1
LAPORAN HASIL PENELITIAN
PENGUKURAN LAJU PENGENDAPAN “LARUTAN”
SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR
Penanggung Jawab Kegiatan Penelitian :
SUMARNA
AGUS PURWANTO
PROGRAM STUDI FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Tahun 2012
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya dipanjatkan ke hadlirat Alloh S.w.t.,
Tuhan seru sekalian alam, atas segala karunia-Nya sehingga dapat tersusun laporan
penelitian mengenai Pengukuran Laju Pengendapan “Larutan” Sebagai Fungsi Temperatur.
Penelitian ini dapat terlaksana juga karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya
disampaikan kepada :
1. Pimpinan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan,
2. Pimpinan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas
Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan dorongan,
3. Teman-teman dosen di Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY atas diskusi dan
masukan-masukannya,
4. Berbagai pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu yang telah membantu
terselenggaranya penelitian ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Koreksi dan saran dari para
pengguna dan pemerhati diterima dengan hati terbuka dan penuh penghargaan.
Yogyakarta, 15 Desember 2012
a/n. Tim Peneliti,
Sumarna
Agus Purwanto
3
DAFTAR ISI
HALAMAN
PENGESAHAN
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
C. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
D. Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
BAB II KAJIAN TEORITIK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
A. Zat Cair (Liquids) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
B. Viskositas (Kekentalan) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
C. Larutan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
D. Efek Temperatur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
E. Absorpsi Cahaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
F. Koloid . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
A. Obyek Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
B. Instrumen Untuk Mendapatkan Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
C. Teknik Pengumpulan Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
D. Teknik Analisis Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
A. Hasil Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
B. Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47
4
PENGUKURAN LAJU PENGENDAPAN “LARUTAN”
SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR
( Oleh : Sumarna*)
dan Agus Purwanto*)
)
ABSTRAK
Telah dibuat instrumen untuk penyelidikan pola pengendapan larutan yang berbasis
PC dengan bagian-bagian (a) rangkaian pemancar cahaya yang dapat dikendalikan
intensitasnya, (b) rangkaian penerima cahaya yang dapat dikendalikan kepekaannya, (c)
oven (alat pemanas) yang dapat diatur temperaturnya, (d) dudukan cuplikan yang kedap
cahaya, dan (e) software akuisisi data berbahasa MATLAB untuk pengambilan dan
pengolahan data secara otomatis. Telah pula diselidiki pengaruh temperatur dan
konsentrasi zat terlarut terhadap laju pengendapannya pada larutan gula dan larutan garam
(dengan pelarut aquades). Temperatur berpengaruh terhadap laju pengendapan zat terlarut.
Semakin tinggi temperatur suatu larutan (yang berpotensi mengendap) semakin lambat laju
pengendapannya. Kurva relasi antara proses pengendapan terhadap waktu untuk berbagai
harga temperatur cenderung berbentuk eksponensial menurun. Rentang temperatur
pengamatan dari 35oC hingga 85
oC. Konsentrasi zat terlarut juga berpengaruh terhadap laju
pengendapannya. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut semakin cepat laju
pengendapannya. Pada larutan garam dan pada temperatur kamar (35oC), fenomena laju
pengendapan terjadi pada konsentrasi di atas 20 gram/100 ml. Di bawah konsentrasi
tersebut fenomena pengendapan tidak teramati.
Kata kunci : Akuisisi data, Berbasis PC, Larutan, Laju Pengendapan, Temperatur,
Konsentrasi.
*)
: Dosen pada Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA UNY.
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya, larutan dipandang sebagai campuran yang serba sama (homogen).
Zat terlarutnya tersebar merata di dalam pelarut. Pada kenyataannya, dijumpai keadaan
larutan yang sebaran zat terlarutnya tidak merata. Misalnya pada larutan gula ataupun
larutan garam, setelah beberapa lama, bagian bawah larutan tersebut menjadi lebih pekat
dari pada bagian atasnya. Pada larutan gula, bagian bawah terasa lebih manis dari pada
bagian atas.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai zat-zat yang berada dalam fase
larutan atau sejenisnya seperti koloid dan emulsi. Dengan demikian mempelajari sifat-sifat
larutan (termasuk koloid dan emulsi) merupakan hal yang sangat esensial. Pemahaman
terhadap sifat-sifat berbagai jenis larutan akan sangat berguna baik bagi ilmu pengetahuan
maupun aplikasi sehari-hari.
Parameter-parameter makro dasar yang berpengaruh terhadap sifat-sifat larutan
adalah temperatur, volume, tekanan dan molaritas (jumlah mol atau konsentrasi). Oleh
sebab itu, mempelajari sifat-sifat larutan tidak akan terlepas dari upaya pengendalian
parameter-parameter tersebut. Di samping itu, dengan mengetahui sifat-sifat suatu larutan
dengan baik dapat memberikan informasi atau dapat menguraikan misteri di balik sifat-
sifat tersebut. Misalnya dalam bidang kesehatan, dengan mengetahui sifat-sifat cuplikan
darah seseorang dapat dipelajari keadaan kesehatan orang yang bersangkutan. Dalam
bidang lingkungan hidup, dengan diketahui sifat-sifat cuplikan air sungai, maka dapat
diketahui tingkat pencemaran sungai tersebut. Kandungan zat dalam suatu larutan juga
dapat dipelajari dari sifat-sifat larutan tersebut dalam merespon suatu perlakuan yang
dikenakan kepadanya.
Berbagai model dan cara untuk menyelidiki sifat-sifat larutan, dari yang paling
sederhana hingga yang paling rumit, akan selalu digunakan tergantung dari kebutuhan dan
kemampuan. Meskipun cara dan alatnya relatif sederhana, tetapi jika didukung dengan
sistem pengolahan data yang memadai dapat dihasilkan informasi yang bermakna terkait
dengan larutan tersebut.
6
Kenyataan lain yang relevan dengan kehidupan moderen adalah meningkatnya
tuntutan terhadap jaminan kualitas, kelengkapan informasi (spesifikasi), dan standarisasi
terhadap suatu produk. Tuntutan ini menciptakan tantangan baru terhadap pemahaman
ilmiah mengenai produk larutan atau sejenisnya. Tantangannya terletak pada pemahaman
yang lebih baik mengenai sifat-sifat larutan yang diselidiki menggunakan alat-alat analitik,
numerik dan eksperimenal, atau kombinasinya. Ketika sifat-sifat yang bermakna dari suatu
larutan diketahui lebih mendalam, maka pengetahuan itu menjadi penting dalam
memberikan pertimbangan yang tepat bagi berbagai keperluan. Lebih dari itu juga
membantu terbangunnya prosedur pengujian (evaluasi) ilmiah yang efektif terhadap suatu
jenis larutan.
Laju pengendapan menjadi parameter utama dalam penyelidikan untuk menentukan
sifat-sifat larutan yang sedang menjadi perhatian. Melalui penelitian ini dirancang
instrumen untuk mempelajari sifat-sifat suatu larutan, khususnya yang terkait dengan laju
pengendapan pada berbagai temperatur. Penelitian ini didukung oleh kemampuan (dan
juga keterbatasan) laboratorium Elektronika dan Instrumentasi Jurusan Pendidikan Fisika
FMIPA UNY yang mampu mewujudkan alat penelitian sendiri dan sistem pengolahan data
yang memadai. Penelitian ini juga sebagai upaya dan sarana bagi mahasiswa dalam
penyediaan topik skripsi.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti apakah alat yang dapat diwujudkan untuk menyelidiki pola pengendapan
larutan yang berbasis PC ?
2. Apakah temperatur mempengaruhi laju pengendapan zat terlarut pada „larutan‟ ?
3. Apakah konsentrasi zat terlarut mempengaruhi laju pengendapannya pada „larutan‟?
C. Tujuan Penelitian
1. Rancang-bangun alat untuk menyelidiki pola pengendapan larutan yang berbasis PC.
2. Menyelidiki pengaruh temperatur terhadap laju pengendapan zat terlarut pada
„larutan‟.
3. Menyelidiki pengaruh konsentrasi zat terlarut terhadap laju pengendapannya pada
„larutan‟.
7
D. Manfaat Penelitian
Model penyelidikan laju pengendapan larutan ini dapat diterapkan pada kasus-
kasus sejenis misalnya laju penggumpalan, laju pengkristalan, ataupun laju pelarutan pada
berbagai campuran khususnya yang berupa zat cair. Laju pengendapan terkait dengan sifat-
sifat molekul-molekul zat terlarut dan pelarutnya. Dengan mengetahui nilai laju
pengendapannya lebih jauh dapat dipelajari sifat-sifat sistem yang tersusun dari moleku-
molekul zat terlarut dan pelarut tersebut. Dengan demikian motode laju pengendapan ini
dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat suatu sistem yang berupa fluida.
