PENGARUH LANSKAP AGROFORESTRI DAN KINERJA SOSIAL
TERHADAP PENDAPATAN PETANI KOPI CODOT DI KABUPATEN
TANGGAMUS
(Skripsi)
Oleh
DENI SETIAWAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGARUH LANSKAP AGROFORESTRI DAN KINERJA SOSIAL
TERHADAP PENDAPATAN PETANI KOPI CODOT DI KABUPATEN
TANGGAMUS
Oleh
DENI SETIAWAN
Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Beringin Jaya menggunakan sistem
agroforestri dengan perpaduan antara tanaman kehutanan dengan kopi. Sistem
agroforestri yang diterapkan menghasilkan potensi kopi codot yang memiliki
harga dua kali lipat lebih mahal dibandingkan kopi robusta biasa. Kopi codot
merupakan kopi robusta sisa makanan codot. Codot hanya memakan bagian kulit
kopi, sedangkan bagian biji kopinya dijatuhkan ke bawah pohon kopi. Data
mengenai kopi masih sedikit, terutama data mengenai pengaruh lanskap
agroforestri dan kinerja sosial terhadap pendapaatan petani kopi codot. Penelitian
ini dilakukan untuk menganalisis variabel ekologi yang berpengaruh terhadap
kelestarian habitat codot pada lanskap agroforetri kopi, menganalisis variabel
kinerja sosial yang berpengaruh terhadap pendapatan petani kopi codot, dan
menghitung kontribusi pendapatan petani kopi codot pada lanskap agroforestri
kopi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear
berganda. Hasil analisis regresi linear berganda pada variabel lanskap dengan
menggunakan uji F menunjukan pengaruh yang nyata dengan nilai signifikansi
0,004, sedangkan pengujian dengan uji t-student variabel jarak lahan pemanfaatan
ke sungai dan jumlah vegetasi pisang yang berpengaruh nyata terhadap jumlah
ditemukanya titik kopi codot. Hasil analisis regresi linear berganda pada variabel
kinerja sosial dengan menggunakan uji F menunjukkan pengaruh yang nyata
dengan nilai signifikansi 0,004, sedangkan pengujian dengan uji t-student variabel
hari orang kerja dan produksi kopi codot yang berpengaruh nyata terhadap
pendapatan petani. Kontribusi kopi codot terhadap kopi robusta hanya sebanyak
2%. Pendapatan petani dari kopi codot masih tergolong kecil karena dalam
pengelolaannya belum memperhatikan aspek kinerja sosial maupun lanskap
agroforestrinya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
pengembangan potensi kopi codot.
Kata kunci: Kinerja social, kontribusi, kopi codot, lanskap
Deni Setiawan
ABSTRACT
THE EFFECT OF AGROFORESTRY LANDSCAPE AND SOCIAL
PERFORMANCE ON THE INCOME OF CODOT COFFEE FARMERS IN
TANGGAMUS REGENCY
by
DENI SETIAWAN
Beringin Jaya social forest management used an agroforestry system with a
combination of forestry plants and coffee. The implemention of the agroforestry
system has produced codot coffee with the potential of double price compared to
regular robusta. Codot coffee was the residual of robusta coffee from the bat feed.
Bat only ate part of the coffee skin, while the part of coffee seed was dropped
under the coffee tree. The data about the coffee research was still lack, especially
about the effect of agroforestry landscape and the social performance to coffe
codot farmer income. This aims of the study was to analyzed the ecological
variables that affected to the sustainability of bat habitat on the coffee agroforetry
landscape, and the social performance variables that affect to the income of codot
coffee farmers, and to calculated the contribution of codot coffee farmers income
to the coffee agroforestry landscape. This method that used on this research was
multiple linear regression analysis. The results of multiple linear regression
analysis on landscape variables used the F test showed a significant effect with a
significance value about 0,004, while the test with the t-student test showed the
significance value with the variables of the distance of landuse to the river and the
amount of banana vegetation wich number of bat coffee spots. The results of
multiple linear regression analysis on social performance variables used the F test
showed a significant effect with a significance value of 0,004, while the test with
the t-student test showed working days and codot coffee production significantly
affected farmers income. The contribution of codot coffee from the total income
of coffee farmer was only 2%. The farmers income from codot coffee was still
relatively small because they hasn’t concerned social performance aspect and
agroforestry landscape. This research considerated to be the reference to
developed the potential of codot coffee.
Keywords : Codot coffee, contribution, landscape, social performance
.
Deni Setiawan
v
PENGARUH LANSKAP AGROFORESTRI DAN KINERJA SOSIAL
TERHADAP PENDAPATAN PETANI KOPI CODOT DI KABUPATEN
TANGGAMUS
Oleh
DENI SETIAWAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Pasir pada tanggal 27 Desember
1996, putra pertama dari dua bersaudara, anak dari pasangan
Bapak Suparjo dan Ibu Rubingah. Penulis menempuh
pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Sudimoro Induk
tahun 2003-2009, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Pangkal Mas 2009-
2012, dan Sekolah Menengah Atas di SMA 1 Semaka tahun 2012-2015.
Tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Pendidikan
Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mendapatkan Beasiswa Bidikmisi selama 4 tahun.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Kehutanan
(Himasylva) Fakultas Pertanian Universitas Lampung sebagai anggota bidang
penelitian dan pengembangan organisasi.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Panaragan Jaya,
Kecamatan Panaragan, Kabupaten Tulang Bawang Barat selama 40 hari dari
bulan Januari hingga Maret 2018. Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Umum
(PU) di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Banyumas Barat PerumPerhutani
Divisi RegionalJawa Tengah selama 40 hari dari bulan Juli hingga Agustus 2018.
Tahun 2019, penulis dipercaya menjadi asisten dosen dibeberapa mata kuliah
ix
yaitu hidrologi hutan dengan dosen penanggung jawab Dr. Ir. Slamet Budi
Yuwono, M.S., perencanaan kehutanan dengan dosen penangung jawab Dr. Ir.
Christine Wulandari, M.P., pembangunan kehutanan dengan dosen
penanggungjawabnya Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si. dan pengelolaan jasa
lingkungan dengan dosen penanggung jawab Dr. Ir. Christtine Wulandari, M.P.
i
Bismillahirrahmanirrahim
Kupersembahkan mahakarya untuk Ayah, Ibu dan Adikku tersayang
ii
SANWACANA
Alhamdulillahirrabil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWTatas rahmat dan
karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengeluarkan
manusia dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Skripsi dengan judul ―Pengaruh lanskap agroforestri dan kinerja sosial terhadap
pendapatan petani kopi codot di kabupaten tanggamus‖ adalah salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di Universitas Lampung.
Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan motivasi dari
berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulismengucapkan terimakasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Unila sekaligus pembahas atau penguji atas semua kritik dan saran,
serta nasihat yang telah diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi
ini;
2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Unila atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dan pendidikan di Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Unila;
iii
3. IbuDr. Ir.Christine Wulandari, M.P.,selaku pembimbing utama sekaligus
pembimbing akademik atas ketersediannya untuk memberikan bimbingan,
ilmu, ide, kritik dan saran, serta banyak motivasi dengan penuh kesabaran
selama menempuh pendidikan di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Unila
hingga proses skripsi ini terselesaikan;
4. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S., selaku pembimbing kedua atas
ketersedian waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, ide, kritik dan
saran, serta banyak motivasi dengan penuh kesabaran selama proses
penyelesaian skripsi ini;
5. Bapak Dr. Ir.Samsul Bakri, M.Si., selaku Pembahas skripsi atas ketersedian
waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, ide, kritik dan saran, serta
banyak motivasi dengan penuh kesabaran selama proses penyelesaian skripsi
ini;
6. Bapak Zulhaidir, S.P. M.Si. selaku kepala unit pelaksana teknis KPH Kota
Agung Utara yang telah memberikan izin dan membantu dalam proses
pengambilan data penelitian di KPH Kota Agung Utara;
7. Bapak Ahmad Sudarwan selaku kepala Gapoktan Baringin Jaya yang telah
membantu dalam proses pengambilan data penelitian di KPH Kota Agung
Utara;
8. Bapak Dr. Indra Gumay Febryano, S.Hut., M.Si., selaku ketua tim percepatan
skripsi dan seluruh tim percepatan skripsi yang telah mencurahkan waktu,
pikiran dan motivasi untuk mewujudkan skripsi berjalan dengan lancar dan
lulus tepat waktu;
iii
iv
9. Bapak dan Ibu Dosen Kehutanan yang telah memberikan ilmu pengetahuan,
wawasan dan pengalaman selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Unila;
10. Bapak dan Ibu Staf administrasi Jurusan Kehutanan maupun Fakultas
Pertanian Unila yang telah banyak membantu dalam segala penyelesaian
kelengkapan administrasi;
11. Kedua orangtua yaitu Ayah Suparjo dan Ibu Rubingah yang tidak pernah
berhenti memberikan kasih sayang, do’a, motivasi, arahan dengan penuh
kesabaran hingga penulis bisa melangkah sejauh ini;
12. Lilis Astuti yang selalu memberikan dukungan dan semangat serta membantu
dalam proses perbaikan skripsi;
13. Teman seperjuangan kehutanan 2015 ―TW15TER‖ khususnya Rudi Pramana,
Dedi Riyanto, Suci Rahmadhani, Tri Rubiyanti, Indah Rahmawati, Bella
Audia, atas segala bantuan, dukungan dan kebersamaan yang telah kalian
berikan;
14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu dalam proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini selesai.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas setiap amal kebaikan kalian.Penulis
menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,namun
penulisberharap karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Bandar Lampung, 27 juli 2019
Deni Setiawan
iv
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ......................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8
2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................. 8
2.2 Kinerja Sosial ................................................................................ 9
2.3 Karakteristik Sosial Ekonomi Hasil Hutan ................................... 10
2.4 Agroforestri Kopi .......................................................................... 12
2.5 Faktor Ekologi .............................................................................. 19
2.6 Lanskap Agroforestri .................................................................... 22
2.7 Perilaku dan Habitat Kelelawar Buah (Codot) ............................. 24
2.8 Kopi Codot .................................................................................... 27
2.9 Hutan Masyarakat (HKm) ............................................................. 30
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 33
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 33
3.2 Alat dan Objek Penelitian ............................................................. 34
3.3 Analisis Data ................................................................................. 34
3.3.1 Analisis Regresi Linear Berganda ................................... 34
3.3.1.1 Variabel Lanskap terhadap titik ditemukanya
kopi codot .............................................................. 34
3.3.1.2 Variabel kinerja sosial terhadap pendapatan
Petani kopi codot ................................................... 35
3.3.2 Kontribusi Kopi Codot ........................................................ 37
3.4 Pelaksanaan .................................................................................. 38
3.5 Pengamatan ................................................................................... 39
3.5.1 Jenis Data ........................................................................... 39
3.5.2 Cara Pengumpulan Data .................................................... 39
vi
Halaman
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 41
4.1 Analisis Regresi Lanskap Agroforestri Kopi Codot ..................... 41
4.1.1 Uji F-Student Variabel Lanskap Agroforestri terhadap
Titik Ditemukannya Kopi Codot ........................................ 42
4.1.2 Uji t-Student Variabel Lanskap Agroforestri terhadap
TitikKopi Codot .................................................................. 42
4.1.2.1 Jumlah Pakan ....................................................... 43
4.1.2.2 Komposisi Tanaman............................................. 46
4.1.2.3 Jarak Lahan Pemanfaatan ke Sungai .................... 48
4.1.2.3 Jarak Lahan Pemanfaatan ke Jalan Utama
dan Desa ............................................................... 49
4.1.2.4 Kerapatan Tanaman ............................................. 50
4.2 Analisis Regresi Kinerja Sosial Petani terhadap Pendapatan
Kopi Codot .................................................................................... 51
4.2.1 Uji F Variabel Kinerja Sosial terhadap
Pendapatan ......................................................................... 51
4.2.2 Uji t-student Variabel Kinerja Sosial terhadap
Pendapatan .......................................................................... 52
4.2.2.1 Umur .................................................................... 54
4.2.2.2 Suku/Etnis ............................................................ 56
4.2.2.3 Luas Lahan Petani Kopi Codot ............................ 57
4.2.2.4 Harian Orang Kerja (HOK) .................................. 58
4.2.2.5 Pendidikan Formal ............................................... 59
4.2.2.6 Pendidikan Non Formal ....................................... 60
4.2.2.7 Lama Pemanfaatan Lahan Untuk Kopi ................ 62
4.2.2.8 Lama Menjadi Anggota HKm Beringin Jaya ...... 65
4.3 Perbandingan Pendapatan Kopi Codot ......................................... 66
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 69
.............................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 71
LAMPIRAN ............................................................................................... 81
Tabel 7-8 .................................................................................................... 84-87
Gambar 13-22 ............................................................................................. 88-92
v
5.1 Simpulan ........................................................................................ 69
5.2 Saran
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Varibel-variabel kinerja sosial terhadap pendapatan yang berdasarkan
penelitian sebelumnya .......................................................................... 35
2. Hasil Uji F pengaruh variabel-variabel ekologi terhadap titik
ditemukanya kopi codot ....................................................................... 42
3. Hasil Uji t-student pengaruh variabel-variabel lanskap agroforestri
terhadap titik ditemukanya kopi codot ................................................. 43
4. Hasil Uji F pengaruh variabel-variabel ekologi terhadap titik
ditemukanya kopi codot ....................................................................... 51
5. Hasil Uji t-student pengaruh variabel-variabel sosial ekonomi
terhadap pendapatan petani kopi codot. ............................................... 53
6. Perbandingan kopi codot dengan kopi robusta. ................................... 67
7. Data kinerja sosial ................................................................................ 84
8. Data lanskap agroforestri kopi ............................................................. 86
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram alir kerangka pemikiran ........................................................ 7
2. Lokasi penelitian .................................................................................. 33
3. Pola tanam agroforestri kopi codot ...................................................... 47
4. Pola tanam agroforestri kopi codot ...................................................... 47
5. Perbandingan umur petani dengan HOK. ............................................ 55
6. Distribusi suku ..................................................................................... 57
7. Perbandingan luas lahan dengan HOK. ............................................... 58
8. Pendidikan formal. ............................................................................... 60
9. Pendidikan non formal. ........................................................................ 61
10. Perbandingan lama pemanfaatan lahan dengan titik codot .................. 63
11. Perbandingan lama menajadi anggota HKm dengan HOK ................. 65
12. Persentase pendapatan.......................................................................... 68
13. Lanskap agroforestri kopi. ................................................................... 88
14. Kopi setelah dimakan codot ................................................................. 88
15. Kopi setelah dimakan codot. ................................................................ 89
16. Proses penjemuran atau pengeringan kopi codot ................................. 89
17. Proses penyortiran kopi codot. ............................................................. 90
18. Proses rosting kopi codot. .................................................................... 90
19. Kopi codot setelah di rosting ............................................................... 91
20. Kemasan kopi codot. ............................................................................ 91
ix
Gambar Halaman
21. Foto bersama kelompok wanita tani hutan. ......................................... 92
22. Proses wawancara dengan petani kopi codot ....................................... 92
viii
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kabupaten Tanggamus merupakan kabupaten penghasil kopi robusta terbesar
kedua setelah Kabupatan Lampung Barat di Provinsi Lampung (BPS Provinsi
Lampung, 2015). Prestasi tersebut tidak terlepas dari peran Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) yang ada di Kabupaten Tanggamus. Kesatuan Pengelolaan Hutan
Model (Unit X) Kota Agung Utara ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri
Kehutanan RI Nomor SK.379/Menhut-II/2011 tanggal 18 Juli 2011 tentang
penetapan wilayah KPH Model KotaAgung Utara (Unit X) yang terletak di
Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung (KPH Model Kota Agung Utara,
2013). Sistem pengelolaan yang dilakukan oleh KPH Model Kota Agung Utara
menggunakan sistem agroforestri yang dilakukan secara bermitra dengan
masyarakat (Rosalia dan Ratnasari, 2016).
