PENGARUH PREVENTIF EKSTRAK ETANOL
JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP PROFIL
PITA PROTEIN SERUM DAN HISTOPATOLOGI
LIMPA TIKUS (Rattus norvegicus) YANG
DIBERI PAPARAN ASAP ROKOK
SKRIPSI
Oleh:
DITA YULIANINGSIH
135130100111021
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
PENGARUH PREVENTIF EKSTRAK ETANOL JINTAN HITAM (Nigella
sativa) TERHADAP PROFIL PITA PROTEIN SERUM DAN GAMBARAN
HISTOPATOLOGI LIMPA TIKUS (Rattus norvegicus) YANG
DIBERI PAPARAN ASAP ROKOK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
DITA YULIANINGSIH
135130100111021
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENGARUH PREVENTIF EKSTRAK ETANOL JINTAN HITAM (Nigella
sativa) TERHADAP PROFIL PITA PROTEIN SERUM DAN GAMBARAN
HISTOPATOLOGI LIMPA TIKUS (Rattus norvegicus) YANG DIBERI
PAPARAN ASAP ROKOK
Oleh:
DITA YULIANINGSIH
135130100111021
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
Pada tanggal 15 Agustus 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Anna Roosdiana, M.App.Sc
drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech
NIP. 19580711 199203 2 002 NIP. 19870501 201504 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 19600903 198802 2 001
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Dita Yulianingsih
NIM : 1251301111019
Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan
Penulis Skripsi berjudul :
Pengaruh Preventif Ekstrak Etanol Jintan Hitam (Nigella sativa)
terhadap Profil Pita Protein Serum dan Gambaran Histopatologi
Limpa Tikus (Rattus norvegicus) yang Diberi Paparan Asap Rokok
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan
tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di
isi dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil
jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan
saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 15 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Dita Yulianingsih
NIM. 135130100111021
v
PENGARUH PREVENTIF EKSTRAK ETANOL JINTAN HITAM (Nigella
sativa) TERHADAP PROFIL PITA PROTEIN SERUM DAN GAMBARAN
HISTOPATOLOGI LIMPA TIKUS (Rattus norvegicus) YANG DIBERI
PAPARAN ASAP ROKOK
ABSTRAK
Radikal bebas dalam asap rokok dapat menyebabkan inflamasi sistemik
dan menimbulkan stress oksidatif yang mempengaruhi limpa sebagai organ
limfoid sekunder dan produksi protein stress dalam serum darah. Aktivitas radikal
bebas dapat dihambat oleh antioksidan yang terkandung dalam jintan hitam
(Nigella sativa). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
preventif pemberian ekstrak etanol jintan hitam terhadap profil pita protein serum
dan gambaran histopatologi limpa tikus yang diberi paparan asap rokok selama
21 hari. Penelitian eksperimental ini menggunakan 20 ekor tikus (Rattus
norvegicus) strain Wistar jantan yang dibagi menjadi lima kelompok, terdiri dari
kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan 1, 2,
dan 3 (masing-masing diberi ekstrak etanol jintan hitam dengan variasi dosis 0,6;
1,2; 2,4 g/kgBB/hari secara berurutan dan dipapar asap rokok kretek). Analisis
kualitatif deskriptif digunakan untuk menganalisis profil pita protein serum dan
gambaran histopatologi limpa pada masing-masing perlakuan dan dibandingkan
dengan kondisi normal. Profil pita protein ditentukan dengan menggunakan
teknik SDS-PAGE dan limpa tikus dijadikan preparat histopatologi menggunakan
pengecatan haematoxcylin eosin (HE) untuk diamati perubahan struktur pulpa
putih dan sel-sel penyusunnya menggunakan mikroskop pada pembesaran 100
dan 400X. Hasil menunjukkan pemberian ekstrak etanol jintan hitam dapat
mencegah kerusakan struktur pulpa putih dan limfosit limpa serta menurunkan
ekspresi Heat Shock Protein 54 kDa, 69 kDa, dan 94 kDa. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah ekstrak etanol jintan hitam dosis 2.4 g/kgBB dapat digunakan
sebagai preventif pada tikus yang diberi paparan asap rokok.
Kata Kunci: Antioksidan, Limpa, Nigella sativa, Protein, Radikal bebas, Rattus
norvegicus, Serum
vi
THE PREVENTIVE EFFECT OF BLACK SEED (Nigella sativa) ETANOL
EXTRACT ON SERUM PROTEIN PROFILES AND SPLEEN
HISTOPATHOLOGICAL FINDINGS OF RATS (Rattus
norvegicus) EXPOSED BY CIGARATTE SMOKE
ABSTRACT
Free radicals in cigarette smoke can cause systemic inflammation and
induce oxidative stress that affects the spleen as secondary lymphoid organs and
the production of stress proteins in blood serum. Free radical activity can be
inhibited by antioxidants contained in black seed (Nigella sativa). The purpose of
this study was to assess the effect of black seed extract on serum protein profiles
and spleen histopathological findings in 21 days nonfilter-tipped cigarette smoke
exposed rats. An experimental study used 20 male rats (Rattus norvegicus) strain
Wistar. The rats were divided into five groups, as follows: the negative control
group, the positive control group, the first, the second, and the third treatment
groups (exposed to nonfilter-tipped cigarette smoke and treated with black seed
extract 0.6; 1.2; 2.4 g/kg/day subsequently). Descriptive qualitative analysis is
used to analyze spleen histopathological findings and serum protein profiles on
each treatment and compared to normal condition. Protein profile is determined
using electrophoresis techniques and spleen histopathology preparations made
using haematoxcylin eosin (HE) staining to observe changes in the structure of
the red pulp and white pulp using a microscope at 100 and 400X magnification.
The results showed that the extract ethanol of black seed prevented the damage of
white pulp structure and spleen lymphocyte and decreased expression of Heat
Shock Protein 54 kDa, 69 kDa and 94 kDa. The conclusion of this research is
ethanol extract of black seed dose 2.4 g / kgBB can be used as a preventive in rats
given exposure to cigarette smoke.
Keywords: Antioxidant, Free radical, Nigella sativa, Protein, Rattus norvegicus,
Serum, Spleen
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Pengaruh Preventif Ekstrak Etanol Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap
Profil Pita Protein Serum dan Gambaran Histopatologi Limpa Tikus (Rattus
norvegicus) yang Diberi Paparan Asap Rokok”. Penelitian ini sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan. Tidak lupa penulis
ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu terselesaikannya skripsi
ini:
1. Dra. Anna Roosdiana, M.App.Sc selaku dosen pembimbing pertama atas
bimbingan, kesabaran, fasilitas dan waktunya.
2. drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech selaku dosen pembimbing kedua
yang telah membimbing dengan kesabaran, koreksi dan waktunya.
3. drh. Aulia Firmawati, M.Vet dan drh. Desi Wulansari, M.Vet selaku
dosen penguji atas koreksi, kritik, saran, kesabaran dan waktu.
4. Dr. Dra. Herawati, MP selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan, saran dan nasehatnya.
5. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya.
6. Keluarga tercinta, orang tua Maria Ningsih dan Daud Fansuri, kakak
Nirma dan Rian serta kedua adik Devi dan Rafi yang senantiasa
memberikan semangat dan doa yang tiada henti demi keberhasilan
penulis.
7. Teman-teman kelompok penelitian Debora, Desi, Yuyun, dan Walda yang
telah berjuang bersama dalam penelitian ini yang senantiasa memberikan
motivasi, bantuan dan semangat.
8. Keluarga besar kelas 2013-B yang senantiasa memberikan motivasi,
semangat, inspirasi, bantuan, kebersamaan dan semua hal yang sangat luar
biasa.
viii
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penulisan
karya tulis ini yang tidak sempat disebutkan.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala
kebaikan yang telah diberikan dan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan
menambah pengetahuan tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pembaca. Kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan selanjutnya.
Malang, 15 Agustus 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................. v
ABSTRACT ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ..................................................... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 3
1.3 Batasan Masalah .......................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
2.1 Radikal Bebas .............................................................................. 6
2.1.1 Mekanisme Kerja Radikal Bebas .......................................... 6
2.1.2 Macam Radikal Bebas .......................................................... 8
2.1.3 Mekanisme Pertahanan Tubuh .............................................. 9
2.1.4 Sumber Radikal Bebas ......................................................... 10
2.2 Rokok .......................................................................................... 11
2.3 Antioksidan ................................................................................ 13
2.3.1 Mekanisme Kerja Antioksidan ............................................. 14
2.3.2 Sumber Antioksidan ............................................................. 15
2.4 Jintan Hitam ................................................................................ 16
2.4.1 Morfologi Jintan Hitam ........................................................ 17
2.4.2 Kandungan Jintan Hitam ...................................................... 18
2.4.3 Manfaat Jintan Hitam ........................................................... 20
2.5 Limpa .......................................................................................... 21
2.5.1 Anatomi Limpa .................................................................... 22
2.5.2 Histologi Limpa ................................................................... 23
2.5.3 Fungsi Limpa ....................................................................... 26
x
2.5.4 Patologi Limpa ..................................................................... 27
2.6 Serum .......................................................................................... 28
2.7 Profil Pita Protein ........................................................................ 29
2.8 Tikus Putih .................................................................................. 31
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........ 34
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 34
3.2 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 37
BAB 4. METODELOGI PENELITIAN .................................................... 38
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 38
4.2 Sampel Penelitian ........................................................................ 38
4.3 Rancangan Penelitian ................................................................... 39
4.4 Variabel Penelitian....................................................................... 40
4.5 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 41
4.5.1 Alat Penelitian ...................................................................... 41
4.5.2 Bahan Penelitian .................................................................. 41
4.6 Tahapan Penelitian....................................................................... 42
4.7 Prosedur Kerja ............................................................................. 42
4.7.1 Persiapan Hewan Coba ......................................................... 42
4.7.2 Persiapan Ekstrak Etanol Jintan Hitam ................................. 43
4.7.3 Penentuan Dosis Ekstrak Etanol Jintan Hitam ...................... 44
4.7.4 Perlakuan Hewan Coba ........................................................ 45
4.7.5 Koleksi Serum Darah ........................................................... 46
4.7.6 Pengamatan Profil Pita Protein ............................................. 47
4.7.7 Pembuatan Preparat Histologi Limpa.................................... 50
4.7.8 Analisis Data ........................................................................ 51
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 52
5.1 Profil Pita Protein Serum ............................................................. 52
5.2 Histopatologi Limpa .................................................................... 58
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 66
6.1 Kesimpulan ................................................................................. 66
6.2 Saran .......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 67
LAMPIRAN ................................................................................................ 74
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Sumber radikal bebas ............................................................................. 11
2.2 Data biologis tikus .................................................................................. 33
4.1 Rancangan kelompok penelitian .............................................................. 40
5.1 Profil pita protein serum .......................................................................... 53
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Jintan hitam ............................................................................................ 17
2.2 Limpa normal secara mikroskopik ........................................................... 24
2.3 Tikus putih ............................................................................................. 32
3.1 Kerangka konsep penelitian .................................................................... 34
5.1 Profil pita protein serum .......................................................................... 52
5.2 Histopatologi limpa ................................................................................. 58
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Sertifikat Laik Etik ................................................................................. 75
2. Kerangka Operasional ............................................................................ 76
3. Pembuatan Ekstrak Etanol Jintan Hitam ................................................. 77
4. Hasil Analisa LCMS Ekstrak Etanol Jintan Hitam .................................. 78
5. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Jintan Hitam ..................................... 79
6. Komposisi Larutan dalam SDS-PAGE ................................................... 81
7. Penentuan Profil Pita Protein dengan SDS-PAGE .................................. 82
8. Perhitungan Berat Molekul Protein ........................................................ 83
9. Pembuatan Histopatologi Limpa ............................................................ 86
10. Dokumentasi Penelitian......................................................................... 88
xiv
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG
Simbol/singkatan
WHO
CRP
HSP
HE
PUFA
ROS
PAH
DNA
SOD
CO
RES
APC
SDS-PAGE
HSP
ATP
ADP
PALS
RNS
MDA
Keterangan
World Health Organization
C-Rective Protein
Heat Shock Protein
Hematoxylin Eosin
Polyunsaturated Fatty Acids
Reactive Oxygen Species
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons
Deoxyribonucleic Acid
Superoxide Dismutase
Carbon Monoxide
Reticuloendothelial System
Antigen Presenting Cell
Sodium Dodecyl Sulfate
Polyacrylamide Gel Electrophoresis
Heat Shock Protein
Adenosine Triphosphate
Adenosine Difosfat
Periarteriolar Lymphatic Sheath
Reactive Nitrogen Species
Malondialdehyde
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kemenkes RI (2015), prevalensi
perokok di Indonesia sebesar 34,8%, dan sebanyak 67% laki-laki di Indonesia
adalah perokok (angka terbesar didunia), sedangkan untuk perokok wanita pada
tahun 2013 diketahui sebesar 6,7%. Ruangan yang di dalamnya terdapat orang
yang merokok akan mengganggu pada lebih banyak orang yang bukan perokok
yang berada dalam ruangan tersebut, karena asap yang dihasilkan terbanyak
merupakan asap yang dihembuskan ke lingkungan (Widodo, 2006). Hewan
peliharaan dapat terganggu karena menghirup asap yang dihasilkan dari pemilik
yang merokok. Menurut Bertone et al (2002) kucing dalam lingkungan perokok
memiliki resiko 2,4 kali lebih besar untuk terserang malignant lymphoma dalam
rentang waktu dua tahun, bahkan resiko dapat meningkat menjadi 3,2 kali lipat
dalam rentang waktu lima tahun atau lebih.
Setiap batang rokok yang dibakar dapat mengeluarkan 4000 bahan kimia
beracun yang membahayakan dan dapat mengakibatkan kematian, 50 senyawa
diantaranya sebagai zat karsinogenik (Triswanto, 2007). Senyawa toksik utama
pada rokok yang paling berbahaya adalah nikotin, karbon monoksida dan tar
(Khoirudin, 2009) yang dapat menjadi radikal bebas dalam tubuh.
Komponen gas dan partikulat asap rokok pertama berinteraksi dengan
sistem kekebalan pada permukaan mukosa yang melapisi rongga mulut, sinus, dan
saluran udara (Huang et al., 2005). ROS merusak sel epitel yang melapisi saluran
2
udara dengan menginduksi peroksidasi lipid dan unsur membran sel lainnya,
mengaktifkan jalur oxidative-sensitive cellular dan menginduksi kerusakan DNA
(Valavanidis et al., 2009). Komponen asap rokok (terutama ROS) mengaktifkan
kaskade sinyal intraselular sel epitel yang menyebabkan aktivasi gen inflamasi
[misalnya, interleukin-8 atau IL-8 dan tumor necrosis factor-alpha (TNFα)]
(Churg et al., 2002; Chung, 2005). Sekresi mediator inflamasi ini mendorong
perekrutan sel-sel imunitas kronis dan inflamasi (Lee et al., 2012). Sel inflamasi
tersebut meliputi makrofag dan neutrofil. Limpa berperan dalam mengatur reaksi
sistem kekebalan tubuh terhadap sel-sel inflamasi tersebut (Diniz et al., 2013).
Limpa adalah organ limfoid terbesar dalam tubuh dan merupakan salah
satu organ yang terlibat dalam filtrasi darah sehingga limpa merupakan organ
penting pada pertahanan terhadap antigen dalam darah. Sebagaimana halnya
organ limfoid sekunder lainnya, limpa adalah tempat produksi antibodi dan
limfosit aktif yang dihantarkan ke dalam darah (Putri, 2014). Partikel yang
terkandung dalam asap rokok akan dikenali sebagai antigen dalam darah, dengan
demikian limpa akan menjalankan fungsinya sebagai organ yang berfungsi dalam
sistem pertahanan tubuh terhadap antigen yang berasal dari asap rokok.