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi penelitian payung bagi sub-sub penelitian
yang lebih spesifik. Dengan demikian melalui penelitian ini dapat membantu mahasiswa
mempercepat masa penyelesaian studinya. Karena melalui penelitian ini dapat membantu
mahasiswa dalam penentuan topik dan penyediaan fasilitas (khususnya peralatan)
penelitian.
8
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Zat Cair ( Liquids )
Keadaan molekul-molekul di dalam gas selalu bergerak secara acak. Jarak antar
molekulnya besar dan gaya tarik antar-molekulnya diabaikan. Tetapi di dalam zat cair
molekul-molekulnya saling bersinggungan satu dengan yang lain. Gaya tarik antar
molekulnya cukup besar untuk mempertahankan mereka bersama. Molekul-molekul zat
cair dapat bergerak relatif satu terhadap yang lain di dalam ruang antar molekul yang
tersedia. Molekul-molekul zat cair bergerak secara acak. Pada saat-saat tertentu, molekul-
molekul itu dapat membentuk kelompok (cluster), meninggalkan ruang kosong atau lubang
di sana-sini. Kumpulan molekul bertahan dekat satu dengan yang lain dan menjalani gerak
acak melalui ruang sela. Sebagian besar sifat fisis dari zat cair sebenarnya dikendalikan
oleh kekuatan gaya tarik antar molekulernya.
Gaya antar molekul zat cair secara kolektif disebut gaya van der Waals. Esensi gaya-gaya
ini adalah sifat kelistrikan yang menghasilkan gaya tarik antar muatan yang berbeda tanda.
Jenis utama gaya tarik antar molekul itu adalah
a. Tarikan dipole,
b. Gaya London,
c. Ikatan hydrogen.
Tarikan dipole terjadi pada molekul polar. HCl adalah contoh molekul polar. Molekul
tersebut memiliki bagian muatan positif pada satu ujung dan bagian muatan negatif pada
Lubang
Gambar : Model molekuler zat cair dengan lubang
9
ujung yang lain. Keduanya disebut dipole. Ujung positif pada satu dipole menarik ujung
negatif pada ujung dipole lain. Energi termal dari molekul-molekul tersebut cenderung
mengganggu tarikan ini tetapi masih tetap berada di dalam tarikan bersih antar molekul
polar. Gaya ini diacu sebagi tarikan dipole. Pada umumnya tarikan itu berkisar 1%
dibadingkan dengan kekuatan ikatan kovalen. Perlu diperhatikan bahwa tarikan antar kutub
yang berlawanan lebih besar dari pada tolakan antar kutub senama. Sehingga molekul-
molekul tersebut memiliki tarikan bersih satu dengan yang lain.
Gaya London merupakan gaya lemah antar molekul-molekul atau atom-atom non polar.
Do dalam satu molekul (atau satu atom) electron bergerak terus-menerus. Sebagian besar
waktu electron di dalam molekul dapat digambarkan terdistribusi secara simetrik. Tetapi
sesuai dengan prinsip probabilitas, pada suatu saat elektron-elektron dapat terkonsentrasi
pada satu sisi molekul dari pada di sisi yang lain. Hal ini menyebabkan molekul itu
menjadi polar sesaat dan disebut dipole sesaat. Sisi negatif dipole sesaat menolak elektron
pada molekul yang berdekatan. Akibatnya molekul ke dua tersebut juga menjadi dipole
polaritas induksi. Ini disebut dipole induksi. Dipole sesaat dan dipole induksi sekarang
saling menarik. Karena elektron-elektron selalu bergerak, dipole sesaat dapat berakhir
beberapa saat kemudian dan dipole sessat yang baru dapat diproduksi. Proses kontinyu ini
menghasilkan keseluruhan tarikan lemah antar molekul-molekul zat cair. Tarikan
sementara antar molekul zat cair karena tarikan dipole sesaat dan dipole induksi disebut
gaya London. Meskipun keberadaan gaya London pada molekul non polar, tetapi gaya ini
juga muncul pada molekul polar berdampingan dengan gaya van der Waals. Kekuatan
+
_
+
_
+ _
+ _
+ _
tarikan lemah
H Cl
Gambar : Tarikan lemah antar molekul polar HCl.
10
gaya London tergantung seberapa mudah awan elektron dalam molekul tertentu dapat
terbentuk. Hal ini ditentukan oleh jumlah elektron dan juga ukuran molekul. Sehingga
argon jumlah elektron yang lebih banyak dan bobot molekulernya lebih besar memiliki
titik didih lebih tinggi dari pada helium.
Tarikan elektrostatik yang terjadi antar molekul ketika satu molekul memuat satu hidrogen
yang terikat secara kovalen pada atom elektronegatif tinggi disebut ikatan hidrogen. Atom-
atom elektronegatif yang termasuk dalam ikatan hidrogen adalah O, N, dan F yang mana
berisi pasangan elektron tanpa ikatan. Air (H2O) adalah molekul yang paling baik
menunjukkan ikatan hidrogen. Beda ke-elektronegatif-an antara H dan O sangat besar
bahwa pasangan elektron dalam ikatan kovalen, H-O, tergeser ke arah O. Hal itu
meninggalkan bagian muatan positif pada aton H. Hal ini juga menyebabkan tarikan
elektrostatik antara atom bermuatan pisitif H dan pasangan elektron yang tidak digunakan
bersama pada atom O pada molekul yang berbeda. Atom O pada molekul air memberikan
dua pasang elektron yang tidak digunakan bersama. Ikatan hidrogen adalah yang terkuat
dari semua gaya antar molekuler termasuk gaya tarikan dipole dan gaya London. Ikatan
hidrigen berkekuatan sekitar 0,1 dari ikatan kovalen.
- - - - - - - -
-
-
-
-
A -
B -
-
-
-
-
dipole sesaat molekul
non polar
- - - - - - - -
-
-
-
-
A - - - - - - - -
-
-
-
-
B
dipole sesaat dipole induksi
gaya London
Gambar : Penjelasan gaya London
O
H
. . . .
. . O
H H
H . .
ikatan hidrogen
Gambar : Ikatan hidrogen pada molekul H2O
11
B. Viskositas (Kekentalan)
Cairan (termasuk larutan cair) dapat dipandang terdiri dari lapisan-lapisan
molekuler yang tersusun berlapis-lapis. Ketika gaya geser dikenakan pada cairan tersebut,
ia mengalir. Tetapi gaya gesek antar lapisan menghambat aliran tersebut. Viskositas suatu
cairan merupakan ukuran hambatan akibat gesekan tersebut. Suatu lapisan molekuler yang
bersinggungan dengan pemukaan yang diam memiliki kecepatan nol. Lapisan berikutnya
yang ada di atasnya bergerak dengan kecepatan yang semakin besar dalam arah aliran.
Selanjutnya ditinjau dua lapisan yang bergerak dan yang berdekatan. Misalkan kedua
lapisan itu terpisah sejauh dx dan kecepatannya berbeda dv. Gaya gesek (F) yang
menghambat gerak relatif kedua lapisan berbanding langsung dengan luas permukaan A
dan beda kecepatan dv, sedangkan berbanding terbalik dengan jarak antara kedua lapisan,
sehingga :
F ∞ A dx
dv
atau
F = ηA dx
dv
atau
η = A
F
dv
dx
profil
kecepatan
lapisan-lapisan
molekuler
v = 0
v
bidang diam
bidang bergerak
Gambar : Aliran zat cair pada permukaan bidang
12
di mana η merupakan konstanta kesebandingan yang dikenal sebagai koefisien viskositas
atau viskositas suatu zat cair. Parameter η merupakan nilai spesifik untuk zat cair tertentu
pada suatu temperature. Dengan demikian viskositas dapat didefinisikan sebagai gaya
penghambat tiap satuan luasan yang akan mempertahankan beda kecepatan antara dua
lapisan zat cair pada satu satuan jarak di antaranya.
Satuan dari viskositas adalah poise (yang sama dengan g cm-1
s-1
). Dalam praktek juga
dikenal centipoise ataupun millipoise. Kebalikan dari viskositas adalah fluiditas dengan
sibol ϕ.
