Download - peranan farmasi1
MAKALAH
PERANAN FARMASI DI BIDANG PEMERINTAHAN
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah kapitaselekta
Disusun Oleh :
Lia Sumsiliawati
Ratih Ayu Pratiwi
Rohaniah
Mulyadi
DEPARTEMEN FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWARBANTEN
2013
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahiim,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kekuatan dan ketabahan bagi hamba-Nya. Serta memberi ilmu
pengetahuan yang banyak agar kita tidak merasa kesulitan. Salawat serta salam
tidak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah
menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-Nya yang setia sampai akhir zaman.
Makalah yang berjudul “Peranan Farmasi Di Bidang BPOM” ini,
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Farmasetika di FMIPA Universitas
Mathla’ul Anwar Banten. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak
mendapat bantuan dan sumbangan pemikiran, serta dorongan dari berbagai pihak,
tetapi tidak luput dari kendala yang begitu banyak.
Akhir kata semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama
bagi penulis, Amin yarobbal ‘alamiin.
Pandeglang, April 2013
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ………………………..………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………….….. ii
DAFTAR ISI…………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………….………………………. 1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………. 1
1.3. Tujuan Penulisan ………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)........ 3
2.2. Peranan Farmasi di Bidang BPOM………..……… 8
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan …………………………………………... 14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….. 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat
dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam sejarahnya,
pendidikan tinggi farmasi di Indonesia dibentuk untuk menghasilkan apoteker
sebagai penanggung jawab apotek, dengan pesatnya perkembangan ilmu
kefarmasian maka apoteker atau dikenal pula dengan sebutan farmasis, telah dapat
menempati bidang pekerjaan yang makin luas. Apotek, rumah sakit, lembaga
pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, laboratorium pengujian
mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai jenis industri meliputi
industri obat, kosmetik-kosmeseutikal, jamu, obat herbal, fitofarmaka,
nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industri vaksin, lembaga informasi
obat serta badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat untuk farmasis
melaksanakan pengabdian profesi kefarmasian.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah sebagai yaitu
apa peranan farmasi di pemerintahan baik di depkes, dinkes, BPOM dan industri
farmasi
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah ingin mengetahui
tentang peranan farmasi di pemerintahan baik di depkes, dinkes, BPOM dan
industri farmasi?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
2.1.1. Sejarah BPOM
Pengaturan di bidang farmasi dimulai sejak didirikannya Dv.G (De Dients
van De Valks Gezonheid) yang dalam organisasi tersebut ditangani oleh
Inspektorat Farmasi hingga tahun 1964, dilanjutkan oleh Inspektorat Urusan
Farmasi sampai tahun 1967 dan oleh Direktorat Jenderal Farmasi hingga tahun
1976, dengan tugas pokok mencukupi kebutuhan rakyat akan perbekalan farmasi.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut , Direktorat Jenderal Farmasi dibantu
oleh :
1. Lembaga Farmasi Nasional dengan tugas melaksanakan tugas pengujian
dan penelitian dibidang kefarmasian.
2. Pabrik Farmasi Departemen Kesehatan.
3. Depot Farmasi Pusat.
4. Sekolah Menengah Farmasi Departemen kesehatan.
Tahun 1975 pemerintah mengubah Direktorat Jenderal Farmasi menjadi
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, dengan tugas pokok
melaksanakan pengaturan danpengawasan obat, makanan, kosmetika dan alat
kesehatan, obat tradisional, narkotika serta bahan berbahaya. Untuk melaksanakan
tugas tersebut, pada Direktorat ini dibentuk unit pelaksana teknis yaitu Pusat
Pemeriksaan Obat dan Makanan di Pusat dan Balai Pengawasan Obat dan
makanan di seluruh propinsi.
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 yang kemudian
diubah dengan Keputusan Presiden No 103/2002 tentangKedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan
Non Departemen, Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan
dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan.
2
Pembentukan Badan POM ini ditindaklanjuti denganKeputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor : 02001/SK/KBPOM, tanggal 26
Februari 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan
Makanan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor : 34/M.PAN/2/2001 Tanggal 1 Februari 2001.
Setelah semua keputusan ini dikeluarkan, Badan POMmenjadi Badan yang
ditujukan independensinya dalam mengawasi peredaran obat dan makanan di
tengah masyarakat serta menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.1.2 Visi dan Misi BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI)
berdiri pada tahun 2000, yang sebelumnya bergabung dengan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
1. Visi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
Menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan
diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.
2. Misi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar
internasional, menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten,
mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini,
memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan
yang berisiko terhadap kesehatan, membangun organisasi pembelajar (learning
organization).
2.1.3 Tugas, Fungsi dan Kewenangan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan
Budaya kerja Badan POM yaitu cepat, cekatan, efisien,
profesional, pasti, akuntabel, tanggap, transparan.
1. Tugas BPOM
Memiliki kedudukan dan tugas yaitu BPOM sebagai LPNK. LPNK adalah
lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan
3
di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, Badan POM berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden, berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan, dan dipimpin oleh
Kepala Badan POM.
2. Fungsi BPOM
Badan POM memiliki fungsi:
a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawa
pengawas obat dan makanan.
b) Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan;
c) Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM;
d) Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan
makanan;
e) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasa umum di
bidang perencanaan umum, ketatausahaan, kepegawaian, keuangan,
kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Fungsi tersebut dapat dijabarkan dengan pengaturan, regulasi, dan
standardisasi yaitu :
a. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang obat dan makanan berdasarkan
Cara Pembuatan yang Baik.
b. Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar, Post marketing
vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum.
c. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk.
d. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan.
e. Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik.
3. Kewenangan BPOM
Badan POM memiliki kewenangan yaitu:
a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
b. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan
secara makro.
4
c. Penetapan sistim informasi di bidangnya.
d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu
untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan
makanan.
e. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi, penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan
pengawasan tanaman obat. Badan POM juga memiliki grand
strategy yaitu: memperkuat sistem regulatori pengawasan obat dan
makanan, mewujudkan laboratorium Badan POM yang handal,
meningkatkan kapasitas manajemen Badan POM, memantapkan jejaring
lintas sektor dalam pengawasan obat dan makanan.
