PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIKDENGAN FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN
KOMBINASI BEBERAPA GULMA AIR:STUDI KASUS KOLAM RETENSI TALANG AMAN
KOTA PALEMBANG
(Tesis)
Oleh
IMRON
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIK DENGANFITOREMEDIASI MENGGUNAKAN KOMBINASI BEBERAPA GULMA AIR:
STUDI KASUS KOLAM RETENSI TALANG AMAN KOTA PALEMBANG
Oleh
IMRON
Limbah domestik (greywater) sebagian besar dibuang langsung dalam badanair tanpa adanya pengolahan karena biaya yang mahal, penerapan yang sulit danteknologi yang belum terjangkau masyarakat, sehingga dapat mencemari lingkungan.Pengolahan air limbah domestik yang efisien, murah, mudah dan ramah lingkunganharus dikembangkan. Fitoremediasi merupakan salah satu pengolahan air limbahdengan menggunakan agen biologi gulma air. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui efektifitas fitoremediasi menggunakan kombinasi beberapa jenis gulmaair Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart)), Kiambang (Salvinia molesta) danKayu apu (Pistia Stratiotes L.) dalam memperbaiki kualitas air limbah domestik.Rancangan percobaan yang digunakan perlakuan faktorial 8 x 2 dalam RancanganAcak Kelompok dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis gulma dengan 8 levelyaitu tunggal, kombinasi 2 gulma dan kombinasi 3 gulma Faktor kedua adalah waktupengamatan dengan 2 level yaitu 4 hari dan 8 hari. Parameter yang diukur adalah pH,COD, BOD, TSS, amonia dan minyak lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwagulma Eceng gondok, Kiambang, Kayu apu perlakuan tunggal, kombinasi 2 jenisgulma dan kombinasi 3 jenis gulma efektif dan sama baiknya dalam menaikan pHdan menurunkan COD, BOD, TSS, amonia dan minyak lemak air limbah domestikpada hari ke-4 maupun hari ke-8 sampai memenuhi baku mutu yang disyaratkan olehkementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 68 Tahun 2016.
Kata kunci : Bioremediasi, Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.),Kayu apu (Pistia stratiotes L.), Kiambang (Salvinia molesta).
ABSTRACT
IMPROVEMENT OF WASTE DOMESTIC WATER QUALITY WITHFITORMEDIATION USING SOME COMBINATIONS PLANTS AQUATIC:CASE STUDY OF RETAINING PONDS TALANG AMAN PALEMBANG
By
IMRON
A domestic waste (greywater) is usually directly disposed to the water bodywithout any treatment due to a high cost, a difficult implementation, and unreachabletechnology so that it can pollute the environment. Therefore an efficient, cheap, easyand environmentally friendly greywater treatment are needed to be developed.Phytoremediation is one of the greywater treatment using biological agents of aquaticplants. This research aimed to determine the effectiveness of phytoremediation usinga combination of several types of aquatic weeds Eceng gondok (Eichhornia crassipes(Mart)), Kiambang (Salvinia molesta) and Kayu apu (Pistia Stratiotes L.) toimproving the quality of greywater. The experimental design used was an 8 x 2factorial treatment in a Randomized Block Design with 3 replications. The first factorwas the 8 levels weed types single, the combination of 2 weeds and the combinationof 3 weeds. The second factor was 2 levels of which observation time were 4 daysand 8 days. Parameters measured were pH, COD, BOD, TSS, ammonia and fat oil.The results show that Eceng gondok, Kiambang, Kayu apu by single treatment or thecombination of 2 plant types or combination of 3 plant types were highly effective toincrease pH and decrease COD, BOD, TSS, ammonia and fat oil greywater on day 4and day 8 to the level of quality standards required by the Ministry of Environmentand Forestry No. 68 Year 2016.
Keywords: Bioremediation, Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart)), Kayu apu(Pistia Stratiotes L.) and Kiambang (Salvinia molesta).
PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIKDENGAN FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN
KOMBINASI BEBERAPA GULMA AIR:STUDI KASUS KOLAM RETENSI TALANG AMAN
KOTA PALEMBANG
Oleh
IMRON
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Magister Ilmu LingkunganProgram Pascasarjana Universitas Lampung
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis Imron dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1989 di Desa Terate,
Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi
Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, putra dari
pasangan suami istri Amrullah dan Dapana.
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri 5 Sirah Pulau Padang,
Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SLTP Negeri 1 Sirah
Pulau Padang, Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA Negeri 1
Sirah Pula Padang, Selanjutnya penulis menempuh pendidikan Sarjana di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada tahun 2015 Penulis melanjutkan pendidikan Starata-2 pada Program Studi
Ilmu Lingkungan di Universitas Lampung. Penulis dinyatakan lulus oleh Tim
Penguji Tesis pada tanggal 23 Mei 2018.
Karya Tesis ini Kupersembahkan kepada:
1. Kedua orang tua Saya yang sangat Saya sayangi
Bapak Amrullah dan Ibu Dapana yang selalu
membimbing dan mendidik dari kecil untuk selalu taat
beribadah dan tekun mencari ilmu, dan telah banyak
membantu dalam do’a, semangat dan materi dll.
2. Adikku Tersayang (Winna) beserta suami, dan
Keponakanku Tersayang Jian Winara (Nara)
3. Seorang yang terkasih
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil Alamiin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Perbaikan Kualitas Air Limbah Domestik
Dengan Fitoremediasi Menggunakan Kombinasi Gulma Air: Studi Kasus Kolam
Retensi Talang Aman Kota Palembang”
Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Magister Sains pada
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana
3. Ibu Prof. Dr. Lindrianasari, S.E., M.Si., Akt. Wakil Direktur Bidang
Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. M. Fakih, S.H., M.S. Selaku Wakil Direktur Bidang Umum
Universitas Lampung.
5. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Lingkungan Universitas Lampung.
6. Ibu Prof. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc., Ph.D. selaku pembimbing utama atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini.
7. Ibu Prof. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc., Ph.D. selaku pembimbing kedua atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini.
8. Bapak Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A. selaku penguji utama atas kesediaanya
untuk memberikan masukan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis
ini.
9. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S. selaku penguji kedua atas
kesediaanya untuk memberikan masukan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini.
10. Seluruh dosen Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas
Lampung yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan
telah mendidik penulis.
11. Bapak dan Ibu staf administrasi Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Lampung.
12. Kepala UPTD, jajaran staf, dan analis Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Sumatera Selatan
13. Kepala Laboratorium dan staf Laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
14. Kepala SMK Negeri 3 Kayuagung, mantan Kepala SMK Negeri 3 kayuagung
Drs. Deny Firdaus dan beserta para Wakil Kepala Sekolah yang telah banyak
membantu.
15. Guru dan Staf TU SMK Negeri 3 Kayuagung beserta anak didikku di SMK
Negeri 3 Kayuagung. mantan Kepala SMK Negeri 3 Kayuagung yang selama
ini telah banyak membantu
16. Keluarga besar Bapak Effendi dan Ibu Gusnidar yang telah memberikan
kemudahan fasilitas kos selama kuliah.
17. Kakek Ruslan Badil (Alm), Nenek Masula beserta Paman dan Bibik atas
bantuan materi, dorongan dan motivasi selama ini.
18. Teman-temanku Group Spur, Pak Anta Sastika, Kak Rizal Chaniago, Agung
Bahari, Kang Zenal Mutaqim, Bily, dan Mbak Acha
19. Rekan-rekan MIL angkatan 2015, kak Rendra, Pak Puja, Bang William, Kang
Zenal, Agung, Bu Riri, dan Mas Ari dan angkatan 2014, Bu Agustin, Mbak
Sefta, Pak Heppyan, Bu Ummu dan Desma.
20. Rekan-rekan pasca Unila lainnya Okta, Huda, Pak Desembri dan Rian.
21. Teman-temanku Pak Husni, Kak Is Iman, Indra, Rahmad, Andri, Amin, Boy,
Gufron, Septian, Riky, Hardi, Zul, Andi, Awi, Didit, Menda, Runi, Ima,
Mega, Merly, Nova, Miswa.
22. Keluargaku di kampung halaman, di Bandara SMB II dan di Tanjungkarang
yang telah banyak membantuku baik dari motivasi, materi dan do’a.
