i
PERAN ALAT MUSIK TRADISIONAL TAHURI DALAM IBADAH
MINGGU DI JEMAAT GPM HUTUMURI
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Teologi
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai
Gelar Sarjana Sains Ilmu Teologi (S.Si-Teol)
Program Studi Teologi
Oleh:
Leby Charoline Elseye Pattiasina
712012018
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2019
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
Jangan seorangpun menganggap engkau rendah
karena engkau mudah.
Jadilah teladan bagi orang-orang percaya,
dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu,
dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu
dan dalam kesucianmu.
(1Timotius 4:12)
vii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama puji dan syukur penulis naikkan kepada Tuhan Yesus
Kristus yang senantiasa menyertai dan membimbing hingga tahap dimana
penulisan ini telah selesai dibuat. Begitu pula tak lupa kepada campur tangan dari
orang-orang yang begitu mengasihi dan mendukung, baik secara materi maupun
dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.
Dengan iman, penulis meyakini bahwa hanya atas karuniaNya penulis dapat
melewati setiap proses pembelajaran di Fakultas Teologi Universitas Kristen
Satya Wacana (UKSW) Salatiga.
Keberhasilan yang penulis peroleh tak lepas dari doa, perhatian,
dukungan, bimbingan, kasih sayang serta ilmu dari berbagai pihak yang sangat
penulis cintai dan yang juga mencintai penulis. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. David Samiyono, M.T.S., M.S.L.S sebagai pembimbing 1 dan
Ibu Juanita Theresia Adimurti. S.Sn., M.Pd yang telah meluangkan
waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing dan juga memberi saran,
kritik serta motivasi kepada penulis. Semoga damai sejahtera dan berkat
dari Tuhan Yang Maha Kuasa selalu menyertai para pembimbing beserta
keluarga.
2. Semua Bapak dan Ibu Dosen serta staf Fakultas Teologi Universitas
Kristen Satya Wacana yang telah membantu penulis dalam proses
perkuliahan dari awal perkuliahaan hingga sampai pada penulisan tugas
akhir yang menjadi syarat mendapatkan gelar sarjana Teologi.
3. Para pegawai tata usaha Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana terima kasih untuk bantuan dan informasi yang diberikan selama
penulis menempuh studi di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga. Kiranya Tuhan memberkati kalian dengan berkat yang
selalu melimpah.
viii
4. Wali study Bapak Pdt Agus Supratigno, M.Th selaku walistudi dan juga
sebagi orang tua di lembaga pendidikan Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW) Salatiga pada Fakultas Teologi. Trima kasih buat
dukungan, motivasi yang sudah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini dengan segala baik.
5. Ketua Majelis, pendeta Jemaat GPM Hutumuri beserta staf majelis jemaat
dan warga jemaat GPM Hutumuri yang telah memberikan ksempatan dan
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di jemaat Hutumuri dan
terima kasih untuk informasi yang sudah diberikan kepada penulis dalam
menyelsaikan penulisan Tugas akhir ini. Tuhan Yesus kepala gereja akan
memberkati setiap pelayanan yang dilakukan.
6. Bapak Loly selaku pelatih Sanggar Tahuri kakoya, adik-adik pemain
musik Tahuri yang sudah memberikan kesempatan bagi penulis untuk
melakukan penelitian di sanggar Tahuri kakoya. Trima kasih untuk waktu
dan juga untuk informasi yang sudah diberikan sehingga penulis bisa
menyelesaikan Tugas Akhir dengan segala baik. Semoga Tuhan Yesus
selalu memberkati kalian semua.
7. Papa, Mama, Monwolines dan semua keluarga besar Pattiasina-
Horhoruw yang selalu mendukung dalam doa dan selalu memberikan
motivasi dan semangat sehingga penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir
ini dengan baik. Terima kasih untuk semua yang telah kalian berikan
untuk penulis. Kiranya Tuhan selalu memberkati kalian semua.
8. Keluarga besar angkatan 2012 Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana, Keluarga besar MASADA 2012, Keluarga besar Himpunan
pelajar dan mahasiswa Maluku (HIPMMA) Salatiga yang selalu
memberi warna baru dalam kehidupan penulis.
9. Semua sahabat yang ada di Hutumuri dan yang ada di Salatiga yang turut
mendukung, membantu, dan menyemangati penulis selama kuliah dan
proses penyelesaian Tugas akhir ini.
ix
10. Semua saudara, adik dan kakak yang ada di salatiga dan yang ada di jogja
yang tidak sempat penulis tuturkan nama satu berikut satu yang selalu
mendukung, menolong dan memberikan motivasi serta semangat dan
selalu berdoa untuk penulis dalam menyelesaikan proses penulisan Tugas
akhir hingga penulis bisa menyelesaikannya dengan segala baik.
Akhir kata, penulis berharap penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca sekalian. Terima kasih. Tuhan Yesus memberkati.
Salatiga, 28 Oktober 2019
Leby Charoline Elseye Pattiasina
x
ABSTRAK
Penilitian ini bertujuan untuk menemukan pemahaman dan peran alat
musik tradisional Tahuri dalam melayani dan bertugas di Ibadah Minggu.
Penilitian ini menerapkan pendekatan dan pengembangan dengan menggunakan
metode kualitatif, dalam penilian ini penulis menggunakan metode wawancara
dan daftar pustaka. Teori yang digunakan dalam penilitian ini adalah teori peran
alat musik yang memiliki tiga tahapan penting yaitu Tahap mengajar adalah
seorang pemusik baru bisa bermain musik atau hanya bisa membaca not angka
dan not balok. Tahap menggerakkan adalah seorang pemusik baru menjiwai dan
menyatu dengan musik, seperti harus memberi intro, tempo yang tepat, frasering,
serta menjiwai lagu yang dinyanyikan. Tahap mencerahkan seorang pemusik
sudah sangat menjiwai dan menyatu dengan musik, sehingga penghayatan
terhadap lagu tidak diragukan. Berdasarkan hasil penilitian penulis, bahwa musik
yang digunakan dalam ibadah minggu di jemaat GPM Hutumuri termasuk dalam
tahap mencerahkan. Karena pada tahap mencerahkan ini pemain alat musik
tradisional ini sudah menjiwai dan sudah menyatuh dengan alat musik tradisional
Tahuri. Penilitian ini membuktikan adanya peran alat musik tradisional Tahuri
dalam ibadah minggu sebagai pemandu untuk melayani dalam ibadah minggu di
Jemaat GPM Hutumuri, dan sebagai pengganti bunyi lonceng tiga kali yang
menandakan ibadah minggu di mulai, yang mana faktor pendukung termotivasi
dari jiwa ingin melayani, berpatokan dalam Alkitab yang memuji dan
memuliakan nama Tuhan. Jemaat butuh panduan dalam bernyanyi.
Kata kunci: Alat Musik Tradisional, Tahuri, Ibadah Minggu
xi
DAFTAR ISI
COVER ……………………………………………………..……………………..… i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT …………………………..……………..…... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ……………………..………..……… iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………...……..…….…. iv
LEMBARAN PENGESAHAN ………………………………..………….....…….. v
MOTTO ……...…………………………………………………...…….…….…… vi
KATA PENGANTAR ………...………………..............…………….……….….. vii
ABSTRAK ……………………………………….……………………..….……......x
DAFTAR ISI ……………………….......……………………….……...……..…… xi
I. PENDAHULUAN ……………………….......……………..…….………… 1
1.1 Latar belakang …………………………....................................….……. 1
1.2 Rumusan masalah ………………………………………..………...…… 4
1.3 Tujuan penelitian ……………………………………..…........…………. 5
1.4 Sumbangan penelitian ………………………...…………………………. 5
1.5 Metode penelitian ……………..……………………………..……..…… 5
1.6 Sistematika penulisan ...……………......……………………..……….… 6
II. LANDASAN TEORI …………………………………………………….… 7
2.1 Definisi musik ………………………..……………………………….…. 7
2.2 Musik dalam kajian teologis …………………………………......…........ 8
2.3 Ibadah ………………………………..……………………………...…. 10
2.4 Peran musik dalam ibadah minggu ………………………...………....... 12
III. MUSIK TRADISIONAL GPM HUTUMURI …………....…….…….… 15
3.1 Gambaran umum lokasi penelitian ……………………………...…...… 15
3.2 Sejarah singkat masyarakat Hutumuri ...……......……………..….……. 15
3.3 Profil jemaat GPM Hutumuri ……………..………………….…..….… 17
xii
3.4 Pengertian Tahuri dan Pemahaman Jemaat Terhadap
Peran Tahuri ………………………………………………….………... 18
IV. ANALISA PERAN ALAT MUSIK TRADISIONAL TAHURI
DALAM IBADAH MINGGU ………………………….……..………..… 24
4.1 Pemahaman jemaat terhadap peran alat musik tradisional Tahuri .......... 24
4.2 Alat musik tradisional Tahuri sebagai pengganti bunyi lonceng
gereja ……………………………………………………………..…….. 24
4.3 Alat musik tradisional Tahuri dalam ibadah minggu ...…............……... 25
V. KESIMPULAN ………………………………….........…………….…..… 28
SARAN ……………………………………..……………………….…..… 29
VI. DAFTAR PUSTAKA……………………….…………………….…….…. 31
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Maluku telah terkenal dengan sebutan Provinsi Seribu Pulau dengan
luas wilayahnya seluas 851.000 km3 memiliki 1027 pulau besar dan kecil. Menurut
data yang telah diterima hampir 90% luas wilayah Maluku terdiri dari lautan.
Luasnya lautan dari pada daratan di Maluku mengakibatkan masyarakat hidup dan
berkembang di sepanjang pesisir pulau, sehingga menyebabkan perbedaan di antara
penduduk pulau yang satu dengan yang lainnya. Pada gilirannya melahirkan
perbedaan-perbedaan tertentu diantara masyarakat dengan adat istiadat dan nilai-nilai
budaya masing-masing yang telah hidup berabad-abad lamanya dan diwariskan
secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan
yang dimiliki ini penting dan perlu dilestarikan. Namun dengan adanya teknologi
yang berkembang sehingga membuat kebudayaan yang seharusnya dilestarikan
kemudian harus terhilang satu demi satu.
