0
PENGOLAHAN AIR BERSIH SKALA RUMAH TANGGA
DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA
SAAT BENCANA BANJIR
(STUDI KASUS: SUNGAI DELI, MEDAN)
TUGAS AKHIR
AHMAD USMAN FITRIYANTO
120407040
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEMESTER GANJIL 2017
Pembimbing I
IVAN INDRAWAN, ST., MT
.
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya yang begitu besar kepada penulis, maka pada kesempatan kali ini penulis
dapat menyelesaikan proposal akhir yang berjudul Pengolahan Air Bersih Portable
Skala Rumah Tangga Dengan Menggunakan Teknologi Tepat Guna Untuk Kawasan
Sungai Deli. Pemilihan judul tersebut dilatarbelakangi oleh harapan penulis yang ingin
memberikan rekomendasi alat penyaring air yang sederhana, praktis, ekonomis, dan
tetap menghasilkan kualitas air yang baik.
Ucapan terima kasih atas bantuan dan motivasi sehingga proposal tugas akhir dapat
diselesaikan dengan baik kepada:
1. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
dorongan, arahan, moril dan materil dalam penyelesaian tugas akhir ini.
2. Ibu Isra Suryati, S.T., M.Si sebagai koordinator tugas akhir dan dosen wali, yang
telah memberikan nasehat-nasehat.
3. Ibu Ir. Netti Herlina, M.T, selaku ketua Jurusan Program Studi Teknik Lingkungan
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Muhammad Faisal, ST, MT dan Bapak Dr. Amir Husin, ST, MT sebagai
dosen penguji yang telah memberikan dorongan, arahan, moril dan materil dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
5. Bapak, Ibu, dan adik yang tidak pernah berhenti memberikan dorongan semangat,
doa setulus-tulusnya, dan dukungan.
6. Bapak Perwira yang telah meminjamkan alat selama penelitian
7. Kepala & Staff labolatorium PDAM Cabang Medan Sunggal yang telah membantu
penulis selama penelitian
8. Kak Yani Simamora, S.H yang telah membantu dan memberikan bantuan, arahan,
dan dorongan kepada penulis.
9. Bapak Harum Murah Marpaung yang selalu menegaskan agar dapat menyelesaikan
studi sarjana secepatnya.
10. Sasha meong, HM, Mocca, Late dan noname yang telah memberikan semangat
kepada penulis
Universitas Sumatera Utara
ii
11. Arif ST, Alan, Hafidz ST, Bobby, Dika ST, Fajrur, Samuel, Karina ST, Meidina ST,
Deni ST, Fira ST, Icus ST, Runi ST, Andi, Cristo ST, Ite ST, sam PAL, Indah Ayu,
Caroline 13040, Gomgom, Grace 16040, Milenia 17040 dan Bayu 018 yang telah
banyak membantu, memberikan motivasi dan dukungan
12. Rekan-rekan seperjuangan HMTL FT USU khususnya G1
13. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa paparan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, baik isi
maupun sistematikanya. Oleh karena itu, terhadap segala kekurangan dengan
tangan terbuka penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi
perbaikan pada masa yang akan datang.
Semoga dengan dibuatnya tugas akhir ini, dapat menjadi landasan pemikiran baru
untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Akhirnya, segala daya upaya penulis serahkan
kembali kehadirat-Nya.
Medan, 2 Agustus 2018
Penulis
Universitas Sumatera Utara
iii
ABSTRAK
Kawasan bantaran Sungai Deli merupakan kawasan yang dikenal sebagai daerah banjir
jika hujan deras mengguyur Kota Medan dan diperparah dengan adanya banjir kiriman
dari daerah dataran tinggi Kabupaten Karo serta buruknya sistem drainase. Hal ini
mengakibatkan warga yang terkena dampak banjir menggunakan air banjir untuk
kebutuhan sehari-hari. Korban banjir rawan terkena penyakit karena sumber air
tercemar oleh banjir. Oleh karena itu, dibutuhkan kesiapan dalam menghadapi dampak
yang ditimbulkan dalam pemenuhan air bersih, yaitu melakukan pengolahan air banjir
menjadi air bersih. Dengan menggunakan alat portable water treatment yang dapat
dipindahkan dengan mudah dan sesuai dengan keadaan masyarakat. Alat hasil
penelitian ini mampu mengolah air banjir dengan efesiensi menghilangkan kekeruhan
mencapai 99,59 %.
Kata Kunci: Sungai Deli, Kekeruhan, Prasedimentasi, Sedimentasi, Dosis Koagulan
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRACT
Deli river area has known as the flood area, if heavy rain came to Medan and
compounded with flood from highland like the district of Karo, also the lack of drainage
system. This kind of thing made people who affected by the flood to use the flood`s
water for daily activity. The victim easily infected to desease because of the source of
the water has pulluted by the flood. That`s why, the preparation is needed to face the
impact in the fulfillments of clean water, one of those is to do flood water treatment into
clean water. Using portable water treatment whichis can be moved easily and suitable
with citizen condition. This portable could process flood`s water with the effieciency of
reducing the turbidty until 99,59%.
Keyword: Deli River, Turbidity, Prasedimentation, Sedimentation, coagulation dosis
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB I PENDAHULUAN I-1
1.1 Latar Belakang I-1
1.2 Rumusan Masalah I-3
1.3 Tujuan Penelitian I-4
1.4 Ruang Lingkup Penelitian I-4
1.5 Manfaat Penelitian I-4
1.6 Sistematika penulisan I-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1
2.1 Penelitian Terdahulu II-1
2.2 Air Secara Umum II-1
2.3 Hidrologi II-5
2.4 Manfaat Air II-5
2.5 Persyaratan Air Bersih II-6
2.5.1 Kualitas Air Bersih II-6
2.5.2 Kuantitas II-8
2.5.3 Kontinuitas II-8
2.6 Proses Pengolahan Air Bersih II-8
2.7 Banjir II-11
2.8 Kebutuhan Air Saat Banjir II-14
2.9 Teknologi Penyediaan Air Bersih Saat Banjir Skala Individu II-14
2.9.1 Filtrasi Keramik II-14
2.9.2 Penjernihan dan Disinfektan II-15
Universitas Sumatera Utara
vi
2.9.3 Pengolahan Air Bersih TP2AS II-16
2.10 Prasedimentasi II-17
2.11 Koagulasi - Flokulasi II-17
Koagulasi Menggunakan Tawas II-19
2.12 Sedimentasi II-20
2.13 Filtrasi II-20
BAB III METODE PENELITIAN III-1
3.1 Jenis dan Diagram Alir Penelitian III-1
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian III-2
3.2.1 Lokasi Penelitian III-2
3.2.2 Waktu Penelitian III-2
3.3 Sampel Penelitian III-2
Sampel III-2
3.4 Metode Pengumpulan Data III-3
3.4.2 Data Sekunder III-3
3.5 Pelaksanaan Penelitian III-3
3.5.1 Bahan dan Alat III-3
3.5.2 Cara Perakitan Alat III-4
3.5.3 Cara Kerja III-7
3.5.4 Cara Pengambilan Sampel III-8
3.5.5 Metode Penentuan Waktu prasedimentasi dan sedimentasi III-9
3.5.6 Metode Penentuan Dosis Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3) III-10
3.5.7 Metode Penentuan Dosis Kalsium Hidroksida ( Ca(OH)2 ) III-11
3.5.7 Simulasi Kekeruhan Air Saat Banjir III-11
Universitas Sumatera Utara
vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV-1
4.1 Pelaksanaan Penelitian IV-1
4.2 Penentuan Lama Waktu Pengendapan Pada Proses Prasedimentasi IV-3
4.3 Penentuan Dosis Koagulan IV-5
4.4 Penentuan Lama Waktu Pengendapan Pada Proses Sedimentasi IV-8
4.5 Penentuan Lama Waktu Pengadukan IV-10
4.6 Lama Waktu Proses Pengolahan IV-11
4.7 Percobaan Alat IV-12
4.7.1 Removal Kekeruhan IV-13
4.7.1.1 Persen Removal Kekeruhan Pada Proses Prasedimentasi IV-14
4.7.1.2 Persen Removal Kekeruhan Pada Proses Koagulasi,
Flokulasi dan Sedimentasi IV-15
4.7.1.3 Persen Removal Kekeruhan Pada Proses Filtrasi IV-17
4.7.1.4 Kriteria Pasir IV-18
4.7.1.5 Persen Removal Kekeruhan Pengolahan Air Bersih IV-19
4.7.2 Jumlah Kandungan Bakteri Eschericia Coli IV-20
4.7.3 Analisis pH IV-22
4.7.4 Instruksi Kerja Penggunaan Portable Water Treatment
Sederhana IV-24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V-1
5.1 Kesimpulan V-1
5.2 Saran V-1
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Pengolahan Air Bersih Saat Banjir II-2
Tabel 2.2 Kepmenkes RI No.492/MENKES/PER/IV/2010 II-7
Tabel 2.3 Penyebab Banjir dan Prioritasnya II-12
Tabel 4.1 Kualitas Air Sungai Deli IV-2
Tabel 4.2 Kualitas Air Sungai Deli Dengan Kekeruhan Buatan IV-3
Tabel 4.3 Hasil Imhoff Cone Pada Proses Prasedimentasi IV-4
Tabel 4.4 Hasil Uji Jarr Test Untuk Menentukan Dosis Koagulan IV-6
Tabel 4.5 Hasil Imhoff Cone Pada Proses Sedimentasi IV-9
Tabel 4.6 Hasil Dari Penentuan Lama Pengadukan Koagulasi dan Flokulasi IV-10
Tabel 4.7 Lama Waktu Proses Pengolahan IV-11
Tabel 4.8 Removal Kekeruhan Pada Alat IV-13
Tabel 4.9 Persen Removal Kekeruhan Pada Proses Prasedimentasi IV-14
Tabel 4.10 Persen Removal pada Proses Koagulasi, Flokulasi dan Sedimentasi IV-15
Tabel 4.11 Persen Removal Kekeruhan pada Proses Filtrasi IV-17
Tabel 4.12 Titik Jenuh Filtrasi IV-18
Tabel 4.13 Persen Removal Kekeruhan Air Bersih IV-19
Tabel 4.14 Jumlah Kandungan Bakteri Eschericia Coli IV-21
Tabel 4.15 Variasi Dosis Ca(OH)2 IV-22
Tabel 4.16 Hasil Analisi pH IV-23
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Frekuensi Potensi Hujan di Kota Medan I-2
Gambar 2.1 Filtrasi Keramik Tipe Dome II-15
Gambar 2.2 PAC Sashet II-16
Gambar 2.3 Diagram Proses Pengolhan Air Sederhana TP2AS II-16
Gambar 2.4 Kerangka Konsep II-24
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian III-1
Gambar 3.2 Lokasi Pengambilan Sampel III-2
Gambar 3.3 Alat Portable Water Treatment sederhana III-4
Gambar 3.4 Bak Prasedimentasi dan Bak koagulasi flokulasi dan
sedimentasi III-5
Gambar 3.5 Meja Penyangga, Unit Filtrasi dan Bak Penampung Air Bersih III-5
Gambar 3.6 Spesifikasi Alat III-6
Gambar 3.7 Cara Kerja Alat III-7
Gambar 3.8 Lumpur dan Pasir Sungai Deli III-8
Gambar 3.9 Alat Imhoff Cone III-10
Gambar 4.1 Lutron WA-2015, Turbidity, dan GPS Garmin IV-1
Gambar 4.2 Lumpur dan Pasir Sungai Deli IV-2
Gambar 4.3 Grafik Hasil Imhoff Cone Pada Proses Prasedimentasi IV-4
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Koagulan Terhadap Kekeruhan dan pH IV-6
Gambar 4.5 Grafik Hasil Imhoff Cone Pada Proses Sedimentasi IV-9
Gambar 4.6 Grafik Persen Removal Kekeruh Proses Prasedimentasi IV-14
Gambar 4.7 Grafik Persen Removal Kekeruhan pada Proses Koagulasi,
Flokulasi dan Sedimentasi IV-16
Gambar 4.8 Grafik Persen Removal Kekeruhan pada proses filtrasi IV-17
Gambar 4.9 Grafik Persen Total Removal Kekeruhan Pengolahan Air Bersih IV-19
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bencana merupakan suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah
manusia yang dapat terjadi secara tiba-tiba serta perlahan-lahan yang menyebabkan
hilangnya jiwa manusia. Kerusakan harta benda dan lingkungan serta melampaui
kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk menanggulanginya (Harjadi dkk, 2005)
Banjir adalah peristiwa tergenangnya daratan akibat volume air yang meningkat dalam
wilayah yang cukup luas dan waktu yang cukup lama. Banjir dapat terjadi akibat hujan
yang lebat, peluapan sungai, atau pecahnya bendungan sungai. Banjir dapat disebabkan
oleh luapan sungai dan laut, sedangkan di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh
luapan sungai. Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara rawan
bencana setelah India dan Cina. Hal itu diungkap peneliti pada Pusat Studi Bencana
Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada (Adi,2009)
Kota Medan secara geografis terletak di antara 20 27'-2 0 47' Lintang Utara dan 980 35'-
980 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara
dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5-37,5 m di
atas permukaan laut. Sedangkan Kabupaten Deli Serdang secara geografis terletak
diantara 2 0 57'-3 0 16'LU dan 970 52'-980 45'BT8 . Intensitas bencana yang cukup
tinggi di Medan dan Deli Serdang ini sudah terdata di Direktorat Urusan Korban
Bencana Alam Departemen Sosial pada tahun 1982. Daerah Medan dan Deli Serdang
yang terletak di pesisir pantai timur Sumatera rentan terhadap gangguan cuaca regional
dari perairan Selat Malaka dan Laut China Selatan. Elevasi kedua daerah tersebut yang
rendah menyebabkan mudahnya bencana banjir terjadi di tempat itu (Satyaning, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3
utama menurunnya kesehatan banyak disebabkan lingkungan yang kurang bersih akibat
kekurangan air dan mengonsumsi air yang tercemar. (Anonim, 2008). Faktor yang
menjadi sulitnya memperoleh air bersih yaitu sumur penduduk tercemar akibat
tergenang air banjir, rusaknya pipa transmisi penyalur air bersih dan sulitnya akses
menuju lokasi banjir.
