PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 12 TAHUN 2007
T E N T A N G
PEMERINTAHAN NAGARI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI AGAM,
Menimbang : a.
b.
c.
bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka terjadi perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan Nagari; bahwa dalam pelaksanaan sistem Pemerintahan Nagari yang diatur dengan Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2001, belum sepenuhnya menampung aspirasi masyarakat serta belum dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan nagari yang efektif dan efisien;
bahwa untuk memenuhi maksud huruf a dan b di atas, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pemerintahan Nagari.
Mengingat : 1.
2.
3.
4.
5.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25); Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
2
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah Dan Berita Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tatacara Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota Kepada Desa; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa; Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 2 ). Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001 tentang Visi dan Misi Kabupaten Agam (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 2); Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pandai Baca Dan Tulis Huruf Al Quran (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 5); Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Berpakaian Muslim (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 6); Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 11);
3
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN AGAM
dan
BUPATI AGAM
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM TENTANG PEMERINTAHAN
NAGARI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan ;
1. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Pertamaan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Bupati adalah Bupati Agam.
5. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah.
6. Nagari adalah Pertamaan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah
tertentu berdasarkan filosofi adat Minangkabau (adat basandi syara’, syara’ basandi
Kitabullah) dan atau berdasarkan asal usul dan adat salingka nagari.
7. Jorong adalah bagian dari wilayah nagari.
8. Pemerintahan Nagari adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Nagari dan Badan Permusyawaratan Nagari dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Pertamaan Republik Indonesia.
9. Pemerintah Nagari adalah Walinagari dan Perangkat Nagari sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Nagari.
10. Walinagari adalah Pimpinan Pemerintahan Nagari yang dipilih langsung oleh
masyarakat.
4
11. Badan Permusyawaratan Nagari selanjutnya disebut BAMUS NAGARI adalah lembaga
yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Nagari
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Nagari.
12. Lembaga kemasyarakatan Nagari adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah nagari dalam
memberdayakan masyarakat.
13. Kerapatan Adat Nagari yang selanjutnya disingkat KAN adalah Lembaga Perwakilan
Permusyawaratan dan Pemufakatan adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara
turun temurun sepanjang adat ditengah-tengah masyarakat nagari;
14. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.
15. Alokasi Dana Nagari adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah untuk
nagari yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah
yang diterima daerah.
16. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari selanjutnya disingkat APB Nagari adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan nagari yang dibahas dan disetujui bersama
oleh Pemerintah Nagari dan BAMUS NAGARI yang ditetapkan dengan Peraturan
Nagari.
17. Peraturan Nagari adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BAMUS
NAGARI bersama-sama Walinagari.
18. Penduduk nagari adalah warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di nagari
yang bersangkutan.
19. Anak nagari adalah Putra-putri yang dilahirkan menurut garis keturunan ibu
(matrilineal) dalam adat Minangkabau, dan orang yang diakui dan diterima sepanjang
adat dalam suatu nagari.
20. Keuangan Nagari adalah semua hak dan kewajiban nagari yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik nagari berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.
21. Pendapatan nagari adalah semua hak nagari yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
22. Belanja Nagari adalah semua kewajiban nagari yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
23. Pembiayaan nagari adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
5
24. Badan Usaha Milik Nagari selanjutnya disingkat BUM Nagari adalah badan usaha yang
dibentuk oleh nagari dan berbadan hukum yang bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat dan nagari.
BAB II
PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN NAGARI
Bagian Pertama
Pembentukan
Pasal 2
Pembentukan pemerintahan nagari bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Pasal 3
(1) Pembentukan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud Pasal 2, harus memenuhi
syarat :
a. jumlah penduduk 2.000 jiwa atau 400 KK atau lebih;
b. luas wilayah minimal 600 Ha;
c. wilayah kerja dapat dijangkau dan memiliki jaringan perhubungan antar jorong;
d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan
kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;
e. memiliki potensi nagari berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia;
f. memiliki batas nagari yang jelas;
g. tersedianya sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pemerintahan
nagari;
h. adanya perbedaan struktur adat dalam satu nagari;
i. kemampuan keuangan daerah; dan
j. Rekomendasi atau pertimbangan dari KAN.
(2) Pembentukan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud ayat (1), atas persetujuan
BAMUS NAGARI:
Pasal 4
Disamping memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 3, untuk mencapai
kehidupan bernagari berdasarkan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah,
pembentukan harus memenuhi faktor-faktor sebagai berikut :
a. babalai-bamusajik;
b. balabuah-batapian;
6
c. basawah-baladang;
d. babanda-babatuan;
e. batanam nan bapucuak;
f. mamaliaro nan banyao;
g. basuku-basako;
h. ninik-mamak nan ampek suku;
i. baadat-balimbago;
j. bapandam pakuburan;
k. bapamedanan;
l. kantua nagari.
Pasal 5
Pembentukan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud Pasal 2 dapat berupa
penghapusan dan penggabungan pemerintahan nagari atau pemekaran dari satu nagari
menjadi dua nagari atau lebih yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Bagian kedua
Mekanisme Pembentukan Pemerintahan Nagari
Pasal 6
(1) Pembentukan Pemerintahan Nagari dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan
memperhatikan asal usul nagari, adat istiadat dan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat.
(2) Pembentukan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan setelah berjalannya penyelenggaraan pemerintahan nagari paling sedikit 5
(lima) tahun.
Pasal 7
Tatacara dan mekanisme pembentukan pemerintahan nagari diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 8
Pembentukan pemerintahan nagari ditetapkan oleh Bupati atas persetujuan DPRD
BAB III
KEWENANGAN PEMERINTAHAN NAGARI
Pasal 9
Kewenangan Pemerintahan Nagari mencakup :
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Nagari;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang diserahkan
pengaturannya kepada Nagari;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah;
7
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan
kepada Nagari.
Pasal 10
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah yang diserahkan pengaturannya
kepada Nagari sebagaimana dimaksud Pasal 9 huruf b adalah urusan pemerintahan yang
secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 11
Bupati melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap jenis urusan yang akan diserahkan
kepada nagari dengan mempertimbangkan aspek letak geografis, kemampuan personil,
kemampuan keuangan, efisiensi dan efektivitas.
Pasal 12
Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kepada nagari
sebagaimana dimaksud Pasal 9 huruf b disertai dengan pembiayaannya.
Pasal 13
(1) Apabila dalam kurun waktu 2 (dua) tahun tidak berjalan secara efektif, Pemerintah
Kabupaten dapat menarik sebagian atau seluruh urusan pemerintahan yang telah
diserahkan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan urusan kewenangan daerah kepada
nagari sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 14
(1) Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Daerah kepada Nagari
sebagaimana dimaksud Pasal 9 huruf c wajib disertai dengan dukungan pembiayaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.
(2) Nagari berhak menolak melaksanakan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud
ayat (1) yang tidak disertai dengan pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber
daya manusia.
(3) Penyelenggaraan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud ayat (1) berpedoman
kepada peraturan perundang-undangan.
8
BAB IV
PEMERINTAH NAGARI
Bagian Pertama
Susunan Organisasi
Pasal 15
(1) Pemerintah Nagari terdiri dari Walinagari dan Perangkat Nagari.
(2) Perangkat Nagari terdiri dari Sekretaris Nagari dan perangkat nagari lainnya.
(3) Perangkat nagari lainnya sebagaimana dimaksud ayat (2) terdiri dari :
a. Kepala Urusan Pemerintahan;
b. Kepala Urusan Pembangunan;
c. Kepala Urusan Sosial dan Kemasyarakatan;
d. Kepala Urusan Keuangan dan Aset;
e. Bendahara; dan
f. Wali Jorong.
(4) Uraian tugas perangkat nagari sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Nagari.
(5) Bagan Struktur Pemerintah Nagari adalah sebagaimana tercantum pada lampiran I
Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Pasal 16
Perangkat nagari berkedudukan sebagai pembantu Walinagari dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya.
Bagian Kedua
Walinagari
Paragraf 1
Kriteria Walinagari
Pasal 17
Walinagari adalah anak nagari yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. bertaqwa kepada Allah SWT dengan melaksanakan syariat Islam secara kaffah, ber-
akhlakul karimah dan pandai membaca Al Quran;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Pertamaan Republik Indonesia, serta
Pemerintahan;
9
c. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman
hukuman 5 (lima) tahun atau lebih;
d. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
e. berkelakuan baik, jujur dan adil;
f. sehat jasmani dan rohani ;
g. mengenal nagarinya dan dikenal oleh masyarakat nagari setempat;
h. memahami, menghayati dan mengamalkan adat yang berlaku dalam nagari;
i. tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai Walinagari atau Pegawai
Negeri, atau pejabat /pegawai pada lembaga/badan.
Paragraf 2
Tugas dan Wewenang Walinagari
Pasal 18
(1) Walinagari mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan,
dan kemasyarakatan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walinagari
mempunyai wewenang:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan nagari berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BAMUS NAGARI dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. mengajukan rancangan Peraturan Nagari kepada BAMUS NAGARI;
c. menetapkan Peraturan Nagari yang telah mendapat persetujuan bersama BAMUS
NAGARI;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Nagari mengenai APB Nagari
untuk dibahas dan ditetapkan bersama BAMUS NAGARI;
e. membina kehidupan masyarakat nagari;
f. membina perekonomian nagari;
g. mengkoordinasikan pembangunan nagari secara partisipatif;
h. mewakili nagarinya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
i. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
j. mendukung kelangsungan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
10
Paragraf 3
Kewajiban Walinagari
Pasal 19
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(1), Walinagari mempunyai kewajiban :
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Pertamaan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. melaksanakan kehidupan demokrasi;
e. melaksanakan prinsip tata pemerintahan nagari yang bersih dan bebas dari Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme;
f. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintah nagari;
g. mentaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan serta adat
setempat;
h. menyelenggarakan administrasi pemerintahan nagari dengan baik dan benar;
i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan nagari;
j. melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan nagari;
k. mendamaikan perselisihan masyarakat di nagari;
l. mengembangkan pendapatan masyarakat dan nagari;
m. membina, mengayomi, melestarikan, nilai-nilai agama, sosial budaya dan adat;
n. memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di nagari;
o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup;
p. menggerakkan potensi perantau sebagai sumber daya pembangunan nagari;
q. melaksanakan tugas yang diberikan Pemerintahan Atasan; dan
r. melakukan dan mensukseskan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan serta
Pendapatan Asli Daerah.