23. Pihak-pihak yang telah membantu Penulis selama menyusun tesis ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bandar Lampung, Juli 2018
Imron
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… vii
I. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang …………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….. 3
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 4
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 4
E. Kerangka Pemikiran ……………………………………………. 5
F. Hipotesis ……………………………………………………......... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ……….……………………………...….... 8
A. Limbah Domestik ……………..…………………………………. 8Parameter Air Limbah Domestik ………………………………… 11
B. Dampak Pencemaran Air Limbah Domestik ……………………. 15
C. Fitoremediasi …………………………………………………….. 17
1. Tahapan dalam Fitoremediasi …………………………….…. 172. Kelebihan, Kekurangan dan Keterbatasan Fitoremediasi…….. 19
D. Jenis Gulma Air ……………………………………………… 20
1. Eceng gondok ………………………………………………… 202. Kiyambang ……………………………………………………. 233. Kayu apu ……………………………………………………. 24
ii
III. METODELOGI PENELITAN ….………………………………… 27
A. Waktu dan Tempat ……………………………………………….... 27
B. Bahan dan Alat Penelitian …………………………………………. 27
1. Bahan ………………………………………………………….. 272. Alat yang digunakan …………………………………………… 28
C. Pelaksanaan Penelitian ………………………………………………. 28
1. Pengambilan Gulma untuk Bahan Percobaan …....……………… 282. Pengambilan Sampel Air Limbah ………………………………… 293. Aklimatisasi …………………………………………………….. 304. Penanaman Gulma kedalam Air Limbah ………………………… 305. Pemanenan Gulma Air dan Analisis Kandungan Hara ……………. 30
D. Variabel yang Diamati ……………………………………………... 30
E. Efisiensi Penurunan ………………………………………………… 36
F. Rancangan Percobaan Pengolahan Data ……………………………. 36
G. Analisi Data ………………………………………………………... 37
H. Bagan Alir Penelitian ……………………………………………… 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …….………………………………… 38
A. Hasil Analisis Awal Parameter Air Limbah Domestik ……………... 38
B. Pengaruh Perlakuan terhadap pH Limbah Domestik ……………...... 39
C. Pengaruh Perlakuan terhadap COD Limbah Domestik …………..… 40
D. Pengaruh Perlakuan terhadap BOD Limbah Domestik …………….. 43
E. Pengaruh Perlakuan terhadap TSS Limbah Domestik ……………... 46
F. Pengaruh Perlakuan terhadap Amonia Limbah Domestik …………. 49
G. Pengaruh Perlakuan terhadap Minyak Lemak Limbah Domestik ….. 52
iii
H. Serapan (N-total) pada Gulma Air yang telahditanam pada Air Limbah Domestik …………………………….….. 55
I. Serapan (P-total) pada Gulma Air yang Telahditanam pada Air Limbah Domestik ……………………………….. 56
J. Korelasi pH, COD, BOD, TSS, Amonia danMinyak Lemak terhadap Serapan N-total dan P-total ………………. 58
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………. 60
A. Kesimpulan ………………………………………………….. 60
B. Saran ………………………………………………………… 60
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 66
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Karakteristik fisik air limbah domestik …………….….…….……... 9
2. Karakteristik kimiawi air limbah domestik …………..…………….. 10
3. Klasifikasi tingkat pencemaran air limbah domestik ……….……… 10
4. Baku mutu air limbah cair domestik untuk limbah domestik …….... 11
5. Analisis awal parameter air limbah domestik ……………………… 38
6. Ringkasan analisis ragam pH air limbah domestik ………..……….. 39
7. Pengaruh interaksi jenis gulma terhadap peningkatan pHair limbah domestik ………………………………………………... 40
8. Ringkasan analisis ragam COD air limbah domestik …………..….. 41
9. Pengaruh interaksi jenis gulma terhadap penurunan CODair limbah domestik ………………………………………………... 42
10. Ringkasan analisis ragam BOD air limbah domestik ….……..……. 43
11. Pengaruh interaksi jenis gulma terhadap penurunan BODair limbah domestik ……………………………………………….... 44
12. Ringkasan analisis ragam TSS air limbah domestik ……………….... 46
13. Pengaruh interaksi jenis gulma terhadap penurunan TSSair limbah domestik …………………………………………….… 47
14. Ringkasan analisis ragam amonia air limbah domestik ………….… 49
v
15. Pengaruh interaksi jenis gulma terhadap penurunan amoniaair limbah domestik …………………………………………….. 50
16. Ringkasan analisis ragam minyak lemak air limbah domestik ..…... 52
17. Interaksi jenis gulma terhadap penurunan minyak lemakair limbah domestik ………………..………………………….… 53
18. Serapan (N-total) dalam gulma air yang telahditanam pada air limbah domestik ………………………………… 55
19. Serapan (P-total) dalam gulma air yang telahditanam pada air limbah domestik ………………………………… 57
20. Pengaruh perlakuan terhadap pH air limbah domestik ……………. 66
21. Hasil analisis ragam terhadap pH air limbah domestikPada hari ke-4 …………………………………………………….. 66
22. Hasil analisis ragam terhadap pH air limbah domestikpada hari ke-8 ……………………………………………………... 66
23. Pengaruh perlakuan terhadap COD air limbah domestik ……….… 67
24. Hasil analisis ragam terhadap COD air limbah domestikpada hari ke-4 ……………………………………………………... 67
25. Hasil analisis ragam terhadap COD air limbah domestikpada hari ke-8 …………………………………………………….. 67
26. Pengaruh perlakuan terhadap BOD air limbah domestik ……….... 68
27. Hasil analisis ragam terhadap BOD air limbah domestikpada hari ke-4 ……………………………………………………. 68
28. Hasil analisis ragam terhadap BOD air limbah domestikpada hari ke-8 ……………………………………………………. 68
29. Pengaruh perlakuan terhadap TSS air limbah domestik …………. 69
vi
30. Hasil analisis ragam terhadap TSS air limbah domestikpada hari ke-4 ……………………………………………………. 69
31. Hasil analisis ragam terhadap TSS air limbah domestikpada hari ke-8 ……………………………………………………. 69
32. Pengaruh perlakuan terhadap amonia air limbah domestik ……… 70
33. Hasil analisis ragam terhadap amonia air limbah domestikpada hari ke-4 ……………………………………………………. 70
34. Hasil analisis ragam terhadap amonia air limbah domestikpada hari ke-8 …………………………………………………….. 70
35. Pengaruh perlakuan terhadap minyak lemakair limbah domestik …………………………………..….……….. 71
36. Hasil analisis ragam terhadap minyaklemak air limbah domestik pada hari ke-4 ………….….………… 71
37. Hasil analisis ragam terhadap minyaklemak air limbah domestik pada hari ke-8 ……………………..…. 71
38. Korelasi pH air limbah domestik danserapan N-total pada gulma …………………………………………. 72
39. Korelasi pH air limbah domestik danserapan P-total pada gulma …………………………………………. 72
40. Korelasi COD air limbah domestik danserapan N-total pada gulma …………………………………...……. 72
41. Korelasi COD air limbah domestik danserapan P-total pada gulma …………………………………...….…. 72
42. Korelasi BOD air limbah domestik danserapan N-total pada gulma …………………………………...……. 73
43. Korelasi BOD air limbah domestik danserapan P-total pada gulma ………………………………………….. 73
44. Korelasi TSS air limbah domestik danserapan N-total pada gulma ………………………………………….. 73
vii
45. Korelasi TSS air limbah domestik danserapan P-total pada gulma ………………………………….……… 73
46. Korelasi amonia air limbah domestik danserapan N-total pada gulma …………………………………………. 74
47. Korelasi amonia air limbah domestik danserapan P-total pada gulma………………………………………..... 74
48. Korelasi minyak lemak air limbah domestik danserapan N-total pada gulma ……………………...………...………. 74
49. Korelasi minyak lemak air limbah domestik danserapan P-total pada gulma …………………………………..….…. 74
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pemikiran……………….………………..……………… 6
2. Eceng gondok Eichhornia craipes (Mart) Solms …..…..…………. 21
3. Kiyambang Salvinia Molesta D.S Mitchell ………..……………… 23
4. Kayu apu Pistia stratiotes L ………...………………….………..... 25
5. Lokasi titik pengambilan sampel …………………….…………..... 29
6. Tata letak percobaan ………………….………………………….. 36
7. Bagan alir penelitian ……………………………………………… 37
8. Penurunan kadar COD air limbah domestik yang difitoremediasidengan beberapa jenis gulma air limbah domestik ……..…………. 42
9. Penurunan kadar BOD air limbah domestik yang difitoremediasidengan beberapa jenis gulma air limbah domestik …....…………… 45
10. Penurunan kadar TSS air limbah domestik yang difitoremediasidengan beberapa jenis gulma air limbah domestik…………..……... 48
11. Penurunan kadar amonia air limbah domestik yang difitoremediasidengan beberapa jenis gulma air limbah domestik ……….………... 51
12. Minyak lemak air limbah domestik yang difitoremediasidengan beberapa jenis gulma air air limbah domestik …………….. 54
13. Serapan N-total gulma air pada limbah domestikyang telah dikalikan bobot gulma………………………………..… 56
ix
14. Serapan P-total gulma air pada limbah domestikyang telah dikalikan bobot gulma ……….……………………… 57
15. Korelasi pH air limbah domestik dengan serapan N-total …….. 58
16. Korelasi TSS air limbah domestik dengan serapan P-total ……. 59
17. Proses awal persiapan penelitian ………………………………. 75
18. Aklimatisasi gulma air …………………………………………. 76
19. Penimbangan bobot gulma air …………………………………. 77
20. Pengambilan sampel air limbah domestik danpenanaman gulma air.pada air limbah domestik ……………… 77
21. Sampel air limbah domestik setelah perlakuan yangakan dianalisis parameternya …………………………..……… 77
22. Pengeringan gulma air dan penimbangan gulma airyang telah ditanam pada air limbah domestiksebelum dianalisis serapan hara ……………………………….. 77
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber pencemaran yang ada di Indonesia salah satunya limbah domestik.
Air limbah domestik adalah air sisa buangan yang berasal dari aktifitas manusia
yaitu dari dapur dan kamar mandi yang tidak dapat dipergunakan seperti semula.
Kandungan zat organik yang terdapat dalam buangan diantaranya unsur organik
tersuspensi maupun terlarut seperti protein, kabohidrat dan lemak (Kodoatie dan
Sjarief 2008).
Air limbah domestik sebagian besar dibuang langsung dalam badan air salah
satu penyebabnya adalah karena terbatasnya sarana pengolahan limbah yang
ada.Biaya yang mahal dan penerapan yang sulit, menyebabkan limbah domestik
belum terjangkau teknologi pengolahan limbah. Air limbah harus diolah agar
tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan (Kodoatie dan
Sjarief, 2008).
Air limbah domestik menyebabkan pencemaran sungai, saluran dan
waduk/kolam retensi. Hasil data olah foto udara Bappeda (2013) kolam retensi
yang dibuat oleh pemerintah kota Palembang berjumlah 2 buah yang luasnya 1,71
ha dan 1,59 ha degan luas total 3,30 ha, dan berhubungan satu sama lain.
Dibuatnya kolam tersebut bertujuan untuk mengatasi banjir karena merupakan
tempat penampungan air, akan tetapi kolam retensi juga merupakan tempat
2
penampungan buangan limbah domestik dari perumahan maupun dari aliran
drainase.
Air limbah domestik masuk ke dalam kolam tersebut menyebabkan
terjadinya sedimentasi dan pendangkalan sehingga menyebabkan volume air pada
kolam tersebut berkurang, serta bau yang kurang sedap apalagi ketika musim
panas/kemarau sehingga menyebabkan berkurangnya nilai estetika pada kolam
tersebut. Saat ini upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah kota Palembang
pada kolam retensi tersebut yaitu dengan membuka lelang untuk melakukan
pengerukan pada kolam tersebut.
Pengolahan air limbah domestik dengan mudah, murah dan ramah
lingkungan sangat dibutuhkan agar dampak dari limbah domestik dapat dikurangi.
Salah satu pengolahan air limbah domestik berdasarkan hasil penelitian Yusuf
(2008) berbagai jenis gulma air dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas
air limbah domestik, baik secara tunggal maupun kombinasi dari beberapa jenis
gulma air sebagai solusi dalam pengolahan limbah yang murah, mudah dan ramah
lingkungan.
Penelitian mengenai potensi gulma air dalam meningkatkan kualitas limbah
telah cukup banyak dilakukan pada penelitian sebelumnya yaitu dengan
menggunakan Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.), Kiambang
(Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes L.) yang mempunyai
kemampuan masing-masing dalam memperbaiki kualitas air, baik dalam
menyerap kontaminan organik, nitrogen dan fosfat, menurunkan COD, BOD dan
TSS serta meningkatkan oksigen terlarut dan menetralkan pH dalam lingkungan
perairan.