Musik adalah cetusan isi hati (ekspresi) manusia yang dinyatakan melalui
suara (manusia ataupun benda) yang mengandung unsur melodi, ritme (irama), dan
harmoni.1
David Ewen dalam buku Soedarsono menyatakan bahwa musik adalah
“Ilmu pengetahuan dan seni tentang kombinasi ritmik dari nada-nada, baik vokal
maupun instrumental, yang meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari segala
sesuatu yang ingin diungkapkan terutama aspek emosional”.2 Dari setiap rangkaian
bunyi yang tercipta maka nada-nada yang tercipta itu dapat memberikan rangsangan
kepada penikmat musik.
Alat Musik tradisional sangatlah terikat dengan kebudayaan yang dimiliki
oleh manusia dan perlu dilestarikan. Salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat Maluku berasal dari cangkang. Ini merupakan sumber daya alam yang
dapat dilestarikan. Cangkang merupakan salah satu kekayaan bahari di daerah
1 Theofilius Sudarto, Cara Mudah Bermain Keybord (Yogyakarta: ANDI Offset, 2008), 3. 2 RM, Soedarsono, Dasar-dasar Kritik Seni Rupa (Jakarta: Pemerintah DKI Jakarta, Dinas
Museum dan Sejarah, 1979), 54-55.
2
Maluku. Dari cangkang inilah dihasilkan sebuah alat musik yang memiliki nilai
tinggi baik dari masa lampau dan masa sekarang.3
Salah satu alat musik tradisional Maluku yang sudah hampir terlupakan akan
keberdaannya adalah alat musik tradisional Tahuri. Tahuri adalah terompet yang
dikenal oleh masyarakat Maluku di pesisir pantai. Tahuri adalah peralatan musik
yang unik yaitu sebuah kerang yang jika ditiup bunyinya akan terdengar nyaring.
Tahuri atau lebih dikenal dengan musik kulitbia merupakan alat musik yang lahir dari
orang-orang kreatif dan penuh inspiratif. Alat musik ini berasal dari negeri Hutumuri.
Hutumuri artinya turun dari belakang (terakhir) (Hutu = Turun, Muri = Belakang).
Mereka diturunkan yang terakhir karena orang-orang ini terkenal dengan keras
kepala, dan selalu berperang dengan orang-orang Portugis maupun Belanda. Nama
Teon negeri Hutumuri adalah “Siwa Sama suru Amalatu”, dan termasuk persekutuan
masyarakat adat Patasiwa (Ulisiwa). Siwa Samasuru Amalatu artinya “negeri
sembilan yang dibagi sama, dan diperintah oleh seorang raja”. Nama Baileo negeri
ialah Sulawanning, dan negeri Hutumuri termasuk persekutuan masyarakat adat
Patasiwa.
Musik Tahuri ini sudah sepatutnya dilestarikan sebagai bentuk peninggalan
nenek moyang yang dapat diperlihatkan ke masyarakat di Maluku, Indonesia dan
terlebih ke negara-negara lain supaya dapat dijadikan kekayaan arkeologi dan seni
musik. Menarik dari alat musik tradisional ini adalah semakin kecil ukuran
kerangnya, semakin tinggi wilayah nada dan semakin besar ukuran kerangnya
semakin rendah wilayah nadanya.4
3 Ambon Ekspres, “Alat Musik Dari Biota LautTahuri,” diakses Juni 28, 2019.
http://ambonekspres.com/2015/10/15/alat-musik-daribiota-laut-Tahuri / 4 Wikipedia, “Tahuri”, diakses Juni 29, 2019. https://id.wikipedia.org/wiki/Tahuri
3
Gambar 1. Tahuri (Kulitbia)5
Masyarakat Hutumuri sendiri memiliki pemikiran positif terhadap alat musik
yang terbuat dari kerang ini. Apalagi pada masa ini, musik tradisional sering dipakai
sebagai bagian dari kegiatan ritual masyarakat, tetapi dipakai dalam kegiatan
gerejawi. Bagi mereka alat musik Tahuri perlu dikembangkan menjadi suatu alat
musik yang dapat menggambarkan jati diri anak negeri Hutumuri.
Perkembangan zaman sekarang ini sudah sangat modern di kawasan Maluku
di Kota Ambon di daerah terpencil di negeri Hutumuri. Alat musik tradisional yang
diketahui di Indonesia sangatlah banyak yang ada di negara kita ini. Di Maluku
sangat banyak alat musik tradisional yang dipakai. Alat musik itu seperti suling, tifa,
toleng-toleng, kleper, dan juga Tahuri. Tahuri dapat dipakai untuk membawakan
lagu-lagu bukan saja lagu tradisional dari Maluku tetapi lagu rohani juga bisa
dibawahkan dengan menggunakan alat musik tradisional yang disebut alat musik
Tahuri (kulibia). Ada beberapa kidung pujian rohani yang bisa dibawakan dalam
ibadah-ibadah minggu. Kidung pujian yang bisa di bawakan adalah Nyanyian
Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), Nyanyian GPM dan nyanyian yang lainnya.
Penggunaan alat musik tradisional Tahuri dalam ibadah minggu di Gereja
Protestan Maluku Jemaat Hutumuri di lakukan dalam ibadah minggu terlebih dalam
pelaksanaan ibadah etnik yang dilaksanakan setiap bulan berjalan. Dalam ibadah ini
alat musik tradisional Tahuri berperan dalam ibadah minggu sebagai pengganti
lonceng tiga kali sebelum ibadah mulai dan dalam proses pelayanan ibadah minggu.
5 Google, “Alat musik Tahuri dari Maluku”, diakses Juni 29, 2019.
https://www.google.co.id/search?q=alat+musik+Tahuri+dari+maluku&espv=2&biw=1366&bih=653&
tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwit0byJsf3KAhUDno4KHfxFDoYQsAQIKg&d
pr=1.
4
Tahuri berperan untuk membawakan pujian yang akan dinyanyikam oleh jemaat
yang hadir untuk beribadah.
Zaman sekarang alat musik yang dipakai pada ibadah minggu adalah alat
musik modern seperti trompet, saksofon, bahkan zaman sekarang memakai kibor
untuk mengiringi proses ibadah. Bukan saja dengan memakai alat musik trompet
namun alat musik Tahuri juga dapat membawakan pujian dalam ibadah minggu. Ada
beberapa kendala saja yang di dapat dalam melakukan proses pelayanan ini.
Membawakan alat musik tidak dapat dilakukan seorang diri saja. Dengan alat musik
ini dapat dilakukan dengan kurang lebih enam puluh orang untuk dapat membawakan
sebuah pujian yang memuaskan hati dan juga dapat membawa pujian dalam kidung
jemaat tersebut. Alasan memilih judul ini adalah karena dalam masyarakat sekarang
sudah terlalu modern dengan memakai trompet dalam melayani Ibadah minggu
sekarang dengan menggunakan alat tradisional Tahuri ini dapat membawakan
kembali nilai-nilai tradisonal yang dulu ditinggalkan oleh para leluhur kepada
penerus-penerus kita di zaman sekarang ini. Jemaat GPM Hutumuri sampai sekarang
ini masih menggunakan alat musik tradisional Tahuri dalam ibadah minggu.
Berbagai hal yang telah penulis sampaikan di atas, mendorong penulis untuk
menulis Tugas Akhir dengan judul: “Peran Alat Musik Tradisional Tahuri Dalam
Ibadah Minggu di Jemaat GPM Hutumuri.”
1.2 Rumusan masalah
Dari penjelasan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka rumusan masalah
dalam penilitian ini adalah:
1. Bagaimana pemahaman jemaat terhadap peran alat musik tradisional Tahuri
dalam ibadah minggu di jemaat GPM Hutumuri?
2. Bagaimana peran alat musik tradisional Tahuri dalam ibadah minggu di
jemaat GPM Hutumuri?
5
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan pemahaman jemaat terhadap peran alat musik tradisional
Tahuri dalam ibadah minggu di jemaat GPM Hutumuri.
2. Mendeskripsikan peran alat musik tradisional Tahuri dalam ibadah minggu
di jemaat GPM Hutumuri?
1.4 Sumbangan Penelitian
Sumbangan dalam penulisan penulis ialah dapat memberikan apresiasi
tambahan, pengetahuan, dan pemahaman jemaat terhadap peran alat musik tradisional
Tahuri dalam ibadah minggu di jemaat GPM Hutumuri dan untuk melestarikan nilai-
nilai kebudayan yang ada didalam negeri. Kepada jemaat Hutumuri untuk dapat
mengembangkan nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh leluhur dan untuk
mempertahankan identitas kebudayaan yang berada di Maluku.
1.5 Metode Penelitian
Penulisan tugas akhir ini tersusun dengan kelengkapan ilmiah yang disebut
sebagai metode penelitian, yaitu cara kerja penelitian sesuai dengan cabang–cabang
ilmu yang menjadi sasaran atau obyeknya. Cara kerja tersebut merupakan
pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis dalam upaya pencarian
data yang berkenaan dengan masalah-masalah penelitian guna diolah, dianalisis,
diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan solusinya.6
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat empiris (dapat diamati
dengan pancaindera sesuai dengan kenyataan). Pengamatan atas data dan harus dapat
disepakati (direplikasi) oleh pengamat lain, yaitu berdasarkan ungkapan subjek
penelitian. Pendekatan kualitatif menggunakan konsep kealamiahan (kecermatan,
kelengkapan, atau orisinalitas) data dan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.7
Pendekatan kualitatif layak untuk menelaah sikap atau perilaku dalam lingkungan
6 Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar penelitian kualittaif (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), 11. 7 Strauss dan Corbin, Dasar-dasar Penelitian…, 11.
6
yang artifisial (tidak alami) seperti dalam survey atau eksperimen. Penelitian
kualitatif lebih menekankan proses dan makna dari pada kuantitas, frekuensi atau
intensitas (yang secara matematis dapat diukur).
Wilayah penelitian yang dijadikan obyek dalam penelitian ini adalah Jemaat
GPM Hutumuri. Alasan dipilihnya jemaat GPM Hutumuri ini adalah karena
komunitasnya masih kuat mempertahankan identitas kulturalnya melalui berbagai
ritualitas. Kuatnya identitas kultural tersebut diperkuat dengan masih
mempergunakan alat musik tradisional Tahuri dalam Ibadah minggu di jemaat GPM
Hutumuri.
Cara pengumpulan data adalah melalui wawancara dan studi pustaka.