Proses penjernihan air banjir ini menggunakan prinsip koagulasi, flokulasi, sedimentasi,
dan filtrasi sederahana sehingga diperoleh kualitas air yang lebih baik. U.S. Agency for
International Development (USAID) 2007, menyebutkan bahwa kebutuhan air korban
pasca banjir antara 15 – 20 Liter per orang per hari. Coppola menyebutkan dalam
bukunya yang berjudul International Disaster Management menyebutkan melalui
proses coagulasi, flokulasi dan sand filtration untuk mengolah air akan menghasilkan
kualitas air yang baik. Melalui alat ini, penyediaan air bersih pada kondisi banjir dapat
terlayani.
1.2. Perumusan Masalah
Air bersih menjadi salah satu kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan manusia. Air
bersih yang memenuhi standar atau persyaratan kesehatan adalah air minum yang tidak
berbau, berwarna dan berasa serta memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan menurut
PERMENKES RI No. 492/MEN.KES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum. Selama becana banjir berlangsung, sumber air menjadi terganggu dan
terkontaminasi akibat banjir, kebutuhan air besih menjadi sangat penting dan harus
cepat dalam menangani korban bencana banjir. Tanpa air bersih, korban akan
mengalami gangguan kesehatan yaitu terserang penyakit. Dengan menggunakan alat
portable penyaringan air sederhana dapat memberikan kebutuhan air bersih untuk
korban daerah banjir. Maka dirumuskan beberapa masalah di antara lain:
1. Perencanaan alat.
2. Pengaruh lama waktu prasedimentasi dan sedimentasi dalam proses alat tersebut .
3. Berapa dosis koagulan dalam proses alat tersebut.
4. Lama waktu pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi.
5. Dosis larutan kapur dalam proses alat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis yaitu :
1. Mempelajari pengaruh variasi dosis koagulan dalam penurunan kekeruhan terhadap
air Sungai Deli pada saat kondisi banjir dengan menggunakan jarr test.
2. Mempelajari pengaruh variasi waktu tinggal terhadap penurunan kekeruhan air
Sungai Deli pada saat kondisi banjir dengan menggunakan imhoff Cone.
3. Menetukan seberapa banyak dosis koagulan yang digunakan pada alat.
4. Mengetahui lama waktu pengadukan yang efektif pada koagulasi dan flokulasi.
5. Mempelajari pengaruh dosis larutan kapur dalam menaikan nilai pH.
1.4. Ruang Lingkup
Adapun batasan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Nilai kekeruhan sesuai dengan baku mutu PERMENKES RI NO 492 tahun
2010.
2. Variasi waktu sedimentasi dan prasedimentasi.
3. Banyaknya dosis koagulan yang digunakan.
4. Lama waktu pengadukan koagulasi dan flokulasi.
5. Sampel yang digunakan adalah air sungai Deli yang akan direkayasa menjadi air
banjir dengan nilai ±950 NTU.
6. Skala rumah tangga untuk 5 orang
7. Nilai pH sesuai dengan baku mutu PERMENKES RI NO 492 tahun 2010.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Sebagai syarat untuk memenuhi penyusunan Tugas Akhir guna mendapatkan
gelar Sarjana dari Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
Menambah pengalaman dalam hal pengolahan air minum.
Universitas Sumatera Utara
5
2. Bagi Universitas Sumatera Utara
Menghasilkan produk yang mengharumkan nama Universitas Sumatera Utara
dan sebagai bahan pengembangan penelitian.
3. Bagi Pemerintah
Membantu pemerintah dengan mengusulkan alat tersebut dalam pemecahan
masalah air bersih bagi korban banjir.
4. Bagi Masyarakat
Memberikan rekomendasi pengolahan air untuk kebutuhan masyarakat yang
terkena bencana.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, tujuan penelitian, rumusan masalah, manfaat penelitian, ruang
lingkup penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori dan pemahaman tentang air secara umum, penelitian sebelumnya, air bersih,
banjir, kebutuhan air saat banjir, teknologi penyediaan air bersih saat banjir,
prasedimentasi, filtrasi.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode penelitian yang mencakup diagram alir,
variabel penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data, rancanganalat, cara
perakitan, prosedur kerja, dan teknik analisa data.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN.
Berisi data dan pembahasan mengenai hasil waktu prasedimentasi, dosis koagulan,
waktu sedimentasi, lama pengadukan pada proses koagulasi-flokulasi, nilai kekeruhan
setelah diolah.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan atas hasil
yang didapat
Universitas Sumatera Utara
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai pengolahan air minum sederhana untuk kawasan banjir
bisa dilihat pada tabel 2.1
2.2 Air Secara Umum
Air adalah zat yang tudak mempunyai rasa, warna, dan bau yang terdiri dari hidrogen
dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Air merupakan suatu larutan yang bersifat
universal (Linsley, 1991).
Air dapat berupa air tawar dan air asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar di
bumi ini. Di dalam lingkungan alam proses, perubahan wujud, gerakan aliran air (di
permukaaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) dan jenis air mengikuti suatu siklus
keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
Manusia sejak dahulu kala sudah menyadari betapa pentingnya peranan air. Secara
global tubuh manusia dewasa mengandung air sebanyak 50 – 70 % dari bobot tubuhnya.
Bila tubuh air kehilangan air sebanyak 15 % dari bobot tubuhnya akan mengakibatkan
kematian. Dalam tubuh manusia air diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat
yang diperlukan tubuh. Sebagai contoh, oksigen perlu dilarutkan dahulu, sebelum dapat
memasuki pembuluh-pembuluh darah yang ada disekitar alveoli. Demikian pula dengan
zat makanan yang hanya dapat diserap apabila dapat larut dalam cairan yang meliputi
selaput lendir usus. Air sebagai bahan pelarut, membawa segala jenis makanan
keseluruh tubuh dan mengambil kembali segala buangan untuk dikeluarkan dari tubuh
(Soemirat, 1994 ).
Kebutuhan akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci
(bermacam-macam cucian), dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO (World Health
Organization) di Negara-negara maju setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per
hari. Sedangkan di Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia setiap orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Pengolahan Air Minum Sederhana di Kawasan Banjir
No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1
Noerhadi Wiyono,
Arief Faturrahman,
Isna Syauqiah
2017
Sistem Pengolahan Air Minum
Sederhana (Portable Water
Treatment)
Penelitian ini dilakukan dengan melihat
variabel sampel air yang digunakan, yaitu air
sungai martapura di Desa Tambak Anyar Jalan A.
Yani Km. 44. Alat yang digunakan Tray aerator,
Sand filter, Kolom Adsorbsi, dan kolom Desinfeksi.
Menggunakan persamaan Standart Eror of Estimate
untuk mendapatkan waktu dan volume air yang
masuk.
Desain alat ini kurang efektif
dengan kondisi kualitas sungai air
Martapura untuk diolah menjadi
air minum yang biasa dikonsumsi
Waktu optimum untuk alat ini
adalah 135 s dengan lama
desinfeksi selama 2 menit dan
volume optimum air masuk
adalah sebesar 2 L
Alat ini dapat menurunkan
beberapa parameter, yaitu
kekeruhan (83.90%) , TSS
(43.10%), TDS (2.50%), Fe
(92.69%), NO2(78.92%), dan
CaCO3(9.61%)
Parameter negatif yang belum
mampu diolah oleh alat ini yaitu
BOD, COD, Mn dan coliform
2 Rofiq, Fauzan 2012
Pengolahan Air Minum Portable
Skala Rumah Tangga dengan
Menggunakan Teknologi Tepat
Guna untuk Daerah Bencana
Banjir di Provinsi Jawa Timur
Dengan rangkaian peralatan prasedimentasi,
koagulasi , flokulasi , sedimentasi, filtrasi dan
diinfektan. Parameter yang diuji yaitu kekeruhan, pH,
E.Colli, dan sisa klor aktif. Dengan variable waktu
pengendapan prasedimentasi dan sedimentasi sebesar
10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit. Pengadukan
koagulasi 1 dan 2 menit, flokulasi 2 dan 3 menit.
Dengna membuat kekeruhan buatan untuk
mensimulasikan pada saat banjir. Analisis E.Colli
menggunakan metode Most Probable Number
Total efesiensi removal
kekeruhan paling optimum
mencapai 99.88 %
Dalam mengolah E.Colli
efesiensi pengolahna mencapai
100%
Untuk Ph dan sisa klor aktif
masih memenuhi baku mutu air
minum, yaiut berkisar 6.56 – 6.60
untuk pH dan sisa klor aktif
Universitas Sumatera Utara
3
Lanjutan Tabel 2.1
No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
3 Tuhu Agung R 2006
Penentuan Dosis Optimum
Koagulan untuk Mengolah Air
Kali Kebon Agung Menjadi Air
Bersih
Melalui 3 tahapan proses pengolahan yaitu fisika,
kimia dan biologi. Dengan rangakain peralatan
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, oksidasi
dan clorinasi. Kapasitas tangki koagulas 1 liter,
flokulasi 15 liter dan bak sedimentasi 120 liter.
Waktu tinggal koagulasi 1 menit, kecepatan
pengadukan 100 rpm. Selama 15 menit. Pareameter
yagn dianalisa kekeruhan, warna, TDS, Suhu dan
Ph. Koagulan yang digunakan PAC, Tawas dan
premer.
Kondisi terbaik untuk koagulan
tawas dicapai pada konsentrasi
200 ppm dan dengan penambahan
flokulan polielektroilit tremmer
sebesar 8 ml per 500 ml sample
air, hasil ini ditunjukkan dengan
nilai kekeruhan hasil Jar test
sebesar 1.82 NTU.
untuk jenis koagulan PAC dicapai
pada konsentrasi 250 ppm dan
penambahan flokulant 12 ml per
500 ml sample air nilai
penyisihan kekeruhannya hanya
mencapai 1.88 NTU
jenis koagulan tawas ini
mempunyai kecenderungan yang
lebih baik bila dibandingkan
dengan koagulan PAC. Proses
berkurangnya warna yang ada di
sample ini karena sebagian besar
koloid-koloid pembentuk warna
ikut mengendap bersama-sama
dengan koloid yang berasal dari
partikel padat tersuspensi
Universitas Sumatera Utara
4
No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
4 Alfian Zuliyanto 2010
Instalasi Pengolahan Air Portable
Sebagai Penyediaan Air Bersih di
Daerah Bencana Banjir
Dengan rangkaian peralatan koagulasi,
flokulasi,sedimentasi dan filtrasi. Parameter yang
dianalisa kekeruhan dan E.Colli. dengan variasa
filtration rate 2,4,8 m3/m2.jam dan variasi tinggi
media 300, 600 dan 900 mm
Dengan tinggi media 300 mm
maka removal kekeruhan paling
tinggi, sedangkan untuk filtration
rate sebesar 4 m3/m2.jam
kemampuan removal kekeruhan
paling tinggi
Dengan pemilihan filtration rate
sebesar 8 m3/m2.jam dan tinggi
media sebesar 900 mm pada saat
running alat di lapangan, alat ini
mampu meremoval kekeruhan
99.94%.
Dalam kondisi baik, alat ini
memiliki kemampuan meremoval
kekeruhan, dan E.coli secara
berturut-turut sebesar 99,94%,
dan 99,92%
5
Er. Subhash Andrey,
Ms. Kirti, Muduli dan
Pawan Labhasetwar
2011
Performance of Portable Instant
Water Filter Developed for
Emergency Water Supply
Menggunakan 3 unit bak penampung 2 unit
berkapasitas 100 liter, dan satu berkapasitas 20 liter.
Bak penampung air yang akan diolang , bak untuk
pengolahan dan bak untuk penampung iar hasil
olahan. Alat ini menggunakan konsep slow sand
filter. Lapisan pasir setinggi 38 cm dan kerikil 5cm.
Dengan diameter pasir 0.1 – 0.3mm. parameter yang
di uji kekeruhan,E.Colli, pH,TDS,Ca dan klorin.
