PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI IZIN TRAYEK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
4.
bahwa Retribusi Izin Trayek merupakan jenis Retribusi Jasa Usaha yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan daerah;
bahwa kebijakan Retribusi Izin Trayek dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
kemandirian daerah yang berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan dengan; memperhatikan potensi daerah;
bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Retribusi
Izin Trayek perlu disesuaikan; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Retribusi
Izin Trayek;
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung
Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4318); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3258);
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Daerah Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I Dan
Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2043);
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3527);
Peraturan Pemeritah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Intensif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
14.
15.
16.
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri
E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 27);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 29 Seri D, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Pertauran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 48 Seri
D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau.
2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut Asas Otonomi dan Tugas
Pembantuan dengan prinsip Otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Bupati adalah Bupati Lamandau.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau.
6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Angkutan Jalan sesuai dengan Perundang- undangan yang berlaku.
7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan bentuk dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 8. Kas Daerah Kas Daerah Kabupaten Lamandau.
9. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, mobil penumpang umum dan angkutan khusus yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan
jadwal tetap maupun tidak berjadwal. 10. Jaringan trayek adalah kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi satu
kesatuan jaringan trayek secara tetap dan teratur dengan jadwal tetap atau tidak berjadwal.
11. Izin trayek adalah izin yang diberikan kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan suatu kegiatan angkutan atau pelayanan jasa angkutan pada trayek tetap dan teratur.
12. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan bermotor dan Kendaraan tidak bermotor.
13. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan Yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.
14. Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
15. Mobil penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang
memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang termasuk untuk pengemudi atau beratnya tidak lebih dari 3.500 kg.
16. Mobil barang adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang.
17. Mobil Bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang termasuk untuk pengemudi yang beratnya lebih dari 3.500 kg.
18. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum.
19. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
20. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam
rangka pemberian Izin kepada orang Pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan
ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan. 21. Retribusi izin trayek yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah
pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk
menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah daerah.
22. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong retribusi izin trayek. 23. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas
waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan peran tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
24. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau pembayaran atau penyetoran Retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara
lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk Kepala Daerah.
25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi
yang terutang. 26. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD, adalah
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif
berupa bunga dan/atau denda. 27. Surat Keterangan Retribusi Daerah Lebih Bayar disingkat SKRDLB adalah
Surat Keterangan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar dari pada
Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 28. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba untuk periode Tahun Pajak tersebut.
29. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
retribusi daerah. 30. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2
Dengan nama Retribusi Izin Trayek dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian Izin Trayek kepada badan untuk menyediakan pelayanan
angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah Kabupaten Lamandau.
Pasal 3
(1) Obyek Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin angkutanuntuk
menyediakan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek
tertentu yang seluruhnya berada dalam Wilayah Kabupaten Lamandau. (2) Izin Trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi (1) Izin Trayek
Tetap; (2) Izin Trayek Tidak Tetap; (3) Izin Insidentil.
Pasal 4
(1) Subyek Retribusi adalah badan yang mendapat izin trayek. (2) Subyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Wajib
Retribusi, termasuk pemotong atau pemungut Retribusi Izin Trayek.
BAB III GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Izin Trayek digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
BAB IV
CARA PENGUKURAN TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan frekwensi penerbitan izin, jenis perizinan, serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam melakukan
pengawasan dan monitoring, serta pembinaan dalam penerbitan izin trayek di wilayahKabupaten Lamandau.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA
TARIF RETRIBUSI Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin trayek.
(2) Biaya penyelenggaran pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi : a. Penerbitan dokumen izin, pembinaan, pengawasan dilapangan untuk
menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin dan penegakan hukum atas pelanggaran trayek yang diselenggarakan;
b. Penatausahaan dan evaluasi atas laporan pelaksanaan usaha yang meliputi aspek teknis, lingkungan dan ketertiban umum.
BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
(1) Stuktur tarif Retribusi digolongkan berdasarkan jenis angkutan umum dan daya angkut.
(2) Struktur dan besarnya tarif Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), diatas
sebagai berikut :
NO
OBJEK RETRIBUSI
BESARNYA
RETRIBUSI (Rp.)
I. Izin Trayek Tetap (5 tahun sekali) : 1. Mobil Penumpang kapasitas s/d 8 orang 2. Mobil Bus terdiri dari :
a. Kapasitas 9 s/d 15 orang b. Kapasitas 15 s/d 25 orang
c. Kapasitas lebih dari 25 orang
250.000,00
325.000,00 350.000,00
375.000,00
3. Kartu Pengawasan (1 tahun sekali) 100.000,00 II. Izin Trayek Tidak Tetap (Izin Operasi)
a. Taksi b. Angkutan Sewa
c. Angkutan Pariwisata d. Angkutan Lingkungan
e. Kartu Pengawasan (1 tahun sekali)
200.000,00 250.000,00
300.000,00 200.000,00
100.000,00 III. Izin Insidentil/ Penyimpangan Trayek (sekali jalan
pulang pergi) :
a. Mobil Penumpang kapasitas s/d 8 orang b. Mobil Bus terdiri dari :
Kapasitas 9 s/d 15 orang
Kapasitas 15 s/d 25 orang
Kapasitas 15 s/d 25 orang
100.000,00
150.000,00 200.000,00
250.000,00
Pasal 9
(1) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud Pasal 8 ditinjau kembali paling lama 3
(tiga) tahun sekali. (2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan ekonomi. (3) Perubahan tarif retribusi sebagai tindaklanjut peninjauan tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 10
Masa berlaku Izin Trayek dan berlaku sebagai masa retribusi adalah sebagai berikut :
a. Izin Trayek Tetap adalah 5 (lima) tahun; b. Izin Trayek Tidak Tetap adalah 5 (lima) tahun;
c. Izin Insidentil adalah sekali perjalanan; d. Kartu Pengawasan adalah 1 (satu) tahun bersamaan dengan pendaftaran ulang
Izin Trayek setiap 1 (satu) tahun sekali
Pasal 11
Saat Terutang Retribusi adalah pada saat diterbitkan SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan.
BAB VIII WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 12
Retribusi dipungut di wilayah Kabupaten Lamandau.
BAB IX PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan Pasal 13
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainnya yang
dipersamakan. (3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat berupa karcis, kupon atau kartu berlangganan. (4) Tatacara pemungutan Retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran Pasal 14
(1) Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus di muka untuk satu
kalimasa retribusi. (2) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya 15
(lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD ayau dokumen lain yang
dipersamakan. (3) Buapti atas permohonan wajib retribusi setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib retribusi untuk mengangsur atau menunda pembayaran retribusi dengan dikenakan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. (4) Tatacara pembayaran, tempat pembayaran dan angsuran atau penundaan
pembayaran retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15
(1) Setiap pembayaran retribusi dicatat dalam buku penerimaan.
(2) Penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruhnya harus disetorkan ke Kas Daerah dengan SSRD oleh Bendahara Penerima paling lambat 1x24 jam.
(3) Bentuk, isi, kualitas, dan ukuran buku disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penagihan Pasal 16
(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis.
(2) Penagihan Retribusi Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didahului dengan Surat Teguran.
(3) STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo.
(4) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis dikeluarkan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(5) Tata cara pelaksanaan penagihan Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Keberatan Pasal 17
(1) Wajib retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi tertentu dapat
menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diliar kekuasaannya.
(4) Keadaan diluar kekuasaanya sebagaimana dimaksud ayat (3), adalah sesuatu keadaan yang terjadi diluar kehendak kekuasaannya.
(5) Pengajuan kebearatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 18
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang
diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah untuk memberikan
kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah lewat dan
Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 19
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagan atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan. (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 20
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian
pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2
(dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.
(7) Tatacara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 21
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi.
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi antara lain untuk mengangsur.
(3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain diberikan kepada wajib retribusi dalam pengangkutan khusus korban
bencana alam. (4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan
dengan peraturan Bupati.
BAB XI PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 21
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi.
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi antara lain untuk mengangsur.
(3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain diberikan kepada wajib retribusi dalam pengangkutan khusus korban
bencana alam. (4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
BAB XII PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUARSA
Pasal 22
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), tertangguh jika:
(3) Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; atau (4) Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi.
(5) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat
teguran tersebut. (6) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada pemerintah daerah.
(7) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran
atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.
Pasal 23
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah dihapuskedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dmaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRSASI Pasal 24
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XIII PEMANFAATAN
Pasal 25
(1) Pemanfaatan dari penerimaan retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan
yang berkaitan dengan Pelayanan administrasi kependudukan. (2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi ditetapkan
melalui mekanisme pembahasan anggaran pendapatan dan belanja daerah;
BAB IX INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 26
(1) Instansi pelaksana pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 27
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Peraturan Daerah ini berada pada Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi, dalam pelaksanaannya dapat
bekerjasama dengan instansi terkait.
BAB XI KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 28
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang retribusi dan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
(1) Dalam melaksanakan tugas penyidik para Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, mempunyai wewenang : a. Menerima,mencari,mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar
keterangan atau laporan menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah;
c. Meminta keterangan atau bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengantindak pidana di bidang retribusi daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dandokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
g. Menyuruh berhentidan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawasebagaimana dimaksud
pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi
daerah; i. Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Dalam melakukan tugas penyidikan, penyidik Pegawai Negeri Sipil tidak berwenang melakukan penangkapan atau penahanan.
(3) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat berita acara setiap tindakan tentang:
a. Pemeriksaan tersangka; b. Memasuki rumah tersangka;
c. memeriksa surat; d. memeriksa saksi; e. pemeriksaan di tempat kejadian dan mengirimkannya kepada penuntut
umum melalui Penyidik POLRI.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA Pasal 30
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), merupakan pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penerimaan negara.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, izin trayek angkutan yang telah diterbitkan tetap berlaku sesuai dengan izin yang diberikan dengan ketentuan
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun wajib disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2007 tentang Izin Usaha Angkutan Dan Izin Trayek
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 5 Maret 2012
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 5 Maret 2012
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2012 NOMOR 76 SERI C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI IZIN TRAYEK
I. PENJELASAN UMUM
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Izin Trayek merupakan salah satu
pungutan daerah dibidang retribusi daerah yang termasuk pada jenis retribusi Perizinan Tertentu.
Obyek Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin angkutan untuk menyediakan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek
tertentu yang seluruhnya berada dalam Wilayah Kabupaten Lamandau. Dimana Izin Trayek tersebut meliputi Izin Trayek Tetap, Izin Trayek Tidak
Tetap dan Izin Insidentil. Sedangkan Subyek Retribusi adalah badan yang mendapat izin trayek yang merupakan merupakan Wajib Retribusi, termasuk pemotong atau pemungut Retribusi Izin Trayek.
II. PENJALASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas
Pasal 3 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 4 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 5
Ayat (1) Cukup Jelas Pasal 6
Ayat (1) Cukup Jelas
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas
Pasal 8 Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Pasal 9 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 10 Cukup Jelas
Pasal 11 Cukup Jelas
Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Pasal 14
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Pasal 15
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 16
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas
Pasal 17 Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas Pasal 18
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Pasal 19
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 20
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Ayat (5)
Cukup Jelas Ayat (6)
Cukup Jelas Ayat (7) Cukup Jelas
Pasal 21 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 21 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 22 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas
Ayat (6) Cukup Jelas
Ayat (7) Cukup Jelas Pasal 23
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 24
Cukup Jelas Pasal 25
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 26
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 27
Cukup Jelas Pasal 28
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 29
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 30
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 31 Cukup Jelas
Pasal 32 Cukup Jelas
Pasal 33 Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2012 NOMOR 65 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 02 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK
DAN AKTA CATATAN SIPIL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
4.
bahwa Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akta Catatan Sipil merupakan jenis Retribusi Jasa
Umum yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan daerah;
bahwa kebijakan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akta Catatan Sipil dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
kemandirian daerah yang berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan dengan; memperhatikan potensi
daerah;
bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang
Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akta Catatan Sipil perlu disesuaikan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akta Catatan
Sipil;
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76);
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474 );
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung
Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4674); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lemabaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3050);
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah ProvinsiDan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Penduduk Dan
Pencatatan Sipil; Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang
Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997
tentang Penyidik Pengawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintahan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Lamandau (Lembaran
Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau
Nomor 27);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Tahun 2008 Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Perubahan Pertama Atas Pertauran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran
Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 48 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau
Nomor 39 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN CATATAN
SIPIL.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau. 2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintah oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip Otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai Unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Lamandau.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau.
6. Instansi Pelaksana adalah Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten
Lamandau yang bertanggungjawab dan berwenang dalam urusan administrasi kependudukan;
7. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau.
8. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Kabupaten Lamandau dalam wilayah kerja Kecamatan.
9. Retribusi adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah
Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
10. Retribusi KTP adalah pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat atas diterbitkannya dokumen KTP oleh Instansi Pelaksana.
11. Retribusi Akta Catatan Sipil adalah pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat atas diterbitkannya Kutipan Akta Catatan Sipil.
12. Retribusi KK adalah pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat atas
diterbitkannya Kartu keluarga. 13. Retribusi Surat Keterangan Kependudukan adalah pembayaran yang
dilakukan oleh masyarakat atas diterbitkannya Surat Keterangan Kependudukan.
14. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan Perundang-Undangan diwajibkan untuk melaksanakan pembayaran retribusi.
15. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa pelayanan.
16. Penduduk Rentan adalah penduduk yang mengalami hambatan dalam memperoleh dokumen kependudukan.
17. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan, kepatuhan, pemenuhan kewajiban retribusi berdasarkan peraturan.
18. Penyidikan Tindak Pidana Retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau pejabat yang diberi
wewenang untuk itu guna mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi yang terjadi dan menemukan tersangkanya.
19. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus untuk melakukan dan/atau oprerasi yustisi.
BAB II
NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2
Dengan nama Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil, dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas penggantian
biaya cetak KTP dan Akta Catatan Sipil.
Pasal 3
Objek Retribusi adalah pelayanan pencetakan KTP dan Akta Catatan Sipil oleh
Pemerintah Daerah, meliputi: 1. Kartu tanda penduduk;
2. Kartu keterangan bertempat tinggal; 3. Kartu identitas kerja;
4. Kartu Penduduk Sementara; 5. Kartu identitas penduduk musiman; 6. Kartu keluarga; dan
7. Akta Catatan Sipil yang meliputi : a. Akta Perkawinan;
b. Akta Perceraian; c. Akta Pengesahan dan Pengakuan Anak;
d. Akta Ganti Nama bagi warga Negara orang Asing; dan e. Akta Kematian.
Pasal 4
(1) Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan
pencetakan Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil dari Pemerintah Daerah.
(2) Subjek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Wajib Retribusi, termasuk pemungut dan/atau pemotong retribusi.
BAB III GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akta Catatan Sipil digolongan sebagai Retribusi Jasa Umum.
BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
Tingkat Penggunaan Jasa dihitung berdasarkan frekuensi pelayanan, jenis
pelayanan, serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam pemberian layanan.
BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 7
Prinsip dan Sasaran Penetapan besarnya Tarif Retribusi ditetapkan dengan memperhatikan biaya pencetakan dan pengadministrasian dokumen Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, serta efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi adalah sebagai berikut :
NO
OBJEK RETRIBUSI
TARIF
RETRIBUSI
(Rp)
1 2 3
1. Kartu tanda penduduk:
a. Penggantian biaya cetak KTP b. Penggantian biaya cetak KTP bagi Lanjut Usia
(umur 60 tahun keatas) c. Penggantian biaya cetak KTP bagi Penduduk
Miskin (Pemegang Kartu Miskin)
d. KTP bagi Orang Cacat e. Penggantian biaya cetak KTP bagi Orang Asing
f. KTP sementara
30.000 20.000
20.000
Gratis 200.000
25.000
2. Kartu keterangan bertempat tinggal 25.000
3. Kartu identitas kerja 25.000
4. Kartu identitas penduduk musiman 25.000
5. Surat Keterangan Pindah Penduduk 25.000
6. Kartu Keluarga:
a. Penggantian biaya cetak Kartu Keluarga (KK) b. Penggantian biaya cetak Kartu Keluarga (KK)
bagi keluarga Lanjut Usia (umur 60 tahun keatas)
c. Penggantian biaya cetak Kartu Keluarga (KK)
bagi keluarga miskin (pemegang kartu miskin) d. Kartu Keluarga (KK) bagi keluarga orang cacat
e. Penggantian biaya cetak KK bagi orang asing
30.000
20.000
20.000
Gratis 200.000
7. Akta Catatan Sipil:
a. Akta Perkawinan tepat waktu b. Akta Perkawinan tidak tepat waktu c. Akta Perkawinan bagi Orang asing
d. Akta Perceraian e. Akta Pengesahan dan Pengakuan anak
f. Akta ganti nama bagi Warga Negara Asing g. Akta Kematian
150.000 175.000
750.000 650.000
50.000 500.000
10.000
(2) Hal-hal lain berkaitan dengan pembuatan KTP akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 9
(1) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud Pasal 8 ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tariff retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan ekonomi.
(3) Perubahan 26ariff retribusi sebagai tindaklanjut peninjauan 26ariff
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 10
(1) Masa retribusi masing-masing dokumen administrasi kependudukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, adalah sebagai berikut: a. Masa retribusi KTP adalah selama jangka waktu 5 tahun;
b. Masa retribusi KK adalah untuk jangka waktu lamanya hingga ada perubahan;
c. KTP Orang asing masa retribusinya sama dengan masa berlakunya KITAP; d. KK Orang Asing masa retribusinya sama dengan masa berlakunya KITAP
atau sampai adanya perubahan;
e. Kutipan Akta masa berlakunya retribusi adalah selamanya atau sampai adanya pembatalan.
(2) Bagi penduduk yang telah berumur 60 tahun retribusi KTP setelah pembayaran berlakunya selamanya.
(3) Retribusi terutang terjadi sejak diterbitkannya SKRD
BAB VIII
WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 11
Retribusi dipungut di wilayah Kabupaten Lamandau.
BAB IX PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu Tata Cara Pemungutan
Pasal 12
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainnya yang
dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa karcis, kupon atau kartu berlangganan.
(4) Tatacara pemungutan Retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran
Pasal 13
(1) Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus di muka untuk satu kali masa retribusi.
(2) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD ayau dokumen lain yang
dipersamakan. (3) Bupati atas permohonan wajib retribusi setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib retribusi untuk mengangsur atau menunda pembayaran retribusi dengan dikenakan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. (4) Tatacara pembayaran, tempat pembayaran dan angsuran atau penundaan
pembayaran retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 14
(1) Setiap pembayaran retribusi dicatat dalam buku penerimaan. (2) Penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruhnya harus
disetorkan ke Kas Daerah dengan SSRD oleh Bendahara Penerima paling
lambat 1x24 jam. (3) Bentuk, isi, kualitas dan ukuran buku disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku. .
Pasal 15
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.
(2) Pengurangan, keringanan dan pembebasan restribsui sebagaimana dimaksud ayat (1), dapat diberikan kepada :
a. Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan, yaitu penduduk korban bencana alam, korban bencana sosial, terlantar dan penduduk miskin;
b. Penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas;
c. Berdasarkan permintaan atas pertimbangan kondisi sosial atau peristiwa tertentu.
(3) Tata cara pemberian keringanan, pengurangan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penagihan Pasal 16
(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis.
(2) Penagihan Retribusi Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didahului dengan Surat Teguran.
(3) STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo.
(4) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis dikeluarkan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(5) Tata cara pelaksanaan penagihan Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat Keberatan
Pasal 17
(1) Wajib retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi tertentu dapat
menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(4) Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud ayat (3), adalah sesuatu keadaan yang terjadi diluar kehendak kekuasaannya.
(5) Pengajuan kebearatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan
pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 18
(5) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus
diberi keputusan oleh Bupati. (7) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (8) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah lewat dan
Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut
dianggap dikabulkan.
Pasal 19
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagan atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 20
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah dilampaui
dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian
pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.
(7) Tatacara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XI PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUARSA
Pasal 21
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), tertangguh jika : a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; atau
b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi. (3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada pemerintah
daerah. (5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.
Pasal 22
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah
kedaluwarsa sebagaimana dmaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XII SANKSI ADMINISTRSASI
Pasal 23
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih
dengan menggunakan STRD.
BAB XIII PEMANFAATAN
Pasal 24
(1) Pemanfaatan dari penerimaan retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan dengan Pelayanan administrasi kependudukan.
(2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi ditetapkan melalui mekanisme pembahasan anggaran pendapapatan dan belanja daerah.
BAB IX INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 25
(1) Instansi pelaksana pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB X
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 26
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Peraturan Daerah ini berada pada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan instansi terkait.
BAB XI PENYIDIKAN
Pasal 27
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah, diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti bagi orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana retribusi; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e;
h. memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan;
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikannya dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut
Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA Pasal 28
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan
Keuangan Daerah, diancam Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penerimaan Negara.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(1) Pengenaan denda terhadap pungutan retribusi akibat keterlambatan dalam pelaporan dipungut langsung bersamaan dalam pemberian pelayanan.
(2) Dalam hal kewenangan pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan retribusi Bupati dapat melimpahkannya kepada kepala dinas selaku pejabat yang ditunjuk.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP Pasal 30
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 04 Tahun 2004 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak
Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga Dan Akte Catatan Sipil danPeraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 06 Tahun 2007 tentang Perubahan
Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 04 Tahun 2004 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu
Keluarga Dan Akte Catatan Sipil dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Pasal 31
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 5 Maret 2012
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 5 Maret 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2012 NOMOR 77 SERI C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 02 TAHUN 2011
TENTANG
RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK
DAN AKTA CATATAN SIPIL
I. PENJELASAN UMUM
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian
hak dan kewajiban untuk menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia.
Kewenangan tersebut merupakan kewenangan daerah yang diserahkan kepada masing-masing daerah untuk melaksanakannya sesuai dengan kemampuan, keadaan dan kondisi daerah yang bersangkutan.
Adapun kewenangan tersebut diantaranya adalah memungut
retribusi daerah sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dimana salah
satu pungutan tersebut adalah Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil.
Objek Retribusi adalah pelayanan pencetakan KTP dan Akta Catatan Sipil oleh Pemerintah Daerah, meliputi: Kartu tanda penduduk, Kartu keterangan
bertempat tinggal, Kartu identitas kerja, Kartu Penduduk Sementara, Kartu identitas penduduk musiman, Kartu keluarga danAkta Catatan Sipil yang
meliputi : Akta Perkawinan, Akta Perceraian, Akta Pengesahan dan Pengakuan Anak, Akta Ganti Nama bagi warga Negara orang Asing dan Akta Kematian. Sedangkan Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh pelayanan pencetakan Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil dari Pemerintah Daerah, dimana Subjek retribusi tersebut merupakan
Wajib Retribusi, termasuk pemungut dan/atau pemotong retribusi.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas
Pasal 2 Cukup Jelas
Pasal 3 Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 5 Cukup Jelas
Pasal 6 Cukup Jelas
Pasal 7 Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 9 Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 10
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 11
Cukup Jelas Pasal 12
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Pasal 13
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Pasal 14 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 1 Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 16 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas Pasal 17
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Ayat (5)
Cukup Jelas Pasal 18
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Pasal 19 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 20
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas
Ayat (6) Cukup Jelas
Ayat(7) Cukup Jelas
Pasal 21
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Pasal 22 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 23 Cukup Jelas
Pasal 24 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 25 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 26 Cukup Jelas
Pasal 27 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 28 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 29 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 30 Cukup Jelas
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 03 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
4.
bahwa Retribusi Pelayanan Laboratarium Kesehatan Daerah merupakan jenis Retribusi Jasa Umum yang
menjadi salah satu sumber Pendapatan Daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah;
bahwa kebijakan Retribusi Pelayanan Laboratarium
Kesehatan Daerah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
kemandirian daerah yang berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan dengan; memperhatikan potensi daerah;
bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Retribusi
Pelayanan Laboratarium Kesehatan Daerah perlu disesuaikan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Retribusi Pelayanan Laboratarium Kesehatan Daerah;
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209); Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002
Tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di
Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4400); Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063); Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Pegawai Negeri Sipil, Penerimaan Pensiunan,
Veteran dan Perintis Kemerdekaan berserta keluarganya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3456);
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Usaha
Bakti Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 16);
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
IndonesiaTahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah yang menjadi
kewenangan Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor
27);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 (Lembaan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 48
Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN
LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut azas otonomi daerah dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai Unsur
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Lamandau.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau.
6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Lamandau. 7. UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah merupakan Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten Lamandau.