Asap rokok sebagai radikal bebas eksogen dikenali sebagai stress atau
gangguan dalam tubuh. Sel mengubah pola sintesis protein dalam menanggapi
stress lingkungan dengan cara menurunkan sintesis protein normal dan
mensintesis protein spesifik yang disebut Heat Shock Protein (HSP) atau protein
stres, sehingga protein tersebut dalam serum dapat digunakan sebagai marker
adanya gangguan atau kerusakan jaringan dalam tubuh akibat radikal bebas.
3
Radikal bebas dapat dinetralisir atau dihancurkan oleh senyawa
antioksidan (Sizer and Whitney, 2000). Thymoquinone merupakan kandungan
utama yang berperan sebagai antioksidan dalam ekstrak jintan hitam. Efek
farmakologis dari thymoquinone telah banyak diteliti. Banyak peneliti seperti
Ismail et al., (2010), Khattak et al., (2008), dan Thippeswamy dan Naidu (2005)
yang telah melaporkan bahwa Nigella sativa memiliki aktivitas antioksidan yang
menjanjikan melalui penurunan kekuatan dan inhibisi dari peroksidasi. Jintan
hitam juga sudah terbukti memiliki fungsi lain seperti aktivitas anti kanker
(Salomi et al., 1992), aktivitas anti diabetes (Al-Awadi dan Gumma, 1987),
aktivitas antimikroba (Topozada et al., 1965), aktivitas antiparasit (Mahmoud et
al., 2002; Elswenawy et al., 2008), antimalaria (Abdulelah et al., 2007; El-Hadi et
al., 2010), aktivitas analgesik dan anti-inflamasi (Houghton et al., 1995), aktivitas
anti-ulcer (Rajkapoor et al., 1996), dan anti histamin (Dakhakhany et al., 1982).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh ekstrak etanol jintan hitam (Nigella sativa)
terhadap perubahan profil pita protein serum darah tikus (Rattus
norvegicus) hasil paparan asap rokok?
2. Apakah ekstrak etanol jintan hitam (Nigella sativa) dapat menghambat
kerusakan histologi limpa pada tikus (Rattus norvegicus) hasil paparan
asap rokok?
4
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini
dibatasi pada:
1. Hewan model yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya dengan umur 8-12 minggu dan
berat badan 150-200 g. Penggunaan tikus telah mendapat persetujuan
dari Komisi Etik Penelitian UB.
2. Jintan hitam yang digunakan merupakan jintan hitam yang diimpor
dari India. Ekstraksi jintan hitam dilakukan dengan cara maserasi
menggunakan etanol 96%.
3. Ekstrak etanol jintan hitam diberikan secara per oral dengan sonde
selama 21 hari.
4. Dosis preventif ekstrak etanol jintan hitam yang diberikan yaitu 0,6
g/KgBB/hari (P1), 1,2 g/KgBB/hari (P2) dan 2,4 g/KgBB/hari (P3)
selama 21 hari.
5. Pemaparan asap rokok dengan menggunakan rokok kretek non filter
merek Trumbus melalui smooking pump sebanyak 2
batang/hari/kandang dalam kurun waktu 21 hari kepada setiap
kelompok tikus pelakuan I, II, III, dan kontol positif. Pemaparan
dilakukan dalam kandang transparan berbahan plastik.
5
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol jintan hitam (Nigella
sativa) terhadap profil pita protein serum tikus (Rattus norvegicus)
yang diberi paparan asap rokok.
2. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol jintan hitam (Nigella
sativa) terhadap gambaran histopatologi limpa tikus (Rattus
norvegicus) yang diberi paparan asap rokok.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yakni:
1. Manfaat Khusus
a. Menambah wawasan dan keterampilan penelitian dan lab skill.
b. Memiliki pioner produk antioksidan terhadap paparan asap rokok.
2. Manfaat Umum
a. Memberikan informasi tentang potensi ekstrak etanol jintan hitam
sebagai antioksidan dari paparan asap rokok.
b. Alternatif herbal sebagai preventif gangguan sistemik akibat
paparan asap rokok.
c. Sebagai bahan kajian pustaka untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak etanol jintan hitam terhadap perubahan profil
pita protein serum dan pencegahan kerusakan histologi limpa pada
hewan model tikus (Rattus norvegicus) hasil paparan asap rokok.
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radikal Bebas
Radikal bebas (Latin: radicalis) merupakan molekul yang memiliki
sekelompok atom dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas adalah
bentuk radikal yang sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang sangat
pendek. Jika radikal bebas tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat merusak seluruh
tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat
(Dawn dkk., 2000). Menurut Winarti (2010), radikal bebas adalah atom, molekul
atau senyawa yang dapat berdiri sendiri yang mempunyai elektron tidak
berpasangan, oleh karena itu bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Elektron yang
tidak berpasangan selalu berusaha untuk mencari pasangan baru, sehingga mudah
bereaksi dengan zat lain (protein, lemak maupun DNA) dalam tubuh.
2.1.1 Mekanisme Kerja Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk melalui mekanisme baik yang
bersifat endogen maupun eksogen. Reaksi berikutnya adalah peroksidasi
lipid membran dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya serangkaian
reduksi asam lemak sehingga terjadi kerusakan membran dan organel sel
(Dawn dkk., 2000). Radikal bebas dapat terbentuk secara in-vivo dan in-
vitro yaitu dengan pemecahan satu molekul normal secara homolitik
menjadi dua, kehilangan satu elektron dari molekul normal dan
penambahan elektron pada molekul normal (Muhammad, 2009).
7
Radikal bebas bersifat sangat reaktif sehingga dapat menimbulkan
perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti
protein, lipid dan nukleutida. Pada protein, radikal bebas dapat
menyebabkan fragmentasi sehingga mempercepat terjadinya proteolisis,
Pada lipid dapat menyebabkan reaksi peroksidasi yang akan mencetus
proses otokatalik dan pada nukleutida dapat menyebabkan terjadinya
perubahan struktur DNA dan RNA sehingga terjadi mutasi atau
sitotoksisitas. Kerusakan sel oleh radikal bebas didahului oleh kerusakan
membran sel dengan proses sebagai berikut: 1) Terjadi ikatan kovalen
antara radikal bebas dengan komponen membran, sehingga terjadi
perubahan struktur dari fungsi reseptor; 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transpor
lintas membran terganggu; 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol
membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA).
Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berpengaruh langsung
terhadap kerusakan membran sel antara lain struktur dan fungsi dalam
keadaan yang lebih ekstrim yang akhirnya akan menyebabkan kematian
sel (Gitawati, 1995).
Menurut Kumalaningsih (2007), oksidasi lemak terjadi melalui
beberapa tahap yaitu tahap inisiasi, dimulai dengan pembentukan radikal
asam lemak yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak
stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen, dengan
reaksi sebagai berikut:
8
ROOH + logam (n)+
ROO˙ + logam (n)+
+ H+
X˙ + RH R˙ + XH
Selanjutnya tahap propagasi yaitu radikal asam lemak akan
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil dengan reaksi
sebagai berikut:
R˙ + O2 ROO˙
ROO˙ + RH ROOH + R˙
Tahap terminasi yaitu radikal peroksil yang telah terbentuk
kemudian menyerang asam lemak sehingga menghasilkan hidroperoksida
dan radikal asam lemak baru, dengan reaksi sebagai berikut:
ROO˙ + ROO˙ ROOR + O2
ROO˙ + R˙ ROO
R˙ + R˙ RR
Prekursor molekul untuk memulai proses ini umumnya berupa
produk hidroperoksida (ROOH), maka oksidasi lemak merupakan
rangkaian reaksi bercabang dengan berbagai efek yang memiliki potensi
untuk merusak.
2.1.2 Macam Radikal Bebas
Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah senyawa
pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang terdiri atas
kelompok radikal bebas dan kelompok nonradikal yang disebut ROS
(reactive oxygen species), yang terdapat dalam bentuk singlet oxygen
(1O2
*), anion superoksida (O2
*), radikal hidroksil (OH
*), nitrogen oksida
9
(NO*), peroksinitrit (ONOO
-), asam hipoklorus (HOCl), hidrogen
peroksida (H2O2), radikal alkoxyl (LO*), dan radikal peroksil (LO2
*).
Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-
) yang berasal dari
oksidasi radikal molekul organik. Radikal yang mengandung hidrogen
hasil dari penyerangan atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang
mengandung sulfur yang diproduksi pada oksidasi 4-glutation
menghasilkan radikal thiyl (R-S-). Radikal yang mengandung nitrogen
juga ditemukan, misalnya radikal fenyldiazine (Halliwell dan Whiteman,
2004; Proctor, 1984 dan Araujo et., al, 1998).
2.1.3 Mekanisme Pertahanan Tubuh
Menurut Winarsi (2007), tubuh memiliki sistem antioksidan untuk
menangkal reaktivitas radikal bebas, yang secara kontinu dibentuk sendiri
oleh tubuh. Bila jumlah senyawa oksigen reaktif ini melebihi jumlah
antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan menyerang komponen lipid,
protein, maupun DNA sehingga mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang
disebut stress oksidatif. Namun demikian, reaktivitas radikal bebas dapat
dihambat melalui tiga cara berikut:
1. Mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas baru.
2. Menginaktivasi atau menangkap radikal dan memotong
propagasi (pemutusan rantai).
3. Memperbaiki (repair) kerusakan oleh radikal.
Pertahanan yang bemacam-macam saling melengkapi satu sama
lain karena bekerja pada oksidan yang berbeda atau dalam bagian seluler
10
yang berbeda. Suatu garis pertahanan yang penting adalah sistem enzim
yang bersifat protektif atas radikal bebas seperti superoksida dismutase R
(SOD), katalase, glutathion synthetase, glucose-6-phosphate
dehydrogenase dan glutathion peroxidase (Dawn dkk., 2000).
2.1.4 Sumber Radikal Bebas
Sumber radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh (endogen), bisa
pula berasal dari luar tubuh (eksogen). Secara endogen, sebagai respon
normal dari rantai peristiwa biokimia dalam tubuh, radikal bebas yang
terbentuk dan berpengaruh di dalam sel (intrasel) maupun ekstrasel.
Radikal endogen terbentuk sebagai sisa proses metabolisme (proses
pembakaran) protein, karbohidrat, dan lemak pada mitokondria, proses
inflamasi atau peradangan, reaksi antara besi logam transisi dalam tubuh,
fagosit, xantin oksidase, peroksisom, maupun pada kondisi iskemia. Secara
endogen, radikal bebas dapat timbul melalui beberapa mekanisme yaitu:
oto-oksidasi, aktivitas oksidasi (misalnya: siklooksigenase, lipoksigenase,
dehidrogenase dan peroksidase), dan sistem transpor elektron (Sayuti dan
Yenrina, 2015).
Radikal bebas dapat berasal dari pencemaran lingkungan, asap
kendaraan, bahan tambahan makanan dan rokok. Secara eksogen, sumber
radikal bebas berasal dari bermacam-macam sumber diantaranya adalah
polutan, berbagai macam makanan dan minuman, radiasi, ozon dan
pestisida. Bagi perokok menghisap radikal bebas dari asap rokok sehingga
mempunyai resiko yang tinggi mengidap berbagai macam penyakit. Begitu
11
pula dengan mereka yang berada dalam lingkungan bahan kimia yang
bersifat volatile seperti bensin, cairan pembersih atau lingkungan yang
udaranya terkontaminasi oleh asap kendaraan bermotor (Sayuti dan
Yenrina, 2015).
Tabel 2.1 Sumber radikal bebas (Dawn dkk., 2000)
Sumber Internal Sumber Eksternal
Mitokondria
Fagosit
Xantine oksidase
Reaksi yang melibatkan besi dan
logam transisi lainnya
Arachidonat pathway
Peroksisom
Olah raga
Peradangan
Iskemia/reperfusi
Rokok
Polutan lingkungan
Radiasi
Obat-obatan tertentu, pestisida dan
anestesi dan larutan industri
Ozon
2.2 Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120
mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah
di cacah (Ambarwati dkk., 2014). Dalam proses merokok terjadi dua reaksi yaitu
reaksi pembakaran dan reaksi pirolisa. Reaksi pembakaran dengan oksigen akan
12
membentuk senyawa CO2, H2O2, NO, So, dan Co. Reaksi pirolisa menyebabkan
pemecahan struktur kimia rokok menjadi banyak senyawa kimia yang strukturnya
sangat kompleks. Dilaporkan sekitar 100 senyawa tersebut bersifat toksik seperti
bahan karsinogen, tar, nikotin, nitrosamin, karbon monoksida, senyawa PAH
(polynuclear aromatic hydrogen), fenol, karbonil, klorin dioksin, dan furan
(Sukmaningsih, 2009). Bahan yang termasuk ke dalam tiga komponen toksik
utama dalam asap rokok adalah nikotin, tar dan karbon monoksida (CO).
Nikotin adalah bahan dasar yang dapat menimbulkan sifat ketergantungan
fisik dan psikis bagi perokok aktif atau disebut dengan kecanduan. Nikotin yang
terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram dan semuanya diserap
sehingga dalam cairan darah didalam cairan darah ada sekitar 40-50 nanogram
nikotin setiap 1 ml. Nikotin diserap ke dalam sistem peredaran darah melalui paru
yang selanjutnya disirkulasikan ke otak dalam waktu yang sangat cepat. Nikotin
bereaksi langsung ke jantung dengan merubah kecepatan denyut dan tekanan
darah. Selain masuk dalam aliran darah, pada paru-paru nikotin akan menghambat
aktivitas silia (Muhammad, 2009; Sukmaningsih, 2009).
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang
merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-
paru. Kadar tar dalam rokok antara 0,5-35 mg/batang. Tar merupakan suatu zat
karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada saluran pernapasan dan paru-
paru yang terdiri dari dua fasa yaitu fasa tar dan fasa gas. Pada fasa tar merupakan
pembentuk radikal bebas seperti quinon, semiquinon dan hydroquinon dalam
bentuk matriks polimer. Pada fasa gas mengandung nitrit oxida dan nitrit
13
peroksida yang dapat mengubah oksigen menjadi radikal bebas superoksida dan
selanjutnya menjadi radikal bebas hidroksil yang sangat merusak (Muhammad,
2009).
Karbon monoksida merupakan produk pembakaran karbon yang tidak
sempurna dari unsur arang atau karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok
dapat mencapai 3-6%. Gas ini mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin
yang terdapat dalam sel darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen. Sehingga
sel tubuh akan kekurangan oksigen karena darah yang beredar miskin akan
oksigen dan kaya akan karbon monoksida. Sel tubuh yang kekurangan oksigen
akan melakukan spasme, yaitu menciutkan pembuluh darah. Bila hal ini terus
berlangsung terus-menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak. Rokok juga
mengandung sejumlah bahan reaktif molekuler kimia seperti reaktif oksigen dan
zat radikal. Pada asap rokok terdapat beberapa jenis bahan pembentuk radikal
bebas diantaranya adalah aldehida, epoxida, peroksida, quinon, semiquinon dan
hidroquinon (Church dan Pryor, 1985 dan Droge, 2002 dalam Muhammad 2009).