Alat ini dapat menyisihkan Ecolli
sebesar 93-99 % . menyisihkan
kekeruhan sampai kisaran 1.1 –
2.8 NTU . pH 7.6 - 7,7
Dapat menyisihkan TDS sampai
228 – 236
Dapat menyisihkan Ca 21-23 ,
dan klorin 20-22
Universitas Sumatera Utara
5
Karena kebutuhan air sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, maka
penyediaan air baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas mutlak diupayakan
ditengah-tengah kehidupan manusia baik secara individu maupun kelompok. Dari
kualitasnya air dapat memenuhi kriteria atau standar air minum. Kualitas air minum
perlu diperhatikan sebelum dikonsumsi, sebab air yang tidak bersih atau kualitas rendah
dapat merugikan kesehatan manusia (Mahida, 1986).
2.3 Hidrologi
Hidrologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu terdiri dari kata hydros yang berarti air dan
kata logos yang berarti ilmu, dengan demikian secara umum hidrologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang air. Secara lebih mendetail, hidrologi adalah cabang ilmu teknik
sipil yang mempelajari pergerakan, distribusi dan kualitas air di seluruh bumi, termasuk
siklus hidrologi dan sumber daya air
Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air yang terdiri dari
penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar (out flow). Penguapan terdiri dari
evaporasi dan transpirasi. Uap yang dihasilkan mengalami kondensasi dan dipadatkan
membentuk awan 7 yang nantinya kembali menjadi air dan turun sebagai presipitasi.
Sebelum tiba di permukaan bumi presipitasi tersebut sebagian langsung menguap ke
udara, sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan (intersepsi) dan sebagian mencapai
permukaan tanah.
2.4 Manfaat Air
Air merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup yakni manusia,
hewan serta tumbuh – tumbuhan. Manfaat air bermacam – macam misalnya untuk
minum, untuk pembawa zat makanan pada tumbuhan, zat pelarut, pembersih dan
sebagainya. Oleh karena
itu penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia untuk
kelangsungan hidupnya dan menjadi faktor penentu dalam kesehatan dan kesejahteraan
manusia. Air yang bersih mutlak diperlukan, karena air merupakan salah satu media dari
berbagai macam penularan penyakit, terutama penyakit – penyakit pada pencernaan
(Pandia Setiaty dkk, 1995).
Universitas Sumatera Utara
6
Air yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup sehat harus memenuhi syarat
kualitas. Disamping itu harus pula dapat memenuhi secara kuantitas
(jumlahnya). Diperkirakan untuk kegiatan rumah tangga yang sederhana paling tidak
membutuhkan air.
sebanyak 100 L/orang/hari. Angka tersebut misalnya untuk :
a. Berkumur, cuci muka, sikat gigi, wudhu: 20L/orang/hari
b. Mandi/mencuci pakaian dan alat rumah tangga: 45L/orang/hari
c. Masak, minum: 5L/orang/hari
d. Menggolontor kotoran: 20L/orang/hari
e. Mengepel, mencuci kendaraan: 10L/orang/hari
(Entjang, 1991).
2.5 Persyaratan Air Bersih
Agar air tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan
memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan mendekati
persyaratan tersebut yang tercantum dalam Permenkes RI No 416 tahun 1990 dan PP.
No. 82 Tahun 2001. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan secara fisik, kimia
dan bakteriologis (Notoatmodjo, 2003).
2.5.1 Kualitas Air Bersih
air yang digunakan sebagai kebutuhan air bersih sehari-hari, sebaiknya air tersebut tidak
berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan
standard yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa nyaman. Jika salah satu dari
syarat tersebut tidak terpenuhi maka besar kemungkinan air itu tidak sehat karena
mengandung beberapa zat kimia, mineral, ataupun zat organis/biologis yang dapat
mengubah warna, rasa, bau, dan kejernihan air (Azwar, 1990 dalam Putra).
Standar kualitas air bersih dapat diartikan sebagai ketentuan-ketentuan berdasarkan
Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 yang biasanya dituangkan dalam
bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratanpersyaratan yang harus
dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan
teknis, serta gangguan dalam segi estetika. Peraturan ini dibuat dengan maksud bahwa
Universitas Sumatera Utara
7
air yang memenuhi syarat kesehatan mempunyai peranan penting dalam rangka
pemeliharaan, perlindungan serta mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Dengan
peraturan ini telah diperoleh landasan hukum dan landasan teknis dalam hal
pengawasan kualitas air bersih. Air bersih menurut Kepmenkes RI
No.492/MENKES/PER/IV/2010 diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut
pada Tabel 2.2 Berikut
Tabel 2.2 Kepmenkes RI No.492/MENKES/PER/IV/2010
No Parameter Satuan Kadar Maksimum yang
Diperbolehkan
Keterangan
A
1.
2.
3.
4.
5.
6.
FISIKA
Bau
Jumlah zat padat terlarut
Kekeruhan
Rasa
Suhu
Warna
-
mg/L
Skala NTU
-
°C
Skala TCU
-
1.500
5
-
Suhu udara ±3°C
50
Tidak berbau
-
-
Tidak berasa
-
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
KIMIA
Air raksa
Arsen
Besi
Fluorida
Kadmium
Kesadahan (CaCO3)
Klorida
Kromium, Valensi 6
Mangan
Nitrat, sebagai N
Nitit, sebagai N
pH
Selenium
Seng
Sianida
Sulfat
Timbal
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
-
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
0,001
0,05
1,0
1,5
0,005
500
600
0,05
0,5
10
1,0
6,5 – 9,0
0,01
15
0,1
400
0,05
Merupakan batas
minimum dari
maksimum, khusu air
hujan pH minimum
5,5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9..
10.
11.
12.
13.
14.
Kimia Organik
Aldrin dan Dieldrin
Benzena
Benzo (a) pyrene
Chlordane
Coloroform
2,4 D
DDT
Detergen
1,2 Discloroethane
Heptaclor dan heptaclor
Hexachlorobenzene
Gamma-HCH
Methoxychlor
Pentachlorophanol
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
0,0007
0,01
0,00001
0,0007
0,03
0,10
0,03
0,5
0,01
0,003
0,00001
0,004
0,10
0,01
Universitas Sumatera Utara
8
15.
16.
17.
Pestisida Total
2,4,6 urichlorophenol
Zat organik (KMn04)
mg/L
mg/L
mg/L
0,10
0,01
10
C
1.
Mikro biologik
Total coliform (MPM)
E.Coli
Jumlah per
100 ml
Jumlah per
100 ml
Jumlah per
100 ml
50
100
0
Bukan air perpipaan
Air perpipaan
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2.5.2 Kuantitas
Kuantitas dalam penyediaan air bersih ini ditinjau dari banyak nya sumber air baku
yang ada atau tersedia. Yang nantinyaair baku tersebut dapat dipakai untuk memenuhi
kebutuhan sesuai dengan daerah dan jumlah masyarakat yang akan menggunakan air
tersebut. Kuantitas air bersih juga dapat ditinjau dari standart air bersih yang akna
dialirkan kepada konsumen sesuai dengna kebutuhan masyarakat. Pemakaian air besrih
oleh konsumen tergantung pada letak geografis, ekonomi , budaya dan skala perkotaan
tempat tinggalnya.
Kebutuhan masyarakat terhadap air bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim,
standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat ( Chandra, 2006). Konsumsi air bersih di
perkotaan Indonesia berdasarkan keperluan rumah tangga, diperkirakan sebanyak 138,5
liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi,cuci, kakus 12 liter, minum 2 liter,
cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan
21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33,3 liter (Slamet, 2007).
2.5.3 Kontinuitas
Ditinjau dari banyak nya seumber air baku yang tersedia yang dimana sumber air baku
tersebut akan digunakan untutk memenuhi kebutuhan penggunaan air bersih oleh
konsumen. Dan juga dapat ditinjau dari standart debit air bersih yang akan salurkan ke
konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih.
2.6. Proses Pengolahan Air Bersih
Tujuan pengolahan air bersih merupakan upaya untuk mendapatkan air bersih dan sehat
sesuai dengan standard mutu air. Proses pengolahan air bersih merupakan proses fisik,
Universitas Sumatera Utara
9
kimia, dan biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.
(Mulia, 2005). Sumber air untuk keperluan domestik dapat berasal dari beberapa
sumber, misalnya dari aliran sungai yang relatif masih sedikit terkontaminasi, berasal
dari mata air pegunungan, berasal dari danau, berasal dari tanah, atau sumber lain,
seperti air laut. Air tersebut harus terlebih dahulu diolah di dalam wadah pengolahan air
sebelum didistribusikan kepada pengguna. Variasi sumber air akan mengandung
senyawa yang berbeda, maka sudah menjadi kewajiban pengelola air untuk menjadikan
air aman untuk dikonsumsi, yaitu air yang tidak mengandung bahan berbahaya untuk
kesehatan berupa senyawa kimia untuk mikroorganisme (Manihar, 2007)
Ada banyak cara untuk pengolahan air untuk keperluan air bersih, tergantung pada jenis
senyawa atau partikel yang terdapat di dalam air yang akan diolah dan jenis sumber
bahan baku air. Modifikasi pengolahan air dan pemilihan serta penambahan bahan
pengendap dapat dilakukan untuk efisiensi pengolahan air bersih. Menurut Manihar
(2007), beberapa bagian atau langkah penting pengolahan air (bukan hanya air minum)
yang sering dilakukan untuk mendapatkan air bersih adalah:
1. Menghilangkan Zat Padat
Sebelum air diolah untuk air bersih, sering ditemukan bahan baku air mengandung
bahan-bahan yang terbawa ke dalam arus air menuju bak penampungan. Bahan padat
yang mengapung dan melayang dengan ukuran besar tersebut dapat dihilangkan dengan
proses penyaringan (filtrasi). Sedangkan untuk bahan padat ukuran kecil dihilangkan
dengan proses pengendapan (sedimentasi). Untuk mempercepat proses penghilangan
bahan ukuran kecil yang dikenal sebagai koloid, perlu ditambahkan koagulan. Bahan
Koagulan yang sering dipakai adalah alum (tawas). Tawas di dalam air akan terhidrolisa
dan membentuk senyawa kompleks aluminium yang siap bereaksi dengan senyawa basa
di dalam air. Endapan berupa senyawa aluminium hidroksida akan terbentuk dan
membawa serta mengikat senyawa- senyawa lain yang tersuspensi ke dalamnya dan
mengendap bersama- sama berupa lumpur.
2. Menghilangkan Kesadahan Air
Kalsium dan Magnesium dalam bentuk senyawa bikarbonat dan sulfat sering ditemukan
dalam air yang menyebabkan kesadahan air. Salah satu pengaruh kesadahan air adalah
Universitas Sumatera Utara
10
dalam proses pencucian dengan menggunakan sabun karena terbentuknya endapan
garam yang sukar larut bila sabun bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium. Cara
untuk menghilangkan kesadahan air, misalnya air untuk konsumsi masyarakat
digunakan proses penghilangan kesadahan air dengan penambahan soda Ca(OH2) dan
abu soda Na2CO3 sehingga kalsium akan mengendap sebagai Mg(OH)2. Bila kesadahan
hanya disebabkan oleh kesadahan karbonat maka cukup hanya dengan menambahkan
Ca(OH)2 untuk menghilangkannya.
3. Menghilangkan Bakteri Pathogen
Penghilangan mikroba pathogen dapat dilakukan dengan menggunakan disinfectant.
Umumnya bahan- bahan disinfectant ini bersifat oksidator, sehingga dapat membunuh
mikroba pathogen. Menurut Waluyo bahan- bahan disinfectant yang banyak dipakai
adalah :
a. Kaporit
Klorin bila ditambahkan ke dalam air akan terhidrolisis dengan cepat menghasilkan ion
klor dan asam hipoklorit. Kaporit merupakan bahan kimia yang telah digunakan secara
luas dalam pengolahan air dan sebagai pemutih. Bahan kimia ini merupakan padatan
putih kekuningan, memiliki bau yang menyengat, sangat sukar larut dalam air. Kaporit
ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk kering dan bentuk terhidrat. Bentuk terhidrat lebih
aman dalam penangannya (Patnaik, P., 2002). Klorinasi pada air yang mengandung
bahan-bahan organik dapat menyebabkan terbentuknya senyawa halogen organik yang
mudah menguap (volatile halogenated organics) yang sering disingkat VHO (Chandra,
B., 2007).
b. Ozon
Ozon atau O3 bersifat mudah larut dalam air dan mudah terdekomposisi pada temperatur
dan pH tinggi. Penggunaan ozon lebih aman dibanding kaporit, terutama bagi mereka
yang sensitif terhadap klor. Pengolahan dengan proses ozonisasi dilakukan dengan cara
menyaring air, mendinginkannya, tekanan ditinggikan, dan ozon dipompakan ke dalam
wadah air selama 10- 15 menit. Permasalahannya adalah kelarutan ozon di dalam air
Universitas Sumatera Utara
11
relatif kecil sehingga kekuatan desinfektannya sangat terbatas. Ozon sangat bereaksi
dengan cepat yang menyebabkan persistensinya di dalam air hanya sebentar saja.
c. Iodine dan Bromin
Sudah sejak lama senyawa ini digunakan sebagai antiseptik pada luka, meskipun
penggunaanya sebagai desinfektan tidak atau kurang populer sampai saat ini.
