`
PENGARUH KONSEP PRODUK, BUDAYA KONSUMSI, DAN
KELUARGA TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DALAM
MENGKONSUMSI PRODUK KEBAB
(Studi Kasus: Kebab Turki Baba Rafi)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian (S.P.)
Oleh
Adhi Tejo Dwicahyo
NIM: 111009200008
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1436 H
`
i
PENGARUH KONSEP PRODUK, BUDAYA KONSUMSI, DAN
KELUARGA TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DALAM
MENGKONSUMSI PRODUK KEBAB
(Studi Kasus: Kebab Turki Baba Rafi)
Adhi Tejo Dwicahyo
1110092000008
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015 M/1436 H
`
ii
PENGARUH KONSEP PRODUK, BUDAYA KONSUMSI, DAN
KELUARGA TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DALAM
MENGKONSUMSI PRODUK KEBAB
(Studi Kasus: Kebab Turki Baba Rafi)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
Adhi Tejo Dwicahyo
1110092000008
Menyetujui,
`
iv
iii
`
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Januari 2015
Adhi Tejo Dwicahyo
1110092000008
`
`
vi
RINGKASAN
Adhi Tejo Dwicahyo, Pengaruh Konsep Produk, Budaya Konsumsi, Dan
Keluarga Terhadap Perilaku Konsumen Dalam Mengkonsumsi Produk Kebab
(Studi Kasus: Kebab Turki Baba Rafi). Di bawah bimbingan Nunuk Adiarni dan
Mudatsir Najamuddin.
Perilaku merupakan salah satu aspek penting sebagai cerminan kehidupan
seorang manusia. Perilaku merupakan suatu hal yang terlihat pada masing-masing
individu manusia dan dapat berlaku dalam berbagai macam aspek, salah satunya
perilaku konsumen. Hawkins dan Motherbough menyatakan bahwa perilaku
konsumen mempelajari individu, kelompok, atau organisasi dan proses yang
mereka gunakan untuk memilih, mengamankan, menggunakan, dan membuang
produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan serta dampak
dari proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat. Schiffman dan Kanuk
menyatakan bahwa perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor pemasaran dan
faktor lingkungan sosial budaya.
Kebab sebagai makanan khas Timur Tengah memiliki perbedaan dengan
budaya Indonesia kemudian diadopsi dan disesuaikan dengan lidah orang
Indonesia. Perbedaan tersebut menjadi pertanyaan menarik bagaimana produk
yang bukan merupakan produk asli Indonesia dapat diterima oleh masyarakat
serta bagaimana pengaruh faktor-faktor pemasaran maupun lingkungan sosial
budaya dapat memengaruhi perilaku konsumen dalam mengkonsumsi kebab.
Penelitian terhadap perilaku konsumen kebab menggunakan SEM dengan
pendekatan PLS dengan melakukan penggambaran model untuk melihat arah-arah
kausalitas dari masing-masing indikator terhadap subvariabel maupun terhadap
variabel. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pengaruh keluarga memiliki
pengaruh paling kuat dan signifikan terhadap perilaku konsumen dalam
mengkonsumsi kebab dibandingkan dengan budaya konsumsi dan konsep produk.
Kata kunci: Perilaku, Konsumen, Pemasaran, Lingkungan Sosial Budaya, Kebab,
SEM, PLS, Pengaruh Keluarga, Budaya Konsumsi, Konsep Produk.
`
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Perilaku Konsumen dalam Mengkonsumsi Kebab”. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk menyelesaikan program studi Strata-1 di Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa materil dan moral yang
sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu
pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Acep Muhib, MM, selaku Ketua Program Studi Agribisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, SP, MMA, selaku Sekretaris Program Studi
Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Nunuk Adiarni, MM selaku dosen pembimbing pertama yang telah
membimbing untuk memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.
5. Bapak Ir. Mudatsir Najamuddin, MM selaku dosen pembimbing kedua yang
telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi yang baik.
6. Bapak Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM, selaku dosen penguji pertama yang
telah membantu penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.
7. Ibu Drh. Zulmanery, MM, selaku dosen penguji kedua yang telah membantu
penulis untuk menyempurnakan penyusunan skripsi
`
viii
8. Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat
disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan
pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.
9. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Djoko Lagijono dan Ibu Tri Haryani
yang telah membimbing anaknya serta tak pernah lelah memberikan
semangat serta motivasi.
10. Kedua sahabat saya, Atinda Yuliana M. dan Pungky Erawati yang selalu
memberikan dukungan.
11. Teman-teman Agribisnis angkatan 2010 yang telah banyak membantu saya
melewati masa-masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini mungkin masih banyak kekurangannya.
Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata penyusun mengharapkan penelitian
ini bermanfaat dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.
Jakarta, Januari 2015
Penulis
`
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ........................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ v
RINGKASAN ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makanan Siap Saji.......................................................................... 7
2.2 Tinjauan Produk dalam Aspek Keislaman ..................................... 8
2.3 Perilaku Konsumen ........................................................................ 9
2.4 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen .......................... 12
2.4.1 Faktor Budaya ..................................................................... 12
2.4.2 Keluarga .............................................................................. 14
2.4.3 Faktor Pribadi ...................................................................... 16
2.4.3.1 Usia ......................................................................... 16
2.4.3.2 Pekerjaan................................................................. 16
`
x
2.4.3.3 Kondisi Ekonomi .................................................... 17
2.4.3.4 Gaya Hidup ............................................................. 17
2.4.4 Faktor Psikologis ................................................................. 18
2.4.4.1 Motivasi .................................................................. 18
2.4.4.2 Persepsi ................................................................... 18
2.4.4.3 Sikap ....................................................................... 19
2.4.5 Faktor Usaha Pemasaran..................................................... 20
2.5 Penelitian Terdahulu .................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 23
3.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 23
3.2.1 Data Primer ......................................................................... 23
3.2.2 Data Sekunder ..................................................................... 23
3.3 Populasi dan Sampel .................................................................... 24
3.4 Unit Analisis Data ........................................................................ 27
3.5 Variabel Penelitian ....................................................................... 27
3.6 Kerangka Pemikiran dan Model Penelitian.................................. 29
3.6.1 Kerangka Pemikiran ............................................................ 29
3.6.2 Model Penelitian. ................................................................ 31
3.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ............................................ 34
3.7.1 Validitas Instrumen ............................................................. 34
3.7.2 Reliabilitas Instrumen ......................................................... 35
3.8 Metode Analisa Data .................................................................... 36
3.8.1 Analisis Statistik deskriptif ................................................. 36
3.8.2 Analisis Structural Equation Modelling (SEM) .................. 36
3.9 Validasi Model ............................................................................. 54
3.9.1 Validasi Model Formatif ..................................................... 54
3.9.2 Validasi Model Reflektif ..................................................... 56
3.10 Definisi Operasional..................................................................... 60
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah .......................................................................................... 61
4.2 Perkembangan Perusahaan ........................................................... 64
4.3 Konsep Produk ............................................................................. 66
4.4 Aktivitas Pemasaran ..................................................................... 69
`
xi
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden .............................................................. 71
5.1.1 Jenis Kelamin...................................................................... 71
5.1.2 Usia ..................................................................................... 72
5.1.3 Pendidikan .......................................................................... 72
5.1.4 Respon Responden terhadap Makanan Siap Saji dan
Kebab .................................................................................. 73
5.1.5 Fitur dan Manfaat yang Diharapkan oleh Responden ........ 75
5.2 Model Akhir Penelitian ................................................................ 78
5.3 Pengaruh Budaya Konsumsi terhadap Perilaku Konsumen ......... 83
5.3.1 Model Akhir Variabel Budaya Konsumsi .......................... 83
5.3.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel ........................... 85
5.3.2.1 Subvariabel Kebiasaan Konsumsi .......................... 86
5.3.2.2 Subvariabel Waktu Konsumsi ................................ 88
5.3.2.2 Subvariabel Frekuensi Konsumsi ........................... 90
5.4 Pengaruh Keluarga terhadap Perilaku Konsumen........................ 93
5.4.1 Model Akhir Variabel Pengaruh Keluarga ......................... 93
5.4.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel ........................... 95
5.4.2.1 Subvariabel Intensitas Interaksi .............................. 96
5.4.2.2 Subvariabel Dominasi Peran .................................. 99
5.5 Implikasi terhadap Perilaku Konsumen ..................................... 103
5.5.1 Model Akhir Variabel Perilaku Konsumen ...................... 103
5.5.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel ......................... 106
5.5.2.1 Motivasi ................................................................ 107
5.5.2.2 Persepsi ................................................................. 108
5.5.2.3 Sikap ..................................................................... 110
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 113
6.2 Saran ........................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 115
LAMPIRAN ........................................................................................................ 119
`
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Panduan Wawancara ................................................................................ 24
Tabel 2. Jumlah Penduduk Beberapa Kecamatan di Jakarta Selatan ..................... 26
Tabel 3. Penentuan Jumlah Sampel Penelitian ...................................................... 26
Tabel 4. Variabel Penelitian ................................................................................... 28
Tabel 5. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran
Variabel Laten Eksogen 1 ........................................................................ 41
Tabel 6. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran
Variabel Laten Eksogen 2 ........................................................................ 43
Tabel 7. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran
Variabel Laten Eksogen 3 ........................................................................ 45
Tabel 8.Keterangan Indikator pada Model Pengukuran
Variabel Laten Endogen .......................................................................... 47
Tabel 9. Hasil Awal Outer Loading ....................................................................... 56
Tabel 10. Hasil Akhir Outer Loading ................................................................... 57
Tabel 11. Hasil AVE dan Reliabilitas Komposit ................................................... 58
Tabel 12. Pengukuran Validitas Diskriminan ........................................................ 58
Tabel 13. Gambaran Umum Definisi Operasional ................................................. 60
Tabel 14. Klasifikasi Outlet Kebab Turki Baba Rafi Berdasarkan Lokasi ............ 63
Tabel 15. Fitur Kebab Turki Baba Rafi ................................................................. 67
Tabel 16. Klasifikasi Usia Responden ................................................................... 72
Tabel 17. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden ........................................... 72
Tabel 18. Alasan Mengkonsumsi Makanan Siap Saji ............................................ 74
Tabel 19. Alasan Pemilihan Merek Kebab ............................................................ 74
`
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 .Bagan Model Perilaku Konsumen ....................................................... 11
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran .................................................................. 30
Gambar 3. Model Penelitian .................................................................................. 33
Gambar 4 .Pemodelan Variabel Laten Eksogen 1 ................................................. 40
Gambar 5. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 2 ................................................. 42
Gambar 6. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 3 ................................................. 44
Gambar 7. Pemodelan Variabel Laten Endogen .................................................... 46
Gambar 8. Perkembangan Jumlah Outlet............................................................... 62
Gambar 9. Gedung PT. Baba Rafi Indonesia ......................................................... 64
Gambar 10. Sebagian Tahapan Pembuatan Tortilla Kebab Turki Baba Rafi ........ 68
Gambar 11. Model Akhir Penelitian ...................................................................... 79
Gambar 12. Model Statistik Akhir Penelitian ........................................................ 80
Gambar 13. Model Akhir Variabel Laten Eksogen 2 ............................................ 83
Gambar 14. Model Akhir Variabel Laten Eksogen 3 ............................................ 93
Gambar 15. Model Akhir Variabel Laten Endogen ............................................ 104
`
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner .................................................................................................... 119
2. Definisi Operasional ................................................................................... 126
3. Hasil Uji Validitas ...................................................................................... 131
4. Hasil Uji Reliabilitas................................................................................... 131
5. Hasil Validasi Model Formatif ................................................................... 132
6. Hasil Pengolahan Data dengan SmartPLS .................................................. 135
`
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan siap saji menurut Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 28
Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan ialah makanan yang
sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar
tempat usaha atas dasar pesanan. Smith (2012:xxxiii) menyatakan bahwa
makanan siap saji merupakan makanan yang mengandung kalori dalam jumlah
yang tinggi namun memiliki gizi yang rendah. Khomsan (2008:10) menyatakan
Gizi yang rendah atau tidak seimbang ini dikarenakan makanan siap saji
mengandung lemak dan garam yang tinggi dengan kandungan serat yang rendah.
Kehadiran makanan siap saji ini langsung disukai oleh masyarakat karena cocok
untuk gaya hidup modern (Sari, 2008:5). Ayam balut tepung, burger, bento, hot
dog, pizza, kebab, dan sandwich serta roti bakar merupakan contoh makanan siap
saji yang populer dan berkembang di Indonesia (Alamsyah, 2009:18-33).
Menurut Alamsyah (2009:12), salah satu alasan pemilihan makanan siap
saji ialah karena praktis. Lebih lanjut Alamsyah menjelaskan bahwa praktis
memiliki pengertian dapat memberikan solusi bagi rumah tangga yang tidak
memiliki waktu cukup untuk menyiapkan makanan di rumah. Konsumen di
tengah kesibukannya bisa membeli makanan siap saji tidak hanya dari restoran,
tetapi juga dari food service lain semacam supermarket, hypermart, atau counter
makanan yang siap dibawa pulang. Konsumen tinggal memilih makanan yang
diinginkan, dibungkus, dibawa pulang, dan disajikan di rumah.
`
2
Salah satu produk makanan siap saji ialah kebab. Kebab merupakan
makanan yang berasal dari Timur Tengah. Kebab menjadi salah satu makanan
siap saji yang dapat dijadikan sebagai alternatif bagi konsumen dalam memenuhi
kebutuhan terhadap makanan. Kebab memiliki perbedaan dibandingkan produk
makanan siap saji lainnya. Kebab terdiri dari roti tipis (tortilla), irisan daging,
sayur, saus dan mayonaise.
Kebab memiliki tortilla sebagai ciri khas produk. Tortilla merupakan roti
tipis yang membungkus bahan-bahan kebab lainnya seperti sayuran, daging, saus,
dan mayonaise yang merupakan isian dari kebab. Fitur-fitur seperti tortilla,
sayuran, daging, saus, dan mayonaise merupakan elemen yang menyatu menjadi
sebuah produk bernama kebab dan memberikan rasa khas dari bumbu-bumbu
yang terdapat pada daging maupun berasal dari saus dan mayonaise.
Fungsi kebab salah satunya ialah sebagai camilan yang cukup
mengenyangkan. Fitur-fitur pada kebab selain berfungsi sebagai camilan, juga
memberikan manfaat kesehatan dari terdapatnya sayuran pada kebab. Sayuran
pada kebab merupakan sayuran segar yang terdiri dari selada, tomat, timun, dan
bawang bombay (Malahayati dan Ramdhan, 2010:110).
Beberapa masyarakat Indonesia kemudin mengadopsi kebab dan
disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Makanan ini banyak diminati oleh
masyarakat, sehingga banyak muncul usaha kebab dengan berbagai merek
(Alamsyah, 2010:6). Sejak awal mula produk kebab dipasarkan di Indonesia,
kebab mendapat respon positif, sehingga banyak pengusaha kebab yang berpikir
mewaralabakan usahanya (Hartanti, 2009:129). Salah satu perusahaan yang
`
3
bergerak di bisnis kebab ialah PT. Baba Rafi Indonesia dengan usahanya Kebab
Turki Baba Rafi (Hartanti, 2009:192).
Kebab Turki Baba Rafi sebagai unit usaha yang dijalankan oleh PT. Baba
Rafi Indonesia, merupakan yang pertama kali memasarkan kebab melalui
waralaba (www.rekorbisnis.com). Kebab Turki Baba Rafi memulai usahanya
pada tahun 2003 dengan satu gerai. Pada tahun 2014, jumlah outlet Kebab Turki
Baba Rafi telah mencapai 1.246 unit yang berlokasi di dalam maupun di luar
negeri. Banyaknya outlet tersebut memudahkan konsumen untuk memperoleh
produk Kebab Turki Baba Rafi sehingga produk yang dipasarkan oleh perusahaan
dapat menjangkau calon konsumen.
Membuka outlet atau cabang sering dilakukan ketika bisnis yang didirikan
di sebuah tempat ramai oleh pembeli sehingga pemilik usaha mendirikan usaha
yang sama lagi di tempat lain dengan tujuan mendekati konsumen (Hartanti,
2009:17). Rangkuti (2005:95) menyatakan bahwa pembukaan cabang juga
bertujuan sebagai daya tarik untuk menarik pelanggan baru. Peter dan Olson
(2010:4) menyatakan sebuah perusahaan harus mengetahui dan memahami
konsumen serta dekat dengan mereka untuk memberikan barang atau jasa yang
akan dibeli dan digunakan oleh konsumen. Menurut Schiffman dan Kanuk,
(2004:491) untuk memahami konsumen terutama dalam perilakunya, terdapat dua
faktor yang memengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor usaha pemasaran dan
faktor lingkungan sosial budaya.
Usaha pemasaran dalam memengaruhi perilaku konsumen terdiri dari
produk, harga, promosi, dan saluran distribusi (Schiffman dan Kanuk, 2004:491).
Produk merupakan hal yang mendasar dalam proses pemasaran karena produk
`
4
merupakan elemen kunci dalam penawaran pemasaran (Kotler dan Armstrong,
2012:224). Kotler dan Armstrong lebih lanjut menyatakan bahwa produk
merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk menarik,
mengakuisisi, menggunakan, atau mengkonsumsi dalam memenuhi kebutuhan
atau keinginan. Perilaku konsumen, selain dipengaruhi oleh usaha pemasaran,
juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya.
Faktor lingkungan sosial budaya terdiri dari berbagai macam pengaruh non-
komersial seperti komentar teman, pemakaian oleh anggota keluarga, atau
pandangan para konsumen yang memang memiliki pengalaman terhadap suatu
produk. Selain itu, terdapat pengaruh kelas sosial, budaya dan subbudaya.
Hawkins dan Mothersbough (2010:42) menyatakan bahwa budaya merupakan
faktor yang penting karena budaya sebagai konsep yang komprehensif
memengaruhi proses pemikiran dan perilaku dari seorang individu serta
memengaruhi beragam perilaku.
Seorang individu, tentunya merupakan sebuah anggota dari ruang lingkup
terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Keluarga memiliki pengaruh yang
sangat kuat dalam memengaruhi perilaku konsumen. Keluarga merupakan
organisasi yang paling penting dalam masyarakat (Kotler dan Armstrong,
2012:141). Penelitian menyatakan bahwa seseorang yang berada di anggota
keluarga memiliki perannya masing-masing dan menunjukkan perilaku yang
berbeda selama pengambilan keputusan dan konsumsi (Peter dan Olson,
2010:343).
Faktor produk, budaya, dan keluarga memengaruhi perilaku konsumen
terhadap suatu produk yang dikonsumsi (Schifmann dan Kanuk, 2004:493).
`
5
Bidang perilaku ini diwakili oleh pengaruh dalam diri (motivasi, persepsi,
pembelajaran, kepribadian, dan sikap) yang mendorong seorang konsumen dalam
mengkonsumsi suatu produk. Oleh karena itu, menjadi pertanyaan yang menarik
dan mendorong peneliti untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor tersebut
memengaruhi perilaku konsumen dalam mengkonsumsi produk kebab.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini
antara lain ialah:
1) Apakah terdapat pengaruh konsep produk terhadap perilaku konsumen
Kebab Turki Baba Rafi?
2) Apakah terdapat pengaruh budaya konsumsi terhadap perilaku
konsumen Kebab Turki Baba Rafi?
3) Apakah terdapat pengaruh keluarga terhadap perilaku konsumen Kebab
Turki Baba Rafi?
1.3 Tujuan Penelitian
1) Menganalisis pengaruh konsep produk terhadap perilaku konsumen
Kebab Turki Baba Rafi.
2) Menganalisis pengaruh budaya konsumsi terhadap perilaku konsumen
Kebab Turki Baba Rafi.
3) Menganalisis pengaruh keluarga terhadap perilaku konsumen Kebab
Turki Baba Rafi.
`
6
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang terlibat. Manfaat tersebut antara lain ialah:
1) Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta
wawasan dalam melakukan aplikasi teori yang telah didapat selama
belajar di bangku kuliah.
2) Bagi Program Studi dan Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa lainnya
untuk dijadikan literatur atau referensi dalam melakukan penelitian
tentang perilaku konsumen.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1) Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta Selatan yang terdapat outlet
Kebab Turki Baba Rafi dengan kriteria responden bertempat tinggal di
area tersebut dan pernah mengkonsumsi kebab.
2) Variabel pada penelitian ini dibatasi oleh 4 variabel yaitu variabel
konsep produk, variabel budaya konsumsi, dan variabel pengaruh
keluarga sebagai variabel eksogen serta variabel perilaku konsumen
sebagai variabel endogen.
`
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makanan Siap Saji
Makanan siap saji menurut Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 28
Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan ialah makanan yang
sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar
tempat usaha atas dasar pesanan. Smith (2012:xxxiii) menyatakan makanan siap
saji mengandung kalori yang tinggi namun memiliki gizi yang rendah. Gizi yang
rendah atau tidak seimbang ini dikarenakan makanan siap saji mengandung lemak
dan garam yang tinggi dengan kandungan serat yang rendah (Khomsan, 2008:10).
Kehadiran makanan siap saji ini langsung disukai oleh masyarakat karena cocok
untuk gaya hidup modern (Sari, 2008:5).
Alamsyah (2009:12) menyatakan bahwa salah satu alasan pemilihan
makanan siap saji ialah karena praktis. Praktis memiliki pengertian dapat
memberikan solusi bagi rumah tangga yang tidak memiliki waktu cukup untuk
menyiapkan makanan di rumah. Konsumen di tengah kesibukannya bisa membeli
makanan siap saji tidak hanya dari restoran, tetapi juga dari food service lain
semacam supermarket, hypermart, atau counter makanan yang siap dibawa
pulang. Mereka tinggal memilih makananannya, dibungkus, dibawa pulang, dan
tinggal disajikan di rumah.
Salah satu produk makanan siap saji pada bisnis waralaba ialah kebab.
Kebab merupakan makanan yang berasal dari Timur Tengah yang akhir-akhir ini
banyak berkembang. Perkembangan yang luar biasa dengan kemunculan aneka
gerobak dan resto kebab dengan berbagai merek (Alamsyah, 2010:6). Kebab
`
8
menjadi salah satu makanan siap saji yang dapat dijadikan sebagai alternatif bagi
konsumen dalam memenuhi kebutuhan terhadap makanan. Kebab terdiri dari roti
pita (roti tipis) yang berisi daging yang telah dicampur dan diolah dengan rempah
rempah. Selain daging di dalamnya, terdapat pula topping berupa sayur segar
yaitu bawang bombai, selada, dan mentimun (Malahayati dan Ramdhan,
2010:109-110).
Kebab sebagai salah satu jenis makanan siap saji tentunya harus
memerhatikan aspek-aspek keamanan pangan. Aspek keamanan pangan antara
lain mencakup mencegah tercemarnya makanan siap saji dari cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan. Keamanan pangan juga dapat ditinjau dari pengendalian proses pada
pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan,
pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, dan cara penyajian (Saparinto dan
Hidayati, 2006:56-57). Keamanan pangan salah satunya dapat dijaga dengan cara
menjaga kontaminasi dari kontak tangan, untuk pengemasan dan pembungkusan
sebaiknya kebersihan tangan dapat dijaga dengan selalu mencuci tangan serta
menggunakan sarung tangan (Alamsyah, 2009:91).
2.2 Tinjauan Produk Makanan dalam Aspek Keislaman
Produk makanan yang dimakan hendaknya halal lagi baik. Baik ini dapat
mencakup kesehatan, kelezatan, dan keamanan. Para ulama menyebutkan bahwa
makanan yang baik berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau sudah
kadaluarsa (Nuraini, 2007:13).
Produk makanan yang dijual di Indonesia diwajibkan untuk menggunakan
logo halal yang didapatkan dari hasil sertifikasi MUI. Hal ini berlaku juga bagi
`
9
kebab. Selain kehalalan produk, aspek keamanan pangan juga dilihat dalam aspek
Islam. Penggunaan kemasan yang praktis dan tidak langsung bersentuhan dengan
tangan selain memudahkan mengkonsumsi juga mengurangi sentuhan dengan
tangan yang dapat menimbulkan pangan menjadi tidak aman. Makanan halal dan
baik dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 168 berikut.
Artinya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
2.3 Perilaku Konsumen
Pemahaman akan perilaku konsumen menurut Sunyoto (2013:1) dapat
diaplikasikan dalam tiga hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah
strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat
perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli. Kedua, perilaku
konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik,
misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan
transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket
transportasi di hari raya. Aplikasi ketiga adalah dalam hal pemasaran sosial, yaitu
penyebaran ide di antara konsumen. Melalui pemahaman sikap terhadap
`
10
konsumen, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif
(Sunyoto, 2013:1)
Perilaku konsumen mempelajari individu, kelompok, atau organisasi dan
proses yang mereka gunakan untuk memilih, mengamankan, menggunakan, dan
membuang produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan serta
dampak dari proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat. Pandangan
terhadap perilaku konsumen ini lebih luas dibandingkan pandangan secara
tradisional yang fokus terhadap pembeli dan konsekuensi dari proses pembelian.
Pandangan yang lebih luas akan membawa kita untuk memeriksa pengaruh tidak
langsung pada keputusan konsumsi serta konsekuensi yang lebih luas dan
melibatkan lebih dari sekedar pembeli dan penjual (Hawkins dan Mothersbough,
2010:6).