2.3 Antioksidan
Tubuh manusia atau pun hewan dalam keadaan normal mempunyai sistem
antioksidan yang dapat menangkal aksi radikal bebas, yaitu sistem proses
enzimatis dan nonenzimatis. Dalam pengertian kimia, antioksidan adalah
senyawa-senyawa pemberi elektron. Dalam pengertian klasik, istilah antioksidan
menunjukkan senyawa yang memiliki berat molekul rendah yang dapat
menginaktivasi reaksi rantai dari peroksidasi lipid dengan mencegah terbentuknya
radikal peroksida. Dalam arti biologi dan kedokteran, istilah tersebut digunakan
14
dalam pengertian yang luas, meliputi enzim yang dapat mendetoksifikasi
senyawa-senyawa oksigen reaktif (Kartikawati, 1999).
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa
mengganggu dan memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas. Antioksidan
dapat menetralisir atau menghancurkan radikal bebas dengan cara berinteraksi
langsung dengan oksidan atau radikal bebas, mencegah pembentukan jenis
oksigen reaktif, mengubah oksigen reaktif menjadi kurang toksik dan
memperbaiki kerusakan yang timbul. Antioksidan bekerja sebagai sebuah sistem
untuk menghentikan kerusakan akibat radikal bebas (Sizer and Whitney, 2000).
2.3.1 Mekanisme Kerja Antioksidan
Menurut Sayuti dan Yenrina (2015), mekanisme antioksidan dalam
menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal
bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh empat macam
mekanisme reaksi yaitu:
a. Pelepasan hidrogen dari antioksidan.
b. Pelepasan elektron dari antioksidan.
c. Adisi asam lemak ke cincin aromatik pada antioksidan.
d. Pembentuk senyawa kompleks antara lemak dan cincin
aromatik dari antioksidan.
Prinsip kerja dari antioksidan dalam menghambat otooksidan pada
lemak meliputi: ikatan rangkap pada asam lemak yang tidak jenuh akan
dioksidasi oleh oksigen bebas di udara. Kemudian radikal bebas yang
15
terbentuk akan beraksi dengan oksigen sehingga akan menghasilkan
peroksida aktif.
RH + O2 R* + OOH
Asam lemak Oksigen Radikal bebas tidak jenuh
R* + O2 ROO*
Radikal bebas Oksigen Peroksida aktif
Apabila dalam suatu asam lemak yang terdapat dalam minyak tidak
mengandung antioksidan, maka peroksida aktif akan bereaksi dengan
ikatan rangkap lemak. Apabila ditambah suatu antioksidan, maka
peroksida aktif akan bereaksi dengan antioksidan tersebut. Sehingga
pembentukan radikal bebas dapat dihentikan dengan penambahan suatu
antioksidan (Sayuti dan Yenrina, 2015).
2.3.2 Sumber Antioksidan
Menurut Kumalaningsih (2007), berdasarkan penghasilnya
(penyedia), maka antioksidan dapat dibagi menjadi tiga janis yaitu: 1)
antioksidan yang dibuat oleh tubuh sendiri yang disebut antioksidan
endogen yang berupa enzim antara lain; superoksida dismutase (SOD),
glutathione peroxidase (GSH Px) dan katalase; 2) antioksidan alami yang
diperoleh dari tumbuhan atau hewan seperti tokoferol, vitamin C,
betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik; dan 3) antioksidan sintetik
yang dibuat dari bahan-bahan kimia seperti butylated hroayanisole (BHA),
butil hidroksi toluen (BHT), tert butil hidroksi quinon (TBHQ), dan propil
galat (PG)
16
Antioksidan non-enzimatis banyak ditemukan dalam sayuran
maupun buah-buahan, biji-bijian serta kacang-kacangan (Winarsi, 2007).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik
atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam
sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional.
Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,
flavonol, isoflavon, katekin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam
sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain
(Gordon, 1990 dalam Pazil, 2009). Senyawa antioksidan lain seperti
thymoquinone, nigellone carvacrol, t-anethol, dan 4-terpineol yang
terkandung dalam jintan hitam mempunyai efek antioksidan yang kuat dan
distribusinya luas ke jaringan (Burits and Bucar, 2000).
2.4 Jintan Hitam
Jintan hitam atau habbatus sauda memiliki nama latin Nigella sativa, yang
merupakan salah satu tanaman obat yang telah dikenal ribuan tahun yang lalu dan
telah digunakan secara luas oleh masyarakat India, Pakistan, Mesir, dan negara-
negara timur tengah lainnya untuk mengobati berbagai macam penyakit. Jintan
hitam sering digunakan oleh masyarakat sebagai anti-inflamasi, antikanker,
antiparasit, antibakteri, dan antioksidan (Musfiroh dkk., 2012).
17
Gambar 2.1 Biji jintan hitam (Hussain, 2016)
Menurut Tjitrosoepomo (2007), klasifikasi jintan hitam (Nigella sativa)
adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Magnoliidae
Ordo : Ranunculales
Famili : Ranunculaceae
Genus : Nigella
Spesies : Nigella sativa Linn.
2.4.1 Morfologi Jintan Hitam
Jintan hitam merupakan tanaman bunga Fennel dari keluarga
Buttercup (Ranunculaceae). Tanaman ini termasuk tanaman setahun,
berbatang tegak dan biasanya berusuk serta berbulu kasar yang kadang-
kadang rapat atau jarang. Bulu yang terdapat pada batang ini biasanya
berkelenjar. Daun jintan hitam berbentuk lanset dan bergaris dengan
panjang 1,5-2 cm, ujungnya meruncing, serta memiliki tiga tulang daun
18
yang berbulu. Daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas menguncup,
sedangkan daun pembalut bunga relatif kecil. Bunganya memiliki lima
kelopak bunga dengan bentuk bulat telur, ujungnya agak meruncing, serta
pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Pada
umumnya, terdapat delapan mahkota bunga dengan bentuk agak
memanjang, lebih kecil daripada kelopak bunga (Yulianti dan Junaedi,
2006).
Jintan hitam (Nigella sativa) dapat dijadikan obat tradisional. Salah
satu bagian tanaman yang biasa dimanfaatkan adalah bijinya. Biji jintan
hitam kecil dan pendek (panjangnya hanya 1-3 mm), berwarna hitam
berbentuk trigonal (bersudut tiga tak beraturan), berkelenjar dan tampak
seperti batu api jika diamati dengan mikroskop. Bijian ini berada dalam
buah yang berbentuk bulat telur dan agak bulat (Yulianti dan Junaedi,
2006).
2.4.2 Kandungan Jintan Hitam
Penelitian ekstensif telah dilakukan untuk mengidentifikasi
komposisi biji jintan hitam, bahan yang ditemukan dari biji N. sativa
meliputi: fixed oil, protein, alkaloid, saponin dan minyak esensial. Fixed
oil (32-40%) mengandung: asam lemak tak jenuh yang meliputi:
arachidonic, eicosadienoic, linoleic, linolenic, oleat, almitoleic, palmitic,
stearic dan myristic acid serta beta-sitosterol, cycloeucalenol,
cycloartenol, sterol ester dan sterol glukosida. Minyak esensial (0,4-
0,45%) mengandung asam lemak jenuh yang meliputi: nigellone yang
19
merupakan satu-satunya komponen fraksi karbonil dari minyak,
thymoquinone (TQ), thymohydroquinone (THQ), dithymoquinone, thymol,
carvacrol, α dan β-pinene, d-limonene, d-citronellol, minyak esensial dari
biji jintan juga mengandung: p-cymene, t-anethole, 4-terpineol dan
longifoline. Kandungan utama jintan hitam thymoquinone (TQ),
dithymoquinone (DTQ), thymohidroquinone (THQ), dan thymol (THY)
berperan sebagai antioksidan. Nigellon dan glutathion dalam jintan hitam
berfungsi sebagai protektor atau melindungi tubuh dari berbagai bahaya
zat-zat asing (xenobiotics) (Tembhurne et al., 2014; Ahmad et al., 2013;
Staphylakis and Gegiou 1986; Enomoto et al., 2001; Musfiroh dkk., 2012).
Unsur-unsur kimia lain yang rerkandung dalam jintan hitam
meliputi: air, protein, lemak, kalsium, vitamin A, vitamin B2, asam
askorbat, niasin, fiber, dan abu. Selain unsur-unsur kimia diatas, Jintan
hitam mengandung minyak esensial, 15 asam amino (alanin, arginin,
isoleusin, lisin, triptofan, tirosin, treonin, asparagin, sistin, glisin, asam
glutamat, metionin, dan prolin), zat besi, natrium, kalium, tiamin,
riboflavin, piridoksin, niasin, tembaga, dan zinc. Senyawa flavonoid yang
terkandung dalam biji jintan hitam meliputi quercetin, kaempferol 3-
glucosyl (1-2) galactosyl (1-2) glusoside, dan quercitin-3-(6-ferulolyl
glucosyl) (1-2) galactosyl (1 -2) glucoside (Musfiroh dkk., 2012;
Tembhurne et al., 2014).
20
2.4.3 Manfaat Jintan Hitam
Manfaat jintan hitam bagi kesehatan menurut Surya (2007) adalah
sebagai berikut:
1. Anti radang
Kandungan jintan hitam yang berfungsi sebagai anti radang
yaitu thymoquinone. Senyawa ini merupakan antioksidan yang
ampuh dan efektif menghilangkan racun dalam tubuh.
Thymoquinone berperan sebagai penghalang jalur
lipooksigenase dan siklo-oksigenase sehingga dapat
menghambat terjadinya radang.
2. Menguatkan sistem kekebalan
Jintan hitam dapat meningkatkan jumlah sel T yang baik untuk
meningkatkan sel-sel pembunuh alami sehingga dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
3. Meningkatkan daya ingat, konsentrasi, dan kewaspadaan
Dengan kandungan asam linoleat (omega 6) dan asam linolenat
(omega 3) jintan hitam merupakan nutrisi bagi sel otak yang
berguna untuk meningkatkan daya ingat dan kecerdasan.
4. Meningkatkan bioaktivitas hormon
Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar
endokrin, yang masuk dalam peredaran darah. Salah satu
kandungan jintan hitam adalah setrol yang berfungsi
mensintesa dan sebagai bioaktivitas hormon.
21
5. Menetralkan racun dalam tubuh
Racun dapat mengganggu metabolisme dan menurunkan
fungsi organ penting seperti hati, paru-paru dan otak. Jintan
hitam mengandung saponin yang dapat menetralkan dan
membersihkan racun dalam tubuh.
6. Anti histamin
Histamin adalah sebuah zat yang dilepaskan oleh jaringan
tubuh yang memberikan reaksi alergi seperti asma. Penelitian
Nirmal Chakravaty MD pada tahun 1993 membuktikan bahwa
minyak nigellone yang berasal dari minyak volatile jintan
hitam dapat memberi efek suppresif, dapat menghambat
proteinkinase C yang merupakan sebuah zat yang memicu
pelepasan histamin.
2.5 Limpa
Sistem jaringan limfoid dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok
yaitu organ limfoid primer dan sekunder. Organ limfoid primer merupakan organ
yang berfungsi mengatur produksi dan diferensiasi limfosit dan tempat pengaturan
perkembangan limfosit. Sedangkan organ limfoid sekunder merupakan organ
limfoid yang responsif terhadap stimulasi antigenik atau tempat interaksi limfosit-
antigen dan pengontrolannya (Tizard, 1988 dalam Aziza 2010). Tizard dan
Guyton (1997) mengelompokkan limpa sebagai organ limfoid sekunder.
Limpa adalah organ terbesar yang menghasilkan antibodi dan limfosit
yang berfuungsi sebagai sistem pertahanan dari antigen dalam darah. Sistem
22
pertahanan tubuh terbagi dua, yaitu: sistem imun non spesifik dan sistem imun
spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan sistem pertahanan tubuh terhadap
berbagai jenis antigen baru yang belum diketahui. Komponen yang berperan
dalam sistem imun non spesifik yaitu: interferon, lisozim, makrofag, leukosit, sel
dendritik dan sel NK (necrosis killer cell). Sistem imun spesifik adalah sistem
pertahanan tubuh yang bertindak sebagai respon yang ditimbulkan karena adanya
antigen sudah pernah terpapar sebelumnya dan sudah dikenali. Sel limfosit
berperan sebagai sistem imun spesifik yang dapat mengenali substansi asing yang
masuk ke dalam tubuh. Limfosit terdiri dari limfosit B dan sel limfosit T. Limfosit
T bertanggung jawab untuk mengenali adanya substansi asing dan menstimulasi
berbagai reaksi imunitas sedangkan limfosit B bertanggung jawab membentuk
antibodi spesifik terhadap antigen (Mescher, 2010; Pediatrician, 2012; Kresno,
2001; Sompayrac, 2015; Radji dan Biomed, 2015).
2.5.1 Anatomi Limpa
Limpa adalah organ limfatik lunak yang terletak di sebelah kiri atas
abdomen, di bawah tulang iga ke-9, 10 dan 11. Sumbu panjangnya paralel
dengan iga ke-10. Limpa memiliki permukaan diafragmatik dan visceral,
ujung superior dan inferior, serta batas anterior, posterior dan inferior.
Bagian convex permukaan diafragmatik berhubungan dengan bagian
costal diafragma. Permukaan visceral membentuk segitiga yang terbagi
pada permukaan gastric, renal dan colic. Bagian punggung limpa
memisahkan permukaan gastric (anterior) dengan permukaan renal
(inferior). Pada bagian bawah, terdapat lengkungan, sebuah hilus, sebagai
23
tempat pembuluh darah dan saraf. Ujung inferior rata dan berakhir pada
flexura kiri colic. Ujung superior (apex) berhubungan langsung dengan
tulang Thoracal 11. Batas anterior memisahkan diafragma dari permukaan
gastric, batas posterior yang bulat memisahkan diafragma dengan
permukaan renal dan batas inferior memisahkan diafragma dari permukaan
colic. Ujung pankreas dapat menyentuh limpa diantara permukaan colic
dan hilus (Leeson CR dan Leeson TJ, 1989 dalam Aziza 2010).
2.5.2 Histologi Limpa
Secara histologis limpa terdiri dari stoma (kapsula dan trabekula)
dan parenkim (pulpa limpa). Selain itu sediaan histologi limpa juga terdiri
dari banyak sel-sel darah merah dan sel-sel darah putih dan sangat
menyerupai kelenjar-kelenjar limfe. Leeson et al., (1993) dalam Aziza
(2010) menerangkan bahwa kapsul dari limpa dilapisi oleh serosa yang
terdiri dari serat kolagen, serat elastin dan beberapa otot polos, sedangkan
trabekula tebal yang mengandung cabang-cabang besar arteri dan vena
splenikus (lienalis) berjalan dari kapsula ke bagian dalam organ. Diantara
trabekula terdapat anyaman serat retikulin yang menunjang parenkim
limpa. Parenkim limpa terdiri dari dua bagian yaitu pulpa merah dan pulpa
putih.
24
Gambar 2.2 Limpa normal secara mikroskopik (Elmesallamy dkk., 2011)
Sebagian besar dari pulpa limpa berwarna merah dan mengandung
banyak darah yang disimpan dalam jalinan retikuler. Pulpa merah terdiri
dari arteriol pulpa, kapiler selubung serta kapiler terminal, sinus venous
atau venula, dan bingkai limpa. Pulpa merah pada limpa ruminansia dan
babi banyak mengandung sel-sel otot polos, sedangkan kuda dan anjing
memiliki miofibroblas, sel yang mirip fibroblas tetapi memiliki sifat mirip
otot polos (Dellman dan Brown, 1992 dalam Aziza, 2010).
Pulpa putih tersusun atas zona marginal dengan sel retikuler
(limfosit, makrofag) dan serabut retikuler. Limpa memiliki noduli limfatik
(pulpa putih). Pada individu muda, nodul tersebut mengandung pusat-pusat
germinal. Pusat germinal berwarna lebih terang mengandung limfosit. Sel-
sel utama dalam nodulus adalah limfosit B, sedangkan limfosit T
menempati pada daerah yang langsung mengitari arteri nodularis. Limpa
tidak memiliki pembuluh limfe aferen, sedangkan pembuluh eferen utama
ada dalam kapsula dan trabekula. Pembuluh tersebut menembus pulpa
putih pada jarak pendek sepanjang arteri pulpa putih berikut cabangnya.
