PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA SISWA
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PADA
SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MAOS
OLEH
ANJAR KINANTHI PINARARATRI
802013025
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan
untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
2
PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA SISWA
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PADA
SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MAOS
Anjar Kinanthi Pinararatri
Krismi Diah Ambarwati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
Abstrak
Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif yang bertujuan untuk mengetahui
signifikansi perbeda harga diri antara siswa jurusan IPA dengan siswa jurusan IPS
di SMA Negeri 1 Maos. Penelitian ini dilakukan pada 133 siswa SMA Maos yang
duduk di kelas X (sepuluh), dengan menggunakan teknik Simple Random
Sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data dengan
metode skala, yaitu skala harga diri yang disusun oleh Coopersmith (1967)
bernama Self-Esteem Inventory (SEI) yang kemudian diterjemahkan dan
dimodifikasi oleh peneliti. Teknik analisa data yang dipakai adalah teknik
komparatif Pearson. Hasil penelitian ini diperoleh nilai t-hitung = -2,278 dengan
sig.= 0,024 (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan harga diri
yang signifikan antara siswa Ilmu Pengetahuan Alam dan siswa Ilmu Pengetahuan
Sosial pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Maos.
Kata kunci : harga diri, penjurusan SMA
ii
Abstract
This research is type of comparative research aims to know the significant
differences about self-esteem between IPA and IPS students in SMA Negeri 1
Maos. This research has been conducted to 133 grade X students in SMA Negeri 1
Maos. The methods of collecting data was using the self-esteem Inventory
designed by Coopersmith in 1967. The datas were analyzed by comparative
Pearson technique, and the t-test score was = -2,278 with the significant = 0,024
(p<0,05). It mean that there is a difference of self-esteem between IPA and IPS
students in grade X SMA Negeri 1 Maos.
Keywords : self-esteem, high school major
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pada era modern seperti sekarang ini, pendidikan merupakan salah satu
faktor penting dalam kelangsungan hidup manusia, seperti dalam pembentukan
karakter manusia itu sendiri. Cara seseorang bertindak, atau mengucapkan kata-
kata juga tidak lepas dari proses pendidikan. Pernyataan tersebut juga didukung
oleh Sardiman (2005) yang menyatakan bahwa pendidikan dan pengajaran adalah
satu usaha yang bersifat sadar tujuan, yang dengan sistematis terarah pada
perubahan tingkah laku menuju kedewasaan anak didik. Pendidikan itu sendiri
dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang tidak terikat dengan instansi,
contohnya pendidikan di lingkungan keluarga. Pendidikan formal adalah
pendidikan yang terikat dengan sebuah instansi, contohnya pendidikan di
lingkungan sekolah, yaitu lembaga pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD), hingga
pendidikan di Universitas atau Perguruan Tinggi.
Salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi fokus peneliti adalah
Sekolah Menengah Atas, yaitu jenjang pendidikan yang ditempuh setelah lulus
dari Sekolah Menengah Pertama. Pada masa tersebut rata-rata siswa memiliki
rentang usia antara 15-17 tahun, dimana tahap perkembangan yang terjadi di usia
tersebut menurut Monks (2006) merupakan tahap perkembangan di masa remaja
pertengahan atau madya. Santrock (2012) menambahkan bahwa remaja adalah
suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia, yang menjembatani
masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang mencangkup perubahan biologis,
kognitif, dan sosial emosional. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting
2
diantara tahap perkembangan lainnya, karena orang harus mencapai tingkat
identitas ego yang cukup baik. Di samping itu, dalam Sekolah Menengah Atas
juga terdapat pembagian jurusan sesuai dengan minat dan bakat siswa. Penjurusan
itu sendiri merupakan suatu proses penempatan dalam pemilihan program studi
siswa (Gani, 1991). Program studi atau jurusan yang ada di Sekolah Menengah
Atas yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan
Bahasa. Namun pada beberapa Sekolah Menengah Atas hanya terdapat dua
jurusan, yaitu Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial saja.
Tujuan dari penjurusan menurut Snow (dalam Wahyuning dkk., 2014)
adalah agar pelajaran yang akan diberikan kepada siswa menjadi lebih terarah
karena telah sesuai dengan minatnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu,
timbul berbagai stereotype mengenai jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan jurusan
Ilmu Pengetahuan Sosial, yang menyatakan bahwa jurusan Ilmu Pengetahuan
Alam lebih unggul dibandingkan dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yang
siswanya lebih dikenal sebagai siswa yang kurang pandai dan suka membuat
keributan. Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Rambe (2016), yang mengatakan bahwa masih ditemui siswa yang memiliki
stereotip negatif terhadap siswa dari kelas lain, dilihat dari hasil observasi dan
wawancara yang terlihat beberapa perilaku misalnya siswa dari kelas IPA yang
cenderung melabelkan siswa dari kelas IPS sebagai murid yang kurang pandai,
suka melanggar peraturan, suka membuat keributan dan kenakalan remaja, dan
lain sebagainya. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Mu’awanah
dan Jacky (2015) yang menyatakan bahwa bentuk dikotomi yang sering terjadi
3
dalam suatu masyarakat, yaitu bahwa terdapat persepsi jurusan IPA lebih
berkualitas dibandingkan dengan jurusan lainnya.
