Download - Pergaulan dan Pernikahan
PERGAULAN DAN PERNIKAHAN
Oleh:Mukhamad Fajar Amiludin
NRP 1103141023Kelas 1 D3 Teknik Elektronika A
Tahun Ajaran 2014/2015
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANPOLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
Jln. Raya ITS Keputih Sukolilo-Surabaya 60111 IndonesiaE-mail : [email protected] – http://www.eepis-its.edu
Telp. : (031) 5947280. FAX : (031)5946114
1
Kata Pengantar
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Tuhan yang Maha Esa. Berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya juga berterimakasih kepada pihak-
pihak yang turut membantu saya dalam penulisan makalahini.
Makalah ini berjudul Pergaulan dan Pernikahan. Di dalamnya dijelsaskan mengenai
etika pergaulan, hakikat dan tujuan pernikahan, prinsip memilih jodoh, hukum-hukum yang
berkaitan dengan pernikahan, sampai apa makna keluarga sakinah. Saya berharap semoga
pembaca dapat memahami apa maksud saya, mendapat tambahan pengetahuan, dan dapat
mengamalkannya.
Makalah ini masih jauh dari kesemprnaan. Masih banyak kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Kami mohon kritik dan saran dari pembaca agar makalah saya
selanjutnya dapat lebih baik.
2
Penyusun
Mukhamad Fajar Amiludin
Daftar IsiKata Pengantar …………………………………………………………………………….. i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….………… 4
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………… 4
1.2 Tujuan ………………………………………………………………….………. 4
1.3 Rumusan Masalah………… ………………………………………………..… 4
1.4 Metode Penulisan ……………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….…………………..… 5
2.1 Etika Pergaulan dengan Lawan Jenis ……………………………….……….… 5
2.2 Hakikat dan Tujan Pernikahan ………………………………………………… 6
2.3 Prinsip Memilih Jodoh Sesuai ajaran Islam ……………………………...…… 10
2.4 Hukum-hukum yang Berkaitan dengan Pernikahan ………………...………… 11
2.5 Makna Keluarga Bahagia dalam Islam …………………………………..…… 15
BAB III PENUTUP …………………………………………….………………………… 17
Daftar Pustaka …………………………………………………………………….……… 17
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini pernkahan tidak lagi menjadi sesuatu yang sakral. Karena peergaulan yang
tidak mengenal batas, hal-hal yang hanya halal setelah menikah sudah dilakkukan
sebelum menkah. Akhirnya setelah menikah tidak adayang spesial. Bahkan masa-masa
sebelum menikah terasa lebihmenyenangkan. Tujuan menikah dan prinsp memilih jodoh
yang keliru akan membuat rumah tangga tidak berjalan lama.jika pernkahanberujuan
untuk mencari kekayaan, pernkahan akanbubar saatpasngan tidak lagi kaya. Jika memilih
jodoh mengutamakan kecantikan, maka pernikahanakan bubar saatistri tidak lagicantik
atau saatadawanita yang lebihcantik.
1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui etika pergaulan dengan lawan jenis menurut Islam.
1.2.2. Mengetahui hakikat dan tujua pernikahan.
1.2.3. Mengetahui prinsip memilih jodoh sesuai ajaran Islam.
1.2.4. Mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan pernikahan.
1.2.5. Mengetahui makna keluarga bahagia dalam Islam.
1.3. Rumusan Masalah
1.3.1. Bagaimana etika pergaulan dengan lawan jenis menurut Islam?
1.3.2. Apa hakikat dan tujua pernikahan?
1.3.3. Bagaimana prinsip memilih jodoh sesuai ajaran Islam?
1.3.4. Bagaimana hukum-hukum yang berkaitan dengan pernikahan?
1.3.5. Apa makna keluarga bahagia dalam Islam?
1.4. Meode Penulisan
Penysunan makalah ini menggunakan metode kepustakaan yang bersumber dari buku
dan internet sebagai sumber data.
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Etika Pergaulan dengan Lawan Jenis
2.1.1 Menundukkan pandangan
Pandangan merupakan awal terjadinya fitnah sehingga Allah memerintahkan kepada
setiap laki-laki maupun perempuan untuk menjaga pandangannya.