25
Pembuluh limfe dalam trabekula menyalurkan limfe ke dalam pulpa putih
limpa (Setiasih dkk., 2011).
Pada permukaan pulpa putih, retikulum membentuk beberapa lapis
konsentris, yang langsung berbatasan dengan lapis terakhir adalah daerah
marginal. Di daerah ini banyak terdapat makrofag dan populasi limfosit
khusus. Semua unsur dari sel darah, demikian juga antigen, mengadakan
kontak dengan makrofag dan limfosit setempat. Partikel yang
mengambang dalam plasma darah difagositosis secara efisien oleh
makrofag, dan merupakan kondisi ideal untuk penampilan antigen
(Dellman dan Brown, 1992 dalam Aziza 2010).
Ada beberapa teori mengenai hubungan antara arteriol dan venula
pada limpa. Pertama adalah teori terbuka, yaitu darah akan mengalir keluar
dari terminal arterial dalam pulpa merah sampai menemukan permulaan
dari aliran venous. Kedua adalah teori tertutup, yaitu darah dari arteriol
terminal masuk sinusoid atau sinus venous, valvulae aferen dan eferen dari
sinus venous secara periodik membuka dan menutup. Hal ini
memungkinkan terjadinya proses pengaliran, pengisian, penyimpanan dan
pengosongan dari sinus venous. Pada proses penyimpanan sinus membesar
dan makrofag mempergunakan kesempatan ini untuk mengangkut pecahan
eritrosit. Teori terakhir adalah teori kombinasi yang merupakan gabungan
antara teori terbuka dan tertutup yaitu bila limpa dalam kontraksi, sel
retikulum epitel merapat sehingga membentuk sinus venous yang
menghubungkan arteriola dan venula. Tapi bila limpa mengembang,
26
susunan sel retikulum epitel agak merenggang sehingga darah dapat keluar
dalam jaringan (Hartono, 1989).
2.5.3 Fungsi Limpa
Organ ini merupakan organ tubuh kompleks dengan banyak fungsi
diantaranya sebagai penyaring (filter) darah dan menyimpan zat besi untuk
dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin. Peranan organ ini dalam
sistem pertahanan berkaitan dengan respon imunologi terhadap antigen
yang berasal dari darah, dimana organ ini berfungsi sebagai organ limfoid
sekunder. Sewaktu masa janin limpa membentuk sel darah merah dan pada
individu dewasa limpa juga membentuk sel darah merah jika sum-sum
tulang belakang rusak. Limpa juga berfungsi memisahkan sel darah merah
yang telah usang dari sirkulasi. Limpa juga menghasilkan limfosit.
Diperkirakan limpa juga bertugas menghancurkan sel darah putih dan
trombosit. Sebagai dari bagian sistem retikulo endothelial, limpa juga
terlibat dalam perlindungan terhadap berbagai penyakit dan menghasilkan
zat-zat antibodi (Setiasih dkk., 2011; dan Pierce, 1979 dalam Putri, 2014).
Dengan demikian, limpa terbagi atas dua bagian: satu bagian untuk
menyimpan eritrosit, untuk penjeratan antigen dan untuk eritropoiesis,
yang disebut pulpa merah; dan bagian yang lain yang di dalamnya terjadi
tanggap kebal yang disebut pulpa putih.
Fungsi lain limpa menurut Ressang (1984) dalam Aziza (2010)
adalah:
27
1. Membentuk sel-sel darah putih yaitu limfosit, yang ada
hubungannya dengan pembentukan globulin (antibodi).
2. Pada hewan muda limpa ikut membentuk eritrosit bersama
sumsum tulang.
3. Pembinasaan eritrosit tua bersama dengan sumsum tulang dan
sel RES hati. Oleh sebab itu limpa mengandung banyak lipid
(kolesterol dan lesitin) dan besi. Hematin diubah limpa
menjadi hemobilirubin.
4. Menjaring kuman-kuman dari darah. Hal ini karena limpa
terdiri dari banyak sel-sel RES.
5. Ikut serta dalam metabolisme nitrogen terutama dalam
pembentukan asam kemih.
2.5.4 Patologi Limpa
Menurut Volk dan Wheleer (1993) dalam Aziza (2010), perubahan
ukuran, warna dan konsistensi limpa biasanya disebabkan oleh respon
limpa terhadap benda asing dapat menimbulkan proses-proses reaktif,
sehingga ketika diamati sacara mikroskopis limpa terlihat membengkak.
Infeksi pada tubuh akan merangsang sel-sel limfosit dalam organ limfoid
untuk membentuk antibodi. Jones et al., (2006) menyatakan bahwa
pembesaran limpa bisa diakibatkan oleh beberapa mekanisme yang
berbeda, yaitu gangguan sirkulasi, penyakit inflamasi, penyakit metabolik
dan neoplasia. Perubahan patolgi yang terjadi pada limpa dianggap
berkenaan dengan bangunan trabekula, sinus pada pulpa merah dan pulpa
28
putih, terutama pada kandungan darah, gambaran fibrosa, jumlah sel dan
deposit lain (Thomas, 1979 dalam Aziza, 2010).
Perubahan ukuran dan warna limpa dapat terlihat dengan
pemeriksaan mikroskopis (histologis) pada sejumlah sel-sel darah yang
banyak mengisis ruang limpa di sinus-sinus dan pulpa, serta pembuluh
darah limpa yang membendung (hiperemi). Konsistensi limpa dapat
menjadi keras dan ukurannya membesar oleh karena pertumbuhan jaringan
retikulum dan hiperplasia sel serta pertumbuhan jaringan Reticulo
Endothelial System (RES) sehingga menghasilkan sel-sel besar dan pucat
yang mengisi sinusoid-sinusoid limpa maupun pada folikel limpa. Pada
kondisi septisemia, terjadi pembesaran limpa dengan kongesti akut dan
degenerasi dari folikel limfoid serta hiperseluler dari area sinus (Thomas,
1979 dan Jubb et al., 1993 dalam Aziza, 2010).
2.6 Serum
Serum merupakan komponen yang bukan merupakan sel darah ataupun
faktor pembeku darah, serum merupakan plasma darah dengan fibrinogen yang
telah dipisahkan. Serum mengandung semua protein yang tidak digunakan dalam
mekanisme pembekuan darah. Serum disebut juga sebagai protein darah yang
dapat ditemukan dalam plasma. Serum mengandung semua elektrolit, antibodi,
antigen, hormon, dan substansi eksogen (misalnya obat dan mikroorganisme)
(Kresno, 2003).
Protein darah juga disebut protein serum (serum proteins), merupakan
protein yang ditemukan dalam plasma darah. Total serum protein dalam darah
29
adalah 7 g/dl, yang merupakan 7% dari total volume darah. Protein darah
memiliki berbagai fungsi antara lain: (1) Tempat sirkulasi transpor molekul
seperti lipid, hormon, vitamin dan mineral; (2) Enzim komplemen komponen,
protease inhibitor, dan prekusor kinin; dan (3) Regulasi dari aktivitas acelular dan
berperan penting dalam sistem imun (Hames, 1998 dalam Rahmawati, 2009).
Serum adalah salah satu bagian dari plasma darah yaitu pada protein.
Protein memiliki molekul yang cukup besar. Jika darah diputar dalam sentrifuge,
maka protein tersebut akan mengendap, sisanya berupa cairan bening dan jernih
yang disebut serum. Dalam serum terdapat zat antibodi untuk membinasakan
protein asing atau antigen yang merangsang pembentukan zat antibodi, yang
masuk kedalam tubuh. Pemisahan protein serum dapat dilakukan dengan
elektroforesis, pemisahan tersebut merupakan alat diagnosis yang sangat berharga
untuk memantau kemajuan klinis. Sehingga serum juga digunakan dalam
beberapa tes diagnostik (Hames, 1998 dalam Rahmawati, 2009).
2.7 Profil Pita Protein
Protein terdapat dalam seluruh sistem kehidupan dan termasuk dalam
komponen utama seluler dan mencapai setengah dari berat kering sel. Setiap jenis
sel mengandung beberapa protein yang khas bagi sel tersebut. Sebagian besar
protein disimpan di dalam jaringan otot, organ tubuh dan sisanya terdapat di
darah. Protein berperan dalam menentukan bentuk dan struktur sebuah sel serta
bertindak sebagai alat untuk pengenalan antar molekul dan proses katalis
(Sumardjo, 2009). Protein memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, diantaranya
sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut dan
30
lain-lain bergantung pada stuktur 3-dimensional protein tersebut. Pada suatu
protein dapat dibubuhkan suatu zat yang dapat merubah struktur sekunder, tersier,
dan kuartener dari protein tersebut (Stryer, 2002).
Protein merupakan makro-molekul, ukuran terkecilnya pun memiliki berat
molekul sebesar 6000 Da dan ada protein yang memiliki berat molekul lebih besar
dari 1 juta Da. Semua protein terdiri atas satu atau lebih polimer yang linier dan
tak bercabang. Monomer yang membuat polimer ini disebut disebut asam amino.
Pada umumnya, setiap protein terdiri atas 20 jenis asam amino. Asam amino
terikat menjadi satu rantai dalam jumlah 100 sampai 300 (Kimball, 1993 dalam
Rahmawati, 2009).
Protein mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh
lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung juga fosfor, belerang, dan
ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein
merupakan makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida, berbobot molekul tinggi dari 5000 sampai
berjuta-juta. Suatu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino tertentu
(Rahmawati, 2009).
Radikal bebas dapat mempercepat fragmentasi protein sehingga protein
lebih cepat mengalami proteolisis. Sel mengubah pola sintesis protein dalam
menanggapi stress lingkungan dengan cara menurunkan sintesis protein normal
dan mensintesis protein spesifik yang disebut Heat Shock Protein (HSP) atau
protein stress. Protein stres melindungi komponen sel dari kerusakan dan
31
memungkinkan berlangsungnya aktivitas sel secara normal selama periode
pemulihan (Yazid dkk., 2012).
Protein berbeda satu sama lain dapat disebabkan karena perbedaan muatan
listriknya, protein mungkin pula berbeda karena berat molekul atau jumlah ukuran
molekulnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh jumlah asam amino yang
menyusun protein. Berdasarkan perbedaan berat atau ukuran molekul ini, protein
dapat dipisahkan satu sama lain dengan teknik elektroforesis menggunakan gel
poliakrilamid sebagai medium pemisah. Pada teknik ini, langkah pertama yang
perlu dilakukan adalah mendenaturasi protein dengan pemanasan dalam larutan
datar yang mengandung sodium dodesil sulfat (SDS). Denaturasi ini memberikan
muatan negatif pada seluruh protein dalam larutan, karena terjadi interaksi
hidrofobik antara molekul protein dengan molekul SDS. Interaksi ini sebanding
dengan ukuran-ukuran molekul protein. Jadi, makin besar ukuran molekul suatu
protein, makin banyak muatan listrik. Kompleks protein terdenaturasi-SDS di
dalam gel poliakrilamid akan berjalan satu arah menuju kutub positif (anoda).
Jarak yang ditempuh ditentukan oleh ukuran molekul dalam menembus pori-pori
gel. Makin kecil molekul tersebut, makin jauh jarak yang ditempuh. Dengan
demikian terjadilah pemisahan protein berdasarkan berat molekul. Pada
umumnya, teknik pemisahan protein dengan elektroforesis ini digunakan untuk
tujuan analisis (Kurniati, 2002).
2.8 Tikus Putih
Malole dan Pramono (1989) dalam Putra (2009) menyebutkan bahwa tikus
telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, relatif sehat dan
32
cocok untuk berbagai penelitian. Tikus yang sudah menyebar ke seluruh dunia
dan digunakan secara luas untuk penelitian di laboratorium ataupun sebagai
hewan kesayangan adalah tikus putih yang berasal dari Asia Tengah dan tidak ada
hubungannya dengan Norwegia seperti yang diduga dari namanya.
Gambar 2.3 Tikus putih (Rattus norvegicus) (Pusat hewan laboratorium UFSJ, 2016)
Sistem klasifikasi tikus putih menurut Myers dan Armitage (2004) dalam
Putra (2015) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodensia
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
33
Terdapat lima macam (basic stock) tikus putih (Albino Normay rat, Rattus
norvegicus) yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium yaitu
Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague Dawley, dan Wistar. Sprague
Dawley memiliki ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala kecil, dan ekornya
lebih panjang daripada badannya. Long Evans lebih kecil ukuran badannya
daripada Sprague Dawley dan memiliki warna yang gelap pada bagian atas kepala
dan bagian depan tubuh. Wistar memiliki kepala yang besar dan ekornya lebih
pendek (Baker et al., 1979 dalam Putra, 2009).
Tabel 2.2 Data biologis tikus (Pollock, 2010)
Keterangan Nilai
Temperatur tubuh 99.9°F / 37.7°C
Pulsus 300-500 bpm
Respirasi 70-150 bpm
Berat badan Jantan dewasa: 267-500 g
Betina dewasa: 225-325 g
Rata-rata masa hidup 2.5-3.5 tahun
Kematangan seksual 37-75 hari
Gestasi 21-23 hari
Berat lahir 5-6 g
Kebutuhan air 22-33 mL/hari
Umur sapih 21 hari
Suhu lingkungan yang cocok 50-68°F / 18-26°C
Kelembaban lingkungan yang
cocok 40-70%
34
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Paparan asap
rokok
Tikus (Rattus norvegicus)
Ekstrak jintan
hitam sebagai
antioksidan
ROS (Radical Oxygen Species)
Stress Oksidatif
Peroksidasi lipid
Fregmentasi protein
Kerusakan lipid,
protein dan membran
sel
Perubahan struktur
histologi limpa
Sekresi sitokin
Inflamasi
Aktivitas makrofag
Perubahan profil
pita protein (Heat
Shock Protein)
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
Keterangan:
= Pengaruh paparan asap rokok = Induksi
= Pengaruh ekstrak jintan hitam = Terapi
= Menghambat kerja = Parameter yang diamati
Aktivasi neutrofil
35
Dalam proses merokok terjadi dua reaksi yaitu reaksi pembakaran dan
reaksi pirolisa. Reaksi pembakaran dengan oksigen akan membentuk senyawa
CO2, H2O2, NO, So, dan Co (Sukmaningsih, 2009). Reaksi pirolisa menyebabkan
pemecahan struktur kimia rokok menjadi banyak senyawa kimia yang strukturnya
sangat kompleks. Senyawa tersebut terdiri atas, tar, nikotin, nitrosamin, karbon
monoksida, senyawa PAH (Polynuclear Aromatic Hydrogen), fenol, karbonil,
klorin dioksin, dan furan. Asap rokok akan masuk secara inhalasi melalui saluran
pernafasan sehingga menghasilkan radikal bebas eksogen. Dalam jumlah yang
berlebihan, radikal bebas dan oksidan (ROS) bersifat sangat reaktif sehingga dapat
menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup
seperti protein, lipid dan nukleutida.