Hoyer dan Macinnis (2008:3) menyatakan bahwa “consumer behavior
reflects the totality of consumers’ deisions with respect to the acquisition,
consumption, and disposition of goods, services, activites, experiences, people,
and ideas by (human) decision-making units (over time)”. Pandangan tersebut
mirip dengan pernyataan dari Hawkins dan Mothersbough yang tidak membatasi
perilaku konsumen hanya sebatas keputusan pembelian.
Schiffman dan Kanuk (2004:6) menyatakan bahwa perilaku konsumen
merupakan cara individu dalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan
sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-
barang yang berhubungan dengan konsumsi. Schiffman dan Kanuk (2004:493)
menyatakan bahwa model pengambilan keputusan dibagi menjadi tiga yaitu
`
11
masukan, proses, dan keluaran. Berikut merupakan model perilaku konsumen
Schifman dan Kanuk.
Gambar 1. Bagan Model Perilaku Konsumen Sumber: Schiffman dan Kanuk (2004:493)
Gambar 1 yang merupakan bagan model perilaku konsumen diawali dengan
pengaruh eksternal atau masukan dari dua aspek yaitu usaha pemasaran dan
lingkungan sosial budaya. Aspek tersebut lalu diarahkan kepada pengambilan
keputusan konsumen sebagai sebuah proses dari pengambilan keputusan secara
Usaha Pemasaran
1. Produk
2. Promosi
3. Harga
4. Saluran Distribusi
Lingkungan Sosial Budaya
1. Keluarga
2. Sumber informal
3. Sumber nonkomersial lain
4. Kelas sosial
5. Subbudaya dan budaya
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Bidang Psikologi
1. Motivasi
2. Persepsi
3. Pembelajaran
4. Kepribadian
5. Sikap
Pengalaman
Permbelian
1. Percobaan
2. Pembelian ulang
Evaluasi setelah pembelian
Pengaruh Eksternal (Masukan)
Pengambilan Keputusan Konsumen
(Proses)
Perilaku Setelah Keputusan (Keluaran)
`
12
utuh. Proses pengambilan keputusan terdapat lima tahapan yaitu pengenalan
kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan evaluasi
setelah pembelian. Sebelum masuk ke dalam tahapan tersebut terdapat bidang
psikologi yang merupakan perilaku konsumen yang terdiri dari motivasi, persepsi,
pembelajaran, kepribadian, dan sikap yang berkaitan dengan individu-individu
manusia dalam mengambil keputusan.
2.4 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen
2.4.1 Faktor Budaya
Schiffman dan Kanuk (2004:356) mendefinisikan budaya sebagai
keseluruhan kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang dipelajari yang
membantu mengarahkan perilaku konsumen para anggota masyarakat tertentu.
Komponen kepercayaan dan nilai dalam definisi tersebut merujuk pada akumulasi
perasaan dan prioritas yang dipunyai individu mengenai masalah dan barang
milik.
Peter dan Olson (2010:278) menjelaskan bahwa budaya merupakan sebuah
kerangka dari mental dan makna yang dibagi bersama oleh kebanyakan orang
dalam kelompok sosial. Dalam arti luas, makna budaya termasuk perspektif secara
umum, keyakinan yang khas, reaksi afektif, dan karakteristik pola dari perilaku.
Setiap masyarakat menetapkan pandangannya masing-masing dari budaya dengan
menciptakan dan menggunakan makna untuk mewakili perbedaan budaya yang
penting.
Sheth dan Maholtra dalam jurnalnya yang berjudul “Global Consumer
Culture” menyatakan “consumer culture is a system in which consumption, a set
of behaviors found in all times and places, is dominated by the consumption of
`
13
commercial products. It is also a system in which the transmission of existing
cultural values, norms and customary ways of doing things from generation to
generation is largely understod to be carried out through the exercise of free
personal choice in the private sphere of everyday life”. Pernyataan tersebut
menandakan bahwa konsumsi dalam budaya merupakan suatu set dari perilaku
yang dapat ditemui kapan saja dan dimana saja. Budaya konsumsi terdiri dari
nilai, norma, dan adat dalam melakukan sesuatu dari generasi ke generasi.
Apriyani dan Saty (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Faktor
Internal Konsumen Terhadap Keputuan Pembelian Sayuran Organik”
menggunakan variabel budaya konsumsi yang dapat diukur dengan indikator
kebiasaan, frekuensi dan waktu konsumsi. Kebiasaan merupakan tingkat
keseringan dalam melakukan konsumsi, frekuensi merupakan jumlah konsumsi
yang yang dilakukan dalam sehari, dan waktu konsumsi merupakan pilihan waktu
untuk konsumsi.
Penelitian Apriyani dan Saty ditulis berdasarkan disertasi yang ditulis oleh
Rosida P. Adam (2006) yang berjudul “Pengaruh Faktor Internal Konsumen dan
Kinerja Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Komoditas Teh Oleh
Konsumen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat”. Operasionalisasi variabel
internal konsumen dalam penelitian tersebut terdapat subvariabel budaya dengan
indikator kebiasaan, frekuensi, dan waktu konsumsi untuk mengetahui budaya
konsumen dalam mengkonsumsi sebagai penentu keinginan dan perilaku yang
paling mendasar.
`
14
2.4.2 Faktor Keluarga
Kotler dan Armstrong (2012:141) menyatakan “family members can
strongly influence buyer behavior. The family is the most important consumer
buying organization in society, and it has been researched extensively”. Anggota
keluarga dapat memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku konsumen.
Keluarga merupakan organisasi yang paling penting bagi konsumen dalam
melakukan pembelian dan hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian yang
sangat luas. Seorang pemasar tertarik dalam peran serta pengaruh dari seorang
kepala rumah tangga, seorang istri, dan anak dalam pembelian produk barang
maupun jasa yang berbeda. Hal ini dikarenakan pada umumnya seorang istri atau
ibu rumah tangga biasanya menjadi pembeli utama bagi sebuah keluarga,
terutama untuk makanan dan pakaian.
Seseorang biasanya tergabung dalam suatu kelompok, baik dalam suatu
keluarga, klub, maupun organisasi. Posisi seseorang di setiap kelompok dapat
didefinisikan dalam hal peran dan status. Sebuah peran terdiri dari aktivitas
seseorang yang diharapkan dapat menjadi panutan bagi lainnya di sekitar orang
tersebut. Setiap peran merefleksikan nilai umum yang diberikan kepada
masyarakat. Sunyoto (2013:39) beserta Hawkins dan Mothersbough (2010:208),
menyatakan bahwa seseorang dalam keluarga memiliki peran sebagai berikut:
1) Penjaga pintu (gatekeeper)
Peran ini disebut juga sebagai inisiator. Inisiator pemikiran keluarga dalam
pengambilan keputusan terhadap suatu produk dan pengumpulan informasi
untuk membantu pengambilan keputusan.
`
15
2) Pemberi Pengaruh
Individu yang opininya dicari sehubungan dengan kriteria yang harus
digunakan oleh keluarga dalam pembelian dan produk atau merek mana yang
paling mungkin cocok dengan kriteria evaluasi itu.
3) Pengambilan Keputusan
Orang dengan wewenang dan atau kekuasaan keuangan untuk memilih
bagaimana uang keluarga akan dibelanjakan dan produk atau merek mana
yang akan dipilih.
4) Pembeli
Orang yang bertindak sebagai agen pembelian yang mengunjungi toko,
menghubungi penyuplai, menulis cek, membawa produk ke rumah dan
seterusnya.
5) Pemakai (User)
Pemakai merupakan orang yang menggunakan produk atau mengkonsumsi
produk.
Gherasim (2013:11) menyatakan “The roles played by each member of the
family within it are very different. The influence of each member of the family is
variable in intensity depending on the stage of the purchase decision and the
importance of the risk of this decision. However, the roles of each are based on
the social norms by which the family rules its life, norms that may confer full
authority to the spouse (in case of the traditional family) or which distributes its
roles among its members in a different way or (equally).
Pernyataan Gherasim menandakan bahwa peran seorang anggota keluarga
berbeda-beda. Pengaruh dari seseorang anggota keluarga tergantung kepada
`
16
tahapan dalam keputusan pembelian dan tingkat kepentingan serta risiko yang
ditanggung dalam keputusan. Meskipun demikian, peran dalam anggota keluarga
didasari oleh norma sosial yang terdapat dalam keluarga.
2.4.3 Faktor Pribadi
2.4.3.1 Usia
Hawkins dan Mothersbough (2010:122) menyatakan bahwa usia yang
sesuai sangat penting untuk banyak produk. Usia beserta budaya menjelaskan
perilaku dan sikap. Usia kita mencerminkan media apa yang kita gunakan, dimana
kita berbelanja, bagaimana kita menggunakan produk, dan bagaimana kita
berpikir serta merasakan aktivitas pemasaran.
Kotler dan Armstrong (2012:145) menyatakan bahwa masyarakat
melakukan perubahan terhadap produk baik barang maupun jasa yang mereka beli
seiring berjalannya waktu. Mereka melakukan pembelian barang sesuai dengan
kebutuhan mereka yang dapat memenuhi keadaan mereka saat itu termasuk
keadaan usia. Siklus hidup psikologi seseorang juga memengaruhi proses
keputusan pembelian. Seorang dewasa biasanya mengalami transformasi pada
bagian tertentu semasa hidupnya hal ini menyebabkan seorang pemasar harus
menaruh perhatian terhadap minat masyarakat yang berubah-ubah.
2.4.3.2 Pekerjaan
Pekerjaan seseorang memengaruhi barang dan jasa yang dibeli.
Karyawan biasa hanya membeli barang-barang yang sesuai dengan pendapatan
yang ia dapatkan dari pekerjaannya sebagai karyawan. Namun, seorang presiden
direktur sebuah perusahaan dapat membeli baju yang mahal, barang-barang
`
17
mewah, dan barang lainnya yang menunjang kehidupannya sebagai presiden
direktur (Kotler dan Armstrong, 2012:145).
Kotler dan Armstrong lebih lanjut menjelaskan bahwa seorang pemasar
dapat mencoba untuk mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang memiliki minat
yang berada di atas rata-rata terhadap produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan
bahkan dapat menspesialisasi dalam pembuatan dan pemasaran produk yang
dibutuhkan oleh kelompok pekerjaan tertentu.
2.4.3.3 Kondisi Ekonomi
Kotler dan Armstrong (2012:146) menyatakan bahwa situasi ekonomi
seseorang dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pemilihan
suatu produk. Seorang pemasar harus mengetahui bahwa kondisi ekonomi
seseorang terdiri dari penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan, aktiva
(asset), hutang, kemampuan untuk menerima pinjaman dari bank, dan sikap atas
belanja atau menabung. Pemasar yang peka biasanya akan melihat dan
memerhatikan trend penghasilan pribadi, tabungan, dan tingkat bunga.
2.4.3.4 Gaya Hidup
Kotler dan Armstrong (2012:146) menyatakan bahwa seseorang
yang berasal dari sub kultur, kelas sosial, bahkan pekerjaan yang sama
dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup merupakan pola
seseorang dalam melakukan kehidupan yang diekspresikan dalam
kegiatan atau beraktivitas, minat, dan opini. Gaya hidup menjadi lebih
penting dibandingkan kelas sosial atau kepribadian seseorang. Hal ini
dikarenakan gaya hidup merupakan sebuah profil terhadap seseorang pada
`
18
sebuah pola yang menyeluruh yang ditunjukkan dengan tindakan dan
berinteraksi dengan sekitar.
2.4.4 Faktor Psikologis
2.4.4.1 Motivasi
Hawkins dan Mothersbough (2010:360) mengemukakan “motivation is
the reason for behavior. A motive is a construct representing an unobserveable
inner force that stimulates and compels a behavioral response and provide
specific directiong to that response”. Motivasi adalah sebuah konstruk yang
mewakili kekuatan batin yang tidak dapat diobservasi dan mendorong respon
perilaku serta memberikan arah yang spesifik terhadap respon tersebut.
Kotler dan Armstrong (2012:147) menyatakan bahwa seseorang bisa saja
memiliki kebutuhan yang sangat banyak dalam kurun waktu tertentu, beberapa
merupakan kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, serta yang lainnya
kebutuhan psikologis seperti pengakuan, penghargaan, atau kepemilikan. Motivasi
atau dorongan merupakan kebutuhan yang cukup menekankan secara langsung
kepada seseorang untuk mencari kepuasan terhadap kebutuhan tersebut.
2.4.4.2 Persepsi
Persepsi adalah proses yang diawali dengan paparan dan perhatian
konsumen terhadap rangsangan pemasaran dan diakhiri dengan interpretasi
konsumen (Hawkins dan Mothersbough, 2010:278). Persepsi masuk sebagai
rangsangan yang mengaktifkan reseptor sensorik seperti mata, telinga, selera, dan
kulit (Hoyer dan Macinnis 2008:80).
`
19
Kotler dan Armstrong (2012:148) berpendapat bahwa “a motivated
person is ready to act. How the person acts is influenced by his or her own
perception of situation. All of us learn by the flow of information through our five
senses: sight, hearing, smell, touch, and taste. However, each of us receives,
organizes, and interprets this sensory information to form a meaningful picture of
the world”.
Kotler dan Armstrong menyatakan cara seseorang termotivasi tergantung
persepsi masing-masing terhadap situasi. Persepsi merupakan suatu proses dimana
seorang individu memilih, mengorganisir, mengartikan informasi yang masuk
untuk menciptakan gambaran yang berarti di lingkungannya.
2.4.4.3 Sikap
Hawkins dan Mothersbough (2010:392) menyatakan “attitude is an
enduring organization of motivational, emotional, perceptual, and cognitive
processes with respect to some aspect of our environment. It is learned
prediposition to respond in a consistently favorable or unfavorable manner with
respect to a given object”. Berdasarkan pernyataan Hawkins dan Mothersbough
diatas, sikap adalah organisasi abadi dari motivasi, emosional, persepsi, dan
proses kognitif yang memiliki hubungan dengan beberapa aspek dari lingkungan
dan memiliki kecenderungan yang dipelajari untuk merespon secara konsisten
baik menguntungkan maupun tidak menguntungkan sehubungan dengan suatu
objek tertentu. Peter dan Olson (2010:128) menyatakan bahwa seluruh definisi
dari sikap memiliki satu kesamaan, mereka mengacu kepada evaluasi masyarakat.
Peter dan Olson mendefinisikan bahwa sikap sebagai evaluasi keseluruhan
seseorang dari sebuah konsep.
`
20
2.4.5 Faktor Usaha Pemasaran
Menurut model perilaku konsumen Schiffman dan Kanuk (2004:493),
pengaruh eksternal sebagai input dalam pengambilan keputusan terdiri dari usaha
pemasaran perusahaan dan lingkungan sosial budaya. Faktor usaha pemasaran
terdiri dari produk, promosi, harga, serta saluran distribusi. Produk merupakan
elemen kunci dari penawaran pemasaran (Kotler dan Armstrong, 2012:224).
Penawaran pemasaran sebagai bagian dari bauran pemasaran dimulai dari
membangun penawaran yang bernilai untuk konsumen. Produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar dalam menarik, mengakuisisi,
menggunakan, atau mengkonsumsi sesuatu yang dapat memenuhi keinginan dan
kebutuhan (Kotler dan Armstrong, 2012:224).
Peter dan Olson (2010:70) menyatakan bahwa konsumen dapat memiliki
tiga tipe pengetahuan produk. Pertama, produk sebagai sekumpulan atribut atau
karakteristik dari produk. Kedua, produk sebagai sekumpulan manfaat atau
konsekuensi positif yang didapat dari penggunaan produk. Ketiga, nilai dari
produk yang membantu konsumen puas atau terpenuhi keinginannya. Seorang
pemasar harus memahami ketiga tipe pengetahuan produk untuk dapat
mengembangkan strategi pemasaran secara efektif.
Peter dan Olson lebih lanjut menjelaskan bahwa konsumen sangat tertarik
terhadap karakteristik secara fisik dari sebuah produk, sehingga seorang pemasar
sering menganggap bahwa konsumen memiliki pemikiran kalau produk dan
merek merupakan sekumpulan atribut. Konsumen memiliki ingatan terhadap
atribut dari sebuah produk dan mereka dapat melakukan pilihan produk dan merek
mana yang akan dibeli, sehingga seorang pemasar harus mengetahui atribut
`
21
produk mana yang sesuai dengan konsumen, yang berarti bagi konsumen, dan
bagaimana cara konsumen untuk menggunakan pemikiran tersebut dalam
pengambilan keputusan. Seorang konsumen dapat membedakan tipe dari atribut
produk yaitu atribut yang konkrit seperti karakteristik produk dan atribut yang
abstrak seperti kualitas.
Konsumen melihat produk sebagai sekumpulan manfaat yang dapat
memenuhi kebutuhan mereka. Manfaat merupakan konsekuensi yang diinginkan
ketika konsumen membeli atau menggunakan produk atau merek (Peter dan
Olson, 2010:73). Ketika mengembangkan produk, seorang pemasar harus
mengidentifikasi nilai yang diinginkan oleh seorang konsumen dari sebuah
produk. Mereka harus membuat produk secara aktual dan mencari cara untuk
membangun nilai dari produk tersebut yang dapat memberikan kepuasan kepada
konsumen (Kotler dan Armstrong, 2012:226).
2.5 Penelitian Terdahulu
Widayati (2012), melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Minyak
Goreng Di Surabaya Dengan Menggunakan Pendekatan Metode Structural
Equation Modelling (SEM)”. Penelitian tersebut memiliki tiga variabel eksogen
berupa budaya, sosial, dan psikologis yang mengarah kepada perilaku konsumen
sebagai variabel endogen (berfungsi sebagai variabel antara) yang dilanjutkan
pengaruhnya terhadap keputusan pembelian (variabel endogen).
Hasil analisis menggunakan SEM menyatakan bahwa variabel budaya
memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perilaku konsumen,
variabel sosial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
`
22
konsumen, variabel psikologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
konsumen, serta variabel perilaku konsumen berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan pembelian.
Marlinda Apriyani dan Fadila Marga Saty (2013) dengan judul “Pengaruh
Faktor Internal Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sayuran Organik”
menggunakan variabel budaya, kelas sosial, individu, dan psikologi dalam
penelitiannya. Kedua peneliti tersebut menggunakan analisis jalur (path analysis)
dalam metode penelitiannya. Hasil penelitian tersebut menghasilkan pengaruh
yang cukup kuat antara faktor internal yaitu kelas sosial, individu, dan psikologi
dalam keputusan pembelian. Sedangkan variabel budaya memiliki pengaruh yang
lemah.
`
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Jakarta Selatan dari bulan Mei hingga bulan
Oktober tahun 2014. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2014 selama 2
minggu. Proses analisis dilakukan setelah peneliti mendapatkan data yang
dibutuhkan baik berupa hasil kuesioner maupun wawancara.
3.2 Jenis dan Sumber Data
3.2.1 Data Primer
Data primer ialah data yang diperoleh secara langsung dari subjek yang
diteliti yaitu konsumen kebab dengan sejumlah variabel penelitian. Data
bersumber dari kuesioner sebagai instrumen penelitian dalam mengumpulkan
data. Kuesioner diisi oleh responden yang pernah mengkonsumsi kebab.
Kuesioner menggunakan skala ordinal, untuk memudahkan tabulasi dan analisis
data. Skala ordinal menggunakan rentang skor 1 hingga 4. Kuesioner pada
penelitian ini terdapat pada lampiran 1. Data Primer juga didapatkan dari hasil
wawancara dengan perusahaan yang disajikan pada tabel 1.
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung terkait
objek yang diteliti melalui sumber lain secara lisan maupun tulisan. Data ini
bersumber dari literatur terkait penelitian seperti buku, data perusahaan yang
terkait penelitian, internet, dan hasil penelitian terdahulu.
`
24
Tabel 1. Panduan Wawancara
Pertanyaan Tujuan
Target pasar perusahaan Mengetahui konsumen-konsumen dalam aspek
demografis seperti jenis kelamin, usia,
pekerjaan, dan pendidikan yang menjadi target
pasar perusahaan.
Keunggulan perusahaan
dibandingkan pesaing
Mengetahui keunggulan perusahaan baik dari
aspek perusahaan itu sendiri maupun produk
yang dipasarkan termasuk di dalamnya fitur dan
manfaat yang ditawarkan oleh perusahaan ke
pasar.
Tujuan dipasarkannya
produk kebab
Mengetahui tujuan produk kebab yang
dipasarkan oleh perusahaan dari aspek fungsi
kehadiran produk tersebut.
Harapan perusahaan dari
pasar
Mengetahui harapan yang diinginkan oleh
perusahaan dari proses pemasaran produk kebab
yang dilakukan oleh perusahaan
3.3 Populasi dan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini ialah nonprobability
sampling. Metode ini merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel (Sugiyono, 2012:84). Sampel yang digunakan ialah terhadap
responden atau konsumen yang yang pernah melakukan pembelian produk kebab.
Teknik dari nonprobabilty sampling yang digunakan ialah insidental
sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,
bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data
`
25
(Sugiyono, 2012: 85). Adapun kriteria dari responden yang akan dijadikan sampel
penelitian ini ialah:
1) Responden berusia 18-65 tahun. Menurut Hawkins dan Mothersbough
(2010:122), usia membawa perilaku dan norma dalam bersikap. Usia
memperlihatkan bagaimana cara kita menggunakan media, dimana kita
berbelanja, bagaimana kita menggunakan produk dan bagaimana kita
berpikir dan merasakan tentang aktivitas pemasaran. Hawkins dan
Mothersbough (2010:122) membagi usia dalam perilaku konsumsi dari
umur 18 tahun hingga di atas 65 tahun.
2) Responden merupakan konsumen yang pernah mengkonsumsi produk
kebab.
Penentuan sampel pada penelitian ini akan menggunakan rumus slovin
sebagai berikut:
n = N
1+N ( e ) 2
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Standar Deviasi (10%)
Populasi pada penelitian ini adalah konsumen yang bertempat tinggal di
Kota Jakarta Selatan. Sampel diambil dari populasi dari total jumlah penduduk
yang tersebar dari beberapa kecamatan di Kota Jakarta Selatan. Berikut rincian
jumlah penduduk yang terdapat di Kota Jakarta Selatan pada kecamatan-
kecamatan yang dijadikan penelitian pada tabel 2 dan tabel 3 sebagai penentuan
sampel.
`
26
Tabel 2. Jumlah Penduduk Beberapa Kecamatan di Jakarta Selatan
Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa)
Jagakarsa 340.387
Pasar Minggu 300.853
Cilandak 197.853
Kebayoran Baru 142.800
Mampang Prapatan 144.192
Pesanggrahan 220.375
Kebayoran Lama 293.646
Total 1.640.106
Sumber: bps.go.id
Total populasi di Kota Jakarta Selatan berdasarkan tabel 3 sebanyak
1.640.106 jiwa. Berdasarkan jumlah populasi tersebut, mengacu kepada rumus
slovin diperoleh sampel sebanyak 99 orang dan dibulatkan menjadi 100 orang.
Penentuan sampel pada tiap-tiap kecamatan mengikuti ratio jumlah penduduk
pada suatu kecamatan terhadap total jumlah penduduk pada kecamatan yang
berada di Kota Jakarta Selatan.
Tabel 3. Penentuan Jumlah Sampel Penelitian
Kecamatan Ratio Sampel
Jagakarsa 20,75 21
Pasar Minggu 18,34 18
Cilandak 12,06 12
Kebayoran Baru 8,71 9
Mampang Prapatan 8,79 9
Pesanggrahan 13,44 13
Kebayoran Lama 17,90 18
Total 100 100
Sumber: Data Primer (diolah)
Penentuan sampel secara insidental atau kebetulan dilakukan karena peneliti
tidak menemui subjek penelitian secara sengaja atau direncakanan sebelumnya.
Proses pengisian kuesioner dilakukan dengan cara menemui masyarakat yang
`
27
merupakan konsumen kebab dan berada di lokasi penelitian yaitu Kota Jakarta
Selatan.
3.4 Unit Analisis Data
Unit analisis data merupakan satuan penelitian. Misalnya, sebuah organisasi,
kelompok masyarakat, dan individu (Maryati dan Suryawati, 2007:111). Unit
analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus komponen yang
diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan reliabilitas
penelitian dapat terjaga. Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini ialah
konsumen kebab yang bertempat tinggal di Kota Jakarta Selatan yang dijadikan
responden. Responden memberikan keterangan yang mendukung penelitian ini
sebagai sumber data primer melalui kuesioner. Populasi responden yang dipilih
ialah responden yang berada di ruang lingkup Kota Jakarta Selatan.
3.5 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini dinotasikan sebagai variabel eksogen (untuk
variabel independen) dan variabel endogen (untuk variabel endogen) dengan
terdiri dari beberapa subvariabel. Hal ini disesuaikan dengan notasi yang
digunakan pada penelitian menggunakan metode SEM. Variabel pada penelitian
ini terdapat tiga variabel eksogen dan satu variabel endogen dengan subvariabel
sebanyak tujuh subvariabel pada variabel eksogen dan tiga subvariabel pada
variabel endogen. Variabel pada penelitian ini akan dirinci pada tabel 4.