3
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Eceng gondok (Eichhornia crassipes
(Mart) Solms.), Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes L.)
memiliki kemampuan yang berbeda dalam memperbaiki kualitas air limbah.
Eceng gondok sangat efisien dalam menurunkan fosfat 86,14% dan nitrat 98,41%,
(Sudjarwo 2014), BOD 84,48%, TSS 89,95% dan kekeruhan 87,76% (Sitompul et
al. 2013), COD 82%, TSS 86%. (Kalsum, 2013), pH menjadi 7,4 (Natalia, 2013).
Efisiensi kiambang dalam penyisihan BOD 86%,pada 3 hari, TSS sebesar 70%,
suhu dan pH stabil, (Nurhidayah et al. 2014), COD pada penutupan 75% yaitu
sebesar 72,5%, dan penutupan 100% penyisihan amonia sebesar 73,5% (Pribadi et
al. 2016). Sedangkan efisiensi kayu apu dalam penyisihan TSS 96,34%,
kekeruhan 97,20% dan BOD 96% (Sudjarwo 2014), COD 65,06%, TSS 19,99%,
serta minyak dan lemak sebesar 37,10% (Wirawan et al. 2014). Dari berbagai
hasil penelitian tersebut, peneliti ingin mengombinasikan dua atau tiga jenis
gulma tersebut untuk mendapatkan hasil terbaik terhadap kualitas air limbah
domestik.
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah pengolahan air limbah domestik menggunakan agen
fitoremediasi dapat memperbaiki kualitas air limbah domestik?
2. Apakah semakin banyak kombinasi akan lebih efektif dalam
memperbaiki kualitas air limbah domestik?
4
Air dari kolam retensi mengandung limbah domestik yang cukup tinggi, hal
ini dikarenakan buangan limbah domestik warga mengalir langsung ke saluran air
dan menuju kolam retensi sehingga kolam retensi mengalami peningkatan bahan
organik yang berpengaruh pada badan air. Gulma air yaitu Eceng gondok
(Eichhornia crassipes (Mart) Solms.), Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu apu
(Pistia Stratiotes L.) digunakan dalam pengolahan air kolam retensi yang
mengandung limbah domestik dengan kombinasi 3 gulma. Hasil penelitian ini
diharapkan fitoremediasi dengan kombinasi 3 gulma dapat menurunkan limbah
domestik secara efektif.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
Menguji efektifitas fitoremidiasi dari 3 jenis gulma air Eceng gondok
(Eichhornia crassipes (Mart) Solms.), Kiambang (Salvinia molesta) dan
Kayu apu (Pistia Stratiotes L.) dalam memperbaiki kualitas air limbah
domestik dengan mengukur pH, COD, BOD, TSS, amonia dan minyak
lemak.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini :
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam usaha
pengolahan limbah domestik.
2. Mengetahui jenis gulma air yang efektif untuk digunakan sebagai agen
fitoremediasi dalam meningkatkan kualitas air limbah domestik.
5
3. Sebagai bahan rujukan bagi pihak yang berkepentingan dalam
mengelola limbah domestik.
E. Kerangka Pemikiran
Air limbah domestik dari hasil produksi rumah tangga dibuang langsung
kesaluran drainase yang mengalir menuju kolam retensi tempat panampungan air,
sehingga menyebabkan kualitas air pada kolam retensi menurun. Hal ini ditandai
dengan berubahnya warna air dan bau yang tak sedap serta terjadi pendangkalan
pada kolam retensi tersebut. Oleh karena itu perlu adanya teknologi dalam
mengatasi limbah tersebut dengan mudah dan efisien. Gulma air salah satu agen
fitoremediasi untuk mengatasi limbah agar kualitas air bisa diperbaiki. Gulma air
yang akan digunakan antara lain Eceng gondok, Kiambang dan Kayu apu. Ketiga
gulma air tersebut masing-masing memiliki kemampuan yang baik dalam
memperbaiki kualitas air limbah domestik yaitu COD, BOD, TSS dan pH serta
dalam menurunkan fosfat, nitrat, amonia dan minyak lemak.
Hasil pemikiran diatas akan dilakukan penelitian untuk memperbaiki
kualitas air limbah domestik dengan agen fitoremediasi dan membandingkan
fitoremediasi yang dilakukan dengan 1 (satu) gulma dengan kombinasi 2 (dua)
gulma serta 3 (tiga) gulma. Secara garis besar kerangka pemikiran disajikan pada
Gambar 1.
6
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
F. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengolahan air limbah domestik menggunakan kombinasi dari berbagai
jenis gulma Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.),
Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes L.) efektif
Air Limbah Domestik
Pengolahan dengan
agen fitoremediasi :
Eceng gondok, Kayu
apu dan Kiambang
Pengukuran analisis awal Parameter pH,
COD, BOD, TSS, amonia dan minyak
lemak sebelum ditanam gulma
Menggunakan
1 jenis gulma
Menggunakan
2 jenis gulma
Menggunakan
3 jenis gulma
Air limbah
dengan
kualitas cukup
baik
Air limbah
dengan
kualitas baik
Air limbah
dengan
kualitas paling
baik
Pengukuran Parameter pH,
COD, BOD, TSS, amonia
dan minyak lemak
Pengukuran
serapan hara
(N dan P)
pada gulma
7
dalam memperbaiki kualitas pH, COD, BOD, TSS amonia dan minyak
lemak pada air limbah domestik.
2. Pengolahan air limbah domestik menggunakan kombinasi 2 jenis atau
lebih dari gulma Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.),
Kiambang (Salvenia molesta) dan Kayu apu (Pistia Stratiotes L.) lebih
efektif dalam memperbaiki kualitas pH, COD, BOD, TSS amonia dan
minyak lemak pada air limbah domestik dibandingkan dengan 1 jenis
gulma.
3. Pengolahan air limbah domestik menggunakan kombinasi 3 jenis gulma
Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.), Kiambang
(Salvenia molesta) dan Kayu apu (Pistia Stratiotes L.) lebih efektif
dalam memperbaiki kualitas pH, COD, BOD, TSS amonia dan minyak
lemak pada air limbah domestik dibandingkan dengan 2 jenis gulma.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah Domestik
Air limbah domestik merupakan hasil dari kegiatan rumah tangga berasal
dari kamar mandi, cucian barang/bahan dari dapur dan rembesan air dari sampah.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 68 Tahun
2016 tentang baku mutu air limbah domestik, air limbah domestik adalah sisa dari
usaha/kegiatan. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari aktifitas
hidup sehari-hari manusia yang berhubungan dengan pemakaian air.
Air limbah domestik terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu air limbah yang
terdiri dari buangan tubuh manusia yaitu tinja dan urine (blackwater) dan air
limbah yang berasal dari buangan dapur dan kamar mandi (greywater) yang
sebagian besar adalah bahan organik (Veenstra, 1995 dalam Kalsum, 2013).
Komposisi limbah cair domestik sebagian besar merupakan air, sisanya adalah
partikel – partikel atau padatan terlarut (suspendedsolids). Limbah cair perkotaan
mengandung lebih dari 99,9% cairan dan 0,1% padatan. Padatan dalam limbah
cair ini terdiri atas padatan organik dan non-organik. Padatan organik terdiri dari
karbohidrat (65%), protein (25%) dan lemak (10%). Padatan non-organik terdiri
dari garam dan logam – logam berat. Unsur tersebut menggambarkan kualitas air
buangan dalam sifat fisik, kimia dan biologi (Fair et al., 1979; Sugiarto, 2008
dalam Kalsum 2013).
9
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2011), air limbah sesuai dengan sumber
asalnya mempunyai komposisi yang sangat bervariasi pada setiap tempat dan saat.
kandungan zat yang terdapat di dalam air limbah dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu antara lain sifat fisik, kimia dan biologis yang dijelaskan sebagai berikut:
Sifat fisik air limbah mempengaruhi derajat kekotoran yang mudah terlihat
seperti kandungan zat padat sebagai efek estetika, kejernihan, bau, warna dan
temperatur.
Karakteristik fisika air limbah domestik disajikan pada Tabel 1 :
Tabel 1 Karakteristik fisik air limbah domestik
Parameter Penjelasan
Temperatur
Suhu dan air buangan biasanya sedikit lebih tinggi dari air
minum. Aktifitas microbial, solubilitas dari gas dan
viskositas dipengaruhi oleh temperatur.
Warna Air buangan segar biasanya bewarna agak abu – abu. Dalam
kondisi septik air buangan akan bewarna hitam
Bau
Air buangan biasanya mempunyai bau seperti sabun atau bau
lemak dalam kondisi septik akan berbau sulfur dan kurang
sedap.
Kekeruhan Kekeruhan pada air buangan sangat tergantung pada
kandungan zat padat tersuspensi
Sumber: Kodoatie dan Sjarief (2011).
Kandungan bahan kimia yang ada di dalam sifat kimia air limbah dapat
berpengaruh negatif pada lingkungan melalui berbagai cara. Sifat kimiawi dari air
limbah meliputi kandungan senyawa organik dan anorganik di dalam air limbah.
Karakteristik kimia air limbah domestik disajikan dalam Tabel 2 :
10
Tabel 2 Karakteristik kimiawi air limbah domestik
Parameter Penjelasan
Kuat Medium Lemah
Total zat padat (TS) (mg L-1)
- Zat padat terlarut (DS)
- Zat padat tersuspensi (SS)
BOD5 (mg L-1)
COD (mg L-1)
N-total (mg L-1)
P-total (mg L-1)
Cl (mg L-1)
Alkalinitas (mg L-1
CaCO3)
Lemak (mg L-1)
1200
850
350
400
1000
85
15
100
200
150
720
500
220
220
500
40
8
50
100
100
350
250
100
110
250
20
4
30
50
50
Sumber: Kodoatie dan Sjarief (2011).
Menurut Rump dan Krist (1992) dalam Effendi (2003), bahwa air limbah
dapat diklasifikasikan tingkat pencemarannya berdasarkan kualitas parameter air
limbah seperti yang tercantum pada Tabel 3 yaitu :
Tabel 3 Klasifikasi tingkat pencemaran air limbah domestik
Parameter Penjelasan
Berat Sedang Ringan
1. Padatan Total (mg L-1
)
2. Padatan Terendapkan (mg L-1
)
3. BOD5 (mg L-1
)
4. COD (mg L-1
)
5. N total (mg L-1
)
6. Amonia-N (mg L-1
)
7. Klorida (mg L-1
)
8. Alkalinitas (mg L-1
CaCO3)
9. Minyak dan Lemak (mg L-1
)
1000
12
300
800
85
30
175
200
40
500
8
200
600
50
30
100
100
20
200
4
100
400
25
15
15
50
0
Sumber : Rump dan Krist (1992) dalam Effendi (2003).