Radikal bebas dalam asap rokok merupakan benda asing (antigen) dalam
darah. Limpa merupakan tempat respon imun utama yang merupakan saringan
terhadap antigen asal darah dengan cara mengaktifkan respon antibodi IgM dan
sel-sel inflamasi yang dibutuhkan. Antigen dibawa APC (makrofag) masuk ke
dalam limpa melalui sinusoid vascular, kemudian makrofag melakukan
fagositosis. Selanjutnya makrofag akan mensekresi sitokin untuk menarik
neutrofil bergerak ke daerah yang mengalami inflamasi. Asap rokok dapat
menyebabkan inflamasi sistemik dalam tubuh, hal ini akan membuat limpa
bekerja secara berlebihan. Kerja limpa dalam merespon antigen ini dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan dan pembesaran limpa (Miera dkk., 2008;
Baratawidjaja dan Rengganis, 2014).
36
Radikal bebas juga dapat menyebabkan perubahan pada profil pita protein
dalam serum darah. Hal ini disebabkan karena radikal bebas dapat mempercepat
fragmentasi protein dalam sel sehingga protein lebih cepat mengalami proteolisis.
Sel mengubah pola sintesis protein dalam menanggapi stress lingkungan dengan
cara menurunkan sintesis protein normal dan mensintesis protein spesifik yang
disebut heat shock protein (HSP) sebagai sistem pertahanan (Snoeck et al., 2011).
Famili dari HSP yang paling banyak diteliti dan banyak ditemukan adalah HSP
dengan ukuran massa molekul 60 kDa (Hsp60), 70 kDa (Hsp70), dan 90 kDa
(Hsp90). Perubahan profil pita protein dapat dianalisis menggunakan metode
Sodium Dodecyl Sulphat-Polyacrylamid Gel Electrophoresis (SDS-PAGE).
Radikal bebas dapat dinetralisir atau dihancurkan oleh senyawa-senyawa
antioksidan seperti thymoquinon. Antioksidan merupakan senyawa yang
mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul
radikal bebas tanpa mengganggu dan memutuskan reaksi berantai dari radikal
bebas. Antioksidan dapat menetralisir atau menghancurkan radikal bebas dengan
cara berinteraksi langsung dengan oksidan atau radikal bebas, mencegah
pembentukan jenis oksigen reaktif, mengubah oksigen reaktif menjadi kurang
toksik dan memperbaiki kerusakan yang timbul. Dengan demikian, thymoquinon
yang terkandung dalam ekstrak jintan hitam dapat menghambat kerusakan
histologi limpa tikus yang dipapar asap rokok dan memperbaiki profil pita protein
dalam serum.
37
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka hipotesis dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemberian ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) dapat menyebabkan
perbaikan profil pita protein ditandai dengan berkurangnya protein-
protein penanda kerusakan jaringan dalam serum darah tikus (Rattus
norvegicus) yang diberi paparan asap rokok.
2. Pemberian ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) dapat menghambat
kerusakan histologi limpa tikus (Rattus norvegicus) yang diberi
paparan asap rokok.
38
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2017 di Laboratorium
Farmakologi FK UB. Pengujian Fitokimia jintan hitam (Nigella sativa L.)
dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik POLINEMA. Ekstraksi jintan hitam
dilakukan di Laboratorium Farmakologi FK UB. Analisis profil pita protein serum
dilakukan di Laboratorium Biomedik FK UB dan pembuatan preparat
histopatologi limpa dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi FK UB.
4.2 Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan strain Wistar berumur 8-12 minggu (Epstein, 2004) dan memiliki berat
badan 150-200 gram. Hewan coba diaklimatisasi selama tujuh hari untuk
menyesuaikan dengan kondisi di laboratorium. Penelitian ini bersifat
eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Menurut
Kusriningrum (2008), estimasi besar sampel dihitung dengan rumus:
p (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 20/5
n ≥ 4
Keterangan:
p = jumlah kelompok perlakuan
n = jumlah ulangan yang diperlukan
39
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk lima jenis kelompok
perlakuan diperlukan jumlah ulangan minimal empat kali dalam setiap kelompok.
Penelitian ini mengambil empat ulangan dalam setiap kelompok sehingga total
hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 20 ekor.
4.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Hewan coba dibagi menjadi lima kelompok perlakuan, yaitu
K (-) : Tikus tidak diberikan ekstrak etanol jintan hitam dan asap rokok.
K (+) : Tikus diberi paparan asap rokok 2 batang/hari/kandang pada hari ke-
8 sampai hari ke-28 namun tidak diberi ekstrak etanol jintan hitam.
P1 : Tikus diberi ekstrak etanol jintan hitam 0,6 g/KgBB/hari paparan
asap rokok 2 batang/hari/kandang pada hari ke-8 sampai hari ke-28.
P2 : Tikus diberi ekstrak etanol jintan hitam 1,2 g/KgBB/hari dan paparan
asap rokok 2 batang/hari/kandang pada hari ke-8 sampai hari ke-28.
P3 : Tikus diberi ekstrak etanol jintan hitam 2,4 g/KgBB/hari dan paparan
asap rokok 2 batang/hari/kandang pada hari ke-8 sampai hari ke-28.
40
Tabel 4.1 Rancangan kelompok penelitian
Kelompok
Variabel yang Diamati
Profil Pita Protein Serum
Histopatologi Limpa
1 2 3 4
Kelompok Kontrol Negatif (K-) tanpa perlakuan
Kelompok Kontrol Positif (K+) dipapar asap rokok
2 batang/hari
Kelompok preventif 0,6 g/KgBB/hari (P1) dan
dipapar asap rokok 2 batang/hari
Kelompok preventif 1,2 g/KgBB/hari (P2) dan
dipapar asap rokok 2 batang/hari
Kelompok preventif 2,4 g/KgBB/hari (P3) dan
dipapar asap rokok 2 batang/hari
4.4 Variabel Penelitian
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:
Variabel bebas : Ekstrak etanol jintan hitam, dosis paparan asap rokok
Variabel tergantung : Perubahan profil pita protein dan struktur histologi
limpa
Variabel kontrol : Berat badan tikus, umur tikus, jenis kelamin tikus, dan
pakan
41
4.5 Alat dan Bahan Penelitian
4.5.1 Alat Penelitian
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain,
kandang pemeliharaan hewan coba, smoking pump, kandang pengasapan
(38 cm x 26 cm x 12,5 cm), timbangan analitik, sonde, botol air minum,
botol sediaan obat, alat bedah, pot organ, plastik klip, gelas ukur, spuit,
vacutainer, sentrifus, vortex, evaporator, kertas saring, oven, Erlenmeyer,
tabung polipropile, sonikator, plate pembentuk gel, tabung reaksi, perangkat
elektroforesis, syringe Hamilton, block preparat, obyek gelas, eppendorf,
freezer, kulkas, kotak preparat, mikroskop cahaya, dan kamera.
4.5.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi biji jintan hitam
dalam kemasan yang diperoleh dari toko obat di Kota Malang, etanol 70%,
Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar dengan berat 150-200
gram sebanyak 20 ekor, pakan tikus, rokok kretek (non filter), sekam padi,
bis-akrilamida 30%, 1 M Tris pH 6,8, aquabides, SDS 10%, TEMED, APS
10%, Coomassie Blue R-250, methanol, aquades, asam asetat glasial,
paraffin cair, larutan etanol 70%, 80%, 90%, 95%, dan 96%, formalin 10%,
alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, alkohol xylol, xylol I, II, dan
III, paraffin cair, pewana hematoksilin-eosin.
42
4.6 Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan pada minggu pertama bulan Maret 2017 dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Pembuatan ekstrak etanol jintan hitam
2. Persiapan hewan coba
3. Perlakuan hewan coba
4. Koleksi serum darah
5. Pengamatan profil pita protein serum
6. Pembuatan histopatologi limpa
7. Analisis data
4.7 Prosedur Kerja
4.7.1 Persiapan Hewan Percobaan
Tikus akan dipelihara pada kandang yang sudah dipersiapkan
terlebih dahulu bersama tempat pakan dan tempat minum. Tikus yang
digunakan untuk penelitian diadaptasikan terhadap lingkungan selama tujuh
hari dengan pemberian pakan berupa ransum basal (buras). Pakan tikus bisa
berbentuk serbuk atau pelet dan harus diberikan secara teratur setiap satu
kali sehari. Tikus dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. Setiap kelompok
perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus yang dipelihara dalam kandang berukuran
17,5 x 23,75 x 17,5 cm. Kandang pemeliharaan terbuat dari wadah plastik.
Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24o C dengan kelembaban
udara 50-60%.
43
4.7.2 Persiapan Ekstrak Etanol Jintan Hitam
a. Pembuatan Ekstrak Etanol Jintan Hitam
Prosedur pembutan ekstrak etanol jintan hitam dilakukan dengan tiga
prosedur, yaitu pengeringan, ekstraksi, dan evaporasi. Proses pengeringan,
jintan hitam dicuci sampai bersih (sampel basah), kemudian dipanggang
dalam oven dengan suhu 80°C atau dengan panas matahari sampai kering
(bebas kandungan air). Pada proses ekstraksi, jintan hitam dihaluskan
dengan blender hingga menyerupai bubuk lalu ditimbang dengan timbangan
analitik sebanyak 100 gram (sampel kering) kemudian dimasukkan ke
dalam gelas ekstraksi/labu erlenmeyer ukuran 1 L dan direndam dalam
etanol, setelah itu dikocok sampai benar-benar tercampur (± 30 menit) dan
kemudian diinapkan selama satu malam (12 jam) sampai mengendap.
Dalam proses evaporasi, larutan yang telah diinapkan selama satu malam
diambil lapisan atas dari hasil campuran etanol dengan zat aktif yang sudah
terambil kemudian dimasukkan dalam labu evaporasi 1L yang selanjutnya
labu evaporasi dipasang pada evaporator dan diisi water bath dengan air
sampai penuh. Semua rangkaian alat dipasang, termasuk rotary evaporator,
pemanas water bath (diatur sampai 90°C), disambungkan dengan alat listrik,
selanjutnya dibiarkan sampai larutan etanol memisah dengan zat aktif yang
sudah ada dalam labu (±1,5–2 jam untuk 1 labu). Hasil yang diperoleh kira-
kira ½ dari bahan alam kering. Ekstrak jintan hitam dimasukkan dalam botol
plastik dan disimpan dalam freezer sampai digunakan, sebelum penggunaan
44
perlu dibiarkan terlebih dahulu agar suhu sama dengan suhu ruangan
(Kurnia, dkk., 2011).
b. Uji Fitokimia (Thymoquinone) Eksrak Etanol Jintan Hitam
Analisis fitokimia merupakan uji kualitatif untuk mengetahui
keberadaan golongan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak jintan
hitam (Nigella sativa). Uji fitokimia ini dilakukan menggunakan metode
LC-MS. Uji Thymoquinone dilakukan dengan memanaskan 10 μL sampel
ekstrak etanol jintan hitam pada suhu 50°C selama 5 menit. Selanjutnya,
ekstrak diambil dan ditambah dengan 5 tetes larutan asam sulfat pekat.
Warna merah yang terbentuk menunjukkan bahwa sampel mengandung
senyawa thymoquinone. Dilanjutkan dengan uji LCMS yang ditemukan
beberapa spot menunjukkan thymoquinone pada ekstrak jintan hitam.
Dilakukan uji lanjutan dengan spektofotometri UV diketahui bahwa terdapat
serapan thymoquinone dengan berat molekul 165 g/mol. (Lampiran 4).
4.7.3 Penentuan Dosis Ekstrak Etanol Jintan Hitam
Penelitian dengan variasi dosis ekstrak etanol jintan hitam 0,6
g/kgBB, 1,2 g/kgBB, dan 2,4 g/kgBB sebelumnya telah dilakukan oleh
Kurnia, dkk. (2011) untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol jintan hitam
terhadap MDA dan sel spermatogonium tikus yang dipapar asap rokok
kretek subakut. Penelitian dengan dosis yang sama juga dilakukan oleh
Marwan, dkk. (2005) untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji
jintan hitam terhadap kadar GSH, MDA, jumlah serta fungsi sel makrofag
45
alveolar paru tikus wistar yang dipapar asap rokok kronis. Kedua penelitian
tersebut telah membuktikan bahwa ekstrak jintan hitam memiliki efek
antioksidan yang dapat memberikan perbaikan dan mencegah stres oksidatif
akibat paparan asap rokok pada parameter yang diteliti. Berdasarkan
penelitian tersebut, peneliti mengambil dosis ekstrak jintan hitam yang sama
untuk penelitian kali ini, sehingga dosis yang diberikan pada tikus dengan
berat rata-rata 200 gram yaitu 120 mg/ekor/hari, 240 mg/ekor/hari dan 480
mg/ekor/hari.
4.7.4 Perlakuan Hewan Coba
Perlakuan awal pada hewan coba adalah dilakukannya aklimatisasi
pada hari ke-1 sampai hari ke-7 dalam kandang pemeliharaan. Selanjutnya
pada hari ke-8 sampai hari ke-28 diberi ekstrak etanol jintan hitam sebagai
antioksidan dan dilakukan pemaparan asap rokok menggunakan jenis rokok
kretek (non-filter). Paparan asap rokok bertujuan sebagai sumber radikal
bebas sehingga dapat menyebabkan stres oksidatif dan inflamasi sistemik
yang berdampak pada gambaran histologi limpa dan profil pita protein.
Asap rokok dihembuskan dengan smoking pump ke dalam kandang tertutup
berbentuk kaca sebanyak dua batang/hari setiap kelompok dalam waktu 21
hari.
Penelitian ini menggunakan lima kelompok tikus secara acak.
Kelompok pertama adalah kelompok kontrol negatif (K-) dimana masing-
masing tikus tidak diberi perlakuan apapun mulai dari hari pertama sampai
dengan hari ke-28. Kelompok kedua adalah kelompok kontrol positif (K+)
46
yang mulai hari ke-8 sampai hari ke-28 diberi paparan asap rokok dua kali
sehari per batang, namun tidak diberikan jintan hitam. Kelompok ketiga
adalah perlakuan 1 (P1), dalam satu kelompok diberi ekstrak etanol jintan
hitam sebanyak 0,6 g/KgBB/hari secara peroral (PO) dan diberi paparan
asap rokok dua kali sehari per batang pada hari ke-8 sampai hari ke-28.
Kelompok keempat adalah perlakuan 2 (P2) yang diberi ekstrak etanol
jintan hitam sebanyak 1,2 g/KgBB/hari secara peroral (PO) dan dilakukan
pemaparan asap rokok dua kali sehari per batang pada hari ke-8 sampai hari
ke-28. Kelompok kelima adalah perlakuan 3 (P3) yang diberi ekstrak etanol
jintan hitam sebanyak 2,4 g/KgBB/hari secara peroral (PO) dan dilakukan
pemaparan asap rokok dua kali sehari per batang dan pada hari ke-8 sampai
hari ke-28.
4.7.5 Koleksi Serum Darah
Koleksi sampel darah dilakukan dengan pengambilan langsung pada
jantung menggunakan spuit yang steril. Darah yang sudah dikoleksi
dimasukkan kedalam vacutainer tanpa anti-koagulan (berwarna merah) dan
dimiringkan dengan sudut 45° kurang lebih selama tiga jam hingga
terbentuk dua lapisan. Lapisan paling atas yang berwarna kuning kecoklatan
diambil dan disentrifugasi dengan kecepatan 300 rpm selama 15 menit.
Supernatan yang terbentuk dipisahkan dan kemudian dilakukan sentrifugasi
kembali dengan kecepatan dan waktu yang sama. Supernatan diambil dan
dipindahkan ke tabung ependorf baru dan disimpan dalam freezer (Ganong,
2008).
