Transcript
  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    1/67

    PANDUAN PRAKTIS

    PENGGUNAAN KLINIS

    OBAT PSIKOTROPIK

    (PSYCHOTROPIC MEDICATION)

    EDISI KETIGA

    DR. RUSDI MASLIM, Sp.KJ

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    2/67

    2 | H a l a m a n

    KATA PENGANTAR

    Dengan bergulirnya waktu, tanpa disadari buku Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat

    Psikotropik telah sampai pada edisi ketiga tahun 2007 dalam kurun waktu sekitar lima tahun. Serial ini

    berupaya mengikuti kebutuhan yang berkembang di kalangan para praktisi kedokteran yang

    merasakan manfaat langsung dengan adanya buku panduan praktis sbagai pegangan klinis dalam

    praktek mereka sehari-hari.

    Kami menerima banyak masukan, kritik, komentar, dan saran dari teman sejawat yang telah

    membaca buku ini. Kesemuanya kami terima dengan senang hati dan tidak lupa menyampaikan

    banyak terima kasih atas perhatian dan partisipasi-nya utnuk perbaikan dan peningkatan mutu,

    sehingga benar-benar mencapai sasaran yang diinginkan.

    Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya buku ini adalah agar terwujud suatu alih

    pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and skill) dari profesi Psikiatri yang sedang

    berkembang pesat di Indonesia dan makin hari makin dirasakan urgensi-nya dalam menunjang

    peningkatan mutu pelayanan kesehatan umum.

    Sebagaimana kita ketahui bahwa gangguan kesehatan jiwa makin meningkat seirama

    dengan perubahan-perubahan yang cepat dalam tata kehidupan masyarakat, dan sebagian besar

    bermanifestasi dalam gangguan kesehatan fisik yang membawa mereka datang ke instansi

    pelayanan kesehatan umum (rumah sakit umum, puskesmas, dokter praktek umum, dll). Sehingga

    tenaga medik tersebut membutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi dan

    menanggulangi masalah kesehatan jiwa tersebut.

    Adanya buku sederhana ini kiranya dapat menyumbangkan sesuatu bagi peningkatan mutu

    pelayanan kesehatan umum dan secara tidak langsung membawa manfaat bagi peningkatan

    kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

    Namun demikian, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih mungkin ada kekurangan

    disana-sini. Untuk itu kami terbuka dan dengan senang hati menerima kritik-kritik serta saran-saran

    untuk perbaikan buku ini lebih lanjut, khususnya dari sejawat profesi Psikiatri.

    Akhir kata, kami juga ingin menyamnpaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

    telah membantu sehingga memungkinkan penerbitan buku ini sesuai dengan waktu yang telah

    direncanakan dan akhirnya sampai ke tangan sejawat profesi pelayanan kesehatan.

    Jakarta, Januari 2007

    Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    3/67

    3 | H a l a m a n

    DAFTAR ISI

    PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

    PANDUAN UMUM........................................................................................ 6

    PENGGOLONGAN OBAT PSIKOTROPIK .................................................. 14

    OBAT ANTI-PSIKOSIS ................................................................................ 18

    OBAT ANTI-DEPRESI ................................................................................. 27

    OBAT ANTI-MANIA ...................................................................................... 34

    OBAT ANTI-ANXIETAS ............................................................................... 40

    OBAT ANTI-INSOMNIA ............................................................................... 46

    OBAT ANTI-OBSESIF KOMPULSIF ............................................................ 50

    OBAT ANTI-PANIK ...................................................................................... 55

    DOEN PSIKOFARMAKA .............................................................................. 61

    DAFTAR PSIKOTROPIKA UU NO. 5/1997 .................................................. 63

    DAFTAR RUJUKAN ..................................................................................... 66

    CURRICULUM VITAE .................................................................................. 67

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    4/67

    4 | H a l a m a n

    PENDAHULUAN

    Sejak dekade 1980-1990-an banyak sekali perkembangan baru di bidang

    Psikofarmako log i, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari obat-obatan yang

    berpengaruh terhadap fungsi-fungsi mental dan perilaku (psychoactive drugs), yang

    bisa dipantau dengan banyaknya masuk obat-obatan golongan tersebut dalam

    pasaran farmasi indonesia. Dengan sendirinya akan diikuti gencarnya promosi dari

    perusahaan farmasi tersebut, dengan menggunakan macam-macam dalih yang

    memperkuat dukungan untuk menggunakan obat tersebut.

    Disatu pihak memang ada kebutuhan dan pasar akan obat-obat psikotropik

    tersebut oleh karena meningkatnya kasus-kasus gangguan kesehatan jiwa, tetapi

    dipihak lain banyak dokter-dokter tidak siap dengan pengetahuan dan keterampilan

    dalam menggunakan obat-obat tersebut yang disebabkan oleh materi pelajaran

    sewaktu menjadi mahasiswa kedokteran sudah ketinggalam zaman (out of date).

    Misalnya, banyak yang masih menganut konsep lama yang menganut obat

    psikotropik sebagai tranquilizer (Obat penenang) sehingga membagi obat

    psikotropik menjadi major & minor t ranqu i l izer (obat penenang berat dan ringan).

    Sebagai dampak lebih lanjut, seolah-olah terapi obat psikotropik hanya

    menenangkan bukan memullihkan atau meningkatkan kualitas hidup pasien. Pada

    hal efek sedatif tersebut adalah efek sekunder (efek samping) dari obat psikotropik

    tersebut, sedangkan efek primernya dapat memulihkan kondisi klinis gangguan

    kesehatan jiwa tertentu yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.

    Belum lagi cara penggunaan obat psikotropik yang tidak tepat, misalnya

    dalam penentuan dosis, indikasi, lama pemberian, campuran berbagai obat

    psikotropik (polifarmasi), interaksi dengan obat lain, dan keadaan yang merupakan

    kontraindikasi, sehingga menimbulkan berbagai masalah yang berkaitan dengan

    penggunaan obat psikotropik tersebut (ketergantungan obat, efek samping,

    intoksikasi, dll).

    Disamping itu, ada kenyataan dalam masyarakat yang menyalahgunakan

    obat psikotropik untuk kepentingan sendiri (non medical use) yang menyertai

    berbagai masalah sosial, seperti tindakan kriminal dan kenakalan remaja,

    menyebabkan timbul pandangan yang mengkhawatirkan manfaat kehadiran obat

    psikotropika dan menimbulkan citra buruk dari obat tersebut. Sehingga timbul

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    5/67

    5 | H a l a m a n

    keinginan pihak yang berwenang mengendalikan secara ketat pemakaian obat anti

    psikotropik.

    Miskonsepsi dan salah kaprah tersebut membawa banyak sekali kerugian

    dan dampak negatif terhadap taraf kesehatan masyarakat yang membutuhkan

    maupun kualitas profesional praktek kedokteran.

    Keadaan tersebut sebenarnya bisa dihindari apabila dokter-dokter

    mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang benar sesuai dengan

    perkembangan dan temuan mutakhir di bidang psikofarmakologi.

    Panduan praktis yang dipaparkan buku sederhana ini merujuk pada literatur

    yang mutahir, disesuaikan dengan obat psikotropik yang beredaar di Indonesia, dan

    disajikan sesederhana mungkin untuk tujuan-tujuan klinis praktis, sehingga

    diharapkan dapat menjadi pegangan klinis bagi dokter-dokter yang mau tidak mau

    pasti dihadapkan pada penggunaan obat psikotropik dalam kegiatan prakteknya

    sehari-hari.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    6/67

    6 | H a l a m a n

    PANDUAN UMUM

    1. Perbedaan Obat Psikotrop ik dan Narkot ik.

    Obat Psikotrop ik = Psikotrop ika

    Adalah obat yang berkerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP)

    dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and

    behavior alteing drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik

    (psychotherapeutic medication).

    Obat Narkot ik = Narkot ikaAdalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP)

    dan mempunyai efek utama terhadap penurunan atau perubahan kesadaran,

    hilangnya rasa, dan mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri (altered reaction

    to the painful stimulus), digunakan untuk analgesik, antitusif, antispasmodik, dan

    premedikasi anestesi dalam praktek kedokteran.

    Menurut undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, yang

    tergolong narkotika adalah : Opioid, kokain, ganja (bahan alami, sintetik, semi-

    sintetik, derivat dan garam-garamnya): Sedangkan secara medik, yang tergolong

    narkotika hanya golongan Opioid (misalnya : morfin, petidin, kodein, papaverine).

    Di dalam PPDGJ-II (Pedoman Penggolongan dan Diagnoiss Gangguan Jiwa

    di Indonesia, Edisi ke III, 1993 yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pelayanan

    Medik, Departemen Kesehatan RI) terdapat kategori diagnosis F10-F19Gangguan

    Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Yang termasuk za t

    ps ikoakt i f(zat yang mempengaruhi aktivitas mental dan perilaku) disini adalah :

    alkohol, opioida, kanabinoida, sedativa atau hipnotika, kokain, stimulansia,

    halusinogenika, tembakau, pelarut yang mudah menguap, dan zat psikoaktif lainnya.

    Jadi obat psikotropik dan narkotik tersebut diatas termasuk salah satu zat

    ps ikoakt i f. Namun demikian harus dibedakan pula dengan zat adik t if, yaitu zat

    yang dapat menimbulkan sindrom ketergantungan. Tidak semua zat psiko akt i f

    adalah zat adikt if. Di dalam PPDGJ-III terdapat pula kategori diagnosis F55

    Penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan, misalnya obat

    antidepresi dan neuroleptika.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    7/67

    7 | H a l a m a n

    Secara legal, seeperti pada United Nation Convention on Psychotropic

    substances 1971 digunakan istilah zat psikotrop ik(Psychotropic substance) yang

    bermakna sama dengan zat psiko akt i f.

    2. Risiko penyalahgun aan obat psiko tropik

    Obat psikotropik, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara salah

    (misuse) atau disalah-gunakan (abuse) berisiko menyebabkan timbulnya gangguan

    jiwa yang menurut PPDGJ-III termasuk kategori diagnosis F10-F19Gangguan Mental

    dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif.

    Gangguan Mental dan Perilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk sebagai

    berikut :

    a. Intok sikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi)

    - Berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda pada dosis

    yang berbeda)

    - Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan efek primer dari zat (dapat

    terjadi efek paradoksal)

    b. Penggun aan yang merugikan (Harmful use)

    - Pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan (dapat berupa fisik

    dan atau mental)

    - Belum menunjukkan adanya sindrom ketergantungan

    - Sudah ada hendaya psikososial sebagai dampaknya

    c. Sindrom ketergantungan (dependence syndrom )

    - Adanya keinginan yang amat kuat (dorongan kompulsif) untuk menggunakan

    zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuan memperoleh efek

    psikoaktif dari zat tersebut.

    - Terdapat kesulitan untuk menguasi perilaku menggunakan zat, baik

    mengenai mulainya, menghentikannya, ataupun membatasi jumlahnya ( loss

    of control).