8. Kepala UPTD adalah Kepala UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Lamandau.
9. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah atau swasta dengan nama bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha badan
lainnya. 10. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau.
11. Balai Laboratorium Kesehatan adalah sarana laboratorium kesehatan Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Tengah yang meleksanakan
pelayanan pemeriksaan, pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusiaatau bahan bukan berasal dari manusia
untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan
masyarakat. 12. Pelayanan Laboratorium Kesehatan adalah pelayanan laboratoriun yang
melaksanakan pemeriksaan di bidang laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan masyarakat.
13. Pemeriksaan Laboratorium Klinik adalah pemeriksaan, pengukuran,
penetapan dan pengujian di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, immunologi klinik dan atau bidang lain yang
berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosa penyakit, penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. 14. Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Masyarakat adalah peleyanan
kesehatan di bidang mikrobiologi, fisika, kimia atau bidang lain yang
berkaitan dengan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya pencegahan penyakit dan pemulihan
kesehatan. 15. Pemeriksaan Patologi Klinik adalah pemeriksaan laboratorium yang meliputi
pemeriksaan hematologi dan urinalisa dan kimia klinik. 16. Pemeriksaan Hematologi dan Urinalisa adalah pemeriksaan laboratorium
yang meliputi pemeriksaan sitologi sel darah, sitokimia darah, analisa
hemoglobin darah, bank darah, hemolisa dan urinalisa. 17. Pemeriksaan Kimia Klinik adalah pemeriksaan laboratorium yang meliputi
pemeriksaan protein and non protein nitrogen (NPN), karbohidrat, lipid, lipoprotein dan aprotein, enzim, mikronutrien, monitoring kadar obat, gas
darah, keseimbangan asam basa, elektrolit dan logam berat, fungsi organ, hormon dan fungsi endokrin serta pemeriksaan lainnya.
18. Pemeriksaan Mikrobiologi adalah pemeriksaan laboratorium yang meliputi
pemeriksaan bakteri, mikoplasma, riketsia, serta kelompok pemeriksa lainnya terhadap kesehatan perorangan maupun yang berkaitan dengan
kesehatan masyarakat. 19. Pemeriksaan Imunoserologi adalah pemeriksaan laboratorium tentang
sistem pertahanan tubuh terhadap bekteri, mikoplasma, riketsia, serta kelompok pemeriksa lainnya.
20. Pemeriksaan Toksikologi adalah pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui kadar bahan-bahan obat, bahan adiktif dan doping, toksin, keracunan pestisida, zat organik lain, anorganik logam dan non logam serta
kelompok pemeriksa lainnya yang dapat menimbulkan dampak berbahaya pada manusia.
21. Pemeriksaan Kimia Kesehatan adalah pemeriksaan laboratorium terhadap kualitas air, Kualitas udara, bahan tambahan makanan yang dilarang, hygine makanan, toksin, logam-logam, deteksi pencemaran pestisida dan
bahan berbahaya lainnya; 22. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
23. Retribusi Pelayanan Pemeriksaan Laboratorium yang selanjutnya disebut Retribusi adalah retribusi yang dipungat atas pelayanan pemeriksaan laboratorium oleh Laboratorium Kesehatan Daerah.
24. Subyek Retribusi adalah orang, pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati palayanan jasa umum.
25. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi. 26. Tarif Retribusi adalah nilai rupiah atau prosentasi yang ditetapkan untuk
menghitung besarnya retribusi terhitung sebagai biaya penyelenggaraan kegiatan laboratorium kesehatan yang dibebankan kepada perorangan
ataupun badan atas jasa pelayanan yang diterimanya. 27. Penerimaan adalah penerimaan yang diperoleh sebagai imbalan atas
pelayanan pemeriksaan laboratorium baik berupa barang atau jasa yang
diberikan oleh Balai Laboratorium Kesehatan dalam menjalankan fungsinya melayani kepentingan masyarakat dan atau instansi pemerintah lainnya.
28. Jasa Sarana adalah akomodasi dan pemanfaatan sarana dan fasilitas Balai Laboratorium Kesehatan Daerah termasuk didalamnya bahan laboratorium
baik berupa bahan kimia, alat laboratorium, serta bahan-bahan lainnya yang digunakan langsung dalam rangka pemeriksaan laboratorium.
29. Jasa Teknis adalah perhitungan jasa imbalan yang dibayar pengguna jasa
terhadap pelaksana pelayanan laboratorium kesehatan atas jasa yang diberikan.
30. Surat Keterangan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang
terutang. 31. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah
Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi
berupa bunga dan atau denda. 32. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKRDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada
retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 33. Surat Keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan
terhadap besar SKRD atau dokumen lainnyayang dipersamakan dan STRD
yang diajukan oleh wajib retribusi. 34. PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, selanjutnya disebut PT. ASKES
adalah Badan Usaha Milik Negara/Pemerintah yang mendapat tugas/ kepercayaan sebagai penyelenggara utama di bidang asuransi kesehatan
dalam bentuk program jaminan pemeliharaan kesehatan.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2
Dengan nama Retribusi Pelayanan Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Daerah
dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan Pemeriksaan yang disediakan oleh Laboratorium Kesehatan Daerah.
Pasal 3
(1) Objek Retribusi pelayanan Laboratorium kesehatan Daerah adalah pelayanan pemeriksaan Laboratorium di Laboratorium kesehatan Daerah yang sejenis
yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, kecuali pelayanan pendaftaran.
(2) Dikecualikan dari objek retribusi ada pelayanan Laboratarium yang dilakukan
oleh Pemerintah, BUMN, BUMD dan Pihak Swasta.
Pasal 4
(1) Subjek Retribusi Pelayanan Laboratorium Daerah adalah orang pribadi atau badan yang mendapat pelayanan pemeriksaan laboratorium kesehatan.
(2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah Wajib Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Pelayanan Laboratorium Kesehatan daerah digolongan sebagai Retribusi Jasa Umum.
BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
Tingkat Penggunaan Jasa dihitung berdasarkan frekuensi pelayanan, jenis
pelayanan, serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam pemberian layanan.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF RETRIBUSI Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum ditetapkan
dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas pengendalian atas
pelayanan tersebut. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi biaya operasi dan
pemeliharaan, biaya bunga dan biaya modal.
BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
(1) Retribusi Pelayanan Pemeriksaan Laboratorium di Labkesda dikenakan kepada masyarakat yang mendapat pelayanan pemeriksaan laboratarium.
(2) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan
sebagai berikut :
NO. JENIS PEMERIKSAAN TARIF (RP.)
I. KIMIA KESEHATAN
A. Kimia Lingkungan
1. Fisika
1. Bau
2. Jumlah zat padat terlarut (TDS) 20,000
3. Zat Padat Tersuspensi (TSS) 15,000
4. Kekeruhan 15,000
5. Rasa -
6. Suhu 5,000
7. Warna 5,000
8. Kejernihan -
2. Kimia
9. Alkalinitas 30,000
10. Alumunium 13,000
11. Amoniak 30,000
12. Arsen 235,000
13. Besi 20,000
14. BOD/DO/Oksigen terabsorbsi 90,000
15. Boron/Borax 57,500
16. Bromine 13,000
17. Cadmium 64,000
18. Calsium 45,000
19. Chlorida 30,000
20. Chlorine 12,000
21. Chromium (val 6) 225,000
22. COD 105,000
23. Flourida 32,000
24. Formaldehyde 55,000
25. Gold 60,000
26. Hydrazine 25,000
27. Hydrogen peroksida 110,000
28. Iodine 15,000
29. Kebasaan 15,000
30. Kesadahan (CaCO3) 11,000
31. Magnesium 100,000
32. Mangan 20,000
33. Methyl Yellow 20,000
34. Minyak lemak 40,000
35. Molybdenum 110,000
36. Nickel 20,000
37. Nitrat sbg N 35,000
38. Nitrit sbg N 11,000
39. Nitrogen total 125,000
40. Organic acid 40,000
41. Oxygen 55,000
42. Ozone 25,000
43. pH 15,000
44. Phenol 36,000
45. Phosfat 30,000
46. Phosfor 30,000
47. Potasium 110,000
48. Rhodamin B. 20,000
49. Selenium 50,000
50. Seng 55,000
51. Sianida 30,000
52. Silicate 40,000
53. Silver 60,000
54. Sisa Chlor 7,000
55. Sodium 115,000
56. Sulfat 25,000
57. Sulfide 20,000
58. Sulfite 30,000
59. Surfactan MBAS 122,000
60. Tembaga 100,000
61. Tin 100,000
B. Toksikologi
62. Amphetamine 25,000
63. Barbiturate 25,000
64. Benzodiazepin 25,000
65. Cannabionid 25,000
66. Cocain 25,000
67. Digitalis 25,000
68. Morfin 25,000
69. Methadone 25,000
70. Metamphetamine 25,000
II. MIKROBIOLOGI
71. BTA (Mycobacterium Tuberculose)
10,000
72. BTA (Mycobacterium Leprae) 10,000
73. Diplococcus gram negative 10,000
(Neisseria gonorrhoeae)
74. Plasmodium sp 10,000
75. Mikrofilaria 10,000
76. Parasit saluran pencernaan 10,000
(telur cacing, amuba, B. Coli)
77. Jamur Permukaan 7,000
78. Coliform (MPN) 65,000
79. E. Coli 25,000
80. Salmonella Spp 25,000
81. Shigella spp 25,000
82. Vibrio Cholera 25,000
83. Angka Kuman (TPC) 30,000
III. IMUNOLOGI
84. Tes Kehamilan 5,000
85. Golongan darah 10,000
86. Widal 20,000
87. VDRL 30,000
88. HbsAg 20,000
89. Anti HCV 20,000
90. DBD 95,000
91. Anti HIV 50,000
IV. PATOLOGI
a. Kimia Klinik
92. Albumin 8,000
93. Bilirubin (total, direk, indirek) 10,000
94. Glubulin 5,000
95. Phosphatase alkali 21,000
96. Protein total 8,000
97. SGOT 18,000
98. SGPT 18,000
99. Asam Urat 15,000
100. Kreatinin 10,000
101. Ureum 10,000
102. Kolesterol total 20,000
103. Kolesterol HDL 40,000
104. Kolesterol LDL 40,000
105. Trigliserida 18,000
106. Cholinesterase 12,500
107. Glukosa 10,000
b. Hematologi
108. Hematokrit 5,000
109. Lekosit (hitung jumlah) 5,000
110. Trombosit (hitung jumlah) 5,000
111. Hitung jenis Lekosit 5,000
112. Jumlah retikulosit 5,000
113. Laju Endap darah 5,000
114. Haemoglobin 5,000
115. Retraksi bekuan 5,000
Rumple leede :
116. Waktu perdarahan (BT) 7,500
117. Waktu Pembekuan (CT) 7,500
118. Darah rutin 15,000
119. Darah lengkap 20,000
c. Urinalisis
Makroskopis
120. Warna/Kejernihan -
121. BJ 5,000
122. pH 5,000
Mikroskopis
123. Sedimen 5,000
Urine Kimiawi
124. Benda Keton 5,000
125. Bilirubin 5,000
126. Darah Samar 5,000
127. Glukosa 5,000
128. Protein Semi Kuantatif 5,000
129. Reduksi 5,000
130. Urobilinogen 5,000
131. Protein Bence Jones 5,000
132. Protein Kuantitatif 5,000
133. Urine rutin 12,500
134. Urine lengkap 20,000
Tinja
135. Warna, lendir, darah 5,000
136. Konsistensi 5,000
137. darah samar 5,000
138. Lemak 5,000
139. Sisa Pencernaan 5,000
140. Telur cacing 5,000
141. Amuba 5,000
142. Tinja Lengkap 20,000
c. Analisa Sperma 30,000
Pasal 9
(1) Bagi Pegawai Negeri, Penerima Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Anggota Veteran dan Perintis Kemerdekaan, Asuransi Kesehatan Sukarela sebagai peserta PT. ASKES masing-masing beserta keluarganya
sebagai Peserta Asuransi Kesehatan yang memerlukan pelayanan pemerikassan laboratorium kesehatan diberlakukan tarif retribusi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi PT. ASKES. (2) Peserta Asuransi Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Masyarakat untuk
keluarga miskin pembiayaannya mengikuti ketentuan Pemerintah yang
berlaku. (3) Bagi Peserta PT. ASKES yang memerlukan jasa pelayanan/ pemeriksaan
laboratorium, kemudian besarnya tarif melebihi atas haknya yang diberikan oleh PT. ASKES, yang bersangkutan harus membayar selisih antara tarif
retribusi yang harus dibayar dengan besarnya klaim/ tagihan yang dibayar oleh PT. ASKES.
Pasal 10
(1) Tarif pelayanan laboratorium secara kolektif atas permintaan suatu Badan,
biaya pemeriksaan disesuaikan dengan tarif setiap parameter yang tercantum dalam Peraturan Daerah ini dengan ketentuan bila pelaksanaan kegiatan
pengambilan sampel diluar gedung UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah, biaya penyelenggaraan menjadi tanggungjawab Badan yang bersangkutan.
(2) Tarif pelayanan laboratorium sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, dapat diberikan keringanan tarif untuk pelayanan laboratorium yang perlu dilakukan dalam rangka penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) yang
tidak tersedia anggarannya.
Pasal 11
(1) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (2), ditinjau kembali paling
lama 3 (tiga) tahun sekali. (2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Perubahan tarif retribusi sebagai tindaklanjut peninjauan tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 12
(1) Masa retribusi adalah per pelayanan pengujian.
(2) Retribusi terutang terjadi sejak diterbitkannya SKRD.
BAB VIII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 13
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Lamandau.
BAB IX PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan Pasal 14
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainnya yang
dipersamakan. (3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat berupa karcis, kupon atau kartu berlangganan. (4) Tatacara pemungutan Retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran Pasal 15
(1) Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus di muka untuk satu
kalimasa retribusi. (2) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya 15
(lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Bupati atas permohonan wajib retribusi setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib retribusi untuk mengangsur atau menunda pembayaran retribusi dengan dikenakan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. (4) Tatacara pembayaran, tempat pembayaran dan angsuran atau penundaan
pembayaran retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 16
(1) Setiap pembayaran retribusi dicatat dalam buku penerimaan.
(2) Penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruhnya harus
disetorkan ke Kas Daerah dengan SSRD oleh Bendahara Penerima paling lambat 1x24 jam.
(3) Bentuk, isi, kualitas, dan ukuran buku disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penagihan
Pasal 17
(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis.
(2) Penagihan Retribusi Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didahului dengan Surat Teguran.
(3) STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo.
(4) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis dikeluarkan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(5) Tata cara pelaksanaan penagihan Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Keberatan
Pasal 18
(1) Wajib retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati
atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi tertentu dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasaannya. (4) Keadaan diluar kekuasaanya sebagaimana dimaksud ayat (3), adalah sesuatu
keadaan yang terjadi diluar kehendak kekuasaannya. (5) Pengajuan kebearatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan
pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 19
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang
diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah untuk memberikan
kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus
diberi keputusan oleh Bupati. (3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah lewat dan
Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 20
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagan atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan. (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 21
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada Bupati. (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah dilampaui
dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian
pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan
pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2
(dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.
(7) Tatacara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUARSA Pasal 22
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), tertangguh
jika :
a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; atau b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun
tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada pemerintah
daerah. (5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran
atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.
Pasal 24
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah dihapuskedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah
kedaluwarsa sebagaimana dmaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XII PEMANFAATAN
Pasal 25
(1) Pemanfaatan dari penerimaan retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan
yang berkaitan dengan Pelayanan Laboratorium Kesehatan. (2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi ditetapkan
melalui mekanisme pembahasan anggaran pendapapatan dan belanja daerah.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRSASI
Pasal 26
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih
dengan menggunakan STRD.
BAB XIV
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 27
(1) Instansi pelaksana pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB XV
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 28
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Peraturan Daerah ini berada pada
Dinas Kesehatan, dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan instansi
terkait.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 29
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penerimaan negara.
BAB XVII
PENYIDIKAN Pasal 30
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu atau yang ditunjuk di lingkungan Pemerintah Kabupaten diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, dan mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana retribusi; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana retribusi; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan
pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang retribusi; g. Menyuruh dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi menurut hukum yang bertanggung jawab;
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum malalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 5 Maret 2012
BUPATI LAMANDAU,
M A R U K A N
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 5 Maret 2012
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2012 NOMOR 79 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 04 TAHUN 2012
T E N T A N G
RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
4.
bahwa Retribusi Rumah Potong Hewan merupakan jenis Retribusi Jasa Usaha yang menjadi salah satu sumber
Pendapatan Daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah;
bahwa kebijakan Retribusi Rumah Potong Hewan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dan kemandirian daerah yang berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan
dengan; memperhatikan potensi daerah; bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Retribusi
Rumah Potong Hewan perlu disesuaikan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Retribusi
Rumah Potong Hewan.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan Dan Hewan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1820);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Sukmara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan
Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4180);
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan LembaranNegara
Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5015); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Provinsi Dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
13.
14.
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri
E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 27);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 29 Seri D, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah Dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 48 Seri
D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI BUPATI
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Perangkat Daerah sebagai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
4. Bupati adalah Bupati Lamandau. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalahLembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
6. Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan adalah Dinas Pertanian,
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Lamandau. 7. Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan adalah Kepala Dinas
Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Lamandau. 8. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau.
9. Hewan Ternak ialah Lembu, Kerbau, Kuda, kambing atau Domba, Babi dan Unggas.
10. Pelayanan Rumah Potong Hewan adalah Pelayanan Penyediaan fasilitas rumah pemotonganhewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan
kesehatan hewan sebelum dan sesudahdipotong yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
11. Rumah Potong Hewan ialah suatu tempat atau bangunan umum yang disediakan dan dikelola oleh Pemerintah Daerah Serta dipergunakan untuk memotong hewan.
12. Potong adalah serangkaian tindakan yang menghilangkan nyawa hewan ternak dengan caramenyembelih,menusuk dan atau dengan cara lain.
13. Daging adalah seluruh bagian dari hewan yang dipotong/ sembelih kecuali kulit, tanduk, kuku, tulang dengan tidak mengalami proses pengawetan.
14. Pemotongan darurat adalah pemotongan hewan yang dilaksanakan karena mengalami kecelakaan dan terkena penyakit yang langsung bagi penularan hewan lainnya, kesehatan manusia dan benda lainnya.
15. Pemotongan hewan adalah kegiatan untuk menghasilkan daging, baik untuk dimanfaatkan atau diperdagangkan yang terdiri atas kegiatan pemeriksaan
kesehatan hewan sebelum hewan di sembelih mulai dari penyembelihan, penyelesian penyembelihan, pemeriksaan daging dan bagian-bagiannya.
16. Juru periksa atau Keurmaster adalah petugas Dinas Pertanian, peternakan dan Perikanan yang ditunjuk untuk tugas pemeriksaan hewan potong/ sembelih dan pemeriksaan daging di bawah pengawasan dokter hewan yang
berwenang. 17. Tukang potong hewan/penyembelihan hewan adalah orang yang karena
keahliannya ditunjuk oleh kepala rumah potong hewan untuk melakukan penyembelihan hewan hidup dirumah potong hewan.
18. Jagal adalah orang memiliki surat ijin tertulis dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pemotongan hewan dan penjualan daging sebagai mata pencaharian.
19. Dokter hewan adalah dokter hewan yang mempunyai tugas pada bidang kesehatan hewan pada Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Lamandau. 20. Pemeriksaan hewan potong/ sembelih adalah pemeriksaan terhadap hewan
potong/ sembelihan oleh juru periksa atau keurmaster sebelum hewan disembelih.
21. Pemeriksaan daging adalah pemeriksaan daging dari hewan potong/
sembelihan yang dilaksanakan oleh juru periksa atau keurmaster sebelum hewan disembelih.
22. Cap adalah alat/ tanda bukti yang berbentuk, berukuran tertentu memuat tulisan tanda dan warna khusus yang dipergunakan untuk mengesahkan
pemeriksaan daging. 23. Retribusi Daerah, yang selanjutnya di sebut Retribusi adalah Pungutan
Daerah sebagaipembayar atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan hukum.
24. Retribusi Jasa Usaha adalah Retribusi atas Jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial.
25. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk melakukan pembayaran retribusi.
26. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
27. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yangmerupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untukmemanfaatkan jasa dan perizinan tertentu
dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 28. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkatSSRD, adalah
bukti pembayaran atau penyetoran retribusiyang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati. 29. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnyadisingkat SKRD, adalah
surat ketetapan retribusi yangmenentukan besarnya jumlah pokok retribusi
yangterutang. 30. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKRDLB, adalah surat ketetapanretribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaranretribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar
daripada retribusi ang terutang atau seharusnya tidak terutang. 31. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif
berupa bunga dan/atau denda. 32. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpundan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yangdilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkansuatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhanpemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusidan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakandaerah dan retribusi daerah.
33. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah danretribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan olehPenyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yangdengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidangperpajakan daerah dan retribusi yang terjadi sertamenemukan
tersangkanya.
BAB II KETENTUAN TEMPAT PEMOTONGAN DAN PEMERIKSAAN HEWAN
Pasal 2
(1) Tempat pemotongan/penyembelihan hewan disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang tidak jauh dari lokasi pasar dan/atau pusat perekonomian.
(2) Pengaturan tempat pemotongan/penyembelihan sebagaimana dimaksud ayat
(1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 3
(1) Setiap hewan yang akan dipotong, harus diperiksa lebih dahulu kesehatannya
olehjuru periksa dan/atau keurmaster.
(2) Apabila dalam pemeriksaan dimaksud dalam ayat (1), ternyata hewan tersebut menderitasakit atau dalam keadaan bunting dan atau masih produktif, juru
periksa dan/atau keurmaster dapat atau harusmenolak hewan tersebut untuk tidak dipotong dan melaporkan hal tersebut kepada Bupati.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemilik hewan berhak mengajukan pemeriksaan ulang kepada petugas ahli atas biaya pemilik hewan.
(4) Tatacara pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 4
(1) Pemotongan/penyembelihan hewan dapat dilaksanakan di luar rumah potong hewan setelah pemilik dapatmenujukkan kartu pemeriksaan kesehatan dari
pejabat yang berwenang. (2) juru periksa dan/atau keurmaster daging melakukan pemeriksaan daging dan
anggota anggota badan lainnya dari hewan yang sudah dipotong. (3) Daging dan bagian-bagian badan hewan lainnya yang dinyatakan baik, diberi
tandastempel tinta warna violet, sedangkan yang dinyatakan tidak baik, akan
dimusnahkan olehjuru periksa daging atau pejabat yang ditunjuk. (4) Tatacara Pemotongan/ penyembelihan hewan sebagaimana dimaksud ayat (1),
diatur lebihlanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB III
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 5
Dengan nama Retribusi Rumah Potong Hewan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas setiap pemanfaatan dan/atau penggunaan jasa pemotongan hewan.
Pasal 6
Obyek Reribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah yang meliputi: a. Penyewaan kandang; b. Jasa pemeriksaan antemortem dan postmortem; dan c. Pemakaian tempat pemotongan dan penyelesaian pemotongan di RPH.
Pasal 7
(1) Subjek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa Rumah Potong Hewan.
(2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Wajib Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong RetribusiRumah Potong Hewan.
BAB IV GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 8
Retribusi Rumah potong Hewan termasuk golongan Retribusi Jasa Usaha.
BAB V
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 9
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan/fasilitas yang
diberikan, frekwensi pemakaian, serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam memberikan layanan.
BAB VI PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 10
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Rumah Potong Hewan didasarkan kepada tujuan untukmemperoleh keuntungan yang layak dengan
mempertimbangkan harga pasar.
(2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah keuntungan yang diperoleh apabila penyediaanfasilitasrumahpotonghewan
yang dimiliki dan/atau dikelola Pemerintah Daerah dilakukan secara secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
Pasal 11
Struktur besarnya tarif Retribusi ditetapkan sebagai berikut : NO JENIS PELAYANAN JENIS HEWAN POTONG TARIF
(Rp).
