i
PENGEMBANGAN NASIONALISME RELIGIUS
SEBAGAI PENCEGAHAN RADIKALISME AGAMA
DI MTS NEGERI 5 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2019/2020
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
YUNITA NUR INDAH SARI
NIM: 23010160186
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2020
ii
iii
PENGEMBANGAN NASIONALISME RELIGIUS
SEBAGAI PENCEGAHAN RADIKALISME AGAMA
DI MTS NEGERI 5 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2019/2020
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
YUNITA NUR INDAH SARI
NIM: 23010160186
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2020
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Muh. Hafidz, M.Ag.
Dosen IAIN Salatiga
Persetujuan Pembimbing
Lamp : 4 eksemplar
Hal : Naskah Skripsi
Yunita Nur Indah Sari
Kepada
Yth.Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini,
kami kirimkan naskah skripsi saudara/saudari:
Nama : Yunita Nur Indah Sari
NIM : 23010160186
Program Studi : PAI
Judul :Pengembangan Nasionalisme Religius sebagai Pencegahan
Radikalisme Agama di MTs Negeri 5 Sragen Tahun
Pelajaran 2019/2020
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Salatiga, 07 April 2020
Pembimbing
Muh. Hafidz, M.Ag.
NIP. 19730801 200312 1002
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DAN KESEDIAAN DIPUBLIKASI
vi
MOTTO
ل إله إل هو عليه توكلت وهو رب العرش العظبيم فإن تولوا فقل حسبى الل
“Jika merela berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukup Allah bagiku;
tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah
Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.””
(Q.S. At-Tawbah: 129)
PERSEMBAHAN
Puji syukur khadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, skripsi ini penulis
mempersembahkan kepada:
1. Bapakku tercinta Sumarso dan Ibuku tersayang Sri Sulastri yang selalu
mendo’akan di sepertiga malam dan sujudnya, mendampingi, memberikan
support moril maupun materil, senantiasa mendidik, dan berkorban untukku,
serta memberikan curahan kasih sayang yang tiadak akan mungkin bisa
tergantikan, hingga aku bisa menjadi sekarang.
2. Adikku Marchella Nur Kholifah yang selalu menyayangiku dan memberi
tawa kebahagiaan di rumah.
3. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan dukungan.
4. Dosen Pembimbing Muh. Hafidz, M.Ag. yang telah memberikan ilmu dan
meluangkan waktunya untuk membimbingku dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Keluargaku kedua Kos Bu Barokah (Mba Wahyu, Puji, Dita, Tika, Awid,
Afifah, Nana, Roviah, Eliza) yang sudah menjadi keluargaku, makan bareng,
tidur bareng, seneng bareng, susah bareng, dan insyaAllah lulus bareng,
kecuali satu “nikahnya ga bareng “
6. Sahabat serta keluargaku (Amalia, Elsa, Fatih, Oktavia, Dinda) yang bersedia
menjadi teman tawa, makan, curhat, teman yang selalu memberikan
vii
kebahagiaan yang tidak akan bisa ku deskripsikan dan kusebutkan selama 4
tahun belakangan ini.
7. Sahabat seperjuanganku (Rika, Tiyas, Rosa, Rosidah, Diyan) yang selalu
memberi perhatian, saling memberi support selama 4 tahun ini.
8. Keluarga besar SMC (adik-adikku, kakak-kakakku, dan terutama angkatanku
Ovedio) yang bersedia menjadi wadah untuk senantiasa berkarya, mencari
pengalaman, menghadapi masalah, dan mengembangkan bakat dalam dunia
musik.
9. Keluarga besar Paguyuban Dutan IAIN Salatiga (adik-adikku, kakak-
kakakku, dan terutama angkatanku angkatan -17) yang bersedia menjadi
wadahku untuk belajar menjadi wanita cerdas, berprestasi, dan menginspirasi.
10. Teman-teman PPL (Wisnu, Seny, Anik, Rianita, Asri, Rizka, Dina, Diki,
Mahdiyan) yang selalu memberikan pelajaran dalam menghadapi siswa,
teman tawa selama di sekolah. Keluarga KKNku (Achip, Eni, Nanda, Ira,
Abda, Ais, Dul, Iqbal) yang dengan kebaikan mereka mau untuk menjadi
teman diskusi, teman kerja, teman rumah selama 45 hari, sekaligus teman
yang memberikan pengalaman yang amat banyak untukku dalam hidup
bermasyarakat)
11. Seluruh teman-teman kelas PAI-F, yang sudah menjadi teman-teman kelas
pertamaku ketika masuk IAIN Salatiga.
12. Seluruh teman-temanku PAI angkatan 2016 yang bersama-sama berjuang
dari awal sampai akhir untuk menuntut ilmu di kampus tercinta ini.
13. Almamater tercinta.
14. Pembaca yang budiman.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa dihaturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
yang telah menuntun umatnya ke jalan yang adil dan benar.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi kewajiban dan syarat guna
memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi yang penulis angkat
adalah “Pengembangan Nasionalisme Religius sebagai Pencegahan Radikalisme
Agama di MTs Negeri 5 Sragen Tahun pelajaran 2019/2020”.
Penulis skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan. Maka dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. selaku rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama
Islam IAIN Salatiga
4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan
secara ikhlas dan sabar dalam meluangkan waktu, memberikan ilmu serta
mencurahkan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan sejak awal proses
penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.
ix
5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Program Studi
Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis hingga studi ini dapat selesai.
6. Bapak Drs. Dwikur Innama, M.Pd. selaku kepala sekolah MTs Negeri 5 Sragen
yang telah bekerjasama dengan penulis.
7. Ibu Lely Puji Lestari, M.Pd. selaku guru bahasa Inggris dan asisten kepala
sekolah MTs Negeri 5 Sragen yang telah bekerjasama dengan penulis.
8. Seluruh responden yang telah membantu, dan memberikan banyak informasi
yang bermanfaat.
9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga kebaikan dan amal mereka mendapat balasan Allah SWT. Penulis
sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya, dan
memberikan sumbangan bagi pengetahuan dalam dunia pendidikan.
Salatiga, 07 April 2020
Penulis,
Yunita Nur Indah Sari
NIM. 23010160186
x
ABSTRAK
Sari, Yunita Nur Indah. 2020. Pengembangan Nasionalisme Religius sebagai
Upaya Pencegahan Radikalisme Agama. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Program Studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M.Ag.
Kata Kunci: Nasionalisme, Religius, Radikalisme Agama
Pendidikan menjadi salah satu cara menanamkan dan mengembangan karakter
generasi muda dalam menghadapi bahaya globalisasi. Bahaya radikalisme agama di
kalangan remaja adalah efek dari globalisasi. Dewasa ini, semakin marak sekolah
yang menyebarkan paham radikalisme agama secara inklusif. Dengan demikian
dibutuhkan sekolah yang dapat mencetak peserta didik supaya memiliki karakter
yang nasionalisme religius yang mana hal tersebut sebagai salah satu upaya untuk
menangkal radikalisme agama. Tujuan dari penelitian ini, adalah 1) Untuk
mengetahui bentuk-bentuk pengembangan nasionalisme religius di MTs N 5 Sragen.
2) Untuk mengetahui upaya sekolah dalam mencegah radikalisme agama di MTs N 5
Sragen.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (feld research) dengan
pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan: 1) Bentuk-bentuk
pengembangan nasionalisme religius yang ada di MTs N 5 Sragen yaitu:
membiasakan siswa dalam kegiatan upacara bendera setiap tanggal 17, hari nasional
dan hari besar Islam. Kemudian, pengembangan nasionalisme melalui mata pelajaran,
pembiasaan sholat berjama’ah, infaq jum’at, dan mengadakan pertemuan konseling
wali murid pada siswa dengan guru agama dan guru BK. 2) Upaya sekolah dalam
mencegah radikalisme agama di MTs N 5 Sragen dibagi menjadi dua yaitu upaya
teoritis dan praktis.
xi
DAFTAR ISI
COVER JUDUL ............................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................ Error! Bookmark not defined.
HALAMAN KEASLIAN TULISAN ........................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
ABSTRAK .................................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9
E. Definisi Operasional......................................................................................... 10
F. Sitematika Penulisan ........................................................................................ 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................... 17
A. Landasan Teori ................................................................................................. 17
1. Nasionalisme Religius .................................................................................. 17
2. Radikalisme Agama ..................................................................................... 26
B. Kajian Pustaka .................................................................................................. 42
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 48
A. Jenis Penelitian ................................................................................................. 48
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 50
C. Sumber Data ..................................................................................................... 50
D. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................................ 51
E. Analisis Data .................................................................................................... 54
xii
F. Pengecekan Keabsahan Data............................................................................ 55
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA ........................................................... 57
A. Paparan Data .................................................................................................... 57
1. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 5 Sragen .............. 57
2. Sejarah Singkat Berdirinya MTs N 5 Sragen ............................................... 58
3. Visi dan Misi MTs N 5 Sragen ..................................................................... 59
4. Profil Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Sragen ............................................. 60
B. Analisis Data .................................................................................................... 64
1. Bentuk-Bentuk Pengembangan Nasionalisme Religius di MTs N 5 Sragen 64
2. Upaya Pencegahan Radikalisme Agama di MTs N 5 Sragen ...................... 70
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 76
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 76
B. Saran ................................................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 81
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................................... 84
BIODATA PENELITI .............................................................................................. 117
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Identitas MTsN 5 Sragen ............................................................................ 60
Tabel 3.2 Struktur Organisasi MTsN 5 Sragen ........................................................... 61
Tabel 3.3 Data Guru Dan Karyawan MTsN 5 Sragen ................................................ 61
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Surat Penelitian ................................................................. 84
Lampiran 2 Lembar Konsultasi Skripsi ...................................................................... 87
Lampiran 3 Surat Keterangan Kegiatan ..................................................................... 90
Lampiran 4 Verbatim Wawancara .............................................................................. 93
Lampiran 5 Pedoman Observasi ............................................................................... 107
Lampiran 6 Hasil Observasi ..................................................................................... 109
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian ........................................................................ 112
Lampiran 8 Biodata Peneliti ..................................................................................... 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah salah satu wilayah terbesar di dunia. Terdiri dari
ribuan pulau yang membentang dan didiami oleh penduduk dengan latar yang
berbeda-beda. Perbedaan latar belakang seperti agama, suku, ras, bahasa,
budaya, dan adat bukan alasan untuk saling membenci. Oleh karena itu,
Indonesia memiliki semboyan bangsa yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Negara terbentuk karena cita-cita bangsa. Melalui proses perjalanan
yang panjang dan penuh lika-liku akhirnya NKRI sebagai negara-bangsa
secara resmi dikukuhkan pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Tidak
sedikit kelompok yang menolak keputusan rumusan. Ini terbukti pada sidang
Kontituante. Keputusan dasar negara Republik Indonesia kembali
dipersoalkan. Belum lagi disusul dengan pemberontakan DI/TII, MMI, dan
HTI yang berupaya mendirikan Negara Islam di Indonesia (Tim Naskah
Ma’had Aly Lirboyo, 2019: 197)
Pada saat negara Indonesia terbentuk, bangsa Indonesia membutuhkan
platform bersama untuk mengikat seluruh bangsa dan warga negara. Platform
itu adalah Pancasila. Pancasila diposisikan sebagai ideologi negara, sekaligus
dasar kebangsaan yang menjadi payung kebhinekaan bangsa Indonesia.
Namun Pancasila di sini tidak menggeser posisi agama.
2
Oleh karena itu, para founding fathers merumuskan sila pertama
dengan asas “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Namun dalam hal ini Pancasila
tidak memaksakan kehendak untuk harus memilih agama Islam misalnya.
Pancasila memberikan gagasan tentang kebebasan memeluk agama.
Menjamin setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut
agama atau kepercayaan masing-masing. Sesuai dengan salah satu Firman
Allah:
ين قاد ها في الد إكرا شد منا الغاي لا تاباينا الر
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).
Sesungguhnya, telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat.” (Q.S. Al-Baqarah: 256)
Seiring perkembangan jaman dan arus globalisasi yang cepat membuat
pertukaran budaya dalam sebuah negara mudah masuk. Menurut (Suryana.
dkk, 2018: 2) globalisasi adalah kecenderungan masyarakat untuk menyatu
dengan dunia dalam berbagai bidang kehidupan. Akibat dari arus globalisasi
dan perkembangan informasi dan komunikasi membawa dampak positif dan
negatif bagi penduduk bangsa Indonesia.
Dampak positifnya yaitu mudahnya jaringan komunikasi, ekonomi
global semakin meningkat, dan informasi dapat cepat diterima oleh
masyarakat (Triyanto & Muhinbbin, 2016: 2). Dampak negatifnya dalam
bidang ekonomi adalah negara yang tidak mampu bersaing dan memantapkan
stabilitas perekonomian dalam arus globalisasi akan semakin terpuruk. Dalam
bidang sosial budaya, dampak globalisasi diantaranya pertukaran budaya
3
asing membuat budaya lokal ditinggalkan, maraknya produk asing yang
masuk ke dalam negeri sehingga produk lokal tidak bisa bersaing, dan adanya
pertukaran budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya lokal menyebabkan
penurunan akhlak, moral, dan sikap bangsa Indonesia.
Di bidang politik globalisasi membawa pengaruh terhadap
penyelenggaraan kehidupan kenegaraan suatu negara. Ketentuan yang telah
disepakati dan berlaku secara internasional sering tidak sesuai dengan
kehidupan ataupun ideologi suatu negara (Suryana. dkk, 2018: 27)
Salah satu dampak terbesar penetrasi Barat ke Dunia Islam adalah
menyangkut konsep dan sistem politik kenegaraan. Konsep dan sistem politik
Barat tentu asing bagi masyarakat Muslim pada umumnya. Karena itulah
terjadi perdebatan hebat di kalangan pemikir dan penguasa Muslim tentang
konsep-konsep Barat semacam nation-state (negara kebangsaan),
nasionalisme, sovereignty (kedaulatan), dan semacamnya (Azra, 1999: 56).
Akibatnya sikap nasionalisme religius yang dahulu ditunjukkan oleh
Founding Fathers bangsa ini semakin memudar. Hal tersebut terbukti banyak
politisi dari berbagai partai politik yang notabane-nya adalah kaum nasionalis,
menunjukkan sikap yang sangat tidak terpuji disaat ia diberikan mandat
sebagai pemimpin rakyat, salah satunya yaitu melakukan tindak korupsi.
Implikasi dari cara penuturan ini tidaklah berarti agama merupakan
antitesis nasionalisme, tetapi nasionalisme religius adalah premis yang tepat
untuk membentuk suatu bangsa bahkan negara-bangsa modern. Sebenarnya,
setiap referensi kebangsaan yang digunakan oleh kaum nasionalis
4
mengasumsikan bahwa negara-bangsa modern adalah satu-satunya cara
pembentukan suatu bangsa. Karena itu, istilah nasionalisme religius, dalam
bahasa sekarang berarti usaha untuk mengikat agama dan negara-bangsa
(Mark Juergensmeyer (dalam terjemahan Noorhaidi, 1998: 55)).
Nasionalisme di sini menemukan “magma api spiritualitas” dari rakyat
dan bangsa Indonesia yang merindukan keadilan, pembebasan, dan
kemanusiaan. Mengenai nasionalisme, presiden Soekarno berkali-kali
mengartikulasikan nasionalisme di Indonesia dan kawasan Asia-Afrika, dalam
upaya membentuk bangsa-bangsa yang berdaulat, merdeka, dan bersatu di
kawasan itu (Dault, 2005: 1).
Salah satu filter untuk mengatasi lunturnya semangat kebangsaan dan
dekadensi akhlak (religiusitas) karena pengaruh arus globalisasi khususnya
generasi muda adalah melalui penanaman dan pengembangan sikap
nasionalisme yang religius. Pengembangan karakter nasionalisme religius
ialah melalui pendidikan, karena pendidikan adalah usaha mentransfer ilmu
pengetahuan yang sekaligus menanamkan karakter. Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang menegaskan
bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
5
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (KBBI,
https://kbbi.kemendikbud.go.id, akses 29 November 2019). Potensi tersebut
berupa kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan intelektual, serta
keterampilan yang berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
sebagai upaya untuk menghadapi pengaruh dari globalisasi.
Perwujudan dari sikap nasionalisme antara lain berupa perilaku cinta
tanah air, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, dan memiliki sikap rela
berkorban (Budiyono, 2007: 230). Perwujudan sikap religius, antara lain
beriman dan bertakwa, sabar, ikhlas, dan selalu bersyukur (Andayani dan
Majid, 2011: 45). Memberikan pemahaman agama pada peserta didik adalah
upaya untuk mencegah adanya paham radikal.
Paham radikalisme yang bersumber dari dalam maupun luar negeri
menargetkan anak muda menjadi sasaran utama penyebaran paham tersebut.
Namun tidak hanya di kalangan muda usia 17-24 tahun, di beberapa sekolah
sudah marak dengan penyebaran paham radikalisme dengan indoktrinasi yang
terstruktur.
Klaim bahwa agama selalu mengajarkan yang baik memang tidak bisa
dipungkiri. Akan tetapi, harus segera disadari bahwa ternyata ajaran dan
tindakan itu masih ada jarak yang cukup jauh. Agama yang konkret adalah
yang dihayati oleh pemeluknya dengan sistem ajaran, norma moral, institusi,
ritus. Oleh karena itu, memahami agama secara konkret ini menjadi penting.
6
Berbagai dogma kebenaran yang secara inheren melekat kuat (truth
claim) dalam setiap agama bahwa agama yang dimiliki adalah agama yang
paling absah di hadapan Tuhan. Cara pandang seperti ini sebenarnya tidak
sepenuhnya salah, karena memang di dalam beragama dibutuhkan fanatisme
ke dalam. Akan tetapi, yang perlu diwaspadai adalah ketika fanatisme itu
tidak didukung dengan adanya pemahaman yang baik terhadap ajaran agama
maka akan sangat mungkin melahirkan apa yang kemudian disebut
radikalisme beragama (Amin, 2012 : 113).
Radikalisme dalam agama sebenarnya sudah ada di dalam Al-Qur’an.
Yaitu pada Q.S. Muhammad (47): 4, perintah secara tekstual untuk
memancung orang kafir apabila bertemu. Q.S. Al-Baqarah (2): 193, perintah
perang sampai tidak ada fitnah di muka bumi. Dan Q.S. At-Taubah (9): 29,
perintah untuk memerangi orang-orang yang tidak beriman. Contoh ketiga
ayat tersebut secara tekstualis berpotensi melahirkan pola pikir radikal yang
berujung pada gerakan terorisme. Sebab, mereka beranggapan bahwa agama
membenarkan untuk memerangi dan membunuh orang kafir dan orang yang
tidak beriman. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa penyebab munculnya
radikalisme adalah cara pandang atau wawasan yang sempit terhadap agama.
Radikalisme dalam agama akhirnya menjalar ke aspek pendidikan,
dimana salah satu atau beberapa elemen dalam pendidikan sering melakukan
radikalisme yang menyebabkan teror atau rasa takut pada para elemen
pendidikan untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dan tenaga
kependidikan (Addin, 2016: 172). Secara umum fenomena radikalisme dalam
7
pendidikan lahir dari guru kepada siswa, dari siswa kepada guru dan juga dari
orangtua/ masyarakat kepada elemen yang ada di dalam pendidikan.
Radikalisme dalam pendidikan memiliki potensi ancaman yang sangat
berbahasa dalam mewujudkan kelangsungan kualitas pendidikan. Radikalisme
bisa muncul kapan saja, darimana saja dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
Oleh sebab itu radikalisme perlu disikapi secara utuh dan komprehensif yang
meliputi berbagai aspek melakukan sinergi secara rapi dan tepat.