`
28
Tabel 4. Variabel Penelitian Variabel/Subvariabel Deskripsi Indikator
Konsep produk – variabel
(Schiffman dan Kanuk, 2004)
Konsep produk sebagai
sekumpulan atribut dan manfaat
yang ditawarkan oleh perusahaan
dalam usaha pemasaran
1. Tingkat penerimaan
responden terhadap
bahan pembentuk
kebab
2. Tingkat penerimaan
responden terhadap
manfaat kebab
Fitur produk –subvariabel
(Kotler dan Armstrong, 2012)
Ciri-ciri produk yang ditinjau
dari bahan-bahan pembentuk
produk kebab
Manfaat produk – subvariabel
(Peter dan Olson, 2010)
konsekuensi positif yang didapat
dari penggunaan produk
Budaya konsumsi – variabel
(Schiffman dan Kanuk, 2004)
keseluruhan kepercayaan, nilai-
nilai, dan kebiasaan yang
dipelajari yang membantu
mengarahkan perilaku konsumen
dalam konsumsi produk
1. Kebiasaan konsumsi
dari tingkat
keseringan
mengkonsumsi
2. Frekuensi konsumsi
kebab dalam sebulan
3. Tingkat kecocokan
konsumen dengan
waktu konsumsi
(pemosisian)
Kebiasaan konsumsi –
subvariabel (Apriyani dan Saty
, 2013)
Kebiasaan konsumen dalam
mengkonsumsi produk kebab
Frekuensi konsumsi –
subvariabel (Apriyani dan Saty
, 2013)
Tingkat keseringan konsumsi
kebab oleh responden
Waktu konsumsi – subvariabel
(Apriyani dan Saty , 2013)
Pemosisian waktu konsumsi oleh
konsumen
Pengaruh keluarga – variabel
(Schiffman dan Kanuk , 2004)
(Kotler dan Armstrong , 2012)
Pengaruh anggota keluarga
terhadap perilaku responden
dalam mengkonsumsi produk
kebab
1. Tingkat dominasi
peran anggota
keluarga dalam
memengaruhi
individu dalam
berperilaku
2. Tingkat frekuensi
interaksi antara
responden dengan
anggota keluarga
lainnya di dalam
sebuah keluarga
Dominasi peran – subvariabel
(Sunyoto, 2013) (Hawkins dan
Mothersbough, 2010)
Pengaruh anggota keluarga dan
perannya terhadap perilaku
seorang individu dalam
mengkonsumsi produk
Intensitas interaksi –
subvariabel (Sunyoto, 2013)
Hubungan antara anggota
keluarga dengan responden
Perilaku - variabel (Sunyoto ,
2013)
Tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu,
kelompok atau organisasi yang
berhubungan dengan proses
pengambilan keputusan
1. Tingkat keterkaitan
antara faktor-faktor
eksogen terhadap
dorongan responden
dalam berperilaku
2. Tingkat kepercayaan
konsumen serta
penilaian terhadap
sumber informasi
3. Sikap yang diambil
dalam menentukan
keputusan
berdasarkan faktor-
faktor eksogen
Motivasi – subvariabel
(Hawkins dan Mothersbough,
2010) (Peter dan Olson, 2010)
Dorongan yang terjadi dalam diri
responden dalam menentukan
pilihan yang berkaitan dengan
kebutuhan serta keinginan
responden
Persepsi – subvariabel
(Hawkins dan Mothersbough,
2010) (Peter dan Olson, 2010)
Persepsi atau tanggapan
konsumen terhadap alternatif
pilihan yang didapatkan dari
sumber eksternal diri konsumen
(faktor lingkungan)
Sikap – subvariabel (Hawkins
dan Mothersbough, 2010)
(Peter dan Olson, 2010)
Penilaian terhadap situasi yang
dihadapi oleh seorang konsumen
`
29
3.6 Kerangka Pemikiran dan Model Penelitian
Kerangka pemikiran merupakan tahapan yang penting dalam melakukan
penelitian. Kerangka ini untuk membantu peneliti dalam menyusun tahapan-
tahapan penelitian yang harus dilakukan hingga menghasilkan analisis terhadap
penelitian yang dilakukan dan mencapai tujuan dari penelitian.
Model pada penelitian ini merupakan gambaran umum terhadap pemodelan
yang akan dianalisis pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan penelitian ini
menggunakan metode SEM dengan pendekatan PLS. Model penelitian ini berupa
gambar model yang disusun dari masing-masing variabel dan subvariabel yang
terdapat hubungan antara masing-masing indikator terhadap subvariabel dan
subvariabel dengan variabelnya.
3.6.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir peneliti untuk melakukan
penelitian. Kerangka pemikirian digambarkan pada gambar 2. Penelitian diawali
dengan mengetahui karakteristik konsumen kebab secara umum. Proses
selanjutnya yaitu perilaku yang diwakili dengan motivasi, persepsi, dan sikap.
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh dua faktor pengaruh yaitu pengaruh
pemasaran dan pengaruh lingkungan.
Pengaruh pemasaran diwakilkan dengan variabel konsep produk dan
pengaruh lingkungan diwakilkan dengan variabel budaya dan variabel pengaruh
keluarga. Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengaruh-
pengaruh tersebut yang selanjutnya akan dianalisis melalui metode SEM dengan
pendekatan PLS. Hasil analisis akan dibahas dan dibuat kesimpulan serta saran.
`
30
Gambar 2.Bagan Kerangka Pemikiran
Konsumen
Kebab
Pengaruh
Lingkungan
Budaya Konsumsi
1. Kebiasaan
konsumsi
2. Frekuensi
konsumsi
3. Pilihan waktu
konsumsi
Pengaruh
Keluarga
1. Dominasi
peran
2. Intensitas
interaksi
Karakteristik Konsumen
(usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan)
Pengaruh Usaha
Pemasaran
Konsep Produk
1. Fitur
2. Manfaat
Perilaku Konsumen
1. Motivasi
2. Persepsi
3. Sikap
Wawancara
perusahaan
Pengisian kuesioner
Variabel Yang
Memengaruhi
Perilaku Konsumen
Analisis SEM
Hasil
Harapan
Konsumen
`
31
3.6.2 Model Penelitian
Model Penelitian sebagai konsep dasar dari penelitian ini ialah konsep
perilaku konsumen yang digambarkan pada gambar 3. Gambar tersebut
disesuaikan dengan metode SEM. Variabel eksogen terdiri dari 3 variabel yang
masing-masing terdiri dari subvariabel dan indikator-indikator. Variabel eksogen
bersifat formatif yang konstruknya merupakan kombinasi penjelas dari indikator.
Variabel konsep produk terdiri dari dua subvariabel yaitu fitur produk dan
manfaat. Konsep produk merupakan hal yang mendasar dalam proses pemasaran
yang bertujuan untuk memasarkan produk yang memiliki identitas dan
manfaatnya masing-masing. Variabel konsep produk terbentuk dari subvariabel
tersebut hubungannya bersifat formatif yang menandakan bahwa hubungan
kausalitas berasal dari indikator ke konstruk, dimana konstruk merupakan suatu
proses atau kejadian dari suatu amatan yang diformulasikan dalam bentuk
konseptual dan memerlukan indikator untuk memperjelasnya.
Variabel budaya konsumsi yang terdiri dari subvariabel kebiasaan
konsumsi, waktu konsumsi, dan frekuensi konsumsi juga bersifat formatif. Hal ini
karena subvariabel tersebut membentuk sebuah kombinasi sehingga membentuk
variabel budaya konsumsi. Variabel budaya konsumsi merupakan hal yang
penting karena mengikat kepada konsumen dalam bentuk output atau hasil dari
komponen kepercayaan dan nilai sebagai definsi dari budaya konsumsi yang
merujuk pada akumulasi perasaan dan prioritas yang dipunyai individu mengenai
masalah dan barang milik.
Variabel pengaruh keluarga terdiri dari subvariabel dominasi peran dan
intensitas interaksi yang juga bersifat formatif. Anggota keluarga memiliki
`
32
perannya masing-masing dan menunjukkan perilaku yang berbeda selama
pengambilan keputusan dan konsumsi (Peter dan Olson, 2010:343). Berdasarkan
pernyataan tersebut, peran yang diwakili dengan subvariabel dominasi peran dan
memiliki kaitan erat dengan interaksi, subvariabel tersebut membentuk sebuah
pengaruh keluarga sebagai variabel yang memengaruhi perilaku konsumen.
Variabel-variabel eksogen yang terdiri dari konsep produk, budaya
konsumsi, dan pengaruh keluarga memengaruhi perilaku seorang konsumen.
Variabel perilaku konsumen terdiri dari tiga subvariabel yaitu subvariabel
motivasi, persepsi, dan sikap. Gambar 3 menyatakan bahwa variabel perilaku
konsumen bersifat reflektif karena perilaku merupakan suatu konstruk yang
dianggap sebagai faktor yang menimbulkan sesuatu yang kita amati yaitu
motivasi, persepsi, dan sikap.
`
33
Gambar 3. Model Penelitian
Pengaruh
Keluarga
Dominasi
Peran
Intensitas
Interaksi
Budaya
Konsumsi
Kebiasaan
Konsumsi
Frekuensi
Konsumsi
Waktu
Konsumsi
Konsep
Produk
Fitur
Produk
Manfaat
Produk
Perilaku
Konsumen
Sikap
Motivasi
Persepsi
ξ1
ξ2
ξ3
η
X1 X2
X3
X4
X5
X6 X7
Y1
Y2
Y3
`
34
3.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
3.7.1 Validitas Instrumen
Validitas merupakan suatu pernyataan sampai sejauh mana data yang
ditampung pada suatu kuesioner dapat mengukur apa yang ingin diukur (Umar,
2002:103). Uji validitas terdiri dari dua macam yaitu validitas konstruk dan
validitas isi. Validitas konstruk merupakan sejauh mana konstruk atau kerangka
dari suatu konsep dapat dijadikan sebuah instrumen untuk mengukur apa yang
akan diukur, sedangkan validitas isi merupakan suatu „pengukur‟ yang
dipertimbangkan berdasarkan atas sejauh mana isi alat pengukur tersebut
mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep (Umar,
2000:183).
Pengujian validitas konstruk akan dilakukan dengan uji coba terhadap 40
orang responden dengan melakukan perhitungan melalui korelasi pearson dengan
hasil yang dapat dilihat pada lampiran 3. Penggunaan korelasi pearson karena
mudah dihitung (Osborne, 2008:39). Jika nilai korelasi atau r hitung lebih tinggi
dari pada r tabel maka dinyatakan valid. Pengujian validitas konstruk dilanjutkan
dengan pengujian validitas model untuk membuat model yang baik sesuai dengan
metode SEM yang akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.
Pengujian validitas isi dilakukan dengan membandingkan instrumen
dengan materi yang telah diajarkan (Umar, 2005:127). Pengujian validitas isi
berasal dari teori yang merupakan sumber referensi penggunaan variabel yang
diturunkan hingga menjadi indikator melalui definisi operasional .
Pengukuran validitas juga akan dilakukan uji keterbacaan. Uji keterbacaan
merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana responden dapat
`
35
memahami pertanyaan yang diajukan dalam instrumen penelitian. Uji keterbacaan
ini akan dilakukan terhadap sejumlah kecil responden sebelum peneliti menuju
kepada jumlah responden yang besar.
3.7.2 Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden
dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang
merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner.
Penelitian ini menggunakan teknik pengukuran Cronbach (Sugiyono, 2012:132)
dengan rumus:
(
)(
∑
)
Untuk rumus tersebut:
k = Banyaknya pertanyaan
Sj2
= Nilai Varians Jawaban Item ke-
S2 = Nilai Varians Total
Instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha >0,5
Penggunaan Cronbach alpha karena metode tersebut mudah didapatkan
dan dihitung tanpa memerlukan pengumpulan data pada dua waktu yang berbeda
dari subyek yang sama. Cronbach alpha merupakan indeks pengukuran
reliabilitas yang tidak sulit selama subyek penelitian yang sama menjawab
pertanyaan-pertanyaan untuk menyatakan konstruk yang sama (Robins, et al.
2007:468). Penggunaan Cronbach alpha memberikan keuntungan utama yaitu
memiliki kapasitas untuk menghasilkan perkiraan konsistensi tunggal dari
keandalan melalui beberapa penilaian (Osborne, 2008:39). Hasil pengukuran
reliabilitas instrumen terdapat pada lampiran 4.
`
36
3.8 Metode Analisis Data
Pada proses analisa data, peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif
untuk menjelaskan secara umum terhadap proses identifikasi yang dibutuhkan
dari konsumen dan analisis menggunakan SEM (Structural Equation Modelling)
atau Pemodelan persamaan struktural. Pada analisis menggunakan SEM ini,
variabel independen akan disebut sebagai variabel eksogen sedangkan variabel
dependen akan disebut sebagai variabel endogen. Hal ini sesuai dengan kaidah-
kaidah yang digunakan SEM.
3.8.1 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif memberikan gambaran yang berisi penjelasan ringkas
mengenai variabel-variabel yang diteliti. Statistik deskriptif yang digunakan berisi
jumlah sampel, nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata, dan standar deviasi dari
masing-masing variabel. Selain itu, statistik ini juga menggambarkan karakteristik
umum dari responden yang dijadikan objek penelitian. Analisis ini digunakan
dalam melakukan deskripsi atau gambaran terhadap pertanyaan-pertanyaan
pendukung variabel yang akan diteliti.
3.8.2 Analisis Structural Equation Modelling
Structural Equation Modelling atau Pemodelan Persamaan Struktural
merupakan penggabungan dua konsep statistika, yaitu konsep analisis faktor yang
masuk pada model pengukuran dan konsep analisis regresi melalui model
struktural. Analisis SEM juga menggunakan analisis jalur sebagai persamaan
struktural yang menunjukkan korelasi antar variabel yang dihubungkan dengan
`
37
parameter dari suatu model yang digambarkan dengan suatu diagram jalur
(Haryono dan Wardoyo, 2012:5)
Analisis faktor merupakan teknik statistik multivariat yang digunakan
untuk meringkas dan mereduksi data sejumlah besar variabel ke dalam jumlah
yang lebih kecil atau faktor sedangkan, analisis regresi merupakan teknik statistik
yang digunakan untuk melihat hubungan yang terjadi di antara dua variabel yaitu
variabel dependen dan independen (Hidayat dan Istiadah, 2011:162).
Keunggulan metode SEM dibandingkan analisis faktor dan analisis regresi
yaitu antara lain ialah dapat meneliti variabel atau konstruk yang tidak dapat
teramati atau tidak dapat diukur secara langsung, mengkonfirmasi teori sesuai
dengan data penelitian, dan dapat menjawab berbagai masalah riset dalam suatu
set analisis secara lebih sistematis dan komprehensif (Haryono dan Wardoyo,
2012:9). Model pengukuran pada SEM menjelaskan hubungan antara variabel
dengan indikator-indikatornya dan model struktural menjelaskan hubungan antar
variabel (Widhiarso, 2009). Pendekatan SEM yang digunakan pada penelitian ini
ialah pendekatan PLS (Partial Least Square).
Pendekatan PLS merupakan salah satu pendekatan pada metode SEM yang
digunakan untuk melakukan pemodelan persamaan struktural dengan ukuran
sampel relatif kecil (minimal 30-100 sampel) dan tidak membutuhkan asumsi data
berdistribusi normal (Haryono dan Wardoyo, 2012:17). Data berdistribusi normal
adalah suatu distribusi yang digambarkan dalam grafik berbentuk lonceng yang
datanya memiliki salah satu ciri-ciri data berdistribusi normal yaitu data dapat
diukur dan data memiliki nilai ekstrim (terlalu besar atau terlalu kecil) tidak
terlalu banyak (Arifin, 2008:89).
`
38
Pengembangan PLS pada dasarnya untuk menguji teori yang lemah dan
data yang lemah sehingga ukuran sampel kecil dan data yang tidak berdistribusi
normal tidak menjadi masalah bagi PLS (Wold dalam Latan dan Ghozali,
2012:6). Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan
antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi
teori (Chin dan Newsted dalam Latan dan Ghozali, 2012:6).
Kerangka konseptual pada penelitian ini digambarkan bahwa sifat
indikator pada variabel eksogen lebih bersifat formatif yang menandakan bahwa
hubungan kausalitas berasal dari indikator ke konstruk, dimana konstruk
merupakan suatu proses atau kejadian dari suatu amatan yang diformulasikan
dalam bentuk konseptual dan memerlukan indikator untuk memperjelasnya,
misalnya konstruk loyalitas (Haryono dan Wardoyo, 2012:36).
Model indikator pada variabel endogen lebih bersifat reflektif yang
menandakan bahwa hubungan kausalitas berasal dari konstruk ke indikator.
Fornell dan Bookstein dalam Haryono dan Wardoyo, (2012:47-48) menyatakan
bahwa konstruk seperti “personalitas” atau “sikap” umumnya dipandang sebagai
faktor yang menimbulkan sesuatu yang kita amati sehingga indikatornya bersifat
reflektif. Jika konstruk merupakan kombinasi penjelas dari indikator (seperti
perubahan penduduk atau bauran pemasaran) yang ditentukan oleh kombinasi
variabel maka indikatornya harus bersifat formatif.
Latan dan Ghozali (2012:47) merumuskan tahapan dalam melakukan
analisis menggunakan model persamaan struktural adalah sebagai berikut:
`
39
a. Konseptualisasi Model
Hal terpenting pada SEM adalah perancangan model. Pada tahapan ini
hubungan antar variabel laten (variabel yang tidak bisa diukur secara
langsung) akan diteliti. Hubungan tersebut didasarkan pada rumusan
masalah atau hipotesis penelitian.
b. Merancang Model Pengukuran (Outer Model)
Tahapan berikutnya ialah menyusun hubungan kausalitas dengan
diagram jalur. Tujuannya ialah agar peneliti dapat dengan mudah
mencermati hubungan kausalitas yang ingin diuji. Hubungan kausalitas
yang diteliti adalah antara variabel eksogen terhadap variabel endogen.
Variabel eksogen dalam SEM merupakan pengganti istilah variabel
independen. Sedangkan variabel eksogen merupakan pengganti istilah
variabel dependen. Hubungan pada masing-masing variabel eksogen
dan endogen terhadap indikator dilakukan perancangan agar peneliti
dapat mengetahui apakah indikator bersifat reflektif atau formatif.
Bersifat reflektif berarti indikator sebagai variabel yang dipengaruhi
oleh variabel laten. Sedangkan bersifat formatif berarti indikator
dipandang sebagai variabel yang memengaruhi variabel laten.
c. Mengkonstruksi Diagram Jalur
Tahapan-tahapan pada perancangan model struktural dan pengukuran
akan memudahkan dalam memahami jalur yang akan dibangun.
Diagram jalur yang telah dibentuk dapat menggambarkan keseluruhan
`
40
model penelitian yang akan diteliti. Berikut diagram jalur atau model
pengukuran pada masing-masing variabel laten.
1) Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 1 dengan Simbol (ξ1).
Model pengukuran variabel laten eksogen 1 bersifat formatif
karena konsep produk terbentuk oleh fitur dan manfaat produk sebagai
subvariabel yang masing-masing subvariabel tersebut terbentuk oleh
indikator-indikator berupa pernyataan pada kuesioner yang mewakili
kedua subvariabel. Model bersifat formatif menggunakan arah panah
yang mengarah dari indikator ke subvariabel dan subvariabel ke arah
variabel. Terlihat pada gambar 4 bahwa indikator subvariabel fitur
produk dinotasikan dengan FITPn (indikator-indikator fitur produk
dengan “n” menandakan indikator fitur produk yang ke-n) dan indikator
subvariabel manfaat produk dinotasikan dengan MANFn (indikator-
indikator manfaat produk dengan “n” menandakan indikator fitur
produk yang ke-n).
Gambar 4. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 1
ξ1
X1
X2
`
41
Keterangan:
ξ1 = Variabel laten eksogen 1 (Konsep produk)
X1= Subvariabel 1 (Fitur produk)
X2= Subvariabel 2 (Manfaat produk)
Indikator-indikator pada model pengukuran variabel laten eksogen
1 ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diharapkan mampu
mewakili data yang akan dianalisis. Tabel 5 merupakan keterangan
lengkap dari indikator pada model ini.
Tabel 5. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten
Eksogen 1
2) Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 2 dengan Simbol (ξ2).
Model pengukuran variabel laten eksogen 2 bersifat formatif
karena budaya konsumsi dibentuk oleh kebiasaan konsumsi, waktu
konsumsi, dan frekuensi konsumsi sebagai subvariabel yang masing-
Pertanyaan
Nomor
Kode
Indikator Indikator
8 FITP1 Tingkat penerimaan responden terhadap
tekstur tortilla
9 FITP2 Tingkat penerimaan responden terhadap
bumbu pada kebab
11 FITP3
Tingkat penerimaan responden terhadap
bahan tambahan (saus dan mayonaise)
pada kebab
23 FITP4 Tingkat kelembutan tekstur tortilla
12 MANF1 Penerimaan responden terhadap penting
tidaknya kemasan yang praktis
13 MANF2 Penerimaan responden terhadap penting
atau tidaknya sayur dalam kebab
27 MANF3 Penilaian responden terhadap manfaat
kebab dari aspek kepraktisan
28 MANF4 Penilaian responden terhadap manfaat
kebab dari aspek kesehatan
29 MANF5 Penilaian responden terhadap manfaat
kebab dari aspek pemenuhan rasa lapar
`
42
masing subvariabel tersebut terbentuk oleh indikator-indikator berupa
pertanyaan pada kuesioner yang mewakili ketiga subvariabel. Model
bersifat formatif menggunakan arah panah yang mengarah dari
indikator ke subvariabel dan subvariabel ke arah variabel.
Gambar 5. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 2
Keterangan:
ξ2 = Variabel laten eksogen 2 (Budaya konsumsi)
X3= Subvariabel 1 (Kebiasaan konsumsi)
X4= Subvariabel 2 (Frekuensi konsumsi)
X5= Subvariabel 3 (Waktu Konsumsi)
Terlihat pada gambar 5 bahwa indikator subvariabel fitur produk
dinotasikan dengan KEBKn (indikator-indikator kebiasaan konsumsi
dengan “n” menandakan indikator kebiasaan konsumsi yang ke-n).
Indikator dari subvariabel waktu konsumsi dinotasikan dengan
X3
X4
X5
ξ2
`
43
WAKKn (indikator-indikator waktu konsumsi dengan “n” menandakan
indikator waktu konsumsi yang ke-n). Indikator dari subvariabel
frekuensi konsumsi dinotasikan dengan FREKn (indikator-indikator
frekuensi konsumsi dengan “n” menandakan indikator kebiasaan
konsumsi yang ke-n). Indikator-indikator pada model pengukuran
variabel laten eksogen 2 ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang
diharapkan mampu mewakili data yang akan dianalisis. Tabel 6
merupakan keterangan lengkap dari indikator pada model ini.
Tabel 6. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten
Eksogen 2
Pertanyaan
Nomor
Kode
Indikator Indikator
15 KEBK1
Penting atau tidaknya kecenderungan
mengkonsumsi karena akrab dengan
produk
30 KEBK2
Tingkat kecenderungan mengkonsumsi
produk secara rutin sejak mengenal
produk
31 KEBK3 Konsistensi mengkonsumsi kebab
45 KEBK4 Terbiasa atau tidaknya mengkonsumsi
kebab
17 FREK1
Penting atau tidaknya frekuensi konsumsi
dalam memengaruhi responden
mengkonsumsi kebab
46 FREK2 Tingkat persetujuan terhadap frekuensi
konsumsi kebab
18 WAKK1 Pentingnya posisi produk dalam konsumsi
(sebagai camilan)
33 WAKK2 Pemosisian konsumsi kebab oleh
responden
`
44
3) Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 3 dengan Simbol (ξ3).
Model pengukuran variabel laten eksogen 3 bersifat formatif
karena pengaruh keluarga dibentuk oleh dominasi peran anggota
keluarga dan intensitas interaksi antar anggota keluarga sebagai
subvariabel yang masing-masing subvariabel tersebut terbentuk oleh
indikator-indikator berupa pertanyaan pada kuesioner yang mewakili
kedua subvariabel. Model bersifat formatif menggunakan arah panah
yang mengarah dari indikator ke subvariabel dan subvariabel ke arah
variabel.
Gambar 6. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 3
Keterangan:
ξ3 = Variabel laten eksogen 3 (Pengaruh keluarga)
X6= Subvariabel 1 (Dominasi peran)
X7= Subvariabel 2 (Intensitas interaksi)
Terlihat pada gambar 6 bahwa indikator subvariabel fitur produk
dinotasikan dengan DOMPn (indikator-indikator dominasi peran
dengan “n” menandakan indikator dominasi peran yang ke-n) dan
X6
X7
ξ3
`
45
indikator subvariabel intensitas interaksi dinotasikan dengan INTIn
(indikator-indikator intensitas interaksi dengan “n” menandakan
indikator intensitas interaksi yang ke-n).
Indikator-indikator pada model pengukuran variabel laten eksogen
3 ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diharapkan mampu
mewakili data yang akan dianalisis. Tabel 7 merupakan keterangan
lengkap dari indikator pada model ini.
Tabel 7. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten
Eksogen 3
Pertanyaan
Nomor
Kode
Indikator Indikator
19 DOMP1 Penting atau tidaknya pengaruh keluarga
dalam konsumsi kebab
20 DOMP2
Penting atau tidaknya dari adanya orang
yang pengalaman yang dapat memberikan
saran dalam konsumsi
34 DOMP3 Ada atau tidaknya pengaruh keluarga
dalam konsumsi kebab
35 DOMP4 Peran anggota keluarga dalam
memengaruhi konsumsi
49 DOMP5 Ada atau tidaknya anggota keluarga yang
bertindak sebagai inisiator
50 DOMP6 Ada atau tidaknya anggota bertindak
sebagai pemberi pengaruh
21 INTI1 Penting atau tidaknya dari adanya orang
dekat yang dapat memengaruhi seseorang
22 INTI2 Penting atau tidaknya dari adanya interaksi
sebelum konsumsi kebab
36 INTI3
Tingkat kecenderungan berinteraksi
terlebih dahulu dengan keluarga sebelum
mengkonsumsi produk
37 INTI4
Ada atau tidaknya anggota keluarga yang
dipercaya untuk memberikan saran
konsumsi
38 INTI5 Intensitas menanyakan saran dengan
anggota keluarga
51 INTI6 Persetujuan terhadap pendapat anggota
keluarga sebelum konsumsi produk
`
46
4) Model Pengukuran Variabel Y dengan Simbol (η).