ϕ =
1
Pada umumnya viskositas berkurang dengan kenaikan temperatur. Perubahan viskositas
terhadap temperatur (T) dapat dinyatakan dengan relasi berikut :
η = A RTEe / atau ln η = R
E
T
1 + A
dengan A dan E merupakan suatu konstanta. Grafik hubungan antara ln η terhadap 1/T
berupa garis lurus, dan dapat dibuktikan bervariasi untuk setiap zat cair.
v + dv
luasan = A
dx v
Gambar : Gerak relatif dua lapisan sejajar di dalam zat cair
1/T
kemiringan = E/R
ln η
Gambar : Kurva hubungan antara ln η terhadap 1/T
13
C. Larutan
Larutan merupakan campuran homogen dari dua atau lebih zat pada tingkat
molekul. Penyusun atau bagian larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut pelarut dan
bagian yang jumlahnya lebih kecil disebut zat terlarut. Misalnya gula yang terlarut di
dalam air. Gula sebagai zat terlarut dan air sebagai pelarut. Molekul-molekul gula tersebar
merata di antara molekul-molekul air. Hal yang mirip terjadi pada larutan garam di dalam
air. Ion-ion garam (Na+, Cl
-) tersebar merata di dalam air.
Larutan yang berisi zat terlarut relatif sedikit disebut larutan encer (berkonsentrasi
rendah) dan larutan yang berkonsentrasi tinggi disebut larutan pekat. Konsentrasi larutan
didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut yang ada di dalam sejumlah tertentu dari larutan.
Konsentrasi pada umumnya dinyatakan sebagai kuantitas zat terlarut di dalam satu satuan
volume larutan.
Ada banyak cara untuk menyatakan konsentrasi larutan, yaitu meliputi persen bobot, fraksi
mol, molaritas, molalitas, dan normalitas. Persen bobot merupakan persentase bobot zat
terlarut terhadap bobot total larutan. Misalnya suatu larutan HCl dengan konsentrasi 36 %
yang dinyatakan dalam persen bobot, maka larutan tersebut berisi 36 gram HCl di dalam
100 gram larutan.
Konsentrasi = Kuantitas zat terlarut
Volume larutan
Zat terlarut
Perlarut
Gambar : Model molekuler larutan
% bobot zat terlarut = bobot zat terlarut
bobot larutan x 100 %
14
Larutan sederhana tersusun dari dua zat, satu sebagai zat terlarut dan yang lain sebagai
pelarut. Fraksi mol X dari zat terlarut didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah
mol zat terlarut dengan total jumlah mol zat terlarut dan pelarut.
Jika n menyatakan jumlah mol zat terlarut dan N adalah jumlah mol pelarut, maka
Xzat terlarut = Nn
n
Fraksi mol pelarut dapat dinyatakan sebagai
Xpelarut = Nn
N
Fraksi mol tidak bersatuan, dan Xzat terlarut + Xpelarut = 1.
Dalam praktek, konsentrasi lebih sering dinyatakan dalam molaritas. Molaritas M
didefinisikan sebagai jumlah mol dari zat terlarut tiap liter larutan. Satuan molaritas adalah
mol/liter. Jika V menyatakan volume larutan dalam liter, maka
M = V
n
Jumlah mol (n) suatu zat yang dinyatakan bobotnya (x) dalam gram dan diketahui bobot
molekulnya (BM) adalah :
n (mol) = BM
x.
Molalitas (m) suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut (n) per kilogram
massa pelarut.
Xzat terlarut = mol zat terlarut
mol zat terlarut + mol pelarut
Molalitas (m) = mol zat terlarut
massa pelarut (kilogram)
15
Suatu larutan yang diperoleh dengan melarutan 1 mol zat terlarut ke dalam 1000 gram
pelarut disebut larutan 1 molal atau 1 m. Perbedaan antara molalitas dan molaritas adalah
bahwa molalitas dinyatakan massa pelarut sedangkan molaritas dinyatakan dalam volume
larutan.
Normalitas (N) suatu larutan didefinisikan sebagai bilangan (bobot) ekivalen zat terlarut
per liter larutan tersebut.
Dengan demikian, jika 40 gram NaOH (bobot ekivalen = 40) dilarutkan dalam 1 liter
larutan, maka normalitas larutan tersebut adalah 1 dan larutan tersebut dikatakan 1 N.
Larutan yang berisi 4 gram NaOH adalah 0,1 N atau decinormal.
Zat pada umumnya dapat berada pada fase gas, cair atau padat. Masing-masing fase
dapat berperan sebagai zat terlarut atau pelarut. Sehingga ada tujuh jenis larutan
berdasarkan fase zat penyusun larutan.
No. Keadaan
zat terlarut
Keadaan
pelarut
Contoh
1 Gas Gas Udara
2 Gas Cair Oksigen dalam air, CO2 dalam air (minuman)
3 Gas Padat Adsorpsi H2 oleh palladium
4 Cair Cair Alkohol dalam air
5 Cair Padat Merkuri dalam perak
6 Padat Cair Gula, garam
7 Padat Padat Alloy logam, karbon dalam besi (baja)
Jenis larutan yang lazim dan paling banyak dijumpai adalah larutan padat di dalam cair.
Proses pelarutan zat padat dalam larutan dijelaskan dengan bekerjanya gaya listrik antara
molekul-molekul atau ion-ion zat terlarut dengan molekul-molekul pelarut. Penyelidikan
yang lazim menunjukkan bahwa zat terlarut polar mudah melarut dalam pelarut polar dan
tidak mudah larut di dalam pelarut non-polar. Contohnya sodium klorida (NaCl) sangat
mudah larut di dalam air yang merupakan pelarut polar, sedangkan NaCl tidak dapat larut
dalam pelarut non-polar seperti kloroform. Sebaliknya zat terlarut non polar tidak dapat
Normalitas (m) = ekivalen zat terlarut
volume larutan (liter)
16
terurai/melarut di dalam pelarut polar, misalnya benzene yang non polar tidak dapat larut
di dalam air yang polar. Gaya Tarik elektrik antara ujung-ujung yang berbeda jenis
muatannya pada molekul-molekul zat terlarut dan pelarut mengakibatkan terbentuknya
larutan.
Air yang memiliki sifat polar tinggi merupakan pelarut terbaik untuk larutan yang
terionisasi. Bahan ionik, ketika dimasukkan ke dalam air akan membentuk kation (+) dan
anion (-). Ion-ion ini dikelilingi oleh molekul-molekul pelarut dengan ujung-ujung muatan
yang berlawanan terarah menuju ion. Ion tersebut terbungkus dengan satu lapisan molekul
pelarut dan disebut solvated ion, atau hydrated ion pada kasus air sebagai pelarut. Sodium
klorida melarut di dalam air menghasilkan ion Na+ dan ion Cl
-. Ion Na
+ merupakan
hydrated ion untuk dikelilingi satu lapisan molekul air sedemikian hingga ujung negatif
terarah menuju ion tersenut. Sebaliknya, ion Cl- menarik ujung-ujung positif molekul air
yang membungkusnya. Hydrated ion pada sodium dan cloride biasanya direpresentasikan
sebagai Na+(aq) dan Cl
-(aq). Representasi demikian menunjukkan bahwa ion-ion tersebut
ada dalam aqeous phase.
Mekanisme larutan kristal sodium di dalam air dapat dijelaskan bahwa molekul-molekul
air yang polar berusaha untuk menarik keluar ion-ion Na+ dan Cl
- dari kristal dengan
Cl-
-
+ +
+
+ +
+
- -
-
-
-
Na+
+
+ +
+
+
+
-
- -
-
-
-
Na+ Cl
- Cl
- Na
+
Cl- Na
+ Na
+ Cl
-
Kristal
NaCl
Molekul dipole
H2O
Gambar : Sodium klorida melarut dalam air
17
penghidrasian. Hal ini mungkin karena gaya yang bekerja antara ion (Na+ atau Cl
-) dan
molekul air cukup kuat untuk mengatasi gaya ikat ion dalam kristal. Ion-ion tersebut
terlepas dari kristal dan dikelilingi oleh kumpulan molekul air. Lapisan molekul air yang
membungkus ion secara efektif menghalangi mereka dan mencegahnya bersinggungan satu
dengan yang lain. Hingga semuanya terlepas dari kristal (jika belum mencapai keadaan
jenuh) dan tetap berada di dalam larutan.
Banyak zat non-ionik seperti gula juga melarut di dalam air. Larutan tersebut
berkaitan dengan ikatan hidrogen yang terjadi antara molekul air dan molekul gula. Ikatan
hidrogen terjadi melalui kelompok hidroksil pada molekul gula. Molekul air kemudian
dapat menarik keluar molekul-molekul tersebut dari kristal gula dan melarut. Faktanya,
setiap molekul gula dikelilingi sejumlah molekul air dan keseluruhannya adalah bebas
berpindah memenuhi larutan.