47
4.7.6 Pengamatan Profil Pita Protein
a. Isolasi Protein
Serum yang telah diperoleh dilakukan isolasi protein, serum
dimasukkan ke dalam tabung polipropilen steril dan disonifikasi
selama 10 menit pada sonikator. Sonikasi merupakan suatu proses
pengubahan sinyal listrik menjadi getaran mekanis yang dapat
diarahkan menuju suatu zat yang dilakukan untuk memecahkan
ikatan antar molekul atau untuk merusak sel. Supernatan diambil dan
ditambahkan dengan etanol absolute dingin dengan perbandingan
1:1, dibiarkan selama semalam hingga terbentuk endapan. Kemudian
supernatan disentrifugasi selama 15 menit (10.000 rpm), endapan
diambil dan dikeringkan hingga bau etanol menghilang. Endapan
yang diperoleh ditambah dengan larutan 0,02 M Tris-HCL pH 6,5
dingin dengan perbandingan 1:1 (Walter, 1984 dalam Hardi, 2014).
b. Persiapan Separating dan Stacking Gel
Menurut Widyarti (2011), pembuat separating gel 12,5%
dilakukan dengan cara memasukkan 3,125 mL stok akrilamidan dan
2,75 mL 1 M Tris pH 8,8 ke dalam tabung polipropilen 50 mL,
kemudian tabung ditutup, lalu digoyang secara perlahan.
Selanjutnya, dimasukkan aquabides 1,505 mL ke dalam tabung,
tabung ditutup, lalu digoyang secara perlahan. Kemudian, masukkan
75 μL SDS 10% ke dalam tabung, tabung ditutup, lalu digoyang
secara perlahan. Selanjutnya, dimasukkan 75% μL APS 10% ke
48
dalam tabung, tabung ditutup, lalu digoyang secara perlahan. Setelah
itu, dimasukkan 6,25 μL TAMED ke dalam tabung, tabung ditutup,
lalu digoyang secara perlahan. Segera tuang larutan ke dalam plate
pembentuk gel menggunakan mikropipet 1mL (jaga jangan sampai
terbentuk gelembung udara) sampai batas yang terdapat pada plate;
secara perlahan, tambahkan aquades di atas larutan gel dalam plate
agar permukaan gel tidak bergelombang. Biarkan gel memadat
selama kurang lebih 30 menit (ditandai dengan terbentuknya garis
transparan di antara batas air dan gel yang terbentuk). Setelah itu,
buang air yang menutup separating gel. Sesudah separating gel
memadat, siapkan stacking gel 3% dengan cara yang sama seperti
pembuatan separating gel dengan volume larutan Bis-akliramida
30% 0,45 mL; 1 M Tris pH 6,8 0,38mL; Aquabides 2,11 mL; SDS
10% 30 μL; TEMED 5 μL; APS 10% 30 μL
c. Injeksi Sampel dan Running
Masukkan plate yang sudah berisi gel ke dalam chamber
elektroforesis. Tuang running buffer sampai bagian atas dan bawah
gel terendam. Bila terbentuk gelembung udara pada dasar gel atau di
antara sumur sampel, maka gelembung tersebut harus dihilangkan.
Masukkan sampel sebanyak 10-20 μL (yang kandungan proteinnya
minimal 0,1 g dan maksimal 20-40 g) secara hati-hati ke dalam dasar
sumur gel menggunakan syringe Hemilton. Bilas syringe sampai 3x
dengan air atau dengan running buffer sebelum dipakai untuk
49
memasukkan sampel yang berbeda pada sumur gel berikutnya
(Widyarti, 2011).
Untuk memulai running sampel, hubungkan perangkat
elektroforesis dengan sumber listrik. Lakukan running pada arus
konstan 20 mA selama kurang lebih 40-50 menit atau sampai
tracking dye mencapai jarak 0,5 cm dari dasar gel. Setelah selesai,
tuang running buffer dan ambil gel dari plate (Widyarti, 2011)
d. Pewarnaan
Untuk tahap ini diperlukan larutan staining untuk mewarnai
protein pada gel dan larutan destaining untuk menghilangkan warna
pada gel dan memperjelas pita protein yang terbentuk. Larutan
staining satu liter terdiri dari Coomassie Blue R-250 1,0 g; Metanol
450 mL; Aquades 450 mL; Asam asetat glacial 100 mL; sedangkan
larutan destaining satu liter terdiri dari Metanol 100 mL dan Asam
asetat glacial 100 mL.
Rendam gel dalam 20 mL staining solution sambil digoyang
selama kurang lebih 15 menit. Setelah itu, tuang kembali larutan
staining pada wadahnya. Selanjutnya, cuci dengan air beberapa kali
dan kemudian gel drendam dalam 50 mL destaining solution sambil
digoyang selama kurang lebih 30 menit atau sampai pita protein
terlihat jelas (Widyarti, 2011).
50
e. Penentuan Berat Molekul
Berat molekul hasil SDS-PAGE dibandingkan dengan marker
protein sehingga dapat diketahui jeni-jenis protein dalam sample.
Penentuan berat molekul dilakukan dengan menghitung nilai Rf
(Retardation factor) dari masing-masing pita. Adapun rumus Rf
yaitu:
Kemudian dibuat kurva standar dengan harga Rf sebagai
sumbu X dan harga logaritma berat molekul sebagai sumbu Y,
sehingga diperoleh persamaan regresi y . persamaan ini
digunakan untuk menghitung massa molekul relative dari protein
sampel. Berat molekul protein sampel didapatkan dengan
menggunakan rumus BM = antilog Mr protein sampel (Fatchiyah,
dkk., 2012 dalam Hardi, 2014).
4.7.7 Pembuatan Preparat Histopatologi Limpa
Limpa diambil dan dipotong sekecil mungkin, tetapi mewakili
struktur kesuluruhan jaringan. Limpa kemudian difiksasi dengan cara
direndam dalam formalin 10% selama 24 jam. Preparat selanjutnya
dimasukkan secara bertingkat ke dalam larutan etanol 70%, 80%, 90%,
95%, dan 96% masing-masing selama 30 menit. Khusus etanol 95% dan
96% dilakukan dua kali perendaman (Sari, 2016).
51
Preparat kemudian dimasukkan ke dalam xilol dengan tujuan
menghilangkan etanol pasca didehidrasi selama tiga kali masing-masing
selama 30 menit. Preparat selanjutnya dipindahkan ke dalam paraffin cair
dalam blok preparat. Setelah dicetak, preparat dipotong kemudian
ditempelkan pada obyek gelas yang sudah diberi entelan dan dipanaskan
dengan suhu 2-5°C di bawah titik lebur paraffin (sekitar 40°C) sampai
kering. Setelah kering, preparat dimasukkan ke dalam xilol murni selama
5-10 menit. Preparat kemudian dan masukkan secara bertingkat ke dalam
larutan etanol 96%, 95%, 90%, 80%, dan 70% selama 5-10 menit. Cuci
dengan air kemudian dilakukan pewarnaan dengan pewarna hematoksilin-
eosin selama 1-2 menit setelah itu bilas dengan air. Preparat selanjutnya
dikeringkan pada suhu kamar dan ditutup dengan obyek gelas. Setelah itu
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali (Sari, 2016).
4.7.8 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.
Analisis ini digunakan untuk menganalisis gambaran histopatologi limpa
dan profil pita protein serum pada masing-masing perlakuan dan
dibandingkan dengan kondisi normal. Pengamatan histopatologi limpa
menggunakan mikroskop cahaya pada pembesaran 100 dan 400X untuk
mengamati perubahan struktur pulpa putih dan gambaran sel-sel pada limpa.
Analisis profil pita protein dapat dilakukan dengan pengukuran berat
molekul protein berdasarkan kurva standar berat molekul dari protein
standar.
52
60 kDa
69 kDa
90 kDa
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Preventif Ekstrak Etanol Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap
Profil Pita Protein Serum Tikus (Rattus norvegicus) yang Diberi Paparan
Asap Rokok
Pengaruh preventif ekstrak etanol jintan hitam (Nigella sativa) terhadap
profil pita protein serum tikus (Rattus norvegicus) yang diberi paparan asap rokok
dianalisis secara deskriptif yang dapat diketahui melalui metode SDS-PAGE
(Gambar 5.1).
Gambar 5.1 Profil pita protein serum hewan coba (Rattus norvegicus). (M)
marker; (K-) kontrol negatif, tanpa perlakuan; (K+) kontrol positif,
dipapar asap rokok; (P1) perlakuan 1, diberi ekstrak etanol jintan
hitam 0,6 g/KgBB/hari dan dipapar asap rokok; (P2) perlakuan 2,
diberi ekstrak etanol jintan hitam 1,2 g/KgBB/hari dan dipapar asap
rokok; (P3) perlakuan 3, diberi ekstrak etanol jintan hitam 2,4
g/KgBB/hari dan dipapar asap rokok.
P1.1 P1.2 P2.1 P2.2 P3.1 P3.2 K(-) K(+)1 K(+)2 M
53
Tabel 5.1 Profil pita protein serum
Keterangan: terekspresi lebih banyak, terekspresi lebih sedikit
Gambar 5.1 menunjukkan profil pita protein dengan beberapa massa
molekul seperti 26, 40, 48, 126, 143, 179, dan 227 kDa akan tetapi belum bisa
diidentifikasi proteinnya, sedangkan untuk massa molekul 60, 69, dan 90 kDa
diyakini sebagai Heat Shock Protein (Hsp60, Hsp70 dan Hsp90). Ketiga protein
HSP tersebut terlihat pada seluruh kelompok percobaan. Perbedaannya ada pada
ketebalan pita dari masing-masing kelompok (Tabel 5.1). Kelompok kontrol
negatif (K-) dan perlakuan 3 (P3) memiliki ketebalan pita yang lebih tipis pada
massa molekul 60, 69 dan 90 kDa dibandingkan dengan kelompok kontrol positif
(K+) dan perlakuan 1 (P1) yang memiliki pita yang lebih tebal pada ketiga massa
protein. Sedangkan pada kelompok perlakuan 2 (P2), pita protein pada massa
molekul 60 dan 90 kDa telihat lebih tebal seperti halnya pada kelompok K+ dan
P1, namun pada massa molekul 69 kDa memiliki pita yang lebih tipis seperti pada
K- dan P3.
Profil protein kelompok kontrol negatif (K-) tanpa perlakuan menunjukkan
Hsp60, Hsp70 dan Hsp90 yang berkonsentrasi lebih rendah ditandai dengan
Kelompok BM (kDa)
26 40 48 60 69 90 126 143 179 227
Kontrol
negatif
Kontrol
positif
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Perlakuan 3
54
ketebalan pita yang lebih tipis dibandingkan dengan kelompok kontrol positif.
Heat shock protein (HSP) merupakan suatu protein yang dalam keadaan normal
berfungsi sebagai molekul chaperone yang berperan terhadap pembentukan
struktur protein (protein folding) dan pencegahan penggabungan beberapa protein.
HSP dalam keadaan normal juga dapat berkaitan dengan fungsi proteksi dari
kerusakan sel secara in vivo maupun in vitro akibat stres oksidatif yang dapat
disebabkan oleh kandungan asap rokok yang bersifat radikal, logam berat,
peningkatan suhu, toksisitas kimia molekul kecil, dan infeksi (Westerheide dan
Marimoto, 2005; Fitria 2013).
Superfamili dari heat shock protein dikelompokkan berdasarkan ukuran
molekul dan fungsinya seperti famili Hsp60, Hsp70 dan Hsp90, Hsp100, Hsp40
dan small heat shock protein (sHSP). Umumnya HSP berfungsi dalam
pembentukkan protein, namun setiap jenis famili HSP memiliki spesifikasi
tersendiri. Heat shock protein 60 (Hsp60) adalah protein intraselular yang
terbentuk secara alami di sebagian besar sel seperti di mitokondria dan di sitosol
sebanyak 15% hingga 20%. Ekspresi Hsp60 meningkat oleh beberapa faktor stress
seperti infeksi, anoksia, stress oksidatif dan inflamasi. Hsp60 memiliki peran
protektif terhadap cedera akibat stres dengan mempertahankan homeostasis
seluler dan struktur protein 3 dimensi (Bonanad et al., 2013). Pelepasan Hsp60
bisa berasal dari sel-sel mati jaringan yang menderita inflamasi kronis. Oleh
karena itu, pelepasan Hsp60 ke dalam sirkulasi merupakan hal yang penting
karena kemudian dapat mengaktifkan sel vaskular dan sistem kekebalan tubuh
(Xu et al., 2000).
55
Heat shock protein 70 (Hsp70) adalah molekul chaperone yang
diekspresikan sebagai respon terhadap stress dengan cara mengikat substrat
proteinnya dan menstabilkannya saat terjadinya denaturasi atau agregasi sampai
kondisi membaik. Selain fungsinya selama respon stres, Hsp70 memiliki banyak
tanggung jawab selama pertumbuhan normal, yaitu membantu dalam pelipatan
protein yang baru disintesis, transportasi subselular protein dan vesikula,
degradasi protein yang tidak diinginkan, dan menekan agregasi protein. Oleh
sebab itu, Hsp70 saat ini sedang dikembangkan sebagai pengobatan penyakit
potensial yang melibatkan agregasi protein seperti penyakit neurodegeneratif dan
kanker (Evans et al., 2010; Yang et al., 2009).
Heat shock protein 90 (Hsp90) adalah salah satu protein sel eukariotik
yang paling melimpah dan sangat penting untuk kelangsungan hidup sel. Hsp90
terdiri dari 1-2% dari total kandungan protein sel. Hsp90 berbentuk homodimer
dengan gugus N-terminal yang penting untuk hidrolisis adenosine triphosphate
(ATP) ke bentuk adenosine difosfat (ADP) dan terlibat dalam interaksi dengan
molekul chaperone lainnya. Hsp90 dapat berasosiasi dengan beberapa protein
yang terlibat dalam signaling cell, metabolisme, pertumbuhan sel, transkripsi, lalu
lintas protein, pembentukan kromatin, dan respon stress (Leach et al., 2012).
Kelompok kontrol positif (K+) yang dilakukan pemaparan asap rokok
menunjukkan Hsp60, Hsp70 dan Hsp90 berkonsentrasi lebih tinggi yang ditandai
dengan pita protein yang lebih tebal dibandingkan dengan kelompok kontrol
negatif. Kemunculan HSP yang tinggi terjadi karena adanya ketidakseimbangan
antioksidan endogen yang diproduksi tubuh dan radikal ROS dari asap rokok. Saat
56
antioksidan endogen habis terpakai sebagai pertahanan awal tubuh dan
menyisakan radikal ROS yang masih tinggi, ROS seperti H2O2 dan NO dalam
asap rokok akan menginduksi heat shock response dan menghasilkan HSP dalam
jumlah banyak untuk mencegah kerusakan dan kematian sel (apoptosis). HSP
dapat mencegah kerusakan sel dengan cara mencegah dan memperbaiki
missfolding protein oleh ROS yang menginisiasi modifikasi oksidatif protein dan
DNA (Westerheide dan Marimoto, 2005; Circu dan Aw, 2010).
HSP yang diproduksi pada saat terjadinya stres oksidatif dibutuhkan untuk
mencegah apoptosis sekunder, namun jika terjadi overexpressing maka HSP dapat
menginduksi sifat karsinogenesis. Penelitian yang dilakukan Seo et al. (1996)
membuktikan bahwa overexpressing HSP utamanya Hsp70 akibat paparan asap
rokok pada lymphocytetargeted promotor dapat menimbulkan perkembangan
limfoma pada tikus transgenik (Vayssier et al., 1998).