Model pengukuran variabel laten eksogen 2 bersifat reflektif karena
perilaku konsumen dicerminkan oleh motivasi, persepsi, dan sikap
sebagai subvariabel yang masing-masing subvariabel tersebut terbentuk
oleh indikator-indikator berupa pertanyaan pada kuesioner yang
mewakili ketiga subvariabel. Model bersifat reflektif menggunakan
arah panah yang mengarah dari variabel ke subvariabel dan subvariabel
ke arah indikator.
Gambar 7. Pemodelan Variabel Laten Endogen
Keterangan:
η = Variabel laten endogen (Perilaku konsumen)
Y1= Subvariabel 1 (Motivasi)
Y2= Subvariabel 2 (Persepsi)
Y2= Subvariabel 2 (Sikap)
Terlihat pada gambar 7 bahwa indikator subvariabel motivasi
dinotasikan dengan MOTn (indikator-indikator motivasi dengan “n”
menandakan indikator motivasi yang ke-n). Indikator dari subvariabel
Y1
Y2
Y3
η
`
47
persepsi dinotasikan dengan PERSn (indikator-indikator persepsi
dengan “n” menandakan indikator persepsi yang ke-n). Indikator dari
subvariabel sikap dinotasikan dengan SIKPn (indikator-indikator sikap
dengan “n” menandakan indikator sikap yang ke-n)
Indikator-indikator pada model pengukuran variabel laten endogen
ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diharapkan mampu
mewakili data yang akan dianalisis. Tabel 8 merupakan keterangan
lengkap dari indikator pada model ini.
Tabel 8. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten
Endogen
Pertanyaan
Nomor
Kode
Indikator Inti Pertanyaan
39 MOT1 Pengaruh produk dalam menentukan
konsumsi
40 MOT2 Alasan dominan mengkonsumsi kebab
(produk atau orang lain)
52 MOT3 Produk kebab mampu menarik minat
responden untuk mengkonsumsinya
53 MOT4
Pengaruh orang lain terhadap suatu
produk menarik minat responden untuk
mengkonsumsinya
41 PERS1 Tingkat kepercayaan terhadap penjual
kebab
42 PERS2 Tingkat kepercayaan terhadap anggota
keluarga
54 PERS3 Anggota keluarga lebih paham mengenai
produk kebab
43 SIKP1 Sikap terhadap penawaran produk kebab
44 SIKP2 Sikap terhadap pengaruh anggota
keluarga
55 SIKP3 Responden mengkonsumsi kebab
berdasarkan saran orang lain
`
48
d. Konversi diagram jalur ke dalam sistem persamaan
Pada tahapan ini, diagram yang telah dibuat akan dikonversi atau
diubah ke dalam sistem persamaan. Persamaan yang dibuat terdapat dua
persamaan yaitu inner model dan outer model. Berikut persamaan-
persamaan yang terdapat pada penelitian ini.
1) Outer model (spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan
indikator)
a) Untuk variabel laten eksogen 1 (formatif)
ξ1=λX1X1+ λX2X2+δ1
b) Untuk variabel laten eksogen 2 (formatif)
ξ2=λX3X3+ λX4X4+ λX5X5+δ2
c) Untuk variabel laten eksogen 3 (formatif)
ξ3=λX6X6+ λX7X7+δ3
d) Untuk variabel laten endogen 1 (reflektif)
y1= λY1Y1+ ε1
y2= λY2Y2+ ε2
y3= λY3Y3+ ε3
2) Inner model (spesifikasi hubungan antara variabel laten)
η1= γ1ξ1+ γ2ξ2+ γ3ξ3+ς1
e. Evaluasi model
Model evaluasi PLS dilakukan dengan menilai outer model dan inner
model. Evaluasi model pengukuran atau outer model dilakukan untuk
menilai validitas dan reliabilitas model sedangkan evaluasi model
struktural atau inner model dilakukan untuk memprediksi hubungan
`
49
antar variabel laten (Latan dan Ghozali, 2012:77). Berikut rincian
evaluasi model yang harus dilakukan.
1) Outer model reflektif
a) Convergent validity
Validitas konvergen merupakan tingkat sejauh mana
operasionalisasi menyatu dengan operasionalisasi lain yang serupa
secara teoritis (Lowry dan Gaskin, 2014:127). Validitas konvergen
dilihat dari korelasi antara skor indikator formatif dengan skor
variabel latennya. Loading atau nilai korelasi sebesar 0.5 sampai
0.6 dianggap cukup pada jumlah indikator per konstruk yang tidak
besar, sekitar tiga sampai tujuh indikator. Hair, dkk (2010) dalam
Widhiarso (2011) menyatakan sebuah pengukuran telah memenuhi
validitas konvergen jika:
(1) Memiliki reliabilitas indikator minimal 0,5
(2) Memiliki reliabilitas komposit lebih tinggi dari 0,7
(3) Memiliki AVE (average variance extended) minimal 0,5
b) Discriminant validity
Validitas diskriminan merupakan tingkat sejauh mana
operasionalisasi menyimpang dari operasionalisasi lain yang harus
berbeda secara teoritis (Lowry dan Gaskin, 2014:127). Validitas
diskriminan dihitung dengan cara membandingkan nilai square
root of AVE setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk
lainnya dalam model, jika nilai AVE konstruk lebih besar dari
`
50
korelasi dengan seluruh konstruk lainnya maka dikatakan memiliki
discriminant validity yang baik. Direkomendasikan nilai
pengukuran harus lebih besar dari 0,50. Berikut rumus dari AVE:
c) Indicator reliability
Reliabilitas indikator merinci bagian dari varian indikator yang
dapat dijelaskan oleh variabel laten yang mendasarinya (Vinzi et.
al, 2010:694). Pengukuran reliabilitas indikator dengan menghitung
akar pangkat dua dari nilai muatan faktor (factor loading) yang
merupakan estimasi berapa banyak beban indikator tertentu ke
dalam konstruk dari sebuah model. Indikator yang memiliki nilai
muatan faktor yang besar menunjukkan bahwa indikator tersebut
memiliki hubungan yang kuat dengan konstruk laten sehingga
mendukung tingginya reliabilitas. Nilai reliabilitas indikator dapat
dikatakan baik jika memiliki nilai diatas 0,5 setelah muatan faktor
dikuadratkan.
d) Composite reliability
Perhitungan reliabilitas komposit digunakan untuk mengetahui
seberapa baik sebuah konstruk dapat diukur oleh indikator yang
menyusunnya (Vinzi et. al, 2010:695). Kelompok indikator yang
mengukur sebuah variabel memiliki reliabilitas komposit yang baik
jika memiliki composite reliability ≥0,7, walaupun bukan
`
51
merupakan standar absolut. Berikut rumus dari composite
reliability:
2) Outer model formatif
a) Outer model weight and significance
Pengukuran model formatif yang pertama diukur melalui outer
weight (bobot yang didapatkan dari hasil pengukuran indikator
pada model). Jika indikator memiliki outer weight yang tidak
signifikan (<1,65) maka perlu dilihat outer loading atau nilai
korelasi dari indicator tersebut. Indikator dihilangkan jika memiliki
outer weight dan outer loading yang tidak signifikan (Kwong dan
Wong, 2011). Vinzi et. al (2010: 598) menyatakan mengukur
perbandingan nilai outer weight dan outer loading adalah untuk
melihat reliabilitas indikator.
b) Collinearity of indicators
Kolinearitas adalah suatu keadaan jika semua variabel bebas
dimasukkan dalam model persamaan regresi menghasilkan
koefisien korelasi dan koefisien determinasi yang rendah, namun
jika variabel bebas dimasukkan satu per satu, menghasilkan
koefisien korelasi dan koefisien determinasi yang besar atau
signifikan (Nawari, 2010:233). Masalah kolinearitas pada model
formatif dapat terjadi jika indikator berkorelasi kuat terhadap
indikator lainnya. Gaskin dan Lowry (2014:137) dalam jurnalnya
`
52
menyatakan bahwa untuk mengukur validitas konstruk formatif
bisa dilakukan dengan cara melihat nilai multikolinearitas dari
indikator. Nilai dari variance inflation factor harus kurang dari 10
agar model memiliki validitas konstruk yang baik.
3) Inner model
Evaluasi inner model diukur dengan menggunakan R-square
variabel laten dependen dengan interpretasi yang sama dengan regresi
sedangkan Q-square predictive relevance untuk model struktural,
mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga
estimasi parameternya. Nilai Q-square > 0 menunjukkan model
memiliki predictive relevance. Jika nilai Q-square ≤ 0 menunjukkan
model kurang memiliki predictive relevance. Rumus Q-square ialah:
Q2=1-(1-R1
2)
R12
adalah R-Square variabel endogen dalam model persamaan.
Besaran Q2 ini memiliki nilai dengan rentang 0 < Q
2 < 1, semakin
mendekati 1 berarti model semakin baik.
f. Interpretasi estimasi model (pengujian hipotesis)
Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode resampling bootstrap
yang dikembangkan oleh Geisser dan Stone. Metode resampling bootstrap
menggunakan seluruh sampel asli untuk melakukan resampling (Latan dan
Ghozali, 2012:54). Vinzi et al. (2010:283) menyatakan bahwa bootstrap
merupakan metode resampling melalui komputer secara intensif yang
dapat memberikan jawaban terhadap masalah statistik dengan kelompok
`
53
yang besar. Resampling digunakan untuk membuat rangkaian data dimana
nilai R-Square diukur dari masing-masing variabel laten endogen. Statistik
uji yang digunakan adalah statistik t atau uji t. Penerapan metode
resampling, memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas sehingga
tidak memerlukan asumsi distribusi normal dan tidak memerlukan sampel
yang besar.
Pengujian dilakukan dengan t-test, jika diperoleh p-value ≤0,10 maka
disimpulkan siginifikan dan sebaliknya. Jika hasil pengujian hipotesis pada
outer model signifikan, hal ini menunjukkan bahwa indikator dipandang
dapat digunakan sebagai instrumen pengukur variabel laten. Sedangkan
bilamana hasil pengujian pada inner model signifikan, maka dapat
diartikan bahwa terdapat pengaruh yang nyata pada variabel laten terhadap
variabel laten lainnya. Berikut hipotesis yang diajukan pada penelitian ini:
1) Hipotesis Pengaruh Konsep Produk terhadap Perilaku Konsumen
a) Ho1: Tidak terdapat pengaruh antara konsep produk dengan
perilaku konsumen.
b) Ha1: Terdapat pengaruh antara konsep produk dengan perilaku
konsumen.
2) Hipotesis Budaya Konsumsi terhadap Perilaku Konsumen
a) Ho2: Tidak terdapat pengaruh antara budaya konsumsi dengan
perilaku konsumen.
b) Ha2: Terdapat pengaruh antara budaya konsumsi dengan
perilaku konsumen.
`
54
3) Hipotesis Pengaruh Konsep Produk terhadap Perilaku Konsumen
a) Ho3: Tidak terdapat pengaruh keluarga dengan perilaku
konsumen.
b) Ha3: Terdapat pengaruh keluarga dengan perilaku konsumen.
3.9 Validasi Model
Model yang dibentuk berdasarkan hasil screening dari kuesioner yang telah
disebar atau validasi instrumen terdapat 39 pernyataan yang valid dari total 49
pernyataan. Pemodelan persamaan struktural dengan menggunakan pendekatan
PLS (Partial Least Square) membutuhkan validasi lanjutan yaitu validasi model.
Hal ini diperlukan agar model yang dibentuk merupakan model yang fit atau
model yang baik untuk dianalisis pada tahapan selanjutnya. Evaluasi model
pengukuran atau outer model dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas
model sedangkan evaluasi model struktural atau inner model dilakukan untuk
memprediksi hubungan antar variabel laten (Latan dan Ghozali, 2012:77).
Validasi ini terdiri dari validasi model formatif dan validasi model reflektif.
3.9.1 Validasi Model Formatif
Validasi model formatif merupakan validasi yang dilakukan untuk
mengukur validitas dan reliabilitas model yang bersifat formatif yaitu pada
variabel eksogen (variabel independen) yang terdiri dari subvariabel Konsep
Produk, variabel Budaya Konsumsi, dan variabel Pengaruh Keluarga. Validasi ini
menggunakan cara membandingkan nilai uji-t pada outer loading (nilai korelasi
indikator) dan outer weight (bobot yang didapatkan dari hasil pengukuran
indikator pada model) dari hasil bootstraping atau metode resampling melalui
`
55
komputer secara intensif yang dapat memberikan jawaban terhadap masalah
statistik dengan kelompok yang besar dengan menggunakan seluruh sampel asli
untuk membuat rangkaian data dimana nilai R-Square diukur dari dari masing-
masing variabel laten endogen. Indikator tetap digunakan apabila nilai uji-t pada
outer loading atau outer weight menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat
kepercayaan sebesar 90 persen (>1,65) . Indikator tidak digunakan jika nilai t-
statistic atau nilai t-hitung pada outer loading atau outer weight menunjukkan
hasil yang tidak signifikan (<1,65). Hasil validasi model formatif tersaji pada
lampiran 5. Hasil validasi model menyatakan bahwa satu indikator tidak
digunakan yaitu indikator pada subvariabel manfaat produk karena nilai uji-t pada
outer loading maupun outer weight tidak signifkan.
Validasi model formatif juga melihat ada atau tidaknya kolinearitas antara
indikator pembentuk variabel eksogen dengan variabel endogen. Kolinearitas
merupakan suatu keadaan jika semua variabel bebas dimasukkan dalam model
persamaan regresi menghasilkan koefisien korelasi dan koefisien determinasi
yang rendah, namun jika variabel bebas dimasukkan satu per satu, menghasilkan
koefisien korelasi dan koefisien determinasi yang besar atau signifikan. Untuk
mengetahui ada tidaknya kolinearitas pada indikator maka perlu pengecekan
kolinearitas melalui VIF (variance inflation factor atau faktor inflasi
penyimpangan baku kuadrat). Nilai dari VIF maksimum 10 menunjukkan bahwa
validitas konstruk terdapat pada indikator yang bersifat formatif, jika memiliki
nilai lebih dari 10 maka indikator tidak digunakan (Gaskin dan Lowry, 2014:137).
Hasil penilaian terhadap ada atau tidaknya masalah kolinearitas yang disajikan
pada lampiran 5 menyatakan tidak ada masalah kolinearitas pada model.
`
56
3.9.2 Validasi Model Reflektif
Validasi model reflektif validasi yang dilakukan untuk mengukur validitas
dan reliabilitas model yang bersifat reflektif yaitu pada variabel endogen (variabel
dependen) yang terdiri dari subvariabel Motivasi, variabel Persepsi, dan variabel
Sikap. Kriteria tersebut seperti yang telah disebutkan pada Bab 3 yaitu mengukur
reliabilitas indikator (indicator reliability), reliabilitas komposit (composite
reliability) validitas konvergen (convergent validity), dan validitas diskriminan
(discriminant validity). Berikut merupakan hasil dari outer loading untuk
mengukur reliabilitas indikator yang disajikan pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil Awal Outer Loading
Sumber : Data Primer (diolah)
Keterangan
MOTn : Indikator subvariabel motivasi ke-n
PERSn : Indikator subvariabel persepsi ke-n
SIKPn : Indikator subvariabel sikap ke-n
Tabel 9 memperlihatkan hasil outer loading yang memiliki nilai bervariasi
dari indikator terhadap subvariabelnya. Model dikatakan memiliki reliabilitas
indikator apabila memiliki nilai outer loading lebih dari 0,7. Indikator yang
Kode Indikator
Subvariabel
Motivasi Persepsi Sikap
MOT1 0,588
MOT2 0,337
MOT3 0,699
MOT4 0,737
PERS1
0,740
PERS2
0,878
PERS3
0,592
SIKP1
0,760
SIKP2
0,838
SIKP3
0,496
`
57
memiliki nilai indikator kurang dari 0,7 dikeluarkan dari perhitungan secara
bertahap dimulai dari yang terkecil sehingga didapatkan model yang memiliki
reliabilitas indikator yang baik. Hasil tersebut disajikan pada tabel 10.
Tabel 10. Hasil Akhir Outer Loading
Sumber : Data Primer (diolah)
Keterangan
MOTn : Indikator subvariabel motivasi ke-n
PERSn : Indikator subvariabel persepsi ke-n
SIKPn : Indikator subvariabel sikap ke-n
Indikator dikeluarkan secara bertahap dikarenakan setiap indikator yang
tidak memenuhi syarat apabila dikeluarkan dapat menyebabkan nilai outer
loading atau nilai korelasi indikator lainnya bertambah. Tabel 10 menyatakan
bahwa dari total sepuluh indikator dengan tiga subvariabel tersisa enam indikator.
Indikator tersebut yang akan digunakan pada model akhir.
Model dapat dikatakan memiliki reliabilitas komposit apabila nilai
reliabilitas kompositnya >0,7 (Latan dan Ghazali, 2012:81). Perhitungan
reliabilitas komposit digunakan untuk mengetahui seberapa baik sebuah konstruk
dapat diukur oleh indikator yang menyusunnya. Reliabilitas komposit dari suatu
Kode Indikator Subvariabel
Motivasi Persepsi Sikap
MOT1 Drop
MOT2 Drop
MOT3 0,783
MOT4 0,847
PERS1
0,864
PERS2
0,907
PERS3
Drop
SIKP1
0,851
SIKP2
0,866
SIKP3
Drop
`
58
model dapat dilihat dari report atau laporan dari software smartPLS. Sedangkan
untuk validitas konvergen dilihat dari nilai AVE (average variance extract) atau
nilai yang menyatakan ukuran konvergen dari suatu item atau indikator yang
mewakili konstruk. Model dapat dikatakan memiliki validitas konvergen jika nilai
AVE >0,5. Hasil tersebut disajikan pada tabel 11.
Tabel 11. Hasil AVE dan Reliabilitas Komposit
AVE Composite Reliability
Motivasi 0,665 0,799
Persepsi 0,785 0,879
Sikap 0,737 0,849
Sumber : Data Primer (diolah)
Nilai AVE dan reliabilitas komposit berdasarkan tabel 13 telah memenuhi
kriteria yang telah ditentukan karena memiliki nilai AVE>0,5 dan nilai Composite
Reliability>0,7 sesuai pada tabel 11. Model dapat dikatakan telah memenuhi
reliabilitas komposit dan validitas konvergen. Nilai tersebut didapatkan setelah
indikator dengan nilai outer loading <0,7 dibuang.
Pengujian validitas diskriman dilakukan dengan cara membandingkan nilai
akar dari nilai AVE dengan korelasi antar konstruk lainnya dalam model.
Pengujian pada tahapan ini menyatakan bahwa model telah memenuhi validitas
diskriminan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Pengukuran Validitas Diskriminan
Catatan: angka yang dicetak tebal merupakan hasil akar dari nilai AVE
Sumber : Data Primer (diolah)
Motivasi Persepsi Sikap
Motivasi 0,8154
Persepsi 0,365 0,8860
Sikap 0,356 0,565 0,8585
`
59
Pengujian validitas model dengan empat kriteria tersebut menghasilkan
model yang baik. Namun, hal tersebut dilakukan dengan membuang empat
indikator yang tidak memenuhi kriteria validitas model. Indikator yang dibuang
berasal dari subvariabel motivasi sebanyak dua indikator, subvariabel persepsi
sebanyak satu indikator, dan subvariabel sikap sebanyak satu indikator. Hasil
akhir pada model reflektif ini menghasilkan enam indikator.
`
60
3.10 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penentuan suatu konstruk sehingga menjadi
variabel atau variabel-variabel yang dapat diukur. Definisi operasional
menjelaskan cara tertentu yang dapat digunakan oleh peneliti dalam
mengoperasionalisasikan konstruk, sehingga memungkinkan peneliti lain untuk
melakukan replikasi (pengulangan) pengukuran dengan cara yang sama, atau
mencoba untuk mengembangkan cara pengukuran konstruk yang lebih baik
(Umar, 2002:233). Tabel 13 merupakan gambaran umum definisi operasional,
sedangkan secara detail definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini
yang disajikan dalam bentuk tabel dalam lampiran 2.
Tabel 13. Gambaran Umum Definisi Operasional
Variabel Jenis
variabel
Subvariabel Sifat
indikator
Jumlah
indikator
Konsep
Produk (ξ1)
Eksogen
(variabel
bebas)
Fitur Produk (X1) Formatif 4
Manfaat (X2) Formatif 4
Budaya
Konsumsi
(ξ2)
Eksogen
(variabel
bebas)
Kebiasaan
Konsumsi (X3) Formatif 4
Frekuensi
Konsumsi (X4) Formatif 2
Waktu Konsumsi
(X5) Formatif 2
Pengaruh
Keluarga(ξ3)
Eksogen
(variabel
bebas)
Dominasi Peran
(X6) Formatif 6
Intensitas
Interaksi (X7) Formatif 6
Perilaku
Konsumen
(η)
Endogen
(variabel
terikat)
Motivasi (Y1) Reflektif 2
Persepsi (Y2) Reflektif 2
Sikap (Y3) Reflektif 2
`
61
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah
Kebab Turki Baba Rafi merupakan sebuah merek dagang dari PT. Baba
Rafi Indonesia yang bergerak di bidang makanan siap saji. Perusahaan ini
didirikan oleh Hendy Setiono dan telah berdiri sejak tahun 2003 dengan kebab
sebagai produk utama. Kebab merupakan makanan khas Timur Tengah yang
terdiri dari tortilla (semacam roti tipis) yang berisi sayur, daging, keju, dan saus
dan mayonaise.
Sejarah didirikannya usaha kebab ini bermula ketika Hendy Setiono
berkunjung ke Qatar, dimana ayahnya bekerja di negara tersebut. Banyaknya
outlet di negara tersebut membuat ia tertarik untuk menjualnya di Indonesia.
Sesampainya di Indonesia, ia langsung mewujudkan niatnya. Sebuah gerobak
kayu berdiri di pinggiran jalan Kota Surabaya untuk menjual kebab.
Kebab Turki Baba Rafi memiliki visi yaitu Menjadi bisnis waralaba
kebab yang terbesar, menguntungkan dan paling berpengaruh di dunia. Visi
tersebut yang mendorong perusahaan untuk memperluas jaringannya melalui
outlet-outlet yang tersebar di seluruh Indonesia. Misi dari Kebab Turki Baba Rafi
yaitu:
1) Menawarkan makanan berkualitas dengan harga yang terjangkau.
2) Memberikan pelayanan yang memuaskan untuk para franchisee dan
pelanggan.
`
62
3 10 75
136
336 470
533 648
850
1020
0
200
400
600
800
1000
1200
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Perkembangan Outlet
Adapun tujuan perusahaan adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia
dengan mengadakan program dan tanggung jawab sosial yang mendukung
masyarakat dan pemegang saham”.
Kebab Turki Baba Rafi (KTBR) memiliki pertumbuhan cukup pesat dari
segi outlet yang telah mencapai 1153 outlet pada tahun 2013 dari awal berdiri
pada tahun 2003 yang hanya memiliki satu outlet. Perkembangan ini cukup
signifikan mengingat umur perusahaan yang baru 10 tahun. Jika dirata-ratakan
maka pertumbuhannya lebih dari 100 outlet per tahun. PT. Baba Rafi Indonesia
berkembang dengan baik dan mampu menguasai pasar karena menerapkan sistem
franchise. Sistem franchise menjadikan perusahaan tidak perlu mengeluarkan
uang untuk memperluas jaringan pemasarannya melalui outlet, karena ada
investor yang dapat membantu memperluas jaringan pemasaran. Pertumbuhan
jumlah outlet di PT. Baba Rafi Indonesia dari tahun 2003 hingga tahun 2012
disajikan pada gambar 8.
Gambar 8. Perkembangan Jumlah Outlet
Sumber: PT. Baba Rafi Indonesia
`
63
Pertumbuhan outlet tersebut merupakan data secara nasional dari
perusahaan. Kebab Turki Baba Rafi telah berada di 29 Provinsi di seluruh
Indonesia dan telah ekspansi ke luar negeri yaitu Malaysia dan Filipina. Tabel 14
merupakan klasifikasi lokasi-lokasi outlet Kebab Turki Baba Rafi.
Tabel 14. Klasifikasi Outlet Kebab Turki Baba Rafi Berdasarkan Lokasi
Sumber: Kebab Turki Baba Rafi
Nama merek yang dipakai yaitu Baba Rafi, yang berarti Ayah Rafi diambil
dari nama anak pertama Hendy Setiono yang bernama Rafi. Perusahaan ini
awalnya terletak di Surabaya lalu dipindahkan ke Jakarta menempati rumah yang
sederhana. Sekarang perusahaan telah pindah ke gedung milik sendiri yang terdiri
atas gedung kantor 3 lantai dan pabrik pembuatan bahan-bahan baku kebab yang
terletak di Jl. RS. Fatmawati no. 33, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Foto gedung
PT. Baba Rafi Indonesia disajikan pada gambar 9.