Radikalisme menyangkut persoalan cara pikir, kepribadian dan sikap
perilaku, yang mana sempitnya pemahaman dalam agama adalah salah satu
penyebab munculnya radikalisme. Oleh sebab itu, saya memilih Madrasah
Tsanawiyah Negeri 5 Sragen yang basic-nya membentuk peserta didik yang
agamis. Sesuai dengan visinya yaitu terwujudnya siswa yang memiliki budi
pekerti luhur, dengan dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, Tuhan
Yang Maha Esa.
Berdasarkan hasil survey awal, Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 adalah
salah satu lembaga pendidikan Islam di bawah naungan Kementrian Agama
yang sudah jelas di dalam kurikulumnya mencakup mata pelajaran rumpun
PAI. MTs Negeri 5 yang terletak di Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen ini
sudah jelas mengedepankan pendidikan agama Islam sebagai upaya agar
masyarakat setempat memilih menyekolahkan anaknya di MTs Negeri 5
Sragen sekaligus mendapatkan pendidikan budi pekerti melalui pendidikan
agama yang ada di sekolah tersebut. Pembentukan akhlak yang baik dan
pemahaman agama yang sesuai yang diberikan pada peserta didik. Melalui
8
program dan kegiatan yang khas di MTs Negeri 5 Sragen seperti pembiasaan
yang bersifat keagamaan dan pendidikan wawasan kebangsaan untuk
menanamkan sikap cinta tanah air, diharapkan pada nantinya dapat
melahirkan peserta didik yang berkarakter nasionalisme religius yang berguna
bagi bangsa dan agama. Hal tersebut sebagai upaya untuk mencegah tindak
radikal, oleh sebab itu dibekali pemahaman tentang agama dan kenegaraan
sejak dini.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melaksanakan penelitian dengan judul “Pengembangan Nasionalisme
Religius sebagai Pencegahan Radikalisme Agama di MTs Negeri 5
Sragen Tahun Pelajaran 2019/2020”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah penelitian ini adalah:
1. Apa Bentuk-Bentuk Pengembangan Nasionalisme Religius di MTs Negeri
5 Sragen?
2. Bagaimana Upaya Sekolah dalam Mencegah Radikalisme Agama di MTs
Negeri 5 Sragen?
9
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pengembangan nasionalisme religius di
MTs Negeri 5 Sragen.
2. Untuk mengetahui upaya sekolah dalam mencegah radikalisme agama di
MTs Negeri 5 Sragen.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dipergunakan dalam menambah wawasan
pengetahuan secara umum dan khususnya terkait kajian pengembangan
nasionalisme religius dalam upaya pencegahan radikalisme agama.
Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
referensi atau rujukan penelitian yang relevan atau sejenis serta
memberikan sumbangsih dalam kajian teori pengembangan pendidikan
agama.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini penulis berharap dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
10
a. Bagi Peneliti
Peneliti dapat menambah wawasan pengetahuan terkait sekolah
alternatif untuk mengembangkan sikap nasionalisme religius dan dapat
mendeteksi sikap radikal sejak dini di MTs Negeri 5 Sragen.
b. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan pandangan atau acuan untuk
dijadikan masukan atau saran dalam upaya mencegah radikalisme
agama dengan nasionalisme religius.
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai informasi
tambahan untuk dijadikan sebagai referensi terkait pengembangan
nasionalisme religius utamanya bagi pemuda untuk menghadapi
dampak arus globalisasi.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman atau salah persepsi dalam penggunaan
kata pada judul ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah pokok, yaitu:
1. Nasionalisme Religius
Nasionalisme dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah
“muwatanah”. Berasal dari akar kata “watan” yang berarti tanah air
(Munawwir, 1984: 1638).
Rupert Emerson mendefinisikan nasionalisme sebagai komunitas
orang-orang yang merasa bahwa mereka bersatu atas dasar elemen-elemen
11
penting yang mendalam dari warisan bersama dan bahwa mereka
memiliki takdir bersama menuju masa depan. Sementara menurut Ernest
Renan, yang sering dikutip Soekarno, nasionalisme adalah unsur yang
dominan dalam kehidupan sosial-politik sekelompok manusia dan telah
mendorong terbentuknya suatu bangsa atau nation guna menyatukan
kehendak untuk bersatu (Dault, 2005: 2).
Religius dalam bahasa Inggris dikenal dengan religious yang
artinya yang berhubungan dengan agama, beragama, beriman (Echols &
Shadily, 1975: 476). Menurut Jalaluddin, agama mempunyai arti: percaya
kepada Tuhan atau kekuatan super human atau kekuatan yang di atas dan
disembah sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta. Ekspresi dari
kepercayaan di atas berupa amal ibadah, dan suatu keadaan jiwa atau cara
hidup yang mencerminkan kecintaan atau kepercayaan terhadap Tuhan
(Jalaluddin, 2008: 25).
Jadi bisa disimpulkan bahwa nasionalisme religius yaitu cinta
tanah air namun tetap bernafaskan semangat Islam. Indonesia merupakan
negara multikultural, bermacam-macam suku, ras, agama. Kita tentu sama
menyadari, NKRI terbentuk melalui imajinasi dan impian cita-cita yang
luhur. Ia lahir dengan didasari semangat persatuan dan kesatuan
masyarakat bangsa di tengah keberagamannya. Cikal bakalnya jelas, yaitu
semangat kebangsaan. Para pendiri bangsa menyadari bahwa negara
sebesar ini tidak dapat dirajut dan disatukan pada dasar agama tertentu.
Oleh karena itu, kemudian lahirlah bentuk falsafah negara berupa
12
Pancasila. Dasar kenegaraan ini dapat menaungi seluruh elemen bangsa
tanpa harus mengaburkan nilai-nilai agama. Karena dalam Pancasila,
agama tetap menjadi bagian terpenting dalam prinsip bernegara.
Kesadaran sikap nasionalisme yang senantiasa bersendikan dengan
nilai-nilai keIslaman harus terus-menerus kita tanamkan demi
terwujudnya Indonesia sebagai baidatun tayyibatun wa rabbun gafur.
Nasionalisme Religius dalam penelitian ini adalah
mengembangkan sikap cinta tanah air pada siswa MTs Negeri 5 Sragen
demi terbentuknya generasi muda yang bermartabat dan bertaqwa.
Pengembangan tersebut melalui kegiatan intra sekolah maupun ekstra
sekolah yang sudah terlaksana di MTs Negeri 5 Sragen. Seperti, infaq
setiap hari Jum’at yang mana infaq tersebut nantinya digunakan untuk
bantuan sosial ketika saudara kita terkena bencana. Kemudian sholat
berjam’ah yang mana di MTs ini tidak hanya ada satu faham saja
melainkan ada berbagai faham. Selain itu dalam kegiatan
ekstrakulikulernya yaitu pada ekstrakulikuler pramuka. Di dalam pramuka
selalu ada kegiatan bakti sosial untuk daerah-daerah terpencil.
2. Radikalisme Agama
Radikal berasal dari bahasa latin radix yang artinya akar. Dalam
bahasa Inggris kata radical berarti seorang radikal; sampai ke akar-
akarnya (Echols & Shadily, 1975: 463). Sedangkan radicalism artinya
doktrin atau praktik penganut paham radikal atau paham ekstrim. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikalisme merupakan paham
13
atau aliran yang radikal dalam politik. Paham ini menginginkan perubahan
atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
Sikap ekstrim dalam aliran politik (Hariyanto, 2004: 296)
Syeikh Yusuf al-Qardawi memberikan istilah radikalisme dengan
istilah at-Tatarruf al-Dini. Kata at-tatharuf secara bahasa artinya “berdiri
di ujung, jauh dari pertengahan”. Bisa juga diartikan berlebihan dalam
sesuatu. Awalnya, kata tersebut digunakan untuk hal-hal yang konkret,
seperti berlebihan (tatharuf) dalam berdiri, duduk, dan berjalan.
Kemudian penggunaannya dialihkan untuk hal-hal yang bersifat abstrak,
seperti berlebihan dalam beragama, berpikir, dan berperilaku (Qardhawi,
2004: 23).
Karena itu, tatharuf lebih dekat kepada kebinasaan dan bahaya,
serta jauh dari keselamatan dan keamanan.
Agama berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “a” yang berarti tidak
dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti tidak kacau (teratur).
Dengan demikian agama adalah peraturan, yaitu peraturan yang mengatur
keadaan manusia, maupun mengenai sesuatu yang ghaib, mengenai budi
pekerti dan pergaulan hidup bersama (Ismail, 1997: 28).
Agama dalam bahasa Inggris berarti religion (Echols & Shadily,
1975: 476) sedangkan dalam KBBI agama adalah ajaran kepercayaan
kepada Tuhan (Hariyanto, 2004: 11).
Menurut Daradjat (Daradjat, 2005: 10) agama adalah proses
hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya,
14
bahwa sesuatu lebih tinggi daripada manusia. Agama disbut Hadikusuma
dalam Bustanuddin Agus sebagai ajaran yang diturunkan oleh Tuhan
untuk petunjuk bagi umat dalam menjalani kehidupannya (Agus, 2006:
33)
Muqoyyidin mendefinisikan radikalisme agama sebagai
pengimplementasian faham dan nilai ajaran agama (Islam) dengan cara
radikal (keras), fanatik, ekstrim atau mendasar (Muqoyyidin, 2013: 5).
Namun perlu dicatat juga bahwa radikalisme faham keberagaman
tidak selalu ditandai dengan aksi-aksi kekerasan yang bersifat anarkis.
Dalam realita memang dapat ditemui bahwa sebagian kelompok gerakan
radikal keagamaan hanya terbatas pada pemikiran dan ideologi, dan tidak
menggunakan cara-cara kekerasan dalam melaksanakan faham ajarannya,
tetapi sebagian kelompok radikal yang lain menghalalkan cara-cara
kekerasan dalam memperjuangkan faham keagamaannya. Karena itu,
gerakan radikalisme keagamaan tidak selalu ditandai dengan anarkisme
atau terorisme.
Radikalisme Agama dalam penelitian ini adalah upaya sekolah
dalam mencegah terjadinya penganut atau praktik paham radikal karena
lemahnya pengetahuan tentang agama dan kurangnya bekal untuk
memahaminya secara mendalam. Salah satu upaya yang dilakukan di MTs
Negeri 5 Sragen adalah memberikan pengetahuan tentang hakikat agama
bahwa dalam memahami agama jangan sedikit-sedikit, mengetahui sedikit
dari sani-sini. Kemudian dalam memahami nash tidak secara tekstual saja
15
melainkan berusaha memahami kandungan dan maksudnya. Adapun
kegiatan keagamaan yang diajarkan pada peserta didik adalah setiap pagi
dilaksanakan sholat dhuha, bagi yang perempuan yang sedang menstruasi
sering dicek oleh guru BK, dicek dengan maksud supaya peserta didik
terlatih untuk memiliki sikap jujur. Adanya kajian setiap selesai sholat, hal
ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman agama kepada peserta
didik.
F. Sitematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang laporan ini, maka
dibuat sistematika penulisan laporan ini. Adapun sistematika yang dimaksud
adalah:
Bab I, pendahuluan pada bab ini berisikan tentang uraian mengenai
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, definisi operasional, sistematika penulisan.
Bab II, berisikan kajian pustaka. Pada bab ini akan diuraikan mengenai
Pengembangan Nasionalisme Religius dalam Mencegah Radikalisme Agama.
Bab III, membahas tentang lokasi penelitian, jenis penelitian, jenis
data, instrumen pengumpulan data dan sumber data.
Bab IV, berisi hasil dari pembahasan (hasil analisis) tetang isi atau
materi tentang Pengembangan Nasionalisme Religius dalam Mencegah
Radikalisme Agama di MTs Negeri 5 Sragen Tahun Pelajaran 2019/2020.
16
Bab V, berisi penutup yang memuat kesimpulan dari penelitian, dan
saran dari peneliti kepada para pembaca dan kepada subyek yang terkait.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Nasionalisme Religius
a. Pengertian Nasionalisme Religius
Secara etimologis, dalam Kamus Bahasa Arab nasionalisme
dikenal dengan istilah “muwatanah”. Berasal dari akar kata “watan”
yang berarti tanah air (Munawwir, 1984: 1638). Nasionalisme berasal
dari kata nation yang akar katanya adalah nasci. Kata nasci cenderung
menjadi sebuah istilah yang peyoratif karena dipakai untuk menyebut
ras, suku, atau keturunan dari orang yang dianggap kasar atau yang
tidak tahu adat menurut standar Romawi (Sutrisno, 2019: 5).
Secara terminologis Anthony D. Smith mengemukakan
nasionalisme adalah suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan
mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi,
yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu “bangsa”
yang aktual atau “bangsa” yang potensial (Smith, 2003: 11).
Ernest Renan menyatakan nasionalisme adalah unsur yang
dominan dalam kehidupan sosial-politik sekelompok manusia dan
telah mendorong terbentuknya suatu bangsa atau nation guna
menyatukan kehendak untuk bersatu (dikutip oleh: Dault, 2005: 2).
18
Nasionalisme bagi Bung Karno dalam buku karya Franz
Magnis-Suseno adalah cinta sepenuh hati kepada Indonesia, rasa
bangga bahwa “kita orang Indonesia”, adalah suatu rasa persatuan di
antara orang-orang yang sedemikian berbeda, yang terbangun dalam
sebuah sejarah penderitaan karena penjajahan dan perjuangan
pembebasan bersama selama ratusan tahun (Magnis dan Suseno,
2006:185).
Nasionalisme menurut Prof. Dr. Slamet Muljana adalah
manifestasi kesadaran bernegara atau semangat bernegara. Jika kita
ingin mengetahui bagaimana semangat bernegara itu berkembang di
Indonesia, sudah sewajarnya kita harus meninjau kehidupan
kenegaraan di berbagai daerah di lingkungan Indonesia dari masa
sebelum kedatangan sampai sesudah bangsa Belanda meninggalkan
Indonesia (Muljana, 2008: 3).
Menurut Hasan Al-Banna yang dikutip oleh Nasihun Amin
(Amin, 2012: 115) nasionalisme adalah kerinduan atau keberpihakan
terhadap tanah air, keharusan berjuang membebaskan tanah air dari
penjajahan, ikatan kekeluargaan antar masyarakat, dan pembebasan
negeri-negeri lain maka nasionalisme dalam makna demikian dapat
diterima dan bahkan dalam kondisi tertentu dianggap sebagai
kewajiban.
19
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu
konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia (Ilahi, 2012: 5).
Nasionalisme bagi Haris Maulana adalah perasaan bangga
akan bangsa sendiri yang berasal dari dalam jiwa. Tidak dibuat-buat
atau sekedar ikut-ikutan (Kompasiana, 2013: 21).
Hans Kohn mengemukakan nasionalisme adalah sebuah paham
atau doktrin yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu
diserahkan kepada negara-bangsa (dikutip oleh Muawanah, 2015:
139).
Nasionalisme dalam Islam dijelaskan dalam firman Allah SWT
dalam Q.S. Al-Baqarah: 126:
ت را ارزق أاهلاهو منا الثما امنأ وا اجعال هاذاا بالادا ءا ب هم را إذ قاالا إبرا وا
الياوم الأاخر نا منهم بالله وا اما نءا ت عهو قاليل ثم ما ن كافارا فاأما ما , قاالا وا
صير بئسا الما هو إلاى عاذاابالنار , وا أاضطار
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku,
Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rezeki dari buha-buahan kepada penduduknya yang
beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.
Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun aku beri
kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa
neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”
Kemudian dijelaskan kembali dalam surah Al-Balad, Allah
memuliakan tanah air atau negeri sehingga menjadikannya sebagai
nama satu surah: Al-Balad (Negeri). Tentunya meski di sana adalah
20
Makkah, namun bukan hanya Makkah saja. hendaknya negeri yang
diberkahi Allah juga negeri tempat kita tinggal. Dalam Q.S. Al-Balad:
1 yang berbunyi:
ذاا البالاد لآأقسم بها
“Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah)”
Dasar-dasar nasionalisme dalam Islam dapat dilacak pada
konsep kewarganegaraan Nabi Muhammad Saw, di Madinah. Nabi
dapat merangkul dan menyatukan seluruh entitas penduduk tanpa
melihat perbedaan-perbedaan yang bersifat primordial, seperti agama,
etnik, ras, budaya, dan adat istiadat. Umat muslim dan non muslim
dapat hidup berdampingan, tanpa sekat, dan aturan yang berbeda.
Mereka memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang sama
sebagai warga negara, tanpa mengenal istilah kedudukan, strata dan
derajat. Seluruh penduduk memiliki hak dan kebebasan yang sama,
tanpa teredukasi oleh aturan-aturan rasis dan diskriminatif (Tim
Naskah Pesantren, 2019: 20).
Sehingga kita boleh bertoleransi, saling membantu,
memanfaatkan hak dan kewajiban negara dan mentaati peraturan
negara. Namun, akidah dalam beragama tetap sesuai dengan agama
masing-masing.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa nasionalisme adalah bentuk
kecintaan diri terhadap tanah air yaitu tanah air Indonesia. Mulai dari
21
budaya, fashion, tutur kata, tingkah laku, dan semua yang berkaitan
dengan Indonesia. Cinta bukan pada satu sisi tapi bentuk kecintaannya
terhadap semua sisi yang ada pada negara Indonesia. Saling
menghargai antar sesama, saling membantu tanpa membedakan ras,
suku, agama, golongan. Melihat semboyan kita yaitu Bhineka Tunggal
Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Menjadi umat yang rahmatal lil
‘alamin.
Religius berasal dari kata dasar religi yang berasal dari bahasa
Inggris religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama
atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan yang lebih besar di
atas manusia.
Regius berasal dari kata religious yang berarti berhubungan
dengan agama, beragama, beriman (Echolas & Shadily, 1975: 476).
Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Fadlillah
dan Khorida, 2013: 190).
Religius sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain
(Wibowo, 2017: 27).
22
Dari pengertian yang dikemukakan Fadlillah dan Wibowo
dapat disimpulkan bahwa religius adalah mematuhi dan beriman pada
agama yang dianut dan saling bertoleransi dengan agama lain.
Karaktrer religius ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik
dalam menghadapi perkebangan zaman dan arus globalisasi serta
degradasi moral, sehingga peserta didik diharapkan mampu memiliki
dan berperilaku dengan baik dan buruk yang didasarkan pada
ketentuan dan ketetapan agama.
Nasionalisme religius merupakan bentuk perjuangan dan hasil
pengejewantahan nilai-nilai yang berlandaskan serta patuh terhadap
Al-Qur’an dan Hadits yang menjunjung tinggi nilai kearifan bangsa,
sehingga bukan hanya perjuangan fisik saja tetapi menggabungkan
antara hirroh jasmaniah dan hirroh rohaniah yang lebih tunduk
terhadap falsafah keagamaan dan esensi diri yang selalu taat kepada
Tuhan (Nugraha, 2017: 18)
Nasionalisme religius merupakan perpaduan antara semangat
nasionalisme dan sikap religius individu. Nurcholis Majid yang
dikutip oleh (Wibowo, 2017: 46) menjelaskan bahwa:
Membandingkan Pancasila dan UUD 1945 di Indonesia
dengan Konstitusi Madinah tidak hanya mengisyaratkan
kesejajaran pola penerimaan kelompok bersangkutan akan
nilai-nilai kesepakatan itu. Tetapi juga mengimplementasikan
adanya hak dan kewajiban yang sama pada kelompok-
kelompok bersangkutan yang bisa disejajarkan. Terhadap
konstitusi Madinah, Rasulullah Saw dan umat Islam di bawah
pimpinan beliau berkewajiban membela keutuhan dan
perincian pelaksanaannya dari setiap bentuk penyelewengan
23
dan pengkhianatan, maka sebanding dengan apa yang telah
diperbuat oleh kaum muslim Madinah terhadap konstitusi
mereka itu, umat Islam Indonesia berkewajiban pula
mempertahankan kesepakatan itu dari setiap bentuk
pengkhianatan.