    - Penghentian atau pengurangan penggunaan zat menimbulkan keadaan putus

    zat, dengan perubahan fisiologis tubuh yang sangat tidak menyenangkan,

    sehingga memaksa orang tersebut menggunakan zat tersebut lagi atau yang

    sejenis untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut..

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    8/67

    8 | H a l a m a n

    - Terjadi peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan untuk memperoleh

    efek yang sama (gejala toleransi)

    - Terus menggunakan zat meskipun individu menyadari adanya akibat yang

    merugikan kesehatannya.

    d. Keadaan putus zat (withd rawal state)

    - Gejala-gejala fisik dan mental yang terjadi pada penghentian pemberian zat

    sesudah suatu penggunaan zat yang terus menerus dalam jangka waktu

    panjang dan/atau dosis tinggi.

    - Bentuk dan keparahan gejala tersebut tergantung pada jensi dan dosis zat

    yang digunakan sebelumnya.

    - Gejala putus zat tersebut mereda dengan meneruskan penggunaan zat

    - Salah satu indikator dari sindrom ketergantungan

    e. Gangguan psiko t ik (psycho t ic d isorder)

    - Sekelompok gejala-gejala psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah

    penggunaan zat psikoaktif

    - Ditandai oleh halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan/atau ideas of

    reference (gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai acuan) yang

    seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran, gangguan psikomotor

    (excitement atau stupor) dan efek yang abnormal yang terentang antara

    ketakutan yang mencekam sampai ke kegembiraan yang berlebihan.

    - Pada umumnya kesadaran jernih

    - Variasi pola gejala dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian

    pengguna zat.

    f . Sindrom Amnesik (Amn esic Syndrome)

    - Terjadi hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek (recent memory) yang

    menonjl, kadang-kadang terdapat gangguan daya ingat jangka panjang

    (remote memory), sedangkan daya ingat segera (immediate recall) masih

    baik. Fungsi kognitif lainnya biasanya masih baik.

    - Adanya gangguan sensasi waktu (menyusun kembali urutan kronologis,

    meninjau kejadian berulangkali menjadi satu peristiwa, dll)

    - Keadaan kesadaran jernih

    - Perubahan kepribadian yang sering disertai keadaan apatis dan hilanya

    inisiatif, serta kecenderungan mengabaikan keadaan.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    9/67

    9 | H a l a m a n

    3. Orientasi pada gejala sasaran (target syn drom e oriented)

    Penggunaan klinis obat psikotropik ditujukan untuk meredam (supression) gejala

    sasaran tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala

    sasaran yang ingin ditanggulangi.

    Jenis Obat Gejala Sasaran

    Anti-psikosisAnti-depresiAnti-maniaAnti-anxietasAnti-insomniaAnti-obsesif kompulsifAnti-panik

    PsikosisDepresiManiaAnxietasInsomniaObsesif kompulsifPanik

    Untuk itu dibutuhkan ketetapan menentukan Diagnosis dari Sindroma Klinis yang

    menjadi sasaran terapi. Sebagai panduan pada setiap topik bahasan Obat

    Psikotropik pada buku ini, diberikan Butir-butir Diagnostik sebagai pegangan klinis

    untuk menentukan Diagnosis dari Sindroma klinis tersebut (Psikosis, Depresi,

    Mania, Anxietas, Insomnia, Obsesif Kompulsif, Panik).

    Penggolongan obat psikotropik berdasarkan orientasi pada gejala sasaran tersebut

    diatas sejalan (mempunyai padanan) dengan penggolongan WHO-Revised List of

    Essential Drugs, 1994 sebagai berikut:

    Section 24 Psychotherapeutic Drugs Obat psikotropik24.1 Drugs used in psychotic disorders Anti-psikosis

    24.2 Drugs used in mood disorders Anti-depresi

    Anti-mania

    24.3 Drugs used in sedation and generalized

    anxiety disorders

    Anti-anxietas

    Anti-insomnia

    24.4 Drugs used in obsessive compulsive

    disorders and panic attacks

    Anti-obsesif

    kompulsif

    Anti-panik

    4. Perbedaan Efek Primer dan Efek

    Efek klinis terhadap target synrome Efek Primer, sedangkan efek samping-nya

    disebut Efek Sekun der.

    Efek primer dan sekunder bersama-sama digunakan untuk tujuan terapi,

    disesuaikan dengan gejala-gejala yang muncul (overt) yang menjadi sasaran terapi.

    Efek sekunder biasanya timbul lebih dahulu, kemudian baru efek primer-nya.

    Misalnya pada Sindrom Psikosis dengan gaduh gelisah dan sulit tidur diberikan obat

    anti-psikosis Chlorpromazine dengan efek sekunder yang sedatif segera

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    10/67

    10 | H a l a m a n

    memperbaiki kegelisahan dan gangguan tidur (efek sekunder yang muncul cepat),

    dan pada penggunaan selanjutnya akan memperbaiki gejala psikois utama secara

    sedikit demi sedikit (efek primer). Jadi efek sekunder sebagai efek samping obat

    juga dimanfaatkan untuk tujuan terapi.

    Perlu dibedakan dengan efek id iosinkrasiyang disebabkan faktor individual

    (hipersensitivitas) dan efek toksikyang disebabkan overdosis.

    5. Prinsip t i t rasi dosis (ta i lor ing the dos e of drug)

    Respons terhadap obat psikotropik bersifat Individual dan perlu pengaturan secara

    empirik (therapeutic trial).

    Pengaturan dosis biasanya mulai dengan dosis awal(dosis anjuran), dinaikkan

    secara cepat sampai mencapai dos is efekt i f (dosis yang mulai berefek supresi

    gejala sasaran), dinaikkan secara gradual sampai mencapai dosis opt imal(dosis

    yang mampu mengedalikan gejala sasaran) dan dipertahankan untuk jangka waktu

    tertentu sambil disertakan terapi yang lain (non medikamentosa), kemudian

    diturunkan secara gradual sampai mencapai dosis pemeliharaan(maintenance

    dose) yaitu dosis terkecil yang masih mampu mencegah kambuhnya gejala.

    Bila sampai jangka waktu tertentu dinilai sudah cukup mantap hasil terapi-nya dosis

    dapat diturunkan secara gradual sampai berhenti pemberian (tapering off)

    Rentang : tidak efektif (terlalu kecil) efektif (optimal) efek toksik (terlalu besar)

    Fase: - Terapi symotomatic (acute case): Upward titration.

    Dosis awal yang lebih kecil ditingkatkan sampai mencapai dosis

    efektif, kemudian dinaikkan sampai dengan dosis optimal

    - Terapi disease monitoring. (chron ic case): Downward titration.

    Dosis optimal dipertahankan kemudian diturunkan sampai dengan

    dosis pemeliharaan dan selanjutnya tapering off.

    6. Obat Acu an (reference dru g)

    Setiap golongan obat psikotropik mempunyai prototipe sebagai obat acuan,

    dimana obat lain yang segolongan selalu mengacu pada obat acuan tersebt, baik

    dalam perbandingan efekt iv i tas o bat(efek primer dan sekunder) maupun dalam

    dos is ekuivalen.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    11/67

    11 | H a l a m a n

    Perkembangan obat-obat baru berupaya lebih baik dari obat acuan, dalam arti

    efektivitas klinis lebih ampuh dan efek samping lebih ringan dalam dosis ekivalen.

    Misalnya, obat anti-depresi Sertralind dosis 50 mg/h dosis tunggal sama ampuhnya

    dengan Amitriptyline 75 mg/h dalam 3 kali pemberian (obat acuan), namun efek

    samping Sertraline sangat minimal dibandingkan Amitriptyline pada dosis ekivalen

    tersebut.

    7. Asas manfaat dan ris iko

    Dalam penggunaan klinis obat psikotropik selalu mempertimbangkan asas manfaat

    dan (benefi t and risk analysis ).

    Penggunaan obat psikotropik yang rasional gejala sasaran dapat diredam

    memberi peluang untuk integrasi bio-psiko-sosial (dengan terapi psiko-sosial)

    pemulihan dari keadaan sakit.

    Penggunaan obat psikotropik tidak rasional ketergantungan obat desintegrasi

    bio-sikososial hendaya/disabilitas/cacat yang makin lama makin berat.

    Dampak dari efek samping selalu perlu diwaspadai dan dipersiapkan

    penanggulangannya. Untuk mengurangi risiko pemakaian obat psikotropik selalu

    harus melakukan monitoring efek samping secara klinis dan laboratorium untuk

    deteksi dini dan upaya penanggulangan.

    Penggunaan secara sangat hati-hati pada :

    - Anak-anak dan usia lanjut (dosis harus kecil dengan monitoring ketat)

    - Wanita hamil dan menyusui (pertimbangan risiko dan manfaat) pada

    umumnya obat psikotropik berisiko tinggi untuk wanita hamil, khususnya

    pada trimester pertama, oleh karena obat dapat melewati placenta dan

    mempengaruhi janin, juga dapat melalui ASI dan berefek negatif terhadap

    bayi.

    - Pasien dengan kelainan jantung dan ginjal, glaukoma, hipertrofi prostat, asma

    bonkiale, epilepsi (pilihan obat yang palin minimal berdamapk terhadap

    penyakit tersebut)

    - Pasien yang mengendarai kendaraan atau menjalankan mesin yang

    memerlukan kewaspadaan tinggi (sedapat mungkin dihindarkan)

    8. DukunganHubungan Dokter dan Pasien yang psikoterapeutik.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    12/67

    12 | H a l a m a n

    Efektivitas penggunaan klinis obat psikotropik juga sangat tergantung pada

    hubungan yang harmonis antara dokter dan pasien ( therapeut ic al l iance) dimana

    masing-masing menyadari penting-nya kerja sama yang baik untuk meringankan

    dan menanggulangi gangguan kesehatan jiwa pasien. Untuk itu dokter seyogjanya

    mampu mendengar dengan baik dan menaruh respek terhadap pasien, dan pasien

    harus juga mempercayai sepenuhnya kemampuan dan itikad baik dokter.

    Keadaan ini dibutuhkan oleh karena :

    - Terapi gangguan psikiatrik membutuhkan pengobatan dalam jangka waktu

    lama, efektivitas obat yang optimal dicapai dalam jangka waktu tertentu,

    sehingga dibutuhkan kepatuhan (compliance) dan ketekunan pasien untuk

    menggunakan obat psikotropik tersebut.

    - Ada miskonsepsi tentang obat psikotropik yang dapat menimbulkan

    ketergantungan dan kelemahan saraf/mental. Keadaan ini perlu ada

    komunikasi antara dokter dan pasien serta informasi yang memadai tentang

    manfaat dan risiko (efek samping) penggunaan obat psikotropik, sehingga

    pasien siap mental men-tolelir efek samping yang timbul yang seringkali

    hanya sementara waktu dan akan hilang dengan berlanjutnya pemakaian

    (making the patient as a partner in treatment).

    9. Simptomat ic & Diseas Modify in g Drugs

    Penggunaan klinis obat psikotropik dapat bersifat symptomaticuntuk mengatasi

    gejala klinis tertentu yang muncul pada saat-saat tertentu, dan dapat pula bersirag

    disease modifying drugsuntuk terapi gangguan psikiatrik tertentu dalam jangka

    waktu yang cukup lama.