ل� ن�ات� و�ق� م� ؤ� ن� ل�ل�م� ن� ي�غ�ض�ض� ن� م� ار�ه� ب�ص�ظ�ن� أ� ف� ي�ح� ن� و� ه� وج� ر� ف�
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nur : 31)
Manfaat dari menjaga pandangan ini adalah agar ketika berinteraksi, seseorang tidak
terfitnah dengan lawan jenis dan tidak menjadi sumber fitnah. Hendaknya seseorang
tidak mengumbar pandangannya dan senantiasa menjaga hatinya. Jika seseorang tidak
sengaja melihat lawan jenis maka hendaknya dia langsung menundukkan pandangannya,
bukan malah menuruti keinginan untuk melihat berulang kali, baik karena
kecantikannya, rasa penasaran terhadap orang yang baru saja dilihat, maupun karena
iseng-iseng saja.
2.1.2 Menjaga diri agar tidak menjadi sumber fitnah
Baik laki-laki maupun perempuan harus senantiasa berusaha menjaga dirinya agar dia
tidak menjadi fitnah bagi lawan jenisnya tatkala bergaul dengannya. Tidak dipungkiri
lagi bahwasanya hati manusia sangatlah lemah.
Ketika seorang perempuan berbicara di depan laki-laki hendaklah tidak menggunakan
nada yang mendayu-dayu, tetapi nada yang datar saja sebab dengan begitu si laki-laki
tersebut tidak akan terfitnah dengan suara perempuan. Begitu pula ketika berjalan dan
bertingkah laku hendaknya tetap memperhatikan adab. Seringkali karena si perempuan
saking senangnya mengobrol dengan temannya sampai-sampai dia tidak mempedulikan
keadaan sekitar.
Laki-laki pun juga harus menjaga dirinya agar tidak menjadi sumber fitnah sama
seperti halnya perempuan. Ketahuilah bahwa hati perempuan itu lemah semisal kaca,
sebagaimana sabda Rasulullaah,
ق� ف� ار�ير� ار� و� ب�ال�ق�
“Lembutlah kepada kaca-kaca (para wanita)” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan ini
lafazh miliknya) Mereka akan mudah merasa GR kepada seorang laki-laki yang memberinya perhatian,
mereka memiliki perasaan yang lebih sensitif. Oleh karena itu, jangan memberikan
rayuan-rayuan pada perempuan yang bukan istrinya. Bersikaplah sewajarnya pada
5
mereka karena dengan begitu mereka juga akan bersikap sewajarnya terhadap kalian.
Intinya antara laki-laki dan perempuan hendaknya saling membantu bukan saling
menjatuhkan.
2.1.3 Jangan berdua-duaan (berkhalwat)
Rasulullah mengingatkan kepada kita dengan sabda beliau,
ل�و�ن� ال� د�ك�م� ي�خ� ح�أ�ة-، أ� ر� إ�ن� ب�ام� ي�ط�ان� ف� ا الش� م� ث�ال�ث�ه�
“Janganlah salah seorang di antara kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena
sesungguhnya syaithan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad)
Tidak boleh bagi laki-laki dan perempuan ber-khalwat karena yang ketiga adalah setan
yang akan membisikkan keburukan bagi keduanya sehingga keduanya akan terjerumus
pada hal-hal yang dilarang dalam syariat Islam. Baik mereka melakukannya dengan
alasan yang dipandang baik misal untuk belajar, menunggu dosen di kelas, jajan bareng,
apalagi berboncengan bareng, bahkan sampai bergandengan tangan.
2.2 Hakikat dan Tujan Pernikahan
2.2.1 Hakikat Pernikahan
Akad Nikah di dalam Islam tidaklah seperti akad-akad biasa. Al-Quran mengungkapkan
pernikahan ini dengan tiga sebutan. Pernikahan adalah âyat (tanda kekuasaan Allah)
sekaligus 'uqdah (simpul ikatan) dan juga mîtsâqun ghalîzh (janji yang berat).
Akad Nikah dalam Islam adalah ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.). Al-Quran
banyak berbicara tentang ayat-ayat kekuasaan Allah Swt., dan seringkali kemudian
diawali atau diakhiri dengan puji-pujian kepada Allah Swt.. Hal ini mengisyaratkan
bahwa Al-Quran mengajarkan kita untuk selalu mensyukuri ayat-ayat Allah itu dengan
banyak beribadah dan melantunkan puji-pujian kepada-Nya. Karena semua itu adalah
nikmat Allah bagi kita. Di dalam surat Ar-Rûm disebutkan bahwa Nikah adalah salah
satu ayat Allah Swt.. Ayat, karena Allah menciptakan mahluk secara berpasang-
pasangan. Ayat, karena Allah telah meletakkan kedamaian, cinta dan kasih sayang di
antara pasangan suami dan isteri, dan ayat ini tentunya harus disyukuri karena
merupakan nikmat yang sangat agung.