Dari pendapat Nurcholis Majid tersebut ada kesejajaran antara
Pancasila dan Piagam Madinah. Pancasila bukan hanya membentuk
karakter nasionalis tetapi juga membentuk sikap religius dengan
toleransi, menghormati sesama, melakukan yang baik dan
meninggalkan yang buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
nasionalisme religius adalah mencintai tanah air dengan berlandaskan
dengan ajaran-ajaran Agama, mengaktualisasikan agama dalam
memperkuat NKRI. Agama memuat nilai panasila dan nasionalisme,
Pada sila 1: Al-Ikhlas (1), sila ke 2: Al-Maidah (2), sila ke 3: Al-
Hujurat (9, 10, 13), sila ke 4: Al-Mujadilah (9, 11), dan sila ke 5: An-
Nahl (71).
b. Nilai-nilai Nasionalisme Religius
Wibowo (2012: 36) mengungkapkan bahwa nilai-nilai
kebangsaan atau nasionalisme bersumber dan mengakar dalam budaya
bangsa Indonesia, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara berwujud atau mewujudkan diri secara statis menjadi dasar
negara, sedangkan secara dinamik menjadi semangat kebangsaan.
Sungkana dalam (Wibowo, 2017: 25) menjelaskan bahwa
bentuk nasionalisme yang dianut warga negara Indonesia berlandaskan
24
pada nilai-nilai Pancasila. Nasionalisme Pancasila ini diarahkan untuk
mencapai satu tujuan, yaitu:
a) Menempatkan persatuan kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan
b) Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan
negara
c) Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta
merasa rendah diri
d) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara
sesama manusia dan sesama bangsa
e) Menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia
f) Mengembangkan sikap tenggang rasa
g) Tidak semena-mena terhadap orang lain
h) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
i) Senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
j) Merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh
umat manusia.
Salah satu nilai yang ada di dalam pendidikan karakter adalah
nilai religius. Nilai ini sangat erat kaitannya dengan nilai keagamaan
karena nilai religius bersumber dari agama dan mampu merasuk ke
dalam jiwa seseorang.
Dalam hal ini Glok dan Stark dalam Lies Arifah (2009: 12)
membagi aspek religius dalam lima dimensi sebagai berikut:
25
a) Religious belief (aspek keyakinan), yaitu adanya keyakinan
terhadap Tuhan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
dunia gaib serta menerima hal-hal dogmatik dalam ajaran
agamanya. Keimanan ini adalah dimensi yang paling mendasar
bagi pemeluk agama.
b) Religious practice (aspek peribadatan), yaitu aspek yang berkaitan
tingkat keterkaitan yang meliputi frekuensi dan intensitas sejumlah
perilaku, dimana perilaku tersebut sudah ditetapkan oleh agama
seperti tata cara menjalankan ibadah dan aturuan agama.
c) Religious felling (aspek penghayatan), yaitu gambaran bentuk
perasaan yang dirasakan dalam beragama atau seberapa jauh
seseorang dapat menghayati pengalaman dalam ritual agama yang
dilakukannya misalnya kekhusyukan ketika melakukan sholat.
d) Religiuos knowledge (aspek pengetahuan), yaitu aspek yang
berkaitan dengan pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap
ajaran-ajaran agamanya untuk menambahkan pengetahuan tentang
agama yang dianutnya.
e) Religious effect (aspek pengalaman), yaitu penerapan tentang apa
yang telah diketahuinya dari ajaran-ajaran agama yang dianutnya
kemudian diaplikasikan melalui sikap dan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari.
Rahman Saleh A menyatakan bahwa nilai-nilai dasar yang
menjadi ruhnya pendidikan Islam, sebagai berikut:
26
a) Nilai dasar ubudiyah, meliputi aktivitas manusia sebagai hamba
Allah dan selaku khalifah-Nya di muka bumi ini, hakikatnya
adalah dalam rangka berbakti atau mengabdi kepada Allah
sekaligus mendapatkan ridho-Nya. Firman Allah dalam Q.S. Az-
Zariyat: 56:
النسا إل لياعبدون لاقت الجن وا ا خا ما وا
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk
menyembah aku.”
b) Nilai dasar moralitas/ akhlakul kharimah, inti ajaran Islam yang
dibawa oleh Rasulullah Saw, tidak lain adalah membentuk
manusia yang berakhlak mulia atau memiliki moralitas yang baik.
c) Nilai nizhamiyah/ kedisiplinan, kedisiplinan menjadi penting
dalam Islam karena akan melahirkan kepribadian dan jati diri
seseorang dengan sifat-sifat positif. Seseorang yang disiplinakan
memiliki etos kerja yang tinggi, rasa tanggung jawab dan
komitmen yang kuat terhadap kebenaran, yang akhirnya akan
mengantarkannya sebagai sumber daya manusia yang berkualitas
(dikutip oleh: Aulia, 2016: 318-319).
2. Radikalisme Agama
a. Pengertian Radikalisme
Radikal berasal dari bahasa latin radix yang artinya akar.
Dalam bahasa Inggris kata radical berarti seorang radikal; sampai ke
akar-akarnya (Echols & Shadily, 1975: 463). Sedangkan radicalism
27
artinya doktrin atau praktik penganut paham radikal atau paham
ekstrim. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, radikalisme diartikan
dengan paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis
(Hariyanto, 2004: 296).
Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan
perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan
menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan
(violence) dan aksi-aksi yang ekstrem (Salim, dkk, 2018: 99).
Radikalisme agama berarti tindakan-tindakan ekstrim yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang cenderung
menimbulkan kekerasan dengan mengatasnamakan agama
(Damayanti, dkk. 2003: 45).
Dari pendapat Salim dan Damayanti terdapat persamaan dalam
mendefinisikan radikalisme, sehingga dapat disimpulkan bahwa
radikalisme menurut kedua pakar tersebut adalah sikap yang
mendambakan perubahan dengan tindakan yang ekstrim yang
cenderung menimbulkan kekerasan dengan mengatasnamakan agama.
Jika dikaitkan dengan agama Islam, menurut Syeikh Yusuf al-
Qardhawi yang dikutip oleh Kurdi (2019: 60) radikalisme adalah
fanatik kepada satu pendapat dan menegaskan pendapat lain,
mengabaikan historisasi Islam, tidak dialogis, dan harfiah dalam
28
memahami teks agama tanpa mempertimbangkan tujuan esensial
syariat.
Radikalisasi gerakan keagamaan adalah kelanjutan dari
fundamentalisme yang menguat karena hadirnya tantangan dari luar
yang juga menguat. Dalam konteks inilah primordialisme muncul dan
menguat, yakni sikap yang memperlihatkan realisasi dari fanatisme
yang dipunyai mereka. Sikap yang mencerminkan rasa kebersamaan
dan solidaritas kelompok sebagai pemeluk suatu agama ini akhirnya
bergeser ke dalam bentuk radikalisme dan militanisme ketika
berhadapan dengan kelompok lain (Turmudi dan Sihbudi, 2005: 8).
Dari semua pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
radikalisme agama adalah fanatik terhadap satu agama yang dianutnya
sehingga apabila ada seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan
berbeda dengan ajarannya maka akan ada tindakan ekstrem dan
kekerasan. Selain lewat tindakan ekstrem juga bisa dengan doktrin-
doktrin melalui ucapan.
b. Indikasi-indikasi Radikalisme dan Islam Radikal
Islam radikal merupakan sebuah paham keIslaman yang
menginginkan dilakukannya perubahan sosial politik sesuai dengan
syariat Islam, yang dilakukan dengan cara keras dan drastis. Berikut
adalah indikasi-indikasi radikalisme dan Islam radikal:
29
1) Fanatik Kepada Satu Pendapat, tanpa Menghargai Pendapat Orang
Lain
Indikasi radikalisme yang pertama adalah fanatisme
terhadap satu pendapat tanpa mengakui adanya pendapat lain,
fanatik terhadap pemahamannya sendiri tanpa memberikan tempat
bagi pendapat lain yang jelas memberikan kemaslahatan kepada
manusia sesuai dengan tujuan-tujuan syari’at dan situasi zaman,
dan tidak membuka pintu dialog untuk orang lain serta
membandingkan pendapatnya dengan pendapat mereka, untuk
mengikuti yang lebih kuat dalil dan argumentasinya (Qardhawi,
2009: 40).
2) Revolusioner
Cenderung menggunkaan cara-cara kekerasan untuk
mencapai tujuan (Salim, dkk, 2018: 100).
Kuatnya keyakinan kaum radikalis akan kebenaran
program atau ideologi yang mereka bawa. Sikap ini, pada saat
yang sama, dibarengi dengan penafsiran kebenaran dengan sistem
lain yang akan diganti. Dalam gerakan sosial, keyakinan tentang
ide ini sering dikombinasikan dengan cara-cara pencapaian yang
mengatasnamakan nilai kemanusiaan. Akan tetapi, kuatnya
keyakinan ini dapat mengakibatkan munculnya sikap emosional
yang menjurus pada kekerasan (Damayanti, dkk, 2013: 46).
30
3) Mewajibkan Orang Lain untuk Melakukan Apa yang Tidak
Diwajibkan oleh Allah
Jika seorang muslim bersikap keras terhadap dirinya
sendiri, mengamalkan amalan-amalan yang berat, meninggalkan
rukhsah dak kemudahan dalam agama, hal itu bisa diterima. Akan
tetapi yang sama sekali tidak bisa diterima adalah mengharuskan
orang lain melakukan hal yang serupa, sekalipun itu
mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam agamanya dan
kesukaran dalam keduaniaannya (Qardhawi, 2004: 42).
Allah SWT. berfirman,
لا يريد بكم العسرا .. ..يريد الله بكم اليسرا وا
...Allah menghendaki kemudahan bagi kamu, dan dia tidak
menghendaki kesukaran bagi kamu.. (Al-Baqarah: 185)
Allah SWT. juga berfirman,
هم .. نهم إضرا ع عا ياضا باائثا وا لايهم الخا م عا ر يحا يحل لاهم الطي باات وا وا
ا الأ لا التي كاانات عالايهم ..وا غلا
...Menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka beban-bebandan belenggu-
belenggu yang adapada mereka..(Al-A’raf:157).
Seperti halnya sholat yang dilakukan Rasulullah.
Rasulullah saw ketika melaksanakan sholat sendirian selalu berdiri
lama dengan bacaan yang panjang sampai ketika beliau sholat
qiyamulail beliau berdiri lama hingga kakinya bengkak-bengkak.
31
Namun, Rasulullah adalah imam yang sholatnya ringan. Jadi
ketika Rasulullah menjadi imam masjid berdirinya tidak lama
karena beliau memperhatikan kondisi fisik masing-masing.
4) Membentuk Pemerintahan Islam
Indikasi yang keempat menurut John L. Esposito dalam
bukunya “Islam and Secularism in The Middle East” yang dikutip
oleh Kurdi (2019: 61) adalah membentuk pemerintahan Islam
sebagai kewajiban syariat Islam yang mutlak. Jika dikaitkan
dengan keadaan di Indonesia, berdasarkan karakteristik ini
kelompok radikalis enggan menjadikan Pancasila sebagai ideologi.
Mereka berdalih bahwa Pancasila adalah ideologi sekuler yang
memisahkan antara negara dan agama, sehingga tidak boleh
diberlakukan.
5) Mengkafirkan Orang Lain (Takfir)
Radikalisme ini mencapai puncaknya ketika menggugurkan
kesucian (‘ishmah) orang lain serta menghalalkan darah dan harta
mereka dengan tidak melilhat bahwa mereka itu memiliki
kehormatan dan ikatan apapun yang patut dipelihara. Hal itu
terjadi ketika radikalisme ini memasuki gelombang pengkafiran
dan tidakan menuduh kebanyakan manusia telah murtad dari
Islam, atau memang pada dasarnya sama sekali belum pernah
masuk Islam, sebagaimana klaim sebagian dari mereka. Inilah
puncak radikalisme, yang menjadikan pelakunya berada di satu
32
lembah dan seluruh umat berada di lembah lain (Qardhawi, 2004:
55).
Wajib jihad atau memerangi pemerintah yang tidak
berdasar Islam. Ini adalah puncak setelah pengkafiran dari
tindakan kaum radikalis, menggunakan kata jihad sebagai
legitimasi dari segala tindakan keras dan merusak mereka, yang
kemudian menyebabkan munculnya aksi terorisme.
c. Faktor Penyebab Munculnya Radikalisme
Sebenarnya penyebab timbulnya radikalisme ini bukan hanya
satu sebab, melainkan banyak dan beragam. Bukan merupakan sikap
yang objektif bila kita hanya memfokuskan kepada satu sebab saja
seraya menutup mata dari sebab-sebab lain, sebagaimana kebiasaan
orang-orang yang mengaku menganut aliran tertentu.
1) Faktor Agama
a) Lemahnya Pengetahuan tentang Hakikat Agama
Salah satu penyebab utama terjadinya sikap radikalisme
adalah lemahnya pengetahuan tentang hakikat agama dan
kurangnya bekal untuk memahaminya secara mendalam,
mengetahui rahasia-rahasianya, memahami maksud-
maksudnya, dan mengenali ruhnya (Qardhawi, 2009: 61).
Bukanlah kebodohan mutlak tentang agama. Namun,
pengetahuan yang setengah-setengah, dimana pemiliknya
33
menyangka bahwa dirinya telah masuk dalam golongan para
ulama, padahal banyak ajaran agama yang belum diketahuinya.
b) Faktor Emosi Keagamaan
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan
radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di
dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang
tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat
dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan
agama (wahyu suci yang absolut) walaupun gerakan
radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama
seperti dalih membela agama, jihad dan mati syahid. Dalam
konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah
agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif.
Jadi sifatnya nisbi dan subjektif (Bakri, 2004: 7).
c) Berlebihan dalam Mengharamkan
Salah satu indikasi dangkalnya pengetahuan,
ketidakmantapan dalam memahami agama, dan ketidakluasan
dalam melihat cakrawala syariat adalah kecenderungan selalu
menyudutkan, bersikap keras. Dan berlebih-lebihan dalam
berpendapat mengharamkan dan memperluas ruang lingkup
hal-hal yang diharamkan, padahal Al-Qur’an, sunnah, dan
salafusaleh telah mengingatkan bahaya sikap ini, sebagaimana
Firman Allah SWT.:
34
ام لتافتاروا را هاذاا حا ل وا لا ا تاصف أالسناتكم الكاذبا هاذاا حا لا تاقولوا لما وا
ى الله الكاذبا لا يافلحونا عالاى الله الكاذبا , إن الذينا يافتارونا عالا
“dan janganlah kamu berkata dusta menurut yang
diterangkan oleh lidahmu, ini halal ini haram, supaya kamu
mengada-ada kedustaan atas Allah. Sesungguhnya mereka
yang mangada-ngada kedustaan atas Allah, tidak akan
beruntung” (An-Nahl: 116)
d) Mempelajari Ilmu hanya dari Buku dan Mempelajari al-Qur’an
hanya dari Mushaf
Salah satu penyebab munculnya radikalisme adalah
mereka tidak mempelajari ilmu dari ahlinya dan para spesialis
di bidangnya. Mereka mempelajari ilmu hanya dari buku-buku
dan surat kabar secara langsung, tanpa memiliki kesempatan
untuk dipikirkan ulang, didiskusikan, diterima, dan ditolak
(Qardhawi, 2004: 89).
Maksud dari mempelajari Al-Qur’an dari mushaf
adalah orang yang menghafal Al-Qur’an dari mushaf saja tanpa
mempelajarinya dari syaikh atau qari’ yang ahli secara
langsung. Sedangkan maksud dari mempelajari ilmu dari buku
adalah orang yang mencari ilmu langsung dari buku-buku,
tanpa menjadi murid seorang ulama dan dididik oleh ulama.
35
2) Faktor Sosial-Politik
a) Bacaan yang salah terhadap sejarah Islam yang
dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap Islam
pada masa tertentu
Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan Salafi,
khususnya pada spektrum sangat radikal seperti Wahabi yang
muncul di Semenanjung Arabia pada akhir abad 18 awal
sampai dengan abad 19 dan terus merebak sampai sekarang ini
(Munip, 2012: 163).
Kelemahan pandangan dalam agama masih ditambah
lagi dengan kelemahan pandangan tentang realitas, kehidupan,
sejarah, dan sunnatullah yang berlaku bagi umat-umatnya.
Salah seorang dari mereka menginginkan apa yang
tidak mungkin terjadi, mencari apa yang tidak mungkin ada,
dan mengagankan yang tidak terwujud (Qardhawi, 2004: 97).
b) Radikalisme juga dikaitkan dengan adanya pemahaman tentang
ketidakadilan politik, ekonomi dan hukum yang berjalan dalam
sebuah negara. Sebuah rezim politik dan partai tertentu
dianggap berlaku tidak adil kepada sekelompok masyarakat
(Qodir, 2016: 432).
3) Faktor Kultural
Faktor kultural ini juga memiliki andil cukup besar yang
melatarbelakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena
36
memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan Musa Asy’ari
yang dikutip oleh Syamsul Bakri (2004: 6) bahwa di dalam
masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari
jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak
sesuai. Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah
sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme. Barat dianggap
oleh kalangan muslim telah dengan sengaja melakukan proses
marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat
Islam menjadi terlatarbelakang dan tertindas. Barat, dengan
sekularismenya, sudah dianggap sebagai bangsa yang mengotori
budaya-budaya bangsa Timur dan Islam, juga dianggap bahaya
terbasar keberlangsungan moralitas Islam.
4) Faktor Pendidikan
Minimnya jenjang pendidikan, mengakibatkan minimnya
informasi pengetahuan yang didapat, ditambah dengan kurangnya
dasar keagamaan mengakibatkan seseorang mudah menerima
informasi keagamaan dari orang yang dianggap tinggi
keilmuannya tanpa dicerna terlebih dahulu, hal ini akan menjadi
bumerang jika informasi didapat dari orang yang salah (Laisa,
2014: 6).
Persoalan pendidikan yang lebih menekankan pada aspek
ajaran kekerasan dari agama, termasuk pendidikan yang lebih
menekankan aspek indoktrinasi, tidak memberikan ruang diskusi
37
tentang suatu masalah. Oleh sebab itu harus dipikirkan kembali
pendidikan agama yang bersifat transformatif dan pembebasan
pada umat manusia. Pendidikan agama tidak hanya mengajarkan
persoalan jihad dalam makna yang luas seperti memberantas
kemiskinan, memberantas mafia hukum, memberantas politik uang
dan partai yang buruk adalah jihad yang sesungguhnya harus
dilakukan (Qodir, 2016: 432).
d. Bentuk-bentuk Radikalisme dalam Pendidikan
Dalam dunia pendidikan tidak bisa terhindar dari fenomena-
fenomena kekersan yang menjadikan tujuan pendidikan gagal diraih.
Radikalisme bisa muncul dari berbagai elemen dalam pendidikan.
Secara umum fenomena radikalisme dalam pendidikan lahir dari guru
kepada siswa, dari siswa kepada guru dan juga dari orangtua/
masyarakat kepada elemen-elemen yang ada di dalam pendidikan
(Muchith, 2016: 173).
Bentuk radikalisme dalam pendidikan diantaranya adalah:
1) Sikap keras seorang guru kepada siswanya (siswa ditempeleng
guru, guru menendang siswa) itu dilakukan sesuai dengan masalah
yang ada. Begitupun sebaliknya siswa juga dapat bersikap keras
pada gurunya.
2) Selain berbentuk kekerasan radikalisme dalam pendidikan juga
bisa berbentuk dalam ucapan dan sikap yang berpotensi
38
melahirkan kekerasan yang tidak sesuai dengan norma-norma
pendidikan.
3) Perubahan situasi dan lingkungan serta suasana pendidikan.
