PERAN EKONOMI ISLAM DALAM PENGENTASAN
KEMISKINAN MENURUT PEMIKIRAN IBN KHALDUN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Disusun Oleh:
AHMAD FAUZI
NIP: 102046125279
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/1429H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta 13 Mei 2007 M
13 Jumidil Akhir 1428 H
Ahmad Fauzi
PERAN EKONOMI ISLAM DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
MENURUT PEMIKIRAN IBN KHALDUN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Disusun Oleh:
AHMAD FAUZI
NIP: 102046125279
Dibawah bimbingan
KAMARUSDIANA. Sag. M.Hum
NIP: 150 285 972
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/1429 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Sekripsi yang berjudul PERAN EKONOMI ISLAM DALAM
PENGENTASAN KEMISKINAN MENURUT PEMIKIRAN IBN KHALDUN
Telah di ujikan dalam siding Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
hidayatullah Jakarta pada Tanggal 22 Mei 2008. Sekripsi ini telah di terima sebagai
salahsatu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata 1 ( S1) pada jurusan
Muamalat.
Jakarta, 5 Juni 2008
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr.H..M. Amin Suma, SH.,MA,.MM NIP. 195505051982031012
PANITIA SIDANG MUNAQASAH
1. Ketua :Euis .Amalia M.Ag. (
) NIP. 150 289 264
2. Sekretaris : Ah Azharuddin Latif M.Ag (
)
NIP. 150 318 308
3. Pembimbing : Kamarusdiana M.Ag. M.Hum (
)
NIP. 150 285 972
4. Penguji I : Dr, H. Supriadi Ahmad. MA (
) NIP. 150 270 613
5. Penguji II : Dr. Euis Nurlaelawati, MA. Ph.D (
)
NIP. 150277 992
KATA PENGANTAR
������������������������������������
�������� ����������������������������������������������������
egala puji sukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala Rahmat-Nya, hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat
dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam Baginda Besar Nabi
Muhammad SAW.
Penulisan karya Ilmiah dalam bentuk sekripsi ini merupakan salah satu bagian
syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Islam (SEI) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Kebahagiaan yang tak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat
mempersembahkan yang terbaik kepada kedua orangtua, seluruh keluarga dan pihak-
pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Sebagai bentuk penghargaan yang tidak terlukiskan, penulis sampaikan
ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr Komarudin Hidayat. MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Dr. Euis Amalia, M. Ag, Ketua Program Studi Muamalat dan Ah. Azharuddin
Lathif, M. Ag, Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah membantu
penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.
f
4. Kamarusdiana Sag. MHum, Dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan serta bantuan literatur
dalam proses penyelesaian tugas akhir ini.
5. Ibu Lilik Istiqoriyah, S.Ag, SS kaur perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta setaf-setafnya yang tak
bosan-bosanya melayani penulis dalam proses penulisan sekripsi ini.
6. Segenap pengurus dan pegawai Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri
Jakarta yang telah membantu penulis dalam mencari data-data yang
diperlukan.
7. Rasa ta`dzim dan terima kasih yang mendalam kepada Ayah handa dan
Ibunda atas dukungan moril dan materiil, kesabaran, keikhlasan, perhatian,
serta cinta dan kasih sayang yang tidak habis-habisnya bahkan Do’a-do’a
munajatnya yang tak henti-hentinya siang dan malam kepada Allah SWT.
Dan akhirnya penulis akhiri dengan rasa Syukur kepada Allah SWT, Raja dari
segala Raja, pencipta Jagad Raya dan penguasa Ilmu Pengetahuan, Dengan segala
kelemahan dan kekurangan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa
meridloi setiap langkah kita. Amin.
Jakarta, 13 Mei 2008 M
6 Jumadil Akhir 1428 H
Ahmad Fauzi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................vi
DAFTAR ISI .............................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................1
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.....................................9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..............................9
D. Metode Peneletian ..........................................................9
E. Sistematika Penulisan ...................................................10
BAB II GAMBARAN UMUM EKONOMI ISLAM
A. Pengertian Ekonomi Islam............................................13
B. Dasar-dasar Ekonomi Islam..........................................16
C. Karakteristik Ekonomi Islam.......................................26
D. Tujuan Ekonomi Islam .................................................37
BAB III GAMBARAN UMUM KEMISKINAN
A. Pengertian Kemiskinan.................................................40
B. Sebab-sebab Terjadinya Kemiskinan ............................43
C. Faktor yang mempengaruhi kemiskinan........................50
D. Latar belakang adanya kemiskinan ...............................52
BAB IV KONSEP EKONOMI ISLAM IBN KHALDUN DALAM
MENGENTASKAN KEMISKINAN
A. Riwayat Hidup Ibn Khaldun.........................................60
B. Pemikiran Ekonomi Islam Ibn Khaldun........................66
C. Analisis .......................................................................80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................85
B. Saran............................................................................85
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
LAMPIRAN .............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan suatu keadaan, sering dihubungkan dengan
kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya
digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".1
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya
mencakup:
1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam
arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan
dasar.
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya
1http://www.asiafoundation.org/pdf/Civil_Society_Initiative_Against_Poverty_Indonesia.pdf.
dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik
dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi di seluruh dunia.
Dalam ilmu ekonomi pembangunan kita mengenal istilah kemiskinan
struktural yang melanda negara-negara dunia ketiga. Kemiskinan struktural
adalah kemiskinan yang bukan disebabkan oleh rajin tidak rajinnya individu
bekerja, tetapi disebabkan oleh adanya sistem atau struktur yang mencegah
sebagian besar orang untuk menjadi kuat, sejahtera, bahkan kaya. Sekuat apa pun
seseorang bekerja, dia tidak bisa meningkatkan taraf hidupnya karena struktur
mencegah dia untuk berkembang.2
Sistem ekonomi yang sangat liberal menghalalkan sebagian kecil rakyat
untuk memiliki menimbun kekayaan dan aset yang berlebih (monopoli). Dalam
struktur yang monopolis seperti ini, kecil kemungkinan rakyat jelata untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Dia hanya bekerja sekadar mempertahankan hidup,
bukannya mengembangkan kualitas hidup ke arah yang lebih baik.
Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar umat manusia saat ini.
Akibatnya, banyak yang mulai mempertanyakan kembali sistem ekonomi
kapitalisme liberal yang 20 tahun terakhir dijadikan platform utama. IMF dan
Bank Dunia telah gagal menjalankan fungsinya membantu problematika ekonomi
2http://www.asiafoundation.org/pdf/Civil_Society_Initiative_Against_Poverty_Indonesia.pdf.
dan keuangan banyak negara dunia ketiga. Alih-alih resepnya manjur dan bisa
membangkitkan perekonomian, yang terjadi malah pasiennya yang terdiri dari
banyak negara miskin harus diamputasi atau dibiarkan sekarat.
Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah-tengah masyarkat
secara layak sebagai manusia. sekurang-kurangnya memenuhi kebutuhan pokok
yang berupa sandang pangan, memperoleh pekerjaan dan mampu membina
keluarganya dengan bekal yang cukup. Dengan demikian sesorang akan mampu
melaksanakan kewajiban terhadap allah dan tugas-tugas lainnya. Seseorang tidak
akan menjadi gelandangan atau pengemis yang tidak memiliki sesuatu apapun.
Dalam islam seseorang tidak boleh membiarkan orang sekalipun orang kafir
zimmi yang hidup dalam maysarkat, dalam keadaan lapar, tanpa pakaian, hidup
gelandangan tak menentu, tidak memiliki tempat tinggal serta problem lainnya.
Kebebasan hak milik merupakan salah satu ide dasar kapitalis dalam
mengatur kepemilikan. Menurut ide ini, setiap individu berhak memiliki barang-
barang yang termasuk dalam pemilikan umum (public property) seperti ladang-
ladang minyak, tambang-tambang besar, pelabuhan, jalan, barang-barang yang
menjadi hajat hidup orang banyak, dan lain-lain.
Pembangunan yang bersandar pada paradigma ini jelas mengakibatkan
terjadinya ketimpangan sosial. Akan terjadi akumulasi kekayaan yang melimpah-
ruah pada segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat tidak dapat
menikmati hasil pembangunan. Di samping itu, kesalahan dalam menggunakan
tolak-ukur pembangunan berakibat cukup fatal. Sebuah negara dinilai berhasil
melaksanakan pembangunan bila pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
perkapita masyarakatnya cukup tinggi.
Banyak terjadi, sebagian kecil orang di dalam suatu negara memiliki
kekayaan yang melimpah, sedangkan sebagian besar lainnya justru hidup dalam
kemiskinan. Kritik tajam lain ditujukan terhadap peran negara. Dalam ekonomi
kapitalis, peran negara secara langsung di bidang sosial dan ekonomi harus
diupayakan seminimal mungkin. Bahkan diharapkan negara hanya berperan
dalam fungsi pengawasan dan penegakan hukum. Peran minimalis ini telah
menjadikan negara kehilangan fungsi utamanya sebagai pemelihara urusan rakyat.
Negara juga akan kehilangan kemampuannya dalam menjalankan fungsi
pemelihara urusan rakyat. Sebab tidak semua rakyat memiliki kemampuan
kompetisi dan sumber daya ekonomi yang sama.
Islam memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari
sistem ekonomi lainnya ia memiliki akar dalam syariat yang membentuk
pandangan dunia sekaligus sasaran-sasaran dan strategi (maqashid asy-syari’ah)
yang berbeda dari sistem-sistem sekuler yang yang menguasai dunia saat ini.
Sasaran-sasaran yang dikehendaki Islam secara mendasar bukan materil, mereka
didasarkan atas konsep-konsep Islam sendiri tentang kebahagiaan manusia (falah)
dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek
persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosio ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan
spiritual manusia. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan bahwa ummat
manusia memiliki kedudukan yang sama sebagai khalifah Allah di muka bumi
dan sekaligus sebagai hamba-Nya, yang tidak akan mendapatkan kebahagian dan
ketenangan bathin, kaecuali jika kebahagiaan sejati telah dicapai melalui
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan materildan spiritual. Tujuan-tujuan syari’at
mengandung semua yang diperlukan manusia untuk merealisasikan falah dan
hayatan thayyibah dalam batas-batas syari’at.3
Kajian dan tingkah laku ekonomi dalam Islam merupakan ibadah kepada
Allah SWT, selama hal itu dilakukan dengan ikhlas dan tidak melanggar aturan-
aturan Islam. Kekayaan ekonomi adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan hidup manusia dan dalam rangka
meningkatkan kemampuannya agar dapat mengabdi kepada Allah SWT. Mencari
kekayaan atau pendapatan yang lebih baik untuk dinikmati tidaklah tercela atau
dikutuk Allah, sepanjang hal itu diakui sebagai amanah dan karunia Allah. Yang
tercela adalah apabila kekayaan itu dianggap segala-galanya, sehingga dalam
usaha untuk memperoleh dan membelanjakannya tidak lagi mengindahkan
norma-norma agama. Iman dan taqwa kepada Allah memberi corak pada dunia
ekonomi dan segala aspeknya. Corak ini menampilkan arah dan pembangunan
yang menyatu antara pembangunan sector ekonomi dan pembangunan sektor
agama, di mana Islam merupakan sumber dari sumber nilai (central
values).Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan ekonomi, baik di bidang
3 M. Umer Chapra. Islam dan tantangan Ekonomi ( terj ) Ikhwan Abidin dari judul asli Islam
and Economic challenge, ( Jakarta: Gema Insani Press. 2000 ). Cet. Ke-I. Hal. 7 )
produksi, konsumsi, maupun distribusi haruslah menggunakan pertimbangan nilai
Islam.4
Sesungguhnya Islam sama sekali tidak pernah melupakan unsur materi,
pentingnya materi bagi kemakmuran dunia, kemajuan umat manusia, realisasi
kehidupan yang baik baginya dan mebantu dalam melaksanakan kewajibannya.
Akan tetapi Islam senantiasa mempertegas bahwa kehidupan ekonomi yang baik
walaupun merupakan tujuan Islam yang dicita-citakan tetapi bukanlah akhir dari
segalanya, ia pada hakekatnya adalah sarana untuk mencapai tujuan yang lebih
besar. Ekonomi Islam menjadikan tujuan dibalik kesenangan dan kesejahteraan
kehidupan adalah meningkatkan jiwa dan ruh menuju kepada Tuhannya. Manusia
tidak boleh disibukkan semata-mata oleh usha pencarian kesenangan dan materi,
sehingga lupa akan ma’rifah kepada Allah, ibada kepada-Nya, berhuungan baik
dengan-Nya, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan yang lebih
baik dan lebih kekal.
Islam mengakui kebebasan kepemilikan dan hak milik pribadi yang
dijadikan sebagai landasan pembangunan ekonomi, apabila berpegang teguh pada
kerangka yang diperbolehkan dan sejalan pula dengan ketentuan Allah. Pemilikan
itu harus diperoleh melalui jalan yang halal, demikian pula mengembangkannya
harus dengan cara-cara yang dihalalkan dan disyari’atkan. Islam mewajibkan atas
kepemilikan ini sejumlah kewajiban dan perintah yang bermacam-macam, seperti
4 Muhammad Nejatullah Siddiqi. Pemikiran Ekonomi Islam, suatu penelitian kepustakaan
masa kaini ( terj ) AM. Saefudin dari judul asli Muslim Economic Thinking: A survey of Literature, (
Jakarta: LIPPM, 1986 ) cet ke-I. hal.14
kewajiban zakat, memberi nafkah kepada kaum kerabat, menolong orang yang
mendapatkan musibah, dan yang membutuhkan, berpartisipasi dalam
menanggulangi berbagai persoalan masyarakat, seperti jihad dengan harta dan
kerjasama merealisasikan rasa sepenaggungan antara sesame anggota
masyarakat.5
Dalam buku Politik-Ekonomi Islam yang diterjemahkan oleh Ibnu Sholah,
Syekh Abdurrahman Al Maliki menyebutkan beberapa peran penting negara
untuk mengatasi kemiskinan. Pertama, menjamin pemenuhan kebutuhan pokok
(pangan, papan, sandang, kesehatan, pendidikan, dan keamanan). Jika seseorang
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan keluarganya, kewajiban itu
beralih kepada kerabatnya mulai yang terdekat. Jika tidak mencukupi, diambilkan
dari harta zakat. Jika belum mencukupi, kewajiban itu beralih ke negara, yakni
wajib atas Baitul Mal memenuhinya. Negara bisa memberikannya dalam bentuk
harta secara langsung maupun dengan memberi pekerjaan.