Akad dalam adalah bahasa Arab berarti ikatan janji. Di dalam Islam janji adalah
sesuatu yang wajib ditepati, sebagaimana perintah Allah Swt. dalam Al-Quran surat Al-
Maidah ayat 1, "Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janjimu." Setiap ikatan
janji tentunya akan melahirkan hak-hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak yang
berjanji. Akad juga berarti mengikat atau menyimpulkan. Maka laki-laki dan perempuan
yang melakukan akad nikah berarti keduanya telah mengikat simpul ikatan hidup
6
bersama. Ikatan kebersamaan yang harmoni dan langgeng. Ikatan hubungan yang akan
diteruskan kelak di surga Allah Swt.
Jika menepati konsekuensi akad secara umum diwajibkan, maka memenuhi hak dan
kewajiban yang terlahir dari akad nikah tentunya lebih diwajibkan lagi. Sebab akad nikah
adalah sebuah ikatan perjanjian yang suci dan agung antara suami dan isteri, bukan
sekedar janji biasa. Karena ia marupakan ikatan janji yang suci dan mulia, tentunya akad
ini akan melahirkan hak dan kewajiban yang suci dan mulia pula. Dan jika hak dan
kewajiban tersebut tidak ditepati dan dilaksanakan maka akan berakibat kebalikan dari
suci dan agung bagi pelaku akad ini, yaitu kenajisan dan kehinaan.
Di dalam Al-Quran Allah Swt. menyatakan Akad Nikah dengan sebutan mîtsâqun
ghalîzh (janji yang berat). Padahal kata mîtsâqun ghalîz ini sendiri di dalam Al-Quran
disebutkan hanya tiga kali. Pertama, untuk akad pernikahan (An-Nisâ: 21). Kedua,
perjanjian antara para nabi dengan Tuhan mereka, untuk menyampaikan risalah Allah,
seperti yang difirmankan Allah dalam surat Al-Ahzâb ayat tujuh. Kemudian dalam ayat
kedelapan Allah menjelaskan bahwa janji ini adalah untuk menguji siapa yang sungguh-
sungguh dalam menepatinya. Ketiga, janji Bani Israil terhadap Allah Swt. untuk
mengemban risalah tauhid di atas dunia. Janji yang karenanya Allah mengangkat gunung
untuk ditimpakan di atas kepala Bani Israil sebagai ancaman bagi mereka yang tidak mau
menepati janji. Namun mereka kemudian tidak menepati janji, sehingga mendapatkan
laknat dari Allah Swt.
Pernyataan bahwa akad nikah adalah mîtsâqun ghalîzh, tentunya mengisyaratkan
bahwa hubungan suami isteri yang merupakan hubungan yang berkonsekuensi besar
seperti konsekuensi janji para nabi dan bani Israel di atas. Siapa saja yang menepati janji
itu, maka dia tergolong orang yang jujur dan benar serta berada dalam jalan yang lurus.
Sedangkan siapa yang tidak menepatinya, dalam arti tidak menjalan hak dan kewajiban
yang merupakan kosekuensi dari akad tersebut, maka ia pantas mendapatkan laknat
Allah Swt.
Bahwa suami memiliki hak terhadap isterinya, dan hak-hak suami adalah kewajiaban
bagi isteri, maka isteri harus mengetahui apa saja hak-hak suami terhadapnya. Di antara
hak yang paling dibutuhkan oleh suami dari isterinya adalah, sikap menghormati dan
mengakui kebaikan suami. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa
salah satu di antara sebab utama yang menjadikan sebagian besar isi neraka adalah kaum
hawa adalah karena mereka tidak pandai berterimakasih dan sering mengingkari
kebaikan suaminya. Hak suami yang juga sangat dibutuhkan dari isteri adalah
7
mengemban tanggung jawab sebagai isteri dengan baik seperti, mengatur rumah tangga
dengan baik, mengungkapkan perasaan cinta dan saling mempercayai, bertukar
pembicaraan, perkataan yang indah, membantu menanggung beban keluarga,
menyiapkan makanan, amanah terhadap harta suaminya dsb.