Air limbah domestik memiliki standar baku mutu yang telah ditentukan oleh
peraturan pemerintah dalam menentukan parameter kunci untuk mengetahui
kualitas air limbah tersebut. Air limbah domestik terdiri dari bahan organik dan
parameter kunci dalam mengukur kualitas air limbah domestik yaitu pH, COD,
BOD, TSS, amonia dan minyak lemak. Berdasarkan Peraturan Menteri
11
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air
Limbah bagi kegiatan industri, Hotel, Rumah Sakit, Domestik dan pertambangan
Batubara maka parameter kunci untuk limbah domestik adalah pH, COD, BOD,
TSS, amonia dan minyak lemak.
Tabel 4 Baku mutu air limbah domestik
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH - 6-9
BOD mg L-1
30
COD mg L-1
100
TSS mg L-1
30
Amoniak mg L-1
10
Minyak dan Lemak mg L-1
5
Total Colifor Jumlah/100mL 3000
Debit L/orang/hari 100
Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 68 Tahun
2016.
Parameter Air Limbah Domestik
a. Derajat kemasaman (pH)
pH merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar asam/basa
dalam air. Menurut Sawyer et al. (2003), pH adalah sebuah istilah yang digunakan
secara universal untuk menyatakan tingkat keasaman atau alkalinitas suatu
larutan. Air yang bersih akan bersifat netral dan jumlah konsentrasi ion H+
dan
OH-
berada dalam keseimbangan. Sifat yang sangat asam dan sangat basa pada
Perairan sangat membahayakan kehidupan makhluk hidup yang ada diperairan
dikarenakan dapat menyebabkan gangguan daripada proses respirasi dan
metabolisme. pH yang sangat rendah akan menyebabkan berbagai senyawa logam
berat dan terutama ion alumunium yang bersifat toksik. Sedangkan pH yang
sangat tinggi akan mengganggu keseimbangan antara ammonium dengan amoniak
12
dalam air. pH pada ekosistem air dapat dipengaruhi oleh fotosintesis sehingga
berfluktuasi. Nilai pH yang baik bagi kehidupan organisme air yaitu berkisar
antara 7 - 8,5 (Alaerts dan Santika, 1987).
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD merupakan jumlah oksigen yang sangat dibutuhkan untuk
mengoksidasi seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990).
Bahan organik yang ada diurai secara kimia pada kondisi asam dan panas,
sehingga semua bahan organik yang mudah terurai maupun sulit terurai akan
teroksidasi (Boyd, 1990). COD menunjukkan senyawa organik yang tidak dapat
terdegradasi secara biologis. COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat organik dalam 1 liter air dengan menggunakan oksidator kalium
dikromat selama 2 jam pada suhu 15oC (Sawyer et al. 2003).
c. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD adalah ukuran jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh
mikroorganisme di dalam air untuk menguraikan zat organic dalam keadaan aerob
atau BOD merupakan ukuran jumlah zat organik yang dapat dioksidasi oleh
bakteri aerob (Sawyer et al. 2003).
BOD merupakan indikator pencemaran yang penting dalam menentukan
tingkat pencemaran air limbah, sampah industri, atau air yang tercemar. BOD
akan menjadi semakin tinggi apabila bahan pencemaran yang masuk kebadan air
semakin besar. Semakin besar kadar BOD-nya, maka merupakan indikasi bahwa
lingkungan tersebut tercemar. Kadar maksimum BOD yang diperkenankan untuk
kepentingan air dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0-6,0 mg/L
(UNESCO/WHO/UNEP, 1992), sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri
13
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 68 Tahun 2016 tentang baku mutu air
limbah domestik nilai BOD adalah 100 mg L-1
.
d. Total Suspended Solid (TSS)
Menurut Effendi (2003) TSS merupakan bahan-bahan tersuspensi (dimeter
> 1 µm) yang memiliki diameter pori 0,45 µm tertahan pada saringan millipore.
Lumpur, pasir halus serta jasad-jasad renik merupakan bagian dari TSS, yang
disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke badan air. Padatan yang
tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, diakibatkan dari kekeruhan
yang disebabkan dari TSS.
Nilai TSS sangat penting untuk diperhatikan, karena jika dilihat dari
dampak TSS terhadap perairan TSS dapat terhambat sehingga dapat menghambat
proses fotosintesis dalam badan air yang berdampak pada berkurangnya kadar
oksigen dalam perairan. Jika oksigen berkurang maka bakteri aerobik akan cepat
mati (Sawyer et al. 2003).
e. Nitrogen (Amonia)
Nitrogen dimanfaatkan beberapa organisme akuatik dalam bentuk gas, akan
tetapi sumber utama nitrogen di perairan bukan dalam bentuk gas. Nitrogen yang
terdapat dalam perairan berupa nitrogen organik dan anorganik. Nitrogen
anorganik terdiri dari amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat(NO3),
dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein,
asam amino, dan urea (Effendi, 2003). Menurut Alerst dan Santika (1987) amonia
berasal dari buangan air limbah dari pemukiman penduduk yaitu air seni, tinja dan
zat organik yang teroksidasi secara mikrobiologis yang masuk kedalam badan air.
(Alerst dan Santika, 1987 ; Sastrawijaya 2000).
14
Menurut Sawyer et al. (2003), nitrogen dalam air dapat berada dalam
berbagai bentuk yaitu nitrit, nitrat, amonia atau N yang terikat oleh bahan organik
atau anorganik.
f. Fosfor
Fosfor total gambaran dari jumlah total fosfor, baik berupa partikulat
maupun terlarut, anorganik maupun organik. Fosfor anorganik biasa disebut
soluble reactive phosphorus, misalnya ortofosfat (Effendi, 2003). Fosfor organik
banyak terdapat pada perairan yang banyak mengandung bahan organik. Fosfor
ditemukan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan
polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk
fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan (Dugan, 1972 dalam
Effendi, 2003). Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan
yang merupakan bentuk ionisasi dari asam ortofosfat (Boyd, 1970). Ortofosfat
dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan air, sedangkan polifosfat harus
mengalami hidrolisis terlebih dahulu. Ortofosfat berasal dari bahan pupuk
pertanian yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan.
Sedangkan polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan
industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti
industri pencucian, industri logam dan sebagainya (Paytan dan Mc Laughlin,
2007).
g. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak termasuk senyawa organik yang sulit diuraikan bakteri
sehingga relatif stabil. Lemak dapat dirombak oleh senyawa asam yang
menghasilkan asam lemak dan gliserin. Pada keadaan basa, gliserin akan
15
dibebaskan dari asam lemak dan akan terbentuk garam basa (Manik, 2003) dalam
(Kalsum 2013). Minyak dan lemak merupakan komponen utama bahan makanan
yang juga banyak terdapat di dalam air limbah. Minyak dan lemak pada limbah
cair domestik berasal dari sisa makanan pada limbah dapur yang dibuang melalui
saluran air limbah (Loehr dan Navarra, 1969 dalam Kalsum, 2013).
Minyak dan lemak sulit diuraikan dan tidak dapat larut dalam air, sisa
minyak akan mengapung di air dan menutupi permukaan air sehingga dapat
menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air. Lapisan minyak
mempengaruhi keberadaan konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena fiksasi
oksigen bebas menjadi terhambat sehinga oksigen menjadi terlarut berkurang.
Akibatnya terjadi ketidakseimbangan rantai makanan dalam air (Nugroho, 2006).
B. Dampak Pencemaran Air Limbah Domestik
Air limbah domestik memberikan gangguan efek buruk terhadap gangguan
kesehatan, keindahan dan benda. Air limbah domestik meninggalkan ampas dan
bau tidak sedap sehingga dapat mengganggu keindahan dan terhadap benda air
limbah domestik dapat menimbulkan korosi sedangkan terhadap kesehatan air
limbah dapat menyebabkan gangguan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia
(Sugiharto, 1987).
Pembuangan limbah domestik ke badan perairan biasanya dilakukan dalam
menangani air limbah domestik tersebut. Menurut Kodoatie dan Sjarief (2011),
pembuangan air limbah ke badan air terutama dengan kandungan COD dan BOD
diatas bakumutu air limbah domestik akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen
dalam air. Oksigen terlarut (DO) yang mengalami penurunan pada perairan maka
16
akan berdampak pada kehidupan makhluk hidup yang membutuhkan okigen
terlarut pada badan perairan tersebut serta akan memeberikan pengaruh negatif
terhadap sistem rantai makanan pada perairan tersebut. Pengaruh lain adanya
kandungan COD dan BOD yang melebihi batas waktu 18 jam maka akan
menimbulkan bau dan kematian ikan disebabkan terjadinya degradasi secara
anaerob.
Kemampuan badan air dalam mereduksi polutan secara alami sangat
mempengaruhi penyebaran dan perluasan pencemaran pada badan perairan,
apabila kemampuan dalam mereduksi kadar polutan rendah maka akan terjadi
akumulasi polutan dalam air sehingga badan air akan menjadi tropik (Kodoatie
dan Sjarief 2011).
Dampak yang terjadi dari limbah cair rumah tangga, yaitu gangguan
terhadap kesehatan, limbah cair rumah tangga berbahaya terhadap kesehatan
manusia hal ini dikarenakan banyak terdapat bakteri patogen yang menjadikan
sebagai media pembawa penyakit. Menurut Tato (2009), bakteri patogen yang
biasa terdapat di dalam limbah cair rumah tangga antara lain golongan bakteri,
Vibrio, Salmonella dan Bacillus dan dari golongan protozoa seperti Entamoeba
dan Paramaecium. Gangguan terhadap Biota perairan, limbah cair rumah tangga
salah satu penyebab turunya kualitas air yaitu meningkatnya COD, BOD dan
menurunkan Oksigen Terlarut (DO) sehingga menyebabkan kematian biota
perairan yang membutuhkan oksigen terlarut. Gangguan terhadap nilai estetika
lingkungan, limbah domestik yang banyak mengandung bahan organik akan
mengalami pembusukan sehingga menghasilkan bau, dan berwarna hitam atau
warna lain yang dapat mengurangi nilai keindahan. Selain itu menyebabkan
17
kondisi menjadi licin dan berlendir dengan penampakan buruk (Connel & Miller,
1983).