Ketika padatan dimasukkan ke dalam pelarut, molekul-molekul atau ion-ion
terlepas dari permukaannya dan masuk ke dalam pelarut. Partikel-partikel padatan itu
kemudian terlepas bebas berhamburan di seluruh pelarut dan terjadilah larutan yang
homogen. Molekul-molekul zat terlarut dan pelarut bergerak terus-menerus di dalam fase
larutan oleh karena energi kinetik yang dimilikinya. Beberapa partikel dibelokkan kembali
menuju padatan dan mengalami tumbukan dengan molekul-molekul lain. Hal ini kemudian
menghantam permukaan padatan dan dapat terjerat di dalam kisi kristal dan kemudian
terkumpul dengannya. Proses di mana partikel-partikel zat terlarut dalam larutan terkumpul
kembali atau terkristal kembali disebut sebagai pengendapan atau pengkristalisasian
kembali. Oleh karenanya, di dalam larutan yang terkait dengan zat terlarut padat bekerja
dua proses berlawanan yang terjadi secara simultan. Pertama adalah proses pelarutan di
mana partikel-partikel zat terlarut meninggalkan padatan dan masuk ke dalam larutan. Ke
dua adalah pengkristalisasian kembali di mana partikel-partikel zat terlarut kembali dari
larutan dan terkumpul atau mengendap pada padatan.
O . . C
H
+ H O
H
H O C O
H H
potongan gula ikatan hidrogen
dengan molekul air
18
Diawali dengan suatu kecepatan di mana partikel-partikel meninggalkan padatan
lebih cepat dari pada mereka kembali ke padatan. Ketika jumlah partikel zat terlarut di
dalam larutan meningkat, kecepatan mereka kembali ke padatan juga meningkat.
Akhirnya, jika ada kelebihan padatan yang hadir maka kecepatan melarut dan kecepatan
mengkristal menjadi sama. Pada tingkat ini dicapai keadaan kesetimbangan antara
molekul-molekul zat terlarut di dalam larutan dengan zat terlarur padat.
Zat-terlarut padat ↔ Zat-terlarut yang melarut
Untuk selanjutnya, tidak ada jumlah zat terlarut di dalam larutan atau fase padatan yang
berkaitan akan berubah dengan hilangnya waktu. Keadaan setimbang ini akan tetap,
pemberian energi kinetik molekul dengan perubahan temperatur tidak akan mengubahnya.
Kompetisi antara kedua proses dan akhirnya kecepatannya sama menunjuk pada fenomena
yang penting yang disebut sebagai keseimbangan dinamik. Istilah dinamik mengacu pada
kenyataan bahwa kedua proses berlangsung terus-menerus tetapi menuju ke kesamaan dua
kecepatan (kesetimbangan). Tidak terjadi perubahan bersih dalam jumlah zat terlarut di
dalam fase larutan selama perjalanan waktu.
Pada umumnya ketika zat terlarut padat berada dalam keseimbangan dinamik dengan
larutannya, laju kelarutan (Rd) terbukti tergantung pada jumlah molekul yang
meningggalkan permukaan kristal. Makin besar luas permukaan kristal dan zat cair akan
semakin besar pula laju kelarutannya.
+
-
-
-
+
+
- + - +
- + + -
+ + -
+
- +
Gambar : Pelarutan dan pengendapan/pengkristalan
19
Rd ∞ A atau Rd = kd A
dengan kd disebut sebagai konstanta kelarutan. Nilainya merupakan karakteristik sistem
tertentu dan nilainya tergantung pada temperatur. Laju pengkristalisasian (Rr) merupakan
laju pada mana molekul-molekul zat terlarut kembali ke permukaan kristal dari larutan dan
terkumpul pada permukaan tersebut. Hal ini ditentukan oleh dua faktor (a) permukaan (A)
kristal, makin luas permukaannya makin banyak jumlah molekul yang mengendap
padanya, (b) konsentrasi (C) molekul terlarut di dalam larutan, makin besar jumlah
molekul terlarut dalam larutan makin banyak jumlah yang mengendap.
Rr ∞ A.C atau Rr = kr A.C
dengan kr disebut konstanta kristalisasi atau konstanta pengendapan. Nilainya juga
mencirikan suatu sistem dan tergantung pada temperatur. Pada keadaan setimbang, laju
kelarutan dan laju pengendapan sama.
Rd = Rr
kd A = kr A.C
atau
C = r
d
k
k = K = konstan.
Dengan demikian konsentrasi zat terlarut pada keadaan setimbang dalam larutan adalah
konstan untuk pelarut tertentu pada temperatur tetap. Larutan yang diperoleh tersebut
dikenal sebagai larutan jenuh untuk padatan itu dan konsentrasi larutan ini diberi nama
solubilitas (tingkat keterlarutan). Jadi larutan jenuh berada dalam kesetimbangan dengan
tambahan padatan pada suhu tertentu.
Solubilitas merupakan konsentrasi zat terlarut dalam larutan pada keadaan
setimbang dengan zat padatnya pada suhu tertentu. Setiap bahan memiliki solubilitas khas
pada pelarut tertentu. Solubilitas bahan sering dinyatakan dalam jumlah gram dapat
melarut seluruhnya pada 100 gram larutan. Kenaikkan temperatur pada umumnya
menyebabkan kenaikan solubilitas. Ketika larutan jenuh dibuat pada temperatur tinggi
kemudian didinginkan, akan dihasilkan larutan yang berisi kelebihan zat terlarut dari pada
larutan jenuh pada temperatur itu. Larutan yang demikian disebut larutan super jenuh.
Larutan super jenuh tidak stabil dan berubah menjadi larutan jenuh ketika kelebihan zat
20
terlarut mengendap. Grafik antara temperatur dan solubilitas membentuk kurva solubilitas.
Kurva itu menunjukkan efek temperatur pada solubilitas suatu bahan. Pada umumnya
kurva solubilitas dapat berbentuk kontinyu atau diskontinyu.
D. Efek Temperatur
Ketika menganalisis fenomena-fenomena fisis biasanya perhatian dipusatkan pada
suatu bagian yang dipisahkan dari lingkungan luarnya. Bagian ini dinamai sistem. Semua
yang di luar sistem dan memiliki pengaruh langsung pada perilaku sistem tersebut
dinamakan lingkungan. Selanjutnya dicoba menentukan sifat sistem dengan menyelidiki
interaksinya dengan lingkungan. Dalam suatu kasus harus dipilih kuantitas-kuantitas yang
sesuai yang dapat diamati untuk menjelaskan sifat sistem tersebut. Kuantitas yang
merupakan sifat kasar sistem yang diukur melalui kerja laboratorium termasuk dalam
tinjauan makroskopis. Kuantitas-kuantitas makroskopis (tekanan, volume, temperatur,
energi internal) langsung diasosiasikan dengan tanggapan indera atau persepsi indera.
Perasaan melalui sentuhan adalah cara yang paling sederhana untuk membedakan
benda panas dari benda dingin. Melalui sentuhan dapat dibedakan benda-benda menurut
tingkat kepanasannya. Inilah pengertian temperatur. Temperatur terkait dengan suatu
bentuk energi, yaitu kalor (energi panas). Karena intervensi energi inilah maka sifat sistem
dapat berubah. Banyak sifat fisis suatu sistem yang dapat diukur mengalami perubahan
sewaktu temperaturnya berubah. Contoh sifat-sifat yang berubah karena perubahan
temperatur adalah volume fluida, panjang logam, hambatan listrik kawat, tekanan gas pada
Solubilitas
Temperatur
Kurva solubilitas diskontinyu
Solubilitas
Temperatur
Kurva solubilitas kontinyu
21
volume tetap, warna kawat pijar, massa jenis, viskositas, laju kelarutan, konstanta
pengendapan, dan masih banyak yang lainnya. Dengan demikian temperatur lingkungan
memiliki efek yang signifikan (tidak bisa diabaikan) terhadap sifat-sifat suatu sistem.
E. Absorpsi Cahaya
Intensitas radiasi dapat didefinisikan sebagai jumlah foton yang lewat menyeberang
tiap satuan luas tiap satuan waktu. Ketika berkas cahaya melewati suatu medium, sebagian
dari berkas tersebut mengalami absorpsi (penyerapan). Ditinjau seberkas cahaya
monokromatis melewati medium yang ketebalannya dx. Intensitas berkas radiasi tersebut
berkurang dari I menjadi I – dI. Misalkan jumlah foton cahaya yang datang N dan jumlah
yang terserap pada ketebalan dx adalah dN. Fraksi foton yang terserap adalah dN/N yang
sebanding dengan ketebalan dx.