Perubahan atau pergeseran itu merupakan akibat dari
perkembangan atau dinamika budaya yang menerpa masyarakat
(Muchith, 2016: 174).
4) Gerakan reformasi yang tujuannya sangat mulia untuk
menegakkan aturan dan keadilan malah menjadi ajang saling
pembantaian sosial.
5) Transparansi yang dimaksudkan untuk sarana pertanggungjawaban
tugas dan perannya malah berubah menjadi ajang mencari-cari
kesalahan orang lain yang akhirnya menyengsarakan pihak-pihak
tertentu.
6) Sikap kemanusiaan orang lain yang dimaksudkan sebagai bagian
dari upaya saling menghargai dan menghormati malah berubah
menjadi realitas saling menyepelekan yang berujung tidak ada
kepatuhan satu dengan lainnya.
7) Etika dan sopan santun yang seharusnya dijunjung tinggi semua
pihak, tetapi di lembaga pendidikan seperti sekolah seakan-akan
tidak ada lagi saling hormat antar guru, antar siswa kepada guru
dan antara guru dengan pimpinan.
8) Siswa instan, sekolah serba mudah, cepat dan meraih hasil yang
memuaskan
39
9) Orangtua yang seharusnya mendukung penuh proses pendidikan
dan pembelajaran anaknya di sekolah juga terkesan kurang
perhatian atau kurang mendukung sehingga seolah-olah sekolah
dibiarkan menjalankan tugas-tugas pendidikan (Muchith, 2016:
175).
e. Upaya Pencegahan Radikalisme Agama di Sekolah
Fenomena masuknya faham radikalisme agama di sekolah
tentu perlu segera diambil langkah-langkah penanggulangan dan
pencegahannya. Beberapa upaya yang bisa ditempuh antara lain:
1) Memberikan penjelasan tentang Islam secara memadai. Misi ajaran
Islam yang sebenarnya sangat mulia dan luhur seringkali justru
mengalami distorsi akibat pemahaman yang keliru terhadap
beberapa aspek ajaran Islam yang berpotensi menimbulkan faham
radikalisme. Diantaranya adalah (Munip, 2012: 175):
a) Penjelasan tentang jihad
Dalam khasanah Islam klasik jihad dalam wilayah yang
lebih khusus diartikan sebagai “perang” (hujumi) melawan
orang kafir yang memusuhi dan memerangi umat Islam (Tim
Naskah Peantren, 2019: 60). Perintah jihad memang banyak
tertuang dalam Al-Qur’an maupun hadits. Diantaranya:
انهم ظلمواأذنا للذينا يقاتالونا بأ
40
Telah diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang
diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya
(Q.S. Al-Hajj: 39).
تاى ياقولوا لا إله إل الله أمرت أان أقااتلا الناسا حا
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, sampai
mereka berkata laa ilaha illallah (H.R. Al-Bukhari).
Namun, tidak ada satupun ayat yang mengartikan jihad
dengan motif perang untuk melumpuhkan dan membunuhi non
muslim tanpa sebab tertentu. Karena asas atau fondasi dasar
hubungan antara umat muslim dan non muslim adalah
perdamaian.
b) Penjelasan tentang toleransi
Ajaran Islam sebenarnya sangat sarat dengan nilai-nilai
toleransi. Namun sayang, toleransi sering difahami secara
sempit sehingga tidak mampu menjadi lem perekat intra dan
antar umat beragama. Inklusivisme, Pluralisme dan
Multikulturalisme, bisa menjadi salah satu pijakan dalam
menjelaskan toleransi dalam Islam.
c) Pengenalan tentang hubungan ajaran Islam dengan kearifan
lokal
Islam yang datang di Arabia bukanlah Islam yang bebas
dari relasi sejarah lokal yang mengitarinya. Artinya,
memahami Islam tidak bisa dicerabut dari akar sosio-historis
dimana Islam berada. Keberadaan Islam di Indonesia juga
41
tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosio-historis masyarakat
Indonesia yang juga telah memiliki kearifan lokal.
2) Mengarahkan para siswa pada beragam aktivitas yang berkualitas
baik di bidang akademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun
olahraga. Kegiatan-kegiatan positif ini akan memacu mereka
menjadi pemuda yang berprestasi dan aktif berorganisasi di
lingkungannya sehingga dapat mengantisipasi pemuda dari
pengaruh ideologi radikalisme (Salim dan Suryanto, 2018: 102).
3) Mengedepankan dialog dalam pembelajaran agama Islam.
Pembelajaran Agama Islam yang mengedepankan indoktrinasi
faham tertentu dengan mengesampingkan faham yang lain hanya
akan membuat para siswa memiliki sikap eksklusif yang pada
gilirannya kurang menghargai keberadaan liyan atau others. Sudah
saatnya guru PAI membekali dirinya dengan pemahaman yang
luas dan lintas madzab sehingga mampu memenuhi kehausan
spiritual siswa dan mahasiswa dengan pencerahan yang
bersendikan kedamaian dan kesejukan ajaran Islam (Munip, 2012:
178).
4) Pengenalan dan penerapan pendidikan multikultural.
42
B. Kajian Pustaka
Kajian penelitian terdahulu sangat berguna bagi pembahasan skripsi
ini. Untuk melakukan penelitian dalam skripsi ini peneliti melakukan kajian
terlebih dahulu terhadap penelitian-penelitian terdahulu.
Kajian pustaka merupakan uraian singkat tentang hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya tentang masalah sejenis. Kajian pustaka ini
berfungsi sebagai dasar otentik tentang orisinalitas atas keaslian penelitian.
Sebelum penelitian ini dilakukan, sudah ada penelitian-penelitian yang
sejenis. Untuk mendukung penelitian ini, peneliti mengambil beberapa judul
penelitian sebagai bahan telaah pustaka dalam penelitian ini, diantaranya:
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Ari Wibowo, Program Studi Politik
dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, UNNES tahun 2017, yang
berjudul “Penanaman Karakter Nasionalis Religius Melalui Kurikulum
Terintegrasi Pesantren Pada Peserta Didik di SMK Syubbanul Wathon
Tegalrejo Magelang”dalam penelitian ini terdapat tiga rumusan masalah
yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan penanaman karakter nasionalis religius melalui
kurikulum terintegrasi pesantren di SMK Syubbanul Wathon?
2. Apa sajakah keunggulan pelaksanaan penanaman karakter nasionalis
religius melalui kurikulum terintegrasi pesantren di SMK Syubbanul
Wathan?
3. Apa sajakah kelemahan pelaksanaan penanaman karakter nasionalis
religius kurikulum terintegrasi pesantren di SMK Syubbanul Wathan?
43
Dari ketiga rumusan masalah tersebut dapat dijelaskan bahwa SMK
Syubbanul Wathon sebagai sekolah berbasis pesantren secara tertib
menerapkan kurikulum terintegrasi pesantren sebagai upaya untuk
menanamkan karakter nasionalis religius pada peserta didik. Strategi yang
digunakan adalah 1) integrasi kultur pesantren dalam pembelajaran, 2)
keteladanan dan 3) pembiasaan.
Kedua, artikel Publikasi yang ditulis oleh Agus Triyanto, Program
Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universits Muhammadiyah Surakarta, Tahun 2016, yang
berjudul “Penanaman Sikap Nasionalisme Religius Melalui Kegiatan
Ekstrakulikuler Hizbul Wathan Studi kasus di SMP Muhammadiyah 7
Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016)”. Dalam penelitian ini terdapat tiga
rumusan masalah, diantaranya:
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk penanaman sikap nasionalisme religius
melalui kegiatan ekstrakulikuler Hizbul Wathan di SMP Muhammadiyah
7 Surakarta?
2. Apa sajakah yang menjadi hambatan dalam penanaman sikap
nasionalisme religius melalui kegiatan ekstrakulikuler Hizbul Wathan di
SMP Muhammadiyah 7 Surakarta?
3. Bagaimanakah solusi untuk mengatasi hambatan dalam penanaman sikap
nasionalisme religius melalui kegiatan ekstrakulikuler Hizbul Wathan di
SMP Muhammadiyah 7 Surakarta?
44
Penelitian ini menitikberatkan pada pembentukan sikap pada siswa
dengan menanamkan sikap nasionalisme religius pada siswa yang mengikuti
kegiatan ekstrakulikuler Hizbul Wathan dengan cara membiasakan siswa
untuk mengikuti upacara bendera, memakai bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, membeli produk dalam negeri, melaksanakan ibadah tepat waktu,
bersikap jujur, adil, sabar kepada sesama.
Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Abdul Munip, Jurnal Pendidikan
Islam, Vol. I, No. 2, Desember 2012, yang berjudul “Menangkal Radikalisme
Agama di Sekolah” berisi bagaimana sekolah menanggulangi radikalisme
agama di sekolah. Strategi yang diambil yaitu kerjasama yang erat antar
berbagai elemen seperti kepala sekolah, guru, orangtua siswa, dan masyarakat
sekitar agar faham-faham radikalisme tidak abtumbuh subur di sekolah. Serta
mewaspadai gejala terindikasi faham radikalisme yang nampak dalam ciri-ciri
fisik maupun jalan berpikirnya. Mereka bukan untuk dihindari melainkan
perlu dirangkul dan diajak untuk kembali ke jalan Islam yang penuh
kedamaian dan kesejukan.
Keempat, skripsi yang ditulis Muchamad Mufid, Program Studi
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2017, yang berjudul
“Peranan Guru PAI dalam Upaya Menangkal Radikalisme Pada Peserta
Didik di SMA N 9 Yogyakarta”. terdapat tiga rumusan masalah dalam
penelitian ini, yaitu:
45
1. Bagaimana peran guru PAI di SMA N 9 Yogyakarta dalam menangkal
radikalisme pada peserta didik?
2. Apa upaya strategis yang dilakukan guru PAI di SMA N 9 Yogyakarta
dalam menangkal radikalisme pada peserta didik?
3. Apa hasil yang diperoleh dari upaya guru PAI di SMA N 9 Yogyakarta
dalam menangkal radikalisme pada konteks PAI?
Ketiga rumasan masalah tersebut menunjukkan bahwa peran guru PAI
dalam menangkal radikalisme yaitu guru mengajarkan agama Islam secara
kontekstual, mengajarkan toleransi, dan cinta perdamaian. Guru membimbing
untuk saling hidup rukun dan menghindari saling hujat. Guru menjadi
penengah di atas perbedaan pendapat. Guru menjadi teladan dalam hal
toleransi dan berinisiatif mengadakan kegiatan keagamaan yang bermanfaat.
Kelima, Jurnal Pendidikan Islam Vol II, No. 1, Juni 2013/1434 yang
ditulis oleh Andik Wahyun Muqoyyidin dari Fakultas Agama Islam
Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang. Disetujui pada 13 Juni
2013 dengan judul Membangun Kesadaran Inklusif-Multikultural untuk
Deradikalisasi Pendidikan Islam. Dalam penelitian ini membahas upaya
berbagai pendekatan demi penanganan terorisme dan radikalisme salah
satunya adalah dengan program deradikalisasi melalui pendidikan Islam
bernuansa inklusif-multikultural. Dalam hal ini, mereka perlu memperhatikan
faktor kurikulum, pendidik, dan strategi pembelajaran yang digunakan
pendidik.
46
Dari kelima penelitian yang dijadikan rujukan, terkait dengan
penelitian yang akan dilaksanakan ternyata memiliki kesamaan dan
perbedaan. Peneliti mengambil judul Pengembangan Nasionalisme Religius
sabagai Pencegahan Radikalisme Agama di MTs Negeri 5 Sragen. Dengan
dua rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana Bentuk-Bentuk Pengembangan Nasionalisme Religius di MTs
Negeri 5 Sragen?
2. Bagaimana Upaya Sekolah dalam Mencegah Radikalisme Agama di MTs
Negeri 5 Sragen?
Penelitian ini membahas tentang pengembangan sikap nasionalisme
religius pada peserta didik melalui kegiatan-kegiatan yang mencerminkan
sikap cinta tanah air, bangga terhadap negara, gotong royong, toleransi, jujur,
adil, sholat tepat waktu. Hal ini semata-mata untuk membentuk dan mencetak
peserta didik yang berkarakter dan memiliki sifat religius. Dengan begitu
nasionalisme religius ini dapat digunakan sebagai upaya untuk mecegah
radikalisme agama dalam dunia pendidikan. Dan mendeteksi sejak dini sikap
radikalisme agama.
Sehingga dapat dilihat persamaan dan perbedaannya. Persamaan dari
kelima peneliti terdahulu dengan penelitian yang akan berlangsung yaitu
sama-sama membahas pembentukan karakter yang nasionalis religius dan cara
menangkal radikalisme agama di sekolah. Dengan perbedaan yang beragam
yaitu yang ditulis oleh Agus Triyanto membahas tentang penanaman
nasionalisme melalui ekstrakulikuler Hizbul Wathan. Ari wibowo membahas
47
penanaman karakter nasionalis melalui kurikulum terintegrasi pesantren.
Abdul Munip membahas cara menanggulangi radikalisme agama dengan
strategi kerjasama yang erat antar berbagai elemen seperti kepala sekolah,
guru, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar.
Muchamad Mufid membahas tentang upaya guru PAI dalam
menangkal radikalisme di sekolah dan yang terakhir ditulis oleh Andik
Wahyun Muqoyyidin yang membahas tentang upaya deradikalisasi
pendidikan Islam dalam rangka membangun kesadaran inklusif-multikultural
untuk meminimalisir radikalisme Islam. Sedangkan penelitian yang akan
dilaksanakan membahas tentang pengembangan nasionalisme religius yang
ada di MTs sebagai upaya untuk mencegah radikalisme agama. Nasionalisme
religius ini penting dan harus kita lakukan bersama agar pendidikan agama
kita tidak menyumbangkan benih-benih konflik antar agama dan aksi-aksi
radikalisme atas nama agama dapat diminimalisir untuk masa depan Indonesia
yang lebih kondusif tentunya. Perbedaan kedua yaitu lokasi penelitian,
penelitian ini akan dilaksanakan di MTs Negeri 5 Sragen.
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif ini dilakukan secara intensif, peniliti ikut berpartisipasi di lapangan,
mencatat secara hati-hati, melakukan analisis, membuat laporan. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara mendeskripsikan
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dengan menggunakan berbagai metode alamiah (Moleong, 2008: 6).
Menurut Zuldafrial dan Lahir dalam bukunya yang berjudul Penelitian
Kualitatif (2012: 3-4), dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan
bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan
karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkannya
terlebih dahulu sebagi lazim digunakan dalam penelitian, maka sangat tidak
mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang
ada di lapangan.
Penelitian kualitatif menyesuaikan aktifitas pengamatan di lokasi
tempat berbagai fakta, data, bukti, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan
penelitian, dan hal-hal yang terjadi.
Pendekatan kualitatif adalah cara kerja penelitian yang menekankan
pada aspek pendalaman data demi mendapatkan kualitas dan hasil suatu
49
penelitian. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif adalah suatu mekanisme
kerja penelitian yang mengandalkan uraian deskriftif kata, kalimat, yang
disusun secara cermat dan sistematis mulai dari menghimpun data hingga
menafsirkan dan melaporkan penelitian (Ibrahim, 2015: 52).
Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif /kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2016: 9)
Jenis penelitian yang diambil adalah penelitian lapangan (field
research), yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan dengan cara
memperoleh melalui penyelidikan berdasarkan obyek lapangan. Dengan
sampel data dipilih dua guru BK, guru Akidah Akhlak, guru Qur’an Hadits,
guru Pendidikan Kewarganegaraan, Kepala Sekolah, dan dokumentasi.
Kemudian pengumpulan data dilakukan secara triangulasi.
Instrumen penelitian ini menggunakan teknik wawancara. Salah
satunya yaitu mencegah radikalisme dengan nasionalisme religius. Perolehan
data ini dengan melakukan proses wawancara dengan sampel yang terkait
yaitu guru dan kepala sekolah. Kemudian menggunakan teknik observasi yang
merupakan kegiatan memperhatikan objek penelitian dengan seksama. Selain
itu, kegiatan observasi bertujuan untuk mencatat setiap keadaan yang relevan
dengan tujuan penelitian. Dan yang terakhir yaitu dokumentasi. Dengan
50
dokumentasi, peneliti memperoleh informasi tersebut antara lain alamat,
kondisi sekolah, dan latar belakang pendidikan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di MTs Negeri 5 Sragen. Adapun
untuk waktu penelitian bisa dilakukan pada 9 Januari 2020, dan bertempat di
MTs Negeri 5 Sragen.
Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif sangat tinggi
kedudukannya. Hal ini karena instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif
adalah penelitian itu sendiri. Ia sekaligus merupakan sebagai perencana
pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsiran data, dan ia menjadi pelapor
hasil penelitiannya (Moleong, 2008: 18).
C. Sumber Data
1. Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2016: 225). Sumber
data langsung yang peneliti dapatkan berasal dari Lembaga sekolah (Guru,
Kesiswaan, Kepala Sekolah), peserta didik dan hasil observasi di MTs
Negeri 5 Sragen.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber sekunder
kepada pengumpul data. Misal buku, jurnal, skripsi, artikel ilmiah, serta e-
book. Data ini merupakan hasil olahan dari data primer dan disajikan
51
secara baik oleh pihak pengumpul data maupun pihak lain atau data
pendukung yang sangat diperlukan penelitian ini.
Dalam penelitian yang dilakukan ini, data sekunder diambil
dengan mewawancarai peserta didik perihal kegiatan nasionalisme
religius, indikasi radikalisme agama sejak dini dan jurnal, buku, artikel
ilmiah yang berkaitan dengan pengembangan nasionalisme religius serata
upaya pencegahan radikalisme agama di sekolah.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa adanya prosedur ini, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang
diinginkan.
Adapun dalam pengkajian skripsi ini, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data penelitian dengan cara sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Secara etimologi, observasi berasal dari istilah Inggris yaitu
observation yang bermakna pengamatan, pandangan, pengawasan. Atau
dalam kata keterangan sebagai observe yang berarti mengamati, melihat,
meninjau, menjalankan, mematuhi, memperlihatkan, menghormati
(Ibrahim, 2015: 80).
Secara terminologi, menurut Marshall (1995) yang dikutip oleh
Sugiyono (2016: 226), menyatakan bahwa throug observation, the
52
researcher learn about behavior and the meaning attached to those
behavior. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna
dari perilaku tersebut.
Menurut Purwanto dalam Basrowi dan Suwandi (2008: 94),
observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung.
Observasi sebagi teknik pengumpul data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lainnya. Metode ini
digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi lingkungan Madrasah
Tsanawiyah negeri 5 Sragen. Entah itu berwujud keterlibatan guru dalam
mengembangkan karakter nasionalisme religius, upaya mencegah
radikalisme agama; metode pelaksanannya, dan respon peserta didik
dalam kegiatan tersebut. Pengamtan atau observasi di sini, peneliti
mengamati, mencatat poin-poin penting agar mengetahui secara langusung
fenomena yang diteliti.
2. Metode Wawancara
Esterber (2002) mendefinisikan interview sebagai berikut. “a
meeting of two persons to exchange information and idea through
question and responses, resulting in communication and joint construction
of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
53
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu, dikutip oleh
Sugiyono (2016: 231).
Menurut Adi (2004: 72) wawancara merupakan salah satu metode
pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau
hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber
data (responden).
Wawancara adalah alat pengumpulan data dengan cara
mengajuakan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.
Dengan wawancara, peneliti dapat mengetahui hal-hal yang lebih
mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan
fenimena yang terjadi (Ibrahim, 2015: 88).
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang
mana peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang akan diteliti. Adapun metode ini penulis gunakan
untuk mencari tentang pengembangan karakter nasionalisme religius dan
upaya lembaga sekolah dalam menangkal radikalisme agama.
Narasumber dalam penelitian ini adalah Bapak Drs. H. Dwikur
Innama, M.Pd. (kepala sekolah), Bapak H.M.Musthofa, S.Psi., M.Pd.
