PENGARUH PEMBERIAN PAKAN LIMBAH KELAPA SAWIT, MINERAL
ORGANIK DAN ASAM AMINO PEMBATAS TERHADAP BOBOT
TUBUH DAN BODY CONDITION SCORE (BCS) PADA
SAPI PERANAKAN ONGOLE BETINA
( Skripsi)
Oleh
ABDUL AZIZ
jjjjKULTAS PERTA NIANUNIVERSITAS L
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN LIMBAH KELAPA SAWIT, MINERAL
ORGANIK DAN ASAM AMINO PEMBATAS TERHADAP BOBOT
TUBUH DAN BODY CONDITION SCORE PADA SAPI
PERANAKAN ONGOLE BETINA
Oleh
Abdul Aziz
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian pakan limbah kelapa
sawit, mineral organik dan asam amino pembatas terhadap peningkatan bobot, body
condition score (BCS) dan konsumsi ransum pada sapi Peranakan Ongole Betina.
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari – April 2018, bertempat di kandang
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Percobaan in vivo
dilakukan pada 9 ekor sapi Peranakan Ongole Betina, dengan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan dalam
penelitian ini yaitu R0: ransum limbah kelapa sawit (fermentasi pelepah dan daun
sawit serta bungkil sawit dengan EM4), R1: ransum limbah kelapa sawit + mineral
organik (Zn 40 ppm, Cu 10 ppm, Se 0,10 ppm, Cr 0,30 ppm), R2: ransum limbah
kelapa sawit + mineral organik + daun singkong (sumber asam amino bercabang /
brand chain fatty acids ). Data yang diperoleh dianalisis dengan menghitung rataan
tiap perlakuan untuk menentukan pengaruh jenis ransum yang terbaik terhadap
masing—masing parameter. Hasil penelitian ini menunjukan pemberian ransum R2
memiliki hasil tertinggi dengan meningkatkan bobot tubuh sebesar 0,65 kg/ekor/hari
dan BCS sebesar 1,6 serta konsumsi ransum dalam BKsebesar 7,53 kg/hari.
Pemberian ransum R0 memiliki hasil terendah dengan hanya meningkatkan bobot
tubuh sebesar 0,39 kg/ekor/hari dan BCS sebesar 0,6 serta konsumsi ransum dalam
BK sebesar 6,82 kg/hari.
Kata kunci: limbah kelapa sawit, mineral organik, asam amino, BCS.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF FEEDING WASTE PALM OIL, ORGANIC
MINERAL AND STRICK AMINO ACID ON BODY WEIGHT AND BODY
CONDITION SCORE ON THE ONGOLE CROSSBRED COW
By
Abdul Aziz
The objectives of this research were to determine the influence of feeding waste
palm oil, organic mineral and strick amino acid on body weight and body condition
score on the ongole crossbred cow. The research was conducted in February—April
2018, in the cage of Animal Husbandry Department, Agriculture Faculty, University
of Lampung. In vivo experiments were performed on 9 ongole crossbred cow, with
Randomized Block Design (RBD) consisting of 3 treatments and 3 replications. The
treatment in this research is R0: feed of palm oil waste (fermentation of palm and
midrib and palm cake with EM4), R1: feed of palm oil waste + organic mineral (Zn
40 ppm, Cu 10 ppm, Se 0.10 ppm, Cr 0.30 ppm), R2: feed of palm oil waste +
organic mineral + cassava leaves (source of branched amino acid / brand chain fatty
acids). The data obtained were analyzed by calculating the average of each treatment
to determine the effect of the best type of feed on each parameter. The results of this
study indicate feed of R2 has the highest yield by increasing body weight by 0.65
kg/unit/day and BCS by 1.6 also feed consumption in dry matter by 7.53 kg/day.
The provision feed of R0 had the lowest results by only increasing body weight by
0.39 kg/unit/day and BCS by 0.6 also feed consumption in dry matter by 6.82
kg/day.
Keywords: palm oil waste, organic mineral, amino acid, BCS.
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN LIMBAH KELAPA SAWIT, MINERAL
ORGANIK DAN ASAM AMINO PEMBATAS TERHADAP BOBOT
TUBUH DAN BODY CONDITION SCORE (BCS) PADA
SAPI PERANAKAN ONGOLE BETINA
Oleh
ABDUL AZIZ
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA PETERNAKAN
Pada
Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandarlampung pada tanggal 31 Desember
1995, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Yahya dan Ibu
Suryati. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Tunas Harapan
Bandarlampung pada tahun 2008. Menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 10
Bandarlampung pada tahun 2011 serta menamatkan pendidikan di SMK 2 Mei
Bandarlampung jurusan Teknik Komputer dan Jaringan pada tahun 2014.
Tahun 2014, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S1 ke
Perguruan Tinggi Universitas Lampung di Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan
melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama
menjadi mahasiswa penulis ikut organisasi di Himpunan Mahasiswa Peternakan
(HIMAPET) sebagai anggota bidang Pengabdian Masyarakat pada tahun 2015-2016
dan sebagai ketua bidang Pengabdian Masyarakat pada tahun 2016-2017. Penulis
juga pernah mengikuti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung
sebagai anggota Komisi Aksi dan Propaganda 2015-2016.
Alhamdulillah selama perkuliahan dari semester 1 s/d 8, penulis mendapatkan
bantuan dana untuk bisa terus melanjutkan kuliah melalui program beasiswa Bidik
Misi. Sebagai mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi, penulis mempunyai banyak
pengalaman tambahan berupa sering diadakan Diklat untuk mahasiswa Bidik Misi.
Selama menikmati masa perkuliahan juga mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Tiyuh Mercubuana, Tulang Bawang Barat selama 40 hari di awal tahun 2018. Dan
pada bulan Juli 2017 selama 30 hari penulis mengikuti Praktik Umum (PU) di PT.
Elders Indonesia, Lampung Tengah dengan judul ―Tata Laksana Pemotongan Sapi Di
PT. Elders Indonesia, Kecamatan Gunung Sugih, Lampung Tengah.‖. Dan yang
terakhir penulis melakukan penelitian yang berjudul ―Pengaruh Pemberian Pakan
Limbah Kelapa Sawit, Mineral Organik Dan Asam Amino Pembatas Terhadap Bobot
Tubuh Dan Body Condition Score Pada Sapi Peranakan Ongole Betina‖ di Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada Februari s/d April 2018.
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahakan sebagai tanda baktiku
kepada kedua orang tua,
Ayah dan Ummi yang selalu
mendo’akan dan menyemangatiku
serta selalu yakin padaku
bahwa aku bisa melewati ini semua.
Untuk kakakku
yang selalu menjadi tempat berbagi suka duka
dan menjadikan diriku kuat.
serta menjadi inspirasi terbesarku
dalam menyelesaikan studi ini.
Untuk bibi, paman dan seluruh keluarga besar.
serta semua pihak yang ikut membantu
menyelesaikan skripsi ini.
SANWACANA
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahamat
dan dan karunia – Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Peternakan (S.Pt) pada program studi Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas
Lampung dengan judul ―Pengaruh Pemberian Pakan Limbah Kelapa Sawit, Mineral
Organik dan Asam Amino Pembatas Terhadap Bobot Tubuh dan Body Condition
Score pada Sapi Peranakan Ongole Betina’’.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Sri Suharyati, S. Pt., M.P., selaku ketua jurusan Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Dr. Ir. Rr Riyanti, M.P., selaku dosen pembimbing akademik yang dengan
sabar memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Dr. Kusuma Adhianto,S.Pt., M.P., selaku dosen pembimbing I yang
dengan sabar memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi
ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S., selaku dosen pembimbing II atas
bimbingan, kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Ir. Ali Husni, M.P., selaku dosen pembahas atas segala kritik, saran
dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
7. Ibunda dan ayahanda atas cinta dan kasih sayang, perhatian, pengorbanan dan
dukungan serta do’a yang selalu dipanjatkan demi kelancaran, keselamatan
dan kesuksesan hingga penulis bisa sampai pada tahap ini.
8. Kakakku (Ahmad Fauzy) yang telah menjadi sosok inspirasi bagi penulis dan
senantiasa membuat penulis kuat dalam menyelesaikan studi ini.
9. Teman-teman satu tim penelitian (Uda Azis, Melly, Anjar, Erika, Nanda, dan
Ulya) yang selalu solid dan kompak sampai akhir penelitian.
10. Teman–teman seperjuangan angkatan 2014, terimakasih atas kekompakan
kebersamaan, dan kekeluargaan kita selama ini sehingga kita semua mampu
menghadapi berbagai masalah .
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Hanya dengan Do’a yang dapat penulis berikan untuk membalas budi semuanya.
Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua, dan dengan segala
kerendahan hati semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua,
aamiin.