1 Pemotongan hewan/ ternak
a. Sapi, kerbau,kuda /ekor b. Babi/ekor c. Kambing,domba/ekor
d. Unggas/ekor
45.000 10.000 15.000
1.000
2. Pemeriksaan Kesehatan hewan
sebelum dipotong
a. Sapi, kerbau,kuda /ekor b. Babi/ekor
c. Kambing,domba/ekor d. Unggas/ekor
12.000 13.000
6.000 1.000
3. Penyewaan kandang penampungan
sementara
a. Sapi, kerbau,kuda /ekor b. Babi/ekor
c. Kambing,domba/ekor d. Unggas/ekor
2.000 3.000
2.000 1.000
4 Pemeriksaan
pemotongan di RPH milik pihak ketiga
a. Sapi, kerbau, kuda/ekor
b. Babi/ekor c. Kambing, domba/ekor d. Unggas/ ekor
10.000
11.000 6.000 1.000
5. Pemeriksaan Daging a. Sapi, Kerbau, Kuda
- 75-100 kg (1 sampel)
b. Babi - 75-100 kg (1 sampel)
c. Kambing
- 4-10 kg (1 sampel)
a. Unggas/sampel
10.000
11.000
7.000 1.000
Pasal 12
(1) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhatikan harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Perubahan tarif retribusi sebagai tindaklanjut peninjauan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Bupati
Pasal 13
Retribusi terutang dipungut di wilayah Kabupaten Lamandau.
BAB VII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 14
(1) Masa retribusi adalah setiap kegiatan pemotongan.
(2) Retribusi terutang terjadi sejak diterbitkannya SKRD.
BAB VIII
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagan Kesatu Tata Cara Pemungutan
Pasal 15
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa karcis, kupon atau kartu berlangganan.
(4) Tatacara pemungutan Retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran
Pasal 16
(1) Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus di muka untuk satu kali masa retribusi.
(2) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya 15
(lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD ayau dokumen lain yang dipersamakan. Bupati atas permohonan wajib retribusi setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib retribusi untuk mengangsur atau menunda pembayaran retribusi dengan
dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. (3) Tatacara pembayaran, tempat pembayaran dan angsuran atau penundaan
pembayaran retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 17
(1) Setiap pembayaran retribusi dicatat dalam buku penerimaan.
(2) Penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruhnya harus disetorkan ke Kas Daerah dengan SSRD oleh Bendahara Penerima paling lambat 1x24 jam.
(3) Bentuk, isi, kualitas, dan ukuran buku disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penagihan Pasal 18
(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis.
(2) Penagihan Retribusi Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didahului dengan Surat Teguran.
(3) STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo.
(4) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis dikeluarkan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(5) Tata cara pelaksanaan penagihan Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat Keberatan
Pasal 19
(1) Wajib retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi tertentu dapat
menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diliar kekuasaannya.
(4) Keadaan diluar kekuasaanya sebagaimana dimaksud ayat (3), adalah sesuatu
keadaan yang terjadi diluar kehendak kekuasaannya (5) Pengajuan kebearatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan
pelaksanaan penagihan retribusi
Pasal 20
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus
diberi keputusan oleh Bupati. (3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah lewat dan
Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut
dianggap dikabulkan.
Pasal 21
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagan atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB IX
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 22
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah dilampaui
dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan
pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2
(dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.
(7) Tatacara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB X
PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUARSA
Pasal 23
(2) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(3) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), tertangguh
jika : a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; atau
b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi. (4) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut.
(5) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada pemerintah
daerah. (6) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.
Pasal 24
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah dihapus kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah
kedaluwarsa sebagaimana dmaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XI SANKSI ADMINISTRSASI
Pasal 25
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua
persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XII KETENTUAN LARANGAN
Pasal 26
(1) Dilarang memotong hewan ditempat pemotongan/penyembelihan jika tidak
dengan seijin Juru Periksa atau Keurmaster. (2) Dilarang menjagal daging yang tidak dibubuhi cap oleh Juru Periksa atau
Keurmaster. (3) Daging yang mengandung penyakit yang berbahaya menurut hasil
pemeriksaan Juru Periksa atau Keurmaster yang ditunjuk, dilarang untuk
diedarkan dan/atau diperjual belikan maupun untuk dikonsumsi sendiri. (4) Dilarang menyemprot daging dengan air atau melapisi lemak dan lainnya
sehingga daging menjadi berubah.
(5) Setiap orang dilarang melaksanakan pekerjaan jagal sebelum memiliki ijin.
BAB XIII
INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 27
(1) Instansi pelaksana pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar
pencapaian kinerja tertentu. (2) besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB XIV PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 28
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Peraturan Daerah ini berada pada Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan, dalam pelaksanaannya dapat
bekerjasama dengan instansi terkait.
BAB XV P E N Y I D I K A N
Pasal 29
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenangkhusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana dibidang retribusidaerah sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentangKitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenandengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badantentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidanaRetribusi Daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengantindak pidana dibidang Retribusi Daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan–catatan dan dokumen–dokumen lain
berkenaandengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dandokumen–dokumen, serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanakan tugas
penyidikan tindakpidana dibidang retribusi daerah; g. Menyuruh berhenti, melarang, seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saatpemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan atau dokumenyang dibawa sebagaimana yang dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangkaatau saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidangRetribusi Daerah menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan. (3)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukandimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum,sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA Pasal 30
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar;
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran;
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Penerimaan Negara.
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 24 Tahun 2004 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan, Pemeriksaan Hewan Potong dan Daging dinyatakan dicabut dan tidak berlaku
lagi.
Pasal 32
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 5 Maret 2012
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 5 Maret 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2012 NOMOR 79 SERI C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 04 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN
I. UMUM
Berdasarkan semangat Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah dan Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2003 tentang
perimbangan keuangan antarapemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana anggaran pendapatan dan belanja daerahbersumber dari pendapatan asli daerah yaitu salah satunya berupa penerimaan retribusi daerah. Hal
tersebutdiharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan danpembangunan daerah guna meningkatkan dan
memeratakan kesejahteraan masyrakat, dengandemikian daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
Seiring dengan hal tersebut pemerintah daerah berupaya untuk meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah dimaksud dengan cara melakukan perbaikan dan penyempurnaan regulasi produk hukum yang mengatur dibidang penerimaan khususnya retribusi daerah. Dalam hal penyempurnaan regulasi peraturan daerah tersebut maka Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah maka jelaslah bahwa salah satu kewenangan daerah adalah memungut pajak dan retribusi daerah sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Adapun salah satu kewenangan tersebut adalah memungut retribusi daerah yang tentunya terarah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku adalah merupakan pedoman dalam rangka pelaksanaan penyusunan peraturan daerah. Slah satu kewenangan tersebut adalah memungut retribusi Rumah Potong Hewan. Yang Obyek Reribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah yang meliputi : - Penyewaan kandang; - Jasa pemeriksaan antemortem dan postmortem; dan - Pemakaian tempat pemotongan dan penyelesaian pemotongan di RPH. Sedangkan Subjek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa Rumah Potong Hewan, dimana Subjek Retribusi tersebut) merupakan Wajib Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Rumah Potong Hewan.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 3 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 4 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 5 Cukup Jelas
Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 8
Cukup Jelas Pasal 9
Cukup Jelas Pasal 10
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 11
Cukup Jelas Pasal 12 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 13 Cukup Jelas
Pasal 14 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 15 Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 16 Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 17 Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 18 Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5)
Cukup Jelas Pasal 19
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Ayat (5)
Cukup Jelas Pasal 20 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 21 Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Pasal 22 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas
Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7)
Cukup Jelas Pasal 23
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Ayat (5)
Cukup Jelas Pasal 24 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 25 Cukup Jelas
Pasal 26 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas
Pasal 27 Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 28 Cukup Jelas
Pasal 29 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 30 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 31 Cukup Jelas
Pasal 32 Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2012 NOMOR 68 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
bahwa Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor merupakan jenis Retribusi Jasa Usaha yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Daerah yang digunakan untuk
membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah;
bahwa kebijakan Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah yang berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan
dengan; memperhatikan potensi daerah;
bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor perlu disesuaikan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik IndonesiaTahun 1945;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Di
Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 82, Tambahan Lembaran Lembaran Negara Nomor 4318);
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubahbeberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438); Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
Undang-Undang 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234); Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527);
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3528);
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana Dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan Dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1993 Nomor 64,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530);
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan PemerintahanAntara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri
E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 27);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 29 Seri D, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Pertauran Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran
Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 48 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau
Nomor 39 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN
KENDARAAN BERMOTOR.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau. 2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintah oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip Otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemrintahan daerah. 4. Bupati adalah Bupati Lamandau.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika yang selanjutnya disingkat DISHUBKOMINFO adalah Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Lamandau. 7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Lamandau. 8. Pengujian kendaraan bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan
atau memeriksa bagian-bagian kendaraan wajib uji dan kendaraan dapat
uji, dalam rangka pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan. 9. Pengujian berkala kendaraan bermotor yang selanjutnya disebut uji berkala
adalah pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala terhadap setiap kendaraan wajib uji.
10. Kendaraan bermotor wajib uji adalah setiap kendaraan bermotor jenis mobil penumpang, mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan umum yang dioperasikan di
jalan. 11. Kendaraan bermotor dapat uji adalah kendaraan bermotor jenis diluar wajib
uji dan tidak termasuk dalam pengujian berkala kendaraan bermotor.
12. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
13. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi kurang dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 14. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
15. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari sepeda motor,
mobil penumpang dan mobil bus. 16. Kendaraan Khusus adalah kendaraan bermotor selain dari kendaraan
bermotor untuk penumpang, dan kendaraan bermotor untuk barang dan penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang
khusus. 17. Kereta Gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut
barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang
untuk ditarik oleh kendaraan bermotor. 18. Kereta Tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut
barang yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan penariknya.
19. Tanda Bukti Lulus Uji adalah tanda yang diberikan bagi kendaraan yang telah dinyatakan lulus uji berkala berupa buku uji dan tanda uji.
20. Buku Uji Berkala adalah tanda bukti lulus uji berkala berbentuk buku yang
berisi data dan legitimasi wajib pengujian setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan atau kendaraan khusus yang sudah lulus uji.
21. Plat Uji adalah tanda bukti lulus uji yang beris data : a. Kode wilayah;
b. Nomor uji kendaraan; dan c. Masa berlaku.
22. Persyaratan Teknis adalah persyaratan tentang susunan, perelatan,
perlengkapan, ukuran, bentuk, karoseri, pemuatan rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya, emisi gas buang, penggunaan
penggandengan dan penempelan kendaraan bermotor. 23. Laik Jalan adalah persyaratan minimum kondisi suatau kendaraan yang
harus dipenuhi agar terjaminya keselamatan dan mencegah terjadinya pencemaran uadara dan sebisingan pada waktu dioperasikan di jalan.
24. Penguji Kendaraan Bermotor adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan tugas pengujian kendaraan bermotor.
25. Bak Muatan adalah rumah-rumah yang dirancang untuk tempat barang yang dipasangkan pada landasan kendaraan bermotor.
26. Uji Ulang adalah pemeriksaan ulang kendaraan yang sebelumnya dinyatakan tidak lulus uji;
27. Uji Pelanggaran adalah uji ulang yang dilakukan terhadap kendaraan wajib
uji karena telah melakukan pelanggaran lalu lintas menyangkut pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan.
28. Mutasi Uji adalah perpindahan lokasi pelaksanaan pengujian berkala dari satu wilayah unit penyelenggaraan pelaksanaan uji tertentu ke wilayah unit
penyelenggara pelaksanaan uji lainnya sebagai akibat dari perpindahan domisili pemilik kendaraan tersebut berdomisili.
29. Numpang Uji adalah pelaksanaan pengujian yang karena alasan operasional
tertentu dilakukan oleh unit penyelenggara pelaksanaan uji diluar wilayah unit penyelenggaraan pelaksanaan uji dimana kendaraan tersebut
berdomisili.
30. Pengujian emisi kendaraan bermotor adalah pengujian emisi gas buang yang wajib dilaksanakan oleh kendaran bermotor.
31. Jumlah berat yang diperbolehkan yang selanjutnya disingkat JBB adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang
diperbolehkan menurut rancangannya. 32. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
teknis yang berada pada kendaraan. 33. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Negara atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga, dana pensiun,
bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya. 34. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau.
35. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pengujian berkala kendaraan bermotor dan jasa pengujian tidak berkala kendaraan bermotor.
36. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi. 37. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas
waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu.
38. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tertentu di bidang
retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 39. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah
surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terhutang.
40. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
41. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
42. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi.
BAB II
JENIS, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor adalah retribusi yang dipungut atas setiap pelaksanaan dan/atau pemberian pelayanan di bidang pengujian
kendaraan bermotor.
Pasal 3
Objek Retribusi adalah Pelayanan Pengujian Kendaraan bermotor oleh Pemetrintah Daerah, yang meliputi : a. Mobil bus;
b. Mobil penumpang umum; c. Mobil barang;
d. Kendaraan khusus; e. Kereta gandengan;
f. Kereta tempelan.
Pasal 4
(1) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa pelayanan pengujian kendaraan bermotor dari Pemerintah Daerah.
(2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Wajib Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi.
BAB III GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5 Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor digolongkan sebagai Retribusi Jasa
Umum. BAB IV
CARA PENGUKURAN TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6
(1) Dasar pengenaan retribusi adalah tingkat penggunaan jasa pengujian. (2) Tingkat penggunaan jasa pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dihitung berdasarkan frekwensi pengujian, jenis kendaraan yang diuji, serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam pemberian layanan.
BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran penetapan besarnya tarif Retribusi ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor,
kemampuan masyarakat, aspek keadilan, serta evektifitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi biaya operasi dan
pemeliharaan, dan biaya bunga pinjaman.
BAB VI STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
(1) Struktur tarif dibedakan berdasarkan jenis kendaraan bermotor.
(2) Besarnya tarif ditetapkan dengan pedoman kepada biaya pengujian sebagai berikut :
1.
Struktur dan besarnya tarif retribusi : a. Mobil Bus
1. Kapasitas tempat duduk sampai dengan 12 buah 2. Kapasitas tempat duduk 13 s/d 25 buah 3. Kapasitas tempat duduk diatas 26 buah
b. Mobil Barang 1. JBB s/d 3.500 kg
2. JBB 3.501 kg s/d 8.000 kg 3. JBB diatas 8.001 s/d 14.000 kg
4. JBB diatas 14.000 kg
Rp. 52.000,- Rp. 60.000,- Rp. 100.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 75.000,- Rp. 100.000,-
Rp. 150.000,-
2.
3.
4.
c. Mobil Penumpang Umum 1. Roda 3 (tiga) 2. Roda 4 (empat)
d. Kereta gandengan atau tempelan e. Kendaraan Khusus
f. Kendaraan penumpang pribadi (hanya uji emisi) g. Kendaraan roda dua (hanya uji emisi)
Besarnya biaya administrasi sebagai berikut : a. Formulir Pendaftaran
b. Buku uji baru c. Buku uji hilang
d. Plat uji e. Tanda samping/stiker
f. Numpang uji keluar atau masuk dikenakan biaya sebesar uji berkala munurut JBB-nya.
Besarnya tarif retribusi Pengujian untuk Penghapusan Kendaraan Bermotor sebagai berikut :
a. Sepeda Motor b. Mobil Penumpang
c. Mobil Bus d. Mobil Barang e. Kereta Gandengan/Tempelan
f. Kendaraan Khusus g. Alat Berat
Besarnya tarif retribusi ulang ditetapkan sebagai
berikut : a. Mobil Bus b. Mobil Barang
c. Mobil Penumpang Umum d. Kereta Gandengan/Tempelan
e. Kendaraan Khusus
Rp. 25.000,- Rp. 30.000,-
Rp. 75.000,- Rp. 80.000,-
Rp. 20.000,- Rp. 15.000,-
Rp. 15.000,-
Rp. 85.000,- Rp. 100.000,-
Rp. 15.000,- Rp. 15.000,-
Sebesar biaya uji berkala
Rp. 25.000,- Rp. 35.000,-
Rp. 45.000,- Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-
Rp. 60.000,- Rp. 150.000,-
Rp. 40.000,- Rp. 40.000,-
Rp. 30.000,- Rp. 50.000,-
Rp. 50.000,-
Pasal 9
(1) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) Tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan perubahan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VII
SURAT PENDAFTARAN Pasal 10
(1) Wajib Retribusi wajib mengisi SPORD. (2) SPORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar
dan lengkap serta ditandangani oleh wajib uji atau kuasanya. (3) Bentuk, isi, serta tata cara pengisian dan penyamapaian SPORD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.
BAB VIII WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 11
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Lamandau.
BAB IX
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 12
(1) Untuk kendaraan bermotor wajib uji masa retribusi selama 6 (enam) bulan, terhitung sejak tanggal pembayaran retribusi.
(2) Untuk kendaraan wajib uji emisi masa retribusi selama 12 (dua belas) bulan, terhitung sejak tanggal pembayaran retribusi.
Pasal 13
Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB X PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 14
(1) Berdasarkan SPORD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, ditetapkan
besarnya retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi karcis, kupon, dan kartu berlangganan.
(3) Bentuk, isi dan tatacara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan Pasal 15
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat berupa karcis, kupon atau kartu berlangganan. (4) Tatacara pemungutan Retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran
Pasal 16
(1) Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus di muka untuk satu
kalimasa retribusi.
(2) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD ayau dokumen lain yang
dipersamakan. (3) Buapti atas permohonan wajib retribusi setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib retribusi untuk mengangsur atau menunda pembayaran retribusi dengan dikenakan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. (4) Tatacara pembayaran, tempat pembayaran dan angsuran atau penundaan
pembayaran retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 17
(1) Setiap pembayaran retribusi dicatat dalam buku penerimaan.
(2) Penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruhnya harus disetorkan ke Kas Daerah dengan SSRD oleh Bendahara Penerima paling lambat 1x24 jam.
(3) Bentuk, isi, kualitas, dan ukuran buku disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Ketiga Tata Cara Penagihan
Pasal 18
(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis.
(2) Penagihan Retribusi Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didahului dengan Surat Teguran.
(3) STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo.
(4) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis dikeluarkan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(5) Tata cara pelaksanaan penagihan Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat Keberatan
Pasal 19
(1) Wajib retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi tertentu dapat
menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diliar kekuasaannya.
(4) Keadaan diluar kekuasaanya sebagaimana dimaksud ayat (3), adalah sesuatu
keadaan yang terjadi diluar kehendak kekuasaannya. (5) Pengajuan kebearatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan
pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 20
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah untuk memberikan
kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah lewat dan
Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 21
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagan atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB XII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 22
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah dilampaui
dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan
pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2
(dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.
(7) Tatacara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 23
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan
retribusi.
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi antara lain
untuk mengangsur. (3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain
diberikan kepada wajib retribusi dalam pengangkutan khusus korban bencana alam.
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan peraturan Bupati.
BAB XIII PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUARSA
Pasal 22
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), tertangguh
jika :
a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; atau b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi.
(3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada pemerintah daerah.
(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.
Pasal 23
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah dihapuskedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dmaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRSASI Pasal 24
(1) Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(2) Kendaraan habis masa uji dan tidak diuji berkala tepat pada waktunya dikenakan sanksi (denda) sesuai dengan jenis/tipe kendaraan yang
diperhitungkan setiap 1 (satu) bulan keterlambatan. (3) Kendaraan habis masa uji yang dengan sengaja mengubah dan atau
mengganti tanggal masa berlaku uji, baik pada buku uji maupun pada tanda
samping atau sticker serta pengecatan identitas lainnya dikenakan sanksi biaya tambah sebesar 5 (lima) kali biaya pengujian.
BAB XIII PEMANFAATAN
Pasal 25
(1) Pemanfaatan dari penerimaan retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan
yang berkaitan langsung dengan Pengujian Kendaraan Bermotor.
(2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi ditetapkan
melalui mekanisme pembahasan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
BAB IX
INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 26
(1) Instansi pelaksana pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar
pencapaian kinerja tertentu. (2) besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.
BAB X
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 27
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Peraturan Daerah ini berada pada
Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi, dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan instansi terkait.
BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 28
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah, diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti bagi orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana retribusi;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e;
h. memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan;
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikannya dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA Pasal 29
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan
Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penerimaan negara.
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2007 tentang Retribusi Pengujian Kendaraan
Bermotor dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 31
Peraturan daerah ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 5 Maret 2012
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik
pada tanggal 5 Maret 2012
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2012 NOMOR 80 SERI C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
I. PENJELASAN UMUM
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor merupakan salah satu jenis Retribusi Kabupaten. Peraturan Daerah ini bertujuan untuk memberikan jaminan teknis bagi kendaraan bermotor
terhadap keselamatan orang dan/atau barang, kelestarian lingkungan serta ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan sehingga
pengaturan tentang pengujian kendaraan bermotor sangat perlu dilakukan sehingga kendaraan bermotor dapat memenuhi persyaratan teknis dan laik
jalan, untuk itu perlu peran serta masyarakat melalui pembayaran retribusi atas pelayanan pengujian kendaraan bermotor.
Objek Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor adalah Pelayanan
Pengujian Kendaraan bermotor oleh Pemetrintah Daerah, yang meliputi: Mobil bus, Mobil penumpang umum, Mobil barang, Kendaraan khusus, Kereta
gandengan, Kereta tempelan. Sedangkan Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa pelayanan pengujian kendaraan
bermotor dari Pemerintah Daerah. Dimana Subjek Retribusi tersebut merupakan Wajib Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup Jelas Pasal 2
Cukup Jelas Pasal 3 Cukup Jelas
Pasal 4 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas
Pasal 6 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 7 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 9
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 10
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 11
Cukup Jelas Pasal 12 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 13
Cukup Jelas Pasal 14 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 15 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 16 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 17 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 18 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas
Pasal 19 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas Pasal 20
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Pasal 21
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 22
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6) Cukup Jelas
Ayat (7) Cukup Jelas
Pasal 23 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 22 Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5)
Cukup Jelas Pasal 23
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 24
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Pasal 25
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 26
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 27
Cukup Jelas Pasal 28
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 29 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Pasal 30 Cukup Jelas
Pasal 31 Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2012 NOMOR 69 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 06 TAHUN 2012
TENTANG
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
4.
bahwa Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan merupakan jenis Pajak Daerah yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Daerah yang digunakan
untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah;
bahwa kebijakan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan
Dan Perkotaan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah yang berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan
keadilan dengan memperhatikan potensi daerah;
bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan perlu disesuaikan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Pajak
Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan; Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik
IndonesiaTahun 1945;
Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4740);
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3987); Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten
Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan
Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4189); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5145); Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata
Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049);
Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4050);
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata
Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan
Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.07/2010 tentang Badan Atau Perwakilan Lembaga Internasional
Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas
Daerah(Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun
2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 seri D).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.
B A B I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Daerah adalah Kabupaten Lamandau. 3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang- Undang dasar Negara Republik Indonesia. 4. Pemerintah daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 5. Bupati adalah Bupati Lamandau.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau.
7. Peraturan Kepala Daerah adalah Peraturan Bupati Lamandau.
8. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 10. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak.
11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
12. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
13. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau.
14. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan
dan pertambangan. 15. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman
serta laut wilayah kabupaten/kota.
16. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
17. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan
bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau NJOP pengganti.
18. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang selanjutnya disingkat NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.
19. Surat Pemberitahuan Objek Pajakyang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan
objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
20. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT
adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
21. Surat Ketetapan Pajak Daerahyang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang
terutang. 22. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
24. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda;Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan atau
Surat Keputusan Keberatan. 25. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Daerah.
26. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
27. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding,
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 28. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi daerah dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.
29. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
30. Penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
31. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
BAB II NAMA, OBJEK DAN SUBJEK
Pasal 2
Dengan nama PBB-P2 dipungut pajak atas kepemilikan, penguasaan dan/atau pemanfaatan Bumi dan/atau Bangunan.
Pasal 3
(1) Objek PBB-P2 yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. (2) Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah:
a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik dan emplasemennya yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut;
b. jalan tol; c. kolam renang;
d. pagar mewah; e. tempat olahraga; f. galangan kapal, dermaga;
g. taman mewah; h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
i. menara. (3) Objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 adalah objek pajak yang:
a. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasionalyang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara
yang belum dibebani suatu hak; e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik; dan f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 4
(1) Subjek PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas
Bangunan. (2) Wajib PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
BAB III
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 5
(1) Dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP. (2) Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setiap 3
(tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayah.
(3) Besarnya NJOPsebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkandengan Peraturan Bupati.
(4) Besarnya NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta
rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
Pasal 6
Tarif pajak ditetapkan sebesar 0,1% (Nol koma satu persen)
Pasal 7
Besaran pokok pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).
BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 8
Pajak yang terutang dipungut di wilayah Daerah yang meliputi letak objek pajak.
BAB V
TAHUN PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG Pasal 9
(1) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
(2) Saat pajak terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.