Bahwa isteri sebagai patner hidup suami juga memiliki hak-hak yang menjadi
kewajiban bagi suami. Sebagai suami ia harus mengetahui dengan baik hak-hak
isterinya. Ia harus memahami untuk apa ia menikah. Ia harus mengetahui kekhususan
dan fitrah yang Allah ciptakan bagi perempuan yang banyak berpengaruh terhadap sikap
dan tindakannya, sehingga dengan demikian seorang sang suami dapat berlapang dada
dan mengerti bagaimana harus bersikap terhadap isterinya, tidak gegabah dalam
bertindak. Sebagai suami ia harus mengetahui kriteria suami sukses dan kriteria suami
yang gagal. Sebagai suami yang mencintai isteri, ia harus menghormati dan tidak
merendahkan isterinya.
Wasiat umum bagi suami dan isteri untuk mewujudkan keharmonisan hubungan di
antara mereka. Saling menghormati, ciptakanlah kata-kata indah untuk mengungkapkan
cinta, berterimakasih dan pujilah ia, tanyakan kepadanya apa yang ia sukai, kapan harus
berlomba dengannya, senyumlah selalu kepadanya, maksimalkan perhatian dan
perawatan ketika ia sakit, siapkan untuknya kejutan cinta, engaku adalah pakaian
untuknya. Dengan memperhatikan keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan
isteri, insya Allah bahtera rumah tangga akan dipenuhi cinta, kasih sayang, berkah dan
ridha Allah Swt.. Wallahua'lam
2.2.2 Tujuan Pernikahan
a. Menjauhkan diri dari zina.
Allah Taala telah mentakdirkan bahwa lelaki ada nafsu/keinginan kepada
perempuan. Perempuan juga ada nafsu dengan lelaki. Hakikat ini tidak dapat
ditolak. Kita tidak dapat lari dari dorongan alamiah itu. Oleh karena itu untuk
menyelamatkan keadaan maka tujuan kita menikah agar jangan sampai kita
melakukan zina yang terkutuk. Mestilah kita menikah agar ia tersalur secara yang
halal yang memang dibenarkan oleh Allah Taala yang Maha Pengasih.
b. Mendapatkan keturunan.
Daripada hubungan suami isteri itu, adalah sebagai sebab pertemuan benih
kedua jenis manusia yang akan melahirkan zuriat (keturunan), anak-anak, cucu-
cucu yang ingin sangat kita jaga, asuh, didik, diberi iman dan ilmu, agar menjadi
8
hamba-hamba Allah yang berakhlak dan bertaqwa. Yang akan menyambung
perjuangan Islam kita agar perjuangan Islam kita bersambung selepas kita mati.
Memang setiap umat Islam yang belum rusak jiwanya sangat menginginkan
generasi penerusnya.
c. Mendapatkan tenaga untuk kemajuan Islam.
Dari keturunan yang kita dapatkan dari pernikahan, kita inginkan anak yang
akan kita didik menjadi seorang Islam yang sejati dan anak itu adalah merupakan
aset kepada kita. Anak itu sendiri pula boleh menjadi harta dan tenaga kepada
Islam.
d. Aset simpanan di akhirat.
Dengan pernikahan itu, jika tujuan kita mendapat anak berhasil, dan berhasil
pula dididik dengan Islam dan menjadi seorang muslim yang berguna, kemudian
dia akan melahirkan cucu yang juga berjaya dididik secara Islam dengan sebaik-
baiknya, berapa banyak pahala yang kita dapat sambung-menyambung. Itu adalah
merupakan aset simpanan kita di Akhirat kelak.
e. Mewujudkan suatu masyarakat Islam.
Alangkah indahnya kalau Islam yang maha indah itu dapat menjadi budaya
hidup sebagaimana yang pernah mengisi ruangan dunia ini di masa yang silam,
selama tiga abad dari sejak Rasulullah SAW. Sekarang keadaan itu tinggal
nostalgia saja. Yang tinggal pada hari ini hanya akidah dan ibadah. Itu pun tidak
semua umat Islam mengerjakannya. Kita sangat ingin keindahan Islam itu dapat
diwujudkan. Di dalam suasana keluarga pun jadilah, karena hari ini, hendak buat
lebih dari itu memang amat sulit sekali. Lantaran itulah pernikahan itu amat perlu
sekali karena hendak melahirkan masyarakat Islam kecil. Moga-moga dari situ
akan muncul masyarakat Islam yang lebih besar.
f. Menambah jumlah umat Islam.