(guru BK sekaligus WAKA Kesiswaan), Bapak Dasuki, M.Ag. (guru
Qyr’an Hadits), Bapak Drs. Sugeng, M.Pd. (guru Akidah Akhlak), Ibu
Rina Utari, S.Pd. (guru BK), dan Ibu Mar’atus Sholikhati A, S.Pd. (guru
PKn).
54
3. Metode Dokumentasi
Dokumen atau dokumentasi dalam penelitian mempunyai dua
makna yang sering dipahami secara keliru oleh peneliti pemula. Pertama,
dokumen yang dimaksudkan sebagai alat bukti tentang sesuatu, termasuk
catatan-catatan, foto, rekaman video atau apapun yang dihasilkan oleh
seorang peneliti. Kedua, dokumen merupakan sumber yang memberikan
data atau informasi atau fakta kepada peneliti (Ibrahim, 2015: 93).
Sugiyono (2016: 240) menyatakan dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen dapat berupa
catatan harian, biografi, foto, gambar hidup, patung, film, dan lain-lain.
Adapun dokumen dalam penelitian ini berupa foto-foto bersama
responden, gedung sekolahan, dan suasana di lingkungan sekolah.
E. Analisis Data
Setiap peneliti pasti memerlukan adanya analisis data. Analisis data
merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2016: 244).
55
Analisis data dilakukan dengan membaca, mempelajari, dan menelaah
seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber (Hariyadi, dkk, 2009: 53).
Dapat disimpulkan bahwa analisis data adalah tahap pengorganisasian
data yang dilakukan dengan mengatur, mengelompokkan, ataupun
mengkategorikannya, dan juga tahap memahami, menafsirkan, dan mencari
hubungan dari data-data yang diperoleh. Dalam melakukan analisis, peneliti
juga perlu memberikan argumentasi dan juga rujukan. Jadi analisis bisa
dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk mendialogkan antar teori tafsiran
penelitian.
F. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting atas konsep kesahihan
(validitas) dan keandalan (reliabilitas), maka untuk menjamin validitas data,
akan dilakukan dengan teknik triangulasi data. Triangulasi merupakan teknik
penarikan kesimpulan yang sesuai diperlukan tidak hanya dari satu cara
pandang (Sutopo, 2002: 79).
Terdapat empat kriteria yang digunakan untuk menetapkan keabsahan
data menurut Sugiyono (2016: 270) yaitu credibility (validitas internal),
transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan
confirmability (obyektivitas). Sedangkan yang berkaitan di sini hanya
menggunakan 3 unsur, yaitu:
1. Credibility (Validitas Internal)
56
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
teman sejawat, analisis kasus negatif, dan membercheck (Sugiyono, 2016:
270)
2. Dependability (Reliabilitas)
Reliabilitas merupakan gejala yang tampak dalam pengumpulan data
pertama tetap bertahan atau tidak berubah pada pengukuran kedua dan
seterusnya bila dipergunakan alat yang sama (Nawawi, 1995: 139).
3. Confirmability (Obyektivitas)
Sebagai ciri keabsahan data dalam penelitian kualitatif, bermakna adanya
kepastian terhadap setiap data yang didapatkan (Ibrahim, 2015: 121).
Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang diakukan
dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil
penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit.
57
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data
1. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 5 Sragen
MTs N 5 Sragen beralamat di cantel kulon. Madrasah Tsanawiyah
Negeri 5 Sragen merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki visi
misi yang tak jauh dengan pembentukan akhlak pada peserta didik yang
berbudi Islami, unggul dalam prestasi, dan terampil.
MTs Negeri 5 Sragen dibagi menjadi 2 kelas yaitu kelas unggulan
dan kelas regular. MTs Negeri 5 Sragen mempunyai visi misa khusus
untuk menjadi sebuah lembaga pendidikan yang diharapkan mampu
mengantarkan out put (lulusan) yang shales berIMTAQ dan berIPTEK,
dalam arti lulusan yang unggul dalam dua dimensi pendidikan; agama
(kurikulum kemenag), umum (penguasaan baca tulis Al-Qur’an dan
tajwid, praktik ibadah, dan baca Kitab. Ada jam tambahan untuk kelas
unggulan, meliputi tahfidzh, bahasa Arab, bahasa Inggris, Matematika,
IPA terpadu.
Hal tersebut bertujuan untuk mempersiapkan UN, menguasai dan
menghafalkan kosakata bahsa Arab, percakapan bahasa Arab dengan
berbagai tema, hafal dan tartil juz 30 di kelas 7, kelas 8 melanjutkan
hafalan di kelas 7, kelas 7 hafal 1000 kata. Kelas 8 bertambah hafal 500
kata sehingga menjadi 1500 kata, aktif berbahasa Arab dengan berbagai
tema, menguasai dan menghafalkan kosakata bahasa Inggris, aktif
58
berbahasa Inggris, juara KSM di tingkat Kabupaten, Provinsi, dan
Nasional, juara olimpiade di tingkat Kabupaten, Provinsi, dan Nasional.
2. Sejarah Singkat Berdirinya MTs N 5 Sragen
MTs Negeri 5 Sragen adalah sebuah Lembaga Pendidikan
menengah yang ada di Jalan Letjen Suprapto No. 47, Kabupaten Sragen,
Provinsi Jawa Tengah. Sebuah Madrasah Tsanawiyah setingkat sekolah
menengah pertama yang bergerak dalam bidang pendidikan akademik
maupun non akademik yang sedang berkembang untuk bersaing dari para
kompetitor.
Sejak mulai tahun 1968, MTs Negeri 5 Sragen mulai untuk
didirikan oleh umat Islam Sragen, kemudian dinegerikan oleh Pemerintah
pada tahun 1995 dan telah mengalami perkembangan yang cukup
signifikan.
Untuk itu dalam jangka lima tahun (2015-2019), MTs Negeri 5
Sragen yang setiap tahunnya harus mampu merumuskan rencana strategi
untuk lebih berkembang dan mampu bersaing dengan kompetitor lainnya.
Perumusan rencana strategi dapat dilakukan dengan melalui dua alur
penting yaitu, Alur pertama, analisis SWOT dan untuk kemudian
menganalisis alternatif strategi. Alur kedua, identifikasi dan penilaian
terhadap harapan stakeholders. Kedua jalur ini dipertemukan dalam
analisis dalam penentuan strategi MTs Negeri 5 Sragen tahun 2015 –
2019.
59
3. Visi dan Misi MTs N 5 Sragen
a. Visi
Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Sragen sebagai lembaga
pendidikan dasar yang berciri khas Islam perlu mempertimbangkan
harapan peserta didik, orang tua peserta didik, lembaga pengguna
lulusan madrasah dan masyarakat dalam merumuskan visinya.
Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Sragen juga diharapkan merespon
perkembangan dan tatangan masa depan dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi, era reformasi dan global yang sangat cepat. Madrasah
Tsanawiyah Negeri 5 Sragen ingin mewujudkan harapan dan respon
dalam visi berikut: Terwujudnya peserta didik yang Unggul dalam
Prestasi, Terampil, dan Berbudi Islami.
b. Misi Madrasah
1) Menyelenggarakan pendidikan dengan pembelajaran yang efektif
dan berkualitas dalam pencapaian prestasi akademik
2) Menyelenggarakan pendidikan bernuansa Islam dengan
menciptakan lingkungan yang agamis di madrasah
3) Menyelenggarakan pembinaan dan pelatihan life skill untuk
menggali dan menumbuhkembangkan minat, bakat peserta didik
yang berpotensi tinggi agar dapat berkembang secara optimal
4) Menumbuhkembangkan budaya akhlakul karimah pada seluruh
warga madrasah.
60
4. Profil Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Sragen
Tabel 3.1 Identitas MTsN 5 Sragen
a. Identitas Sekolah
Nama sekolah MTsN 5 Sragen
NPSN 20363859
Jenjang Pendidikan MTs
Status Sekolah Negeri
Alamat Sekolah Jl. Letjend. Suprapto No. 47, Kebayan
2
Kelurahan Sragen Kulon
Kecamatan Sragen
Kabupaten/Kota Sragen
Provinsi Jawa Tengah
Negara Indonesia
Kode Pos 57212
Posisi Geografis - Lintang
- Bujur
b. Data Lengkap
SK Pendirian Sekolah 515A Tahun 1995
Tanggal SK Pendirian 25/11/1995
Status Kepemilikan Pemerintah
SK Izin Operasional 515A Tahun 1995
Tgl SK Izin Operasional 25/11/1995
Akreditasi A
No. SK. Akreditasi 220/BAP-SM/X/2016
Tanggal SK. Akreditasi 16/10/2016
Rekening Atas Nama -
Luas Tanah Milik (m2) -
Luas Tanah Bukan Milik (m2) -
Nama Wajib Pajak -
NPWP -
c. Kontak Sekolah
Nomor Telepon (0271) 890252
Nomor Fax -
Email [email protected]
Website mtsn5sragen.sch.id
61
5. Struktur Organisasi Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Sragen
Tabel 3.2 Struktur Organisasi MTsN 5 Sragen
6. Data Guru dan Karyawan Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Sragen
Tabel 3.3 Data Guru Dan Karyawan MTsN 5 Sragen
No. NAMA JABATAN
DINAS TIM
1. Drs. H. Dwikur Innama,
M.Pd. Kepala Sekolah Penanggungjawab
2. H.Zaini, M.Pd. Komite Sekolah Pembina
3. Jumirah Kepala TU KTU
4. Purwadi, S.Pd., M.Pd.
Wakil kepala
urusan
kurikulum
Ketua
5. Suranto, S.Pd.
Wakil kepala
urusan
kurikulum
Sekretaris
6. M. Subehi, S.Pd.
Wakil kepala
urusan
kurikulum
Anggota
7. Tri Wahyono, S.Pd. Wakil kepala Ketua
62
urusan
kesiswaan
8. Sukamta, S.Pd., M.Pd.
Wakil kepala
urusan
kesiswaan
Anggota
9. H.M. Musthofa, S.Psi.,
M.Pd.
Wakil kepala
urusan
kesiswaan
Anggota
10. Rohmadi, S.Pd., M.Pd. Wakil kepala
urusan sarpras Ketua
11. Drs. H. Kismanto, M.Pd. Wakil kepala
urusan sarpras Anggota
12. Sunaruo, S.Pd. Wakil kepala
urusan sarpras Anggota
13. Dasuki, S.Ag. Wakil kepala
urusan humas Ketua
14. Drs. Sugeng, M.Pd. Wakil kepala
urusan humas Anggota
15. Dra. Ngatmi Wakil kepala
urusan humas Anggota
16. Endang Listyowulan, S.Pd.
Kepala
pengelola
perpustakaan
Anggota
17. Titik Lestari, S.Pd., M.Pd.
Kepala
pengelola Lab.
IPA
Anggota
18. Sriyanti Paamungkasari,
S.Pd.
Kepala
pengelola Lab.
BAHASA
Anggota
19. Priyo Utomo, S.Pd.
Pembina OSIS
dan
Ekstrakulikuler
Angota
20. Ernawati, S.Pd. Guru Koordinator
Mapel IPA
21. Rindang Kasih, S.Pd.,
M.Si. Guru
Koordinator
Mapel
Matematika
22. Sri Sugihartini, S.Pdi.,
M.Pd. Guru
Koordinator
Mapel Bahasa
Arab
23. Didik Hariyanto, S.Kom. Guru Koordinator
Mapel Komputer
24. Sri Handayani, S.Pd. Guru Koordinator
Mapel IPS
63
25. Lely Pujilestari, M.Pd. Guru
Koordinator
Mapel Bahasa
Inggris
26. Yutanti, S.Pd. Guru
Koordinator
Mapel Bahasa
Indonesia
27. Isnanik, S.Pd., M.Pd. Koordinator
BP/BK
Koordinator
BP/BK
28. Habiburrohman, S.Pd. Guru
Koordinator
Mapel Seni dan
Olahraga
29. Riris Jarwati, S.Pd. Guru Anggota
30. Kusnah Kustanto, S.Ag. Guru Anggota
31. Marfuah, S.Pd., M.Pd. Guru Anggota
32. Nurul Badriyah, S.PdI. Guru Anggota
33. Yuli Astuti, S.Pd. Guru Anggota
34. Sri Marwaningsih, S.Ag.,
M.Pd. Guru Anggota
35. Irfandi, S.PdI. Guru Anggota
36. Wiji Andriyani, S.Pd. Guru Anggota
37. Dra. Mulyani Guru Anggota
38. Dhika Tesyana MI, S.Pdi.,
M.Pd. Guru Anggota
39. Fakih Haq Arizal Kurba,
S.Pdi. Guru Anggota
40. Erlin Fajarwati, S.Pd. Guru Anggota
41. Fibri Muji Precisely, S.Pd.,
M.Pd. Guru Anggota
42. Umi Sumarah, S.Pd Guru Anggota
43. Dra. Daryani Guru Anggota
44. Siti Nurul Fuadah, S.Ag.,
M.Pd. Guru Anggota
45. Ari Marwijana, S.Si. Guru Anggota
46. Edi Suyatno, S.Pd., M.Pd. Guru Anggota
47. Suwarti, S.Pd., M.Pd. Guru Anggota
48. Dra. Rahayu Wijihastuti Guru Anggota
49. Rina Utari, S.Pd. Guru Anggota
50. Sri Suwarsini, S.Pd., M.Pd. Guru Anggota
51. Mar’atus Sholihati A, S.Pd. Guru Anggota
64
B. Analisis Data
1. Bentuk-Bentuk Pengembangan Nasionalisme Religius di MTs N 5
Sragen
Dalam konteks ini, pendidikan agama Islam sebagai penyadaran
umat dihadapkan pada problem bagaimana mengembangkan pola
keberagaman berbasis nasionalis, pluralis dan religius, sehingga pada
akhirnya dalam kehidupan masyarakat tumbuh pemahaman keagamaan
yang toleran, nasionalis, religius dan berwawasan multikultur. Hal ini
penting sebab dengan tertanamnya kesadaran demikian, sampai batas
tertentu akan menghasilkan corak paradigma beragama yang hanif. Ini
semua mesti dikerjakan pada level bagaimana membawa pendidikan
agama dalam paradigma yang nasionalis dan religius.
Jika dilihat dari temuan di atas, penting sekali untuk
mengembangkan nasionalisme religius pada anak-anak. Oleh karena itu,
guru sebagai figur panutan harus mampu membimbing dan memberikan
teladan yang tepat kepada anak tentang sikap nasionalisme religius.
Nasionalisme religius bukan mengajarkan tentang negara Islam.
Nasionalisme religius didefinisikan sebagai sikap cinta kepada tanah air
namun tetap dalam asas keIslaman. Dengan istilah “agama pondasi untuk
bernegara”.
Guru dan sekolah memegang peranan penting dalam
mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman yang nasionalis dan
65
religius di sekolah. Apabila guru mempunyai paradigma pemahaman
keberagaman yang nasionalis dan religius, maka dia juga akan mampu
mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman tersebut
pada siswa di sekolah.
“Guru dan kepala sekolah berperan penting dalam hal ini, guru
mengajak dan mengajarkan pada siswa dalam mengerjakan sesuatu
harus tulus, ikhlas dengan memberi penjelasan dan memahamkan
pada anak bahwa seluruh tujuan kegiatan akan bermanfaat untuk
diri anak sendiri. Kemudian kepala sekolah memberikan
pembinaan sewaktu-waktu secara kolosal di masjid ba’da sholat
dzuhur.” (ulas Bapak Dwikur Innama selaku kepala sekolah MTsN
5 Sragen).
Nasionalisme religius diberikan untuk menghindari anak dari
resiko negatif perilaku radikal. Maka dari itu di MTs N 5 Sragen
mempunyai kegiatan yang dapat membentuk dan mengembangkan
karakter pada anak didik. Salah satunya yaitu kegiatan sosial dan
keIslaman.
Kegiatan sosial diajarkan semata-mata supaya anak didik mampu
bagaimana bersikap dengan masyarakat sekitar, bagaimana perilaku yang
sopan dan baik serta pembicaraan yang tidak menyinggung. Bagaimana
merangkul masyarakat dalam kebaikan. Tidak hanya dengan masyarakat
luar sekolah melainkan juga dengan masyarakat dalam sekolah. Anak
didik harus saling menghormati kepada guru dan staf yang ada di sekolah
juga kepada teman-temannya.
Begitupan kegiatan keagamaan, kegiatan tersebut semata-mata
sebagai wujud iman kepada Allah. Membiasakan siswa untuk tetap
66
beribadah kepada Allah dan tawakkal kepada-Nya. Dengan pedoman dan
penjelasan yang benar dan sesuai Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’.
Bentuk-bentuk pengembangan nasionalisme religius yang ada di
MTs N 5 Sragen adalah:
a. Upacara bendera setiap tanggal 17, hari besar Nasional dan hari
besar Islam
Usia remaja adalah usia dimana anak tersebut mencari jati
dirinya, maka dari itu di MTs N 5 Sragen terdapat kegiatan-kegiatan
pengembangan karakter yang religius, selain itu tidak hanya
mengembangkan sikap religiusnya saja akan tetapi memiliki
kebanggaan terhadap negara “Agama sebagai pondasi untuk
bernegara”. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Sugeng selaku
Guru Akidah Akhlak di MTs N 5 Sragen:
“Bentuk pengembangan nasionalisme religius yang diajarkan
kepada siswa meliputi upacara bendera setiap tanggal 17 dan
hari besar, serta hari besar Islam. Selain itu ada kegiatan
pengajian dengan mengundang lingkungan seperti
berkolaborasi dengan kecamatan, kota, kelurahan dan RT
setempat.” (wawancara pada 9 Januari 2020)
MTs N 5 Sragen ini adalah MTs negeri yang mau tidak mau
keloyalan pada pemerintah itu tinggi. Bukti keloyalan terhadap
pemerintah yaitu kebanggaan terhadap merah putih. Walaupun di MTs
N 5 Sragen terdapat berbagai paham namun di MTs ini selalu
diajarkan untuk saling menghargai dan menghormati. Seperti yang
disampaikan oleh Bapak Musthofa selaku guru BK:
67
“Walaupun sini ada berbagai faham tetapi setelah masuk ke
MTs N 5 Sragen ini faham-faham itu ditanggalkan dulu yang
dipentingkan adalah kenegaraan sebagai warga negara.
Sehingga ketika ada upacara hari-hari besar Islam semua siswa
mengikuti upacara bendera. Hormat kepada bendera Merah
Putih” (wawancara pada 10 Januari 2020)
Selain itu di MTs N 5 Sragen juga biasa memperingati hari
santri yang mana di sekolah majemuk tidak memperingatinya.
Kegiatan upacara ini sebagai salah satu wujud cinta pada tanah
air, membentuk siswa untuk berjiwa nasionalis.
b. Pengembangan nasionalisme religius melalui mata pelajaran
Pengembangan nasionalisme diajarkan pada anak bisa dengan
melalui materi pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Seperti yang disampaikan oleh Ibu Mar’atus selaku
guru PKn di MTs N 5 Sragen:
“Saya mewajibkan semua siswa yang saya ajar untuk hafal
UUD 1945 terutama pada bagian pembukaan dan pasal-pasal
yang terkait dengan materi-materi yang diajarkan.”
(wawancara pada 10 Januari 2020)
Hal tersebut dilakukan oleh guru PKn supaya anak tahu
bagaimana norma-norma yang harus dilakukan. Supaya anak terbiasa
dengan perilaku yang mencerminkan norma-norma dalam kehidupan.
Begitupun dalam mata pelajaran Akidah Akhlak, siswa
diajarkan untuk bersikap baik terhadap sesama. Saling menghargai
kepada teman, guru, dan karyawan. Akidah akhlak adalah mata
pelajaran yang sangat berhubungan dengan pencegahan radikalisme.