Selain dari penelitian di atas, hal tersebut juga didukung oleh wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap peserta didik beserta dengan orang tuanya di
SMA Negeri 1 Maos pada bulan September 2016. Kebanyakan dari mereka
beranggapan bahwa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam lebih bagus dan lebih
memiliki masa depan yang jelas daripada jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. Tidak
hanya itu, beberapa dari peserta didik dan beberapa orang tua mereka bahkan
mengatakan bahwa siswa-siswa di jurusan Ilmu Pengetahuan Alam lebih rajin dan
pintar secara akademik dibandingkan dengan siswa-siswa pada jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang dinilai sebagai anak-anak nakal, malas, dan bermasalah.
Hasil wawancara terhadap beberapa siswa Ilmu Pengetahuan Alam sendiri,
mereka menyatakan benar adanya jika siswa di jurusan mereka memang terkenal
pintar dan lebih unggul dibandingkan dengan siswa Ilmu Pengetahuan Sosial.
Begitu juga dengan wawancara terhadap siswa di Ilmu Pengetahuan Sosial
sendiri, yang juga mengatakan benar adanya jika siswa di jurusan mereka lebih
terkenal dengan siswa yang malas dan terkadang suka membuat onar. Baik siswa
Ilmu Pengetahuan Alam maupun siswa Ilmu Pengetahuan Sosial, mereka sama-
sama berpendapat bahwa siswa Ilmu Pengetahuan Alam dianggap lebih unggul
dan rajin dari siswa Ilmu Pengetahuan Sosial yang dianggap lebih malas dan lebih
sering membuat onar. Hal tersebut memperlihatkan bahwa siswa Ilmu
Pengetahuan Alam cenderung lebih memandang diri mereka positif dibandingkan
dengan siswa Ilmu Pengetahuan Sosial.
4
Hal tersebut kemudian berpengaruh terhadap pemilihan jurusan yang akan
dipilih peserta didik, seperti wawancara yang dilakukan peneliti terhadap
beberapa guru dan siswa di SMA Negeri 1 Maos pada bulan September 2016,
yang menyebutkan bahwa jurusan yang lebih diminati oleh kebanyakan siswa di
SMA tersebut adalah jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, dibandingkan dengan
jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. Salah satu guru Bimbingan dan Konseling juga
menyebutkan bahwa ketika penjurusan dilakukan, minat sebagian besar siswa
memilih untuk memasuki jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dibandingkan dengan
Ilmu Pengetahuan Sosial. Beliau juga mengatakan bahwa persepsi siswa-siswa
untuk lebih memilih Ilmu Pengetahuan Alam sudah tebentuk dari orang tuanya
sejak SMP, dimana beberapa dari mereka dituntut mengikuti les untuk pelajaran-
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam saja. Hal tersebut juga serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Veronika (2013) yang menyebutkan bahwa pada beberapa
sekolah, jurusan Ilmu Pengetahuan Alam menjadi jurusan yang populer
dibandingkan dengan jurusan yang lain, hal ini menyebabkan jurusan Ilmu
Pengetahuan Alam menjadi lebih banyak diminati dibandingkan dengan jurusan
yang lain.
Erdyna (2010) menyebutkan bahwa berkembangnya pandangan orang saat
ini bahwa siswa Sekolah Menengah Atas di jurusan Ilmu Pengetahuan Alam lebih
unggul dari siswa jurusan yang lain adalah kondisi yang sangat berpengaruh
terhadap pembentukan harga diri, khususnya bagi mereka yang mengalami
kegagalan masuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, mereka akan cenderung
menilai dirinya sebagai orang yang tidak mampu, tidak berharga, tidak berani
menghadapi tantangan-tantangan baru dalam hidupnya. Harga diri juga bisa
5
mempengaruhi prestasi seorang siswa karena keinginan untuk merasa berarti,
dihargai dan diakui kemampuan dirinya. Hal tersebut akan mendorong siswa
melakukan usaha agar bisa berprestasi di bidang akademik maupun non akademik,
seperti salah satu prestasi bagi siswa itu sendiri adalah mampu masuk di jurusan
Ilmu Pengetahuan Alam. Prestasi yang berhasil diraihnya tersebut akan
menaikkan harga dirinya baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah
(Baron & Byrne dalam Ross, 2000). Hal tersebut juga didukung oleh Rahmawati
(2007) yang menyatakan bahwa harga diri akan meningkat pada masa remaja
awal sampai remaja akhir, kemudian pada suatu saat harga diri akan menurun.
Menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998) harga diri merupakan evaluasi yang
dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima,
menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan,
keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan. Harga diri juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor fisik, faktor kelas sosial, faktor inteligensi, faktor
pola asuh, faktor jenis kelamin, dan faktor sekolah, dimana dalam faktor sekolah
terdapat pembagian jurusan seperti yang sudah dijelaskan dalam uraian di atas.
Coopersmith (dalam Harsini, 2008) juga mengatakan bahwa terdapat
empat aspek dalam harga diri, yaitu 1). Keberartian (significance), yang
menunjukkan adanya penilaian individu terhadap dirinya sendiri yaitu penilaian
terhadap keberartiannya, keberhargaannya termasuk penerimaan dan rasa berarti
yang didapat dari lingkungannya, yang ditunjukkan dengan adanya kepedulian,
perhatian, dan afeksi serta ekspresi cinta yang diterima individu dari lingkungan
sosialnya. Penerimaan dari lingkungan ditandai dengan adanya kehangatan,
respon yang baik dari lingkungan dan ketertarikan lingkungan terhadap individu
6
serta menyukai individu sebagaimana adanya diri sendiri 2). Kekuatan (power),
yang menunjukkan adanya kemampuan individu untuk bisa mengatur dan
mengontrol tingkah lakunya sendiri dan mendapatkan pengakuan dari orang lain
atas tingkah lakunya tersebut. Power ini dinyatakan dengan adanya pengakuan
dan penghormatan yang diterima individu dari orang lain serta adanya kualitas
atas opini yang diutarakan individu yang diakui oleh orang lain. Dampak dari
adanya pengakuan pada diri anak akan membantu anak untuk mengembangkan
penilaian yang positif terhadap pandangannya sendiri dan mampu untuk bertahan
dari tekanan buruk dari lingkungan dan dari keinginan-keinginan serta kebutuhan
yang bersifat negatif dari anak 3). Kompetensi (competence), yang menunjukkan
adanya performansi yang tinggi untuk memenuhi keutuhan pencapaian prestasi
dimana level tugas-tugas tersebut tergantung pada variasi usia individu. Apabila
individu merasa telah mencapai tujuan atau mampu mencapai suatu hasil yang
diharapkannya, maka individu tersebut akan memberikan penilaian yang positif
pada dirinya, dan 4). Kebajikan (virtue), yang ditandai dengan adanya suatu
ketaatan untuk mengikuti standar moral, etika, dan agama dimana individu akan
menjauhi tingkah laku yang harus dihindari dan melakukan tingkah laku yang
dibolehkan atau diharuskan oleh moral, etika, dan agama.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyawan (2012)
mengenai perbedaan harga diri yang ditinjau dari jurusan, ditemukan bahwa ada
perbedaan harga diri antara siswa jurusan IPA dengan jurusan yang lain, yang
menunjukkan bahwa siswa jurusan IPA memiliki harga diri yang lebih tinggi
dibandingkan siswa pada jurusan lain. Namun berbeda dengan penelitian tersebut,
Somantri & Gaman (2009) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan harga diri
7
antara siswa yang berasal dari kelompok kelas IPA dengan siswa yang berasal
dari kelompok kelas IPS. Dari hasil penelitian yang berbeda tersebut, maka
peneliti bertujuan untuk melakukan penelitian yang mengukur perbedaan tingkat
harga diri antara siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dengan jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Maos.
Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah, apakah ada perbedaan tingkat
harga diri antara siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dengan jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Maos?
Hipotesis
Hipotesis penelitian yang diajukan untuk menjawab pertanyaan tersebut
adalah sebagai berikut :
Hipotesis Mayor :
1. Terdapat perbedaan tingkat harga diri antara siswa jurusan Ilmu Pengetahuan
Alam dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial pada siswa kelas X SMA
Negeri 1 Maos.
2. Tingkat harga diri siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam lebih tinggi dari
siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Hipotesis Minor :
Terdapat perbedaan tingkat harga diri siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam
maupun jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan jenis kelamin.
8
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan
angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data serta
penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2010). Jenis dari penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif komparatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat
membandingkan (Sugiyono, 2009). Dalam hal ini, peneliti ingin membandingkan
tingkat harga diri antara siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dengan jurusan
Ilmu Pengetahuan Sosial pada siswa yang berada di kelas X SMA Negeri 1 Maos.
Variabel penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas
dan variabel terikat. Adapun variabel yang ada yaitu jurusan sebagai variabel
bebas (X) dan harga diri sebagai variabel terikat (Y).
Definisi Operasional
Penjurusan merupakan suatu proses penempatan dalam pemilihan program
studi siswa (Gani, 1991). Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan
kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi
besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan,
keberhargaan (Coopersmith, dalam Burn, 1998).