Wawancara pengumpulan data melalui wawancara secara langsung kepada orang
yang berkaitan dengan objek penelitian dalam hal ini kepada ketua majelis jemaat,
pelatih atau pendiri Tahuri , dan warga Jemaat GPM Hutumuri. Pertanyaan yang
diajukan adalah seputar data orkes dan alat musik yang dipakai dalam pelayanan
ibadah minggu dengan membawakan Nyanyian Pelengkap Kidung Jemaat dan
Nyanyian GPM. Studi pustaka yaitu menggunakan berbagai referensi atau mengacu
pada permasalahan melalui media cetak seperti buku, koran, dan jurnal, sebagai
landasan teori serta pelengkap penulisan tugas akhir.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bagian. Bagian
pertama merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. Bagian kedua
merupakan Landasan Teoritis. Bagian ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan
dengan pembahasan masalah yang dapat digunakan sebagai dasar acuan penelitian,
penelitian terdahulu yang memuat pembahasan hasil penelitian sebelumnya yang
berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, kerangka pemikiran, dan hipotesis.
Bagian ketiga berisi metode penelitian. Bagian empat berisi analisa data, yaitu
7
tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, dan interpretasi hasil. Bagian lima
adalah penutup, bagian ini berisi kesimpulan dan saran.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Definisi Musik
Musik adalah rangkaian bunyi yang dapat di dengar memberikan rasa indah
kepada manusia dalam bentuk konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada atau
bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni, mempunyai bentuk dan ruang
waktu yang dikenal oleh diri sendiri dan manusia lain dalam lingkungan hidupnya,
sehingga dapat dimengerti dan dinikmati.8 Jamalus mendefinisikan bahwa “Musik
sebagai suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik, yaitu
irama, melodi, harmoni, bentuk/struktur lagu, dan ekspresi sebagai suatu kesatuan”.9
Conbreu dalam buku Pono Banoe berpendapat bahwa “Musik dapat menyatakan-
perasaan.10
Secara umum musik merupakan penggambaran kembali kebiasan-
kebiasan hidup manusia yang kita diami dalam bentuk perlambangan-perlambangan
bunyi yang diungkapkan secara eskpresif dan estetis.11
Musik merupakan suatu karya
seni yang unik. Keunikan musik tersebut bersumber dari irama, melodi, harmoni, dan
struktur lagu yang membuat suatu lagu menjadi suatu kenikmatan setiap manusia
yang mendengarkan.
Musik memiliki unsur-unsur yang paling kuat dalam mempengaruhi manusia,
sehingga musik berperan dalam konteks keagamaan, politik, maupun fungsi sosial.12
Bila kita ingin menjadi manusia yang utuh, kita harus memperhatikan nilai-nilai
hidup yang berwujud kesenian.
8 Nooryan Bahari, Kritik Seni (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014), 55. 9 Jamalus, Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik (Jakarta: Depdikbud, 1988), 1.
10 Pono Banoe, Metode Kelas Musik (Jakarta: PT. Indeks, Jakarta 2013), 10-11. 11 Agastya Rama Listya, Kontekstualisasi Musik Gereja (Fakultas Teologi Universitas Kristen
Satya Wacana Press, 1999), 1. 12 Dieter Mack, Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural (ARTI, 2001), 1.
8
Musik tradisional adalah musik yang lahir dan berkembang di suatu daerah
tertentu dan diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Musik ini menggunakan bahasa, gaya, dan tradisi khas daerah setempat.
Musik tradisional merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat. Musik daerah merupakan salah satu bentuk gambaran
kebudayaan suatu daerah, selain tari, pakaian, dan adat kebiasaan lainnya. Melalui
musik daerah, kita dapat mengenali daerah asal musik itu dan ciri budaya
masyarakatnya.
2.2 Musik dalam Kajian Teologis
Kata Teologi berasal dari kata-kata Yunani theos yang berarti Allah, dan logos
yang berarti perkataan, pikiran dan percakapan. Dengan demikian teologi adalah
berpikir atau berbicara tentang Allah.13
John Macquarrie memberi penjelasan yang
berguna mengenai teologi yaitu “Teologi dapat diartikan sebagai studi partisipasi di
dalamnya dan refleksi atas iman keagamaan, berusaha mengutarakan kandungan
imannya secara terpadu dan sejelas-jelasnya dengan bahasa yang ada.”14
Pada bagian
ini, bagaimana peranan musik dalam Teologi? Bukankah Teologi berbicara dan
berpikir tentang Allah? Apa mungkin Allah yang kita kenal adalah Allah yang begitu
menyukai musik? Jawabannya adalah Allah dalam cerita Alkitab sesungguhnya
sangat senang dengan musik dan nyanyian. Nyanyian dalam tradisi kekristenan sudah
ada sejak beribu tahun silam. Musik tidak bisa terlepas dari ritual keagamaan, dan hal
ini sudah terikat sejak zaman purba.15
Musik ternyata bukanlah suatu lapangan yang otonom atau yang bebas nilai.
Ia dapat membawa kita ke lembah dosa dan kehinaan, tetapi dapat juga mengangkat
kita kepada Tuhan.16
Ketika Musa pergi ke puncak gunung Sinai untuk bertemu
dengan Allah untuk menerima 10 perintah Allah ternyata bangsa Israel di bawah kaki
13 Paul Avis, Ambang Pintu Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 2. 14
John Macquarrie, “Principles of Christian Theology”, (London: Revised edn., 1977), 1 15 Johanes Garang dan Pontas Nasution, “Pergumulan Gereja dan Masyarakat Kini dan
Mendatang: Tantangan, Kesempatan dan Panggilan Kita” (bahan seminar yang disampaikan pada
kegiatan Seminar dan Lokakarya Musik Gerejawi 1994 di Wisma Kinasih, Caringin-Bogor, 1994), 1. 16 J. Verkuyl, Etika Kristen Kapita Selekta (BPK Gunung Mulia, 1982), 127.
9
gunung Sinai mereka membuat patung berhala dan mereka bernyanyi serta menari
menyembah allah baru mereka. Menurut Karl Barth: “Musik memberikan kekuatan
dan penghiburan bagi orang percaya untuk memberi buah bagi kesejahteraan
bersama”.17
Musik banyak muncul di dalam kitab Mazmur. Contohnya: pada bagian kedua
setiap ayat dari ke-26 ayat di Mazmur 136; “Karena singkat, orang-orang lebih
mudah menyanyikannya, Setiap orang yang pernah mendengarkannya dapat
mengingatnya.” Superskripsi pada mazmur itu menunjukkan bahwa alat-alat musik
digunakan secara luas. Mazmur 150 menyebutkan tanduk, harpa, rebana, seruling,
dan simbal, di samping alat-alat musik bersenar. Meskipun demikian, daya tarik
utamanya adalah suara manusia. Pada awal era kekristenan mazmur merupakan suatu
warisan berharga dalam perkermbangan nyanyian jemaat. Namun selain nyanyian
mazmur ternyata ada jenis nyanyian lainnya yaitu canticle. Kita dapat menemukan
Canticle pada Perjanjian Lama yaitu yanyian Musa yang terdapat dalam kitab
Keluaran 15. Isi dari canticle ini merupakan gambaran atas kesukacitaan bangsa
Israel tatkala berhasil keluar dari tanah perbudakan di Mesir.18
Beberapa canticle
lainnya dapat kita temukan pada kitab Yes. 26:9-21 (nyanyian Yesaya); 1 Sam. 2:1-
10 (nyanyian nabi Hana); Yun. 2:2-9 (nyanyian Yunus); Hab. 3:2-9 (nyanyian
Habakuk); Yer.31:1-22 (nyanyian Yeremia) dan Dan. 2:20-23 (doa Daniel).19
Nabi Yesaya dalam nyanyiannya memuji akan kebesaran Allah dan nabi
Yesaya menyuarakan kepada umat manusia untuk bersiap-siap akan kedatangan
Allah untuk menghakimi penduduk bumi karena kesalahannya. Doa nabi Hana begitu
mengagungkan Tuhan dan doa Hana berbicara mengenai penghakiman atas
penguasa-penguasa yang sombong dan keji. Mereka yang menghina dan menindas
17 Karl Barth,“Church Dogmatics III/3. The Doctrine of Creation.” (Edinburg: T & T Clark),
298. 18
Agastya Rama Listya, Tipping Point…, 21. 19 Kenneth Milam, “Fungsi Musik dalam Ibadah dan Pelayanan Gereja Menurut Alkitab,
dalam Kumpulan Makalah Simposium dan Penyegaran Musik Gerejawi 1995”, (Bandung: Komisi
Musik dan Departemen Pendidikan Gabungan Gereja Baptis Indonesia, 1996), 22.
10
yang lemah. Doa Hana ingin memulihkan keadaan yang tidak adil dalam
kehidupannya pada masa itu.
Nyanyian nabi Habakuk mengagungkan akan kekuatan TUHAN , terpancar
cahayacahaya dari sisiNya dan di situlah terselubung kekuatanNya. Nyanyian yang
dinyanyikan sebagai tanda kekaguman akan keperkasaan dan kehebatan daripada
Tuhan yang kekuatannya dapat menutupi langit. Nyanyian nabi Yeremia bercerita
tentang janji Tuhan yang tidak akan meninggalkan sisa-sisa dari keturunan Yakub
bangsa Israel. Tuhan berjanji akan melanjutkan kesetiaannya untuk kaum keluarga
Israel. Tuhan akan memimpin mereka ke jalan yang rata sehingga mereka tidak
tersandung oleh batu sebab Tuhan telah menjadi Bapa bagi bangsa Israel. Dalam doa
nabi Daniel, dia memuji dan memuliakan Allah yang merupakan sumber hikmat dan
kekuatan. Allah yang Maha tahu dari segala sesuatu yang gelap dan tersembunyi.
Allah yang merupakan sumber hikmat dan pengetahuan. Doa nabi Daniel sebagai doa
pengucapan syukur dan kekaguman akan Allah.
2.3 Ibadah
Yohanes Muanley dalam teorinya mengatakan bahwa “Ibadah adalah ekspresi
dan sikap hidup yang penuh dengan penyerahan diri kepada sang Ilahi, dan
pengaruhnya tampak dalam tingkah laku yang benar.20
Selain itu, ibadah ialah
undangan untuk bersekutu bergabung dan beribadah bersama di tempat Allah datang
sendiri. Allah pencipta langit dan bumi yang menciptakan diri kita. Allah yang kita
sembah dan kita yakini akan keberadaanNya adalah Allah yang mendambakan
persekutuan dengan umatNya manusia.21
Salah satu cara mendeskprisikan ibadah kristen adalah mendaftar struktur-
struktur dan pelayanan-pelayanan ibadah yang utama. Ibadah Kristen merupakan
ibadah yang sangat kuat berlandaskan pada pengaturan waktu untuk ibadah tersebut
dalam memenuhi maksudnya. Tipe ibadah berkelanjutan berfokus pada pembacaan
20 Moleong J. Lexi, Metode penilitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakrya, 2001), 3. 21 Hamba Tuhan GII HOK IM TONG, “Pentingnya Ibadah” last modified Mei 26, 2009.
http://persekutuan-gii.blogspot.com/2009/05/pentingnyaibadah.html.