Karena memang mata pelajaran ini mengajarkan dan membentuk
68
akhlak peserta didik. Selain itu guru juga sebagai teladan yang patut
ditiru.
Pada mata pelajaran Qur’an Hadits juga disinggung tentang
toleransi supaya anak dapat bertoleransi dengan sesama. Menghafal
asmaul husna juga diwajibkan pada mata pelajaran ini. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Dasuki selaku Guru Qur’an Hadits:
“Di Mts ada materi tentang ajaran toleransi, dalam Q.S. Al-
Kafirun, Q.S. Al-Bayyinah. Jika ada orang muslim
menjalankan agama maka kelak akan mendapat kan balasan
yang baik di akhirat. Tolong menolong kepada seluruh umat
manusia” (Wawancara pada 10 Januaro 2020)
c. Sholat Berjama’ah
Kegiatan pengembangan nasionalisme religius yang ketiga
adalah adanya kegiatan sholat berjama’ah yang dilakukan oleh semua
warga MTs N 5 Sragen. Sholat berjamaah ini dibagi menjadi 3, yaitu
sholat dzuhur berjama’ah, sholat dhuha berjama’ah, sholat jum’at
berjama’ah. Berikut akan dijelaskan:
1) Sholat dzuhur berjama’ah
Sholat dzuhur berjama’ah sudah dilakukan sejak MTs N 5
Sragen berdiri. Hal ini sudah menjadi kebiasaan di MTs N 5
Sragen. Namun, semakin kesini ada sistem baru yaitu ketika sholat
dzuhur berjama’ah bagi siswa perempuan yang sedang menstruasi
duduk di depan BP untuk menunggu teman-temannya sholat dan
69
juga mendengarkan nasehat dari kepala sekolah setelah sholat
berlangsung.
Hal ini dilakukan sebagai wujud pembentukan akhlak siswa
agar senantiasa berbuat baik dalam keadaan apapun. Senantiasa
ingat kepada Allah SWT.
Ketika sholat dzuhur berjama’ah yang menjadi imam
bergantian dan tidak memandang salah satu paham saja. Syaratnya
yaitu baligh, bacaannya yang fasih, hafalannya baik, mengetahui
rukun-rukun shalat.
2) Sholat dhuha berjama’ah
Sholat dhuha berjama’ah ini dilakukan setiap hari.
Dilakukan secara rolling class. Tujuan dari diadakannya sholat
dhuha untuk memberikan pengetahuan tentang agama,
memberikan muhasabah, dan memberikan pemahaman tentang
segala aktifitas yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
3) Sholat jum’at berjama’ah
Sholat jum’at wajib dikerjakan oleh semua umat laki-laki
yang beragama islam, tapi di MTs N 5 Sragen perempuan juga
harus mengikuti sholat jum’at dengan ditambah sholat dhuzur.
Sedangkan untuk penganut paham lain diperbolehkan untuk
melaksanakan sholat jum’at di tempat yang mereka kehendaki. Ini
bertujuan untuk memperkenalkan siswa-siwi arti dari toleransi dan
keberagaman dalam beragama.
70
d. Infaq jum’at
Infaq jum’at dilakukan setiap hari jum’at. Uang infaq tersebut
nantinya digunakan untuk membantu siswa yang terkena musibah,
seperti: lelayu, sakit, terkena bencana alam, dan kecelakaan. Kegiatan
ini dilakukan untuk melatih empati peserta didik pada orang lain.
e. Mengadakan pertemuan konseling setiap siswa yang dilakukan
oleh guru agama dan BK
Kegiatan ini dilakukan semata-mata untuk mengetahui
perkembangan peserta didik di sekolah maupun di lingkungan
keluarga. Serta memberikan pengarahan kepada wali murid terkait isu-
isu yang sedang terjadi seperti isu tindak radikalisme agama.
2. Upaya Pencegahan Radikalisme Agama di MTs N 5 Sragen
Radikalisme dalam pendidikan memiliki potensi ancaman yang
sangat berbahaya dalam mewujudkan kelangsungan kualitas pendidikan.
Radikalisme bisa muncul kapan saja, dimana saja dan dapat dilakukan
oleh siapa saja. oleh sebab itu radikalisme perlu disikapi secara utuh dan
komprehensif yang meliputi berbagai aspek melakukan sinergi secara rapi
dan tepat.
Dalam hal ini upaya sekolah sangatlah penting dalam mencegah
radikalisme agama yang masuk dalam pendidikan khususnya di MTs N 5
Sragen. walaupun di MTs N 5 Sragen tidak ada deteksi-deteksi yang
mencurigakan tentang tindak radikal namun, alangkah baiknya mencegah
71
sebelum terjangkit. Berikut adalah upaya sekolah dalam menangkal
radikalisme agama di MTs Negeri 5 Sragen:
a. Teoritis
1) Memberikan prinsip bahwa kebenaran hanya milik Allah SWT.
2) Memberikan pengetahuan melalui mata pelajaran, misal akidah
akhlak. Dalam materi ini anak diajarkan iman kepada Allah,
akhlak kepada orang lain, akhlak pergaulan remaja, akhlak
bertetangga. Itu semua wujud dari sikap toleransi.
3) Diberi pencerahan tentang toleransi dan jihad pada siswa. Diberi
pengantar bahwa Islam itu tidak membunuh dan mengerjakan
toleransi pada sesama. Sesuai dengan Q.S. Al-Kafirun dan Q.S.
Al-Bayyinah.
4) Guru PAI membekali dirinya dengan pemahaman yang luas dan
lintas madhab sehingga mampu memenuhi kehausan spiritual
siswa dengan pencerahan yang bersendikan perdamaian dan
kesejukan ajaran Islam.
b. Praktis
1) Menjalankan agama berdasarkan perintah. Sesuai pemahaman
yang benar dari para Salafus Shalih (orang yang dekat dengan
nabi). Tetap merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits yang shahih.
2) Pemantauan terhadap kegiatan dan materi mentoring keagamaan.
Keberadaan kegiatan mentoring agama Islam atau kegiatan Rohis
yang lain di sekolah sesungguhnya sangat membantu tercapainya
72
tujuan pendidikan agama Islam. Namun jika guru PAI tidak
melakukan pendampingan dan mentoring, dikhawatirkan terjadi
pembelokan kegiatan mentoring dan rohis lainnya.
3) Memberikan pembinaan sewaktu2 secara kolosal di masjid ba’da
sholat Dhuhur oleh Kepala sekolah.
Dalam rangka mencegah radikalisme agama di sekolah khususnya di
MTs N 5 Sragen ada beberapa sikap nasionalisme religius yang bisa
dikembangkan, antara lain:
1) Upacara bendera setiap tanggal 17, hari besar Nasional dan
hari besar Islam
Kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan upaya mencegah
radikalisme agama. Upacara bendera sebagai wujud kecintaan kita
terhadap tanah air sehingga dengan begitu peserta didik sudah
terdidik untuk menjaga tanah air dan tidak ingin merusaknya.
2) Pengembangan nasionalisme religius melalui mata pelajaran
Pada mata pelajaran PKn sudah jelas bahwa siswa
diwajibkan untuk hafal pembukaan UUD 1945 dan juga pasal-
pasal yang terkait dengan materi serta norma-norma kehidupan.
Kaitannya dengan pencegahan radikalisme agama adalah supaya
anak bersikap sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
Indonesia.
73
Pada mata pelajaran akidah akhlak. Pada mata pelajaran ini
anak diajarkan tentang iman kepada Allah. Kaitannya dengan
pencegahan radikalisme agama adalah mempercayai bahwa
kebenaran hanya milik Allah. Tidak ada yang saling menyalahkan
antara paham yang satu dengan paham yang lain. Karena setiap
paham memiliki pedoman masing-masing.
Pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits. Pada mata pelajaran
ini siswa dibiasakan bahwa ketika memahami nas keagamaan tidak
hanya secara tekstual saja melainkan juga melihat maknanya, serta
ij’ma terdahulu. Di dalam mata pelajaran ini siswa juga diajarkan
tentang toleransi sesuai dengan Q.S. Al-Kafirun dan Q.S. Al-
Bayyinah.
3) Sholat berjama’ah
Sholat barjamaah yang dilakukan di MTs N 5 Sragen erat
kaitannya dengan upaya pencegahan radikalisme agama. Salah
satunya yaitu pada sholat dzuhur berjama’ah, untuk menjadi imam
sholat guru tidak memilih berdasarkan paham. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Mustofa:
“ketika sholat dzuhur berjam’ah semua warga MTs N 5
Sragen wajib melaksanakannya. Lalu untuk imamnya
apakah hanya dari guru? Tidak. Siswa juga dilatih untuk
menjadi imam sholat. Di sini kan tidak hanya ada satu
paham saja melainkan ada berbagai paham. Sehingga
dalam pemilihan imam sholat dengan syarat yang umum
seperti: bacaannya fasih dan hafalannya baik. Sehingga
tidak ada pilih kasih diantara kita semua”
74
Sementara ketika sholat jum’at berjamaah bagi yang
memiliki paham lain dan ketika melaksakan sholat jum’at harus di
masjidnya maka dari pihak sekolah memberikan ijin kepada
peserta didik yang akan melaksanakan sholat jum’at di luar sekolah
dengan ijin BK.
Kaitannya dengan radikalisme agama adalah siswa
diajarkan untuk memiliki sikap toleransi kepada orang lain. Saling
menghargai orang lain. Selain itu sebagai pengetahuan pada siswa
bahwa dalam Islam juga terdapat berbagai paham yang mungkin
ada sebagian yang berbeda dari paham yang dianut.
4) Infaq jum’at
Kagiatan nasionalisme religius yang selanjutnya adalah
infaq jum’at. Infaq jum’at dapat digunakan sebagai upaya
pencegahan radikalisme agama. Karena dengan infaq jum’at
berarti peserta didik diajarkan dan dibiasakan untuk
berperikemanusiaan.
5) Mengadakan pertemuan konseling setiap siswa yang dilakukan
oleh guru agama dan BK
Radikalisme seringkali menyusup tanpa sadar melalui
berbagai pintu. Termasuk sosial ekonomi. Ini berarti tugas sekolah
untuk mencegah radikalisme agama tidak bisa sendirian melainkan
dengan orangtua dan masyarakat. Maka dari itu sekolah
mengadakan pertemuan konseling setiap siswa yang dilakukan
75
oleh guru agama dan guru BK demi mengetahui perkembangan
anak di sekolah dan juga lingkungan keluarga serta dalam
masyarakat. Selain itu memberikan penyuluhan tentang tindak
radikalisme supaya para orangtua yang belum mengetahui tentang
hal tersebut dapat mengetahuinya. Dengan pengawasan dari kepala
sekolah tentang kegiatan tersebut dengan cara memantau langsung
dilapangan dan menanyakan kepada guru yang bertanggungjawab
pada pelaksanaan kegiatan.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penilitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan yang berkaitan dengan upaya guru dalam memberikan
pemahaman dan pengajaran untuk membentuk sikap dan membiasakan siswa
dalam berperilaku nasionalis religius demi mencegah radikalisme agama.
Diantaranya adalah:
1. Bentuk-bentuk Pengembangan Nasionalisme Religius di MTs N 5
Sragen
a. Upacara bendera setiap tanggal 17, hari besar Nasional maupun Islam.
b. Pengembangan nasionalisme religius melalui mata pelajaran PKn,
Akidah Akhlak, dan Qur’an Hadits.
c. Pembiasaan sholat wajib dan sunnah berjama’ah serta sholat jum’at
berjama’ah.
d. Infaq setiap hari jum’at.
e. Pertemuan wali murid sebagai konseling siswa dengan guru agama
dan guru BK.
77
2. Upaya Sekolah dalam Mencegah Radikalisme Agama di MTs N 5
Sragen
Upaya yang dilakukan sekolah dalam mencegah radikalisme
agama di MTs N 5 Sragen ada dua yaitu upaya teoritis dan upaya praktis.
Berikut paparannya:
a. Upaya teoritis
1) Memberikan prinsip bahwa kebenaran hanya milik Allah SWT.
2) Memberikan pengetahuan melalui mata pelajaran.
3) Memberikan pengertian tentang toleransi dan jihad pada siswa.
4) Guru PAI membekali dirinya dengan pemahaman yang luas dan
lintas madhab.
b. Upaya praktis
Upaya yang dilakukan di MTs N 5 Sragen dalam pencegahan
radikalisme agama adalah dengan cara pengembangan nasionalisme
religius yang ada di MTs N 5 Sragen, yaitu:
1) Upacara bendera setiap tanggal 17, hari besar Nasional maupun
Islam.
2) Pengembangan nasionalisme religius melalui mata pelajaran PKn,
Akidah Akhlak, dan Qur’an Hadits.
3) Pembiasaan sholat wajib dan sunnah berjama’ah serta sholat
jum’at berjama’ah.
4) Infaq setiap hari jum’at.
78
5) Pertemuan wali murid sebagai konseling siswa dengan guru agama
dan guru BK.
Islam mengajarkan perdamaian, toleransi dan jauh dari perilaku
radikal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Ajaran aman, nyaman,
dan damai dalam Islam adalah sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw,
bahwa “al-Muslimu man salima al-Muslimuna min yadihi wa lisanihi”.
Muslim sejati adalah seseorang yang membuat nyaman umat Islam yang
lain dari kejahatan tangan dan lisannya. Muslim sejati adalah muslim yang
bisa berperan sebagai problem solver bukan menjadi problem maker bagi
umat Islam yang lain. “Khairu an-nas anfa’uhum li an-nas”.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, maka penulis
mengajukan beberapa saran guna perkembangan selanjutnya ke arah yang
lebih baik, yaitu:
1. Saran untuk guru
a. Guru lebih memperhatikan sikap siswa di sekolah dan
mengkomunikasikan setiap tindakan yang tidak sesuai kepada guru,
ataupun teman, dan mungkin orangtua.
b. Guru sebaiknya tidak hanya menyuruh siswa dalam melakukan akan
tetapi juga sebagai teladan bagi mereka. Karna guru adalah digugu lan
ditiru.
79
c. Guru dan kepala sekolah dapat memaksimalkan perannya sebagai
pendamping siswa di sekolah dalam memberikan pendidikan agama
dengan mempraktekkan teori yang sudah ada.
d. Kepala sekolah dapat memaksimalkan pengawasan kepada siswa atau
guru dengan mendeteksi sikap radikalisme agama sejak dini.
e. Dalam konteks ini, pendidik dituntut sekreatif mungkin untuk
mendesain serta menggunakan metode dan media pembelajaran yang
tepat, sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk
menginternalisasi dan mengaktualisasikan nilai-nilai toleransi ke
dalam kehidupan konkrit sehari-hari.
2. Saran untuk orang tua
Orang tua haruslah memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan sikap anak di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah
agar memiliki perilaku sesiau norma pancasila dan Al-Qur’an serta Hadits.
3. Bagi sekolah
Sekolah sebaiknya memberikan workshop atau himbauan kepada
orang tua dan guru mengenai materi radikalisme agama dan cara
pencegahannya serta bagaimana mendeteksi sikap radikal sejak dini
kepada peserta didik yang sedang di usia remaja ini. Sehingga masyarakat
khususnya wali murid yang masih close mind dapat open minded dalam
menyikapi hal ini.
80
4. Kepada semuanya
Kita membutuhkan sikap saling mengerti dan menghargai satu
sama lain dan tidak memandang salah kepada orang lain yang berbeda
faham dengan kita. Saling bertoleransi kepada sesama. Karena apa yang
kita lakukan pasti mengacu pada dasar dan pedoman kita masing-masing.
5. Bagi peneliti berikutnya
Diharapkan untuk dapat memperdalam materi pengembangan
nasionalisme religius sebagai pencegahan radikalisme agama dan
menambah jumlah responden agar data yang dihasilkan lebih akurat.
81
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Junaidi. 2014. Radikalisme Agama: Dekonstruksi Tafsir Ayat-Ayat
“Kekerasan” dalam Al-Qur’an dalam Jurnal IAIN Raden Intan Lampung:
Vol. 8, No. 2.
Adi, Rianto. 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit.Agus,
Bustanuddin. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Amin. Nasihun. 2012. Menyemai Nasionalisme dari Spirit Agama dalam Jurnal
Teologia, Vol. 23, No. 1.
Andayani, Dian dan Majid, Abdul. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Aulia, Listya Rani. 2016. Implementasi Nilai Religius dalam Pendidikan Karakter
bagi Peserta Didik di Sekolah Dasar Juara Yogyakarta dalam Jurnal
Kebijakan Pendidikan, Vol. V.
Azra, Azyumardi. 1999. Politik Demi Tuhan; Nasionalisme Religius di Indonesia.
Bandung: Pustaka Hidayah.
Bakri, Syamsul. 2004. Islam dan Wacana Radikalisme Agama Kontemporer dalam
Jurnal DINIKA, Vol. 3 No. 1.
Basrowi, Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rieneka Cipta.
Budiyono, Kabul. 2007. Nilai-nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa Indonesia.
Bandung: Alfabeta.
Damayanti, Ninin Prima, dkk. 2003. Radikalisme Agama Sebagai Salah Satu Bentuk
Perilaku Menyimpang: Studi kasus Front Pembela Islam dalam Jurnal
Krimonologi Indonesia, Vol. 3 No. 1.
Dault. Adhyaksa. 2005. Islam dan Nasionalisme; Reposisi Wacana Universal dalam
Konteks Nasional. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Fadlillah, Muhammad; Khorida, Lilif Muallifatul. 2013. Pendidikan Karakter Anak
Usia Dini. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hariyanto, Dany. 2004. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. Solo: Delima.
Ibrahim. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Ilahi, Mohammad Takdir. 2012. Nasionalisme dalam Bingkai Pluralitas Bangsa:
Paradigma Pembangunan dan Kemandirian Bangsa. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Ismail, Faisal. 1997. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi
Historis. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
Jalaluddin. 2008. Psikologi Agama Memahami Perilaku Keagamaan dengan
Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
KBBI. http://kbbi.kemendikbud.go.id. Akses 29 November 2019.
Kurdi, Alfi Jabar. 2019. Islam Nusantara: Solusi Menyikapi Problem Radikalisme
Agama dalam Jurnal Studi Keislaman, Vol. 19 No. 1. Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga.
82
Kompasiana; Penyunting, Sigit Giri Wibowo. 2013. Cinta Indonesia Setengah.
Yogyakarta: Bentang.
Laisa, Emna. 2014. Islam dan Radikalisme dalam Jurnal Islamuna, Vol. 1, No. 1.
Lies, Arifah. 2009. Implementasi Pendidikan IMTAQ di SMP Negeri 2 Bantul. Tesis:
Universitas Negeri Yogyakarta.
M. Echols, John & Shadily, Hassan. 1975. An English-Indonesian Dictionary. New
York: Cornell University.
Magnis, Franz dan Suseno. 2006. Berebut Jiwa Bangsa; Dialog, Perdamaian, dan
Persaudaraan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Muawanah, Siti. 2015. Nasionalisme melalui Pendidikan Agama pada Peserta Didik
SMA/SMK/MA di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat dalam Jurnal
SmaRT Vol. 01, No. 02.
Muchith, M. Saekan. 2016. Radikalisme dalam Dunia Pendidikan dalam Jurnal
Addin, Vol. 10, No. 1
Mufid, Muchamad. 2017. Skripsi: Peranan Guru PAI dalam Upaya Menangkal
Radikalisme Pada Peserta Didik di SMA N 9 Yogyakarta. Program Studi
Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Muljana, Salamet. 2008. Kesadaran Nasionalisme; Dari Kolonialisme sampai
Kemerdekaan, Jilid I. Yogyakarta: LkiS.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Jakarta:
t.tp.
Munip, Abdul. 2012. Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah dalam Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. I, No. 2.
Muqoyyidin, Andik Wahyun. 2013. Membangun Kesadaran Inklusif-Multikultural
untuk Deradikalisasi Pendidikan Islam dalam Jurnal Pendidikan Islam,
Vol. II, No. 1.