BAB VI PENDATAAN
Pasal 10
(1) Pendataan dilakukan dengan menggunakan SPOP. (2) SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar
dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada BupatiLamandau atau Pejabat yang ditunjuk, selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata cara pengisian dan
penyampaian SPOP diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VII PENETAPAN
Pasal 11
(1) Berdasarkan SPOP, Bupati menetapkan Pajak Terutang dengan menerbitkan SPPT;
(2) Bupati dapat mengeluarkan SKPD dalam hal sebagai berikut: a. SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), tidak disampaikan
dan setelah Wajib Pajak ditegur secara tertulis oleh Bupati sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah
pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata cara penerbitandan penyampaian SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur denganPeraturan Bupati.
BAB VIII TATA CARA PEMBAYARANDAN PENAGIHAN
Pasal 12
(1) Pembayaran Pajak yang terutang dilakukan dengan menggunakan SSPD. (2) Pajak dilunasi paling lama6 (enam) bulan sejak diterimanyaSPPT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), oleh Wajib Pajak yang merupakan tanggal jatuh tempo bagi Wajib Pajak untuk melunasi pajaknya.
(3) SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan;
(4) Pembayaran pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain
yang ditunjuk oleh Bupati. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran dan tempat
pembayaran pajak, diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 13
(1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika SPPT atau SKPD tidak atau kurang
dibayar. (2) Jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam STPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan.
(3) Apabila dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam STPD, pajak
terutang dan sanksi administrasi tidak atau kurang dibayar diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
(4) Apabila jumlah pajak yang belum dibayar tidak dilunasi dalam batas waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenis, ditagih dengan Surat Paksa. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara Penagihan Pajak, Surat Paksa
dan Penyitaan diatur dengan Peraturan Bupati berdasarkanperaturan
perundang-undangan.
BAB IX
KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 14
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kedaluwarsa setelah
melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah. (2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tertangguh apabila:
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; atau b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih
mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 15
(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Penghapusan piutang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB X KEBERATAN, BANDING DAN GUGATAN
Pasal 16
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk atas suatu: a. SPPT;dan b. SKPD.
(2) Dalam hal pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditolak atau dikabulkan sebagian, dikenakan sanksi berupa denda sebesar
50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum pengajuan
keberatan. (3) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi
administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), tidak dikenakan. (4) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(5) Dalam hal permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditolak atau dikabulkan sebagian, dikenakan sanksi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding
dikurangi pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum pengajuan keberatan.
(6) Jika pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(7) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 17
Wajib Pajak dapat mengajukan Gugatan terhadap: a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau
Pengumuman Lelang; atau
b. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah hanya dapat
diajukan kepada Pengadilan Pajak.
BAB XI
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGANSANKSI ADMINISTRASI
Pasal 18
(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat membetulkan SPPT, SKPD,SKPDB atau STPD yang
dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. (2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat:
a. mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD, SKPDLB atau STPD yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan STPD; d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang
dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan
sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 19
(1) Atas kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1), dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati
memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XIII
PEMERIKSAAN Pasal 20
(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk menunjuk petugas pemeriksa yang
berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
a. memperlihatkan, memberikan, dan/atau meminjamkan dokumen, data atau informasi yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
dan/atau c. memberikan keterangan lain yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pajak diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XIV
KETENTUAN KHUSUS Pasal 21
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga terhadap
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati untuk membantu dalam pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), adalah:
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi ahli dalam sidang pengadilan;
b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati untuk
memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenangmelakukan pemeriksaan dalam bidang
keuangan daerah. (4) Untuk kepentingan daerah, Bupati berwenang memberi izin tertulis kepada
pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), agar memberikan keterangan, memperlihatkan
buku tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk. (5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau
perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan
Hukum Acara Perdata, Bupati dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), agar memberikan dan memperlihatkan buku
tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. (6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5), harus
menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang
diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP Pasal 22
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2014
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 5 Maret 2012
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik
pada tanggal 5 Maret 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMADAU
TAHUN 2012 NOMOR 81 SERI B
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 06 TAHUN 2012
TENTANG
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
I. PENJELASAN UMUM
Peraturan Daerah adalah salah satu sumber pendanaan yang sangat penting bagi
Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah. Untuk itu, sejalan dengan tujuan otonomi Daerah penerimaan Daerah yang berasal dari Pajak
Daerah dari waktu ke waktu senantiasa perlu ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan agar peranan pajak Daerah dalam memenuhi kebutuhan Daerah khususnya dalam hal
penyediaan pelayanan kepada masyarakat dapat semakin meningkat.
Pajak Salah satu jenis pajak yang dapat dipungut oleh Daerah Kabupaten/Kota sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Sesuai ketentuan Pasal 95
ayat (1)Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, pemungutan Pajak Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Selanjutnya, dalam Peraturan Daerah ini diatur secara jelas dan tegas mengenai objek,
subjek, dasar pengenaan dan tarif Pajak Bumi dan BangunanPerdesaan dan Perkotaan. Di samping itu, juga diatur hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pemungutannya.
Pajak Bumi dan BangunanPerdesaan dan Perkotaan dipungut dengan menggunakan
sistem official assessmentdimana Wajib Pajak membayar pajak yang terutang dengan menggunakan SPPTatau SKPD.
Dalam pembentukan Peraturan Daerah ini, di samping berpedoman pada peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan Daerah, juga diperhatikan, diacu dan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4740); 3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997, Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000,
Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987); 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas. Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1) Yang dimaksud dengan kawasan adalah semua tanah dan bangunan yang
digunakan oleh perusahaan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan di tanah yang diberi hak guna usaha perkebunan, tanah yang diberi hak
pengusahaan hutan dan tanah yang menjadi wilayah usaha pertambangan. Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek pajak tersebut diusahakan untuk
melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan sosial, kesehatan,
pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara;
Di bidang kesehatan, contoh: rumah sakit; Di bidang pendidikan, contoh madrasah, pesantren;
Di bidang sosial, contoh: panti asuhan; D bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi.
Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas. Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5 Ayat (1)
Penetapan NJOP dapat dilakukan dengan: a. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu
pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yangsejenis yang letaknya
berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
b. Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik
objek tersebut. c. Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual
suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
Ayat (2)
Pada dasarnya penetapan NJOP adalah 3 (tiga) tahun sekali.Untuk wilayah tertentu yang perkembangan pembangunannya mengakibatkan kenaikan
NJOP yang cukup besar, maka penetapan NJOP dapat ditetapkan setahun sekali.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Nilai jual untuk bangunan sebelum diterapkan tarif pajak dikurangi terlebih dahulu dengan NJOPTKPsebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluhjutarupiah). Contoh: Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa:
Tanah seluas 800 m2dengan NJOP per m2 Rp 300.000,-; Bangunan seluas 400 m2 dengan NJOPper m2 Rp 350.000,-;
Besarnya PBB-P2 terutang adalah sebagai berikut:
1. NJOP Bumi: 800 x Rp 300.000,- Rp 240.000.000,- 2. NJOP Bangunan: 400 x Rp 350.000,- Rp 140.000.000,- +
Total NJOP Bumi dan Bangunan Rp 380.000.000,- NJOPTKP Rp 10.000.000,-
3. Dasar pengenaan pajak (NJOP – NJOPTK Rp 370.000.000,- 4. Tarif pajak0,1%
5. PBB-P2 terutang: 0,1% x Rp 370.000.000,- Rp 370.000,-
Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Ayat (1) Yang dimaksud dengan 1 (satu) tahun kalender adalah mulai dari 1 Januari
sampai dengan 31 Desember. Ayat (2)
Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek
pajak pada tanggal 1 Januari. Contoh:
a. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2009 berupa tanah dan bangunan. Pada tanggal 10 Februari 2009 bangunannya terbakar, maka pajak yang
terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari 2009, yaitu keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar.
b. Objek Pajak pada tanggal 1 Januari 2009 berupa sebidang tanah tanpa bangunan di atasnya. Pada tanggal 25 Juli 2009 dilakukan pendataan,
ternyata di atas tersebut telah berdiri suatu bangunan, maka pajak yang
terutang untuk tahun 2009 tetap dikenakan berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2009, sedangkan terhadap bangunannya baru akan
dikenakan pada tahun 2010. Pasal 10
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak diberikan SPOP untuk diisi dan
dikembalikan kepada Bupati Lamandau atau Pejabat yang ditunjuk.Wajib
Pajak yang telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali kalau Wajib Pajak menerima SPOP, maka
Wajib Pajak wajib mengisinya dan mengembalikannya kepada Bupati Lamandau atau Pejabat yang ditunjuk.
Yang dimaksud dengan jelas dan benar adalah:
Jelas, dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat
merugikan Daerah maupun Wajib Pajak sendiri.
Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, seperti luas tanah dan/atau bangunan, tahun dan harga
perolehan dan seterusnya sesuai dengan kolom-kolom/pertanyaan yang ada pada SPOP.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1) SPPT diterbitkan atas dasar SPOP, namun untuk membantu Wajib Pajak, SPPT
dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang sebelumnya telah ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas. Pasal 13
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Contoh :
SPPT tahun pajak 2012 diterima oleh Wajib Pajak pada tanggal 2 Maret 2012
dengan pajak yang terutang sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Jatuh tempo ditetapkan 6 bulan setelah SPPT diterima. Oleh Wajib Pajak baru dibayar
pada tanggal 5 Oktober2012, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran selama 2 bulan.
Terhadap Wajib Pajak tersebut dikenakan sanksi administratif sebesar 2% (dua
persen) per bulan,yakni : 2% x 2 bulan x Rp.100.000,- = Rp. 4000,- Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 5Oktober2012 adalah :
Pokok pajak + sanksi administratif = Rp. 100.000,- + Rp. 4000,- = Rp.
104.000,-
Apabila Wajib Pajak tersebut baru membayar utang pajaknya pada tanggal 10 November2012, maka terjadi keterlambatan selama 3 bulan.
Terhadap WajibPajak tersebut dikenakan sanksiadministratif sebesar 2% (dua
persen) per bulan, yakni: 2% x 3 bulan x Rp 100.000,- = Rp. 6000,- Pajak terutang yang harus dibayar pada tanggal 10 November 2012 adalah
:Pokok pajak + sanksi administratif =Rp. 100.000,- + Rp. 6000,- = Rp.
106.000,-. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14 Ayat (1)
Saat kedaluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi.
Kedaluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak SPPT, SKPD, atau STPD diterbitkan.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, kedaluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun
dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan kembali. Perhitungan kedaluwarsa penagihan pajak tersebut di atas tidak dapat
diberlakukan kepada Wajib Pajak apabila melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas. Pasal 15
Cukup jelas. Pasal 16
Cukup jelas. Pasal 17
Cukup jelas. Pasal 18
Ayat (1)
Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan
yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara
fiskus dengan Wajib Pajak. Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan baik oleh fiskus maupun
berdasarkan permohonan Wajib Pajak, kesalahan atau kekeliruan tersebut
harus dibetulkan. Ayat (2)
Huruf a Yang dimaksud dengan "kekhilafan Wajib Pajak" adalah keadaan Wajib
Pajak secara sadar atau lupa atau dalam kondisi tertentu sulit untuk menentukan pilihan dalam memenuhi kewajiban perpajakan daerah.
Huruf b Bupati atau Pejabat yang ditunjuk karena jabatannya dan berlandaskan
unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD,
SKPDLB, atau STPD yang tidak benar. Misalnya, Wajib Pajak yang ditolak pengajuan pengurangannya karena tidak memenuhi persyaratan formal
(memasukkan surat permohonan keberatan atau pengurangan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan materil terpenuhi.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 19 Ayat (1)
Untuk pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak harus
mengajukan permohonan dengan menyebutkan sekurang-kurangnya: a. Nomor Objek Pajak (NOP);
b. tahun pajak; c. besarnya kelebihan pajak;
d. dokumen atau keterangan yang menjadi dasar pembayaran pajak; e. perhitungan pajak menurut Wajib Pajak.
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak untuk mengetahui
kebenaran atas permohonan tersebut.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1) Bupati Lamandau atau Pejabat yang ditunjuk dalam rangka pengawasan
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk:
a. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; b. tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor(Pemeriksaan Kantor) atau di tempat
"Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup
pemeriksaannya,baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan.
Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran data SPOP.
Pemeriksaan lapangan dapat berupa penugasan petugas untuk melaksanakan
kegiatan, guna mendapatkan data riil yang sesungguhnya. Ayat (2)
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat ini disesuaikan dengan tujuan dilakukannya pemeriksaan
baik dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan maupun untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. Berdasarkan ayat ini Wajib Pajak yang diperiksa juga memiliki kewajiban
memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau
ruangan yang merupakan tempatpenyimpanan dokumen, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang kebenaran data SPOP.
Dalam hal petugas pemeriksa membutuhkan keterangan lain selain dokumen, data ataupun informasi lainnya, Wajib Pajak harus memberikan keterangan
lain yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau keterangan lisan. Ayat (3)
Cukup jelas. Pasal 21
Ayat (1)
Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan daerah dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak
yang menyangkut masalah perpajakan daerah, antara lain: a. laporan keuangan dan hal-hal lain yang dilaporkan oleh WajibPajak;
b. data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan; c. dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yangbersifat
rahasia;
d. dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berkenaan.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan tenaga ahli, antara lain, ahli bahasa, akuntan, dan
pengacara yang ditunjuk oleh Bupati Lamandau untuk membantu pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Ayat (3) Keterangan yang dapat diberitahukan adalah identitas Wajib Pajak dan
informasi yang bersifat umum tentang perpajakan daerah.
Identitas Wajib Pajak meliputi: 1. Nama Wajib Pajak;
2. Nomor Objek Pajak (NOP); 3. Alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
4. Alamat kegiatan usaha; 5. Jenis kegiatan usaha Wajib Pajak.
Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan daerah meliputi: 1. penerimaan pajak secara global;
2. penerimaan pajak per jenis pajak;
3. jumlah Wajib Pajak yang terdaftar.
4. register permohonan Wajib Pajak; 5. tunggakan pajak secara global.
Ayat (4)
Untuk kepentingan daerah, misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan, atau dalam rangka mengadakan kerjasama dengan Instansi Pemerintah
Kabupaten lain, keterangan atau bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditunjuk oleh
Bupati.
Dalam surat izin yang diterbitkan oleh Bupati Lamandau harus dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang ditunjuk, dan nama pejabat, ahli, atau
tenaga ahli yang diizinkan untuk memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak. Pemberian izin tertulis dilakukan
secara terbatas dalam hal-hal yang dipandang perlu oleh Bupati Lamandau. Ayat (5)
Untuk melaksanakan pemeriksaan pada sidang pengadilan dalam perkara
pidana atau perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan daerah, demi kepentingan peradilan, Bupati memberikan izin pembebasan atas
kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) atas permintaan tertulis hakim ketua
sidang. Ayat (6)
Ketentuan ayat ini merupakan pembatasan dan penegasan bahwa keterangan perpajakan daerah yang diminta hanya mengenai perkara pidana atau perdata
tentang perbuatan atau peristiwa yang menyangkut bidang perpajakan daerah
dan hanya terbatas pada tersangka yang bersangkutan. Pasal 22
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2012 NOMOR 70 SERI B
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 05A TAHUN 2011
T E N T A N G
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 04TAHUN 2010
TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
: a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
bahwa untuk pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (3), Pasal 11 ayat (3), Pasal 13 ayat (3), Pasal 16 ayat (3),
Pasal 17 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 20 ayat (3), Pasal 23 Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 04 Tahun 2010 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau tanggal 04 Oktober 2010 Nomor 57 seri C, perlu
menetapkan peraturan pelaksanaannya;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor
83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3186);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung
Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang beberpa kali terakhir
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I Dan Tingkat II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3410);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah Daerah
Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4761);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri E);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 04 Tahun 2010 tentang Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Umum
(Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2010 Nomor 57 Seri C).
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau.
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
3. Kepala Daerah adalah Bupati Lamandau.
4. Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika adalah Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika Kabupaten Lamandau.
5. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau.
6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan Daerah yang berlaku
7. Lembaga Teknis adalah Dinas/Badan/Kantor yang ditunjuk oleh Kepala
Daerah untuk mengelola parkir di Kabupaten Lamandau. 8. Badan adalah suatu badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya BUMN/BUMD, dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi,
yayasan atau organisasi sejenis, lembaga dan pension, Bentuk usaha tetap serta bentuk Badan Usaha lainnya.
9. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
tehnik yang ada pada kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor.
10. Parkir, adalah menetapkan kendaraan pada suatu tempat tertentu. 11. Tempat Parkir, adalah tempat tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah
sebagai tempat parkir. 12. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 13. Retribusi Parkir dijalan Umum yang selanjutnya dapat disebut Retribusi
adalah Pembayaran atas penggunaan tempat Parkir ditepi jalan umum yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
14. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Peraturan perundang-undangan Retribusi untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi.
15. Surat Pembayaran Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SPDORD, adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk
melaporkan Data Objek Retribusi dan Wajib Retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran Retribusi yang terhutang menurut peraturan
perundang-undangan Retribusi Daerah. 16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SKRD
adalah surat yang menentukan besarnya jumlah Retribusi terutang.
17. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan
kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah.
18. Penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang Lingkup pengelolaan retribusi parkir di Tepi Jalan Umum ditetapkan oleh
Bupati.
BAB III OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 3
Objek Retribusi adalah pelayanan penyediaan tempat parkir di Tepi Jalan Umum.
Pasal 4
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tempat parkir di tepi jalan umum atau tempat lain yang digunakan untuk parkir.
BAB IV
BESARNYA TARIF Pasal 5
Atas pemberian jasa tempat parkir oleh pelayan jasa parkir dikenakan tarif
retribusi sebagai berikut : 1. Sepeda Motor, sebesar Rp. 1.000,- (Seribu Rupiah);
2. Mobil Penumpang, sebesar Rp. 2.000,- (Dua Ribu Rupiah); 3. Mobil Bus, sebesar Rp. 3.000,- (Tiga Ribu Rupiah);
4. Mobil Barang, sebesar Rp. 3.000,- (Tiga Ribu Rupiah); 5. Kendaraan Khusus, sebesar Rp. 4.000,- (Empat Ribu Rupiah).
BAB V
TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 6
(1) Pemungutan retribusi parkir dapat diborongkan.
(2) Tata cara borongan retribusi parkir di tepi jalan umum adalah dengan cara penerbitan Surat Perjanjian Kerja antara Dinas Perhubungan, Komunikasi
Dan Informatika dengan Pihak badan usaha atau pemborong parker. (3) Wajib retribusi membayar retribusi dan dipungut pada saat kendaraan parkir
yang dilaksanakan oleh Petugas Pemungut retribusi. (4) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD dan atau karcis. Dalam hal
ini apabila tidak diborongkan maka karcis disediakan oleh Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah. (5) Khusus bentuk dan isi karcis sebagaimana terlampir.
BAB VI TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 7
(1) Pembayaran retribusi sebagaimana Pasal 5 ayat (1), harus dilunasi sekaligus
dimuka atau 50 % (Lima Puluh Persen) dari jumlah retribusi diborongkan. (2) Pembayaran atas retribusi yang tidak diborongkan disetorkan oleh pemungut
ke Bendahara Penerima Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika
yang sudah ditunjuk oleh Bupati paling lama 1 x 24 jam. (3) Bendahara Penerima Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika harus
membuat rekapitulasi jenis penerimaan retribusi untuk disetorkan ke Kas Daerah dan menyampaikan hasil penerimaan retribusi kepada Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau dan diketahui oleh Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika.
BAB VII
KEWAJIBAN, HAK DAN LARANGAN Pasal 8
Pengelola parkir dalam melakukan usahanya berkewajiban untuk :
a. Mengatur masuk dan keluarnya kendaraan ditempat parkir; b. Melakukan penataan kendaraan yang parkir agar tidak mengganggu arus lalu
lintas; c. Menjaga ketertiban dan keamanan kendaraan yang diparkir;
d. Menggunakan tanda bukti (karcis) yang telah disediakan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah apabila pengelola parkir tidak melakukan pemborongan atas retribusi parkir;
e. Menarik retribusi parkir sesuai dengan ketentuan peraturan yang telah ditetapkan;
f. Memberikan santunan kepada pemilik kendaraan dan atau kelengkapannya yang hilang.
Pasal 9
Pengelola parkir dalam melaksanakan usahanya berhak untuk menarik retribusi parkir sebagai imbalan jasa pelayanan yang diberikan.
Pasal 10
Pengelola atau Badan usaha penyelenggara dilarang : a. Memindahtangankan izin pengelolaan yang masih berlaku dengan cara dan
bentuk apapun kepada pihak lain, kecuali dengan izin Kepala Daerah; b. Menggunakan trotoar untuk kegiatan perparkiran.
BAB VIII PEMBERIAN DAN TATA CARA SANTUNAN
Pasal 11
(1) Setiap kendaraan dan atau kelengkapannya yang hilang di tempat parkir
harus diberikan santunan. (2) Besarnya santunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
sebagai berikut :
a. Untuk kehilangan kendaraan yang diparkir, setinggi-tingginya 5.000 (Lima Ribu) kali dari besarnya karcis retribusi yang dibayar;
b. Untuk kehilangan kelengkapan kendaraan, setinggi-tingginya 50 % (Lima Puluh Persen) dari nilai kelengkapan kendaraan yang hilang.
(3) Untuk memperoleh santunan sebagaimana maksud pada ayat (1), pemilik harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengelola usaha perparkiran dengan melampirkan :
a. Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian setempat; b. Tanda Bukti Parkir;
c. Foto copy Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) serta menunjukkan yang asli kepada
pengelola parkir; d. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP).
(4) Dalam hal pengelolaan parkir oleh Pemerintah Daerah permohonan
santunan ditujukan kepada Kepala Daerah melalui Lembaga Teknis. (5) Pengelolaan parkir oleh perorangan atau badan permohonan santunan
ditujukan kepada pengelola secara langsung dengan tembusan Kepala Daerah.
Pasal 12
Tata cara pencairan dana santunan bagi pemilik kendaraan dan atau
kelengkapannya yang hilang ditempat parkir yang dikelola oleh Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut :
a. Pemilik kendaraan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah melalui Lembaga Teknis dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (3);
b. Lembaga Teknis menerima dan mengagendakan surat permohonan; c. Lembaga Teknis melakukan koordinasi/rapat dengan Tim untuk melakukan
pemeriksaan berkas-berkas dan menentukan besarnya santunan; d. Lembaga Teknis melaporkan hasil koordinasi/rapat dan meminta persetujuan
mengenai besarnya santunan kepada Kepala Daerah; e. Lembaga Teknis menyerahkan santunan kepada pemilik kendaraan dan atau
kelengkapannya yang hilang disertai dengan berita acara;
f. Penerima santunan menandatangani tanda bukti penerimaan.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 13
Bentuk, ukuran dan warna karcis yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana tersebut dalam Lampiran II Peraturan Bupati ini.
BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Bupati ini dengan Penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 21 Januari 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada Tanggal 21 Januari 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 164
LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI LAMANDAU Nomor
Tanggal Tentang
:
: :
08 Tahun 2011
22 Januari 2011 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 02TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR.
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
LAMPIRAN II : PERATURAN BUPATI LAMANDAU Nomor
Tanggal Tentang
:
: :
08 Tahun 2011
22 Januari 2011 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 02TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR.
BENTUK, UKURAN DAN WARNA KARCIS RETRIBUSI PARKIR UMUM
DI KABUPATEN LAMANDAU 1. Bentuk karcis : persegi panjang 2. Ukuran : 5 cm X 12 cm 3. Warna
- Dasar : putih - Tulisan : hitam
4. Contoh karcis Parkir Umum
a. Kendaraan Sepeda Motor :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Sepeda Motor
(Perda Nomor 04 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 1.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Sepeda Motor
(Perda Nomor 04 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 1.000,-
b. Kendaraan Mobil Penumpang :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Mobil Penumpang
(Perda Nomor 04 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 2.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Mobil Penumpang
(Perda Nomor 04 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 2.000,-
c. Kendaraan Mobil Bus :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Mobil Bus
(Perda Nomor 04 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 3.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Mobil Bus
(Perda Nomor 04 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 3.000,-
d. Kendaraan Mobil Barang :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Mobil Barang
(Perda Nomor 04 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 3.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Mobil Barang
(Perda Nomor 04 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 3.000,-
e. Kendaraan Khusus :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Kendaraan Khusus
(Perda Nomor 04Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 4.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR UMUM
Kendaraan Khusus
(Perda Nomor 04 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 4.000,-
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
LAMPIRAN III : PERATURAN BUPATI LAMANDAU Nomor
Tanggal Tentang
:
: :
08 Tahun 2011
22 Januari 2011 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 02TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR.