11
Alkitab dan Khotbah atau sering disebut sebagai pelayanan firman. Hal itu
merupakan bagian awal ekaristi atau perjamuan Tuhan . Tipe ibadah ini adalah ibadah
konstan, yang banyak orang Kristen mengidentifikasikannya sebagai pengalaman
mereka dari apa yang dinamakan Ibadah Kristen.
Prof. Paul W. Hoon mengatakan bahwa ibadah Kristen adalah penyataan diri
Allah sendiri dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadapnya. Peter
Brunner mengatakan bahwa ibadah Kristen adalah pelayanan Allah kepada jemaat
dan ibadah sebagai pelayanan Jemaat di hadapan Allah. Prof. Jean-Jacques
mengatakan bahwa ibadah memulihkan dan menegaskan secara baru proses sejarah
penyelamatan yang telah mencapai titik puncak intervasi Kristus kedalam dunia.22
Dalam Buku “Pengantar Ibadah Kisten” yang ditulis oleh James White, ada beberapa
tokoh yang memberikan definisinya mengenai pengertian ibadah Kristen, antara lain:
Hoon mengatakan bahwa „Ibadah adalah pernyataan diri Allah sendiri dalam Yesus
Kristus dan tanggapan manusia terhadapNya. Melalui FirmanNya Allah
menyingkapkan dan mengkomunikasikan keberadaanNya yang sesungguhnya kepada
manusia.23
Evelyn Underhill mengatakan bahwa „ibadah adalah tanggapan dari ciptaan
kepada Yang Abadi. Ibadah di karakteristikan oleh konsepsi dari orang yang
beribadah tentang Allah dan hubungan dengan Allah. Ibadah Kristen adalah khas oleh
keberadaan yang selalu dikondisikan oleh kepercayaan Kristen, dan khususnya
kepercayaan tentang hakikat dan tindakan Allah, sebagaimana terdapat dalam dogma-
dogma mengenai Trinitas dan Inkarnasi‟.24
Prof George Florovsky mengatakan
bahwa „Ibadah adalah jawaban manusia terhadap panggilan Ilahi, terhadap tindakan
yang penuh kuasa Allah yang berpuncak dalam tindakan perdamaian dalam
Kristus‟.25
22 White James L., Pengantar Ibadah Kristen, , ( Jakarta: BPK Gunung Mulia 2002), 6 23 White James L., Tipping Point, 7. 24 White James L., Tipping Point, 9. 25 White James L., Tipping Point…, 10.
12
Kata ibadah dalam bahas Ibrani yaitu „abodah‟, dalam Bahasa Yunani yaitu
„latreia‟. Kata ibadah adalah suatu pelayanan yang dipersembahkan kepada Allah
tidak hanya dalam arti ibadah di Bait Suci, tetapi dalam arti pelayanan kepada
sesama.26
2.4 Peran Musik dalam Ibadah Minggu
Musik adalah suatu element yang penting dalam suatu ibadah, di dalam suatu
ibadah pasti akan ada suatu pujian dan penyembahan, musik merupakan sarana bagi
setiap orang kristen untuk mengekspresikan ucapan terimakasih atas kehidupan yang
telah dianugerahkan kepada setiap kita. Musik juga berperan sebagai sarana untuk
mengekspresikan bahwa kita menyetujui jalan dan cara Tuhan bekerja. Sifat-sifat
Allah sering dapat dihayati melalui kesedihan dan penderitaan umat manusia. Namun
pada zaman sekarang banyak orang kristen yang tergantung pada musik, ketika musik
dimainkan dengan lembut dan menyentuh hati ketika itu pula orang dapat
menyembah dan menangis, tapi ketika musik tidak dimainkan sesuai dengan perasaan
mereka, terkadang mereka tidak dapat memuji dan menyembah Tuhan dengan benar.
Seharusnya musik tidak dijadikan patokan untuk setiap orang dapat memuji Tuhan,
tapi yang menjadi patokan adalah hati yang menyembah Tuhan dengan benar.27
Berbicara mengenai iman, berarti berbicara mengenai kepercayaan atau
keyakinan. Musik sendiri adalah sebuah sarana untuk manusia mengekpresikan
perasaan yang ada dalam hatinya. Perasaan dalam hati seseorang bisa beragam, entah
dalam hati dia merasa senang, gembira, sukacita atau sebaliknya dalam hatinya
seseorang merasa kesedihan, kecemasan, dan ketakutan. Dalam ibadah, setiap jemaat
datang dari berbagai latar belakang permasalahan pribadi, keluarga, dan lingkungan
sekitarnya. Melalui musik atau nyanyian jemaat itulah seseorang dapat
mengekspresikan keyakinannya, dia mengimani bahwa Tuhan yang ia sembah sedang
26 Yayasan Komunikasi Bini Kasih, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini ( Jakarta: YKBK 1982),
409. 27 Chriz, “Peran Musik dalam ibadah,” chrizmusik-blog spot, Februari 11, 2013, accessed
Agustus 16, 2019. https://chrizmusik.blogspot.com/2013/02/peran-musik-dalam-ibadah.html
13
menatap dan memeluknya. Tujuan jemaat menyanyi adalah sebagai tanda ucapan
syukur, permohonan keselamatan, kesuksesan, kesehatan, hikmat, kebijaksanaan, dan
penyerahan diri.
Dalam topik yang penulis baca, “nyanyian jemaat dapat dipelajari melalui
beberapa cara yaitu nyanyian jemaat sebagai puisi, musik, teologi, alat untuk
beribadah, alat untuk memberitakan injil, pendidikan religious, pelayanan, dan
persekutuan. Berdasarkan cara-cara tersebut, saya hanya memfokuskan kepada
nyanyian jemaat sebagai musik, dikarenakan judul penelitian yang penulis gunakan
ialah mengenai musik dalam ibadah minggu. Agustinus, Bapa Gereja dari abad ke-6,
mengatakan bahwa himne adalah nyanyian yang berisi pujian kepada Tuhan. Jika ada
pujian, tetapi bukan untuk Tuhan, maka itu bukanlah sebuah himne. Jika ada pujian
yang ditujukan kepada Tuhan tetapi tidak dinyanyikan, itu bukan sebuah himne. Jadi
dalam sebuah himne harus ada ketiga unsur di dalamnya, yaitu pujian, ditujukan
kepada Tuhan dan dinyanyikan. Nyanyian jemaat adalah nyanyian komunitas yaitu
nyanyian yang mudah dinyanyikan. Mudah dalam arti jangkauan nada dan ritme tidak
terlalu rumit.28
Musik Gereja adalah suatu instrumen yang menghasilkan suatu nada
yang indah dan merdu serta memainkan salah satu peranan penting dalam sebuah
acara, ibadah, yang berkaitan dengan acara-acara yang berkaitan dengan musik. Alat
musik memiliki jenis-jenis yang berbeda antara lain piano, kibor, gitar, bass, drum,
dan sebagainya. Di antara alat musik yang berbeda tersebut menghasilkan
harmonisasi dan suara yang indah, sehingga alat musik tersebut dapat mengiringi
jemaat jika ingin bernyanyi dalam ibadah minggu.
Berdasarkan topik yang saya baca ada beberapa tokoh yang berperan
mengenai musik gerejawi. Menurut Solesmes, „musik adalah karunia Tuhan , bahwa
kita dapat mengekspresikan perasaan kita dalam hati, hingga tak dapat diterjemahkan,
hanya roh yang dapat mengerti struktur tersebut'. Lalu Aristoteles seorang Yunani
berpendapat bahwa „musik adalah sesuatu yang dipakai untuk mengungkapkan dan
meniru apa yang terdapat dalam hati atau jiwa seseorang, sehingga bila seseorang
28 Komisi Liturgi dan musik, Musik adalah Ibadah (Jakarta: Grafika KreasIndo 2012), 15-17.
14
mendengarkan suatu jenis musik tertentu secara terus – menerus, ia akan dipengaruhi
oleh apa yang ia dengar‟ Menurut Luther, „musik adalah suatu karunia yang sangat
indah dari Allah sendiri, yang diciptakan untuk memuliakan Nama-Nya. Luther
berpendapat bahwa musik mempunyai suatu fungsi yang sangat penting dalam
pendidikan dan etika, sehingga ia ingin semua anggota jemaat terlibat dalam musik
ibadah‟.29
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai musik dari ahli musik tersebut
dapat memperlihatkan dan menjelaskan mengenai pengertian dari musik gerejawi.
Menurut penulis musik gerejawi melibatkan aspek-aspek psikis dan mental. Aspek-
aspek tersebut tentu mempengaruhi jenis musik yang diminati dan disukai setiap
orang. Aspek psikis, musik dapat mempengaruhi jenis musik yaitu melodi, harmoni
dan ritme dari sebuah musik tersebut. Aspek mental dapat mempengaruhi para
jemaat, contohnya jika seorang jemaat sedang merasakan senang lalu musik yang
sedang didengarkan atau dimainkan berirama cepat dan gembira sedangkan jika
seorang jemaat yang sedang sedih maka musik yang didengar atau dimainkan
berirama slow atau lambat.
Berdasarkan pengertian-pengertian musik dari tokoh musik gerejawi penulis
memiliki definisi musik gereja yaitu musik adalah anugerah yang diberikan oleh
Tuhan untuk dikembangkan dan digunakan sebagai alat pelayanan kita kepada Tuhan
yang melibatkan aspek mental dan psikis kita sebagai manusia, sehingga menjadi
sebuah harmonisasi yang sesuai dengan kehendak Allah. Bakat musik merupakan
suatu talenta yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh semua orang, baik pemain
musik atau yang mendengarkan. Sehingga dalam sebuah ibadah khususnya dalam
ibadah minggu, musik menjadi salah satu peran penting dalam sebuah ibadah serta
musik dapat membuat suasan hati menjadi penuh dengan sukacita dan bahagia.
Menurut Martin Luther, ada tiga tahap peranan musik dalam ibadah yaitu
mengajar, menggerakkan, dan mencerahkan. Tahap mengajar yaitu seorang pemusik
29 Jemmy Kalimasa, “Sejarah Musik Gereja”, diakses 20 Juli 2016,
http://jimmykelmasa.blogspot.com/2010/11/sejarah-musik-gereja.html.