Pasal 20
(1) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 19, Walinagari mempunyai
kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada
Bupati, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BAMUS
NAGARI, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari
kepada masyarakat.
(2) Laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud ayat (1)
disampaikan kepada Bupati melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun.
11
(3) Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BAMUS NAGARI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun dalam musyawarah
BAMUS NAGARI.
(4) Menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada
papan pengumuman atau diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan
masyarakat nagari, radio komunitas atau media lainnya.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (2) digunakan oleh Bupati sebagai dasar
melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan nagari dan sebagai bahan
pembinaan lebih lanjut.
(6) Laporan akhir masa jabatan Walinagari disampaikan kepada Bupati melalui Camat dan
kepada BAMUS NAGARI.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada
Bupati, laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BAMUS NAGARI dan laporan
penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada masyarakat diatur dengan Peraturan
Bupati.
Paragraf 4
Hak Walinagari
Pasal 21
Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya, Walinagari mempunyai hak :
a. menerima penghasilan tetap setiap bulan;
b. memperoleh jaminan kesehatan;
c. memperoleh tunjangan purna bhakti;
d. memperoleh santunan kecelakaan;
e. memperoleh uang duka; dan
f. hak-hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5
Larangan Walinagari
Pasal 22
Walinagari dilarang:
a. menjadi pengurus partai politik;
b. merangkap jabatan sebagai Ketua dan atau Anggota BAMUS NAGARI, dan lembaga
kemasyarakatan di nagari bersangkutan;
c. merangkap jabatan sebagai Anggota DPRD;
d. terlibat kampanye pemilihan umum, pemilihan Presiden, dan Pemilihan Kepala daerah;
12
e. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, dan
mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;
f. melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari
pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya;
g. menyalahgunakan wewenang;
h. melanggar sumpah/janji jabatan ;
i. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam perkara yang melibatkan antar warganya ;
j. melakukan perbuatan yang melanggar norma agama dan adat.
Bagian Ketiga
Sekretaris Nagari
Pasal 23
Sekretaris Nagari diangkat dan diberhentikan oleh Sekretaris Daerah atas nama Bupati.
Pasal 24
(1) Sekretaris Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diisi oleh Pegawai Negeri Sipil
yang memenuhi persyaratan, yaitu :
a. berpendidikan paling rendah lulusan SLTA atau sederajat;
b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;
c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;
d. mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang
perencanaan;
e. memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan
f. bersedia tinggal di nagari yang bersangkutan.
(2)Apabila pengisian jabatan Sekretaris Nagari oleh PNS belum dapat dipenuhi, maka
jabatan Sekretaris Nagari ditetapkan dengan Keputusan Camat atas usul Walinagari
Pasal 25
(1) Sekretaris Nagari mempunyai tugas dan kewajiban membantu Walinagari dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Nagari.
(2) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Sekretaris Nagari menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan rencana program-program dan tugas-tugas umum pemerintahan nagari
untuk kelancaran tugas;
13
b. Pengkoordinasian dan pengelolaan data dalam rangka penyusunan laporan
pelaksanaan tugas-tugas nagari;
c. Pemberian pelayanan administratif kepada seluruh perangkat nagari;
d. Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kearsipan administrasi kepegawaian serta
administrasi keuangan; dan
e. Pelaksanaan tugas lainnya yang berhubungan dengan bidang tugas sesuai dengan
ketentuan, petunjuk dan kebijaksanaan pimpinan.
Bagian Keempat
Kepala Urusan
Pasal 26
(1) Kepala Urusan diangkat dan diberhentikan oleh Walinagari atas persetujuan Camat.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Walinagari.
Pasal 27
Kepala Urusan sebagaimana dimaksud Pasal 26, harus memenuhi persyaratan:
a. Bertaqwa kepada Allah SWT dengan melaksanakan syariat Islam secara kaffah, ber-
akhlakul karimah dan pandai membaca Al Quran;
b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Pertamaan Republik Indonesia, serta
Pemerintahan;
c. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau pendidikan
sederajat;
d. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
e. berkelakuan baik, jujur dan adil;
f. sehat jasmani dan rohani ;
g. menetap di nagari yang bersangkutan
h. memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidang administrasi dan komputerisasi;
i. sanggup bekerjasama dengan Walinagari;
j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman
hukuman 5 (lima) tahun atau lebih;
k. memahami adat yang berlaku dalam nagari ;
l. khusus untuk Kepala Urusan Keuangan memiliki kemampuan dalam bidang administrasi
keuangan.
14
Pasal 28
(1) Dalam rangka pengangkatan Kepala Urusan Walinagari membentuk Tim seleksi dengan
Keputusan Walinagari.
(2) Pembentukan Tim sebagaimana dimaksud ayat (1) paling lama 15 (lima belas) hari
semenjak pelantikan Walinagari atau semenjak Kepala Urusan berhenti atau
diberhentikan.
(3) Anggota Tim berjumlah 3 (tiga) orang yang berasal dari Pemerintah Nagari 2 (dua)
orang dan aparat Kecamatan 1 (satu) orang.
Pasal 29
(1) Tim mengumumkan penerimaan pengisian jabatan Kepala Urusan.
(2) Anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Walinagari.
(3) Anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan akan diseleksi melalui ujian tertulis
dan wawancara.
Pasal 30
(1) Hasil seleksi disampaikan oleh Tim Seleksi kepada Walinagari untuk diteruskan
kepada Camat untuk mendapatkan persetujuan
(2) Dalam meminta persetujuan Camat, Walinagari mengajukan 3 (tiga) orang calon
untuk masing-masing jabatan.
(3) Camat memberikan persetujuan/rekomendasi terhadap salah satu calon yang
diajukan.
Pasal 31
Walinagari menetapkan pengangkatan Kepala Urusan paling lama 30 (tiga puluh) hari
semenjak pemberian persetujuan/rekomendasi oleh Camat sebagaimana dimaksud Pasal
29 ayat (3).
Paragraf 1
Kepala Urusan Pemerintahan
Pasal 32
(1) Kepala urusan pemerintahan mempunyai tugas menyusun program pembinaan
wilayah, keamanan dan ketertiban, menyelesaikan sengketa perdata yang menjadi
wewenangnya, melaksanakan administrasi kependudukan, dan melaksanakan kegiatan
yang berhubungan dengan kesatuan bangsa dan politik.
15
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat (1) Kepala Urusan
Pemerintahan mempunyai fungsi :
a. Pengumpulan dan pengolahan data yang berhubungan dengan bidang tugas
sebagai bahan acuan dalam rangka pembinaan masyarakat dan pembinaan wilayah;
b. Pelaksanaan tugas-tugas keagrarian sesuai dengan kewenangannya;
c. Pelaksanaan administrasi kependudukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Pengumpulan dan pengolahan data bidang ketentraman dan ketertiban dan
mengiventarisir potensi rakyat dalam rangka memperkecil akibat bencana dan
melaksanakan pembinaan keamanan dan ketertiban.
e. Pelaksanaan kegiatan dalam rangka pembinaan Pertamaan bangsa dan
perlindungan masyarakat;
f. Pelaksanaan pembinaan kerukunan antar warga;
g. Pengumpulan bahan dan menyusun laporan pelaksanaan tugas;
h. Pelaksanaan pemungutan pajak-pajak daerah seperti PBB dan pajak daerah serta
retribusi daerah lainnya sesuai dengan ketentuan;
i. Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan dengan tugas urusan
pemerintahan dan menyusun kebijakan pemecahannya;
j. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan petunjuk dan kebijakan
pimpinan.
Paragraf 2
Kepala Urusan Pembangunan
Pasal 33
(1) Kepala Urusan Pembangunan mempunyai tugas menyusun program kerja, mengolah
data bidang pembangunan, meningkatkan partisipasi dan swadaya gotong royong
masyarakat, mengadministrasikan bantuan pembangunan yang masuk di nagari,
menyiapkan bahan dalam rangka musyawarah perencanaan pembangunan nagari.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Urusan
Pembangunan mempunyai fungsi :
a. Pendataan sarana dan prasarana serta potensi pembangunan nagari;
b. Pelaksanaan pembinaan terhadap perencanaan, pelaksanaan pembangunan nagari.
c. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi dan swadaya
gotong royong;
d. Pendataan terhadap jumlah dan jenis bantuan yang ada di nagari;
e. Penyiapan bahan dalam rangka pelaksanaan musyawarah rencana pembangunan
nagari;
16
f. Penyusunan rencana strategis pengembangan sarana dan prasarana pembangunan
nagari;
g. Mengawasi, menginventarisir dan mengevaluasi segala permasalahan yang
berhubungan dengan pembangunan serta menyusun rencana pemecahannya;
(3) Pelaksanaan tugas lain yang berhubungan dengan bidang tugas dan fungsi sesuai
ketentuan, petunjuk dan kebijaksanaan pimpinan.
Paragraf 3
Kepala Urusan Sosial Kemasyarakatan
Pasal 34
(1) Kepala Urusan Sosial Kemasyarakatan mempunyai tugas membantu Walinagari
dibidang kemasyarakatan, melaksanakan kegiatan pendataan sarana dan prasarana
peribadatan, melaksanakan penyaluran bantuan korban bencana, melaksanakan
pendataan terhadap jumlah dan jenis penyandang masalah sosial, melaksanakan
kegiatan yang berhubungan dengan masalah pendidikan, pemberdayaan masyarakat
dan masalah kesehatan, serta melestarikan nilai-nilai agama dan adat yang telah
membudaya ditengah-tengah masyarakat.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat (1) Kepala Urusan Sosial
Kemasyarakatan mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana program dalam rangka pelaksanaan pembinaan keagamaan,
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, pemuda dan olah raga serta
pemberdayaan perempuan;
b. Pelaksanaan pelayanan masyarakat di bidang kesejahteraan sosial;
c. Pengumpulan dan penyaluran bantuan-bantuan terhadap korban bencana dan
penyandang masalah sosial;
d. Pembinaan terhadap kegiatan kesejahteraan keluarga, pemuda dan olah raga dan
organisasi kemasyarakatan lainnya;
e. Pembina terhadap organisasi keagamaan, dan kegiatan-kegiatan keagamaan serta
kegiatan-kegiatan sosial lainnya;
f. Pelaksanaan segala usaha dalam rangka meningkatkan peranan perempuan dan
pemberdayaan perempuan;
g. Monitoring dan pembinaan pelayanan kesehatan masyarakat;
h. Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan dengan kesejahteraan
sosial dan menyusun rencana kebijakan pemecahannya; dan
(3) Pelaksanaan tugas lain yang sesuai dengan bidang tugas berdasarkan ketentuan dan
petunjuk serta kebijakan pimpinan.