Bandar Lampung, 23 September 2018
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
C. Kegunaan Penelitian ................................................................................ 4
D. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 4
E. Hipotesis ................................................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sapi Peranakan Ongole .......................................................................... 7
B. Limbah Kelapa Sawit……………………………….. ............................ 8
C. Mineral Organik ...................................................................................... 13
D. Asam Amino Pembatas ........................................................................... 17
E. Konsumsi Ransum ................................................................................... 19
xiii
F. Bobot Tubuh ............................................................................................ 19
G. Body Condition Score ............................................................................. 21
III. METODE PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 24
B. Bahan Penelitian ...................................................................................... 24
C. Alat Penelitian ......................................................................................... 24
D. Metode Penelitian ................................................................................... 24
E. Peubah yang Diamati
1. Pertambahan bobot tubuh ................................................................ 26
2. Body condition score ........................................................................ 26
3. Konsumsi ransum ............................................................................. 27
F. Tahap Penelitian
1. Persiapan penelitian .......................................................................... 27
2. Pembuatan silase limbah sawit ......................................................... 28
3. Persiapan mineral Zn, Cu, Se dan Cr ................................................ 28
4. Penimbangan bobot tubuh dan pengukuran BCS awal ..................... 30
5. Prosedur Pemeliharaan ..................................................................... 30
6. Prosedur pengambilan data ............................................................... 31
G. Analisis Data ........................................................................................... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pertambahan Bobot Tubuh ................................................................. .. 33
xiv
B. Body Condition Score (BCS) ............................................................... .. 37
C. Konsumsi Ransum ............................................................................... .. 40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... .. 44
B. Saran ..................................................................................................... .. 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ . 45
LAMPIRAN ....................................................................................................... . 52
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Grafik rataan pertambahan bobot tubuh.......................................................... 34
2. Grafik rataan peningkatan body condition score ............................................ 38
3. Grafik rataan konsumsi ransum ...................................................................... 41
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan nutrien daun dan pelepah kelapa sawit ........................................ 12
2. Kategori skor body condition score pada sapi menggunakan skala 1-9 menurut
Herd dan Sprott (1986) dalam Anisa et al., (2017) ........................................ 22
3. Imbangan ransum yang digunakan (R0, R1, R2). ........................................... 25
4. Kandungan nutrisi ransum penelitian ............................................................. 26
5. Hasil penimbangan bobot tubuh dan pengukuran BCS awal .......................... 30
6. Pertambahan bobot tubuh sapi Peranakan Ongole betina .............................. 33
7. Peningkatan body condition score sapi Peranakan Ongole betina ................. 37
8. Konsumsi ransum sapi Peranakan Ongole betina ........................................... 40
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Foto BCS Awal Pemeliharaan ........................................................................... 53
2. Foto BCS Akhir Pemeliharaan ........................................................................... 55
3. Foto Pengukuran BCS ....................................................................................... 57
4. Foto Pembuatan Mineral ................................................................................... 58
5. Foto Fermentasi Limbah sawit ........................................................................... 59
6. Data Hasil Penelitian ...................................................................................... 60
7. Data Analisis Proksimat Ransum ................................................................... 62
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumsi masyarakat terhadap bahan makanan asal hewani saat ini masih belum
tercukupi, dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 262 juta jiwa yang terus
mengalami peningkatan jumlah penduduk mencapai 1,38% pertahunnya (Badan
Pusat Statistik, 2017). Sedangkan laju peningkatan populasi sapi potong hanya
sebesar 2.017 ribu ekor/tahun atau sekitar 16% dari total populasi sebanyak 12,76 juta
ekor (Badan Pusat Statistik, 2016). Sehingga kebutuhan daging sapi tidak seimbang
dengan populasi ternak sapi sebagai penghasil jenis daging merah. Hal ini berdampak
pada perkembangan peternak sapi Peranakan Ongole yang dituntut terus
meningkatkan produktivitas ternak dalam negeri.
Permasalahan yang terjadi dalam upaya meningkatkan produktifitas sapi Peranakan
Ongole dalam negeri salah satunya adalah sapi bakalan yang mengalami body
condition score dibawah standar karena kurangnya asupan nutrisi. Asupan nutrisi
yang baik bagi ternak berasal dari campuran bahan pakan yang mengandung protein,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang seimbang. Pada usaha peternakan, pakan
merupakan faktor yang paling penting karena pakan sebagai penyumbang biaya
terbesar dalam proses produksi yaitu sebesar 60,78%
2
(Ningsih, 2010). Dengan demikian dibutuhkannya alternatif upaya untuk memenuhi
kebutuhan pakan yang bernutrisi dan relatif murah.
Pakan sapi Peranakan Ongole pada usaha peternakan rakyat umumnya berasal dari
limbah agroindustri seperti jerami jagung, jerami padi, kulit kopi, atau pucuk tebu
yang memiliki kandungan nutrisi dan kecernaan yang rendah. Pemanfaatan limbah
agroindustri kelapa sawit merupakan salah satu alternatif yang perlu dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan pakan ternak, mengingat produksi perkebunan kelapa sawit
pada tahun 2015 mencapai 471.832 ton untuk wilayah provinsi Lampung (Direktorat
Jendral Perkebunan, 2015) yang limbahnya belum dimanfaatkan secara maksimal.
Dalam industri pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah yang sangat banyak,
diketahui untuk 1 ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa
tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang
(Shell) sebanyak 6,5% atau 65 kg, wet decanter solid (lumpur sawit) 4 % atau 40
kg, serabut (Fiber) 13% atau 130 kg serta limbah cair sebanyak 50% (Mandiri,
2012 dalam Nugroho, 2017). Selain itu terdapat limbah pelepah sawit dengan
kandungan serat kasar 31,09% yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan
sapi (Imsya, 2007).
Pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pakan sapi dapat dipadukan dengan
penerapan teknologi pengolahan pakan yaitu fermentasi. Teknologi fermentasi ini
dapat meningkatkan kecernaan struktural karbohidrat dan meningkatkan jumlah
3
protein dengan perlakuan kimiawi, fisik dan biologis. Optimalisasi penerapan
teknologi fermentasi limbah kelapa sawit dapat tercapai dengan cara
mengoptimalkan kondisi dalam rumen dan pascarumen.
Optimalisasi kondisi di dalam rumen dan pasca rumen dapat tercapai dengan suplai
asam amino pembatas yang berasal dari protein daun singkong dan mineral organik
(Zn, Cu, Cr, dan Se) untuk meningkatkan penyerapan mineral, bioproses dalam
rumen dan pasca rumen, meningkatkan metabolisme zat-zat makanan serta memacu
pertumbuhan mikroba rumen (Muhtarudin et al., 2003)
Berdasarkan uraian tersebut, penulis melakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh pemberian pakan limbah kelapa sawit, mineral organik dan asam amino
pembatas terhadap pertambahan bobot tubuh, body condition score, dan konsumsi
ransum pada sapi Peranakan Ongole betina.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan limbah
kelapa sawit, mineral organik dan asam amino pembatas terhadap pertambahan bobot
tubuh, body condition score (BCS), dan konsumsi ransum pada sapi Peranakan
Ongole betina.
4
C. Kegunaan Penelitian
1. Penelitian ini berguna sebagai bahan informasi bagi peternak sapi dalam
penggunaan limbah kelapa sawit, pakan sumber asam amino pembatas dan
mineral organik sebagai pakan ternak.
2. Penelitian ini berguna sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan
akademis atau instansi yang berkaitan dengan limbah kelapa sawit, pakan sumber
asam amino pembatas dan mineral organik sebagai pakan sapi Peranakan Ongole
betina.
D. Kerangka Pemikiran
Kesadaran masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi, khususnya kebutuhan
protein hewani semakin meningkat. Protein hewani diperoleh dari bahan-bahan
makanan hasil usaha peternakan seperti daging, susu dan telur. Daging merupakan
salah satu bahan pangan sumber protein hewani dengan kandungan asam-asam amino
esensial yang lengkap. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas peternakan yang
dapat menghasilkan daging yang memiliki kualitas dan kuantitas baik.
Produktivitas ternak sangat bergantung pada asupan nutrisi. Banyaknya nutrisi
yang terserap oleh sistem pencernaan ternak menjadi modal dasar pertumbuh
kembang ternak tersebut. Tingkat kecernaan pada ternak ruminansia bergantung
pada ketersediaan bahan kering dan tingkat aktivitas mikroorganisme dalam rumen.
Peran mikroorganisme dalam sistem kecernaan ternak sangat esensial.
5
Limbah industri pengolahan sawit yang terdiri dari serat perasan buah, tandan
kosong, lumpur sawit dan bungkil inti sawit. Merupakan limbah yang dapat
dimaanfaatkan sebagai sumber pakan ternak. Pemanfaatan limbah kelapa sawit
sebagai pakan sapi dapat dipadukan dengan penerapan teknologi pengolahan
pakan yaitu fermentasi. Teknologi fermentasi ini dapat meningkatkan
kecernaan struktural karbohidrat dan meningkatkan jumlah protein dengan
perlakuan kimiawi, fisik dan biologis. Optimalisasi Penerapan teknologi
fermentasi limbah kelapa sawit dapat tercapai dengan cara mengoptimalkan
kondisi dalam rumen dan pascarumen.
Optimalisasi kondisi di dalam rumen dan pasca rumen dapat tercapai dengan suplai
asam amino pembatas dan mineral organik (Zn, Cu, Cr, dan Se) untuk meningkatkan
penyerapan mineral, bioproses dalam rumen dan pasca rumen, meningkatkan
metabolisme zat-zat makanan serta memacu pertumbuhan mikroba rumen.