Kedua, pengaturan negara agar semua rakyat dapat menggapai kebutuhan
pelengkap sesuai kadar kemampuan masing-masing dalam batas ketentuan
syariat. Hal ini dilakukan dengan menyediakan lapangan kerja dan segala
kemudahan berusaha kepada rakyat dalam berbagai bentuk bantuan usaha berupa
modal maupun keahlian dan pasar.
5 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai Dan Moral Dalam Perekonomian Islam ( terj ) Didin
Hafidudin. Dari judul asli Daurul Qiam wal Akhlaqfil Iqtishadil Islami, ( Jakarta: Rabbani Press, 1997,
cet. Ke-I, hal. 14
Misalnya membantu pemilik tanah memproduktifkan tanah itu sesuai
dengan kemampuan maksimal yang dimiliki oleh rakyat seperti dengan
mendirikan industri alat-alat pertanian, pupuk, memberi bantuan teknis, keahlian,
membangun saluran air, sarana transportasi, dan sebagainya; memberikan
berbagai bantuan kepada para pedagang untuk melakukan perdagangan baik di
dalam negeri maupun perdagangan luar negeri; serta memberikan kemudahan
agar semua rakyat dapat memanfaatkan kepemilikan umum.
Ketiga, pengaturan negara terhadap kepemilikan individu dan kepemilikan
umum. Karena itu, negara melarang individu atau swasta menguasai pemilikan
umum seperti tambang minyak dan emas . Sebab minyak dan emas merupakan
pemilikan umum yang seharusnya dikelola negara untuk kepentingan rakyat
banyak.
Mengatasi kemiskinan tentu saja tidak bisa secara parsial, namun harus
lewat perubahan sistem yang menyeluruh, yakni mengganti sistem kapitalisme
yang menjadi penyebab utama kemiskinan masyarakat dengan sistem Islam. Di
sinilah kecemerlangan Islam dalam menuntaskan problem kemiskinan. Artinya,
Islam tidak memandang bahwa kemiskinan merupakan urusan individu semata,
tetapi melibatkan negara dan sistemnya.
Permasalahan kemiskinan yang begitu kompleks yang melanda dunia
ketiga, sehingga tidak luput bahwa negara Indonesia juga termasuk negara yang
penduduknya tidak sedikit mengalami kemiskinan. Oleh karena itulah penulis
tertarik untuk mengangkat masalah tersebut. Kemudian agar bagaimana tulisan ini
dapat diaplisakan dalam masyarakat.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Mengingat banyaknya teori ekonomi Islam yang merumuskan
pengentasan kemiskinan yang digagas oleh para pemikir ekonomi Islam, maka
kiranya perlu ada pembatasan dan perumusan masalah, untuk mencapai penulisan
karya ilmiah yang sitematis dan terarah, maka pada tema karya ilmiah yang akan
diangkat pada penulisan skripsi ini akan di batasi pada pemikiran ekonomi Islam
Ibnu Khaldun mengenai upaya mengentaskan kemiskinan.
Dengan adanya pembatasan masalah tersebut, penulis kemudian akan
merumuskan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :
o Bagaimanakah pemikiran ekonomi Islam Ibn Khaldun dalam
mengentaskan kemiskinan
C. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui konsep ekonomi islam Ibn Khaldun dalam mengentaskan
kemiskinan
2. Bagaimana karya ini dapat diterapkan dalam masyarakat
D. Metode Penelitian
Untuk mencapai penulisan karya ilmiah yang sistematis, maka dalam
penulisan ini sudah selayaknya menggunakan metode, dan untuk mengumpulkan
data penulisan, penulis akan menggunakan metode penelitian pustaka (Library
Research) sehingga penilaiannya adalah kualitatif. Dalam hal ini penulis akan
menggunakan dua macam data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
yaitu data yang diambil dari buku karya Ibn Khaldun, buku-buku ekonomi Islam,
atau buku-buku yang membahas tentang kemiskinan, sedangan data-data
sekunder yaitu data-data yang diambil dari surat kabar, artikel, makalah atau
sumber tulisan lain yang berhubungan dengan masalah ini.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis,
yaitu dengan memaparkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber dan
kemudian dianalisa. Proses analisa dimulai dari membaca, menelaah dan
mempelajari data-data tersebut secara seksama, selanjutnya dari proses analisa
tadi kemudian penulis mengambil suatu kesimpulan dari masalah yang bersifat
umum kepada masalah yang bersifat khusus (deduktif).
Mengenai teknik penulisan penulis mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis Dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Sistematika Penelitian
Skripsi ini terdiri dari lima (V) bab, masing-masing bab memuat masalah
pokok yang akan di bahas. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Tujuan penelitian, Metode Penelitian,
Sistematika Penelitian.
BAB II Pandangan Umum Tentang Ekonomi Islam, yang berisikan
tentang: Pengertian Ekonomi Islam, Dasar-Dasar Ekonomi Islam,
karakteristik Ekonomi Islam, dan tujuan Ekonomi Islam.
BAB III GAMBARAN UMUM KEMISKINAN, yang berisi tentang
Pengertian Kemiskinan, Sebab-Sebab Terjadinya Kemiskinan,
faktor yang mempengaruhi kemiskinan, dan latar belakang adanya
kemiskinan.
BAB IV PERAN EKONOMI ISLAM DALAM MENGENTASKAN
KEMISKINAN (MENURUT IBN KHALDUN), yang
menjelaskan tentang: Riwayat Hidup Ibn Khaldun, Pemikiran
Ekonomi Islam Ibn Khaldun, dan analisis.
BAB VI PENUTUP, ini merupakan bab terakhir yang berisikan
Kesimpulan Dan Saran-Saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Secara umum pengertian Bank dalam kamus besar ilmu pengetahuan
Bank (bank) adalah lembaga keuangan yang usahanya mencakup deposito,
diskonto, Investasi dan beberapa jenis financial lainya 6
Istilah Bank secara literal tidak di kenal. Istilah “Bank” secara bahasa di
ambil dari bahasa Itali, yaitu Banco Istilah lain yang di gunakan untuk
sebutan bank islam adalah bank syariah, secara akademik istilah islam dan
syariah mempunyai pengertian berbeda, Namun secara teknis untuk
penyebutan bank islam dan bank syariah mempunyai pengertian yang sama.
Dalam Ensiklopedi Islam. Bank islam di artikan adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberi kredit dan jasa-jasa dalam lalulintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasianya di sesuaikan dengan
prinsi – prinsip syariah islam7.
6 Save M. Dagun , “Kamus besar Ilmu pengetahuan”, (Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara (LPK N), 1997), Cet 1, h.96
7 Warkum Sumitro, “Asas – Asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga terkait”, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), h.5.
Pengertian bank syariah adalah bank islam, bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip islam, yaitu aturan perjanjian (akad)
antara bank dengan pihak lain (nasabah) berdasarkan hukum islam. Sehingga
perbedaan antara bank islam (syariah) dengan bank konvensional terletak
pada prinsip dasar oprasinya yang tidak menggunakan bunga, akan tetapi
mengunakan prinsip bagi hasil, jual beli dan prinsip lain yang sesuai dengan
syariah islam, karena bunga di yakini mengandung unsur riba yang di
haramkan atau di larang oleh agama islam.
Bank syariah merupakan lembaga intermediasi dan penyedia jasa
keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan system nilai islam, khususnya
yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif seperti perjudian
(maisir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar),
berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.8
Syarif Arbi dalam bukunya juga mengenalkan bank syariah adalah bank
yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan jasa perbankan
dengan teknik perbankan yang di lakukan jauh dari yang bertentangan dengan
ajaran islam 9
8 Veithzal rivai, andria pramata veithzal, ferryN, ”Financial Bank” (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 758.
9 Syarif Arbi, “Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank”, (Jakarta: Djambatan,
2003), h. 211
Berdasarkan rumusan tersebut Bank Islam atau bank syariah dapat kita
artikan bank yang tata cara pengoprasianya didasarkan pada tata cara
muamalat secara islam, yakni mengacu pada ketentuan – ketentuan Al-Qur’an
dan Al-Hadis sedangkan muamalat, ketentuan – ketentuan yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia baik hubungan pribadi maupun hubungan
antar perseorangan dengan masyaraklat.10
Pada Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan,
menyabutkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.11
Didalam oprasionalisasinya, bank syariah harus mengikuti dan atau
berpedoman kepada praktik-praktik usaha yang di lakukan di zaman
Rasulullah, Bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak di
larang oleh para ulama atau cedikiawan muslim yang tidak menyimpang dari
Al-Qur’an dan Al-Hadis.
2. Landasan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia
Bank syariah di Indonesia mendapatkan pijakan yang kokoh setelah
adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak
saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bungan termasuk nol
10 Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, Op. Cit.
11 Undang-undang No. 21 Tahun 2008
persen (perniagaan bunga sekaligus). Sungguhpun demikian kesempatan ini
belum termanfaatkan karena tidak diperkenankannya pembukaan kantor bank
baru. Hal ini berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah
mengeluarkan Pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru.
Kemudian posisi perbankan syari’ah semakin pasti setelah disahkannya UU
Perbankan No. 7 Tahun 1992 dimana bank diberikan kebebasan untuk
menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga
ataupun keuntungan-keuntungan bagi hasil.
Dengan terbitnya PP No.7 Tahun 1992 Tentang Bank bagi hasil yang
secara tegas memberikan batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh
melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil ( bunga )
sebaliknya pula bank yang kegiatan usaha tidak berdasarkan prinsip bagi hasil
tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi
hasil” ( pasal 6) maka jalan bagi operasional perbankan syariah semakin luas.
Kini titik kulminasi telah tercapai dengan disahkannya UU No.21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah, yang membuka kesempatan bagi siapa saja yang
akan mendirikan bank syariah maupun yang ingin menkonversi dari sistem
konvensional menjadi sistem syariah.
a. Pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru, atau
b. Pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
B. Sistem dan Mekanisme Penghitungan Bagi Hasil
1. Sistem Penghitungan Bagi Hasil
Sistem perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan
syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
a) Pengertian Profit Sharing
Istilah profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan
kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
tersebut.12
Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah
profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai
pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas
hasil usaha yang telah dilakukan.
b) Pengertian Revenue Sharing
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh
bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif,
yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih
atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.13
Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok
12Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta : Djambatan, 2001), h. 264
13 Ibid
penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan
tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah
dengan keuntungannya (profit).
2. Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil
Belum adanya standar pola operasi yang dikeluarkan oleh otoritas
moneter menjadikan bank-bank syariah yang pada saat ini sudah beroperasi
melakukan adopsi atau menyusun pola operasi secara sendiri-sendiri. Ketidak
seragaman pola operasi yang diterapkan yang pada akhirnya akan
mempersulit otoritas moneter, pemilik dana serta bank yang bersangkutan
melakukan kontrol serta mengukur tingkat kepatuhan dan keberhasilan dari
usaha bank-bank tersebut.
Pada umumnya bank-bank syariah di Indonesia dalam perhitungan bagi
hasilnya menggunakan sistem bobot pada setiap dana investasi, dengan
mengalikan prosentase bobot tersebut dengan saldo rata-rata. Semakin labil
investasi tersebut semakin kecil bobot yang dikenakan, dan semakin stabil
investasi maka semakin besar bobot yang dikenakan pada investasi tersebut,
hal ini diterapkan sebagai bentuk dari pengamanan risiko pada setiap dana
invesatasi. Bobot akan mempengaruhi besarnya bagi hasil yang akan
didistribusikan sehingga akan berdampak pada bagi hasil yang akan diterima
oleh pemilik dana.14
14 Akmal Yahya, Profit Distribution, artikel diakses pada tanggal 4 november 2009
http//www.ifibank.go.id
Setiap produk syariah dapat dimanfaatkan, baik untuk penggalangan dana
maupun penyaluran dana. Namun tidak semua produk tersebut berfungsi dua
hal tersebut. Segi penyaluran dana (financing) adalah sumber penghasilan
bank, yaitu berupa earning assets. Dan dari earning assets inilah yang pada
gilirannya akan dibagihasilkan oleh bank kepada nasabah pihak ketiga
(pemilik rekening giro,deposito, dan tabungan).
C. Laporan Keuangan Bank Syriah
Dalam Islam pencatatan suatu transaksi sangatlah penting dan dianjurkan
sebagaimana dalam suarat Al-Baqarah ayat 282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya.”15
.
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha
suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. 16
adapun jenis
15 Al-Qur’an Al-Karim dan terjemahnya Departemen Agama RI
16 Syafri Harahap, Sofyan “Laporan Keuangan: Analisis Kritis”, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), h.105
laporan keuangan yang lazim dikenal adalah: Neraca atau Laporan Laba/Rugi
atau hasil usaha, Laporan Arus Kas Laporan Perubahan posisi Keuangan.17
Suatu laporan keuangan bermanfaat apabila informasi yang di sajikan
dalam laporan keuangan terebut dapat di pahami, relevan andal dan dapat di
perbandingkan. Akan tetapi perlu di sadari pula bahwa laporan keuangan
menyediakan semua informasi yang mungkin di butuhkan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan dengan bank karena secara umum laporan keuangan
hanya menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masalalu dan tidak
wajib menyediakan informasi non keuangan walaupun demikian dalam
beberapa hal bank perlu menyediakan informasi yang mempunyai pengaruh
keuangan masa depan18
Sedangkan bagi para analis laporan keuangan merupakan media yang
paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan.