17
Paragraf 4
Kepala Urusan Keuangan dan Aset
Pasal 35
(1) Kepala Urusan Keuangan dan Aset mempunyai tugas melaksanakan pengolahan
keuangan nagari, administrasi keuangan nagari, menerima, menghimpun dan membuat
laporan pertanggungjawaban keuangan, dan mengumpulkan bahan untuk penyusunan
Rancangan APB Nagari serta melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugasnya.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Urusan
Keuangan dan Aset mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan administrasi keuangan nagari;
b. Pengumpulan bahan-bahan penyusunan rencana APB Nagari;
c. Pembuatan laporan pertanggungjawaban keuangan;
d. Pengelolaan keuangan nagari;
e. Penerimaan dan penyaluran bantuan keuangan dari pemerintah daerah;
f. Penyusunan rencana penggunaan uang;
g. Pelaksanaan penataan administrasi keuangan nagari;
h. Pelaksanaan pengelolaan inventaris dan kekayaan nagari; dan
i. Pelaksanaan pemeliharaan inventaris nagari.
Bagian Kelima
Bendahara
Pasal 36
(1) Bendahara mempunyai tugas melaksanakan administrasi keuangan nagari, menerima,
mengeluarkan, menghimpun dan membuat laporan pertanggungjawaban keuangan,
serta melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugasnya.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara
mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan administrasi keuangan nagari;
b. Pembuatan laporan pertanggungjawaban keuangan;
c. Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran keuangan nagari;
d. Mengajukan dokumen Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP),
Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang (SPP-GU), Surat Permintaan Pembayaran
Tambahan Uang (SPP-TU), Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS)
untuk di setujui Walinagari;
e. Menerima, memeriksa dan mencatat Surat Pertanggungjawaban keuangan;
f. Menandatangani kwitansi pembayaran uang;
18
g. Penyusunan rencana penggunaan uang;
h. Pelaksanaan penataan administrasi keuangan nagari;
(3) Memungut dan menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Bagian Keenam
Wali Jorong
Pasal 37
(1) Wali Jorong diangkat dan diberhentikan oleh Walinagari dengan Keputusan Walinagari.
(2) Wali Jorong diangkat oleh Walinagari setelah terlebih dahulu dimusyawarahkan
dengan tokoh masyarakat Jorong setempat.
(3) Apabila musyawarah tidak menghasilkan mufakat, maka Walinagari menetapkan Wali
Jorong atas persetujuan/rekomendasi Camat.
Pasal 38
Walinagari menetapkan pengangkatan Wali Jorong paling lama 30 (tiga puluh) hari
semenjak pelantikan Walinagari atau semenjak Wali Jorong berhenti atau diberhentikan.
Pasal 39
Wali Jorong sebagaimana dimaksud Pasal 37, harus memenuhi persyaratan:
a. Bertaqwa kepada Allah SWT dengan melaksanakan syariat Islam secara kaffah, ber-
akhlakul karimah dan pandai membaca Al Quran;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Pertamaan Republik Indonesia, serta
Pemerintahan;
c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat pertama atau pendidikan
sederajat;
d. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
e. berkelakuan baik, jujur dan adil;
f. sehat jasmani dan rohani ;
g. mengenal nagarinya dan menetap di nagari yang bersangkutan;
h. memahami adat yang berlaku dalam nagari ;
i. sanggup bekerjasama dengan Walinagari;
j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman
hukuman 5 (lima) tahun atau lebih;
19
Pasal 40
(1) Wali Jorong mempunyai tugas membantu Walinagari dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan di wilayah kerjanya.
(2) Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wali Jorong
mempunyai fungsi :
a. pelaksanaan tugas bidang pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan;
b. pelaksanaan kegiatan peningkatan partisipasi dan swadaya gotong royong
masyarakat;
c. pelaksanaan kegiatan ketentraman dan ketertiban;
d. pengayoman dan pembinaan adat istiadat setempat dan pemberdayaan
masyarakat;
e. pelaksanaan kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan dalam masyarakat;
f. pelaksanaan fungsi-fungsi lain yang diberikan oleh Walinagari.
Bagian Ketujuh
Pemberhentian Kepala Urusan dan Wali Jorong
Pasal 41
(1) Kepala Urusan dan Wali Jorong berhenti karena :
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. diberhentikan.
(2) Kepala Urusan dan Wali Jorong sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c diberhentikan
karena :
a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
b. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 27;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 39 huruf a, huruf b, huruf
c, huruf e, huruf f, dan huruf j;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap
secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
e. tidak melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai perangkat nagari;
f. melanggar sumpah;
g. melanggar larangan bagi perangkat nagari.
(3) Terhadap Kepala Urusan dan Wali Jorong yang berhenti atau diberhentikan
berdasarkan alasan yang tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b, ayat (2) huruf b.
huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g, Walinagari mengangkat penjabat dari
20
perangkat nagari paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Kepala Urusan atau Wali Jorong
berhenti atau diberhentikan.
(4) Masa jabatan penjabat Wali Jorong selambat-lambatnya 6 (enam) bulan.
Bagian Kedelapan
Pemberhentian Sementara Kepala Urusan dan Wali Jorong
Pasal 42
(1) Kepala Urusan dan Wali Jorong diberhentikan sementara karena dinyatakan melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan
keputusan Walinagari atas persetujuan Camat.
(3) Selama Kepala Urusan dan Wali Jorong dikenakan pemberhentian sementara, maka
Walinagari menunjuk penjabat sementara dari salah seorang perangkat nagari.
(4) Dalam hal yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah Walinagari atas
persetujuan/rekomendasi Camat mencabut keputusan pemberhentian sementara dan
mengukuhkan kembali yang bersangkutan pada jabatan semula.
(5) Apabila berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama terbukti melakukan
perbuatan yang dituduhkan, yang bersangkutan melakukan upaya banding, selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun sejak putusan pengadilan tingkat pertama dan upaya
banding belum selesai, Walinagari atas persetujuan/rekomendasi Camat dapat
memberhentikan yang bersangkutan.
(6) Dalam hal yang bersangkutan dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Walinagari atas
persetujuan/rekomendasi Camat memberhentikan yang bersangkutan dengan tidak
hormat.
Bagian Kesembilan
Masa jabatan Kepala Urusan dan Wali Jorong
Pasal 43
Masa jabatan Kepala Urusan dan Wali Jorong selama 6 (enam) tahun.
21
Bagian Kesepuluh
Larangan Perangkat Nagari
Pasal 44
Perangkat nagari dilarang :
a. menjadi pengurus partai politik
b. merangkap jabatan dengan Walinagari, Anggota BAMUS NAGARI dan Ketua Lembaga
Kemasyarakatan nagari;
c. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara,
pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah nagari dan masyarakat
d. melalaikan tindakan yang menjadi kewajibannya yang merugikan kepentingan negara,
pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah nagari dan masyarakat;
e. menyalahgunakan wewenang, bertindak sewenang-wenang, melakukan
penyelewengan dan bertindak diluar ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
f. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan/atau norma-norma agama dan adat yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat.
Bagian Kesebelas
Pelantikan Perangkat Nagari
Pasal 45
(1) Sekretaris Nagari dilantik oleh Camat atas nama Bupati.
(2) Kepala Urusan dan Wali Jorong dilantik oleh Walinagari.
Pasal 46
(1) Sebelum memangku jabatannya, Perangkat Nagari mengucap sumpah.
(2) Susunan kata-kata sumpah Perangkat Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sebagai berikut :
Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku
Perangkat Nagari dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya;
Bahwa saya akan selalu taat dalam menjalankan Syariat Islam dan norma adat serta
mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara;
Dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar
1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-
lurusnya yang berlaku bagi nagari, daerah dan Negara Pertamaan Republik Indonesia.
22
Bagian Keduabelas
Tata Kerja
Pasal 47
(1) Dalam pelaksanaan tugasnya, perangkat Nagari menerapkan prinsip-prinsip
keterpaduan serta berdayaguna dan berhasil guna.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka :
a. Sekretaris Nagari bertanggung jawab kepada Walinagari;
b. Kepala Urusan bertanggung jawab kepada Walinagari melalui Sekretaris Nagari;
c. Bendahara bertanggungjawab kepada Walinagari melalui Sekretaris Nagari;
d. Wali Jorongbertanggung jawab kepada Walinagari.
BAB V
KEDUDUKAN KEUANGAN
Bagian Pertama
Penghasilan
Pasal 48
(1) Walinagari dan Perangkat Nagari berhak menerima penghasilan tetap setiap bulan.
(2) Disamping penghasilan tetap sebagaimana dimaksud ayat (1), Walinagari dan
Perangkat Nagari dapat menerima penghasilan lainnya sesuai dengan kemampuan
keuangan nagari.
(3) Penghasilan tetap dan penghasilan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dicantumkan dalam APB Nagari.
(4) Penghasilan tetap sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak berlaku bagi perangkat nagari
yang berasal dari Pegawai Negeri.
Bagian Kedua
Uang Duka dan Santunan Kecelakaan
Pasal 49
(1) Apabila Walinagari dan Perangkat Nagari mengalami kecelakaan dalam dan sewaktu
menjalankan tugas, sehingga untuk selanjutnya tidak dapat lagi menjalankan tugas
dan kewajibannya, maka kepadanya diberikan tunjangan kecelakaan sebesar dua
bulan penghasilan tetap.