Kalaulah Rasulullah SAW berbangga dan bergembira dengan banyaknya umat,
maka kita sepatutnya juga berbangga dengan ramainya umat Islam di dunia ini.
Maka untuk memperbanyakkannya, lantaran itulah kita menikah. Jadi kita menikah
itu ada bermotifkan untuk menambah jumlah umat Islam. Ada cita-cita Islam
sejagat. Kita menikah itu ada cita-cita besar, bukan sekadar sebatas hendak
melepaskan nafsu seks seperti cita-cita kebanyakan manusia.
9
2.3 Prinsip Memilih Jodoh Sesuai ajaran Islam
2.3.1 Kriteria Memilih Calon Istri
a. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik.
Wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri
dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang
beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan
harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.
b. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :
Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” …
kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
c. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis.
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat
yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal
yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai
perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang
sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan
memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama
kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda,
kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang
sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang
pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis :
Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah :
“Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka
10
mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan
dia bisa bermain denganmu.”
d. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.
Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-
penyakit yang menular atau cacat secara hereditas.
Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua
orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya.
Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat
ikatan-ikatan sosial.
2.3.2 Kriteria Memilih Calon Suami
a. Islam.
Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih
calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita
selamat dunia dan akhirat kelak.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik
dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,
sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)
b. Berilmu dan Baik Akhlaknya.
Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka
Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu
ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan
terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)
2.4 Hukum-hukum yang Berkaitan dengan Pernikahan
2.4.1 Hukum Nikah
Hukum pernikahan bersifat kondisional, artinya berubah menurut situasi dan kondisi
seseorang dan lingkungannya.
a. Jaiz
11
Artinya boleh kawin dan boleh juga tidak, jaiz ini merupakan hukum dasar dari
pernikahan. Perbedaan situasi dan kondisi serta motif yang mendorong terjadinya
pernikahan menyebabkan adanya hukum-hukum nikah berikut.
b.Sunat
Yaitu apabila seseorang telah berkeinginan untuk menikah serta memiliki kemampuan
untuk memberikan nafkah lahir maupun batin.
c. Wajib
Yaitu bagi yang memiliki kemampuan memberikan nafkah dan ada kekhawatiran
akan terjerumus kepada perbuatan zina bila tidak segera melangsungkan perkawinan.
Atau juga bagi seseorang yang telah memiliki keinginan yang sangat serta dikhawatirkan
akan terjerumus ke dalam perzinahan apabila tidak segera menikah.
d. Makruh
Yaitu bagi yang tidak mampu memberikan nafkah.
e. Haram
Yaitu apabila motivasi untuk menikah karena ada niatan jahat, seperti untuk menyakiti
istrinya, keluarganya serta niat-niat jelek lainnya.
2.4.2 Penyebab haramnya sebuah pernikahan
Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena
keturunannya (haram selamanya)
a. Ibu
b. Nenek dari ibu maupun bapak
c. Anak perempuan & keturunannya
d. Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
e. Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, yaitu semua anak
saudara perempuan
Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:
a. Ibu susuan
b. Nenek dari saudara ibu susuan
c. Saudara perempuan susuan
d. Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
e. Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan
Perempuan mahrom bagi laki-laki karena persemendaan ialah:
a. Ibu mertua
12
b. Ibu tiri
c. Nenek tiri
d. Menantu perempuan
e. Anak tiri perempuan dan keturunannya
f. Adik ipar perempuan dan keturunannya
g. Sepupu dari saudara istri
h. Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya
2.4.3 Rukun nikah
a. Pengantin laki-laki
b. Pengantin perempuan
c. Wali
d. Dua orang saksi laki-laki
e. Mahar
f. Ijab dan kabul (akad nikah)
2.4.4 Syarat calon suami
a. Islam
b. Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
c. Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
d. Bukan dalam ihram haji atau umroh
e. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
f. Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
g. Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri
2.4.5 Syarat bakal istri
a. Islam atau ahli kitab
b. Perempuan yang tertentu
c. Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
d. Bukan seorang banci
e. Akil Baligh
f. Bukan dalam ihram haji atau umroh
g. Tidak dalam iddah
h. Bukan istri orang
2.4.6 Syarat wali
a. Islam, bukan kafir dan murtad
13
b. Lelaki dan bukannya perempuan
c. Telah pubertas
d. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
e. Bukan dalam ihram haji atau umroh
f. Tidak fasik
g. Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
h. Merdeka
i. Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya
2.4.7 Syarat-syarat saksi
a. Sekurang-kurangya dua orang
b. Islam
c. Berakal
d. Telah pubertas
e. Laki-laki
f. Memahami isi lafal ijab dan qobul
g. Dapat mendengar, melihat dan berbicara
h. Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-
dosa kecil)
i. Merdeka
2.4.8 Syarat ijab
a. Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
b. Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
c. Diucapkan oleh wali atau wakilnya
d. Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan
(ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam
persetujuan nikah muataah)
e. Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan
Anda dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat
dibayar tunai".