9
Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1
Maos tahun ajaran 2016/2017. Populasi berjumlah 222 siswa Ilmu Pengetahuan
Alam (7 kelas) dan 91 siswa Ilmu Pengetahuan Sosial (3 kelas), sehingga total
populasi berjumlah 313 siswa.
Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi, maka
peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi yang dijadikan sebagai subjek
penelitian yang lebih dikenal dengan nama sampel, berjumlah 71 siswa IPA dan
62 siswa IPS yang diambil dengan cara acak. Penentuan sampel yang dilakukan
oleh peneliti yaitu dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa skala harga
diri. Skala harga diri yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada skala
yang disusun oleh Coopersmith (1967) yang bernama Self-Esteem Inventory (SEI)
yang kemudian diterjemahkan dan dimodifikasi oleh peneliti. Item-item dalam
skala tersebut dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable
dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari Skala Likert, yaitu sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Dalam alat ukur
tersebut terdapat empat aspek harga diri, yaitu keberartian (significance), kekuatan
(power), kompetensi (competence), dan kebajikan (virtue).
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala harga
diri yang dilakukan sebanyak dua kali putaran, dari 58 item yang ada terdapat 19
item yang gugur di putaran pertama, sehingga diperoleh 39 item yang valid.
10
Teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik koefisien
Alpha Cronbach. Hasil koefisien Alpha pada skala harga diri yaitu sebesar 0,881.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal dan
standar deviasi sebagai hasil pengukuran skala harga diri dari siswa jurusan IPA
dan siswa jurusan IPS:
Tabel 1. Deskriptif Statistika IPA dan IPS
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
IPA
Harga Diri
Valid N (listwise)
71
71
84
142
117.23
10.447
IPS
Harga Diri
Valid N (listwise)
62
62
92
138
113.10
10.404
Berdasarkan tabel 1, tampak skor empirik yang diperoleh pada skala harga
diri siswa IPA paling rendah adalah 84 dan skor paling tinggi adalah 142, dengan
rata-rata 117.23, dan standar deviasi 10.447. Sedangkan skor empirik pada skala
harga diri siswa IPS paling rendah adalah 92 dan skor paling tinggi adalah 138,
dengan rata-rata 113.10, dan standar deviasi 10.404. Untuk menentukan tinggi
rendahnya hasil pengukuran variabel harga diri baik pada siswa IPA maupun IPS
digunakan 3 (tiga) kategori, yaitu Tinggi, Sedang, dan Rendah. Jumlah pilihan
pada masing-masing item adalah 4 (empat). Maka skor maksimum yang diperoleh
adalah dengan cara mengkalikan skor tertinggi dengan jumlah soal, yaitu 4 x 39
item valid = 156 dan pembagian skor minimun dengan mengkalikan skor terendah
11
dengan jumlah soal, yaitu 1 x 39 item valid = 39. Dengan adanya skor tertinggi,
skor terendah dan banyaknya kategori, maka dapat dihitung lebar interval dengan
rumus sebagai berikut :
Maka dari perhitungan tersebut didapatkan hasil seperti di tabel berikut ini:
Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Skala Harga Diri
Skala No Interval Kategori N Persentase Mean SD
Harga
Diri
IPA
1 117 < x ≤ 156 Tinggi 38 53,52 %
117,23 10,447 2 78 < x ≤ 117 Sedang 33 46,48 %
3 39 ≤ x ≤ 78 Rendah 0 0 %
Jumlah 71 100 %
Harga
Diri
IPS
1 117 < x ≤ 156 Tinggi 20 32,26 %
113,10 10,404 2 78 < x ≤ 117 Sedang 42 67,74 %
3 39 ≤ x ≤ 78 Rendah 0 0 %
Jumlah 62 100 %
Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 38 siswa IPA
memiliki harga diri dalam kategori tinggi dengan presentase 53,52 % dan 33 siswa
memiliki harga diri dalam kategori sedang dengan presentase 46,48 %. Sedangkan
pada siswa IPS, sebanyak 20 siswa memiliki harga diri dalam kategori tinggi
dengan presentase 32,26 % dan 42 siswa memiliki harga diri dalam kategori
sedang dengan presentase 67,74 %. Kemudian, baik siswa IPA maupun IPS tidak
ada yang memiliki harga diri dalam kategori rendah. Selanjutnya, peneliti juga
menambah data tambahan lainnya yaitu perbedaan jumlah siswa berdasarkan
pendapatan orang tua. Peneliti mengkategorikannya dalam lima kategori, yaitu :
12
Tabel 3. Kategorisasi Berdasarkan Pendapatan Orang Tua
No Interval Kategori Jumlah
IPA IPS
1. 8.060.000 < x ≤ 10.000.000 Tinggi 0 2
2. 6.120.000 < x ≤ 8.060.000 Agak Tinggi 1 0
3. 4.180.000 < x ≤ 6.120.000 Cukup 5 1
4. 2.240.000 < x ≤ 4.180.000 Agak Rendah 10 13
5. 300.000 ≤ x ≤ 2.240.000 Rendah 51 37
Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
baik dari IPA maupun dari IPS berkaitan dengan pendapatan orang tua masuk
dalam kategori rendah, yaitu 51 siswa untuk jurusan IPA dan 37 siswa untuk
