Download - Pengobatan darurat sederhana untuk meredakan
Pengobatan Darurat Sederhana untuk Meredakan Serangan Asma
Obat ini umumnya bertujuan untuk memberikan bantuan darurat dari serangan asma dengan
menggunakan bahan makanan yang tersedia, herbal dan beberapa tindakan pencegahan untuk mengatasi
sesak napas yang berhubungan dengan asma. Di bawah ini adalah beberapa solusi sederhana yang mengambil
jalan bahan-bahan tersedia untuk membebaskan Anda dari komplikasi yang terkait dengan penyakit
pernapasan.
Salah satu yang paling populer menyembuhkan serangan asma dengan minum secangkir kopi
hitam yang kuat. Ini adalah salah satu obat alami untuk asma yang akan menjaga situasi di bawah
kontrol sampai pasien mendapat bantuan medis.
Selama serangan asma, menambahkan minyak jintan saru (juniper) dengan air panas dan
menghirup asapnya yang dapat memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan bagi penderita
asma.
Selain minyak jintan saru, orang yang menderita asma juga dapat menambahkan biji jintan ke
dalam air mendidih dan menghirup asap sebagai obat tradisional untuk serangan asma.
Penelitian telah menunjukkan bahwa vitamin B6 dan B12 membantu dalam mengurangi radang
paru-paru, sehingga makanan kaya vitamin B6 dan B12 dapat membantu dalam mengurangi
asma.
Ginkgo biloba herbal juga efektif dalam mengobati serangan asma, serta mengurangi frekuensi
serangan ini karena berisi zat ginkgolide B nya.
Mengurangi jumlah asupan garam dan mengambil 2000 mg Vitamin C satu jam sebelum
berolahraga dapat membantu dalam mengurangi asma selama berolahraga.
Tambahkan 2 sendok teh biji kelabet dalam segelas air dan didihkan sampai tinggal setengahnya.
Minum larutan ini sekali sehari untuk membantu dalam mengurangi frekuensi serangan asma.
Menambahkan 2 sendok madu dengan segelas susu dan minum seketika dapat membantu dalam
mengurangi gejala asma.
Hancurkan sepotong kunyit menjadi bubuk halus, tambahkan beberapa madu untuk itu (1 bagian
bubuk kunyit dan 2 bagian madu) dan memakannya. Ini akan membantu dalam menyembuhkan
asma dan masalah pernapasan terkait.
Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa pengobatan sederhana ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti
obat yang diresepkan. Dalam kasus seseorang menderita asma parah dan menjalani pengobatan serangan
asma, ia harus tetap berpegang pada inhaler asma atau nebulizer asma yang seperti direkomendasikan oleh
dokter.
Selain beralih ke pengobatan rumah, mengubah cara hidup Anda juga dapat membantu dalam memastikan
bahwa Anda tidak menderita serangan asma. Anda harus mengidentifikasi pemicu asma, seperti makanan, bau,
alergen dll, yang memperburuk penyakit pernapasan dalam kasus Anda, dan mencoba untuk menghindari
mereka. Serangan asma bisa sangat tidak menyenangkan memang, tapi beberapa tindakan pencegahan
sederhana tentang penyakit asma Anda dapat memastikan untuk diminimalisir.
Disclaimer : Artikel ini adalah murni untuk tujuan memberikan informasi yang mendidik, dan tidak
boleh digunakan sebagai pengganti saran dari ahli medis.
Jurus Ampuh Mengatasi AsmaASMA merupakan suatu penyakit saluran napas kronis yang berdampak serius terhadap
kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Salah satu permasalahan yang dialami oleh penderita
asma adalah angka kekambuhan yang tinggi.
Penyakit ini dikatakan sebagai penyebab utama atas ketidakhadiran di tempat kerja dan di
sekolah. Selain mengganggu kualitas hidup, asma juga tidak dapat disembuhkan, bahkan dapat
menimbulkan kematian. Namun bila penyakit ini dikendalikan, kematian dapat dicegah dan
gejalanya pun tidak sering muncul. Untuk mengetahui bagaimana cara mengontrol penyakit
asma, penderita perlu mengenal asma terlebih dahulu.
Asma adalah penyakit peradangan saluran napas kronik yang menyebabkan peningkatan
kepekaan saluran napas terhadap berbagai rangsangan. Kepekaan ini akan menyebabkan
munculnya serangan berulang seperti sesak napas, bunyi mengi (ngik-ngik), rasa tidak enak di
dada dan batuk terutama pada malam hari atau menjelang pagi. Serangan ini seringkali bersifat
sementara, menghilang dengan atau tanpa pengobatan.
Dalam buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia yang disusun oleh
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2004, menyebutkan untuk mewujudkan tujuan
tersebut, dokter maupun penderita asma dianjurkan untuk mempelajari, memahami, dan
mengerjakan apa yang disebut "tujuh jurus ampuh untuk mengatasi penyakit asma".
Pertama, penyuluhan (edukasi) mengenai penyakit asma pada penderita asma dan keluarganya.