Dan seandainya di lakukan iapun tidak akan dapat mengetahui banyak tentang
situasi perusahaan oleh karena itu yang paling penting adalah media laporan
keuangan, laporan keuangan inilah yang menjadi bahan sarana informasi
(screen) bagi analis dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan
dapat mengambarkan posisi keuangan perusahaan dalam priode tertentu.
17 Ibid.
18 Syafri Harahap, Sofyan, Wiroso Muhammad Yusuf “Akuntansi Perbankan Syariah”
(Jakarta: Lembaga Pengembangan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti (LPFE Usakti), 2005), Cet I,
h. 22
Laporan keuangan menggambarkankondisi keuangan dan hasil usaha
suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangkawaktu tertentu.
2. Jenis laporan Keuangan
Adapun jenis- jenis laporan keuangan yang lazim di kenal di antaranya
sebagai berikut:19
a. Daftar neraca yang mengambarkan posisi keuangan perusahaan pada
satu tanggal tertentu.
b. Perhitungan Laba/Rugi yang mengambarkan jumlah hasil, biaya dan
Laba/Rugi perusahaan pada suatu priode tertentu.
c. Laporan sumber dan penggunaan dana. Di sini di muat sumber dana
pengeluaran perusahaan selama satu priode.
d. Laporan Arus Kas. Di sini di gambarkan sumber dan penggunaan kas
dalam satu priode.
e. Laporan Laba Ditahan, menjelaskan posisi laba di tahan yang tidak di
bagikan kepada pemilik saham.
f. Laporan perubahan modal, menjelaskan perubahan posisi modal baik
saham dalam PT atau modal dalam perusahaan perseroan.
3. Laporan Neraca
Laporan neraca atau daftar neraca di sebut juga laporan posisi keuangan
perusahaan. Laporan ini menggambarkan posisi aktiva, kewajiban dan modal
19 Syafri Harahap, Sofyan, “Laporan Keuangan: Analisis Kritis”, Op.Cit.
pada saat tertentu. Laporan ini bias di susun setiap saat dan merupakan
opname situasi posisi keuangamn pada saat itu. Isi laporan neraca sebagai
berikut20
- Asset (Harta Aktiva)
- Liabilities (Kewajiban / Utang)
- Off Balance Sheet
4. Laporan Laba/Rugi
Dalam literature akuntansi, laporan laba rugi di turunkan dari istilah
Profit and loss statement, earning statement, operations statement, income
atau statement.21
Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu
memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang di tuangkan dalam bentuk
laporan laba rugi. Hasil usaha di dapat dengan cara membandingkan
penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi
akan di ketahui dari hasil perbandingan tersebut
D. Aspek Modal Bank Syariah
1. Modal Inti
Modal inti (Tier 1) terdiri dari22
:
20 Ibid, h. 107
21 Jumingan, “Analisis Laporan Keuangan”, (Jakarta: Media Grafika, 2006), h.31
a. Modal Setor, yaitu modal yang di setor secara efektif oleh pemilik.
Bagi bank memiliki koperasi , modal setor terdiri dari simpanan
pokok dan simpanan wajib para anggotanya.
b. Agio Saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai
nominal saham.
c. Modal sumbangan, yaitu modal yang di peroleh kembali dari
sumbangan saham, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan
harga (apabila saham tersebut di jual)
d. Cadangan Umum, yaitu cadangan yang di bentuk dari penyisihan
laba yang di tahan dengan persetujuan RUPS.
e. Cadangan Tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang di sisihkan
untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.
f. Laba Ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh
RUPS di putuskan untuk tidak dio bagikan
g. Laba Tahun Lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang
belum di tetapkan penggunaanya oleh RUPS; jumlah laba tahun
lalu hanya di perhitungkan sebesar 50% sebagai modal inti. Bila
tahun lalu rugi harus di kurangkan terhadap modal inti.
22 Arifin, Zaenal, Dasar- dasar Manajemen Bank Syariah,( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), Cet.1, h.140.
h. Laba Tahun Berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang di peroleh
dalam tahun berjalan. Laba ini di perhitungkan hanya 50% sebagai
modal inti
i. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan
keuanganya dikonsulidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan
setelah dikompensasikan dengan penyertaan bank pada anak
perusahaan tersebut.
2. Modal Pelengkap
Modal pelengkap (tier 2) terdiri atas cadangan-cadangan yang di bentuk
bukandari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan
dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa23
:
a. Cadangan revaluasi aktiva tetap
b. Cadangan penghapusan aktiva yang di klasifikasikan.
c. Modal pinjaman yang mempunyai cirri-ciri:
1. Tidak di jamin oleh bank yang bersangkutan dan di
persamakan dengan modal dan telah di bayar penuh.
2. Tidak dapat di lunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan
BI.
3. Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal
memikul kerugian bank.
23 Ibid, h. 141
d. Pinjaman subordinasi yang memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Ada pinjaman tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank.
2. Mendapat persetujuan BI.
3. Tidak di jamain oleh bank yang bersangkutan.
4. Minimal berjangkawaktu 5 tahun.
5. Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI.
6. Hak tinggi dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir
(kedudukanya sama dengan modal).
Modal pelengkap ini hanya dapat di perhitungkan sebagai modal setinggi-
tingginya 100% dari jumlah modal inti.
Khusus menyangkut modal pinjaman dan pinjaman subordinasi,bank
syariah tidak dapat mengkategorikanya sebagai modal, karena pinjaman harus
tunduk pada prinsip qard dan qard tidak boleh di beri syarat-syarat seperti
cirri-ciri di atas atau syarat-syarat yang di haruskan dalam ketentuan tersebut.
3. Fungsi Modal Bank
Modal bank mempunyai tiga fungsi di antaranya:
a. Sebagai penyangga untuk menyerap kerugian oprasional dan kerugian
lain nya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap
kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan
para deposan
b. Sebagai dasar bagi penetapan batas maksimum pemberian kredit. Hal ini
merupakan pertimbangan oprasional bagi bank sentral sebagai regulator
untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap individu
nasabah bank. Melalui pembatasan ini bank sentral memaksa bank untuk
melakukan diverifikasi kredit mereka agar dapat melindungi diri terhadap
kegagalan kredit dari satu individu debitur.
c. Modal menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk
mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relative dalam meng
hasilkan keuntungan. Tingkat keuntungan bagi para investor di
perkirakan dengan membandingkan keuntungan bersih dengan ekuitas.
para partisipan pasar membandingkan Return on Investment di antara
bank-bank yang ada.
Sedangkan menurut Brenton C. Leavitt, Staf Dewan Gubernur Federal
Reserve, sebagaimana yang di kutip oleh zainul Arifin ada empat fungsi
modal Bank.24
a. Untuk melindungi Deposan yang tidak di asuransikan, pada saat bank
dalam keadaan Insolvable dan Liquidasi.
b. Untuk menyerap kerugian yang tidak di harapkan guna menjaga
kepercayaan kepercayaan masyarakat bahwa bank dapat terus beroprasi.
c. Untuk memperoleh sarana fisik dan kebutuhan dasar lainya yang di
perlukan guna menawarkan pelayanan bank.
24 Ibid, h. 136.
d. Sebagai alat pelaksana peraturan pengendalian ekspansi aktiva yang tidak
tepat.
E. Pengakuan Pendapatan
Saat pengakuan pendapatan merupakan penentuan yang sangat kritis bagi
suatu perusahaan, mengingat kesalahan dalam penentuan metode pengakuan
pendapatan yang di gunakan akan berakibat pada kelayakan laba priodik. Proses
terbentuknya pendapatan berjalan bersamaan dengan semua tahap kegiatan
operasi perusahaan dan pengaruh tiap tahap kegiatan terhadap pendapatan adalah
sebanding dengan biaya yang melekat pada elemen kegiatan tersebut.
Pendapatan dan biaya bank merupakan suatu ukuran seberapa besar kegiatan
oprasional perbankan yang telah di lakukan selama satu priode. Besarnya
pendapatan bank mencerminkan sejauh mana manajemen telah berprestasi dalam
menciptakan semakin giat manajemen dalam menciptakan pendapatan bagi bank.
Pada dasarnya pengakuan pendapatan erat hubungan dengan dua hal yaitu
arus masuk dan waktu. Berdasarkan hal ini timbul pengakuan pendapatan dengan
metode cash basis dan metode accrual basis.25
1. Metode Cash Basis
Pengakuan pendapatan dengan metode cash basis, hanya di lakukan jika
terdapat ketidak pastian yang besar mengenai pengumpulan piutang yang
25 Tuti Lestari, ”Dampak Perlakuan Akuntansi Pendapatan dan Beban Terhadap Laba yang
di peroleh”, (Bandung: 2000, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tridarma), h.24.
timbul dari penjualan barang dan jasa, misalnya belum berpindahnya hak
atas barang. Dalam metode cash basis pendapatan di akui pada saat kas di
terima atau di bayarkan.
Pendapatan dari penjualan dapat diakui setelah di terima uang secara
tunai bias di laukukan dalam kondisi jika nilai aktiva yang di terima sebagai
pembayaran produk yang di serahkan tidak dapat di ukur secara tepat dan
jika masih ada biaya yang materi jumlahnya yang masih di lakukan dan
biaya-biaya ini tidak dapat di taksir jumlahnya secara tepat.26
2. Metode Accrual Basis
Untuk mencapai tujuanya laporan keuangan di susun berdasarkan atas
dasar akrual basis. Dengan dasar ini, pengeruh transaksi dan peristiwa lain di
akui pada saat terjadi perpindahan barang dan jasa bukan pada saat uang di
terima dan di catat dalam catatan akuntansi dan di laporkan dalam priode
akuntansi yang bersangkutan.27
Ikatan Akuntansi Indonesia, dalam standar Akuntansi Keuangan, 1996,
hal.1.2, menyatakan yang di kutip oleh Tuti Lestari Menyatakan bahwa28
“Pengakuan aktiva Kewajiban, Pendapatan, dan beban serta
perubahanya di akui pada saat terjadi, tidak pada saat uang di terima
26 Ibid, h.25
27 Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah Berdasarkan
PSAK dan PAPSI, (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 29.
28 Tuti Lestari, Dampak Perlakuan Akuntansi Pendapatan dan Beban Terhadap Laba yang di
peroleh, Lok Cit. h.25
atau di bayarkan, dan di catat dan berpengaruh pada laporan
keuangan pada priode berjalan.”
Pendapatan dari transaksi penjualan dapat di akui pada saat perpindahan
barang dan jasa bias di lakukan bila harga produk sudah pasti, prodak telah
berada di luar perusahaan dan aktiva baru sudah menggantikanya, biaya
pembuatan produk dan biaya pelepasan sudah dapat ditemukan.
Dasar akrual menyatakan bahwa dalam menentukan laba priodik dan
posisi keuangan suatu unit usaha, akuntansi mendasarkan diri pada
pengukuran dan penandingan secara ekonomik pendapatan dan beban.
Menurut Sprouse dan Moonitz yang di kutip Tuti Lestari mengemukakan
konsepnya sebagai berikut29
“Pendapatan harus di hubungkan dengan priode di mana kegiatan
ekonomi di perlukan guna menghasilkan dan mengeluarkan barang
atau jasayang telah selesai, dengan syarat bahwa pengakuan secara
objektif atas hasil kegiatan tersebut telah di capai. Kedua kndisi ini
yaitu pencapaian kegiatan ekonomi utama dan objektivitas
pengukuran, dapat di penuhi pada tahapan kegiatan yang berbeda
pada kasus yang berbeda, kadang-kadang pada saat pengiriman
barang atau penyerahan jasa atau dalam kasus lain dapat terjadi
pada titik waktu yang lebih awal”.
Konsep di atas menganjurkan bahwa pendapatan dapat di akui pada saat
pencapaian kegiatan ekonomi utama dan pengukuranya telah di tentukan
secara objektif. Alternatif lain dalam masalah pengakuan pendapatan pada
saat pencapaian kegiatan ekonomi utama adalah dengan konsep saat krisis
telah di ambil atau pekerjaan yang sulit telah di lakukan.
29 Ibid.
Untuk menentukan kapan pendapatan dari hasil kegiatan perusahaan
tersebut diakui, di perlukan suatu keputusan yang tepat sehingga memenuhi
syarat-syarat tertentu yang sesuai dengan jenis, sifat, serta aktivitas
perusahaan, missalnya pendapatan dan beban bunga di akui secara akrual
kecuali pendapatan bunga dari kredit dan aktiva produktif lainya yang non
perfoming. Artinya pendapatan dari aktiva produktif non perfoming yang
belum di terima tidak dapat di akui sebagai pendapatan dalam priode
laporan.
Secara umum pendapatan di akui pada saat realisasinya. Yang dapat di
jabarkan lebih lanjut sebagai berikut:
a. Pendapatan dari transaksi penjualan produk di akui pada tanggal
penjualan, biasanya tanggal penyerahan produk kepada langganan
menjadi patokan.
b. Pendapatan atas jasa yang di berikan oleh perusahaan jasa di akui pada
saat jasa tersebut di lakukan dan dapat dibuatkan fakturnya. Dalam hal
adanya uang muka di akui sebagai hutang.
c. Imbalan yang diperoleh atas penggunaan aktiva atau sumber ekonomi
perusahaan oleh pihak lain seperti pendapatan bunga, sewa, royalti, di
akui sejalan dengan berjalanya waktu atau pada saat di gunkanya
aktiva yang bersangkutan.
d. Menurut PSAK No. 23 Pendapatan dari penjualan barang di akui bila
kondisi-kondisi sebagai berikut terpenuhinya yaitu:
1. Perusahaan telah memindahkan risiko secara siknifikan dan telah
memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli.
2. Perusahaan tidak lagi mengelola atas barang yang di jual.
3. Jumlah pendapatan tersebut dapat di ukur dengan andal.
4. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang di hubungkan dengan
transaksi akan mengelir kepada perusahaan tersebut.
5. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan
transaksi penjualan dapat di ukur dengan andal.
Pendapatan dari penjualan aktiva di luar barang dagangan seperti,
penjualan aktiva tetap atau surat berharga di akui pada tanggal
penjualan
Dari teori pendapatan di atas dapat disimpulkan bahwa syarat pengakuan
pendapatan adalah:
1. Captured / terikat. Di mana pendapatan tersebut di akui kalau
pendapatan tersebut sudah / terikat pada si pembeli yang biasanya di
dasarkan pada suatu perjanjian antara pembeli dan penjual yan di buat
sedemikian rupa sehingga kalau salahsatu pihak membatalkanya akan
mendapatkan sangsi yang berat. Dengan demikian bias dikatakana
bahwa perjanjian itu tidak akan di batalkan.
2. Measubrable / dapat diukur. Di mana barang atau jasa yanga dijual
dapat diukur karena adanya kepastian dan biasanya pengukuran
tersebut di jabarkan dalam bentuk uang dalam hal ini pengukuranya
adalah rupiah.
3. Erned / terhimpun. Di mana prestasi dari sipenjual telah / hampir di
nikmati pembeli atau dengan kata lain penjual sudah berhak atas
pendapatan tersebut tanpa melihat apakah sudah di bayar atau belum.
F. Laba
Bagi perusahaan yang bertujuan untuk mencari keuntungan laba merupaskan
hal penting sekaligus menjadi tujuan pokok pendirian perusahaan. Untuk dapat
mencapai laba yang di harapkan, diperlukan perhatian yang cermat terdapat
pendapatan dan biaya sebagai unsure-unsur laba. Dan juga di butuhkan
pengukuran yang wajar atas keduanya agar dapat di peroleh perhitungan
perhitungan laba yang tetapsetiap priode.
Pada dasarnya laba merupakan kelebihan pendapatan atas biaya yang terjadi
selam satu priode akuntansi. Semua perhitungan ini akan terlihat dalam laporan
laba rugi perusahaan.
1. Pengertian Laba
Di lihat dari segi penghasilanya laba dapat di bagi kedalam dua bagian
yaitu:
a. Laba yang sudah di realisasikan. Yaitu laba yang sudah bias di akui yang
terjadi karena adanya transaksi penjualan.
b. Laba yang belum di realisasikan. Yaitu laba yang terjadi karena
peningkatan kekayaan, sebagai akibat dari kenaikan aktiva dan belum
terjadi transaksi penjualan.
Laba di anggap sebagai pedoman bagi kebijakan deviden dan penahan laba
perusahaan. Laba di akui sebagai indicator dari jumlah maksimum yang harus
di bagikan kepada deviden dan di tahan untuk perluasan perusahaan atau
investasi perusahaan dan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan.
Selain itu laba juga di pandang sebagai ukuran efisiensi dan ukuran
kepengurusan manajemen atas sumber daya suatu kesatuan.
Menurut Syofyan Syarif dalam bukunya, Teori Akuntansi, 1999, hal 147,
mendefinisikan laba sebagai berikut:
“Perbedaan revenue yang di realisasi yang timbul dari transaksi
pada priode tertentu di harapkan dengan biaya yang di keluarkan
pada priode tersebut”.30
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laba merupakan suatu
kelebihan pendapatan atau keuntungan yang layak di terima oleh perusahaan,
karena perusahaan tersebut telah melakukan pengorbanan untuk kepentingan
pihak lain pada jangka waktu tertentu.
Dalam perhitungan laba rugi dikenal dua konsep yang dapat dipakai.
Konsep tesebut adalah:
30 Sofyan Syarif, Teori Akuntansi, (Jakarta: Lembaga Pengembangan Fakultas Ekonomi
Universitas Trisakti (LPFE Usakti)1999), h.147.
a. All Inclusive Concept Of Income, merupakan konsep yang menyajikan
laba, dimana didalamya ditujukan keseluruhan pendapatan dan biaya
yang berasala dari operasi normal perusahaan, serta pendapatan dan
biaya yang berasal dari luar perusahaan.
b. Current Operating Concept Of Income, merupakan konsep yang
menyajikan laba, di mana didalamnya hanya di perlihatkan pendapatan
dan biaya dari oprasi normal perusahaan. Pada bentuk all inclusive
concept of income, pendapatan dan biaya dari luar oprasi normal di
masukkan juga dalam perhitungan laba rugi, karena laba bersih di
anggap mencakup semua transaksi yang berhubungan dan
mempengaruhi naik turunya pemilikan modal. Kecuali pembagian
deviden dan transaksi modal lainya, sedangkan dalam bentuk current
oprating concept of income, pendapatan dan biaya dari luar oprasi
normal disajikan tersendiri dalam laporan laba di tahan.
2. Komponen Komponen Laba
Smith dan sekousen menyebutkan bahwa komponen-komponen laba adalah
sebagai berikut:
a. Pendapatan.
Arus masuk atau penambahan lain atau aktiva suatu entitis atau
penyelesaian kewajibannya ( kombinasi keduanya) yang berasal dari
penyerahan atau produksi barang pemberian jasa, atau aktifitas lain yang
merupakan oprasi utama atau oprasi yang berkelanjutan dari suatu entitas.
b. Beban.
Arus keluar atau pemakaian lain aktiva atau terjadinya kewajiban
(kombinasi keduanya) yang berasal dari penyerahan atau produksi
barang, pemberian jasa, atau aktifitas lain yang merupakan oprasi utama
perusahaan.
c. Keuntungan.
Kenaikan ekuitas atau aktiva bersih yang berasal dari transaksi yang
feriferal atau isidental pada suatu entitas dan transaksi lain serta
situasi lain yang mempengaruhi entitas kecuali yang di hasilkan
dari pendapatan dan investasi pemilik.
d. Kerugian.
Penurunan ekuitas atau aktiva bersih yang berasal dari transaksi feriferal
atau isidental pada suatu entitas serta situasi lain yang mempengaruhi
entitas kecuali dari beban atau distribusi kepada pemilik.
3. Tujun Pengukuran Laba
Pelaporan laba suatu perusahaan mempunyai dua tujuan yaitu tujuan utama
dan tujuan khusus. Tujuan utama dari pelaporan laba ini adalah untuk
memberikan informasi yang berguna bagi yang paling yang berkepentingan
dengan laporan keuangan.
Sedangkan khususnya adalah:
a. Penggunaan laba sebagai pengukuran efesiensi manajemen.
b. Penggunaan angka laba untuk membantu meramalkan keadaan usaha dan
distribusi deviden dimasa datang.
c. Penggunaan untuk perhitungan pajak .
d. Penggunaan laba sebagai pengawasan perusahaan yang berhubungan
dengan kepentingan umum.
e. Penggunaan laba sebagai sarana bagi ekonomi untuk mengevaluasi sumber
daya.
G. Kecukupan Modal / Capital Adquacy Ratio (CAR) Pada Bank
1. Pengertian CAR
Definisi Kecukupan modal dapat di artikan sebagai jumlah modal minimal
yang harus di miliki oleh suatu bank sehingga kepentingan para deposan dapat
di lindungi dari ancaman terjadinya Insolvensi kegiatan usaha perbankan,
namun demikian sejauh ini belum ada ukuran baku terhadap modal yang sehat
(capital adequacy ) yang berlaku secara universal, ini sisebabkan antara lain:
a. adanya perbedaan dalam menerjemahkan komponen-komponen yang
dapat di kategorikan sebagai modal.
b. Pengertian adequacy yang relative jumlah modal 10% dari keseluruhan
aktifa dinilai cukup bagi suatu bank, namun tidak cukup bagi bank lain.
c. Perbedaan dalam pengukuran risiko Insolvensi, risiko insolvensi banyak
di pengaruhi oleh kualitas protofolio.
Capital Adequacy Ratio atau CAR adalah rasio kewajiban pemenuhan
modal minimum yang harus di miliki oleh Bank.
Untuk saat ini minimal CAR sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut
risiko (ATMR) atau di tambah dengan risiko oprasional ini tergantung pada
kondisi bank yang bersangkutan.
Manajemen permodalan (Capital Adequacy Ratio dan LDR) dan BI
menetapkan standar penilaian permodalan dengan menggunakan CAR. CAR
untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada serta menutup
kemungkinan kerugian dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat surat
berharga. Semakin besar ketentuan minimum CAR yang di tetapkan oleh BI
maka semakin besar pula modal yang harus di sediakan.
2. Ketentuan Standar CAR
Ketentuan setandar Capital Adequacy Ratio (CAR) pada perbankan
nasional pada saat ini adalah sebesar 8 persen nilai ini di peroleh dengan
memperhitungkan kebutuhan modal di dasarkan pada ATMR
(AktivaTertimbang Menurut Risiko) pengertian aktiva dalam perhitungan ini
mencakup aktiva yang tercantum dalam neraca on balance sheet maupun
aktiva yang bersifat administratif off balance sheet sebagaimana tercermin
pada kewajiban yang masih bersifat kontijen dan atau komitmen yang di
sediakan oleh bank bagi pihak ketiga.
Penghitungan kebutuhan modal bank di lakukan sebagai berikut:
a. Kebutuhan modal minimum bank dihitung berdasarkan ATMR yang
merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca dan ATMR aktiva
administrativ.
b. ATMR aktiva neraca di peroleh dengan cara mengalikan nilai nominal
aktiva yang bersangkutan dengan bobot resiko masing-masing aktiva.
c. ATMR aktiva administratif di peroleh dengan cara mengalihkan nilai
nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan risiko.
d. Rasio modal bank di hitung dengan cara membandingkan modal bank
(modal inti dan modal pelengkap) dengan ATMR.
e. Dari hasil perbandingan tersebut pada huruf (d) akan dapat di ketahui
apakah bank yang bersangkutan memenuhi ketentuan penyediaan modal
minimum bank atau tidak31
Islamic Financial Services Board menerbitkan standar rasio kecukupan
modal minimum (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 8 persen yang berlaku
efektif tahun 2007.32
Bank Indonesia pun demikian menetapkan standar
kecukupan moda CAR sebesar 8 persen, artinya jika bank memiliki modal Rp
31 Dalan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Lembaga Pengembangan
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPFEUI), 1999), Edisi kedua, h.116-117
32 http://www2.kompas.com
Modal Inti (Tier 1) +Modal Pelengkap (Tier 2)
Sehingga CAR =
ATMR on balance sheet + ATMR of balance sheet
8 Milyar maka ia diperkenankan untuk menghimpun dana hingga sebesar Rp
92 milyar dari masyarakat. Pada 1993, CAR pada BMI tercatat sebesar 75,9%
dan pada 1994 turun menjadi 41,9 %. ini berarti bahwa BMI masih mempunyai
kesempatan yang cukup besar untuk menghimpun dana masyarakat. Tapi ini
juga berarti bahwa bank masih tergantung pada modal sendiri, karena modal
sendiri masih sebesar 41,9 % dari dana yang tersedia di tangan untuk
dipinjamkan.33
H. Macam-macam Risiko
Dalam melakukan kegiatan bisnis secara normal, sesuatu perusahaan
perbankan menghadapi kemungkinan resiko serius yang dapat mengancam
keadaan statutory solvency – nya. Resiko – resiko yang dapat mempengaruhi
solvabilitas tersebut dapat dikelompokkan kedalam empat kategori resiko yang
luas, yang dikenal sebagai contingency risk, atau C – risk. untuk melindungi
kemampuan keuangan perusahaan perbankan, para financial manager memuaskan
perhatian mereka pada pengelolaan risiko – risiko tersebut.
• C – 1 risk atau assets risk adalah risiko rugi pada suatu investasi untik alasan
selain dari pada perubahan suku bunga pasar. Contoh dari C – 1 risk adalah
saham yang dimiliki suatu perusahaan akan kehilangan nilai pasarnya dan
risiko dimana penerbit obligasi melakukan wanprestasi dan tidak memnuat
jadual pembayaran obligasi. Perusahan perbankan mengelola risiko asset
33 Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: Lembaga Studi
Agama dan Filsafat (LSAF), 1999) h.415.
dengan mengevaluasi kemungkinan investasi secra hati – hati,
menginvestasikan asset mereka dengan jumlah yang besar di dalam investasi
yang bernutu tinggi, serta mengalokasikan dana untuk seluruh kategori
investasi yang berbeda.
• C -2 risk atau pricing risk, disebut juga insurance risk (risiko perbankan
yaitu risiko dimana pengalaman nyata perusahaan perbankan dalam tingkat
kematian atau biaya – biaya akan sangat berbeda dari perkiraan, menyebabkan
perusahaan perbankan tersebut menderita kerugian material atas produk
tersebut. Perusahan perbankan jiwa menglola C – 2 risk dengan merancang
dan menetapkanharga produk sercara pantas, menjaga praktek – praktek
underwriting dan reperbankan yang baik, serta megendalikan pengeluaran –
pengeluaran mereka secara hati – hati.
• C – 3 risk atau interest – rate risk adalah resiko kerugian yang disebabkan
oleh perubahan suku bunga pasar. Contoh interest – rate risk adalah (1)
kerugian penjualan suatu obligasi pada saat pada saat suku bunga pasar naik,
(2) ketidakmampuan suatu perusahaan perbankan untuk memperoleh tingkat
pendapatan asetnya yang sama dengan atau lebih besar dari pada suku bunga
yang dijamin di dalam kontrak perbankannya, dan (3) disintermediation
(disintermediasi) yang merupakan suatu fenomena dimana nasabah memindah
uangnya dari suatu perusahaan perantara keuangan (dalam hal ini perusahaan
perbankan) ke perusahaan perantara lain untuk menghasilkan bunga yang
lebih tinggi. Perusahaan perbankan mengelola C – 3 risk melalui praktek –
praktek asset- liability management yang efektif.