C. Fitoremediasi
Fitoremediasi merupakan cara memulihkan kondisi lingkungan yang semula
tercemar oleh zat pencemar dengan menggunakan gulma. Istilah Fitoremediasi
berasal dari kata inggris “Phytoremediation” kata ini tersusun atas dua kata yaitu
Phyto yang berasal dari kata Yunani Phyton “tumbuhan” dan Remediation yang
berasal dari kata Latin remedium “menyembuhkan”, dalam hal ini juga
“menyelesaikan masalah dengan memperbaiki kesalahan atau kekurangan”.
Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk
menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan
pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik (Salt et al., 1998).
a. Tahapan dalam Fitoremediasi
Proses dalam fitoremediasi secara alami ada 6 tahapan proses secara serial
yang dilakukan tumbuhan terhadap kotamian/pecemar disekitarya (Smith, 2005).
1. Phytoacumulation (phyto extraction), yaitu tumbuhan menarik zat
kontamian dari media sehingga terakumulasi disekitar akar tumbuhan,
proses ini disebut juga Hiperacumulation. Akar tumbuhan menyerap
polutan dan selanjutnya ditranslokasi kedalam organ tumbuhan. Proses
ini sangat cocok digunakan untuk menghilangkan zat-zat anrorganik.
2. Rhizofiltration (Rhizo=akar), adalah proses adorpsi atau pengendapan
zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Proses ini
dibuktikan dengan menanam bunga matahari pada kolam yang
18
mengandung zat radioaktif. Didalam sistem hidroponik, sistem
perakaran telah secara nyata dapat dipergunakan untuk menjelaskan
metode rhizofiltrasi. Kontaminan didalam air, setelah kontak dengan
akar akan diaborpsi dan kemudian tumbuhan dipanen akarnya hingga
menjadi jenuh terhadap kontaminan.
3. Phytostabilization, yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada
akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat
terebut menempel erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa
oleh aliran air dalam media. Proses ini akan mengurangi mobilisasi
kontaminan dan mencegah berpindah ke air tanah atau udara. Teknik ini
dapat digunakan untuk meningkatkan penutupan tajuk oleh tumbuhan
yang toleran terhadap jenis kontaminan di lokasi terebut. Menurut
Cunncigham (1995) dalam Singh dan Ward (2004) ada tiga
kemungkinan mekanisme yang umum terjadi pada proses fitotabilisasi :
(1) Reaksi redoks; (2) presipitasi kontaminan menjadi endapan; dan (3)
pengikatan bahan-bahan organik kedalam bagian lignin tumbuhan.
Proses ini secara tipikal digunakan untuk dekontaminasi zat-zat
organik. Spesies tumbuhan yang bias digunakan adalah berbagai jenis
rumput, bunga matahari, dan kedelai.
4. Rhizodegradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas
mikroba yag berada disekitar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi atau
bakteri.
5. Fitodegradasi, yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk
menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang
19
kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul
yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan
itu sendiri.
6. Fitovolatisasi, yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh
tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai
bahan yang tidak berbahaya lagi untuk melanjutkannya di uapkan ke
atmosfir.
b. Kelebihan, Kekurangan dan Keterbatasan Fitoremediasi
Menurut Smith (2005) Fitoremediasi memiliki kelebihan jika dibandingkan
dengan metode konvensional lain dalam menanggulangi pencemaran. Kelebihan
fitoremediasi yaitu : (1) biaya oprasional relatif murah, (2) tumbuhan mudah
dikontrol pertumbuhannya, (3) kemungkinan penggunaan kembali polutan yang
bernilai seperti emas (Phytomining), (4) cara remediasi paling aman bagi
lingkungan karena menggunakan tumbuhan (5) memelihara keadaan alami
lingkungan.
Metode fitoremediasi memiliki kekurangan yaitu pada dampak yang akan
ditimbukan selanjutnya, tumbuhan yang telah menyerap polutan tersebut
dikonsumsi oleh hewan dan serangga. Dampak negatif yang dikhawatirkan adalah
terjadinya keracunan bahkan kematian pada hewan dan serangga atau terjadinya
akumulasi logam berat pada predator jika mengkonsumsi tumbuhan yang
digunakan dalam proses fitoremediasi dan hewan yang memakan tumbuhan
fitoremediasi tersebut. Fitoremediasi terhadap limbah B3 dalam skala besar
membutuhkan waktu yang cukup lama dan cukup berbahaya apabila membawa
20
senyawa-senyawa beracun kedalam rantai makanan di ekosistem (Salt et al.,
1998).
Menurut Smith (2005), fitoremediasi memiliki keterbatasan yaitu tergantung
dari musim, karakteristik lingkungan limbah, tingkat toksisitas, dan kecocokan
tumbuhan pada lingkungan limbah tersebut dalam melakukan remediasi.
D. Jenis Gulma
Menurut Yusuf (2008), tumbuhan air merupakan bagian dari vegetasi
penghuni bumi ini, yang media tumbuhnya adalah perairan. Penyebaranya
meliputi perairan air tawar, payau sampai ke lautan dengan beraneka ragam jenis,
bentuk dan sifatnya. Jika memperhatikan sifat dan posisi hidupnya di perairan,
tumbuhan air dapat dibedakan dalam 4 jenis, yaitu ; tumbuhan air yang hidup
pada bagian tepian perairan, disebut marginal aquatic plant ; tumbuhan air yang
hidup pada bagian permukaan perairan, disebut floating aquatic plant ; tumbuhan
air yang hidup melayang di dalam perairan, disebut submerge aquatic plant ; dan
tumbuhan air yang tumbuh pada dasar perairan, disebut the deep aquatic plant.
1. Eceng Gondok
Eceng gondok adalah salah satu dari beberapa gulma yang terdapat di
Indonesia. Eceng gondok berasal dari Brasillia dan masuk ke Indonesia sekitar
tahun 1894 sebagai gulma hias di Kebun Raya Bogor (Dhahiyat, 1990).
Klasifikasi Eceng gondok Menurut Gopal and Sharma (1981) dalam
Ninasari (2006):
Phylum : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliaceae
21
Family : Pontedericeae
Genus : Eichhornia
Speies : Eichhornia craipes (Mart) Solms.
Gambar 2. Eceng gondok Eichhornia craipes (Mart) Solms.
Dokumen pribadi (2017).
Eceng gondok berkembang biak terutama secara vegetatif. Antara gulma
baru dan induknya dihubungkan dengan antara gulma dan induknya dihubungkan
dengan stolon. Gulma ini mempunyai kecepatan berkembang biak vegetatif yang
sangat tinggi dan mempunyai kemampuan yang besar untuk menyesuaikan diri
terhadap perubahan keadaan lingkungan (Moenandir, 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan eceng gondok antara lain:
suhu, cahaya, zat makanan yang terdapat dalam air, pH air, gas-gas yang terlarut
dalam air, kadar garam dan aliran air (Panda et al., 1988). Di perairan yang
banyak mengandung unsur hara eceng gondok akan tumbuh lebih cepat
sedangkan yang miskin unsur hara eceng gondok masih tetap tumbuh pada
perairan. Biomassa eceng gondok sangat tergantung pada ketersediaan kandungan
N dan P pada proses absorbsi nutrient, serta keseimbangan pH, aliran air dan
cahaya matahari (Gopal dan Sharma, 1981 dalam Ninasari, 2006). Pertumbuhan
eceng gondok sangatlah pesat, dalam waktu yang singkat dapat tumbuh dan
menutupi semua permukaan air serta mempercepat proses pendangkalan melalui
22
proses penguapan oleh gulma. Akan tetapi, ini bersifat menguntungkan dengan
kemampuannya yang besar untuk menyerap berbagai unsur termasuk bahan-bahan
pencemaran dalam air, oleh karena itu dapat dimanfaatkan untuk mengurangi
pencemaran lingkungan. Proses pengolahan yang baik yaitu dipanen secara teratur
eceng gondok dapat menjadi agen fitoremediasi dalam menanggulangi
pencemaran air (Lubis dan Sofyan, 1986).
Pemilihan gulma eceng gondok didasarkan kepada eceng gondok mampu
menyerap berbagai zat yang terkandung di dalam air, baik terlarut maupun
tersuspensi. Kecepatan penyerapan zat pencemar dari dalam air limbah oleh eceng
gondok dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya komposisi dan kadar zat
yang terkandung dalam air limbah, kerapatan eceng gondok, dan waktu tinggal
eceng gondok dalam air limbah (Ardiwinata, 1985 dalam Ninasari, 2006). Eceng
gondok itu sendiri memiliki kemampuan untuk menurunkan kandungan BOD,
COD, NH3, phospat, dan padatan tersuspensi yang merupakan tolak ukur
pencemaran oleh zat-zat organik (Suardhana, 2009).
Hasil penelitian Sudjarwo (2014) menunjukkan efisiensi tertinggi eceng
gongok mampu menurunkan 86,14% fosfat dan 98,41% nitrat pada limbah
domestik. Hasil penelitian Hardyanti dan Rahayu (2006) menunjukkan limbah
laundry yang mengandung fosfat, dalam waktu 5 hari menyerap P secara berturut-
turut sebesar 144,16 mg L-1
, dengan efisiensi 24.03%. Hasil penelitian Sitompul
et al. (2013) eceng gondok dengan waktu kontak 6 hari yang memiliki nilai
efisiensi yang tinggi, pada BOD 84,48%, TSS 89,95% dan kekeruhan 87,76%.
Hasil penelitian Kalsum (2013) Eceng gondok pada sistem batch konsentrasi 25%
lebih efektif meremediasi limbah greywater dengan meningkatkan kualitas limbah
23
yaitu ditandai penurunan COD 82% dan TSS 86%. Sedangkan pada perlakuan
kontinyu lebih efektif dari sistem batch dengan terjadinya peningkatan kualitas
limbah, yang ditandai dengan penurunan BOD sebesar 91,36%, penurunan COD
sebesar 75%, penurunan TSS sebesar 83,7%, N-total 84,08%, P-total 87,1% serta
penurunan minyak dan lemak sebesar 91,64 %.
2. Kiambang (Salvinia Molesta)
Kiambang merupakan salah satu gulma penting di Indonesia (Soerjani dan
Lusianty, 1977 dalam Ninasari, 2006). Gulma ini didatangkan ke Indonesia pada
tahun 1951 oleh Kebun Raya Bogor dan menyebar ke seluruh Indonesia. Cara
tumbuh gulma ini mengapung bebas di perairan dan dianggap penting.
