-
PENGARUH KONSENTRASI DAN INTERVAL WAKTU
PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) NASA
TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO
(Theobroma cacao L.)
SKRIPSI
OLEH
TEUKU AGUSSIMAR 08C10407009
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2016
-
PENGARUH KONSENTRASI DAN INTERVAL WAKTU
PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) NASA
TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO
(Theobroma cacao L.)
SKRIPSI
OLEH
TEUKU AGUSSIMAR 08C10407009
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2016
-
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul : Pengaruh Konsentrasi Dan Interval Waktu
Pemberian Pupuk Organik Cair (Poc) Nasa Dan
Interval Waktu Pemberian Terhadap
Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)
Nama Mahasiswa : TEUKU AGUSSIMAR
N I M : 08C10407009
Program Studi : Agroteknologi
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Ir. Rusdi Faizin, M.Si NIP. 196308111992031001
Aboe B.Saidi, S.Hut.,M.Si. NIDN. 01-1606-7003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Prodi Agroteknologi,
Ir. Rusdi Faizin, M.Si NIP. 196308111992031001
Iwandika Syah Putra, SP.MP NIP. 198104202015041002
Tanggal Lulus : 31 maret 2016
-
LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi/tugas akhir dengan judul :
Pengaruh Konsentrasi Dan Interval Waktu Pemberian Pupuk Organik Cair (Poc)
Nasa Dan Interval Waktu Pemberian Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao
(Theobroma cacao L.)
Disusun oleh :
Nama Mahasiswa : TEUKU AGUSSIMAR
N I M : 08C10407009
Fakultas : Pertanian
Program Studi : Agroteknologi
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 31 Maret 2016 dan
dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.
Susunan Dewan Penguji :
1. Ir. Rusdi Faizin, M.Si
Pembimbing I/Ketua Tim Penguji …………………………………………
2. Aboe B.Saidi, S.Hut.,M.Si
Pembimbing II …………………………………………
3. Jekki Irawan, SP.MP
Penguji Utama …………………………………………
4. Wira Hadiyanto, SP. M.Si
Penguji Anggota …………………………………………
Meulaboh, 31 Maret 2016
Ketua Prodi Agroteknologi,
Iwandikasyah Putra, SP.MP
NIP. 19810420 201504 1 002
-
LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Mahasiswa : TEUKU AGUSSIMAR
Nomor Induk Mahasiswa : 08C10407009
Program Studi : Agroteknologi
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Dan Interval Waktu
Pemberian Pupuk Organik Cair (Poc) Nasa Dan Interval Waktu Pemberian Terhadap
Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)” benar berdasarkan hasil penelitian,
pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri, baik untuk naskah laporan maupun
kegiatan penelitian yang tercantum sebagai bagian dari skripsi ini. Seluruh ide, atau
materi dari sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat peyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena
skripsi ini dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Teuku
Umar.
Meulaboh, 31 Maret 2016
Saya yang membuat pernyataan,
Teuku Agussimar 08C10407009
-
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) adalah salah satu family Sterculiceae
dari genus Theobroma, berasal dari Amazone dan daerah-daerah tropis lainnya di
Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Soenaryo, et al 2005). Di Indonesia
tanaman kakao didatangkan oleh bangsa Spanyol sekitar abad XV. Pada tahun
1938 mulai ditanam secara intensif di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi penggunaan kakao
semakin meningkat baik sebagai bahan makanan maupun sebagai bahan minuman
(Gunawan, 2007).
Kakao merupakan salah satu dari sekian banyak tanaman yang mempunyai
peluang cukup besar bagi perdagangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada
tahun 2011, volume ekspor kakao Indonesia mencapai 436,9 ribu ton dengan nilai
ekspor US$ 1,410 milyar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Pada tahun
2013 produksi kakao Indonesia meningkat hingga 750 ribu ton, sehingga naik dari
peringkat tiga ke peringkat dua menggeser Ghana. Oleh karena itu kakao
merupakan salah satu komoditas andalan yang penting bagi perekonomian
nasional (Departemen Pertanian, 2013).
Di Indonesia tanaman kakao merupakan tanaman perkebunan yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan merupakan komoditi penting sebagai
bahan ekspor penghasil devisa Negara setelah gas dan minyak bumi. Tanaman
kakao ditanam dalam bentuk skala besar, baik perkebunan rakyat, pemerintah
maupun swasta. Meningkatnya usaha dibidang pembudidayaan kakao ini telah
-
2
dapat meningkatkan devisa bagi negara melalui ekspor, juga merupakan tempat
tersedianya lapangan kerja bagi penduduk dan sumber penghasilan bagi petani
kakao, khususnya di daerah-daerah sentra produksi untuk mendorong dalam aspek
kehidupan sosial ekonomi. Pada tahun 1980 pemerintah memberikan perioritas
terhadap produksi kakao sebagai salah satu mata dagangan yang dikembangkan
secara cepat (Siregar dan Sarif, 2006).