N
dN = b dx = -
I
dI
di mana b merupakan konstanta kesebandingan yang disebut dengan koefisien absorpsi.
Misalkan I = I0 pada x = 0. Setelah diintegralkan diperoleh :
I = I0 bxe atau ln
0I
I = - bx
Persamaan itu pertama kali diturunkan oleh Lambert, dan kemudian Beer mengembangkan
relasi tersebut pada larutan dan campuran dalam pelarut transparan menjadi :
ln
0I
I = - ϵ C x
dengan C konsentrasi molar dan ϵ konstanta karakteristik dari larutan yang disebut
koefisien absorpsi molar. Relasi terakhir itu dikenal sebagai hukum Lambert-Beer. Hukum
ini menjadi dasar metode spektrofotometri di dalam analisis fisika maupun kimia. Hal
I
dx
I – dI
22
yang sangat esensial adalah menentukan intensitas cahaya terabsorpsi untuk mempelajari
laju pengendapan suatu campuran yang berfase cair. Seberkas cahaya dari satu sumber
(filamen tungsten atau lampu uap merkuri) dibuat menjadi berkas sejajar dengan lensa.
Berkas tersebut dilewatkan pada filter atau monokromator untuk menghasilkan berkas
cahaya dengan satu panjang gelombang. Cahaya monokromatis tersebut dilewatkan suatu
cuplikan di dalam gelas kuarsa. Sebagian cahaya yang tidak terabsorpsi akan tertangkap
detektor.
Pertama kali mengukur intensitas cahaya dengan tabung kosong, kemudian tabung diisi
dengan cuplikan dan diukur intensitas cahaya yang menembus cuplikan tersebut.
Pembacaan pertama memberikan intensitas cahaya datang I0, dan yang kedua memberikan
intensitas yang tertransmisi I. Selisih I0 – I = Ia merupakan intensitas yang terserap.
Detektor yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan
adalah (a) thermopile, (b) sel fotoelektrik, (c) actinometer kimia, (d) LDR, (e) fotodioda,
dan (f) fototransistor.
F. Koloid
Pada larutan yang sesungguhnya seperti gula atau garam di dalam air, partikel-
partikel zat terlarur tersebar di dalam pelarut sebagai molekul atau ion tunggal. Sehingga
diameter partikel yang tersebar itu terletak antara 1Ao hingga 10A
o. Sebaliknya di dalam
suspensi seperti pasir yang teraduk di dalam air, partikel yang tersebar merupakan
kumpulan jutaan molekul. Diameter partikel ini berorde 2000Ao atau lebih. Larutan yang
berupa koloid atau dispersi koloid merupakan peralihan antara larutan yang sesungguhnya
monokromator tabung gelas
detektor lensa
sumber
cahaya
Gambar : Skema spektrofotometri sederhana
cuplikan
23
dan suspensi. Dengan kata lain, diameter partikel yang ter sebar dalam dispersi koloid
lebih dari partikel terlarut pada larutan yang sesungguhnya dan lebih kecil dari pada
suspensi. Ketika diameter partikel zat terdispersi dalam pelarut berkisar antara 10Ao dan
2000Ao, maka sistem itu disebut larutan koloid atau dispersi koloid atau koloid.
Bahan dengan ukuran partikel dalam jangkauan koloid dikatakan ada dalam keadaan
koloidal. Partikel koloid tidak perlu berbentuk korpuskel. Tetapi dapat berbentuk
menyerupai batang, menyerupai cakram, lapisan tipis, atau filamen panjang. Untuk bahan
dengan bentuk korpuskel, maka diameternya menunjukkan ukurannya. Pada kasus yang
berbeda, ukuran satu dimensi (panjang, lebar, tebal) yang termasuk jangkauan koloid,
maka bahan tersebut dapat digolongkan ke dalam koloid. Secara umum, sistem dengan
sekurang-kurangnya satu dimensi (panjang, lebar, atau tebal) dari partikel terdispersi
berada dalam jangkauan 10Ao hingga 2000A
o digolongkan ke dalam dispersi koloid.
Nama tipe Fase
terdispersi
Medium
dispersi
Contoh
Buih / Busa Gas Cair Susu kental, sabun cukur, buih soda air
Buih padat Gas Padat Busa karet, gabus, batu apung
Aerosol Cair Gas Awan, kabut, halimun (kabut tebal)
Emulsi Cair Cair Susu, krim rambut
Emulsi padat (gel) Cair Padat Mentega, keju
Asap Padat Gas Debu, jelaga di udara
Sol Padat Cair Cat, tinta, koloid emas
Sol padat Padat Padat Alloy, emas terdispersi dalam kaca
Sistem koloid tersusun dari dua fase. Zat yang tersebar sebagai partikel koloid
disebut fase terdispersi. Fase kontinyu ke dua tempat partikel koloid tersebar disebut
medium dispersi. Karena fase terdispersi maupun medium dispersi dapat berupa gas, cair,
1Ao
Larutan
sesungguhnya
Larutan koloid Suspensi
10Ao 2000A
o
24
atau padat, maka ada enam jenis sistem koloid yang mungkin. Dispersi koloid gas di dalam
gas tidak mungkin karena kedua gas akan menghasilkan campuran molekuler yang
homogen. Sistem koloid yang paling utama terdiri dari zat padat yang terdispersi di dalam
cairan. Jenis ini sering diacu sebagai sol atau larutan koloidal.
Koloid memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dan industri.
Pengetahuan tentang sifat koloid hal yang esensial untuk memahami berbagai fenomena
alam di sekitar kehidupan manusia. Asap yang berasal dari tungku/dapur industri termasuk
dispersi koloidal partikel padat di udara. Asap tersebut mengganggu dan mengotori
atmosfer. Sehingga sebelum asap tersebut dilepaskan ke udara harus diendapkan tersebih
dahulu. Salah satu alat untuk pengendapan asap ini adalah Cottrell Precipitator.
Asap dibiarkan melewati deretan muatan-muatan titik tajam yang bertegangan tinggi (20
kV hingga 70 kV). Titik-titik itu menetralkan elektron-elektron berkecepatan tinggi yang
mengionisasi molekul-molekul di udara. Partikel asap meng-adsorb ion-ion positif dan
menjadi termuati. Partikel bermuatan tersebut tertarik ke elektroda yang bermuatan
berlawanan dan mengalami pengendapan. Gas yang meninggalkan Cottrell Precipitator
tersebut bebas dari asap dan debu.
+
-
Gas bebas debu
Asap
Endapan padat
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Obyek Penelitian
Karena hal dipelajari adalah laju pengendapan larutan dengan instrumen berbasis
PC yang dirancang sendiri, maka obyek dari penelitian ini adalah larutan garam dapur dan
larutan gula di dalam aquades. Meskipun larutan sering dipikirkan sebagai suatu campuran
yang homogen (mestinya tidak mengendap), tetapi fakta menunjukkan bahwa bagian
bawah pada larutan gula terasa lebih manis dari pada bagian atasnya. Hal ini membuktikan
bahwa distribusi molekul gula di dalam larutan tidak homogen. Keadaan seperti ini juga
terjadi pada larutan garam. Makna operasional dari mengendap (pada penelitian ini)
adalah distribusi zat terlarut dalam pelarut tidak homogen (cenderung lebih rapat pada
bagian bawahnya). Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Elektronika dan
Instrumentasi pada Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY.
B. Instrumen Untuk Mendapatkan Data
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini meliputi (a)
rangkaian pemancar cahaya yang dapat dikendalikan intensitasnya, (b) rangkaian penerima
cahaya yang dapat dikendalikan kepekaannya, (c) alat ukur tegangan dengan kepekaan
yang memadai (PC), (d) oven (alat pemanas) yang dapat diatur temperaturnya
(temperaturnya juga dapat terbaca), (e) alat ukur waktu (PC), (f) dudukan cuplikan yang
kedap cahaya, (g) neraca (timbangan), (h) gelas ukur (volummeter), dan laptop (PC)
berserta software-nya. Secara teknis, rangkaian-rangkaian yang digunakan dalam
penelitian ini tercantum pada gambar berikut.