4. Pertimbangan BPOM dalam mengawasi Produk yang beredar:
a. Beresiko tinggi borderless.
b. Menyangkut hajat hidup orang banyak, product range sangat luas, volume
sangat besar yang beredar lintas provinsi dan lintas negara, dan economic
size paling sedikit Rp. 200 triliun.
2.1.5 Filosofi Logo Badan POM
Deskripsi filosofi logo Badan POM yaitu unsur pertama dalam logo Badan
POM adalah tameng yang melambangkan perlindungan terhadap masyarakat dari
penggunaan obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
kemanfaatan dan mutu. Selain sebagai tameng unsur tersebut dapat juga dilihat
sebagai tandachecklist yang mempresentasikan trust atau rasa kepercayaan.
Pengambilan makna filosofis mata elang sebagai unsur kedua adalah
karena elang memiliki pandangan yang tajam sesuai dengan fungsi Badan POM
yang bertanggung jawab melindungi masyarakat dengan mengawasi penggunaan
obat dan makanan di Indonesia garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin
tebal melambangkan langkah ke depan yaitu Ditjen POM yang berubah menjadi
Badan POM.
Selain itu dapat juga dilihat sebagai representasi keadaan Badan POM
sebagai lembaga yg memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis hijau)
5
terhadap masyarakat (garis biru tebal) dari pengusaha Obat dan Makanan (garis
biru tipis) Tampak logo secara keseluruhan memadukan unsur-unsur tersebut
dalam satu kesatuan yang padu dan serasi sehingga peletakan tulisan Badan POM
secara tipografis menjadi lebih bebas. Sedangkan pemilihan warna biru pekat
(dark blue) menggambarkan perlindungan dan warna hijau (green)
menggambarkan scientific-base.
2.1.6 Produk Yang Diawasi Oleh BPOM
Produk yang diawasi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
: Terdapat beberapa jenis produk yang diawasi oleh Badan Pengawasan Obat dan
Makanan antara lain adalah Obat, produk biologi, narkotika dan psikotropika,
obat tradisional, makanan dan minuman, suplemen makanan, kosmetik, zat
aditif/rokok, serta bahan berbahaya.Tidak termasuk alat kesehatan, perbekalan
kesehatan rumah tangga, dan obat untuk hewan.
2.2. Peranan Farmasi di Bidang BPOM
2.2.1. Peranan Farmasi Secara Umum
Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan
bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi/sintesis, pembuatan,
pengendalian, distribusi dan penggunaan.
Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and Politics”,
menyatakan bahwa :
a. Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter
menuliskan resep rasional. Membantu melihat bahwa obat yang tepat, pada
waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai
“bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep
dokter.
b. Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam hal
produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk
mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani
baik dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.
6
c. Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat
yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.
Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and
Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan
“Therapeutic Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.
Melihat hal-hal di atas, terlihat adanya suatu kesimpangsiuran tentang
posisi farmasi. Dimana sebenarnya letak farmasi ? di jajaran teknologi, Ilmu
murni, Ilmu kesehatan atau berdiri sendiri ? kebingungan dalam hal posisi farmasi
dalam keilmuan akan membingungkan para penyelenggara pendidikan farmasi,
kurikulum semacam apa yang harus disajikan, semua bidang farmasi atau
dikelaskan agar lebih terfokus.lagi
Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan
farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari MIPA,
berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi farmasi
berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya Ward
Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy (Farmasi klinik).
Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan profesional
lain memerlukan informasi obat tang seharusnya datang dari para apoteker.
Temuan tahun 1975 mengungkapkan pernyataan para dokter bahwa apoteker
merupakan informasi obat yang “parah”, tidak mampu memenuhi kebutuhan para
dokter akan informasi obat bahkan paradigma tersebut masih melekat sampai saat
ini dikarenakan kebingungan yang terjadi pada akar bidang keilmuan farmasi
yang lebih luas daripada kedokteran yang berorientasi pada pasien, sedangkan
farmasi pada masa pendidikan S1 tidak hanya dijejali dengan kuliah farmakologi,
farmasetika, farmakokinetik, anatomi fisiologi manusia DLL (ilmu farmasi
klinik), tetapi juga mempelajari teknologi farmasi, kimia farmasi, DLL sampai
kepada manajemen farmasi.
Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical
Care ” yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah”
pasien. Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah
akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker
7
diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik bagi
masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di apotek atau
dimanapun apoteker berada.
Pelayanan obat kepada pasien melalui berbagai tahapan pekerjaan meliputi
diagnosis penyakit, pemilihan, penyiapan dan penyerahan obat kepada pasien
yang menunjukkan suatu interaksi antara dokter, farmasis, pasien sendiri. Dalam
pelayanan kesehatan yang baik, informasi obat menjadi sangat penting terutama
informasi dari farmasis, baik untuk dokter, perawat dan pasien.
Meskipun jumlah produk kefarmasian meningkat di pasaran, akses kepada
obat-obat esensial masih lemah di seluruh dunia. Meningkatnya biaya pelayanan
kesehatan, perubahan sosial, ekonomi, teknologi, dan politik telah membuat suatu
kebutuhan reformasi pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Pendekatan baru ini
dibutuhkan pada level perorangan dan masyarakat untuk menyokong keamanan
dan keefektifan pengunaan obat pada pasien dalam lingkungan yang lebih
kompleks. Apoteker adalah suatu posisi yang istimewa untuk memenuhi
kebutuhan profesional ini guna menjamin keamanan dan keefektifan penggunaan
obat-obatan. Oleh sebab itu apoteker harus menerima tanggung jawab yang lebih
besar ini dari mereka terutama melakukan pengelolaan obat untuk pelayanan
pasien. Tanggung jawab ini berjalan di belakang aktifitas peracikan tradisional
yang telah lama berjalan dalam praktek farmasi.
Pengawasan rutin proses distribusi obat-obatan harus ditinggalkan oleh
apoteker. Keterlibatan langsung mereka dalam distribusi obat-obatan akan
berkurang karena aktifitas ini akan ditangani oleh asisten farmasi yang
berkualitas. Dengan demikian jumlah pengawasan aktifitas farmasi akan
bertambah. Tanggung jawab apoteker harus diperluas pada monitoring kemajuan
pengobatan, konsultasi dengan penulis resep dan kerjasama dengan praktisi
kesehatan lainnya demi untuk keperluan pasien. Perubahan ke arah asuhan
kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan faktor yang kritis.