Agroforestri adalah suatu sistem pemanfaatan lahan dikombinasikan secara
simultan dan sekuensial, sehingga dapat meningkatkan total produksi tanaman
atau ternak atau perikanan dan usaha ternak madunya (Wulandari, 2015). Pola
tanam agroforestri yang diterapkan oleh masyarakat KPH Model Kota Agung
Utara yaitu tanaman berkayu dengan tanaman kopi. Pola tanam agroforestri yang
telah dilakukan menyebabkan Indonesia memiliki beragam jenis kopi yang
2
memiliki kekhasan dan menjadi daya tarik sehingga beragam jenis kopi tersebut
sangat diminati di pasar internasional (Meiri dkk., 2013). Potensi pengembangan
kopi di daerah sangat diperlukan guna mendukung peningkatan kesejahteraan
petani (Aklimawati, 2014). Potensi yang dimiliki KPH model Kota Agung Utara
adalah kopi codotyang sudah diproduksi sejak 2 tahun yang lalu.
Kopi codot merupakan kopi yang dihasilkan dari sisa makanan kelelawar
pemakan buah. Kelewar digolongan menjadi dua yaitu pemakan buah atau
kelompok megachiroptera yang biasa disebut dengan codot dan pemakan
serangga dari kelompok microchiroptera (Prasetyo dkk., 2011). Codot memiliki
perilaku makan yang unik yaitu perilaku makan di atas pohon dengan
menjatuhkan sisa makanannya berupa biji ke tanah (Iqbal, 2014). Kopi codot juga
memiliki rasa yang khas dikarenakan perilaku codot yang selalu menyerap cairan
daun maupun buah yang menjadi makanannya (Suyanto, 2002). Rasa yang khas
dari kopi codot membuatnya memiliki harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kopi biasa. Hal ini dapat dilihat dalam salah satu situs penjualan online
yaitu Bukalapak.com. Kopi codot (200 gram) dijual dengan harga Rp 90.000,
sedangkan untuk kopi robusta Lampung yang reguler (200 gram) dijual dengan
harga Rp 40.000. Potensi kopi codot tersebut perlu dikelola dengan baik dengan
memperhatikan aspek kinerja sosial agar dapat meningkatkan pendapatan petani
kopi codot
Kinerja sosial merupakan suatu kondisi dalam masyarakat yang membuat
seseorang berperilaku sesuai dengan kedudukanya di suatu masyarakat (Rivai,
2004). Kinerja sosial akan membuat masyarakat mengetahui pengelolaan kopi
3
codot yang tepat dari aspek sosial. Menurut Chuzaimah dkk. (2016) kinerja sosial
memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Peningkatan taraf
hidup masyarakat akan sejalan dengan peningkatan pendapatan petani (Salminah
dkk., 2014). Peningkatan taraf hidup akan membuat kelestarian hutan karena
peningkatan taraf hidup berkorelasi dengan kelestarian hutan (Senoaji, 2009).
Pengelolaan kopi codot selain perlu memperhatikan aspek kinerja sosial juga
perlu memperhatikan aspek lanskap.
Codot merupakan satwa liar yang menyukai habitat mulaidari pantai sampai
pegunungan dengan pepohonan maupun gua sebagai tempat beristirahat (Fatem
dkk., 2006). Lanskap agroforestri kopi merupakan salah satu habitat codot
(Riyanto dkk., 2019). Suatu habitat satwa harus memiliki makanan (food), tempat
berlindung (shelter), ruang (space), dan air (water) agar satwa tersebut dapat
hidup. Karakteristik habitat yang sesuai akan mempengaruhi jumlah codot yang
hidup pada habitat tersebut (Piter dkk. 2015). Semakin banyak populasi codot
pada laskap agroforestri akan berpengaruh terhadap produksi kopi codot yang
dihasilkan hal tersebut karena codot memiliki kecenderungan yang yang tinggi
terhadap buah sebagai makananya (Kuzn dan Parsons, 2009). Kenaikan produksi
kopi codot akan menambah pendapatan petani karena menurut Dewi (2012)
kenaikan produksi hasil hutan akan menambah pendapatan bagi petani.
Meskipun produksi kopi codot sudah dilakukan oleh masyarakat sejak dua tahun
yang lalu tetapi pengetahuan tentang kopi codot masih minim (Riyanto dkk.,
2019). Minimnya data tersebut dikarenakan belum banyak dilakukan penelitian
mengenai kopi codot. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian
4
pengaruh lanskap agroforestri kopi dan kinerja sosial terhadap pendapatan petani
kopi codot untuk mendukung kelestarian hutan di KPH Model Kota Agung
Utara.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ―pengaruh lanskap agroforestri dan kinerja sosial
terhadap pendapatan petani kopi codot di kabupaten Tanggamus‖, yaitu.
1. Menganalisis variabel-variabel ekologi yang berpengaruh terhadap kelestarian
habitat codot pada lanskap agroforetri kopi.
2. Menganalisis variabel-variabel kinerja sosial yang berpengaruh terhadap
pendapatan petani kopi codot pada lanskap agroforetri kopi.
3. Menghitung kontribusi pendapatan petani kopi codot pada lanskap agroforetri
kopi.
1.3 Kerangka Pemikiran
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Agung Utara dalam mengelola lahan
menggunakan sistem agroforestri. Agroforestri adalah suatu sistem pemanfaatan
lahan dikombinasikan secara simultan dan sekuensial, sehingga dapat
meningkatkan total produksi tanaman atau ternak atau perikanan dan usaha ternak
madunya (Wulandari, 2015). Agroforestri pada kopi sangat menguntungkan untuk
produksi kopi karena suhu yang optimal yang disebabkan oleh kondisi tajuk
pohon (Yulistriani, 2013).
5
Kopi codot merupakan kopi yang dihasilkan dari sisa makanan hewan yang
disebut Codot (Cynopterus brachyotis).Codot setelah memakan daging buah lalu
akan membuang sisa biji tersebut. Hal ini sesuai dengan fungsi alami codot
sebagai penyebar biji (Putra, 2014). Karena aktivitas jumlah codot yang cukup
banyak sehingga masyarakat di KPH Kota Agung Utara memanfaatkan kopi sisa
makanan codot tersebut menjadi kopi codot.
Kopi codot saat ini sudah diproduksi di KPH Kota Agung Utara dan memiliki
harga dua kali lipat dibandingkan dengan kopi reguler. Perbedaan harga secara
tidak langsung akan mempengaruhi pendapatan petani kopi codot. Peningkatan
pendapatan petani kopi codot mempengaruhi karakteristik sosial petani kopi
codot. Salminah dkk. (2014) mengatakan tingkat pendapatan yang tinggi akan
meningkatkan tingkat kesejahteraan. Peningkatan kesejahteraan petani kopi codot
akan membuat hutan tersebut lestari dari sudut pandang ekologi hutan hal ini
sesuai dengan Ekawati dan Nurrochmat (2014) yang mengatakan sosial ekonomi
berkorelasi positif terhadap kelestarian hutan.
Variabel kinerja sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur
responden, suku/etnis, Harian Orang Kerja (HOK), pendidikan formal, pendidikan
non formal, produksi, luas lahan, lama menjadi anggota HKm Beringin Jaya dan
lama pemanfaatan lahan. Varibel tersebut dipilih karena menurut Chuzaimah dkk.
(2016); Tutik dkk. (2013); Fitrawan dkk. ( 2015); Pasha (2009); Choirotunnisa
dkk. (2008) memiliki pengaruh yang nyata terhadap pendapatan. Lanskap
agroforestri kopi tidak dapat terlepas dari karakteristik ekologi sehingga perlu
dilakukan analisis terhadap beberapa variabel-variabel ekologi untuk menjaga
6
kelestarian dan meningkatkan produktivitas kopi (Saragih, 2018). Variabel-
variabel ekologi yang digunakan antara lain sumber pakan codot, kerapatan tajuk
agroforestri, komposisi tanaman agroforestri dan jarak lahan kebeberapa tempat
diantara sungai, jalan utama dan desa. Variabel tersebut dipilih karena menurut
Rahman dkk. (2010); Widiyanto (2012); Prasetyo dkk. (2011) memiliki pengaruh
yang nyata terhadap produksi kopi.
Penelitian pengaruh lanskap agroforestri dan kinerja sosial terhadap pendapatan
petani kopi codot dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda
karena variabel yang digunakan dalam penelitian lebih dari satu varibel. Penelitian
ini selain dianalisis menggunakan analisi regresi berganda juga dilakukan
perhitungan kontribusi kopi codot terhadap pendapatan petani kopi codot. Analisis
regresi berguna untuk mendapat hubungan fungsional dua variabel atau lebih atau
mendapatkan pengaruh antara variabel prediktor terhadap variabel kriteria
umumnya atau meramalkan pengaruh variabel prediktor terhadap variabel kriteria
umumnya (Susanti, 2010). Diagram pemikiran penelitian ini tertera dalam
Gambar 1.
7
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran.
Kelestarian Agroforestri Kopi
Petani Kopi Codot
7. Produksi kopi codot
1. Sumber Pakan Codot
2. Kerapatan tanaman
4. Komposisi Tanaman Agroforestri
5. Jarak Sungai
6. Jarak Jalan Utama
7. Jarak Desa
Karakteritik Kinerja Sosial
Lanskap Agroforestri Kopi
Analisis
Regresi
Karakteristik lanskapAgroforestri
Pendapatan Petani Kopi Codot
Pendapatan petani kopi codot meningkat
Kontribusi kopi codot
terhadap pendapatan
1. Umur Responden
2. Suku/Etnis
3. Pendidikan Formal
4. Pendidikan Non Formal
5. Luas Lahan
6. Lama Pemanfaatan Lahan
7. Lama Menjadi anggota Hkm
8. Hari orang Kerja (HOK)
Kesesuaian habitat
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kota Agung Utara berada pada
posisi 104017
’-104
042
’ BT-5
010
’-5
030
’ LS. Secara administrasi wilayah KPHL
Model Kota Agung Utara berada di dalam Kawasan Hutan Lindung (KHL)
Register 30 Gunung Tanggamus KPHL Kota Agung Utara dikelola di bawah
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Pengelolaan KPHL Kota Agung Utara
dilakukan dengan bermitra dengan masyarakat dalam sistem perhutanan sosial
salah satunya yaitu HKm Beringin Jaya.