• C – 4 risk adalah general business risk, yaitu risiko kerugian yang
diakibatkan oleh praktek – praktek bisnis umum yang tidak efektif atau faktor-
faktor lingkungan di luar kendali perusahaan. Contoh dari general bussiness
risk adalah manajemen yang tidak efisien, kerugian karena adanya pemalsuan
dan litigasi, perubahan undang – undang perpajakan, penurunan ekonomi dan
bencana alam. Perusahan mengendalikan beberapa C – 4 risk dengan
menugaskantim manajemen yang bermutu tinggi dan berpengalaman untuk
mengendalikan biaya usaha, melaksanakan pertimbangan manajerial yang
sesuai, mendukung perilaku etis, memantau hasil – hasil keuangan serta
melakukan audit internal dan eksternal.
Untuk memantau solvabilitas setiap perusahan perbankan untuk
mengidentifikasikan perusahan yang memiliki kemungkinan untuk mengalami
masalah, maka digunakan rasio modal tertimbang.
Biasanya perusahaan perbankan menetapkan sasaran modal mereka
jauh diatas tingkat minimum yang dipersyaratkan regulator perbankan.
Sasaran solvabilitas lainnya adalah menjaga peringkat industri perusahan, atau
mencapai peringkat yang lebih tinggi, yang diberikan oleh lembaga
pemeringkat perbankan. Lembaga pemeringkat sangat menekankan
solvabilitas dan peringkat yang mereka berikan biasanya mencerminkan
modal perusahaan perbankan.
I. Aktifa Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
ATMR adalah salah satu instrumen yang dapat meningkatkan modal bank,
ATMR adalah faktor pembagi (denominator)dari modal bank (nomerator) yang di
gunakan untuk mengukur CAR bank, seberapa besar kemampuan modal bank
mampu mengcover aktiva-aktiva beresiko bank.
Dalam membiayai aktivanya modal bank di Hadapkn pada tingkat risiko
aktiva, baik yang beresiko rendah maupun resikonya lebih tinggi tingkat risiko
tersebut di bedakan kedalam empat kategori yaitu:
1. Kategori 1 (0 %) merupakan meliputi aktiva yang tidak berresiko (risik-free
assets) seperti: Uang kas dan faluta asing, emas, tagihan yang dijamin oleh
pemerintah.
2. Kategori 2 (20 %) berupa aktiva yang beresiko yang sangat kecil (Very low-
risik assets) seperti: kas dalam tagihan, tagihan yang di jamin oleh
pemerintah daerah atau lembaga yang diseponsori oleh pemerintah.
3. Kategori 3 (50 %) yaitu aktiva yang lebih beresiko ( Risik assets) seperti:
pendapatan obligasi, atau tagihan sejenis yang berasal dari kewajiban
pemerintah atau pemerintah daerah.
4. Kategori 4 (100 %) yaitu aktiva dalam kategori risiko tinggi seperti: seluruh
tagihan swaktu , semua aktiva tetap, peralatan, dan lainnya yang sejenis.34
Dalam menelaah ATMR pada bank syariah terlebih dahulu harus di
pertimbangkan bahwa aktifa bank syariah dapat di bagi atas:35
1. Aktifa yang didanai oleh modal bank dan / atau liabilitas (wadiah atau qard
dan sejenisnya)
2. Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (Profit and Loss Sharing
Investment Account) yaitu mudhorobah (Mudhorobah muqayadah yang di
catat pada rekening administrative / off balance sheet)
J. Return On Equity (ROE)
Return on equity atau yang sering di sebut rentabilitas modal, adalah
perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal sendiri di satu
pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut. Di lain
pihak laba yang di perhitungkan untuk mengukur REO adalah laba yang tersedia
bagi pemegang saham perusahaan.
Pemilik sebagai orang yang sangat bertanggung jawab terhadap keberadaan
perusahaan tentunya menginginkan rentabilitas yang tinggi untuk itu maka
34 Hatif Hadikoesomo, Deposito Mudhorobah Sebagai Kuasi Modal Bagi Bank Syariah;
Suatu tinjauan teoritis dan kemungkinan penerapanya, makalah pendidikan sekolah staf dan pimpinan
BI angkatan XXV, Jakarta:2002, Perpustakaan Riset BI, h.15.td
35 Tazkiya Institute dan BI, Kajian Regulasi dan Prodak Perbankan Syariah sebagai Bahan
Rancangan Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta: 2003, h.37-40. td.
pemilihan untuk sumber-sumber pembelanjaan yang di lakukan hendaknya dapat
mempertinggi rentabilitas modal sendiri.
REO juga dapat di artikan laba yang di tahan atau di Investasikan kembali,
laba tersebut bias menghasilkan tingkat keuntungan.
Sementara itu sutrisno (2000:267) menyatakan ROE yaitu kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang di miliki,
sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai rentabilitas modal sendirilaba yang
di perhitungkan adalah laba bersih setelah di potong pajak atau earning after
taxes.
BAB III
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Singkat PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai
kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen
Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha
Muslim, pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk juga menerima dukungan
dari masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham perseroan senilai Rp.
84 miliar pada saat penandatanganan akta Pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada
acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh
tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal
senilai Rp. 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya berselang dua tahun setelah didirikan,
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk berhasil menyandang predikat sebagai Bank
Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai bank
syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk
yang terus dikembangkan.
Pada akhir tahun 1990-an, negara Indonesia dilanda krisis moneter yang
memporak-porandakan pula sebagian besar perekonomian negara-negara di Asia
Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen
korporasi. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk pun terimbas dampak krisis. Di
tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan
mencatat rugi sebesar Rp. 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp.
39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal disetor.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic
Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS
tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham PT.
Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999
sampai dengan tahun 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan
sekaligus keberhasilan bagi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Dalam kurun
waktu tersebut, PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk berhasil membalikkan
kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap kru Muamalat, di
tunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat,
serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
B. Visi dan Misi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Visi
Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual,
dikagumi di pasar rasional.
Misi
Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan
penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi
investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder.
Pada tahun 2003, PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk membuat sebuah
komitmen untuk memurnikan proses perbankan dan layanannya agar sepenuhnya
sesuai dengan tatanan perbankan syariah. Berbagai kebijaksanaan, tata laksana
dan produk PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dikaji secara menyeluruh untuk
dibandingkan dengan kaidah syariah yang telah digariskan. Pada tahun 2004,
upaya pemurnian PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk telah selangkah lebih maju.
Berangkat dari visi dan misi diatas, BMI menyusun nilai-nilai pokok spiritual
sebagai panduan bagi seluruh anggota kru dalam bertindak dan bertingkah laku.
C. Struktur Organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
1. Dewan Pengawas Syariah
Ketua : KH. Sahal Mahfudz
Anggota : KH. Ma`ruf Amin
Anggota : Prof. DR. H. Muardi Chatib
Anggota : Prof. DR. H. Umar Shihab
2. Dewan Komisaris
Komisaris Utama : Drs. H. Abbas Adhar
Komisaris : Drs. H. Syaiful Amir, Ak. MBA
Komisaris : Prof. H. Korkut Ozal
Komisaris : H. Iskandar Zulkarnain, SE, Msi.
Komisaris : H. Zainul Bahar Noor, SE
3. Dewan Direksi
President Director : H. A. Riawan Amin, MSc
Finance and Administration Director : H. M. Hidayat, SE, Ak.
Business Director : Ir. H. Arviyan Arifin
Compliance and Corporate Support Director : Ir. H. Andi Buchari, MM
Director : Drs. U. Saefuddin Noer
Director : Ir. H. Herbudhi S. Tomo
Gambar 3.1
Struktur Organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Sumber : PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Laporan Tahunan 2007
Shareholders Meeting
Board of Commissioners Sharia Supervisory Board
President Director
Business Unit
• Opr. Head Office
• Coord.Branches
Offices
• DPLK
KPNO
IAG
Business
(Policy & Support)
Compliance & Corporate
Support
Business
(Net & Alliance)
Business (Funding &
Individual)
• Resident Auditor
• Adm & IT System
• Data Control
• Financing & Treasury
• Monitoring & Audit Analysis Administration
& Financing
Network & Alliance
• Network Alliances
(POS, Da`i
Muamalat,
Pegadaian)
• Shar-e & Gerai
Optimizing
• Virtual Banking
Operation
Business
Development
• System
Developm &
SOP
• Product Dev &
Maintenance
Administration
• MIS & Tax
• Personel Adm &
Logistic
• Informaation &
Technology
• Technical Support
& Data Center
• Opr. Supervision &
SOP
Financing & Settlement
• Financing Supervision & SOP
• F.I & Sharia Financial
Institution
•
Compliance & Risk Management
• KYC Unit
Corporate Support
• Sommunication &
Public Relation
• Corp. Legal &
Investor Relation
• Protocolar &
Internal Relation
• Corporate Planning
Keterangan Struktur Organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk:
1. Sharia Supervisory Board
Badan ini berfungsi memeriksa dan mengawasi apakah perbankan tersebut
melakukan aktivitas operasionalnya sesuai dengan nilai-nilai syariah
2. Board of Commissioners
Badan ini bertugas mengawasi perseroan serta memeriksa laporan dari
presiden direktur sekaligus melaporkannya secara tahunannya ke Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS)
3. Board of Director
a. President Director
Pejabat pelaksana yang secara langsung bertanggung jawab atas
kelancaran kegiatan operasional bank dan pengambilan keputusan
tertinggi yang membawahi direktur muda
b. Business Director
Pejabat yang bertanggung jawab mengambil keputusan di bidang bisnis
c. Compliance and Corporate Support Director
Bertanggung jawab memastikan kepatuhan bank dalam beroperasi sesuai
dengan prosedur dan aturan-aturan yang berlaku, serta membuat laporan
yang akan diajukan ke Bank Indonesia, dalam hal ini Compliance &
Corporate Support Director tidak melakukan aktivitas bisnis maupun
aktivitas lainnya atau tidak terjun langsung dalam operasional untuk
membantu tugasnya, maka dibentuklah tim kerja dengan struktur
tersendiri. Didalamnya yakni Corporate Support Group dan kumpulan
beberapa orang yang dijadikan staff pembantu untuk Compliance.
4. Internal Auditor
Bertanggung jawab ke President Director, memberikan data ke Compliance
and Corporate Support Director dan melakukan monitoring, memeriksa dan
menilai kualitas kerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang efektif atau
kehandalan sistem pengendalian intern maupun perbaikan pelaksanaan.
Dalam melaksanakan tugasnya, dibentuklah satuan kerja Audit Internal yang
bersifat independen dengan bagian lainnya dan mampu berkomunikasi
langsung dengan dewan komisaris
5. Corporate Support Group
Menyiapkan dan melaksanakan legal action atas kebijakan manajemen,
memberikan masukan dalam penyusunan manual, akad dan keputusan
perusahaan yang terkait dengan aspek hukum, meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman positif terhadap PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk meraih
dukungan moril dan materiil dari stakeholders maupun new investors,
membangun kedekatan dan citra positif PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
6. Financing and Settlement Group
Mempromosikan produk baru, mengumpulkan opini dari Syariah Supervision
Board, membangun hubungan dengan institusi luar, melaporkan anggaran dan
jurnal laporan tahunan, mengevaluasi portofolio, memonitor NPL.
7. Business Development Group
Menjaga likuiditas pada posisi stabil, mencapai target posisi funding and
lending, meningkatkan customerbased sector retail, meningkatkan kualitas
layanan di front office, mengembangkan produk funding, meningkatkan
competitiveness and product image, menyusun manual operasi baik untuk
produk funding, produk lending maupun layanan.
D. Prinsip Operasional PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sebagai lembaga perbankan Islam,
dalam menjalankan kegiatan usahanya mempunyai tiga prinsip operasional, yaitu:
1. Sistem bagi hasil
Sistem bagi hasil merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana.36
Pada
pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara penyimpan dana dengan bank
sebagai pihak yang mengelola dana. Pembagian hasil usaha ini juga dapat
terjadi antara bank dengan nasabah pengguna dana sebagai pihak yang
mengelola dana yang disediakan oleh bank, untuk menjalankan usaha atau
proyeknya.
Penerapan sistem bagi hasil ini merupakan faktor yang membedakan PT.
Bank Muamalat Indonesia, Tbk dengan bank konvensional. Berbeda dengan
bank konvensional yang menerapkan sistem bunga, maka pada PT. Bank
36 Karnaen Perwataatmadja (A) dan Muhammad Syafi`i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank
Islam, (Jogjakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992), hal. 1-2
Muamalat Indonesia, Tbk dengan sistem bagi hasil, besarnya keuntungan atau
laba yang akan diperoleh tidak dapat dipastikan sebelumnya. Pada sistem bagi
hasil ini, besar kecilnya keuntungan atau bahkan kerugian tergantung dari
hasil usaha nasabah penerima dana.
2. Sistem jual beli dengan margin keuntungan
Menurut Karnaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi`i Antonio,
yang dimaksud dengan sistem jual beli dengan margin keuntungan adalah:
Sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank mengangkat
nasabah sebagai agen bank dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen
bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank akan
bertindak sebagai penjual akan menjual barang tersebut kepada nasabah
dengan harga sejumlah harga beli di tambah keuntungan bagi bank (margin/
mark up).37
Dalam menyalurkan dananya ke masyarakat, bank syariah sedapat
mungkin menyalurkannya dalam bentuk barang modal dan hanya dalam hal
tertentu saja memberikannya dalam bentuk uang tunai. Hal ini bertujuan agar
dana yang disalurkan oleh bank syariah tersebut dapat dimanfaatkan dengan
efektif dan langsung dapat dipergunakan untuk menjalankan usaha dari
nasabah. Selain itu, hal ini dilakukan oleh bank syariah sebagai upaya untuk
menghindari terjadinya penyimpangan dalam memanfaatkan dana pinjaman
tersebut.
37 Karnaen Perwataatmadja (A) dan Muhammad Syafi`i Antonio, hal. 5
3. Sistem jasa
Prinsip operasional PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang ketiga
adalah sistem fee (jasa). Sistem ini meliputi seluruh layanan perbankan non-
pembiayaan yang diberikan oleh bank. Dalam pelaksanaannya, sistem fee ini
tetap mengutamakan prinsip penghindaran dari adanya unsur riba.