Upaya mencapai sasaran pengembangan dan produksi yang diharapkan
perlu dilakukan pengelolaan kebun yang lebih baik, disamping pemeliharaan dan
pemilihan bahan tanaman yang sesuai pada areal perluasan. Salah satu penunjang
untuk mencapai tujuan peningkatan produksi adalah pelaksanaan pembibitan
dengan sempurna. Karena dengan mengadakan pembibitan yang baik dan
sempurna akan menghasilkan suatu tanaman yang baik pula (Nasaruddin,2004).
Dalam rangka meningkatkan produktifitas tanaman kakao maka yang
harus dilakukan dengan cara memilih benih, persemaian, pemeliharaan,
pemindahan kecambah ke dalam polibag, dan seleksi bibit. Benih yang baik
berasal dari pohon berbuah lebat (berumur 7 – 10 tahun), dan bagian tengah buah
yang telah masak. Sebelum disemaikan biji dibersihkan dari daging buah, dan
dicuci, ciri-ciri biji yang memenuhi syarat yaitu; tidak berwarna ungu, tidak
terlalu gepeng, berisi penuh/tidak hampa, harus utuh dan tidak pecah atau luka
(Goenadi, 2005).
Salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil pembibitan
tanaman kakao yang baik adalah dengan melakukan pembibitan yang baik dan
pemberian pupuk yang sesuai dengan kebutuhan pembibitan tanaman kakao.
-
3
Pemupukan salah satu teknologi yang digunakan untuk menambah unsur hara
bagi tanaman agar diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman yang baik
( Harjadi, 2006)
Hal ini disebabkan pemupukan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
dan produksi tanaman kakao. Salah satu ketersediaan unsur hara dalam tanah dan
pada tanaman dapat dilakukan dengan cara pemupukan. Pemupukan dapat
dilakukan melalui tanah dan daun, salah satu pupuk yang beredar dipasaran
antara lain POC Nasa yang sebagai sumber hara bagi tanaman dengan anjuran 1-2
cc/l air dengan interval pemberian 7-14 hari setelah tanam (Lingga dan Massono,
2001).
Pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini adalah POC Nasa
yang merupakan pupuk organik lengkap. POC Nasa digunakan dengan cara
disemprotkan pada bagian tanaman seperti, bagian bawah daun, permukaan daun,
ranting, dan batang tanaman hingga cukup basah (merata). organik POC Nasa
dapat memenuhi nutrisi pada tanaman antara lain : Unsur Hara Makro dan Mikro,
Zat Pengatur Tumbuh serta Mikro Organisme tanah. Pupuk POC Nasa sangat
cocok untuk berbagai jenis tanaman seperti, sayuran, Buah-buahan, tanaman hias,
padi, palawija, dan lain-lain dalam membantu proses potosintesis tanaman,
sehingga dalam proses pematangan buah sempurna (Anonymous, 2010).
Pupuk adalah sumber makanan tanaman, nutrisi, hara dan menyediakan
bahan baku yang diperlukan tanaman dalam jumlah dan komposisi yang
proporsional sesuai dengan kebutuhan tanaman pada waktu yang tepat.
Berdasarkan defenisi memupuk tersebut diatas, bisa kita simpulkan bahwa dalam
-
4
meberikan bahan baku ke tanaman kita harus memperhatikan jumlah, komposisi
bahan baku yang proporsional dan saat pemberiannya juga harus diperhatikan
waktu yang tepat sesuai kebutuhan tanaman pada fase yang benar (vegetatif atau
generatif).
Pemberian pupuk harus dilakukan secara tepat dan sesuai konsentrasi
yang dianjurkan, karena pemberian pupuk yang berlebihan akan menyebabkan
keracunan pada tanaman, apabila proses memupuk ini tidak sesuai dengan
defenisi tersebut, maka hasil yang diperoleh juga tidak optimal (Lingga, 1999).
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam prinsip pengaplikasian
pupuk melalui daun adalah konsentrasi dan waktu pemberian. Menurut Lingga
(1999), pemberian unsur hara melalui daun, dengan kosentrasi yang tepat akan
menentukan manfaat dari unsur tersebut. Apabila konsentrasi kurang atau
berlebihan dari konsentrasi anjuran maka pertumbuhan bibit kemungkinan akan
semakin buruk. Demikian juga dengan waktu pemberian apabila pemberian unsur
hara daun dengan interval yang terlalu sering dapat menyebabkan phytotoxisitas
disamping dapat menyebabkan pemborosan dan pada akhirnya pertumbuhan bibit
menjadi tidak sempurna (abnormal).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair
melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik
dibandingkan dengan pemberian melalui tanah. Semakin tinggi dosis pupuk yang
diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin
tinggi, begitu juga dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang
dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi.