Gapoktan HKm Beringin Jaya masuk ke dalam wilayah Pekon Margoyoso
Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus. HKm Beringin Jaya mendapat
surat izin pengelolaan hutan dari Menteri Kehutanan berdasarkan
SK.886/MENHUT-II/2013 pada Tahun 2009. Pengelolaan hutan di HKm
Beringin Jaya dibagi menjadi 8 Kelompok Tani Hutan (KTH). Anggota HKm
Beringin Jaya sejumlah 561 Orang dengan wilayah pemanfaatan seluas 871 Ha.
Kelompok HKm yang berada di Register 30 Gunung Tanggamus meliputi
kelompok yang ada di Kecamatan Sumberejo dan Kecamatan Pulau Panggung.
9
Gapoktan HKm Beringin Jaya memiliki satu kelompok wanita tani hutan yaitu
kelompok wanita hutan himawari yang merupakan wadah untuk mengelola hasil
hutan untuk menjadi beberapa produk yang memiliki nilai yang lebih tinggi.
Beberapa produk yang telah dihasilkan yaitu kopi codot, kopi lanang, kopi
mahoni dan kopi sonokeling.
2.1 Kinerja Sosial
Menurut Rivai (2004) kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan. Menurut Lubis dkk. (2018) kinerja merupakan suatu
kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk
mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang
diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan
negatif dari suatu kebijakan operasional. Menurut KBBI sosial merupakan suatu
kegiatan yang menyangkut suatu masyarakat atau kepentingan orang banyak.
Kinerja sosial dapat diartikan suatu kondisi dalam masyarakat yang membuat
seseorang berperilaku sesuai dengan kedudukanya di suatu masyarakat.
Kinerja sosial petani merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas maupun
pendapatan petani. Menurut Chuzaimah dkk. (2016) faktor kinerja sosial terdiri
atas umur petani (thn), pendidikan petani (thn), luas lahan (ha), jumlah anggota
keluarga (orang), pengalaman usahatani (thn). Menurut Tutik dkk.,(2013) faktor
kinerja sosial terdiri atas umur, pendidikan , luas lahan, jarak tempat tinggal ke
lokasi penjulan hasil pertanian. Faktor tersebut ada yang memiliki pengaruh yang
10
nyata dan ada tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap pendapatan dan
produktivitas.
2.3 Karakteristik Sosial Ekonomi Hasil Hutan
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan
menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberian posisi
itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan
oleh si pembawa status (Sumardi, 2011). Kondisi sosial ekonomi adalah keadaan
atau kedudukan seseorang dalam masyarakat sekelilingnya. Kondisi sosial
ekonomi juga memberikan batasan tentang kondisi sosial ekonomi yang
merupakan suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan
seseorang pada posisi tertentu dalam sosial masyarakat.
Pemberian posisi dalam masyarakat harus disertai pula dengan seperangkat hak
dan kewajiban yang harus dimainkan oleh masyarakat. Arifin (2008) menjelaskan
kondisi sosial ekonomi sebagai kaitan antara status sosial dan kebiasaan hidup
sehari-hari yang telah membudaya bagi individu atau kelompok dimana kebiasaan
hidup yang membudaya ini biasanya disebut dengan culture activity. Kemudian
ia juga menjelaskan pula bahwa dalam semua masyarakat di dunia baik yang
sederhana maupun yang kompleks, pola interaksi atau pergaulan hidup antara
individu menunjuk pada perbedaan kedudukan dan derajat atau status kriteria
dalam membedakan status pada masyarakat yang kecil biasanya sangat sederhana.
Hal ini karena disamping jumlah warganya yang relatif sedikit, orang-orang yang
dianggap tinggi statusnya tidak begitu banyak jumlah maupun ragamnya.
11
Menurut Cahyono (2009) keadaan sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang
secara rasional dan menetapkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat,
pemberian posisi itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang
harus dimainkan oleh masyarakat. Menurutnya ada ciri-ciri keadaan sosial
ekonomi yaitu berpendidikan, mempunyai status sosial yang ditandai dengan
tingkat kehidupan, kesehatan, pekerjaan, dan pengenalan diri terhadap
lingkungan, dan mempunyai tingkat mobilitas ke atas lebih besar. Kedudukan
sosial ekonomi kehutanan pada istilah pembangunan umumnya untuk melihat
seberapa besar tingkat kesejahteraan suatu daerah dimana dapat dilihat dari
potensi dan kualitas sumber daya didalamnya.
Pengaruh harga menghasilkan hasil yang positif, mungkin tidak selalu
menghasilkan hasil yang lebih tinggi secara signifikan. Harga yang lebih tinggi
perlu didukung oleh tiga variabel signifikan untuk meningkatkan hasil secara
signifikan. Oleh karena itu, pada usaha kopi kecil petani harus fokus untuk bisa
memastikan petani mendapatkan akses ke kredit yang memadai, diversifikasi
basis penghasilan pertanian dan pelatihan (Minai dkk., 2014). Pada beberapa
daerah telah terindentifikasi faktor yang harus diperhatikan pada usaha kopi kecil
yaitu biaya produksi, pasar akses, kapasitas lokal, akses ke kredit, pengembangan
masyarakat, kesetaraan gender, kualitas kopi dan rasa kepemilikan.
Perkebunan kopi merupakaan salah satu sumber pendapatan di Indonesia, seperti
negara Nepal yang memperoleh pendapatan utama dari kopi. Petani kopi di Nepal
yang terdiri dari beberapa orang untuk membentuk kelompok tani yang membuat
peningkatan pendapatan para petani kopi. Petani kopi di Nepal menunjukkan
12
bahwa partisipasi beberapa orang dapat meningkatkan kesejahteraan petani kopi
melalui peningkatan pendapatan dan lingkungan hidup (Kattel, 2017). Daerah
Villa Rica merupakan salah satu daerah penghasil kopi terpenting di Peru. Faktor
yang menyebabkan berkembangnya penghasilan dari kopi dikarenakan disana
memiliki sistem pemasaran yang baik. Wilayah Villa Rica memiliki beberapa
saluran pemasaran diantaranya pedagang pengepul, perusahaan swasta, koperasi,
dan asosiasi kopi. Para pedagang pengepul fokus hanya pada harga yang lebih
tinggi sementara organisasi pemasaran menawarkan manfaat kepada anggotanya
(Higuchi dkk., 2012).
2.4 Agroforestri Kopi
Agroforestri adalah pengkombinasian tanaman berkayu atau kehutanan baik
berupa pohon, perdu, palem-paleman, bambu, dan tanaman berkayu lainnya
dengan tanaman pertanian dan peternakan secara tata waktu (temporal
arrangement) ataupun tata ruang (spatial arrangement). Menurut Sardjono dkk.
(2003) istilah lain dari agroforestri adalah tumpang sari (taungya sistem). Pada
sistem tumpang sari seluruh areal hutan akan ditanami pohon dan tanaman
tumpang sari dibersihkan dan diolah secara intensif oleh masyarakat yang
dilibatkan dalam pengelolaan hutan sebagai penggarap atau pesanggem.
Agroforestri juga merupakan sistem penggunaan lahan dan teknologi yang
menggunakan tanaman berupa pohon, perdu, palem, bambu, dan sebagainya
ditanam bersama tanaman pertanian atau hewan pada satu unit pengolahan lahan
yang sama (Indriyanto, 2008).
13
Sistem agroforestri kopi dengan jenis Multi Purpose Trees Species (MPTs)
memberikan pendapatan yang layak dan berkesinambungan bagi rumah tangga
petani. Oleh karena itu, hasil ini menegaskan perlunya meninjau ulang kebijakan
komposisi jenis tanaman hutan dan kopi agar menarik bagi petani secara
ekonomi.Agroforestri merupakan salah satu bentuk terpenting dari penerapan
konsep perhutanan sosial. Menurut Naibaho dkk., (2015) bahwa perhutanan sosial
dapat dipahami sebagai ilmu dan seni menumbuhkan pepohonan dan tanaman lain
di dalam dan disekitar kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan
untuk mencapai tujuan ganda meliputi pengelolaan hutan lestari dan peningkatan
taraf hidup (pendapatan) masyarakat.
Provinsi Lampung mengalami perubahan pola tanam agroforestri dengan cepat
salah satu contohnya Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat dengan
luas 54,200 ha, merupakan salah satu contoh daerah yang mengalami perubahan
penutupan lahan secara cepat selama tiga dasa warsa terakhir. Hutan yang semula
luasnya mencapai 60 % dari total luasan yang ada telah berubah menjadi sistem
agroforestri berbasis kopi, persawahan dan pemukiman, sehingga hutan yang
tersisa hanya tinggal 12%. (Hairiah, 2010).
Sistem pengelolaan perhutanan sosial diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor
P.8/PSKL/Set/KUM.1/9/2017 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Pemanfaatan Hutan dan Rencana Kerja Tahunan Izin Pemanfaatan Hutan
Perhutanan Sosial pada pasal 4 ayat (1) masih mencantumkan kewajiban
membangun hutan di areal izin perhutanan sosial dengan komposisi tanaman
14
hutan berkayu di atas 50%. Redefinisi tanaman hutan berkayu sangat diperlukan
sehingga mengakomodir MPTs yang produktif bagi mata pencaharian petani.
Pembagian komposisi tanaman tersebut disebut sebagai agroforestri
(Rohmayanto, 2019).
Tanaman kopi membutuhkan tanaman penaung karena akan menunjang
keberlanjutan usaha tani kopi, yaitu mempertahankan produksi dalam jangka
panjang (di atas 20 tahun) dan mengurangi kelebihan produksi (over bearing) dan
mati cabang (Supriadi, 2015). Pada tanaman kopi tanpa penaung, selama periode
pembungaan terjadi peningkatan penyerapan karbohidrat oleh daun dan cabang
untuk menunjang proses pembentukan pembuahan. Menurut Hairiah (2010),
bentuk agroforestri berbasis kopi yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua
sistem, yaitu sistem agroforestri kompleks (tersusun atas beberapa lapisan tajuk
pohon atau multistrata) dan agroforestri sederhana.
Keaneragaman jenis penaung pada agroforestri kopi dapat meningkatkan unsur
nitrogen pada tanah sehingga baik untuk tanaman kopi (Purwanto, 2007). Selain
itu dengan adanya naungan akan memberikan takaran sinar matahari yang sesuai
karena pohon kopi bukanlah pohon yang membutuhkan sinar matahari penuh
(Hairiah, 2010). Secara biologi tanaman kopi butuh naungan, sehingga umumnya
kopi ditanam dalam sistem campuran (agroforestri) mulai dari sistem campuran
sederhana hingga yang kompleks (multistrata) yang menyerupai hutan. Pola
tanam agroforestri akan membuat multistrata pada tajuk pohon sehingga tidak
terena paparan sinar matahari secara berlebihan. Selain paparan sinar matahari
15
naungan juga dapat membaut suhu lingkungan kopi menjadi stabil, sehingga baik
untuk pertumbuhan pohon kopi.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan model agroforestri
berbasis kopi adalah.
1. Kebutuhan tingkat naungan tanaman kopi
Tanaman kopi muda memerlukan tingkat naungan berkisar 35–66% untuk
menunjang pertumbuhannya (Sobari dkk., 2012). Tanaman kopi yang sudah
berproduksi (umur di atas 4 tahun) tingkat naungan yang diperlukan berkisar
30–50% (Fathurrohmah, 2014). Sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan
tanaman kopi, maka diperlukan pengaturan jarak tanam/populasi tanaman
penaung.
2. Interaksi antar tanaman dan tanah
Interaksi antar tanaman dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Interaksi
langsung misalnya tanaman penaung yang bersifat menghambat pertumbuhan
tanaman kopi (efek allelophathy). Interaksi tidak langsung ada yang bersifat
negatif, misalnya menyebabkan adanya persaingan dalam penyerapan unsur
hara, air, atau pemanfaatan intensitas sinar matahari. Interaksi pada tanaman
juga terdapat interaksi yang tidak langsung yang bersifat positif, misalnya
tanaman penaung menghasilkan nitrogen sehingga menambah unsur hara tanah
dan menguntungkan tanaman kopi. Interaksi tidak langsung juga ada yang
berperan sebaga ―pihak ketiga‖, misalnya tanaman penaung menjadi inang bagi
hama atau penyakit bagi tanaman kopi (Suprayoga dkk., 2003). Berdasarkan
hal tersebut perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman penaung maupun
16
tanaman penutup tanah (bila diterapkan) secara tepat, yaitu memilih jenis
tanaman yang memiliki interaksi yang bersifat positif.
3. Kondisi lahan kebun
Kondisi lahan kebun terutama di lokasi kritis, seperti rawan erosi dan longsor
perlu diperhatikan dalam menerapkan model agroforestri berbasis kopi.
Tanaman penaung atau tanaman penutup tanah yang menjadi penguat tanah
diperlukan untuk mengurangi tingkat erosi dan longsor dengan pola dan jarak
tanam yang tepat.