E. Produk dan Jasa PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
1. Produk Penghimpunan Dana – Funding Product
Produk-produk penghimpunan dana PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
adalah sebagai berikut:
a. Tabungan Ummat – Ummat Saving
Merupakan investasi tabungan dengan akad mudharabah di counter
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk di seluruh Indonesia maupun di Gerai
Muamalat yang penarikannya dapat dilakukan di seluruh counter PT.
Bank Muamalat Indonesia, Tbk, ATM Muamalat, jaringan ATM
BCA/PRIMA, dan jaringan ATM Bersama. Tabungan Ummat dengan
kartu Muamalat juga berfungsi sebagai akses debit di seluruh merchant
debit BCA/PRIMA di seluruh Indonesia. Nasabah memperoleh bagi hasil
yang berasal dari pendapatan bank atas dana tersebut.
b. Tabungan Arafah – Arafah Saving
Merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudkan niat
nasabah untuk menunaikan ibadah haji. Produk ini akan membantu
nasabah untuk merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan dan
waktu pelaksanaan yang diinginkan. Dengan fasilitas asuransi jiwa, insya
Allah pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin. Dengan keistimewaan
tersebut, nasabah Tabungan Arafah bisa memilih jadwal waktu
keberangkatannya sendiri dengan setoran tetap setiap bulan,
keberangkatan nasabah terjamin dengan nasabah asuransi jiwa.
Apabila penabung meninggal dunia, maka ahli waris dapat berangkat.
Tabungan haji Arafah juga dapat menjamin nasabah untuk mendapatkan
porsi keberangkatan (sesuai den gan ketentuan Departemen
Agama) dengan jumlah dana Rp. 20 juta, karena PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk telah on line dengan siskohat Departemen Agama
Republik Indonesia. Tabungan haji Arafah memberikan keamanan lahir
bathin karena dana yang disimpan akan dikelola secara syariah.
c. Deposito Mudharabah – Mudharabah Deposit
Merupakan jenis investasi bagi nasabah perorangan dan badan hukum
dengan bagi hasil yang menarik. Simpanan dana ini akan dikelola melalui
pembiayaan kepada sektor riil yang halal dan baik saja, sehingga
memberikan bagi hasil yang halal. Tersedia dalam jangka waktu 1, 3, 6
dan 12 bulan.
d. Deposito Fulinves – Fulinves Deposit
Merupakan jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan,
dengan jangka waktu 6 dan 12 bulan dengan nilai nominal Rp. 2.000.000;
atau senilai USD 500 dengan fasilitas asuransi jiwa yang dapat
diperpanjang secara otomatis (automatic roll over) dan dapat
dipergunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk referensi PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Nasabah memperoleh bagi hasil yang menarik
setiap bulan.
e. Giro Wadi`ah – Wadi`ah Current Account
Merupakan titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet, giro, dan pemindahbukuan. Diperuntukkan bagi nasabah pribadi
maupun perusahaan untuk mendukung aktivitas usaha. Dengan fasilitas
kartu ATM dan Debit, tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan
ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama, akses di lebih dari 18.000
merchant Debit BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat (Phone Banking
24 jam untuk layanan otomatis cek saldo, informasi histori transaksi,
transfer antar rekening sampai dengan Rp. 50 juta dan berbagai
pembayaran).
f. Dana Pensiun Muamalat – Muamalat Pension Fund
Dana Pensiun Muamalat dapat diikuti oleh mereka berusia minimal 18
tahun, atau sudah menikah, dan pilihan usia pensiun 45-46 tahun dengan
iuran yang sangat terjangkau, yaitu minimal Rp. 20.000; perbulan dan
pembayarannya dapat di debet secara otomatis dari rekening PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk atau dapat di transfer dari bank lain. Peserta
juga dapat mengikuti program WASIAT UMMAT, dimana selama masa
kepesertaan, peserta dilindungi asuransi jiwa sebesar nilai tertentu dengan
premi tertentu. Dengan asuransi ini, keluarga peserta memperoleh dana
pensiun sebesar yang diproyeksikan sejak awal jika peserta meninggal
dunia sebelum memasuki masa pensiun.
g. Shar-e
Shar-e adalah tabungan instan investasi syariah yang memadukan
kemudahan akses ATM, Debit dan Phone Banking dalam satu kartu dan
dapat dibeli di kantor pos di seluruh Indonesia. Hanya dengan Rp.
125.000; langsung dapat diperoleh satu paket kartu Shar-e dengan saldo
awal tabungan Rp. 100.000; sebagai sarana menabung dan berinvestasi di
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Shar-e dapat dibeli di kantor pos.
Diinvestasikan hanya untuk usaha halal dengan bagi hasil kompetitif.
Tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan ATM
BCA/PRIMA dan ATM Bersama, akses di lebih dari 18.000 merchant
debit BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat. (Phone banking 24 jam
untuk layanan otomatis cek saldo, informasi histori transaksi, transfer
antar rekening sampai dengan Rp. 50 juta dan berbagai pembayaran)
2. Produk Penanaman Dana – Investment Product
Produk-produk penanaman dana PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah
sebagai berikut:
a. Konsep Jual-beli – Sales-Purchase Concept
1) Murabahah
Adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. Harga jual tidak boleh berubah selama masa
perjanjian (Q.S An-Nisaa : 29)
2) Salam
Adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari dimana
pembayaran dilakukan dimuka, tunai (Q.S. Al-Baqarah : 282)
3) Istishna`
Adalah jual-beli barang dimana shani` (produsen) ditugaskan untuk
membuat suatu barang (pesanan) dari mustashni` (pemesan). Istishna`
sama dengan salam yaitu dari segi objek pesanannya yang harus dibuat
atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbadaannya
hanya pada sistem pembayarannya yakni pada istishna` pembayaran
dapat dilakukan diawal, ditengah, atau di akhir pesanan.
b. Konsep Bagi-hasil – Profit Sharing Concept
1) Musyarakah
Adalah kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
sesuai kesepakatan (Q.S. Shaad : 24)
2) Mudharabah
Adalah kerjasama antara bank dan dengan mudharub
(nasabah/pengelola) yang mempunyai keahlian atau keterampilan
untuk mengelola usaha. Dalam hal ini shabibul maal menyerahkan
modalnya kepada pekerja atau pengelola untuk dikelola sebaik-
baiknya.
c. Konsep Sewa – Leasing Concept
1) Ijarah
menurut etimologi memiliki arti upah, sewa, jasa dan imbalan.38
Menurut terminologi ijarah adalah akad sewa menyewa dengan
mengambil manfaat sesuatu dari orang lain dengan jalan membayar
sesuatu dengan perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-
syarat.39
2) Ijarah Muntahiya Bittamlik
Adalah perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih
tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan
barang di tangan si penyewa.40
3. Produk Jasa – Service Product
Produk-produk jasa PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah sebagai
berikut:
38 AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), hal.120 39 Moh. Rifa`i, Konsep Perbankan Syari`ah, (Semarang: CV. Wicaksana, 2002), hal.77
40 Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani
Press bekerjasama dengan Tazkia Cendekia, 2001), Cet ke-1, hal.118
a. Wakalah
Berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Secara teknis
perbankan, wakalah adalah akad pemberian wewenang/kuasa dari
lembaga/seseorang (sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai
wakil) untuk melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan waktu
tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus
mengatasnamakan yang memberikan kuasa.
b. Kafalah
Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang
ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung
jawab orang lain sebagai penjamin (Q.S. Yusuf : 72).
c. Hawalah
Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya. Dalam pengertian lain, merupakan
pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi
tanggungan muhal `alaihi atau orang yang berkewajiban membayar
hutang.
d. Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya.Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis, sehingga pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana rahn
adalah jaminan hutang atau gadai.
e. Qardh
Adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat di tagih atau
diminta kembali. Menurut teknis perbankan, qardh adalah pemberian
pinjaman dari bank kepada nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan
mendesak, seperti dana talangan dengan kriteria tertentu dan bukan untuk
pinjaman yang bersifat konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan
dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) sebesar
pinjaman tanpa ada tambahan keuntungan dan pembayarannya dilakukan
secara angsuran atau sekaligus (Q.S. Al-Hadiid :11).
4. Jasa Layanan – Services
Jasa layanan yang diberikan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah
sebagai berikut:
a. ATM
Layanan ATM 24 jam yang memudahkan nasabah melakukan penarikan
dana tunai, pemindahbukuan antar rekening, pemeriksaan saldo,
pembayaran zakat-infaq-shadaqah (hanya pada ATM Muamalat), dan
tagihan telepon. Untuk penarikan tunai, kartu Muamalat dapat di akses di
lebih dari 8.888 jaringan ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama, yang
bebas biaya penarikan tunai. Kartu Muamalat dapat juga dipakai untuk
bertransaksi di lebih dari 18.000 merchant Debit BCA/PRIMA. Untuk
ATM Bersama dan BCA/PRIMA, saat ini sudah dapat dilakukan transfer
antar bank.
b. SalaMuamalat
Merupakan layanan phone banking 24 jam dan call center melalui (+62
21) 251 1616, 0807 1 6826 2528 (MUAMALAT) atau 0807 11 74273
(SHARE) yang memberikan kemudahan kepada para nasabah, setiap saat
dan dimanapun nasabah berada untuk memperoleh informasi mengenai
produk, saldo dan informasi transaksi, transfer antar rekening, serta
mengubah PIN.
c. Pembayaran Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
Jasa yang memudahkan nasabah dalam membayar ZIS, baik ke lembaga
pengelola ZIS PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk maupun lembaga-
lembaga ZIS lainnya yang bekerjasama dengan PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk melalui phone banking dan ATM Muamalat diseluruh
cabang PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
d. Jasa-jasa lain
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk juga menyediakan jasa-jasa
perbankan lainnya kepada masyarakat luas, seperti transfer, collection,
standing instruction, bank draft, referensi bank.
BAB IV.
HASIL PENELITIAN DANANALISIS PEMBAHASAN
A. Analisis Metode Pengakuan Laba PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk
1 Rasio Kewajiban Penyedian Modal Minimum
Rasio kewajibanpenyediaan modal minimum atau capital adequacy
ratio (CAR) adalah rasio modal terhadap aset tertimbang menurut risiko
(ATMR) Bank Indonesia No.7/13/PBI/2005 tanggal 10 juni 2005 tentang
kewajiban penyediaan modal minimum berdasarkan prinsip syariah.
Berdasarkan peraturan bank tersebut harus memasukkan risiko kridit dan
risiko pasar dalam perhitungan CAR dengan memasukkan komponen modal
pelengkap tambahan. Berdasarkan perhitungan manajemen pada tanggal 13
Desember 2008 dan 2007 Bank memiliki rasio kecukupan modal (CAR)
masing-masingsebesar 10,83 persen dan 10,69 persen dengan demikian
bank telah memenuhi ketentuan rasio minimal KPMM sebesar 8 persen
sesuai ketentuan Bank Indonesia tentang KPMM bagi Bank Umum.
Tabel 4.1
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Rasio Kewajiban Penyedian Modal Minimum (Dalam Juta Rupiah)
2008 2007
Rp Rp
A. Modal Inti
Modal di setor 492.790.792 492.790.792
Cadangan tambahan modal
agio saham 132.448.258 132.498.258
Cadangan umum dan tujuan 126.444.653 68.314.682
Laba tahun berjalan
setelah pajak (50%) 102.270.204 72.662.465
Total modal inti 861.238.951 773.501.241
B. Modal Pelengkap Cadabgan umum penyisihan
penghapusan aset produktif 103.092.515 110.204.078
Pinjaman subordinasi 312.436.175 100.000.000
Jumlah modal pelengkap 415.528.690 210.204.078
Total modal inti dan
modal pelengkap 1.276.767.641 983.705.319
Penyertaan (-/-) (41.559.263) (41.238.467)
Total modal 1.235.208.378 942.466.852
Aset tertimbang menurut
risiko (ATMR) 11.402.270.390 8.816.326.240
Risiko kewajiban penyediaan
modal minimum (KPMM)
yang tersedia untuk kredit
dan risiko pasar (CAR) 10,83% 10,69%
Rasio kewajiban penyediaan
modal minimum (KPMM)
yang di wajibkan 8,00% 8,00%
2 Rasio kecukupan modal
Bagi sebuah bank, modal memiliki fungsi yang sangat penting. PT
Bank muamalat Indonesia Tbk. Menggunakan modal untuk membiayai
kegiatan oprasionalnya dalam upaya menghasilkan keuntungan sehingga
kelangsungan hidupnya terjaga dan makin berkembang.
Modal juga berfungsi sebagai penopang risiko kerugian yang mungkin
timbul dari penanaman dana-dana dalam aktiva produktif yang mengandung
risko dan sebagai dasar bagi penetapan batas maksimal kredit selain itu
jumlah modal yang besar akan mempengaruhi strategi pemasaran dalam
mengembangkan usahanya. Modal yang besar tersebut akan memungkinkan
perusahaan melakukan perluasan usaha sehingga membuka peluang-peluang
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar pula.
Sebagaiman tercantum dalam peraturan BI No.7/13/PBI/2005 tentang
kewajiban modal minimum (KPMM) bank umum. Bank Indonesia
mewajibkan setiap bank umum memiliki modal minimum sebesar 8 persen
dari ATMR
Tabel 4.2
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Perhitungan CAR (Dalam Juta Rupiah)
Pos-pos 2006 2007 2008
I. Komponen Modal
A. Modal Inti
731.159
773.501
861.238
B. Modal Pelengkap
Penyertaan
TOTAL MODAL
204.709
(6.6.77)
929.190
210.204
(41.238)
942.467
415.528
(41.559)
1.235.208
II. ATMR 6.530.364 8.816.327 11.402.270
III. CAR 14.23 % 10.69 % 10,83%
3 Tingkat kesehatan Bank
Tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan standar edaran Bank
Indonesia No.9/24DPbS tanggal 30 Oktober 2007 adalah hasil penilaian atas
berbagai aspek yang mempengaruhi kondisi atau kinerja suatu bank melalui
penilaian kuantitatif dan kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan,
kualitas asset, rentabilitas, sensifitas terhadap risiko psar dan penilaian
kualitatif terhadap faktor manajemen. Nilai akhir dari penilaian tingkat
kesehatan bank di nyatakan dalam pringkat komposit.