Klasifikasi kiambang menurut Soerjani dan Lusianti (1997) dalam Ninasari
(2006).
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pterophyta
Ordo : Salviniales
Famili : Salviniaceae
Genus : Salvinia
Spesies : SalviniaMolesta D.S Mitchell
Gambar 3. Kiambang Salvinia molesta D.S Mitchell
Dokumen pribadi (2017).
Kiambang berkembang biak secara vegetatif dengan sangat cepat dalam
waktu yang singkat terjadi pergulma masal (Soerjani dan Lusianty, 1977 dalam
24
Ninasari, 2006). Faktor yang mempengaruhi pergulma gulma kiambang adalah
ruang tumbuh, ketenangan air, cahaya matahari, temperatur, unsure hara, pH, cara
berkembang biak dan faktor biotik. Kiambang juga memiliki kemampuan
menyerap unsur-unsur pencemaran yang terkandung dalam air dan memperbaiki
kualitas air dari beberapa hasil penelitian.
Kiambang merupakan gulma remediator yang sangat baik dalam
meremediasi limbah organik maupun anorganik karena memiliki sifat
hiperakumulator yang tinggi dan pergulmanya sangat cepat (Mcfarland et al.
2004). Pemilihan kiambang (Salvinia Molesta) sebagai gulma fitoremediator pada
penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa gulma ini mampu tumbuh
pada perairan dengan kadar nutrisi yang rendah.
Menurut Rizal (2014) Kiambang memiliki batang, daun, dan akar. Batang
bercabang tumbuh mendatar, berbuku-buku, ditumbuhi bulu, dan panjangnya
dapat mencapai 30 cm. Kiambang memiliki perakaran yang lebat dan panjang
sehingga mudah menyerap polutan dalam air.
Hasil penelitian Rahmawati et al. (2016) menunjukkan efisiensi penyisihan
BOD sebesar 86% pada hari ke 3 dengan menggunakan reaktor 75% sedangkan
dengan menggunakan reaktror 100% hanya 71,71%. Hasil penelitian Nurhidayah
et al. (2014) menunjukkan penurunan TSS sebesar 70%. Hasil penelitian Pribadi
et al. (2016) menunjukkan efisiensi penyisihan COD pada penutupan 75% yaitu
sebesar 72,5%, dan penutupan 100% penyisihan amonia sebesar 73,5%.
3. Kayu apu (Pistia stratiotes)
Kayu apu adalah gulma air yang tumbuh di daerah tropis. Jenis gulma ini
memiliki kemiripan dengan kubis (lettuce), perkembangbiakan yang cepat
25
membuat gulma ini juga sering dianggap sebagai gulma, kayu apu memiliki
potensi untuk dimanfaatkan yaitu sebagai pakan, obat-obatan dan indikator
kualitas perairan. Akan tetapi karena kurangnya informasi maka gulma ini jarang
dimanfaatkan baik dari segi ekologis maupun ekonomis (Ninasari, 2006).
Gulma air ini hidup di sungai danau, kolam-kolam yang memerlukan cahaya
penuh. Gulma ini berasal dari Amerika selatan, dan terbawa oleh media lainnya ke
seluruh penjuru dunia, dan sejak ribuan tahun telah beradaptasi dengan baik pada
lingkungannya (Ninasari, 2006). Kayu apu mempunyai banyak akar tambahan
yang penuh dengan bulu-bulu akar yang halus, panjang dan lebat.
Klasifikasi Kayu apu menurut Soerjani dan Lusianti (1997) dalam Ninasari
(2006)
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Araceae
Genus : Pistia
Spesies : Pistia stratiotes L.
Gambar 4. Kayu apu Pistia stratiotes L.
Dokumen pribadi (2017).
Kayu apu dipilih karena gulma ini mudah dibudidayakan, selain itu gulma
ini juga dapat hidup di lingkungan air tergenang. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan kayu apu memiliki kemampuan memperbaiki kualitas air. Dari hasil
26
penelitian Sudjarwo (2014) menunjukkan efisiensi Kayu apu dalam menurunkan
TSS 96,34%, kekeruhan 97,20% dan BOD 96%, sedangkan selama 7 hari
penurunan kadar COD yang tertinggi terjadi pada biomassa Pistia stratiotes L. 50
gram yaitu sebesar 8836.57 mg L-1
(96,05%). Hasil penelitian Wirawan, et al.
(2014) menunjukkan efisiensi penurunan maksimal terhadap nilai COD 65,06%,
TSS 19,99%, serta minyak dan lemak sebesar 37,10% dengan menggunakan kayu
apu pada limbah domestik. Selama penelitian, persentase penurunan kadar BOD
tertinggi terjadi pada biomassa Pistia stratiotes L. 200 gram yaitu sebesar 29,67
mg L-1
(92,70%).
27
III. METODEGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kebun Bunga Kecamatan Sukarami
Kota Palembang pada bulan Juli - Agustus 2017. Analisis air limbah domestik
dilakukan di Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi
Sumatera Selatan dan analisis kandungan hara pada gulma dilakukan di
Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
a. Air Limbah Domestik
Air limbah domestik diambil dari ke kolam retensi Kelurahan Talang
Aman Kota Palembang.
b. Gulma Air
Gulma air yang digunakan adalah Eceng gondok (Eichrnia crassipes)
(Mart) Solms.), Kiambang(Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia
Stratiotes L.) yang diambil dari persawahan lebak Kelurahan Jua-jua
Kecamatan Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi
Sumatera Selatan.
28
2. Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini :
a. Jerigen, digunakan untuk mengambil air limbah domestik dari kolam
retensi
b. Baskom plastik diameter 45 cm dan tinggi 22 cm, digunakan sebagai
kolam (bak) aklimatisasi
c. Baskom plastik diameter 30 cm dan tinggi 12,3 cm, digunakan sebagai
kolam (bak) pengolahan.
d. Gelas ukur 2 liter yang digunakan untuk mengukur volume air limbah
domestik yang digunakan secara benar.
e. Botol sample, digunakan untuk menampung sample sebelum
dilakukan analisis pH, BOD, COD, TSS, Amonia dan Minyak lemak.
f. Timbangan, digunakan untuk menimbang berat gulma
g. Meteran, digunakan untuk mengukur tinggi gulma
h. Alat-alat untuk menganalisis sifat fisika dan kimia air limbah
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Pengambilan Gulma Untuk Bahan Percobaan
Gulma air yang digunakan untuk menurunkan kadar zat pencemar dalam air
limbah yaitu Eceng gondok, Kiambang dan Kayu apu yang akan digunakan
diambil dari sumbernya di habitat alami. Untuk penelitian ini gulma air diambil
dari lokasi persawahan lebak Cokro Kelurahan Cinta Raja Kecamatan
Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Eceng
gondok, Kiambang dan Kayu apu yang masih muda diambil dari tempat
29
tumbuhnya yaitu anakan kemudian dilakukan pembesaran pada kolam selama ±2
bulan. Gulma yang digunakan sebagai gulma percobaan dipilih yang masih
bewarna hijau segar dengan daun yang sudah terbuka sempurna. Gulma yang akan
digunakan seragam bobotnya.
2. Pengambilan sampel air limbah
Air limbah yang digunakan sebagai media tumbuh berasal dari air limbah
domestik yang mengalir ke kolam retensi kelurahan Talang Aman kota
Palembang. Pengambilan sampel air limbah domestik dilakukan hanya satu kali
dengan berbagai titik tempat pengambilan sampel sehingga dapat mewakili
dengan porposive sampling. Sampel air limbah dimasukkan kedalam Jerigen
plastik dan dianalisis di Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan
Provinsi Sumatera Selatan untuk diketahui kadar dan tingkat pencemarannya
sebelum dimasukkan gulma air untuk proses fitoremediasi.
Lokasi pengambilan sampel
Sampel air limbah diambil pada dua kolam retensi yang terletak di kawasan
kelurahan Talang aman. Berikut gambar titik pengambilan sampel:
Gambar 5. Lokasi Titik Pengambilan Sampel
30
3. Aklimatisasi
Gulma dicuci dengan air kran yang mengalir, agar kotoran-kotoran yang
melekat pada gulma terlepas dan membuang musuh alami yang melekat pada
gulma tersebut, selanjutnya diaklimatisasi pada kolam yang diisi air tawar selama
lebih kurang 7 hari. Aklimatisasi bertujuan untuk penyesuaian diri gulma Eceng
gondok, Kiambang dan Kayu apu pada lingkungan barunya.
4. Penanaman Gulma Air ke dalam Air Limbah
Limbah domestik telah diukur parameternya disiapkan dalam baskom yang
berdiameter 30 cm dan tinggi 12,3 cm, yang ditanami gulma air dengan bobot 150
gram dan penutupan permukaan 75% untuk setiap perlakuan, setiap perlakuan
ditanami 1 jenis gulma, 2 jenis gulma dan 3 jenis gulma yang berbeda serta
perlakuan kontrol dengan tidak ditanami gulma. Penelitian dilakukan secara duplo
untuk pengambilan sampel air limbah dan sampel gulma masing-masing pada hari
ke-4 dan ke-8.
5. Pemanenan Gulma Air dan Analisis Kandungan Hara
Pemanenan gulma dilakukan pada hari ke-4 dan ke-8 dari setiap perlakuan
yang ada gulmanya, kemudian dikeringkan dan selajutnya sebagian gulma dibawa
ke laboratorium untuk dianalisis. Gulma yang terdiri dari 3 ulangan sebagian
dikompositkan untuk dianalisis N dan P.
D. Variabel Yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
a. Derajat Kemasaman (pH)
31
Uji pH dilakukan untuk mengetahui asam atau basa suatu limbah. Metode
yang digunakan sesuai prosedur SNI 06-6989.11-2004. Elektroda pada alat
dikeringkan dengan tissue kemudian dibilas dengan air suling. Selanjutnya
elektroda dibilas dengan contoh uji. Elektroda dicelupkan ke dalam contoh uji
sampai pH meter menunjukkan hasil pembacaan yang tetap, hasil skala atau angka
yang tampil pada pH meter tersebut dicatat.