Pasokan asam amino pada ternak ruminansia yang berproduksi tinggi tidak cukup
berasal dari protein mikroba rumen saja. Namun diperlukan juga pasokan protein
yang berkualitas tinggi dan tahan degradasi di rumen. Hal ini berarti pada ternak
ruminansia yang berproduksi tinggi komposisi protein menjadi penting. Pasokan
asam amino pembatas yang dilindungi dari degradasi dalam rumen perlu dilakukan
agar pemanfaatan pakan serta bioproses pasca rumen tersebut optimal.
6
Bioproses dalam rumen dan pascarumen harus didukung kecukupan mineral
organik. Mineral-mineral ini berperan dalam optimalisasi bioproses dalam
rumen dan metabolisme zat-zat makanan. Mineral organik di dalam alat
pencernaan ternak dapat saling berinteraksi positif atau negatif dan faktor
lainnya seperti asam fitat, serat kasar, dan zat-zat lainnya dapat menurunkan
ketersediaan mineral. Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat
meningkatkan ketersediaan sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh
ternak (Muhtarudin et al., 2003).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purba (2017) menunjukan hasil
penambahan silase daun singkong 10% dalam ransum berbasis limbah kelapa
sawit memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kecernaan protein
namun tidak berpengaruh terhadap kecernaan serat kasar. Penambahan silase
daun singkong 10% dan mineral mikro organik dalam ransum berbasis limbah
kelapa sawit memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kecernaan
protein dan kecernaan serat kasar.
E. Hipotesis
Pemberian pakan limbah kelapa sawit, mineral organik dan asam amino pembatas
dapat meningkatkan bobot tubuh, body condition score, dan konsumsi ransum pada
sapi Peranakan Ongole betina.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sapi Peranakan Ongole
Sapi Peranakan Ongole (PO) di pasaran juga sering disebut sebagai sapi lokal atau
sapi Jawa atau sapi Putih. Sapi PO ini hasil persilangan antara pejantan sapi Sumba
Ongole (SO) dengan sapi betina Jawa yang berwarna putih. Sapi Ongole (Bos
Indicus) sebenarnya berasal dari India, termasuk tipe sapi pekerja dan pedaging yang
disebarkan di Indonesia sebagai sapi Sumba Ongole (SO). Sapi Ongole (Bos indicus)
memerankan peran yang penting dalam sejarah sapi di Indonesia. Sapi jantan Ongole
dibawa dari daerah Madras, India ke pulau Jawa, Madura dan Sumba. Daerah
Sumba dikenal dengan sapi Sumba Ongole. Sapi Sumba Ongole (SO) dibawa ke
Jawa dan dikawinkan dengan sapi asal Jawa dan kemudian dikenal dengan sapi
Peranakan Ongole (PO). Sapi Ongole dan PO baik untuk mengolah lahan karena
badan besar, kuat, jinak dan bertemperamen tenang, tahan terhadap panas, dan
mampu beradaptasi dengan kondisi yang minim (Siregar, 2008).
Sapi PO lebih toleran pada lingkungan tropis dengan temperatur yang panas dan
kelembaban yang tinggi serta pakan yang terbatas, sebaliknya kondisi ini tidak
mendukung keberhasilan perkawinan sapi persilangan Simmental. Kandungan darah
8
Simmental (Bos taurus) yang semakin tinggi akan mengakibatkan jumlah
perkawinan sampai terjadi kebuntingan akan semakin lama (Yanhendri, 2007).
Menurut Sarwono dan Arianto (2002), ciri-ciri sapi PO adalah berbadan besar,
berpunuk besar, bergelambir longgar, berleher pendek, dengan kepala, leher,
gelambir dan lutut berwarn hitam, dijelaskan lebih lanjut bahwa sapi ini memiliki
persentase karkas 45-58%.
B. Limbah Kelapa Sawit
Menurut Sastrosayono (2003) dalam Depari (2015), asal tanaman kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jack) secara pasti belum bisa diketahui. Namun, ada dugaan kuat
tanaman ini berasal dari dua tempat, yaitu Amerika Selatan dan Afrika (Guenia).
Spesies Elaesis melanococca atau Elaesis oleivera diduga berasal dari
AmerikaSelatan dan spesies Elaesis guineensis berasal dari Afrika. Menurut Fauzi et
al. (2008) kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1848
yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Budidaya perkebunan kelapa sawit di
Indonesia dilakukan oleh Adrien Hallet yang kemudian diikuti oleh K. Schadt yang
menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dapat tumbuh dengan
baik terutama di daerah-daerah dengan ketinggian kurang dari500 meter (Batubara,
2002). Iklim yang cocok untuk tanaman kelapa sawit adalah yang memiliki curah
hujan lebih dari 1.500 mm/tahun dan yang optimum adalah 2.000 mm/tahun serta
tersebar merata sepanjang tahun. Kelapa sawit mulai berproduksi pada umur 3,5-4
9
tahun dengan produksi pertama adalah 10-15 ton tandan/Ha/tahun. Jumlah produksi
ini terus bertambah dengan bertambahnya umur dan puncak produksi dicapai pada
umur8-9 tahun yaitu 20-30 ton tandan/Ha/tahun (Widyastuti, 2006 dalam Miswandi,
2009).
Limbah perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu
limbah lapangan dan limbah pengolahan. Limbah lapangan merupakan sisa tanaman
yang ditinggalkan pada waktu panen, peremajaan atau pembukaan area perkebunan
baru, contohnya pelepah daun kelapa sawit, sedangkan limbah pengolahan
merupakan hasil ikutan yang terbawa pada waktu panen hasil utama kemudian
dipisahkan dari produk utama. Limbah pengolahan terdiri dari tiga kategori : (1)
limbah yang diolah menjadi produk lain karena memiliki arti ekonomis yang besar
seperti inti sawit, (2) limbah yang didaur ulang untuk menghasilkan energi dalam
pengolahan dan pupuk, misalnya tandan kosong, cangkang, dan serat (serabut) buah
sawit, dan (3) limbah yang dibuang sebagai sampah pengolahan, contoh limbah jenis
ini menurut wujudnya adalah sebagai berikut : bahan padat yaitu lumpur dari
dekanter pada pengolahan buah sawit, bahan cair yaitu limbah cair pabrik kelapa
sawit dan bahan gas yaitu gas cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit
(Syamsu, 2003).
Menurut Mansyur (1980) dalam Junaidi (2010) pelepah kelapa sawit merupakan
salah satu produk yang melimpah saat pemangkasan buah. Pemangkasan dilakukan
pada pelepah-pelepah yang tua di dasar tandan buah untuk mengurangi naungan,
memudahkan terjadinya penyerbukan, menjaga kebersihan, memperbesar buah dan
10
mengurangi penguapan yang berlebihan dari daun. Jumlah pelepah kelapa sawit
yang dipanen tiap pemangkasan 1-3 pelepah perpohon,merupakan potensi yang
cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan. Satu hektar lahan terdapat 148
pohon dan diperkirakan dapat menghasilkan 3.500-10.600 pelepah pertahun,
produksi pelepah sawit mencapai 40-50 pelepah/pohon/tahun (Hassan dan Ishida,
1990 dalam Efryantoni, 2009).
Menurut Nurhidayah (2005) dalam Efryantoni (2009), daun kelapa sawit sangat
potensial sebagai bahan pakan ternak ruminansia, dimana satu pelepah daun
kelapa sawit dapat menghasilkan 3,33 kg daun kelapa sawit segar dan kandungan
bahan keringnya mencapai 35%. Potensi ketersediaan daun kelapa sawit sebagai
pakan sekitar 34,50 kg bahan kering per hektar per hari. Berdasarkan hasil
penelitian Saripudin (2008) diketahui rata-rata berat pelepah kelapa sawit adalah
18 kg, pemotongan dilakukan setiap 15 hari, jumlah pelepah yang dipotong setiap
pemangkasan adalah 1 – 2 pelepah, dengan demikian areal seluas 1 Ha yang di
tanam dengan 140 pohon kelapa sawit dapat menampung 3,11 satuan ternak (ST).
Abu Hassan dan Ishida (1992) dalam Efryantoni (2009), melaporkan bahwa pelepah
kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia, sebagai
sumber pengganti hijauan atau dapat dalam bentuk silase yang dikombinasikan
dengan bahan lain atau konsentrat sebagai bahan campuran. Studi awal yang
dilakukan Abbu Hassan dan Ishida (1992) dalam Efryantoni (2009)
menunjukkan bahwa tingkat kecernaan bahan kering pelepah dapat mencapai
45%.
11
Hal yang sama berlaku untuk daun kelapa sawit yang secara teknis dapat
dipergunakan sebagai sumber atau pengganti pakan hijauan tetapi harus diberi
perlakuan terlebih dahulu.
Penampilan sapi yang diberi pelepah segar, diamoniasi atau silase dalam bentuk
kubus (1--2 cm3) cukup menjanjikan. Namun, disarankan untuk tidak mengolah
lepah daun kelapa sawit sebagai pakan dalam bentuk pelet karena ukurannya yang
terlalu kecil sehingga mempersingkat waktu tinggal partikel tersebut dalam saluran
pencernaan. Pemberian pelepah daun kelapa sawit sebagai bahan ransum dalam
jangka waktu panjang menghasilkan karkas berkualitas baik (Balai Penelitian
Ternak, 2003).