(2) Apabila Walinagari dan Perangkat Nagari meninggal dunia dalam dan sewaktu
menjalankan tugasnya, maka kepadanya diberikan tunjangan kematian sebesar dua
bulan penghasilan tetap.
23
Bagian Ketiga
Tunjangan Purna Bhakti
Pasal 50
Walinagari dan Perangkat Nagari yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dan
mempunyai masa kerja secara berturut-turut sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun
diberikan tunjangan Purna Bhakti sebesar dua bulan penghasilan tetap.
BAB VI
BADAN PERMUSYAWARATAN NAGARI
Bagian Pertama
Kedudukan
Pasal 51
BAMUS NAGARI berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Nagari.
Bagian Kedua
Persyaratan Anggota BAMUS NAGARI
Pasal 52
Yang dapat dipilih menjadi Anggota BAMUS NAGARI adalah penduduk dan anak nagari
dengan syarat-syarat:
a. bertaqwa kepada Allah SWT dengan menjalankan syariat Islam secara kaffah,
berakhlakul karimah dan pandai membaca Al Quran;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Pertamaan Republik Indonesia, serta
Pemerintah;
c. berpendidikan sekurang-kurangnya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau
sederajat;
d. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling rendah 5 (lima) tahun;
g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
h. tidak pernah melanggar ketentuan adat;
i. bertempat tinggal di nagari yang bersangkutan dan atau bertempat tinggal yang
mudah diakses setelah terpilih menjadi anggota BAMUS NAGARI.
24
Bagian Ketiga
Keanggotaan
Pasal 53
(1) Anggota BAMUS NAGARI terdiri dari unsur ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai,
bundo kanduang, dan generasi muda.
(2) Jumlah anggota BAMUS NAGARI ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5
(lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang dengan memperhatikan luas
wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan nagari.
(3) Penentuan jumlah anggota BAMUS NAGARI berdasarkan jumlah penduduk
sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah sebagai berikut :
- penduduk s.d 2.000 jiwa = 5 orang
- penduduk 2.001 – 4.500 jiwa = 7 orang
- penduduk 4.501 – 7.000 jiwa = 9 orang
- penduduk 7.001 atau lebih = 11 orang
Bagian Keempat
Mekanisme Penetapan Anggota BAMUS NAGARI
Pasal 54
(1) Calon anggota BAMUS NAGARI ditetapkan secara musyawarah dan mufakat.
(2) Musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud ayat (1) difasilitasi dan dipimpin oleh
Walinagari selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan
BAMUS NAGARI.
(3) Peserta musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah unsur ninik
mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang, generasi muda.
(4) Hasil musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam
Berita Acara Penetapan Anggota BAMUS NAGARI yang ditandatangai oleh Walinagari
dan perwakilan setiap unsur.
(5) Anggota BAMUS NAGARI terpilih disampaikan Walinagari kepada Bupati melalui Camat
untuk ditetapkan dengan Keputusan Bupati paling lambat 3 (tiga) hari setelah Berita
Acara ditanda tangani.
Bagian Kelima
Pengesahan dan Penetapan Anggota BAMUS NAGARI
Pasal 55
(1) Pengesahan anggota BAMUS NAGARI terpilih ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Bupati dapat mendelegasikan kewenangan pengesahan anggota BAMUS NAGARI
kepada Camat.
25
Pasal 56
(1) Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah ditetapkannya Keputusan Bupati
sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat (1), anggota BAMUS NAGARI yang bersangkutan
dilantik oleh Bupati atau Pejabat lain yang ditunjuk.
(2) Pada saat pelantikan sebagaimana dimaksud ayat (1), anggota BAMUS NAGARI
bersumpah secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati atau
Pejabat lain yang ditunjuk.
(3) Susunan kata-kata sumpah anggota BAMUS NAGARI adalah sebagai berikut :
”Demi Allah saya bersumpah :
- bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Anggota BAMUS NAGARI
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya;
- bahwa saya akan selalu taat dalam menjalankan Syariat Islam dan norma adat
serta mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara;
- bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar
1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-
lurusnya yang berlaku bagi nagari, daerah dan Negara Pertamaan Republik
Indonesia.”
Bagian Keenam
Fungsi dan Wewenang
Pasal 57
(1) BAMUS NAGARI berfungsi menetapkan Peraturan Nagari bersama Walinagari,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
(2) Pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan tata tertib BAMUS
NAGARI.
Pasal 58
Dengan menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pasal 57 ayat (1), BAMUS NAGARI
mempunyai tugas dan wewenang :
a. Membahas Rancangan Peraturan Nagari bersama Walinagari;
b. Melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Nagari dan pelaksanaan
Peraturan Nagari serta Peraturan Walinagari;
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Walinagari;
d. Membentuk panitia pemilihan Walinagari;
e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
f. Menyusun tata tertib BAMUS NAGARI.
26
Bagian Ketujuh
Hak, Kewajiban dan Larangan
Paragraf 1
Hak
Pasal 59
BAMUS NAGARI mempunyai hak :
a. meminta keterangan kepada Pemerintah Nagari;
b. menyatakan pendapat.
Pasal 60
Anggota BAMUS NAGARI mempunyai hak :
a. mengajukan rancangan Peraturan Nagari;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih; dan
e. memperoleh tunjangan.
Paragraf 2
Kewajiban
Pasal 61
(1) BAMUS NAGARI mempunyai kewajiban menyampaikan laporan penyelenggaraan tugas
dan fungsi kepada masyarakat.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan 1 (satu) kali dalam
1 (satu) tahun paling lambat 2 (dua) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
Pasal 62
Anggota BAMUS NAGARI mempunyai kewajiban :
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Repubik
Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Nagari;
c. mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Pertamaan
Republik Indonesia;
d. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
e. memproses pemilihan Walinagari;
f. mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan
golongan;
g. menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan
27
h. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Paragraf 3
Larangan
Pasal 63
(1) Pimpinan dan anggota BAMUS NAGARI tidak boleh merangkap jabatan sebagai
Walinagari, Perangkat Nagari, dan Ketua Lembaga Kemasyarakatan di Nagari.
(2) Pimpinan dan Anggota BAMUS NAGARI dilarang :
a. Melanggar sumpah jabatan;
b. Menyalahgunakan wewenang;
c. Merugikan kepentingan umum, meresahkan masyarakat dan mendiskriminasikan
warga atau golongan masyarakat lainnya;
d. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa
dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya; dan
e. Sebagai pelaksana proyek nagari.
Bagian Kedelapan
Masa Keanggotaan dan Pemberhentian
Paragraf 1
Masa Keanggotaan
Pasal 64
(1) Masa jabatan anggota BAMUS NAGARI adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan.
(2) Anggota BAMUS NAGARI dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
Paragraf 2
Pemberhentian
Pasal 65
Keanggotaan BAMUS NAGARI berhenti atau diberhentikan karena :
a. Meninggal dunia;
b. Atas permintaan sendiri;
c. Tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 52 huruf a, huruf b,
huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf i;
d. Melalaikan tugas-tugasnya sebagai anggota BAMUS NAGARI;
e. Melanggar sumpah sebagai anggota BAMUS NAGARI;
28
f. Melanggar larangan sebagai anggota BAMUS NAGARI;
g. Tidak lagi mendapat kepercayaan dari unsur yang diwakilinya.
Pasal 66
Tata cara pemberhentian dan penggantian antar waktu anggota BAMUS NAGARI diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 3
Pimpinan BAMUS NAGARI
Pasal 67
(1) Pimpinan BAMUS NAGARI terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Wakil Ketua,
dan 1 (satu) orang Sekretaris dan sekaligus merangkap sebagai anggota.
(2) Pimpinan sementara BAMUS NAGARI adalah anggota tertua dan dibantu oleh anggota
termuda.
Paragraf 4
Tata Cara Pemilihan Pimpinan BAMUS NAGARI
Pasal 68
(1) Pimpinan BAMUS NAGARI sementara sebagaimana dimaksud pada Pasal 67 ayat (2)
memimpin musyawarah untuk memilih pimpinan BAMUS NAGARI defenitif.
(2) Musyawarah sebagaimana dimaksud ayat (1) dihadiri oleh seluruh anggota BAMUS
NAGARI.
(3) Apabila seluruh anggota BAMUS NAGARI sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak
terpenuhi, musyawarah ditunda selama 1 (satu) jam.
(4) Setelah penundaan 1 (satu) jam, kehadiran seluruh anggota tidak terpenuhi,
musyawarah harus dihadiri sekurang-kurangnya ½ (satu per dua) dari jumlah
anggota BAMUS NAGARI.
(5) Apabila jumlah anggota BAMUS NAGARI sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak
terpenuhi, maka musyawarah dibatalkan.
Paragraf 5
Tata Tertib
Pasal 69
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan rapat/sidang BAMUS NAGARI, terlebih dahulu BAMUS
NAGARI menetapkan peraturan tata tertib.
(2) Peraturan tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan melalui
sidang BAMUS NAGARI.
(3) Peraturan tata tertib ditetapkan dengan berpedoman kepada Peraturan Bupati.
29
Bagian Kesembilan
Sekretariat BAMUS NAGARI
Pasal 70
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAMUS NAGARI dibantu oleh Sekretariat BAMUS
NAGARI.
(2) Sekretariat BAMUS NAGARI dipimpin oleh Sekretaris BAMUS NAGARI.
Bagian Kesepuluh
Keuangan
Pasal 71
(1) Pimpinan dan anggota BAMUS NAGARI menerima penghasilan sesuai dengan
kemampuan keuangan nagari.
(2) Tunjangan Pimpinan dan Anggota BAMUS NAGARI sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dalam APB Nagari.
Pasal 72
(1) Untuk kegiatan BAMUS NAGARI disediakan biaya operasional sesuai kemampuan
keuangan Nagari.
(2) Pengelolaan biaya operasional dikelola oleh Sekretaris BAMUS NAGARI.
(3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APB Nagari.
BAB VII
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI NAGARI
Bagian Pertama
Asas
Pasal 73
Peraturan Perundang-undangan di Nagari dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang meliputi :
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan;dan
g. keterbukaan.