jurusan IPS. Selanjutnya, di kategori agak rendah didapat 10 siswa IPA dan 13
siswa IPS, kategori cukup 5 siswa IPA dan 1 siswa IPS, kategori agak tinggi 1
siswa IPA, dan kategori tinggi 2 siswa IPS. Sedangkan sisanya yaitu 4 siswa IPA
dan 9 siswa IPS tidak mengisi tabel pendapatan orang tua.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang telah
dilakukan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini
menggunakan metode Kolmogorov Smirnov. Data dapat dikatakan berdistribusi
normal apabila nilai signifikansi (p > 0,05) yang didapat dari hasil analisa
menggunakan program SPSS 16.0. Hasil uji normalitas pada data penelitian ini
berdistribusi normal, dengan tabel sebagai berikut :
13
Tabel 4. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
IPA IPS
N 71 62
Normal Parametersa Mean 117.23 113.10
Std. Deviation 10.447 10.404
Most Extreme Differences Absolute .097 .080
Positive .053 .080
Negative -.097 -.067
Kolmogorov-Smirnov Z .818 .629
Asymp. Sig. (2-tailed) .516 .824
a. Test distribution is Normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sampel-sampel dalam
penelitian berasal dari populasi yang sama. Data dapat dikatakan homogen
apabila nilai p > 0,05. Hasil uji homogenitas menyatakan bahwa data penelitian
ini bersifat homogen, dengan tabel sebagai berikut :
Tabel 5. Uji Homogenitas
Uji Hipotesis Komparasi
Setelah melakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji
homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis komparasi melalui pendekatan
Independent Sample t-test yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.082 1 131 .774
14
berhubungan. Kedua sampel dapat dikatakan memiliki perbedaan yang signifikan
apabila nilai p < 0,05. Hasil uji-t dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6. Uji-t
Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis komparasi (uji-t), diperoleh
nilai t-hitung sebesar -2,278 dengan nilai signifikansi sebesar 0,024 (p<0,05). Hal
ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan harga diri yang signifikan antara siswa
Ilmu Pengetahuan Alam dan siswa Ilmu Pengetahuan Sosial, dengan mean siswa
IPA (117,23) yang lebih tinggi dari siswa IPS (113,10). Dengan demikian maka
menunjukkan bahwa harga diri siswa Ilmu Pengetahuan Alam lebih tinggi
daripada siswa Ilmu Pengetahuan Sosial. Dari hasil tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis peneliti diterima. Selanjutnya selain menghitung
perbedaan secara keseluruhan, peneliti juga menghitung perbedaan secara lebih
spesifik dengan membedakannya menurut jenis kelamin, yaitu antara laki-laki
Group Statistics
JenisKe
lompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
HargaDiri 1 62 113.10 10.404 1.321
2 71 117.23 10.447 1.240
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std. Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Harga
Diri
Equal variances
assumed .082 .774 -2.278 131 .024 -4.129 1.813 -7.714 -.543
Equal variances
not assumed
-2.278
128.7
37 .024 -4.129 1.812 -7.714 -.543
15
IPA dengan laki-laki IPS, perempuan IPA dengan perempuan IPS, laki-laki
dengan perempuan IPA, serta laki-laki dengan perempuan IPS. Hasil perhitungan
sebagai berikut :
Laki-laki IPA – IPS
Tabel 7. Uji-t Laki-laki IPA – IPS
JenisKe
lompok N Mean t Sig. (2-tailed)
LakiLakiIPAIPS IPA 19 111.84 .347 .731
IPS 22 110.68
Perempuan IPA – IPS
Tabel 8. Uji-t Perempuan IPA – IPS
JenisKe
lompok N Mean t Sig. (2-tailed)
PerempuanIPAIPS IPA 52 114.88 .217 .829
IPS 40 114.42
Laki-laki – Perempuan IPA
Tabel 9. Uji-t Laki-laki – Perempuan IPA
JenisKe
lompok N Mean t Sig. (2-tailed)
LakiPerempuanIPA Perm 52 114.88 1.111 .270
Laki 19 111.84
Laki-laki – Perempuan IPS
Tabel 10. Uji-t Laki-laki – Perempuan IPS
JenisKe
lompok N Mean t Sig. (2-tailed)
LakiPerempuanIPS Perm 40 114.42 1.365 .177
Laki 22 110.68
16
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, diperoleh nilai t-hitung sebesar
0,347 dengan nilai signifikansi sebesar 0,731 (p>0,05) untuk perbandingan antara
Laki-laki IPA dan IPS, nilai t-hitung sebesar 0,217 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,829 (p>0,05) untuk perbandingan antara Perempuan IPA dan IPS, nilai
t-hitung sebesar 1,111 dengan nilai signifikansi sebesar 0,270 (p>0,05) untuk
perbandingan antara Laki-laki dan Perempuan IPA, dan nilai t-hitung sebesar
1,365 dengan nilai signifikansi sebesar 0,177 (p>0,05) untuk perbandingan antara
Laki-laki dan Perempuan IPS. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapatnya
perbedaan harga diri yang signifikan yang ditinjau dari jenis kelamin, baik antara
Laki-laki IPA dan IPS, antara Perempuan IPA dan IPS, antara Laki-laki dan