Nawawi, H. Handari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah
Mada Uneversity Press.
Noorhaidi. 1998. Menentang Negara Sekular; Kebangkitan Global Nasionalisme
Religius). Bandung: Mizan.
Nugraha, Asep Nendi. 2017. Skripsi: Konsep Nasioanlisme Religius Soekarno.
Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam. Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam. UIN, Yogyakarta.
Pusat Bahasa Depdiknas RI. Kamus Bahasa Indonesia dalam Munip, Abdul. 2012.
Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah dalam Jurnal Pendidikan Islam
Vol. 1, No. 2.
Qardhawi, Yusuf. 2004. Ash-Shahwah Al-Islamiyah bain Al-Juhud wa At-Tatharuf.
Solo: PT. Era Adicitra Intermedia.
Salim, Nur, dkk. 2018. Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme melalui
Pendidikan Multikultural pada Siswa MAN Kediri I dalam Jurnal
ABDINUS, Vol. 2 No. 1. Kediri: Universitas Nusantara PGRI.
Smith, Anthony D. 2003. Nationalism; Theory, Ideology, History. Jakarta: Erlangga.
83
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suryana, Yana. Dkk. 2018. Globalisasi. Klaten: Cempaka Putih.Sutopo, H.B. 2002.
Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Press.
Sutrisno. 2019. Revolusi Mental: Menumbuhkembangkan Rasa Nasionalisme.
Temanggung: Desa Pustaka Indonesia.
Tim naskah Pesantren Ma’had Aly Lirboyo. 2019. Nasionalisme Religius; Manhaj
Kebangsaan Ulama Nusantara. Kediri: Lirboyo Press.
Triyanto, Agus. 2016. Skripsi: Penanaman Sikap Nasionalisme Religius Melalui
Kegiatan Ekstrakulikuler Hizbul Wathan Studi kasus di SMP
Muhammadiyah 7 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016. Program Studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universits Muhammadiyah, Surakarta.
Turmudi, Endang; Suhbudi, Riza. 2005. Islam dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta:
LIPI Press.
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wibowo, Muhammad Ari. 2017. Skripsi; Penanaman Karakter Nasionalis Religius
Melalui Kurikulum Terintegrasi Pesantren Pada Peserta Didik Di SMK
Syubbanul Wathon Tegalrejo Magelang. Program Studi Politik dan
Kewarganegaraan. Fakultas Ilmu Sosial. UNNES, Semarang.
Zuldafiar dan Muhammad Lahir. 2012. Penelitian Kualitatif. Surakarta: Yuma
Pustaka.
84
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Surat Penelitian
85
86
87
Lampiran 2 Lembar Konsultasi Skripsi
88
89
90
Lampiran 3 Surat Keterangan Kegiatan
SATUAN KETERANGAN KEGIATAN
Nama : Yunita Nur Indah Sari Jurusan : PAI
NIM : 23010160186 Dosen PA : Dra. Siti Asdiqoh, M.Si.
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Sebagai Nilai
1 OPAK Institut 18-19 Agustus 2016 Peserta 3
2 OPAK Fakultas 22-23 Agustus 2016 Peserta 3
3 Sertifikat UPT Perpustakaan 30 Agustus 2016 Peserta 3
4 Pemilihan Mas dan Mbak Duta
Mahasiswa IAIN Salatiga
02 Oktober 2017 Juara 3 Mbak
Duta IAIN
Salatiga
6
6 Seminar International “Petani
Untuk Negeri” dalam rangkaian
kegiatan Festival Solidaritas Untuk
Petani Indonesia
24 September 2016 Peserta 10
7 Seminar Nasional Dinamika
Hukum Pasar Modal Syari’ah di
Indonesia
29 Oktober 2019 Peserta 8
8 Seminar Nasional Pasar Modal
Syari’ah
08 November 2017 Peserta 8
9 Seminar Nasional Kontribusi
Sistem Ekonomi Islam dalam
Kebijakan dan Penyelesaian Hutang
Negara
14 November 2017 Peserta 8
10 Seminar Nasional Polemik Bakal
Calon Legislatif Mantan
Narapidana
02 Oktober 2018 Peserta 8
91
11 Seminar Nasional Reaktualisasi
Hadis dalam Kehidupan Berbangsa
& Berbudaya
19 Oktober 2016 Peserta 8
12 Seminar Nasionaal “Tax Amnesti,
Faktor-faktor yang
Melatarbelakangi Lahirnya
Amnesty pajak dan Dampaknya
Terhadap Perekonomia di
Indonesia”
12 Oktober 2016 Peserta 8
13 Dialog Interaktif pendidikan
Karakter Bangsa
15 Oktober 2016 Peserta 3
14 Seminar Ilmiah Pengembangan
Kurikulum “Peran Legislatif dalam
Pengembangan Sumber Daya
Pendidikan Nasional Menuju
Generasi Milenial yang
Berkarakter”
15 Desember 2018 Peserta 3
15 Seminar Ilmiah Pengembangan
Kurikulum “Strategi Penerapan
Kurikulum 2013 Menuju
Terwujudnya Generasi Millenial
Plus (Religius dan Berkarakter)
Pada Revolusi Industri 4.0”
15 Desember 2018 Peserta 3
16 Kegiatan sehari dengan tema
“Mewujudkan Islam Washatiah,
Memantapkan Keberagaman dan
Merawat Keragaman”
06 Juni 2018 Peserta 3
17 Kegiatan Bimbingan Jurnalistik
“Teknis Menulis Artikel pada
28 April 2018 Peserta 3
92
Media Masa”
18 Seminar Kemuslimahan “Wanita
yang Dirindukan Syurga”
03 Juni 2017 Peserta 3
19 Art and Language Exhibition 2017
“Kidung Katresnan Dewi Arimbi”
26 April 2017 Peserta 3
20 Art and Language Exhibition 2018
“Sumpah Abimanyu”
25 April 2018 Peserta 3
21 Diskusi pendidikan dan bedah
majalah Figur edisi 64 FKIP UMS
13 Mei 2017 Peserta 6
22 Bedah buku “Peradaban Sarung”
bersama Ustadz Ach. Dhofir Zuhry
oleh Gramedia
16 November 2019 Peserta 6
93
Lampiran 4 Verbatim Wawancara
VERBATIM WAWANCARA I
Nama : Drs. Sugeng, M.Pd.
Jabatan : Guru Akidah Akhlak
Hari/Tanggal wawancara : Rabu/ 09 Januari 2020
Tempat : Kantor Guru
Pertanyaan Jawaban
Kegiatan keagamaan apa saja yang rutin
dilaksanakan di sekolah?
Sholat dhuha setiap pagi hari sesuai
dengan jadwal perkelas. Kelas 7 itu hari
senin dan rabu, kelas 8 hari selasa sama
kamis, kelas 9 hari rabu dan sabtu.
Ada kegiatan pengajian hari besar
Islam (Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj), sholat
dzuhur berjamaah, mengadakan
pertemuan keluarga sekaligus pencerahan
atau pengajian keluarga besar MTs n 5
sragen.
Bagaimana guru mengajak dan
mengajarkan pada siswa dalam
mengerjakan sesuatu harus tulus, ikhlas
dan tidak banyak mengeluh?
Caranya tentunya sebagai pendidik harus
menggunakan metode pedagogis yaitu
dengan cara menyampaikan teori
keilmuannya dulu. Anak-anak dikasih
tau jujur itu apa misal. Diorientasi, anak
itu diberitahu dari masing-masing poin
yang akan kita tuju dan juga diberi
teladan atau contoh-contoh yang kita
ambil dari tokoh-tokoh, agama, sejarah
dan juga dari guru meneladani anaknya.
Disamping teori yg sudah diberikan jg
ada contoh yang nyata ada bukti
otentiknya. Agama itu bukan teori tapi
praktek.
Bagaimana bentuk pembiasaan yang
dilakukan pihak sekolah kepada siswa
dalam mengajak dan mengajarkan
kebaikan dan mencegah kemungkaran?
Kebiasaan yang diajarkan tentu selalu
diberi tau dengan cara diingatkan setiap
saat, diberi teladan untuk supaya anak ini
mengerti betul apa itu kejujuran apa itu
kebenaran sehingga akhirnya menjadi
akhlak atau karakter yang menjiwai anak
itu berdasarkan dari teori-teori yang ada.
94
Lain orang yang tidak pernah belajar
dan diajari akhlak dengan orang yang
tidak sama sekali, nilainya nanti akaan
berbeda. Orang yang sering diajari akhlak
nanti diakan akan mengeti karena hatinya
tergesek dari pola pikirnya yang sudah di
exsplore tadi atau yang sudah diberi
peringatan dari berbagai pihak terutama
dari guru.
Maka pelajaran agama disini dominan
lebih banyak daripada di smp untuk
membiasakan hatinya tersentuh dengan
pengertian-pengertian kebenaran atau
keagamaan secara umum.
1. Apakah fanatik terhadap ajaran
agama itu perlu?
Fanatik dalam agama itu salah satu hal
yang dicontohkan dalam Islam juga.
Rasulullah itu kan fanatik dalam yakin.
Fanatik itu kan artinya meyakini. Kalau
fanatik yang diartikan sampai ke radikal
itu fanatik yang sampai tidak mau
toleransi pada yang lain. Ini menurut saya
kurang setuju. Tetapi kalau kita meyakini
agama dengan sungguh-sungguh sesuai
ajaran yang ada itu justru memang yang
diperintahkan tapi kalau fanatik yang
diartikan sampai radikal itu menolak
yang lain, merendahkan yang lain,
menjelekkan yang lain menurut saya
tidak setuju. Tapi untuk meyakini
kebenaran agama yang diyakini dan harus
dikerjakan itu harus. Jadi kalau meyakini
agama yang kita yakini itu harus kalau
tidak kita nanti jadi orang yang tidak
punya keyakinan. Keyakinan kita jadi
pindah-pindah. Bolehkah itu? Tidak. Kita
sebagai orang yang beriman dan agama
kita Islam kita harus punya komitmen
dalam beragama.
Tapi kalau yang sampai ke
radikalisme tadi yang sampai menjelek-
jelekkan, menjatuhkan itu saya tidak
setuju. Islam kan tidak mengajarkan hal
yang seperti itu. Islam mengajarkan
Rahmatalil’alamin.
95
1. Bagaimana pandangan anda dengan
konsep jihad yang diajarkan oleh
kelompok tertentu dengan modus
kekerasan, misalnya dengan cara
pengeboman?
2. Apakah materi PAI yang anda
ajarkan berkaitan dengan upaya
menangkal radikalisme?
1. Jadi jihad itu adalah menggunakan
pikir, tenaga, waktu, ilmu, biaya,
harta, apapun itu namanya jihad
untuk memperjuangkan sesuatu. Bisa
agama bisa juga keluarga, bisa harga
diri bisa apapun.
Jihad ini berhubungan dengan agama
rata-rata. Arti jihad secara umum itu
adalah berjuang. Berjuang untuk
maju, berjuang untuk pinter, berjuang
untuk apapun itu namanya jihad
secara umum.
Tetapi emang juga ada kadang-
kadang memahami jihad itu dalam
pandangan versi lain. Punya wawasan
lain, teman lain, komunitas lain.
Komunitas kan tetap mempengaruhi
kepribadian orang.
Kalau konsep jihad yang mungkin
yang harus bunuh membunuh itu
tidak sesuai dengan konsep Islam. Ya
memang dulu ada perang tetapi Islam
itu diperangi karna melawan akidah.
Kalau sekarang Islam dianggap
radikal karna pandangan-pandangan
tertentu, jihad yang sampe harus
membunuh orang namanya sekarang
bagi pandangan agama kita tidak
sesuai dengan aturan, rujukan dalil.
Karna membunuh orang kan tidak
boleh tanpa sebab. Sebabnya harus
tau dulu, kalau memang sebabnya
dihalalkan oleh agama ya gapapa.
Karna dulu ada perang (perang
khandaq, perang uhud, perang salib,
perang jamal, dsb) itu semuanya ada
dulu tetapi itu tentu pakai konsep-
konsep yang dibenarkan.
Kalau pendapat saya sekarang seperti
apa, saya tidak begitu mengerti karna
belum tau konsep mereka. Karna
semua punya dasar masing-masing.
Kalau saya tidak bisa menjudge
“kamu yang salah” gak bisa karna
memang semua pake dasar punya
96
pedoman. Saya yakin itu. Tapi kalau
memang pelanggaran itu nampak
dalams sisi hukum tentu itu yang
harus kita jauhi.
2. Tentu. Karena anak-anak diajarkan
iman kepada Allah. Iman kepada
Allah inilah juga akhlak kepada orang
lain. Ada akhlak pergaulan remaja,
tetangga ini kan termasuk toleransi.
Akhidah akhlak benar-benar
mencetak kaderisasi yang dia ini tidak
radikal justru baik dengan sesama,
lingkungannya, masyarakatnya,
dengan siapapun, keluarganya. Kalau
di akidah akhlak tidak ada membunuh
tanpa sebab jadi harus ada asbabnya.
97
VERBATIM WAWANCARA II
Nama : Bapak Dasuki, S.Ag.
Jabatan : Guru Qur’an Hadits
Hari/Tanggal wawancara : Kamis/ 10 Januari 2020
Tempat : Kantor Guru
Pertanyaan Jawaban
Apakah sekolah mewajibkan pada
siswa untuk hafal UUD 1945?
Ya harus. Karena di madrasah ini kan
kurikulumnya tidak semata-mata kurikulum
Islam kan. Di sini kan juga ada pelajaran
PKn. Tentunya dalam pelajaran PKn ada
materinya. Bahkan di MTs setiap upacara itu
UUD tidak dibaca tapi dengan cara
menghafal. Dulu ketika kamu disini ngga
seperti kan? Tidak pak. Nah, sekarang setiap
upacara UUD itu dihafal jadi bunyinya
protokol “menghafal”. Jadi menghafal itu
bukan berarti aturan yang harus tetapi
memang mengajak kepada siswa agar teks-
teks seperti itu bisa hafal di luar kepala.
Bagaimana guru mengajak dan
mengajarkan pada siswa dalam
mengerjakan sesuatu harus tulus,
ikhlas dan tidak banyak mengeluh?
Guru tentunya memberikan dasar-dasar
hukum pentingnya kejujuran. Kemudian
untuk mengimplementasikan sikap-sikap
kejujuran itu pernah kita coba di sini ada
kantin kejujuran. Bahkan kalau anak berkata
kotor itu di sini kena KPS. Untuk apa itu kita
terapkan supaya anak punya kebiasan jujur
dalam berkata, sopan santun dalam bertutur
kata.
Bagaimana bentuk pembiasaan yang
dilakukan pihak sekolah kepada siswa
dalam mengajak dan mengajarkan
kebaikan dan mencegah
kemungkaran?
Setiap pagi anak untuk tadarus,
melaksanakan sholat dhuha, kemudian
menghafal asmaul husna, menghafal
ma’surat, menghafal surat-surat pendek. Itu
kebiasaan yang kita terapkan supaya anak-
anak itu punya kebiasaan yang baik.
Apakah fanatik terhadap ajaran
agama itu perlu?
Penting, karena dengan fanatik akan muncul
kesungguhan dalam menjalankan agama
Islam. Fanatik ajaran yang harus dilakukan.
Misalnya sholat dalam situasi apapun ketika
datang waktu solat harus tetap sholat.
98
1. Bagaimana pandangan anda
dengan konsep jihad yang
diajarkan oleh kelompok tertentu
dengan modus kekerasan,
misalnya dengan cara
pengeboman?
2. Bagaimana tanggapan anda
tentang isu radikalisme yang
mulai masuk dalam dunia
pendidikan?
3. Apakah materi PAI yang anda
ajarkan berkaitan dengan upaya
menangkal radikalisme?.
4. Strategi apa yang anda lakukan
untuk menangkal radikalisme
yang marak akhir-akhir ini?
1. Jihad dalam pemahaman agama kurang
setuju, jihad dengan cara pengeboman
itu tidak boleh karena Indonesia itu
negara heterogen harus menghargai.
Pengeboman menurut ajaran mereka itu
benar. Tetapi bagi saya menurut saya
belum bijaksana.
2. Saya kurang paham tentang batas-batas
radikalisme itu seperti apa, misalnya
orang berjenggot radikalisme, orang
bercelana cingkrang radikalisme belum
tentu itu radikalisme. Karena meraka
melakukan itu punya dasar sendiri.
3. Di Mts ada materi tentang ajaran
toleransi, dalam Q.S. Al-Kafirun, Q.S.
Al-Bayyinah. Jika ada orang muslim
menjalankan agama maka kelak akan
mendapat kan balasan yang baik di
akhirat. Tolong menolong kepada
seluruh umat manusia
4. Menjalankan agama berdasarkan
perintah sesuai pemahaman yang benar
dari para salfussholih. Salafus sholih
adalah orang yang dekat dengan nabi
sesuai dengan hadis yang shohih.
99
VERBATIM WAWANCARA III
Nama : Bapak H.M. Musthofa, S.Psi., M.Pd.
Jabatan : Guru Bimibingan Konseling
Hari/Tanggal wawancara : Kamis/ 10 Januari 2020
Tempat : Kantor BK
Pertanyaan Jawaban
Apakah bentuk kebanggaan
terhadap Negara?
Salah satu bentuk kebanggaan sebagai negara
yang ada di MTs ini, kebetulan mts ini kan
mMTs negeri mau tidak mau keloyalan
terhadap pemerintah itu tinggi. Yang
dibuktikan setiap bulannya tgl 17 dari sekolah
kami diadakan upacara bendera yang diikuti
oleh semua warga MTs dan pembinanya
bergantian, biasanya bapak kepala sekolah
yang mempelopori.
Selain tgl 17 biasanya dilakukan saat hari-hari
besar dan semuanya sanggup hormat pada
bendara. Itu bukti keloyalan kita terhadap
pemerintah yang mempunyai satu kebanggaan
yaitu merah putih. Walaupun sini ada berbagai
paham setelah masuk ke MTs N 5 sragen
paham-paham itu ditanggalkan dulu, yang
dipentingkan adalah kenegaraan sebagai
warga negara.
Bagaimana penggunaan bahasa
dalam keseharian? Baik dalam
kegiatan maupun di luar kegiatan
Sekolah kita kan sekolah negeri yang ada di
Jawa. Di MTs itu ada 3 bahasa yaitu
Indonesia, Jawa, Arab. Namun yang
ditonjolkan adalah bahasa Indonesia walaupun
setiap pelajaran bahasa Arab tetap disisipi
bahasa Indonesia, ketika pelajaran bahasa
Jawa juga disisipi bahasa Indonesia. Kaerna
bahasa Indonesia adalah bahasa nasional.
Kegiatan sosial apasajakah yang
ada di MTs N 5 Sragen?
Kegiatan sosialnya banyak. Jadi yang
mempelopori itu dari kesiswaan dan humas,
diantaranya:
a. Pada saat yang mempelopori kesiswaan
itu anak-anak diajak untuk berlatih
bersama-sama membantu meringankan
beban orang lain itu dibuktikan dengan
100
bantuan air bersih.
b. Setiap kegiatan pramuka di daerah segoro
gunung kra, ada satu pembelajaran bagi
anak ada baksos yaitu menjual sembako
murah dengan harga separonya dan hasil
itu dipake untuk membantu masjid. Inilah
salah satu bukti kalau kita membantu
dalam baksos.
Jadi BK ini yang mempelopori mba, anak-
anak dipilahi anak-anak yatim/ piatu. Anak
tersebut kita bantu dalam bentuk alat
pelajararan. Kami dari bk mengumpulkan
uang sendiri untuk anak yang dikategorikan
yatim/piatu. Itu salah satu bukti bahwa kita
ikut andil dalam membantu masyarakat
sekolah.
1. Kegiatan keagamaan apa saja
yang rutin dilaksanakan di
sekolah?