4. Potensi ekonomi produk yang dihasilkan
Tanaman penaung, tanaman penutup tanah, maupun ternak yang diintegrasikan
dalam model agroforestri berbasis kopi sebaiknya yang memiliki potensi
ekonomi cukup baik, misalnya ditunjukkan oleh adanya kebutuhan akan
produk yang dihasilkan dan kemudahan pemasaran. Hal yang termasuk
pertimbangan ekonomi adalah memaksimalkan pengaturan waktu panen dari
produk yang dipilih (misalnya bulanan, musiman, dan tahunan) sehingga dapat
dihasilkan produk sepanjang waktu dari agroforestri berbasis kopi. Dengan
demikian hasil dari agroforestri berbasis kopi dapat meningkatkan pendapatan
petani, selain hasil dari kopi sebagai tanaman utama.
Pola penanaman agroforestri berpotensi untuk mengubah lahan terdegradasi
menjadi lebih baik, memperbaiki lingkungan, dan menguatkan penghidupan.
Selain itu menggunakan pola tanam agroforestri yang mampu memperbaiki
kesuburan tanah, merestorasi lansekap dan melestarikan biodiversitas (Martin,
2014). Budidaya kopi yang merupakan pertanian jangka panjang yang sangat
17
dianjurkan dikarenakan kondisi tanah yang tidak akan rusak sehingga produksi
kopi akan lebih terjaga.
Agroforestri merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kebutuhan akan lahan
pertanian dengan tetap mempertahankan fungsi hutan dan lingkungan melalui
penerapan sistem. Penerapan agroforestri diharapkan mampu menjadi media
untuk meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus mengatasi masalah global,
seperti penurunan kualitas lingkungan, kemiskinan, dan pemanasan global
(Supriyadi, 2014). Pengelolaan agrofestri kopi codot di KPH model Kota Agung
Utara diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam pengembangan KPH
tersebut.
Perkembangan budidaya kopi sangatlah cocok untuk dilakukan kerana mengingat
peminat kopi selalu meningkat sehingga KPH model Kota Agung Utara
mempunyai peluang dalam pengembangan kopi codot. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Rosari dkk., (2017), Data International Coffee Organization (ICO)
tahun 2014 menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi kopi dunia periode
tahun 2008 – 2012 sebesar 6,9%, dengan rata-rata pertumbuhan tiap tahunnya
1,7%. Berdasarkan data Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI)
tahun 2014, konsumsi kopi di Indonesia pun mengalami pertumbuhan, tercatat
dalam periode tahun 2008 – 2012 meningkat sebesar 9,1% atau rata-rata
pertumbuhan tiap tahunnya 2,3%.
Menurut Ariyanto (2015) dalam mengelola agroforestri kopi ada tingkat naungan
yang berbeda yaitu tanaman kopi muda memerlukan tingkat naungan berkisar 35–
66% untuk menunjang pertumbuhannya, untuk tanaman kopi yang sudah
18
berproduksi (umur di atas 4 tahun) tingkat naungan yang diperlukan berkisar 30-
50% agar pertumbuhan tanaman kopi lebih baik, selain itu juga diperlukan
pengaturan jarak tanam/populasi tanaman penaung.
Menurut Supriyadi (2014) produktivitas tanaman kopi di Lampung secara umum
rendah, yaitu: sekitar 0,5-0,6 ton/ha, hal ini diduga tanaman kopi ditanam pada
lahan yang miskin hara. Tanaman kopi pada lahan yang kesuburan tanahnya baik
mampu menghasilkan produktivitas sampai tiga kali lipat, yaitu: sekitar 1,2 ton
tiap hektarnya. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut sebaiknya petani
melakukan penanaman antara tanaman dalam satu lahan dengan proporsi
tanaman: kopi sebanyak 170 tanaman (31,70%), cengkeh sebanyak 154 tanaman
(28,79%), melinjo sebanyak 102 tanaman (19,06%), petai sebanyak 109 tanaman
(20,37%).
Menurut Hafif (2014), sistem multistrata agroforestri dengan pohon naungan atau
pelindung merupakan sistem konservasi yang sangat baik. Lapisan tajuk pada
sistem multi strata yang menyerupai hutan dapat memberi kan fungsi konservasi
yang baik dalam mengurangi tingkat erosi tanah. Selain itu, melalui lapisan tajuk,
sinar matahari tidak berpengaruh langsung terhadap kopi sehingga kelembaban
udara pada kebun kopi dapat terjaga. Tanaman pelindung juga dapat membantu
meningkatkan kesuburan tanah. Selain memberikan perlindungan terhadap
lingkungan, tanaman pelindung dapat meningkatkan ekonomi rumah tangga serta
sebagai alternatif dalam mengatasi anjloknya harga kopi. Oleh karena itu,
pemilihan tanaman untuk sistem multistrata harus disesuaikan dengan kondisi
19
biofisik setempat, komoditas yang dihasilkan harus mempunyai pasar, dan petani
harus memiliki akses terhadap bibit tanaman yang bermutu tinggi.
2.5 Faktor Ekologi
Jenis-jenis pohon yang terdapat pada agroforestri kopi multistrata umumnya
berfungsi sebagai pohon penaung kopi. Pohon penaung pada sistem agroforestri
kopi selain berperan sebagai naungan bagi tanaman kopi, juga mampu
memberikan jasa penyedia (provisioningservices) bagi petani seperti buah buahan,
kayu (timber), pakan ternak, kayu bakar, maupun manfaat lainnya (Yulistriani,
2013). Agroekosistem kopi dengan pohon pelindung berpotensi tinggi
memperkuat proses-proses ekologis,karena adanya kesamaan struktur antara
perkebunan kopi berpelindung dengan ekosistem hutan alami. Proses-proses
ekologis seperti siklus nutrisi dan air, aliran energi, dan mekanisme pengaturan
populasi berfungsi mirip dengan yang terjadi di hutan tropis. Agroekologi
menempatkan pelestarian keanekaragaman hayati sebagai sarana yang bernilai
tinggi dalam pengendalian persaingan antartanaman dan pengendalian hama.
Pada perkebunan kopi dengan pohon pelindung, sangat penting untuk memahami
keanekaragaman hayati pohon yang ada, sebab keberadaan pohon pelindung dapat
melipatgandakan tingkat keanekaragaman hayati perkebunan dan lingkungannya
(Saragih, 2018).
Kelimpahan tanaman pada agroforestri kopi lebih tinggi (2477 individu)
dibandingkan di perkebunan pinus (1372 individu). Semua invertebrata tanah
yang dikumpulkan dikelompokkan menjadi 3 kelas (Arachnida, Chilopoda dan
20
Insecta), 16 pesanan, 47 keluarga, dan 124 morfospesies. Invertebrata tanah
didominasi oleh Formicidae, Scarabaeidae, Blattidae, Forficulidae, dan
Phalangiidae. Indeks keragaman rata-rata invertebrata tanah adalah 2,25 (kopi
perkebunan), 2.64 (perkebunan kopi dan pinus) dan 1.85 (perkebunan pinus).
Nilai kemerataan adalah 0,30 (perkebunan kopi), 0,49 (kopi dan perkebunan
pinus) dan 0,39 (perkebunan pinus). Nilai kemereataan tersebut dapat diartikan
bahwa komposisi tanaman kopi dan pinus akan membuat banyak ivertebrata hidup
pada habitat tersebut (Kinasih dkk., 2016).
Sistem agroforestri kopi telah terbukti bermanfaat untuk studi ekologi spasial.
Pola seragam dari tanaman kopi dan pohon rindang telah memungkinkan para
peneliti mencari pola spasial yang dihasilkan melalui biologi interaksi.Sistem
agroforestry kopi telah memberikan wawasan ke dalam evaluasi kuantitatif pola
spasial, mekanisme untuk pembangkitan pola, dan konsekuensi dari pola spasial
untuk stabilitas sistem predator-mangsa (host-parasitoid). Sejauh ini, tiga
wawasan utama ke dalam ekologi spasial telah dijelaskan dengan mempelajari
agroforestri kopi sistem (Perfecto dan Vandermeer, 2008).
Wilayah Kodagu yang terletak di Negara India menghasilkan 2% dari kopi dunia,
perluasan dan konversi lahan telah mengurangi tutupan hutan lebih dari 30%
dalam 20 tahun. Oleh karena itu, tindakan sangat diperlukan untuk
menghubungkan pembangunan ekonomi dan konservasi keanekaragaman hayati,
dan pemangku kepentingan mengeksplorasi tiga strategi untuk menambah nilai
kopi dan mencegah erosi keanekaragaman hayati lebih lanjut pendaftaran merek
21
dagang, indikasi geografis, dan lingkungan sertifikasi, melalui eco-label (Vivien
dkk., 2014).
Menurut Supriyadi (2014) secara ekologis manfaat penerapan agroforestri
berbasis kopi antara lain adalah.
1. Konservasi tanah
Agroforestri berbasis kopi dapat mengurangi laju aliran permukaan dan erosi
tanah.
2. Konservasi air
Agroforestri berbasis kopi dapat meningkatkan ketersediaan air tanah karena
air hujan dapat diresapkan lebih banyak ke dalam permukaan tanah berkat
struktur tajuknya yang berlapis.
3. Konservasi keanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayati yang dapat didukung oleh sistem agroforestri berbasis
kopi cukup beragam, seperti satwa liar, serangga, jamur mikroskopis, hingga
bakteri tanah.
4. Penambahan unsur hara
Keberadaan berbagai jenis tanaman selain kopi pada sistem agroforestri
berbasis kopidapat meningkatkan ketersediaan unsur hara.
5. Penambahan cadangan karbon
Besarnya cadangan karbon yang dapat disimpan oleh ekosistem pertanian
maupun hutan saat ini menjadi perhatian penting dunia karena berperan dalam
menurunkan jumlah karbon di atmosfer yang menjadi penyebab perubahan
iklim.
22
6. Menekan serangan hama dan penyakit
Agroforestri berbasis kopi dapat menekan serangan beberapa hama dan
penyakit.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan yang dilakukan oleh masyarakat
setiap daerah dan lokasi memiliki cara pengelolaan dan pemanfaatan yang
berbeda-beda. Hal tersebut didasarkan pada lansekap (bentang alam), seperti
berburu, menangkap ikan, mengolah kebun dan ladang, dan memanfaatkan hutan
untuk mendapatkan bahan makanan, obat-obatan, bahan bangunan serta kerajinan
tangan (Liswanti dkk., 2004). Kondisi sosial ekonomi masyarakat juga
mempengaruhi praktek penggunaan lahan dimana aplikasi agroforestri pada jenis
pertanian ini sering kali menfokuskan pada satu atau dua tanaman yang bernilai
tinggi dan biasanya menggunakan mekanisasi tingkat tinggi (Sanudin, 2013).
2.6 Lanskap Agroforestri
Pengelolaan dan pemanfaatan yang dilakukan masyarakat sekitar hutan akan
membentuk suatu struktur lanskap. Pada lanskap pertanian moderen struktur
spasial, keanekaragaman habitat dan komposisi habitat sangat bervariasi dari satu
lanskap ke lanskap yang lain. Lanskap pertanian yang sangat sederhana misalnya,
hanya terdiri atas satu jenis pertanaman (monokultur) dan tumbuhan liar,
sedangkan lanskap pertanian yang kompleks tidak hanya terdiri atas berbagai
pertanaman (polikultur), tetapi juga terdapat banyak tumbuhan liar (Yaherwandi
dkk., 2007). Sistem Agroforestri sengaja dirancang dan dikelola untuk
23
memaksimalkan interaksi antara komponen pohon dan nonpohon dan mencakup
berbagai praktik (Murthy dkk., 2016).
Agroforestri dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah wanatani.
Agroforestri secara sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian.
Pengelolaan lahan dengan sistem agroforestri yang berkelanjutan diharapkan akan
mampu meningkatkan produktivitas lahan secara keseluruhan (Nadeak dkk.,
2013). Selain itu sistem agroforestri yang ideal jika dapat memainkan fungsi
hutan untuk mengatasi masalah ekologi, dan agroekonomi untuk mengatasi
masalah keterbatasan lahan atau nilai ekonomi. Fungsi hutan meliputi
pemeliharan kesuburan tanah, stok karbon dan biodiversivitas, sedang fungsi
agroekonomi berhubungan dengan pendapatan petani termasuk pangan. Pola ini
disebut juga dengan tumpangsari (Mindawati dkk., 2013).
Lanskap agroforestri dengan keragaman komponen didalamnya mempunyai
fungsi, yaitu:
a) mempertahankan pengelolaan sumber daya air (water resources management);
b) mempertahankan cadangan karbon (carbon stock);
(c) mempertahankan keanekaragaman hayati (biodiversity); dan
d) mempertahankan keindahan lansekap (landscape heautilicution) (Suyanto,
2002; Hairiah, 2010). Penanganan lansekap ada tiga faktor terpenting sebagai
bahan untuk dianalisis yaitu ekologi lansekap, manusia dengan sosial
budayanya dan estetika (Baliton dkk., 2017).
Selain itu Lanskap agroforestri didefinisikan sebagai lansekap pertanian dan
kehutanan yang dikelola sedemikian rupa untuk menciptakan keseimbangan
24
antara intensifikasi pertanian dan kelestarian Kehutanan (Kaswanto dan
Mutaqqin, 2013). Secara umum, bentuk penutupan dan penggunaan lahan di
dalam sistem agroforestri terintegrasi terdiri atas kehutanan, pertanian, dan
permukiman (Pujowati dkk., 2010). Agroforestri dapat ditinjau dari komoditas
yang diusahakan, skala pengelolaan, latar belakang sosial (Kogoya dkk., 2014).
