat faktor internal dan eksternal, faktor
internal disebabkan oleh pengendara sepeda motor yang malas berputar untuk
menuju lokasi karena terlalu jauh. Faktor eksternal karena JPO terlihat lengang
maka mereka berpikir untuk menggunakan JPO tersebut.
Pada PKL lebih ke faktor eksternal karena tidak adanya tempat khusus yang
disediakan oleh pemkot Jakarta untuk menjadi tempat berdagang mereka.
Adapun pada kasus perilaku pelanggaran JPO ini terjadi karena perilaku
pengguna sehingga menimbulkan kejadian tidak berfungsi optimalnya JPO.
22
2. Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang dihasilkan dari paparan ini tertuju pada dua pihak, yaitu
pihak pemkot Jakarta dan Aparat Kepolisian.
a. Rekomendasi untuk Pemerintah Jakarta
Pemerintah Kota Jakarta dapat memberlakukan kebijakan yang telah
dibuatnya dengan tegas, agar memberikan efek jera pada pelaku dan
menciptakan Kota Jakarta yang mebentuk perilaku masyarakatnya, biarpun
dengan banyak aturan dan sanksi yang diberlakukan.
Pemerintah kota jakarta juga dapat membuat desain pedestrian dan JPO
yang menarik agar pejalan kaki dapat degan nyaman menggunakan JPO dan
mau menggunakan JPO.
Pemerintah melakukan perawatan secara berkala terhadap pedestrian dan
jembatan penyeberangan yang telah ada agar tetap nyaman digunakan bagi
para pejalan kaki yang secara dominan menggunakan JPO.
b. Rekomendasi untuk Aparat Kepolisian
Aparat kepolisian dapat melaksanakan tugasnya dengan tegas dan maksimal,
sehingga papan – papan ancaman pelanggaran yang ada di lokasi – lokasi JPO dan
rambu – rambu di jalan penyeberangan tidak berakhir sebagai hiasan jalan semata.
Kemudian pihak kepoliasian bersama lembaga kemasyarakatan juga dapat
melakukan kampanye safety riding untuk memberikan pengetahuan kepada
masyarakat bagaimana berbahayanya melintasi jalur yang tidak seharusnya di lalui.
Atau penyuluhan mengenai keamanan menyeberang di tempat yang benar agar
mengurangi resiko kecelakaan.
E. DAFTAR REFERENSI
Indraswara, M. Sahid. 2006. “Kajian Perilaku Pejalan Kaki Terhadap Pemanfaatan
Jembatan Penyeberangan,” dalam Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan
Permukiman ENCLOSURE Volume 5 No.2.
Anonymous, 2013. “Pejalan Kaki Menerobos Pembatas Jalan,” dalam Cyber News
http://republika.co.id. Diunduh pada Senin, 9 Desember 2013.
Liputan Berita dalam Beritajakarta, edisi Juni 2013.