-
5
Namun, pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan
timbulnya gejala kelayuan pada tanaman (Hasibuan, 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian, apakah
kosentrasi POC Nasa dan Interval Waktu pemberian pupuk berpengaruh terhadap
pertumbuhan bibit kakao.
1.2. Tujuan penelitian
Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kosentrasi pupuk daun
POC Nasa dan Interval Waktu pemberian terhadap pertumbuhan bibit kakao,
serta nyata tidaknya interaksi antara kedua faktor tersebut.
1.3. Hipotesis
1. Kosentrasi POC Nasa berpengaruh terhadap pertumbuhan pembibitan
tanaman kakao.
2. Interval waktu pemberian berpengaruh terhadap pertumbuhan pembibitan
tanaman kakao.
3. Terdapat interaksi antara kosentrasi POC Nasa dan interval waktu pemberian
terhadap pertumbuhan dan hasil pembibitan tanaman kakao.
-
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Kakao
Menurut Tjitrosoepomo (1988), botani tanaman Kakao adalah sebagai
berikut.
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyliledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Marvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
2.2. Marfologi Tanaman Kakao
1. Akar
Akar kakao adalah akar tunggang. Pertumbuhan akar bisa sampai 8 meter
kearah samping dan 15 kearah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetative
pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-
akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan
menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar tunggang (Nassaruddin, 2004).
Sistem perakaran kakao sangat berbeda tergantung dari keadaan tanah
tempat tanaman tumbuh. Pada tanah-tanah yang permukaan air tanahnya dalam
terutama pada lereng-lereng gunung, akar tunggang tumbuh panjang dan akar-
akar lateral menembus sangat jauh kedalam tanah. Sebaliknya pada tanah yang
-
7
permukaan air tanahnya tinggi, akar tunggang tumbuh tidak begitu dalam dan akar
lateral berkembang dekat permukaan tanah (Nasaruddin, 2004).
2. Batang dan Cabang
Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak dengan biji
akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang primer. Letak
pertumbuhan cabang-cabang primer disebut jorquette, dengan ketinggian yang
ideal 1,2 – 1,5 meter dari permukaan tanah dan jorquette ini tidak terdapat pada
kakao yang diperbanyak secara vegetatif. Ditinjau dari segi pertumbuhannya,
cabang-cabang pada tanaman kakao tumbuh kearah atas dan samping. Cabang
yang tumbuh kearah atas disebut cabang Orthotrop dan cabang yang tumbuh
kearah samping disebut dengan Plagiotrop. Dari batang dan kedua jenis cabang
tersebut sering ditumbuhi tunas-tunas air (Chupon) yang banyak menyerap energi,
sehingga bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi pembungaan dan pembuahan.
(Siregar, 2006 ).
3. Daun
Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian
(articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan
persendian ini dilaporkan daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan
dengan arah datangnya sinar matahari. Bentuk helai daun bulat memanjang
(oblongus) ujung daun meruncing (acuminatus) dan pangkal daun runcing
(acutus). Susunan daun tulang menyirip dan tulang daun menonjol ke
permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat
seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya,
-
8
panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm, permukaan daun licin dan
mengkilap, (Siregar, 2006 ).
4. Bunga
Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (Calyx)
sebanyak 5 helai dan benang sari ( Androecium) berjumlah 10 helai. Diameter
bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2 – 4
centimeter. Tanaman kakao dalam keadaan normal dapat menghasilkan bunga
sebanyak 6000 – 10.000 pertahun tetapi hanya sekitar lima persen yang dapat
menjadi buah (Siregar, 2006 ).
5. Buah dan Biji
Warna kulit biji basah coklat kekuningan dengan alur pada kulit biji tegas,
jumlah alur pada kulit biji rata-rata 15,4. Jumlah biji per buah 30 – 35. Berat biji
basah tanpa pulp rata-rata 2,54 gram. Warna kotiledon biji dominan putih tetapi
terdapat beberapa biji ungu muda (Satriono, 2009).
2.3. Syarat Tumbuh Kakao
1. Tanah
Tanah merupakan komponen hidup dari tanaman yang sangat penting
dalam kehidupan tanaman, fungsi tanah yang utama adalah memberikan unsur
hara, baik unsur bagai medium pertukaran maupun sebagai tempat memberikan
air, juga sebagai tempat berpegang dan betopang untuk tumbuh tegak tanaman.