Berdasarkan perhitungan manajemen pada tanggal 31 Desember 2008
bank memiliki peringkat komposit 2A dengan demikian Bank Muamalat,
Tbk tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi
perekonomiaan dan industri keungan namun bank masih memiliki
kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera di atasi oleh tindakan rutin.
Tabel 4.3
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Kesehatan Bank
Komponen
Utama
Rasio
Bank
Rasio Standar BI Penilaian
peringkat
komposit
Bobot
Penilaian
peringkat
faktor
Faktor finansial
Permodalan/ CAR 10,83 Lebih besar = 12% 2 Baik 25 % 0,50
Kualitas Aset 0,97 Lebih dari 0,99% 2 Baik 50 % 1,00
Rentabilitas 2,85 Lebih dari 3% 2 Baik 10 % 0,10
Likuiditas 41,67% Lebih dari 25% 1 sangat Baik 10 % 0,05
Sensifitas terhadap pasar 53,37% Lebih dari 12% 1 sangat Baik 5 % 2
Penilaian peringkat faktor financial
Faktor Manajemen
Manajemen umum A A Baik
Manajemen risiko A A Baik
Manajemen kepatuhan A A Baik
Penilaian peningkatan faktr manajmn
A
Peningkatan Komposit 2A
4 Metode Pengakuan Laba oleh PT. Bank Muamalat Indonesia
Pengakuan pendaptan pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk diakui
secara aklrual hanya untuk keperluan penyusunan laporal laba rugi saja
sedangkan untuk perhitungan pendapatan dengan tujuan penghitungan bagi
hasil dengan menggunakan dasar kas (Kas Basis). Dalam PSAK No. 59 ada
beberapa pendapatan yang di akui secara akrual basis yaitu:
a. Pendapatan yang berasal dari penyaluran performing.
b. Pendapatan yang berasal dari jual beli (mudhorobah, salam, istisna)
di akui secara akrual basis karena margin keuntungan yang akan di
peroleh sudah di ketahui sejak awal terjadi akad jual beli tersebut.
c. Pendapatan prinsip bagi hasil (murabahah, musyarakah) diakui secara
akrual jika ada laporan dari nasabah yang dapat di peratanggung
jawabkan.
Selainnya untuk pengakuan pendapatan yang lain diakui atas dasar kas
basis.
5 Pengakuan Pembiayaan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Untuk pengukuran pembiayaan pada PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk semua pembiayaan diakui atas dasar kas basis. Sedangkan prodak-
prodak pembiayaan yang ada pada Bank Muamalt Indonesia antara lain:
a. Pembiayaan Investasi yang terdiri atas:
1. Murabahah
2. Musyarakah
3. Mudharabah
4. Ijarah (Sewa beli)
5. Istisna (pesanan/ kontrak)
b. Pembiayaan Modal Kerja
1. Murobahah (jual beli)
2. Musyarokah (kerjasama/ syirkah)
3. Mudharabah (100%)
4. Salam (untuk pertaniaan)
5. Rahn (gadai)
6. Qordh
c. Pembiayaan Konsumtif yang terdiri atas:
1. Pemilikan motor (kolektif)
2. Pemilikan mobil (baru/bekas)
3. Renofasi rumah
6 Perbandingan Antara Pengakuan Pendapatan Transaksi Pembiayaan
dengan Prinsip Bagi Hasil atas Dasar Kas (Cash Basis) dan Dasar
Akrual (Accruel Basis)
Salah satu konsep akuntansi yang harus dipahami adalah konsep dasar
kas (cash basic) dan dasar akrual (accrual basic). Kedua basic ini
membedakan cara pencatatan pendapatan dan biaya dalam laporan
pendapatan dan biaya dalam laporan pendapatan dan biaya perusahaan.
Dalam cash basic, pendapatan merupakan semua pendapatan dalam
bentuk tunai atau kas. Jumlah pendapatan yang dilaporkan adalah sama
dengan total uang yang diterima oleh perusahaan pada satu priode.
Sementara pengertian biaya adalah seluruh pengeluaran yang dibayar oleh
perusahaan dalam satu priode yang menguragi kas perusahaan. Pada
akhirnya, laba atau rugi adalah yang merupakan selisih antara pendapatan
dan biaya, bila menggunakan cash basic dapat di ketahui secara cepat
dengan menghitung berapa saldo kas yang ada pada akhir priode.
Accrual basic melakukan pencatatan berdasarkan apa yang seharusnya
menjadi pendapatan dan biaya perusahaan pada satu priode. Apa yang
seharusnya menjadi pendapatan dan biaya perusahaan pada satu priode. Apa
yang seharusnya menjadi pendapatan adalah semua pendapatan yang telah
menjadi hak perusahaan, terlepas apakah hak ini telah di wujudkan dalam
bentuk penerimaan kas atau belum. Begitupun dengan biaya, yang menjadi
biaya perusahaan adalah semua biaya/ pengeluaran yang menjadi kewajiban
perusahaan, terlepas apakah kewajiban ini telah di wujudkan dalam bentuk
pengeluaran kas atau belum. Hal ini terjadi karena adanya prinsip “maching
cos against revenue” yaitu menyandingkan biaya yang timbul dengan hasil
yang diperoleh pada priode yang sama.
Metode accrual basic lebih memberikan gambaran yang tepat
mengenai kondisi keuangan perusahaan akan tetapi cash basic lebih mudah
dilakukan serta memberi gambaran yang mudah dimengerti mengenai status
surplus atau defisit perusahaan dikaitkan dengan saldo kas yang dimiliki.
Alternatif lain adalah Modified Acrual basic (dasar akrual campuran)
yang merupakan penggabungan dari cash basic dan accrual basic, dimana
pendapatan dicatat berdasarkan cash basic sementara biaya dicatat
berdasarkan acrual basic. Alternatif ini menggambarkan kehati-hatian
(conservatism) yang tinggi dari manajemen perusahaan.
Tidak ada yang membatasi metode mana yang harus dipakai dalam
pencatatan transaksi keuangan suatu perusahaan. Namun untuk laporan
keuangan yang ditujukan untuk pihak eksternal maka yang bisa digunakan
adalah accrual basic. Dalam akuntansi perbankan syariah di indonesia
kecenderungan yang berlaku adalah penerapan accrual basic dalam laporan
transaksi dan modified accrual basic dalam pelaporan laba/rugi.
Didalam PSAK No. 59 tentang akuntansi Perbankan Syariah, asumsi
dasar yang di pakai adalah menggunakan dasar akrual tetapi khusus untuk
pengakuan pendapatannya atau perhitungan pendapatan untuk tujuan bagi
hasil menggunakan dasar kas. Ada dua macam dasar akuntansi yang di
pergunakan secara luas:
a. Akuntansi Berbasis Akrual
Pengaruh dari suatu kejadian langsung diamati pada saat
terjadinya. Jadi usaha memberikan satu jasa, melakukan penjualan
atau menyelesaikan beban, transaksi tersebut akan di catat tanpa
memperhatikan apakah kas sudah di terima atau belum, apakah
sudah di keluarkan atau belum.
Sementara itu prinsip pengakuan pendapatan dengan dasar
akrual menetapkan bahwa pendapatan diakui pada saat (Weygrant
dan Keiso, m 1997: 597) yaitu:
1. Direalisaasi atau dapat direalisasi Realized, Pendapatan di
realisasi bila barang-barang dan jasa-jasa diperlakukan untuk
kas atau diklaim atau kas (piutang). Pendapatan dapat
direalisasi bila aktiva yang di terima segera dapat di konfirmasi
pada jumlah kas atau klaim atas yang diketahui.
2. Dihasilkan Earbe., Pendapatan dihasilkan bila kesatuan itu
sebagian telah menyelesaikan apa yang harusnya di lakukan
agar berhak mendapat manfaat yang diberikan dari pendapatan,
yakni bila proses telah selesai atau sebenarnya telah selesai.
Keuntungan (yang dibedakan dengan pendapatan) biasanya
dihasilkan dari transaksi dan kejadian lain yang tidak melibatkan
“proses mencari laba”, untuk pengakuan keuntungan dihasilkan
(Earned) umumnya kurang signifikan dibandingkan direalisasi atau
dapat direalisasi. Keuntungan umumnya diakui padasaat penjualan
aktiva, disposisi kewajiban atau ketika harga aktiva tentu berubah.
Sesuai dengan prinsip ini maka:
a. Pendapatan dari penjualan produk diakui pada tanggal
penjualan biasanya diinteprestasikan berarti tanggal
pengiriman kepada pelanggan.
b. Pendapatan dari jasa yang diberikan diakui ketika jasa-jasa
telah dilaksanakan dan dapat di tagih.
c. Pendapatan dari memberi memungkinkan bagi pihak lain
untuk menggunakan aktiva perusahaan, seperti sewa,
royalty diakui pada saat berlakunya waktu atau ketika
aktiva itu digunakan.
d. Pendapatan dari pelepasan aktiva selain priodik pada
tanggal penjualan.
Akuntan menggunakan prinsip realisasi untuk memilih sebuah
peristiwa dan siklus untuk waktu pengakuan revenue dan income ke
tahap yang berbeda dari suatu siklus oprasi.
Sebuah peristiwa dipilih untuk mengindikasikan terjadinya
perubahan tertentu dalam assets dan utang untuk dicatat dan
memadai
Definisi prinsip realisasi adalah:
- Makna realisasi ini adalah bahwa perubahan dalam asset
atau utang secara memadai telah menjadi tertentu dan
bertujuan untuk membenarkan pengakuan dalam akun.
Pengakuan ini tergantung kepada pertukaran antara pihak-
pihak yang independen (dalam praktiknya perdagangan
yang berlaku atau dalam pengertian kinerja kontrak yang
dianggap benar). (belkaovi, 2000:180)
- Pada Bank Non Syariah (Bank Konvensional) pendapatan
diakui pada priode terjadinya bunga serta rate yang telah
disepakati, karena sifat pembiayaan adalah hutang, padahal
bank syariah pengakuan pendapatan menjadi unik karena
prinsip yang digunakan bagi hasil.
Secara acrual, return terjadi pada saat nasabah melaporkan laba
atau rugi yang secara teknis diketahui pada saat nasabah
menyerahkan laporan keuangan (laporan laba rugi). Mekanisme
pembiayaan bagi hasil yang yang ada pada Bank Muamalat
Indonesia setiapnya pasti melaporkan bagi hasil yang telah
disepakati bersama memang dihitung perbulan yang akan membayar
kas saat itu juga.
Argumen yang meragukan bahwa dasar akrual (accrual basis)
akan mengakui pendapatan yang belum pasti laba bank berdasarkan
laporan. Bagi hasil dengan dasar akrual pendapaatan diakui pada
priode terjadinya.
b. Akuntansi Berbasis Kas
Tidak akan mencatat suatu transaksi jika belum ada uang kas
yang di terima atau dikeluarkan, penerimaan kas akan diperlukan
sebagai pendapatan, sedangkan pembayaran kas akan diperlukan
sebagai beban.
Pendapat yang mendukung penggunaan gabungan dasar kas
basis dan akrual basis dalam yang mendukung Akuntansi Bank
Muamalat Indonesia (Sumber:www.Republika.com) adalah:
1 Pencatatan biaya yang di lakukan dengan dasar Akrual karena
bank yang sudah mengetahui kewajiban yang belum jatuh tempo
(accrual basis) harus mengikuti Sunatullah (QS 2:282-283)
bahwa bank harus memasukkan yang diamanahkan kepadanya
dan harus ditunaikan sesuai dengan akad yang telah dilakukan.
Jadi tetap harus mencatat walaupun belum dibayar.
2 Pendapatan dicatat dengan dasar kas cas basis karena walaupun
sudah ada akad tidak bisa diklaim pendapatan itu pasti akan
diperoleh serta tidak dapat dipastikan berapa besar yang akan
diperoleh dimasa akan datang, karena sifatnya yang tidak pasti.
Bagaimanapun juga kewajiban harus diutamakan.
B. Analisis pengaruh Metode Pengakuan Laba terhadap Rasio Kecukupan
Modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) pada PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk.
1. Analisis CAR (Capital Adequacy Ratio) / Rasio Kecukupan Modal
Tingkat kesehatan suatu Bank di ukur dari tingkat kecukupan modal
minimum atau CAR, suatu bank akan dinilai sehat atau layak untuk
menjalankan usahanya jika bank tersebut memiliki nilai CAR lebih dari 8
persen. Cara pengitungan CAR ada dua yaitu:
1 Dengan cara membandingkan modal dengan dana-dana pihak
ketiga.
2 Dengan cara membandingkan modal dengan aktiva beresiko.
Untuk sekarang ini ukuran yang kedua inilah yang digunakan dalam
penghitungan CAR yang di tetapkan oleh BIS Bank for International
Settlemnts dalam cara penghitungan yang kedua ini modal di bandingkan
dengan aktiva berresiko atau ATMR.
MODAL
CAR =
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
1. Modal
Modal merupakan faktor yang amat penting bagi perkembangan
dan kemajuan bank sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat. Setiap
penciptaan aktiva, disamping berpotensi menghasilkan keuntungan
juga berpotensi menimbulkan terjadinya resiko. Oleh karena itu modal
juga harus dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadinya
risiko kerugian atas investasi pada aktiva, terutama yang berasal dari
dana-dana pihak ketiga atau masyarakat. Sedangkan modal dalam
bank syariah diperoleh dari modal inti dan ekuitas. Modal inti adalah
modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal
yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan.