Nilai dari pelayanan apoteker dalam hal klinis, dampak ekonomi dan sosial telah
dicoba didokumentasikan. Klasifikasi pekerjaan farmasi telah dihitung oleh
American Pharmacists Association (ISFI-nya Amerika) dalam bahasa yang
8
sederhana. Farmasi telah dipraktekkan mulai dari cara sederhana sampai pada
rangkaian baru dan tingkat-tingkat pembuatan keputusan. Sebagai anggota tim
kesehatan, apoteker butuh kecakapan dalam banyak fungsi yang berbeda-beda.
Konsep seven star pharmacist yang diperkenalkan oleh WHO dan FIP telah
mengadopsi dan menguraikan peran itu. Apoteker mempunyai potensi untuk
meningkatkan dampak pengobatan dan kualitas hidup pasien dalam berbagai
sumber dan mempunyai posisi sendiri yang layak dalam sistem pelayanan
kesehatan. Pendidikan farmasi mempunyai tanggung jawab menghasilkan sarjana
yang kompeten dalam melaksanakan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care).
Di Indonesia, terdapat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang
berperan dalam regulasi peredaran obat semacam polisi yang mengawasi
masyarakat dalam melaksanakan aturan hokum yang berlaku. Salah satu contoh
tindakan BPOM dalam regulasi obat ini adalah pembekuan peredaran obat
antidiabetes, yaitu rosiglitazon (avandia, avandaryl, avandamet) pada September
2010. Pembekuan ini dilakukan karena ditemukan efek samping pada sistem
kardiovaskular berupa gagal jantung.
2.2.2. Peran BPOM di bidang Farmasi
1. Siapakah BPOM ini sebenarnya?
Sering mendengar istilah FDA? FDA atau Food and Drugs
Administration merupakan sebuah badan yang berada di bawah Departemen
Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat yang juga memiliki
kewenangan dalam regulasi obat. Nah, BPOM di Indonesia juga serupa dengan
FDA ini, namun secara struktural BPOM tidak berada di bawah Departemen
Kesehatan, tetapi langsung bertanggungjawab kepada presiden. Cakupan
pengawasan BPOM ini meliputi produk terapeutik, narkotika, zat aditif, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan juga produk
berbahaya. Fungsi BPOM selengkapnya adalah sebagai berikut :
Penyusunan kebijakan, pedoman dan standarisasi
Kebijakan yang baru-baru ini dikeluarkan oleh BPOM adalah berkaitan
produk pangan olahan impor asal jepang pasca gempa dan tsunami yang
dikhawatirkan terkontaminasi radio aktif, dapat dilihat di web BPOM :)
9
Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan Cara-cara
Produksi yang Baik
Suatu industri farmasi memiliki kewajiban menerapkan cara pembuatan
obat yang baik (CPOB), yang telah di buat oleh BPOM. Dalam pelaksanaannya,
BPOM melakukan inspeksi langsung ke industri farmasi dalam jangka waktu
tertentu. Penerapan CPOB ini bertujuan agar dihasilkan produk farmasi yang
konsisten dan terjamin mutu, khasiat, serta keamanannya.
Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar
Produk farmasi yang akan di edarkan, harus teregristrasi di BPOM dengan
memenuhi kelengkapan dokumen dan serangkaian persyaratan tertentu. Evaluasi
produk dan sistem registrasi ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
produk yang tidak memenuhi syarat keamanan, mutu, dan kemanfaatan.
Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium,
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan
hukum.
BPOM juga melakukan pengujian terhadap produk-produk yang telah
beredar di masyarakat dengan teknik sampling kemudian dilakukan pengujian di
laboratorium. Jika terdapat permasalahan atau ketidaksesuaian suatu produk,
maka BPOM memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan bagi produsen.
Pre-review dan pasca-audit iklan dan promosi produk
Promosi dan iklan produk, terutama obat memiliki aturan sesuai
perundang-undangan agar tidak menyesatkan dan merugikan konsumen. Disinilah
peran BPOM yang seharusnya mampu menyaring iklan-iklan obat yang
berkualitas.
Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan
Komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat termasuk peringatan
publik (public warning)
Secara umum demikianlah fungsi BPOM dalam upaya melindungi
konsumen, si polisi obat. Selain itu BPOM juga menyediakan informasi obat dan
unit Layanan Pengaduan Konsumen melalui [email protected] atau 021-
4263333 /021-32199000. Jika anda menemukan ketidaksesuaiakan terhadap
10
peredaran obat, makanan, dan juga kosmetik, jangan ragu-ragu untuk segera
menyampaikan keluhan anda.
2.2.3. Studi kasus Perananan Farmasi di Bidang BPOM
Pada saat ini, masih banyak masyarakat (terutama masyarakat kalangan
menengah ke bawah) yang belum dapat memenuhi taraf kesehatan. Hal ini
disebabkan karena harga obat – obatan yang kian meningkat. Karena itu,
pemerintah mengeluarkan Obat Generik Berlogo (OGB) untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat menengah ke bawah tersebut akan obat .
Obat Generik Berlogo (OGB) ini dikenalkan pada tahun 1991 yang
mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat
esensial untuk penyakit-penyakit tertentu. Harga obat ini dikendalikan oleh
pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu,
sejak tahun 1985 pemerintah menetapkan penggunaan obat generik pada fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah. Namun pada prakteknya, peraturan ini jarang
ditaati. Pasien masih sering mendapatkan obat bernama dagang dari dokter.
Berikut berbagai hasil survey tentang penggunaan obat generik dalam
masyarakat :
Dari hasil Survei citizen report card (CRC) yang dilaksanakan Indonesia
Corruption Watch selama November 2009 menunjukkan belum semua pasien
Jamkesmas, pemegang kartu keluarga miskin, dan surat keterangan tidak
mampu mendapatkan obat generik.