Dengan adanya system agroforestri adanya perubahan ekosistem dari yang
bervegetasi menjadi non vegetasi berkontribusi terhadap perubahan iklim baik
secara lokal maupun secara global. Perubahan ekosistem tersebut berperan dalam
pelepasan karbon dioksidsa (CO 2 ) di udara (Rosari dkk., 2017).
2.7 Perilaku dan Habitat Kelelawar Buah (Codot)
Kelelawar merupakan salah satu anggota mamalia yang termasuk ke dalam ordo
Chiroptera yang berarti mempunyai sayap tangan. Kaki depannya bermodifikasi
sebagai sayap yang berbeda dengan sayap burung pada umumnya. Informasi yang
diketahui sangat sedikit mengenai kelelawar, karena fosil yang ditemukan 55 juta
tahun yang lalu ternyata sudah seperti kelelawar yang ada pada saat ini.
Kelelawar pertama yang diketahui diberi nama Icaronycteris hidup di Amerika
Utara, sayapnya pendek dan lebar panjang 37 cm. Kelelawar memiliki fungsi
dalam ekosistem yaitu sebagai pemencaran biji tumbuhan. Semakin beragam
kelelawar maka akan sangat membantu pemencaran biji dari beragam tumbuhan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Prasetyo dkk. (2011) kelelawar berperan sebagai
pemencar biji tanaman, penyerbuk berbagai jenis tumbuhan bunga dan pengendali
populasi serangga.
25
Kelelawar merupakan satu-satunya mamalia atau hewan menyusui yang bisa
terbang. Kelelawar yang selamaini banyak dikenal oleh kalangan masyarakat
adalah kelelawar pemakan buah. Kelelawar dibedakan menjadi dua sub ordo
yaitu Megachiroptera (kelelawar besar) pemakan buah, nektar dan serbuk sari dan
Microchiroptera (kelelawar kecil)pemakan serangga. Jenis Megachiroptera
mempunyai daya Megaderma spasma (Prasetyo dkk., 2011). Penciuman dan
pengelihatan yang sangat tajam untuk mencari makanan, sedangkan
Microchiroptera menggunakan sistem suara berfrekuensi tinggi, semacam sonar,
untuk menentukan arah terbang dan memburu mangsanya atau biasa disebut
ekolokasi. Selain itu kelelawar merupakan penghasil guano yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Wiyatna (2003) menyatakan bahwa guano kelelawar memiliki
kandungan bahan-bahan utama pupuk yaitu10%, nitrogen, 3%, fosfor dan 1%
potasium.
Kelelawar merupakan satu-satunya mamalia yang bisa terbang. Codot yang
selama ini banyak dikenal oleh kalangan masyarakat adalah kelelawar pemakan
buah. Kelelawar pemakan buah seringkali dianggap sebagai hama tanaman yang
merugikan karena menyerang buah-buah yang masak, terutama pada jenis buah-
buahan yang dibudidayakan. Codot hidup diberbagai habitat seperti goa, hutan
alami, hutan buatan dan perkebunan terutama pada hutan yang ternaungi dan
lembab (Annisatuzahroh, 2015). Hal ini memungkinkan adanya populasi codot
pada hutan yang ada di Indonesia.
Kelelawar memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda tergantung jenisnya.
Kelelawar pemakan buah tidak hanya dapat dilihat dari aspek negatifnya saja
26
yaitu menyebabkan penurunan produksi buah, tetapi dapat dilihat dari aspek
positifnya yaitu sebagai pemencar biji. Kelelawar mengambil buah dari suatu
tempat, memakan daging buahnya di tempat yang berbeda dan membuang biji
dari buah tersebut. Sebagian biji ikut termakan dan masuk ke dalam sistem
pencernaan. Proses pencernaan makanan dalam tubuh kelelawar berlangsung
dalam waktu singkat, sehingga kadang-kadang kelelawar juga membuang kotoran
sambil terbang. Biji-bijian yang dikeluarkan bersama dengan kotoran kelelawar
ini, kemudian tumbuh menjadi tanaman baru. Apalagi didukung oleh kemampuan
terbangnya yang cukup jauh, maka kelelawar dapat berperan sebagai hewan yang
paling efektif dalam menyebarkan biji (Iqbal, 2014).
Dalam konteks pemulihan ekosistem hutan dan kelestarian keanekaragaman
tumbuhan, kelelawar memainkan peranan yang sangat penting pada proses
regenerasi hutan. Peran lain dari kelelawar adalah sebagai pengendali hayati,
yaitu kelelawar pemakan serangga dari kelompok Microchiroptera. Kelelawar ini
memangsa serangga yang umumnya menjadi hama tanaman. Selain sebagai
penyerbuk, pemencar biji dan pengendali hama, kotoran kelelawar yang disebut
guano juga dapat dijadikan pupuk. Kandungan nitrogennya yang tinggi sehingga
sangat baik untuk tanaman (Iqbal, 2014).
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis kelelawar yang cukup tinggi, lebih dari
205 jenis kelelawar yang terdiri dari 72 jenis kelelawar pemakan buah
(Megachiroptera) dan 133 jenis kelelawar pemakan serangga (Mikrochiroptera);
atau sekitar 21% dari jumlah jenis di dunia yang telah diketahui (Tamasuki dkk.,
2015). Kelelawar buah oleh di angggap sebagai hama pada tanamanan buah
27
karena sering memakan buah yang akan dipanen. Akan tetapi, kelelawar buah
bukanlah sebagi hama hal ini di buktikan dengan pengambilan nira kerapa oleh
kelelawar yang hanya sebatas toleransi, sehingga kelelawar tidak dikatakkan
hama. Selain itu, kerusakan yang disebabkan oleh keleawar buah tidak 100%.
Codot di KPH model Kota Agung Utara dimanfaatkan untuk produksi kopi codot
karena kopi yang dihasilkan oleh sisa makanan codot yang cukup banyak. Codot
memiliki jumlah populasi yang sangat besar dan selalu berkolompok. Selain itu,
codot dalam mencari makan selalu bermigrasi dari suatu tempat ke tempat lainya
yang terkadang jaraknya jauh untuk mendapatkan jenis makanannya. Codot
memiliki perilaku makan yang unik yaitu pada sisa-sisa makanan codot yang
selalu diserap cairan daun maupun buahnya (Suyanto, 2002). Pada kasus kopi
codot memiliki rasa yang khas yang membendakan dengan kopi lainya. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh pola makan codot. Sehingga kopi codot di KPH
kota agung utara dapat dikembangkan untuk ciri khas KPH tersebut. Menurut
Asriadi (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi populasi codot
diantaranya jauh dari kebisingan, udara yang lembab dan jauh dari polusi selian
itu jauh dari predator. .
2.8 Kopi Codot
Kopi Codot adalah kopi robusta yang berasal dari kotoran hewan bernama codot
yang diambil dengan cara dipungut dari bawah pohon. Salah satu situs penjulan
online buklapak.com menjual kopi codot untuk kemasan 200 gram dijual dengan
harga Rp 90.000 sedangkan untuk kopi robusta lampung yang reguler 200 gram
28
dijual dengan harga Rp 40.000. Kopi codot merupakan kopi pilihan dengan
kualiatas terbaik karena melalui banyak proses seleksi hingga sampai dinikmati
konsumen. Seleksi kopi codot dimulai dengan seleksi oleh codot, diseleksi pada
saat pengambilan, seleksi pada saat dicuci dan seleksi saat akan dirosting.
Berdasarkan hal tersebut wajar jika kopi codot memiliki rasa yang nikmat
dibandingkan kopi robusta biasa. Potensi kopi codot di HKm Beringin Jaya perlu
dikembangkan baik dari aspek sosial maupun dari ekologinya.
Kopi codot paling banyak ditemukan pada wilayah dengan ketinggian 500-700
Mdpl dengan jumlah titik 84 titik. Kelas ketinggian 700-900 Mdpl ditemukan 46
titik kopi codot. Sebaran kopi codot tidak ditemukan pada areal dibawah 500
Mdpl dan diatas 900 Mdpl. Hal ini disebabkan karena aktifitas codot atau
kelelawar yang menyukai tempat dengan suhu dan kelembaban stabil tidak terlalu
ekstrim. Kopi codot ditemukan dibawah tegakan kopi yang memiliki ciri-ciri kopi
menumpuk dibawah tegakan kopi. Kelas lereng datar dan landai hanya ditemukan
sebaran kopi codot sebesar 4,16 % (6 titik). Paling banyak ditemukan pada kelas
kelerengan lahan yang memiliki kemiringan lereng yang curam yaitu sebanyak 68
titik (52,31 %). Berdasarkan hasil survei lapangan tanaman kopi yang memiliki
buah lebat berada kelas lereng yang mendekati curam sampai mendekati terjal.
Codot memang menyukai tanaman kopi yang memiliki buah lebat (Riyanto dkk.,
2019). Pengembangan potensi kopi codot selain dari dari aspek ekologi juga
perlu memperhatikan aspek sosialnya.
Pengeloloaan kopi codot perlu mempertimbangkan beberapa aspek sosial salah
satunya aspek pengetahuan petani. Pengetahuan petani didapat dari pendidikan
29
baik secara formal, nonformal dan pengalaman petani. Pengelolaan kopi codot
dengan petani yang berpengalaman lebih signifikan dibandingan dengan petani
yang berpendidikan formal dan nonformal. Pengelolaan kopi codot tidak
membutuhkan pengetahuan yang tinggi melalui pendidikan cukup dengan
pengalaman petani sebagai petani kopi. Hal tersebut dikarenakan dalam
pengambilan kopi codot dilahan tidak memerlukan keahlian khusus (Setiawan
dkk., 2019). Pengelolaan kopi codot memerlukan proses yang panjang agar
menghasilkan kopi dengan kualitas yang baik.
Kopi codot merupakan kopi dengan kualitas terbaik karena untuk dapat menejadi
kopi codot dalam kemasan harus melalui proses seleksi. Proses untuk
menghasilkan kopi codot diawali dengan codot yang memakan daging buah kopi
dan melepehkan biji di bawah tegakan kopi terlampir pada Gambar 14 dan 15.
Codot selalu memiliki insting untuk memakan buah kopi yang sudah matang
ssehingga biji kopi yang dihasilkan termasuk ke dalam kopi dengan kualitas baik.
Biji kopi codot hasil sepahan codot kemudian oleh petani kopi codot dipungut dan
biji yang rusak akan dibuang. Biji kopi yang sudah terkumpul kemudian dibawa
pulang kerumah untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu pencucian dan
penjemuran terlampir dalam Gambar 16. Proses selanjutnya setelah biji dinilai
sudah kering yaitu proses sortir dan pengupasan kulit ari pada biji kopi terlampir
pada Gambar 17. Biji kopi yang telah tersortir kemudian dirosting menggunakan
mesin hingga biji kopi bewarna kecokatan terlampir pada Gambar 18 dan 19. Biji
kopi yang sudah dirosting kemudian dihaluskan hingga menjadi bubuk kopi yang
selanjutnya dikemas untuk dipasarkan terlampir dalam Gambar 20. Pemasaran
kopi codot yang ada di HKm Beringin Jaya masih sudah dilakukan secara online
30
maupun offline. Penjualan secara online dapat kita lihat disalah satu situs
penjualan yaitu Bukalapak.com.
2.9 Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Hutan Kemasyarakatan (HKm) merupakan hutan negara yang pemanfaatan
utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat yang memiliki
ketergantungan terhadap sumber daya hutan dalam memenuhi kebutuhan hidup
dengan syarat tidak merubah fungsi pokok hutan. Salah satu hutan negara yang
ditetapkan sebagai areal kerja HKm yaitu hutan lindung (Winarni dkk., 2016).
Program HKm pada hutan lindung tidak memperkenankan masyarakat untuk
mengembangkan tanaman dengan sistem monokultur seperti pada areal-areal
perkebunan (sawit, nanas, karet, tebu, nilam), akan tetapi ditekankan untuk
mengembangkan jenis tanaman dengan strata tajuk lengkap seperti pada sistem
kebun campuran atau agroforestri (Wulandari, 2015).
Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan menyebutkan bahwa untuk
mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil, dilakukan
pemberdayaan masyarakat setempat, melalui pengembangan kapasitas dan
pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya. Salah satu bentuk
pemberdayaan masyarakat setempat dapat dilakukan salah satunya melalui Hutan
Kemasyarakatan (HKm). Penyelenggaraan HKm dimaksudkan untuk
memberikan akses (Arifin, 2008) dan mengembangkan kapasitas masyarakat
sekitar hutan dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan
31
lapangan kerja untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di
masyarakat. Pengelolaan HKm di Provinsi Lampung sudah berlangsung hampir
14 tahun dengan segala dinamika dalam implementasinya.