Hasil penelitian Elisabeth dan Ginting (2003) menunjukkan bahwa pakan dengan
komposisi pelepah sawit 60%, lumpur dan bungkil sawit masing-masing sebesar
18% merupakan jenis pakan yang cukup baik untuk sapi potong. Ini
mengindikasikan bahwa limbah perkebunan sawit dapat menjadi sumber bahan pakan
khususnya bagi ternak ruminansia.
Daun kelapa sawit menghasilkan hijauan segar yang dapat diberikan langsung ke
ternak baik dalam bentuk segar maupun yang telah diawetkan yaitu melalui proses
silase maupun amoniasi. Menurut Imsya (2007) kandungan nutrisi daun dan pelepah
sawit dijelaskan pada Tabel 1.
12
Tabel 1. Kandungan nutrien daun dan pelepah kelapa sawit
No Jenis Analisa Jumlah Kandungan (%)
1 Bahan kering 48,78
2 Protein kasar 5,3
3 Hemiselulosa 21,1
4 Selulosa 27,9
5 Serat kasar 31,09
6 Abu 4,48
7 BETN 51,87
8 Lignin 16,9
9 Silika 0,6
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping industri minyak kelapa sawit,
ketersediaannya semakin meningkat sejalan dengan perkembangan perkebunan
kelapa sawit. Bungkil inti sawit adalah bungkil dari pembuatan minyak inti atau
daging buah kelapa sawit, oleh karena itu sering disebut bungkil inti sawit. Bungkil
inti sawit banyak digunakan sebagai pakan sapi. Kandungan nutrisi BIS bedasarkan
bahan kering adalah BK 91,83%, PK 16,30%, SK 36,68%, LK 6,49%, BETN
28,19%, abu 4,14%, kalsium 0,56%, fosfor 0,84%, energi kasar
5178kal/g (Elisabeth dan Ginting, 2003).
Kandungan SK BIS cukup tinggi, sehingga nilai kecernaanya lebih rendah dari pada
bungkil kelapa. BIS mempunyai kandungan protein tinggi dan memiliki laju
degradasi protein dalam rumen 1,90 % per jam, sehingga degradasi protein
diminimalisir agar protein lolos dari fermentasi di dalam rumen (Purwati, 2010).
13
C. Mineral Organik
Unsur-unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh
makhluk hidup selain karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Pada tubuh hewan
terdapat unsur-unsur mineral lebih kurang 3 – 5 % dari tubuhnya dan hewan tidak
dapat membuat mineral sendiri, sehingga harus disediakan dalam ransum (Arifin,
2008). Semua makhluk hidup memiliki unsur mineral, tetapi tidak semua mineral
terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial
yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk
membantu kerja enzim atau pembentukkan organ. Kekurangan mineral esensial yang
disebut penyakit defisiensi mineral dapat menyebabkan kelainan proses fisiologis.
Mineral-mineral ini berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan
metabolisme zat-zat makanan. Mineral mikro dan makro di dalam alat pencernaan
ternak dapat saling berinteraksi positif atau negatif dan faktor lainnya seperti asam
fitat, serat kasar, dan zat-zat lainnya dapat menurunkan ketersediaan mineral.
Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan sehingga
dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak. Secara teoritis, mineral organik
meningkatkan penyerapan mineral. Pembuatan mineral organik dapat dilakukan
dengan berbagai cara misalnya cara biologis (proteinat) dan cara kimiawi.
Pembuatan mineral organik masih telah dipelajari sebelumnya (Muhtarudin, 2001;
Muhtarudin, 2003; Muhtarudin, 2004).
14
Mineral sangat penting bagi proses fisiologis hewan maupun manusia, terutama
mineral esensial makro seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), kalium (K),
fosfor (P), dan beberapa mineral lain untuk menyusun struktur tubuh seperti tulang
dan gigi. Unsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, mangan (Mn), dan iodium (I) berfungsi
dalam aktivitas sistem enzim dan hormon dalam tubuh. Mineral makro seperti Ca,
Mg, dan P sangat diperlukan untuk mem- bangun tubuh dan pertumbuhan ternak.
Mineral mikro esensial seperti Fe, Cu, I, dan Zn sangat berguna dalam pemben-
tukan darah dan sistem hormon serta proses pertumbuhan ternak. Namun, perlu
diperhatikan bahwa mineral dapat bersifat toksik bila dikonsumsi berlebihan
(Darmono, 2011).
Mineral Zn ditemukan hampir dalam seluruh jaringan hewan. Seng lebih banyak
terakumulasi dalam tulang dibandingkan dalam hati yang merupakan organ utama
penyimpan mineral mikro. Jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan epidermal (kulit,
rambut, dan bulu), dan sedikit dalam tulang, otot, darah, dan enzim (Brown et al., 2004).
Seng merupakan komponen penting dalam enzim, seperti karbonik-anhidrase dalam
sel darah merah serta karboksi peptidase dan dehidrogenase dalam hati. Sebagai
kofaktor, seng dapat meningkat- kan aktivitas enzim. Seng dalam protein nabati
kurang tersedia dan lebih sulit digunakan tubuh daripada seng dalam protein
hewani. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya asam fitrat yang mampu
mengikat ion-ion logam (Sharma et al., 2003).
15
Seng merupakan komponen penting pada struktur dan fungsi membran sel, sebagai
antioksidan, dan melindungi tubuh dari serangan lipid peroksidase. Seng
berperan dalam sintesis dan transkripsi protein, yaitu dalam regulasi gen. Pada suhu
tinggi, hewan banyak mengeluarkan keringat dan seng dapat hilang bersama keringat
sehingga perlu penambahan (Ahmed et al., 2002).
Mineral esensial lain seperti Zn berperan dalam sistem enzim sebagai metaloenzim.
Lebih dari 100 jenis metaloenzim mengikat Zn, termasuk enzim nicotinamide adenine
dinucleotide dehydrogenase (NADH), RNA dan DNA polymerase, begitu pula
enzim alkalin fosfatase, super- oksida dismutase, dan karbon anhidrase (Hougland et
al., 2005).
Mineral Tembaga (Cu) adalah logam transisi (golongan I B) yang berwarna
kemerahan, mudah regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun bagi
makhluk hidup. Isoterm adsorpsi merupakan suatu keadaan kesetimbangan yaitu
tidak ada lagi perubahan konsentrasi adsorbat baik di fase terserap maupun pada
fase gas atau cair. Isoterm adsorpsi biasanya digambarkan dalam bentuk kurva
berupa plot distribusi kesetimbangan adsorbat antara fase padat dengan fase gas
atau cair pada suhu konstan. Isoterm adsorpsi merupakan hal yang mendasar dalam
penentuan kapasitas dan afinitas adsorpsi suatu adsorbat pada permukaan adsorben
(Kundari et al., 2008).
Cu berperan sangat penting dalam proses metabolisme energi dalam sel serta sistem
transmisi impuls saraf, sistem kardiovaskuler, dan sistem kekebalan.
16
Cu juga berperan dalam proses metabolisme estrogen, kesuburan ternak betina, dan
kehamilan (Darmono, 2011).
Kromium (Cr) untuk pertama kali diketahui sebagai unsur yang esensial pada
tahun 1959. Lebih banyak dibicarakan dalam hubungannya dengan Glucose
Tolerance Factor (GTF). Cr berperan sebagai Glucose Tolerance Factor (GTF)
dan tikus kekurangan Cr tidak dapat menggunakan glukosa yang diinjeksikan
dalam dosis tinggi dibandingkan tikus yang diberi suplemen Cr dalam ransum.
Logam berbahaya seperti kromium (Cr) dapat mencemari bahan pangan asal ternak.
Cr yang tinggi dalam bahan pangan dapat menghambat sistem kekebalan pada
konsumen (Darmono, 2007). Bahan pangan yang berasal dari krupuk kulit
mengandung Pb dan Cr cukup tinggi, melebihi batas maksimum yang
direkomendasikan, yaitu 2 mg Pb/kg dan 4 mg Cr/kg bahan (Darmono et al., 2008).
Salah satu mineral mikro yang juga sangat dibutuhkan ternak ruminansia adalah
selenium (Se). Kadarnya dalam pakan banyak yang belum diketahui, sedangkan
dalam pakan yang telah diketahui kadar ketersediaan biologisnya sangat beragam.
Defisiensi Se terkait erat dengan difisiensi vitamin E, antara lain menyebabkan
diatesis eksudatif pada unggas dan penyakit daging putih (white muscle disease) pada
domba dan kemandulan pada sapi-sapi perah betina (Arthur, 1997 dalam Silaban,
2012).
17
Hewan mengeluarkan senyawa Se melalui urine dan pernafasan. Ion trimetil
selenonium adalah satu-satunya metabolit urin yang telah diidentifikasi, sedangkan
dimetil selenida bersifat volatile (terbang) dan ditemukan dalam nafas bila
konsumsi Se sangat tinggi. Hewan dapat mengatur kandungan Se-nya melalui
proses eksresi (Olson et al., 1988 dalam Silaban, 2012). Selenium dalam kadar
normal dalam makanan akan menstimulir sintesis protein mikroba. Akan tetapi bila
kelebihan, mikroba membentuk selenocysteine dan selenometionin yang secara
abnormal digabungkan ke dalam protein mikroba dan bersifat menghambat
terhadap sintesis protein (Arora, 1995 dalam Silaban, 2012).