15
baru bisa bermain musik atau hanya bisa membaca not angka dan not balok. Tahap
menggerakkan yaitu seorang pemusik baru menjiwai dan menyatu dengan musik,
seperti harus memberi intro, tempo yang tepat, frasering, serta menjiwai lagu yang
dinyanyikan. Tahap mencerahkan seorang pemusik sudah sangat menjiwai dan
menyatu dengan musik, sehingga penghayatan terhadap lagu tidak diragukan.30
III. Musik tradisional di GPM Hutumuri
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ialah Kota Ambon ibukota Provinsi Maluku. Kota Ambon
terdiri dari lima kecamatan yaitu Kecamatan Nusaniwe luas wilayah 88,35 km2,
Kecamatan Sirimau 86,82 km2, Kecamatan T. A. Baguala 40,11 km
2, Leitimur
Selatan 50,50 km2, dan Kecamatan Teluk Ambon 93,65 km
2 (Buku Putih Sanitasi
Kota Ambon, 2012). Kecamatan Leitimur Selatan terdapat di Negeri Hutumuri yang
merupakan tempat penelitian bagi penulis.
3.2 Sejarah Singakat Masyarakat Hutumuri
Sejarah negeri Hutumuri berawal dari kisah perjalanan tiga orang bersaudara
anak dari kapitano besar 31
(Amalesi Supuhalatain32
), yaitu: Timanole (Tamilouw),
Simanole (Hutumuri), dan silaloi (Sirisori). Perjalanan kehidupan pendiri negeri
Hutumuri dan saudara-saudaranya, Tahuri dianggap barang yang sacral dalam ritual
adat, dan salah satu alat yang dipakai dalam perang ketika mereka melewati derah-
daerah yang sedang terjadi kekacauan. Negeri Hutumuri merupakan didikan dari
seorang kapitan patasiwa33
yang datang dari pulau seram, dengan menumpang
seekor buaya, yang tiba diteluk Waiyori (air kesukaan/gembira), pakuala dengan
30 Witanto Carol. “Perbedaan bermain musik di gereja dan di luar gereja”. Last modified
October 9, 2012, accessed 30 Juni 2019, http://witantocarol.com/perbedaan-antara-bermain-musik-di-
gereja-dan-di-luar-gereja.htm 31 Kapitano besar: Bahasa daerah Maluku, jabatan bagi orang perkasa yang diangkat untuk
menjadi pemimpin, kapitano besar adalah kapitan yang dipilih untuk menjadi kepada bagi kapitan-
kapitan lainnya. 32 Amalesi: ama = bapa, amalesi adalah seorang bapa yang perkasa, tingkahs, dan tangguh,
jabatan amalesi lebih tinggi dari kapitan. 33 Patasiwa: salah satu golongan/kelompok yang ada di Maluku, patasiwa artinya Sembilan
16
nama sekarang baguala. Tiba di wayori ua menggunakan Mawe34
untuk mengetahui
apakah benar ia bisa menetap disitu, dan Mawe menentukan disitulah tempat tinggal.
Setelah itu Simanole melihat asap disekitar gunung yang baginya masih terasa baru ia
naik ke gunung Maot. Sesudah ia tiba di gunung Maot, maka Simanole menjadi
pendiri negeri yang baru dekat pohon beringin yang pada mulanya merupakan
penghuni gunung Maot. Tempat ini dipagari dengan batu dan kiri kanannya adalah
lereng yang terjal. Nama negeri yang dibangun ini Ialah Lounusa35
yang artinya:
pegang pulau.
Sebelum terbentuk negeri Lounusa digunung Maot, disekitar gunung Maot
ada manusia-manusia perkasa yang datang mendahuluinya yang berkumpul dalam
soa36
. Tiap Soa dipimpin oleh Upu Latu atau Ina Latu 37
dan dibantu oleh kapitano
dan malesi.38
Pada waktu itu telah ada lima soa namun mereka tinggal berjauhan satu
dari yang lain, tetapi dalam berbagai hal mereka dapat dipersatukan. Ini adalah lima
soa yang berkumpul sebelum terbentuknya negeri Lounusa: a) Soa Pattihutung
menduduki daerah pegunungan
Ama putut, soa ini dipimpin oleh keturunan marga Waas,
lambangnya adalah burung merpati, tugas mengurus masalah pemerintah; b) Soa
Mokihutung menduduki daerah pegunungan Ehud, soa ini dipimpin oleh keturunan
marga Pattiapon, lambangnya burung manggole, tugasnya menjaga keamanan di laut;
c) Soa Tutupasar menduduki daera totu, soa ini dipimpin oleh keturunan marga
Pesurnay, lambangnya adalah soa-soa terbang, mengurus masalah perekonomian
masyarakat; d) Soa Puasel berada di pegunungan air besar, bahagian utara
berkedudukan didaerah pegunungan Nusarumang, soa ini di pimpin oleh keturunan
marga Horhoruw, lambangnya katak hijau, menjaga sumber air dan mengatur
kesenian; e) Soa Lapaut menduduki daerah Lana, berdekatan dengan sebuah pohon
34 Mawe: proses atau usaha untuk mencari tahu sesuatu dengan cara gaib, atau magic 35 Lounusa; nama yang diberikan oleh Simanole untuk negeri Hutumuri Tua, dari Bahasa
tanah Hutumuri. 36
Soa; kumpulan masyarakat, yang tergabung dalam kelompok-kelompok yang mendiami
daerah tertentu. 37 Upu Latu/Ina Latu: Jabatan tertinggi dalam kelompok atau kumpulan masyarakat, Upu =
Laki-laki, Ina = perempuan, raja atau ratu. 38 Malesi: bawahan kapitan
17
kayu merah yang besar, soa ini dipimpin oleh keturunan marga Sameaputty,
lambangnya Ular, tugasnya untuk menjada ketertiban dan keamanan.
Kelima Soa ini telah dipimpin oleh tiga raja, dan pada masa pemerintah raja
yang ketiga, Simanole hadir dengan kebijaksanaannya, sehingga kelima soa ini dapat
dikumpulkan dan disatukan di gunung Maot dan menjadi satu negeri yang baru.
Sejarah terus berjalan seiring berjalannya waktu, masyarakat Lounusa tidak lagi
menetap di gunung Maot tetapi turun dan menetap dibagian pesisir pantai dan
sekarang dikenal dengan nama Hutumuri (Siwa Sama Suru Amalatu). Yang menjadi
sasaran penelitian adalah masyarakat dan Jemaat GPM Hutumuri.
Peniliti melakukan wawancara kepada lima orang atu klompok yaitu: 1)
Bapak Loly Horhoruw sebagai pembuat musik Tahuri; 2) Pendeta J Lopuhaa (Ketua
Majelis Jemaat), sebagai utusan dari hamba Tuhan dan pelayan di jemaat GPM
Hutumuri); 3) Pdt Christian Izaac Tamaela sebagai utusan agama; 4) Stevi Thenu,
Afry Pessy; (pandangan para pemain musik terhadap peran alat musik tradisioanl
Tahuri dalam ibadah minggu di jemaat GPM Hutumuri); 5) Anggota jemaat Bpk
Josvid, Bung Milton Waas.
Pengumpulan data ini dilakukan melalui wawancara secara langsung kepada
orang-orang yang berkaitan dengan objek penelitian, seperti yang disebutkan diatas.
Pertanyaan yang diajukan adalah seputar data orkes Tahuri dan alat musik Tahuri
yang dipakai dalam pelayanan ibadah minggu dengan membawakan Nyanyian
Pelengkap Kidung Jemaat dan Nyanyian GPM.
3.3 Profil Jemaat GPM Hutumuri
Gereja Protestan Maluku (GPM) Jemaat Hutumuri adalah salah satu jemaat
yang berada di aras kepemimpinan Sinode Gereja Prostestan Maluku Klasis Pulau
Ambon Timur. Di dalam Jemaat Hutumuri memiliki dua orang Hamba Tuhan ,
Pendeta Jop Lopuhaa dan Pendeta Agus Gogerino. Di dalam jemaat Hutumuri
terdapat gereja induk dan gereja Balai Kerohanian (BK). Jam ibadah di jemaat GPM
Hutumuri di gereja Balai kerohanian (BK) pada pukul 08.00 WIT dan di gereja induk
18
berlangsung pada pukul 09.00 WIT. Jemaat Hutumuri memiliki lima sektor
pelayanan dan terdiri dari 23 unit pelayanan. Jemaat GPM Hutumuri juga memiliki
beberapa Kategorial, yaitu pemuda, anak, dan remaja, laki-laki, perempuan, dan
lanjut usia.
3.4 Pengertian Tahuri dan Pemahaman Jemaat Terhadap Peran Tahuri
Tahuri atau Tua Huri merupakan alat musik tiup tua yang dibuat dari kulit
hewan/selangkang hewan laut atau kerang raksasa (moluska), dan lebih di kenal
dengan nama kulit bia. Tahuri adalah hasil laut yang kaya dengan nutrisi, biota laut
ini merupakan kerang laut yang memiliki jenis-jenis yang berbeda. Tidak semua
kerang bisa di makan oleh manusia, begitu juga tidak semua kerang bisa digunakan
untuk dibuat alat musik. Sesuai dengan hasil penelitian lapangan maka kerang
raksasa (Tahuri ) yang digunakan hanya beberapa jenis, nama kerang ini menurut
masyarakat Hutumuri diberi nama sesuai dengan bentuk Tahuri tersebut.
Jenis-jenis kerang yang digunakan:
Gambar 2
Gambar 3
Kerang Jangkar
Kerang Taratol
19
Gambar 4
Gambar 5
Tahuri tergolong dalam alat musik tiup, ketika Tahuri ditiup pada lubang
yang dibuat pada satu sisi, maka udara tersebut akan melewati ruang-ruang atau ruas-
ruas Tahuri dan bunyi keluar dari lubang Tahuri bagian depan. Semakin kecil ukuran
Tahuri semakin tinggi wilayah nada dan semakin besar ukuran Tahuri semakin
rendah wilayah nadanya. Filosofi Tahuri jika ditiup atau dibunyikan maka ada
sesuatu yang ingin dibicarakan dari pihak yang meniup Tahuri. Untuk melestarikan
musik tradisional di daerah Maluku, telah dikembangkan alat-alat musik tradisional,
salah satunya alat musik yang dikembangkan berasal dari laut, yakni kerang raksasa
atau kulit bia. Dari hasil wawancara dengan bapak Carolis Horhoruw mengenai Ide
pembuatan Tahuri menjadi alat musik tradisonal Maluku dimunculkan lewat gagasan
seorang wakil Gubernur Daerah tingkat I provinsi Maluku. Letkol. G Latumahina.