Titik awal HKm di Lampung dimulai pada tahun 1998 dengan terbitnya SK
Menhutbun No 677/Kpts-II/1999 tentang HKm dan Izin Usaha Pemanfaatan
HKm (IUPHKm) pertama diberikan oleh Menteri Kehutanan kepada Kelompok
Pengelola dan Pelestari Hutan (KPPH) Sumber Agung di Register 19 Gunung
Betung Tahura Wan Abdul Rahman. Pada saat peluncuran Permenhut No
P.37/Kpts-II/2007 tentang HKm pada bulan Desember 2007 di Yogyakarta,
Provinsi Lampung mendapat target HKm seluas 85.280,21 ha pada 2009 dari
target 400.000 ha pada tingkat nasional (Pahlawanti dan Saroso, 2009).
Pemerintah beralasan mengeluarkan izin pengelolaan HKm harus
mempertimbangkan banyak hal karena memang di satu sisi tidak dapat menutup
mata terhadap adanya kelompok tani yang sudah mendapatkan izin namun justru
tidak bertanggung jawab akan hak dan kewajibannya sebagai kelompok tani
dengan status penerima izin tersebut. Akibatnya hutan dieksploitasi semaksimal
mungkin tanpa memperhatikan aspek ketahanan dan kelestariannya. Namun disisi
lain kelompok tani sebagai agen perubah yang akhir-akhir ini lebih dituntut
kepada peran menjaga dan mengatur alih fungsi hutan perlu mendapat perhatian
dan tentu saja sangat layak jika pengajuan permohonan izin pengelolaan HKm
dipandang sebagai sebuah prioritas yang harus dipertimbangkan baik oleh Dinas
kehutanan, LSM maupun masyarakat pada umumnya (Rosalia dan Ratnasari,
2016).
32
Pengembangan kelembagaan kelompok tani, pengelolaan lahan, dan
pengembangan kewirausahaan merupakan tiga kunci penting yang harus
mendapatkan dukungan dari berbagai pihak terkait sesuai dengan perannya
masing-masing agar implementasi HKm dapat berjalan sesuai dengan tujuan
HKm yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestarian hutan. Kondisi ini sejalan dengan Kaskoyo dkk. (2014) yang
menyatakan bahwa untuk meningkatkan implementasi HKm, pemberdayaan
masyarakat baik secara individu maupun kelembagaan harus dibangun sehingga
masyarakat mempunyai kesadaran dan kemampuan untuk mengelola hutan secara
lestari. Pendampingan dari LSM, universitas, pemerintah, dan stakeholder lain
juga diperlukan agar petani dapat mengimplementasikan HKm dengan baik.
33
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November - Desember 2018 di Hutan
Kemasyarakatan (HKm) Beringin Jaya yang ada di KPH model Kota Agung
Utara Kabupaten Tanggamus. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian.
34
3.2 Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, kamera, dan laptop
yang sudah terinstal softwareminitab16 untuk pengolahan data. Objek Penelitian
ini adalah petani agroforestri kopi codot HKm Beringin Jaya, KPH Model Kota
Agung Utara, Kabupaten Tanggamus.
3.3 Analisis Data
3.3.1 Analisi Regresi Linear Berganda
3.3.3.1.1 Variabel Lanskap Terhadap Titik Habitat Codot
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa jumlah produksi
kopi dan jumlah populasi kelelawar disebabkan oleh beberapa variabel
lanskap.yaitu pengaturan ruang (jarak), kerapatan (Rahman dkk. 2010),
komposisi jenis (Widiyanto, 2012) dan ketersedian pakan kelelawar (Prasetyo
dkk., 2011).
Variabel- variabel tersebut akan analisis untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh varibel-variabel lanskap agroforestri kopi codot terhadap pendapatan
petani kopi codot. Persamaan tersebut menggambarkan seberapa besar kontribusi
dari masing-masing nilai variabel-variabel kinerja sosial terhadap pendapatan.
Persamaan variabel sosial ekonomi kopi codot terhadap titik habitat kopi codot
secara matematis ditulis dengan rumus berikut.
35
[Y1]i=αo+α1.[PKN] i+ α2.[KPS_PK] i+ α3.[KPS_LN] i+α4.[SUNGAI] i+ α5.[JLN]
i + α6.[DESA] i+ α7.[KRP] i +e
Keterangan - [Y1] = Titik Habitat Codot
- [PKN] = Jumlah Pakan (Jenis)
- [KPS_PK] = Komposisi tanaman pokok ( Pohon)
- [KPS_LN] = Komposisi tanaman lain (Pohon)
- [SUNGAI] = Jarak Lokasi codot ke sungai
- [JLN] = Jarak Lokasi codot ke jalan Utama
- [DESA] = Jarak Lokasi codot ke desa
-.[KRP] = Kerapatan
- αo,α1, α2...... α7 = Parameter variabel
- e1 = disturbanceerror
3.3.1.2 Variabel Kinerja Sosial terhadap Pendapatan Petani Kopi Codot
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan pendapatan petani
dipengaruhi oleh beberapa variabel sosial seperti tertera dalam Tabel 1.
Tabel 1. Varibel-variabel sosial terhadap pendapatan berdasarkan penelitian
sebelumnya
No Nama Penulis Variabel-Variabel
1 Chuzaimah, dkk.
(2016)
1. Pendapatan usahatani padi lebak (Rp/mt)
2. Umur petani (Th)
3. Pendidikan petani (Th)
4. Luas lahan (Ha) **
5. Jumlah anggota keluarga (Org)
6. Pengalaman usahatani (Th)
2. Tutik, W. R. dkk.
(2013)
1. Umur ** (Th)
2. Pendidikan**
3. Luas Lahan (Ha)
4. Pendapatan (Rp)
5. Jarak tempat tinggal dengan lokasi penjualan
(Km)
3. Fitrawan, R. dkk.
(2015)
1. Umur Penyadap (Th)
2. Tingkat Pendidikan (Th)
3. Jumlah anggota Keluarga (Org)
4. Luas lahan (Ha)
5. Produksi getah pinus (Kg)**
36
Tabel 1 (lanjutan)
No Nama Penulis Variabel-Variabel
4 Pasha, R. (2009) 1. Jumlah anggota keluarga responden (Org)
2. Lama bermukim ( Th)
3. Tingkat pendidikan responden**
4. Tingkat pendapatan**
5. Lamanya penggunaan lahan responden**
6. Tingkat umur (Th)
7. Jumlah lahan yang dikuasai
8. Jumlah anggota keluarga produktif
5 Choirotunnisa, dkk.
(2008)
1. Umur (Th)**
2. Luas penguasaan lahan (Ha)
3. Pendidikan formal**
4. Pendapatan
5. Pengalaman
6. Pendidikan non forma**
Keterangan
**= Berpengaruh nyata
Berdasarkan tabel di atas variabel –variabelkinerja sosial yang berpengaruh nyata
terhadap pendapatan adalah umur responden, suku, hari orang kerja, pendidikan
formal, pendidikan non formal, luas lahan, lama pemanfaatan lahan, lama menjadi
anggota dan produksi kopi codot. Variabel- variabel tersebut dianalisis untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel sosial terhadap pendapatan
petani kopi codot. Persamaan variabel kinerja sosial kopi codot terhadap
pendapatan petani kopi codot secara matematis ditulis dengan rumus..
[Y2]i=αo+α1.[UMR] i+ α2. [D1_JAWA] i – α3. [D1_OGAN] i + α4. [D1_SNDA] i +
α2.[LH] i+ α4.[HOK] i + α5.[D2_SD] i+α6.[D2_SMP] i+ α7.[D2_SMA] i+ α8.
[D3_PT]i+ α9.[PLHTN] i+ α10. [PNLYN] i+ α11.[LPMNFTN] i+ α12.[LMA] i
+α13.[PRDKSI] i+e2
Keterangan - [Y2] = Tingkat pendapatan
- [UMR] = Umur
- [D1_JAWA] = Suku Jawa
- [D1_OGAN] = Suku Ogan
37
- [D1_SNDA] = Suku Sunda
- [LH] = Luas Lahan
- [HOK] = Harian Orang Kerja
- [D2_SD] = Pendidikan Formal SD
-.[D2_SMP] = Pendidikan Formal SMP
- [D2_SMA] = Pendidikan Formal SMA
- [D2_PT] = Pendidikan Formal Perguruan Tinggi
- [DNF_PLTN] = Pendidikan Non Formal Pelatihan
- [DNF_PNYN] = Pendidikan Non Formal Penyuluhan
- [LMA] = Lama menjadi Anggota HKm Beringin Jaya
- [LPMNFTN] = Lama Pemanfaatan lahan untuk budidaya kopi
- [PROD] = Produksi kopi codot
- αo,α1, α2...... α11 = Parameter variabel
- e2 = disturbanceerror
Analisis yang digunakan adalah analisis linier berganda karena dalam penelitian
ini menggunakan lebih dari satu varibel. Analisis regresi merupakan metode
statistik yang dipergunakan untuk menentukan kemungkinan bentuk hubungan
antara variabel- variabel dan tujuannya adalah untuk memperkirakan nilai dari
suatu variabel dalam hubungannya dengan variabel yang diketahui. Pengujian
terhadap parameter regresi menggunakan uji t-student dan uji F. Pengujian Uji uji
t-student digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh parsial
(sendiri) yang diberikan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) hal ini
sesuai dengan pernyataan Sugiyono (2011). Uji statistik t student pada dasarnya
menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam
menerangkan variasi variabel terikat. Uji F digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh simultan (bersama) yang diberikan variabel bebas (X) terhadap
varibel terikat (Y). Hal ini sesuai dengan pernyataan Umar (2011), Uji statistik F
pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat.
38
3.3.2 Kontribusi Kopi Codot
Menurut Aminah dkk. (2013) kontribusi petani hutan rakyat terhadap pendapatan
dapat dihitung dengan pembagian antara pendapatan petani hutan rakyat dengan
pendapatan total. Kontribusi kopi codot dapat dihitung dengan rumus.
KRKC = PKC x 100%
PT
PT = PKC + PK
Keterangan:
KRKC = Kontribusi kopi codot
PKC = Pendapatan dari kopi codot
PT = Pendapatan total petani dari lanskap agroforestri kopi
PK = Pendapatan dari kopi
3.4 Pelaksanaan
Arikunto (2011) mengatakan jika populasi lebih dari 100 maka batas error yang
dapat digunakan dalam penelitian adalah 10 -15%. Batas eror yang digunakan
dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah 15% karena sudah menunjang
data penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan rumus dalam menentukan
jumlah sampel.
N
n = ————
N (e)² + 1
n = 561
561(0,15)2
+ 1
= 561
13,62
= 41,18 = 42
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N= Jumlah populasi petani
agroforestri kopi codot
e = Batas error 15 %
1 = Bilangan konstan.
39
3.5 Pengamatan
3.5.1 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah.
a. Data Primer
Jenis data primer meliputi tingkat pendapatan, umur responden, jumlah anggota
keluarga, pendidikan formal, pendidikan non formal, produksi, hari orang kerja,
luas lahan, lama penggunaan lahan, titik habitat codot, sumber pakan codot,
kerapatan tajuk agroforestri, komposisi tanaman agroforestri dan jarak tanam
agroforestri.
b. Data sekunder
Jenis data sekunder meliputi data yang telah tersedia dalam bantuk catatan tertulis.
Data ini meliputi gambaran umum lokasi penelitian dan luas kelola HKm Bringin
Jaya.
3.5.2 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara.
a. Observasi
Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung terhadap aktivitas wanita tani
hutan dalam upaya meningkatkan pendapatan. Teknik observasi ini bertujuan
untuk mendukung data primer.
b. Wawancara
Data dikumpulkan melalui tanya jawab yang dilakukan langsung terhadap
responden dengan menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara
40
terstruktur dan panduan pertanyaan yang telah dipersiapkan.
c. Studi pustaka
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yang berkaitan dengan
penelitian ini, menggunakan teknik mengumpulkan berbagai data penunjang
penelitian yang diperoleh dari jurnal terkait, prosiding, buku serta data-data
lainnya dari lembaga atau instansi terkait.
69
V. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan yang dari pengaruh lanskap agroforestri dan kineja sosial terhadap
pendapatan petani kopi codot di Kabupaten Tanggamus adalah
1. Variabel-variabel lanskap agroforestri yang berpengaruh nyata terhadap jumlah
titik ditemukanya kopi codot adalah jarak lahan pemanfaatan ke sungai dan
jumlah tanaman pisang sedangkan ketersediaan pakan, kerapatan tanaman,
jumlah pohon cengkeh, jumlah pohon alpukat, jarak jalan dan desa ke lahan
pemanfaatan memiliki pengaruh yang tidak nyata.
2. Variabel-variabel sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan
petani kopi codot adalah penyuluhan, hari orang kerja dan produksi sedangkan
umur, suku, pendidikan formal, pelatihan, lama pemanfaatan lahan, lama
menjadi angggota HKm memiliki pengaruh yang tidak nyata.
3. Kontribusi pendapatan kopi codot terhadap petani kopi codot hanya 2%
dibandingkan pendapatan total dari lahan agroforestri kopi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti menyarankan untuk
melakukan penelitian terkait dengan jenis kelelawar yang memakan kopi tersebut.
5.1 Simpulan
5.2 Saran
70
Selain itu penelitian tentang karakteristik sosial ekonomi kopi codot yang
dilakukan dibeberapa studi areal Hutan Kemasyarakatan (HKm).