Tanaman kakao untuk tumbuhanya memerlukan kondisi tanah yang mempunyai
kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk membantu
pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang gembur juga
-
9
sistem dreinase yang baik, pH tanah yang ideal berkisar antara 6 – 7
(Hardjowigeno, 2007).
Sifat-sifat tanah yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman
adalah sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur
hara mikro dan makro tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, PH
atau keasaman tanah, dan kadar bahan organik relatif mudah diperbaiki
dengan teknologi yang ada. Sementara itu, sifat tanah yang meliputi
tekstur, struktur, konsistensi, kedalaman efektif tanah (slum), dan akumulasi
endapan suatu (konkresi) relatif sulit diperbaiki meskipun teknologi perbaikannya
telah ada (Soetanto,2001).
2. Iklim
Lingkungan yang sesuai untuk tanaman kakao dapat tumbuh pada garis
lintang 10o
LS sampai 10o LU, pada ketinggian 0 s/d 600 meter dari permukaan
laut. Curah hujan yang dikehendaki adalah 1500 s/d 2500 mm/tahun dengan
bulan kering kurang dari tiga bulan (
-
10
POC Nasa berfunsi multiguna yaitu selain terutama dipergunakan untuk semua
jenis tanaman pangan (padi,palawijadll) horti (Sayuran,buah,bunga) dan tahunan
(Coklat,kelapa sawit) juga untuk ternak/unggas dan ikan/udang. Kandungan unsur
hara mikro dalam 1 liter POC Nasa mempunyai fungsi setara dengan kandungan
unsur hara mikro 1 ton pupuk kandang. Kandungan yang dimiliki POC Nasa
berangsur-angsur akan memperbaiki konsistensi (kegemburan) tanah yang keras
serta melarutkan SP-36 dengan cepat. Kandungan Hormon/Zat pangatur tumbuh
(Auxin, Gibrerelin dan Sitokinin) akan mempercepat perkecambahan biji,
pertumbuhan akar, perbanyak umbi, fase vegetatif/pertumbuhan tanaman serta
memperbanyak dan mengurangi kerontokan bunga dan buah. Aroma khas POC
Nasa akan mengurangi serangan hama (insek). POC Nasa akan memacu
perbanyakan senyawa untuk meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan
penyakit. Jika serangan hama penyakit melebihi ambang batas pestisida tetap
digunakan secara bijaksana POC Nasa hanya mengurangi serangan hama penyakit
bukan untuk menghilangkan sama sekali (Anonymus, 2010).
Pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini adalah POC Nasa
yang merupakan pupuk organik lengkap. POC Nasa digunakan dengan cara
disemprotkan pada bagian tanaman seperti, bagian bawah daun, permukaan daun,
ranting, dan batang tanaman hingga cukup basah (merata). Kandungan unsur hara
dalam pupuk organik cair POC Nasa adalah N, P2O5, K2O ± 0,18 %, C organik
lebih dari 4 % zn 41,04 ppm, Cu 8,43 ppm, Mn 2,42 ppm, Co 2,54 ppm, Fe 0,45
ppm, S 0,12 %, Ca 60,40 ppm, Mg 16,88 ppm, Cl 0,29 %, Na 0,15 %, B 60,84
ppm, Si 0,01 %, Al 6,38 ppm, NaCl 0.98 %, Se 0,11 ppm, Cr < 0,06 ppm, Mo <
0,2 ppm, V
-
11
Protein 0,72 %, Pupuk organik cair (POC) Nasa adalah pupuk organik cair hasil
penemuan yang luar biasa dalam dunia pertanian. Berdasarkan penelitian pupuk
organik POC Nasa dapat memenuhi nutrisi pada tanaman antara lain : Unsur Hara
Makro dan Mikro, Zat Pengatur Tumbuh serta Mikro Organisme tanah. Pupuk
POC Nasa sangat cocok untuk berbagai jenis tanaman seperti, sayuran, Buah-
buahan, tanaman hias, padi, palawija, dan lain-lain dalam membantu proses
potosintesis tanaman, sehingga dalam proses pematangan buah sempurna.
Dosis yang dianjurkan dalam pengaplikasian POC Nasa pada tanaman
buah-buahan dan perkebunan adalah 1-2 cc/liter air, dengan interval waktu
pemberian 2-4 minggu sekali. Dosis ini diambil dari lebel pada kemasan POC
Nasa tersebut.
Manfaat dan keunggulan POC Nasa adalah :
1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman serta kelestarian
lingkungan/tanah.
2) Menggemburkan tanah yang dulunya keras
3) Melarutkan sisa-sisa pupuk kimia dalam tanah, sehingga dapat
dimanfaatkan oleh tanaman
4) Memberikan semua jenis unsur makro dan unsur mikro lengkap bagi
tanaman
5) Dapat mengurangi jumlah penggunaan Urea, Sp-36, dan KCl ± 12,5 %, -
25 %.