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Metode pegukuran COD sedikit lebih kompleks, karena mennggunakan
peralatan reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan dan titrasi (APHA, 1989 ;
Umay & Cuvin, 1988 dalam Kalsum 2013). Pengukuran COD adalah
penambahan sejumlah tertentu Kalium Bikromat (K2C2O7) sebagai oksidator pada
sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katali
perak, kemudian dipanaskan beberapa waktu. Selanjutnya kelebihan kalium
bikromat ditera dengan cara titrasi. dengan demikian kalium bikoromat yang
terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampe dapat dihitung dan nilai COD
dapat ditentukan.
Uji COD digunakan untuk memperkirakan kebutuhan oksigen kimia pada
air limbah. Pengukuran COD dengan metode titrasi menggunakan refluks tertutup
yang sesuai prosedur SNI6989.02-2009. Adapun prosedur pengukuran COD yaitu
: ditimbang 0,2 gram HgSO4 (Qury Silver Sulfat). Kemudian dimasukkan HgSO4
tersebut ke dalam tabung reaksi berurir, tambahan 10 ml sampel, kemudian
ditambahkan 5 mL K2Cr2O7 ke dalam sampel, kemudian ditambahkan ml H2SO4
pekat (jika sampel berubah warna menjadi hijau maka sampel harus diencerkan).
Oven tabung ulir yang telah berisi sampel dengan suhu 1350 selama 1 – 2 jam,
32
kemudian dipindahkan larutan kedalam erlemeyer 100 ml. Dibilas tabung reaksi
dengan 20 ml aquadest, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator feroin.
Selanjutnya dilakukan titrasi dengan ferro ammonium sulfat 0,025 N sampai
berubah warna menjadi merah kecoklatan di akhir titrasi. Dicatat volume
peniternya. Kandungan COD diukur dengan menggunakan rumus.
Rumus perhitungan ( ) )
Keterangan :
b = ml pemakaian larutan beku ferro ammonium sulfat untuk tritasi blanko
s = ml pemakaian larutan beku ferro ammonium sulfat untuk tritasi larutan uji
c. Biological Oxygen Demand (BOD)
Perinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur
kandungan oksigen terlarut awal (DO0) dari sampel segera setelah pengambilan
contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut yang telah diinkubasi
selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (200C) dan sering disebut dengan
BOD5. Selisih DO0 dan DO5 merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam mg L-1
.
Metode pengukuran BOD yang digunakan adalah metode titrasi (SNI
6989.72.2009) metode titrasi dengan cara Winkler prinsipnya dengan
menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan analisis terlebih dahulu
ditambahkan larutan MaCl2 dan NaOHK-KI sehingga terjadi endapan MnO2.
Dengan menambahkan H2SO4 atau HCL maka endapan yang terjadi akan larut
kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekuivalen dengan
oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan
standar natrium thiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum
(kanji).
33
Adapun prosedur pengukurannya yaitu: sampel air ditambahkan dengan 1
ml MnSO4, kemudian ditambahkan 1 ml larutan KOH-KI, dikocok kemudian
didiamkan hingga sampel menunjukkan endapan putih/coklat. Selanjutnya
ditambahkan 1 ml H2SO4, kemudian dikocok dan didiamkan sampai sampel
bewarna coklat. Selanjutnya larutan sampel diambil sebanyak 100 ml dan ditetesi
dengan Na2S2O3 0,0125 N hingga sampel bewarna kuning pucat, kemudian
ditambahkan 5 tetes amilum, sampel akan berubah menjadi biru sampel titrasi
dengan Na2S2O3 0,0125 N sampai warna sampel berubah menjadi bening. Dicatat
volume Na2S2O3 yang terpakai, yang menunjukkan nilai DO0 (DO awal). Untuk
mendapatkan nilai DO5, dilakukan prosedur seperti pengukuran DO awal pada
sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada suhu 200C diruangan gelap.
Rumus perhitungan BOD : BOD = DO0 – DO5
Keterangan:
DO0 = Oksigen terlarut 0 hari
DO5 = Oksigen terlarut 5 hari
d. TSS (Total Suspended Solid)
Uji TSS ini menggunakan metode gravimetri untuk mengetahui jumlah
padatan tersuspensi dalam air limbah yang sesuai prosedur SNI 06-6989.3-2004.
Prosedur SNI 06-6989.3-2004 pengukurannya yaitu: contoh uji yang telah
dihomogenkan disaring dengan kertas saring, yang sebelumnya telah ditimbang.
Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan
pada suhu 1030C - 105
0C. Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi
total (TSS). Jika padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama
penyaringan, diameter pori-pori saringan diperbesar atau mengurangi volume
contoh uji.
34
Perkiraan nilai TSS diperoleh dengan cara menghitung perbedaan antara
padatan terlarut total dan padatan total menggunakan rumus:
TSS (mg L-1
) = (A-B) x 1000/V
Keterangan :
A = berat kertas saring + residu (mg)
B = berat kertas saring (mg)
V = volume contoh (ml)
e. Nitrogen (Amonia)
Uji Nitrogen dilakukan untuk mengetahui kandungan amonia yang ada pada
suatu limbah. Metode yang digunakan sesuai prosedur SNI 06-6989.30-
2005.Diukur dengan spektrofotometer
f. Minyak lemak
Parameter berupa minyak dan lemak diukur menggunakan metode
gravimetric yang merujuk pada SNI 06-6989.10-2004. Prosedur pengujiannya
yaitu : contoh uji yang sudah disiapkan dipindahkan kecorong pisah. Tentukan
volume contoh uji seluruhnya (tandai botol contoh uji pada meniscus air atau
timbang berat contoh uji). Bilas botol contoh uji dengan 30 ml pelarut organik dan
tambahkan pelarut pencuci kedalam corong pisah. Kocok dengan kuat selama 2
menit. Biarkan lapisan memisah, keluarkan lapisan air, keluarkan lapisan pelarut
melalui corong yang telah dipasang kertas saring dan 10 g Na2SO4 anhidrat, yang
keduanya telah dicuci dengan pelarut ke dalam labu bersih yang telah ditimbang.
Jika tidak dapat diperoleh lapisan pelarut yang jernih (tembus pandang), dan
terdapat emulsi lebih dari 5 ml, lakukan sentrifugasi selama 5 menit pada putaran
2400 rpm.
35
Pindahkan bahan yang disentrifugasi kecorong pisah dan keringkan lapisan
pelarut melalui corong dengan kertas saring dan 10 g Na2SO4 yang keduanya
telah dicuci sebelumnya kedalam labu bersih yang tlah ditimbang. Gabungkan
lapisan air dan emulsi sisa atau padatan dalam corong pisah. Ekstraksi 2 kali lagi
dengan pelarut 30 mL tap kalinya, sebelumnya cuci dahulu wadah contoh uji
dengan tiap bagian pelarut. Gabungkan ekstrak dalam labu destilasi yang telah
ditimbang, termasuk cucian terakhir dari saringan dan Na2SO4 anhidrat dengan
tambahan 10 mL sampai dengan 20 mL pelarut. Destilasi pelarut dalam penangas
air pada suhu 850C, saat terlihat kondensasi pelarut berhenti, pindahkan labu dari
penangas air. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit pastikan labu kering
dan ditimbang sampai diperoleh berat tetap.
Lakukan perhitungan minyak dengan rumus dibawah ini :
Jumlah minyak dan lemak dalam contoh uji:
Kadar minyak dan lemak (mg L-1
) = (mg L-1
) ( )
Keterangan :
A = berat labu + ekstrak, mg
B = berat labu kosong, mg
g. N total
Uji N total dilakukan untuk mengetahui serapan hara pada gulma Metode
Titrasi Kjeldahl
h. P total
Uji P total dilakukan untuk mengetahui serapan hara pada gulma diukur
dengan spektrofotometer
36
E. Efisiensi Penurunan
Efisiensi penurunan parameter pencemaran air limbah dapat dirumuskan
sebagai berikut:
(Muljadi 2009).
Keteragan :
E = Efisiensi (%)
Co = Konsentrasi parameter pencemaran sebelum diolah
Ci = Konsentrasi parameter pencemaran setelah diolah
F. Rancangan percobaan
Percobaan ini menggunakan faktorial 8 x 2 dalam Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan. Faktor pertama dalam penelitian ini adalah
kombinasi jenis gulma air, yakni tanpa gulma, 1 jenis gulma, 2 jenis gulma dan 3
jenis gulma. Faktor kedua adalah waktu pengaturan contoh yakni 4 hari dan 8
hari.
A1,B1 A1,B2 A1,B2 A1,B1
A1,B2 A1,B1
A2,B2 A2,B1 A2,B1 A2,B2 A2,B1 A2,B2
A3,B1 A3,B2 A3,B1 A3,B2 A3,B2 A3,B1
A4,B1 A4,B2 A4,B2 A4,B1 A4,B2 A4,B1
A5,B2 A5,B1 A5,B1 A5,B2 A5,B2 A5,B1
A6,B2 A6,B1 A6,B2 A6,B1 A6,B1 A6,B2
A7,B1 A7,B2 A7,B2 A7,B1 A7,B2 A7,B1
A8,B2 A8,B1 A8,B1 A8,B2 A8,B1 A8,B2
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Gambar 6. Tata Letak Percobaan
Keterangan :
A1 = Tanpa gulma B1 = Hari ke 4
A2 = Eceng gondok B2 = Hari ke 8
A3 = Kiambang
A4 = Kayu apu
A5 = Eceng gondok dan Kiambang
A6 = Kiambang dan Kayu apu
A7 = Kayu apu dan Eceng Gondok
A8 = Eceng Gondok, Kiambang dan Kayu apu
37
G. Analisis Data
Data percobaan dianalisa dengan uji analisis Ragam untuk melihat apakah
ada pengaruh perlakuan terhadap perbaikan kualitas air limbah domestik dan
dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf dan 5%.
H. Bagan alir Penelitian
Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian terdapat pada skema
pelaksanaan penelitian dibawah ini:
Gambar 7. Bagan Alir Penelitian
Air Limbah Domestik
Pelaksanaan penelitiaan
Pembesaran gulma selama 2 bulan
Penanaman gulma air di air limbah
domestik
Analisis
awal pH,
COD,
BOD, TSS,
amonia dan
minyak
lemak
Aklimatisasi tumbuhan selama 7 hari
Pengambilan sampel (4 dan 8 hari)
Analisis sampel (pH, BOD, COD, TSS,
amonia dan linyak lemak)
Analisa kandungan hara ada tumbuhan (N dan P)
Kesimpulan
Analisis data
Pengambilan sampel air limbah domestik
60
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Gulma Eceng gondok, Kiambang, Kayu apu baik tunggal maupun
kombinasi dua atau tiga jenis gulma air tersebut efektif digunakan sebagai
tumbuhan fitoremediasi untuk pengolahan air limbah domestik. Ketiga
gulma tersebut mampu mampu menaikan pH dan menurunkan nilai
Chemical Oxygen Demand (COD), Biologycal Oxygen Demand (BOD),
Total Suspended Solid (TSS), amonia dan minyak lemak air limbah
domestik, sehingga air limbah domestik telah mencapai baku mutu yang
disyaratkan oleh kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 68
Tahun 2016.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan :
1. Memanfaatkan gulma air khususnya eceng gondok, kiambang dan kayu
apu baik sendiri maupun kombinasi sebagai biofilter untuk meremediasi
air limbah domestik yang terkontaminasi senyawa-senyawa organik
maupun anorganik, terutama dalam pengolahan IPAL dan kolam retensi
dikarenakan nilai tambah yang mudah didapat dan murah.