Provinsi Jumlah
Outlet Provinsi
Jumlah
Outlet
Aceh 5 Bali 11
Sumatera Utara 12 Kalimantan Barat 7
Sumatera Barat 9 Kalimantan Selatan 26
Sumatera Selatan 10 Kalimantan Tengah 22
Riau 13 Kalimantan Timur 36
Lampung 8 Kalimantan Utara 1
Bangka Belitung 4 Sulawesi Selatan 46
Batam 2 Sulawesi Barat 2
Bengkulu 1 Sulawesi Tenggara 2
Jambi 2 Sulawesi Utara 4
Banten 61 Maluku Utara 2
DKI Jakarta 238 NTT 1
Jawa Barat 234 Papua 3
Jawa Tengah 82 Luar Negeri
DIY 29 Malaysia 5
Jawa Timur 194 Filipina 8
`
64
Gambar 9. Gedung PT. Baba Rafi Indonesia
4.2 Perkembangan Perusahaan
Usaha Kebab Turki Baba Rafi bermula dengan outlet sederhana di pinggir
jalan memasarkan produk kebab hingga saat ini mempunyai gedung yang cukup
megah seperti pada gambar 9. Kebab Turki Baba Rafi Berawal hanya dari satu
outlet, dikarenakan tingginya minat masyarakat untuk turut serta dalam investasi
maka dibuka penawaran-penawaran terbatas kepada orang-orang terdekatnya.
Pertumbuhan outlet Kebab Turki Baba Rafi yang cukup pesat dikarenakan
penerapan sistem franchise oleh PT. Baba Rafi Indonesia pada tahun 2006. Hal
tersebut menjadikan Kebab Turki Baba Rafi sebagai pioneer franchise lokal di
bidang makanan. Kebab Turki Baba Rafi memiliki banyak penghargaan baik dari
dalam maupun luar negeri yang menjadikannya nilai tambah bagi Kebab Turki
Baba Rafi untuk menarik minat masyarakat agar mau berinvestasi di Kebab Turki
Baba Rafi.
`
65
Kebab Turki Baba Rafi pada awalnya hanya menjual produk kebab, seiring
perkembangan zaman dan pasar, perusahaan memulai menjual variasi produk agar
dapat memberikan berbagai macam pilihan bagi konsumen. Produk tersebut
antara lain ialah burger, hot dog, canai, syawarma, roti pita, dan lainnya.
Kehadiran variasi produk tersebut menjadi salah satu keunggulan bagi
Kebab Turki Baba Rafi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan sejenis yang
membuka usaha sama persis dengan Kebab Turki Baba Rafi. Kebab Turki Baba
Rafi sebagai salah satu merek dagang pertama yang menjual produk kebab
mampu menjadi top of mind sebagai usaha kebab (Zaziri, 2013:73).
Kebab Turki Baba Rafi pada saat ini telah membuka outlet di luar negeri
yaitu di Malaysia dan Filipina. Sistem yang diterapkan di Malaysia ialah adanya
perusahaan yang membeli franchise dengan menjadikan perusahaan tersebut
menjadi master franchise, sehingga ketika ada masyarakat Malaysia yang ingin
membeli franchise tidak perlu lagi ke Indonesia, namun melalui perwakilan
Kebab Turki Baba Rafi yang berada di Malaysia. Outlet Kebab Turki baba Rafi di
Malaysia telah berkembang menjadi sekitar lima outlet.
Outlet Kebab Turki Baba Rafi di Filipina terdapat satu outlet yang dikelola
oleh perorangan. Produk kebab sangat dinikmati, karena dikonsepkan sebagai
restoran. Kebab Turki Baba Rafi juga telah menandatangani perjanjian kerjasama
dengan calon investor dari Negara Cina pada oktober 2013. Penghargaan yang
pernah diterima oleh Kebab Turki Baba Rafi antara lain ialah:
1) Pemenang “Penghargaan Bisnis Indonesia Pengusaha Kecil dan
Menengah” (ISMBEA) 2006 oleh Kementerian Koperasi dan UKM
Indonesia.
`
66
2) Pemenang “Penghargaan Kewirausahaan Asia Pasifik 2008” – Kategori
paling menjanjikan – oleh Enterprise Asia dari Malaysia.
3) Rekor Bisnis “Perusahaan Kebab Nasional Pertama dengan Sistem
Franchise dan Jumlah Gerai Terbanyak di Indonesia” oleh ReBi 2011.
4) Pemenang HAKI 2012 “Kategori Pengusaha Innovator Visioner” oleh
Wakil Presiden Indonesia pada tahun 2012.
4.3 Konsep Produk
Kebab Turki Baba Rafi memiliki berbagai macam produk dengan konsep
utama yaitu roti dengan isi sayuran, aneka daging, saus, dan mayonaise. Kebab
sebagai produk utama terdiri dari roti tipis atau tortilla yang berisi sayuran seperti
selada, tomat, timun, dan bawang bombay serta olahan daging sapi yang dipotong
tipis dan diberikan saus serta mayonaise. Produk lainnya dari Kebab Turki Baba
Rafi merupakan produk-produk pelengkap yang dihadirkan untuk memberikan
berbagai macam variasi makanan yang dijual. Produk tersebut antara lain ialah
burger, hot dog, canai, syawarma, roti pita, dan lainnya.
Kebab merupakan makanan siap saji yang diposisikan sebagai camilan oleh
perusahaan. Kebab Turki Baba Rafi dipasarkan melalui outlet biasanya pada
waktu siang jam 13.00 hingga pukul 21.00. Kebab yang terdiri dari roti tipis,
sayur dan daging dapat dijadikan sebagai penunda lapar pada waktu yang bukan
merupakan jam makan pada umumnya. Selain itu, kepraktisannya memudahkan
konsumen untuk mengkonsumsi karena tidak perlu memasak dan jumlah outlet
yang cukup banyak tersebar di Kota Jakarta Selatan memudahkan konsumen
untuk menjangkau lokasi outlet. Tabel 15 menunjukkan fitur dari produk utama
Kebab Turki Baba Rafi yaitu kebab.
`
67
Tabel 15. Fitur Kebab Turki Baba Rafi
Bahan Deskripsi Foto
Tortilla Roti tipis pembungkus
kebab
Daging Olahan daging yang
diiris tipis
Sayuran Sayuran yang terdiri dari
selada, tomat, timun, dan
bawang bombay
Saus Saus sebagai bahan
tambahan yang terdiri
dari saus sambal dan
saus tomat
Mayonaise Mayonaise sebagai
bahan tambahan
Produk Jadi Produk jadi setelah
bahan-bahan pembentuk
kebab disatukan dan
dimasak
Kemasan Kemasan praktis yang
memudahkan konsumen
mengkonsumsi dengan
menarik kertas yang
telah didesain agar kebab
bisa terangkat ke atas
Sumber: Data Primer (diolah)
`
68
Keunggulan produk kebab dari Kebab Turki Baba Rafi dibandingkan
dengan produk kebab lainnya yaitu terletak pada tortilla atau roti tipis
pembungkus isi kebab. Perusahaan menilai bahwa tortilla Kebab Turki Baba Rafi
lebih lembut dibandingkan produk kebab perusahaan lainnya. Kebab Turki Baba
Rafi memproduksi sendiri daging untuk menjamin keamanan pangan, begitu juga
dengan tortilla. Proses pembuatan dilakukan oleh karyawan dengan menggunakan
tutup kepala dan masker sehingga perusahaan benar-benar berusaha untuk
memasarkan produk yang sehat dan aman seperti pada gambar 10.
Gambar 10. Sebagian Tahapan Pembuatan Tortilla Kebab Turki Baba Rafi
`
69
Kebab Turki Baba Rafi menjadikan produk kebabnya sebagai produk
utama. Produk tersebut bertujuan sebagai camilan khas Timur Tengah yang cita
rasanya sudah disesuaikan dengan selera masyarakat Indonesia. Produk yang
memiliki kemasan yang praktis dalam mengkonsumsinya ini dapat dimakan kapan
saja seperti pada tabel 15, namun perusahaan berdasarkan pengamatannya banyak
konsumen yang menjadikan kebab sebagai camilan pada saat siang menjelang
sore hingga malam hari.
4.4 Aktivitas Pemasaran
Kebab Turki Baba Rafi pada dasarnya menjadikan seluruh konsumen
sebagai target pemasaran. Kebab Turki Baba Rafi berusaha untuk dapat
menjangkau seluruh segmentasi pasar dalam berbagai aspek seperti menjadikan
produk mereka dapat diterima oleh seluruh usia. Namun demikian, Kebab Turki
Baba Rafi lebih berfokus kepada konsumen yang berusia remaja seperti pelajar
hingga dewasa awal, karena mereka lebih menginginkan kepraktisan dan lebih
konsumtif.
Kebab Turki Baba Rafi memiliki keunggulan salah satunya yaitu outletnya
sudah tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Outlet Kebab Turki Baba
Rafi biasanya terletak di halaman minimarket, namun ada juga beberapa outlet
yang terletak di food court di mal. Outlet yang sudah mencapai lebih dari 1000
menjadikan Outlet Kebab Turki Baba Rafi menjadi lebih mudah ditemui
dibandingkan dengan outlet kebab perusahaan lainnya. Kebab Turki Baba Rafi
awalnya membuka cabang outlet di beberapa lokasi di Surabaya untuk
memperluas jaringan usahanya. Pada tahun ketiga usaha atau tahun 2006 Kebab
Turki Baba Rafi mulai menggunakan sistem franchise dalam mengembangkan
`
70
usahanya. Sistem tersebut dipilih karena perusahaan tidak memerlukan biaya yang
besar untuk membuka cabang-cabang outlet baru, cukup menawarkan kepada
masyarakat yang berminat untuk melakukan investasi outlet Kebab Turki Baba
Rafi dan memilih lokasi yang diinginkan. Sistem franchise Kebab Turki Baba
Rafi terbukti sukses karena pertumbuhan outletnya cukup signifikan dengan rata-
rata pertumbuhan sekitar 100 outlet per tahun (lihat gambar 8). Melalui sistem
franchise tersebut Kebab Turki Baba Rafi mampu memasarkan produknya hingga
hampir ke seluruh provinsi di Indonesia.
Kebab Turki Baba Rafi melalui visinya berusaha untuk menjadi waralaba
kebab terbesar di dunia. Kebab Turki Baba Rafi memiliki harapan agar dapat
memperluas jaringan pemasarannya baik di dalam maupun luar negeri agar
masyarakat dapat mengenal produk kebab dan Kebab Turki Baba Rafi lebih dekat.
Perusahaan-perusahaan lain banyak yang mengikuti Kebab Turki Baba Rafi
dalam memasarkan produk kebab, namun Kebab Turki Baba Rafi yakin bahwa
perusahaannya masih unggul dibandingkan perusahaan lainnya karena sampai saat
ini selain menjadi top of mind, perusahaan juga telah mendapatkan berbagai
penghargaan.
`
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Responden penelitian ini ialah masyarakat yang berdomisili di Kota Jakarta
Selatan yang mencakup wilayah Kecamatan Cilandak, Jagakarsa, Kebayoran
Baru, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pesanggrahan, dan Pasar Minggu.
Penelitian dilakukan terhadap responden yang pernah mengkonsumsi kebab dan
yang bertempat tinggal di wilayah Kota Jakarta Selatan. Pengambilan data
penelitian dilakukan dari tanggal 16 Juni hingga 30 Juni 2014.
Pengambilan data penelitian dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada
100 orang responden. Karakteristik umum responden diperlukan untuk
mengidentifikasi konsumen-konsumen yang pernah mengkonsumsi kebab.
Karakteristik ini meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan penghasilan, serta
respon responden secara umum terhadap makanan siap saji dan kebab.
5.1.1 Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden pada penelitian ini terdiri dari laki-laki dan
perempuan. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh responden diperoleh 37
persen responden berjenis kelamin laki-laki dan 63 persen responden berjenis
kelamin perempuan.
5.1.2 Usia
Hasil pengisian kuesioner oleh responden, diperoleh hasil yang cukup
bervariasi yang cukup banyak antara responden terdapat pada tabel 16.
`
72
Tabel 16. Klasifikasi Usia Responden
Sumber: Data Primer (diolah)
Berdasarkan tabel 16 didapatkan bahwa usia responden terbanyak yaitu 69
persen terdapat pada rentang usia 18-24 tahun. Usia responden memiliki peran
yang penting terhadap permintaan individu terhadap jenis produk dan jasa tertentu
dari sejak anak-anak hingga menjadi dewasa (schiffman dan Kanuk, 2004:396).
5.1.3 Pendidikan
Pendidikan responden dengan tingkat pendidikan SMA merupakan tingkat
pendidikan terbanyak dengan jumlah 55 orang responden (55 persen) dari total
100 orang responden. Sedangkan terendah terdapat pada tingkat pendidikan pasca
sarjana. Tabel 17 menyajikan rincian lengkap dari tingkat pendidikan responden.
Tabel 17. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden
Sumber: Data Primer (diolah)
Berdasarkan tabel 17 didapatkan bahwa tingkat pendidikan responden
terbanyak yaitu 55 persen terdapat pada tingkat pendidikan SMA. Hawkins dan
Usia Jumlah (orang) Persentase (%)
18-24 69 69
25-34 17 17
35-44 3 3
45-54 10 10
55-64 1 1
Total 100 100
Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
SMA 55 55
Diploma 8 8
Sarjana 34 34
Pasca Sarjana 3 3
Total 100 100
`
73
Mothersbough (2010:119) menjelaskan bahwa pendidikan memengaruhi apa yang
dapat dibeli oleh seseorang serta menentukan pendapatan dan pekerjaan
seseorang.
5.1.4 Respon Responden terhadap Makanan Siap Saji dan Kebab
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa pernyataan yang dapat
mengetahui gambaran umum perilaku konsumen terhadap konsumsi makanan siap
saji. Responden secara keseluruhan (100 orang) menyatakan bahwa mereka
pernah memakan makanan siap saji. Konsumsi makanan siap saji yang responden
makan sebagian besar berada pada jenis ayam goreng tepung, burger, mie instan,
dan pizza. Responden yang menyatakan kebab termasuk makanan siap saji pada
pertanyaan pertama hanya sebanyak 25 orang saja (25 persen). Hal tersebut
menjelaskan bahwa 75 persen responden lainnya tidak mengingat kebab sebagai
salah satu jenis makanan siap saji atau pun merek makanan siap saji.
Pernyataan tentang alasan utama mengkonsumsi makanan siap saji
dijawab responden dengan hasil 62 persen responden menyatakan bahwa
kepraktisan menjadi alasan utama mereka mengkonsumsi makanan siap saji.
Alamsyah (2009:12) menyatakan bahwa salah satu keunggulan makanan siap saji
ialah karena kepraktisan. Praktis memiliki pengertian dapat memberikan solusi
bagi rumah tangga yang tidak memiliki waktu cukup untuk menyiapkan makanan
di rumah. Tabel 18 menyajikan rincian alasan utama responden mengkonsumsi
makanan siap saji.
`
74
Tabel 18. Alasan Mengkonsumsi Makanan Siap Saji
Alasan Mengkonsumsi Jumlah (Orang) Persentase (%)
Harga 6 6
Rasa 29 29
Kepraktisan 62 62
Manfaat 2 2
Lainnya 1 1
Total 100 100
Sumber: Data Primer (diolah)
Produk kebab merupakan alternatif makanan siap saji dibandingkan
makanan siap saji seperti burger dan ayam balut tepung yang sudah biasa dijual di
sekitar masyarakat. Alasan responden dalam memilih salah satu merek kebab
antara lain ialah keterjangkauan tempat pembelian, rasa, dan terkenalnya merek
tersebut. Pada penelitian ini, hasil dari alasan utama pemilihan suatu merek kebab
disajikan pada tabel 19.
Tabel 19. Alasan Pemilihan Merek Kebab
Alasan Memilih Merek
Kebab
Jumlah (orang) Persentase (%)
Keterjangkauan tempat pembelian 14 14
Rasa 23 23
Merek Terkenal 17 17
Banyak Outlet 33 33
Lainnya 13 13
Total 100 100
Sumber: Data Primer (diolah)
Keterjangkauan tempat pembelian menandakan bahwa responden
cenderung memilih tempat pembelian yang dekat dengan rumahnya. Hal ini
berkaitan dengan alasan kepraktisan yang dipilih pada pernyataan mengenai
`
75
alasan utama mengkonsumsi makanan siap saji. Kepraktisan bisa berasal dari
kemudahan mengkonsumsi maupun kemudahan mendapatkan produk tersebut.
Kebab Turki Baba Rafi menjadi ingatan pertama 65 responden ketika
ditanyakan merek pertama yang muncul ketika mengingat kebab. Top of Mind
yang didapatkan oleh Kebab Turki Baba Rafi sesuai dengan hasil pengisian
kuesioner yang menempatkan Kebab Turki Baba Rafi menjadi ingatan pertama
mayoritas konsumen sebanyak 65 persen responden. Mayoritas konsumen
mengingat Kebab Turki Baba Rafi memiliki outlet yang banyak dengan total 23
responden dari 65 responden yang menuliskan Kebab Turki Baba Rafi sebagai
merek pertama yang diingat, selain itu, sebanyak masing-masing 13 orang
responden menjawab bahwa merek Kebab Turki Baba Rafi merupakan merek
terkenal dan memiliki rasa yang enak.
Hasil wawancara dengan perusahaan dibandingkan dengan hasil penelitian
terhadap responden memiliki kesesuaian dimana perusahaan melakukan ekspansi
pasar dengan sistem franchise terbukti membuat perusahaan menjadi merek kebab
pertama yang diingat, hal tersebut yang membuat Kebab Turki Baba Rafi terkenal
disertai dengan produk yang memiliki keunggulan dari segi rasa.
5.1.5 Fitur dan Manfaat yang Diharapkan oleh Responden
Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam tentunya
menjadi penting bagi perusahaan untuk menjamin bahwa produk yang dipasarkan
halal. Islam juga mengajarkan bahwa selain halal, makanan yang kita makan juga
harus baik. Baik dalam Islam terdapat pada kata thayyib yang berarti sehat,
proporsional, dan aman (Nuraini, 2007:13). Perusahaan dalam menjaga keamanan
pangan agar memenuhi Halalan Thayyiban sesuai QS. Al-Baqarah ayat 168 salah
`
76
satunya dengan cara menggunakan penutup kepala dan sarung tangan saat proses
pembuatan bahan baku kebab. Selain itu, perusahaan juga melakukan quality
control terhadap outlet-outlet agar proses penyajian sesuai dengan standardisasi
perusahaan.
Fitur dan manfaat yang diharapkan oleh responden dapat dilihat dari
indikator yang memengaruhi subvariabel fitur dan manfaat secara signifikan.
Subvariabel fitur produk dipengaruhi secara signifikan oleh indikator dengan kode
FITP4 melalui pernyataan “Tekstur tortilla (roti tipis pembungkus kebab) yang
saya makan”. Sebanyak 83 persen responden menyatakan bahwa tortilla dari
kebab yang mereka makan memiliki tekstur yang lembut. Pernyataan tersebut
bertujuan untuk melakukan klarifikasi terhadap merek kebab yang dikonsumsi
oleh responden. Kebab Turki Baba Rafi menilai bahwa tortilla produknya lebih
lembut dibandingkan produk kebab perusahaan lainnya.
Pengolahan adonan yang baik dapat menghasilkan tortilla yang lembut.
Tekstur yang lembut dihasilkan dari pengadukan yang homogen dan lamanya
waktu pengadukan, karena pengadukan yang singkat menyebabkan adonan
lengket, tidak elastis dan tidak lembut (Sutomo, 2007:13-14). Pengadukan pada
tortilla (lebih kurang 30 menit) menggunakan alat berupa mixer atau pengaduk
sebagai teknologi yang digunakan agar bahan-bahan tercampur sempurna yang
kemudian akan diuleni secara manual oleh tenaga manusia.
Subvariabel manfaat produk dipengaruhi secara signifikan oleh indikator
dengan kode MANF5 melalui pernyataan “Produk kebab yang saya makan dilihat
dari pemenuhan terhadap rasa lapar”. Indikator tersebut memiliki nilai uji-t
sebesar 2,144 yang merupakan tertinggi dibandingkan indikator lain. Sebanyak 72
`
77
persen responden menyatakan bahwa produk kebab yang mereka makan dapat
memenuhi kebutuhan mereka akan rasa lapar, hal tersebut menyatakan bahwa
manfaat sebagai konsekuensi yang diinginkan ketika konsumen membeli atau
menggunakan produk atau merek (Peter dan Olson, 2010:73) telah terpenuhi.
Kebab sebagai produk yang praktis dan mudah dimakan kapan saja dapat
memenuhi aspek kepraktisan sebagai alasan utama responden mengkonsumsi
kebab sehingga manfaat yang dirasakan dalam memenuhi kebutuhan rasa lapar
tidak diiringi dengan kerumitan dalam memenuhi rasa lapar tersebut.
`
78
5.2 Model Akhir Penelitian
Model akhir penelitian merupakan model yang telah dilakukan evaluasi
terhadap indikator-indikator yang digunakan. Beberapa indikator pada model
penelitian harus di drop atau tidak digunakan kembali karena tidak sesuai dengan
syarat evaluasi model, jika tetap digunakan maka akan berdampak tidak fit nya
model atau model yang dihasilkan tidak baik.
Model akhir penelitian juga dapat menginformasikan hasil akhir dari
perhitungan statistika yang dilakukan dengan software smartPLS. Hasil yang
terdapat pada model dapat menginformasikan variabel eksogen apa saja yang
berpengaruh terhadap variabel endogen (mengetahui hubungan inner model).
Model akhir penelitian secara lengkap dapat dilihat pada gambar 11, sedangkan
untuk model statistik akhir dapat dilihat pada gambar 12 yang merupakan model
hasil perhitungan statistik dengan angka-angka yang didapatkan dari pengolahan
data. Hasil pengolahan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6.
`
79
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Kebiasaan
Konsumsi
Waktu
Konsumsi Budaya
Konsumsi
Frekuensi
Konsumsi
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Motivasi
Persepsi Perilaku
Konsumen
Sikap
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Intensitas
Interaksi
Pengaruh
Keluarga
Dominasi
Peran
Indikator
Indikator
Indikator
Indikator
Gambar 11. Model Akhir Penelitian
`
80
ξ2 X4
X3
KEBK1
KEBK2
KEBK3
KEBK4
WAKK1
FREK1
FREK2
WAKK2
0,768
0,10
0,11
6
0,30
0,77
0,65
3
0,77
7
0,97
0,178
X5
0,262
0,38
0
η Y2
Y1
MOT3
MOT4
PERS1
SIKP1
SIKP2
PERS2
0,719
0,78
3
0,84
7
0,85
1
0,864
0,86
6
0,907
0,826
Y3
0,807
ξ3
X6
INTI1
INTI2
INTI3
INTI4
INTI5
DOMP3
DOMP4
DOMP1
0,276
0,208
0,20
4
0,46
0
0,06
0,450
-0,043
0,43
6
0,10
7
X7
0,759
INTI6
DOMP2
DOMP5
DOMP6
0,236
0,10
9
0,12
2
0,23
1
0,562
0,267
Gambar 12. Model Statistik Akhir Penelitian
`
81
Inner model merupakan model untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen. Berdasarkan gambar
12 didapatkan koefisien jalur pada inner model yang merupakan nilai dari
koefisien regresi.
Persamaan pada inner model tersebut ialah:
η= 0,054ξ1 + 0,267ξ2 + 0,562ξ3+0,057
Keterangan:
η= Variabel laten endogen (Perilaku konsumen)
ξ1= Variabel laten eksogen 1 (Konsep produk)
ξ2= Variabel laten eksogen 2 (Budaya konsumsi)
ξ3= Variabel laten eksogen 3 (Pengaruh keluarga)
Persamaan pada inner model menyatakan bahwa variabel ξ1 yaitu variabel
konsep produk tidak memiliki pengaruh terhadap variabel η yaitu variabel
perilaku konsumen, sedangkan variabel ξ2 (variabel budaya konsumsi) dan
variabel ξ3 (variabel pengaruh keluarga) memiliki pengaruh terhadap perilaku
konsumen. Variabel konsep produk tidak memiliki pengaruh karena memiliki
nilai regresi yang kecil yaitu sebesar 0,054 dengan nilai t hitung 0,606, karena
syarat hipotesis diterima adalah nilai t hitung harus lebih besar dari nilai t tabel
(1,65) pada taraf signifikansi 10 persen.
Inner model yang telah terbentuk (dari variabel-variabel laten eksogen)
perlu dilakukan uji fit model atau kesesuaian model. Pengukuran uji fit model
dilakukan dengan mencari nilai Q-Square untuk menilai seberapa baik observasi
yang dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-Square pada
penelitian ini ialah 0,543 yang berarti model penelitian ini dipandang cukup baik
dan mampu mencerminkan realitas dan fenomena yang ada dilapangan karena
`
82
memiliki nilai diantara 0 hingga 1. Hasil penelitian ini dapat dinyatakan valid dan
reliabel.
Nilai 0,543 yang juga merupakan nilai dari R2
mengindikasikan bahwa
variasi perilaku konsumen dapat dijelaskan oleh variabel konsep produk, variabel
budaya konsumsi, dan variabel pengaruh keluarga sebesar 54,3 persen sedangkan
sisanya yaitu 45,7 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam
model penelitian. Peneliti hanya membatasi penggunaan variabel sebanyak 3
variabel saja.
Variabel konsep produk tidak berpengaruh dikarenakan berdasarkan model
perilaku konsumen yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2004:493),
konsep produk sebagai usaha pemasaran merupakan pengaruh eksternal yang
tidak dapat memengaruhi seseorang secara langsung dalam mengkonsumsi suatu
produk, sedangkan variabel budaya konsumsi dan variabel pengaruh keluarga
merupakan variabel yang cukup lekat dengan individu seorang konsumen.