LF-356
_ +
3
2 6 10 k
10 k
10 k
1 M 1 M
Amperermeter
Fotodioda
Voltmeter atau PC
+ 5 V
- 5 V
Gambar : Rangkaian penerima cahaya yang dapat dikendalikan kepekaannya
26
C. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini dikumpulkan melalui observasi atau eksperimen sederhana
(tanpa kelompok kontrol). Dari sisi samping, berkas cahaya dikenakan pada cuplik larutan
yang ditempatkan pada tabung gelas. Pada sisi seberang cuplikan itu ditempatkan
rangkaian deteksi cahaya untuk menangkap sebagian berkas cahaya yang diteruskan
cuplikan. Tegangan rangkaian deteksi tersebut (arus fotodioda) sebanding dengan
intensitas cahaya yang mengenainya. Komponen pemancar cahaya (LED), sensor penerima
cahaya (fotodioda), cuplikan (larutan yang diselidiki) ditempatkan dalam dudukan kedap
cahaya, dan ketiga-tiganya ditempatkan di dalam oven (alat pemanas yang temperaturnya
dapat diatur).
Cara pengamatannya didasarkan bahwa arus fotodioda (sebanding dengan tegangan
keluaran penguat) diberikan oleh I = I0 kxCe + IB, di mana x adalah panjang lintasan, C
Penerima
cahaya
Pemancar
cahaya
Tabung gelas
Dudukan
kedap cahaya
Tutup
Oven
LED Fotodioda
_
330
2
3 6
LED
+ 12 V Voltmeter
+
-
LF-356
10 k
Gambar : Rangkaian pemancar cahaya yang dapat dikendalikan intensitasnya
27
menyatakan konsentrasi, dan k adalah koefisien pemadaman. Digunakan tabung uji yang
berisi aquades (C = 0) untuk mengukur I0 + IB, dan mematikan LED untuk mengukur IB
(terkait dengan offset penguat). Dengan menggunakan hukum Lambert-Beer, untuk setiap
temperatur percobaan kemudian di-plot grafik tegangan keluaran dari rangkaian penerima
cahaya yang sebanding dengan (I – IB)/I0 versus t (waktu). Baik data tegangan maupun
waktu dicatat secara otomatis dengan PC (tetapi dapat pula diukur secara manual dengan
voltmeter).
D. Teknik Analisis data
Data dianalisis secara grafis. Berdasarkan bentuk kurva yang diperoleh dapat
diketahui relasi antara dua variabel penelitian, yakni waktu (t) dan intensitas relatif cahaya
yang ditransmisikan. Pengamatan relasi ini di-set pada konsentrasi dan temperatur tertentu.
Karena pengamatan dilakukan untuk setiap nilai konsentrasi (temperatur di-set pada nilai
tertentu) dan setiap nilai temperatur (konsentrasi di-set pada nilai tertentu), maka
kecenderungan pengaruh temperatur terhadap laju pengendapan dapat diketahui.
Cahaya tertransmisi
Cahaya datang = kxCe
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berikut ini adalah data hasil pengamatan untuk jenis larutan garam (kristal NaCl
yang dilarutkan di dalam aquades) pada temperatur 35oC dan berturut-turut untuk
konsentrasi yang berbeda.
Konsentrasi : 15 gram / 100 ml
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 5,21 1,00
5 5,11 0,98
10 5,2 1,00
15 5,09 0,98
20 5,15 0,99
25 5,15 0,99
30 5,21 1,00
35 5,12 0,98
40 5,21 1,00
45 5,14 0,99
50 5,14 0,99
55 5,2 1,00
60 5,21 1,00
65 5,11 0,98
70 5,11 0,98
75 5,17 0,99
80 5,17 0,99
85 5,21 1,00
90 5,21 1,00
95 5,19 1,00
100 5,2 1,00
105 5,13 0,98
110 5,11 0,98
115 5,11 0,98
120 5,14 0,99
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya
yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah :
29
garam-15gr/100ml-35 C
5,08
5,1
5,12
5,14
5,16
5,18
5,2
5,22
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (Menit)
Te
ga
ng
an
(V
olt
)
Konsentrasi : 20 gram / 100 ml
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 3,72 1,00
5 3,72 1,00
10 3,69 0,99
15 3,68 0,99
20 3,66 0,98
25 3,58 0,96
30 3,69 0,99
35 3,72 1,00
40 3,72 1,00
45 3,55 0,95
50 3,61 0,97
55 3,67 0,99
60 3,67 0,99
65 3,67 0,99
70 3,61 0,97
75 3,61 0,97
80 3,67 0,99
85 3,71 1,00
90 3,59 0,97
95 3,59 0,97
100 3,64 0,98
105 3,69 0,99
110 3,58 0,96
115 3,58 0,96
120 3,68 0,99
30
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
garam-20gr/100ml-35 C
3,5
3,55
3,6
3,65
3,7
3,75
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (Menit)
Te
ga
ng
an
(V
olt
)
Konsentrasi : 25 gram / 100 ml
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 2,33 1,00
5 1,98 0,85
10 1,73 0,74
15 1,44 0,62
20 1,28 0,55
25 1,11 0,48
30 0,89 0,38
35 0,81 0,35
40 0,67 0,29
45 0,56 0,24
50 0,56 0,24
55 0,62 0,27
60 0,61 0,26
65 0,61 0,26
70 0,56 0,24
75 0,56 0,24
80 0,56 0,24
85 0,56 0,24
90 0,54 0,23
95 0,55 0,24
100 0,61 0,26
105 0,53 0,23
110 0,56 0,24
115 0,56 0,24
120 0,58 0,25
31
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
Garam-25gr/100ml-35 C
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (Menit)
Te
ga
ng
an
(V
olt
)
Konsentrasi : 30 gram / 100 ml
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 4,49 1,00
5 3,65 0,81
10 3,13 0,70
15 2,51 0,56
20 2,11 0,47
25 1,62 0,36
30 1,28 0,29
35 1,14 0,25
40 0,87 0,19
45 0,75 0,17
50 0,63 0,14
55 0,51 0,11
60 0,38 0,08
65 0,31 0,07
70 0,27 0,06
75 0,27 0,06
80 0,24 0,05
85 0,24 0,05
90 0,25 0,06
95 0,25 0,06
32
100 0,25 0,06
105 0,24 0,05
110 0,24 0,05
115 0,25 0,06
120 0,24 0,05
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
Garam-30gr/100ml-35 C
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (Menit)
Te
ga
ng
an
(V
olt
)
Konsentrasi : 35 gram / 100 ml
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 2,61 1,00
5 2,01 0,77
10 1,62 0,62
15 1,27 0,49
20 0,92 0,35
25 0,75 0,29
30 0,56 0,21
35 0,44 0,17
40 0,36 0,14
45 0,27 0,10
50 0,23 0,09
55 0,14 0,05
60 0,14 0,05
65 0,11 0,04
33
70 0,12 0,05
75 0,09 0,03
80 0,14 0,05
85 0,14 0,05
90 0,17 0,07
95 0,14 0,05
100 0,11 0,04
105 0,11 0,04
110 0,11 0,04
115 0,12 0,05
120 0,14 0,05
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
Garam-35gr/100ml-35 C
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (Menit)
Te
ga
ng
an
(V
olt
)
Data ternormalisasi untuk larutan garam pada temperatur 35oC :
Waktu
(Menit) 15/100 20/100 25/100 30/100 35/100
0 1 1 1,00 1,00 1,00
5 0,98 1 0,85 0,81 0,77
10 1 0,99 0,74 0,70 0,62
15 0,98 0,99 0,62 0,56 0,49
20 0,99 0,98 0,55 0,47 0,35
25 0,99 0,96 0,48 0,36 0,29
34
30 1 0,99 0,38 0,29 0,21
35 0,98 1 0,35 0,25 0,17
40 1 1 0,29 0,19 0,14
45 0,99 0,95 0,24 0,17 0,10
50 0,99 0,97 0,24 0,14 0,09
55 1 0,99 0,27 0,11 0,05
60 1 0,99 0,26 0,08 0,05
65 0,98 0,99 0,26 0,07 0,04
70 0,98 0,97 0,24 0,06 0,05
75 0,99 0,97 0,24 0,06 0,03
80 0,99 0,99 0,24 0,05 0,05
85 1 1 0,24 0,05 0,05
90 1 0,97 0,23 0,06 0,07
95 1 0,97 0,24 0,06 0,05
100 1 0,98 0,26 0,06 0,04
105 0,98 0,99 0,23 0,05 0,04
110 0,98 0,96 0,24 0,05 0,04
115 0,98 0,96 0,24 0,06 0,05
120 0,99 0,99 0,25 0,05 0,05
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya
yang ditransmisikan larutan) terhadap waktu untuk seluruh data setelah dinormalisasi
adalah :
Garam-35 C / Ternormalisasi
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (Menit)
Te
ga
ng
an
(V
olt
)
35
Data hasil pengamatan untuk jenis larutan gula pada temperatur 35oC dan berturut-turut
untuk konsentrasi yang berbeda adalah sebagai berikut :
Data laju pengendapan larutan gula pada konsentrasi 25gr/100ml dan suhu 35oC :
Konsentrasi : 25 gram / 100 ml
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 2,30 1,00
5 1,98 0,86
10 1,70 0,74
15 1,47 0,64
20 1,26 0,55
25 1,09 0,47
30 0,94 0,41
35 0,80 0,35