61
2. Perlu dilakukan percobaan dalam pemanfaatan sisa gulma
fitoremediasi sebagai bahan, pupuk organik biogas dan pakan ternak.
62
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, N., 2016. Kemampuan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) dan Kayu
Apu (Pistia stratiotes) dalam Penyerapan Unsur N Dan P Pada Teknik
Fitoremediasi. (Skripsi), Institut Pertanian Bogor. 30 hlm.
Alaerts, G. dan Santika S.S., 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional:
Surabaya. 309 hlm.
Boyd, C.E. 1970. Vascular Aquatic Plants for Mineral Nutrient Removal from
Polluted Water. J. Economic Botany, 23 (1) :95-103.
Connell, D.W., dan Miller, G.J. 1983. Chemistry and Ecotoxycology of Pollution.
Wiky International Science Publication. Brisbane. Australia. Penerjemah
Koestoer, Y., dan Sahati 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
UI-Press. 520 hlm.
Dhahiyat, Y. 1990. Kandungan Limbah Cair Pabrik tahu dan pengolahannya
Dengan Eceng Gondok (Eichoornia crassipes (Mart) Solms). (Tesis). 94
hlm.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolahan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisisus. 258 hlm.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta 139 hlm.
Hardyanti, Nurandani dan Rahayu S.S. 2006. Fitoremediasi Phospat Dengan
Pemanfaatan Enceng Gondok (Eichhornia Crassipes) (Studi Kasus Pada
Limbah CairIndustri Kecil Laundry). Jurnal Presipitasi. 2 (1) :28-33.
Hasanudin, U., Suroso, E. dan Hartono, 2013. Kajian Efektifitas Penggunaan
Tumbuhan Eceng Gondok(Eichornia Crassipes) Dalam Menurunkan
Beban Pencemar Air Limbah Industri Gula Tebu. Jurnal Teknologi
Industri dan Hasil Pertanian 18 (2):157-167.
Kalsum, U.S.Y. 2013. Efektifitas Pengolahan Limbah Cair Domestik Dengan
Teknik Fitoremediasi Secara Kontinyu menggunakan Eceng Gondok
(Eichhornia Crassipes), Hydrilla (Hydrilla Verticillata) dan Rumput
Payung (Cyperus Alternifolius) [Tesis], Universitas Sriwijaya. 65 hlm.
63
Kirkagac, M. and Demi, N. 2004. The effect of grass carp on aquatic plants,
plankton, and benthos in ponds. J. Aquat. Plant Manage. 42: 32-39.
Kodoatie, R.J. dan Sjarief, R. 2008. Pengolahan Sumber daya Air Terpadu. Andi
Yogyakarta. 412 hlm.
Kodoatie, R.J. dan Sjarief, R. 2011. Pengantar Manajemen Infrastruktur. Andi
Yogyakarta. 447 hlm.
Lubis, E. dan Sofyan, Y. 1986. Penyerapan Cr oleh Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes) dari larutan Media Tanam Menggunakan Perunut krom-51,
Majalah Batan, Jakarta, 19: 77-81.
Mangkoedihardjo, Sarwoko dan Samudro, Ganjar. 2010. Fitoteknologi Terapan.
Graha Ilmu, Yogjakarta. 314 hlm.
McFarland D.G., Nelson, L.S., Grodowitz, M.J., Smart, R.M. and Owens, C.S.
2004. Salvinia Molesta D.S. Mitcell (Giant Salvinia) in the United State:
A Review of Species Ecology and Approaches to Management. U.S
Army Engineer Research and Development Center. Wahington. 33 hlm.
Moenandir, 1988. Pengantar Ilmu Pengendalian Gulma. Rajawali Pers, Jakarta
110 hlm.
Muljadi. 2009. Efisiensi Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cetak
Dengan Metode Fisika-Kimia dan Biologi Terhadap Penurunan
Parameter Tercemar (BOD, COD, dan Logam Berat Krom (Cr) Studi
Kasus Di Desa Butulan Makam Haji Sukoharjo). Jurnal Ekuilibirum 8
(1): 7-16.
Natalia, 2013. Penggunaan Eceng Gondok(Eichhornia Crassipes (Mart) Solms.)
Dan Kangkung Air (Ipoma Aquatica Forsk) dalam Perbaikan Kualitas
Air Limbah Tahu. (Tesis), Universitas Lampung. 88 hlm.
Ninasari, A. 2006. Fitoremediasi Air Lindi TPA Sampah menggunakan
Tumbuhan Air. (Tesis), Institut Pertanian Bogor. 67 hlm.
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Cetakan 1. Jakarta. Universitas
Trisakti. 4-5 hlm.
Nuraini, Y. dan Felani, M. 2015. Phytoremediation of Tapioca Wastewater Using
Hyacinth Plant (Eichhornia Crassipes). Journal of Degraded and Mining
Lands Management.2 (2): 295-302.
Nurhidayah, Sofiarini, D. dan Yunandar 2014. Fitoremediasi Tumbuhan Air
Kiyambang (Salvinia Molesta) Purun Tikus (Eleocharis dulcis) dan
Perupuk (Phragmites karka) Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair
Karet. 10:18-26.
64
Panda, B.B., Lenka, B.L., Panda, K.K. 1988. Water Hyacinth (Eichhornia
craaipes)tobiomonitor genotoxicity of low leves of mercury in aquatic
eviroment. Mutation Research 206 (2) 275-279. In Weed Absract (1989)
38 (2): p.66.
Paytan, A., dan McLaughin, K. 2007. Phosphorus in our water. Oceanography, 2
(20) : 200-208.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 68 Tahun 2016 tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik. 13 hlm.
Pribadi, R.N., Zaman, B., dan Purwono. 2016. Pengaruh Luas Tutupan
Kiyambang (Salvenia Molesta) terhadap penurunan COD, Amonia, Nitrit
dan Nitrat Pada Limbah Cair Dometik (Grey Water) dengan Sistem
Kontinyu. Jurnal Teknik Lingkungan. 5 (4): 1-10.
Rahmawati, A., Zaman, B., Purnowo., 2016. Kemampuan Tumbuhan Kiyambang
(Salvennia Molesta) dalam Menyisihkan BOD dan Fosfat pada Limbah
Domestik (Greywater) dengan sistem Fitoremediasi secara Kontinyu.
Jurnal Teknik Lingkungan. 5 (4): 1-8.
Rizal, M. 2014. Studi Morfologi Kayu Apu (Pistia Stratiotes) dan Kiambang
(Salvinia Molesta). Jurnal Biology Science & Education. 3 (2) : 94-105
Salt, D.E., Smith, R.D., dan Raskin, I. 1998. Phytoremediation. Annual Review of
Plant Physiology and Plant Moleculer Biology. .49: 643-668.
Sastrawijaya, A. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
316 hml.
Sawyer, C.N., McCarty, P. and Parkin, G.F. 2003. Chemistry for Enviromental
Engineering and Sciences. 5th
edition. Mc Gram Hill Co: Singapore. 753
hlm.
Singh, A., dan Ward, O.P. 2004. Applied Bioremediation and Phytoremediation.
1st edition Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 275 hlm.
Sitompul, D.F., Sustina, M., Pharmawati, K. 2013. Pengolahan limbah cair hotel
aston braga city walk dengan proses fitoremediasi menggunakan
tumbuhan eceng gondok. Jurnal Institut Teknologi Nasional, No 2 (1): 1-
10.
Smith, E.P., 2005. Phytoremediation, Annual Review of Plant Biology. 56: 15-39.
Suardhana, I.W. 2009. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart)
Solm) Sebagai Teknik Alternatif dalam Pengolahan Biologis Air Limbah
Asal Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran, Denpasar Bali.
Jurnal Biologi. 9 (6): 759-760.
65
Sudjarwo, T. 2014. Karakteristik Eichhonia crassipes (Mart) Solms dan Pistia
Stratiotes L. Pada Air Limbah Domestik IPAL Bojongsoang Bandung
Serta Uji Toksisitas Hasil Fitoremediasinya. (Disertasi). Universitas
Indonesia. 139 hlm.
Sugiharto, 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. UI-Press. Jakarta. 2016
hlm.
Suhendrayatna, et al. 2012. Removal of Municipal WastewaterBOD, COD and
TSS by Phyto-Reduction: A Laboratory-ScaleComparison of Aquatic
Plants atDifferent Species Typha Latifoliaand Saccharum
Spontaneum.International Journal of Engineering and Innovative
Technology (IJEIT), 2(6): 333-337.
Supradata, 2005. Pengolahan limbah domestik menggunakan tumbuhan hias
Cyperus alternifolius, L. dalam sistem lahan basah buatan aliran bawah
permukaan (SSF-Wetland). (Tesis). Universitas Diponegoro, Semarang.
101 hlm.
Tato, S. 2009. Mengelolah Limbah Cair Rumah Tangga Dengan Filter
Biogeokimia. Nala Cipta Litera. 137 hlm.
UNESCO/WHO/UNEP. 1996. Water Quality Assessments - A Guide to Use of
Biota,Sediments and Water in Environmental Monitoring -Second
Edition. Edited by Deborah Chapman. ISBN 0 419 21590 5, University
Press, Cambridge. 651 hlm.
Wirawan, W.A., Wirosoedarmo, R., dan Susanawati, L.D., 2014. Pengolahan
Limbah cair Domestik Menggunakan Tumbuhan Kayu Apu (Pistia
Stratiotes L.) Dengan Teknik Tanam Hidroponik Sistem DFT
(Deepflowtechnique). Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 63-70.
Yusuf, G. 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga Dengan Sistem Simulasi
Tumbuhan Air. Jurnal Bumi Lestari. 8 (2): 136-144.