Dibandingkan dengan klorin, penggunaan ion memerlukan biaya lebih besar. Seperti
halnya klorin dan bromine, efektifitas iodine dalam membinasakan bakteri dan kista
sangat tergantung pada pH. Tetapi dalam membinasakan virus iodin lebih efektif
daripada klorin dan bromine. Bromin merupakan bakterisida dan virusida yang efektif.
Karena kehadiran ammonia dalam air bromin masih lebih efektif bila dibandingkan
dengan klorin.
d. Desinfektan lain
Beberapa desinfektan belum atau tidak banyak digunakan karena kurang efektif atau
karena penggunaannya masih merupakan hal baru. Desinfektan tersebut adalah:
1. Ferrat Ferrat merupakan garam dari asam ferric (H2FeO4) dimana Fe bervalensi
Sebagai bakterisida dan virusida, ferrat lebih baik daripada kloramin.
2. Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida (H2O2) adalah oksidator kuat yang
digunakan pula sebagai desinfektan. Penggunaannya tidak populer, karena harganya
mahal dan konsentrasi yang diperlukan sebagai desinfektan cukup tinggi.
3. Kalium Permanganat Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan oksidator kuat yang
sudah lama digunakan. Dalam proses pengolahan air bersih, penggunaan KMnO4
adalah sebagai oksidator untuk mengurangi kadar Fe dan Mn dalam air, serta untuk
menghilangkan rasa dan bau dari air yang diolah. Selain itu, kalium permanganat
digunakan pula sebagai algisida. Penggunaannya sangat terbatas karena harganya
mahal, daya bakterisidanya rendah serta warnanya mengganggu bila digunakan pada
konsentrasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
12
2.7 Banjir
Banjir Menurut Suripin (2003) adalah suatu kondisi di mana tidak tertampungnya air
dalam saluran pembuang (palung sungai) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran
pembuang, sehingga meluap menggenangi daerah (dataran banjir) sekitarnya. Banjir
menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) adalah aliran yang
relatif tinggi dan tidak tertampung lagi oleh alur sungai atau saluran.
Banjir menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) adalah aliran
yang relatif tinggi dan tidak tertampung lagi oleh alur sungai atau saluran yang dapat
meluap dan menyebabkan tergenang nya suatu daerah atau pemukiman. Banjir dan
bencana akibat banjir dapat terjadi karena faktor alamiah maupun pengaruh perlakuan
masyarakat terhadap alam dan lingkungannya. Faktor alamiah yang utama yaitu elemen
meteorologi seperti intensitas, distribusi, frekuensi dan lamanya hujan berlangsung.
Kondisi alam lainnya seperti topografi, hidrologi dan pengaruh perubahan penggunaan
lahan terhadap perubahan karakteristik aliran sungai berkaitan dengan berubahnya areal
konservasi yang dapat memperbesar peluang terjadinya aliran permukaan. Pengaruh
perubahan penggunaan lahan erat kaitannya dengan perlakuan masyarakat. Pada
umumnya banjir terjadi dikarenakan debit aliran sungai yang terjadi lebih besar
daripada kapasitas pengaliran alur sungai. Hujan yang jatuh terus-menerus pada musim
hujan biasanya mengakibatkan permukaan air sungai akan meningkat sedangkan
kapasitas penumpangan air sungai relatif tetap, sehingga air sungai meluap melebihi
dari kapasitas (Sudaryoko, 1987 dalam Grenti, 2006).
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air yang
terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan di Daerah
Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi; (4) Kawasan
kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak
tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; (8) Kapasitas
sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) Pengaruh air pasang; (10) Penurunan tanah
dan rob (genangan akibat pasang surut air laut); (11) Drainase lahan; (12) Bendung dan
Universitas Sumatera Utara
13
bangunan air; dan (13) Kerusakan bangunan pengendali banjir. (Kodoatie, 2002).
Kodoatie (2002) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada Tabel 2.3
berikut
Tabel 2.3 Penyebab Banjir dan Prioritasnya
No Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab
1 Perubahan Tata
Guna Lahan
Debit Puncak naik dari 5 sampai 35 kali
karena DAS tidak ada yang menahan maka
aliran air permukaan (run off) menjadi besar,
sehingga berakibat debit di sungai menjadi
besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat
sedimentasi di sungai sehingga kapasitas
sungai menjadi turun
Manusia
2 Sampah Sungai/drainase tersumbat sampah, jika air
melimpah akan keluar dari sungai karena
daya tampung saluran berkurang
Manusia
3 Erosi dan
Sedimentasi
Akibat perubahan tata guna lahan, terjadi
erosi yang berakibat sedimentasi masuk ke
sungai sehingga daya tampung sungai
berkurang. Penutup lahan vegetatif yang
rapat (missal semak-semak, rumput)
merupakan penahan laju erosi paling tinggi.
Manusia
4 Kawasan kumuh
disepanjang
sungai / drainase
Dapat merupakan penghambat aliran,
maupun daya tampung sungai. Masalah
kawasan kumuh dikenal sebagai faktor
penting terhadap masalah banjir daerah
perkotaan.
Manusia
5 Perencanaan
sistem
pengendalian
banjir tidak tepat
Sistem pengendalian banjir memang dapat
mengurangi kerusakan akibat banjir kecil
sampai sedang, tapi mungkin dapat
menambah kerusakan selama banjir yang
besar. Limpasan
Manusia
Universitas Sumatera Utara
14
Lanjutan dari tabel 2.2
No Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab
pada tanggul waktu banjir melebihi banjir
rencana menyebabkan keruntuhan tanggul,
kecepatan air sangat besar menyebabkan
bobolnya tanggul sehingga menimbulkan
banjir
6 Curah Hujan Pada musim penghujan, curah hujan yang
tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai
dan bilamana melebihi tebing sungai maka
akan timbul banjir atau genangan air/banjir.
Alam
7 Pengaruh
Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti
bentuk, fungsi dan kemiringan Daerah Aliran
Sungai, kemiringan sungai, geometrik
hidrolik (bentuk penampang seperti lebar
kedalaman, potongan memanjang, material
dasar sungai), lokasi sungai, dll.
Alam
8 Kapasitas Sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada
sungai dapat disebabkan oleh pengendapan
berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul
sungai yang berlebihan dan sedimentasi di
sungai itu karena tidak adanya vegetasi
penutup dan adanya penggunaan lahan yang
tidak tepat.
Manusia dan Alam
9 Kapasitas
Drainase yang
tidak memadai
Karena perubahan tata guna lahan maupun
berkurangnya tanaman/vegetasi serta
tindakan manusia mengakibatkan
pengurangan kapasitas saluran/sungai sesuai
perencanaan yang dibuat.
Manusia
10 Drainase Lahan Drainase perkotaan dan pengembangan
pertanian pada daerah bantaran banjir akan
mengurangi kemampuan bantaran dalam
Manusia
Universitas Sumatera Utara
15
menampung debit air yang tinggi.
Lanjutan dari tabel 2.2
No Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab
11 Kerusakan
bangunan
pengendalian
banjir
Pemeliharaan yang kurang memadai dari
bangunan pengendali banjir sehingga
menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak
berfungsi dapat meningkatkan kuantitas
banjir
Manusia dan Alam
12 Pengaruh air
pasang
Air pasang memperlambat aliran sungai ke
laut. Waktu banjir bersamaan dengan air
pasang tinggi maka tinggi genangan atau
banjir menjadi besar karena terjadi aliran
balik (backwater).
Manusia
Sumber : Kodoatie 2002
2.8 Kebutuhan Air Saat Banjir
Pada saat banjir maka ketersediaan air bersih sangat kurang . Jadi praktis yang ada
hanyalah air banjir saja yang secara kualitas tidak dapat dipergunakan untuk air minum.
Dengan kondisi seperti ini kebutuhan pasokan air masyarakat akan terganggu. Mereka
tentunya mengandalkan bantuan dan truk-truk PDAM. Untuk keperluan minum dan
masak mengandalkan air kemasan/galon yang bila dibeli dan harganya sangat tidak
wajar karena sulitnya kondisi transportasi. Bagi masyarakat yang tidak
mampu, ini sangat menjadi kendala. (Anonymos, 2013).Bahwa kebutuhan air bersih
saat terjadi bencana banjir minimal seperti memasak, makan dan minum pada hari
pertama/awal kejadian bencana sebesar 5 liter/orang/hari. Sementara pada hari keda dan
seterusnya meningkat menjadi 20 liter/orang/hari (Aditama 2014)
2.9 Teknologi Penyedian Air Bersih Saat Banjir Skala Individu
Pada saat banjir, pasokan air PAM terhenti karena sebagian besar pompa distribusi air
terendam, listrik pun mati ditambah bila penduduk menggunakan sumur gali, maka air
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
19
Koagulasi merupakan proses penggumpalan melalui reaksi kimia. Reaksi koagulasi
dapat berjalan dengan membutuhkan zat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang
terlarut. Koagulan yang banyak digunakan adalah tawas, kapur dan kaporit. Dari hasil
reaksi koagulan itu selanjutnya endapan di pisahkan melalui filtrasi dan sedimentasi.
Banyaknya koagulan tergantung pada jenis dan konsentrasi ion-ion yang larut dalam air
olahan serta konsentrasi yang diharapkan sesuai dengan standar baku. Untuk
mempercepat proses koagulasi dalam air limbah maka dilakukan pengadukan dengan
static mixer maupun rapid mixer (Kusnaedi, 2010).
Koagulan digunakan untuk menggumpalkan bahan-bahan yang ada dalam air limbah
menjadi flok yang mudah untuk dipisahkan yaitu dengan cara diendapkan, diapugnkan
dan disaring. (Risdianto,2007). Koagulasi terhadap air dapat dilaksanakan karena
beberapa alasan. Alasan utama adalah untuk menghilangkan
1. Kekeruhan, bahan organik dan anorganik
2. Warna
3. Bakteri
4. Algae dan organisme lain sebagai plankton
5. Rasa dan bahan-bahan penyebab rasa
6. Fosfat, sebagai seumber makanan bagi algae (Manurung,2012)
Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan
elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan, atau karena
elektroforesis. Elektroforesis dapat menyebabkan koagulasi karena endapan pada salah
satu elektrode semakin lama semakin pekat dan akhirnya membentuk gumpalan.
Beberapa proses koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari antara
lain perebusan telur, pembuatan yogurt, pembuatan tahu, pembuatan lateks dan
penjernihan air sungai (Sutresna, 2007).
Unit proses koagulasi-flokulasi biasanya terdiri dari tiga langkah pengolahan yang
terpisah yaitu (Metcalf and Eddy, Inc. 1991 dalam Ebeling dan Ogden 2004):
1. Pada proses pengadukan cepat, bahan-bahan kimia yang sesuai ditambahkan ke
dalam aliran air limbah yang kemudian diaduk pada kecepatan tinggi secara
intensif.
Universitas Sumatera Utara
20
2. Pada proses pengadukan lambat, air limbah diaduk pada kecepatan sedang
supaya membentuk flok-flok besar sehingga mudah diendapkan.
3. Pada proses sedimentasi, flok yang terbentuk selama flokulasi dibiarkan
mengendap kemudian dipisahkan dari aliran effluent.
2.11.1 Koagulasi Menggunakan Tawas
Tawas merupakan kristal putih yang tidak larut dan berbentuk gelatin yang mempunyai
sifat dapat menarik partikel-partikel lain, sehingga berat, ukuran, dan bentuknya
menjadi semakin besar dan mudah mengendap. (Rifa’i, 2003) Menurut
Sukandarrumidi, (1999) di alam tawas didapatkan dalam dua bentuk padat dan cair.
Tawas terjadi dari proses pelapukan dari batuan yang mengandung mineral sulfida
didaerah Volkanis (solfatara) atau terjadi di daerah batu lempung, serpih atau batu sabak
yang mengandung pirit (Fe) dan markasit (FeS2). Kebanyakan tawas di jumpai dalam
bentuk padat pada batu lempung, serpih atau batu sabak.