D. Asam Amino Pembatas
Tercatat ada 6 asam amino sebagai faktor pembatas bagi ruminansia. Defisiensi asam
amino metionin, leusin, isoleusin, dan valin dapat menghambat pertumbuhan bakteri
rumen dan untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan cara suplementasi asam
amino tersebut ke dalam ransum. Asam amino lisin merupakan faktor pembatas bagi
produktivitas ternak. Namun defisiensi asam amino lisin dan treonin tidak dapat
diatasi dengan cara seperti itu. Asam amino lisin mengalami perombakan total di
dalam rumen dan treonin tidak ditemukan dalam rumen maupun sampel digesta
duodenum (Sutardi, 1997 dalam Puastuti, 2009). Selanjutnya untuk meningkatkan
asupan asam amino tersebut dapat dilakukan proteksi agar tidak didegradasi di dalam
rumen (Trinacty et al., 2009).
18
Asam amino metionin, lisin, phenilalanin, dan treonin merupakan asam amino yang
dibutuhkan bagi ruminansia, selain itu masih ada asam amino lain yang sangat
dibutuhkan hewan ruminansia yaitu valin, isoleusin, dan leusin (Scholljegerdes et al.,
2005).
Ternak ruminansia juga membutuhkan asam amino aromatik seperti fenilalanin dan
triptofan. Melalui manipulasi proses nutrisi maka dapat dilakukan suplementasi
asam amino tersebut atau melalui pemberian prekursornya. Sebagai contoh Analog
Hydroxy Methionine (AHM) atau amonium sulfat, asam amino bercabang (valin,
leusin dan isoleusin), asam lemak volatil bercabang (isobutirat, isovalerat dan 2
metil-butirat) dan lisin maupun treonin berkapsul (Sutardi, 1997 dalam Puastuti,
2009).
Asam amino bercabang (Branched Chain Amino Acid = BCAA) seperti valin, leusin
dan isoleusin mengalami dekarboksilasi dan deaminasi menghasilkan asam lemak
berantai cabang (Branched Chain Fatty Acid = BCFA). Asam amino bercabang
hanya dihasilkan dari protein pakan. Proses deaminasi dan dekarboksilasi BCAA
menjadi BCFA dapat digambarkan sebagai berikut (Andries et al.,1987 dalam
Puastuti, 2009).
Asam amino bercabang merupakan sumber karbon untuk sintesis protein mikroba
selulolitik (Baldwin dan Allison, 1983 dalam Zain et al., 2000). Penambahan asam
amino bercabang dalam ransum mampu meningkatkan pertumbuhan bakteri
selulolitik yang tercermin dari peningkatan kecernaan bahan kering dan fraksi serat
19
ADF (acid detergent fibers) berupa selulosa ransum (Zain et al., 2000).
Daun ubi kayu dengan kandungan asam amino bercabang yang cukup tingggi,
potensial untuk didayagunakan dalam meningkatkan kecernaan pakan berserat.
Dalam penelitian ini manfaat serat sawit ditingkatkan dengan teknik amoniasi
menggunakan urea dan suplementasi daun ubi kayu untuk peningkatan kecernaan
dan fermentabilitas ransum berpakan serat sawit (Zain et al., 2000).
E. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum merupakan salah satu ukuran untuk menentukan efisiensi teknis
usaha peternakan pada umumnya. Fadillah (2004) mendefinisikan konsumsi ransum
adalah jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah ransum yang tersisa
pada pemberian pakan saat itu. Menurut Kartasudjana (2002) dalam Dawahir (2008)
bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum yaitu bentuk
fisik ransum. Ditambahkan Sarwono dan Arianto (2002) kemampuan sapi
mengkonsumsi ransum sangat terbatas. Keterbatasan itu dipengaruhi oleh faktor
ternak, keadaan pakan, dan faktor luar, seperti suhu dan kelembapan udara.
Menurut Parulian (2009), konsumsi ransum sapi potong yang diberikan perlakuan
ransum berbasis limbah kelapa sawit dapat mencapai 3,69%.
F. Pertambahan Bobot Tubuh
Pertambahan bobot tubuh adalah proses yang sangat kompleks, meliputi
pertambahan bobot badan, dan pembentukan semua bagian tubuh secara merata
20
(Irwandi, 1996 dalam Dawahir, 2008). Kemudian dijelaskan kembali oleh
Kartasudjana (2002) dalam Dawahir (2008) mendefinisikan pertumbuhan adalah
manifestasi ukuran dari sel itu sendiri. Irwandi (1996) dalam Dawahir (2008)
menjelaskan bahwa agar diperoleh pertumbuhan yang baik maka harus diperhatikan
beberapa faktor penting, yaitu: bibit yang baik, temperatur lingkungan, penyusunan
ransum, dan kandang yang memadai.
Menurut Setiadi (2001) bobot badan sapi PO jantan dapat mencapai 600 kg,
sedangkan yang betina 400 kg. Menurut Nurschati yang disitasi oleh Pramono et al.
(2004) pertambahan bobot badan harian sapi PO dapat mencapai 0,70-0,77
kg/ekor/hari dengan pemberian pakan berupa konsentrat yang tersusun dari
singkong, konsentrat pabrik dan dedak padi. Hasil penelitian Pramono et al. (2004)
menunjukkan bahwa dengan pakan berupa rumput lapangan dan konsentrat sebesar
1,5% dari bobot badan, pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi PO dapat
mencapai 0,69 kg.
Pertambahan bobot badan hampir bersamaan dengan perubahan bentuk tubuh,
sehingga ukuran-ukuran tubuh dapat digunakan sebagai penduga bobot badan.
Pengukuran parameter tubuh sering digunakan untuk estimasi produksi, misalnya
untuk pendugaan bobot badan (Solikhah, 2003).
Menurut Damayanti (2003) bobot tubuh umumnya mempunyai hubungan positif
dengan semua ukuran linier tubuh. Soeros (2004) menyatakan lingkar dada selalu
menjadi parameter penentu bobot badan pada tiap persamaan pendugaan bobot
21
badan, bahkan menjadi parameter utama. Jimmy et al. (2010) menyimpulkan dari
penelitiannya bahwa lingkar dada dan tinggi pundak dapat memprediksi bobot
badan di semua jenis sapi.
G. Body Condition Score
Body condition score adalah metode untuk memberi nilai kondisi tubuh ternak baik
secara visual maupun dengan perabaan pada timbunan lemak tubuh dibawah kulit
sekitar pangkal ekor, tulang punggung dan pinggul. BCS digunakan untuk
mengevaluasi manajemen pemberian pakan, menilai status kesehatan individu ternak
dan membangun kondisi ternak pada waktu manajemen ternak yang rutin. BCS telah
terbukti menjadi alat praktis yang penting dalam menilai kondisi tubuh ternak karena
BCS adalah indikator sederhana terbaik dari cadangan lemak yang tersedia yang
dapat digunakan oleh ternak dalam periode apapun (Susilorini et al.,2007).
Skor kondisi tubuh atau body condition score (BCS) induk erat hubungannya dengan
status cadangan energi tubuh ternak, sedangkan cadangan energi tersebut erat
hubungannya dengan gizi yang dikonsumsi (Winugroho, 2002). Body condition score
(BCS) atau skor kondisi tubuh sapi sangat mempengaruhi keberhasilan usaha
penggemukan. Menurut OFAC (2010), sapi bakalan yang baik untuk digemukkan
adalah sapi dengan nilai BCS 2,5 (kurus) – 3 (sedang).
22
Tabel 2. Kategori skor body condition score pada sapi menggunakan skala 1-9
menurut Herd dan Sprott (1986) dalam Anisa et al. (2017).
Skor BCS Kategori Gambar
1 Lemak tidak terdeteksi, tampak
tonjolan tulang belakang, tulang
rusuk sangat menonjol, tulang
pinggul, dan tulang pangkal ekor
terlihat sangat jelas.
2 Sedikit kurus, tailhead dan tulang
rusuk kurang menonjol, process
spinosus masih terasa tajam jika di
sentuh.
3 Rusuk termasuk foreribs mudah
diidentifikasi tetapi tidak cukup
tajam jika disentuh. Lemak dapat
dirasakan sepanjang tulang
belakang dan tailhead. Beberapa
jaringan penutup timbul diatas
rusuk ke arah atas belakang.
4 Rusuk individu mungkin tidak
secara visual jelas. Process
spinosus dapat dirasakan ketika
diraba tetapi terasa bulat tidak
terlalu tajam. Beberapa penutup
lemak mulai terasa diatas tulang
rusuk dan process transversus
5 Penampilan keseluruhan
umumnya baik. Penutup lemak
lebih terlihat pada rusuk.
Penutup lemak teraba hadir di
kedua sisi tailhead.
6 Terdapat lemak yang teraba dari
23
tulang rusuk dan sekitar tailhead.
Tekanan kuat diperlukan untuk
merasakan process spinosus.
Ribs tidak terlihat oleh mata.
Muscling di bagian belakang
gemuk dan penuh.
7 Penutup lemak mulai terlihat
dengan tampilan keseluruhan
berdaging. Penutup lemak di atas
tulang rusuk dan sekitar tailhead
sangat tampak. Process spinosus
hanya dapat dirasakan dengan
tekanan kuat.