Sedangkan kuasi ekuitas adalah dana-dana yangtercatat dalam
rekening-rekening bagi hasil (Mudhorobah. Modal inti inilah yang
berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian
bank dan melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan
(Wadiah) atau pinjaman (qard), termasuk atas aktiva yang didanai
oleh modal sendiri dan dana-dana Wadia’ah atau qard.
Sebenarnya dana-dana rekening bagi hasil (mudhorobah) dapat
juga dikategorikan sebagai modal, yang oleh karenanya disebut kuasi
ekuitas. Namun demikian rekening ini hanya dapat menanggung resiko
atas aktiva yang dibiayai oleh dana dari rekening bagi hasil itu sendiri.
Selain itu, pemilik rekening bagi hasil dapat menolak untuk
menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti
bahwa risiko tersebut timbul akibat salah urus (mis management),
kelainan atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank selaku
mudhorib. Dengan demikian sumber dana ini tidak dapat sepenuhnya
berperan dalam fungsi pemodalan bank.
2. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
Resiko atas modal berkaitn dengan dana yang di investasikan pada
aktiva beresiko, baik yang beresiko rendah ataupun resikonya yang
lebih tinggi dari yang lain. ATMR adalah faktor pembagi
(denominator) dari CAR sedangkan modala adalah faktor yang dibagi
(numerator) untuk mengukur kemampuan modal menanggung resiko
atas aktiva terserbut.
Dalam menelaah ATMR pada bank syariah, terlebih dahulu harus
dipertimbangkan, bahwa aktiva perbankan syariah terbagi atas:
- Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan/ atau kewajiban atau
hutang (wadi’ah atau qard dan sejenisnya)
- Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (Profit and loss
Sharing Investment Account) yaitu Mudharabah Baik (General
Investment Account/mudharabah mutlaqah yang tercatat pada
neraca/on balance sheet maupun Restricted Investment Account/
mudharabah muqayyadah yang dicatat pada rekening
administratif/ off balance sheet).
Aktiva yang di danai oleh modal sendiri dan kewajiban atau
hutang, resikonya di tanggung oleh modal sendiri, sedangkan aktiva
yang didanai oleh rekening bagi hasil, resikonya di tanggung oleh dana
rekening bagi hasil itu sendiri. Namun demikian, sebagaimana telah
diuraikan diatas, pemilik rekening bagihasil dapat menolak untuk
menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti
bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis management),
kelalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank
selaku mudhorib. Olehkarenanya tetap ada potensi resiko, ( katakanlah
dengan probability 50%), yang harus di tanggung oleh modal bank
sendiri. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa atas aktiva ini harus
pula di bentuk PPAP.
Berdasarkan pembagian jenis aktiva tersebut diatas, maka pada
prinipnya bobot resiko bank syariah atas:
• Aktiva yang dibayar oleh modal bank sendiri dan / atau dana
pinjaman (wadi’ah card dan sejenisnya )adalah 100%
• Aktiva yang dibiayai oleh pemegang rekening bagi hasil (baik
general ataupun restricted investment account) adalah 50%.
3. Contoh Perhitungan CAR
1. Misalnya Bank Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan
pada nasabah sebesar Rp. 1.000.000.000 yang berasal dari
modal bank yang bobot resikonya 20 % maka ATMRnya
adalah: 1.000.000.000 X 20% = 200.000.000
2. Misalnya, setelah tahun berjalan Bank Muamalat Indonesia
memiliki modal sebesar Rp 100.000.000.000, dan ATMR
setelah di jumlahkan sebesar 120.000.000 maka nilai
CARnya adalah
100.000.000.000
= 8,33
120.000.000
Maka jika dengan hasil perhitungan diatas maka Bank
Muamalat Indonesia dapat dinyatakan sehat dan dapat
menjalankan usahanya, karena nilai CARnya diatas 8%
2. Analisis Pengakuan Laba Terhadap Nilai CAR
Dalam pembahasan Kerangka Dasar penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Bank Syari’ah, paragraf 16 dijelaskan bahwa:
“Asumsi dasar akuntansi perbankkan syari’ah sama dengan asumsi dasar
akuntansi keuangan yang berlaku umum, yaitu konsep kelangsungan
usaha (going concern) dan dasar akrual (accrual basic). Perhitungan
pendapatan untuk tujuan bagi hasil menggunakan dasar kash (cash
basic).” perbandingan laporan laba / rugi Bank Muamalat dengan format
akuntansi syariah (baik yang merupakan adopsi akuntansi konvensional
maupun yang murni syari’ah) dan akuntansi konvensional seperti
disajikan berikut:
TABEL 4.4
PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk.
LAPORAN LABA / RUGI BANK
Per Desember 2008 dan 2007
2008
Rp
2007
Rp
PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN
DANA OLEH BANK SEBAGAI
MUDHARIB Pendapatan dari penjualan
Pendapatan dari bagi hasil
Pendapatan dari Ijarah bersih
Pendapatan usaha utama lainya
Jumlah pendapatan pengelolaan dana
oleh Bank sebagai mudharib
596.330.338
655.175.757
28.696.628
40.702.149
1.320.90.868
533.189.337
545.077.345
27.473.840
59.579.032
1.165.319.554
HAK PIHAK KETIGA ATAS BAGI
HASIL DANA SYARIAH TEMPORER
(515.423.413) (500.150.515)
HAK BAGI HASIL MILIK BANK 805.481.455 665.169.039
PENDAPATAN USAHA LAINYA 147.129.137 117.867.763
BEBAN USAHA Beban kepegawaian
Beban umum dan administrasi
Beban penyisihan penghapusan aktiva
produktif bersih
Beban estimasi kerugian komitmen dan
kontijenitas
Beban bonus giro wadiah
Beban lain-lain
Jumlah beban usaha
(136.812.606)
(397.236.094)
(2.510.526)
(2.369.870)
(8.514.466)
(56.068.656)
(643.512.218)
(108.973.028)
(296.375.116)
(113.634.036)
(75.565)
(4.075.33)
(38.534.533)
(561.667.612)
LABA USAHA 309.098.374 221.369.190
PENDAPATAN NON USAHA 3.916.563 1.686.589
LABA SEBELUM BEBAN PAJAK 301.168.647 212.038.351
MANFAAT (BEBAN) PAJAK Kini
Tangguhan
Beban pajak penghasilan-bersih
(96.628.241)
2.670.480
(93.957.761)
(68.824.572)
2.111.151
(66.713.421)
LABA BERSIH 207.210.886 145.324.930
LABA BERSIH PERSAHAM DASAR 252,62 177,17
Tabel 4.5
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Perhitungan CAR (Dalam Juta Rupiah) Pos-pos 2008 2007
I. Komponen Modal A. Modal Inti
B. Modal Pelengkap
Penyertaan
TOTAL MODAL
861.238
415.528
(41.559)
1.235.208
773.501
210.204
(41.238)
942.467
II. ATMR 11.402.270 8.816.327
III. CAR 10,83% 10.69 %
Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa nilai CAR dapat dihasilkan
dengan cara:
MODAL
CAR =
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko 2008
1.235.208
CAR =
11.402.270
= 10,83
Jadi ATMR untuk Tahun 2008 adalah 10,83
MODAL
CAR =
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko 2007
942.467
CAR =
8.816.327
= 10,69
Jadi ATMR untuk Tahun 2007 adalah 10,69
Dengan metode pengakuan laba atas dasar kas dan dasar akrual yang
menghasilkan perhitungan laba rugi yang sama pada akhir periode,
perbedaan metode pengakuan laba hanya mempengaruhi jika laporan laba
yang dihasilkan oleh bank syariah akan kecil, karena hanya menghitung
pendapatan yang benar-benar diterima oleh kas, pendapatan yang belum
pasti diterima oleh kas tidak dimasukkan kedalam perhitungan laba.
Tetapi jumlah pendapatan yang tidak dimasukkan dalam perhitungan
akan dimasukkan dalam perhitungan pada saat jatuh tempo atau pada saat
diterima pelunasan pada akhir periode.
Metode pengakuan laba yang diterapkan oleh Bank Muamalat
Indonesia hanya sedikit mempengaruhi nilai CAR karena nilai CAR
hanya di pengaruhi laba ditahan sebab nilai laba ditahan inilah
dimasukkan pada perhitungan modal, semakin tinggi nilai laba ditahan
yang dicadangkan oleh pihak bank maka perhitungan modal akan
semakin tinggi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpilan
Secara garis besar pembahasan dari bab-bab yang telah dibahas di atas
dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ekonomi Islam merupakan suatu pembahasan tentang kegiatan manusia
dalam berekonomi dengan dilandaskan nilai dan norma yang diajarkan dalam
agama Islam, yang memiliki prinsip keadilan dan berorientasi pada
kesejahteraan sosial.
2. Permasalahan kemiskinan tidak dapat dipahami secara parsial, karena ia ada
bukan datang dengan sendirinya, melainkan ada unsur-unsur yang berkaitan
dengan itu. Struktur atau sistemlah yang mengakibatkan adanya kemiskinan.
Adanya distorsi kekuasaan atau distorsi makna keuasaan itu sendiri yang
mengakibatkan kemiskinan.
3. Ibn Khaldun yang lahir ketika peradaban Islam dalam proses penurunan dan
disintegrasi, maka itu sangat mempengaruhi dalam pemikiran-pemikirannya.
Ia pemikir yang dituntut untuk mengembalikan Islam pada kejayaannya.
4. Muqaddimah adalah buah karya dari cita-cita besarnya tersebut. Ia mencoba
untuk menjelaskan prinsip-prinsip yang menentukan kebangkitan dan
keruntuhan dinasti yang berkuasa (daulah) dan peradaban ('umran). Tetapi
bukan hanya itu saja yang dibahas, Muqaddimah juga berisi diskusi ekonomi,
sosiologi dan ilmu politik, yang tetap relevan untuk dikaji dalam menjwab
persoalan-persoalan masa kini.
5. Pemikiran ekonomi dan politik Ibn Khaldunlah yang dikaji dalam upaya
penuntasan kemiskinan. Menurutnya Negara harus berorientasi pada
kesejahteraan rakyat, dan ini adalah sebuah akhir dari tujuan pemikran-
pemikiran ekonomi dan politiknya.
B. Saran
Sebagai pengemban amanah rakyat pemerintah sudah seharusnya
menjadi pelayan masyarakat, bukan malah menjadi penyengsara bagi rakyat.
Dan kekuasaan harus berorientasi penuh pada kesejahteraan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim dan terjemahnya Departemen Agama RI
Adiwarman Karim, Bank: Analisis fiqih dan Keuangan ,cet.3-4. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007.
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari ke Praktek, cet.1. Jakarta: Gema
Insani Press,2001.
Akmal Yahya, Prfit Distribution, Artikel di Akses pada 22 Maret 2008 dari
www.ifibank.go.id
Arifin, Zaenal, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah,cet.1. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002,
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. Artikel di Akses pada 22
Maret 2008 dari www.d-bes.net
Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2007
Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah. Sistem dan Mekanisme Pengawasan
Syariah, cet.1 Jakarta: Renaisan, 2005.
Dalan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi kedua Jakarta: LPFEUI,1999
Dawam Rahardjo, Islam Transformasi Sosial Ekonomi, Yogyakarta: LSAF 1999
Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Ulama Indonesia (MUI). Himpunan
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI, ed. Revisi. Ciputat: Gaung Persada,
2006.
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.
Harahap, Sofyan Syafri, Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997,
-----------, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, cet.4. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
Hatif Hadikoesomo, Deposito Mudhorobah Sebagai Kuasi Modal Bagi Bank Syariah;
Suatu tinjauan teoritis dan kemungkinan penerapanya, makalah pendidikan
sekolah staf dan pimpinan BI angkatan XXV, Jakarta:2002, Perpustakaan
Riset BI.
Imam Hilman dkk, Perbankan Syariah Masa Depan, Jakarta: Senayan ABADI
publishing, 2003.
Iwan Triyuwono, Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah, Jakarta: Raja
Grafindi Persada 2006.
Jumingan, Analisis Laporan Keuangan, jakarta: Media Grafika 2006
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, cet.6, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002,
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah Yogyakarta: UUP AMP YKPN,
2005
----------------, Sistem dan Prosedur Oprasional Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press,
2005.
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES). Materi Dakwa Ekonomi Syariah,
Jakarta: PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah)
Putra, Dwika Darma, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Rasio Kecukupan Modal
(Capital Adquacy Ratio/ CAR) Bank Syariah di Indonesia, Skripsi S1
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004.
Syarif Arbi, Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank, Jakarta: Djambatan
2003
Save, M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, cet1, Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, edisi ke Dua, Jakarta: Lembaga
Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1999.
Sjahadeni, Sutan remy, Perbankan Islam dan Kedudukanya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999.
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah Berdasarkan
PSAK dan PAPSI, Jakarta: Grasindo, 2005.
Sofjan Assauri, Matematika Ekonomi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Sumarni, Murti, Manajemen Pemasaran Bank, Edisi kelima, Yogyakarta: Liberty,
2002
Syafri Harahap, Sofyan, Wiroso Muhammad Yusuf Akuntansi Perbankan Syariah,
cet,1, Jakarta: LPFE Usakti, 2005
-----------------, Laporan Keuangan: Analisis Kritis, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004
Tazkiya Institute dan BI, Kajian Regulasi dan Prodak Perbankan Syariah sebagai
Bahan Rancangan Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta: 2003.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep Produk dan Implementasi
Oprasional Perbankan Syariah, Jakarta: Djambatan, 2001.
Tuti Lestari, Dampak Perlakuan Akuntansi Triyuwono,Iwan, Organisasi dan
Akuntansi Syariah, Yogyakarta:LKIS, 2000
Veithzal Rivai, Andi Permata Veithzal, Ferry N, Financial Bank, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007
Wright, Manajemen Keuangan, Yogyakarta: Yayasan Kanisius 1970
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002