Schiffman dan Kanuk (2004:356) mendefinisikan budaya sebagai
keseluruhan kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang dipelajari yang
membantu mengarahkan perilaku konsumen para anggota masyarakat tertentu.
Budaya melekat kepada diri seorang konsumen, sehingga budaya memiliki
pengaruh terhadap perilaku konsumen karena budaya dipelajari dan membantu
mengarahkan perilaku konsumen.
Kotler dan Armstrong (2012:141) menyatakan anggota keluarga dapat
memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku konsumen. Keluarga
merupakan organisasi yang paling penting bagi konsumen dalam melakukan
pembelian dan hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian yang sangat luas,
`
83
sehingga variabel budaya dan variabel pengaruh keluarga yang memiliki pengaruh
terhadap perilaku konsumen karena memiliki kedekatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan variabel konsep produk.
5.3 Pengaruh Budaya Konsumsi terhadap Perilaku Konsumen
5.3.1 Model Akhir Variabel Budaya Konsumsi
Model akhir pada variabel laten budaya konsumsi tidak mengalami
perubahan. Indikator-indikator pada variabel budaya konsumsi seluruhnya telah
memenuhi syarat validitas model. Berikut model Pengukuran variabel laten
eksogen 2 dengan simbol (ξ2) yang ditentukan oleh tiga subvariabel dan delapan
indikator.
Gambar 13. Model Akhir Variabel Laten Eksogen 2
ξ2 X4
X3
KEBK1
KEBK2
KEBK3
KEBK4
WAKK1
FREK1
FREK2
WAKK2
0,768
0,107
0,116
0,302
0,774
0,380
0,653
0,777
0,975
Kebiasaan
Konsumsi
Waktu
Konsumsi Budaya
Konsumsi
0,178
X5
0,262
Frekuensi
Konsumsi
`
84
Gambar 13 menunjukkan bahwa indikator pada subvariabel-subvariabel
pada variabel budaya konsumsi yaitu kebiasaan konsumsi, waktu konsumsi, dan
frekuensi konsumsi tetap atau tidak bertambah maupun berkurang. Indikator
tersebut merupakan indikator yang telah divalidasi untuk menguji validitas dan
reliabilitas. Hasilnya indikator pada model awal masih tetap lengkap.
Hasil akhir pada variabel budaya konsumsi ialah variabel budaya
konsumsi berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh koefisien paramater jalur antara pengaruh variabel budaya konsumsi
dengan perilaku konsumen sebesar 0,267 dengan T-statistik 2,652> 1,65 pada
taraf signifikansi α= 0,10 (10%). Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan hipotesis
yang diterima ialah Ha yaitu “Terdapat pengaruh antara budaya konsumsi dengan
perilaku konsumen”. Pengaruh budaya konsumsi secara lengkap dijelaskan
berdasarkan satuan indikator yang menyusun variabel budaya konsumsi.
Berdasarkan hasil perhitungan algoritma dengan iterasi (melakukan
perhitungan secara terus menerus hingga data yang didapatkan konstan) melalui
program smartPLS didapatkan persamaan antara variabel budaya konsumsi
dengan subvariabel kebiasaan konsumsi, waktu konsumsi, dan frekuensi konsumsi
yaitu ξ2= 0,768X3 + 0,178X4 + 0,262X5+0,099, dimana ξ2 adalah variabel laten
eksogen 2 yaitu budaya konsumsi, X3 adalah subvariabel 3 yaitu kebiasaan
konsumsi, X4 subvariabel 4 yaitu waktu konsumsi, dan X5 adalah subvariabel 4
yaitu frekuensi konsumsi. Sama seperti pada variabel laten eksogen 1, angka
tersebut merupakan nilai koefisien jalur. Subvariabel kebiasaan konsumsi, waktu
konsumsi, dan frekuensi konsumsi yang terdiri dari indikator juga memiliki
persamaan dengan subvariabelnya.
`
85
Persamaan tersebut merupakan nilai outer loading atau nilai korelasi dari
indikator terhadap subvariabelnya. Model yang bersifat formatif, menjadikan
subvariabel dibentuk atau gabungan dari indikator-indikator yang menyusunnya.
Berikut persamaan antara subvariabel kebiasaan konsumsi, waktu konsumsi dan
frekuensi konsumsi dengan masing-masing indikatornya.
X3= 0,107KEBK1 + 0,116KEBK2 + 0,302KEBK3 + 0,774KEBK4+0,173
X4= 0,653WAKK1 + 0,975WAKK2+0,163
X5= 0,380FREK1 + 0,777FREK2+0,179
Keterangan:
X3= Subvariabel 3 (Kebiasaan Konsumsi)
X4= Subvariabel 4 (Waktu Konsumsi)
X5= Subvariabel 5 (Frekuensi Konsumsi)
KEBKn = Indikator dari subvariabel Kebiasaan Konsumsi
FREKn = Indikator dari subvariabel Frekuensi Konsumsi
WAKKn = Indikator dari subvariabel Waktu Konsumsi
5.3.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel
Model faktor budaya konsumsi sebagai variabel laten eksogen 2 terdiri
dari tiga subvariabel dan delapan indikator. Subvariabel terhadap variabel dan
indikator terhadap subvariabel bersifat formatif karena variabel dan subvariabel
merupakan kombinasi penjelas dari indikator-indikator. Pengaruh budaya
konsumsi sebagai variabel pada penelitian ini dibagi menjadi tiga subvariabel
yaitu subvariabel kebiasaan konsumsi, subvariabel frekuensi konsumsi, dan
subvariabel waktu konsumsi. Variabel budaya konsumsi pada dasarnya digunakan
untuk melihat bagaimana kebiasaan konsumsi seorang konsumen, tingkat
keseringan konsumsi produk oleh seorang konsumen dan pandangan konsumen
dalam pemosisian sebuah produk. Subvariabel tersebut digunakan berdasarkan
`
86
penelitian oleh Apriyani dan Saty (2013) yang dijadikan peneliti sebagai rujukan
untuk mengambil variabel dan subvariabel ini.
5.3.2.1 Subvariabel Kebiasaan Konsumsi
Kebiasaan konsumsi merupakan kebiasaan konsumsi produk makanan
siap saji kebab pada responden. Kebiasaan konsumsi ditinjau dari tingkat
keseringan konsumsi produk kebab dan proses dalam memenuhi kebutuhan
makanan. Berikut rincian hasil dari indikator-indikator pada subvariabel
kebiasaan konsumsi.
1) Indikator Subvariabel Kebiasaan Konsumsi 1 (KEBK1)
Keakraban dengan produk kebab merupakan faktor yang kurang penting
dalam memengaruhi responden dalam mengkonsumsi kebab. Hasil tersebut
dinyatakan dengan 41 persen responden yang menyatakan bahwa kenal dan
mengetahui atau akrab dengan produk merupakan aspek penting yang
memengaruhi responden mengkonsumsi kebab. Pernyataan tersebut terdapat pada
indikator KEBK1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi
“Kecenderungan mengkonsumsi kebab karena akrab dengan produk”. Pernyataan
tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting
hingga penting).
2) Indikator Subvariabel Kebiasaan Konsumsi 2 (KEBK2)
Tingkat keseringan mengkonsumsi kebab dari pertama kali mengkonsumsi
kebab merupakan aspek yang kurang penting karena hanya 13 persen responden
yang menyatakan bahwa hal tersebut merupakan aspek yang penting dalam
memengaruhi responden dalam mengkonsumsi kebab. Pernyataan tersebut
`
87
terdapat pada indikator KEBK2 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner
yang berbunyi “Tingkat keseringan (paling tidak 3 kali dalam satu bulan) dalam
mengkonsumsi kebab sejak pertama mengkonsumsi”. Pernyataan tersebut
menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat keseringan dari
jarang hingga sering).
3) Indikator Subvariabel Kebiasaan Konsumsi 3 (KEBK3)
Responden memiliki kecenderungan tidak konsisten mengkonsumsi kebab
dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan hasil penelitian yang hanya terdapat 12
persen responden yang konsisten mengkonsumsi kebab dalam kurun waktu
tertentu. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator KEBK3 yang diwakili oleh
pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Saya konsisten mengkonsumsi kebab
paling tidak 3 kali dalam satu bulan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala
dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak konsisten hingga konsisten).
4) Indikator Subvariabel Kebiasaan Konsumsi 4 (KEBK 4)
Responden dalam penelitian ini belum terbiasa mengkonsumsi kebab. Hasil
tersebut didapat dari tingkat persetujuan sebanyak 59 persen responden yang
belum terbiasa mengkonsumsi kebab, selebihnya 41 persen responden terbiasa
mengkonsumsi kebab. Hal ini dikarenakan responden memiliki alternatif lainnya
dalam mengkonsumsi produk makanan siap saji. Pernyataan tersebut terdapat
pada indikator KEBK4 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang
berbunyi “Saya terbiasa mengkonsumsi produk kebab”. Pernyataan tersebut
menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari sangat tidak setuju
hingga sangat setuju).
`
88
Subvariabel kebiasaan konsumsi dipengaruhi secara signifikan oleh
indikator dengan kode KEBK4 melalui pernyataan “Saya terbiasa mengkonsumsi
produk kebab”. Indikator tersebut memiliki nilai uji-t sebesar 6,172. Sebanyak 59
orang responden tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Pernyataan indikator
dengan kode KEBK4 diperkuat oleh pernyataan indikator dengan kode KEBK2
yang berbunyi “Tingkat keseringan (paling tidak 3 kali dalam satu bulan) dalam
mengkonsumsi kebab sejak pertama konsumsi” dijawab jarang sebanyak 87
persen responden dan sering 13 persen responden. Pernyataan-pernyataan tersebut
menandakan bahwa konsumen belum menjadikan kebab sebagai produk camilan
yang dapat mereka konsumsi setiap hari.
Kebiasaan konsumsi yang merupakan subvariabel mengindikasikan
bahwa konsumen memang tersentuh oleh aktivitas pemasaran perusahaan karena
mayoritas konsumen dapat menyebutkan merek produk kebab yang mereka
pernah konsumsi, namun hal tersebut tidak menjadikan konsumen untuk memiliki
kecenderungan mengkonsumsi kebab secara rutin.
Kebiasaan konsumsi sebagai bagian dari kebiasaan yang juga merupakan
salah satu cakupan budaya (Schiffman dan Kanuk, 2004:356) merupakan faktor
yang penting karena hal tersebut merupakan akumulasi perasaan dan prioritas
yang dipunyai individu mengenai masalah dan barang milik.
5.3.2.2 Subvariabel Waktu Konsumsi
Waktu konsumsi merupakan waktu yang dipilih konsumen dalam
mengkonsumsi kebab. Penggunaan subvariabel ini untuk mengetahui tingkat
kecocokan konsumen dengan waktu konsumsi. Hal ini lebih mengarah kepada
`
89
pemosisian kebab sebagai makanan siap saji yang dapat disajian sebagai makanan
utama atau makanan camilan. berikut merupakan hasil dari indikator-indikator
pada subvariabel waktu konsumsi.
1) Indikator Subvariabel Waktu Konsumsi 1 (WAKK1)
Kebab yang diposisikan sebagai camilan merupakan hal yang penting bagi 57
persen responden dalam memengaruhi konsumsi kebab. Pernyataan tersebut
terdapat pada indikator WAKK1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner
yang berbunyi “Produk kebab yang diposisikan sebagai makanan camilan”.
Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari
tidak penting hingga penting).
2) Indikator Subvariabel Waktu Konsumsi 2 (WAKK2)
Hasil penelitian menyatakan bahwa kebab menurut responden merupakan
camilan, hal ini sesuai dengan tujuan perusahaan dalam memasarkan produk
kebab yang diposisikan sebagai camilan. sebanyak 72 persen responden
menyatakan bahwa kebab merupakan camilan. Pernyataan tersebut terdapat pada
indikator WAKK 2 diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi
“Pemosisian produk kebab dalam konsumsi”. Pertanyaan tersebut menggunakan
skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (nilai mengarah ke 1 merupakan camilan
dan nilai mengarah ke 4 merupakan makanan utama). Penilaian pada indikator ini
lebih mengarah ke kategorisasi apakah kebab merupakan produk camilan atau
makanan utama.
Indikator pada subvariabel kebiasaan konsumsi diperkuat oleh indikator-
indikator pada subvariabel waktu konsumsi dan frekuensi konsumsi. Salah satu
`
90
indikator pada masing-masing subvariabel tersebut yang dapat menguatkan
pernyataan pada indikator subvariabel kebiasaan konsumsi antara lain ialah
indikator dengan kode WAKK2 pada subvariabel waktu konsumsi.
Pernyataan pada indikator WAKK2, sebanyak 72 persen responden
menyatakan bahwa mereka memposisikan kebab sebagai camilan. Hal ini sesuai
dengan positioning atau posisi produk yang diinginkan oleh perusahaan di pasar.
Namun, pernyataan tersebut tidak didukung oleh frekuensi konsumsi kebab oleh
responden.
Subvariabel waktu konsumsi merupakan faktor yang diukur untuk
mengetahui karakteristik pola dari perilaku yang merupakan bagian dari ruang
lingkup budaya. Setiap masyarakat menetapkan pandangannya masing-masing
dari budaya dengan menciptakan dan menggunakan makna untuk mewakili
perbedaan budaya yang penting (Peter dan Olson, 2010:278). Waktu konsumsi
sebagai pemosisian waktu seorang konsumen dalam mengkonsumi kebab cukup
penting dalam mewakili perbedaan budaya yang melekat pada diri konsumen.
5.3.2.3 Subvariabel Frekuensi Konsumsi
Frekuensi konsumsi merupakan frekuensi konsumsi responden terhadap
produk kebab. Frekuensi atau jumlah dalam kurun waktu tertentu seseorang
mengkonsumsi kebab untuk mengetahui frekuensi mereka dalam sebulan. Berikut
merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel frekuensi konsumsi.
1) Indikator Subvariabel Frekuensi Konsumsi 1 (FREK1)
Frekuensi konsumsi dalam jumlah dan kurun waktu tertentu (dalam penelitian
ini 3 kali dalam satu bulan) merupakan faktor yang tidak penting bagi mayoritas
`
91
responden sebanyak 92 orang (92 persen) dalam memengaruhi seseorang
mengkonsumsi kebab. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator FREK1 yang
diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Seringnya
mengkonsumsi produk kebab paling tidak 3 kali dalam satu bulan”. Pertanyaan
tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting
hingga penting).
2) Indikator Subvariabel Frekuensi Konsumsi 2 (FREK2)
Konsumsi responden terhadap produk kebab cenderung rendah. Hal ini dilihat
dari tingkat persetujuan responden apakah mereka mengkonsumsi kebab paling
tidak satu bulan sekali. Sebanyak 72 persen responden tidak setuju dengan
pernyataan yang terdapat pada indikator FREK2 yang diwakili oleh pernyataan
dalam kuesioner yang berbunyi “Saya mengkonsumsi kebab satu bulan sekali”.
Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tidak
setuju hingga sangat setuju).
Pernyataan pada indikator dengan kode FREK2 yaitu “Saya
mengkonsumsi kebab satu bulan sekali” sebanyak 72 responden tidak setuju
dengan pernyataan tersebut. Sesuai dengan indikator pada subvariabel kebiasaan
konsumsi yang menyatakan bahwa responden jarang mengkonsumsi kebab,
pernyataan pada indikator dengan kode FREK2 menyatakan tidak semua
responden mengkonsumsi kebab sekali dalam satu bulan.
Frekuensi konsumsi merupakan subvariabel yang diukur melalui
indikator-indikator untuk mengetahui tingkat konsumsi konsumen dalam kurun
waktu tertentu sehingga peneliti dapat melihat perbedaan konsumen dalam
`
92
mengkonsumsi kebab. Adam (2006), dalam disertasinya menggunakan
subvariabel frekuensi konsumsi dengan tujuan mengetahui budaya konsumen
dalam mengkonsumsi sebagai penentu keinginan dan perilaku yang paling
mendasar.
Peter dan Olson (2010:278) menyatakan bahwa budaya merupakan sebuah
kerangka dari mental dan makna yang dibagi bersama oleh kebanyakan orang
dalam kelompok sosial. Dalam arti luas, makna budaya termasuk perspektif secara
umum, keyakinan yang khas, reaksi afektif, dan karakteristik pola dari perilaku.
Setiap masyarakat menetapkan pandangannya masing-masing dari budaya dengan
menciptakan dan menggunakan makna untuk mewakili perbedaan budaya yang
penting.
Perbedaan budaya menjadi faktor penting yang menjadi salah satu alasan
penggunaan variabel budaya konsumsi. Kebab sebagai makanan khas Timur
Tengah memiliki perbedaan dibandingkan kebiasaan konsumsi masyarakat
Indonesia yang terbiasa mengkonsumsi nasi. Perbedaan budaya tersebut
menjadikan masyarakat belum terbiasa untuk mengkonsumsi kebab sehingga
frekuensi konsumsi masyarakat terhadap produk kebab rendah.
Perusahaan ingin menjadikan kebab sebagai alternatif makanan siap saji
yang memiliki fungsi sebagai camilan praktis dalam memenuhi kebutuhan
konsumen terhadap rasa lapar. Banyaknya produk makanan siap saji di pasaran,
belum menjadikan kebab sebagai pillihan utama sebagai makanan siap saji yang
berfungsi sebagai camilan bagi konsumen. Pembahasan sebelumnya dinyatakan
bahwa dari hasil pengisian kuesioner responden yang menyatakan kebab termasuk
makanan siap saji pada pertanyaan pertama hanya sebanyak 25 orang saja (25
`
93
persen). Hal tersebut menjelaskan bahwa 75 persen responden lainnya tidak
mengingat kebab sebagai salah satu jenis makanan siap saji atau pun merek
makanan siap saji.
5.4 Pengaruh Keluarga terhadap Perilaku Konsumen
5.4.1 Model Akhir Variabel Pengaruh Keluarga
Model akhir pada variabel laten pengaruh keluarga tidak mengalami
perubahan. Indikator-indikator pada variabel pengaruh keluarga seluruhnya telah
memenuhi syarat validitas model. Berikut model Pengukuran variabel laten
eksogen 3 dengan simbol (ξ3) yang ditentukan dengan tiga subvariabel dan 12
indikator.
Gambar 14. Model Akhir Variabel Laten Eksogen 3
ξ3
X6
INTI1
INTI2
INTI3
INTI4
INTI5
DOMP3
DOMP4
DOMP1
0,276
0,208
0,204
0,460
0,069
0,450
-0,043
0,436
0,107
Intensitas
Interaksi
Pengaruh
Keluarga
X7
0,759
Dominasi
Peran
INTI6
DOMP2
DOMP5
DOMP6
0,236
0,109
0,122
0,231
`
94
Gambar 14 menunjukkan bahwa indikator pada subvariabel-subvariabel
pada variabel pengaruh keluarga yaitu dominasi peran dan intensitas interaksi
jumlahnya tetap. Indikator tersebut merupakan indikator yang telah divalidasi
untuk menguji validitas dan reliabilitas. Model tersebut memiliki indikator
masing-masing enam buah pada subvariabel dominasi peran dan intensitas
interaksi.
Hasil akhir pada variabel pengaruh keluarga ialah variabel pengaruh
keluarga berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh koefisien paramater jalur antara variabel pengaruh keluarga dengan
perilaku konsumen sebesar 0,562 dengan T-statistik 7,151> 1,65 pada taraf
signifikansi α= 0,1 (10%). Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan hipotesis yang
diterima ialah Ha yaitu “Terdapat pengaruh keluarga dengan perilaku konsumen”.
Pengaruh keluarga secara lengkap dijelaskan berdasarkan satuan indikator yang
menyusun variabel budaya konsumsi.
Berdasarkan hasil perhitungan algoritma dengan iterasi (melakukan
perhitungan secara terus menerus hingga data yang didapatkan konstan) melalui
program smartPLS didapatkan persamaan antara variabel pengaruh keluarga
dengan subvariabel dominasi peran dan intensitas interaksi ξ3= 0,276X6 +
0,759X7+ 0,075, dimana ξ3 adalah variabel laten eksogen 3 yaitu pengaruh
keluarga, X6 adalah subvariabel 6 yaitu intensitas interaksi dan X7 subvariabel 7
yaitu dominasi peran. Angka tersebut merupakan nilai koefisien jalur yang
merupakan besaran pengaruh antara variabel dengan subvariabelnya. Selain
persamaan antara variabel dengan subvariabel, terdapat persamaan antara
indikator dengan subvariabelnya.
`
95
Persamaan tersebut merupakan nilai outer loading atau nilai korelasi dari
indikator terhadap subvariabelnya. Model yang bersifat formatif, menjadikan
subvariabel dibentuk atau gabungan dari indikator-indikator yang menyusunnya.
Berikut persamaan antara subvariabel intensitas interaksi dan dominasi peran
dengan masing-masing indikatornya.
X6= 0,208INTI1 + 0,204INTI2 + 0,460INTI3 + 0,069INTI4 + 0,109INTI5
+ 0,236INTI6+0,198
X7= -0,043DOMP1 + 0,107DOMP2 + 0,450DOMP3 + 0,122DOMP4
+0,231DOMP5 + 0,436DOMP6+0,206
Keterangan:
ξ3= Variabel laten eksogen 3 (Pengaruh Keluarga)
X6= Subvariabel 6 (Intensitas Interaksi)
X7= Subvariabel 7 (Dominasi Peran)
DOMPn= Indikator dari subvariabel Dominasi Peran
INTIn= Indikator dari subvariabel Intensitas Interaksi
5.4.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel
Model faktor keluarga sebagai variabel laten eksogen 3 terdiri dari dua
subvariabel yaitu subvariabel intensitas interaksi dengan enam indikator dan
subvariabel dominasi peran dengan enam indikator. Subvariabel terhadap variabel
dan indikator terhadap subvariabel bersifat formatif karena variabel dan
subvariabel merupakan kombinasi penjelas dari indikator-indikator. Subvariabel
intensitas interaksi merupakan hubungan antara responden dengan anggota
keluarga responden. Hal tersebut dilihat dari tingkat frekuensi interaksi antara
responden dengan anggota keluarga dan bagaimana kedekatan seorang responden
dengan anggota keluarga terutama dalam pengambilan keputusan dalam
mengkonsumsi produk. Subvariabel dominasi peran merupakan pengaruh anggota
`
96
keluarga terhadap perilaku seorang individu dalam mengkonsumsi produk. Hal
tersebut dapat dilihat dari peran anggota keluarga masing-masing responden
dalam memengaruhi perilaku individu anggota keluarga lainnya.
5.4.2.1 Subvariabel Intensitas Interaksi
Penggunaan subvariabel intensitas interaksi untuk mengetahui tingkat
frekuensi interaksi antara responden dengan anggota keluarga ditinjau dari
kedekatan serta intensitas interaksi. Intensitas interaksi adalah hubungan antara
anggota keluarga dengan responden. Kotler dan Armstrong (2012:141)
menyatakan anggota keluarga dapat memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam
perilaku konsumen. Keluarga merupakan organisasi yang paling penting bagi
konsumen dalam melakukan pembelian dan hal tersebut telah dibuktikan dengan
penelitian yang sangat luas. Berikut merupakan hasil indikator-indikator pada
subvariabel intensitas interaksi.
1) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 1 (INTI1)
Kedekatan responden dengan anggota keluarga memiliki peran yang sedikit
kurang penting dalam memengaruhi perilaku konsumen. Hal ini terlihat dari hasil
jawaban 53 persen responden yang menyatakan bahwa kedekatan dengan salah
satu anggota keluarga merupakan hal yang kurang penting. Pernyataan tersebut
terdapat pada indikator INTI1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner
yang berbunyi “Kedekatan dengan salah satu anggota keluarga yang memiliki
kemampuan memengaruhi orang lain dalam mengkonsumsi suatu produk”.
Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari
tidak penting hingga penting).
`
97
2) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 2 (INTI2)
Tingkat keseringan interaksi antara responden dengan anggota keluarganya
tidak terlalu berpengaruh terhadap konsumsi kebab. Sebanyak 34 persen
responden yang menyatakan seringnya responden berinteraksi dengan anggota
keluarga merupakan faktor yang penting dalam memengaruhi konsumsi
seseorang, 67 persen responden menyatakan bahwa sering atau tidaknya interaksi
bukan merupakan faktor yang penting. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator
INTI2 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Seringnya
berinteraksi terlebih dahulu dengan anggota keluarga dalam mengkonsumsi
produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1
hingga 4 (dari tidak penting hingga penting).
3) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 3 (INTI3)
Hasil penelitian pada indikator INTI3 ialah responden cenderung tidak
berinteraksi terlebih dahulu dengan anggota keluarga ketika akan mengkonsumsi
suatu produk. Hal tersebut terlihat dari jawaban 61 persen responden yang
cenderung tidak berinteraksi sebelum mengkonsumsi suatu produk. Indikator
INTI3 diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Adanya
kecenderungan berinteraksi dengan keluarga untuk menentukan apa yang saya
makan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4
(tidak ada atau adanya kecenderungan berinteraksi dengan keluarga).
4) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 4 (INTI4)
Anggota keluarga sebagai orang yang berada dalam suatu lingkungan terkecil
dalam masyarakat dapat menjadi orang yang dipercaya untuk memberikan saran.