Pepatah mengatakan, "tak kenal maka tak sayang". Ibarat sepasang muda-mudi yang baru
pertama berjumpa, tak kan mau menyayangi dan mengorbankan diri, sebelum mengenal lebih
jauh pasangannya. Demikian pula dengan penderita asma. Pengenalan tentang seluk beluk asma,
bagaimana pengobatan serta pencegahan yang benar, akan membuat penderita dan keluarganya
mengerti sehingga termotivasi untuk berusaha kuat mengatasi penyakitnya.
Kedua, menilai dan memonitor keberatan serangan asma. Penderita yang sedang mengalami
serangan asma, dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu penderita dengan serangan asma ringan,
serangan sedang dan serangan berat. Salah satu tanda untuk melihat pembagian berat ringannya
serangan adalah dengan melihat cara berbicara. Bila ketika berbicara penderita masih dapat
menyelesaikan beberapa kalimat, klasifikasi yang diberikan adalah serangan asma ringan. Saat
penderita berbicara dengan suara terputus-putus, maka penderita digolongkan dalam serangan
asma sedang. Tetapi jika penderita sudah mengalami kesulitan/tidak dapat bicara karena sesak,
maka penderita masuk dalam kelompok serangan asma berat. Penderita yang mengalami
serangan ringan dapat diobati sendiri di rumah. Namun penderita yang mendapatkan serangan
sedang dan berat harus ditangani di rumah sakit.
Ketiga, mengenali dan menghindari faktor-faktor pencetus asma (allergen). Faktor-faktor pencetus
ini dapat berbeda antara penderita yang satu dengan lainnya. Faktor-faktor yang sering dikatakan
sebagai pemicu di antaranya adalah faktor alergen, emosi atau stres, infeksi, zat makanan, zat
kimia, faktor fisik seperti perubahan cuaca, polusi udara, kegiatan jasmani, dan obat-obatan.
Sebagian besar serangan asma dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor pencetus
tersebut. Penderita yang "cuek" tak pernah menghindari faktor pemicu akan sulit memperoleh
kemajuan dalam pengobatan.
Keempat, mengatasi serangan asma dengan tepat. Rencana penanganan terutama diperlukan
ketika serangan asma kambuh, dan penderita membutuhkan pertolongan secepatnya.
Penanganan dengan cepat dan tepat dapat dilakukan bila penderita dan keluarganya membuat
rencana emergensi secara tertulis bersama dokter, dan mengetahui kapan penyakit asmanya
mulai tidak terkendali. Tidak terkendalinya asma mulai tampak manakala penderita dan
keluarganya menemukan keadaan-keadaan sebagai berikut : gejala asma semakin bertambah,
pemakaian obat pelega (bronkodilator) kian sering, gejala asmanya tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan obat pelega. Bila keadaan-keadaan tersebut muncul, tindakan harus segera
diambil agar penyakit kembali terkendali.
Obat
Untuk memudahkan penanganan, ada baiknya penderita mengetahui obat-obat asma, baik
kegunaan maupun efek sampingnya. Terdapat dua jenis obat asma yaitu, obat pelega (reliver)
dan obat pencegahan jangka lama (preventer/controller). Jika terjadi serangan akut, dianjurkan
memakai obat pelega (B2 agonis kerja singkat baik dalam bentuk hirup atau pil) setiap 20 menit
atau 3 kali dalam satu jam. Jika penderita memberikan respons baik, lanjutkan pengobatan setiap
3 jam selama 1-2 hari. Namun jika penderita memberikan respons yang buruk terhadap
pengobatan, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit.
Kelima, rencana pengobatan jangka panjang untuk mencegah kekambuhan asma. Pengobatan
tidak hanya dilakukan ketika serangan asma sedang berlangsung, tetapi juga saat tidak dalam
serangan. Pengelolaan asma saat tidak dalam serangan dilakukan melalui pengobatan
pencegahan dan latihan olah raga terpimpin. Penderita asma dengan tipe intermiten (sangat
ringan) yang kekambuhannya dalam 1 minggu kurang dari 1 kali, tidak memerlukan pengobatan
pencegahan. Namun, penderita asma dengan tipe persisten ringan ( gejala> 1x/minggu),
persisten sedang (gejala setiap hari, kadang mengganggu tidur) dan persisten berat (gejala terus
menerus, mengganggu tidur, membatasi aktivitas) harus mendapatkan terapi pencegahan secara
bertahap disesuaikan dengan klasifikasinya.
Keenam, memantau dan mengikuti perkembangan penyakit penderita asma secara berkala.
Hingga kini penyakit asma belum dapat disembuhkan, dan gejala asmanya sering bervariasi.
Karena itu pengobatan harus dilakukan seumur hidup dan dimonitor serta diiikuti
perkembangannya terus menerus. Hal ini diperlukan untuk melihat cocok tidaknya obat yang
diberikan dalam mengendalikan asma. Dokter akan mengevaluasi apakah obat perlu ditambah,
dikurangi atau dihentikan.