Selain menjadi militer, beliau juga seorang pamong praja yang menjadi seorang
budayawan didaerah ini.
Sebagai putra daerah, beliau tertarik dengan sejarah daerah ini. Dari berbagai
macam bacaan yang tertulis dalam Bahasa Belanda tentang daerah ini, bapak
Kerang Tahuri
Kerang Capeu
20
Latumahina menemukan cerita tentang sejarah pulau seram (Nusa Ina). Tahun 1985,
beliau melakukan perjalanan ke salah satu negeri adat di Maluku yaitu Hutumuri,
melalui pengalaman pribadinya ketika naik di Negeri Tua Hutumuri (Gunung Maot),
salah satu alifuru meniup Tahuri di gunung Maot (Lounusa Besi) terdengar sahutan
dari gunung yang lain yang ada di petuanan Negeri Hutumuri tetapi anehnya bunyi
Tahuri berbeda dengan bunyi Tahuri yang tadinya ditiup, bunyi yang terdengar ada
yang tinggi dan rendah, dan dari asal bunyi Tahuri itu tidak ada orang yang tinggal.
Hal ini menjadi tanda tanya dalam benak beliau, dalam perjalnan ke negeri Hutumuri
yang baru. Beliau langsung mencari seorang tua adat yang juga merupakan
pemimpin musik di negeri Hutumuri.39
Menurut Pendeta J. Lopuhaa, Tahuri adalah biota laut yang oleh masyarakat
Hutumuri disebut dengan Keong atau Kulitbia. Perannya bukan saja digereja sebagai
pengganti bunyi lonceng tiga kali yaitu pertanda ibadah akan dimulai dan juga
sebagai pemandu ibadah minggu tetapi juga mempunyai peran ganda. Tahuri atau
kulitbia ini merupakan landasan panggil suara, panggilan baik untuk masyarakat
dalam konteks sebagai anak adat tetapi juga sebagai tanda untuk ada dalam sebuah
pertemuan masyarakat. Dalam konteks gereja dan jemaat sama hal dengan lambang
suara Tuhan dari mempersiapkan umat untuk menghadap hadirat Tuhan atau untuk
datang beribadah. Tahuri dalam jemaat bersifat memanggil dan mangundang tetapi
juga sebagai tanda. Peringatan bunyi yang dikeluarkan oleh alat musik ini adalah
bagian dari suara Tuhan seperti dalam kitab Mazmur 150:6 “Biarlah segala yang
bernafas memuji Tuhan! Haleluyah!” termasuk di dalamnya adalah Tahuri yang
dipakai sebagai sarana untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Dalam kehidupan
berjemaat dan sebagai negeri adat, semua orang membuka diri untuk menerima
keberadaan Tahuri sebagai pemanggil dan untuk merangkul keberadaan masyarakat
dan jemaat. Jika dalam pelayanan digereja di haruskan menerima keberadan Tahuri
maka pelayanan dari Tahuri tetap dibuka dalam proses pelayanan. Didalam jemaat
diterima sebagai sarana untuk alat pendukung dalam menopang pelayanan, sebab
39 Hasil wawancara dengan Bapak Carolis Horhoruw pada 23 Juli 2019 Pukul 17.40 WIB .
21
perpaduan suara antara Tahuri yang satu dengan yang lain dapat memberi warna
tersedniri bagi umat yang beribadah. Tanggapan positif yang diambil dalam peran
alat musik tradisional Tahuri dalam ibadah minggu adalah Tahuri hadir dalam
mewarna dan menopang pelayanan yang berada di jemaat Hutumuri ini.40
Menurut Pendeta Christian Izaac Tamaela, Tahuri adalah sebuah alat musik
yang berasal dari laut, atau sebuah biota laut yang oleh masyarakat Maluku disebut
dengan Keong/ kerang, yang memiliki banyak peran, didalam gereja sendiri peran
alat musik tradisional Tahuri adalah untuk memanggil jemaat untuk beribadah juga
sebagai alat pengganti untuk tanda dimulainya sebuah ibadah dalam ibadah minggu
atau ibadah etnik dalam sebuah jemaat. Namun bukan saja sebagai pengganti bunyi
lonceng disini alat musik tradisional ini juga digunakan dalam membantu pelayanan
yang berada di suatu jemaat. Alat musik ini sering dijumpai di jemaat Hutumuri,
dalam ibadah minggu atau juga ibadah etnik yang dilakukan oleh jemaat Hutumuri.
Alat musik Tahuri berperan penting dalam ibadah sebagai pengiring ibadah dan
musik untuk jemaat dapat memuji Tuhan.41
Paduan Tahuri beserta dengan alat musik tradisional yang berkembang saat
ini merupakan karya dari talenta yang dimiliki oleh keluarga Horhoruw, serta
merupakan berkat dari Tuhan yang diturunkan untuk diteruskan kepada penerusnya.
Tahuri sendiri adalah sebuah bioata laut yang hidupnya dilaut. Masyarakat dan
jemaat Hutumuri sendiri menyebut dengan kulitbia atau dalam bahasa lain disebut
dengan Tahuri. Tahuri mempunyai peran penting dalam masyarakat dan jemaat
Hutumuri, sebagai pengganti bunyi lonceng tiga yang menandakan ibadah akan
dimulia, dan sebagai pengiring dalam ibadah minggu dengan membawakan lagu-lagu
pujian untuk dapat menghidupkan ibadah maupun proses pelayanan ibadah etnik.42
40
Hasil wawancara dengan Pendeta J. Lopuhaa (Ketua Majelis Jemaat Hutumuri) pada
tanggal 23 Juli 2019 pukul 15.00 WIB.
41 Hasil wawancara dengan Bapak Pendeta Christian Izaac Tamaela pada tanggal 24 Juli
2019 Pukul 13.00 WIB. 42 Hasil wawancara dengan Bung Milton Waas pada tanggal 24 Juli 2019 Pukul 14.10 WIB.
22
Menjadi peniup Tahuri bukanlah hal yang mudah jika tidak belajar. Bila kita
sudah mahir meniup tahuri, kita harus memiliki pernapasan yang baik, sehingga
mampu meniup dalam bentuk lagu. Selain itu harus mampu menghafalkan not lagu
yang akan dimainkan.43
Tahuri adalah siput atau kerang yang bisa ditiup dan
membentuk sebuah nyanyian dengan menggunakan notasi angka atau balok. Tahuri
dalam pandangan orang lain jarang digunakan atau ditampilkan, namun menurut
pandangan saya sebagai anak negeri yang berdiri dan tinggal dengan alat musik ini
adalah sebuah alat musik yang digunakan oleh masyarakat dan jemaat sebagai
pengganti lonceng tiga kali yang digunakan pada ibadah minggu dan dalam ibadah
etnik.44
Sebagai generasi muda sekarang ini, mempelajari alat musik tradisional
bukan hal yang kuno, dan sebaliknya menjadi satu terobosan yang baru, turut serta
menjadi anggota Tahuri merupakan suatu kebanggan bagi saya. Menjadi bagian dari
paduan ini patut saya bersyukur karena diberikan talenta untuk meniup alat musik
yang langka ditemukan karena Tahuri untuk sekarang bisa ditemukan di negeri dan
jemaat Hutumuri. Alat musik ini digunakan dalam melayani ibadah minggu ibadah
etnik, dan sebagai pengiring nyanyian jemaat. Sebagai pemain dan peniup alat musik
ini saya sangat bersyukur karena, saya bisa membawakan dan melayani dalam
beribadahan dan melayani ibadah.45
Tahuri merupakan sebuah alat musik yang langka di dunia, dan alat musik
ini ada dikembangkan di Hutumuri, masyarakat dan jemaat harus tetap menjaga,
mengembangkan dan terus melestarikan dengan cara turut terlibat dalam paduan
Tahuri dan melayani dalam ibadah minggu. Sekarang ini paduan Tahuri
dikembangkaan oleh anak-anak muda di jemaat Hutumuri. Yang bergabung didalam
paduan Tahuri ini adalah anak-anak yang berada pada jenjang sekolah dasar sampai
pada pemuda pemudi dan yang sudah berkuliah. Disini mereka menjadi satu
membentuk sebuah paduan dan mereka berlatih untuk memuji Tuhan . Bukan saja
sebagai pemandu ibadah tetapi juga paduan Tahuri ini pernah mengisi pelayanan di
43 Hasil wawancara dengan Afry Pessy pada tanggal 24 Juli 2019 Pukul 15.35 WIB. 44 Hasil wawancara dengan bapak Yosvid Paays pada tanggal 24 juli 2019 pukul 18.35 WIB. 45 Hasil wawancara dengan Stevi Tenu pada tanggal 24 Juli 219 pukul 19.00 WIB.
23
jemaat-jemaat yang berada di kota Ambon. Tahuri didalam pelayanan di jemaat
Hutumuri merupakan sesuatu yang jarang ditemui di jemaat yang lain. Tahuri
membantu pelayanan di jemaat Hutumuri itu merupakan sebuah keharusan karena
Tahuri merupakan alat musik yang berdiri dan berkembang di jemaat Hutumuri.
Tahuri menjadi alat pengganti bunyi lonceng tiga kali sudah terjadi dari zaman para
leluhur dan akhirnya kami sebagai penerusnya juga melakukan sebagai bukti bahwa
kita menghormati para leluluhur, bukan saja sebagai alat pengganti bunyi lonceng,
tetapi Tahuri menjadi paduan pengiring untuk melayani jalannya ibadah minggu dan
ibadah etnik di jemaat Hutumuri. Menurut bapak Charolis, Tahuri sekarang ini sudah
sampaii pada jenjang manca negara, misalnya saja terjadi kolaborasi musik
tradisional dengan para pemain musik dari luar negeri. Dalam kolaborasi ini bukan
saja musik rohani yang dibawakan tetapi juga musik lain juga dibawakan dalam
kolaborasi ini.