6) Setiap 1 liter POC Nasa memiliki fungsi unsur hara mikro setara dengan 1
ton pupuk kandang
-
12
7) Memacu pertumbuhan tanaman, merangsang pembungaan dan pembuahan
serta mengurangi kerontokan bunga dan buah
8) Membantu perkembangan mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi
tanaman
9) Membantu mengurangi tingkat serangan hama dan penyakit tanaman
2.5. Peran Unsur Hara pada Tanaman
2.5.1. Peran Unsur N (Nitrogen)
Peranan unsur nitrogen (N) bagi tanaman guna untuk merangsang
pertumbuhan tanaman secara keseluruhan dan juga berfungsi untuk sintesa asam
amino dan protein dalam tanaman selain itu juga merangsang pertumbuhan
vegetatif serta merupakan pembentukan klorofil yang mempengaruhi zat hijau
daun. Jenis pupuk ini didominasi oleh unsur nitrogen (N), yang disuplai oleh urea
NH4 dan CO2 adanya unsur lain yang terdapat didalamnya lebih bersifat sebagai
pengikat (Denidi, 2007).
Sutanto (2002) menyatakan unsur hara N berfungsi untuk sintesa asam
amino dan protein dalam tanaman serta merangsang pertumbuhan vegetatif
(warna hijau daun, panjang daun, lebar daun) dan pertumbuhan vegetatif batang
(tinggi dan ukuran batang). Tanaman yang kekurangan unsur N. Gejalanya :
pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan
tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati.
2.5.2. Peran Unsur Phospat (P)
Peran Unsur Phospat berfungsi untuk pengangkutan energi hasil
metabolisme dalam tanaman dan juga merangsang pembungaan dan pembuahan.
-
13
Selain itu juga merangsang pertumbuhan akar, pembentukan biji, pembelahan sel
tanaman dan memperbesar jaringan sel. (Anonymous, 2010).
Phospat merupakan hara tanaman esensial dan diambil oleh tanaman
dalam bentuk ion anorganik : H2PO4 dan HPO4-2
. Phospat diperlukan dalam
perkembangan akar, untuk mempertahankan vigor tanaman, untuk pembentukan
benih, dan pengontrolan kematangan tanaman. Phospat juga merupakan
komponen esensial yang bersama-sama memerankan bagian penting dalam
fotosintesis dan penyerapan ion serta sebagai transportasi dalam tanaman. Phospat
juga merupakan bagian esensial dari asam nukleat. (Denidi, 2007).
2.5.3. Peran Unsur Kalium (K)
Peran Unsur kalium (K) Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan
hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air yang disuplai oleh KCl atau
kalium sulfat (KNO3). Kalium juga meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman
terhadap penyakit (Denidi, 2007).
Sutanto (2002) menyatakan bahwa unsur hara Kalium berfungsi dalam
pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air. Meningkatkan
daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit tanaman yang kekurangan
unsur K. Gejalanya : batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau
gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering,
timbul bercak coklat pada pucuk daun.
2.6. Mekanisme Penyerapan Unsur Hara
2.6.1. Penyerapan Melalui Akar
Tanaman menyerap unsur hara dari dalam tanah umumnya dalam bentuk
ion yang diabsorbsi oleh akar. Gerakan unsur hara di dalam tanah menuju
-
14
permukaan akar bersama-sama gerakan masa air. Gerakan air dalam tanah menuju
ke permukaan akar tanaman berlangsung terus menerus karena air terus di serap
oleh tanaman dan menguap melalui proses transpirasi (Hardjowigeno, 2007).
Difusi, tanaman menyerap ion dari sekitar bulu-bulu akar sehingga kadar
air disekitar akar rendah. Terjadinya perpindahan ion disebabkan kosentrasi ion
disekitar bulu akar rendah kerena terus diserap oleh akar yang terus ke daun dan
bagian tanaman lainnya. Pupuk yang diberikan lewat tanah tidak semuanya
diserap oleh akar tanaman karena sebagian difiksasi oleh tanah misalnya unsure P
difiksasi oleh Al, Fe atau Ca dan unsur K difiksasi oleh mineral liat dan
sebagainya tercuci bersama air atau tererosi bersama butir-butir tanah (Hakim et.
al., 1986).
2.6.2. Penyerapan Hara Melalui Daun
Penyerapan unsur hara lewat daun umumnya melalui stomata dan
dikhususkan pada unsur-unsur hara makro yang berwujud gas, seperti C, O, N,
dan S. Pada tanaman stomata merupakan tempat pertukaran gas CO2 dan O2
dengan atmosfer. Hara tanaman dalam bentuk gas seperti SO2, NH3, dan NO2
dapat masuk lewat dun terutama lewat stomata (Harjadi, 2006).