1. Fungsi Tawas Secara Umum Menurut Winarno (1997) dalam Intan Septi (2003)
tawas dalah senyawa kimia berupa kristal bening yang memiliki fungsi antara
lain, dapat digunakan dalam pelarutan air pada pembuatan bakso dengan takaran
1-2 gr/liter, pengering sekaligus membersihkan sumur, bahan kosmetik, zat
warna tertentu, bubuk kue, dan sebagai zat penyamak kulit. Meskipun fungsi-
fungsi di atas sudah jelas, kita tidak boleh menggunakan tawas secara
berlabihan, karena jika tawas digunakan denagn dosis yang berlebihan akan
menimbulkan gangguan kesehatan yaitu berlebihnya kadar Alumunium dalam
tubuh, selain itu juga dapat menurunkan pH yang cukup besar. Dan apabila
digunakan dalam air, maka air yang diolah akan berasa asam. Tawas dalam
bahan pangan pada umumnya dianggap aman oleh Food and Drug
Administration bila digunakan menurut prosedur yang disarankan sebagaimana
dalam praktek komersial yang baik. (Desrosier, 1996)
2. Peranan Tawas Terhadap Penghambatan Bakteri Salah satu untuk menghambat
pertumbuhan bakteri dilakukan proses pengawetan, misalnya penggaraman,
pengeringan, pengasapan, pembekuan. Pada umumnya proses penggaraman
menggunakan larutan garam tetapi dalam hal lain juga menggunakan Tawas
(Al2(SO4)3l4H2O),- karena pada prinsipnya sifat yang dimiliki oleh garam juga
Universitas Sumatera Utara
21
dimiliki oleh tawas. Ini terbukti bahwa garam dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dengan membentuk larutan isotonik. Dalam hal ini juga terbukti bahwa
tawas juga memiliki sifat dapat menghambat pertumbuhan mikroba dengan
mengurangi kadar air dalam bahan, hal tersebut dapat dibuktikan pada penelitian
yang telah dilakukan oleh Rahayu I. S (2004) tawas dapat memperpanjang umur
simpan ikan tongkol asap. Bahan-bahan yang sengaja ditambahkan kedalam
bahan pangan adalah untuk memperbaiki warna, tekstur, bentuk, cita rasa atau
memperpanjang umur simpan. Tawas yang mempunyai rumus (Al2(SO4)3l4H2O)
dalam bentuk larutan yang bersifat asam dan berfungsi sebagai astringent (sifat
yang dapat menurunkan pH makanan, mengkerut jaringan, sehingga
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk) Dilihat dari peranannya dalam
pengurangan air maka ikan asap yang dilakukan dengan tawas akan menurunkan
kandungan air dengan mengikatnya dalam pemakaian tawas. Hal ini karena
tekanan osmotik yang menarik air keluar dari sel-sel jaringan ikan. (Ilyas dan
Arifudin, 1972)
2.12 Sedimentasi
Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau
mengendapnya material fragmental oleh air. Sedimentasi merupakan akibat dari adanya
erosi, dan memberikan dampak yang banyak. Di waduk-waduk, pengendapan sedimen
akan mengurangi volume efektifnya. Sebagian besar jumlah sedimen dialirkan oleh
sungai-sungai yang mengalir ke waduk, hanya sebagian kecil saja yang berasal dari
longsoran tebingtebing waduk, atau berasal dari longsoran tebing-tebingnya oleh
limpasan permukaan.(Soemarto, 1987).
Pengendapan akhir atau sedimentasi yang terjadi pada kaki bukit yang relatif datar,
sungai, dan waduk. Pada daerah aliran sungai, partikel dan unsur hara yang larut dalam
aliran permukaan akan mengalir ke sungai dan waduk, sehingga terjadi pendangkalan
pada tempat tersebut. Keadaan tersebut menurut Soemarwoto (1978) akan
mengakibatkan daya tampung sungai dan waduk menjadi turun sehingga timbul bahaya
banjir dan penyuburan air secara berlebihan atau etrofikasi. Proses sedimentasi menurut
Manan (1979), menghasilkan:
Universitas Sumatera Utara
22
1. Bahan terlarut, semua bahan organik dan anorganik yang terangkut sebagai
larutan oleh air yang mengalir.
2. Bahan padat atau bed load, semua bahan kasar dari mineral dan batu yang
terangkut di sepanjang dasar sungai.
3. Total bahan yang terangkut sungai atau total stream load adalah semua bahan
organik dan anorganik yang terangkut lewat sebuah stasiun pengukur dalam
bentuk suspensi atau bed load.
2.13 Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan campuran antara padatan dan cairan dengan
melewatkan umpan (padatan + cairan) melalui medium penyaring. Proses filtrasi
banyak dilakukan di industri, misalnya pada pemurnian air minum. Pemisahan kristal-
kristal garam dari cairan induknya. Sebagai contoh adalah akbiat gravitasi atau tenaga
putar. Secara umum filtrasi dilakukan bila jumlah padatan dalam suspensi relatif lebih
kecil dibandingkan zat cairnya (Oxtoby, 2001).
Proses penyaringan atau filtrasi adalah operasi dimana campuran yang heterogen antara
fluida dan partikel-partikel padatan dipisahkan oleh media filter yang meloloskan fluida
tetapi menahan partikel-pertikel padatan. Hal yang paling utama dalam filtrasi adalah
mengalirkan fluida melalui media berpori. Filtrasi dapat terjadi karena adanya gaya
dorong, misalnya ; gravitasi, tekanan gaya sentrifugal. Pada beberapa proses media filter
membantu balok berpori (cake) untuk menahan partikel-partikel padatan di dalam
suspensi sehingga terbentuk lapisan berturut-turu pada balok sebagai filtrat yang
melewati balok dan media tersebut. (Irfani, 2007)
Universitas Sumatera Utara
1
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Diagram Alir Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat eksperimen. Eksperimen
ini untuk mengetahui penurunan kekeruhan pada air sungai Deli saat keadaan banjir
dengan menggunakan alat pengolahan air minum portable sederhana. Diagram alir
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Analisa
a. lama waktu pengendapan pada
proses prasedimentasi
b. Penentuan dosis koagulan
c. Penentuan lama waktu
pengendapan pada proses
sedimentasi
d. Menentukan waktu optimal
pengadukan koagulasi - flokulasi
e. Menentukan performa alat
Evaluasi
Selesai
Studi Literatur
Analisis Data
Analisi data yang telah diperoleh di
labolatorium
Pengumpulan Data
Data Primer :
a) Nilai kekeruhan
Data Sekunder :
b) Penelitian Terdahulu
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer didapatkan dari hasil labolatorium dari aliran air sungai Deli yang
direkayasa seperti air banjir dengan membuat kekeruhan buatan sebesar ±950 NTU
dengan pencampuran sedimen sungai Deli. Dan nilai kekeruhan Sungai Deli.
3.4.2 Data Sekunder
Literatur dari penelitian sebelum nya yang berkaitan dengan pengolahan air bersih.
3.5 Pelaksanaan Penelitian
Urutan dalam melaksanakan penelitian ini ialah dimulai dari persiapan bahan dan
peralatan, perakitan alat penyaring air, menjalankan alat penyaring air, pengambilan
sampel, kemudian menganalisa dan membahas hasil uji sampel.
3.5.1 Bahan dan Peralatan
Adapun bahan dan peralatan yang diperlukan untuk pengadaan pembuatan alat
1. unit pengambilan air baku sungai (ember berukuran 40 liter)
2. Unit prasedimentasi (ember berukuran 40 liter)
3. Meja penyangga untuk bak koagulasi, flokulasi dan sedimentasi yang terbuat
dari besi setinggi 130 cm
4. Unit koagulasi, flokulasi dan sedimentasi menjadi 1 dilengkapi dengan kran
(ember berukuran 40 liter)
5. Unit filter pipa pvc berukuran 6 inchi dengan jenis filter single media dan media
filter berupa pasir silika dengan diameter 0.5 - 1 mm
6. Unit penampung air bersih (ember berukuran 40 liter)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
9
3.5.5 Metode Penentuan waktu prasedimentasi dan sedimentasi
Untuk prasedimentasi, alat yang digunakan ialah imhoff cone, dengan volume 1000ml
dan tinggi 36 cm. Lalu dilakukan percobaan dengan tahapan langkah sebagai berikut:
1. Siapkan imhoff cone lalu dirikan imhoff cone pada penyangga
2. Masukan air baku yang akan diteliti
3. Diamkan imhoff cone selama 15 menit, 25 menit, 35 menit, 45 menit, 55 menit
dan 65 menit
4. Amati imhoff cone dengan mengamati volume endapan yang terbentuk pada
corong imhoff
5. Bandingkan volume endapan masing- masing variabel
6. Catat hasil dari masing masing tes
Untuk proses sedimentasi, air baku yang digunakan adalah output dari hasil koagulasi -
flokulasi. Alat yang digunakan ialah imhoff cone dengan volume 1000 ml dan tinggi
36cm. Gambar dari alat imhoff cone dapat dilihat pada Gambar. 3.9
Lalu dilakukan percobaan dengan tahapan langkah sebagai berikut
1. Siapkan imhoff cone lalu dirikan imhoff cone pada penyangga
2. Masukan air baku yang akan diteliti
3. Diamkan imhoff cone selama 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit, dan 35
menit
4. Amati imhoff cone dengan mengamati volume endapan yang terbentuk pada
corong imhoff
5. Bandingkan volume endapan masing- masing variabel
6. Catat hasil dari masing masing waktu
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
11
3.5.7 Metode Penentuan Dosis Kalsium Hidroksida ( Ca(OH)2)
Metode yang digunakan adalah (pretest-postest with control group design), yaitu
dengan mengukur pH sebelum perlakuan (pretes) dan mengukur pH sesudah perlakuan
(postes). Dengan tahapan langkah sebagai berikut
1. Buat larutan induk Kalsium Hidroksida 1% dengan melarutkan 10 gram Kalsium
Hidroksida ke dalam 1 liter air bersih ( bebas kekeruhan)
2. Tampung ke dalam beberapa gelas 1 liter sample air baku yang akan periksa.
3. Tambahkan larutan induk kedalam masing-masing sampel air baku tersebut
dengan dosis yang bervariasi
4. Cek masing-masing nilai pH
3.5.8 Simulasi Kekeruhan Air Saat Banjir
Di penelitian ini kekeruhan buatan yang dibuat sebesar ±950 NTU Oleh karena itu air
baku dari sungai Deli akan dicampurkan dengan sedimen dari sungai Deli itu sendiri
sampai mencapai angka ± 950 NTU.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3
Hasil pemeriksaan pada titik Sungai Deli didapatkan hasil NTU sebesar 2.69 Untuk
hasil dari pH yang telah diperiksa didapatkan hasil pH sebesar 7,6 yang dimana masih
memenuhi nilai dari baku mutu PerMenKes RI Nomor 492/MenKes/Per/IV/2010 senilai
6,5 – 8,5. Untuk nilai Escherichia Coli yang telah diperiksa sebesar 54 per ml sampel,
tidak memenuhi baku mutu yang sebesar 0 per 100ml sampel.
Dengan kekeruhan buatan dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Kualitas Air Sungai Deli Dengan Kekeruhan Buatan
No Parameter Satuan Baku
Mutu
Hasil
Pemeriksaan
Metode
1 Kekeruhan NTU 5 950 Turbidimetri
2 pH - 6,5 – 8,5 7,6 pH meter
3 Escherichia
Coli
Jumlah per
100 ml
sample
0 1.300.000 Total Plate
Count
4.2 Penentuan Lama Waktu Pengendapan Pada Proses Prasedimentasi
Prasedimentasi, proses ini dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau
partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami
perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di dalam air (Permatasari, 2013),
dengan tujuan untuk mengurangi padatan tersuspensi penyebab kekeruhan dengan
pengendapan dan mengumpulkannya secara alami akibat gravitasi dalam unit tanpa
penggunaan koagulan (Nurjannah, 2015). Pada saat mengendap, partikel diskret tidak
terpengaruh oleh konsentrasi partikel dalam air karena partikel diskret mengendap
secara individual dan tidak ada interaksi antar partikel. Contoh partikel diskret adalah
silika, silt, serta lempung. Partikel diskret memiliki spesifik gravity sebesar 2,65 dengan
ukuran partikel < 1 mm dan kecepatan mengendap < 100 mm/detik (Efriandi, 2013).
Percobaan ini menggunkan corong imhoff dengn volume 1000 ml dan tinggi corong 36
cm. Dengan input air baku rekayasa air pada kondisi banjir dengan kadar kekeruhan
sebesar ±950 NTU dengan nilai pH 7,5. Diamati corong imhoff dengan variabel waktu
Universitas Sumatera Utara
4
15, 25, 35, 45, 55 dan 65 menit. Hasil dari pengamatan masing masing waktu variabel
pada corong imhoff dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan grafik pada Gambar 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Imhoff Cone Pada Proses Prasedimentasi
No Waktu
menit
Volume Endapan Terbentuk
( ml )
% Penyisihan
Imhoff cone
1 0 0 0
2 2 3 100
3 4 5 40
4 10 20 75
5 15 27 25,9
6 25 52 48
7 35 54 3,7
8 45 57 5,2
9 55 64 10,9
10 65 66 3,03
11 70 66 0
Gambar 4.3 Grafik Hasil Imhoff Cone Pada Proses Prasedimentasi
0
10
20
30
40
50
60
70
0 2 4 10 15 25 35 45 55 65 70
Vo
lum
e En
dap
an T
erb
entu
k (m
l)
Waktu Pengendapan (menit)
Universitas Sumatera Utara
5
Pada gambar grafik diatas menunjukan volume endapan pada waktu 15 menit sebesar
27 ml kemudian mengalami kenaikan volume endapan yang sangat signifikan pada
waktu 25 menit sebesar 52 ml dengan persentasi penyisihan 40% dari waktu 15 menit.