    Misalnya, menggunakan efek sedasi dari obat psikotropik untuk membantu kesulitan

    tidur pada penderita yang menderita penyakit tertentu (obat simptomatis), tetapi

    penggunaan Chlorpromazine pada penderita Skizofrenia merupakan disease

    modifying drugsseperti halnya penggunaan obat antihipertensi atau antidiabetik.

    Penggunaan jangka panjang sebagai disease modifying drugs tidak berarti

    ketergantungan obat, karena memang tidak ada syndrom ketergantungan.

    10. Trias : Gejala Sasaran, Dosis & Lama Pemberian , Cara Pemberian

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    13/67

    13 | H a l a m a n

    Pada setiap pemberian obat psikotropik selalu harus jelas, pada saat itu apa gejala

    sasaran (target syndrom)-nya, harus mulai dengan dosis berapa, berapa lama

    pemberian untuk menilai efektivitas klinisnya; bila belum tercapai harus dinaikkan

    dosis berapa dan berapa lama pemberian untuk menilai kembali efektivitas klinis-

    nya. Juga diperhatikan cara pemberian-nya, apakah diberi oral melalui obat

    tablet/capsul atau tetes, atau diberikan suntikan intramuskular/intravena, semuanya

    tergantung kondisi klinis pasien. Bila sudah mencapai dosis efektif dan optimal,

    berapa lama harus dipertahankan untuk stabilisasi, sambil mendapat terapi-terapi

    yang lain, dan kapan mulai diturunkan sampai dosis pemeliharaan (maintenance

    dose) serta berapa lama harus menggunakan obat dalam dosis ini. Patokan l=klinis

    apa untuk mulai tapering off dan sampai berapa lama pemberian obat sehingga

    bisa berhenti total penggunaan obat psikotropik.

    Butir-butir yang harus selalu di-ingat dalam penggunaan klinis obat

    psikotropik

    - Sesuai dengan situasi dan kondisi individual (tailored)

    - Penyesuaian secara bertahap (stepwise)

    - Pantau terus menerus (monitoring)

    - Terencana dan terprogram (rational management)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    14/67

    14 | H a l a m a n

    PENGGOLONGAN OBAT PSIKOTROPIK

    Sinonim : PSIKOTROPIKA, PSIKOFARMAKA, PSYCHO-ACTIVE DRUGS,

    PSYCHOTHERAPEUTIC DRUGS.

    Penggolongan obat ini menganut asas :

    - Kesamaan efek terhadap supresi gejala sasaran

    - Kesamaan dalam susunan kimiawi obat

    - Kesamaan dalam mekanisme kerja obat

    Obat yang sudah masuk dalam satu golongan tertentu, dapat jugamasuk ke

    golongan lain sesuai dengan efek klinis yang berbeda.

    I OBAT ANTI-PSIKOSIS

    Sinonim : NEUROLEPTICS, MAJOR TRANQUILLIZERS, ATARACTICS,

    ANTIPSYCHOTICS, ANTIPSYCHOTIC DRUGS, NEUROLEPTIKA.

    Obat acuan : chlorpromazine (CPZ)

    Penggolongan :

    I. OBAT ANTI-PSIKOSIS TIPIKAL (TYPICAL-ANTI PSYCHOTICS)

    1. Phenothiazine

    Rantai Aliphatic Rantai Piperazine

    Rantai Piperidine

    : CHLORPROMAZINE (Largactil): PERPHENAZINE (Trilafon)

    TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)

    FLUPHENAZINE (Anatensol)

    : THIORIDAZINE (Melleril)

    2. Butyrophenone : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace,dll

    3. Diphenyl-butyl-piperidine : PIOMOZIDE (Orap)

    II. OBAT ANTI-PSIKOSIS ATIPIKAL (ATYPICAL ANTI PSYCHOTICS)

    1. Benzamide : SULPRIDE (Dogmatil)

    2. Dibenzodiazepine : CLOZAPINE (Clozaril)OLANZAPINE (Zyprexa)

    QUETIAPIENE (Seroquel)

    ZOTEPINE (Lodopin)

    3. Benzisoxazole : RISPERIDON (Risperdal)

    ARIPIPRAZOLE (Abilify)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    15/67

    15 | H a l a m a n

    II OBAT ANTI-DEPRESI

    Sinonim : THYMOLEPTICS, PSYCHIC ENERGIZERS, ANTI-DEPRESSANTS,

    ANTIDEPRESAN.

    Obat acuan : Amitriptyline

    Penggolongan :

    1. Tr icycl ic Compo und : AMITRIPTYLINE (Amitriptyline)

    IMIPRAMINE (Tofranil)

    CLOMIPRAMINE (Anafranil)

    TIANEPTINE (Stablon)

    2. Tetracycl ic Compo und : MAPROTILINE (Ludiomil)

    MIANSERIN (Tolvon)

    AMOXAPINE (Asendin)

    3. Mono -Amin ase-Oxidase Inhibito r (MAOI)-

    Reversible

    : MOCLOBEMIDE (Aurorix)

    4. Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors

    (SSRI)

    : SERTRALINE (Zoloft)

    PAROXETINE (Seroxat)

    FLUVOXAMINE (Luvox)

    FLUOXETINE (Prozac)

    CITALOPRAM (Cipram)

    DULOXETINE (Cymbalta)

    5. Aty pical An tidepresants : TRAZODONE (Trazone)

    MIRTAZAPINE (Remeron)

    VENLAFAXINE (Efexor)

    III OBAT ANTI - MANIA

    Sinonim : MOOD MODULATORS, MOOD STABILIZERS, ANTIMANICS

    Obat Acuan : Lithium Carbonate

    Penggolongan :

    Mania Akut : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace, dll)

    CARBAMEZPINE (Tegretol)

    VALPROIC (Depakene)

    DIVALPROEX (Depakote)

    Profi laksis Mania : LITHIUM CARBONATE (Frimania)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    16/67

    16 | H a l a m a n

    IV OBAT ANTI-ANXIETAS

    Sinonim : PSYCHOLEPTICS, MINOR TRANQUILLIZERS, ANXIOLYTICS,

    ANTIANXIETY DRUGS, ANSIOLITIKA

    Obat acuan : Diazepam / Chlordiazepoxide

    Penggolongan :

    1. Benzodiazepine

    DIAZEPAM

    CHLORDIAZEPOXIDE

    BROMAZEPAM

    LORAZEPAM

    ALPRAZOLAM

    CLOBAZAM

    (Valium, Stesolid, dll)

    (Cetabrium, dll)

    (Lexotan)

    (Ativan, Renazuil, Merlopan)

    (Xanax, Alqanax, Calmlet, dll)

    (Frisium, dll)

    2. Non-Benzodiazepine

    BUSPIRONE

    SULPIRIDE

    HYDOXYZINE

    (Buspar, Tran-Q, Xiety)

    (Dogmatil-50)

    (Iterax)

    V OBAT ANTI-INSOMNIA

    Sinonim : HYPNOTICS, SOMNIFACIENT, HIPNOTIKA

    Obat acuan : Phenobarbital:

    Penggolongan :

    1. Benzodiazepine

    NITRAZEPAM

    FLURAZEPAM

    ESTAZOLAM

    (Dumolid)

    (Dalmadorm)

    (Esilgan)

    2. Non-Benzodiazepine

    ZOLPIDEM (Stilnox, Zolmia)

    VI OBAT ANTI-OBSESIF KOMPULSIF

    Sinonim : DRUGS USED IN OBSESSIVE COMPULSIVE DISORDER

    Obat acuan : Clomipramine

    Penggolongan :

    1. Obat Ant i -Obsesi f Kom puls i f Tr is ik l ik

    CLOMIPRAMINE (Anafranil)

    2. Obat Ant i Obsesi f Kom puls i f SSRI

    SERTRALINE (Zoloft)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    17/67

    17 | H a l a m a n

    PAROXETINE

    FLUVOXAMINE

    FLUOXETINE

    CITALOPRAM

    (Seroxat)

    (Luvox)

    (Prozac)

    (Cipram)

    VII OBAT ANTI-PANIK

    Sinonim : DRUGS USED IN PANIC DISORDER

    Obat acuan : Imipramine

    Penggolongan :

    1. Obat An ti-Panik TRISIKLIK

    IMIPRAMINE

    CLOMIPRAMINE

    (Tofranil)

    (Anafranil)

    2. Obat An ti-Panik BENZODIAZEPINE

    ALPRAZOLAM (Xanaz, Alqanax, Calmlet, dll)

    3. Obat Anti Panik RIMA (Reversibl e

    inhib i tors of Mono amine Oxydase-A)

    MOCLOBEMIDE (Aurorix)

    4. Obat An ti-Panik SSRI

    SERTRALNE

    PAROXETINE

    FLUVOXETINEFLUOXETINE

    CITALOPRAM

    (Zoloft)

    (Seroxat)

    (Luvox)(Prozac)

    (Cipram)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    18/67

    18 | H a l a m a n

    OBAT ANTI-PSIKOSIS

    Sinonim : NEUROLEPTCIS, MAJOR TRANQUILLIZERS, ATARACTIS

    ANTIPSYCHOTICS, ANTIPSYCHOTIC DRUGS, NEUROLEPTIKA

    Obat Acuan : Cholrpomazine (CPZ)

    SEDIAAN OBAT ANTI-PSIKOSIS dan DOSIS ANJURAN

    (yang beredar di Indo nesia menurut MIMS Vol 7, 2006)

    No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

    1 Chlorpromazine CHLORPROMAZINE (Indofarma)PROMACTIL (Combipar)MEPROSETIL ((Meprofarm)CEPEZET (Mersifarma)

    Tab. 25-100 mgTab 100 mgTab 100 mgTab 100 mg,Ampul 50 mg/2cc

    150-600 mg/h

    50-100 mg (im)Setiap 4-6 jam

    2 Haloperidol HALOPERIDOL (Indofarma)

    DORES (Pyridam)

    SERENACE (Pfizer-Pharmacia)

    HALDOL (Janssen)GOVOTIL(Guardian Pharmatama)LODOMER (Mersifarma)

    HALDOL DECANOAS (Janssen)

    Tab. 0,5-1,5 mgTab 5 mg,Cap 5 mgTab 1,5 mgTab 0,5-1,5 mg5 mgLiq 2 mg/mlAmp 5 mg/ccTab 2-5 mgTab 2-5 mgTab 2-5 mgAmp 5 mg/ccAmp 50 mg/cc

    5 10 mg/h

    5-10 mg (im)/ 4-6 jam

    5-10 mg(im) / 4-6 jam

    50 mg (im) / 2-4 minggu

    3 Perphenazine PERPHENAZINE (Indofarma)TRILAFON (Schering)

    Tab 4 mgTab 2-4-8 mg

    12 24 mg/h

    4 FluphenazineFluphenazinedecanoate

    ANATENSOL (B-M Squibb)MODECATE (B-M Squibb)