Perjalanan paduan Tahuri dalam jemaat didukung sepenuhnya oleh pendeta
dan mejelis bahkan jemaat. Respon baik dari jemaat ini membuat paduan Tahuri
semakin terkenal untuk melayani juga dalam ibadah-ibadah etnik atau ibadah minggu
di jemaat yang lain. Didalam perjalanan pelayanan paduan Tahuri dalam peran
didalam ibadah minggu ini paduan Tahuri pernah melayani dalam ibadah minggu di
jemaat Hokimtong, jemaat Gidion wayari, melayani dalam ibadah di gereja
Maranatha, dan dalam ibadah-ibadah di jemaat yang lain. Tahuri melakukan
kolaborasi dengan alat musik tradisional yang lain. Didalam paduan Tahuri terdapat
alat musik suling, tifa, dan kleper. Paduan Tahuri yang melayani dalam ibadah
minggu berjumlah kurang lebih enam puluh orang yang terdiri dari pemain alat
musik Tahuri, alat musik suling, tifa dan kleper. Kolaborasi dalam ibadah minggu
pernah dilakukan bersama dengan paduan trompet dan alat musik kibor itu dilakukan
pada saat ibadah etnik berlangsung.46
46 Hasil wawancara dengan Carolis Horhoruw tanggal 23 Juli 2019 Pukul 17.40 WIB
24
Dalam acara-acara gereja Tahuri dilibatkan dalam acara tersebut. Tanggapan
umat dalam pelayanan Tahuri ini secara umum terharu karena alat musik ini menjadi
sebuah alat musik yang diterima oleh masyarakat dan jemaat. Tahuri juga mendidik
anak-anak dan pemuda untuk mengenal budaya. Pelayanan Tahuri juga sudah sampai
di kota Kupang, Bali, Jayapura itu melayani dalam ibadah minggu di jemaat tersebut.
IV. Analisa Peran Alat Musik Tradisional Tahuri dalam Ibadah Minggu di
Jemaat GPM Hutumuri
4.1 Pemahaman Jemaat terhadap Alat Musik Tradisional Tahuri
Berbagai pemahaman jemaat tentang alat musik tradisional tahuri yang sudah
disamapaikan oleh narasumber penulis dalam wawancara. Disini menurut penulis alat
musik tradisional tahuri adalah sebuah kerang yang di hidup didasar laut, yang kulit
kerangnya menghasilkan sebuah alat musik yang oleh orang Maluku disebut dengan
Tahuri. Tahuri merupakan alat musik langka. Alat musik tradisional tahuri
digunakan didalam masyarakat dan jemaat GPM Hutumuri sebagai tanda untuk
mewarisi nilai-nilai kebudayan yang sudah ditanamkan oleh para leluhur dan untuk
generasi penerus supaya nilai-nilai kebudayaan tidak hilang. Didalam masyarakat alat
musik tradisional tahuri digunakan untuk acara adat yang diselenggarakan oleh
negeri Hutumuri misalnya dalam kegiatan adat pelantikan raja negeri Hutumuri,
Tahuri digunakan untuk memanggil seluruh masyarakat untuk berkumpul baileu.47
Tidak hanya digunakan dalam kegiatan masyarakat tetapi tahuri juga berperan dalam
pelayanan di gereja GPM Hutumuri sebagai pengganti bunyi lonceng tiga kali dan
sebagai pengiring musik dalam pelayanan ibadah minggu dan ibadah etnik.
4.2 Alat Musik tradisional Tahuri sebagai Pengganti Bunyi Lonceng
Gereja
Tradisi Kristen, bunyi lonceng gereja dibunyikan di dalam gereja untuk
berbagai tujuan seremonial dan dapat didengar dari luar bangunan. Lonceng gereja
digunakan untuk memanggil jemaat ke gereja untuk pelayanan gereja, untuk
47 Baileu : rumah adat Maluku
25
beribadah kepada Tuhan, dan untuk mengumumkan waktu ibadah lain yang ada di
dalam jemaat. Lonceng gereja juga dibunyikan pada peristiwa khusus
seperti pernikahan atau pemakaman. Pada beberapa ritual, lonceng gereja juga
digunakan di dalam liturgi pelayanan gereja untuk memberi sinyal tercapainya suatu
bagian tertentu dari upacara. Bunyi lonceng gereja pada awalnya menggunakan
lonceng yang biasanya digunakan di semua gereja, tetapi di sini penulis lebih tertarik
dengan setiap hasil wawancara dari para narasumber yang mengatakan bahwa “bunyi
lonceng gereja tiga kali pada ibadah minggu ditandai dengan tiupan alat musik
tradisional Tahuri yang merupakan sebuah alat musik tradisional yang kaya akan
nilai-nilai kebudayaan.” Bunyi tiupan alat musik tradisional Tahuri ini pada zaman
dahulu selalu digunakan untuk pengganti bunyi lonceng tiga kali untuk menandakaan
ibadah akan segera dimulai. Sekarang juga digunakan oleh masyarakat dan jemaat
GPM Hutumuri sebagai sebuah bentuk untuk memperkaya nilai-nilai kebudayan yang
sudah ditanamkan sejak dahulu.
Bunyi tiupan Tahuri ini dilakukan oleh kostor (Tuagama), setelah majelis
jemaat bertugas selesai membacakan warta jemat mingguan maka, seorang kostor
(tuagama) meniup tahuri yang menandakan bahwa ibadah minggu akan segera
dimulai. Bunyi tahuri ini dari zaman dahulu sudah di lakukan oleh para lelehur
semua ini untuk menghargai dan tetap untuk melestarikan nilai-nilai budaya. Bunyi
lonceng tiga kali ini sering didapatkan di jemaat GPM Hutumuri yang merupakan
jemaat yang masih melestarikan kebudayaan yang sudah ditetapkan. Selama peniliti
berada di Maluku dan beribadah di gereja yang lain tidak pernah ditemukan alat
musik lain untuk menggantikan bunyi lonceng gereja, hanya peniliti mendapatkan di
jemaat Hutumuri. Karena jemaat Hutumuri merupakan tempat yang berlimpah
dengan tahuri.
4.3 Alat Musik Tradisional Tahuri dalam Ibadah Minggu
Pelayanan ibadah minggu memerlukan kehadiran musik, sehingga suasana
dalam ibadah semakin sukacita dan menyenangkan. Musik menjadi suatu andalan
dalam ibadah minggu. Musik merupakan bagian dari sebuah ibadah, terutama dalam
26
ibadah minggu. Menurut penulis, ibadah minggu dan musik sudah menjadi satu jiwa
dan tidak dapat dipisahkan, sehingga dalam ibadah minggu sangat diharapkan
kehadiran musik supaya ibadah terlihat lebih menyenangkan dan penuh dengan
sukacita. Dalam hal ini alat musik tradisional Tahuri hadir dalam membangun
kebersamaan dalam pelayanan ibadah minggu. Jemaat yang bertalenta dan sebagai
pemain musik tradisional Tahuri terlibat dalam pelayanan ibadah, sehingga mereka
bisa melayani Tuhan melalui alat musik tersebut.
Ada beberapa kekhaskan dari ibadah minggu yaitu dalam ibadah minggu alat
musik yang digunakan adalah Tahuri dan bukan saja Tahuri ada juga suling dan
tifa, dimainkan dalam ibadah minggu atau dalam ibadah etnik Maluku. Tahuri adalah
peralatan musik yang unik yaitu sebuah kerang yang jika ditiup bunyinya akan
terdengar nyaring. Nyanyian yang digunakan adalah nyanyian pelengkap kidung
jemaat, kidung jemaat, dan juga nyanyian GPM. Suasana dalam ibadah minggu
tersebut tidak kaku dan rileks, sehingga para jemaat nyaman untuk beribadah kepada
Tuhan.
Menurut Ivan Chrisian, musik merupakan „ekspresi ungkapan isi hati
manusia.‟ Semua orang mempunyai berbagai macam emosi, dan emosi memerlukan
saluran. Saluran bagi ungkapan emosi manusia dapat berupa gerakan badan vokal.
Ungkapan visik dapat berupa tarian, dan ungkapan vokal dapat berupa nyanyian.
Ungkapan-ungkapan semacam ini lambat laun akan menjadi suatu seni. Musik
mempunyai pengaruh yang kuat bagi emosi manusia, ia dapat menjadi alat yang
hebat untuk merangsang emosi manusia. Musik dapat mengangkat, memberi
inspirasi, mendorong, memerangkap seseorang dan dapat menjatuhkan atau
menghancurkan seseorang.48
Menurut penulis teori ini tepat bahwa musik merupakan
ungkapan isi hati seseorang. Dengan adanya musik, seseorang dapat menyalurkan
perasaan mereka, di antaranya sedih, senang dan sukacita. Sebagai pemain alat
musik, ia mengetahui lagu-lagu yang melibatkan sebuah perasaan, di antaranya
48 Ivan, Christian.”Peran Musik dalam gereja, suatu tinjauan Theologi dan Historis”, diakses
Agustus 14, 2019. https://www.academia.edu/12248012/PERAN_MUSIK_DALAM_GEREJA
27
perasaan terharu, sukacita, dan penuh semangat. Di antara lagu-lagu rohani dan juga
lagu pada nyanyian kidung jemaat, pelengkap kidung jemaat dan nyanyian GPM,
tidak semuanya memiliki tempo yang cepat tetapi ada tempo yang juga lambat.
Dalam ibadah minggu diharapkan pembawaan musik dengan menggunakna alat
musik tradisional Tahuri dapat merasakan lagu-lagu yang sesuai dengan firman
Tuhan, sehingga lagu-lagu tersebut dapat membuat jemaat menjadi suatu inspirasi
dan jemaat bisa mendapatkan sesuatu dalam ibadah, bukan hanya dari firman, tetapi
juga dari nyanyian yang dibawahkan. Nyanyian tersebut dapat membangun dan
menjadi berkat bagi semua orang yang hadir dalam ibadah minggu. Oleh karena itu
musik dan alat musik tradisional Tahuri memiliki pengaruh yang kuat bagi semua
orang, terkhusus bagi jemaat dan anak-anak yang ingin terlibat dalam kelompok
paduan alat musik tradisonal Tahuri.