Ketiga pita protein (60, 69 dan 90 kDa) masih terlihat lebih tebal pada
kelompok P1 seperti halnya pada kelompok kontrol positif. Hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak etanol jintan hitam 0,6 g/KgBB belum mampu memberikan efek
antioksidan yang baik sehingga ekspresi Hsp60, Hsp70 dan Hsp90 masih tinggi
dalam serum. Dosis ekstrak etanol jintan hitam yang berperan sebagai antioksidan
eksogen dalam tubuh pada kelompok ini masih belum mampu menetralisir radikal
bebas secara maksimal, maka sel-sel tubuh nantinya akan mensekresikan keluar
enzim-enzim yang berperan sebagai antioksidan endogen seperti catalase,
glutathione peroxidase, glutathione S-transferase, dan superoxide dismutase
(SOD) yang jumlahnya sangat terbatas (Sayuti dan Yenrina, 2014). Saat enzim
57
endogen tersebut sudah habis terpakai dan radikal bebas masih tinggi kadarnya
dalam tubuh, maka radikal bebas menyerang sel untuk melakukan stress oksidatif,
sel memproduksi heat shock protein agar radikal bebas yang mendekat tidak dapat
melakukan kerusakan membran sel.
Kelompok P2 dengan pemberian ekstrak etanol jintan hitam 1,2 g/KgBB
menunjukkan perbaikan profil Hsp70 terlihat dengan penipisan pita pada massa
protein 69 kDa. Hal ini membuktikan bahwa efek antioksidan dari ekstrak etanol
jintan hitam dengan dosis 1,2 g/KgBB dapat menetralisir radikal bebas lebih baik
dari dosis kelompok P1 sehingga tubuh tidak harus menginduksi Hsp70 dalam
jumlah berlebihan untuk perlindungan sel terhadap radikal bebas. Kerusakan
akibat radikal bebas yang belum ternetralisir oleh efek antioksidan dari ekstrak
etanol jintan hitam ditanggulangi oleh Hsp60 dan Hsp90, sehingga pita protein 60
kDa dan 90 kDa masih terlihat tebal
Kelompok P3 dengan pemberian ekstrak etanol jintan hitam 2,4 g/KgBB
menunjukkan perbaikan profil Hsp60, Hsp70 dan Hsp90 terlihat dengan penipisan
pita pada massa protein 60, 69 dan 90 kDa. Efek antioksidan ekstrak etanol jintan
hitam dengan dosis 2,4 g/KgBB dapat menetralisir radikal bebas dengan baik
sehingga tubuh memproduksi Hsp60, Hsp70 dan Hsp90 dalam jumlah sedikit
untuk menanggulangi kerusakan akibat radikal bebas. Ekstrak etanol jintan hitam
yang diberikan secara oral akan mengalami sirkulasi dalam darah dan menyebar
ke seluruh tubuh. Saat kandungan asap rokok yang dipaparkan masuk ke dalam
tubuh dan menjadi radikal bebas, maka efek antioksidan dari ekstrak etanol jintan
hitam yang diberikan bekerja sebagai pertahanan awal yang menetralisir radikal
58
bebas secara maksimal, pada keadaan ini tubuh tidak harus mensekresikan enzim
sebagai antioksidan alami dan produksi HSP yang dihasilkan sama pada kondisi
normalnya.
5.2 Pengaruh Preventif Ekstrak Etanol Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap
Gambaran Histopatologi Limpa Tikus (Rattus norvegicus) yang Diberi
Paparan Asap Rokok
Pengaruh preventif ekstrak etanol jintan hitam (Nigella sativa) terhadap
gambaran histopatologi limpa tikus (Rattus norvegicus) yang diberi paparan asap
rokok diamati secara kualitatif (Gambar 5.1) dengan pewarnaan hematoxylin-
eosin (HE).
Perbesaran 100X Perbesaran 400X
A
B
6
2
3
5
59
Gambar 5.2 Penampang melintang histopatologi limpa tikus. (A) kontrol positif;
(B) kontrol negati; (C) perlakuan 1; (D) perlakuan 2; (D) perlakuan
3; (1) germinal center; (2) mantie zone; (3) zona marginal; (4)
periarteriolar lymphatic sheath (PALS); (5) central arteriole; (6)
pulpa merah; ( ) apoptotic bodies; ( ) makrofag; ( ) inti
sel apoptosis.
Limpa adalah organ limfoid sekunder yang ada pada semua vertebrata.
Pada mamalia, limpa memiliki tiga fungsi utama. Fungsi pertama, limpa sebagai
jaringan limfatik berukuran besar yang dilalui oleh resirkulasi limfosit yang dapat
E
D
C
60
segera menghasilkan reaksi kekebalan spesifik yang dimediasi oleh sel limfosit T
atau B terhadap antigen yang dibawa oleh darah. Karena jenis sirkulasi yang
terbuka, antigen yang dibawa darah memiliki akses lebih langsung ke jaringan
limfatik limpa daripada jaringan organ limfatik lainnya. Kedua, pulpa merah
limpa memiliki fungsi sebagai penyaringan darah. Fungsi ini terdiri dari
penghilangan bahan yang dapat difagositosis oleh makrofag pulpa merah,
termasuk sel darah merah yang abnormal atau sudah tua, atau mikroorganisme
dan leukosit yang diliputi dengan kompleks imun. Ketiga, pada beberapa spesies
mamalia, namun tidak pada manusia, limpa berfungsi sebagai reservoir eritrosit
yang ditransfusikan ke sirkulasi pada stimulasi simpatis. Sebagian besar limfosit
penyusun limpa adalah sel-sel yang bermigrasi. Limfosit tiba melalui darah,
bermigrasi ke dalam kompartemen untuk menetap selama beberapa waktu dan
pergi lagi ke dalam darah. Proses ini disebut resirkulasi limfosit yang mendukung
deteksi antigen dan penyebaran respon kekebalan tubuh (Steiniger, 2005).
Dua zona fungsional utama dari limpa adalah pulpa merah hematogen dan
pulpa putih limfoid. Pulpa putih terletak di sekitar central arteriole, terdiri dari
periarteriolar lymphatic sheath (PALS, area sel T), yang berbatasan dengan
folikel (area sel B), dan zona marginal (area sel B). Zona marginal terletak di
antara pulpa putih dan merah dan persimpangan antara zona marginal dan pulpa
merah tidak selalu terlihat jelas. Selain limfosit, zona marginal mengandung
populasi makrofag tertentu. Struktur limpa pada umumnya mirip di seluruh
spesies; namun zona marginal tikus relatif lebih menonjol (Elmore, 2006).
61
Gambaran histologis limpa tikus pada kelompok kontrol negatif (K-) tanpa
perlakuan tidak memperlihatkan keadaan abnormalitas dan patologis. Struktur
mikroskopis limpa pada perbesaran 100X terlihat normal dengan folikel pulpa
putih berbentuk silinder dan memiliki batasan yang jelas antara germinal center,
mantie zone, zona marginal dan periarteriolar lymphatic sheath (PALS) yang
mengelilingi central arteriole. Ukuran sel-sel limfosit pada perbesaran 400X
terlihat normal dengan besaran yang sama menyeluruh dan hanya sedikit sel-sel
makrofag yang teramati.
Gambaran histopatologis limpa tikus kelompok kontrol positif (K+)
menunjukkan beberapa keadaan abnormalitas akibat radikal bebas dari paparan
asap rokok yang diberikan. Struktur pulpa putih yang seharusnya memiliki
batasan yang terlihat antar kompartemennya seperti germinal center, mantie zone,
zona marginal, dan PALS pada kelompok ini tidak dapat dibedakan. Antara satu
folikel pulpa putih dengan folikel yang lain bergabung menjadi satu sehingga
bentuknya tidak beraturan. Hal tersebut dapat disebabkan saat terjadinya inflamasi
akibat radikal bebas dari asap rokok, tubuh akan membutuhkan sel-sel imunitas
seperti limfosit dalam menanggulangi radikal bebas. Sel-sel limfosit yang
bermigrasi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah ke daerah yang terdapat
radikal bebas tersebut merupakan sel-sel penyusun utama limpa, sehingga jika
migrasi sel meninggalkan limpa terjadi secara akut, maka struktur dari
kompartemen penyusun limpa akan mengalami ketidakberaturan. Pulpa merah
terlihat mengalami hemoragi dengan pigmentasi hemosiderin terlihat merah
dominan sebagai tanda kerusakan sel-sel eritrosit dan penyebarannya yang
62
meluas. Selain struktur pulpa putih dan pulpa merah yang mengalami perubahan,
dapat juga teridentifikasi sel-sel limfosit yang mengalami apoptosis ditandai
dengan lisisnya sel dengan inti yang mengecil dan banyak makrofag yang teramati
di daerah germinal center. Apoptosis limfosit di limpa dapat disebabkan oleh stres
oksidatif dari ROS asap rokok yang merusak membran sel karena terjadinya
peroksidasi lipid dan fragmentasi protein.
Limfosit mengalami apoptosis normalnya terjadi di germinal center folikel
yang kaya akan sel B pada limpa tikus, namun saat adanya paparan bahan kimia
seperti asap rokok, radiasi, virus, atau endotoksin kejadiannya akan meningkat
pada kompartemen sel B dan juga sel T (periarteriolar lymphatic sheath).
Limfosit yang mengalami apoptosis membentuk membrane-bound bodies
(apoptotic bodies) yang ditandai dengan penyusutan limfosit individual,
kondensasi kromatin nukleus, dan fragmentasi sel yang kemudian difagositosis
oleh tingible body macrophages (TBM). Apoptosis limfosit yang signifikan dapat
menyebabkan atrofi satu atau lebih kompartemen pulpa putih (Suttie, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Hernandez et al (2013) tentang efek ekstrak asap
rokok pada sel T primer aktif, menunjukkan efek baru dari asap rokok terhadap
sel limfosit T normal. ROS dan reactive nitrogen species (RNS) di dalam ekstrak
asap rokok menginduksi fosforilasi eukaryotic initiation factor 2 (eIF2), sehingga
mendorong terjadinya apoptosis caspase-independent pada sel limfosit T normal.
Gambaran histopatologis limpa pada kelompok perlakuan satu (P1) dengan
pemberian ekstrak etanol jintan hitam 0,6 g/KgBB/hari menunjukkan arah
pencegahan dengan pulpa putih sudah mulai berbentuk sirkuler dan zona marginal
63
mulai terlihat, meskipun germinal center dan PALS di sekitar central arteriol
belum dapat diidentifikasi, sedangkan pulpa merah masih terlihat mengalami
hemoragi. Makrofag TBM masih dapat teramati di dalam germinal center karena
fungsinya sebagai fagosit sel-sel limfosit yang masih banyak mengalami
apoptosis. Hal ini disebabkan oleh efek ekstrak etanol jintan hitam dengan dosis
yang digunakan pada kelompok ini memiliki daya antioksidan yang masih rendah
dan belum mampu untuk menetralisir radikal bebas secara maksimal dan
mencegah kerusakan sel-sel limfosit.
Kelompok perlakuan dua (P2) dengan pemberian ekstrak etanol jintan
hitam 1,2 g/KgBB/hari menunjukkan gambaran histopatologis limpa yang lebih
baik dibandingkan kelompok P1. Pulpa putih berbentuk sirkuler dengan batasan
germinal center dan zona marginal sudah dapat dibedakan serta hemoragi pada
pulpa merah sudah menunjukkan perbaikan. Sel-sel limfosit yang apoptosis dan
makrofag TBM jarang ditemui pada gambaran histopatologi kelompok ini. Hal ini
menunjukkan efek ekstrak etanol jintan hitam dengan dosis yang digunakan pada
kelompok ini memiliki daya antioksidan yang lebih baik dari kelompok
sebelumnya dalam menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan sel-sel
limfosit.
Gambaran histopatologis limpa pada kelompok perlakuan tiga (P3) dengan
pemberian ekstrak etanol jintan hitam 2,4 g/KgBB/hari menunjukkan hasil
pencegahan yang paling signifikan. Pulpa putih berbentuk sirkuler dengan batasan
germinal center, mantie zone, zona marginal dan periarteriolar lymphatic sheath
(PALS) terlihat jelas. Pulpa merah pada kelompok ini sudah tidak mengalami
64
hemoragi. Sel limfosit yang mengalami apoptosis tidak dapat diidentifikasi dan
makrofag yang ditemukan di daerah germinal center yang teramati relatif sedikit.
Hal ini disebabkan oleh efek ekstrak etanol jintan hitam dengan dosis yang
digunakan pada kelompok ini memiliki daya antioksidan yang paling tinggi
dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 dan 2 dalam menetralisir radikal
bebas secara maksimal dan mencegah kerusakan sel-sel limfosit.
Perbaikan histopatologi limpa dan profil pita protein serum sejalan dengan
peningkatan dosis yang diberikan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kurnia dkk (2011) yang membuktikan bahwa ekstrak etanol jintan hitam memiliki
efek preventif terhadap paparan asap rokok kretek subakut dengan hasil
penururnan rerata jumlah sel spermatogonium dan penurunan kadar MDA testis
tikus yang signifikan pada kelompok yang diberikan dosis 2,4 g/kgBB. Penelitian
yang dilakukan oleh Marwan dkk. (2005) membuktikan efek preventif pemberian
ekstrak jintan hitam pada tikus yang dipapar asap rokok kronis dengan adanya
peningkatan antioksidan enzimatis GSH dan menurunnya MDA jaringan paru dan
penurunan jumlah dan fungsi sekresi serta fungsi fagositosis dari sel makrofag
alveoli yang signifikan pada kelompok yang diberikan dosis 2,4 g/kgBB.
Ekstrak etanol jintan hitam dengan uji LC-MS (Lampiran 4)
menunjukkan adanya kandungan thymoquinone yang dapat berperan sebagai
senyawa antioksidan. Selain thymoquinone, komponen minyak esensial lain yang
dapat berperan sebagai senyawa antioksidan dalam jintan hitam meliputi
nigellone, thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, α dan β-
pinene, d-limonene, d-citronellol, p-cymene, carvacrol, anethole, ongifoline, dan
65
4-terpineol. Kandungan fixed oil dalam jintan hitam seperti arachidonic,
eicosadienoic, linoleic, linolenic, oleat, almitoleic, palmitic, stearic dan myristic
acid serta beta-sitosterol, cycloeucalenol, cycloartenol, sterol ester dan sterol
glukosida juga dapat berperan sebagai senyawa antioksidan (Tembhurne et al.,
2014; Ahmad et al., 2013). Senyawa antioksidan memiliki struktur molekul yang
dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas
tanpa mengganggu dan memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas. Efek
antioksidan dari jintan hitam juga ditunjukkan pada penelitian Houghton et al.
(1995) yang membuktikan bahwa thymoquinone dan fixed oil dalam jintan hitam
dapat menghambat peroksidasi non-enzimatik pada liposom fosfolipid otak sapi.
66
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Pemberian ekstrak etanol jintan hitam (Nigella sativa) dengan dosis
2,4 g/KgBB/hari mampu menunjukkan penurunan terbaik ekspresi
Heat Shock Protein dengan massa molekul 60 kDa, 69 kDa, dan 90
kDa pada tikus yang diberi paparan asap rokok.
2. Pemberian ekstrak etanol jintan hitam (Nigella sativa) dengan dosis
2,4 g/KgBB/hari secara signifikan mampu mencegah kerusakan
struktur pulpa putih dan apoptosis sel limfosit pada limpa tikus yang
diberi paparan asap rokok.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat
dilakukan yakni:
1. Perlu adanya penelitian observasi pemberian ekstrak etanol jintan
hitam pada hewan kecil yang pemiliknya seorang perokok.
2. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang kandungan lain dari jintan
hitam seperti asam amino dan protein sebagai tindak pencegahan dan
pengobatan penyakit.
67
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A., A. Husain, M. Mujeeb, S.A. Khan, A.K. Najmi, N.A. Siddique. 2013.
A review on therapeutic potential of Nigella sativa: A miracle herb. Asian
Pac J Trop Biomed. 3(5): 337-352.