Perempuan IPA, maupun antara Laki-laki dan Perempuan IPS.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian mengenai perbedaan tingkat harga diri antara siswa
jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial pada
siswa kelas X SMA Negeri 1 Maos, didapatkan hasil uji perhitungan komparasi
(uji-t) yang memiliki nilai t-hitung sebesar -2,278 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,024 (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
harga diri yang signifikan antara siswa Ilmu Pengetahuan Alam dan siswa Ilmu
Pengetahuan Sosial pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Maos, dengan rata-rata
siswa Ilmu Pengetahuan Alam lebih tinggi dari siswa Ilmu Pengetahuan Sosial,
yaitu 117,23 untuk siswa Ilmu Pengetahuan Alam dan 113,10 untuk siswa Ilmu
Pengetahuan Sosial. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa siswa Ilmu Pengetahuan
Alam memiliki harga diri dalam kategori tinggi yang presentasenya lebih besar
17
dari siswa Ilmu Pengetahuan Sosial, yaitu 53,52% untuk siswa Ilmu Pengetahuan
Alam, sedangkan untuk Ilmu Pengetahuan Sosial sebesar 32,26%.
Hasil penelitian ini dapat dikatakan sejalan dengan hipotesis mayor
peneliti dan hasil dari penelitian lainnya seperti penelitian yang dilakukan oleh
Veronika (2013) dan Setyawan (2012) yang menyatakan bahwa ada perbedaan
harga diri antara siswa jurusan IPA dengan jurusan lainnya, yang menunjukkan
bahwa siswa jurusan IPA memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan
siswa pada jurusan lain. Pandangan masyarakat yang timbul mengenai jurusan
Ilmu Pengetahuan Alam lebih unggul dibandingkan dengan jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang siswanya lebih dikenal sebagai siswa yang kurang
pandai dan suka membuat keributan, rupanya dapat mempengaruhi harga diri
siswa dari jurusan Ilmu Pengetahuan Alam menjadi lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa dari jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, terkhusus dalam penelitian
ini. Tidak hanya itu, karena pengakuan masyarakat akan lebih unggulnya jurusan
Ilmu Pengetahuan Alam, menyebabkan siswa dari jurusan Ilmu Pengetahuan
Alam juga mampu melihat diri mereka secara lebih positif dibandingkan dengan
siswa dari jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang dapat dilihat dari hasil
wawancara yang dilakukan peneliti dimana siswa dari masing-masing jurusan
membenarkan pandangan masyarakat tersebut.
Pernyataan tersebut juga rupanya didukung oleh pernyataan dari Erdyna
(2010) yang menyebutkan bahwa berkembangnya pandangan orang saat ini bahwa
siswa Sekolah Menengah Atas di jurusan Ilmu Pengetahuan Alam lebih unggul
dari siswa jurusan yang lain adalah kondisi yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan harga diri, khususnya bagi mereka yang mengalami kegagalan
18
masuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, mereka akan cenderung menilai dirinya
sebagai orang yang tidak mampu, tidak berharga, tidak berani menghadapi
tantangan-tantangan baru dalam hidupnya. Selanjutnya selain meneliti perbedaan
harga diri siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan siswa jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial secara umum, sebagai data tambahan peneliti juga
membandingkan harga diri yang ditinjau dari jenis kelamin, yaitu perbedaan harga
diri antara Laki-laki IPA dan IPS, perbedaan harga diri antara Perempuan IPA dan
IPS, perbedaan harga diri antara Laki-laki dan Perempuan IPA, dan perbedaan
harga diri antara Laki-laki dan Perempuan IPS.
Dalam perbandingan tersebut, nampaknya perbedaan harga diri siswa
jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial
dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, pasalnya baik antara
Laki-laki IPA dan IPS, antara Perempuan IPA dan IPS, antara Laki-laki dan
Perempuan IPA, maupun antara Laki-laki dan Perempuan IPS, tidak menunjukkan
adanya perbedaan harga diri yang signifikan karena keempat perbedaan tersebut
nilai signifikansinya lebih dari 0,05 (p>0,05). Menurut asumsi peneliti, jenis
kelamin tidak mempengaruhi perbedaan harga diri dikarenakan dalam penelitian
ini fokus peneliti adalah harga diri secara umum dan tidak menekankan pada
harga diri yang berkaitan dengan jenis kelamin. Selain itu, harga diri seseorang
atau siswa tidak terbentuk dengan begitu saja. Harga diri dapat terbentuk dari
pengalaman hidup yang mengembangkan sikap, keyakinan, cara berfikir, dan
berperilaku tertentu yang dirumuskan dalam bentuk kebiasaan yang sangat positif,
kebiasaan untuk selalu berorientasi pada apa yang dapat dilakukan dan apa yang
19
telah dilakukan, dan kemudian menjadikannya sebagai dasar untuk peningkatan
kualitas hidup (Brech dalam Harsini, 2008).