Ketujuh, pola hidup sehat dan peningkatan kebugaran jasmani dengan olah raga atau latihan
jasmani terpimpin. Penderita asma sering mengalami sesak sehingga sebagian otot-otot
pernapasan kerap digunakan, sementara sebagian otot yang lain tidak. Otot-otot pernapasan
yang banyak digunakan akan membesar dan yang jarang digunakan akan melemah. Akibatnya,
efisiensi dan koordinasi pernapasan menjadi kurang baik, fungsi paru serta pertahanan paru pun
menurun. Selain itu penderita asma juga terkadang mengalami keterbatasan fisik atau membatasi
pekerjaan fisik karena takut sesak, sehingga kebugaran jasmaninya berkurang. Dengan
melakukan latihan jasmani secara teratur yang terpimpin, otot pernapasan akan kembali
berfungsi normal, kenaikan kapasitas vital paru meningkat dan kebugaran jasmani pun menjadi
lebih baik.
Penderita asma dianjurkan agar proaktif dan semangat dalam mengatasi penyakitnya, serta tetap
bekerja sama dengan dokter agar tujuan pengobatan asma dapat terwujud. Satu hal yang perlu
diingat oleh penderita asma demi tercapainya tujuan tersebut, jangan biarkan asma
mengendalikan Anda, tetapi Anda yang harus mengendalikan asma.
Tangani Asma dengan Benar, Pengobatan Harus RutinDenpasar (Bali Post) -
Selain upaya pencegahan dari serangan asma dengan mengenali faktor pencetus, pengobatan
secara rutin perlu dilakukan. Pengobatan bagi penderita asma tidak cukup hanya pada saat
terserang asma namun perlu dilakukan pengobatan secara berkesinambungan karena penyakit
asma bersifat periodik atau berulang-ulang.
Profesor Dr. dr. Ida Bagus Ngurah Rai, Sp. P (K) Selasa (10/1) kemarin mengatakan selama ini ada
kekeliruan pandangan pada para penderita atau pasien asma. Menurutnya mereka kerap
beranggapan pengobatan asma cukup sekali pada saat terjadi serangan saja. Padalah
sebenarnya, pengobatan asma harus terus dilakukan secara berkesinambungan untuk
mengurangi potensi serangan asma tersebut kembali muncul.
Pada prinsipnya, paparnya, tujuan pengobatan pada penderita asma yakni untuk membebaskan
pasien dari serangan asma dan membuat pasien dapat beraktivitas normal seperti biasanya.
Ditambahkan, pengobatan asma itu ada dua yakni pengobatan saat terkena serangan atau
pengobatan jangka pendek dan pengobatan jangka panjang.
Pengobatan jangka pendek merupakan pengobatan yang diberikan pada saat terjadi serangan
asma dan terus diberikan sampai serangan mereda hingga akhirnya hilang dan biasanya
memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit. Tujuan untuk
mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir jalan napas, dan
mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Dalam pengobatan jangka pendek atau pengobatan
saat terjadi serangan ini ada berbagai macam obat yang dapat diberikan yakni:
* Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas
Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat
bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:
- Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl
- Golongan Simpatomimetika
- Golongan Antikolinergik
Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh penderita tanpa
resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita memperoleh
obat antiasma yang lain.
* Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas.
Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Namun pemakaian obat jenis ini harus
diperhatikan dengan benar, dosisnya dan harus dikontrol secara teratur karena dapat
menimbulkan efek sampingnya yang cukup berbahaya. Namun obat jenis ini cukup potensial
untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas.
* Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.
Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan dahak
yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk.
Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak.
Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein
untuk membantu.
Pengobatan Jangka Panjang
Selain pengobatan jangka pendek, pengobatan jangka panjang yang dilakukan terus menerus
perlu tetap diperhatikan. Namun hal inilah yang kerap tidak dilakukan para penderita asma.
Mereka kerap beranggapan, pengobatan saat terkena serangan saja sudah cukup. Padahal
sebenarnya pengobatan jangka panjang yang dilakukan secara rutin berdampak besar untuk
mengurangi potensi kembali terserang asma. Pengobatan jenis ini diberikan setelah serangan
asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma.
Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang
diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap
penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat
menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi
kepekaannya (hiposentisisasi).
Prof. Ida Bagus Ngurah Rai menambahkan, pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang
lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur.
Pengobatan jangka panjang, lanjutnya, diberikan tergantung dari derajat asma pasien. Pada
penderita yang sudah kronis bisa mengonsumsi obat selama 1 tahun. Namun yang perlu
diperhatikan, obat-obat yang diberikan hendakya obat dengan efek samping yang minimal.
Penghentian pemakaian obat-obatannya pun harus ditentukan oleh dokter yang merawat.
Menurutnya, untuk perawatan pasien asma yang sudah memasuki tahap akut, harus melalui
rawat inap yang bisa dilakukan di semua unit pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun
rumah sakit. “Tetapi, pasien asma berat yang mengancam jiwa harus dirawat di rumah sakit
yang mepunyai fasilitas ICU dan dilengkapi alat ventilator,” ujarnya.
Selain pengobatan secara rutin, penderita asma juga harus memerhatikan beberapa hal sebagai
upaya pencegahan yakni:
- Mengenali faktor pencetus dan berusaha menghindarinya. Misalnya, usahakan kebersihan
lingkungan terjaga, kamar tidur usahakan sederhana tidak banyak perabotan serta jangan
sampai kamar tersebut berdebu, hati-hati saat terkena influenza dengan tetap memerhatikan
kebersihan diri dan lingkungan dan sebagainya.
- Lakukan olahraga teratur untuk memperkuat fisik terutama olahraga yang bersifat aerobik
seperti bersepeda, berenang dan lain-lain.