KAWASAN DAN LOKASI PARKIR UMUM
DI KABUPATEN LAMANDAU
No. KAWASAN LOKASI
1 Jl. Cempaka Depan Pasar tradisional Bulik
2 Jl. Niaga Depan Pasar Ikan Bulik
3 Jl. JC. Rangkap Depan Kantor Post + Warung makan Barokah
4 Jalan Gst.M.Yusuf & Jalan Melati
Komplek Pasar Trans Lokal
5 Jl. JC. Rangkap Kawasan Pertokoan RT. 05 & 06
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 06A TAHUN 2011
T E N T A N G
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 03 TAHUN 2010
TENTANG RETRIBUSI TERMINAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 22 Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2010 tentang Retribusi Terminal telah diundangkan dalam
Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2010 Nomor 56 seri C, perlu menetapkan peraturan
pelaksanaannya;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung
Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang beberpa kali terakhir Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
6.
7.
8.
9.
10.
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun
2010 tentang Retribusi Terminal (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2010 Nomor 56 Seri C).
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG
RETRIBUSI TERMINAL.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau.
2. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah Kesatuan Masyarakat yang mempunyai batas daerah hukum yang berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
4. Kepala Daerah adalah Bupati Lamandau.
5. Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika adalah Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika Kabupaten Lamandau.
6. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau.
7. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan Daerah yang berlaku.
8. Badan adalah suatu badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya BUMN/BUMD, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga dan pension, Bentuk usaha tetap
serta bentuk Badan Usaha lainnya. 9. Retribusi Jasa Usaha adalah Retribusi atas jasa yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta. 10. Retribusi Terminal yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah
pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat parkir kendaraan penumpang dan Bis Umum, tempat kegiatan usaha, fasilitas lainnya
dilingkungan terminal yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, serta yang dikelola oleh pihak swasta tidak termasuk pelayanan peron.
11. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Peraturan perundang-undangan Retribusi untuk melakukan pembayaran Retribusi.
12. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan tempat parkir khusus.
13. Surat Keputusan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SKRD adalah surat yang menentukan besarnya jumlah Retribusi terutang.
14. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat dengan STRD
adalah untuk melakukan tagihan Retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
15. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan
kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah.
16. Penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
PENGELOLA DAN PELAKSANA Pasal 2
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah sebagai Pengelola retribusi dan Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika sebagai Pelaksana pengelolaan dan pemungutan retribusi.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 3
(1) Lokasi pemungutan retribusi ditetapkan sebagai berikut : b. Terminal Garantung; c. Terminal Pembantu;
d. Dan tempat lain yang akan ditentukan kemudian oleh Bupati.
(1) Bagi kendaraan bus/mobil penumpang umum yang beroperasi dari arah Kota Nanga Bulik menuju keluar Kota wajib masuk Terminal Garantung.
(2) Bagi kendaraan bus/mobil penumpang umum yang beroperasi dari arah daerah Kecamatan Menthobi Raya, Bulik Timur, Lamandau dan Belantikan
Raya yang menuju keluar daerah Kabupaten Lamandau wajib masuk Terminal Pembantu.
(3) Bagi kendaraan bus/mobil penumpang umum yang beroperasi dari arah daerah Kecamatan Menthobi Raya, Bulik Timur, Lamandau dan Belantikan Raya yang menuju Kota Nanga Bulik wajib masuk Terminal Garantung.
(4) Bagi kendaraan bus/mobil penumpang umum yang beroperasi dari arah daerah Kecamatan Bulik, Batang Kawa dan Delang yang menuju Kota Nanga
Bulik wajib masuk Terminal Garantung. (5) Bagi kendaraan bus/mobil penumpang umum yang ijin trayeknya melalui
Terminal Garantung wajib masuk Terminal Garantung. (6) Bagi kendaraan bus/mobil penumpang umum yang ijin trayeknya melalui
Terminal Pembantu wajib masuk Terminal Pembantu.
(7) Bagi kendaraan bus/mobil penumpang umum yang ijin trayeknya dari arah daerah Kecamatan Menthobi Raya, Bulik Timur, Lamandau dan Belantikan
Raya menuju Kota Nanga Bulik wajib masuk Terminal Garantung.
BAB IV
BESARAN RETRIBUSI
Pasal 4
Besarnya Tarif Retribusi digolongkan berdasarkan jenis fasilitas, jenis kendaraan
dan jangka waktu pemakaian ditetapkan sebagaimana berikut:
No Jenis
Retribusi Satuan Tarif Masa Berlaku
1
Jasa Parkir
Kendaraan
di Terminal
Jenis Kendaraan :
a. Angkutan Dalam Kota :
- Otolet
- Bus Kecil
- Bus Kota
- Sepeda Motor
b. Angkutan Antar Kota :
- Bus kecil
- Bus sedang Bus besar
Rp. 2.000,-/ Kendaraan
Rp. 2.000,-/ Kendaraan
Rp. 3.000,-/ Kendaraan
Rp. 1.000,-/ Kendaraan
Rp. 5.000-,/ Kendaraan
Rp. 7.500,-/ Kendaraan
Rp. 10.000,-/ Kendaraan
Per sekali parkir
2
Pemakaian
Fasilitas
Tempat
Usaha
- Ruko ukuran 3x5 meter
- Toko ukuran 4x5 meter
- Kios ukuran 3x4 meter
- Los ukuran 3x4 meter
Rp. 75.000,-/ Bulan
Rp. 45.000,-/ Bulan
Rp. 40.000,-/ Bulan
Rp. 45.000,-/ Bulan
1 Bulan
BAB V
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENGELOLAAN Pasal 5
Tata cara pemungutan dan pengelolaan retribusi dalam melaksanakan Pasal 3,
adalah sebagai berikut : a. Wajib retribusi membayar retribusi berdasarkan karcis yang disediakan oleh
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah dan dipungut
pada saat kendaraan masuk terminal yang dilaksanakan oleh Petugas Pemungut retribusi Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika;
b. Petugas pemungut retribusi di terminal menyetorkan kepada Bendahara penerima Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika yang sudah
ditunjuk oleh Bupati untuk di setorkan ke Kas daerah melalui Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah;
c. Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen sah lain yang dipersamakan.
Pasal 6
Dalam melaksanakan sebagaimana dimaksud Pasal 4, untuk pengoperasian, pemeliharaan dan ketertiban terminal proses adminstrasinya dilakukan
pelaksanaannya oleh pejabat pada bidang yang sesuai tugasnya, sedangkan pemungutan dan pelayanan retribusi terminal dilaksanakan oleh Kepala Unit
Pelaksana Teknis (UPT) terminal. Dalam hal Unit Pelaksana Teknis (UPT) terminal belum terbentuk, maka pelaksanaannya dapat dilakukan oleh Kepala
Seksi yang membidanginya.
Pasal 7
Hasil pengelolaan dan pemungutan retribusi terminal dimaksud Pasal 5,
disetorkan oleh petugas penerima dan pemungut retribusi terminal kepada Pemegang Kas/Bendahara Penerima Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika dalam waktu 1 x 24 Jam dengan menyertakan bukti pemungutan
retribusi.
Pasal 8
Untuk melaksanakan maksud Pasal 6, maka Pemegang Kas/Bendahara
Penerima Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika membuat rekapitulasi jenis penerimaan retribusi untuk disetorkan langsung ke Kas Daerah
dalam waktu 1 x 24 jam.
Pasal 9
Pemegang Kas/Bendahara Penerima harus menyampaikan rekapitulasi jenis
penerimaan retribusi dan hasil pengelolaan terminal kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau dan diketahui oleh
Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Bupati ini dengan Penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten
Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 22 Januari 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada Tanggal 22 Januari 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 162A
LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI LAMANDAU Nomor
Tanggal Tentang
:
: :
06A Tahun 2011
22 Januari 2011 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL.
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
LAMPIRAN II: PERATURAN BUPATI LAMANDAU Nomor
Tanggal Tentang
:
: :
06A Tahun 2011
22 Januari 2011 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL.
BENTUK, UKURAN DAN WARNA KARCIS RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN LAMANDAU
1. Bentuk karcis : persegi panjang 2. Ukuran : 5 cm X 12 cm 3. Warna
- Dasar : putih - Tulisan : hitam
5. Contoh karcis Retribusi Terminal untuk Angkutan Dalam Kota
a. Kendaraan Sepeda Motor :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Sepeda Motor
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 1.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Sepeda Motor
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 1.000,-
b. Kendaraan Mobil Penumpang/Bus Kecil:
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Mobil Penumpang / Bus Kecil
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 2.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Mobil Penumpang / Bus Kecil
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 2.000,-
c. Kendaraan Bus Kota:
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Bus Kota
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 3.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Bus Kota
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 3.000,-
6. Contoh karcis Retribusi Terminal untuk Angkutan Antar Kota
a. Kendaraan Bus Kecil :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Bus Kecil
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 5.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Bus Kecil
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 5.000,-
b. Kendaraan Bus Sedang :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Bus Sedang
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 7.500,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Bus Sedang
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 7.500,-
c. Kendaraan Bus Besar
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Bus Besar
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 10.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
PARKIR TERMINAL
Bus Besar
(Perda Nomor 03 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 10.000,-
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 08 TAHUN 2011
T E N T A N G
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 02 TAHUN 2010
TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
bahwa untuk pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (3), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2),
Pasal 14 ayat (3), Pasal 16 ayat (2), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 02 Tahun 2010 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir yag
diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 55 seri C, perlu menetapkan peraturan
pelaksanaannya;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung
Raya dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah;
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang beberpa kali terakhir
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Tingkat II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3410);
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah Daerah
Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri E);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 02 Tahun 2010 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir (Lembaran
Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2010 Nomor 55 Seri C).
.
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG
RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau.
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
3. Kepala Daerah adalah Bupati Lamandau.
4. Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika adalah Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika Kabupaten Lamandau.
5. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau.
6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan Daerah yang berlaku.
7. Lembaga Teknis adalah Dinas/Badan/Kantor yang ditunjuk oleh Kepala
Daerah untuk mengelola parkir di Kabupaten Lamandau. 8. Badan adalah suatu badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya BUMN/BUMD, dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi,
yayasan atau organisasi sejenis, lembaga dan pension, Bentuk usaha tetap serta bentuk Badan Usaha lainnya.
9. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
tehnik yang ada pada kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor.
10. Parkir, adalah menetapkan kendaraan pada suatu tempat tertentu. 11. Tempat Parkir, adalah tempat tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah
sebagai tempat parkir. 12. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 13. Retribusi Parkir dijalan Umum yang selanjutnya dapat disebut Retribusi
adalah Pembayaran atas penggunaan tempat Parkir ditepi jalan umum yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
14. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Peraturan perundang-undangan Retribusi untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi.
15. Surat Pembayaran Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SPDORD, adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk
melaporkan Data Objek Retribusi dan Wajib Retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran Retribusi yang terhutang menurut peraturan
perundang-undangan Retribusi Daerah. 16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SKRD
adalah surat yang menentukan besarnya jumlah Retribusi terutang.
17. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan
kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah.
18. Penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang Lingkup pengelolaan retribusi tempat khusus parkir ditetapkan oleh Bupati.
BAB III
OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 3
Objek Retribusi adalah pelayanan penyediaan tempat khusus parkir yang disediakan oleh Pemerintah.
Pasal 4
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tempat khusus parkir yang digunakan untuk parkir.
BAB IV
BESARNYA TARIF Pasal 5
Atas pemberian jasa tempat parkir oleh pelayan jasa parkir dikenakan tarif retribusi sebagai berikut :
1. Sepeda Motor, sebesar Rp. 2.000,- (Dua Ribu Rupiah); 2. Mobil Penumpang, sebesar Rp. 3.000,- (Tiga Ribu Rupiah);
3. Mobil Bus, sebesar Rp. 4.000,- (Empat Ribu Rupiah); 4. Mobil Barang, sebesar Rp. 4.000,- (Empat Ribu Rupiah); 5. Kendaraan Khusus, sebesar Rp. 5.000,- (Lima Ribu Rupiah).
BAB V
TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 6
(1) Wajib retribusi membayar retribusi dan dipungut pada saat kendaraan parkir
yang dilaksanakan oleh pengelola tempat parkir khusus.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau karcis. Dalam hal pengelolaan parkir karcis disediakan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Kekayaan Dan Aset Daerah. (3) Khusus bentuk dan isi karcis sebagaimana terlampir.
BAB VI
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 7
(1) Pembayaran atas retribusi yang dikelola oleh pihak Pemerintah disetorkan oleh pemungut ke Bendahara Penerima Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan
Informatika yang sudah ditunjuk oleh Bupati paling lama 1 x 24 jam. (2) Bendahara Penerima Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika harus
membuat rekapitulasi jenis penerimaan retribusi untuk disetorkan ke Kas
Daerah dan menyampaikan hasil penerimaan retribusi kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau
dan diketahui oleh Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika.
BAB VII KEWAJIBAN, HAK DAN LARANGAN
Pasal 8
Pengelola parkir dalam melakukan usahanya berkewajiban untuk : a. Mengatur masuk dan keluarnya kendaraan ditempat parkir;
b. Melakukan penataan kendaraan yang parkir agar tidak mengganggu arus lalu lintas;
c. Menjaga ketertiban dan keamanan kendaraan yang diparkir;
d. Menggunakan tanda bukti (karcis) yang telah disediakan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Dan Aset Daerah apabila pengelola parkir
tidak melakukan pemborongan atas retribusi parkir; e. Menarik retribusi parkir sesuai dengan ketentuan peraturan yang telah
ditetapkan; f. Memberikan santunan kepada pemilik kendaraan dan atau kelengkapannya
yang hilang.
Pasal 9
Pengelola parkir dalam melaksanakan usahanya berhak untuk menarik retribusi
parkir sebagai imbalan jasa pelayanan yang diberikan.
Pasal 10
Pengelola atau penyelenggara dilarang :
a. Memindahtangankan pengelolaan dengan cara dan bentuk apapun kepada pihak lain, kecuali dengan izin Kepala Bupati;
b. Menggunakan trotoar untuk kegiatan perparkiran.
BAB VIII
PEMBERIAN DAN TATA CARA SANTUNAN Pasal 11
(1) Setiap kendaraan dan atau kelengkapannya yang hilang di tempat parkir
harus diberikan santunan. (2) Besarnya santunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah sebagai
berikut :
a. Untuk kehilangan kendaraan yang diparkir, setinggi-tingginya 2.500 ( Dua Ribu Lima Ratus ) kali dari besarnya karcis retribusi yang dibayar;
b. Untuk kehilangan kelengkapan kendaraan, setinggi-tingginya 30 % (Tiga Puluh Persen) dari nilai kelengkapan kendaraan yang hilang.
(3) Untuk memperoleh santunan sebagaimana maksud pada ayat (1), pemilik
harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengelola usaha
perparkiran dengan melampirkan :
a. Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian setempat; b. Tanda Bukti Parkir; c. Foto copy Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB) serta menunjukkan yang asli kepada pengelola parkir;
d. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP). (4) Dalam hal pengelolaan parkir oleh Pemerintah Daerah permohonan santunan
ditujukan kepada Bupati melalui Lembaga Teknis. (5) Pengelolaan parkir oleh perorangan atau badan permohonan santunan
ditujukan kepada pengelola secara langsung dengan tembusan Bupati.
Pasal 12
Tata cara pencairan dana santunan bagi pemilik kendaraan dan atau kelengkapannya yang hilang ditempat parkir yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah adalah sebagai berikut : a. Pemilik kendaraan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati
melalui Lembaga Teknis dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (3);
b. Lembaga Teknis menerima dan mengagendakan surat permohonan;
c. Lembaga Teknis melakukan koordinasi/rapat dengan Tim untuk melakukan pemeriksaan berkas-berkas dan menentukan besarnya santunan;
d. Lembaga Teknis melaporkan hasil koordinasi/rapat dan meminta persetujuan mengenai besarnya santunan kepada Bupati;
e. Lembaga Teknis menyerahkan santunan kepada pemilik kendaraan dan atau kelengkapannya yang hilang disertai dengan berita acara;
f. Penerima santunan menandatangani tanda bukti penerimaan.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 13
Bentuk, ukuran dan warna karcis yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Peraturan Bupati ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP Pasal 14
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Bupati ini dengan Penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten
Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 22 Januari 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada Tanggal 22 Januari 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 164
LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI LAMANDAU Nomor
Tanggal Tentang
:
: :
08 Tahun 2011
22 Januari 2011 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 02TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR.
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
LAMPIRAN II : PERATURAN BUPATI LAMANDAU Nomor
Tanggal Tentang
:
: :
08 Tahun 2011
22 Januari 2011 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 02TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR.
BENTUK, UKURAN DAN WARNA KARCIS RETRIBUSI PARKIR KHUSUS
DI KABUPATEN LAMANDAU
1. Bentuk karcis : persegi panjang
2. Ukuran : 5 cm X 12 cm
3. Warna
- Dasar : putih - Tulisan : hitam
2. Contoh karcis Tempat Parkir Khusus
a. Kendaraan Sepeda Motor :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Sepeda Motor
(Perda Nomor 02 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 2.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Sepeda Motor
(Perda Nomor 02 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 2.000,-
b. Kendaraan Mobil Penumpang :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Mobil Penumpang
(Perda Nomor 02 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 3.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Mobil Penumpang
(Perda Nomor 02Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 3.000,-
c. Kendaraan Mobil Bus :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Mobil Bus
(Perda Nomor 02 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 4.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Mobil Bus
(Perda Nomor 02Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 4.000,-
d. Kendaraan Mobil Barang :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Mobil Barang
(Perda Nomor 02 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 4.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Mobil Barang
(Perda Nomor 02 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 4.000,-
e. Kendaraan Khusus :
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Kendaraan Khusus
(Perda Nomor 02 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 5.000,-
PEMERINTAH KABUPATEN
LAMANDAU
BUKTI PARKIR KHUSUS
Kendaraan Khusus
(Perda Nomor 02 Tahun 2010)
Berlaku untuk satu kali parkir
Nomor Seri :
Rupiah : Rp. 5.000,-
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
LAMPIRAN III : PERATURAN BUPATI LAMANDAU Nomor
Tanggal Tentang
:
: :
08 Tahun 2011
22 Januari 2011 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 02TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR.
KAWASAN DAN LOKASI PARKIR KHUSUS
DI KABUPATEN LAMANDAU
No. KAWASAN LOKASI
1 Jl. TranS Kalimantan RSUD Kabupaten Lamandau
2 Jl. Batu Batanggui Depan Bank Rakyat Indonesia unit Nanga Bulik
3 Komplek Perkantoran Bukit Hibul
Depan Bank Pembangunan Kalteng Cab. Nanga Bulik
4 Jl. Cilik Riwut Depan Puskesmas Bulik
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 39 TAHUN 2011
TENTANG
TATA CARA PEMUNGUTAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
merupakan pajak daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah serta mewujudkan
kemandirian daerah guna meningkatkan pelayanan Kepada Masyarakat;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati Lamandau tentang Tata Cara Pemungutan pelaksanaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan;
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9 Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1820);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah diubah untuk ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684);
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3987);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
13.
14.
15.
16.
Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan 53 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan BEA Perolehan Hak
Atas Tanah Dan Bangunan Sebagai Pajak Daerah;
Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-47/PJ/2010 tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan BEA Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Sebagai Pajak Daerah;
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintah Yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri D); Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun
2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Nomor 46,
Tambahan Lembaran Daerah Nomor 39 Seri D) sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 46 Seri D,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 Seri D).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati, dan perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Lamandau.
5. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD.
6. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat
perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit,
pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak
tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang. 7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan,
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
9. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/ atau perairan pedalaman dan/atau laut.
10. Nilai Perolehan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NPOP adalah besaran nilai/harga obyek pajak yang dipergunakan sebagai dasar pengenaan pajak;
11. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat NPOPTKP adalah besaran nilai yang merupakan batas tertinggi nilai/harga objek pajak yang tidak dikenakan pajak.
12. Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan
bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau NJOP pengganti. 13. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut
BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
14. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/
atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 15. Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak
pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.
16. Jual beli adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pembeli dari
penjual yang terjadi melalui transaksi jual beli, dimana atas perolehan tersebut pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual.
17. Tukar menukar adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh seorang atau suatu badan dari pihak lain dan sebagai gantinya
orang atau badan tersebut memberikan tanah dan/atau bangunan miliknya kepada pihak lain tersebut sebagi pengganti tanah dan atau bangunan yang diterimanya.
18. Hibah adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diperoleh oleh seorang penerima hibah yang berasal dari pemberi hibah pada saat
pemberi hibah masih hidup. 19. Hibah Wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan/atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemeberi hibah wasiat meninggal dunia.
20. Waris adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh ahli waris dari pewaris (pemilik tanah dan/atau bangunan) yang berlaku setelah pewaris
meninggal dunia.
21. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada
Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.
22. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan
kepada sesama pemegang hak bersama. 23. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah penetapan pemenang oleh Pejabat
Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang.
24. Pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah perolehan hak sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap terjadi dengan peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai pihak yang semula memiliki suatu
tanah dan bangunan kepada pihak yang yang ditentukan dalam putusan hakim menjadi pemilik baru tanah dan bangunan tersebut.
25. Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih
dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung.
26. Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan
usaha yang bergabung tersebut. 27. Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan
usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
28. Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan atas tanah dan/ atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada
penerima hadiah. 29. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak adalah pemberian hak
baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang
berasal dari pelepasan hak. 30. Pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah pemberian hak baru atas
tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
31. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
32. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh
perundang-undangan yang berlaku. 33. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
34. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
35. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun
meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
36. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara
lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian
dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan/ atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
37. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
38. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
39. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
40. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan dimulai dari penghimpunan data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang
sampai dengan kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya.
41. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau
harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
42. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
43. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
44. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan.
45. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
46. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak
yang terutang atau seharusnya dibayar. 47. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda.
48. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah
yang terdapat dalam SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPKLB, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan;
49. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPKLB, STPD, atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak; 50. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding
terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. 51. Penelitian SSPD adalah serangkaian kegiatan untuk mencocokkan data
dalam SSPD dengan data yang ada pada Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
52. Penelitian lapangan SSPD adalah serangkaian kegiatan untuk mencocokkan
data dalam SSPD dengan keadaan di lapangan. 53. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
54. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 2
Dengan nama Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dipungut pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Pasal 3
(1) Objek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
(2) Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. pemindahan hak karena : 1. jual beli; 2. tukar menukar;
3. hibah; 4. hibah wasiat;
5. waris; 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 8. penunjukan pembeli dalam lelang; 9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10. penggabungan usaha; 11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha; atau 13. hadiah.
b. pemberian hak baru karena : 1. kelanjutan pelepasan hak; atau 2. di luar pelepasan hak.
(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah : a. hak milik;
b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan;
d. hak pakai; e. hak milik atas satuan rumah susun; dan
f. hak pengelolaan.
Pasal 4
Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh : a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan perlakuan timbal balik;
b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum
lain dengan tidak adanya perubahan nama; e. orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Pasal 5
Subjek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi
atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
Pasal 6
Wajib pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
BAB III DASAR PENGENAAN, TARIF
DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 7
(1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah
NPOP.
(2) NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah : a. jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar menukar adalah nilai pasar; c. hibah adalah nilai pasar;
d. hibah wasiat adalah nilai pasar; e. waris adalah nilai pasar; f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum adalah nilai pasar;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar; h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar; i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah nilai pasar; j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar; k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. peleburan usaha adalah nilai pasar; m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n. hadiah adalah nilai pasar; dan/atau
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.
(3) Jika NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n, tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang digunakan dalam
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.
Pasal 8
(1) Besarnya NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak.
(2) Dalam hal NPOP hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 9
Tarif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 5% (lima per
seratus).
Pasal 10
Besaran pokok Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 setelah
dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
BAB IV
SAAT TERUTANGNYA PAJAK Pasal 11
(1) Saat terutangnya pajak bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan
ditetapkan untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta; b. tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandantangani akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta; d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandangani akta;
e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke instansi di bidang pertanahan;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatangani akta; g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat
dan ditandatangani akta; h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap; i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta; l. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
m. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandantani akta; n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta; dan
o. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang. (2) Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penandatanganan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf f, huruf g, huruf k, huruf l, huruf m dan huruf n adalah penandatanganan akta oleh para pihak sebelum akta ditandatangani oleh pejabat pembuat akta tanah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran
pajak.