Survei tersebut mengambil sampel 738 pasien miskin di 23 rumah sakit yang
ada di lima daerah, yakni Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Berdasarkan survei tersebut, 22,1 persen pasien belum mendapatkan obat
gratis. Dari persentase tersebut, sebesar 79,1 persen tidak mendapatkan resep
obat generic.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan atau dalam kata
lain pelayanan obat generik berlogo di Sarana Kesehatan Pemerintah belum
terwujud. Hal ini dapat terjadi dikarenakan :
1. Sebagian pasien tidak mengerti perbedaan obat generik dan obat paten
11
2. Pasien tidak pernah bertanya tentang obat yang diresepkan atau kemungkinan
harganya
3. Para dokter atau apoteker tidak memberikan alternative obat kepada pasien
4. Lemahnya pengawasan oleh pihak pemerintah.
Padahal jika kebijakan ini dapat terwujud, tentunya akan memberikan efek
positif ditinjau dari harga maupun kualitas. Dengan obat generik, masyarakat
dapat memperoleh obat dengan khasiat sama dengan harga yang lebih murah.
Sebagai contoh resep yang diberikan seorang dokter kepada seorang pasien yang
berobat di rumah sakit umum daerah di Jakarta, Kamis (18/2). Untuk keluhan
sinusitisnya, ada enam jenis obat yang harus dibeli di apotek dan dua obat di
antaranya diresepkan dengan nama dagangnya. Untuk dua obat bermerek tersebut,
yakni Opicef sirup (cefadroxil monohydrate) dan Mucera tablet (ambroxol),
pasien itu harus membayar Rp 83.307. Padahal, jika menggunakan obat generik,
yakni cefadroxil monohydrate dan ambroxol, ia mendapatkan harga 4,3 kali jauh
lebih murah. Dengan menggunakan asumsi harga paling besar dari harga eceran
tertinggi yang ditentukan pemerintah, ia mestinya hanya mengeluarkan biaya Rp
19.208 untuk mendapatkan obat serupa .
Di dalam PP 51 tahun 2009, tercantum bahwa Apoteker sebagai salah satu
tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai
peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya
Pelayanan Kefarmasian. Artinya, Apoteker mempunyai kewajiban untuk ikut
dalam pelayanan obat generik berlogo dalam masyarakat .
Menurut PP 51 tahun 2009 pasal 19, praktek kefarmasian dapat berupa
Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat ataupun
praktek bersama. Lahan ini dapat menjadi tempat bagi Apoteker untuk melakukan
pelayanan obat generik berlogo. Misalnya dengan memberikan informasi
alternatif obat generik yang ada yang kandungannya sama dengan obat yang akan
ditebus pasien. Pada PP 51 tahun 2009 pasal 24(b) juga dicantumkan bahwa
apoteker diperbolehkan untuk mengganti obat merek dagang dengan obat generik
yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan
dokter dan/atau pasien.
12
Selain itu, masyarakat juga sering kali menganggap bahwa mutu obat
generik kurang dibandingkan obat bermerk. Harganya yang bisa dikatakan murah
membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya
dengan obat bermerk. Padahal, dalam memproduksinya perusahaan farmasi
bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara-cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) sehingga kualitas obat generik ini juga tidak kalah dengan obat
bermerek. BPOM juga mengeluarkan persyaratan untuk obat yang disebut
uji bioavailabilitas/bioekivalensi(BA/BE) sehingga obat generik dan obat bermerk
yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan kesetaraan biologi (BE)
dengan obat pembanding inovator (obat yang pertama kali dikembangkan dan
berhasil muncul di pasaran dengan melalui serangkaian pengujian, termasuk
pengujian BA). Pengetahuan – pengetahuan dasar seperti ini harus ditanamkan
pada masyarakat agar tidak ada asumsi “harga obat makin mahal, khasiatnya
semakin baik” lagi. Pengetahuan ini dapat diberikan oleh Apoteker melalui
penyuluhan secara berkala.
Pada akhirnya, jika masyarakat dibekali dengan pengetahuan mengenai
obat generik maka masyarakat akan lebih memilih obat generik daripada obat
bermerek. Dengan demikian, penggunaan obat generik akan meningkat dan peran
Apoteker dalam mewujudkannya juga terlihat. Masyarakat akan memberikan
apresiasi yang baik sekaligus mengangkat status Apoteker yang saat ini masih
kurang dikenal dalam masyarakat .
Upaya – upaya Apoteker seperti memperbanyak penelitian tentang
perbandingan mutu antara obat bermerek dengan obat generik juga dapat
meningkatkan kepercayaan terhadap obat generik. Dengan adanya data-data
pendukung tersebut, dapat menjadi bukti bahwa obat generik memiliki mutu dan
khasiat yang identik dengan obat dengan merek dagangnya .
Di dalam suatu Majalah Ilmu Kefarmasian, dilakukan perbandingan mutu
dan harga tablet amoksisilin 500 mg generic dengan non generik dan didapatkan
hasil bahwa tidak ada perbedaan proporsidalam hal terpenuhinya syarat baku
antara tablet amoksisilin 500 mg generik dengan non generik.
13
2.3. Izin Usaha Industri Farmasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah Industri Obat Jadi
dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu sediaan atau paduan
bahan-bahan yang siap digunakanuntuk mempengaruhi atau menyelediki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan
yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat
maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan
standar mutu sebagai bahan farmasi.
Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi,
karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai
berikut :
a. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum
berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.
b. Memiliki rencana investasi.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
d. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan
CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No.
43/Menkes/SK/II/1988.
e. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara
tetap sekurang-kurangnya dua orang apotekerwarga Negara Indonesia,
masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung
jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB.
f. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan
setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
14
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut
berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri
farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing dan pelaksanaannya.
2.4. Registrasi Obat
Salah satu aspek jaminan keamanan obat adalah adanya pengendalian
terhadap mutu obat agar dapat memberikan manfaat yang diharapkan.
Pengendalian mutu obat dimulai dari proses pemilihan bahan baku obat hingga
monitoring setelah obat beredar di masyarakat (post marketing surveilence)
termasuk didalamnya adalah pengendalian mutu obat pada tahap registrasi obat
oleh produsen obat Kementrian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan menyusun draft tata cara registrasi obat di Indonesia sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1010/MenKes/Per/XI/2008
Tentang Registrasi Obat dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan No. HK.00.05.3.1950 tahun 2003 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat serta kebijakan terbaru adalah Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria Dan
Tata Laksana Registrasi Obat. Adanya peraturan tersebut maka obat-obat yang
beredar di wilayah Indonesia adalah obat-obat yang telah memiliki izin edar dari
BPOM sehingga mutu, khasiat dan keamanannya pun dapat dipertanggung
jawabkan. Adanya No.Registrasi BPOM ini maka keaslian obat juga terjamin oleh
pemerintah.
Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapat izin edar. Proses registrasi ini dilakukan oleh Industri Farmasi yang
akan memproduksi obat tersebut ke Badan POM, dengan tembusan kepada
Menteri Kesehatan. Badan POM kemudian akan melakukan penilaian dan
evaluasi apakah obat tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Jika
15
obat tersebut dianggap telah memenuhi syarat registrasi yang dinyatakan dengan
diberikannya no. registrasi, maka Menteri Kesehatan akan mengeluarkan ijin edar,
yang pada pelaksanannya dilimpahkan kepada Badan POM. Ijin edar ini berlaku
selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.
Tujuan dilakukannya registrasi obat adalah untuk melindungi masyarakat
dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan efikasi, keamanan, mutu
dan kemanfaatannya.
1. Kriteria Obat Yang Akan Diregistrasi
Obat yang akan di registrasi oleh Industrai Farmasi harus memenuhi
beberapa kriteria sebagai berikut:
Aman dan berkhasiat, dibuktikan melalui uji preklinik dan uji klinik.
Memenuhi persyaratan mutu yang dinilai dari proses produksi yang sesuai
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metode pengujian
bahan baku dan produk jadi dengan bukti yang sahih (ada sertifikatnya).
Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.
Khusus untuk psikotropika baru, kemanfaatan & keamanannya lebih unggul
dibandingkan dengan obat standar dan obat yang beredar di Indonesia
untuk indikasi yang di klim.
Khusus untuk kontrasepsi untuk program nasional dan obat untuk program
lainnya harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat dan terjangkau (ditetapkan oleh
Badan POM).
2. Persyaratan Pengajuan Registrasi Obat
a) Obat Produksi Dalam Negeri
Yaitu obat yang dibuat dan dikemas oleh industri di dalam negeri, meliputi
obat tanpa lisensi, obat dengan lisensi, dan obat kontrak. Pendaftar obat produksi
dalam negeri harus memiliki ijin Industri Farmasi dari Menteri Kesehatan dan
sudah memenuhi syarat CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB dari
Badan POM.
16
Khusus untuk obat narkotika, hanya boleh dilakukan oleh Industri Farmasi yang
memiliki ijin khusus dari Menteri Kesehatan untuk memproduksi narkotika.
Untuk obat lisensi, harus ada dokumen perjanjian lisensi antara pemberi
lisensi (Industri Farmasi luar negeri atau badan riset pemilik formula dan
teknologi dalam negeri atau luar negeri)
Untuk obat kontrak, registrasi dilakukan oleh pemberi kontrak yang
memiliki ijin Industri Farmasi dan minimal memiliki 1 fasilitas sediaan lain yang
memenuhi CPOB. Industri farmasi yang dikontrak harus memenuhi syarat CPOB.
b) Obat Import
Yaitu obat produksi Industri Farmasi luar negeri. Diutamakan untuk obat
program kesehatan, obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tapi belum
dapat diproduksi di dalam negeri. Registrasi obat import dilakukan oleh Industri
Farmasi dalam negeri yang sudah memiliki ijin dari Industri Farmasi luar negeri,
dan ada kesepakatan alih teknologi selambat-lambatnya 5 tahun harus sudah dapat
diproduksi di dalam negeri, kecuali untuk obat yang masih dilindungi paten.
Industri Farmasi luar negeri yang memproduksi obat tersebut harus memenuhi
syarat CPOB.
c) Obat Khusus Eksport
Yaitu obat yang diproduksi di dalam negeri untuk keperluan ekspor
(diedarkan di luar negeri). Pendaftar obat khusus eksport adalah Industri Farmasi
yang telah memenuhi syarat dari negara tujuan.
d) Obat yang Dilindungi Paten
Yaitu obat yang mendapatkan perlindungan paten berdasarkan Undang-
Undang Paten yang berlaku di Indonesia. Registrasi obat yang dilindungi paten
hanya boleh dilakukan oleh Industri Farmasi pemegang hak paten (dibuktikan
dengan sertifikat paten), atau Industri Farmasi lain atau Pedagang Besar Farmasi
yang ditunjuk oleh pemilik paten (dibuktikan dengan surat pengalihan paten).
3. Kategori Registrasi Obat
Registrasi obat dibagi menjadi dua kategori, yaitu registrasi baru dan
registrasi variasi. Masing-masing kategori kemudian dibagi lagi menjadi 5
kategori.
17
Registrasi baru meliputi:
Kategori 1: adalah registrasi obat baru dengan zat aktif baru atau derivat
baru atau kombinasi baru atau produk biologi dengan zat aktif baru atau
kombinasi baru atau dalam bentuk sediaan baru.
Kategori 2: adalah registrasi obat baru dengan komposisi lama dalam
bentuk sediaan baru atau kekuatan baru atau produk biologi sejenis
Kategori 3: adalah adalah registrasi obat atau produk biologi dengan
komposisi lama dengan : (a) indikasi baru dan (b) posologi baru
Kategori 4: adalah registrasi obat copy: (a) obat copy dengan nama dagang
dan (b) obat copy dengan nama generik.
Kategori 5: adalah registrasi alat kesehatan yang mengandung obat.
Registrasi variasi meliputi:
1) Kategori 6: adalah adalah registrasi obat copy yang sudah mendapat izin edar
dengan perubahan yang sudah pernah disetujui di Indonesia :
(a) Perubahan atau penambahan bentuk sediaan dengan posologi atau
cara pemberian yang berbeda.
(b) Perubahan atau penambahan bentuk sediaan.
(c) Perubahan atau penambahan kekuatan sediaan.
(d) Perubahan komposisi.
(e) Perubahan obat copy dengan nama dagang menjadi obat copy dengan
nama generik atau sebaliknya.
2) Kategori 7: adalah registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan
perubahan klaim penandaan yang mempengaruhi keamanan.
3) Kategori 8: adalah registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan:
(a) Perubahan zat tambahan.
(b) Perubahan spesifikasi dan/atau metoda analisa.
(c) Perubahan stabilitas.