40 0,69 0,30
45 0,60 0,26
50 0,51 0,22
55 0,44 0,19
60 0,38 0,17
65 0,33 0,14
70 0,28 0,12
75 0,24 0,11
80 0,21 0,09
85 0,18 0,08
90 0,15 0,07
95 0,13 0,06
100 0,11 0,05
105 0,10 0,04
110 0,08 0,04
115 0,07 0,03
120 0,06 0,03
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya
yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah :
36
Gula : 25gr/100ml 35 C
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Teg
an
gan
(vo
lt)
Data laju pengendapan larutan gula pada konsentrasi 30gr/100ml dan suhu 35oC :
Konsentrasi : 30 gram / 100 ml
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 4,50 1,00
5 3,68 0,82
10 3,02 0,67
15 2,47 0,55
20 2,02 0,45
25 1,66 0,37
30 1,36 0,30
35 1,11 0,25
40 0,91 0,20
45 0,74 0,17
50 0,61 0,14
55 0,50 0,11
60 0,41 0,09
65 0,33 0,07
70 0,27 0,06
75 0,22 0,05
80 0,18 0,04
85 0,15 0,03
90 0,12 0,03
95 0,10 0,02
100 0,08 0,02
105 0,07 0,01
37
110 0,06 0,01
115 0,05 0,01
120 0,04 0,01
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya
yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah :
Gula : 30gr/100ml 35 C
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Teg
an
gan
(vo
lt)
Data laju pengendapan larutan gula pada konsentrasi 35gr/100ml dan suhu 35oC :
Konsentrasi : 35 gram / 100 ml
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 2,60 1,00
5 2,02 0,78
10 1,58 0,61
15 1,23 0,47
20 0,96 0,37
25 0,74 0,29
30 0,58 0,22
35 0,45 0,17
40 0,35 0,14
45 0,27 0,11
50 0,21 0,08
55 0,17 0,06
38
60 0,13 0,05
65 0,10 0,04
70 0,08 0,03
75 0,06 0,02
80 0,05 0,02
85 0,04 0,01
90 0,03 0,01
95 0,02 0,01
100 0,02 0,01
105 0,01 0,01
110 0,01 0,00
115 0,01 0,00
120 0,01 0,00
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya
yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah :
Gula : 35gr/100ml 35 C
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Teg
an
gan
(vo
lt)
Data ternormalisasi untuk larutan gula pada temperatur 35oC :
Waktu
(Menit) 25gr/100ml 30gr/100ml 35gr/100ml
0 1,00 1,00 1,00
5 0,86 0,82 0,78
10 0,74 0,67 0,61
15 0,64 0,55 0,47
39
20 0,55 0,45 0,37
25 0,47 0,37 0,29
30 0,41 0,30 0,22
35 0,35 0,25 0,17
40 0,30 0,20 0,14
45 0,26 0,17 0,11
50 0,22 0,14 0,08
55 0,19 0,11 0,06
60 0,17 0,09 0,05
65 0,14 0,07 0,04
70 0,12 0,06 0,03
75 0,11 0,05 0,02
80 0,09 0,04 0,02
85 0,08 0,03 0,01
90 0,07 0,03 0,01
95 0,06 0,02 0,01
100 0,05 0,02 0,01
105 0,04 0,01 0,01
110 0,04 0,01 0,00
115 0,03 0,01 0,00
120 0,03 0,01 0,00
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya
yang ditransmisikan larutan) terhadap waktu untuk seluruh data setelah dinormalisasi
adalah :
Gula 35 C / Ternormalisasi
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Teg
an
gan
(vo
lt)
40
Selanjutnya adalah data hasil pengamatan untuk jenis larutan garam (kristal NaCl
yang dilarutkan di dalam aquades) pada konsentrasi 30gr/100ml dan berturut-turut untuk
temperatur yang berbeda.
Temperatur : 35oC
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 4,49 1,00
5 3,65 0,81
10 3,13 0,70
15 2,51 0,56
20 2,11 0,47
25 1,62 0,36
30 1,28 0,29
35 1,14 0,25
40 0,87 0,19
45 0,75 0,17
50 0,63 0,14
55 0,51 0,11
60 0,38 0,08
65 0,31 0,07
70 0,27 0,06
75 0,27 0,06
80 0,24 0,05
85 0,24 0,05
90 0,25 0,06
95 0,25 0,06
100 0,25 0,06
105 0,24 0,05
110 0,24 0,05
115 0,25 0,06
120 0,24 0,05
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya
yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah :
41
35 C (30gr/100ml)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Teg
an
gan
(vo
lt)
Temperatur : 38oC
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 4,80 1,00
5 3,98 0,83
10 3,31 0,69
15 2,74 0,57
20 2,45 0,51
25 2,02 0,42
30 1,44 0,30
35 1,30 0,27
40 1,10 0,23
45 0,91 0,19
50 0,77 0,16
55 0,62 0,13
60 0,53 0,11
65 0,43 0,09
70 0,38 0,08
75 0,29 0,06
80 0,34 0,07
85 0,34 0,07
90 0,38 0,08
95 0,34 0,07
100 0,38 0,08
105 0,38 0,08
110 0,29 0,06
115 0,38 0,08
120 0,34 0,07
42
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
38 C (30gr/100ml)
0
1
2
3
4
5
6
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Teg
an
gan
(vo
lt)
Temperatur : 42oC
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 3,70 1,00
5 3,15 0,85
10 2,70 0,73
15 2,41 0,65
20 2,00 0,54
25 1,70 0,46
30 1,44 0,39
35 1,30 0,35
40 1,07 0,29
45 0,81 0,22
50 0,78 0,21
55 0,67 0,18
60 0,56 0,15
65 0,48 0,13
70 0,41 0,11
75 0,37 0,10
80 0,30 0,08
85 0,26 0,07
90 0,33 0,09
43
95 0,30 0,08
100 0,33 0,09
105 0,33 0,09
110 0,33 0,09
115 0,11 0,03
120 0,07 0,02
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
42 C (30gr/100ml)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Teg
an
gan
(vo
lt)
Temperatur : 54oC
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 5,10 1,00
5 4,49 0,88
10 3,77 0,74
15 3,52 0,69
20 2,86 0,56
25 2,65 0,52
30 2,35 0,46
35 2,04 0,40
40 1,79 0,35
45 1,58 0,31
50 1,38 0,27
55 1,22 0,24
60 1,02 0,20
65 0,92 0,18
70 0,82 0,16
75 0,71 0,14
44
80 0,61 0,12
85 0,41 0,08
90 0,51 0,10
95 0,46 0,09
100 0,51 0,10
105 0,46 0,09
110 0,51 0,10
115 0,26 0,05
120 0,20 0,04
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
54 C (30gr/100ml)
0
1
2
3
4
5
6
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Teg
an
gan
(vo
lt)
Temperatur : 67oC
Waktu
(menit)
Tegangan
(Volt)
Tegangan
Ternormalisasi
0 4,30 1,00
5 3,87 0,90
10 3,48 0,81
15 3,18 0,74
20 2,75 0,64
25 2,62 0,61
30 2,37 0,55
35 2,15 0,50
40 2,02 0,47
45 1,85 0,43
50 1,59 0,37
55 1,42 0,33
45
60 1,29 0,30
65 1,16 0,27
70 0,99 0,23
75 0,95 0,22
80 0,86 0,20
85 0,77 0,18
90 0,73 0,17
95 0,65 0,15
100 0,60 0,14
105 0,60 0,14
110 0,60 0,14
115 0,43 0,10
120 0,39 0,09
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
67 C (30gr/100ml)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Teg
an
gan
(vo
lt)
Data ternormalisasi untuk larutan garam pada konsentrasi 30gr/100ml dan suhu
bervariasi :
Waktu
(Menit) 35 oC 38
oC 42
oC 54
oC 67
oC
0 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
5 0,81 0,83 0,85 0,88 0,90
10 0,70 0,69 0,73 0,74 0,81
15 0,56 0,57 0,65 0,69 0,74
20 0,47 0,51 0,54 0,56 0,64
25 0,36 0,42 0,46 0,52 0,61
46
30 0,29 0,30 0,39 0,46 0,55
35 0,25 0,27 0,35 0,40 0,50
40 0,19 0,23 0,29 0,35 0,47
45 0,17 0,19 0,22 0,31 0,43
50 0,14 0,16 0,21 0,27 0,37
55 0,11 0,13 0,18 0,24 0,33
60 0,08 0,11 0,15 0,20 0,30
65 0,07 0,09 0,13 0,18 0,27
70 0,06 0,08 0,11 0,16 0,23
75 0,06 0,06 0,10 0,14 0,22
80 0,05 0,07 0,08 0,12 0,20
85 0,05 0,07 0,07 0,08 0,18
90 0,06 0,08 0,09 0,10 0,17
95 0,06 0,07 0,08 0,09 0,15
100 0,06 0,08 0,09 0,10 0,14
105 0,05 0,08 0,09 0,09 0,14
110 0,05 0,06 0,09 0,10 0,14
115 0,06 0,08 0,03 0,05 0,10
120 0,05 0,07 0,02 0,04 0,09
Garam 30gr/100ml
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (detik)
Teg
an
gan
47
B. Pembahasan
Pengambilan data (yang sedang dianalisis) untuk menentukan hubungan antara
konsentrasi dan laju pengendapan diambil pada termperatur 35oC, karena nilai tersebut
merupakan temperatur pengamatan yang paling dekat dengan temperatur ruangan dalam
keadaan biasa (suhu kamar). Dengan demikian aliran kalor yang keluar dari sistem ke
lingkungan atau yang masuk dari lingkungan ke sistem relatif setimbang.