Kemudian pada waktu 35 dan 45 menit peningkatan volume endapan tidak terlalu besar
pada 35 menit volume endapan naik sebesar 54 ml hanya 3,8 % dari 25 menit. Untuk
waktu 45 endapan naik sedikit menjadi 57 ml hanya 5,2 % dari waktu 35 menit. Pada
waktu 55 menit endapan bertambah menjadi 64 ml atau 10,9 % dari wtu endapan 45
menit, waktu 65 menit endapan mulai sedikit stabil menjadi 66 ml hanya 3,03 % dari
waktu endapan 55 menit. Dan pada waktu selanjutny tidak terjadi lagi kenaikan jumlah
endapan pada waktu 70 menit yang menandakan partikel-partikel sudah tidak lagi
mengendap, pada menit 70 jumlah endapan sama dengan waktu 65 menit. Dari data
grafik tersebut dapat dilihat waktu yang efektif untuk proses prasedimentasi selama 25
menit dimana membentuk endapan sebesar 52 ml dengan 40 % penyisihan partikel.
4.3 Penentuan Dosis Koagulan
Uji jarr test dilakukan untuk menentukan dosis optimum dari koagulan agar terjadi
pengendapan yang sempurna. Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi
partikel koloid dan partikel tersuspensi termasuk bakteri dan virus melalui penetralan
muatan elektrinya untuk mengurangi gaya tolak menolak antar partikel, dan bahan yang
digunakan untuk penetralan disebut koagulan (Kawamura, 1991) Pemilihan koagulan
sangat penting untuk menetapkan criteria desain dari system pengadukan serta system
flokulasi yang efektif. Jenis koagulan yang biasanya digunakan adalah koagulan garam
logam dan koagulan polimer kationi ( Nurjannah R, 2015 ). Derajat keasaman (pH)
adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi proses koagulasi. Bila proses
koagulasi dilakukan tidak pada rentang pH optimum, maka akan mengakibatkan
gagalnya proses pembentukan flok dan rendahnya kualitas air yang dihasilkan. Kisaran
pH yang efektif untuk koagulasi dengan alumunium sulfat pada pH 5,5 – 8 ( Wardani S
2009 ), Penentuan dosis koagulan dapat dilakukan melalui penelitian laboratorium
dengan metode jarr test. Prosedur jarr test pada prinsipnya merupakan proses
pengolahan air skala kecil. Untuk air baku paa uji jarr test didapatkan dari output unit
prasedimentasi sebesar ± 585 NTU dengan nilai pH 7,5. Variasi dosis koagulan yang
dipergunakan untuk mengetahui dosis yang tepat sebesar 80, 85, 90, 95, 100 dan 105
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
7
Hasil dari uji jarr test yang dilakukan di labolatorium PDAM Tirtanadi Cabang Sunggal
wilayah Sumatera Utara, diperoleh hasil sebagai berikut. Pada dosis koagulan 85, 90
dan 95 ppm nilai kekeruhan masih diatas dari baku mutu PerMenKes RI No 492 tahun
2010 tentang air minum dimana nilai kekeruhan yang diperoleh sebesar 8,92 NTU pada
dosis 85 ppm, 7,91 NTU pada dosis 90 ppm dan 5,63 NTU pada dosis 95 ppm. Pada
dosis 100 ppm nilai kekeruhan menurun menjadi 4,45 NTU yang dimana nilai
kekeruhan terebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku tentang air minum
sebesar 5 NTU. Pada dosis di atas 100 ppm nilai kekeruhan mengalami kenaikan hal ini
sejalan dengan yang dikatakan Yuliastri (2010), pada konsentrasi yang melebihi dosis
optimum turbiditas kembali naik karena koloid telah dinetralkan semuanya dan
mengendap dengan konsentrasi koagulan yang optimum, sehingga kelebihan koagulan
akan menyebabkan kekeruhan karena tidak berinteraksi dengan partikel koloid lain yang
berbeda muatan. Nilai kekeruhan untuk dosis 105 ppm sebesar 6,52 NTU, 110 ppm
sebesar 7,05 NTU, 115 ppm sebesar 8,28 NTU dan 120 ppm sebesar 10,76 NTU.
Koagulasi-flokulasi merupakan dua proses yang terangkai menjadi kesatuan proses tak
terpisahkan. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan partikel dalam air
sebagai akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan bahan kimia (disebut koagulan).
Akibat pengadukan cepat, koloid dan partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil
karena terurai menjadi partikel yang bermuatan positif dan negatif. Pembentukan ion
positif dan negatif juga dihasilkan dari proses penguraian koagulan. Proses ini berlanjut
dengan pembentukan ikatan antara ion positif dari koagulan (misal Al3+) dengan ion
negatif dari partikel (misal OH- ) dan antara ion positif dari partikel (misal Ca2+)
dengan ion negatif dari koagulan (misal SO4 2- ) yang menyebabkan pembentukan inti
flok (presipitat). Segera setelah terbentuk inti flok, diikuti oleh proses flokulasi, yaitu
pembentukan flok serta penggabungan inti flok menjadi flok berukuran lebih besar yang
memungkinkan partikel dapat mengendap. Penggabungan flok kecil menjadi flok besar
terjadi karena adanya tumbukan antar flok. (Rosidi, 2015)
Dosis optimum koagulan dianggap optimal apabila hasil dari pengolahan air yang sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang peryaratan kualita air minum. Dimana dosis
koagulan yang menghasilkan nilai kekeruhan dibawah baku mutu tersebut sebesar 100
Universitas Sumatera Utara
8
ppm. Sedangkan untuk nilai pH terjadi penurunan yang signifikan menurut
Ayundyahrini (2013) Koagulan cukup sensitif terhadap pH, kisaran pH dengan
koagulan alum (tawas) berkisar antara 5,5-7,5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
bahwa seiring dengan peningkatan kekeruhan, alkalinitas, dan zat organik menyebabkan
peningkatan dosis koagulan. Sebaliknya, pH memiliki hubungan negatif terhadap dosis
koagulan. Hal ini dapat dilihat pada penurunan nilai pH pada proses jarr test. Nilai pH
sebelum dilakukan percobaan jarr test sebesar 7,6. Mengalami penurunan yang
signifikan niali pH menjai 6,4 pada dosis 85 ppm, 6,3 pada dosis 90 dan 95 ppm, 6,1
pada dosis 100, 105, 110 dan 115 ppm, dan 6,0 pada dosis 120 ppm. menurut Rahrdjo
(2010) pH untuk koagulasi didasarkan pada jenis koagulan yang digunakan. Sebagai
contoh, yaitu koagulan Alumunium Sulfat paling efektif pada jelajah pH senilai 5 - 8,5,
koagulan Ferry Khlorida paling efektif pada pH rendah sampai 4,5 dan ferro Sulfat
paling efektif pada pH di atas 9,5
4.4 Penentuan Lama Waktu Pengendapan Pada Proses Sedimentasi
Didalam proses pengolahan air, sedimentasi diartikan sebagai pemisahan material
padatan yang terkandung dalam air oleh gaya gravitasi. Pada umumnya proses
sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi, bertujuan memeperbesar
ukuran partikel padatan sehingga menjadi lebih berat. Biasanya material padat yang
dipisahkan mempunyai densitas lebih besar pada air. Pada proses sedimentasi
digunakan gravitasi sebagai driving force untuk teknik pemisahan. Faktor-faktor penting
yang mempengaruhi proses sedimentasi antara lain adalah ukuran partikel padat, dan
kekentalan fluida (FTSP-ITS, 2010). Pada percobaan proses sedimentasi ini dilakukan 6
variabel waktu pengendapan antara lain 15, 20, 25, 30, dan 35 menit. Dimana akan
mencari waktu pengendapan yang efisien dalam proses sedimentasi. Dengan
menggunakan alat imhoff cone diamati lah tiap-tiap variable waktu dari pengendapan itu
sendiri. Alat imhoff cone yang digunakan dan hasil dari pengamatan masing masing
waktu variabel pada corong imhoff dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan grafik pada Gambar
4.5.
Universitas Sumatera Utara
9
4.5 Tabel Hasil Imhoff Cone Pada Proses Sedimentasi
No Waktu ( menit ) Volume Endapan
Terbentuk ( ml )
Penyisihan (%)
Imhoff cone
1 0 0 0
2 2 0,3 100
3 4 0,5 40
4 10 16 96
5 15 44 63
6 20 46 4,3
7 25 48 4,1
8 30 51 5,8
9 35 52 1,9
Gambar 4.5 Grafik Hasil Imhoff Cone Pada Proses Sedimentasi
Pada gambar grafik diatas menunjukan volume endapan pada waktu 15 menit sebesar
44 ml kemudian mengalami kenaikan volume endapan yang sangat signifikan pada
waktu 20 menit sebesar 44 ml dengan persentasi penyisihan 63% dari waktu 15 menit.
0
10
20
30
40
50
60
0 2 4 10 15 20 25 30 35
Vo
lum
e E
nd
ap
an
Ter
ben
tuk
(m
l)
Waktu Pengendapan (menit)
Penentuan Waktu Pengendapan Sedimentasi
Universitas Sumatera Utara
10
Kemudian pada waktu 20 dan 25 menit peningkatan volume endapan tidak terlalu besar
pada 20 menit volume endapan naik sebesar 46 ml hanya 4,3 % dari 15 menit. Untuk
waktu 25 endapan naik sedikit menjadi 48 ml hanya 4,1 % dari waktu 20 menit. Pada
waktu 30 menit endapan bertambah menjadi 51 ml atau 5,8 % dari waktu endapan 25
menit, waktu 35 menit endapan mulai sedikit stabil menjadi 52 ml hanya 1,9 % dari
waktu endapan 30 menit. Dan pada waktu selanjutny tidak terjadi lagi kenaikan jumlah
endapan pada waktu diatas 35 menit yang menandakan partikel-partikel sudah tidak lagi
mengendap. Dari data grafik tersebut dapat dilihat waktu yang efektif untuk proses
sedimentasi selama 15 menit dimana membentuk endapan sebesar 44 ml dengan 63 %
penyisihan partikel.
4.5 Penentuan Lama Waktu Pengadukan
Untuk mengetahui lama waktu pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi maka
di lakukan penentuan waktu ideal pengadukan dalam penelitian ini dengan variabel,
koagulasi-flokulasi 1-2, 1-3, 2-2 dan 2-3. Dengan tujuan untuk mendestabilisasi
partikel koloid dengan bantuan koagulan pada saat pengadukan cepat, serta tujuan dari
pengadukan lambat yaitu untuk stabilisasi partikel inti flok sehingga membentuk flok
yang lebih besar dan memiliki massa jenis lebih besar daripada air ( Nurjannah R, 2015
). Hasil dari penentuan lama waktu pengadukan dapat dlihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Dari Penentuan Lama Pengadukan Koagulasi dan Flokulasi
No Lama Waktu Pengadukan
(Menit)
Kekeruhan (NTU) pH Efisiensi
Removal
Kekeruhan
(%)
Pengadukan
Cepat
Pengadukan
Lambat
Awal Akhir Awal Akhir
1 1 2 574 11,29 7,6 6,1 98,03
2 1 3 583 8,64 7,6 6,1 98,52
3 2 2 586 7,63 7,6 6,1 98,69
4 2 3 592 5,43 7,6 6,0 99,08
Untuk menentukan lama waktu pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi,
dengan menyediakan 4 ember dan diisi dengan air baku yang berasal dari proses
Universitas Sumatera Utara
11
prasedimentasi. Dengan variabel pengadukan koagulasi – flokulasi selama 1 – 2, 1 – 3,
2 – 2, 2 – 3 menit. Pada proses pengadukan cepat selama 1 menit, lambat 2 menit
dengan kekeruhan awal 574 NTU dengan nilai pH 7,6 setelah dilakukan percobaan
didapatkan nilai kekeruhannya 11,29 NTU dengan nilai pH 6,1 dengan persentasi
removal 98,03 %. Untuk proses pengadukan cepat selama 1 menit, lambat 3 menit
dengan kekeruhan awal sebesar 583 NTU dengan nilai pH 7,6 setelah dilakukan
percobaan didapatkan nilai kekeruhan sebesar 8,64 NTU dengan nilai pH 6,1 dengan
persentasi removal 98,52 %. Untuk proses pengadukan cepat selama 2 menit, lambat 2
menit dengan kekeruhan awal sebesar 586 NTU dengan nilai pH 7,6 setelah dilakukan
percobaan didapatkan nilai kekeruhan sebesar 7,63 NTU dengan nilai pH sebesar 6,1
dengan persentasi removal 98,69%. Untuk proses pengadukan cepat selama 2 menit,
lambat 3 menit dengan nilai kekeruhan awal sebesar 592 NTU dengan nilai pH 7,6
setelah dilakukan proses percobaan didapatkan nilai kekeruhan sebesar 5,43 NTU
dengan nilai pH 6,0 dengan persentasi removal 99,08%. Dapat ditentukan waktu
pengadukan untuk proses koagulasi dan flogulasi pada percobaan kali ini pengadukan
cepat selama 2 menit dan pengadukan lambat selama 3 menit dengan persentasi removal
99,08%.