    Tab 2,5-5 mgVial 25 mg/cc

    10 15 mg/h25 mg (im) setiap 2-4minggu

    5 Trifluoperazine STELAZINE (Glaxo-Smith-Kline) Tab 1-5 mg 10 15 mg/h

    6 Thioridazine MELLERIL (Novartis) Tab 50-100 mg 150-300 mg/h

    7 Sulpride DOGMATIL FORTE (Delagrange) Amp 100 mg/2ccTab 200 mg

    3-6 amp/h (im)300-600 mg/h

    8 Pimozide ORAP FORTE (Janssen) Tab 4 mg 2-4 mg/h

    9 Risperidone RISPERIDONE (Dexa medica)

    RISPERDAL (Janssen)RISPERDAL CONSTA

    NERIPROS (Pharos)PERSIDAL (Mersifarma)RIZODAL(Guardian Pharmatama)ZOFREDAL (Kalbe Farma)

    Tab 1-2-3 mg

    Tab 1-2-3 mgVial 25 mg/cc

    50 mg/ccTab 1-2-3 mgTab 1-2-3 mgTab 1-2-3 mgTab 1-2-3 mg

    2-6 mg/h

    25-50 mg (im) / 2 minggu

    10 Clozapine CLOZARIL (Novartis)SIZORIL (Meprofarm)

    Tab 25-100 mgTab 25-100 mg

    25 100 mg/h

    11 Quetiapine SEROQUEL (Astra Zeneca) Tab 25-100 mg200 mg

    50 400 mg/h

    12 Olanzapine ZYPREXA (Eli Lily) Tab 5-10 mg 10-20 mg/h

    13 Zotepine LODOPIN (Kalbe Farma) Tab. 25-50 mg 75-100 mg/h

    14 Aripirprazole ABLIFY (Otsuka) Tab. 10-15 mg 10-15 mg/h

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    19/67

    19 | H a l a m a n

    PENGGOLONGAN

    III. OBAT ANTI-PSIKOSIS TIPIKAL (TYPICAL-ANTI PSYCHOTICS)

    1. Phenothiazine

    Rantai Aliphatic

    Rantai Piperazine

    Rantai Piperidine

    : CHLORPROMAZINE (Largactil)

    : PERPHENAZINE (Trilafon)TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)

    FLUPHENAZINE (Anatensol)

    : THIORIDAZINE (Melleril)

    2. Butyrophenone : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace,dll

    3. Diphenyl-butyl-piperidine : PIOMOZIDE (Orap)

    IV. OBAT ANTI-PSIKOSIS ATIPIKAL (ATYPICAL ANTI PSYCHOTICS)

    1. Benzamide : SULPRIDE (Dogmatil)

    2. Dibenzodiazepine : CLOZAPINE (Clozaril)

    OLANZAPINE (Zyprexa)

    QUETIAPIENE (Seroquel)

    ZOTEPINE (Lodopin)

    3. Benzisoxazole : RISPERIDON (Risperdal)

    ARIPIPRAZOLE (Abilify)

    INDIKASI PENGGUNAAN

    Gejala Sasaran (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS

    Butir-butir diagnostik Sindrom Psikos is

    - Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing

    ability), bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang

    terganggu, daya nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan daya tilikan

    diri (insight) terganggu.

    - Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala

    POSITIF : gangguan asosiasi pikiran (inkohherensi), isi pikiran yang tidak

    wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak

    sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak terkendali(disorganized), dan gejala NEGATIF : gangguan perasaan (afek tumpul,

    respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif,

    apatis), gangguan proses pikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang stereotip

    dan tidak ada insiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung

    menyendiri (abulia).

    - Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam

    gejala : tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan

    kegiatan rutin.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    20/67

    20 | H a l a m a n

    Sindrom Psiosis dapat ter jadi pada :

    - Sindrom Psikosis Fungsional : Skizofrenia, Psikosis paranoid,

    Psikosis Afektir, Psikosis Reaktif singkat dll

    - Sindrom Psikosis Organik : Sindrom Delirium, Dementia,

    Intoksikasi alkohol, dll

    MEKANISME KERJA

    Hipotesis : Sindrom Psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter

    Dopamine yang meningkat. (Hiperaktivitas sistem dopaminergik

    sentral)

    Mekanisme kerja Obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade Dopamine

    pada reseptor pasca-sinaptik neuron di Otak, khususnya di sistem limbik dan sistem

    ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala

    POSITIF. Sedangkan Obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap

    Dopamine D2 Receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-

    dopamine antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala NEGATIF.

    PROFIL EFEK SAMPING

    Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa :

    - Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,

    kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).

    - Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,

    kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan

    intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).

    - Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, s indrom park inson:

    tremor, bradikinesia, rigiditas).

    - Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (Jaundice),

    hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.

    Efek samping dapat juga irreversible : tard ive dyskinesia (gerakan

    berulang involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana

    pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian

    jangka panjang(terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini

    tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis (non dose related).

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    21/67

    21 | H a l a m a n

    Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa

    dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian

    obat antiparkinson atau L-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-

    psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.

    Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus

    dilakukan pemeriksaan laborator ium: darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi

    ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.

    Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian akibat

    overdos isatau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang

    kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan lavage lambung bila obat belum lama

    dimakan.

    INTERAKSI OBAT

    Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensial efek samping obat dan tidak ada bukti

    lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya,

    Chlorpromazine + Reserpine potensial efek hipotensif.

    Antipsikosis + Antidepresan trisiklik efek samping antikolinergik meningkat (hati-

    hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).

    Antipsikosis + ECT= dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi

    hari sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka

    mortalitas yang tinggi.

    Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan

    serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih

    besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah

    obat anti-psikosis Haloperidol.

    Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antipsikosis menurun disebabkan

    gangguan absorbsi.

    CARA PENGGUNAAN

    Pemil ihan Obat

    Paa dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek prim er(efek klinis)

    yang samapada dos is ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekun der

    (efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    22/67

    22 | H a l a m a n

    Anti-Psikosis Mg.Eq Dosis (Mg/h) Sedasi Otonomik Eks. Piramidal

    Chlorpromazine 100 150 1600 +++ +++ ++

    Thioridazine 100 100 900 +++ +++ +

    Perphenazine 8 8 48 + + +++

    Trifluoperazine 5 5 60 + + +++

    Fluphenazine 5 5 60 ++ + +++Haloperidol 2 2 100 + + ++++

    Pimozide 2 2 6 + + ++

    Clozapine 25 25 200 ++++ + -

    Zotepine 50 75 100 + + +

    Sulpiride 200 200 1600 + + +

    Risperidone 2 2 9 + + +

    Quetiapine 100 50 4-- + + +

    Olanzapine 10 10 20 + + +

    Aripiprazole 10 10 20 + + +

    Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psiko sis yang

    dominandan efek sampingobat. Pergantian obat disesuaikan dengan dos is

    ekivalen.

    Misalnya pada contoh sbb:

    Chlorpromazine dan Thiridazine yang efek samping sedatif kuat terutama

    digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan : gaduh gelisah,

    hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku, dll. Sedangkan

    Trifluoperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping sedatif lemahdigunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan : apatis, menarik

    diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan insiatif, hipoaktif, waham,

    halusinasi, dll. Tetapi obat yang terakhir ini paling mudah menyebabkan

    timbulnya gejala ekstrapiramidal pada pasien yang rentan terhadap efek

    samping tersebut perlu digantikan dengan Thioridazine (dosis ekivalen) dimana

    efek samping ekstrapiramidalnya sangat ringan. Untuk pasien yang sampai

    timbul tard ive dyskinesia obat anti psikosis yang tanpa efek sampingekstrapiramidal adalah Clozapine.

    Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis

    yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan

    obat anti-psiosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis

    ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.

    Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat

    anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolelir dengan baik efek

    samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    23/67

    23 | H a l a m a n

    Apabila gejala negatif(afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin)

    lebih menonjol dari gejala posit i f(waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak

    terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat ant ips ikos isat ip ikalperlu

    dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat

    mentolelir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan

    adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical complication).

    Pengaturan Dosis

    Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :

    - Onset efek primer (efek klinis)

    Onset efek sekunder (efek samping)

    : sekitar 2-4 minggu

    : sekitar 2-6 jam

    - Waktu paruh : 12 14 jam (pemberian obat 1-2 x/hari)

    - Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping

    (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas

    hidup pasien.

    Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan

    setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif(mulai timbul peredaran Sindrom

    Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis

    optimal dipertahankan sekitar 8 12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2

    minggudosis maintenance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi

    drug holiday1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2 4 minggu)

    stop.

    Lama Pemberian

    Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang mult i ep isode terapi

    pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian

    yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 5 kali.

    Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari

    setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung

    menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian

    baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali.

    Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat,

    metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan anti-psikosis.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    24/67

    24 | H a l a m a n

    Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan

    selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.

    Untuk Psikosis Reaktif Singkat penurunan obat secara bertahap setelah

    hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu 2 bulan.

    Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obatyang hebat

    walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan

    obat kecil sekali.

    Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic

    Rebound: gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain.

    Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi

    Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3 x 2 mg/h).

    Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis +

    antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan

    lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson.

    Penggu naan Parenteral

    Obat anti-psikosis Long acting (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau

    Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 4 minggu, sangat berguna untuk

    pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif

    terhadap medikasi oral.

    Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan peroral lebih dahulu

    beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.

    Dosis mulai dengan cc setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian

    baru ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.

    Pemberian obat anti-psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan

    pemeliharaan (maintenance therapy)terhadap kasus Skizofrenia 15-25 % kasus

    menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.

    PERHATIAN KHUSUS

    Efek samping yang ser ing t imbu l dan t indakan mengatas inya :

    Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi

    Ortostat ikpada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic blockade).

    Tindakan mengatasinya dengan injeksi Noradrenal ine (Norepinephrine)

    sebagai alpha adrenergic stimulator.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    25/67

    25 | H a l a m a n

    Dalam keadaan ini t idak diberikan Adrenal ine oleh karena bersifat alfa dan

    beta adrenergic stimulator sehingga efek beta adrenergic tetap ada dan dapat

    terjadi shock.

    Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun

    setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5 10 menit.

    Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephr ine bitart rate(LEVOPHED Abbot

    atau RAIVAS Dexa Medica atau Vascon- Fahrenheit) Ampul 4 mg/4 cc

    dalam infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3 cc/menit.

    Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejala

    Ekstrapiramidal / Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet

    Trihexyphenidyl (Artane) 3 4 x2 mg/hari, sulfas atropine 0,50 0,75 mg (im).

    Apabila sindrom parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara

    bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat anti

    parkinson.

    Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson t idaklebih lama dari3

    bulan(risiko timbul atropine toxic syndrome). Tidakdianjurkan pemberian

    antiparkinson profilaksis, oleh karena dapat mempengaruhi

    penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma

    rendah dan dapat menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang

    dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat anti-psikosis agar tercapai dosis

    efektif.

    Rapid Neuroleptizattion: Haloperidol 5 10 mg (im) dapat diulangi setiap 2

    jam, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam

    sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi,hiperaktivitas psikomotor, impulsif menyerang, gaduh, gelisah, perilaku destruktif

    dll).