Selanjutnya sebagai data tambahan lainnya, peneliti juga menambahkan
tentang perbedaan jumlah siswa berdasarkan pendapatan orang tua yang
dikategorikan menjadi lima, yaitu tinggi, agak tinggi, cukup, agak rendah, dan
rendah. Berdasarkan kategori tersebut, didapat perbedaan jumlah siswa baik IPA
maupun IPS dalam setiap kategorinya. Pada jurusan Ilmu Pengetahuan Alam,
tidak terdapat siswa yang berada dalam kategori tinggi, 1 siswa dalam kategori
agak tinggi, 5 siswa dalam kategori cukup, 10 siswa dalam kategori agak rendah,
dan 51 siswa dalam kategori rendah. Sedangkan pada jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial, terdapat 2 siswa yang berada dalam kategori tinggi, tidak terdapat siswa
dalam kategori agak tinggi, 1 siswa dalam kategori cukup, 13 siswa dalam
kategori agak rendah, dan 37 siswa dalam kategori rendah.
Dapat dilihat bahwa berdasarkan pendapatan orang tua, rata-rata atau
sebagian besar siswa baik jurusan IPA maupun IPS berada dalam kategori rendah.
Meskipun sebagian besar orang tua siswa memiliki pendapatan yang rendah,
namun harga diri siswa baik IPA maupun IPS sebagian besar berada pada kategori
tinggi dan sedang. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah persentase yang ada.
Untuk itu dapat disimpulkan bahwa meskipun sebagian besar pendapatan orang
tua mereka rendah, banyak dari mereka yang tetap meliki harga diri dalam
kategori tinggi maupun sedang, sehingga hal tersebut memperkuat asumsi peneliti
bahwa dalam penelitian kali ini pendapatan orang tua tidak mempengaruhi harga
diri siswa baik IPA maupun IPS.
20
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perbedaan tingkat
harga diri antara siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dengan jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Maos, maka dapat
diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan tingkat harga diri yang signifikan
antara siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dengan jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Maos dengan nilai signifikansi sebesar
0,024, dan dengan nilai rata-rata harga diri siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam
yang lebih tinggi dari siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, yaitu 117,23 :
113,10. Selain itu, siswa Ilmu Pengetahuan Alam memiliki harga diri dalam
kategori tinggi yang presentasenya lebih besar dari siswa Ilmu Pengetahuan
Sosial, yaitu 53,52% : 32,26%.
Saran
Setelah peneliti melakukan penelitian dan pengamatan langsung serta
melihat hasil penelitian yang ada tentang perbedaan tingkat harga diri antara siswa
jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial pada
siswa kelas X SMA Negeri 1 Maos, maka berikut ini beberapa saran yang dapat
peneliti ajukan :
1. Bagi Orang Tua dan Masyarakat
Orang tua dan masyarakat diharapkan dapat memberikan pandangan yang
seimbang terhadap semua jurusan terkhusus dalam hal ini adalah IPA dan IPS,
karena masing-masing jurusan memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri.
21
Dengan tidak memandang jurusan tertentu lebih unggul, maka anak juga akan
berpandangan demikian dan dapat bebas memilih sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
2. Bagi pihak Sekolah
Pihak sekolah diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap anak
didiknya terkait dengan jurusan bahwa pada dasarnya semua jurusan itu sama
dan memiliki kekurangan kelebihan masing-masing. Selain itu, diharapkan
juga agar pihak sekolah dapat memberikan perlakuan yang sama terhadap
semua jurusan agar tidak ada anak didik yang merasa dibedakan.
3. Bagi Siswa SMA
Siswa SMA diharapkan dapat memilih jurusan berdasarkan kemampuan dan
minatnya, bukan berdasarkan apa yang dianggap baik oleh masyarakat atau
lingkungan sekitarnya. Karena setiap jurusan memiliki kekurangan dan
kelebihan masing-masing, maka siswa SMA juga diharapkan dapat belajar
dengan rajin dan sungguh-sungguh.