BAB V TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENETAPAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Pembayaran
Pasal 12
(1) Setiap wajib pajak wajib mengisi SSPD. (2) SSPD wajib diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh
wajib pajak. (3) SSPD wajib disampaikan kepada Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. (4) SSPD sebagimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk melakukan
pembayaran/penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang
terutang dan sekaligus berfungsi sebagai SPTPD. (5) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang wajib dibayar
oleh Wajib Pajak atau Kuasanya dengan menggunakan SSPD sebagaimana pada ayat (1).
(6) SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari 6 (enam) rangkap, yaitu : a. Lembar Ke-1: untuk Wajib Pajak;
b. Lembar ke-2: untuk PPAT/Notaris; c. Lembar ke-3 : untuk Kepala Kantor Lelang/Kantor Pertanahan;
d. Lembar ke-4 & 6: untuk Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah;
e. Lembar ke-5 : untuk Bank Tempat Pembayaran BPHTB.
Pasal 13
(1) Formulir SSPD disediakan di PPAT/Notaris, Kantor Lelang, Kantor
Pertanahan, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. (2) Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak setelah melakukan pembayaran memperoleh
SSPD lembar ke-1, SSPD lembar ke-2, SSPD ke-3,SSPD ke-4 dan SSPD
lembar ke-6. (3) SSPD lembar ke-2 disampaikan oleh wajib Pajak kepada PPAT/Notaris;
(4) SSPD lembar ke-3 disampaikan oleh wajib Pajak kepada/Kepala Kantor Lelang/Kantor Pertanahan.
(5) SSPD lembar ke-4 dan ke-6 disampaikan oleh wajib pajak kepada Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau guna penelitian SSPD.
(6) SSPD lembar ke-5 disimpan tempat Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagai arsip.
Pasal 14
(1) Dalam hal Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya terutang nihil, maka Wajib Pajak tetap mengisi SSPD dengan keterangan
nihil. (2) SSPD nihil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), cukup diketahui oleh PPAT/
Notaris/Kepala Kantor Lelang/Pejabat Lelang/Pejabat Pertanahan. (3) SSPD nihil Lembar ke-4 dan ke-6 disampaikan oleh Wajib Pajak kepada
Bupati atau Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah untuk
penelitian SSPD.
Pasal 15
Penyampaian SSPD kepada Bupati atau Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal pembayaran.
Bagian Kedua
Tata Cara Penetapan Pasal 16
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati
atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dapat menerbitkan : a. SKPDKB dalam hal :
1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2. jika SSPD tidak disampaikan kepada pejabat yang berwenang dalam jangka waktu masa pajak dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran; atau 3. jika kewajiban mengisi SSPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang
dihitung secara jabatan. b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/ atau data yang semula belum
terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang; dan
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dihitung dari
pajak yang kurang dibayar atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan 100% (seratus perseratus) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dikenakan jika wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3, dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) dari pokok pajak ditambah sanksi
administratif berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang dibayar atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
Pasal 17
Bentuk, isi, dan tata cara pengisian SSPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, dan SKPDLB sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Peraturan Bupati ini.
BAB VI
TATA CARA PENAGIHAN Pasal 18
(1) SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, surat keputusan keberatan, dan putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(2) Pajak yang terutang berdasarkan SSPD, SKPDKB, SKPDKBT, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, dan putusan banding yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih
dengan surat paksa. (3) Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua per seratus) sebulan.
BAB VII KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 19
(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atas suatu : a. SKPDKB;
b. SKPDKBT; c. SKPDLB; dan
d. SKPDN. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kecuali jika wajib pajak dapat menunjukkan dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasannya. (4) Keberatan dapat dilakukan apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui wajib pajak. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau Kepala
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti
penerimaan surat keberatan.
Pasal 20
(1) Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan sebagaimana maksud ayat (1), keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang
terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah lewat dan
Bupati serta pejabat yang ditunjuk yaitu Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 21
(1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatan yang ditetapkan oleh Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.
Pasal 22
(1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB. (3) Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib
pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. (4) Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dikenakan.
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus
perseratus) dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.
BAB VII
PENGURANGAN DAN KERINGANAN PAJAK Pasal 23
(1) Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan pengurangan dan keringanan pajak dalam hal : a. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan obyek pajak
yaitu : 1. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui program
pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis;
2. Wajib Pajak Badan yang mempunyai hak baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan/atau bangunan secar fisik lebih dari 20
(dua puluh) tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan Wajib Pajak dan keterangan dari Pejabat Pemerintah Kabupaten Lamandau;
3. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan/ atau bangunan Rumah Susun Sederhana serta Rumah Sangat Sederhana
(RSS) yang diperoleh langsung dari pengembangan dan dibayar secara angsuran;
4. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang
mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.
b. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu :
1. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak;
2. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum;
3. Wajib Pajak Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga
Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan/atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah;
4. Wajib Pajak Badan yang melakukan Penggabungan Usaha (merger) atau
Peleburan Usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan
penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha;
5. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau
sebab-sebab lainnya seperti kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akta;
6. Wajib Pajak Badan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka
pengadaan perumahan bagi anggota KORPRI/PNS. c. Tanah dan/atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau
pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi
pelayanan sosial masyarakat.
Pasal 24
(1) Wajib Pajak dapat menghitung sendiri besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan sebelum melakukan pembayaran dan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang sebesar
perhitungan setelah mendapat pengurangan. (2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di atas wajib mengajukan
permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam jangka waktu secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai
alasan yang jelas kepada Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak saat terutangnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Pasal 25
(1) Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya surat
permohonan harus memberikan keputusan atas permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa mengabulkan sebagian, atau mengabulkan seluruhnya, atau menolak.
(3) Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah terlampaui
dan Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengurangan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang diajukan dianggap dikabulkan dan Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung jangka waktu dimaksud berakhir.
(4) Bentuk surat keputusan pengurangan Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah sebagaimana tersebut pada lampiran II Peraturan
Bupati ini.
BAB VIII
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN,
DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA WAJIB PAJAK
Pasal 26
(1) Atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dapat membetulkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPDLB, atau STPD yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/ atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah. (2) Permohonan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) surat keputusan
atau surat ketetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan yang mendukung permohonannya;
c. Diajukan kepada Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah; dan
d. Surat Permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak/Kuasanya. (3) Dalam hal tidak ada permohonan oleh Wajib Pajak tetapi diketahui oleh
Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah telah terjadi kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/ atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPDLB,
atau STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterbitkannya, maka Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah harus menerbitkan surat keputusan pembetulan secara jabatan. (4) Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terlampaui, tetapi Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah tidak memberi suatu keputusan, permohonan pembetulan dianggap dikabulkan, dan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah wajib menerbitkan surat keputusan pembetulan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan.
(6) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat berupa menambahkan, mengurangkan atau menghapuskan jumlah Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan yang terutang, atau sanksi administrasi, memperbaiki kesalahan dan kekeliruan lainnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
Pasal 27
(1) Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah karena jabatan dapat : a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga,
denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan SSPD, SKPDKB, SKPDKBT atau SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
c. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
d. mengurangkan ketetapan pajak yang terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar wajib pajak atau kondisi tertentu objek pajak. (2) Bentuk Surat Keputusan Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan,
dan Penghapusan Sanksi Administratif kepada wajib pajak adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Bupati ini.
BAB IX
TATA CARA PELAPORAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH/ NOTARIS DAN
INSTANSI YANG MEMBIDANGI PELAYANAN LELANG NEGARA DAN PERTANAHAN
Pasal 28
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala instansi yang membidangi pelayanan lelang negara melaporkan pembuatan akta atau risalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Bupati atau Kepala Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Bupati ini.
BAB X
TATA CARA PENELITIAN DAN PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Penelitian Pasal 29
(1) Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah melakukan penelitian SSPD yang telah dibayar yang disampaikan
oleh Wajib Pajak atau kuasanya untuk keperluan penelitian SSPD. (2) Dalam hal SSPD Nihil, penelitian SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan setelah SSPD ditandatangani oleh PPAT/Notaris/Pejabat Kantor
Lelang/Pejabat Kantor Pertanahan yang berkaitan dengan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
(3) Penelitian SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan apabila tanah dan/atau bangunan yang diperoleh haknya,
tidak memiliki tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan; (4) Penyampaian SSPD oleh Wajib Pajak atau kuasanya untuk penelitian SSPD
dilakukan dengan menggunakan formulir penyampaian SSPD sebagaimana tersebut pada Lampiran V Peraturan Bupati ini.
Pasal 30
(1) Bupati atau Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah setelah menerima penyampaian SSPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, menindaklanjuti dengan :
a. mencocokkan Nomor Obyek Pajak (NOP) yang dicantumkan dalam SSPD dengan NOP yang tercantum dalam fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) atau Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
b. Mencocokkan NJOP bumi dan/atau bangunan per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD dengan NJOP bumi dan/atau bangunan per meter persegi pada basis data PBB;
c. Meneliti kebenaran penghitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang meliputi komponen NPOP, NPOPTKP, tarif, pengenaan atas
objek tertentu, besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang terutang, dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang
harus dibayar; d. Meneliti kebenaran penghitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan yang telah dibayar, termasuk besarnya pengurangan yang
dihitung sendiri. (2) Objek pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi
perolehan hak karena waris, hibah wasiat, atau pemberian hak pengelolaan.
Pasal 31
(1) Penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1), dapat dilanjutkan
dengan Penelitian Lapangan SSPD apabila diperlukan. (2) Hasil Penelitian Lapangan SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Lapangan SSPD dengan menggunakan formulir sebagaimana tersebut dalam Lampiran VI Peraturan Bupati ini.
(3) Apabila berdasarkan hasil penelitian SSPD dan/atau Penelitian Lapangan SSPD ternyata Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang telah
dibayar oleh Wajib Pajak lebih kecil dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya dibayar, maka Wajib Pajak diminta untuk
melunasi kekurangan tersebut. (4) SSPD atau bukti pelunasan yang telah diteliti, distempel dengan bentuk
stempel sebagaimana tersebut pada Lampiran VII Peraturan Bupati ini.
Pasal 32
Terhadap SSPD yang telah diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, masih dapat diterbitkan :
a. SKPDKB apabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terutang kurang
dibayar; b. SKPDKBT apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum
terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang
setelah diterbitkan SKPDKB; dan c. STPD apabila pajak yang terutang tidak dibayar, atau Wajib Pajak dikenakan
sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
Bagian Kedua
Tata Cara Pemeriksaan
Pasal 33
(1) Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah berwenang melakukan pemeriksaan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Wajib Pajak atau pihak-pihak yang terkait yang diperiksa wajib : a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Pemeriksaan sederhana kantor dilakukan dengan membandingkan laporan Wajib Pajak dengan basis data yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah sehingga
nantinya dapat diterbitkan SKPDKB, SKDLB, dan SKPDN. (4) Apabila ada perbedaan yang signifikan pada objek pajak antara yang
dilaporkan dengan basis data pajak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, maka dilakukan pemeriksaan sederhana lapangan.
BAB XI
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 34
(1) Atas kelebihan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan, Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran kepada Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah. (2) Kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terjadi apabila :
a. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang; atau
b. dilakukan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang
tidak seharusnya terutang. (3) Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah dilampaui dan Bupati atau Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan dianggap dikabulkan
dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(5) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut.
(6) Pengembalian kelebihan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. (7) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas dan
Bangunan dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati atau Kepala Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua per seratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran
kelebihan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan.
Pasal 35
(1) Dalam hal wajib Pajak tidak mempunyai utang pajak maka pengembalian Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Penyedian Dana (SP2D) atas kelebihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
(2) SP2D Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dibebankan pada mata anggaran pengembalian pendapatan pajak dengan koreksi pendapatan pada
tahun anggaran berjalan.
BAB XI
PELAKSANAAN, PEMBERDAYAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 36
(1) Pelaksanaan, pemberdayaan, pengawasan dan pengendalian Peraturan
Bupati ini ditugaskan kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
(2) Dalam melaksanakan tugas, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah dapat bekerja sama dengan perangkat daerah atau lembaga lain yang terkait.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 37
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatkannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 28 Oktober 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 28 Oktober 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2011 NOMOR 170
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 49 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB III PENGATURAN PAJAK HOTEL PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang diundangkan
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2011 Nomor 69 Seri B, maka untuk ketertiban dan
kelancaran pemberlakuannya perlu diatur petunjuk pelaksanaannya;
bahwa untuk maksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati Lamandau.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung
Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049);
Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4050);
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala
Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5179);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11
Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 Seri D).
MEMUTUSKAN:
Menetapakan : PERTURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB III PENGATURAN PAJAK HOTEL PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah adalah Bupati, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. 3. Bupati adalah Bupati bagi Daerah Kabupaten Lamandau. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD.
5. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat
perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit,
pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak
tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang. 6. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. 7. Pajak Hotel yang selanjutnya dapat disebut pajak adalah Pajak Daerah atas
pelayanan yang disediakan oleh Hotel. 8. Hotel adalah Fasilitas penyediaan jasa penginapan/ peristirahatan termasuk
jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel,
losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos/barak dengan jumlah kamar lebih dari 3
(tiga).
9. Pengusaha Hotel adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas namanya sediri atau untuk dan atas nama pihak
lain yang menjadi tanggungannya. 10. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
12. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. 13. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
14. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. 15. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk olehBupati.
16. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang
terutang. 17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 19. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga
dan/atau denda. 20. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22. Tarif Pajak adalah Harga atau Daftar dari Harga Pajak yang tetap.
BAB II MASA PAJAK DAERAH
Pasal 2
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender,
yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang;
BAB III TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi Formulir SPTPD; (2) Petugas Pada Dinas Meneliti dan Memverifikasi SPTPD sebagaimana
dimaksud ayat (1) kemudian mencatat dalam kartu data; (3) Bagi Wajib Pajak baru setelah dilakukan pendataan akan diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sebagai bukti telah terdaftar sebagai
wajib pajak; (4) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1), Kepala Dinas
menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Hotel.
BAB IV TATA CARA PEMBAYARAN,PENYETORAN,
TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN
PEMBAYARAN PAJAK Pasal 4
(1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Besarnya pokok Pajak Hotel yang terhutang dihitung dengan mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) sebagaimana dimaksud Pasal 7 Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
(3) Pembayaran Pajak disetor ke Kas Daerah melalui atau melalui Bendahara Khusus Penerima Dinas/loket – loket yang telah ditunjuk sesuai waktu yang
ditetapkan dengan menggunakan SSPD; (4) Kepala Dinas atas permohonanan wajib pajak dapat memberikan
persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dikarenakan : a. Adanya kesulitan Likuiditas wajib pajak;
b. Alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan. (5) Permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menundap pembayaran
sebagaimana dimaksud ayat (3) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas baik sebelum atau sesudah jatuh tempo
masa pajak dengan dilampiri: a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Fotokopi laporan keuangan wajib pajak dan dokumen lain yang
menunjukkan kesulitan likuiditas wajib pajak; c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Penundaan Pembayaran dan pembayaran secara angsuran pajak sebagaimana dimaksud ayat (3), diberikan paling lama 2 (dua) bulan dan
dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. (7) Keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4),
dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya
permohonan.
BAB V
TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN
KETETAPAN PAJAK. Pasal 5
(1) Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD karena kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahan waib pajak ; dan/ atau b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN
atau STPD, yang tidak benar. (2) Permohonan wajib Pajak sebagaimanan dimaksud ayat (1) diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas PPKAD; (3) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, permohonan dimaksud
dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas wajib pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa sanksi adminitrasi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan
wajib pajak; c. Fotokopi surat pemberitauan pengajuan keberatan Pajak Hotel tidak
dapat dipertimbangkan dalam hal wajib pajak pernah mengajukan
keberatan atas SKPDKB atau SKPDKBT dan/ atau; d. Dokumen pendukung lainnya.
(4) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD sebagaimana ayat (1) huruf b, permohonan
dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD terbukti tidak benar; c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan Pajak Hotel tidak
dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN dan/atau;
d. Dokumen pendukung lainnya. (5) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKPDKB SKPDKBT,
SKPDLB,SKPDN dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD tersebut tidak benar; dan /atau
c. Dokumen pendukung lainnya. (6) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian data/dekumen dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(7) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dikeluarkan
dalam jangka waktu 30 (tiga Puluh) hari setelah diterimannya surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi atau pembatalan ketetapan pajak.
BAB VI
TATA CARA PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 6
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak kepada Kepala Dinas secara tertulis dengan menyebutkan
sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat wajib pajak;
b. Masa Pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak
d. Alasan yang jelas (2) Kepala Dinas melakukan penarikan atas permohonan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan keputusan.
BAB VII
KRITERIA WAJIB PAJAK DAN PENENTUAN
BESARAN OMSET SERTA TATA CARA PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN. Pasal 7
(1) Dinas melakukan pendataan/survey lapangan terhadap kegiatan
penyelenggaraan Hotel di wilayah daerah untuk menentukan Wajib Pajak. (2) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit
Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan. (3) Kepala Dinas secara jabatan dapat menentukan kewajiban wajib pajak untuk
melakukan pembukuan dan pencatatan setelah dilakukan penelitian lapangan.
(4) Tata cara pembukuan atau pencatatan wajib pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas;
(5) Tata cara pemeriksaan pembukuan oleh petugas pajak diatur lebih lanjut oleh
Kepala Dinas
BAB VIII TATA CARA PENGHAPUSAN
PIUTANG YANG SUDAH KADALUWARSA Pasal 8
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kadarluwarsa dapat dihapuskan. (2) Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat
atau tidak mungkin ditagih lagi karena kadarluwarsa, wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian adminitrasi oleh Dinas.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), harus menggambarkan
keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan
diusulkan untuk dihapus. (4) Kepala Dinas setiap akhir tahun pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan
Piutang Pajak berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana dimaksud ayat (3), untuk disampaikan kepada Bupati.
(5) Bupati menerbitkan Keputusan Bupati mengenai penghapusan piutang pajak
yang kadarluwarsa berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud ayat (4).
BAB IX
TATA CARA PEMBERIAN DAN MANFAATAN INSENTIF BAGI PETUGAS PEMUNGUT
Pasal 9
(1) Setiap petugas pemungut pajak dapat diberikan insentif pemungutan. (2) Pemberian insentif dianggarkan dalam APBD berdasarkan realisasi
Pendapatan dan dapat diberikan setiap triwulan.
BAB X PENGAWASAN
Pasal 10
(1) Untuk melaksanakan fungsi penertipan, pengawasan dan pengendalian yang
melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, Kepala Dinas membentuk Tim Penertipan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Hotel.
(2) Tugas Tim sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagai berikut :
a. Melakukan Penertipan Pemungutan Pajak Hotel; b. Melakukan inventarisasi kegiatan Hotel di daerah;
c. Memantau kegiatan penyelenggaraan terkait masalah pajak Hotel; d. Melakukan usaha/tindakan lain terkait pajak Hotel sesuai peraturan
perundang- undangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 205
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 50 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB X PENGATURAN PAJAK AIR TANAH PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang diundangkan
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2011 Nomor 69 Seri B, maka untuk ketertiban dan
kelancaran pemberlakuannya perlu diatur petunjuk pelaksanaannya;
bahwa untuk maksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati Lamandau.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung
Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata
Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049);
Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam
Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4050);
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4859
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
14.
15.
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala
Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11
Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 Seri D).
MEMUTUSKAN:
Menetapakan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB X PENGATURAN PAJAK AIR TANAH PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK
DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Bupati, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Bupati adalah Bupati bagi Daerah kabupaten Lamandau;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah. 5. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD. 6. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang
mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah
pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang
diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang.
7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. 8. Pajak Air Tanah yang selanjutnya dapat disebut pajak adalah Pajak Daerah atas
Pengambilan dan/ atau pemanfaatan air.
9. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah/ diatas permukaan tanah.
10. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak. 11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
12. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan
kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
13. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. 14. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta
pengawasan penyetorannya. 15. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. 16. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang
terutang. 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 20. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
21. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun
Pajak tersebut. 22. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak.
BAB II
MASA PAJAK DAERAH Pasal 2
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain
yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan
melaporkan pajak yang terutang.
BAB III TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi Formulir SPTPD. (2) Petugas Pada Dinas Meneliti dan Memverifikasi SPTPD sebagaimana
dimaksud ayat (1) kemudian mencatat dalam kartu data. (3) Bagi Wajib Pajak baru setelah dilakukan pendataan akan diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sebagai bukti telah terdaftar sebagai wajib pajak.
(4) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1), Kepala Dinas menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Air Tanah atau ketetapan yang dipersamakan yaitu Karcis Pajak.
(5) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah dinyatakan dalam rupiah dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
a. Jenis Sumber Air ; b. Lokasi Sumber Air;
c. Tujuan Pengambilan Air; d. Volume Air (berdasarkan Catatan Meteran air dan/atau alat ukur lainnya); e. Kualitas Air;
f. Tingkat Kerusakan Lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
g. Besaran nilai perolehan air tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.
BAB IV
TATA CARA PEMBAYARAN,PENYETORAN, TEMPAT PEMBAYARAN,ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 4
(1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Besar pokok Pajak Air Tanah terhutang yaitu dengan cara mengalikan tarif
20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud pasal 64 Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
(3) Pembayaran Pajak disetor ke Kas Daerah melalui atau melalui Bendahara Khusus Penerima Dinas/loket – loket yang telah ditunjuk sesuai waktu yang
ditetapkan dengan menggunakan SSPD. (4) Kepala Dinas atas permohonanan wajib pajak dapat memberikan persetujuan
kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dikarenakan :
a. Adanya kesulitan Likuiditas wajib pajak; b. Alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(5) Permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menundap pembayaran
sebagaimana dimaksud ayat (3), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas baik sebelum atau sesudah jatuh tempo masa
pajak dengan dilampiri: a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Foto kopi laporan keuangan wajib pajak dan dokumen lain yang menunjukkan kesulitan likuiditas wajib pajak;
c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Penundaan Pembayaran dan pembayaran secara angsuran pajak sebagaimana dimaksud ayat (3), diberikan paling lama 2 (dua) bulan dan dikenakan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan. (7) Keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4) dikeluarkan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya permohonan.
BAB V TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK.
Pasal 5
(1) Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum
dalam SKPDKB, SKPDKBT atau STPD karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan waib pajak; dan/ atau
b. Mengurangkaan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD yang tidak benar.
(2) Permohonan wajib Pajak sebagaimanan dimaksud ayat (1), diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas PPKAD. (3) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. Fotokopi identitas wajib pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa sanksi adminitrasi
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan
wajib pajak; c. Fotokopi surat pemberitauan pengajuan keberatan pajak Air Tanah
tidak dapat dipertimbangkan dalam hal wajib pajak pernah mengajukan keberatan atas SKPDKB atau SKPDKBT; dan/atau
d. Dokumen pendukung lainnya. (4) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKPDKB, SKPDKBT,
SKPDLB, SKPDN atau STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD terbukti tidak benar;
c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan Pajak Air Tanah tidak dapat dipertimbangkan dalam hal Wajib Pajak pemah mengajukan
keberatan atas SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN; dan/atau d. Dokumen pendukung lainnya.
(5) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKPDKB SKPDKBT, SKPDLB,SKPDN dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD tersebut tidak benar; dan/atau c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian data/dekumen dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(7) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (Tiga Puluh) hari setelah diterimannya surat
permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi atau pembatalan ketetapan pajak.
BAB VI
TATA CARA PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 6
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Dinas secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :
a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Masa Pajak;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas
(2) Kepala Dinas melakukan penarikan atas permohonan Waib Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1).
(3) Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan keputusan.
BAB VII
KRITERIA WAJIB PAJAK DAN PENENTUAN BESARAN OMSET SERTA TATA CARA PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN.
Pasal 7
(1) Dinas melakukan pendataan/survey lapangan terhadap kegiatan pemanfaatan air tanah di wilayah daerah untuk menentukan Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp.300.000.000,-(tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(3) Kepala Dinas secara jabatan dapat menentukan kewajiban wajib pajak untuk melakukan pembukuan dan pencatatan setelah dilakukan penelitian
lapangan.