- Pasien asma jangan merokok karena merokok dapat mempermudah pasien terkena serangan
asma serta banyak obat-obat asma tidak bisa berfungsi optimal pada pasein yang juga perokok.
- Usahakan terus berkonsultasi dengan dokter dan mengenali terus faktor pencetus asma.
Ditegaskan, pasien asma harus ditangani dengan benar. Pasien asma juga jangan terlalu takut
dengan penyakitnya sepanjang bisa melakukan pengobatan secara rutin dan mengenali faktor
pencetusnya. “Jangan pula sampai ada stigma pada penderita asma,” tandas dokter spesialis
paru di RSUP Sanglah ini. (wid)
informasi pasien
Pasien yang sedang mendapat terapi
imunosupresan sedapat mungkin harus
menghindari sumber-sumber infeksi, sebab
sistem imunnya sedang tidak berjalan baik.
Apabila mendapat infeksi, harus segera
mendapat pertolongan medis tanpa tunda.
Pasien yang sedang dalam terapi
imunosupresan sangat rentan terhadap
infeksi, antara lain infeksi oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa, dan lain-lain. Oleh sebab
itu harus benar-benar dijaga agar terhindar
dari sumber infeksi. Kortikosteroid dapat
menutupi gejala-gejala infeksi atau penyakit
lain, dan infeksi baru dapat saja terjadi
dalam periode penggunaannya. Terapi
kortikosteroid jangka panjang dapat
menyebabkan katarak subkapsular posterior,
glaucoma, yang juga dapat merusak syaraf
penglihatan, dan dapat memperkuat infeks
mata sekunder yang disebabkan oleh virus
ataupun jamur. Pemberian vaksin hidup
ataupun vaksin hidup yang dilemahkan,
merupakan kontraindikasi untuk pasien yang
sedang mendapat terapi kortikosteroid dosis
imunosupresan. Vaksin yang dibunuh atau
diinaktifkan dapat saja diberikan, tetapi
responnya biasanya tidak memuaskan.
Pemberian kortikosteroid pada pasien
hipotiroidism ataupun sirosis biasanya
menunjukkan efek kortikosteroid yang lebih
kuat. Kortikosteroid harus diberikan secara
sangat berhati-hati pada pasien dengan
herpes simpleks okular karena risiko
terjadinya perforasi kornea
Penekanan fungsi kelenjar adrenal
Penggunaan prednison jangka panjang akan menyebabkan
penurunan produksi hormon kortisol oleh kelenjar adrenal.
Untuk mengembalikan fungsi normal kelenjar adrenal, perlu
dilakukantapering-off (penurunan dosis secara perlahan).Berikut ini salah satu cara untuk tapering-off prednison:
Hari ke-1: 30 mg per hari,dibagi menjadi 10 mg saat makan pagi, 5 mg saat
makan siang, 5 mg saat makan malam, 10 mg sebelum tidur
Hari ke-2: 5 mg saat makan pagi, 5 mg saat makan siang, 5 mg saat makan
malam, 10 mg sebelum tidur
Hari ke- 3: 5 mg 4 kali sehari (pada waktu makan dan sebelum tidur)
Hari ke- 4: 5 mg 3 kali sehari (pada saat makan pagi, saat makan siang, dan
sebelum tidur)
Hari ke- 5: 5 mg 2 kali sehari (saat makan pagi dan sebelum tidur)
Hari ke- 6: 5 mg saat makan pagiOleh sebab itu jika sudah diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian, yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini. Pemberian prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif.
Adrenal penekanan akan mulai terjadi jika prednison diambil selama lebih dari
tujuh hari. Akhirnya, hal ini dapat menyebabkan tubuh untuk sementara kehilangan
kemampuan untuk memproduksi kortikosteroid alami (terutama kortisol), yang
menghasilkan ketergantungan pada prednison. Untuk alasan ini, prednison tidak boleh tiba-
tiba berhenti jika diambil selama lebih dari tujuh hari, bukan, dosis harus dikurangi secara
bertahap. Proses menyapih mungkin selama beberapa hari, jika kursus prednison yang
pendek, tetapi dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan jika pasien sudah memakai
pengobatan jangka panjang. Penarikan tiba-tiba dapat mengakibatkan krisis Addisonian .
Bagi mereka pada terapi kronis, alternatif-hari dosis dapat mempertahankan fungsi adrenal
dan dengan demikian mengurangi efek samping.
Glukokortikoid bertindak untuk menghambat umpan balik dari kedua hipotalamus ,
penurunan corticotropin-releasing hormone [CRH], dan corticotrophs di hipofisis
anteriorkelenjar, penurunan jumlah hormon adrenokortikotropik [ACTH]. Untuk alasan ini,
obat-obatan analog glukokortikoid seperti prednison down-mengatur sintesis alami
glukokortikoid. Mekanisme ini menyebabkan ketergantungan dalam waktu singkat dan bisa
sangat berbahaya jika obat yang ditarik terlalu cepat. Tubuh harus memiliki waktu untuk
memulai sintesis CRH dan ACTH dan untuk kelenjar adrenal untuk mulai berfungsi normal
lagi.2.7. Peringatan-perhatian :
- Hindari penghentian pemberian secara tiba-tiba pada pemakaian jangka panjang.- Hati-hati pemakaian pada anak-anak yang masih dalam pertumbuhan.- Tidak dianjurkan diberikan kepada wanita hamil dan menyusui.- Penggunaan kortikosteroid jangka panjang mungkin menyebabkan katarak subkapsular
posterior, glaukoma dengan kemungkinan kerusakan pada syaraf mata dan dapat meningkatkan infeksi okuler sekunder karena fungi dan virus.