4. Bagi Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut mengenai harga diri
yang dapat dikaitkan dengan faktor lain seperti misalnya pendapatan orang tua,
yang dapat diteliti lebih mendalam agar dapat membantu mencari adanya
perbedaan harga diri antara kedua jurusan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Aria, N. F. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi minat memilih jurusan IPS
pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Juwana Kabupaten Pati tahun ajaran
2010/2011. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Diakses
September, 29 2016 dari: lib.unnes.ac.id/7136/1/10483.pdf
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian (suatu pendekatan praktik). Jakarta:
Rineka Cipta.
Burn, B. (1998). Konsep diri : teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku.
Alih bahasa oleh Eddy. Jakarta: Arcan, R.
Erdyna, N. (2010). Pengembangan paket pelatihan asertivitas untuk meningkatkan
harga diri siswa kelas XI-IS di SMA Negeri 3 Malang. Skripsi. Malang :
Universitas Negeri Malang.
Gani, A. Ruslan. 1991. Bimbingan Penjurusan. Bandung : Angkasa.
Harsini, A. (2008). Self esteem pada remaja. Psikovidya, 12, 112-118.
Maulana, I. (2013). Perbedaan harga diri antara siswa yang mengikuti dengan
yang tidak mengikuti ekstrakulikuler olahraga di SMA Negeri 4 Kotamadya
Magelang. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses
September, 02 2016 dari: eprints.uny.ac.id/13718/1/Skripsi%20Imam%20
Maulana.pdf
Mongks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (2000). Psikologi
Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Mu’awanah, S. & Jacky, M. (2015). Perang stigma antara siswa IPA/IPS di MAN
Lasem. Paradigma, 03. Diakses Oktober, 15 2016 dari: http://jurnal
mahasiswa.unesa.ac.id/index.php/paradigma/article/view/10789/14087
Noordjanah, A. (2015). Hubungan harga diri dan optimisme dengan motivasi
belajar pada siswa MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta. Yogyakarta :
Universitas Ahmad Dahlan. Diakses September, 07 2016 dari:id.portal
garuda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=122897
Prayoga, B. (2015). Perbedaan “self esteem” (harga diri) antara siswa kelas XI
jurusan IPA dan IPS MA Negeri 2 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015.
Skripsi. Kediri : Universitas Nusantara PGRI. Diakses September, 02 2016
dari:https://simki.lp2m.unpkediri.ac.id/mahasiswa/file_artikel/2015/12.1.01.
01.0323.pdf
Rambe, N. (2016). Pengaruh pemberian layanan bimbingan kelompok teknik
diskusi dalam mengurangi stereotip antar kelas pada siswa kelas XI SMA
23
Al-Hidayah Medan T.A 2014-2015. Skripsi. Medan : Universitas Negeri
Medan. Diakses Oktober, 15 2016 dari: http://digilib.unimed.ac.id/6105/
Rosenberg. M., & Pearlin, L. 1. Kelas sosial dan harga diri di kalangan anak-anak
dan orang dewasa. American Journal of Sosiologi, 84, 53-77.
Ross, E.C. and Beckett, B.A. (2000). The Roles of Self Esteem and the Sense of
Personal Control in the Academic Achievement Process. Journal Sociology
of Education, 73, 270-284.
Santrock, J.W. (2012). Life-span development, (Ed 13) Jilid 1. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Sardiman. (2005). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Setyawan, E. D. (2012). Perbedaan self esteem antara jurusan IPA dan IPS di
SMAN 1 Gedonglegi kabupaten Malang. Skripsi. Malang : Universitas
Wisnuwardhana.
Somantri, & Gaman, D. (2009). Harga diri siswa sebagai dasar penyusuna
program bimbingan pribadi sosial. Skripsi. Bandung : Universitas
Pendidikan Indonesia.
Srisayekti, W., & Setiady, D. A. (2015). Harga-diri (self-esteem) terancam dan
perilaku menghindar. Jurnal Psikologi, 42, 141-156. Diakses September, 17
2016 dari: https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/download/7169/5613
Sugiyono. (2009). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Penerbit Alfa Beta.
Veronika, H. M. (2013). Perbedaan harga diri antara siswa jurusan IPA, IPS, dan
bahasa di SMAN 2 Salatiga. Skripsi. Salatiga : Universitas Kristen Satya
Wacana.
Wahyuning, Daryanto, & Lutfi. (2014). Sistem pendukung keputusan pemilihan
jurusan pada SMA Negeri 1 Pakusari menggunakan metode Weighted
Product. Jurnal Psikologi. Jember : Universitas Muhammadiyah. Diakses
September, 29 2016 dari: digilib.unmuhjember.ac.id/download.php?id=1923
Widowati, V. N. (2015). Studi kasus tentang proses penjurusan beberapa SMA di
Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. Diakses
September, 29 2016 dari: https://repository.usd.ac.id/680/2/111424023_
full.pdf
Yusuf, L., & R. Bagus, C. (2012). Harga diri pada remaja menengah putri di SMA
Negri 15 kota Semarang. Jurnal Nursing Studies, 1, 225-230. Diakses
September, 02 2016 dari: ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnursing/article/
download/454/453