Berkaitan dengan judul penilitian, penulis memiliki teori peran alat musik
yang dicetuskan oleh Marthin Luther. Ia menggunakan tiga tahap yaitu tahap
mengajar, tahap menggerakan dan tahap mencerahkan. Setelah penulis melakukan
penilitian, peran alat musik tradisional Tahuri berada pada tahap mencerahkan. Tahap
mencerahkan berarti para pemain alat musik tardisioanl sudah menjiwai dan sudah
menjadi satu dengan alat musik tradisional Tahuri dan juga sudah menjadi satu
dengan musik dalam ibadah minggu dan ibadah etnik, sehingga suasana ibadah dan
pengahayatan dalam ibadah tersebut menjadi sukacita dan menyenangkan bagi
jemaat. Menurut penulis dalam ibadah minggu tersebut, musik serta alat musik
tradisional sudah menjadi satu kesatuan dan sangat berkaitan, sehingga dalam
mengikuti ibadah minggu di jemaat GPM Hutumuri, suasana yang terjadi ialah
sukacita dan dan mempunyai ciri khas sebagai jemaat yang masih mewarisi nilai-nilai
kebudayaan . Hal tersebut terlihat dari wawancara penulis dengan semua narasumber,
bahwa peran alat musik tradisional dalam ibadah minggu adalah melayani ibadah
dengan iringan musik serta sebagai pengganti bunyi lonceng tiga kali yang
menandakan ibadah minggu atau ibadah etnik dimulai, dan ibadah yang dirasakan
menjadi penuh sukacita.
28
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam era global saat ini, mempelajari musik tradisional merupakan
tantangan yang sangat sulit, karena harus menjaga, mengembangkan dan
melestarikannya, jika kita tidak mengetahui, mengenal serta menyatu dengan budaya
sendiri. Tahuri berfungsi sebagai alat musik sekaligus benda bersejarah, dan
merupakan asset budaya Maluku. Melihat pengelolahan dan perhatian dari jemaat
dalam ibadah minggu dengan adanya alat musik tradisional sebagai suatu alat musik
yang mempunyai peran dalam pelayanan ibadah minggu. Maka menurut penulis
peran alat musik tradisional dalam ibadah minggu sangat penting dan saling
bekraitan. Jika dalam ibadah minggu ada musik yang mengiringi, maka ibadah
tersebut akan menambah semangat dan bisa mempengaruhi emosi dari jemaat yang
hadir dalam beribadah. Tetapi jika dalam ibadah minggu tidak ada musik yang
mengiringnya, maka ibadah tersebut akan terasa hampa dan kurang bersemngat.
Menurut penulis musik bersifat universal dan merngkul semua golongan. Kehadiran
musik dalam ibadah minggu memberikan nuansa yang berbeda artinya musik yang
digunakan menjawab kebutuhan jemaat dan kontekstual bagi jemaat tersebut.
Kehadiran musik juga membantu jemaat untuk mengekspreikan perasaannya, karena
melalui musik tersebut dapat mewakili semua bentuk perasaan mereka kepada Tuhan.
Jika dilihat dari tahapan mengenai peranan musik, penulis menyimpulkan bahwa
peranan tersebut berada dalam tahap mencerahkan, artinya dalam ibadah minggu dan
musik menjadi satu dan saling berkaitan satu dengan yang lain, sehingga dengan
kehadiran musik ditengah-tengah ibadah minggu, bisa menggerakan siapapun untuk
melayani dan memuji nama Tuhan. Bermain alat musik bisa dilakukan oleh siapa
saja, asalkan orang tersebut tulus dalam melayani. Musik merupakan salah satu
bagian dari ibadah pemuda. Tanpa kehadiran musik dalam ibadah, maka ibadah
tersebut akan terasa hampa dan kurang bersemangat. Oleh karena itu, kehadiran
musik dalam ibadah minggu sangat dinantikan dan diharapkan oleh semua jemaat
sehingga suasana dalam ibadah minggu menjadi sukacita. Berdasarkan penelitian
yang peneliti lakukan maka ada beberapa simpulan penting yang peneliti dapatkan:
29
1. Sampai saat ini tahuri masih tetap digunakan dalam acara adat, dalam ibadah
minggu sebagai pengganti bunyi lonceng tiga dan berperan sebagai pembawa
musik dalam ibadah minggu dan ibadah etnik Maluku. Tahuri terus
dikemabngakn dalam kehidupan masyarakat dan gereja, khususnya dalam
masyarakat dan jemaat Hutumuri. Tahuri yang telah dibentuk dalam satu
paduan tahuri merupakan bukti nyata kreatifitas senimana Maluku yang mampu
membuat salah satu hasil laut uamh penuh dengan keunikan menjadi sesuatu
yang berharga baik dimata masyarakat dan jemaat GPM Htumuri, Provinsi
Maluku sampai ke luar negeri.
2. Tahuri merupakan salah satu alat musik tradisional Maluku yang sangat
langkah didunia ini. Kebanyakan tahuri yang digunakan dipesan dari luar
Ambon (Saumlaki, Dobo dan lain-lain). Tahuri dibentuk menjadi satu alat
musik membutuhkan proses yang lama dan memerlukan kesabaran dan
ketelitian.
5.2 Saran
Dalam bagian ini, penulis ingin memberikan saran kepada pihak-pihak
tertentu. Yang pertama, penulis ingin memberi saran kepada Fakultas Teologi, untuk
tetap meningkatkan dan tetap memperhatikan mata kuliah musik gerejawi sehingga
mahasiswa juga dapat memberikan ilmu kepada jemaat dalam pelayanan musik di
gereja. Yang kedua, penulis ingin memberi saran kepada jemaat GPM Hutumuri.
Menurut penulis, peran musik dalam ibadah minggu harus selalu ditingkatkan dan
diperhatikan, karena ibadah minggu tersebut identik dengan musik . Jemaat GPM
Hutumuri harus tetap mempertahankan akan nilai kebudayaan yang ada di jemaat ini
dengan cara tetap mempertahankan alat musik tradisional sebagai alat musik yang
berperan dalam ibadah minggu. Tahuri merupakan alat musik yang sangat langka
dan hanya terdapat di negeri dan Jemaat Hutumuri. Benda yang bersejarah ini perlu
diperhatikan dan di budidayakan sebagai budaya yang paten dan akan diakui oleh
dunia luar, tetapi semua ini tidak semudah yang dibayangkan oleh kita sebagaia
generasi muda harus memiliki kesadaran yang tinggi untuk mempelajari dan
30
mengenal budaya daerah kita sebagai anak negeri dan jemaat GPM Hutumuri yang
memiliki kemampuan potensi musik yang baik. Bukan saja mempelajari musik
modern, tetapi musik-musik tradisional juga harus kita pelajari dan tetap
mempertahankan nilai-nilai kebudayaan.
Perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah untuk melihat lebih jauh
keberadaan tahuri sebagaia alat musik tradisional Maluku dalam masyarakat dan
Jemaat Hutumuri untuk mengembangkan nilai-nilai kebudayaan dan warisan tersebut
untuk kepentingan bersama. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak-pihak
tertentu untuk mengembangkan alat musik tradisional tahuri ini, sehingga
bermanfaat dalam segala hal baik dalam kegiatan duniawi atau gerejawi baik dalam
kehidupan masyarakat Maluku khususnya maupun sampai pada ke luar negeri.
31
Daftar Pustaka
Avis, Paul. Ambang Pintu Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Bahari, Nooryan. Kritik Seni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Banoe, Pono. Metode Kelas Musik. Jakarta: PT. Indeks, 2013.
Barth, Karl. “Church Dogmatics III/3. The Doctrine of Creation.” Edinburg: T & T
Clark, 298.
Garang, Johanes dan Pontas Nasution. “Pergumulan Gereja dan Masyarakat Kini
dan Mendatang: Tantangan, Kesempatan dan panggilan Kita.” Bahan
seminar yang disampaikan pada kegiatan Seminar dan Lokakarya Musik
Gerejawi 1994, Caringin-Bogor, 1994.
Jamalus. Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta: Depdikbud, 1988.
Lexi, Moleong, J. Metode penilitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakrya,
2001.
Komisi Liturgi dan Musik. Musik adalah Ibadah. Jakarta: Grafika KreasIndo, 2012.
Listya, Agastya Rama. Kontekstualisasi Musik Gereja. Salatiga: Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana Press, 1999.
Mack, Dieter. Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. ARTI, 2001.
Macquarrie, Jhon. “Principles of Christian Theology”, Revised edn., London: 1977.
Milam, Kenneth. “Fungsi Musik dalam Ibadah dan Pelayanan Gereja Menurut
Alkitab, dalam Kumpulan Makalah Simposium dan Penyegaran Musik
Gerejawi 1995”. Bandung: Komisi Musik dan Departemen Pendidikan
Gabungan Gereja Baptis Indonesia, 1996.
Soedarsono, RM. Dasar-dasar Kritik Seni Rupa. Jakarta Pemerintah DKI Jakarta:
Dinas Museum dan Sejarah, 1979.
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-dasar penelitian kualittaif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2007.
Sudarto, Theofilius. Cara Mudah Bermain Keybord. Yogyakarta: ANDI Offset,
2008.
Verkuyl, J. Etika Kristen Kapita Selekta. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
White James F. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Yayasan Komunikasi Bini Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jakarta: YKBK,
1982.
32
Website
Ambon Ekspres, “Alat Musik Dari Biota Laut Tahuri”. Diakses Juni 28, 2019.
http://ambonekspres.com/2015/10/15/alat-musikdaribiota-laut-Tahuri /
Chriz, “Peran Musik dalam Ibadah,” chrizmusik-blog spot, Februari 11, 2013.
Diakses Agustus 16, 2019. https://chrizmusik.blogspot.com/2013/02/peran-
musik-dalam-ibadah.htm.
Google “Alat Musik Tahuri dari Maluku”. Diakses Juni 29, 2019.
https://www.google.co.id/search?q=alat+musik+Tahuri
+dari+maluku&espv=2&biw=1366&bih=653&tbm=isch&tbo
=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwit0byJsf3KAhUDno4KHfxFDoYQs
AQIKg&dpr=1
Hamba Tuhan GII HOK IM TONG. “Pentingnya Ibadah”. Last modified Mei 26,
2009. http://persekutuan-gii.blogspot.com/2009/05/pentingnyaibadah.html.
Ivan, Christian. ”Peran Musik dalam Gereja, suatu Tinjauan Teologi dan Historis”,
diakses Agustus 14, 2019. https://www.academia.edu/12248012/
PERAN_MUSIK_DALAM_GEREJA
Jemmy Kalimasa. “Sejarah Musik Gereja”, diakses Juli 20, 2016.
http://jimmykelmasa.blogspot.com/2010/11/sejarah-musik-gereja.html.
Wikipedia. “Tahuri”. Last modified Juni 23, 2019. Diakses Juni 29, 2019
https://id.wikipedia.org/wiki/Tahuri
Witanto Carol. “Perbedaan Bermain Musik di Gereja dan di Luar Gereja”. Last
modified October 9, 2012. Diakses Juni 30, 2019
http://witantocarol.com/perbedaan-antara-bermain-musik-di-gereja-dan-di-
luar-gereja.htm