Berdasarkan pengamatan kualitatif dengan memperhatikan kecenderungan bentuk
kurva pada setiap grafik, ternyata untuk larutan garam pada temperatur 35oC, pada
konsentrasi 15 gram / 100 ml dan 20 gram / 100 ml tidak menunjukkan fenomena
pengendapan yang berarti. Setelah diamati hingga 2 jam fenomena tersebut tidak muncul.
Tegangan keluaran piranti pengamatan relatif tetap. Nilai tegangan keluaran tersebut
berkorelasi dengan intensitas cahaya yang diteruskan oleh cuplikan larutan yang diamati.
Piranti pengamatannya telah dirancang (telah diselidiki) sedemikian hingga hubungan
antara intensitas cahaya dan tegangan keluaran adalah berbanding lurus (linier).
Gejala pengendapan terjadi pada konsentrasi di atas 20 gram / 100 ml. Pada
penelitian ini diamati untuk konsentrasi-konsentrasi 25 gram / 100 ml, 30 gram / 100 ml,
dan 35 gram / 100 ml. Berdasarkan bentuk kurva pada grafik untuk ketiga konsentrasi
larutan tersebut menunjukkan kecederungan relasinya (antara tagangan/intensitas dan
waktu) berbentuk eksponensial menurun. Hal ini bisa dipastikan karena berdasarkan
penyelidikan awal, alat yang digunakan dalam penelitian ini telah menunjukkan relasi
antara masukan (intensitas cahaya) dan keluarannya (tegangan) adalah linier. Dengan
demikian kurva yang cenderung eksponensial menurun tadi akibat pengaruh dari variasi
konsentrasi larutan. Fenomena lain menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi zat
terlarut semakin cepat laju pengendapannya. Hal ini ditunjukkan dengan lama waktu
pengendapannya semakin cepat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi zat terlarut berpengaruh
terhadap laju pengendapannya. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut semakin cepat laju
pengendapannya. Pada larutan garam, fenomena laju pengendapan terjadi pada konsentrasi
di atas 20 gram / 100 ml. Di bawah konsentrasi tersebut fenomena pengendapan tidak
teramati. Durasi pengamatan hanya dibatasi selama 2 (dua) jam.
48
Data untuk menentukan hubungan antara temperatur dan laju pengendapan diambil
pada konsentrasi 30gr/100ml. Berdasarkan pengamatan kualitatif pada kurva hubungan
antara tegangan (intensitas cahaya) dan waktu menunjukkan kecenderungan berbentuk
eksponensial menurun. Artinya, larutan yang berpotensi mengendap menunjukkan gejala
pengendapan setelah durasi waktu tertentu. Gejala tersebut menunjukkan bahwa semakin
tinggi temperetur larutan semakin lama proses pengendapannya. Hal ini sesuai dengan
teori kinetik partikel (molekul) bahwa semakin tinggi temperatur suatu sistem, maka energi
kinetik setiap partikel pada sistem itu juga semakin tinggi. Dengan demikian gerakan
molekul yang bertemperetur tinggi semakin dinamis dan cenderung sulit untuk
mengendap.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa temperatur berpengaruh terhadap laju
pengendapan zat terlarut. Semakin tinggi temperatur suatu larutan (yang berpotensi
mengendap) semakin lambat laju pengendapannya. Kurva relasi antara proses
pengendapan terhadap waktu untuk berbagai harga temperatur cenderung berbentuk
eksponensial menurun. Rentang temperatur pengamatan dari 35oC hingga 67
oC.
49
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Telah dibuat instrumen untuk penyelidikan pola pengendapan larutan yang berbasis
PC dengan bagian-bagian (a) rangkaian pemancar cahaya yang dapat dikendalikan
intensitasnya, (b) rangkaian penerima cahaya yang dapat dikendalikan kepekaannya,
(c) oven (alat pemanas) yang dapat diatur temperaturnya, (d) dudukan cuplikan yang
kedap cahaya, dan (e) software akuisisi data berbahasa MATLAB untuk pengambilan
dan pengolahan data secara otomatis.
2. Temperatur berpengaruh terhadap laju pengendapan zat terlarut. Semakin tinggi
temperatur suatu larutan (yang berpotensi mengendap) semakin lambat laju
pengendapannya. Kurva relasi antara proses pengendapan terhadap waktu untuk
berbagai harga temperatur cenderung berbentuk eksponensial menurun. Rentang
temperatur pengamatan dari 35oC hingga 67
oC.
3. Konsentrasi zat terlarut berpengaruh terhadap laju pengendapannya. Semakin tinggi
konsentrasi zat terlarut semakin cepat laju pengendapannya. Pada larutan garam dan
pada temperatur kamar (35oC), fenomena laju pengendapan terjadi pada konsentrasi di
atas 20 gram / 100 ml. Di bawah konsentrasi tersebut fenomena pengendapan tidak
teramati.
B. Saran
1. Perilaku pengendapan zat terlarut hanya dibatasi pada rentang 30oC hingga 80
oC.
Disarankan untuk menyelidiki perilaku yang sama di sekitar titik beku larutan hingga
hampir mendidih.
2. Jenis larutan baru terbatas pada padatan di dalam cairan. Dengan metode seperti yang
digunakan dalam penelitian ini dapat diterapkan pada jenis larutan padatan dalam gas.
3. Campuran yang diselidiki dapat berupa koloid ataupun emulsi.
4. Durasi pengamatan dapat diperpanjang, terutama untuk konsentrasi rendah.
50
DAFTAR PUSTAKA
Bahl, B. S., Tuli, G. D., Bahl, A., 1997, Essentials of Physical Chemystri, S. Chand &
Company Ltd., Ram Nagar, New Delhi.
Derenzo, S.E., 1990, Interfacing, Laboratory Approach Using the Microcomputer for
Instrumentation, data Analysis, and Control; Prentice-Hall International Inc. Englewood
Cliffs.
Fraden, Y., 2004, Handbook of Modern Sensors : Physics, Designs, and Applications,
Third Edition, Springer, California.
Halliday, D., Resnick, R., Silaban, P., Sucipto, E., 1992, Fisika, Jilid 1, Edisi ke 3,
Erlangga, Jakarta.
Hebra, A. J., 2010, The Physics of Metrology, Springer, New York.
Jones, M.H., 1988, A Practical Introduction to Electronic Circuits, Second Edition,
Cambridge University Press, Cambridge.
Malmstadt, H.V., Enke, C.G., Crouch, S.R., 1981, Electronics and Instrumentation for
Scientists, The Benjamin/Cumming Publishing Company Inc., California.
Wardle, B., 2009, Principles and Applications of Photochemistry, John Wiley & Sons,
Ltd., West Sussex, UK.