(d) Perubahan teknologi produksi dan/atau tempat produksi.
4) Kategori 9: adalah adalah registrasi obat yang sudah mendapat izin edar
dengan perubahan atau penambahan jenis kemasan.
5) Kategori 10: adalah registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan:
18
(a)Perubahan klaim penandaan yang tidak mempengaruhi efikasi, keamanan
dan mutu.
(b)Perubahan desain kemasan.
(c)Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi.
(d)Perubahan importir.
(e)Perubahan/penambahan besar kemasan.
(f) Perubahan nama dagang tanpa perubahan formula dan jenis kemasan.
2.5. Izin Mendirikan Apotek Dan Toko Obat
Pemerintah telah mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan apotek.
Apotek merupakan tempat yang menyediakan berbagai macam obat, baik resep
dokter ataupun obat-obat yang beredar di masyarakat. Apotek sekarang sudah
banyak kita temui baik di perkotaan ataupun di daerah pedesaan. Peredaran ini
tidak lain mengingat pentingnya keberadaan apotek di kalangan masyarakat.
Pemerintah telah mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan
apotek. Dasar hukum pemberian Izin Mendirikan Apotek Dan Toko
Obat berdasarkan kepada :
1. Undang-undang Obat Keras ( St. 1937 No. 541 );
2. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan;
3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran
Negara tahun 1997 No. 10, Tambahan Lembaran Negara No. 3671 );
4. Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran
Negara tahun 1997 No. 67, Tambahan Lembaran Negara No. 378 );
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotik; (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1980 Nomor 40, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3169);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara RI Nomor 49 tahun 1996, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3637);
19
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan ( Lembaran Negara Nomor 138 tahun 1998
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781 );
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332 / Menkes /
SK / X / 2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No.
922 / Menkes / Per / X / 1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian
izin Apotek.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922 / Menkes / Per / X / 1993 tentang
ketentuan dan tata cara pemberian Izin Apotek.
10. Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 9 Tahun 2001
Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan
Bagi anda yang akan mendirikan sebuah apotek diperlukan berbagai
macam persyaratan-persyaratan. Persyaratan itu berhubungan dengan berbagai
macam pihak dan instansi untuk memperkuat perijinan pendirian apotek. Berikut
ini merupakan syarat-syarat pemohon yang akan mendirian apotek.
a. Persyaratan Pemohon
1. Surat Permohonan Izin usaha pendirian Apotik
2. Surat Perjanjian Akta Notaris Apoteker dengan PSA (Pemilik Sarana
Apoteker)
3. Surat Pernyataan Apoteker tidak Terlibat UU Kefarmasian bermaterai
6000
4. Surat Penugasan
5. Surat Sumpah
6. Ijazah Apoteker
7. Surat Penyataan Apoteker Tidak Bekerja di Apotik Lain Bermaterai 6000
8. Fotocopy KTP Pemohon
9. Ijazah Asisten Apoteker
10. Surat Penugasan Asisten Apoteker
11. Surat Pernyataan Asisten Apoteker bekerja Full Time di Apotik tersebut
bermaterai 6000
20
12. Surat Pernyataan Asisten Apoteker Tidak Bekerja di Apotik lain
bermaterai 6000
13. KTP Asisten Apoteker
14. SITU
15. Daftar Ketenagaan
16. Pas Photo Ukuran 4 x 6 sebanyak 3 lbr
Setelah persyaratan pemohon terpenuhi, barulah kita bisa mengurus surat
izin mendirikan apotek. Berikut ini beberapa syarat yang harus dipersiapkan untuk
mendapatkan surat izin mendirikan apotek.
b. Syarat mendapatkan Surat Permohonan izin mendirikan apotek
1. Foto copy Akte Notaris
2. Foto Copy KTP DKI dan Asisten Apoteker
3. Foto Copy Izajah dan Surat Izin Kerja (SIK) Apoteker
4. Foto Copy sewa menyewa Gedung Minimum 2 tahun atau foto copy
sertifikat (milik sendiri)
5. Foto Copy SIUP
6. Pass photo 3×4 = 3 lembar Direktur dan Asisten Apoteker.
7. Copy UGG/HO
Apabila kesemua syarat telah dipenuhi, kita akan melalui berbagai tahapan
dalam mengurus perijinan tersebut. Untuk mempermudah anda yang berencana
mengurus perizinan apotik, berikut ini alur atau tahapan dalam memngurus
perizinan.
c. Mekanisme Pengajuan Pendirian apotek
1. Mengajukan berkas permohonan di loket pelayanan
2. Pemeriksaan berkas (lengkap)
3. Survey ke lapangan (apabila perlu)
4. Penetapan SKRD
5. Proses Izin
6. Pembayaran di Kasir
7. Penyerahan Izin pendirian apotek
21
2.6. Instalasi Farmasi rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian / unit / divisi atau
fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan
Amalia, 2004)
Berdasarkan definisi tersebut maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara
umum dapat diartikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu
rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang
apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan
bertanggungjawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang
terdiri pelayanan paripurna yang mencakup perencanaan, pengadaan, produksi,
penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan farmasi ; dispensing obat
berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu
dan pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan farmasi klinik umum dan
spesialis mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang
merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar dan AMalia, 2004)
Didalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang standar pelayanan rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan
farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari system pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien (patient
oriented). Hal tersebut juga terdapat dalam keputusan Menteri Kesehatan No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
disebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan
di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu (Anonim,
2006)
Tugas utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah pengelolaan mulai dari
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung
kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang
beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk penderita rawat tinggal,
22
rawat jalan mau pun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar
dan Amalia, 2004)
Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
harus menyediakan obat untuk terapi yang optimal bagi semua penderita dan
menjamin pelayanan bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya
minimal. Jadi Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah satu-satunya unit di rumah
sakit yang bertugas dan bertanggungjawab sepenuhnya pada pengelolaan semua
aspek yang berkaitan dengan obat/perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan di rumah sakit tersebut. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
bertanggungjawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan
terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian
atau unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medic, dan rumah
sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik (Siregar
dan AMalia, 2004)
2.7. Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Kesehatan
2.1 Tugas Pokok Dinas Kesehatan
Tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan adalah sebagai berikut :
Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintahan
Daerah dibidang kesehatan, berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Dinas Kesehatan mempunyai
fungsi :
Perumusan kebijakan teknis dibidang kesehatan;
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
kesehatan;
Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehatan;
Pelaksanaan pelayanan teknis administrasi ketatausahaan;
Pelaksanaan pengelolaan UPTD;
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya;
23
Bidang Tugas Unsur-Unsur Organisasi
2.3.1. Kepala Dinas, Mempunyai Tugas :
Memimpin, mengkoordinasikan, dan mengendalikan dinas dalam melaksanakan
urusan Pemerintah Daerah dibidang kesehatan. Untuk menyelenggaran tugas
pokok sebagaimana dimaksud Kepala Dinas mempunyai fungsi :
Perumusan kebijakan teknis, administrasi, dan pelaksanan kegiatan
pengelolaan dibidang kesehatan;
Penyelenggaraan pelayanan teknis operasional dibidang kesehatan;
Penyelenggaraan perizinan dan pelayanan umum dan tugas pembantuan
kesehatan;
Penyelenggaraan pembinan administrasi ketatausahaan;
Penyelenggaraan pembinaan teknis administrasi terhadap pengelolaan
UPTD;
Penyelenggaraan komunikasi, koordinasi, konsultasi dan kerjasama
dibidang kesehatan;
Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas dan
fungsinya.