- Insufisiensi adrenokortikal sekunder karena pemakaian obat ini mungkin dapat dikurangi dengan menurunkan dosis secara bertahap.
- Hati-hati penggunaan kortikosteroid pada penderita diabetes melitus karena dapat meningkatkan glukoneogenesis dan mengurangi sensitivitas terhadap insulin.
- Pemakaian kortikosteroid pada penderita hipotiroid dan sirosis dapat meningkatkan efek kortikosteroid.
- Hati-hati penggunaan pada penderita gagal jantung, penyakit infeksi, gagal ginjal kronis dan usia lanjut.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kortikosteroid adalah sekelompok hormon steroid yang mempunyai dua bagian yaitu
glukokortikoid dan mineralkortikoid.
Hormon kortikosteroid dihasilkan dari kolesterol di korteks kelenjar adrenal yang terletak di
atas ginjal.
Prednisone merupakan kortikosteroid sistemik dengan efek glukokortikoid
dan antiinflamasi yang menekan sistem imun.
Prednison digunakan untuk mengobati gejala kekurangan kortikosteroid dan untuk merawat
kondisi lain pada pasien dengan kadar kortikosteroid normal.
Prednison merupakan pro drug, yang dalam hati akan segera diubah menjadi prednisolon,
senyawa aktif steroid.
3.2. Saran
Beli lah obat sesuai dengan resep dokter.
Sebelum mengkonsumsi obat , sebaiknya baca aturan pakai terlebih dahulu.
Simpan obat tersebut pada suhu kamar (25-30o C) dalam wadah tertutup rapat dan hindarkan
dari cahaya matahari.
Jangan berikan prednison lebih dari 7 hari, karena dapat terjadi penekanan fungsi adrenal.
Hentikan pemberian obat jika terjadi overdosis.
Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintetis protein
spesifik. Induksi sintetis protein ini yang akan menghasilkan efek
fisiologik steroid (Darmansjah, 2005). Menurut Theodorus (1994)
tentang indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, efek samping dari
penggunaan prednison yaitu:
Indinkasi:Insufisiensi adrenal, nefrotik sindrom, penyakit kolagen, asma
bronchial, penyakit jantung, reumatik, leukemia limfositik, limfoma,
edema serebral, konjungtifitis alergika, otitis eksterna, penyakit
kulit.
Kontra indikasi Kontra indikasi:Infeksi jamur sistemik, hipersensitifitas, hati-hati
pemberian pada penderita colitis ulserasif, insufisiensi ginjal,
hipertensi, infeksi pirogenik
Interaksi obat:Fenitan, fenobarbital, efedrin, rifampin, meningkatkan
bersihan obat ini. Merubah respon anti koagulan bila diberi
bersama, kejadian hiperkakemia meningkat bila diberi bersama
diuretika hemat kalsium.
Efek samping:Mual, penurun berat badan, jerawat, lemah, menipisnya
tulang, retensi cairan, ulkus reptikum, bingung.
PENYELESAIAN KASUS
I. URAIAN KASUSNyonya SJ, ibu rumah tangga 32 thn menghidap asma sejak berumur 5 thun. Tidak merokok, minum alkohol sesekali dan mempunyai hewan peliharaan kucing. Dia mendapat pengobatan :-Beklometason 500 dua kali sehari
-Salbutamol 200 mg jika diperlukanNy. SJ menemui dokter umum ketika mengalami nafas yang pendek selama beberapa minggu. Ny. SJ mendapat pengobatan zafirlukast 20 mg dua kali sehari ditambah pemberian amoxcicilin tiga kali sehari selama seminggu. Dokter curiga pasien mempunyai infeksi ringan kemudian melanjutkan dengan masalah pengobatan.Dua bulan kemudian, dia masuk rumah sakit karena gejala mirip flu, sakit perut dan penurunan nafsu makan. Ny SJ dideteksi mempunyai penyakit kuning.Pemeriksaan fungsi Hati:Bilirubin: 44 µmol/l (normal range < 17 µmol/l)Alanin transaminase (ALT): 200 IU/l (normal range:0-35 units/l)Aspartate transaminase (AST):150 IU/l (normal range:0-35 units/l)
II. ANALISA KASUS:Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :
SubyektifNama : Nyonya SJUmur : 32th
Jenis Kelamin : Perempuan :nafas pendek selama berminggu-minggu. mirip flu, sakit perut dan
penurunan nafsu makan : mengidap asma sejak umur 5 tahun
Riwayat pengobatan :Beklometason 500 dua kali sehariSalbutamol 200 mg jika diperlukanzafirlukast 20 mg tiga kali sehari selama seminggu
ObyektifBilirubin: 44 µmol/l (normal range < 17 µmol/l)Alanin transaminase (ALT): 200 IU/l (normal range:0-35 units/l)Aspartate transaminase (AST):150 IU/l (normal range:0-35 units/l)
Assesmentpasien mengidap asma dan penyakit kuning yang diakibatkan oleh ADR
Planning (P)1). Tujuan Terapi :
Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan menggangguMencegah keparahanan penyakit kuning.Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit hati.Memperbaiki kualitas hidup pasien
2). Sasaran Terapi :• Menurunkan nilai ALT, AST dan Bilirubin• Menangani asma pasien
3). Strategi Terapi :Terapi Farmakologi :
Terapi Non Farmakologi :Meminimalkan paparan alergenKontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, merokok, olah raga, perubahan suhu)Menghindari stress fisik dan emosional.Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 mingguTidak boleh minum alcoholTidak boleh memelihara hewan peliharaan
4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W)Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang digunakan dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan :
Tepat IndikasiNama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Keterangan
Metilprednisolon Asma bronkial dan penyakit saluran nafas
Bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor yang spesifik di organ target, untuk mengatur suatu ekspresi
Tepat indikasi
genetik yang selanjutnya akan menghasilkan perubahan dalam sintesis protein lain. Protein yang terakhir yang mengubah fungsi seluler organ target sehingga diperoleh efek yang dikehendaki (Sukandar,2008)
Tepat ObatNama obat Alasan sebagai drug of choice Keterangan
Metilprednisolon Terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus dan pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan.