Unsur hara yang masuk ke dalam tanaman kerena adanya proses difusi dan
osmosis melalui lubang stomata. Proses membuka dan menutupnya stomata di
atur oleh turgor dan mekanisme absorbsi unsur hara dimulai dengan proses
difusimelalui stomata dengan bantuan kultikula. Sedangkan protoplasma akan
membantu transportasi secara pasif kesemua tubuh tanaman (Dwijosapoetro,
1995).
-
15
2.7. Interval Waktu Pemberian
Pemupukan secara intensif merupakan salah satu kunci untuk
meningkatkan hasil tanaman. Tetapi, bukan berarti pemupukan harus dilakukan
secara berlebihan. Sebab dengan pemupukan yang berlebihan hasil yang diperoleh
akan menjadi sebalinya (Hardjadi, 2006).
Pengambilan unsur hara selama pertumbuhan tanaman tidaklah sama
banyaknya, tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman itu. Ada waktu yang
tumbuhnya tanaman sangat giat dan cepat sehingga pertukaran zatnya pun
intensif, pada masa tersebut tanaman akan banyak mengambil unsure hara
makanan (Suriatna, 1992).
Keberhasilan bercocok tanam dipengaruhi oleh banyak factor. Salah
satunya adalah pemupukan, baik cara, dosis maupun waktu pemberiannya
(Prihmantoro, 2000).
Penempatan pupuk yang tepat dan saat pemberian merupakan factor yang
penting dalam pemupukan. Tanggapan tanaman, penghindaran kerusakan dan
pemberian yang ekonomis harus diperhatikan. Agar efektif, pupuk harus diberikan
di tempat dan saat tanaman memerlukannya (Hardjadi, 2006)
Prihmantoro (2000) menyatakan bahwa satu hal yang perlu diperhatikan
dalam pemupukan adalah frekuensi dan dosis yang diberikan harus sesuai dengan
aturan atau rekomendasi yang diberikan pada label atau perhitungan yang
disesuaikan dengan kondisi tanah dan fase pertumbuhan tanaman,
Sebelum pupuk daun diaplikasikan, sebelumnya harus diencerkan dengan
konsentrasi tertentu sesuai dosis yang dianjurkan untuk tanaman (Lingga dan
Marsono, 2001).
-
16
Pemberian pupuk dengan dosis yang semakin tinggi mengakibatkan
penimbunan unsure hara yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman. Setiap penambahan tiap pupuk menghasilkan peningkatan hasil panen
yang secara progresif makin mengecil yang akhirnya mencapai suatu asimtop
(Gardner, dkk. 1991).
-
17
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Tempat Dan Waktu Penilitian
Penilitian dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat, mulai dari tanggal 3 Oktober 2015 sampai
dengan tanggal 12 Januari 2016.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Benih Kakao
Benih yang digunakan dalam penelitian adalah benih kakao varietas lokal
yang berasal di Desa Pulo Ie, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya.
b. Tanah
Tanah yang digunakan sebagai tempat media tanam adalah tanah mineral (top
soil) yang diambil di Desa Pasi Jambu, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten
Aceh Barat.
c. Polybag.
Polybag yang digunakan adalah ukuran 10 x 20 cm berwarna hitam.
d. Pupuk POC Nasa
Pupuk organik cair (POC) Nasa yang akan digunakan dalam penilitian ini
adalah POC Nasa, pupuk ini diperoleh dari Toko Pertanian Meulaboh.
e. Pengendalian Hama dan Penyakit
-
18
Pengendalian hama dan penyakit akan dilakukan apabila bibit tanaman
terditeksi serangan maka digunakan bahan pestisida Sevin 85 SP dan Dithane
M-45
2. Alat-alat
Alat yang digunakan dalam melakukan penelitian antara lain : parang,
cangkul, hand spayer, meteran (alat ukur), timbangan, gunting, pisau, gergaji,
paku, caliper, palu, ajir, tali nilon, paranet, tiang kayu, papan nama dan alat tulis
menulis.
3.3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola
factorial 3 x 3 dengan 3 ulangan, setiap kombinasi perlakuan terdapat 3 tanaman.
Dengan demikian dalam penelitian ini terdapat 3 x 3 x 3 = 27 unit, dimana
masing-masing unit terdiri dari 3 jumlah sampel tanaman.