2.3.2. Sekretaris, Mempunyai Tugas :
Memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas dibidang
pengelolaan pelayanan kesekretariatan yang meliputi pengkoordinasian
perencanaan program, pengelolaan urusan umum, perlengkapan, kepegawaian
serta pengelolaan keuangan. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud Sekretaris mempunyai fungsi :
Pelaksanaan penyusunan rencana dan program kerja serta pengelolaan
pelayanan kesekretariatan;
Perumusan kebijakan dan pengkoordinasian penyusunan rencana dan
program kerja dinas;
Penyelenggaraan dan pengelolaan administrasi umum dan
kerumahtanggaan serta perlengkapan;
Pengelolaan administrasi kepegawaian, pembinaan ketatausahaan,
keuangan dan pembinaan organisasi dan tatalaksana;
24
Pelaksanaan pembinaan bendaharawan dan PPTK di lingkungan dinas;
Perumusan kebijakan dan pengkoordinasian administrasi pengelolaan
keuangan;
Pelaksanan evaluasi dan pelaporan tugas pengelolaan pelayanan
kesekretariatan;
Perumusan kebijkan dan pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan
pelaksanaan tugas dinas;
Pelaksanan koordinasi/kerja sama dengan SKPD terkait atau pihak ketiga
dibidang pengelolaan pelayanan kesekretariatan;
Perumusan kebijakan dan pengkoordinasian pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa dilingkungan dinas;
Perumusan kebijakan dan pengkoordinasian penyusunan laporan keuangan
SKPD dinas;
Perumusan dan pengkoordinasian penyusunan Renstra, Renja, LAKIP,
LPPD dan LPOD;
Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas dan
fungsinya;
2.3.3. Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, Mempunyai Tugas :
Melaksanakan kegiatan dibidang pencegahan dan pengamatan penyakit,
pemberantasan penyakit menular langsung serta pemberantasan penyakit
bersumber binatang. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit mempunyai fungsi :
Pelaksanaan kegiatan dibidang pencegahan dan pengamatan penyakit,
pemberantasan penyakit menular langsung serta pemberantasan penyakit
bersumber binatang;
Pelaksanaan operasional pencegahan dan pengamatan penyakit,
pemberantasan penyakit menular langsung serta pemberantasan penyakit
bersumber binatang;
Pelaksanaan rencana penelitian, pengamatan dan tindakan saat terjadinya
wabah penyakit/kejadian luar biasa;
Pelaksanaan kegiatan monitoring, evaluasi pelaksanaan imunisasi rutin dan
25
insidentil pada Puskesmas, Posyandu, Sekolah, Unit Pelayanan Kesehatan
lainnya serta analisa hasil penelitian penyakit;
Pelaksaaan pengendalian kegiatan pencegahan, pemberantasan,
penanggulangan penyakit yang bersumber binatang;
Pelaksaaan pengendalian kegiatan pemberantasan penyakit menular
langsung;
Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas dan
fungsinya.
2.3.4. Bidang Promosi Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan, Mempunyai tugas
:
Melaksanakan tugas dibidang promosi kesehatan, sanitasi dasar dan lingkungan
pemukiman serta pembinaan tempat-tempat umum, industri dan tempat
pengelolaan makanan. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud Bidang Promosi Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan mempunyai
fungsi :
Pelaksana tugas dibidang promosi kesehatan, sanitasi dasar dan lingkungan
pemukiman serta pembinaan tempat-tempat umum, industri dan
pengelolaan makanan dan minuman;
Pelaksanaan kegiatan dibidang promosi kesehatan, sanitasi dasar dan
lingkungan pemukiman serta pembinaan tempat-tempat umum, industri dan
pengelolaan makanan dan minuman;
Pelaksanaan operasional kegiatan promosi kesehatan, sanitasi dasar dan
lingkungan pemukiman serta pembinaan tempat-tempat umum, industri dan
pengelolaan makanan dan minuman;
Pelaksanaan operasional kegiatan analisa permasalah serta memberikan
saran pertimbangan dalam rangka upaya penyelesaian masalah dan
peningkatan kinerja dibidang promosi kesehatan dan penyehatan
lingkungan;
Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas dan
fungsinya.