8&9 Penutup lemak mulai menyebar,
struktur tulang sulit untuk
diidentifikasi, lemak penutup
berlimpah. Kerangka tubuh dan
struktur pertulangan sudah tidak
terlihat dan tidak teraba. Tulang
pangkal ekor sudah tertutup oleh
perlemakan dan bentuk persegi
panjang pada tubuh belakang
sudah membentuk lengkungan
pada bagian kedua ujungnya.
Mobilitas ternak lemah yang
diakibatkan oleh lemak yang
dibawanya.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari – April 2018, bertempat di kandang Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
B. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa 9 ekor sapi Peranakan Ongole
betina, setiap 3 sapi mendapat perlakuan ransum yang berbeda. Hijauan dan ransum
perlakuan (R0, R1, R2) dengan penggunaan ransum limbah kelapa sawit (pelepah,
daun dan bungkil kelapa sawit), mineral organik dan daun singkong.
C. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan adalah kandang berkapasitas 9 ekor sapi, timbangan digital,
timbangan gantung, timbangan duduk, tali, kandang jepit, sekop, ember, terpal,
cangkul, chopper dan plastik.
D. Metode Penelitian
Percobaan in vivo dilakukan pada 9 ekor sapi Peranakan Ongole betina, dengan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan.
25
1. Perlakuan
a. Perlakuan pertama (R0) : Ransum limbah kelapa sawit (fermentasi pelepah
dan daun sawit serta bungkil sawit dengan EM4)
b. Perlakuan kedua (R1) : Ransum limbah kelapa sawit + mineral organik
(Zn 40 ppm, Cu 10 ppm, Se 0,10 ppm, Cr 0,30 ppm)
c. Perlakuan ketiga (R2) : Ransum limbah kelapa sawit + mineral organik +
daun singkong (sumber asam amino bercabang /
brand chain fatty acids )
Tabel 3. Imbangan ransum yang digunakan (R0, R1, R2)
Pakan Perlakuan Bahan pakan Imbangan (%)
Bungkil Sawit Fermentasi 35%55
5%%
%%%
Onggok 30
Pelepah Sawit Fermentasi 15
R0 Tebon Jagung 15
Molases 2
Urea 2
Premix 1
Bungkil Sawit Fermentasi 35
Onggok 30
Pelepah Sawit Fermentasi 15
R1 Tebon Jagung 15
Molases 2
Urea 2
Premix
Mineral
1
Mineral
Bungkil Sawit Fermentasi 35
Onggok 30
Pelepah Sawit Fermentasi 15
R2 Daun singkong 15
Molases 3
Urea 1
Premix
Mineral
1
26
Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum penelitian
Kandungan Nutrisi
(%)
Perlakuan
R0 R1 R2
---( dalam 100 % Bahan Kering)---
Protein 9,90 9,90 10,34
Serat Kasar 20,30 20,30 20,34
Lemak 7,55 7,55 8,89
Abu 10,17 10,17 9,41
BETN 52,08 52,08 51,02
Sumber : Analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak (2018)
E. Peubah yang Diamati
1. Pertambahan bobot tubuh (Amin, 2012)
Peningkatan atau penurunan bobot tubuh ternak dihitung dengan rumus :
Bobot ternak = (bobot akhir penimbangan – bobot awal penimbangan)/ lama hari
Pemeliharaan.
2. Body condition score
Menurut Samsudewa (2017) pengukuran body condition score pada sapi dapat
dilakukan dengan beberapa cara seperti berikut.
1. Mengamati wilayah anus dan tail head (pangkal ekor), adakah perlemakan yang
terbentuk.
2. Melakukan palpasi bagian rump (Pelvis), adakah perlemakan yang terbentuk.
3. Melakukan Palpasi bagian hip bone (tulang panggul) dan pin bone (tulang
duduk), adakah batasan yang jelas antara keduanya.
4. Mengamati dan melakukan palpasi pada bagian back bone (tulang belakang),
adakah perlemakan yang jelas terlihat.
27
5. Melakukan palpasi pada bagian withers (Batas tulang punggung dan leher),
adakah perlemakan yang terbentuk sehingga tulang tidak menonjol.
6. Mengamati dan melakukan palpasi pada bagian ribs (tulang iga), adakah
perlemakan yang terbentuk sehingga tulang rusuk tidak terihat jelas.
3. Konsumsi ransum
Konsumsi ransum diperoleh dengan cara menghitung jumlah pakan yang diberikan
dikurangi dengan pakan sisa setiap hari, cara menghitung konsumsi bahan kering
(KBK) yaitu dengan rumus:
Konsumsi Ransum = ∑ (BK) ransum pemberian (Kg/hari) - ∑ (BK) Ransum sisa
(Kg/hari) (Parakkasi,1999 dalam Hidayat, 2016).
F. Tahap Penelitian
1. Persiapan penelitian
Pada tahap persiapan penelitian ini diawali dengan membersihkan kandang,
peralatan, dan lingkungan sekitar kandang. Kemudian melakukan penimbangan sapi
dan memasukan ke dalam kandang sesuai dengan rancangan percobaan dan tata letak
yang telah ditentukan. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu tahap
pertama penimbangan bobot awal ternak dan pengukuran BCS awal.
Tahap kedua yaitu masa pemberian ransum perlakuan selama 83 hari, serta
menghitung konsumsi ransum/hari. Selanjutnya tahap ketiga yaitu penimbangan
bobot tubuh akhir dan pengukuran BCS.
28
2. Pembuatan silase limbah kelapa sawit
Menyiapkan limbah sawit yang terdiri dari pelepah daun sawit. Terlebih dahulu daun
dan pelepah sawit dikeringkan untuk mengurangi kadar air hingga 30%. Setelah itu
pelepah daun sawit dicacah dengan mesin choper sampai teksturnya berupa serat-
serat pelepah sawit. Setelah itu pelepah sawit disemprot/dicampur EM4 dengan
perbandingan 1: 100. 1 liter EM4 memiliki komposisi berupa molases 50 ml, air
sampai dengan 1 liter, Lactobacillus casei 1,5 x 1 juta cfu/ml, Saccharomyces
cerevisiae 1,5 x 1 juta cfu/ml, Rhosopseudomonas palustris 1,0 x 1 juta cfu/ml.
Setelah dicampur dengan EM4, kemudian disimpan secara anaerob yaitu dengan
dipadatkan dan ditutup rapat-rapat di dalam plastik khusus/silo agar tidak ada udara
yang masuk dan didapatkan hasil fermentasi yang maksimal. Proses fermentasi
berlangsung sampai 20 hari, setelah itu dapat digunakan sebagai pakan.
Fermentasi bungkil kelapa sawit dilakukan dengan cara yang hampir sama dengan
apa yang dilakukan dalam pembuatan pelepah dan daun kelapa sawit fermentasi,
yaitu dengan mencampur bungkil sawit dengan cairan Em4 dan menyimpan dalam
kondisi anaerob selama 14 hari sebelum digunakan.
3. Persiapan mineral organik Zn, Cu, Se dan Cr
Persiapan pembuatan mineral organik sebagai suplemen tambahan pada pakan ternak
diawali dengan mempersiapkan bahan-bahan yaitu Lysinat hidroclorida (Lys(HCl)2),
Zinc sulfat ( ZnSO4), Cuprum sulfat (CuSO4.5H2O), Sodium selenite
(Na2SeO3.5H2O), dan Kromium klorida (CrCl3.6H2O).
29
a. Zn-lysinat
2 Lys(HCL)2 + ZnSO4 Zn(Lys(HCL)2) + SO42-
Siapkan 43,823 gr lysine HCL kemudian dilarutkan dalam 100 ml air + 16,139 gr
ZnSO4 yang dilarutkan dalam 100 ml air.
b. Cu-lysinat
2 Lys(HCl)2 + CuSO4 Cu(Lys(HCl)2) + SO42-
Siapkan 43,823 gr lysine HCl kemudian dilarutkan dalam 100 ml air + 15,995 gr
CuSO4.5H2O yang dilarutkan dalam 100 ml air.
c. Se-lysinat
2 Lys(HCl)2+ Na2SeO3 LysSeO3 + 2 NaCl
Siapkan 0,8712 gr lysine (HCl)2 kemudian dilarutkan dalam 100 ml air +
0,627 gr NaSeO3.5H2O yang dilarutkan dalam 100 ml air.
d. Cr-lysinat
3 Lys(HCl)2 + CrCl3 LysCr + 3Cl-
Siapkan 11,2 gr lysine (HCL)2 kemudian dilarutkan dalam 100 ml air + 0,5 gr
CrCl3.6H2O yang dilarutkan dalam 100 ml air.
Penggunaan mineral organik dalam 100 kg ransum setelah diubah menjadi lysinat
adalah sebagai berikut Zn-lysinat 122 ml, Cu-lysinat 31,4 ml, Se-lysinat 10,53 ml,
dan Cr-lysinat 12 ml. Proses pencampuran mineral organik kedalam ransum diawali
dengan menyiapkan carier yaitu bahan pakan sebagai media pencampur yang
memiliki tekstur yang halus, kemudian mineral organik di semprotkan dikit demi
sedikit dan diaduk sampai homogen pada masing-masing bahan pakan. Kemudian ke-
30
4 bahan pakan yang telah di campur dengan mineral yang berbeda disatukan kembali
sampai homogen menjadi satu. Kemudian bahan pakan yang telah dicampur mineral,
dicampur kembali dengan ransum sampai menjadi homogen dan siap digunakan.