    Kontra ind ikas i :i

    - Penyakit hati (hepato-toksik)

    - Penyakit darah (hemato-toksik)

    - Epilepsi (menurunkan ambang kejang)

    - Kelainan jantung (menghambat irama jantung)- Febris yang tinggal (thermoregulator di SSP)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    26/67

    26 | H a l a m a n

    - Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat)

    - Penyakit SSP (parkinson, tumor otak, dll)

    - Gangguan kesadaran disebabkan CNS-depressant (kesadaran makin

    memburuk)

    Pemakaian Khus us

    - Thioridazine dosis kecil sering digunakan untuk pasien anak dengan

    hiperaktif, emosional labil dan perilaku destruktif. Juga sering digunakan pada

    pasien usia lanjut dengan gangguan emosional (anxietas, depresi, agitasi)

    dengan dosis 20-200 mg/hari.

    - Haloperidol dosis kecil untuk Gilles de la Tourettes Syndrome sangat

    efektif. Gangguan ini biasanya timbul mulai antara umur 2 sampai 15 tahun.

    Terdapat gerakan-gerakan involunter berulang, cepat dan tanpa tujuan, yang

    melibatkan banyak kelompok otot (tics). Disertai tics vokal yang multipel

    (misalnya suara klik, dengusan, batuk, menggeram, menyalak, atau kata-

    kata/kata kotor/koprolalia). Pasien mampu menahan tics secara volunter

    selama beberapa menit sampai beberapa jam.

    Sindrom Neuroplet ik Maligna (SNM) merupakan kondisi mengancam

    kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat psikosis (khususnya pada

    long acting dimana risiko ini lebih besar). Semua pasien yang diberikan obat

    anti-psikosis mempunyai risiko untuk terjadi SNM tetapi dengan kondisi

    dehidrasi, kelelahan atau malnutrisi, risiko ini akan menjedi lebih tinggi.

    Butir-butir diagnostik SNM :

    - Suhu badan lebih dari 380C (hyperpirexia)

    - Terdapat sindrom ekstrapiramidal berat (rigidity)

    - Terdapat gejala disfungsi otonomik (incontinensia urinae)

    - Perubahan status mental

    - Perubahan tingkat kesadaran

    - Gejala tersembut timbul dan berkembang dengan cepat

    Pengobatan :

    - Hentikan segera obat anti-psikosis

    - Perawatan suportif

    - Obat dopamine agonist (bromokriptin 7,5 60 mg/h 3 dd, I dopa 2 x 100

    mg/h, atau amantadin 200 mg/h)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    27/67

    27 | H a l a m a n

    Pada pasien usia lanjut atau dengan Sindrom Psikosis Organik, obat anti-

    psikosis diberikan dalam dosis kecil dan minimal efek samping otonomik

    (hipotensi ortostatik) dan sedasi-nya yaitu golongan high potency neuroleptics,

    misalnya Haloperidol, Trifluoperazine, Flupherazine atau anti-psikosis atipikal.

    Penggunaan pada wanita hamil, berisiko tinggi anak yang dilahirkan menderita

    gangguan saraf ekstrapiramidal.

    OBAT ANTI-DEPRESI

    Sinonim : THYMOLEPTICS, PSYCHIC ENERGIZERS, ANTI DEPRESSANTS, ANTI

    DEPRESAN

    Obat acuan : Amitriptyline

    SEDIAAN OBAT ANTI-DEPRESI DAN DOSIS ANJURAN

    (yang beredar di Indonesia Menurut MIMS Vol. 7, 2006)

    No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

    1 Amitriptyline AMITRIPTYLINE (Indofarma) Drag 25 mg 75 150 mg/h

    2 Amoxapine ASENDINE (Lederle) Tab 100 mg 200 300 mg/h

    3 Tianeptine STABLON (Servier) Tab 12,5 mg 25 50 mg/h

    4 Clomipramine ANAFRANIL (Novartis) Tab 25 mg 75 150 mg/h

    5 Imipramine TOFRANIL (Novartis) Tab 25 mg 75 150 mg/h

    6 Moclobemide AURORIX (Roche) Tab 50 mg 300 600 mg/h

    7 Maprotiline LUDIOMIL (Novartis)

    TILSAN (Otto)

    SANDEPRIL -50 (Mersifarma)

    Tab 10-25-50-75 mg

    Tab 25 mg

    Tab 50 mg

    75 150 mg/h

    8 Mainserin TOLVON (PfizerPharmacial) Tab 10 mg 30 60 mg/h

    9 Sertraline ZOLOFT (Pfizer-Pharmacial)

    FATRAL (Fahrenheit)

    FRIDEP (Mersifarma)

    NUDEP (Guardian Pharmatama)

    ANTIPREZ (Sandoz)

    DEPTRAL (Meptorafm)

    SERLOF (Kalbe)

    ZERLIN (Pharos)

    Tab 50 mg

    Tab 50 mg

    Tab 50 mg

    Caplet 50 mg

    Tab 50 mg

    Caplet 50 mg

    Tab 50 mg

    Tab 50 mg

    50 100 mg/h

    10 Trazodone TRAZONE (Kalbe) Tab 50-150 mg 100-200 mg/h

    11 Paroxetine SEROXAT (Glaxo-Smith-Kline) Tab 20 mg 20 40 mg/h

    12 Fluvoxamine LUVOX (Solyay Pharma) Tab 50 mg 50 100 mg/h

    13 Fluoxetine PROZAC (Eli Lilly)

    NOPRES (Ferron)

    ANSI (Bernofarma)

    ANTIPRESTIN (Pharos)

    ANDEP (Medikon)

    COURAGE (Soho)

    ELIZAC (Mersifarma)OXIPRES (Sandoz)

    Cap 20 mg

    Caplet 20 mg

    Cap 10 20 mg

    Cap 10 20 mg

    Cap 20 mg

    Tab 20 mg

    Cap 20 mgCap 20 mg

    20 40 mg/h

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    28/67

    28 | H a l a m a n

    LODEP (Sunthi Sepuri)

    KALXETIN (Kalbe)

    ZAC (Ikapharmindo)

    ZACTIN (Merck)

    Cap 20 mg

    Cap 10-20 mg

    Cap 10-20 mg

    Cap 20 mg

    14 Citalopram CIPRAM (Lundbeck) Tab 20 mg 20 60 mg/h

    15 Mirtazapine REMERON (Organon) Tab 30 mg 15 45 mg/h16 Duloxetine CYMBALTA (B-Ingelheim) Caplet 30 60 mg 30 60 mg/h

    17 Veniafaxine EFEXOR-XR (Wyeth) Cap 75 mg 75 150 mg/h

    PENGGOLONGAN

    1. Obat Anti-depresi TRISIKLIK= TRICYCLIC ANTIDEPRESSANTS (TCA) e.g.

    Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine

    2. Obat Anti-depresi TETRASIKLIK, e.g. Maprotiline, Mianserin, Amoxapine

    3. Obat Anti-depresi MAOI-Reversible = REVERSIBLE INHIBITOR OFMONOAMINE OXYDASE A (RIMA)

    4. Obat Anti-depresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)e.g.

    Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram.

    5. Obat Anti-depresi ATYPICALe.g. Trazodone, Mirtazapine, Venflafaxine.

    INDIKASI PENGGUNAAN

    Gejala Sasaran (target syndrome) : SINDROM DEPRESI

    Butir-butir diagnostik Sindrom Depres i

    Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami :

    1. Rasa hati yang murung

    2. Hilang minat dan rasa senang

    3. Kurang tenaga hingga mudah lelah dan kendur kegiatan

    Keadaan di atas disertai gejala-gejala :

    1. Penurunan konsentrasi pikiran dan perhatian

    2. Pengurangan rasa harga diri dan percaya diri

    3. Pikiran perihal dosa dan diri tidak berguna lagi

    4. Pandangan suram dan pesimistik terhadap masa depan

    5. Gagasan atau tindakan mencederai diri / bunuh diri

    6. Gangguan tidur

    7. Pengurangan nafsu makan

    Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :

    penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    29/67

    29 | H a l a m a n

    Sindrom Depresi dapat ter jadi pada :

    Sindrom Depresi Psikik : Gangguan afektif bipolar dan unipolar, (major

    depression), gangguan distimik, gangguan

    siklotimik, dll.

    Sindrom Depresi Organik : Hypothyroid induced depression Brain injury

    depression, obat reserpine, dll

    Sindrom Depresi Situasional: Gangguan penyesuaian + depresi, grief

    Reaction dll.

    Sindrom Depresi Penyerta : Gangguan jiwa + Depresi (e.g. Gg. Obsesi

    Kompulsi, Gg. Panik, Dementia) atau

    Gangguan fisik depresi (e.g. stroke, MCI,

    kanker, dll

    MEKANISME KERJA

    Hipotesis : Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu

    atau beberapa aminerg ic neurot ransmit ter (noradrenaline,

    serotonin, dopamine) pada celah sinaps neuron di SSP

    (khususnya pada sistem limbik) sehingga aktivitas serotonin

    menurun.

    Mekanisme kerja Obat Anti-Depresi adalah :

    - Menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter

    - Menghambat penghancuran oleh enzim Monoamine Oxidase

    Sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmit ter pada celah

    sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.

    PROFIL EFEK SAMPING

    Efek samping obat Anti-depresi dapat berupa :

    - Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor

    menurun, kemampuan kognitif menurun, dll)

    - Efek Antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi,

    sinus takikardia, dll)

    - Efek Anti-adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)

    - Efek Neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    30/67

    30 | H a l a m a n

    Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita), biasanya

    berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama.

    Pada keadaan Overdosis/ Intoksikasi Tris ik l ik dapat timbul Atropine

    Toxic Syndromedengan gejala : eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi,

    toxic confusional state (confusion, delirium, disorientation).

    Tindakan untuk keadaan tersebut :

    Gastric lavage (hemodialisis tidak bermanfaat oleh karena obat Trisiklik

    bersifat prote in b ind ing, forced diuresis juga tidak bermanfaat oleh karena

    renal excret ion of free drug rendah)

    Diazepam 10 mg (im) untuk mengatasi efek anti-kolinergik (dapat diulangi

    setiap 30-45 sampai gejala mereda)

    Monitoring EKG untuk deteksi kelainan jantung.

    Kematian dapat terjadi oleh karena Cardiac Arrest. Lethal Dose Trisiklik =

    sekitar 10 kali therapeutic dose, maka itu tidak memberikan obat dalam jumlah

    besar kepada penderita depresi (t idak leb ih dar i dos is semingg u), dimana pasien

    seringkali sudah ada pikiran untuk bunuh diri. Obat anti-depresi golongan SSRI

    relatif paling aman pada overdosis.

    INTERAKSI OBAT

    Trisiklik + Haloperidol / Phenothiazine = mengurangi kecepatan ekskresi dari

    Trisiklik (kadar dalam plasma meningkat). Terjadi potensial efek antikolinergik

    (ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi)

    SSRI / TCA + MAOI = Seroton in Malignant Syndrom edengan gejala-gejala

    : gatrointestinal distress (mual, muntah, diare), agitation (mudah marah,

    ganas), reslesness (gelisah), gerakan kedutan otot, dll.