Tepat obat
Tepat PasienNama Obat Kontra Indikasi Keterangan
Metilprednisolon Hipertensi,diabetes melitus, tukak peptik, infeksi berat atau gangguan kardiovaskuler.
Tepat pasien
Tepat DosisNama Obat Dosis Standar Dosis yang Diberikan Keterangan
Metilprednisolon 2- 60 gram per hari (Tjay, 2007)
60 mg, 3x selama 48 jam
Tepat dosis
Waspada Efek Samping ObatNama Obat Efek Samping Obat Saran
Metilprednisolon Gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, glikosuria (Anonim,2007)
Glikosuria diatasi dengan diet dan pemberian insulin atau hipoglikemik oral.
Monitoring dan Rencana Tindak LanjutNo.
Monitoring Rencana Tindak Lanjut
1. Monitoring terhadap ALT, AST, dan Bilirubin.
2. Monitoring Terhadap terapi untuk mengobati asma pasien di pantau 1-2 minggu.
Evaluasi selanjutnya dilakukan 1-6 bulan untuk melihat asma dapat terkontrol, jika terkontrol dengan baik tahap pengobatan
dapat diturunkan dengan bertahap, sebaliknya jika asma tidak terkontrol maka terapi perlu dinaikkan dosisnya secara bertahap.
3 Memantau efektivitas terapi dan efek samping penggunaan metilprednisolon
Jika terapi dengan metilprednisolon menunjukkan aktifitas terapi tetapi muncul efek samping yang tidak dapat ditoleransi maka sebaiknya obat diganti dengan golongan lain yang digunakan untuk propilaksis asma. Dan jika asma telah terkontrol maka untuk menangani serangan asma akut dapat di atasi dengan inhalasi.
Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE):Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk menunjang proses pengobatan pasien adalah sebagai berikut :
Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan cara penggunaan obat.
Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien mengenai tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi serangan asma akut.
Memberikan informasi kepada pasien untuk menhindari paparan allergen (debu, bulu binatang, asap rokok) dan menghindari perubahan suhu yang mendadak agar serangan asma tidak kambuh.
Menganjurkan kepada pasien untuk selalu membawa obat-obatan khususnya obat untuk mengatasi serangan asma kemana pun pasien bepergian untuk mencegah keterlambatan penanganan.
Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan fisioterapi napas (senam napas) untuk melatih pernapasan.
BAB IIIPEMBAHASAN
Dari kasus telah diketahui diagnosa pemeriksaan dokter bahwa pasien mengidap asma dan penyakit kuning akibat ADR (Advers Drugs Reaction) dari Zafirlukast, dimana sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan Zafirlukast 20 mg 3x sehari selama seminggu. Zafirlukas merupakan pengobatan alternatif tahap 3 berdasarkan dari algoritma terapi asma (Ikawati,2007). Zafirlukast merupakan obat yang bersifat idiosinkrasi (efek samping tidak terjadi pada semua orang), dapat menyebabkan kenaikan serum transaminase yang merupakan bukti awal hepatotoksik (gangguan pada hati) (Sukandar, 2008). Gejala sakit perut yang dialami pasien adalah akibat dari timbulnya efek samping zafirlukast. Sehingga penggunaan zafirlukast harus dihentikan. Pemberian obat tambahan zafirlukast dan amoksisilin oleh dokter kurang tepat seharusnya dosis dinaikan terlebih dahulu pada pengobatan awal (beklometason, salbutamol) apabila pasien belum membaik pada dosis
yang telah diberikan.Sesak yang terjadi pada pasien asma disebabkan karena penyempitan saluran udara
(Bronkokonstriksi) akibat otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adnya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Diduga yang bertanggungjawab pada awal terjadinya penyempitan adalah sel mast. Pasien tidak mengalami asma akibat infeksi karena pasien mempunyai riwayat asma sejak berumur 5 tahun. Asma pasien tersebut termasuk golongan asma alergi karena sudah terjadi sejak masa kanak-kanak dan biasanya didahului dengan gejala lain (Tjay, 2008).