30
Pasal 74
(1) Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas :
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
h. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
i. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain asas sebagaimana ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat
berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang
bersangkutan
Bagian Kedua
Jenis- jenis Peraturan Perundang-undangan di nagari
Pasal 75
Jenis Peraturan Perundang-undangan di nagari meliputi :
a. Peraturan Nagari;
b. Peraturan Walinagari;
c. Keputusan Walinagari;
d. Instruksi Walinagari.
Bagian Ketiga
Materi Peraturan Perundang-undangan di nagari
Pasal 76
(1) Peraturan Nagari memuat seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan Nagari, pembangunan nagari, dan pemberdayaan masyarakat, serta
penjabaran lebih lanjut dari ketentuan peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.
(2) Peraturan Walinagari memuat penjabaran pelaksanaan Peraturan Nagari yang bersifat
pengaturan.
(3) Keputusan Walinagari memuat penjabaran pelaksanaan Peraturan Nagari dan
Peraturan Walinagari yang bersifat penetapan.
(4) Instruksi Walinagari memuat perintah dari atasan kepada bawahan untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan atau untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan.
31
Pasal 77
Materi Peraturan Nagari, Peraturan Walinagari dan Keputusan Walinagari tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagian Keempat
Penyusunan Peraturan Nagari
Pasal 78
Rancangan Peraturan Nagari dapat berasal dari Pemerintah Nagari atau BAMUS NAGARI.
Pasal 79
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis terhadap rancangan
Peraturan Nagari.
Pasal 80
Rancangan Peraturan Nagari dibahas bersama oleh Pemerintah Nagari dan BAMUS
NAGARI
Pasal 81
(1) Rancangan Peraturan Nagari yang telah disetujui oleh Walinagari dan BAMUS NAGARI
disampaikan oleh Pimpinan BAMUS NAGARI kepada Walinagari untuk ditetapkan
menjadi Peraturan Nagari.
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan bersama.
Pasal 82
(1) Rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dan ayat
(2) ditetapkan oleh Walinagari dengan membubuhkan tandatangan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Nagari
tersebut.
(2) Dalam hal rancangan Peraturan Nagari tidak ditetapkan oleh Walinagari dalam waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rancangan Peraturan Nagari tersebut menjadi
Peraturan Nagari dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam Berita Daerah.
32
(3) Dalam hal sahnya rancanganan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud ayat (2)
rumusan kalimat pengesahannya berbunyi “Peraturan Nagari ini dinyatakan sah”
dengan mencantumkan tanggal sahnya.
(4) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada
halaman terakhir Peraturan Nagari sebelum pengundangan Peraturan Nagari kedalam
Berita Daerah.
Pasal 83
(1) Peraturan Nagari dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat pada tanggal diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Nagari
tersebut.
(2) Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berlaku surut.
Pasal 84
(1) Peraturan Nagari disampaikan oleh Walinagari kepada Bupati melalui Camat sebagai
bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
(2) Hasil evaluasi terhadap peraturan nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kepada Walinagari.
Bagian Kelima
Pengundangan
Pasal 85
(1) Pengundangan Peraturan Nagari dilakukan dengan memuat dalam Berita Daerah.
(2) Pemuatan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Sekretaris Daerah.
Pasal 86
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, mekanisme dan teknis penyusunan
Peraturan Perundang-undangan di Nagari diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
KEUANGAN NAGARI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 87
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan nagari yang menjadi kewenangan nagari
didanai oleh APB Nagari, bantuan pemerintah daerah dan bantuan pemerintah.
33
(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah
nagari didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Nagari
didanai dari APBN.
Pasal 88
(1) Keuangan nagari dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan
asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
(2) Pengelolaan keuangan nagari dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang
diwujudkan dalam APB Nagari yang setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Nagari.
Bagian Kedua
Sumber Pendapatan
Pasal 89
(1) Sumber pendapatan nagari terdiri atas :
a. pendapatan asli nagari, terdiri dari :
- hasil usaha nagari;
- hasil kekayaan nagari;
- hasil swadaya dan partisipasi;
- hasil gotong royong ; dan
- lain-lain pendapatan asli nagari yang sah.
b. bagi hasil penerimaan pajak daerah sebesar 10% (sepuluh per seratus) dan retribusi
tertentu di daerah;
c. bagian dari dana perimbangan yang diterima oleh daerah sebesar 10% yang
pembagiannya secara proporsional;
d. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten
dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat;
(2) Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d disalurkan melalui kas nagari.
(3) Sumber pendapatan nagari yang telah dimiliki dan dikelola oleh nagari tidak dibenarkan
diambil alih oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
34
Pasal 90
Penerimaan bantuan dan sumbangan dilakukan dengan ketentuan :
a. Sumbangan berupa barang, baik barang yang bergerak maupun barang tidak bergerak
menjadi barang inventaris nagari;
b. Sumbangan yang berupa uang dicantumkan dalam APB Nagari.
Pasal 91
(1) Sumber pendapatan daerah yang berada di nagari, baik pajak daerah maupun retribusi
daerah yang sudah dipungut oleh Pemerintah Daerah tidak dibenarkan adanya
pungutan tambahan oleh Pemerintah Nagari.
(2) Pungutan retribusi dan pajak lainnya yang telah dipungut oleh nagari tidak dibenarkan
dipungut atau diambil alih oleh Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten.
(3) Bagian nagari dari perolehan bagian pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
(4) Pengalokasian bagian Nagari dari perolehan pajak dan retribusi daerah ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Kekayaan Nagari
Pasal 92
Kekayaan nagari merupakan barang bergerak dan barang tidak bergerak yang dicatat
dalam buku inventaris nagari dan dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pemerintahan
nagari.
Pasal 93
(1) Kekayaan nagari terdiri atas:
a. pasar nagari;
b. pasar ternak;
c. labuhan perahu
d. tanah lapang;
e. tempat rekreasi;
f. labuah, tapian, balai, mesjid, surau nagari;
g. gedung;
h. semua harta kekayaan yang berasal dari dan dikelola oleh bekas Desa dan KAN;
i. tanah, hutan, pantai, danau, batang air, tabek, talago dan ngalau yang menjadi
ulayat nagari; dan
j. lain-lain kekayaan milik nagari.
35
(2) Pedoman pengelolaan kekayaan nagari diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Badan Usaha Milik Nagari
Pasal 94
(1) Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Nagari, Pemerintah Nagari dapat
mendirikan BUM Nagari sesuai dengan kebutuhan dan potensi nagari.
(2) Pembentukan BUM Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Nagari berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(3) Bentuk BUM Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.
Pasal 95
(1) BUM Nagari sebagaimana dimaksud dalam pasal 94 ayat (1) adalah usaha nagari yang
dikelola oleh Pemerintah Nagari.
(2) Permodalan BUM Nagari dapat berasal dari :
a. pemerintah nagari;
b. tabungan masyarakat;
c. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten;
d. pinjaman; dan/atau
e. penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling
menguntungkan.
(3) Kepengurusan BUM Nagari terdiri dari Pemerintah Nagari dan masyarakat.
Pasal 96
(1) BUM Nagari dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat
persetujuan BAMUS NAGARI.
Pasal 97
Tata cara pembentukan dan pengelolaan BUM Nagari diatur dengan Peraturan Daerah.
Bagian Kelima
Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari
Pasal 98
(1) APB Nagari merupakan wujud pengelolaan keuangan nagari yang ditetapkan setiap
tahun dengan Peraturan Nagari.
36
(2)APB Nagari merupakan dasar pengelolaan keuangan nagari dalam masa 1 (satu) tahun
anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Pasal 99
APB Nagari terdiri atas bagian pendapatan nagari, belanja nagari dan pembiayaan nagari.
Pasal 100
(1) Walinagari mengajukan Rancangan Peraturan Nagari tentang APB Nagari, disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada BAMUS NAGARI.
(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Nagari dilakukan sesuai dengan tata tertib BAMUS
NAGARI.
(3) BAMUS NAGARI dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Nagari tentang APB Nagari.
(4) Penetapan APB Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan setelah APBD ditetapkan.
(5) Apabila BAMUS NAGARI tidak menyetujui Rancangan Peraturan Nagari sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk membiaya keperluan setiap bulan Pemerintah Nagari
dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APB Nagari tahun
anggaran sebelumnya.
Pasal 101
(1) Rancangan Peraturan Nagari tentang APB Nagari yang telah disetujui bersama oleh
Walinagari dan BAMUS NAGARI sebelum ditetapkan oleh Walinagari paling lama 7
(tujuh) hari disampaikan kepada Bupati untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Bupati paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak
diterimanya Rancangan Peraturan Nagari.
(3) Apabila Bupati menyatakan hasil evaluasi tentang APB nagari sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Walinagari
menetapkan Rancangan dimaksud menjadi Peraturan Nagari.
(4) Apabila Bupati menyatakan hasil Rancangan Peraturan Nagari tentang APB Nagari tidak
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, Walinagari bersama BAMUS NAGARI melakukan penyempurnaan paling lama 7
(tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi.
(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Walinagari dan BAMUS NAGARI, dan
Walinagari tetap menetapkan Rancangan Peraturan Nagari tentang APB Nagari menjadi
Peraturan Nagari, Bupati membatalkan Peraturan Nagari dimaksud sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APB Nagari tahun sebelumnya.
37
Pasal 102
Pedoman penyusunan, perubahan, perhitungan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
APB Nagari ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keenam
Pengelolaan Keuangan
Pasal 103
(1) Walinagari adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan nagari.
(2) Dalam melaksanakan kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Walinagari
dapat melimpahkan sebagian atau keseluruhan kekuasaannya yang berupa
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan kepada Perangkat Nagari.
Pasal 104
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan nagari diatur dengan Peraturan
Nagari.
BAB IX
PERENCANAAN PEMBANGUNAN NAGARI
Pasal 105
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di nagari harus
disusun perencanaan pembangunan nagari sebagai satu Pertamaan dalam sistem
perencanaan pembangunan daerah kabupaten.
(2) Perencanaan pembangunan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menjadi pedoman dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di nagari.
(3) Perencanaan pembangunan nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
secara partisipatif oleh pemerintahan nagari sesuai dengan kewenangannya.
(4) Dalam menyusun perencanaan pembangunan nagari sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Walinagari wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan nagari.