71
DAFTAR PUSTAKA
72
DAFTAR PUSTAKA
Admadhani, D.N., Haji, A.T.S. dan Susanawati, D.L. 2012. Analisis ketersediaan
dan kebutuhan air untuk daya dukung lingkungan (studi kasus kota malang).
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 5(1) :23-31.
Aklimawati, L. 2014. Potensi Ekonomi Kakaos Ebagai Sumber Pendapatan
Petani. Buku. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. 30 hlm.
Aminah, L.N., Qurniati, R.dan Wahyu, H. 2013.Kontribusi hutan rakyat terhadap
pendapatan petani di desa buana sakti di kecamatan batanghari kabupaten
lampung timur. Jurnal Sylva Lestari. 1(1):47-54.
Annisatuzahroh. 2015. Kajian Antomi Organ Reproduksi Codot Jantan. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga.Yogyakarta. 113 hlm.
Arikunto, S. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Buku. Rineka
Cipta. Jakarta. 30 hlm.
Arifin, Z. 2008. Metodelogi Penelitan Pendidikan. Buku. Lentera Cendikia.
Surabaya. 40 hlm.
Ariyanto, S. 2015. Agroforestri Berbasis Kopi Training of Trainer (ToT)
Budidaya Kopi Arabika Gayo secara Berkelanjutan, diselenggarakan oleh
Yayasan Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo bekerja sama dengan
Canada - Indonesia Trade Private Sector Assistant Project (TPSA) dan
Kebun Percobaan (KP) Gayo. Buku. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP). Aceh. 49 hlm.
Asmi, MT., Qurniati R. dan Haryono, D. 2013. Komposisi tanaman agroforestri
dan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga di desa pesawaran
indah kabupaten pesawaran lampung. Jurnal Sylva Lestari. 1(1): 55-64.
Asriadi, A. 2010. Kelimpahan Sebaran dan Keaneragaman Kelelawar Pada Pola
Pengelolaan Gos yang Berbeda di Kawasan Kars Jawa Tengah. Skripsi.
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 56 hlm.
Baliton, R.S., Wulandari, C., Landicho L.D., Cabahug, R.E.D., Paelmo, R.F.,
Comia, R.A., Visco, R.G., Budiono, P., Herwanti, S. dan Castillo A.K.S.A.
2017. Ecological services of agroforestry landscapes inselected watershed
areas in the philippines and indonesia. Jurnal Biotropia. 4(1) :71 84.
73
Beckline, M., Yujun, S., Vette, B., John, A.B., Achankap, B.M., Saeed, S.,
Richard, T., Wose, J. dan Paul, C. 2017.Perspectives of remote sensing and
gis applications intropical forest management. American Journal of
Agriculture and Forestry. 5(3) :33-39.
Benedict, R.A. dan Billeter, M.C. 2004. Discarded bottles as a cause of mortality
in small vertebrates. Jurnal Southeastern Naturalist. 1(3):371-377.
Bumbut, P.I., Kartono, A.P. dan Maryanto, I. 2016. Keanekaragaman jenis dan
pemanfaatan sumberdaya oleh kelelawar sub ordo megachiroptera di taman
wisata alam gunung meja manokwari, papua barat (species diversity and
resource use of bat (sub order megachiroptera) in natural tourism park of
gunung meja manokwari, papua barat). Jurnal Biologi Indonesia. 12(1):99-
117.
BPS [Badan Pusat Statistik] Provinsi Lampung. 2014. Lampung Dalam Angka
2014. Buku. BPS Provinsi Lampung. Lampung. 70 hlm.
BPS [Badan Pusat Statistik] Provinsi Lampung. 2015. Lampung Dalam Angka
2015. Buku. BPS Provinsi Lampung. Lampung. 210 hlm.
Cahyono. 2009. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar plot pengembangan
agroforestry di bagian hulu waduk delingan. Journal of Forestry. 97(3):25-
30.
Choirotunnisa., Sutarto. dan Supanggyo, M.P. 2008. Hubungan karakteristik
sosial ekonomi petani dengan tingkat penerapan model pengelolaan
tanaman terpadu padi sawah di desa joho kecamatan mojolaban kabupaten
sukoharjo. Jurnal Agritexts. 24(2):190-2-4.
Chuzaimah, N., Lastinawati, E. dan Febriyansyah, A. 2016. Pengaruh
karakteristik sosial ekonomi petani terhadap pendapatan usahatani padi
lebak di desa pemulutan ulu. Prosiding Seminar Nasional Biologi 1. 331-
344.
Damayanti, I. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Pedagang Pasar Gede Kota Surakarta. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.
Solo. 76 hlm.
Dewi. 2012. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Faktor Produksi
Pada Usahatani Kubis di Kabupaten Karayangan. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret. Solo. 85 hal.
Ekawati, S. dan Nurrochmat, D.R. 2014. Hubungan modal sosial dengan
pemanfaatan dan kelestarian hutan lindung. Jurnal Analisis Kebijakan
Kehutanan.11 (2):40-53.
74
Ernawi. 2009. Kearifan lokal dalam perspektif penataan ruang. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Arsitektur. 3(1):77-78.
Fatem, A.M., Bumbut, P.I. dan Ungirwalu, A. 2006. Habitat kelelawar buah
(dobsonia minor) di hutan tropis dataran rendah nuni pantai utara
manokwari. Jurnal Media Konservasi. 9(1) : 17-27.
Fathurrohmah, A. 2014. Pengaruh Pohon Penaung Leda (Eucalyptus Deglupta
Bl.) dan Suren (Toona Sureni Merr.) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Kopi (Coffea Arabica L.). Buku. IPB Pres. Bogor. 23 hlm.
Fitrawan, R., Umar, S. dan Irmasari. 2015. Analisis ekonomi prospektif
pengembangan kph berbasis phbm di desa karya mukti. Jurnal Warta
Rimba. 29(1):145-152.
Gunawan, I. 2011. Pengaruh Umur Jam Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Jumlah
Tanggungan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan
Gianyar Kabupaten Gianyar. Skripsi. Universitas Udayana. Denpasar. 55
hlm.
Hafif, B. 2014. Pengembangan Perkebunan Kopi Berbasis Inovasi di Lahan
Kering Masam. Buku. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung. 45
hlm.
Hairiah, K. 2010. Agroforestri Kopi Untuk Mempertahankan Cadangan Karbon
Lanskap. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. 69 hlm.
Hutauruk, E.H. 2009. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Petani Terhadap
Tingkat Produktivitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya Terhadap
Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Tesis. Universitas
Sumatera Utara. Medan. 45 hlm.
Hermanto. 2007. Rancangan Kelembagaan Tani. Buku. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor. 33 hlm.
Higuchi, A., Masahiro, M. dan Susumu, F. 2012. The impact of socio-economic
characteristics on coffee farmers’ marketing channel choice: evidence from
villa rica, peru. Jurnal Sustainable Agriculture Research.1(1) :13-18.
Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 210 hlm.
Iqbal, H.M. 2014. Hubungan inang ekto parasit pada kelelawar pemakan buah di
kampus universitas indonesia depok. Jurnal F. MIPA. 2(2):221-239.
Kadir, A.W., Awang, A., Purwanto, R.H. dan Poedjirahajoe, H. 2012. Analisis
kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar taman nasional bantimurung
bulusaraung, provinsi sulawesi selatan. Jurnal Manusia dan Lingkungan.
19(1):1-11.
75
Kaskoyo, H., Mohammed, A.J. and Inoue, M. 2014. Keadaan hutan rakyat saat
ini(hutan kemasyarakatan/hkm) program di hutan lindung dan tantangannya:
kasus belajar di provinsi lampung, indonesia. Jurnal of Forest and
Environmental Science. 30(1): 15-29.
Kaswanto dan Mutaqqin, T. 2013. Revitalisasi Pekarangan Sebagai Lanskap
Agroforestri Skala Mikro untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat.
Skrisi.Universitas Sumatera Utara. Medan. 45 hlm.
Kattel, R.R. 2017. Impacts of group organic certification of coffee on socio-
economic and environmental sustainability in nepal. Jurnal Agriculture And
Forestry. 1(12):49-60.
Kogoya, W., Kainde, R., Nurmawan, W. dan Tulungen, A.G. 2014. Studi Praktek
Agroforestri di Desa Talawaan Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa
Utara. Skripsi. Universitas Teknologi Sulawesi Utara. Menado. 66 hlm.
Kholifah, U.N., Wulandari, C., Santoso, T. dan Kaskoyo, H. 2017. Kontribusi
agroforestri terhadap pendapatan petani di kelurahan sumber agung
kecamatan kemiling kota bandar lampung. Jurnal Sylva Lestari. 5(1):39-47.
Kinasih, I., Cahyanto, T., Widiana, A., Kurnia, D.N.I., Julita, U. dan Putra, R.E.
2016. Soil invertebrate diversity in coffee-pine agroforestry system at
sumedang, west java. Jurnal biodiversitas. 17(6):473-478.
KPH Kota Agung Utara. 2013. RPJP KPHL Model Kota Agung Utara 2014-2023.
Kantor pemerintahan KPHL Model Kota Agung Utara Tanggamus. 76 hlm.
Kuncoro, M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Bagaimana Meneliti
dan Menulis Tesis. Buku. Erlangga. Jakarta. 33 hlm.
Kurniatun, H.dan Subekti, R. 2006. Layanan lingkungan agroforestri berbasis
kopi: cadangan karbon dalam biomasa pohon dan bahan organik tanah
(studi kasus dari sumberjaya, lampung barat). Jurnal Agrivita. 28(2):289-
309.
Kuzn, T.H. dan Parsons. 2009. Bat Ecology. Buku. University of Chicago Press.
Chicago. 89 hlm.
Liswanti, N., Indawan, A.I., Sumardjo, I. dan Sheil, D. 2004. Persepsi masyarakat
dayak merap dan punantentang pentingnya hutan di lansekap hutan tropis,
kabupaten malinau, kalimantan timur. Jurnal Manajemen Hutan Tropika.
10(2):1-13.
Lubis, Y., Hermanto, B. dan Edison, E. 2018. Manajemen dan Riset Sumber Daya
Manusia. Buku. Penerbit Alfabeta. Bandung. 26 hlm.
76
Martini, D.P. 2012. Partisipasi tenaga kerja perempuan dalam meningkatkan
pendapatan keluarga. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan. 5 (1) : 119-124.
Martin, E. 2014. Subsistensi Petani Kopi: Memahami Dinamika Pengembangan
Agroforestri di Dataran Tinggi Sumatera Selatan. Buku. Balai Penelitian
dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Palembang. 77 hlm.
Maryati. 2008. Identifikasi sumber pakan kelelawar pemakan buah dan nektar sub
ordo Megachiroptera berdasarkan analisis pollen di kawasan taman nasional
gunung cermai. Journal of Repository. 1(2):23-24.
Meiri, A., Nurmalina, R. dan Rifin, A. 2013. Analisis perdagangan kopi indonesia
di pasar internasional. Jurnal Buletin Ristri. 4(1): 39-46.
Mindawati, M.T., Susilowati, D. dan Lia, R. 2013. Aplikasi sistem informasi
geografis (sig) dalam analisis pemanfaatan dan pengelolaan ruang terbuka
hijau kota (rthk) studi kasus: kota depok. Jurnal Biosfera. 29 (1) :77-88.
Minai, J.M., Nyairo, N. dan Mbataru, P. 2014. Analysis of socio-economic factors
affecting the coffee yields of smallholder farmers in kirinyaga county,
kenya. Jurnal Agricultural and Crop Research. 2 (3) :228-235.
Murthy, I.K., Dutta, S., Varghese, V., Josy, P.P. dan Kumar, P. 2016. Impact a
agroforestry systems on ecological and social-economics. Jurnal Of Science
Frontier Resecarh. 16(15): 23-33.
Nadeak, N., Qurniaty, R. dan Hidayat, W. 2013. Analisis finansial pola tanam
agroforestri di desa pesawaran indah kecamatan padang cermin kabupaten
pesawaran provinsi lampung. Jurnal Sylva Lestari. 1(1): 65-74.
Naibaho, I.E., Latifah, S. dan Martial, T. 2015. Jenis Produk dan Pola
Agroforestri Di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 56 hlm.
Olivi, R., Qurniati, R. dan Firdasari. 2015. Kontribusi agroforestri terhadap
pendapatan petani di desa sukoharjo 1 kecamatan sukoharjo kabupaten
pringsewu. Jurnal Sylva Lestari. 3(1):1-12.
Pahlawanti, R dan Saroso, H.N. 2009. Hutan Kemasyarakatan: Melestarikan
Hutan Untuk Kesejahteraan Rakyat—Catatan 10 Tahun Program Hkm Di
Provinsi Lampung. Buku.Watala dan Partnership For Governance Reform
in Indonesia (PGR Indonesia). Bandar Lampung. 79 hlm.
Pasha, R. 2009. Hubungan kondisi sosial ekonomi masyarakat perambah hutan
dengan pola penggunaan lahan di taman nasional bukit barisan selatan.
Jurnal Organisasi dan Manajemen. 5(1):82-94.