`
98
Hasil dari penelitian ini ialah responden kurang mendapati anggota keluarga yang
dapat memberikan saran dalam mengkonsumsi suatu produk. Sebanyak 47 persen
responden menyatakan bahwa terdapat anggota keluarga yang dipercaya untuk
memberikan saran, sisanya yaitu 53 persen responden menyatakan tidak terdapat
anggota keluarga yang dipercaya untuk memberikan saran. Pernyataan mengenai
ada atau tidaknya anggota keluarga yang dipercaya untuk memberikan saran
terdapat pada indikator INTI4 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner
yang berbunyi “Adanya salah satu anggota keluarga yang dipercaya untuk
memberikan saran terhadap produk makanan yang dikonsumsi”. Pernyataan
tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tidak ada atau
adanya kecenderungan berinteraksi dengan keluarga).
5) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 5 (INTI5)
Hasil dari indikator INTI5 ialah bahwa responden jarang berinteraksi terlebih
dahulu ketika akan menanyakan saran untuk konsumsi produk makanan.
Sebanyak 63 persen responden menjawab jarang pada pernyataan yang terdapat
pada indikator INTI5 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang
berbunyi “Intensitas interaksi dengan anggota keluarga dalam menanyakan saran
untuk konsumsi produk makanan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala
dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat keseringan interaksi seorang responden
dari jarang hingga sering).
6) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi (INTI6)
Responden pada penelitian ini cenderung menanyakan pendapat anggota
keluarga lainnya dalam mengkonsumsi produk makanan. Hal ini terlihat dari
`
99
tingkat persetujuan sebanyak 52 persen responden terhadap pernyataan pada
indikator INTI6 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi
“Saya menanyakan pendapat anggota keluarga jika ingin mengkonsumsi suatu
produk makanan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1
hingga 4 (persetujuan terhadap pernyataan).
Subvariabel intensitas interaksi menjelaskan beberapa hal yang
mendasari jawaban-jawaban pada subvariabel dominasi peran. Subvariabel
intensitas interaksi memiliki nilai uji-t sebesar 1,256 dipengaruhi secara signifikan
oleh indikator dengan kode INTI3 melalui pernyataan “Adanya kecenderungan
berinteraksi dengan keluarga untuk menentukan apa yang saya makan”. Sebanyak
61 orang responden menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kecenderungan
untuk berinteraksi terlebih dahulu dengan anggota keluarga dalam mengkonsumsi
produk kebab.
5.4.2.2 Subvariabel Dominasi Peran
Dominasi peran merupakan pengaruh anggota keluarga terhadap perilaku
seorang individu dalam mengkonsumsi produk. Hal tersebut untuk melihat
bagaimana peran seseorang di dalam anggota keluarga memiliki implikasinya atau
pengaruh terhadap anggota keluarga lainnya dalam mengkonsumsi suatu produk.
Berikut merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel dominasi peran.
1) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 1 (DOMP1)
Anggota keluarga dalam memberikan pengaruh kepada seseorang merupakan
faktor yang kurang penting bagi 60 persen responden dalam memengaruhi
konsumsi. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator DOMP1 yang diwakili oleh
`
100
pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Adanya anggota keluarga yang
memengaruhi saya dalam konsumsi kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan
skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting hingga penting).
2) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 2 (DOMP2)
Adanya anggota keluarga yang memiliki pengalaman untuk memberikan
saran merupakan faktor yang kurang penting dalam memengaruhi konsmsi kebab,
hal tersebut terlihat dari jawaban responden yang hanya 39 persen yang
menyatakan hal tersebut penting. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator
DOMP2 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Adanya
orang yang lebih berpengalaman dianggota keluarga yang mampu memberikan
saran terhadap makanan apa yang akan dikonsumsi”. Pernyataan tersebut
menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting hingga
penting).
3) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 3 (DOMP3)
Pengaruh keluarga dalam memengaruhi perilaku konsumen cenderung
rendah. Sebanyak 65 persen responden menyatakan bahwa tidak ada pengaruh
keluarga dalam konsumsi kebab. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator
DOMP3 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Pengaruh
keluarga dalam penentuan konsumsi produk kebab”. Pernyataan tersebut
menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tidak ada atau adanya
pengaruh).
`
101
4) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 4 (DOMP4)
Anggota keluarga responden mayoritas memiliki peran sebagai konsumen.
Peran inisiator hanya terdapat pada anggota keluarga dari 30 persen responden.
Pernyataan pada indikator DOMP4 merupakan pernyataan kategorisasi apakah
anggota keluarga responden memiliki peran sebagai konsumen atau sebagai
inisiator. Indikator DOMP4 diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang
berbunyi “Peran anggota keluarga dalam memengaruhi konsumsi saya terhadap
produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1
hingga 4 (nilai paling kecil merupakan konsumen dan besar merupakan inisiator).
5) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 5 (DOMP5)
Anggota keluarga memiliki peran masing-masing dalam keluarga. Hasil
penelitian pada indikator DOMP5 menyatakan persetujuan responden terhadap
adanya anggota keluarga yang berperan sebagai inisiator. Sebanyak 38 persen
responden setuju terdapat anggota keluarganya yang berperan sebagai inisiator,
sebanyak 62 persen responden tidak setuju bahwa terdapat anggota keluarganya
yang berperan sebagai inisiator. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator
DOMP5 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Anggota
keluarga saya ada yang bertindak sebagai inisiator terhadap apa yang saya
konsumsi”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga
4 (persetujuan terhadap pernyataan).
6) Indikator Subvariabel Dominasi Peran (DOMP6)
Hasil penelitian menyatakan bahwa mayoritas responden tidak memiliki
anggota keluarga yang berperan sebagai pemberi pengaruh atau influencer.
`
102
Sebanyak 56 persen responden tidak setuju terhadap pernyataan yang terdapat
pada indikator DOMP6 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang
berbunyi “Anggota keluarga saya ada yang bertindak sebagai pemberi pengaruh
terhadap apa yang saya konsumsi”. Pernyataan tersebut menggunakan skala
dengan rentang nilai 1 hingga 4 (persetujuan terhadap pernyataan).
Subvariabel dominasi peran memiliki pengaruh lebih nyata dibandingkan
subvariabel intensitas interaksi karena subvariabel dominasi peran memiliki nilai
uji-t sebesar 3,581 dibandingkan nilai uji-t subvariabel intensitas interaksi yang
hanya sebesar 1,256. Subvariabel dominasi peran dipengaruhi secara signifikan
oleh indikator dengan kode DOMP3 melalui pernyataan “Pengaruh keluarga
dalam penentuan konsumsi produk kebab” dengan nilai uji-t sebesar 3,472.
Sebanyak 65 orang responden menyatakan bahwa tidak ada pengaruh keluarga
dalam penentuan konsumsi produk kebab.
Kotler dan Armstrong (2012:141) menyatakan anggota keluarga dapat
memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku konsumen. Keluarga
merupakan organisasi yang paling penting bagi konsumen dalam melakukan
pembelian dan hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian yang sangat luas.
Walaupun hanya 35 persen responden yang menyatakan ada pengaruh anggota
keluarga dalam konsumsi produk kebab, hal tersebut menyatakan bahwa sesuai
dengan teori, keluarga masih memiliki pengaruh terhadap anggota keluarga
lainnya dalam menentukan konsumsi produk makanan.
Posisi seseorang di setiap kelompok dapat didefinisikan dalam hal peran dan
status. Sebuah peran terdiri dari aktivitas seseorang yang diharapkan dapat
`
103
menjadi panutan bagi lainnya di sekitar orang tersebut. Setiap peran
merefleksikan nilai umum yang diberikan kepada masyarakat. Sunyoto (2013:39)
beserta Hawkins dan Mothersbough (2010:208), menyatakan bahwa seseorang
dalam keluarga memiliki peran antara lain sebagai inisiator atau pencetus ide,
pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli, dan konsumen. Berdasarkan
hasil pada variabel pengaruh keluarga, mayoritas konsumen dengan jumlah 61
persen responden merupakan pengambil keputusan, pembeli dan konsumen, tanpa
melibatkan interaksi dengan anggota keluarga yang lain.
Responden lainnya yang menyatakan memiliki kecenderungan untuk
berinteraksi terlebih dahulu (sebanyak 39 persen responden) memiliki arti bahwa
keluarga memiliki pengaruh dalam mengkonsumsi kebab. Hal ini berarti bahwa
anggota keluarga dari responden tersebut memiliki peran-peran dalam keluarga
yang memang melibatkan interaksi terhadap anggota keluarga lainnya dalam
konsumsi produk kebab.
5.5 Implikasi terhadap Perilaku Konsumen
5.5.1 Model Akhir Variabel Perilaku Konsumen
Model akhir pada variabel laten perilaku konsumen mengalami perubahan.
Pembahasan pada implikasi terhadap perilaku konsumen untuk mengetahui secara
detail pengaruh dari variabel-variabel eksogen terhadap variabel perilaku
konsumen sebagai variabel endogen. Terdapat empat indikator pada variabel
perilaku konsumen yang tidak memenuhi syarat validitas model, sehingga
indikator tersebut harus dikeluarkan dari model yaitu indikator MOT1, MOT2 ,
PERS 3, dan SIKP 3. Berikut model Pengukuran variabel Y dengan simbol (η)
yang ditentukan dengan tiga subvariabel dan lima indikator.
`
104
Gambar 15. Model Akhir Variabel Laten Endogen
Gambar 15 menunjukkan bahwa indikator pada subvariabel-subvariabel
pada variabel perilaku konsumen yaitu motivasi, persepsi, dan sikap jumlahnya
berkurang yaitu tidak digunakannya indikator dengan kode MOT1, MOT2,
PERS3, dan SIKP3 karena memiliki nilai outer loading atau nilai korelasi
indikator terhadap subvariabel dibawah 0,7 yang merupakan batas bawah
ketentuan dari nilai outer loading. Indikator tersebut merupakan indikator yang
telah divalidasi untuk menguji validitas dan reliabilitas. Model tersebut memiliki
indikator masing-masing dua buah pada subvariabel motivasi, persepsi, dan sikap.
Variabel laten endogen pada penelitian ini bersifat reflektif atau faktor
yang menimbulkan sesuatu yang kita amati. Maksudnya ialah indikator sebagai
faktor yang diamati berdasarkan subvariabel dan variabel yang ditentukan atau
indikator sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel latennya. Persamaan
η Y2
Y1
MOT3
MOT4
PERS1
SIKP1
SIKP2
PERS2
0,719
0,783
0,847
0,851
0,864
0,866
0,907
Motivasi
Persepsi
Budaya
Konsumsi
0,826
Y3
0,807
Sikap
`
105
pada model variabel laten endogen yang bersifat reflektif berbeda dengan model
yang bersifat formatif. Jika model yang bersifat formatif merupakan gabungan
dari subvariabel yang membentuk variabelnya, model bersifat reflektif
persamaannya sesuai dengan refleksi atau ceminan masing-masing variabel dan
subvariabel. Berdasarkan hasil perhitungan algoritma dengan iterasi (melakukan
perhitungan secara terus menerus hingga data yang didapatkan konstan) melalui
program smartPLS didapatkan persamaan antara variabel perilaku konsumen
dengan subvariabel motivasi, persepsi dan sikap sebagai berikut.
Y1= 0,719η+0,079
Y2= 0,826η+0,041
Y3= 0,807η+0,041
Keterangan:
Y1= Subvariabel Motivasi
Y2= Subvariabel Persepsi
Y3= Subvariabel Sikap
η= Variabel laten endogen (Perilaku Konsumen)
Angka tersebut merupakan sama seperti nilai koefisien jalur pada model
yang bersifat formatif, hanya saja model yang bersifat reflektif nilai koefisien
jalur pada persamaannya tidak terbentuk atau merupakan gabungan dari
variabelnya, tetapi merupakan cerminan masing-masing subvariabel terhadap
variabelnya. Selain persamaan antara variabel dengan subvariabel, terdapat
persamaan antara indikator dengan subvariabelnya. Indikator sebagai refleksi atau
cerminan dari subvariabel motivasi, persepsi, dan sikap masing-masing memiliki
nilai yang berbeda-beda. Berikut persamaan antara subvariabel intensitas interaksi
dan dominasi peran dengan masing-masing indikatornya.
`
106
y1= 0,783Y1+0,071
y2= 0,847Y1+0,043
y3= 0,864Y2+0,046
y4= 0,907Y2+0,017
y5= 0,851Y3+0,044
y6= 0,866Y3+0,038
Keterangan:
y1= Indikator 1 (MOT3) dari subvariabel motivasi
y2= Indikator 2 (MOT4) dari subvariabel motivasi
y3= Indikator 3 (PERS1) dari subvariabel persepsi
y4= Indikator 4 (PERS2) dari subvariabel persepsi
y5= Indikator 5 (SIKP1) dari subvariabel sikap
y6= Indikator 6 (SIKP2) dari subvariabel sikap
Y1= Subvariabel Motivasi
Y2= Subvariabel Persepsi
Y3= Subvariabel Sikap
η= Variabel laten endogen (Perilaku Konsumen)
Persamaan mltersebut merupakan nilai outer loading atau nilai korelasi
dari indikator terhadap subvariabelnya. Berbeda dengan model formatif yang
subvariabelnya merupakan gabungan atau bentukan dari masing-masing
indikatornya, model yang bersifat reflektif dituliskan indikatornya terlebih dahulu
sebagai cerminan dari subvariabelnya.
5.5.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel
Model perilaku konsumen sebagai variabel laten endogen terdiri dari tiga
subvariabel yaitu subvariabel motivasi, subvariabel persepsi, dan subvariabel
sikap. Model perilaku konsumen bersifat reflektif karena subvariabel motivasi,
persepsi dan sikap merupakan cerminan atau refleksi dari perilaku konsumen.
Fornell dan Bookstein dalam Haryono dan Wardoyo, (2012:47-48) menyatakan
`
107
bahwa konstruk seperti “personalitas” atau “sikap” umumnya dipandang sebagai
faktor yang menimbulkan sesuatu yang kita amati sehingga indikatornya bersifat
reflektif. Model reflektif dalam pengujiannya menggunakan nilai dari koefisien
jalur antara variabel dengan subvariabel dan nilai outer loading atau nilai korelasi
antara subvariabel dengan indikatornya.
5.5.2.1 Subvariabel Motivasi
Motivasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui dorongan yang
terjadi dalam diri responden dalam menentukan pilihan yang berkaitan dengan
kebutuhan serta keinginan responden serta mengetahui tingkat keterkaitan antara
faktor-faktor yang ada (variabel eksogen atau independen) terhadap dorongan
konsumen dalam menentukan pilihan. Hawkins dan Mothersbough (2010:360)
mengemukakan bahwa motivasi adalah sebuah konstruk yang mewakili kekuatan
batin yang tidak dapat diobservasi yang merangsang dan mendorong respon
perilaku dan memberikan arah yang spesifik terhadap respon tersebut. Berikut
merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel motivasi.
1) Indikator Subvariabel Motivasi 3 (MOT3)
Produk kebab sebagai usaha pemasaran dari perusahaan mampu menarik
minat responden untuk mengkonsumsinya. Sebanyak 60 persen responden
menyatakan persetujuannya dari indikator MOT4 yang diwakili oleh pernyataan
dalam kuesioner yang berbunyi “Produk kebab yang ditawarkan perusahaan
mampu menarik minat saya”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan
rentang nilai 1 hingga 4 (persetujuan terhadap pernyataan).
`
108
2) Indikator Subvariabel Motivasi (MOT4)
Pengaruh orang lain yaitu anggota keluarga dianggap kurang berpengaruh
oleh 67 persen responden dalam memengaruhi mereka untuk mengkonsumsi
produk. Pernyataan tersebut didapatkan dari persetujuan pada indikator MOT4
yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Anggota keluarga
memiliki kecenderungan memengaruhi saya dalam mengkonsumsi produk
kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4
(persetujuan terhadap pernyataan).
Subvariabel motivasi dipengaruhi secara kuat oleh indikator dengan kode
MOT4 melalui pernyataan “Anggota keluarga memiliki kecenderungan
memengaruhi saya dalam mengkonsumsi produk kebab” dengan nilai outer
loading sebesar 0,847. Motivasi sebagai subvariabel merupakan salah satu
implikasi dari pengaruh-pengaruh yang ada yaitu pengaruh konsep produk,
pengaruh budaya konsumsi dan pengaruh keluarga yang mendorong seseorang
untuk mengkonsumsi produk.
5.5.2.2 Subvariabel Persepsi
Persepsi responden terhadap pengaruh konsep produk, budaya konsumsi,
dan pengaruh keluarga berbeda-beda dalam menerima informasi-informasi yang
berasal dari pengaruh tersebut. Persepsi merupakan proses yang diawali dengan
paparan dan perhatian konsumen terhadap rangsangan pemasaran dan diakhiri
dengan interpretasi konsumen (Hawkins dan Mothersbough, 2010:278). Persepsi
merupakan suatu proses dimana seorang individu memilih, mengorganisir,
mengartikan informasi yang masuk untuk menciptakan gambaran yang berarti di
`
109
lingkungannya (Kotler dan Armstrong, 2012:148). Berikut merupakan hasil
indikator-indikator pada subvariabel persepsi.
1) Indikator Subvariabel Persepsi 1 (PERS1)
Responden memiliki kepercayaan terhadap perusahaan yang menawarkan
produk kebab yang mereka konsumsi. Sebanyak 66 persen responden memiliki
tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap indikator PERS1 yang diwakili oleh
pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Tingkat kepercayaan terhadap
perusahaan yang menawarkan produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan
skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat kepercayaan dari rendah ke tinggi).
2) Indikator Subvariabel Persepsi 2 (PERS2)
Responden memiliki kepercayaan yang cukup tinggi terhadap anggota
keluarga yang memberikan saran dalam mengkonsumsi suatu produk. Sebanyak
54 persen responden menyatakan mereka memiliki kepercayaan terhadap anggota
keluarga yang terdapat pada indikator PERS2 yang diwakili oleh pernyataan
dalam kuesioner yang berbunyi “Tingkat kepercayaan terhadap anggota keluarga
yang memberikan saran terhadap suatu produk kebab”. Pernyataan tersebut
menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat kepercayaan dari
rendah ke tinggi).
Subvariabel persepsi memiliki nilai koefisien jalur tertinggi sebesar 0,826
dibandingkan subvariabel motivasi dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,719 dan
nilai koefisien jalur subvariabel sikap sebesar 0,807. Subvariabel persepsi
dipengaruhi secara kuat oleh indikator dengan kode PERS2 melalui pernyataan
`
110
“Tingkat Kepercayaan terhadap anggota keluarga yang memberikan saran
terhadap suatu produk kebab” dengan nilai outer loading sebesar 0,907.
5.5.2.3 Subvariabel Sikap
Seseorang yang telah termotivasi dan memiliki persepsi masing-masing
dari pengaruh-pengaruh yang ada, mereka bebas mengambil sikap apakah
menerima seluruh informasi tersebut atau mengabaikannya. Sikap adalah
organisasi abadi dari motivasi, emosional, persepsi, dan proses kognitif yang
memiliki hubungan dengan beberapa aspek dari lingkungan dan memiliki
kecenderungan yang dipelajari untuk merespon secara konsisten baik
menguntungkan maupun tidak menguntungkan sehubungan dengan suatu objek
tertentu (Hawkins dan Mothersbough, 2010:392). Peter dan Olson (2010:128)
menyatakan bahwa seluruh definisi dari sikap memiliki satu kesamaan, mereka
mengacu kepada evaluasi masyarakat, Peter dan Olson mendefinisikan bahwa
sikap sebagai evaluasi keseluruhan seseorang dari sebuah konsep. Berikut
merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel sikap.
1) Indikator Subvariabel Sikap 1 (SIKP1)
Sikap responden terhadap penawaran produk kebab yang dilakukan oleh
perusahaan ialah menerima penawaran tersebut. Sebanyak 69 persen responden
menerima penawaran tersebut. Pernyataan penerimaan seorang responden
terhadap penawaran perusahaan terdapat pada indikator SIKP1 yang diwakili oleh
pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Sikap terhadap penawaran produk
kebab yang dilakukan perusahaan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala
`
111
dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat penerimaan terhadap faktor penawaran
produk kebab yang dilakukan perusahaan).
2) Indikator Subvariabel Sikap (SIKP2)
Responden cenderung menerima saran dan masukan dari anggota keluarga.
Sebanyak 69 persen responden menyatakan bahwa mereka menerima saran dan
masukan dari anggota keluarga untuk mengkonsumsi produk makanan.
Pernyataan tersebut terdapat pada indikator SIKP2 yang diwakili oleh pernyataan
dalam kuesioner yang berbunyi “Sikap terhadap pengaruh anggota keluarga dalam
memberikan saran untuk mengkonsumsi produk makanan”. Pernyataan tersebut
menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat penerimaan terhadap
faktor pengaruh keluarga yang memberikan saran).
Subvariabel sikap dipengaruhi secara kuat oleh indikator dengan kode
SIKP2 melalui pernyataan “Sikap terhadap pengaruh anggota keluarga dalam
memberikan saran untuk mengkonsumsi produk makanan” dengan nilai outer
loading sebesar 0,866. Ketika mengkonsumsi suatu produk, konsumen mengambil
sikap berdasarkan seluruh aspek yang masuk ke dalam diri konsumen.
Pengaruh keluarga memiliki nilai koefisien jalur terbesar dibandingkan
dengan dua variabel lainnya dengan nilai 0,562. Hal tersebut sesuai dengan nilai
dari indikator pada subvariabel-subvariabel pada perilaku konsumen sebagai
variabel laten endogen yang ketiga subvariabel tersebut lebih mencerminkan
kepada pengaruh faktor keluarga dengan nilai outer loading terbesar
dibandingkan pengaruh faktor lainnya. Kotler dan Armstrong (2012:141) yang
menyatakan anggota keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku
`
112
konsumen, menandakan bahwa penelitian ini walaupun dihasilkan gambaran
bahwa responden kurang dipengaruhi oleh faktor keluarga, hasil uji statistik
dengan menggunakan metode SEM dengan pendekatan PLS menyatakan bahwa
pengaruh keluarga memiliki pengaruh terbesar dibandingkan variabel-variabel
lain yang digunakan dalam penelitian ini.
`
113
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil tiga kesimpulan. Kesimpulan-
kesimpulan yang ada berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Kesimpulan tersebut ialah:
1) Tidak terdapat pengaruh antara konsep produk dengan perilaku
konsumen, karena nilai dari t-hitung pengaruh konsep produk dengan
perilaku konsumen lebih rendah yaitu sebesar 0,606 dibandingkan nilai
t-tabel sebesar 1,65.
2) Terdapat pengaruh antara budaya konsumsi dengan perilaku konsumen
karena nilai dari t-hitung pengaruh budaya konsumsi dengan perilaku
konsumen lebih tinggi yaitu sebesar 2,652 dibandingkan nilai t-tabel
sebesar 1,65. Nilai regresi yang positif sebesar 0,267 menandakan jika
nilai variabel budaya konsumsi (ξ2) berubah positif dengan asumsi
variabel lain nilainya tetap, maka variabel perilaku konsumen (η) akan
berubah positif.
3) Terdapat pengaruh keluarga dengan perilaku konsumen karena nilai
dari t-hitung pengaruh keluarga dengan perilaku konsumen lebih tinggi
yaitu sebesar 7,151 dibandingkan nilai t-tabel sebesar 1,65. Nilai regresi
yang positif sebesar 0,562 menandakan jika variabel pengaruh keluarga
(ξ3) berubah positif dengan asumsi variabel lain nilainya tetap, maka
variabel perilaku konsumen (η) akan berubah positif.
`
114
6.2 Saran
Saran dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu saran dalam melakukan
penelitian dan saran terhadap perusahaan penjual produk kebab. Saran tersebut
ialah:
1) Variabel pengaruh keluarga memiliki pengaruh terbesar dibanding
variabel lain sehingga perusahaan sebaiknya membuat konsep baru agar
produk kebab dapat dijadikan sebagai sarana interaksi antar anggota
keluarga, seperti membuat konsep restoran.
2) Penelitian mengenai perilaku konsumen masih belum banyak yang
digali terutama dengan menggunakan metode SEM, untuk penelitian
selanjutnya penggunaan metode SEM harap penggunaan indikator yang
bersifat reflektif maupun formatif harus disesuaikan dengan teori yang
ada.
`
115
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Yuyun. Antisipasi Krisis Global Bisnis Fast Food A la Indonesia.
Jakarta: Elex Media Komputindo. 2009.
_______________. Kursus Wirausaha: Aneka Resep dan Kiat Usaha Kebab dan
Burger. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2010.
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta: Penerbit
Diponegoro. 2010.
Apriyani, Marlinda dan Fadila Marga S. Pengaruh Faktor Internal Konsumen
Terhadap Keputusan Pembelian Sayuran Organik [Jurnal]. 2013.
Adam, Rosida P.. Pengaruh Faktor Internal Konsumen dan Kinerja Bauran
Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Komoditas Teh Oleh Konsumen
Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat [Disertasi]. 2006.
Arifin, Johar. Statistik Bisnis Terapan dengan Microsoft Excel 2007. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo. 2008.
Gherasim, Toader. Behaviour Social Factors. Economy
Transdisciplinarity Cognition. Volume 6 Issue 1/2013, diunduh dari
http://www.ugb.ro/etc/etc2013no1/03_Gherasim_T..pdf pada 26
November 2014.
Hartanti, Dewi. Bisnis Franchise Modal 2 Juta.Yogyakarta: Penerbit Indonesia
Cerdas. 2009.
Haryono, Siswoyo dan Parwoto Wardoyo. Structural Equation Modeling Untuk
Penelitian Manajemen Menggunakan AMOS 18.00. Bekasi: Intermedia
Personalia Utama. 2012.