    MAOI + Sympathomimetic drugs (phenylpropanolamine, pseudoephedrine

    pada obat flu/asma, noradrenalin pada anestesi lokal, derivat amfetamin, l-

    dopa) = efek potensiasi yang dapat menjurus ke Kris is Hipertensi(acute

    paroxysmal hypertension), dimana ada risiko terjadinya serangan stroke.

    MAOI + senyawaan mengandung tyramine (keju, anggur, dll) = dapat terjadi

    krisis hipertensi (Hypertenive Cris is) dengan risiko serangan stroke pada

    pasien usia lanjut.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    31/67

    31 | H a l a m a n

    Obat anti depresi + CNS Depressants (morphine, benzodiazepine, alcohol,

    dll) = potensiasi efek sedasi dan penekanan terhadap pusat napas risiko

    timbulnya respiratory failure.

    CARA PENGGUNAAN

    Pemil ihan obat

    Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer(efek klinis)

    yang samapada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekun der

    (efek samping)

    Nama Obat Anti Kolinergik Sedasi Hipotensi Ortostatik Keterangan

    Amitriptyline +++ +++ +++ +++ = beratImipramine +++ ++ ++ ++ = SedangClomipramine ++ ++ ++ + - ringanTrazodone + +++ + +/- = tidak ada/Mirtazapine + +++ + Minimal sekaliMaprotiline + ++ +Mianserin + ++ +Amoxapine + + ++Tianeptine +/- +/- +/-Moclobemide + + +Sertraline +/- +/- +/-Paroxetine +/- +/- +/-Fluvoxamine +/- +/- +/-Fluoxetine +/- +/- +/-Citalopram +/- +/- +/-

    Pemilihan jenis obat anti-depresi tergantung pada toleransipasien terhadap

    efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia,

    penyakit fisik tertentu, jenis depresi)

    Misalnya :

    - Trisiklik (Amitriptyline, Imipramine) efek samping sedatif, otonomik,

    kardiologi relatif besar diberikan pada pasien usia muda (young healthy)

    yang lebih besar toleransi terhadap efek samping tersebut, dan bermanfaat

    untuk meredakan agitated depression.

    - Tetrasiklik (Maprotiline, Mianserin) dan Atipikal (Trazodone, Mirtazapine)

    efek samping otonomik, kardiologik relatif kecil, efek sedasi lebih kuat

    diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap efek otonomik

    dan kardiologik (usia lanjut) dan sindrom depresi dengan gejala anxietas dan

    insomnia yang menonjol.

    - SSRI (Fluoxetine, Sertraline, dll) efek sedasi, otonomik, kardiologik sangat

    minimal untuk pasien dengan retarded depression. Pada usia dewasa &

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    32/67

    32 | H a l a m a n

    usia lanjut, atau yang dengan gangguan jantung, berat badan lebih, dan

    keadaan lain yang menarik manfaat dari efek samping yang minimal

    tersebut.

    - MAOI Reversible (Meclobemide) efek samping hipotensi ortostatik (relatif

    sering) pasien usia lanjut mendadak bangun malam hari ingin miksi

    risiko jatuh dan trauma lebih besar. Perubahan posisi tubuh dianjurkan tidak

    mendadak, dengan tenggang waktu dan gradual.

    - Mengingat profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada Sindrom Depresi

    ringan dan sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas pelayanan

    kesehatan umum, pemilihan obat anti-depresi sebaiknya mengikuti urutan

    (step care) :

    Step 1 = Golongan SSRI (Fluoxetine, Sertraline, dll.)

    Step 2 = Golongan Trisiklik (Amitriptyline, dll.)

    Step 3 = Golongan Tetrasiklik (Maprotiline, dll)

    Golongan Atypical (Trazodone, dll)

    Golongan MAOI Reversible (Moclobemide)

    Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat

    minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan padaa

    berbagai kondisi medik), spektrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus

    obat sangat minimal, serta lethal dose yang tinggi (>6000 mg) sehingga

    relatif aman.

    Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang

    cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan

    Trisiklik, yang spektrum anti-depresinya juga luas tetapi efek sampingnya

    relatif lebih berat.

    Bila kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spektrum anti-depresi

    yang lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan Trisiklik,

    yang spektrum anti-depresinya juga luas tetapi efek sampingnya lebih berat.

    Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spektrum anti-

    depresi yang lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan

    Trisiklik, yang teringan adalah golongan MAOI reversible.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    33/67

    33 | H a l a m a n

    Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa perg antian SSRI ke MAOIatau

    sebaliknya membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk washou t

    per iod guna mencegah timbulnya Seroton in Malignant Syndrome.

    Lithium sering digunakan pada Unipolar Recurrent Depression, yaitu

    untuk mencegah kekambuhan sebagai mo od stabi l izers, dibutuhkan kadar

    serum lithium 0,4 0,8 mEq/L (kadar profilaksis).

    Untuk efek Anti-mania, kadar serum lithium 0,8 1,2 mEq/L (kadar

    terapeutik). Sedangkan kadar toksikadalah > 1,5 mEq/L.

    Rentang kadar serum terapeutik dan toksik sempit, sehingga membutuhkan

    monitoring kadar serum Lithium secara terus menerus untuk deteksi dini

    intoksikasi.

    Dosis obat Lithium sekitar 250 500 mg/h untuk mencapai kadar serum

    Li th ium Prof ilaks is.

    Pengaturan Dosis

    Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :

    Onset efek Primer : sekitar 2-4 minggu

    Onset efek sekunder : sekitar 12 24 jamWaktu paruh : 12 48 jam (pemberian 1-2 x/hari)

    Ada 5 proses dalam pengaturan dosis :

    1. Initiating Dosage (test dose) untuk mencapai dosis anjuran selama

    Minggu I. Misalnya, Amitriptyline 25 mg/h = hari 1 dan 2

    50 mg/h = hari 3 dan 4

    100 mg/h = hari 5 dan 6

    2. Titrating Dosage (optimal dose)

    mulai dosis anjuran sampai mencapaidosis efektif dosis optimal. Misalnya Amitriptyline 150 mg/h hari 7 s/d

    14 (minggu II). Minggu III : 200 mg/h minggu IV : 300 mg/h

    3. Stabilizing Dosage (stabilization dose) dosis optimal yang

    dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya Amitriptyline 300 mg/h dosis

    optimal selama 2-3 bulan diturunkan sampai dosis pemeliharaan.

    4. Maintaining Dosage (maintainance dose) selama 3-6 bulan. Biasanya

    dosis pemeliharaan dosis optimal. Misalnya, Amitriptyline 150 mg/h

    selama 3-6 bulan.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    34/67

    34 | H a l a m a n

    5. Tapering Dosage (tapering dose) selama 1 bulan. Kebalikan dari

    proses initating dosage. Misalnya, Amitriptyline 150 mg/h 100 mg/h (1

    minggu) 75 mg/h (1 minggu), 75 mg/h 50 mg/h (1 minggu), 50 mg//h

    25 mg/h (1 minggu).

    Dengan demikian obat anti-depresi dapat diberhentikan total. Kalau kemudian

    Sindrom Depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.

    Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tungga lpada malam hari (single

    dose one hour before sleeping) untuk golongan Trisiklik dan Tetrasiklik. Untuk

    golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan pagi.

    Lama Pemberian

    Pemberian Obat Anti-Depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh

    karena addiction potential-nya sangat minimal.

    Perhat ian Khus us

    Kegagalan terapi obat anti-depresi pada umumnya disebabkan :

    - Kepatuhan pasien menggunakan obat (compliance), yang dapat hilang

    oleh karena adanya efek samping, perlu diberikan edukasi dan informasi

    - Pengaturan dosis obat belum adekuat

    - Tidak cukup lama mempertahankan dosis optimal

    - Dalam menilai efek obat terpengaruh oleh persepsi pasien yang tendensi

    negatif, sehingga penilaian menjadi bias.

    Kontra ind ikas i :

    - Penyakit jantung koroner, MCI, khususnya pada usia lanjut

    - Glaukoma, retensi urin, hipertrofi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsi.

    - Pada penggunaan obat Lithium, kelainan fungsi jantung, ginjal, dan

    kelenjar thyroid.

    Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan menggunakan TCA oleh karena

    risiko teratogenik besar (khususnya trimester 1) dan TCA dieksresi melalui

    ASI.

    OBAT ANTI-MANIA

    Sinoim : MOOD MODULATORS, MOOD STABILIZERS, ANTIMANICS

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    35/67

    35 | H a l a m a n

    Obat Acuan : Lithium Carbonate

    SEDIAAN OBAT ANTI-MANIA dan DOSIS ANJURAN

    (yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vlo. 7, 2006)

    No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

    1 Lithium Carbonate FRIMANIA (Mersifarma) Tab 200-300-400-500 mg 250-500 mg/h

    2 Haloperidol HALOPERIDOL (Indofarma)HALDOL (Janssen)SERENACE (Searle)

    Tab 0,5 1,5 5 mgTab 0,5 2 5 mg

    Tab 0,5 1,5 5 mgLiq 2 mg/ml

    Amp 5 mg/cc

    4,5 15 mg/h

    5 mg (im) setiap 2 jammaksimum 100 mg/h

    3 Carbamezapine TEGRETOL (Novartis)BAMGETOL (Mersifarma)

    Tab 200 mgCap 200 mg

    400 600 mg/h2 3 x perhari

    4 Valproic Acid DEPAKENE (Abbott) Syr 250 mg/5 ml 3 x 250 mg/h

    5 Divalproex Na DEPAKOTE (Abbott) Tab 250 mg 3 x 250 mg/h

    PENGGOLONGAN

    Mania Akut : Haloperidol (Haldol, Serenace, dll)

    Carbamezapine (Tegretol, dll)

    Valproic Acid (Depakene)

    Divalproex (Depakote)

    Profilaksis Mania : Lithium Carbonate (Frimania)

    INDIKASI PENGGUNAAN

    Gejala Sasaran (Target Syndrome) :SINDROM MANIA

    Butir-butir diagnostik Sindrom Mania

    Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat

    keadaan afek (mood, suasana perasaan) yang meningkat, ekspresif atau

    iritabel.

    Keadaan tersebut disertai paling sedikit 4 gejala berikut :

    1. Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau

    seksual), atau ketidak-tenangan fisik.

    2. Lebih banyak berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan untuk

    berbicara terus menerus.

    3. Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayalan subjektif bahwa

    pikirannya sedang berlomba.

    4. Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf

    sampai waham/delusi)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    36/67

    36 | H a l a m a n

    5. Berkurangnya kebutuhan tidur

    6. Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada

    stimulus luar yang penting atau yang tak berarti

    7. Keterlibatan berlebih dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung

    kemungkinan risiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak

    diperhitungkan secara bijaksana, misalnya belanja berlebihan, tingkah

    laku seksual secara terbuka, penanaman modal secara bodoh,

    mengemudi kendaraan (mengebut) secara tidak bertanggung jawab dan

    tanpa perhitungan.

    Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala

    :penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan

    rutin.

    MEKANISME KERJA

    Hipotesis : Sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam

    celah sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik, yang

    berdampak terhadap dopamine receptor supersentivity, dengan

    meningkatkan cholinergic-muscarinic activity, dan menghambat

    Cyclic AMP (adenosine monophosphate)& phosphoinositides.

    PROFIL EFEK SAMPING

    Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan kon dis i f is ik

    pasien.

    Gejala efek samping yang d in i(kadar serum Lithium 0,8 1,2 mEq/L) :

    - Mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feces

    lunak), kelemahan otot, poliuria, tremor halus (fine tremor, lebih nyata

    pada pasien usia lanjut dan penggunaan bersamaan dengan

    neuroleptika dan antidepressan).

    - Tidak ada efek sedasi dan gangguan ekstrapiramidal

    Efek samping lain : hypothyroidism, peningkatan berat badan, perubahan

    fungsi thyroid (penurunan kadar thyroxine dan peningkatan kadar TSH),

    oedema pada tungkai, metalic taste, lekositosis, gangguan daya ingat dan

    konsentrasi pikiran.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    37/67

    37 | H a l a m a n

    Gejala intoks ikasi: (kadar serum Lithium > 1,5 mEq/L)

    - Gejala dini : muntah diare, tremor kasar, mengantuk, konsentrasi pikiran

    menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, dan gaya berjalan

    tidak stabil.

    - Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala : kesadaran

    menurun (confusional state) dapat sampai coma dengan hipertoni otot

    dan kedutan, oliguria, kejang-kejang.

    - Penting sekali monitoring kadar Lithium dalam darah (mEq/L)

    Faktor pred ispos is iterjadinya intoksikasi Lithium :

    - Demam (berkeringat berlebihan)

    - Diet rendah garam (pasien dengan hipertensi)

    - Diare dan muntah-muntah

    - Diet untuk menurunkan berat badan

    - Pemakaian bersama diuretika, antirematika NSAID

    Tindakan mengatasi IntoksikasiLithium :

    - Mengurangi faktor predisposisi

    - Forced diuresis dengan Garam Fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan iv

    sebanyak 10 cc (1 ampul), bila perlu hemodialisis.

    Tindakan pencegahanintoksikasi Lithium dengan edukasi tentang faktor

    predisposisi, minum secukupnya (sekitar 2500 cc perhari), bila berkeringat

    dan diuresis banyak harus diimbangi minum lebih banyak, mengenal gejala

    dini intoksikasi, kontrol rutin kadar serum Lithium.

    INTERAKSI OBAT

    Lithium + diuretika Thiazide = dapat meningkatkan konsentrasi serum Lithium

    sebanyak 50% risiko intoksikasi menjadi besar, sehingga dosis Lithium

    harus dikurangi 50% agar tidak terjadi intoks ikasi. Sedangkan loop

    diuret ics, seperti Furosemide, kurang mempengaruhi konsentrasi Lithium.

    ACE Inhibitors + Lithium = dapat meningkatkan konsentrasi serum Lithium

    sehingga menimbulkan gejala intoksikasi

    Haloperidol + Lithium = efek neurotoksis bertambah (dyskinesia, ataxia),

    tetapi efek neurotoksik tidak tampak pada penggunaan kombinasi Lithium

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    38/67

    38 | H a l a m a n

    dengan Haloperidol dosis rendah (kurang dari 20 mg/h). Keadaan yang sama

    untuk Lithium + Carbamezapine.

    NSAID (e.g. Indomethacin, Ibuprofen) + Lithium = dapat meningkatkan

    konsentrasi serum Lithium, sehingga risiko intoksikasi menjadi besar.

    Aspirin dan Paracetamol (analgesics) tidak ada interaksi dengan Lithium.

    CARA PENGGUNAAN

    Pemil ihan Obat

    Pada Mania akutdiberikan : Haloperidol (im) + Tab. Lithium Carbonate,

    Haloperidol (im) untuk mengatasi hiperaktivitas, impulsivitas, iritabilitas,

    dengan onset of action yang cepat (kalau perlu dengan rapid

    neurolept izat ion)

    Lithium Carbonate efek anti-mania baru muncul setelah penggunaan 7-10

    hari.

    Pada Gangguan Afektif Bipolar (manic-depressive disorder) dengan

    serangan-serangan episodik mania/depresi : Lithium Carbonate sebagai obat

    prof i laksis terhadap serangan sindrom mania/depresi, dapat mengurangi

    frekuensi, berat dan lamanya suatu kekambuhan.

    Bila oleh karena sesuatu hal (efek samping yang tidak mampu ditolelir

    dengan baik, atau kondisi fisik yang kontra indikatif) tidak memungkinkan

    penggunaan obat Lithium Carbonate, dapat menggunakan obat alternatif :

    CARBAMEZEPINE, VALPROIC ACID DIVALPROEX Na, yang terbuktu juga

    ampuh untuk meredakan Sindrom Mania Akut dan profilaksis serangan

    Sindrom Mania/Depresi pada Gangguan Afektif Bipolar.

    Pada gangguan afektif Unipolar (recurrent unipolar depression), pencegahan

    kekambuhan dapat juga dengan Obat Anti Depresi SSRI (e.g. Fluoxetine,

    Sertraline) yang lebih ampuh dari Lithium Carbonate.

    Pengaturan Dosis

    Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :

    Onset efek primer (efek klinis) : 7 10 hari (1-2 minggu)

    Rentang kadar serum terapeutik = 0,8 1,2 mEq/L (dicapai dengan dosis

    sekitar 2 atau 3 x 500 mg/hari)

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    39/67

    39 | H a l a m a n

    Kadar serum toksik = diatas 1,5 mEq/L

    Biasanya preparat Lithium yang digunakan adalah Lithium Carbonate, mulai

    dengan dosis 250-500 mg/h, diberikan 1-2 kali sehari dinaikkan 250 mg/h setiap

    minggu, diukur Serum Lithium setiap minggu sampai diketahui kadar serum Lithium

    berefek klinis terapeutik (0,8 1,2 mEq/L). Biasanya dosis efektif dan optimal

    berkisar 1000 1500 mg/h. Dipertahankan sekitar 2-3 bulan, kemudian diturunkan

    menjadi dosis maintenance, konsentrasi serum Lithium yang dianjurkan untuk

    mencegah kekambuhan (profilaksis) berkisar antara 0,5 0,8 mEq/L, ini sama

    efektifnya bahkan lebih efektif dari kadar 0,8 1,2 mEq/L, dan juga untuk

    mengurangi insidensi dari efek samping dan risiko intoksikasi.

    Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau pasien dengan

    gangguan fisik, yang mempengaruhi fungsi ginjal.

    Pengukuran serum dilakukan dengan mengambil sampel darah pada pagi hari, yaitu

    : sebelum makan obat dosis pagi dan sekitar 12 jam setelah dosis petang (hari

    sebelumnya).

    Untuk mengurangi efek samping pada saluran makanan (mual, muntah, diare) obat

    Lithium Carbonate dapat diberikan setelah makan.

    Lama Pemberian

    Pada penggunaan untuk sindrom mania akut, setelah gejala-gejala

    mereda, Lithium Carbonate harus diteruskan sampai lebih dari 6 bulan,

    dihentikan secara gradual (tapering off) bila memang tidak ada indikasi lagi.

    Pada gangguan afektif Bipolar dan unipolar, penggunaan harus diteruskan

    sampai beberapa thun, sesuai dengan indikasi profilaksis serangan Sindrom

    Mania/epresi. Penggunaan jangka panjang ini sebaiknya dalam dos is

    min imum dengan kadar Serum Lithium ter-rendah yang masih efektif untuk

    terapi profilaksis (kadar serum Lithium diukur setiap hari).

    PERHATIAN KHUSUS

    Sebelum dan selama penggunaan obat Anti-mania Lithium Carbonate perlu

    dilakukan pemeriksaan laboratorium secara periodik :

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    40/67

    40 | H a l a m a n

    - Kadar serum Na dan K (Li & Na saling mempengaruhi di tubulus proximalis

    renalis). Kadar ini merendah pada pasien diet garam dan menggunakan

    diuretika.

    - Tes fungsi ginjal (serum ceratinine). Hampir semua kadar Lithium dalam

    darah dieksreasi melalui ginjal.

    - Tes fungsi kelenjar tiroid (serum T3 & T4). Lithium merendahkan kadar serum

    yodium.

    - Pemeriksaan EKG (Lithium mempengaruhi Cardiac Repolarization)

    Wanita hamil adalah kontraindikasi penggunaan Lithium oleh karena bersifat

    teratogenik. Lithium dapat melalui placenta dan masuk ke peredaran darah janin

    khususnya mempengaruhi kelenjar tiroid.

    OBAT ANTI-ANXIETAS

    Sinonim : PSYCHOLEPTICS, MINOR TRANQUILLIZERS, ANXIOLYTICS,

    ANTIANXIETY DRUGS, ANSIOLITIKA

    Obat Acuan : Diazepam / Chlordiazepoxide

    SEDIAAN OBAT ANTI-ANXIETAS dan DOSIS ANJURAN

    (yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7. 2006)

    No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

    1 Diazepam DIAZEPAM (Indofarma)LOVIUM (Phapros)MENTALIUM (Soho)STESOLID (Alpharma)

    VALDIMEX (Mersifarma)

    TRAZEP (Fahrenheit)

    VALIUM (Roche)

    Tab 2-5 mgTab 2-5 mgTab 2-5-10 mgTab 2-5 mgAmpul 10 mg/2 ccRectal tube 5 mg/2,5 cc10 mg/2,5 ccTab 5 mgAmpul 10 mg/2ccTab 2-5 mgRectal Tube 5 mg/2,5 ccAmpul 10 mg/2 cc

    Oral = 2-3 x 2=5 mg/hInjeksi = 5-10 mg(im/iv)Rectal tube =Anak < 10 kg/bb = 5 mgAnak > 10 kg/bb = 10 mg

    2 Chlordiazepoxide CETABRIUM (Soho)TENSINYL (Medichem)LIBRIUM (Valeant)

    Drg 5-10 mgCap 5 mgTab 5 10 mg

    2-3 x 5 -10 mg/hari

    3 Lorazepam ATIVAN (Wyeth)RENAQUIL (Fahrenheit)MERLOPAM (Mersifarma)

    Tab 0,5-1-2 mgTab 1 mgTab 0,5 -2 mg

    2-3 x 1 mg/hari

    4 Clobazam FRISIUM (Aventis-Ph)CLOBAZAM (Dexa Medica)ASABIUM (Otto)CLOBIUM (Ferron)

    PROCLOZAM (Mersifarma)

    Tab 10 mgTab 10 mgTab 10 mgTab 10 mg

    Tab 10 mg

    2-3 x 10 mg/hari

    5 Bromazepam LEXOTAN (Roche) Tab 1,5 -3-6 mg 3 x 1,5 mg/hari

    6 Alprazolam ALPRAZOLAM (Dexa Medica) Tab 0,25-0,5-1mg 3 x 0,25-0,5 mg/hari

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    41/67

    41 | H a l a m a n

    XANAX XR (Pfizer Pharmacia)ALGANAX (Guardian-Ph)CALMLET (Sunthi-Sepuri)FEPRAX (Ferron)ATARAX (Mersifarma)ALVIZ (Pharos)

    ZYPRAX (Kalbe Farma)

    Tab 0,25 1 mgTab 0,25-0,5-1 mgTab 0,25-0,5-1-2 mgTab 0,25-0,5-1 mgTab 0,5 mgTab 0,5 1 mg

    Cap 0,25-0,5-1 mg

    1 x 0,5 1 mg/hari3 x 0,25-0,5 mg/hari

    7 Sulpiride DOGMATIL (Soho) Cap 50 mg 2 3 x 50 100 mg/hari

    8 Buspirone BUSPAR (Bristol-Myers)TRAN-Q (Guardian-Ph)XIETY (Lapi)

    Tab 10 mgTab 10 mgTab 10 mg

    2 3 x 10 mg/hari

    9 Hydroxyzine ITERAX (UCB Pharma) Cap 25 mg 3 x 25 mg/hari

    PENGGOLONGAN

    1. Benzodiazepine

    E.g. Diazepam, Chlorprodiazepoxide, Lorazepam, Clobazam, Bromazepam,

    Alprazolam.