4.6 Lama Waktu Proses Pengolahan
Pada penelitian ini didapatkan hasil – hasil dari lama waktu yang efesien untuk
penelitian yang meliputi proses prasedimentasi, koagulasi – flokulasi, sedimentasi dan
filtrasi. Hasil dari waktu yang efesien untuk pengolahan ini dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Lama Waktu Proses Pengolahan
No Proses Lama Waktu (Menit)
1 Prasedimentasi 25
2 Koagulasi – Flokulasi 5
3 Sedimentasi 15
4 Filtrasi 30
Total Lama Waktu Proses 75
Universitas Sumatera Utara
12
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Fauzan R, 2012) diperoleh waktu pengolahan
alat portable watertreatment sederhana selama 140 menit dimana 30 menit pada proses
prasedimentasi, 5 menit pada proses koagulasi – flokulasi, 30 menit proses sedimentasi,
45 menit filtrasi dan 30 menit proses desinfektan. Pada percobaan kali ini didapatkan
waktu – waktu dari setiap pengolahan untuk tiap tiap proses selama 75 menit. Dengan
lama waktu proses prasedimentasi pada pengolahan ini selama 25 menit. Untuk proses
koagulasi dan flokulasi untuk pengolahan ini didapatkan waktu yang efesien selama 5
menit. Untuk waktu sedimentasi pada pengolahan ini didapatkan waktu yang optimum
sebesar 15 menit. Dan yang terakhir untuk proses filtrasi pada pengolahan ini selama 30
menit dengan efesiensi alat untuk menghilangkan kekeruhan sebesar 99,88%.
4.7 Percobaan Alat
Running proses pengolahan dilakukan dengan menggunakan lama waktu prasedimentasi
terpilih, lama pengadukan terpilih, dan lama waktu sedimentasi terpilih. Berdasarkan
perhitungan lama waktu proses running, diperoleh lama waktu pengolahan yang terdiri
atas proses prasedimentasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi adalah 75
menit. Dalam proses running pengolahan air, dilakukan running hingga kualitas effluent
proses filtrasi untuk parameter kekeruhan memenuhi baku mutu PERMENKES RI NO
492/MEN.KES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Berdasarkan
percobaan yang dilakukan, hingga percobaan ke-5 effluent proses filtrasi yang
dihasilkan untuk parameter kekeruhan masih memenuhi baku mutu dengan total air
bersih sekali pengolahan sekitar 34 liter, yaitu antara 3,93 – 4,71 NTU ( Nephelometric
Turbidity Unit ) dengan nilai pH 6,1 – 6,4. Total air bersih tersebut dapat digunakan
untuk 1 orang dalam KK ( Kepala Keluarga ) yang diasumsikan terdiri atas 5 anggota
keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
15
Gambar 4.6 Grafik Persentasi Removal Kekeruh Proses Prasedimentasi
Berdasarkan pada grafik diketahui persentasi removal kekeruhan pada 5 kali percobaan
pada proses prasedimentasi dapat menurunkan kekeruhan berkisar 38,91 sampai dengan
39,28 persentasi kekeruhan dengan waktu tinggal terpilih selama 25 menit. Pada
percobaan pertama mampu menurunkan kekeruhan sebesar 38.91%, pada percobaan
kedua mengalami penurunan kekeruhan sebesar 37.25%, pada percobaan ketiga
mengalami penurunan kekeruhan sebesar 36.77%, pada percobaan keempat mengalami
penurunan kekeruhan sebesar 38.27%, dan pada percobaan kelima mengalami
penurunan kekeruhan sebesar 39,28%.
4.7.1.2 Persentasi Removal Kekeruhan pada Proses Koagulasi, Flokulasi dan
Sedimentasi
Untuk mengetahui tingkat efektivitas pada tiap-tiap bagian dari pengolahan, berikut
hasil dari tingkat removal kekeruhan pada proses Koagulasi, Flokulasi dan Sedimentasi
dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.7.
Tabel 4.10 Persentasi Removal Kekeruhan pada Proses Koagulasi, Flokulasi dan
Sedimentasi
Percobaan NTU % Removal
Influen Effluent
1 576 7,48 98,70
2 608 6,25 98,97
3 627 7,29 98,83
4 595 8,27 98,62
5 578 8,02 98,60
Universitas Sumatera Utara
16
98,7
98,97
98,83
98,62 98,6
98,4
98,5
98,6
98,7
98,8
98,9
99
1 2 3 4 5
Gambar 4.7 Grafik Persentasi Removal Kekeruhan pada Proses Koagulasi, Flokulasi
dan Sedimentasi
Berdasarkan pada grafik diketahui persentasi removal kekeruhan pada 5 kali percobaan
pada proses Koagulasi, Flokulasi dan Sedimentasi dapat menurunkan kekeruhan
berkisar 98,6 sampai dengan 98,97 % kekeruhan, dengan waktu tinggal sedimentasi
terpilih selama 15 menit. Dan dosis koagulan tawas 100 ppm. Pada percobaan pertama
mampu menurunkan kekeruhan sebesar 98,7%, pada percobaan kedua mengalami
penurunan kekeruhan sebesar 98,97 %, pada percobaan ketiga mengalami penurunan
kekeruhan sebesar 98,83 %, pada percobaan keempat mengalami penurunan kekeruhan
sebesar 98,62 %, dan pada percobaan kelima mengalami penurunan kekeruhan sebesar
98,6 %.
Universitas Sumatera Utara
17
45,58
37,12 37,72
43,04 45,88
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
1 2 3 4 5
4.7.1.3 Persentasi Removal Kekeruhan pada Proses Filtrasi
Untuk mengetahui tingkat efektivitas pada tiap-tiap bagian dari pengolahan, berikut
hasil dari tingkat removal kekeruhan pada proses Filtrasi dapat dilihat pada Tabel 4.11
dan Gambar 4.8.
Tabel 4.11 Persentasi Removal Kekeruhan pada proses filtrasi
Percobaan NTU % Removal
Influen Effluent
1 7,48 4,07 45,58
2 6,25 3,93 37,12
3 7,29 4,54 37,72
4 8,27 4,71 43,04
5 8,02 4,34 45,88
Gambar 4.8 Grafik Persentasi Removal Kekeruhan pada proses filtrasi
Universitas Sumatera Utara
18
Berdasarkan pada grafik diketahui persentasi removal kekeruhan pada 5 kali percobaan
pada proses Filtrasi dapat menurunkan kekeruhan berkisar 37,12 sampai dengan 45,88
% kekeruhan. Pada percobaan pertama mampu menurunkan kekeruhan sebesar 45,58
%, pada percobaan kedua mengalami penurunan kekeruhan sebesar 37,12 %, pada
percobaan ketiga mengalami penurunan kekeruhan sebesar 37,72 %, pada percobaan
keempat mengalami penurunan kekeruhan sebesar 43,04 %, dan pada percobaan kelima
mengalami penurunan kekeruhan sebesar 45,88 %.
4.7.1.4 Kriteria Pasir
Pasir yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu pasir silika yang berukuran 1 – 3ml.
Yang dimana penggunaan pasir sebelum jenuh sebanyak 3 kali percobaan. Penggunaan
pasir sampai mencapai titik jenuh yang dimana nilai kekeruhan nya menjadi diatas baku
mutu dapat dilihat pada Tabel 4.12
4.12 Titik Jenuh Filtrasi
No Nilai Air Baku Nilai Outlet
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 1 Percobaan 2
1 7,84 7,41 4,37 4,29
2 6,89 7,68 4,63 4,58
3 7,26 6,83 4,81 4,76
4 7,43 7,18 5,67 5,21
5 7,61 7,54 6,18 6,36
Pada tabel diatas dapat dilihat pada percobaan 1 sampai 3 nilai kekeruhan pada outlet
masih di bawah baku mutu nilai kekeruhan nya, setelah percobaan ke 3 nilai kekeruhan
semakin naik dikarenakan pasir silika tidak efesien dalam memfilter partikel-partikel
pada bak filtrasi dikarenakan pasir sudah tercampur dengan flok dari bak koagulasi,
filtrasi dan sedimentasi.
Universitas Sumatera Utara
19
99,56
99,59
99,54
99,51
99,54
99,46
99,48
99,5
99,52
99,54
99,56
99,58
99,6
1 2 3 4 5
4.7.1.5 Persentasitasi Total Removal Kekeruhan Pengolahan Air Bersih
Untuk mengetahui tingkat removal pada tiap – tiap percobaan dalam pengolahan air
bersih, dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Gambar 4.9.
Tabel 4.13 Persentasi Total Removal Kekeruhan Pengolahan Air Bersih
Percobaan NTU % Removal
Influen Effluent
1 943 4,07 99,56
2 969 3,93 99,59
3 987 4,54 99,54
4 964 4,71 99,51
5 952 4,34 99,54
Universitas Sumatera Utara
20
Gambar 4.9 Grafik Persentasi Total Removal Kekeruhan Pengolahan Air Bersih
4.7.2 Jumlah Kandungan Bakteri Escherichia Coli
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme yaitu suhu,
konsentrasi substrat, waktu inkubasi, dan pH. Di dalam proses metabolisme terjadi suatu
rangkaian reaksi kimia, dimana kenaikan temperatur sampai pada nilai batas tertentu,
dapat mempercepat proses metabolisme. Tetapi temperatur tinggi melebihi temperatur
maksimum akan menyebabkan denaturasi protein dan enzim. Hal ini akan
mengakibatkan terhentinya metabolisme (Suriawira, 2003).
Menurut Pelczar dan Chan (1986: 140), pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan
bakteri terletak diantara 6,5-7,5. pH merupakan indikasi konsentrasi ion hidrogen.
Peningkatan dan penurunan konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi
gugus-gugus dalam protein, amino, dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan
denaturasi protein yang menganggu pertumbuhan sel.
Bakteri Escherichia Colli, atau biasa disingkat E. Coli adalah salah satu jenis spesies
utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor
Escherich ini dapat ditemukan dalan usus besar manusia. Kebanyakan E.Coli tidak
berbahaya, tetapi beberapa E.Coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan
makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang
dihasilkan bernama verotoksin. Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu basa
adenin dari unit 28S rRNA, sehingga menghentikan sintensis protein. (Noviar, 2001)
Untuk mengetahui jumlah nilai dari kandungan dari bakteri Escherichia Coli dalam
hasil pengolahan, berikut hasil dari pemeriksaan jumlah kandungan bakteri Escherichia
Coli dapat dilihat pada Tabel 4.13
Universitas Sumatera Utara
21
Tabel 4.14 Jumlah Kandungan Bakteri Escherichia Coli
No Kandungan Bakteri Escherichia Coli
Influen Effluent
1 1,3 x 104 CFU/mL 0,1 x 10
4 CFU/mL
2 0,5 x 104 CFU/mL Tidak Teridentifikasi
3 0,4 x 104 CFU/mL Tidak Teridentifikasi -
4 0,6 x 104 CFU/mL 0,7 x 10
3 CFU/mL
5 0,9 x 104 CFU/mL Tidak Teridentifikasi -
Pada hasil pemeriksaan E.Coli yang dilakukan di Laboratorium FMIPA Universitas
Sumatera Utara didapatkan hasil sebagai berikut, pada percobaan pertama nilai E.Coli
sebesar 1,3 x 104 CFU/mL setelah dilakukan pengolahan air bersih banyak nya nilai
E.Coli menjadi 0,1 x 104 CFU/mL. Pada percobaan kedua nilai E.Coli sebesar 0,5 x 10
4
CFU/mL setelah dilakukan pengolahan air bersih banyak nya nilai E.Coli tidak ada atau
tidak tumbuh. Pada percobaan Ketiga nilai E.Coli sebesar 0,4 x 104 CFU/mL setelah
dilakukan pengolahan air bersih banyak nya nilai E.Coli tidak ada atau tidak tumbuh.
Pada percobaan keempat nilai E.Coli sebesar 0,6 x 104 CFU/mL setelah dilakukan
pengolahan air bersih banyak nya nilai E.Coli menjadi 00,7 x 103 CFU/mL. Pada
percobaan kelima nilai E.Coli sebesar 0,9 x 104 CFU/mL setelah dilakukan pengolahan
air bersih banyak nya nilai E.Coli E.Coli tidak ada atau tidak tumbuh.
Universitas Sumatera Utara
22
4.7.3 Analisis pH
Hasil pH dari pengolahan air bersih skala rumah tangga masih dibawah baku mutu
dengan nilai pH sebesar 6.1 – 6.2 untuk itu perlu dilakukan penaikan nilai pH dengan
cara penambahan Kalsium Hidroksida Ca(OH)2. Berikut hasil dari variasi dosis untuk
mencari dosis optimum Kalsium Hidroksida pada alat dapat dilihat pada tabel 4.15
Tabel 4.15 Variasi Dosis Ca(OH)2
No Dosis ml Percobaan I Percobaan II
1 0 6.1 6.1
2 1 6.7 6.6
3 2 7.3 7.1
4 4 9.3 9.1
5 6 10.7 10.6
Dari hasil diatas dapat dilihat terjadi nya kenaikan nilai pH dikarenakan Larutan
Ca(OH)2 disebut air kapur dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan
tersebut bereaksi hebat dengan berbagai asam (Ulfatmi,2010). Menurut Zulfikar (2010)
suatu asam bereaksi dengan suatu basa dalam reaksi penetralan untuk membentuk
garam dan air. Proses reaksi penetralan air limbah penambangan batubara (asam)
dengan menggunakan larutan kapur (basa), Tetapi jika terlalu banyak larutan kapur
yang ditambah-kan maka akan menghasilkan air yang bersifat basa (>9) dan jika
sebaliknya, membuat air tetap bersifat asam (<6). Pada percobaan diatas dengan 0 ml
nilai pH 6.1, 1 ml pH naik menjadi 6.7, 2 ml pH naik menjadi 7.3, 4 ml pH naik menjadi
9.3, 6 ml pH naik menjadi 10.7. Dosis yang optimum untuk digunakan dalam
pengolahan alat ini sebesar 2 ml. Dikarenakan dosis tersebut aman dibandingkan dengan
dosis 1 ml yang hampir tidak memenuhi baku mutu.