Faktor yang diteliti adalah pengaruh kosentrasi pupuk organik cair Nasa
(N) dan interval waktu pemberian (I). Faktor kosentrasi POC Nasa (N) terdiri
dari 3 taraf yaitu :
N1 = 1 cc l-1
air
N2 = 2 cc l-1
air
N3 = 3 cc l-1
air
Faktor Interval Waktu pemberian (I) yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
I1 = 7 hari sekali
I2 = 14 hari sekali
I3 = 21 hari sekali
-
19
Sedangkan susunan kombinasi perlakuan antara perbandingan konsentrasi
POC Nasa dan Interval Waktu pemberian dapat dilihat pada tabel 1.
Table 1. Susunan kombinasi perlakuan antara konsentrasi POC Nasa dan interval
waktu pemberian.
No Kombinasi
Perlakuan
Perlakuan
Konsentrasi Pupuk
Organik Cair (POC) Nasa
(cc l-1
air))
Interval Waktu
Pemberian
(hari sekali)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
N1 I1
N1 I2
N1 I3
N2 I1
N2 I2
N2 I3
N3 I1
N3 I2
N3 I3
1
1
1
2
2
2
3
3
3
7
7
7
14
14
14
21
21
21
Model persamaan matematis yang akan digunakan adalah :
Yijk = µ + βi + Nj+ Ik + (NI)jk + εijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan untuk POC Nasa taraf ke-j, Interval waktu
pemberian ke-k dan ulangan ke-i.
µ = Nilai tengah umum
βi = Pengaruh ulangan ke-I (i = 1, 2 dan 3)
Nj = Pengaruh konsentrasi POC Nasa ke-k (k =1, 2 dan 3)
Ik = Pengaruh Interval waktu pemberian ke-j (j = 1, 2 dan 3)
-
20
(NI)jk = Pengaruh interaksi taraf POC Nasa ke-j, taraf interval waktu
pemberian ke-k
εijk = Galat percobaan untuk ulangan ke-I, faktor media tanam taraf
ke-j dan faktor dosis pupuk daun taraf ke-k.
Apabila uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan
dengan uji lanjut yaitu uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%, dengan
persamaan sebagai berikut :
BNT =
Dimana :
BNT = beda nyata terkecil pada taraf 5%.
t;dbg0,05 = Nilai baku t pada taraf 5%; ( jumlah perlakuan p dan derajat
bebas galat).
KTg = Kuadrat Tengah galat
r = Jumlah Ulangan
3.4. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan lahan
Lahan dibersihkan dari rumput, gulma, dan sisa-sisa tanaman lain hingga
bersih.
2. Tanah lapisan atas (top soil) dibersihkan dari rumput dan sampah, kemudian
dikeringkan terlebih dahulu lalu diayak. Selanjutnya tanah dicampur dengan
pupuk kandang perbandingan 3 : 1, lalu diaduk secara merata kemudian
diisikan dalam polybag masing-masing sebanyak 5 kg tanah. Setelah kantong
-
21
plastik tersebut terisi tanah, kemudian disusun sesuai dengan bagan percobaan.
Dalam setiap satuan percobaan digunakan tiga polybag.
3. Pembuatan Naungan
Naungan di buat dari paranet sebagai peneduh, serta tiang kayu sebagai
penyangga dengan ketinggian 2 meter, panjang 10 meter dan lebar 4 meter.
Naungan dibuat menghadap ke bahagian Timur dengan tinggi bahagian depan
200 cm dan tinggi bahagian belakang 150 cm
4. Penyemaian
Benih diambil 2/3 bagian dari panjang buah dibagian tengah, kemudian
digosok dengan abu sekam sampai pulp hilang semua kemudian dicuci dengan
air. Benih ditanam tegak pada tempat pesemaian dengan calon akar disebelah
bawah. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari.
5. Pemindahan Kecambah ke Polybag
Pemindahan kecambah ke polybag dilakukan sebelum kotiledon membuka.
Sebelum kecambah dipindahkan ke polybag terlebih dahulu tanah dalam
polybag disiram dengan air bersih hingga mendekati kapasitas lapang.
Kecambah yang dipindahkan telah berumur 15 hari dan memiliki radikula
1 cm.
6. Aplikasi POC Nasa.
Aplikasi POC dilakukan sesuai dengan dosis perlakuan yang dicobakan,
aplikasi pertama dilakukan pada umur 10 HST dan diulang dengan interval
waktu pemberian sesuai dengan perlakuan yang dicobakan, yaitu 7, 14 dan 21
hari sekali..
-
22
7. Pemberian Pupuk Dasar
Pupuk dasar diberikan 7 hari sebelum tanam. Pupuk dasar yang diberikan
adalah Urea, SP-36 16,8, dan KCl. Pupuk dasar ditebar pada permukaan
polybag, lalu diaduk agar tercampur rata dengan tanah.