2. Apakah bapak/ibu terlibat
dalam semua kegiatan
keagamaan yang ada di
sekolah?
1. Kegiatan keagamaan yang selalu kita
laksanakan yang sudah direncanakan
dalam satu tahun, diantaranya:
a. Menyembelih qurban hewan walaupun
hanya sekedar latihan qurban.
b. Sholat berjamaan yang kita lakukan
kalau setiap hari itu kan rutin/ wajib
yaitu dzuhur. Kalau pagi itu sholat
dhuha itu kita bagi 2 hari 2 hari. Senin
kelas 7 selasa kelas 8 rabu kelas 9 dan
kembali ke kelas 7 lagi begitupun
seterusnya. Kalau kelas 9 hanya 1x
saja karena yang hari sabtu tersebut
untuk pembinaan wali kelas.
c. Sholat sunnah berjamaah idul adha.
Jadi itu dilaksanakan di sekolahan tapi
kalau idul fitri kita tidak
melaksanakan. Itu diantaranya dan
masih banyak lagi.
2. Ya kebetulan saya sebagai sumber berita
termasuk salah satu dari staf kesiswaan
walaupun posisinya saya sebagai guru
konseling insyaAllah sampai sekarang
saya terlibat
Bagaimana peran guru dalam
membentuk sikap sabar, jujur, adil
kepada siswa?
Itu kalau sifat sabar itu kan ditunjukkan dari
pembelajaran kita di kelas. Selain itu
memang ada pembelajaran dari BK seperti
penilaian karakter, kepribadian, dan
101
sebagainya memang diajarkan di sekolah ini
tapi tidak terfokus pada pembelajaran
tertentu. Jadi setiap pembelajaran itu anak-
anak dilatih dalam bersikap jujur lewat PTS,
PAS, ulangan harian, itu anak-anak dilatuh
jujur dengan tidak mencontek hasil pekerjaan
teman yang lain. Itu salah satu pembelajaran
anak untuk dilatih jujur.
1. Bagaimana bentuk pembiasaan
yang dilakukan pihak sekolah
kepada siswa dalam mengajak
dan mengajarkan kebaikan dan
mencegah kemungkaran?
Banyak mba, semua diajak kebaikan.
Mencari ilmu itu kan baik, disiplin itupun
baik, rajin itu kan baik, sholat berjamaah itu
kan juga baik. Jadi memang semuanya itu
diajarkan kebaikan. Pembelajaran sekolah
dimanapun ya semuanya bertujuan di
antaranya itu. Maka pemerintah sendiri kan
ada dua hal. Ada yang pandai sebagai
intelektual ada juga yang pandai pada
karakter. Nah karakter itukan ditanamkan di
sekolahan, dimanapun memang sekarang
yang ditekankan karakter yang dipentingkan.
Bukan IQ tapi karakter. Untuk apa anak
pandai tapi tidak baik. Tapi anak baik
insyaAllah mudah pandai. Kalau anak pandai
belum tentu baik. Mudah mempelajari
kepandaian daripada kebaikan. Karna baik itu
fleksibel kalau pandai itu tidak fleksibel.
Apakah fanatik terhadap ajaran
agama itu perlu?
Fanatik itu penting sekali. Tetapi harus bisa
memilah. Fanatik agama itu kan artinya
tergantung orangnya. Artinya itu kan
seandainya saya orang Islam, saya menganut
paham A itu ya harus fanatik tapi fanatiknya
tidak menyalahkan orang lain agar keyakinan
beragama saya, beragama kita itu tertanam
dengan kuat tapi dengan catatan jangan
menyalahkan orang lain. Fanatik itukan
memperkokoh keimanan kita. Jangan
menyalahkan agama orang lain, jangan
menyalahkan paham orang lain walaupun kita
berhak mengajak.
1. Apakah ada doktrin paham dari
guru kepada siswa?
2. Pernahkah terjadi kekerasan
oleh guru terhadap siswa atau
sebaliknya baik dalam kegiatan
1. Kalau doktrin saya gak pernah dengar guru
sini memberikan doktrin namun yang ada
bukan doktrin melainkan penguat
keimanan. Bukan dokrin tapi menguatkan
keimanan.
102
pembelajaran maupun di luar
kegiatan pembelajaran?
3. Bagaimana peran BK dalam
mencegah kekerasan oleh guru
pada siswa dan siswa pada
guru
2. Tidak pernah karna itu tidak sesuai dengan
pembelajaran kita.
3. Jadi peran BK sifatnya mengajak,
mengingatkan, mengarahkan,
membimbing dan mendidik dengan cara
yang sopan dan sesuai aturan yang ada di
sekolahn.
3. Bagaimana tanggapan anda
tentang isu radikalisme yang
mulai masuk dalam dunia
pendidikan?
4. Strategi apa yang anda lakukan
untuk menangkal radikalisme
yang marak akhir-akhir ini?
1. Kalau ke dunia pendidikan banyak tapi
kalau di sekolah kita ga ada. Radikalisme
itukan bertolak belakang dengan aturan
yang ada di Indonesia, jelas kami tidak
sepaham. Di sekolahan kita itu banyak
atau beragam paham yang masuk di
sekolahan kita, anak-anak itu karna
terpengaruh dari orang tua. Ya ada yang
mempunyai paham Muhammadiyah, NU,
LDII, MTA dan sebagainya. Tetapi disini
tidak ada yang ditonjolkan. Semua sama
karena semua sebagai pembelajaran pada
anak.
2. Kami harus sebisa mungkin memberikan
pemahaman kepada anak-anak tersebut.
Seandainya itu ada tapi alhamdulillah di
sini tidak ada. Memang setiap jum’at kita
berjamaah di sekolah. Dari anak-anak
tersebut kan ada yang mempunyai faham
yang berbeda dengan yang lain. Ada yang
mempunyai faham kalau sholat jum’at itu
tidak diimami dengan kelompok itu tidak
sah. Oke katakanlah seperti itu. Kami
memberikan satu arahan penengah, tidak
melarang juga tidak memerintah. Ya kami
mencari jalan tengah, setiap sebulan
sekali paling tidak sekali atau mungkin
dua kali itu anak-anak wajib jama’ah di
masjid kita karna itu sebagai
pembelajaran bersama-sama selain
memang itu wajib untuk sholat jama’ah.
Yang dua kali atau tiga kali dalam satu
bulan itu silahkan untuk mengikuti sholat
jum’at jama’ah di luar dengan catatan ada
ijin baik lisan atau tertulis atau mungkin
ada yang secara langsung dijemput oleh
orangtua tanpa itu kami tidak akan
103
mengeluarkan sebelum sholat jama’ah itu
dilaksanakan bersama-sama di sini.
Memberikan pemahaman bahwa sholat
bersama imam yang termasuk orang
pilihan. Di anataranya ya mungkin lebih
fasih bacaannya, mungkin lebih tua
umurnya yaa ada kelebihannya lah
dibanding mak’mumnya. Bukan faham si
A si B yang harus jadi imam kan enggak,
seenggaknya sebagai pilihan kan itu tadi.
5. Bagaimana guru BK
mengajarkan akhlak tentang
toleransi pada peserta didik?
Pembelajaran di BK kan ada yang classical.
Di dalam kelas bisa, di luar kelas bisa dalam
tingkah laku itu kan sebagai contoh dari
anak-anak.
Salah satu contohnya yaa sholat jum’at tadi.
Diimami oleh satu orang yang orang itu
dianggap mampu untuk menjadi imam
dengan sayar tadi, bukan menurut faham si A
si B.
104
VERBATIM WAWANCARA IV
Nama : Bapak Drs. H. Dwikur Innama, M.Pd.
Jabatan : Kepala Sekolah
Hari/Tanggal wawancara : Kamis/ 10 Januari 2020
Tempat : Ruang Kepala Sekolah
Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana bentuk kebanggaan
terhadap Negara?
2. Apa saja bentuk-bentuk
pengembangan nasionalisme
religius di MTs N 5 Sragen?
1. Mengadakan upacara bendera
2. Berdoa di setiap upacara bendera,
penggalangan dana untuk bencana
nasional
1. Bagaimana bentuk kecintaan
siswa dan guru terhadap tanah
air?
2. Bagaimana penggunaan bahasa
dalam keseharian?
1. Jumat bersih, upacara hari nasional,
menyanyikan lagu daerah dan nasional
2. Baik dalam kegiatan maupun di luar
kegiatan
Dengan menggunakan bahasa Indonesia
dalam KBM
1. Apa saja bentuk setia dan taat
pada Negara yang ada di MTs N
5 Sragen?
2. Bagaimana sikap setia dan taat
siswa pada Negara?
1. adanya peraturan madrasah
2. Mentaati seluruh peraturan yang ada di
madrasah
1. Kegiatan sosial apasajakah yang
ada di MTs N 5 Sragen?
2. Apakah ada kegiatan seperti
jumat sehat sabtu bersih di MTs
N 5 Sragen?
1. Membantu Teman dalam belajar
kelompok,Infaq untuk membantu
Teman yang perlu biaya Berobat
2. Ada setiap bulan sekali pada minggu ke
4
3. Kegiatan keagamaan apa saja
yang rutin dilaksanakan di
sekolah?
4. Bagaimana pengawasan kepala
sekolah terhadap kegiatan
keagamaan di sekolah?
5. Apakah bapak/ibu terlibat dalam
semua kegiatan keagamaan yang
ada di sekolah?
1. Berdoa dan Tadarus dan Sholat Dhuha
Setiap Hari
2. Memantau Setiap Pelaksanaan Kegiatan
dan Ikut dalam Kegiatan Keagamaan
3. Ya, seluruh guru dan karyawan MTsN 5
Sragen
Bagaimana guru mengajak dan
mengajarkan pada siswa dalam
mengerjakan sesuatu harus tulus,
Menjelaskan dan memahamkan seluruh
tujuan kegiatan akan mermanfaat untuk
diri siswa
105
ikhlas dan tidak banyak
mengeluh?
Bagaimana peran kepala sekolah
dalam membentuk sikap sabar,
jujur, adil kepada siswa?
Memberikan Pembinaan Sewaktu2
secara kolosal di masjid ba’da sholat
Dhuhur
Bagaimana bentuk pembiasaan
yang dilakukan pihak sekolah
kepada siswa dalam mengajak dan
mengajarkan kebaikan dan
mencegah kemungkaran?
Guru BK dan Guru Agama Mengadakan
Pertemuan Konseling Setiap Siswa
1. Apa saja ajaran agama yang
diberikan pada peserta didik?
2. Apakah fanatik terhadap ajaran
agama itu perlu?
3. Apa dampak negatif dari fanatik
terhadap ajaran agama?
1. Sholat Wajib Berjama’ah, Berdoa Setiap
Pagi dan Pulang
2. Tidak perlu
3. Menganggap paling benar sendiri
1. Bagaimana pengawasan kepala
sekolah terhadap kegiatan
keagamaan di sekolah?
2. Bagaimana tanggapan kepala
sekolah tentang isu radikalisme
yang mulai masuk dalam dunia
pendidikan?
3. Apa peran pendidikan dalam
menangkal radikalisme?
4. Bagaimana pendapat kepala
sekolah terhadap guru PAI dalm
upaya menangkal radikalisme di
MTs N 5 Sragen?
5. Apakah ada kerjasama antar
sekolah dengan orangtua peserta
didik dan masyarakat dalam upaya
menangkal radikalisme?
1. Memantau langsung dilapangan dan
menanyakan kepada guru yang
bertanggungjawab pada pelaksanaan
kegiatan
2. Tidak perlu ditanggapi karena Cuma isu
saya hanya perlu mewaspadai saja
3. Memberikan prinsip bahwa kebenaran
hanya punya allahSWT
4. Mendukung upaya tersebut
5. Tidak ada
Bagaimana pandangan anda
dengan konsep jihad yang
dianjarkan oleh kelompok tertentu
dengan modus kekerasan,
misalnya dengan cara
pengeboman?
Tidak setuju, karena tidak sesuai dengan
ajaran agama
1. Bagaimana kepala sekolah dan
guru menjadi teladan bagi peserta
didik agar tidak terjerumus ke
paham radikalisme?
2. Bagaimana kepala sekolah
1. Dengan menjalankan syariat yang
diajarkan agama disekolah
2. Dengan menghormati orang lain
3. Tenang ketika di masjid,
mendengarkan khutbah dengan
106
mengajarkan akhlak tentang
toleransi pada peserta didik?
3. Bagaimana wujud dari sikap
toleransi pada peserta didik?
tenang, tidak mengganggu teman
ketika sholat
107
Lampiran 5 Pedoman Observasi
PEDOMAN OBSERVASI
Hari/Tanggal : 09 – 13 Januari 2020
Tempat : Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Sragen
Waktu : 07.30 – 14.30 WIB
No Kegiatan Guru
Pelaksanaan
Catatan Baik
Kurang
maksimal
A Pra Pembelajaran
1 Memeriksa kesiapan ruang, alat
dan media pembelajaran
2 Memeriksa kesiapan peserta didik
B Membuka Pelajaran
1 Melakukan apersepsi
2 Menyampaikan materi/tujuan
pembelajaran
C Penguasaan Materi
1 Menunjukkan penguasaan materi
2 Mengaitkan materi pembelajaran
dengan materi yang relevan
D Strategi Pembelajaran
1 Melaksanakan pembelajaran
secara runtut
2 Menguasai kelas
3 Melaksanakan pembelajaran yang
dapat memacu kebiasaan positif
peserta didik
4 Melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan alokasi waktu
E Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
1 Menunjukkan keterampiran
dalam memanfaatkan media dan
sumber belajar
2 Menggunakan media/sumber
belajar yang menarik
3 Melibatkan peserta didik dalam
pemanfaatan media dan sumber
belajar pendidik
108
F Interaksi dalam Pembelajaran
1 Menciptakan susasna yang
membutuhkan partisipasi aktif
peserta didik melalui guru, media,
dan sumber belajar
2 Menciptakan hubungan antar
pribadi yang positif
3 Menunjukkan sikap terbuka dan
responsive terhadap peserta didik
4 Menumbuhkan antusiasme
peserta didik
G Pengunaan Bahasa
1 Menggunakan bahasa lisan secara
baik
2 Menggunakan bahasa tubuh
secara baik dan benar
H Penilaian Belajar
1 Melakukan penilaian proses
selama pembelajaran
2 Melakukan penilaian akhir
I Penutup
109
Lampiran 6 Hasil Observasi
HASIL OBSERVASI
Hari/Tanggal : 09 – 13 Januari 2020
Tempat : Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Sragen
Waktu : 07.30 – 14.30 WIB
No Kegiatan Guru
Pelaksanaan
Catatan Baik
Kurang
maksimal
A Pra Pembelajaran
1 Memeriksa kesiapan ruang, alat
dan media pembelajaran √ Guru memeriksa
kebersihan kelas,
mempersiapkan
media buku
pelajaran serta
spidol
2 Memeriksa kesiapan peserta didik √ Guru memeriksa
kenyamanan
tempat duduk
peserta didik
3 Berdoa sebelum pelajaran √ Guru selalu
mengajak peserta
didik berdoa
sebelum proses
pembelajaran
B Membuka Pelajaran
1 Melakukan apersepsi √ Guru membuka
dengan salam
dilanjutkan materi
terakhir yang
dipelajri kemarin
2 Menyampaikan materi/tujuan
pembelajaran
√ Guru
menyampaikan
tujuan
pembelajaran tidak
tentu
C Penguasaan materi
1 Menunjukkan penguasaan materi √ Guru menguasai
materi
110
2 Mengaitkan materi pembelajaran
dengan mater lain yang relevan √ Guru
menyampaikan
materi dan
mengaitkan
pelajaran
nasionalisme,
patriotisme dengan
radikalisme.
Begitu pula
pendidikan
toleransi dikaitkan
dengan Q.S. Al-
Kafirun dan Q.S
Al-Bayyinah
D Strategi Pembelajaran
1 Menggunnakan strategi
pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan peserta didik
√ Guru
menggunakan
strategi dengan
kebutuhan siswa
2 Melaksanakan pembelajaran
secara runtut √ Guru mengajar
diawalai dengan
orientasi terlebih
dahulu
3 Menguasai kelas √ Murid
memperhatikan
materi yang
disampaikan guru
4 Melaksanakan pembelajaran yang
dapat memacu kebiasaan positif
peserta didik
√ Siswa
menunjukkan
perilaku sopan dan
ramah
5 Melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan alokasi waktu √ Pembelajaran
sesuai jadwal
E Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
1 Menunjukkan keterampilan dalam
memanfaatkan media dan sumber
belajar
√ Guru terkadang
membawa media
terkadang tidak
2 Menggunakan media/sumber
belajar yang menarik
√ Sebagian guru
tidak
menggunakan
media belajar yang
menarik
3 Melibatkan peserta didik dalam
pemanfaatan media dan sumber √ Guru selalu
mengajak peserta
111
belajar pendidik didik dalam
memanfaatkan
media dan sumber
belajar yang ada
F Interaksi dalam Pembelajaran
1 Menciptakan suasana yang
menumbuhkan partisipasi aktif
peserta didik melalui guru, media
dan sumber belajar
√ Peserta didik
sangat antusias
ketika guru
menggunakan alat
peraga
2 Menciptakan hubungan antar
pribadi yang positif √ Guru
mempersilahkan
peserta didik
untuk saling
menghargai
pendapat
3 Menunjukkan sikap terbuka dan
responsive terhadap peserta didik √ Guru mampu
menjadi teman dan
pendengat bagi
siswa
G Penggunaan Bahasa
1 Menggunakan bahasa lisan secara
baik √ Guru
menerangkan
dengan
menghadap siswa
dan berbicara jelas
serta keras
2 Menggunakan bahasa tubuh
secara baik dan benar √ Guru mampu
berkomunikasi
dengan siswa
dengan baik
H Penilaian Belajar
1 Melakukan penilaian proses
selama pembelajaran √ Guru memberikan
penilaian selama
pembelajaran
berlangsung
2 Melakukan penilaian akhir √ Guru melakukan
penilaian sesuai
keatifan dan
kemampuan
peserta didik
I Penutup
112
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian
DOKUMENTASI
Pintu Masuk MTs N 5 Sragen
Masjid An-Nur Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Sragen
113
Ruang kelas MTs N 5 Sragen
Pendopo MTs N 5 Sragen (digunakan untuk latihan maupun pertunjukan seni musik
tradisional Jawa/ gamelan)
114
Wawancara dengan Bapak Drs. Sugeng, M.Pd. selaku guru Akidah Akhlak di MTs N
5 Sragen
Wawancara dengan Bapak Dasuki, S.Ag. selaku guru Qur’an Hadits di MTs N 5
Sragen
115
Wawancara dengan Ibu Rina Utari, S.Pd. selaku guru BK di MTs N 5 Sragen
Wawancara dengan Bapak H.M.Mustofa, S.Psi., M.Pd. selaku guru BK di MTs N 5
Sragen
116
Wawancara dengan Ibu Mar’atu Sholihati A, S.Pd. selaku guru PKn di MTs N 5
Sragen
Pengambilan Data MTs N 5 Sragen dengan Bapak Purwadi, S.Pd., M.Pd sebagai
Waka Kurikulum
117
Lampiran 8 Biodata Peneliti
BIODATA PENELITI
Dengan ini, penulis cantumkan riwayat hidup sebagai berikut:
Nama Lengkap : Yunita Nur Indah Sari
NIM : 23010160186
Tempat, Tanggal Lahir : 15 Juni 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Karanganyar RT.04 RW.01, Karang Tengah, Sragen
No. Hp /WA : +6281226856624
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. RA Aisyah Bustanul Athfa 5 Sragen, lulus tahun 2004
2. SD N 6 Sragen, lulus tahun 2010
3. MTs N 5 Sragen, lulus tahun 2013
4. SMK N 2 Sragen, lulus tahun 2016
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 7 April 2020
Penulis
Yunita Nur Indah Sari
NIM. 23010160186