Ambarwati, A. Khoirotul, F. Kurniawati, T. Diah, S. Darojah. 2014. Media
Leaflet, Video dan Pengetahuan Siswa SD Tentang Bahaya Merokok:
Studi pada Siswa SDN 78 Sabrang Lor Mojosongo Surakarta. Kemas.
10(1): 7-13.
Aziza, R.Z. 2010. Gambaran Histomorfologi Hati, Usus Halus, dan Limpa pada
Tikus Hiperglikemia yang Diberi Ekstrak Sambiloto [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Baratawidjaja, K.G., dan I. Rengganis. 2014. Imunologi Dasar, Edisi ke-11.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Bertone, E. R., Synder L.A., dan Moore A.S. 2002. Environmental Tobacco
Smoke and Risk of Malignant Lymphoma in Pet Cats. American Journal
of Epidemiology. 156(3): 268-273.
Bonanad, C., J.Nu´ n˜ ez, J. Sanchis, V. Bodi, F. Chaustre, M. Chillet, G. Min˜
ana, M. Jose´ Forteza, P. Palau, E. Nu´ n˜ ez, D. Navarro, A. Lla` cer, F.J.
Chorro. 2013. Serum Heat Shock Protein 60 in Acute Heart Failure: A
New Biomarker?. Congest Heart Fail. 19(1): 6-10.
Brock, T. 2008. Heat shock protein: linked to oxidative stress?
https://www.caymanchem.com/news/heat-shock-protein-linked-to-
oxidative-stress. [13 Juni 2017].
Burits, M., and Bucar, F. 2000. Antioxidant Activity of Nigella sativa Essential
Oil. Phytotherapy Research. 14(5): 323-328.
Chung, K.F. 2005. Inflammatory mediators in chronic obstructive pulmonary
disease. Curr Drug Targets Inflamm Allergy. 4:619-625.
Churg, A., Dai J, Tai H, Xie C, Wright J.L. 2002. Tumor necrosis factor-alpha is
central to acute cigarette smoke-induced inflammation and connective
tissue breakdown. Am J Respir Crit Care Med. 166:849-854.
Circu, M.L., and T.Y. Aw. 2010. Reactive oxygen species, cellular redox systems
and apoptosis. Free Radic Biol Med. 48(6): 749-762.
68
Dawn, B.M., Allan D.M, dan Colleen M.S. 2000. Metabolisme Oksigen dan
Toksisitas Oksigen. In: Joko S, Vivi S, Lydia IM (editors). Biokimia
Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC. 321-9.
Den, R.B., and B. Lu. 2012. Heat shock protein 90 inhibition: rationale and
clinical potential. Ther Adv Med Oncol. 4(4): 211-218.
Diniz, M.F., Dourado V.A., Silva M.E., Pedrosa M.L., Bezerra F.S., and Lima
W.G. 2013. Cigarette Smoke Causes Changes in Liver and Spleen of Mice
Newborn Exposed During Pregnancy. J Cytol Histol. 4(1): 1-5.
El-Kadi, and O. Kandil. 1986. Effect of Nigella sativa (the black seed) on
immunity. Proceeding of the 4th International Conference on Islamic
Medicine, Kuwait. Bull. Islamic Med. 4:344-348.
Elmore, S.A. 2006. Enhanced Histopathology of the Spleen. Toxicol Pathol.
34(5): 648-655.
Evans, C.G., L. Chang, and J.E. Gestwicki. 2010. Heat Shock Protein 70 (Hsp70)
as an Emerging Drug Target. J Med Chem. 53(12): 4585-4602.
Enomoto, S., R. Asano, Y. Iwahori, T. Narui, Y. Okada, A.N. Singab. 2001.
Hematological studies on black cumin oil from the seeds of Nigella sativa
L. Biol Pharm Bull. 24(3): 307-310.
Epstein, M.M. 2004. Do Mouse Models of Alergic Asthma Mimic Clinical
Disease. Int. Arch. Allergy Immunol. 133: 84-100.
Fitria, R.I.N.K Triandhini, J.C. Mangimbulude, F.F. Karwur. 2013. Merokok dan
Oksidasi DNA. Sains Medika. 5(2): 113-120.
Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC.
Penerbit Buku Kedokteran. 486-507.
Gitawati R.1995. Radikal bebas, sifat dan peran dalam menimbulkan
kerusakan/kematian sel. Cermin Dunia Kedokteran. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 102:33-36.
Hames. B. D. 1998. Gel Electrophoresis of Proteins. Oxford University Press.
New York.
Halliwell, B., dan Whiteman, M. 2004. Measuring reactive species and oxidative
damage in vivo and in cell culture: how should you do it and what do the
results mean? Br J Pharmacol. 142: 231-55.
69
Haq, A., M. Abdullatif, P.I. Lobo, K.S. Khabar, K.V. Sheth, S.T. Al-Sedairy.
1995. Nigella sativa: Effect on human lympocytes and polymorphonuclear
leucocyte phagocytic activity. Immunopharmacol. 30(2): 147-150.
Haq, A., I. Lobo, M. Al-Tufail, N.R. Rama, S.T. Sedairy. 1999.
Immunomodulatory effect of Nigella sativa proteins fractionated by ion
exchange chromatography. Int. J. Immunopharmacol. 21:283-285.
Hasana, N. 2016. Aktivitas Ekstrak Etanol Temu Ireng (Curcuma Aeruginosa
Roxb) terhadap Immunosurveillance Tikus Putih melalui Histopatologi
Limpa, Kadar Sitokin IL-2 Dan IL-12 [Tesis]. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.
Hernandez, C.P., K. Morrow, C. Velasco, D.D. Wyczechowska, A. Naura, and
P.C. Rodriguez. 2013. Effects of cigarette smoke extract on primary
activated T cells. Cell Immunol. 282(1): 38-43.
Houghton, P.J., Zarka R., Heras B., Hoult J.R. 1995. Fixed oil of Nigella sativa
and derived thymoquinone inhibit eicosanoid generation in leukocytes and
membrane lipid peroxidation. Planta Med. 61:33-36.
Huang, M.F., Lin W.L, Ma Y.C. 2005. A study of reactive oxygen species in
mainstream of cigarette. Indoor Air. 15:135-140.
Junqueira. 2012. Histologi Dasar. Jakarta; Penerbit EGC. Hlm.155.
Kartikawati D. 1999. Studi efek protektif vitamin C dan E terhadap respon imun
dan enzim antioksidan pada mencit yang dipapar paraquat [Disertasi].
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kemenkes RI. 2015. Rokok Ilegal Merugikan Bangsa dan Negara.
http://www.depkes.go.id/article/view/15060900001/rokok-illegal-
merugikan-bangsa-dan-negara.html. [28 November 2016].
Khoirudin, 2006. Perbedaan Kapasitas Vital Paru dan Tekanan Darah antara
Perokok Aktif dengan Perokok Pasif pada Siswa Madrasah Hidayatul
Mubtadi’in Semarang Tahun Ajaran 2005/2006. Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang: 32-37.
Kimball. John. W. 1983. Biologi Edisi Kelima, Jilid 1, Alih Bahasa Prof. Dr. Ir.
H. Siti Soetarmi Tjitrosomo. Institut Pertanian Bogor. Erlangga. Jakarta.
Kresno, S. B. 2003. Imunologi: Diagnosis dan prosedur laboratorium. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
70
Kruk, I., T. Michalska, K. Lichszteld, A. Kladna, H.Y. Aboul-Enein. 2000. The
effect of thymol and its derivatives on reactions generating reactive
oxygen species. Chemosphere. 41(7): 1059-1064.
Kumalaningsih, S. 2007. Antioksidan, sumber dan manfaat. Artikel Antioksidan
Center.
Kurnia H. P., Nur P dan Subandi. 2011. Pengaruh Ekstrak Jintan Hitam terhadap
MDA dan Sel Spermatogonium Tikus yang Dipapar Asap Rokok Kretek
Subakut. Jurnal Kedokteran Brawijaya 26(3): 161-165.
Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak
Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Leach, M.D., S. Budge, L. Walker, C. Munro, L.E. Cowen, A.J.P. Brown. 2012.
Hsp90 Orchestrates Transcriptional Regulation by Hsf1 and Cell Wall
Remodelling by MAPK Signalling during Thermal Adaptation in a
Pathogenic Yeast. PLOS Pathogens. 8(12): 1-20.
Marwan, E. Widjajanto, S. Karyono. 2005. Pengaruh pemberian ekstrak biji jinten
hitam (Nigella sativa) terhadap kadar gsh, mda, jumlah serta fungsi sel
makrofag alveolar paru tikus wistar yang dipapar asap rokok kronis.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. 21(3): 111-121.
Morimoto, R.I. 1998. Regulation of the heat shock transcriptional response: cross
talk between a family of heat shock factors, molecular chaperones, and
negative regulators. Genes & Development. 12:3788-3796.
Muhammad, I. 2009. Efek Antioksidan Vitamin C terhadap Tikus (Rattus
norvegicus L) Jantan akibat Pemaparan Asap Rokok [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Musfiroh, M., Rifki M dan Noor W. 2012. Pengaruh Minyak Nigella sativa
terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Wistar yang Terpapar Asap Rokok.
J Indon Med Assoc 62(5): 178-82.
Myers, P and Armitage D. 2004. Rattus norvegicus. animal diversity web.
http://animaldiversity.ummz.edu/site/accounts/information/rattus_norvegic
us.html. [28 November 2016].
Paarakh, P. M. 2010. Nigella sativa Linn: A comprehensive review. Indian
Journal of Natural Products and Resources, 1(4): 409-429
Pazil, S. N. 2009. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daging Pisang
Raja (Musa AAB ‘Pisang Raja’) Dengan Vitamin A, Vitamin C, dan
71
Katekin Melalui Penghitungan Bilangan Peroksida [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran. Universitas Indonesia.
Pollock, C. 2010. Rat (Rattus norvegicus). http://lafeber.com/vet/basic-
information-for-rats. [28 November 2016].
Putra, A. P. 2009. Efektivitas Pemberian Kedelai pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Bunting dan Menyusui terhadap Pertumbuhan dan Kinerja
Reproduksi Anak Tikus Betina [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor.
Putra, G. U., Aziz D, dan Machdawaty M. 2015. Uji Efek Antibakteri Minyak
Jintan Hitam (Nigella sativa) Dalam Kapsul yang Dijual Bebas Selama
Tahun 2012 di Kota Padang Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2): 387-
391.
Putri, S. R. M. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) terhadap Gambaran Histologis Limpa
Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW [Skripsi]. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Rahmawati, D. 2009. Pengaruh Vaksinasi Kultur Klebsiella pneumoniae Hasil
Inaktivasi Pemanasan dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Kondisi Fisik
serta Profil Protein Serum Darah Mencit [Skripsi]. Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Sari, C.K. 2016. Identifikasi Hubungan Pemberian Antioksidan Jintan Hitam
terhadap Organ Limpa dari Mencit yang Terpapar Partikel Ultrafine dari
Asap Kendaraan Bermotor [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya.
Sayuti, K dan Rina Y. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Padang: Andalas
University Press.
Seo, J.S., Y.M. Park, J.I. Kim, E.H. Shim, C.W. Kim, J.J. Jang, S.H. Kim, and
W.H. Lee. 1996. T cell lymphoma in transgenic mice expressing the
human hsp70 gene. Biochem. Biophys. Res. Commun. 218: 582–587,
Setiasih, N., Suwiti, N. dan Putu, S. 2011. Studi Histologi Limpa Sapi Bali.
Buletin Veteriner Udayana. 3(1): 9-15.
Sizer, F., and Whitney, E. 2000. Nutrition Concept and Controversies. Thomson
Learning Library of Congress Cataloging.
72
Snoeckx, L.H.E.H., R.N. Cornelussen, F.A. Van Nieuwenhoven, R.S. Reneman,
and G.J. Van der Vusse. 2001. Heat Shock Protein and Cardiovascular
Pathophysiology. Physiological Rev. 81(4): 1461-1485.
Staphylakis, P.K., D.Gegiou. 1986. The sterols of Nigella sativa seed oil.
Phytochemistry. 25:761-763.
Steiniger, B. 2005. Encyclopedia of Life Sciences: Spleen. New Jersey: John
Wiley & Sons, Ltd.
Stryer, L. 2002. Biokimia Edisi 4, Volume 1. Jakarta: EGC. Penerbit Buku
Kedokteran.
Sukmaningsih, A. 2009. Penurunan Jumlah Spermatosit Pakiten dan Spermatid
Tubulus Seminiferus Testis pada Mencit (Mus musculus) yang Dipaparkan
Asap Rokok. Jurnal Biologi, 12(2): 31-35.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Surya, V.F.Y. 2007. Pengaruh Pemberian Jinten Hitam (Nigella sativa) Per Oral
terhadap Jumlah Sel Neutrofil Polimorfonuklear (PMN) Darah Tepi
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Jember.
Suttie, A.W. 2006. Histopathology of the spleen. Toxicol Pathol. 34(5): 466-503.
Taylor, D.E., R.N. Fedorak, R. Sherburne. 1999. Antigenic Mimicry Between
Helicobacter pylori and Gastric Mucosa: Failure to Implicate Heat-Shock
Protein Hsp60 Using Immunoelectron Microscopy. Helicobacter. 4(3):
148–153.
Tembhurne, S.V., S. Feroz, B.H. More, dan D.M. Sakarkar. 2014. A review on
therapeutic potential of Nigella sativa (kalonji) seeds. Journal of
Medicinal Plants Research. 8(3): 167-177.
Triswanto, S. D. 2007. Stop Merokok. Yogyakarta: Progresif Book.
Valavanidis, A., Vlachogianni T, Fiotakis K. 2009. Tobacco smoke: involvement
of reactive oxygen species and stable free radicals in mechanisms of
oxidative damage, carcinogenesis and synergistic effects with other
respirable particles. Int J Environ Res Public Health. 6:445-462.
Vayssier, M., N. Banzet, D. François, K. Bellmann, B.S. Polla. 1998. Tobacco
smoke induces both apoptosis and necrosis in mammalian cells:
differential effects of HSP70. American Journal of Physiology - Lung
Cellular and Molecular Physiology. 275(4): L771-L779.
73
Westerheide, S.D. and Morimoto R.I. 2005. Heat Shock Response Modulators as
Therapeutic Tools for Diseases of Protein Conformation. The Journal of
Biological Chemistry. 280(39): 33097-33100.
Widodo, E. 2006. Pajanan Asap Rokok Kretek pada Tikus Putih sebagai Model
untuk Manusia: Perhatian Khusus pada Perubahan Histopatologi dan
Ultrastruktur Saluran Napas [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Widyarti, S., Fatchiyah, Estri L.A, dan Sri R. 2011. Biologi Molekular. Jakarta:
Erlangga. 105, 125-128.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.
Winarti, Sri. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta.
Xu, Q., G. Schett, H. Perschinka, M. Mayr, G.Egger, F. Oberhollenzer, J. Willeit,
S. Kiechl, G. Wick. 2000. Serum Soluble Heat Shock Protein 60 Is
Elevated in Subjects With Atherosclerosis in a General Population.
Circulation. 102:14-20.
Yazid, M., Aris B dan Gede S. 2012. Analisis Profil Protein Sitoplasma Isolat
Bakteri dari Limbah Uranium Cair Fasa Organik. Prosiding Pertemuan dan
Presentasi Ilmiah, Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Nuklir. Yogyakarta. 215-221.
Yang, J., and Tower J. 2009. Expression of hsp22 and hsp70 transgenes is
partially predictive of drosophila survival under normal and stress
conditions. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 64(8):828-38.
Yulianti, S dan E. Junaedi. 2006. Sembuhkan Penyakit dengan Habbatussauda.
Depok: Agro Media Pustaka.