Pasal 106
(1) Perencanaan Pembangunan nagari sebagaimana dimaksud Pasal 105 ayat (2) disusun
secara berjangka meliputi :
a. Rencana pembangunan jangka menengah nagari untuk jangka waktu 6 tahun.
b. Rencana kerja pembangunan nagari, merupakan penjabaran dari rencana
pembangunan jangka menengah nagari untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
38
(2) Rencana pembangunan jangka menengah nagari sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Nagari dan rencana kerja pembangunan
nagari ditetapkan dalam Peraturan Walinagari.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan perencanaan pembangunan
nagari diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB X
KERJA SAMA NAGARI
Bagian Pertama
Ruang Lingkup
Pasal 107
(1) Nagari dapat mengadakan kerjasama antar nagari yang dilakukan sesuai
kewenangannya untuk kepentingan nagari dan diatur dengan peraturan bersama
yang dilakukan Walinagari setelah mendapat persetujuan BAMUS NAGARI dan
dilaporkan kepada Bupati melalui Camat.
(2) Nagari dapat mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga dan ditetapkan dalam
Peraturan Bersama setelah mendapat persetujuan BAMUS NAGARI selanjutnya
dilaporkan kepada Bupati melalui Camat.
(3) Untuk pelaksanaan kerjsama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk
Badan Kerjasama.
Bagian Kedua
Bentuk Kerjasama
Pasal 108
Kerjasama sebagaimana dimaksud pasal 107 ayat (1) meliputi:
a. Bidang peningkatan perekonomian masyarakat nagari;
b. Bidang peningkatan pelayanan pendidikan;
c. Bidang kesehatan;
d. Bidang sosial budaya;
e. Bidang ketentraman dan ketertiban;
f. Bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan teknologi tepat guna dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan.
39
Bagian Ketiga
Tata Cara Kerjasama
Pasal 109
(1) Rencana kerjasama terlebih dahulu dibahas dalam rapat musyawarah nagari dengan
BAMUS NAGARI yang membahas ;
a. Bidang kerjasama;
b. Jangka waktu kerjasama;
c. Hak dan kewajiban dalam kerjasama;
d. Biaya pelaksanaan kerjasama.
(2) Hasil musyawarah nagari sebagaimana dimaksud ayat (1), dibahas bersama dengan
nagari atau pihak ketiga yang akan melakukan kerjasama untuk disepakati dan
ditetapkan dengan Peraturan Bersama.
Bagian Keempat
Badan Kerjasama
Pasal 110
(1) Untuk pelaksanaan kerjasama dapat dibentuk Badan Kerjasama.
(2) Badan kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah nagari,
lembaga pemberdayaan masyarakat nagari dan tokoh masyarakat dari nagari yang
mengadakan kerjasama.
(3) Badan kerjasama bertugas menyusun rencana kegiatan dan pelaksanaannya.
Pasal 111
(1) Badan kerjasama dapat membentuk sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu pelaksanaan
administrasi Badan Kerjasama.
(3) Sekretariat Badan Kerjasama ditetapkan dengan Keputusan Badan Kerjasama.
Bagian Kelima
Perubahan, Penundaan atau Pembatalan Kerjasama
Pasal 112
(1) Perubahan, penundaan dan pembatalan terhadap bidang kerjasama dilakukan oleh
Walinagari yang melakukan kerjasama, dan ditetapkan dengan Keputusan Bersama
Walinagari setelah mendapat persetujuan BAMUS NAGARI masing-masing.
(2) Keputusan Bersama Walinagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan
kepada Bupati melalui Camat.
40
Bagian Keenam
Biaya Pelaksanaan Kerjasama
Pasal 113
(1) Biaya pelaksanaan kerjasama antar nagari dibebankan pada nagari yang melakukan
kerjasama dengan pengelolaan keuangan dipertanggungjawabkan oleh masing-masing
Walinagari.
(2) Biaya pelaksanaan kerjasama nagari dengan pihak ketiga disesuaikan dengan
peraturan bersama antar kedua belah pihak dan pengelolaan keuangan
dipertanggungjawabkan masing-masing.
(3) Dalam hal dibentuk Badan Kerjasama, maka pengelolaan keuangan,
dipertanggungjawabkan oleh Badan Kerjasama kepada walinagari masing-masing dan
pihak ketiga.
Bagian Ketujuh
Penyelesaian Perselisihan
Pasal 114
Penyelesaian perselisihan antar nagari dan nagari dengan pihak ketiga dilaksanakan secara
musyawarah mufakat.
Pasal 115
(1) Perselisihan kerjasama antar nagari dalam satu kecamatan difasilitasi dan diselesaikan
oleh Camat dan bersifat final.
(2) Perselisihan kerjasama antar nagari pada kecamatan yang berbeda difasilitasi dan
diselesaikan oleh Bupati dan bersifat final.
Pasal 116
(1) Perselisihan kerjasama nagari dengan pihak ketiga dalam satu kecamatan difasilitasi
dan diselesaikan oleh camat.
(2) Perselisihan kerjasama nagari dengan pihak ketiga pada kecamatan yang berbeda
dalam satu kabupaten difasilitasi dan diselesaikan oleh Bupati.
(3) Apabila pihak ketiga tidak menerima penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dapat mengajukan penyelesaian ke Pengadilan.
41
BAB XI
LEMBAGA KEMASYARAKATAN NAGARI
Bagian Pertama
Kerapatan Adat Nagari
Pasal 117
KAN merupakan lembaga perwakilan permusyawaratan dan pemufakatan adat tertinggi,
yang keanggotaannnya sesuai dengan adat salingka nagari.
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi Kerapatan Adat Nagari
Pasal 118
(1) KAN mempunyai tugas :
a. memberikan persetujuan terhadap perubahan status dan fungsi kekayaan nagari;
b. menangkal masuknya pengaruh budaya yang merusak nilai-nilai adat;
c. menyelesaikan perkara-perkara perdata adat sehubungan dengan sako, pusako dan
sangsako;
d. memberikan surat keterangan terhadap seseorang berkaitan dengan pelaksanaan
ketentuan adat yang berlaku;
e. memberikan persetujuan terhadap kerjasama pengelolaan kekayaan nagari dengan
pihak ketiga;
f. berperan aktif dalam setiap pembangunan di nagari sebagai mitra kerja
pemerintahan nagari;
g. mengurus dan mengelola hal-hal yang berkaitan dengan adat, sako dan pusako;
h. bekerjasama dengan dengan lembaga nagari lainnya dalam menyelesaikan masalah
sosial, budaya dan agama;
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KAN berfungsi :
a. mempertahankan, dan menegakkan nilai-nilai adat Minangkabau;
b. mendorong terlaksananya kehidupan masyarakat berdasarkan adat salingka nagari;
c. membina masyarakat nagari menurut adat basandi syara’ syara’ basandi kitabullah;
d. meningkatkan kualitas dan peran pemangku adat di nagari;
e. mewariskan nilai-nilai adat Minangkabau kepada anak kemenakan;
f. sebagai perekat tali silaturrahmi antara kelompok fungsional dengan rakyat nagari
dalam pemberdayaan sako, pusako dan sangsako;
42
Paragraf 2
Organisasi Kerapatan Adat Nagari
Pasal 119
(1) Organisasi dan tata kerja KAN disesuaikan dengan tatanan yang hidup dan
berkembang di masing-masing nagari.
(2) Susunan kepengurusan KAN ditetapkan dalam suatu musyawarah/mufakat
berdasarkan adat salingka nagari.
(3) Kepengurusan KAN dikukuhkan oleh Ninik Mamak yang tertua dan atau dituakan.
Bagian Kedua
Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan Lainnya
Pasal 120
(1) Di nagari dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan lainnya.
(2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Nagari yang sekurang-kurangnya memuat :
a. maksud dan tujuan pembentukan lembaga ;
b. tata cara pembentukan lembaga;
c. tugas, fungsi dan kewajiban lembaga;
d. rekruitmen dan syarat keanggotaan;
e. susunan kepengurusan lembaga;
f. tata kerja lembaga;
g. hubungan kerja lembaga dengan lembaga lainnya;
h. sumber dana lembaga;
(3) Pengukuhan pengurus lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan Keputusan
Walinagari.
Pasal 121
Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) mempunyai
tugas membantu Pemerintah Nagari dalam memberdayakan masyarakat nagari.
Pasal 122
Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan pemerintahan nagari bersifat
kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
43
Bagian Ketiga
Pembiayaan
Pasal 123
Dana kegiatan lembaga kemasyarakatan dapat bersumber dari :
a. swadaya masyarakat;
b. APB Nagari;
c. APB Daerah Kabupaten dan APB Propinsi;
d. bantuan Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah;
e. bantuan lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 124
Pemerintah Daerah dan Camat wajib membina dan mengawasi penyelenggaraan
pemerintahan nagari dan lembaga kemasyarakatan.
Pasal 125
Pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124,
meliputi:
a. menetapkan pengaturan kewenangan daerah yang diserahkan pengaturannya kepada
nagari;
b. memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan dari daerah ke nagari;
c. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Nagari dan Peraturan Walinagari;
d. memberikan pedoman teknis pelaksanaan dan pengembangan lembaga
kemasyarakatan;
e. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
f. melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan nagari;
g. melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan nagari;
h. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk nagari;
i. mengawasi pengelolaan keuangan nagari dan pendayagunaan aset nagari;
j. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan nagari dan
lembaga kemasyarakatan;
k. memfasilitasi keberadaan Pertamaan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat,
lembaga adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan nagari;
l. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi pemerintah nagari dan lembaga
kemasyarakatan;
44
m. menetapkan pakaian dan atribut lainnya bagi walinagari, Perangkat Nagari dan BAMUS
NAGARI;
n. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan nagari dan lembaga kemasyarakatan;
o. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Walinagari sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan;
p. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan nagari; dan
q. membina dan mengawasi pelaksanaan administrasi nagari.