4. Penimbangan bobot tubuh dan pengukuran BCS awal
Penimbangan bobot tubuh dan pengukuran BCS awal dilaksanakan pada 2 Februari
2018 di kandang jurusan Peternakan Fakultas Pertania Universitas Lampung dengan
hasil sebagai berikut.
Tabel 5. Hasil penimbangan bobot tubuh dan pengukuran BCS awal
5. Prosedur Pemeliharaan
Prosedur pemeliharaan ternak selama 83 hari atau kurang lebih 3 bulan ini terdiri dari
manajemen pemberian pakan, pemberian air minum, kebersihan kandang (sanitasi
kandang) dan kesehatan ternak. Pemberian pakan dilakukan pada 3 waktu yang
berbeda, pukul 8.00 WIB yaitu pemberian 35% pakan konsentrat dan 7,5%
fermentasi limbah pelepah dan daun sawit, pukul 12.00 WIB yaitu pemberian 15%
pakan hijauan, pukul 16.00 WIB yaitu pemberian 35% pakan konsentrat dan 7,5%
fermentasi limbah pelepah dan daun sawit.
Sapi Perlakuan Bobot Tubuh (kg) BCS
R0U1 163,0 3
R0U2 169,5 3
R0U3 184,5 3
R1U1 165,0 3
R1U2 176,5 3
R1U3 189,5 4
R2U1
R2U2
R2U3
165,0
174,0
179,0
3
3
3
31
Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum dan tempat air minum dibersihkan
setiap pagi dan sore hari. Kebersihan kandang selalu dijaga dengan cara membuang
feses pada pagi dan sore hari, kemudian menjaga kebersihan area sekitar kandang
seperti memotong rumput liar, membuang atau membakar sampah yang ada di sekitar
kandang, kemudian menjaga saluran drainase agar selalu bersih. Ternak yang
mengalami gangguan kesehatan diobati dengan pengobatan yang sesuai, lebih baik
lagi jika ada dokter hewan yang mendampingi.
6. Prosedur pengambilan data
Data yang digunakan adalah bobot ternak, body condition score dan konsumsi
ransum sapi Peranakan Ongole. Sampel bobot ternak diambil dengan cara
menimbang ternak menggunakan timbangan digital agar mendapatkan nilai yang
akurat ketika sebelum masa perlakuan dan setelah masa perlakuan. Selanjutnya
diperoleh selisih dari hasil perhitungan penimbangan bobot tersebut.
Sampel body condition score diambil dengan cara melakukan pengukuran dan
mengamati perlemakan yang terdapat pada beberapa bagian tubuh ternak ketika
sebelum masa perlakuan dan setelah masa perlakuan. Selanjutnya dapat
diperhitungkan pertambahan BCS.
Data konsumsi ransum diambil dengan cara menimbang ransum pemberian pada
setiap kali pemberian (kg/hari), kemudian sisa ransum ditimbang pada pagi hari
sebelum pemberian (kg/hari). Dari hasil penimbangan tersebut dapat diperoleh data
konsumsi ransum menggunakan rumus.
32
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menghitung rataan tiap perlakuan dan nilai
standar deviasi-nya untuk menentukan pengaruh jenis ransum yang terbaik terhadap
masing—masing parameter.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan seperti dibawah ini.
1. Hasil terbaik dalam penelitian ini yaitu penggunaan ransum R2 dengan
meningkatkan bobot tubuh sebesar 0,65 kg/ekor/hari dan BCS sebesar 1,6 serta
konsumsi ransum dalam BK sebesar 7,53 kg/hari.
2. Hasil terendah dalam penelitian ini yaitu penggunaan ransum R0 dengan hanya
meningkatkan bobot tubuh sebesar 0,39 kg/ekor/hari dan BCS sebesar 0,6 serta
konsumsi ransum dalam BK sebesar 6,82 kg/hari.
B. Saran
Penggunaan ternak sebagai bahan penelitian harus dalam kondisi sehat dan tidak stres,
kemudian masa prelium perlu ditambah karena adaptasi ternak untuk mengkonsumsi
silase pelepah sawit cukup lama, selain itu perlu ditingkatkan dalam penggunaan
mineral organik dan daun singkong sebagai sumber asam amino pembatas.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, M.M.M., I.M.T. Fadlalla, and M.E.S. Barri. 2002. Tropical animal.
J. Health and Prod. 34: 75 80.
Amin, I. 2012. Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Pakan Sapi
Limousin Cross dengan Pakan Tambahan Probiotik. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Anisa, E., Y. S. Ondho, dan D. Samsudewa. 2017. Pengaruh body condition score
(BCS) berbeda terhadap intensitas birahi sapi induk Simmental Peranakan
Ongole (SIMPO). J. Sain Pet Indo. 12 :135.
Arifin, Z. 2008. Beberap a unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi
dan metode analisisnya. Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. J. Litbang
Pertanian. 27: 3
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Penduduk Menurut Provonsi dan Kabupaten
Daerah, 1971-2015. Sumber Direktorat Jendral Kependudukan. Jakarta
_________________. 2016. Produksi Daging Ternak Menurut Provinsi dan Jenis
Ternak (Ton), 2009-2016. Sumber Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.
Balai Penelitian Ternak. 2003. Teknologi Tepat Guna: Budi Daya Peternakan
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Ciawi. Bogor.
Batubara, L. P. 2002. Potensi Biologis Daun Kelapa Sawit sebagai Pakan Basal
dalam Ransum Sapi Potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Brown, J.X., P.D. Buckett, and M. Wessling-Resnick. 2004. Identification of
small molecule inhibitors that distinguish between non transferrin bound
iron uptake and transferrin mediated iron transport. J. Chem. Biol.11: 407-
416.
Damayanti, D. 2003. Kualitas Karkas serta Sifat Fisik dan Sensori Daging
Domba Lokal pada Kecepatan Pertumbuhan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
46
Darmono. 2007. Farmakologi dan Toksikologi Sistem Kekebalan: Pengaruh,
Penyebab dan Akibatnya terhadap Kesehatan Tubuh. UI Press. Jakarta. 182
hlm.
Darmono, R., Mariam, dan Darminto. 2008. Residu beberapa jenis logam berat
dalam bahan pangan asal kulit hewan. Scientific Conference of Indo- nesian
Veterinary Medical Association. J. National Vet. 10 : 357-359.
Darmono. 2011. Suplementasi logam dan mineral untuk kesehatan ternak
dalam mendukung program swasembada daging. Balai Besar
Penelitian Veteriner. J. Pengembangan Inovasi Pertanian. 4: 205-217.
Dawahir. 2008. Performans Sapi Simental yang Diberi Ampas Tahu Kering
Sebagai Pakan Tambahan. Skripsi. Fapertapet UIN Suska Riau. Pekanbaru.
Depari, C. N., Irsal., J. Ginting. 2015. Pengaruh curah hujan dan hari hujan
terhadap produksi kelapa sawit berumur 12,15,18 tahun di PTPN II unit sawit
Seberang – Babalan Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat. Medan.
J. Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597.
3: 299 – 309.
Departemen Pertanian. 2002. Teknologi Tepat Guna: Budi Daya Peternakan.
Jakarta Press. Jakarta.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia. Sumber
http://ditjenbun.pertanian.go.id. Diakses pada 23 Juli 2018
Efryantoni. 2009. Pola Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
sebagai Penjamin Ketersediaan Pakan. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Bengkulu.
Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa
Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Lokakarya Sistem Integrasi
Kelapa Sawit-Sapi. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Sumatera Utara.
Fadillah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Sapi Pedaging Komersial.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Fauzi, Y. Y. E., I. Widyastuti., R . Sayawibawa. Hartono. 2008. Kelapa
Sawit (Budi Daya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis Usaha &
Pemasaran). Edisi Revisi. Cetakan XXIII Hlm32 -38. Penebar Swadaya.
Bogor.
47
Geneva, O. N., U.A. Aduni, N.N. Nelson, A. N. Festus, N. D. Beatrice,
E. N. J. Louis, and K.B. Conrad. 2014. Sweet potatoes in cameroon :
nutritional profile of leaves and their potential new use in local food. African
Journal of Agricultural Research. 9: 1371-1377.
Gunawan, I. W., N. K. Suwiti, dan P.Sampurna. 2016. Pengaruh Pemberian
Mineral terhadap Lingkar Dada, Panjang dan Tinggi Tubuh Sapi Bali
Jantan. Buletin Veteriner Udayana. 8 : 128-134.
Hidayat, I. 2016. Pengaruh Pemberian Ransum Berbasis Limbah Kelapa Sawit
terhadap Pertambahan Bobot Tubuh Sapi Potong. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hougland, J.L., A.V. Kravchuk, D. Hers- chlag, and J.A. Piccirilli. 2005.
Functional identification of catalytic metal ion binding sites within RNA.
PLoS Biol. 3: 277.
Imsya, A. 2007. Konsentrasi N-Amonia, Kecernaan Bahan Kering dan
Kecernaan Bahan Organik Pelepah Sawit Hasil Amoniasi Secara In-vitro.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.