77
Pattiselanno, F. dan Bumbut, P.I. 2011. Jenis kelelawar pemakan buah
(pteropodidae) di taman wisata alam gunung meja manokwari. Jurnal
Biosfera. 29(1):78-89.
Patty, W. 2010. Perbedaan penggunaan intensitas cahaya lampu terhadap hasil
tangkapan bagan apung di perairan maluku tenggara. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. 6 (3): 134-144.
Perfecto, I. Dan Vandermeer, J. 2008. Spatial pattern and ecological process in the
coffee agroforestry system. Journal Ecological Society of America. 48
(1):915-920.
Piter, F., Setyawati, T.R. dan Lovadi, I. 2015. Karakteristik populasi dan habitat
kelelawar hipposideros cervinus. Jurnal Protobiont. 4(1):77-83.
Pujowati, P., Arifin, S.H. dan Mugnisjah, Q.W. 2010. Analisis sosial ekonomi
masyarakat di daerah aliran sungai karang mumus dalam rencana
pengelolaan lansekap agroforestri. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan.
7 (1): 33-45.
Purwanto. 2007. Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem
agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung. Jurnal pelita
Perkebunan. 23(4):23-56.
Putra, M.I.H. 2014. Hubungan inang-etoparasit pada kelelawar pemakan buah di
kampus universitas indonesia. Jurnal F. MIPA.3(1):123-138.
Prasetyo, P.N., Noerfahmy, S. dan Tata, H.L. 2011. Jenis-jenis Kelelawar
Agroforest Sumatra. Buku. World Agroforestry Centre ICRAF SEA
Regional Office. Bogor. 75 hlm.
Prayogi, R. dan Danial, E. 2016. Pergeseran nilai-nilai budaya pada suku bonai
sebagai civic culture dikecamatan bonai darussalam kabupaten rokan hulu
provinsi riau. Jurnal Humanika. 23(1):61-79.
Puspasari, E., Wulandari, C., Darmawan, A. dan Banuwa, I.S. 2017. Aspek sosial
ekonomi pada sistem agroforestri di areal kerja hutan kemasyarakatan (hkm)
kabupaten lampung barat, provinsi lampung. Jurnal Sylva Lestari. 5(3):95-
103.
Rahman, E., Rohandia. dan Hany,A. 2010. Evaluasi penerapan pola tanam jenis
potensial pada hutan rakyat. Prosiding Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.
79-88.
78
Riyanto, D., Wulandari, C., Darmawan, A. dan Setiawan, A. 2019. Analisis
spasial sebaran kopi codot menggunakan sistem informasi geografis.
Prosiding Seminar Nasional Biologi 4. 33-42.
Rivai, V. 2004. Manajemen Sumber Daya Masnusia Untuk Perusahaaan. Buku.
PT Grafindo Persada. Jakarta. 309 hlm.
Robert, A.R., Rene, S.C., Rex, M.D. dan Jefferson, A.H. 2016. Coffee farmers
socio-economic status, problems encountered and potential intervention for
the enhancement of the coffee industry in balbalan, kalinga, philippines.
Jurnal Social Science and Humanities Research. 4(1):577-583.
Rohana. 2016. Pemberdayaan kelompok industri rumah tangga sarung tenun
samarinda oleh dewan kerajinan nasional kota samarinda. Journal Sosiatri
dan Sosiologi. 4 (2): 22-33.
Rohmayanto. 2019. Kajian sosiologis pemasaran sengon hutan rakyat di
kabupaten wonosobo. Jurnal Hutan Rakyat. 4(2):24-46.
Rondinini, C. dan Doncaster, C.P. 2002. Jalan sebagai hambatan untuk pergerakan
landak. Journal Fuctional Ecology. 16(1):504-515.
Rosalia, F. dan Ratnasari, Y. 2016. Analisis pengelolaan hutan kemasyarakatan
disekitar kawasan hutan lindung register 30 kabupaten tanggamus provinsi
lampung tahun 2010. Jurnal Sosiohumaniora. 18(1): 34-38.
Rosari, R., Bakri, S., Santoso, T.dan Wardani, D.W.S.R. 2017. Pengaruh
perubahan penggunaan lahan terhadap insiden penyakit tuberkulosis paru:
studi di provinsi lampung. Jurnal Sylva Lestari.5(1): 71-80.
Rosyid, M. dan Rudiarto. 2014. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat petani
kecamatan bandar dalam sistem livelihood pedesaan. Jurnal Geoplanning.
1(12):74-84.
Rosalia, F. dan Ratnasari, Y. 2016. Analisis pengelolaan hutan kemasyarakatan
disekitar kawasan hutan lindung register 30 kabupaten tanggamus provinsi
lampung tahun 2010. Jurnal Sosiohumaniora. 18(1): 34-38.
Salminah, M., Alviya, I., Arifanti, V.B. dan Maryani, R. 2014. Karakteristik
ekologi dan sosial ekonomi landscape hutan pada das kritis dan tidak kritis:
studi kasus di das baturusa dan das cidanau. Jurnal Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan. 11(20):119-13.
Santosa, H.R. 2016. Respons pertumbuhan tanaman kopi robusta (coffea robusta
l.) tercekam aluminium di lahan reklamasi bekas tambang batubara
bervegetasi sengon (periode el nino). Jurnal Agrikultura. 27(3):124-131.
79
Sanudin.2013. Agroforestri di negara berkembang dan negara maju:suatu
perbandingan. Prosiding seminar agroforestri. 4(2):166-176.
Saragih, J.R. 2018. Aspek ekologis dan determinan produksi kopi arabika spesialti
di wilayah dataran tinggi sumatera utara. Jurnal Wilayah dan Lingkungan.
6(2):74-87.
Sari, K.M. 2014. Studi anatomi otak codot (rousettus sp) sebagai satwa liar
reservoir alami penyakit rabies. Jurnal Sains Veteran. 32 (2):417-419.
Sardjono, A.S., Djogo, H.S. Arifin, T. dan Wijayanto, N. 2003. Klasifikasi dan
Pola Kombinasi Komponen Agroforestry. Buku. ICRAF. Bogor. 33 hlm.
Sarno. dan Setiawan, B.H. 2013. Analisis karakteristik sosial ekonomi yang
mempengaruhi tingkat pendapatan petani melati gambir di kecamatan rakit
kabupaten banjarnegara jawa tengah. Jurnal Pembangunan Pedesaaan.
4(1):12-25.
Sastrapradja, S. (2010). Keanekaragaman Hayati Pertanian Menjamin
Kedaulatan. Buku. LIPI Press. Jakarta. 34 hlm.
Senoaji, G. 2009. Kontribusi hutan lindung terhadap pendapatan masyarakat desa
disekitarnya. Studi kasus di desa air lanang, bengkulu. Jurnal Manusia dan
Lingkungan. 16(1):12-23.
Setiawan, S.,Wulandari, C., Yowono, S.B. dan Bakri, B. 2019. Pengaruh
pendidikan dan pengalaman petani terhadap kelestarian agroforestri kopi
codot di hkm beringin jaya. Prosiding Nasional Biologi 4. 201-214.
Sobari, I,. Sakiroh. dan Purwanto, P.H. 2012. Pengaruh jenis tanaman
penaungterhadap pertumbuhan dan presentase tanaman berbuah pada
kopiarabika varietas kartika 1. Jurnal Ristri. 3(3):217-222.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Buku. Afabeta.
Bandung. 66 hlm.
Sumardi. 2011. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Buku. Rajawali. Jakarta.
55 hlm.
Suprapti, E. 2018. Pengaruh modal, umur, jam kerja dan pendidikan terhadap
pendapatan pedagang perempuan pasar barongan bantul. Jurnal Pendidikan
dan Ekonomi. 7(1):1-11.
Supriadi, H. 2015. Prospek pengembangan agroforestri berbasis kopi di indonesia.
Jurnal Perspektif. 14(1):135-150.
80
Surapto, B.A. 2006. Identifikasi jenis dan peranan kelelawar buah penyesap nira
kelapa di kecamatan kokap kabupaten kulon progo. Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesi. 12(2):13-24.
Suryani, E. dan Dariah. 2012. Peningkatan produktivitas tanah melalui sistem
agroforestri. Jurnal Sumberdaya Lahan. 6(1):123-134.
Susanti, R. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai
Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Go Public yang Listed Tahun
2005-2008). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. 78 hlm.
Susanto, A. 2000. Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Perambah
Hutan Dengan Pola Penggunaan Lahan di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan. Skripsi. UniversitasTerbuka. Lampung. 53 hlm.
Suprayoga, D., Widianto, P.P.,Widodo, R.H., Rusiana, F., Aini, Z.Z., Khasanah,
N. dan Kusuma, Z. 2003. Degradasi sifat fisik tanah sebagai akibat alih
fungsi lahan hutan menjadi sistem kopi monokultur. Jurnal Agrivita.
26(1):61-68.
Supriyadi. 2014. Dampak agroforestri berbasis restorasi das pada tanah
berkualitas di sub das keduang, wonogiri, indonesia. Jurnal Sustainable
Development. 7(6):223-231.
Suyanto, A. 2002. Perilaku makan codot cynopterus spp. (chiroptera:
pteropooioae) di kebun raya bogor. Jurnal Zoo Indonesia. 29(3):59-65.
Syahyuti. 2007. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sebagai Kelembagaan
Ekonomi Kebijakan Pengembangan di Perdesaan. Buku. Alfabeta.
Bandung. 47 hlm.
Syofiandi, R.R., Hilmanto, R. dan Herwanti, S. 2016. Analisis pendapatan dan
kesejahteraan petani agroforestri di kelurahan sumber agung kecamatan
kemiling kota bandar lampung. Jurnal Sylva Lestari 4(1): 7-26.
Tamasuki, K., Wijayanti, F. dan Fitriana, N. 2015. Komunitas Kelelawar (Ordo
Chiroptera) di Beberapa Gua Karst Gunung Kendeng Kabupaten Pati Jawa
Tengah. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 59 hlm.
Thursiana, A., Nurdjali, B. dan Nurhaida. 2017. Jenis kelelawar pemakan buah
(pteropodidae) di kawasan guathang raya kecamatan beduai kabupaten
sanggau kalimantan barat (species of frugivorous bats (pteropodidae) in the
area of thang raya cave beduai subdistric of sanggau regency west
kalimantan). Jurnal Hutan Lestari. 5 (2) :382-397.
81
Tutik, W.R., Suwarto. dan Sundari, M.T. 2013. Pengaruh Karakteristik Sosial
Ekonomi terhadap Keputusann Petani Padi Organik dalam Menjalin
Kemitraan Dengan Perusahaan Beras “Padi Mulya” Dikecamtan
Sumbirejo Sramgen. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Solo. 74 hlm.
Umar, H. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi 11. Buku.
PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 42 hlm.
Undang Undang No. 41 tahun 1999. Tentang Kehutanan Kantor Menteri Negara
Sekretaris Negara Republik Indonesia. Jakarta. 8 hlm.
Vivien, D.M., Claude, A., Garcia, C.G.K. dan Vaast, P. 2014. Trademarks,
geographical indications and environmental labelling to promote
biodiversity: the case of agroforestry coffee in india. Jurnal Development
Policy Review. 32(3):379–398.
Vildan, S., Bayyurt, N. dan Civan, A. 2009. Effect of formal education and
tranining on farmers income. Journal of Social Sciences. 7(1):52-62.
Widiyanto. 2012. Komposisi jenis dan pola agroforestry di desa sukarasa,
kecamatan tanjungsari bogor jawa barat. Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea. 3(2):119-128.
Winarni, S., Yuwono, S.B. dan Herwanti, S. 2016. Struktur pendapatan, tingkat
kesejahteraan dan faktor produksi agroforestri kopi pada kesatuan
pengelolaan hutan lindung batutegi (studi digabungan kelompok tani karya
tani mandiri). Jurnal Sylva Lestari. 4(1):1-10.
Wijayanti, F., Solihin, D.D., Alikodra, H.A.K. dan Maryanto, I. 2010. Pengaruh
fisik gua terhadap struktur komunitas kelelawar pada beberapa gua karst di
gombong kabupaten kebumen jawa tengah. Jurnal Biologi Lingkungan.
4(1):67-88.
Wiyatna, M. F. 2003. Potensi Indonesia sebagi Penghasil Pospat Guano
Kelelawar. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 34 hlm..
Wulandari, C. 2015. Studi persepsi masyarakat tentang pengelolaan landscape
agroforestri di sekitar sub das way besai provinsi lampung. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia. 15(3):137-148.
Yaherwandi, I., Manuwoto, S., Buchori, D., Hidyat, P. dan Prasetyo, L.B. 2007.
Keanekaragaman hymenoptera parasitoid pada struktur lansekap pertanian
berbeda di daerah aliran sungai (das) cianjur, jawa barat. Jurnal HPT
Tropika. 7(1): 10-20.
Yulistriani,T. 2013. Agroforestri kopi dan pengaruhnya terhadap layanan
ekosistem di daerah resapan air krisik (ngantang, kabupaten malang).
Prosiding Seminar Nasional Agroforestri. 3(1):135-146.
82
Yustian, K. 2012. Kajian Pakan Kelelawar Pemakan Buah (Megachiroptera) di
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Perkebunan. Skripsi.
Universitas Lampung. Lampung. 77 hlm.