Menurut algoritma terapi (Dipiro, 2002) pasien masuk pada tahap 4, pengobatan utama koortikosteroid tablet tidak boleh melebihi 60 mg/hari sehingga digunakan metilprednisolon. Metiprednisolon terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus dan pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan.
Terapi non farmakologi, meminimalkan paparan alergen karena pasien mengalami asma alergi apabila terpapar senyawa alergen maka asma bisa kambuh. Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, perubahan suhu, olahraga, stres, kecemasan), faktor-faktor tersebut memicu dilepasnya histamin dan leukotrien sel lainya (eosinofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainya (juga leukotrien) yang menyebabkan penyempitan saluran udara . Menghindari stres fisik dan emosional yang juga memicu . Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 minggu.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Efek samping zafirlukas adalah mengakibatkan Jaundis, bagaimana mekanismenya?(Elisabet Uskenat)Belum ada kepastian mengenai mekanisme tersebut, namun hanya ada laporan-laporan klinik saja.2. Kenapa digunakan salmeterol? (Nur Afidah)Salmeterol digunakan pada pasien apabila kondisi pasien memburuk setelah penghentian zafirlukas. Namun apabila asma pasien membaik setelah penghentian maka salmeterol tidak digunakan.3. Kapan dilakukann senam asma? (Nggonimah Nurbaety)2x perminggu selama 8 minggu (dari klaim asma Indonesia), senam ini efektif untuk mengurani pemakaian obat.4. Menurut anda asma ini terinfeksi atau tidak? (Syahar Banu)Asma dalam kasus ini menurut dokter bukan termasuk asma infeksi, tetapi ada kemungkinan pasien menderita infeksi (lihat depiro 540)5. Jika kondisi pasien membaik bagaimana dengan penggunaan prednisolon? (Imam Faozi)Jika kondisi pasien membaik6. Perlu tidak adanya pemantauan ALT dan AST? Apakah asma dapat disembuhkan? (Devi Nisa Hidayati)Tetap diperlukan pemantauan ALT/AST. Asma sulit untuk disembuhkan. Tergantung penyebabnya, apabila pasien mengalami asma ekstrinsik maka sulit atau bahkan tidak bias disembuhkan. Namun apabila pasien terken asma instrinsik, dan penyebabnya sudah teratasi
kemungkinan sembuh ada.
Resiko bagi pasien yang tidak cepat ditangani: bisa menyebabkan lumpuh atau kematian karena kurangnya asupan O2 yang dibutuhkan tubuh.Faktor yang memperbesar resiko penyakit - Infeksi virus saluran nafas (yang paling sering adalah rhinovirus, virus yang lainnya
adalah :syncytial virus, parainfluenza virus, coronavirus, dan influenza virus)
- Faktor lingkungan dan pekerjaan (ozone, sulfur dioksid, dan komponen umum dari polusi udara)- Faktor stress, depresi dan psikososial
- Rhinitis dan sinusitis
- gastroesophageal reflux disease
- hormone wanita- makanan, obat-obatan dan additive (Dipiro, 2008)
2. Logika pengobatan sesuai dengan keluhan dan gejalaa. Pengobatan sebelumnya - Salbutamol 1 atau 2 semprotan 3-4 kali sehari bila diperlukan Salbutamol adalah agonis b2 yang bekerja cepat, digunakan dalam keadaan serangan. Pada pasien ini tepat digunakan salbutamol dengan bentuk sediaan inhalasi. Karena obat lebih cepat bekerja dan efek samping juga lebih sedikit.- Salmeterol 2 semprotan 2x sehari. Merupakan agonis beta kerja lama yang digunakan untuk pengobatan asma jangka lama. Tidak bisa digunakan saat serangan.- Beclametason 2 semprotan 2 kali sehari secara teratur. Merupakan antiinflasmi yang bekerja dengan menghambat enzim fosforilase sehingga agen inflamasi tidak terbentuk. Bentuk sediaan inhalasi membuat obat bekerja lebih cepat dan efek samping lebih sedikit.b. Rencana terapi :- Terapi O2 aliran tinggi : pasien yang dalam keadaan akut memang harus menggunakan O2. Karena tujuan terapi yang utama untuk akut adalah mengatasi hipoksemia, memperbaiki obstruksi udara dengan segera. Jadi penggunaan O2 adalah di anjurkan.- Salbutamol nebulizer: salbutamol merupakan agonis B2 yang bekerja cepat. Penggunaan obat merupakan pilihan utama untuk pasien asma akut. Digunakan inhalasi selama 60 menit. Jika tidak ada perubahan pada awal penggunaan, maka perlu diberikan kortikosteroid.- Oral prednison : penggunaan kortikosteroid oral memang di anjurkan untuk pasien yang menderita asma akut setelah pemberian inhalasi B2 agonis kerja cepat tidak memperbaiki gejala saat obat diberikan. Menurut pendapat saya pemberian steroid oral pada pasien ini memang perlu karena sebelumnya pasien telah diberikan agonis B saat serangan, berarti sekarang dengan agonis B2 saja tidak mencukupi untuk melancarkan pernapasan pasien, maka perlu ditambahkan kortikosteroid Kenapa tidak dipilih bentuk iv...? Menurut dipiro penggunaan iv tidak memberikan manfaat yang lebih baik dibandingkan oral. Artinya sama saja digunakan oral atau iv. - Jika antihistamin diberikan sebelum paparan, antihistamin tersebut memang akan bermanfaat, sehingga mencegah terjadinya reaksi inflamasi. Kalau pada kasus ini,