    2. Non-Benzodiazepine

    e.g. Sulpride, Buspirone, Hydroxyzine

    INDIKASI PENGGUNAAN

    Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROM ANXIETAS

    Butir-butir diagnostik Sindrom Anxie tas:

    - Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau

    lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan

    individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax).

    - Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala berikut :

    Ketegangan Motorik : 1. Kedutan otot atau rasa gemetar

    2. Otot tegang/kaku/pegal linu

    3. Tidak bisa diam

    4. Mudah menjadi lelah

    Hiperaktivitas otonomik : 5. Nafas pendek/terasa berat

    6. Jantung berdebar-debar

    7. Telapak tangan basah-dingin

    8. Mulut kering

    9. Kepala pusing/rasa melayang

    10. Mual, mencret, perut tak enak

    11. Muka panas/badan menggigil

    12. Buang air kecil lebih sering

    13. Sukar menelan/rasa tersumbat

    Kewaspadaan berlebihan dan penangkapan berkurang : 14. Perasaan jadi peka/mudah ngilu

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    42/67

    42 | H a l a m a n

    15. Mudah terkejut/kaget

    16. Sulit konsentrasi pikiran

    17. Sukar tidur

    18. Mudah tersinggung.

    - Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :

    penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan

    rutin.

    Sindrom Anx ietas dapat ter jadi pada :

    Sindrom Anxietas Psikis : Gangguan anxietas umum, gangguan panik,

    gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif,

    gangguan stres pasca trauma Sindrom Anxietas Organik : Hyperthyroid, pheochromocytosis, dll

    Sindrom Anxietas Situasional : Gangguan penyesuaian + anxietas, gangguan

    cemas perpisahan

    Sindrom Anxietas Penyerta : Gangguan jiwa + anxiety e.g. Skizofrenia, Gg.

    Paranoid, dll,

    Penyakit Fisik + Anxiety e.g. Stroke, MCI,

    kanker, dll

    MEKANISME KERJA

    Hipotesis : Sindrom Anxietas disebabkan hiperaktivitas dari sistem limbik

    SSP yang terdiri dari dopaminerg ic , norandrenerg ic ,

    sero tonerg ic neurons yang dikendalikan oleh GABA-ergic

    neuron (Gamma Amino Butiric Acid, suatu inhibitory

    neurotransmitter)

    Obat Anti-anxietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya

    (benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce the inhibitory action of GABA-ergic

    neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut diatas mereda.

    PROFIL EFEK SAMPING

    Efek samping obat Anti-anxietas dapat berupa :

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    43/67

    43 | H a l a m a n

    - Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor

    menurun, kemampuan kognitif melemah)

    - Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah, dll)

    Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari Narkotika oleh karena

    at therapeutic dose they have low re-inforcing properties. Potensi menimbulkan

    ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat dipertahankan

    setelah dosis terakhir, berlangsung sangat singkat.

    Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat

    (rebound phenomena) : pasien menjadi iritable, bingung, gelisah, insomnia, tremor,

    palpitasi, keringat dingin, konvulsi, dll.

    Hal ini berkaitan dengan penurunan kadar Benzodiazpine dalam plasma.

    Untuk obat Benzodiazepine dengan waktu paruh pendek lebih cepat dan hebat

    gejala putus obat-nya dibandingkan dengan obat Benzodiazepine dengan waktu

    paruh panjang (misalnya, Clobazam sangat minimal dalam menimbulkan gejala

    putus obat).

    Ketergantungan relatif lebih sering terjadi pada individu dengan riwayat

    peminum alkohol (alcoholics), penyalahguna obat (drug-abusers) atau unstable

    personalities. Oleh karena itu obat benzodiazepine tidak dianjurkan diberikan pada

    pasien-pasien tersebut.

    Untuk mengurangi risiko ketergantungan obat, maksimum pemberian = 3

    bulan (100 hari) dalam rentang dosis terapeutik.

    INTERAKSI OBAT

    Benzodiazepine + CNS Depressants (phenobarbital, alcohol, obat anti-psikois,

    anti-depresi, opiates) potensial efek sedasi dan penekanan pusat napas,

    risiko timbulnya respiratory failure.

    Benzodiazepine + CNS stimulants (amphetamine, caffeine, appetite

    suppressants) = antagonisme efek Anti-Anxietas, sehingga efek Benzodiazepine

    menurun.

    Benzodiazepine + Neuroleptika = manfaat efek klinis dari Benzodiazepine

    mengurangi kebutuhan dosis neuroleptika, sehingga risiko efek samping

    neuroleptika mengurang.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    44/67

    44 | H a l a m a n

    CARA PENGGUNAAN

    Pemil ihan Obat

    Golongan Benzodiazepine sebagai obat anti-anxietas mempunyai ratio

    terapeutik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi dengan toksisitas

    yang rendah, dibandingkan dengan meprobamate atauphenobarbital.

    Golongan Benzodiazepind = drug of choice dari semua obat yang mempunyai

    efek anti-anxietas, disebabkan spesifitas, potensi dan keamanannya.

    Spektrum Klinis Benzodiazepine meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, anti-

    insomnia, premedikasi tindakan operatif.

    - Diazepam/Chlordiazepoxide : broad spectrum

    - Nitrazepam/Flurazepam : dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berdekatan

    (non dose related), lebih efektif sebagai anti-insomnia

    - Midazolam : onset cepat dan kerja singkat, sesuai kebutuhan untuk

    premedikasi tindakan operatif

    - Bromazepam, lorazepam, clobazam : dosis anti-anxietas dan anti-insomnia

    berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.

    Beberapa spesifikasi :

    - Clobazam = 1,5 Benzodiazepine = psychomotor performance paling kurang

    terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang ingin tetap aktif.

    - Lorazepam = Short half life benzodiazepine & no significant drug

    accumulation at clinical dose, untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi

    hati atau ginjal

    - Alprazolam = efektifuntuk anxietas antisipatorik, onset of actionlebih cepat

    dan mempunyai komponen efek anti-depresi

    - Sulpiride-50 = efektif untuk meredakan gejala somatikdari sindrom anxietas

    dan paling kecil risiko ketergantungan obat.

    Pengaturan d osis

    Steady state (keadaan dengan jumlah obat yang masuk ke dalam badan sama

    dengan jumlah obat yang keluar dari badan) dicapai setelah 5-7 hari dengan

    dosis 2-3 kali sehari (half life 24 jam). onset of action cepat dan langsung

    memberikan efek.

    Efek klinis terlihat bila kadar obat dalam darah telah mencapai steady state

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    45/67

    45 | H a l a m a n

    Pengaturan dosis tidak perlu seperti neuroleptika dan antidepresan

    Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) naikkan dosis setiap 3 5 hari

    sampai mencapai dosis optimal dipertahankan 2-3 minggu diturunkan 1/8 x

    setiap 2-4 minggu

    dosis minimal yang masih efektif (maintenance dose)

    bilakambuh dinaikkan lagi dan bila tetap efektif pertahankan 4 8 minggu

    tapering off.

    Lama Pemberian

    Pada sindrom anxietas yang disebabkan faktor situasi eksternal, pemberian obat

    tidak lebih dari 1-3 bulan.

    Pemberian yang sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila sindrom anxietas dapat

    diramalkan waktu datangnya dan hanya pada situasi tertentu (anticipatory

    anxiety), serta terjadinya tidak sering.

    Penghentian selalu secara bertahap (stepwise) agar tidak menimbulkan gejala

    lepas obat(withdrawal symptoms).

    PERHATIAN KHUSUS

    Kontra-indikasi : pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepine,

    glaucoma, myasthenia gravis, chronic pulmonary insufficiency, chronic renal or

    hepatic disease.

    Gejala Overdosis/Intoksikasi :

    - Kesadaran menurun, lemas, jarang sampai dengan coma

    - Pernapasan, tekanan darah, denyut nadi menurun sedikit

    - Ataksia, disertai, confusion, refleks fisiologis menurn

    Terapi Suportif : tata laksana terhadap Respiratory Depression dan Shock

    Terapi Kausal : Benzodiazepine antagonist

    Flumazenil (ANEXATE) Ampul 0,5 mg/5 cc (iv)

    Tidak ada kematian pada Diazepam sampai dengan 1400 mg dan

    Chlorazepoxide 6000 mg (benzodiasepines are the safest of all psychotropic

    agents when taken in overdose)

    Efek teratogenik (khususnya pada trisemester I) berkaitan dengan obat

    golongan benzodiazepine yang dapat melewati placenta dan mempengaruhi

    janin.

  • 7/27/2019 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

    46/67

    46 | H a l a m a n

    Pemberian obat golongan benzodiazepine pada saat persalinan (khususnya

    dosis tinggi) harus dihindarkan oleh karena dapat menyebabkan hypotonia,

    penekanan pernapasan dan hypothermia pada anak yang dilahirkan.

    Pada penderita usia lanjut dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan

    (paradoxic al react ion) berupa : kegelisahan, iritabilitas, disinhibisi, spastisitas

    otot meningkat, dan gangguan tidur.

    OBAT ANTI-INSOMNIA

    Sinonim : HYPNOTIC, SOMNIFACIENT, HIPNOTIKA

    Obat Acuan : Phenobarbital

    SEDIAAN OBAT ANTI-INSOMNIA dan DOSIS ANJURAN

    (yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7. 2006)

    No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

    1 Nitrazepam DUMOLID (Alpharma) Tab 5 mg 5 10 mg/malam

    2 Zolpidem STILNOX (Sanofi-Aventis)ZOLMIA (Fahrenheit)

    Tab 10 mgTab 10 mg

    10 20 mg/malam

    3 Estazolam ESILGAN (Takeda) Tab 1 mg 1 2 mg/malam

    4 Flurazepa


Top Related