Jimmy, S., M. David, K. R. Donald and M. Dennis. 2010. Variability in body
morphometric measurements and their application in predicting live body
weight of mubende and small east african goat breeds in Uganda. Middle-
East J. of Sci Research. 5 : 98-105.
Junaidi, A. 2010. Analisis Kandungan Gizi Ransum Komplit dari Limbah
Perkebunan Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Feses Sapi. Skripsi.
Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau. Pekanbaru.
Kundari. 2008. Tinjauan Kesetimbangan Absorpsi Tembaga dalam Limbah
Pencuci PCB dengan Zeolit. Prosiding Seminar Nasional IV SDM Teknologi
Nuklir Yogyakarta. ISSN 1978-0176.
Mathius, I.W., D. Sitompul, B.P. Manurung dan Azmi. 2003. Produk Samping
Tanaman dan Pengolahan Buah Kelapa Sawit sebagai Bahan Dasar Pakan
Komplit Untuk Sapi. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-
Sapi. Bengkulu. Pp:120-128.
48
Miswandi. 2009. Analisis Komponen Serat Daun Kelapa Sawit yang
Difermentasi dengan Feses Ayam. Skripsi Fakultas Pertanian dan Peternakan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau.
Muhtarudin. 2001. Penggunaan pakan hiajauan teramoniasi, tepung bulu
ayam, daun singkong dan campuran lisin-Zn-PUFA dalam ransum ternak
ruminansia. J. Peng. Pengb. Will. Lahan Kering. Lembaga Penelitian
Universitas Lampung. 23: 118-122.
Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2003. Penggunaan Seng Organik dan
Polyunsaturated Fatty Acid dalam Upaya Meningkatkan Ketersediaan Seng,
Pertumbuhan, serta Kualitas Daging Kambing. Laporan Penelitian Hibah
Bersaing Perguruan Tinggi. Universitas Lampung.
Muhtarudin. 2004. Pengaruh tingkat penggunaan campuran Lisin-Zn-PUFA
dalam ransum terhadap parameter rumen dan kecernaan zat-zat makanan pada
kambing. Jurnal Ilmiah Ilmu Peternakan. Univ Jambi. 7: 2.
Ningsih, U.W. 2010. Rentabilitas usaha ternak sapi potong di desa Wono Rejo
Kecamatan Poncokusumo Kab. Malang. J. Ternak Tropika. 11: 48-53.
Nugroho, G. E. 2017. Karakteristik Komposit Berpenguat Serat Tandan Kosong
Kelapa Sawit Menggunakan NaOH dengan Fraksi Volume 4%, 6%, dan
8%. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.
Nurhaita, R. Wismalinda, dan Robiyanto. 2013. Pemanfaatan pelepah sawit
Sebagai sumber hijauan dalam ransum sapi potong. Jurnal Ilmu Peternakan.
4: 38-41.
Ontario Farm Animal Council (OFAC). 2010. Body conditioning score of beef cattle.
Available at http://www.ofac.org/pdf/body%20condition
%20score.pdf. Diakses pada 23 Juli 2018.
Parulian. T.S. 2009. Efek Pelepah Daun Kelapa Sawit dan Limbah Industrinya
Sebagai Pakan terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole pada Fase
Pertumbuhan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Sumatra Utara.
Medan.
Puastuti, W. 2009. Manipulasi Bioproses Dalam Rumen Untuk Meningkatkan
Penggunaan Pakan Berserat. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Wartazoa
19 : 4
49
Purba, E.P. 2016. Pengaruh Penambahan Silase Daun Singkong dan Mineral
Mikro Organik dalam Ransum Berbasis Limbah Kelapa Sawit terhadap
Kecernaan Serat Kasar dan Protein Kasar Pada Sapi. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Purwati, C. S. 2010. Pengaruh Penggunaan Minyak Ikan Lemuru, Minyak
Kelapa Sawit, dan Bungkil Sawit Terproteksi terhadap Kecernaan Bahan
Kering, Bahan Organik, Protein, Ph dan NH3 Cairan Rumen Sapi PO
Berfistula. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Pramono, D., Subiharta dan Mudjiono. 2004. Respon pertumbuhan sapi
Peranakan Onggole dan Peranakan Simental terhadap pemberian pakan
konsentrat. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 1: 4.
Samsudewa, D., E. Anisa, dan Y.S. Ondho. 2017. Pengaruh body condition score
berbeda terhadap intensitas birahi sapi induk Simental Peranakan ongole
(SIMPO). J. Sain Pet Indo. 12 : 2.
Saripudin, J. 2008. Potensi Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan Ruminansia di
Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir. Skripsi. Fakultas
Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau. Pekanbaru
Sarwono, B dan H.B. Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Scholljegerdes, E. J., B. W. Hess, S. L. Lake, T. R. Weston, V. Nayigihugu,
J. D. C. Molle, and G. E. Moss. 2005. Nutritional controls of beef cow
reproduction. Department of Animal Science, University of Wyoming,
Laramie. J. Anim. Sci. 2005. 83(E. Suppl.):E90–E106.
Senthilkumar, S., T. Suganya, K. Deepa, J. Muralidharan, and K. Sasikala.
2016. Supplementation of molasses in livestock feed. International J of Sci,
Environ and Tech. 5 : 1243 – 1250.
Setiadi, B. 2001. Beternak Sapi Daging dan Masalahnya. CV. Aneka Ilmu,
Semarang.
Sharma, M.C., S. Raju, C. Joshi, H. Kaur, and V.P. Varshney. 2003. Studies
on serum micro- mineral, hormone and vitamin profile and its effect on
production and therapeutic management of buffaloes in Haryana State of
India. Asian Aust. J. Anim. Sci. 16:519 -528.
50
Sijabat, N.W.N. 2007. Pengaruh Suplementasi Mineral (Na, Ca, P, dan Cl)
dalam Ransum terhadap Sapi Peranakan Ongole (PO). Skripsi. Fakultas
Pertanian. USU. Medan.
Silaban, J. 2012. Penentuan Tingkat Penggunaan Mineral Mikro Organik
terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik pada Sapi
Pedaging. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Edisi VII. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeroso, 2004. Performans Sapi Jawa Berdasarkan Sifat Kuantitatif dan
Kualitatif.Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro, Semarang.
Solikhah, T. R. B. 2003. Studi Bobot Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh Sapi
Pesisir di Kabupaten Pesisir Selatan dan Padang Pariaman Sumatera
Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suarni dan S. widowati. 2007. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Bagian
Buku Jagung. Puslitbang tanaman pakan. P. 401-426.
Sukandar, A., B. P. Purwanto, dan A. Anggraeni. 2008. Keragaan Body
Condition Score dan Produksi Susu Sapi Perah Friesian-Holstein di
Peternakan Rakyat KPSBU Lembang, Bandung. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
Supriadi. E., Winarti, dan A. Sancaya. 2017. Pengaruh pemberian ransum
berbagai kualitas pada produksi air susu peranakan sapi perah FH di
Kabupaten Sleman Yogyakarta. J. pengkajian dan pengembangan teknologi
pertanian. 2 :47-58.
Susanti, A.E., dan A. Prabowo. 2013. Identifikasi Masalah Sapi Potong di
Wilayah Pendampingan PSDSK Provinsi Sumatera Selatan. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner.Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sumsel. Palembang
Susilorini, T. E., M. E. Sawitri dan Muharlien. 2007. Budidaya 22 Ternak
Potensial. Penebar Swadaya: Jakarta.
Syamsu, J.A., L.A.Sofyan, K. Mudikdjo dan E.G.Said. 2003. Daya
Dukung Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di
Indonesia. Wartazoa, 13:30-37.
51
Syuhada, T. R., E. Rianto, E. Purbowati, A. Purnomoadi, Soeparno. 2009.
Produktivitas Sapi Peranakan Ongole Jantan pada Berbagai Tingkatan Bobot
Badan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang
Trinacty, J., L. Krizova, M. Richter, V. Carry And J. Riha. 2009. Effect of
rumen protected methionine, lysine or both on milk production and plasma
amino acid of high-yielding dairy cows. Czech. J. Anim. Sci. 54: 239 – 248.
Valli,V., C. A.M. Gomez, M. DiNunzio, F. Danesi, M. F.Caboni, and
A. Bordoni. 2012. Sugar cane and sugar beet molasses, antioxidant-rich
alternatives to refined sugar. J. Agric. Food Chem. 60: 12508-12515.
Winugroho, M. 2002. Strategi pemberian pakan tambahan untuk memperbaiki
efisiensi reproduksi induk sapi. Balai Penelitian Ternak. J. litbang pertanian
21 : 19-23.
Yanhendri. 2007. Penampilan Reproduksi Sapi Persilangan F1 dan F2 Simental
serta Hubungannya dengan Kadar Hormon Estrogen dan Progesteron pada
Dataran Tinggi Sumatera Barat. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Yati, S. 2017. Pengaruh Pemberian Pakan dengan Kandungan L-Lysin dan
DL-Methionin Berbeda pada Itik Betina terhadap Jumlah Leukosit dan
Diferensial Leukosit. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Zain, M., T. Sutardi, D. Sastradipradja, M.A. Nur, Suryahadi, dan N. Ramli.
2000. Efek supplementasi asam amino bercabang terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum berpakan serat sabut sawit. Med. J. Pet. 23: 32 – 61.