pasien telah terpapar dengan antigen. Sehingga pasien tidak perlu diberikan antihistamin. Selain itu pasien juga telah diberikan kortikosteroid yang bekerja menghambat fosfolipase A. Jika terpapar lagi dengan antigen maka kortikosteroid akan bekerja menghambat pembentukan asam arachidonat dan juga menghambat pelepasan mediator inflamasi (histamin, netrofil, kemotaksis dll). Jika tetap diberikan antihismin,,,pertanyaannya adalah : histamin yang mana yang akan dihambatnya,...? sedangkan yang histamin sendiri telah dihambat pembentukannya oleh kortikosteroid. Berdasarkan hal ini, bisa disimpulkan bahwa pemberian antihistamin sia-sia saja. Dan pemberian antihistamin ini hanya akan menambah biaya dan efek samping yang ditimbulkan kepada si pasien.3. DRP- Menurut pendapat saya obat yang diberikan pada pasien ini telah tepat. Karena kalau dari gejala yang dirasakan pasien (bingung dan disorientasi), menandakan ia mengalami serangan asma akut yang parah. Jadi tidak masalah kalau di obati dengan O2, agonis beta dan kortikosteroid. Dari kasus ini ada data yang kurang, yaitu berapa FEV dan FVC nya. Dengan mengetahui ini bisa ditentukan tingkat serangan asmanya dan bisa dipih obat berdasrkan tingkat keparahan serangan. Berdasarkan gejala pada kasus ini saya kelompokkan pasien ini pada serangan asma akut berat.- Yang juga harus diperhatikan disini adalah efek samping yang timbul selama menggunakan kortikosteroid. Penggunaannya harus dibatasi selama 2 minggu. Dan jika harus digunakan untuk jangka lama, maka pilihlah dosis terkecil yang memberkan efek.
4. Sasaran
- Perbaikan hipoksemia signifikan- Pembalikan secara cepat obstruksi jalan udara (dalam hitungan menit)- Mengurangi kemungkinan obstruksisaat yang parah timbul kembali- Mengembangkan rencana aksi tertulis untuk penangan serangan asma akut di rumah.
5. Interfensi farmasiPeranan farmasi pada kasus ini adalah memberikan informasi kepada pasien dan juga keluarganya a.l:- Menjelaskan kepada pasien tentang sejarah penyakit, gejala-gejala dan faktor pencetus asma.- Bagaimana mengenal serangan asma dan tingkat keparahannya, serta hal apa yang harus dilakukan jika serangan terjadi.- Upaya pencegahan asma berbeda pada masing-masing individu. Yaitu dengan mengenali faktor pencetusnya seperti olahraga, makanan, merokok, alergi, penggunaan obat tertentu, stres dan polusi. Pastikan pasien mengerti kenapa harus menghindari faktor-faktor yang dapat memicu gejala asma.- Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara menggunakan obat kepada pasien dan keluarga pasien.
Product Code:: G
Komposisi: Metformin HCl
Indikasi: Sebagai tambahan terhadap diet dan olahraga atau digunakan bersama sulfonilurea atau insulin untuk memperbaiki kontrol gula darah pada pasien dengan DM tipe 2.
Dosis: Awal 500 mg 1 x/hari. Dapat ditingkatkan s/d maksimal 2000 mg/hari dengan penambahan dosis maksimal 500 mg/minggu.
Pemberian Obat: Jika obat diberikan 1 x/hari, diberikan bersama makan malam. Telan utuh, jangan dikunyah/dihancurkan.
Kontra Indikasi: Penyakit ginjal, kolaps KV, infark miokard akut, septikemia. Gagal jantung kongestif, asidosis metabolik akut atau kronik, ketoasidosis diabetikum dengan atau tanpa disertai koma. Pasien yang menjalani pemeriksaan radiologi dengan pemberian secara intra vena bahan kontras yang teryodisasi.
Perhatian: Asidosis laktat. Gangguan fungsi ginjal dan hati, status hipoksia, menjalani pembedahan, konsumsi alkohol. Pasien dalam kondisi lemah fisik atau malnutrisi. Laktasi. Lanjut usia.
Efek Samping: Gangguan gastrointestinal (saluran cerna), pusing, sakit kepala, infeksi saluran napas atas, gangguan daya pengecapan.
Interaksi Obat: Alkohol, vit B12, gliburid, furosemid, nifedipin, amilorid, digoksin, morfin, prokainamid, kunidin, kuinin, ranitidin, triamteren, trimetoprim, vankomisin, tiazid, diuretik, kortikosteroid, fenotiazin, produk tiroid, estrogen, kontrasepsi oral, fenitoin, asam nikotinat, simpatomimetik, penghambat kanal Ca, INH.
Kemasan: Tablet 500 mg x 12 x 10