(4) Tata cara pembukuan atau pencatatan wajib pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
(5) Tata cara pemeriksaan pembukuan oleh petugas pajak diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas
BAB VIII TATA CARA PENGHAPUSAN
PIUTANG YANG SUDAH KADALUWARSA
Pasal 8
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kadarluwarsa dapat dihapuskan. (2) Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat
atau tidak mungkin ditagih lagi karena kadarluwarsa, wajib dilakukan
penelitian setempat atau penelitian adminitrasi oleh Dinas. (3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), harus menggambarkan
keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan
diusulkan untuk dihapus. (4) Kepala Dinas setiap akhir tahun pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan
Piutang Pajak berdasarkan hasil penelitian, Sebagaimana dimaksud ayat (3),
untuk disampaikan kepada Bupati. (5) Bupati menerbitkan Keputusan Bupati mengenai penghapusan piutang pajak
yang kadarluwarsa berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud ayat (4).
BAB IX
TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN
INSENTIF BAGI PETUGAS PEMUNGUT Pasal 9
(1) Setiap petugas pemungut pajak dapat diberikan insentif pemungutan. (2) Pemberian insentif dianggarkan dalam APBD berdasarkan realisasi
pendapatan dan dapat diberikan setiap triwulan.
BAB X PENGAWASAN
Pasal 10
(1) Untuk melaksanakan fungsi penertipan, pengawasan dan pengendalian yang melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, Kepala Dinas membentuk Tim
Penertipan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Air Tanah. (2) Tugas Tim sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagai berikut :
a. Melakukan Penertipan Pemungutan Pajak Air Tanah; b. Melakukan inventarisasi kegiatan Pemanfaatan Air Tanah di daerah; c. Memantau kegiatan penyelenggaraan terkait masalah pajak Air Tanah; d. Melakukan usaha/tindakan lain terkait pajak Air Tanah sesuai peraturan
perundang- undangan.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2011 NOMOR 206
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 51 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB IV PENGATURAN PAJAK RESTORAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2011
Nomor 69 Seri B, maka untuk ketertiban dan kelancaran pemberlakuannya perlu diatur petunjuk pelaksanaannya;
bahwa untuk maksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan
dengan Peraturan Bupati Lamandau. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten
Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4049); Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4050); Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31,
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5179);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008
Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten
Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 39 Seri D).
MEMUTUSKAN:
Menetapakan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB IV PENGATURAN PAJAK RESTORAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK
DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Bupati adalah Bupati bagi Daerah kabupaten Lamandau. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD.
6. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat
perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit,
pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang.
7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. 8. Pajak Restoran yang selanjutnya dapat disebut pajak adalah Pajak Daerah atas
pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
9. Restoran adalah Fasilitas penyediaan makan dan/atau Minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga Rumah Makan,Kafetaria, Kantin,
Warung, Bar dan sejenisnya, termasuk Jasa Boga/Katering. 10. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
12. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan
kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
13. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. 14. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
15. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. 16. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang
terutang. 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 20. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga
dan/atau denda. 21. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
22. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
BAB II
MASA PAJAK DAERAH Pasal 2
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender,
yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
BAB III TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi Formulir SPTPD. (2) Petugas Pada Dinas Meneliti dan Memverifikasi SPTPD sebagaimana
dimaksud ayat (1) kemudian mencatat dalam kartu data. (3) Bagi Wajib Pajak baru setelah dilakukan pendataan akan diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sebagai bukti telah terdaftar sebagai
wajib pajak. (4) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1), Kepala Dinas
menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Restoran atau ketetapan yang dipersamakan yaitu Karcis Pajak.
BAB IV
TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, TEMPAT PEMBAYARAN,ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 4
(1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Besarnya pokok Pajak Pajak Restoran yang terhutang dihitung dengan
mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) sebagaimana dimaksud pasal 15 Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
(3) Pembayaran Pajak disetor ke Kas Daerah melalui atau melalui Bendahara Khusus Penerima Dinas/loket – loket yang telah ditunjuk sesuai waktu yang
ditetapkan dengan menggunakan SSPD. (4) Kepala Dinas atas permohonanan wajib pajak dapat memberikan persetujuan
kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
dikarenakan : a. Adanya kesulitan Likuiditas wajib pajak;
b. Alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan. (5) Permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menundap pembayaran
sebagaimana dimaksud ayat (3), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas baik sebelum atau sesudah jatuh tempo masa pajak dengan dilampiri:
a. fotokopi identitas Wajib Pajak; b. foto kopi laporan keuangan wajib pajak dan dokumen lain yang
menunjukkan kesulitan likuiditas wajib pajak; c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Penundaan Pembayaran dan pembayaran secara angsuran pajak sebagaimana dimaksud ayat (3) diberikan paling lama 2 (dua) bulan dan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(7) Keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4), dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya
permohonan.
BAB V TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN
ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK. Pasal 5
(1) Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang
tercantum dalam SKPDKB, SKPDKBT atau STPD karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahan waib pajak; dan/atau
b. Mengurangkaan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN,
atau STPD yang tidak benar.
(2) Permohonan wajib Pajak sebagaimanan dimaksud ayat (1), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas PPKAD.
(3) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, permohonan dimaksud
dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas wajib pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa sanksi adminitrasi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan wajib pajak;
c. Fotokopi surat pemberitauan pengajuan keberatan pajak hiburan tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal wajib pajak pernah mengajukan
keberatan atas SKPDKB atau SKPDKBT; dan/ atau d. Dokumen pendukung lainnya.
(4) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD terbukti tidak benar; c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan Pajak Restoran tidak
dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN; dan/atau
d. Dokumen pendukung lainnya.
(5) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKPDKB SKPDKBT, SKPDLB,SKPDN dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD tersebut tidak benar;dan/atau
c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian data/dekumen dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(7) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (Tiga Puluh) hari setelah diterimannya surat
permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak.
BAB VI
TATA CARA PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 6
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Dinas secara tertulis dengan menyebutkan
sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat wajib pajak;
b. Masa Pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak
d. Alasan yang jelas (2) Kepala Dinas melakukan penarikan atas permohonan Waib Pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan keputusan.
BAB VII
KRITERIA WAJIB PAJAK DAN PENENTUAN BESARAN OMSET SERTA TATA CARA PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN.
Pasal 7
(1) Dinas melakukan pendataan/survey lapangan terhadap kegiatan penyelenggaraan restoran di wilayah daerah untuk menentukan Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit
Rp.300.000.000,-(tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(3) Kepala Dinas secara jabatan dapat menentukan kewajiban wajib pajak untuk melakukan pembukuan dan pencatatan setelah dilakukan penelitian
lapangan. (4) Tata cara pembukuan atau pencatatan wajib pajak sebagaimana dimaksud
ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
(5) Tata cara pemeriksaan pembukuan oleh petugas pajak diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
BAB VIII
TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG YANG SUDAH KADALUWARSA
Pasal 8
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kadarluwarsa dapat dihapuskan. (2) Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat
atau tidak mungkin ditagih lagi karena kadarluwarsa, wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian adminitrasi oleh Dinas.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), harus menggambarkan
keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan
diusulkan untuk dihapus. (4) Kepala Dinas setiap akhir tahun pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan
Piutang Pajak berdasarkan Hasil Penelitian, sebagaimana dimaksud ayat (3), untuk disampaikan kepada Bupati.
(5) Bupati menerbitkan Keputusan Bupati mengenai penghapusan piutang
pajak yang kadarluwarsa berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud ayat (4).
BAB IX
TATA CARA PEMBERIAN DAN MANFAATAN INSENTIF BAGI PETUGAS PEMUNGUT
Pasal 9
(1) Setiap petugas pemungut pajak dapat diberikan insentif pemungutan.
(2) Pemberian insentif dianggarkan dalam APBD berdasarkan realisasi Pendapatan dan dapat diberikan setiap triwulan.
BAB X PENGAWASAN
Pasal 10
(1) Untuk melaksanakan fungsi penertipan, pengawasan dan pengendalian yang melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, Kepala Dinas membentuk Tim
Penertipan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Restoran. (2) Tugas Tim sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagai berikut :
a. Melakukan Penertipan Pemungutan Pajak Restoran;
b. Melakukan inventarisasi kegiatan Restoran di daerah; c. Memantau kegiatan penyelenggaraan terkait masalah pajak Restoran;
d. Melakukan usaha/ tindakan lain terkait pajak Restoran sesuai peraturan perundang- undangan.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik
pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 207
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 52 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB V PENGATURAN PAJAK HIBURAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun
2011 Nomor 69 Seri B, maka untuk ketertiban dan kelancaran pemberlakuannya perlu diatur petunjuk
pelaksanaannya;
bahwa untuk maksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati Lamandau.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan
Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4189);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4049);
Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari
Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4050);
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala
Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11
Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 Seri D).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PETUNJUK PELAKSANAAN BAB V PENGATURAN PAJAK HIBURAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011
TENTANG PAJAK DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah adalah Bupati, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. 3. Bupati adalah Bupati bagi Daerah kabupaten Lamandau. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
5. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD.
6. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat
perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit,
pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak
tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang. 7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. 8. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan,
9. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
10. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik
untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya yang menyelenggarakan hiburan.
11. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
12. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
13. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan
kalender yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
14. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. 15. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
16. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. 17. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
18. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang
terutang. 19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 21. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga
dan/atau denda. 22. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
23. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
24. Tarif Pajak adalah Harga atau Daftar dari Harga Pajak yang tetap.
BAB II
MASA PAJAK DAERAH
Pasal 2
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender,
yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
BAB III
TATA CARA PENETAPAN PAJAK Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi Formulir SPTPD.
(2) Petugas Pada Dinas Meneliti dan Memverifikasi SPTPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kemudian mencatat dalam kartu data.
(3) Bagi Wajib Pajak baru setelah dilakukan pendataan akan diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sebagai bukti telah terdaftar sebagai
wajib pajak.
(4) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1), Kepala Dinas
menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Hiburan.
BAB IV TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN,
TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 4 (1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Besarnya pokok pajak Hiburan yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 23 Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
(3) Pembayaran Pajak disetor ke Kas Daerah melalui atau melalui Bendahara
Khusus Penerima Dinas/loket – loket yang telah ditunjuk sesuai waktu yang
ditetapkan dengan menggunakan SSPD.
(4) Kepala Dinas atas permohonanan wajib pajak dapat memberikan persetujuan
kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
dikarenakan :
a. Adanya kesulitan Likuiditas wajib pajak;
b. Alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(5) Permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menundap pembayaran
sebagaimana dimaksud ayat (3), diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia kepada Kepala Dinas baik sebelum atau sesudah jatuh tempo masa
pajak dengan dilampiri:
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Foto kopi laporan keuangan wajib pajak dan dokumen lain yang
menunjukkan kesulitan likuiditas wajib pajak;
c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Penundaan Pembayaran dan pembayaran secara angsuran pajak sebagaimana
dimaksud ayat (3), diberikan paling lama 2 (dua) bulan dan dikenakan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(7) Keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4),
dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya
permohonan.
BAB V TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK
Pasal 5
(1) Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum
dalam SKPDKB, SKPDKBT atau STPD karena kekhilafan Wajib Pajak \atau
bukan karena kesalahan waib pajak; dan/atau b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN
atau STPD, yang tidak benar. (2) Permohonan wajib Pajak sebagaimanan dimaksud ayat (1), diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas PPKAD. (3) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, permohonan
dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas wajib pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa sanksi adminitrasi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan
wajib pajak; c. Fotokopi surat pemberitauan pengajuan keberatan Pajak Hiburan tidak
dapat dipertimbangkan dalam hal wajib pajak pernah mengajukan
keberatan atas SKPDKB atau SKPDKBT; dan/ atau d. Dokumen pendukung lainnya.
(4) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, permohonan
dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD terbukti tidak benar;
c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan Pajak Hiburan tidak
dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan
keberatan atas SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN; dan/atau
d. Dokumen pendukung lainnya.
(5) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKPDKB SKPDKBT, SKPDLB,SKPDN dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD tersebut tidak benar; dan/atau
c. Dokumen pendukung lainnya. (6) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian data/dekumen dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(7) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dikeluarkan
dalam jangka waktu 30 (Tiga Puluh) hari setelah diterimannya surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi atau pembatalan ketetapan pajak.
BAB VI TATA CARA PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 6
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Dinas secara tertulis dengan menyebutkan
sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Masa Pajak;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas.
(2) Kepala Dinas melakukan penarikan atas permohonan Waib Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1).
(3) Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan keputusan.
BAB VII KRITERIA WAJIB PAJAK DAN PENENTUAN
BESARAN OMSET SERTA TATA CARA PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN. Pasal 7
(1) Dinas melakukan pendataan/survey lapangan terhadap kegiatan penyelenggaraan hiburan di wilayah daerah untuk menentukan Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan. (3) Kepala Dinas secara jabatan dapat menentukan kewajiban wajib pajak untuk
melakukan pembukuan dan pencatatan setelah dilakukan penelitian
lapangan. (4) Tata cara pembukuan atau pencatatan wajib pajak sebagaimana dimaksud
ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas. (5) Tata cara pemeriksaan pembukuan oleh petugas pajak diatur lebih lanjut oleh
Kepala Dinas.
BAB VIII
TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG YANG SUDAH KADALUWARSA
Pasal 8
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadarluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat
atau tidak mungkin ditagih lagi karena kadarluwarsa, wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian adminitrasi oleh Dinas.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), harus menggambarkan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar
untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan diusulkan untuk dihapus.
(4) Kepala Dinas setiap akhir tahun pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan
Piutang Pajak berdasarkan Hasil Penelitian, Sebagaimana dimaksud ayat (3), untuk disampaikan kepada Bupati.
(5) Bupati menerbitkan Keputusan Bupati mengenai penghapusan piutang pajak yang kadarluwarsa berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud ayat (4).
BAB IX TATA CARA PEMBERIAN DAN MANFAATAN INSENTIF
BAGI PETUGAS PEMUNGUT Pasal 9
(1) Setiap petugas pemungut pajak dapat diberikan insentif pemungutan.
(2) Pemberian insentif dianggarkan dalam APBD berdasarkan realisasi Pendapatan dan dapat diberikan setiap triwulan.
BAB X PENGAWASAN
Pasal 10
(1) Untuk melaksanakan fungsi penertipan, pengawasan dan pengendalian yang melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, Kepala Dinas membentuk Tim Penertipan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Hiburan.
(2) Tugas Tim sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagai berikut : a. Melakukan Penertipan Pemungutan Pajak Hiburan;
b. Melakukan inventarisasi kegiatan hiburan di daerah; c. Memantau kegiatan penyelenggaraan hiburan terkait masalah Pajak
Hiburan; d. Melakukan usaha/tindakan lain terkait pajak hiburan sesuai peraturan
perundang- undangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 208
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 53 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB VI PENGATURAN PAJAK REKLAME PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2011
Nomor 69 Seri B, maka untuk ketertiban dan kelancaran pemberlakuannya perlu diatur petunjuk pelaksanaannya;
bahwa untuk maksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan
dengan Peraturan Bupati Lamandau. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002
tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4049); Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4050); Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31,
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5179);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008
Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten
Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 39 Seri D).
MEMUTUSKAN:
Menetapakan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB VI PENGATURAN PAJAK REKLAME PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK
DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Bupati, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Bupati adalah Bupati bagi Daerah kabupaten Lamandau. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah. 5. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD. 6. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah
pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang
diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang.
7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
8. Reklame adalah benda, alat perbuatan atau media yang menurut bentuk, susunan dan corak rangamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.
9. Pajak Reklame yang selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame.
10. Kawasan/zona adalah batasan – batasan wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan wilayah tersebut yang dapat digunakan untuk pemasangan
reklame. 11. Nilai Jual Obyek Pajak Reklame yang selanjutnya disebut NJOPR adalah
keseluruhan pembayaran/pengeluaran biaya yang dikeluarkan oleh pemilik atau penyelenggara reklame termasuk dalam hal ini adalah biaya/harga beli
barang reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran/ ongkos perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi pengakutan dan lain sebagainya sampai dengan bangunan
reklame rampung, dipancang, diperagakan, ditayangkan dan atau terpasang ditempat yang diizinkan.
12. Nilai strategis titik lokasi reklame adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan
pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai bidang usaha. 13. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan,
baik yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
14. Subyek Pajak Reklame yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Orang Pribadi
atau Badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah. 15. Wajib Pajak Reklame yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah Orang
Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,termasuk
pemungutan atau pemotongan tertentu. 16. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu
lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan
kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
17. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
18. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta
pengawasan penyetorannya. 19. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. 20. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati. 21. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang
terutang. 22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
24. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga
dan/atau denda. 25. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
26. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
27. Tarif Pajak adalah Harga atau Daftar dari Harga Pajak yang tetap.
BAB II
STANDAR PAJAK REKLAME Pasal 2
(1) Orang Pribadi atau Badan atau Pihak Ketiga yang menyelenggarakan reklame. (2) Memiliki usaha yang jelas dan berbadan hokum.
(3) Reklame berlokasi dalam wilayah Kabupaten Lamandau. (4) Bersetatus jelas dan tidak terlibat dalam kasus hukum.
BAB III MASA BERLAKU DAN TARIF PAJAK
Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi Formulir SPTPD. (2) Petugas Pada Dinas Meneliti dan Memverifikasi SPTPD sebagaimana
dimaksud ayat (1) kemudian mencatat dalam kartu data. (3) Bagi Wajib Pajak baru setelah dilakukan pendataan akan diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sebagai bukti telah terdaftar sebagai
wajib pajak. (4) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1), Kepala Dinas
menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Reklame.
BAB IV
TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, TEMPAT PEMBAYARAN,
ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 4
(1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Besarnya pokok Pajak Reklame yang terhutang dihitung berdasarkan tabel pada lampiran II Peraturan Bupati ini.
(3) Pembayaran Pajak disetor ke Kas Daerah melalui atau melalui Bendahara
Khusus Penerima Dinas/loket – loket yang telah ditunjuk sesuai waktu yang ditetapkan dengan menggunakan SSPD.
(4) Kepala Dinas atas permohonanan wajib pajak dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
dikarenakan : a. Adanya kesulitan Likuiditas wajib pajak;
b. Alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan. (5) Permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran
sebagaimana dimaksud ayat (3), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas baik sebelum atau sesudah jatuh tempo masa pajak dengan dilampiri:
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Fotokopi laporan keuangan wajib pajak dan dokumen lain yang
menunjukkan kesulitan likuiditas wajib pajak; c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Penundaan Pembayaran dan pembayaran secara angsuran pajak sebagaimana dimaksud ayat (3), diberikan paling lama 2 (dua) bulan dan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(7) Keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4), dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya
permohonan.
BAB V TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU
PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK Pasal 5
(1) Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKPDKB, SKPDKBT atau STPD karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan waib pajak ; dan/atau
b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD yang tidak benar.
(2) Permohonan wajib Pajak sebagaimanan dimaksud ayat (1), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas PPKAD.
(3) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. Fotokopi identitas wajib pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa sanksi adminitrasi
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan wajib pajak;
c. Fotokopi surat pemberitauan pengajuan keberatan Pajak Reklame tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal wajib pajak pernah mengajukan keberatan atas SKPDKB atau SKPDKBT dan/ atau;
d. Dokumen pendukung lainnya. (4) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKPDKB, SKPDKBT,
SKPDLB, SKPDN atau STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD terbukti tidak benar;
c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan Pajak Reklame tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan
keberatan atas SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN dan/atau; d. Dokumen pendukung lainnya.
(5) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKPDKB SKPDKBT, SKPDLB,SKPDN dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD tersebut tidak benar dan/atau;
c. Dokumen pendukung lainnya. (6) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian data/dekumen dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(7) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dikeluarkan
dalam jangka waktu 30 (Tiga Puluh) hari setelah diterimannya surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi atau pembatalan ketetapan pajak.
BAB VI TATA CARA PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 6 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak kepada Kepala Dinas secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :
a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Masa Pajak;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas.
(2) Kepala Dinas melakukan penarikan atas permohonan Waib Pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan keputusan.
BAB VII
KRITERIA WAJIB PAJAK DAN PENENTUAN BESARAN OMSET SERTA TATA CARA PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN.
Pasal 7
(1) Dinas melakukan pendataan/survey lapangan terhadap kegiatan penyelenggaraan hiburan di wilayah daerah untuk menentukan Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit
Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(3) Kepala Dinas secara jabatan dapat menentukan kewajiban wajib pajak untuk melakukan pembukuan dan pencatatan setelah dilakukan penelitian
lapangan. (4) Tata cara pembukuan atau pencatatan wajib pajak sebagaimana dimaksud
ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
(5) Tata cara pemeriksaan pembukuan oleh petugas pajak diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
BAB VIII TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG YANG SUDAH KADALUWARSA
Pasal 8
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kadarluwarsa dapat dihapuskan. (2) Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat
atau tidak mungkin ditagih lagi karena kadarluwarsa, wajib dilakukan
penelitian setempat atau penelitian adminitrasi oleh Dinas. (3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), harus menggambarkan
keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan
diusulkan untuk dihapus. (4) Kepala Dinas setiap akhir tahun pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan
Piutang Pajak berdasarkan Hasil Penelitian, Sebagaimana dimaksud ayat (3),
untuk disampaikan kepada Bupati. (5) Bupati menerbitkan Keputusan Bupati mengenai penghapusan piutang pajak
yang kadarluwarsa berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud ayat (4).
BAB IX
TATA CARA PEMBERIAN DAN MANFAATAN
INSENTIF BAGI PETUGAS PEMUNGUT Pasal 9
(1) Setiap petugas pemungut pajak dapat diberikan insentif pemungutan. (2) Pemberian insentif dianggarkan dalam APBD berdasarkan realisasi
Pendapatan dan dapat diberikan setiap triwulan.
BAB X PENGAWASAN
Pasal 10
(1) Untuk melaksanakan fungsi penertipan, pengawasan dan pengendalian yang melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, Kepala Dinas membentuk Tim
Penertipan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Reklame. (2) Tugas Tim sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagai berikut :
a. Melakukan Penertipan Pemungutan Pajak Reklame; b. Melakukan inventarisasi kegiatan Reklame di daerah; c. Memantau kegiatan penyelenggaraan terkait masalah Pajak Reklame; d. Melakukan usaha/tindakan lain terkait Pajak Reklame sesuai peraturan
perundang- undangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 209
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 54 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB VII PENGATURAN PAJAK PENERANGAN JALAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2011
Nomor 69 Seri B, maka untuk ketertiban dan kelancaran pemberlakuannya perlu diatur petunjuk pelaksanaannya;
bahwa untuk maksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan
dengan Peraturan Bupati Lamandau. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten
Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4049); Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4050); Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31,
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5179);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008
Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten
Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 39 Seri D).
MEMUTUSKAN:
Menetapakan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB VII PENGATURAN PAJAK PENERANGAN JALAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG
PAJAK DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah adalah Bupati, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. 3. Bupati adalah Bupati bagi Daerah kabupaten Lamandau. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD.
6. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat
perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit,
pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak
tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang. 7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. 8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan,
baik yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi lainnya , lembaga dan bentuk badan badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
9. Pajak Penerangan Jalan yang selanjutnya dapat disebut pajak adalah Pajak atas penggunaan Tenaga listrik,baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh
dari sumber lain. 10. Perusahaan Listrik Negara selanjutnya disingkat PLN adalah PT.Perusahaan
Listrik Negara (Persero). 11. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
12. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. 13. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu
lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor dan melaporkan pajak yang terutang. 14. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
15. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang
terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
16. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
17. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk olehBupati; 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
21. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
22. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
23. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak. 24. Tarif Pajak adalah Harga atau Daftar dari Harga Pajak yang tetap.
BAB II MASA PAJAK DAERAH
Pasal 2
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender,
yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
BAB III TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi Formulir SPTPD. (2) Petugas pada Dinas meneliti dan memverifikasi SPTPD sebagaimana
dimaksud ayat (1), kemudian mencatat dalam kartu data.
(3) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1), Kepala Dinas menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP-
D) Pajak Penerangan Jalan.
BAB IV
TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN,
TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 4
(1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Besar pokok Pajak Penerangan Jalan terhutang yaitu dengan cara mengalikan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 Perda Pajak Daerah Nomor 11 Tahun 2011.
(3) Pembayaran Pajak disetor ke Kas Daerah melalui atau melalui Bendahara Khusus Penerima Dinas/loket – loket yang telah ditunjuk sesuai waktu yang
ditetapkan dengan menggunakan SSPD. (4) Kepala Dinas atas permohonanan wajib pajak dapat memberikan persetujuan
kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
dikarenakan : a. Adanya kesulitan Likuiditas wajib pajak;
b. Alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan (5) Permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menundap pembayaran
sebagaimana dimaksud ayat (3), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas baik sebelum atau sesudah jatuh tempo masa pajak dengan dilampiri:
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Fotokopi laporan keuangan wajib pajak dan dokumen lain yang
menunjukkan kesulitan likuiditas wajib pajak; c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Penundaan Pembayaran dan pembayaran secara angsuran pajak sebagaimana dimaksud ayat (3), diberikan paling lama 2 (dua) bulan dan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(7) Keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4), dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya
permohonan.