Universitas Sumatera Utara
23
Berikut hasil dari perubahan nilai pH pada proses Prasedimentasi, Koagulasi, Flokulasi,
Sedimentasi dan Filtrasi dapat dilihat pada tabel 4.16.
Tabel 4.14 Hasil Analisa pH
Running Prasedimentasi Koagulasi,
Flokulasi dan
Sedimentasi
Filtrasi Kapur
pH
Awal
pH
Akhir
pH
Awal
pH
Akhir
pH
Awal
pH
Akhir
pH
Awal
pH
Akhir
1 7,5 7,5 7,5 6,2 6,2 6,2 6,2 7.3
2 7,4 7,4 7,4 6,2 6,2 6,2 6,2 7.3
3 7,5 7,5 7,5 6,1 6,1 6,1 6,1 7.1
4 7,6 7,6 7,6 6,1 6,1 6,1 6,1 7.1
5 7,6 7,6 7,6 6,2 6,2 6,2 6,2 7.3
Dari tabel di atas dapat dilihat pH mengalami penurunan, pada saat pengolahan nilai pH
berkisar 7,4 – 7,6. Pada saat proses prasedimentasi pH tidak mengalami penurunan,
selanjut nya pada proses koagulasi flokulasi yang dimana dilakukan penambahan
koagulan. Koagulan yang digunakan adalah alumunium sulfat. Derajat keasaman (pH)
adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi proses koagulasi. Bila proses
koagulasi dilakukan tidak pada rentang pH optimum, maka akan mengakibatkan
gagalnya proses pembentukan flok dan rendahnya kualitas air yang dihasilkan. Kisaran
pH yang efektif untuk koagulasi dengan alum pada pH 5,5 – 8,0 ( Wardani, R.S 2009 ),
yang dimana penggunaan nya dapat menurunkan nilai pH. Nilai pH setelah proses
koagulasi, flokulasi dan sedimentasi menjadi 6,1 – 6,2. Hal ini sejalan dengan yang
dikatakan Ayundyahrini (2013) seiring dengan peningkatan kekeruhan, alkalinitas, dan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Alat pengolahan air bersih: bak pengambilan air dan prasedimentasi; bak
koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi; filter; bak penampung air bersih
Efesiensi removal kekeruhan = 99,59 %
Ph = 7,1 – 7,3
Lama waktu pengendapan pada proses prasedimentasi = 25 menit. Lama waktu
pengendapan berpengaruh terhadap jumlah endapan yang terbentuk.
Jumlah dosis koagulan yang terpilih Alumunium sulfat (Al2(SO4)3) pada
percobaan ini sebesar 10ml/L
Lama waktu pengendepan pada proses sedimentasi selama = 15 menit. Lama
waktu pengendapan berpengaruh terhadap jumlah endapan yang terbentuk.
Lama waktu pengadukan berpengaruh terhadap kualitas efluen dengan waktu
optimum 2 menit koagulasi dan 3 menit flokulasi.
Jumlah dosis (Ca(OH)2) yang terpilih pada percobaan ini sebesar 2 ml/L.
Pasir filtrasi mengalami titik jenuh pada percobaan ke 4, sehingga cukup 3 kali
pengolahan untuk ketersediaan air bersih skala rumah tangga 5 orang dengan
kebutuhan 20L/orang/hari.
5.2 Saran
Lebih teliti saat melakukan percobaan jar test.
Lebih hati hati saat melakukan percobaan.
Universitas Sumatera Utara
1
DAFTAR PUSTAKA
Adi, A. P., 2009. Indonesia Urutan Ke-3 untuk Urusan Banjir. <
http://4raptor.wordpress.com/2009/12 /30/indonesia-urutanke-3-banjir/>. 8
Juni 2017
Anonym. 2017 .http://bpbd.pemkomedan.go.id/halberita-3.html, 11 Juni 2017
Anonym. 2008. Solusi Atasi Banjir. Majalah Berita Indonesia.
<URL:http:http://www.beritaindonesia.co.id/berita-utama/tsj-megapolitan-
solusi-atasi-banjir> 14 Juni 2017
Anonym. 2013 . http://www.enviro.bppt.go.id, 11 Juni 2017
Ansori, A. K. (2008). Penentuan Kekeruhan pada Air Reservoir di PDAM Titanadi
Instalasi Pengolahan Air Sunggal Medan Metode Turbidimeter. Karya Ilmiah
Arie, 2010, Teknologi Penyediaan Air Minum UntUK Keadaan Tanggap Darurat, Pusat
Teknologi Lingkungan, Jakarta Pusat
Ayundyahrini, Meilinda, & Gamayanti, Nurlita (2013). Estimasi Dosis Alumunium
Sulfat pada Proses Penjernihan Air menggunakan Metode Genetic Algorithm.
Jurnal Teknik ITS
Azwar, Azrul. (1990), Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Yayasan Mutiara. Jakarta
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Chandra B, 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Erlangga, Jakarta
Efriandy, B, 2013 Pengaruh Konsentrasi Optimum Tawas Terhadap Turbiditas Dengan
Metode Jar test di PDAM Tirtanadi Sunggal, Universitas Sumatera Utara,
Medan
Entjang, Indan, 1991.Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Universitas Sumatera Utara
2
Harjadi. Prih, dkk. 2005. Panduan Pengenalan Karakteritik Bencana Dan Upaya
Mitigasinya Di Indonesia.Biro Mitigasi, Sekretariat BAKORNAS PBP.
Jakarta
Hartono. 2008. SPSS 16.0 Analisis Data Statistika dan Penelitian. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Ilyas, S. dan Arifudin, E. (1972). Eksperimen Pendahuluan Pengolahan Unsur-unsur.
BR/LPTP, LPTP, Jakarta
Kawamura. 1991. An Integrated Calculation of Wastewater Engeneering. John Willey
and Sons. Inc. New York
Kawamura 1991. Integrated Design of Water Treatment Facilities, John Wiley & Sons,
Inc., New York
Kodoatie, J.R. dan Sugiyanto, 2002. Banjir, Beberpa Masalah dan Metode
Pengendaliannya Dalam Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Kodoatie, R.J. dan Sjarief, R. 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi. Yogyakarta
Kusnaedi. 2010.Mengolah Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta: Penebar Swadaya
Linsley, R.K. dan J. Franzini, 1991. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah Djoko
Sasongko. Erlangga, Jakarta
Mahida, U.N. 1986. “Pencemaran air dan pemanfaatan limbah industry”. CV. Rajawali:
Jakarta.
Manan, S. 1979. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Indonesia
Manihar. 2007. Kimia Lingkungan. Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Unimed
Manurung, Tambak, dkk. 2012. Efektivitas BijiKelor (Moringa Oleifera) Pada
Pengolahan Air Sumur Tercemar Limbah Domestik. Dalam Jurnal Ilmiah
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara
3
Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering Treatment, Disposal, Reuse. New
Delhi: McGraw-Hill Book Company
Mulia, Ricky.M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi pertama, Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu
Nainggolan, Abdul. 2017. Pengaruh Aerasi Bertingkat Dengan Kombinasi Saringan
Pasir, Karbon Aktif, Dan Zeolit Dalam Meningkatkan Kualitas Air Tanah Di
Pesantren Ar-Raudahtaul Hasanah. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Natalia, Mega. 2014. Banjir Di Perkotaan (Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan
Medan Maimun Kota Medan). Medan. Universitas Sumatera Utara
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta
Noviar. 2001. Mikrobiologi(Bakteriologi, Virologi dan Mikologi). Malang: UM Press.
Nurjannah R, 2015 PENENTUAN DOSIS KOAGULAN PADA MUSIM HUJAN DI
PDAM UNIT TEGAL GEDE, UNIVE JEMBER, JEMBER
Oxtoby, D.W, 2001, Kimia Modern, Erlangga, Jakarta
Pandia, Setiaty dkk. 1995. Kimia Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Patnaik, P., 2002, Handbook of Inorganic Chemicals, McGraw-Hill, New York
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan, 1986, Penterjemah , Ratna Siri Hadioetomo dkk. Dasar-
Dasar Mikrobiologi 1, Universitas Indonesia Press. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tahun 1990 tentang
Kualitas Air Bersih
Permatasari, S. 2013. Optimasi Penggunaan Koagulan Dalam Proses Penjernihan Air.
ITS. Surabaya
Universitas Sumatera Utara
4
PERMENKES RI No. 492/MEN.KES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum
Risdianto, Dian. 2007. Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi untuk Pengolahan Air
Limbah Industri Jamu (Studi Kasus PT. Sido Muncul). Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro, Semarang
Satyaning, 2010, Analisis Daerah Endemik Bencana Akibat Cuaca Ekstrim Di Sumatera
Utara. Jakarta : Meteorologi dan Geofisika
Sembiring. 2007. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli, USU
Slamet, Juli Soemirat. 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Sobsey, M.D dan K.P Frederic. 2002. Evaluation of the H2S Method for Detection of
Fecal Contamination of Drinking Water. Department of Protection
Universitas Sumatera Utara 35 and the Human EnvironmentWorld Health
OrganizationGeneva. University of North Carolina, Chapel Hill..
Soemarto, C.D., 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya
Soemarwoto, O. 1978. Aspek Ekologi dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yayasan Penerbit PUTL, Majalah Nomor : 3/XV/1978.
Soemirat Juli. 1994. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Madah University Press.
Yogyakarta
Sudaryoko Y., (1987), Pedoman Penanggulangan Banjir, Badan Penerbit Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Sukandarrumidi, 1999, Bahan Galian Industri, Gadjah Mada Unirversity Press,
Yogyakarta
Surbakti, 1987. Teknologi Terapan Air Minum Sehat. Surakarta: Mutiarasalo
Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan BuanganSecara
Biologis. PT Alumni. Bandung.
Universitas Sumatera Utara
5
Sutresna, Nana. 2007. Cerda Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media Pratama.
U.S. EPA (United States Environmental Protection Agency), 1999, Understanding
Variation in Partition Coefficient, Kd, values, Volume II: Review of
Geochemistry and Available Kd Values for Cadmium, Cesium, Chromium,
Lead, Plutonium, Radon, Strontium, Thorium, Tritium (3H), and Uranium,
Office of Radiation and Indoor Air Office of Solid Waste and Emergency
Response U.S. EPA, Washington, DC.
Wardani S, 2009 PENGARUH pH PADA PROSES KOAGULASI DENGAN
KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA, indomas mulia,
Jakarta
Yuliastri, I.R. 2010. Penggunaan Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Koagulan dan
Flokulan dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah dan Air Tanah. [Skripsi
Ilmiah]. Jakarta:Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
6
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
7
No Parameter Satuan Kadar Maksimum yang
Diperbolehkan
Keterangan
A
1.
2.
3.
4.
5.
6.
FISIKA
Bau
Jumlah zat padat terlarut
Kekeruhan
Rasa
Suhu
Warna
-
mg/L
Skala NTU
-
°C
Skala TCU
-
1.500
5
-
Suhu udara ±3°C
50
Tidak berbau
-
-
Tidak berasa
-
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
KIMIA
Air raksa
Arsen
Besi
Fluorida
Kadmium
Kesadahan (CaCO3)
Klorida
Kromium, Valensi 6
Mangan
Nitrat, sebagai N
Nitit, sebagai N
pH
Selenium
Seng
Sianida
Sulfat
Timbal
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
-
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
0,001
0,05
1,0
1,5
0,005
500
600
0,05
0,5
10
1,0
6,5 – 9,0
0,01
15
0,1
400
0,05
Merupakan batas
minimum dari
maksimum, khusu air
hujan pH minimum
5,5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9..
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Kimia Organik
Aldrin dan Dieldrin
Benzena
Benzo (a) pyrene
Chlordane
Coloroform
2,4 D
DDT
Detergen
1,2 Discloroethane
Heptaclor dan heptaclor
Hexachlorobenzene
Gamma-HCH
Methoxychlor
Pentachlorophanol
Pestisida Total
2,4,6 urichlorophenol
Zat organik (KMn04)
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
0,0007
0,01
0,00001
0,0007
0,03
0,10
0,03
0,5
0,01
0,003
0,00001
0,004
0,10
0,01
0,10
0,01
10
C
1.
Mikro biologik
Total coliform (MPM)
E.Coli
Jumlah per
100 ml
Jumlah per
100 ml
Jumlah per
100 ml
50
100
0
Bukan air perpipaan
Air perpipaan
Universitas Sumatera Utara
8
Kepmenkes RI No.492/MENKES/PER/IV/2010
Universitas Sumatera Utara
9
Universitas Sumatera Utara
10
Universitas Sumatera Utara
11
Universitas Sumatera Utara
12
Universitas Sumatera Utara
13
Universitas Sumatera Utara