2.3.5. Bidang Kesehatan Keluarga, Mempunyai Tugas :
26
Melaksanakan kegiatan dibidang kesehatan ibu dan bayi, gizi serta kesehatan anak
dan lansia. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Bidang
Kesehatan Keluarga mempunyai fungsi:
Pelaksanaan tugas dibidang kesehatan ibu dan bayi, gizi serta kesehatan
anak remaja dan lansia;
Pelaksanaan operasional dibidang kesehatan ibu dan bayi, gizi serta
kesehatan anak remaja dan lansia;
Pelaksanaan pembinaan kesehatan dan pola hidup sehat lanjut usia;
Pelaksanan kegiatan pengendalian kesehatan ibu dan bayi;
Pelaksanaan kegiatan perbaikan gizi masyarakat;
Pelaksanaan kegiatan kesehatan anak, remaja dan lanjut usia;
Pelaksaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
2.3.6. Bidang Pelayanan Kesehatan, Mempunyai Tugas :
Melaksanakan kegiatan dibidang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan
khusus dan rujukan serta pengendalian dan pengawasan pelayanan kesehatan.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Bidang Pelayanan
Kesehatan mempunyai fungsi:
Pelaksanaan tugas dibidang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan
kesehatan khusus dan rujukan serta pengendalian dan pengawasan
pelayanan kesehatan;
Pelaksanaan operasional dibidang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan
kesehatan khusus dan rujukan serta pengendalian dan pengawasan
pelayanan kesehatan;
Pelaksanaan operasional serta pengembangan sistem pelayanan kesehatan
dasar, pelayanan kesehatan khusus dan rujukan serta pengendalian dan
pengawasan pelayanan kesehatan;
Melaksanaan pembinaan pemberdayaan pengembangan dan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan;
Pengendalian dan pengawasan pelayanan kesehatan yang masih menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan;
27
Pelaksanaan kegiatan rencana kebutuhan obat-obatan dan alat-alat
kesehatan serta pembinaan pengawasan pengelolaan obat-obatan pada
Puskesmas;
Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas dan
fungsinya.
2.3.7. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas,mempunyai tugas
pokok melaksanakan tugas teknis penunjang dan atau teknis operasional Dinas
dibidang kesehatan. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud, UPTD Puskesmas mempunyai fungsi :
Penyusunan rencana dan program kerja UPTD Puskesmas;
Pelaksanaan pelayanan upaya kesehatan wajib yang terdiri dari : upaya
promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu, bayi
dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan upaya pengobatan;
Pelaksanaan pelayanan upaya kesehatan pengembangan yang terdiri dari :
upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olahraga, upaya perawatan
kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan
mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia
lanjut dan upaya pembinaan pengobat tradisional.
Pelaksanaan pelayanan penunjang yaitu : upaya laboratorium (medis dan
kesehatan masyarakat) dan pelaksanaan Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Puskesmas (SP3).
Pelaksanaan pembinaan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
(UKBM) serta upaya memberdayakan perorangan, keluarga dan
masyarakat agar berperan aktif dalam setiap upaya kesehatan;
Pelaksanaan rujukan upaya kesehatan perorangan dan kesehatan
masyarakat;
Pelaksanaan pengelolaan obat di Puskesmas;
Pelaksanaan administrasi ketatausahaan;
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Dinas;
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Laboratorium Kesehatan,
28
mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas teknis penunjang dan atau
teknis operasional Dinas dibidang laboratorium kesehatan. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok sebagaiamana dimaksud, UPTD
Laboratorium Kesehatan mempunyai fungsi :
Penyusunan rencana dan program kerja UPTD Laboratorium Kesehatan;
Pelaksanaan teknis operasional dan fungsional dibidang laboratorium
kesehatan;
Pelaksanaan dibidang laboratorium klinik;
Pelaksanaan dibidang laboratorium kesehatan masyarakat;
Pelaksanaan pelayanan laboratorium rujukan dari Puskesmas;
Pelaksanaan administrasi ketatausahaan;
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala Dinas;
2.3.9. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Farmasi, mempunyai tugas
pokok melaksanakan tugas teknis penunjang teknis penunjang Dinas Kesehatan
dalam pengelolaan obat dan perbekalan farmasi. Untuk menyelenggarakan tugas
pokok sebagaiamana dimaksud, UPTD Farmasi mempunyai fungsi :
Penyusunan rencana dan program kerja UPTD Farmasi;
Pelaksanaan koordinasi dengan Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas
Kesehatan dalam penyusunan rencana kebutuhan obat dan perbekalan
farmasi;
Pelaksanaan pengadaan dan penerimaan obat dan perbekalan farmasi;
Pelaksanaan penyimpnanan dan pendistribusian obat dan perbekalan
farmasi sesuai dengan prosedur;
Pelaksanaan pengamatan terhadap mutu secara umum, baik yang ada dalam
persediaan maupun yang akan didistribusikan.;
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas.;
Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan serta evaluasi penggunaan obat dan
perbekalan farmasi;
Pelaksanaan administrasi ketatausahaan;
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Dinas;
Kelompok Jabatan Fungsional, mempunyai tugas pokok menunjang tugas
29
pokok dinas sesuai dengan keahliannya masing-masing.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Meskipun jumlah produk kefarmasian meningkat di pasaran, akses kepada
obat-obat esensial masih lemah di seluruh dunia. Meningkatnya biaya pelayanan
kesehatan, perubahan sosial, ekonomi, teknologi, dan politik telah membuat suatu
30
kebutuhan reformasi pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Pendekatan baru ini
dibutuhkan pada level perorangan dan masyarakat untuk menyokong keamanan
dan keefektifan pengunaan obat pada pasien dalam lingkungan yang lebih
kompleks. Apoteker adalah suatu posisi yang istimewa untuk memenuhi
kebutuhan profesional ini guna menjamin keamanan dan keefektifan penggunaan
obat-obatan. Oleh sebab itu apoteker harus menerima tanggung jawab yang lebih
besar ini dari mereka terutama melakukan pengelolaan obat untuk pelayanan
pasien. Tanggung jawab ini berjalan di belakang aktifitas peracikan tradisional
yang telah lama berjalan dalam praktek farmasi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Ikatan ApotekerIndonesia; 2009.
Priyambodo, B., Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global PustakaUtama; 2007. Hal 2.
31
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Mentri KesehatanRepublik Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang IndustriFarmasi. Jakarta: Ikatan Apoteker Indonesia; 2010.
Tim Revisi Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan; 2001. Hal.1-87.
Tim Revisi Padoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Cara pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan; 2006. Hal 96-107.
Dinas Kesehatan Angkatan Laut.Organisasi Dan Prosedur Lembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Markas Besar TNI AngkatanLaut,. Jakarta: 1999.
Direktorat Kesehatan TNI Angkatan Laut. Petunjuk Kerja Lafial. Jakarta:Lafial; 1991. Hal.1-29.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV.Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995.
Ansel HC.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Edisi IV. Diterjemahkan olehFarida Ibrahim. Jakarta: UI Press; 1998.
32