BAB V TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK
Pasal 5
(1) Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum
dalam SKPDKB, SKPDKBT atau STPD karena kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahan waib pajak; dan/atau b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN
atau STPD yang tidak benar. (2) Permohonan wajib Pajak sebagaimanan dimaksud ayat (1), diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas PPKAD. (3) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, permohonan dimaksud
dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas wajib pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa sanksi adminitrasi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan
wajib pajak; c. Fotokopi surat pemberitauan pengajuan keberatan Pajak Penerangan
Jalan tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal wajib pajak pernah
mengajukan keberatan atas SKPDKB atau SKPDKBT dan/atau; d. Dokumen pendukung lainnya.
(4) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, permohonan
dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD terbukti tidak benar; c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan Pajak Penerangan
Jalan tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN
dan/atau; d. Dokumen pendukung lainnya.
(5) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB,
SKPDN dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD tersebut tidak benar; dan/atau c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak ditetapkan berdasarkan hasil penelitian data/dekumen dan apabila diperlukan dapat
dilanjutkan dengan penelitian di lapangan. (7) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga Puluh) hari setelah diterimannya surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi atau
pembatalan ketetapan pajak.
BAB VI TATA CARA PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 6
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Dinas secara tertulis dengan menyebutkan
sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Masa Pajak;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak d. Alasan yang jelas
(2) Kepala Dinas melakukan penarikan atas permohonan Waib Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1).
(3) Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan keputusan.
BAB VII
KRITERIA WAJIB PAJAK DAN PENENTUAN BESARAN OMSET SERTA TATA CARA PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN.
Pasal 7
(1) Dinas melakukan pendataan/survey lapangan terhadap kegiatan penerangan
jalan di wilayah daerah untuk menentukan Wajib Pajak. (2) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit
Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(3) Kepala Dinas secara jabatan dapat menentukan kewajiban wajib pajak untuk melakukan pembukuan dan pencatatan setelah dilakukan penelitian lapangan.
(4) Tata cara pembukuan atau pencatatan wajib pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
(5) Tata cara pemeriksaan pembukuan oleh petugas pajak diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
BAB VIII
TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG YANG SUDAH KADALUWARSA
Pasal 8
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadarluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat
atau tidak mungkin ditagih lagi karena kadarluwarsa, wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian adminitrasi oleh Dinas.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), harus menggambarkan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar
untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan diusulkan untuk dihapus.
(4) Kepala Dinas setiap akhir tahun pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan
Piutang Pajak berdasarkan Hasil Penelitian, Sebagaimana dimaksud ayat (3), untuk disampaikan kepada Bupati.
(5) Bupati menerbitkan Keputusan Bupati mengenai penghapusan piutang pajak yang kadarluwarsa berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud ayat (4).
BAB IX TATA CARA PEMBERIAN DAN MANFAATAN
INSENTIF BAGI PETUGAS PEMUNGUT Pasal 9
(1) Setiap petugas pemungut pajak dapat diberikan insentif pemungutan.
(2) Pemberian insentif dianggarkan dalam APBD berdasarkan realisasi Pendapatan dan dapat diberikan setiap triwulan.
BAB X PENGAWASAN
Pasal 10
(1) Untuk melaksanakan fungsi penertipan, pengawasan dan pengendalian yang melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, Kepala Dinas membentuk Tim Penertipan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Penerangan Jalan.
(2) Tugas Tim sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagai berikut : a. Melakukan Penertipan Pemungutan Pajak Penerangan Jalan;
b. Melakukan inventarisasi Penyelenggaraan Pajak Penerangan Jalan; c. Memantau kegiatan penyelenggaraan Pajak Penereangan Jalan;
d. Melakukan usaha/ tindakan lain terkait dengan Penerangan Jalan sesuai peraturan perundang – undangan.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 20 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 210
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 55 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB VIII PENGATURAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun
2011 Nomor 69 Seri B, maka untuk ketertiban dan kelancaran pemberlakuannya perlu diatur petunjuk
pelaksanaannya;
bahwa untuk maksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati Lamandau.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan
Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4189);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4049);
Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang
Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4050);
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala
Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153,
14.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun
2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008
Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11
Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 Seri D).
Menetapakan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAB VIII PENGATURAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN
BATUAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Bupati adalah Bupati bagi Daerah kabupaten Lamandau. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah. 5. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD. 6. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah
pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang
diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang.
7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
8. Badan adalah sekumpulan orang dan /atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,yayasan,organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
9. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang selanjutnya dapat disebut pajak adalah Pajak Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan dari sumber Alam didalam atau dipermukaan bumi untuk dimanfaatkan.
10. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud didalam Peraturan Perundang-undangan dibidang
mineral dan batubara. 11. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
12. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. 13. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat
dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. 14. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang
terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
15. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
16. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga
dan/atau denda. 21. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
22. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
23. Tarif Pajak adalah Harga atau Daftar dari Harga Pajak yang tetap.
BAB II MASA PAJAK DAERAH
Pasal 2
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender,
yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
BAB III TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi Formulir SPTPD. (2) Petugas Pada Dinas Meneliti dan Memverifikasi SPTPD sebagaimana
dimaksud ayat (1), kemudian mencatat dalam kartu data. (3) Bagi Wajib Pajak baru setelah dilakukan pendataan akan diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sebagai bukti telah terdaftar sebagai
wajib pajak. (4) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1), Kepala Dinas
menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
BAB IV
TATA CARA PEMBAYARAN,PENYETORAN, TEMPAT PEMBAYARAN,ANGSURAN DAN PENUNDAAN
PEMBAYARAN PAJAK Pasal 4
(1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Besarnya pokok pajak sebagaimana dimaksud Pasal 48 Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah sebesar 25% adalah merupakan tarif
maksimal pajak yang dipungut. (3) Besarnya pokok Pajak sebagaimana dimaksud ayat (2), yang terhutang
ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). (4) Pembayaran Pajak disetor ke Kas Daerah melalui atau melalui Bendahara
Khusus Penerima Dinas/loket – loket yang telah ditunjuk sesuai waktu yang
ditetapkan dengan menggunakan SSPD. (5) Kepala Dinas atas permohonanan wajib pajak dapat memberikan persetujuan
kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dikarenakan :
a. Adanya kesulitan Likuiditas wajib pajak; b. Alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(6) Permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menundap pembayaran
sebagaimana dimaksud ayat (3), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas baik sebelum atau sesudah jatuh tempo masa
pajak dengan dilampiri:
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Fotokopi laporan keuangan wajib pajak dan dokumen lain yang
menunjukkan kesulitan likuiditas wajib pajak; c. Dokumen pendukung lainnya.
(7) Penundaan Pembayaran dan pembayaran secara angsuran pajak
sebagaimana dimaksud ayat (3) diberikan paling lama 2 (dua) bulan dan
dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(8) Keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4), dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya
permohonan.
BAB V TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK
Pasal 5
(1) Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum
dalam SKPDKB, SKPDKBT atau STPD karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan waib pajak; dan/atau
b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD yang tidak benar.
(2) Permohonan wajib Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas PPKAD. (3) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. Fotokopi identitas wajib pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa sanksi adminitrasi
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan
wajib pajak; c. Fotokopi surat pemberitauan pengajuan keberatan Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal wajib pajak pernah mengajukan keberatan atas SKPDKB atau SKPDKBT dan/ atau;
d. Dokumen pendukung lainnya. (4) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKPDKB, SKPDKBT,
SKPDLB, SKPDN, atau STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD terbukti tidak benar;
c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan tidak dapat dipertimbangkan dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau
SKPDN; dan/atau d. Dokumen pendukung lainnya.
(5) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKPDKB SKPDKBT, SKPDLB,SKPDN dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD tersebut tidak benar; dan/atau
c. Dokumen pendukung lainnya. (6) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak ditetapkan berdasarkan hasil penelitian data/dekumen dan apabila diperlukan dapat
dilanjutkan dengan penelitian di lapangan. (7) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga Puluh) hari setelah diterimannya surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi atau
pembatalan ketetapan pajak.
BAB VI
TATA CARA PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 6
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Dinas secara tertulis dengan menyebutkan
sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat wajib pajak;
b. Masa Pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas.
(2) Kepala Dinas melakukan penarikan atas permohonan Waib Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1).
(3) Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan keputusan.
BAB VII
KRITERIA WAJIB PAJAK DAN PENENTUAN BESARAN OMSET SERTA TATA CARA PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN.
Pasal 7
(1) Dinas melakukan pendataan/survey lapangan terhadap kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan di wilayah daerah untuk menentukan Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan. (3) Kepala Dinas secara jabatan dapat menentukan kewajiban wajib pajak untuk
melakukan pembukuan dan pencatatan setelah dilakukan penelitian lapangan.
(4) Tata cara pembukuan atau pencatatan wajib pajak sebagaimana dimaksud
ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas. (5) Tata cara pemeriksaan pembukuan oleh petugas pajak diatur lebih lanjut oleh
Kepala Dinas.
BAB VIII TATA CARA PENGHAPUSAN
PIUTANG YANG SUDAH KADALUWARSA
Pasal 8
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadarluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi karena kadarluwarsa, wajib dilakukan
penelitian setempat atau penelitian adminitrasi oleh Dinas. (3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), harus menggambarkan
keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan
diusulkan untuk dihapus. (4) Kepala Dinas setiap akhir tahun pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan
Piutang Pajak berdasarkan Hasil Penelitian, Sebagaimana dimaksud ayat (3),
untuk disampaikan kepada Bupati. (5) Bupati menerbitkan Keputusan Bupati mengenai penghapusan piutang pajak
yang kadarluwarsa berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud ayat (4).
BAB IX
TATA CARA PEMBERIAN DAN MANFAATAN
INSENTIF BAGI PETUGAS PEMUNGUT Pasal 9
(1) Setiap petugas pemungut pajak dapat diberikan insentif pemungutan. (2) Pemberian insentif dianggarkan dalam APBD berdasarkan realisasi
Pendapatan dan dapat diberikan setiap triwulan.
BAB X PENGAWASAN
Pasal 10
(1) Untuk melaksanakan fungsi penertipan, pengawasan dan pengendalian yang melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, Kepala Dinas membentuk Tim
Penertipan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
(2) Tugas Tim sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagai berikut : a. Melakukan Penertipan Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan;
b. Melakukan inventarisasi kegiatan Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan;
c. Memantau kegiatan penyelenggaraan terkait masalah Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
d. Melakukan usaha/tindakan lain terkait pajak Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sesuai peraturan perundang- undangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2011 NOMOR 211
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 56 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB IX PENGATURAN PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun
2011 Nomor 69 Seri B, maka untuk ketertiban dan kelancaran pemberlakuannya perlu diatur petunjuk
pelaksanaannya;
bahwa untuk maksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati Lamandau.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan
Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4189);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4049);
Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang
Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4050);
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis
Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun
2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008
Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 39 Seri D).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB IX PENGATURAN PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Bupati adalah Bupati bagi Daerah kabupaten Lamandau. 4. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD. 5. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah
pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang
diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang.
6. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
7. Badan adalah sekumpulan orang dan /atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 8. Parkir adalah adalah kontribusi wajib kepada daerah atas penyelenggaraan
tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaiatan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. 9. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara . 10. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak dijalan, baik kendaraan
bermotor dan tidak bermotor. 11. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak. 12. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. 13. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu
lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
14. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
15. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta
pengawasan penyetorannya. 16. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
17. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati. 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
21. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
22. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk
periode Tahun Pajak tersebut. 23. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak. 24. Tarif Pajak adalah Harga atau Daftar dari Harga Pajak yang tetap.
BAB II
MASA PAJAK DAERAH Pasal 2
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain
yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
BAB III
TATA CARA PENETAPAN PAJAK Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi Formulir SPTPD. (2) Petugas Pada Dinas Meneliti dan Memverifikasi SPTPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kemudian mencatat dalam kartu data. (3) Bagi Wajib Pajak baru setelah dilakukan pendataan akan diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sebagai bukti telah terdaftar sebagai wajib pajak.
(4) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Parkir.
BAB IV
TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN,
TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 4
(1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Besarnya pokok Pajak Parkir yang terhutang dihitung dengan mengalikan
tarif sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pasal 56 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
(3) Pembayaran Pajak disetor ke Kas Daerah atau melalui Bendahara Khusus
Penerima Dinas/loket – loket yang telah ditunjuk sesuai waktu yang ditetapkan dengan menggunakan SSPD.
(4) Kepala Dinas atas permohonan wajib pajak dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
dikarenakan : a. Adanya kesulitan Likuiditas wajib pajak;
b. Alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(5) Permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran
sebagaimana dimaksud ayat (4), diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia kepada Kepala Dinas baik sebelum atau sesudah jatuh tempo masa
pajak dengan dilampiri:
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Fotokopi laporan keuangan wajib pajak dan dokumen lain yang
menunjukkan kesulitan likuiditas wajib pajak;
c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Penundaan pembayaran secara angsuran pajak sebagaimana dimaksud ayat
(4), diberikan paling lama 2 (dua) bulan dan dikenakan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan.
(7) Keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4),
dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya
permohonan.
BAB V
TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU
PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK Pasal 5
(1) Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum
dalam SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan waib pajak; dan/ atau
b. Mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN, atau STPD, yang tidak benar.
(2) Permohonan wajib Pajak sebagaimanan dimaksud ayat (1), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas PPKAD.
(3) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. Fotokopi identitas wajib pajak b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa sanksi adminitrasi
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan wajib pajak;
c. Fotokopi surat pemberitauan pengajuan keberatan Pajak Parkir tidak
dapat dipertimbangkan , dalam hal wajib pajak pernah mengajukan keberatan atas SKPDKB atau SKPDKBT dan/atau;
d. Dokumen pendukung lainnya. (4) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB,
SKPDN, atau STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD terbuk tidak benar;
c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan Pajak Parkir tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pemah mengajukan
keberatan atas SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN dan/atau; d. Dokumen pendukung lainnya.
(5) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKPDKB SKPDKBT, SKPDLB,
SKPDN dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD tersebut tidak benar dan/atau; c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak ditetapkan berdasarkan hasil penelitian data/dekumen dan apabila diperlukan dapat
dilanjutkan dengan penelitian di lapangan. (7) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga Puluh) hari setelah diterimannya surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan
pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak.
BAB VI
TATA CARA PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 6
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak kepada Kepala Dinas secara tertulis dengan menyebutkan
sekurang-kurangnya: a. Nama dan alamat wajib pajak;
b. Masa Pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak;
d. Alasan yang jelas. (2) Kepala Dinas melakukan penarikan atas permohonan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1).
(3) Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan keputusan.
BAB VII KRITERIA WAJIB PAJAK DAN PENENTUAN
BESARAN OMSET SERTA TATA CARA PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN.
Pasal 7
(1) Dinas melakukan pendataan/survey lapangan terhadap kegiatan penyelenggaraan parkir di wilayah daerah untuk menentukan Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(3) Kepala Dinas secara jabatan dapat menentukan kewajiban wajib pajak untuk melakukan pembukuan dan pencatatan setelah dilakukan penelitian
lapangan. (4) Tata cara pembukuan atau pencatatan wajib pajak sebagaimana dimaksud
ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas. (5) Tata cara pemeriksaan pembukuan oleh petugas pajak diatur lebih lanjut oleh
Kepala Dinas.
BAB VIII
TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG YANG SUDAH KADALUWARSA
Pasal 8 (1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kadarluwarsa dapat dihapuskan. (2) Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat
atau tidak mungkin ditagih lagi karena kadarluwarsa, wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian adminitrasi oleh Dinas.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), harus menggambarkan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan
diusulkan untuk dihapus. (4) Kepala Dinas setiap akhir tahun pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan
Piutang Pajak berdasarkan Hasil Penelitian, Sebagaimana dimaksud ayat (3), untuk disampaikan kepada Bupati.
(5) Bupati menerbitkan Keputusan Bupati mengenai penghapusan piutang pajak yang kadarluwarsa berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud ayat (4).
BAB IX
TATA CARA PEMBERIAN DAN MANFAATAN INSENTIF BAGI PETUGAS PEMUNGUT
Pasal 9
(1) Setiap petugas pemungut pajak dapat diberikan insentif pemungutan.
(2) Pemberian insentif dianggarkan dalam APBD berdasarkan realisasi Pendapatan dan dapat diberikan setiap triwulan.
BAB X
PENGAWASAN Pasal 10
(1) Untuk melaksanakan fungsi penertiban, pengawasan dan pengendalian yang melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, Kepala Dinas membentuk Tim
Penertipan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Parkir. (2) Tugas Tim sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagai berikut :
a. Melakukan Penertipan Pemungutan Pajak Parkir; b. Melakukan inventarisasi kegiatan Usaha Perparkiran di daerah; c. Memantau kegiatan penyelenggaraan terkait masalah Pajak Parkir;
d. Melakukan usaha/tindakan lain terkait Pajak Parkir sesuai peraturan perundang- undangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 212
PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 58 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB XI PENGATURAN PAJAK SARANG BURUNG WALET PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2011
Nomor 69 Seri B, maka untuk ketertiban dan kelancaran pemberlakuannya perlu diatur petunjuk pelaksanaannya;
bahwa untuk maksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan
dengan Peraturan Bupati Lamandau. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten
Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339);
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4049); Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4050); Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31,
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5179);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008
Nomor 29 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 29 Seri D) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten
Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 39 Seri D).
MEMUTUSKAN:
Menetapakan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
BAB XI PENGATURAN PAJAK SARANG BURUNG WALET PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG
PAJAK DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. 3. Bupati adalah Bupati bagi Daerah kabupaten Lamandau.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPPKAD.
6. Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan berwenang
mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit,
pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak
tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang. 7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. 8. Pajak Sarang Burung Walet, adalah Pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. 9. Pengusahaan sarang burung walet adalah bentuk kegiatan pengambilan
sarang burung walet di habitat alami dan di luar habitat alami. 10. Habitat alami burung walet, adalah lingkungan tempat burung wallet yang
hidup dan berkembang secara alami.
11. Di luar habitat alami burung walet, adalah lingkungan tempat burung walet yang hidup dan berkembang serta diusahakan dan dibudidayakan.
12. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocaliaesculanta, dan collocalia linchi.
13. Obyek Pajak Sarang Burung walet adalah setiap pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet.
14. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
15. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. 16. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat
dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah. 17. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek pajak dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang
terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
18. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
19. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk olehBupati.
20. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
23. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga
dan/atau denda. 24. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
25. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
BAB II
MASA PAJAK DAERAH
Pasal 2
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender
yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
BAB III TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi Formulir SPTPD. (2) Petugas Pada Dinas Meneliti dan Memverifikasi SPTPD sebagaimana
dimaksud ayat (1), kemudian mencatat dalam kartu data. (3) Bagi Wajib Pajak baru setelah dilakukan pendataan akan diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sebagai bukti telah terdaftar sebagai wajib pajak.
(4) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1), Kepala Dinas
menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Sarang Burung Walet.
BAB IV TATA CARA PEMBAYARAN,PENYETORAN,
TEMPAT PEMBAYARAN,ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 4
(1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Besarnya pokok Pajak Pajak Sarang Burung Walet yang terhutang dihitung dengan mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) sebagaimana dimaksud pasal 72 Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
(3) Pembayaran Pajak disetor ke Kas Daerah melalui atau melalui Bendahara Khusus Penerima Dinas/ loket – loket yang telah ditunjuk sesuai waktu yang
ditetapkan dengan menggunakan SSPD. (4) Kepala Dinas atas permohonanan wajib pajak dapat memberikan persetujuan
kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dikarenakan : a. Adanya kesulitan Likuiditas wajib pajak
b. Alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan. (5) Permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menundap pembayaran
sebagaimana dimaksud ayat (3), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas baik sebelum atau sesudah jatuh tempo masa
pajak dengan dilampiri: a. fotokopi identitas Wajib Pajak; b. foto kopi laporan keuangan wajib pajak dan dokumen lain yang
menunjukkan kesulitan likuiditas wajib pajak; c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Penundaan Pembayaran dan pembayaran secara angsuran pajak sebagaimana dimaksud ayat (3), diberikan paling lama 2 (dua) bulan dan dikenakan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan. (7) Keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4),
dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya
permohonan.
BAB V TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK.
Pasal 5
(1) Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang
tercantum dalam SKPDKB, SKPDKBT atau STPD karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahan waib pajak; dan/ atau
b. Mengurangkaan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN,
atau STPD yang tidak benar.
(2) Permohonan wajib Pajak sebagaimanan dimaksud ayat (1), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas PPKAD.
(3) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, permohonan dimaksud
dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas wajib pajak
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa sanksi adminitrasi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan wajib pajak;
c. Fotokopi surat pemberitauan pengajuan keberatan pajak hiburan tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal wajib pajak pernah mengajukan
keberatan atas SKPDKB atau SKPDKBT; dan/ atau d. Dokumen pendukung lainnya.
(4) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD terbukti tidak benar; c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan Pajak Restoran tidak
dapat dipertimbangkan dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN; dan/atau
d. Dokumen pendukung lainnya.
(5) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKPDKB SKPDKBT, SKPDLB,SKPDN dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak;
b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD tersebut tidak benar; dan/atau
c. Dokumen pendukung lainnya.
(6) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian data/dokumen dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(7) Keputusan terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dikeluarkan dalam jangka waktu 30 (Tiga Puluh) hari setelah diterimannya surat
permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi atau pembatalan ketetapan pajak.
BAB VI TATA CARA PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 6
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Dinas secara tertulis dengan menyebutkan
sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Masa Pajak;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas.
(2) Kepala Dinas melakukan penarikan atas permohonan Waib Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1).
(3) Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan keputusan.
BAB VII KRITERIA WAJIB PAJAK DAN PENENTUAN
BESARAN OMSET SERTA TATA CARA PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN. Pasal 7
(1) Dinas melakukan pendataan/survey lapangan terhadap kegiatan penyelenggaraan Sarang Burung Wallet di wilayah Kabupaten Lamandau
untuk menentukan Wajib Pajak. (2) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit
Rp.300.000.000,-(tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(3) Kepala Dinas secara jabatan dapat menentukan kewajiban wajib pajak untuk
melakukan pembukuan dan pencatatan setelah dilakukan penelitian lapangan.
(4) Tata cara pembukuan atau pencatatan wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
(5) Tata cara pemeriksaan pembukuan oleh petugas pajak diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
BAB VIII TATA CARA PENGHAPUSAN
PIUTANG YANG SUDAH KADALUWARSA Pasal 8
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kadarluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi karena kadarluwarsa, wajib dilakukan
penelitian setempat atau penelitian adminitrasi oleh Dinas. (3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), harus menggambarkan
keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan diusulkan untuk dihapus.
(4) Kepala Dinas setiap akhir tahun pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana dimaksud ayat (3),
untuk disampaikan kepada Bupati.
(5) Bupati menerbitkan Keputusan Bupati mengenai penghapusan piutang pajak yang kadarluwarsa berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud ayat (4).
BAB IX
TATA CARA PEMBERIAN DAN MANFAATAN INSENTIF BAGI PETUGAS PEMUNGUT
Pasal 9
(1) Setiap petugas pemungut pajak dapat diberikan insentif pemungutan.
(2) Pemberian insentif dianggarkan dalam APBD berdasarkan realisasi Pendapatan dan dapat diberikan setiap triwulan.
BAB XI
PENGAWASAN Pasal 10
(1) Untuk melaksanakan fungsi penertipan, pengawasan dan pengendalian yang melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, Kepala Dinas membentuk Tim
Penertipan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Restoran. (2) Tugas Tim sebagaimana dimaksud ayat (1), sebagai berikut :
a. Melakukan Penertipan Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet; b. Melakukan inventarisasi kegiatan Pajak Sarang Burung Walet di daerah; c. Memantau kegiatan penyelenggaraan terkait masalah Pajak Sarang Burung
Walet; d. Melakukan usaha/tindakan lain terkait Pajak Sarang Burung Walet sesuai
peraturan perundang- undangan.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga Bulik
pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI LAMANDAU,
MARUKAN
Diundangkan di Nanga Bulik
pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ARIFIN LP. UMBING
BERITA DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2011 NOMOR 213