Pasal 126
Pembinaan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Camat sebagaimana dimaksud Pasal 124,
meliputi:
a. memfasilitasi pembentukan produk hukum nagari;
b. memfasilitasi administrasi tata pemerintahan nagari;
c. memfasilitasi pengelolaan keuangan nagari dan pendayagunaan aset nagari;
d. memfasilitasi pelaksanaan urusan otonomi daerah yang diserahkan kepada nagari;
e. memfasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
f. memfasilitasi pelaksanaan tugas walinagari dan perangkat nagari;
g. memfasilitasi upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
h. memfasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;
i. memfasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
j. memfasilitasi kerjasama antar nagari dan kerja sama nagari dengan pihak ketiga;
k. memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat nagari;
l. memfasilitasi kerjasama antar lembaga kemasyarakatan dan kerjasama lembaga
kemasyarakatan dengan pihak ketiga;
m. memfasilitasi bantuan teknis dan pendampingan kepada lembaga kemasyarakatan;
n. memfasilitasi koordinasi unit kerja pemerintahan dalam pengembangan lembaga
kemasyarakatan; dan
o. membina dan mengawasi pelaksanaan administrasi nagari.
BAB XIII
PELAKSANAAN PENEGAKAN DAN SANKSI
Pasal 127
(1) Seluruh warga masyarakat anak nagari mempunyai kewajiban dan tanggung jawab
untuk menjaga, mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai syarak, adat dan
budaya di nagari.
45
(2) Seluruh warga masyarakat anak nagari mempunyai kewajiban dan bertanggung
jawab dalam hal penegakkan untuk terlaksananya dengan baik nilai-nilai syarak, adat
dan budaya di Nagari.
(3) Pelanggaran terhadap sistem nilai sejarah, adat dan budaya yang berlaku diberikan
sanksi sesuai dengan adat salingka nagari yang diatur dengan Peraturan Nagari.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 128
(1) Masa jabatan Walinagari yang ada pada saat ini tetap berlaku sampai habis masa
jabatannya.
(2) Masa jabatan BPRN yang ada saat ini berakhir paling lambat 3 (tiga bulan) pada saat
berlakunya Peraturan Daerah ini.
(3) Ketentuan yang menyangkut Perangkat Nagari dan Lembaga Nagari yang ada di nagari
disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(4) Nagari dan jorong yang ada pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan
tetap keberadaannya.
Pasal 129
(1) Peraturan yang berkaitan dengan pemerintahan nagari sepanjang belum diganti dan
tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini dinyatakan masih tetap berlaku.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun
2001 tentang Pemerintahan Nagari dinyatakan tidak berlaku lagi.
46
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 130
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Agam.
Ditetapkan di Lubuk Basung
pada tanggal 10 Desember 2007
BUPATI AGAM,
ARISTO MUNANDAR
Diundangkan di Lubuk Basung pada tanggal 10 Desember 2007 SEKRETARIS DAERAH
Drs. H. AZWAR RISMAN THAHER PEMBINA UTAMA MUDA NIP. 410 003 648 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN AGAM TAHUN 2007 NOMOR 12
47
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 12 TAHUN 2007
TENTANG
PEMERINTAHAN NAGARI
I. UMUM Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa sebagai tindak lanjut dari hal yang berkenaan dengan desa
(nagari) akibat ditetapkannya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai
pengganti Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
maka Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 tentang
Pemerintahan Nagari harus disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001
tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa.
Disamping adanya perubahan perundang-undangan dalam pengaturan nagari,
tuntutan perubahan pengaturan tentang penyelenggaraan pemerintahan nagari juga
memperhatikan dinamika yang berkembang ditengah kehidupan masyarakat dan hal-
hal yang timbul dalam implementasi penyelenggaraan pemerintahan nagari seperti
tumpang tindihnya fungsi lembaga-lembaga yang ada di nagari, kurang harmonisnya
hubungan antar lembaga nagari, dan keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan
nagari. Dengan memperhatikan tuntutan perubahan perundangan-undangan dan
dinamika dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari tersebut maka perlu dilakukan
penggantian terhadap Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2001 tentang
Pemerintahan Nagari.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Angka 1 Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas Angka 3
Cukup jelas Angka 4
Cukup jelas Angka 5
Cukup jelas Angka 6
Cukup jelas
48
Angka 7 Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas Angka 9
Cukup jelas Angka 10
Cukup jelas Angka 11
Cukup jelas Angka 12
Cukup jelas Angka 13
Cukup jelas Angka 14
Cukup jelas Angka 15
Cukup jelas Angka 16
Cukup jelas Angka 17
Cukup jelas Angka 18
Cukup jelas Angka 19
Cukup jelas Angka 20
Cukup jelas Angka 21
Cukup jelas Angka 22
Cukup jelas Angka 23
Cukup jelas Angka 24
Cukup jelas
49
Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Yang dimaksud dengan memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia adalah sumber daya alam yang mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli nagari dan tersedianya sumber daya manusia yang mampu mendukung penyelenggaraan pemerintahan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan batas nagari adalah adanya batas fisik yang jelas di lapangan.
Huruf g
Yang dimaksud tersedianya sarana dan prasarana adalah minimal tersedianya tempat yang akan dijadikan kantor Walinagari, kantor Kepala Jorong, kantor BAMUS NAGARI dan kantor lembaga-lembaga nagari lainnya.
Huruf h
Yang dimaksud perbedaan struktur adat adalah struktur adat Koto Piliang dan Budi Caniago
Huruf i
Yang dimaksud kemampuan keuangan daerah adalah berpedoman kepada peraturan perundangan yang berlaku, dan Pemerintah Daerah hanya mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan nagari sebesar 10% dari DAU setelah dikurangi belanja pegawai.
Huruf j
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 4
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
50
Huruf c Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Huruf k
Cukup jelas Huruf l
Cukup jelas Pasal 5
Cukup jelas Pasal 6
Ayat (1) prakarsa masyarakat adalah penyampaian aspirasi oleh masyarakat minimal 2/3 dari wajib pilih di nagari bersangkutan yang dibuktikan dengan foto copy KTP dan tandatangan dalam daftar yang disediakan khusus untuk itu.
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 7
Cukup jelas Pasal 8
Cukup jelas Pasal 9
Huruf a Yang dimaksud kewenangan berdasarkan hak asal usul mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul, adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan seperti pengulu banda/P3A.
51
Huruf b Pemerintah Kabupaten melakukan identifikasi, pembahasan dan penetapan jenis-jenis kewenangan yang diserahkan pengaturannya kepada Nagari. seperti kewenangan dibidang pertanian dan ketahanan pangan, pertambangan dan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan, koperasi usaha kecil dan menengah, penanaman modal, tenaga kerja dan transmigrasi, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, penataan ruang, pemukiman /perumahan, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, politik dalam negeri dan administrasi publik, otonomi desa/nagari, perimbangan keuangan, tugas pembantuan, pariwisata, pertanahan, kependudukan dan catatan sipil, Pertamaan bangsa dan perlindungan masyarakat , pemerintahan umum, perencanaan/informasi dan komunikasi, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, pemuda dan olah raga, pemberdayaan masyarakat desa, statistik dan arsip dan perpustakaan.
Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Pasal 10
Pemerintah Daerah mengidentifikasi jenis kewenangan berdasarkan hak asal usul dan mengembalikan kewenangan tersebut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 11
Cukup jelas Pasal 12
Cukup jelas Pasal 13
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 14
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 15
Ayat (1) Cukup jelas
52
Ayat (2) Huruf a
yang dimaksud dengan ”urusan pemerintahan” antara lain pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan nagari seperti pembuatan peraturan nagari, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik Nagari, kerja sama antar nagari.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”urusan pembangunan” antara lain pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum nagari seperti jalan nagari, jembatan nagari, irigasi nagari, pasa nagari.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”urusan Sosial kemasyarakatan” antara lain pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”urusan Keuangan dan Aset” antara lain keuangan aset nagari, sumber pendapatan nagari, harta kekayaan nagari.
Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 16
Cukup jelas Pasal 17
Huruf a Menjalankan syari’at islam antara lain mengerjakan rukun iman, rukun islam dan bisa baca tulis Al-Qur’an
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas
53
Huruf f Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas Huruf i
Cukup jelas Pasal 18
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Yang dimaksud dengan mengkoordinasikan pembangunan nagari secara partisipatif adalah memfasilitasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pengembangan, dan pelestarian pembangunan di nagari
Huruf h
Cukup jelas Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Pasal 19
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
54
Huruf c Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Huruf k
Cukup jelas Huruf l
Cukup jelas Huruf m
kewajiban membina, mengayomi, dan melestarikan, nilai-nilai agama, sosial budaya dan adat dilaksanakan oleh Walinagari bersinergi dengan lembaga-lembaga lainnya dinagari.
Huruf n
Cukup jelas Huruf o
Cukup jelas Huruf p
Cukup jelas Huruf q
Cukup jelas Huruf r
Cukup jelas
55
Pasal 20 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari” adalah laporan semua kegiatan nagari berdasarkan kewenangan nagari yang ada, serta tugas-tugas dan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten. Yang dimaksud dengan ”laporan keterangan pertanggungjawaban” adalah keterangan seluruh proses pelaksanaan peraturan–peraturan nagari termasuk Anggaran Pendapatan Belanja Nagari. Yang dimaksud ”menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada masyarakat ”adalah memberikan informasi berupa pokok-pokok kegiatan.
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
BAMUS NAGARI dapat mengajukan pertanyaan –pertanyaan kritis atas laporan keterangan pertanggung jawaban walinagari, tetapi tidak dalam kapasitas menolak atau menerima.
Ayat (4)
Cukup jelas Ayat (5)
Yang dimaksud pembinaan dapat berupa pemberian sanksi dan/atau penghargaan.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan laporan akhir masa jabatan adalah laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari. Laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari disampaikan kepada Bupati dan BAMUS NAGARI selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
Ayat (7)
Cukup jelas Pasal 21
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas
56
Huruf f Cukup jelas
Pasal 22
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Pasal 23
Cukup jelas Pasal 24
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas
57
Huruf f Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 25
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Pasal 26
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 27
Huruf a Menjalankan syari’at islam antara lain mengerjakan rukun iman, rukun islam dan bisa baca tulis Al-Qur’an
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas
58
Huruf h Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Huruf k
Cukup jelas Huruf l
Cukup jelas Pasal 28
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Anggota Tim dari Pemerintahan Nagari terdiri dari Walinagari, Sekretaris Nagari dan dari kecamatan dari Seksi Pemerintahan
Pasal 29
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 30
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Sekiranya calon kurang dari 3 (tiga) orang, maka Walinagari mengajukan calon yang ada. Urutan calon yang diajukan Camat menggambarkan peringkat hasil seleksi.