2.4.9 Syarat qobul
a. Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
b. Tidak ada perkataan sindiran
c. Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
14
d. Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
e. Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
f. Menyebut nama calon istri
g. Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya
dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar
tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai istriku".
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para
hadirin khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi
mengatakan lafal "SAH" atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.
Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu
kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para
hadirin
Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan
selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai
tanda dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami
istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai
"Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu
diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.
Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah
pernikahan berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak
perlu mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan
disamping mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu
dibebankan atau dibuang.
2.5 Makna Keluarga Bahagia dalam Islam
Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat,
aman, merasa dilindungi, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan.
Namun, penggunaan nama sakinah itu diambil dari al Qur’an surat 30:21, litaskunu
ilaiha, yang artinya bahwa Allah SWT telah menciptakan perjodohan bagi manusia agar
yang satu merasa tenteram terhadap yang lain.Jadi keluarga sakinah itu adalah keluarga
yang semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman,
perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh
Allah SWT.
15
Di dalam keluarga sakinah itu pasti akan muncul mawaddah dan rahmah (Q/30:21).
Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu kasih sayang pada lawan
jenisnya (bisa dikatakan mawaddah ini adalah cinta yang didorong oleh kekuatan nafsu
seseorang pada lawan jenisnya). Karena itu, Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat
ini, mulai dari hewan sampai manusia. Mawaddah cinta yang lebih condong pada
material seperti cinta karena kecantikan, ketampanan, bodi yang menggoda, cinta pada
harta benda, dan lain sebagainya. Mawaddah itu sinonimnya adalah mahabbah yang
artinya cinta dan kasih sayang.
Sedangkan Rahmah (dari Allah SWT) yang berarti ampunan, anugerah, karunia,
rahmat, belas kasih, rejeki. (lihat : Kamus Arab, kitab ta’riifat, Hisnul Muslim (Perisai
Muslim) Jadi, Rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban
untuk menafkahi dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai. Rahmah lebih
condong pada sifat qolbiyah atau suasana batin yang terimplementasikan pada wujud
kasih sayang, seperti cinta tulus, kasih sayang, rasa memiliki, membantu, menghargai,
rasa rela berkorban, yang terpancar dari cahaya iman. Sifat rahmah ini akan muncul
manakala niatan pertama saat melangsungkan pernikahan adalah karena mengikuti
perintah Allah dan sunnah Rasulullah serta bertujuan hanya untuk mendapatkan ridha
Allah SWT.
16
BAB III PENUTUP
Pergaulan saat ini tidak mengenal batas. Berdalih taaruf, mereka dengan sengaja maupun
tidak telah berzina. Taaruf berarti pengenalan sebelum menikah, bukan menghalalkan perkara
yangharam sebelum menikah.
Menikah merupakan ibadah yang paling menyenangakan. Asalkan tujuan pernikahan dan
prinsip memilih jodoh benar. Pernikahan dengan dasar taqwa akan membuat rumah tangga
tentram dan bertahan lama.
Daftar Pustaka:
http://www.mahadilmi.com/2014/05/12/etika-bergaul-dengan-lawan-jenis/
https://id-id.facebook.com/media/set/?
set=a.305461732875335.73837.181036135317896&type=3
http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_dalam_Islam
http://annajib.wordpress.com
17