Hawkins, Del I. dan David L. Mothersbaugh. Consumer Behavior: Building
Marketing Strategy. New York: Mc-Graw Hill. 2010.
Hidayat, Taufik dan Nina Istiadah. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk
Mengolah Data Statistik Penelitian. Jakarta: Mediakita. 2011.
`
116
Hoyer, Wayne D. dan Deborah J. MacInnis. Consumer Behavior, Fifth Edition.
Mason: South-Western. 2008.
http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/widhiarso_-
_teori_dan_praktek_pemodelan_persamaan_struktural_%28sem%29.pdf
diakses pada 22 Mei 2014.
http://m.bisnis.com/tips-bisnis/read/20140305/88/208242/business-opportunity-
harus-naik-kelas-ke-waralaba-kenapa diakses pada 22 Mei 2014.
http://www.neraca.co.id/article/39197/Bisnis-Waralaba-di-Indonesia-Masih-
Didominasi-Asing diakses pada 22 Mei 2014.
http://www.antaranews.com/berita/364815/afi-indonesia-pasar-empuk-waralaba-
asing diakses pada 22 Mei 2014.
Khomsan, Ali dan Faisal Anwar. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan
Makanan Tepat. Jakarta: PT Mizan Publika. 2008.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. Principles of Marketing. New Jersey: Pearson
Education. 2012.
Kwong, Ken dan Kay-Wong. 2013. Partial Least Square Structural
Equation Modelling (PLS-SEM) Techniques Using SmartPLS.
Marketing Bulletin volume 24. diunduh dari http://marketing-
bulletin.massey.ac.nz/V24/MB_V24_T1_Wong.pdf diakses pada 22
Mei 2014.
Latan, Hengky dan Imam Ghozali. Partial Least Square Konsep, Teknik dan
Aplikasi. Semarang: Badan Penerbit-Undip. 2012.
Lowry, dan Gaskin. Partial Least Square (PLS) Structural Equation
Modelling (SEM) for Building and Testing Behavioral Causal Theory:
When to Choose it and How to Use it. IEEE Transaction On
Proffessional Communication. Volume 57, No. 2, diunduh dari
http://www.kolobkreations.com/PLSIEEETPC2014.pdf diakses pada
10 Juli 2014.
Malahayati dan E. Ramdhan. 99 Bisnis Anak Muda. Jakarta: Penebar Plus. 2010.
`
117
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. Sosiologi. Jakarta: Esis. 2007.
Nawari. Analisis Regresi dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo. 2010.
Nuraini, Henny. Memilih dan Membuat Jajanan Anak yang Sehat dan Halal.
Jakarta: QultumMedia. 2007.
Osborne, Jason W. Best Practices in Quantitative Methods. USA: Sage
Publication. 2008.
Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. Consumer Behavior and Marketing Strategy.
New York: McGraw-Hill/Irwin. 2010.
Rangkuti, Freddy. Great Sales Forecast For Marketing. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2005.
Robins, Richard, dkk. Handbook of Research Methods in Personality Psychology.
New York: The Guilford Press. 2007.
Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Kanisius. 2006.
Sari, Reni Wulan. Bahaya Makanan Cepat Saji dan Gaya Hidup Sehat.
Yogyakarta: O2. 2008.
Schiffman, Leon dan Leslie Lazar Kanuk. Perilaku Konsumen. Jakarta: Indeks.
2004.
Sheth, Jagdish dan Naresh Maholtra. Global Consumer Culture.
Encyclopedia of International Marketing, diunduh dari
http://www.uwyo.edu/sustainable/recent-
research/docs/global%20consumer%20culture%20arnould.pdf
diakses pada 25 November 2014
Smith, Andrew F. Fast Food And Junk Food : An Encyclopedia of What We Love
To Eat. California: ABC-CLIO. 2011.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2012.
Sunyoto, Danang. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: CAPS. 2013.
`
118
Umar Husein. Metode Riset Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002.
__________. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. 2000.
Vinzi, vincenzo et al. Handbook of Partial Least Square: Concepts, Methods, and
Application. Berlin: 2010.
119
Lampiran 1. Kuesioner
Kuesioner Penelitian
Dalam rangka penelitan tugas akhir /skripsi pada progam Strata 1 (S1) Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Saya:
Nama : Adhi Tejo Dwicahyo
NIM : 1110092000008
Jurusan : Agribisnis
Saat ini sedang mengadakan penelitian yang berjudul : “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam
Mengkonsumsi Produk Kebab”. Sehubungan dengan itu, saya mohon bantuan dari bapak/ibu/saudara/i untuk meluangkan waktunya
mengisi kuesioner ini. Mengingat pentingnya data ini, saya sangat mengharapkan agar kuesioner penelitan ini diisi dengan lengkap sesuai
dengan kondisi sebenarnya. Jawaban dari bapak/ibu/saudara/i hanya digunakan untuk penelitian, dan kerahasiaannya akan dijamin. Atas
kesediaan dan partisipasi bapak/ibu/saudara/i dalam mengisi kuesioner saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Adhi Tejo Dwicahyo
120
Petunjuk Pengisian 1. Mohon Kuesioner ini dijawab secara lengkap dan tidak ada yang terlewat oleh bapak/ibu/saudara/i
2. Berilah tanda silang (X) atau (√) pada kolom yang tersedia dan pilih salah satu sesuai dengan keadaan sebenarnya
3. Dalam menjawab pertanyaan ini, tidak ada jawaban yang salah, oleh karena itu usahakan untuk tidak ada pertanyaan yang
dikosongkan.
A. Karakteristik Responden
Nama : ...............................................
Tempat Tinggal : ...............................................
Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
Usia : .......... Tahun
Status Perkawinan : a. Menikah b. lajang
1. Pekerjaan
a. Pegawai Negeri b. Pegawai Swasta c. Ibu Rumah Tangga e. Pelajar c. Wiraswasta
f.Lainnya, sebutkan .......................
2. Penghasilan dalam sebulan
a. < Rp 300.000 b. Rp 300.001- Rp 700.000 c. Rp 700.001- Rp 4.000.000 d. Rp 4.000.001- Rp 6.000.000
e. Rp 6.000.001- Rp 8.000.000 f. > Rp 8.000.001
3. Pendidikan Terakhir
a. Tidak tamat SD – Tamat SD b. SMP-SMA c. Sarjana d. S2 e. S3 f. Lainnya, sebutkan .......................
B. Bagian I
1. Apakah anda pernah mengkonsumsi makanan siap saji?
a. Ya b. Tidak
2. Sebutkan merek makanan siap saji sebanyak-banyaknya yang anda ingat!
....................................................................................................................
3. Apa yang menjadi alasan utama anda mengkonsumsi makanan siap saji?
a. Harga b. Rasa c. Kepraktisan d. Manfaat e. Lainnya, sebutkan.....................
121
4. Apakah anda pernah mengkonsumsi kebab?
a. Ya (silahkan melanjutkan pengisian kuesioner)
b. Tidak (mohon maaf pengisian kuesioner anda hanya sampai disini), Terima kasih
5. Sebutkan merek pertama yang anda ingat ketika anda mengingat kebab! (sebutkan satu saja)
......................................................................................................................
6. Sebutkan merek kebab lainnya yang anda ketahui!
......................................................................................................................
7. Apa alasan utama anda memilih merek yang anda sebutkan pada no. 5 sebagai merek yang anda ingat ketika mengingat kebab?
......................................................................................................................
C. Bagian II
Pada bagian ini anda cukup menuliskan checklist (√) atau lingkaran (O) pada salah satu jawaban. Pernyataan dibawah
mengenai hal-hal yang mempengaruhi anda dalam mengkonsumsi produk kebab dilihat dari penting atau tidaknya unsur
tersebut. Berikut merupakan klasifikasi skor terhadap pertanyaan yang diajukan.
1=sangat tidak penting
2=tidak penting
3=penting
4=sangat penting
No Pernyataan Jawaban
Fitur produk
8 Tekstur tortilla (roti tipis pembungkus kebab) yang saya makan sesuai dengan keinginan saya 1 2 3 4
9 Beraneka rasa bumbu yang terdapat dalam kebab 1 2 3 4
10 Jumlah daging yang cukup pada kebab 1 2 3 4
11 Bahan tambahan (saus dan mayonaise) yang terkombinasi dengan baik 1 2 3 4
Manfaat Produk
12 Kemasan yang membuat mengkonsumsi kebab menjadi praktis 1 2 3 4
122
13 Terdapat aneka sayuran (selada, timun, bawang bombay) yang memberikan manfaat kesehatan 1 2 3 4
14 Memiliki fungsi sebagai menghilangkan rasa lapar 1 2 3 4
Kebiasaan Konsumsi
15 Kecenderungan mengkonsumsi kebab karena akrab dengan produk 1 2 3 4
16 Konsumsi produk kebab dapat ditempat atau dibawa pulang 1 2 3 4
Frekuensi Konsumsi
17 Seringnya mengkonsumsi produk kebab paling tidak 3 kali dalam satu bulan 1 2 3 4
Waktu Konsumsi
18 Produk kebab yang diposisikan sebagai makanan camilan 1 2 3 4
Dominasi Peran Anggota Keluarga
19 Adanya anggota keluarga yang mempengaruhi saya dalam konsumsi kebab 1 2 3 4
20 Adanya orang yang lebih berpengalaman dianggota keluarga yang mampu memberikan saran
terhadap makanan apa yang akan dikonsumsi
1 2 3 4
Intensitas Interaksi
21 Kedekatan dengan salah satu anggota keluarga yang memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain
dalam mengkonsumsi suatu produk
1 2 3 4
22 Seringnya berinteraksi terlebih dahulu dengan anggota keluarga dalam mengkonsumsi produk kebab 1 2 3 4
D. Bagian III
Pada bagian ini anda cukup menuliskan checklist (√) atau lingkaran (O) pada jawaban yang paling menyatakan produk
kebab yang telah anda pilih pada pertanyaan Bagian I nomor 5.
No. Pernyataan Jawaban
Fitur produk
23 Tekstur tortilla (roti tipis pembungkus kebab) yang saya makan (Keras) 1 2 3 4 (Lembut)
24 Tingkat kematangan tortilla (roti tipis pembungkus kebab) (Putih) 1 2 3 4 (Coklat keemasan)
25 Rasa pertama yang muncul ketika mengkonsumsi kebab (Gurih) 1 2 3 4 (Pedas)
123
26 Jumlah daging pada kebab yang saya makan (Kurang) 1 2 3 4 (Cukup)
Manfaat Produk
27 Produk kebab yang saya makan dilihat dari kepraktisan (Tidak praktis) 1 2 3 4 (Praktis)
28 Produk kebab yang saya makan dilihat dari kesehatan (Tidak sehat) 1 2 3 4 (sehat)
29 Produk kebab yang saya makan dilihat dari pemenuhan
terhadap rasa lapar
(tidak terpenuhi) 1 2 3 4 (terpenuhi)
Budaya Konsumsi
30 Tingkat keseringan (paling tidak 3 kali dalam satu bulan) dalam
mengkonsumsi kebab sejak pertama mengkonsumsi
(Jarang) 1 2 3 4 (Sering)
31 Saya konsisten mengkonsumsi kebab paling tidak 3 kali dalam
satu bulan
(tidak konsisten) 1 2 3 4 (konsisten)
32 Kecenderungan lokasi konsumsi kebab (rumah) 1 2 3 4 (lokasi)
33 Pemosisian produk kebab dalam konsumsi (camilan) 1 2 3 4 (makanan utama)
Pengaruh Anggota Keluarga
34 Pengaruh keluarga dalam penentuan konsumsi produk kebab (tidak ada) 1 2 3 4 (ada)
35 Peran anggota keluarga dalam mempengaruhi konsumsi saya
terhadap produk kebab
(konsumen) 1 2 3 4 (inisiator)
36 Adanya kecenderungan berinteraksi dengan keluarga untuk
menentukan apa yang saya makan
(tidak ada) 1 2 3 4 (ada)
37 Adanya salah satu anggota keluarga yang dipercaya untuk
memberikan saran terhadap produk makanan yang dikonsumsi
(tidak ada) 1 2 3 4 (ada)
38 Intensitas interaksi dengan anggota keluarga dalam menanyakan
saran untuk konsumsi produk makanan
(jarang) 1 2 3 4 (sering)
Perilaku Konsumen
39 Pengaruh produk (fitur maupun manfaat yang ditawarkan)
dalam menentukan produk kebab yang dikonsumsi
(Lemah) 1 2 3 4 (Kuat)
40 Alasan mengkonsumsi kebab (Pengaruh orang lain) 1 2 3 4 (Pengaruh produk)
124
41 Tingkat kepercayaan terhadap perusahaan yang menawarkan
produk kebab
(Rendah) 1 2 3 4 (Tinggi)
42 Tingkat Kepercayaan terhadap anggota keluarga yang
memberikan saran terhadap suatu produk kebab
(Rendah) 1 2 3 4 (Tinggi)
43 Sikap terhadap penawaran produk kebab yang dilakukan
perusahaan
(Tidak menerima) 1 2 3 4 (Menerima)
44 Sikap terhadap pengaruh anggota keluarga dalam memberikan
saran untuk mengkonsumsi produk makanan
(Tidak menerima) 1 2 3 4 (Menerima)
E. Evaluasi
Berikut merupakan faktor-faktor yang berpeluang mempengaruhi anda dalam melakukan pembelian produk Kebab yang
anda tulis pada pernyataan Bagian I no. 5. Berilah tanda silang (X) atau (√) pada kolom yang tersedia dan pilih salah satu.
Berikut merupakan klasifikasi skor terhadap pertanyaan yang akan diajukan:
Skor 1 = Sangat tidak setuju Skor 3 = Setuju
Skor 2 = Tidak setuju Skor 4 = Sangat setuju
No Pernyataan
Jawaban
1 2 3 4
45 Saya terbiasa mengkonsumsi produk kebab
46 Saya mengkonsumsi kebab satu bulan sekali
47
Saya merasa cocok dengan produk kebab sehingga dapat dimakan setiap saat sebagai
camilan
48
Saya mengkonsumsi kebab tanpa ada pengaruh dari anggota keluarga
49 Anggota keluarga saya ada yang bertindak sebagai inisiator terhadap apa yang saya
125
konsumsi
50
Anggota keluarga saya ada yang bertindak sebagai pemberi pengaruh terhadap apa
yang saya konsumsi
51
Saya menanyakan pendapat anggota keluarga jika ingin mengkonsumsi suatu produk
makanan
52 Produk kebab yang ditawarkan perusahaan mampu menarik minat saya
53
Anggota keluarga memiliki kecenderungan mempengaruhi saya dalam
mengkonsumsi produk kebab
54
Anggota keluarga saya lebih paham mengenai produk kebab yang paling baik untuk
dikonsumsi
55 Saya mengkonsumsi kebab berdasarkan saran dari orang lain
Saran : .......................................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................
Mohon dicek kembali jawaban anda. Terima kasih atas partisipasi anda dalam pengisian kuesioner ini
Nama dan Ttd. Responden
126
Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K
Pengaruh
Usaha
Pemasaran
Konsep
Produk yang
ditawarkan
perusahaan
Fitur dari
produk kebab
Ciri-ciri produk yang
ditinjau dari bahan-bahan
pembentuk produk kebab
seperti:
1. Tortilla
2. Isi Utama
3. Bahan Tambahan
Tingkat penerimaan
konsumen terhadap bahan-
bahan pembentuk produk
kebab ditinjau dari tekstur,
rasa, dan kuantitas.
1. Responden dapat
menilai tekstur
tortilla dari kebab
yang dikonsumsi
2. Responden dapat
menilai tingkat
kematangan dari
perubahan warna
pada tortilla
3. Responden dapat
menyebutkan rasa
pertama yang
muncul ketika
mengkonsumsi
kebab
4. Responden dapat
melakukan
penilaian terhadap
kuantitas isi daging
pada kebab
C8,C9,
C10,C11
,D23,
D24,
D25,D2
6
Manfaat dari
produk kebab
Manfaat yang didapatkan
langsung oleh responden
setelah mengkonsumsi
kebab
Tingkat penerimaan
konsumen terhadap manfaat
produk berdasarkan
kebutuhan, kesehatan, serta
kepraktisan dalam
mengkonsumsi
1. Responden dapat
merasakan
pemenuhan
kebutuhan
terhadap rasa lapar
2. Responden dapat
C12,C13
,C14,
D27,
D28,
D29
Lampiran 2. Definisi Operasional
127
Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K
merasakaan
manfaat kesehatan
setelah
mengkonsumsi
produk
3. Responden
merasakan
kemudahan dalam
mengkonsumsi
produk karena
kemasan yang
praktis
Pengaruh
Lingkungan
Budaya
Konsumsi
Kebiasaan
Konsumsi
Kebiasaan konsumsi
produk makanan siap saji
kebab pada responden
Kebiasaan konsumsi yang
ditinjau dari tingkat
keseringan konsumsi produk
kebab dan proses dalam
memenuhi kebutuhan
makanan
1. Responden dapat
menyebutkan
seberapa sering
mengkonsumsi
kebab dari awal
mengenal produk
2. Responden dapat
menjelaskan proses
konsumsi dilihat
dari tempatnya,
apakah cenderung
makan di tempat
atau di bawa ke
rumah
C15,C16
,D30
,D31,
E45
128
Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K
Frekuensi
Konsumsi
Frekuensi konsumsi
responden terhadap produk
kebab
Frekuensi konsumsi kebab
dalam sebulan
3. Responden dapat
menyebutkan
frekuensi konsumsi
kebab dalam
sebulan
C17,D32
,E46
Waktu
Konsumsi
Waktu yang dipilih
konsumen dalam
mengkonsumsi kebab
Tingkat kecocokan konsumen
dengan waktu konsumsi
4. Responden dapat
memilih waktu
yang dirasa paling
cocok dalam
mengkonsumsi
kebab (waktu
makan utama atau
camilan)
C18,D33
,E47
Pengaruh
Keluarga
dalam
berperilaku
Dominasi
peran
anggota
keluarga
Pengaruh anggota keluarga
terhadap perilaku seorang
individu dalam
mengkonsumsi produk
Tingkat dominasi peran
anggota keluarga (inisiator,
influencer, decider, buyer,
user) dalam mempengaruhi
seorang individu dalam
berperilaku
1. Responden
memiliki
kecenderungan
untuk dipengaruhi
oleh seseorang di
dalam anggota
keluarga
2. Responden dapat
menyebutkan
peran anggota
keluarga dalam
mempengaruhi
perilaku konsumsi
C19,
C20,D34
,D35,
E48,E49
,E50
129
Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K
Intensitas
interaksi
Hubungan antara anggota
keluarga dengan
responden
Tingkat frekuensi interaksi
antara responden dengan
anggota keluarga ditinjau dari
kedekatan serta intensitas
interaksi.
1. Responden dapat
menyebutkan
anggota keluarga
yang memiliki
kedekatan yang
paling kuat
2. Responden dapat
menilai seberapa
dekat dengan
anggota
keluarganya
3. Responden dapat
menyebutkan
intensitas interaksi
yang dilakukan
dengan anggota
keluarga
C21,C22
,D36,
D37,
D38,
E51,
Perilaku
Konsumen
Perilaku
Konsumen
Motivasi
dalam
menentukan
pilihan
Dorongan yang terjadi
dalam diri responden
dalam menentukan pilihan
yang berkaitan dengan
kebutuhan serta keinginan
responden
Tingkat keterkaitan antara
faktor-faktor yang ada
terhadap dorongan konsumen
dalam menentukan pilihan
1. Responden dapat
menyebutkan
faktor yang
mempengaruhi diri
dalam
mengkonsumsi
suatu produk
2. Responden dapat
menyebutkan
D39,
D40,E52
,E53
130
Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K
alasan utama
dalam memilih
suatu produk
Persepsi
konsumen
Persepsi atau tanggapan
konsumen terhadap
alternatif pilihan yang
didapatkan dari sumber
eksternal diri konsumen
(faktor lingkungan)
Tingkat kepercayaan
konsumen serta penilaian
terhadap sumber informasi
1. Responden dapat
menyebutkan skala
kepercayaan
terhadap sumber
informasi yang
diterima dalam
memberikan
alternatif
2. Responden dapat
melakukan
penilaian terhadap
alternatif yang
diberikan setelah
berinteraksi
dengan produk
D41,
D42,E54
Sikap
konsumen
Penilaian terhadap situasi
yang dihadapi oleh
seorang konsumen
Sikap yang diambil dalam
menentukan suatu keputusan
berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi
responden.
1. Konsumen dapat
menyatakan
sikapnya terhadap
suaatu produk
berdasarkan
informasi yang
telah diterima
D43,
D44,E55
Lampiran 3. Hasil Uji Validitas
Nomor nilai r Keterangan Nomor nilai r Keterangan
8 0,277 valid 32 0,035 drop
9 0,213 valid 33 0,363 valid
10 0,044 drop 34 0,666 valid
11 0,181 valid 35 0,435 valid
12 0,254 valid 36 0,635 valid
13 0,307 valid 37 0,647 valid
14 0,070 drop 38 0,690 valid
15 0,268 valid 39 0,441 valid
16 0,097 drop 40 0,309 valid
17 0,415 valid 41 0,500 valid
18 0,215 valid 42 0,623 valid
19 0,492 valid 43 0,457 valid
20 0,532 valid 44 0,586 valid
21 0,601 valid 45 0,569 valid
22 0,608 valid 46 0,423 valid
23 0,212 valid 47 0,124 drop
24 0,126 drop 48 0,078 drop
25 0,009 drop 49 0,547 valid
26 0,092 drop 50 0,585 valid
27 0,337 valid 51 0,586 valid
28 0,320 valid 52 0,370 valid
29 0,422 valid 53 0,553 valid
30 0,499 valid 54 0,477 valid
31 0,507 valid 55 0,372 valid
nilai r tabel yang digunakan 0,165 dengan total sampel 100
total valid 39
131
132
Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas
Jumlah varian butir 31,92
Varian Total 223,51
Jumlah Butir
48
Alpha Cronbach
0,88
Lampiran 5. Hasil Validasi Model Formatif
Nilai T-Statistik Outer Loading dan Outer Weight
Indikator KEBK1 KEBK2 KEBK3 KEBK4 WAKK1 WAKK2 FREK1 FREK2
Outer Loading 2,066 4,295 4,543 13,101 1,128 2,981 4,424 11,769
Outer Weight 0,687 0,423 1,223 6,188 2,32 4,013 1,73 4,614
T-Tabel 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65
Criteria 1 use use use use drop use use use
Criteria 2 drop drop drop use use use use use
Conclusion use use use use use use use use
VIF 1,058 2,413 2,28 1,171 1,097 1,097 1,219 1,219
Indikator DOMP1 DOMP2 DOMP3 DOMP4 DOMP5 DOMP6 INTI1 INTI2
Outer Loading 4,907 3,692 11,008 4,525 7,625 10,192 8,941 10,29
Outer Weight 0,304 0,7 3,472 1,136 1,484 2,448 1,415 1,369
T-Tabel 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65
Criteria 1 use use use use use use use use
Criteria 2 drop drop use drop drop use drop drop
Conclusion use use use use use use use use
VIF 1,74 1,448 1,841 1,406 1,918 2,063 1,899 1,888
Indikator INTI3 INTI4 INTI5 INTI6 FITP1 FITP2 FITP3 FITP4
Outer Loading 11,879 10,633 6,98 5,43 2,206 2,171 1,843 2,15
Outer Weight 2,302 0,309 0,549 1,544 1,238 1,35 1,292 1,842
T-Tabel 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65
Criteria 1 use use use use use use use use
Criteria 2 use drop drop drop drop drop drop use
Conclusion use use use use use use use use
VIF 2,482 3,767 2,55 1,382 1,118 1,122 1,057 1,014
Indikator MANF1 MANF2 MANF3 MANF4 MANF5
Outer Loading 1,076 2,285 2,428 2,055 2,971
Outer Weight 0,074 1,707 0,736 1,136 2,158
T-Tabel 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65
Criteria 1 drop use use use use
Criteria 2 drop use drop drop use
Conclusion drop use use use use
VIF 1,148 1,085 1,293 1,203 1,135
133
134
Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data dengan SmartPLS
1) Nilai Outer Weight Indikator Formatif
Subvariabel Kebiasaan
Konsumsi
Waktu
Konsumsi
Frekuensi
Konsumsi
Intensitas
Interaksi
Dominasi
Peran Indikator
KEBK1 0,107
KEBK2 0,116
KEBK3 0,302
KEBK4 0,774
WAKK1 0,653
WAKK2 0,975
FREK1 0,380
FREK2 0,777
INTI1 0,052
INTI2 0,075
INTI3 0,161
INTI4 -0,069
INTI5 0,138
INTI6 0,039
DOMP1 -0,043
DOMP2 0,107
DOMP3 0,450
DOMP4 0,122
DOMP5 0,231
DOMP6 0,436
2) Nilai Outer Loading Indikator Reflektif
Subvariabel Motivasi Persepsi Sikap
Indikator
MOT3 0,783
MOT4 0,847
PERS1 0,864
PERS2 0,907
SIKP1 0,851
SIKP2 0,866
135
3) Nilai Path Coefficients
Variabel ξ1 - Budaya
Konsumsi
ξ2 - Pengaruh
Keluarga
η - Perilaku
Konsumen Subvariabel/Variabel
Kebiasaan Konsumsi 0,768
Waktu Konsumsi 0,178
Frekuensi Konsumsi 0,262
Dominasi Peran 0,276
Intensitas Interaksi 0,759
Motivasi 0,719
Persepsi 0.826
Sikap 0,807
ξ1 - Budaya Konsumsi 0,267
ξ2 - Pengaruh Keluarga 0,562