Ayat (3)
Camat sebelum memberikan persetujuan harus menilai kompetensi dan kemampuan calon-calon yang diajukan Walinagari
Pasal 31
Cukup jelas Pasal 32
Ayat (1) Cukup jelas
59
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Pasal 33
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas
60
Huruf g Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 34
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas
61
Huruf e Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas Huruf i
Cukup jelas Pasal 36
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 37
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
62
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas Pasal 39
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Pasal 40
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas
63
Huruf e Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas Pasal 41
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 42
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas
64
Ayat (4)
Cukup jelas Ayat (5)
Cukup jelas Ayat (6)
Cukup jelas Pasal 43
Cukup jelas Pasal 44
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Pasal 45
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 46
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 47
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
65
Huruf b Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Pasal 48
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 49
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 50
Cukup jelas Pasal 51
Cukup jelas Pasal 52
Huruf a Menjalankan syaria’at islam antara lain mengerjakan rukun iman, rukun islam dan bisa baca tulis Al Quran.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “setia” adalah tidak pernah terlibat gerakan sparatis, tidak pernah melakukan gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah Dasar Negara serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang dimaksud dengan “setia kepada Pemerintah” adalah yang mengakui pemerintahan yang sah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dinyatakan dengan surat pernyataan yang bersangkutan di atas meterai.
Huruf c
Tingkatan pendidikan yang bersangkutan dibuktikan dengan ijazah/surat tanda tamat belajar yang dikeluarkan oleh instansi berwenang, yang dimaksud dengan sederajat adalah Program Paket B.
66
Huruf d Usia yang bersangkutan dibuktikan dengan foto copy KTP.
Huruf e
Surat keterangan dari dokter pemerintah Huruf f
Surat keterangan dari pengadilan Huruf g
Surat keterangan dari pengadilan Huruf h
Surat keterangan dari KAN Huruf i
Surat pernyataan yang bersangkutan Pasal 53
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Ayat (5)
Cukup jelas Pasal 55
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 56
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
67
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 58
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Pasal 59
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Pasal 60
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Pasal 61
Ayat (1) Cukup jelas
68
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 62
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Yang dimaksud dengan memproses pemilihan Walinagari adalah membentuk Panitia Pemilihan, menetapkan Calon Walinagari yang berhak dipilih, menetapkan calon walinagari terpilih dan mengusulkan calon walinagari terpilih pada Bupati untuk disahkan menjadi Walinagari terpilih.
Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas Pasal 63
Ayat (1) Larangan merangkap jabatan dimaksudkan untuk efektifitas lembaga BAMUS NAGARI
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Yang dimaksud proyek nagari adalah proyek yang dibiayai dari APB Nagari.
69
Pasal 64 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 65
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Pasal 66
Cukup jelas Pasal 67
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 68
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Ayat (5)
Cukup jelas
70
Pasal 69 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 70
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 71
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 72
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 73
Huruf a Kejelasan tujuan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
Huruf b
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentukan peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundangan-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
Huruf c
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.
71
Huruf d Dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut didalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
Huruf e
Kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
Huruf f
Kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistimatika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaanya.
Huruf g
Keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan perundang-undangan.
Pasal 74
Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan “ asas pengayoman “ adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan” asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ asas kebangsaan “ adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik ( kebhinekaan ) dengan tetap menjaga prinsip negara Pertamaan Republik Indonesia.
Huruf d
Yang dimaksud “ asas kekeluargaan “ adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
72
Huruf e Yang dimaksud dengan “ asas kenusantaraan “ adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari Sistem Hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “ asas bhinneka tunggal ika “ adalah bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan , kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut maslah-maslah sensitif dalam kehidupan masyarakat , berbangsa, dan bernegara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keadilan “ adalh bahwa setiap materi muatan peraturan perundangan-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Yang dimaksud dengan “ asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang , antara lain agama, suku, ras, golongan , gender , atau status sosial.
Huruf h
Yang dimaksud “ asas ketertiban dan kepastian hukum “ adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “ asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 75
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas
73
Pasal 76 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 77
Cukup jelas Pasal 78
Cukup Jelas Pasal 79
Hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai tata tertib BAMUS NAGARI Pasal 80
Cukup jelas Pasal 81
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 82
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 83
Ayat (1) Berlakunya Peraturan Nagari yang tidak sama dengan tanggal pengundangan, dimungkinkan untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana Peraturan Nagari tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
74
Pasal 84 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 85
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 86
Cukup jelas Pasal 87
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 88
Ayat (1) Efesien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. Ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuatitas tertentu pada tingkat harga yang terendah. Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yangb telah ditetapkan yaitu, cara membandingkan keluaran dengan hasil. Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan nagari. Bertanggung jawab merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dlam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya. Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.
Ayat (2)
Cukup jelas
75
Pasal 89 Ayat (1)
Huruf a Yang dimaksud dengan “lain-lain pendapatan nagari yang sah” seperti pendapatan bunga, hasil penjualan kekayaan nagari yang tidak dipisahkan, komisi, potongan sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh nagari.
Huruf b
Dari bagi hasil pajak daerah paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) diberikan langsung kepada nagari Dari retribusi daerah sebagian diperuntukkan bagi nagari yang dialokasikan secara proporsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah” adalah terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurangi belanja pegawai. Dana dari daerah diberikan langsung kepada nagari untuk dikelola oleh pemerintah nagari, dengan ketentuan 30% (tiga luluh per seratus) digunakan untuk biaya operasional pemerintah nagari dan BAMUS NAGARI dan 70% (tujuh puluh per seratus) digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Huruf d
Bantuan dari pemerintah diutamakan untuk tunjangan penghasilan Walinagari dan Perangkat Nagari. Bantuan dari propinsi dan kabupaten digunakan untuk percepatan atau akselerasi pembangunan nagari.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ”sumbangan dari pihak ketiga” dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf, dan atau lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban pihak penyumbang. Yang dimaksud dengan ”wakaf” dalam ketentuan ini adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan /atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 90
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Pasal 91
Ayat (1) Cukup jelas
76
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 92
Cukup jelas Pasal 93
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Terhadap harta kekayaan nagari yang selama ini dikelola oleh KAN, untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat nagari dapat dikelola oleh Pemerintahan Nagari berdasarkan pelimpahan dari KAN.
Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 94
Ayat (1) Yang dimaksud dengan pasar nagari adalah pasar yang dimiliki oleh satu nagari, dan atau dua nagari atau lebih
77
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 95
Ayat (1) Yang dimaksud dengan usaha nagari adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi nagari, seperti : a. usaha jasa yang meliputi jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik
desa dan usaha lain yang sejenis. b. penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi nagari. c. Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan,
peternakan, perikanan dan agribisnis. d. industri dan kerajinan rakyat. Sedangkan yang dimaksud dengan yang dikelola oleh pemerintah nagari dan masyarakat adalah pemilikan modal dan pengelolaan dilakukan oleh pemerintah nagari dan masyarakat.
Ayat (2)
Huruf a Yang dimaksud dengan permodalan dari pemerintah nagari adalah penyertaan modal pada BUM Nagari dari kekayaan nagari yang dipisahkan
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kepengurusan BUM Nagari terdiri dari pemerintah nagari dan masyarakat adalah pemerintah nagari sebagai unsur penasehat (komisaris dan masyarakat sebagai unsur pelaksana operasional (direksi).
Pasal 96
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan mendapatkan persetujuan BAMUS NAGARI dalam ketentuan ini adalah persetujuan tertulis dari BAMUS NAGARI setelah diadakan rapat khusus untuk itu.
Pasal 97
Cukup jelas
78
Pasal 98 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 99
Cukup jelas Pasal 100
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Ayat (5)
Cukup jelas Pasal 101
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Ayat (5)
Cukup jelas Pasal 102
Cukup jelas Pasal 103
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 104
Cukup jelas
79
Pasal 105 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 106
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 107
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 108
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas
80
Huruf f Cukup jelas
Pasal 109
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 110
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 111
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 112
Ayat (1) Kerjasama yang harus mendapat persetujuan BAMUS NAGARI adalah kerjasama yang membebani masyarakat dan nagari. Persetujuan BAMUS NAGARI dimaksud adalah persetujuan tertulis dari BAMUS NAGARI setelah diadakan rapat khusus untuk itu.
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 113
Ayat (1) Cukup jelas
81
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 114
Dalam penyelesaian perselisihan ini, Walinagari dapat mengikutsertakan BAMUS NAGARI, dan lembaga kemasyarakatan di nagari.
Pasal 115
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 116
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Dalam hal berperkara dipengadilan, Pemerintah Nagari dapat diwakili oleh pihak yang ditunjuk oleh Walinagari.
Pasal 117
Cukup jelas Pasal 118
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas
82
Huruf h Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Pasal 119
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 120
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas
83
Huruf g Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 121
Cukup jelas Pasal 122
Cukup jelas Pasal 123
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Pasal 124
Cukup jelas Pasal 125
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas
84
Huruf h Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Huruf k
Cukup jelas Huruf l
Cukup jelas Huruf m
Cukup jelas Huruf n
Cukup jelas Huruf o
Cukup jelas Huruf p
Cukup jelas Huruf q
Cukup jelas Pasal 126
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Huruf h
Cukup jelas
85
Huruf i Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas Huruf k
Cukup jelas Huruf l
Cukup jelas Huruf m
Cukup jelas Huruf n
Cukup jelas Huruf o
Cukup jelas Pasal 127
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 128
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 129
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 130
Cukup jelas
BAGAN SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAH NAGARI
LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 12 TAHUN 2007 TANGGAL 10 DESEMBER 2007
BUPATI AGAM, KETERANGAN dto d GARIS KOMANDO GARIS KOORDINASI ARISTO MUNANDAR
WALINAGARI
SEKRETARIS
KAUR PEMERINTAHAN
KAUR KEUANGAN DAN
ASET
KAUR PEMBANGUNAN
KAUR SOSIAL DAN
KEMASYARAKATAN
BENDAHARA
UPTD SMA
UPTD SMA
WALI JORONG