8. Pemeliharaan
Dalam pemeliharaan yang perlu dilakukan adalah penyiraman, penyulaman
dan pengendalian hama penyakit. Penyiraman dilakukan pada sore hari
menurut keadaan cuaca setempat, penyulaman dilakukan pada umur tanaman
7 hari setelah tanam, untuk menghindari gulma sebagai pengganggu tanaman
dengan melakukan pembersihan. Untuk menjaga kemungkinan serangan
hama dan penyakit maka bibit disemprot dengan Sevin 85 SP dan Dithane M-
45 dengan konsentrasi 2 g/l air.
3.5. Pengamatan
Adapun pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:
1. Tinggi Bibit (cm)
Tinggi bibit diukur pada umur 30, 60 dan 90 hari setelah tanam. Pengukuran dimulai
dari pangkal batang yang sudah diberi tanda sampai ke titik tumbuh tertinggi.
2. Diameter Pangkal Batang (mm)
Diameter pangkal batang diukur pada umur 30, 60 dan 90 hari setelah tanam. Diukur
dari pangkal batang yang telah diberi tanda.
-
23
3. Luas daun bibit (cm2)
Pengukuran daun tanaman kakao diukur pada umur 60 dan 90 HST. Cara
pengukuran dengan mengukur panjang (cm) x lebar (cm).
4. Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun dihitung pada umur 60 dan 90 hari setelah tanam dengan
menghitung semua daun yang tumbuh.
5 Berat Berangkasan Basah (g)
Berat berangkasan basah diamati pada umur 90 hari setelah tanam. Tanaman
dibersihkan dari media dengan penyemprotan air, supaya akar-akarnya tidak
ada yang putus. Setelah ditiriskan lalu ditimbang.
-
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1. 1. Pengaruh Konsentrasi POC Nasa
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 24)
menunjukkan bahwa konsentrasi POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap
tinggi bibit, diameter pangkal batang, jumlah daun bibit kakao umur 60 dan 90
hari setelah tanam (HST), luas daun pada umur 30, 60 dan 90 HST dan berat
berangkasan basah pada umur 90 HST. Berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit
kakao pada umur 30 HST. Berpengaruh tidak nyata terhadap diameter pangkal
batang pada umur 30 HST,
4.1.1. 1. Tinggi Tanaman (cm)
Rata-rata tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa pada
umur 30,60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa umur
30, 60 dan 90 HST.
Konsentrasi
POC Nasa Tinggi Tanaman (cm)
Simbol (cc l-1
air) 30 HST 60 HST 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
25.88 a
27.67 b
26.59 ab
30.69 a
32.91 b
32.63 b
35.77 a
39.63 b
38.92 b
BNT0,05 1,37 0,86 1,64
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 2 menunjukkan bahwa tinggi bibit kakao tertinggi pada umur 30,
60 dan 90 HST dijumpai pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) yang
berbeda nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi POC Nasa 3,0 cc l-1
air (N3).
-
25
Adapun hubungan antara tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa pada umur
30, 60 dan 90 HST.
Gambar 1 menunjukkan bahwa pada umur 30, 60 dan 90 HST tinggi
bibit kakao akibat konsentrasi POC Nasa semakin meningkat. sampai pada
konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) dan jika konsentrasi POC Nasa di
tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air (N3 ) tinggi bibit kakao menurun.
4.1.1. 2. Diameter Pangkal Batang (mm)
Rata-rata diameter pangkal batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa pada umur 30,60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada
Tabel 3.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1,0 2,0 3,0
Tin
gg
i B
ibit
Ka
ka
o (
cm
)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
30 HST
60 HST
90 HST
-
26
Tabel 3. Rata-rata diameter pangkal batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa umur 30, 60 dan HST.
Konsentrasi
POC Nasa Diameter Pangkal Batang (mm)
Simbol (cc l-1
air) 30 HST 60 HST 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
2.33
2.29
2.81
2.85 a
4.00 c
3.33 b
4.00 a
5.14 b
4.85 b
BNT0,05 0,42 0,48
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 3 menunjukkan bahwa diameter pangkal batang bibit kakao
terbesar pada umur 30, 60 dan 90 HST dijumpai pada konsentrasi POC Nasa
2,0 cc l-1
air (N2) dimana pada umur 60 HST diameter pangkal batang bibit
kakao berbeda nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) dan
perlakuan konsentrasi POC Nasa 3,0 cc l-1
air (N3) sedangkan pada umur 90
HST diameter pangkal batang bibit kakao berbeda nyata dengan konsentrasi POC
Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan konsentrasi
POC Nasa 3,0 cc l-1
air (N3). Pada umur 30 HST diameter pangkal batang
terbesar terdapat pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) meskipun
secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan
lainnya.
Adapun hubungan antara diameter pangkal batang bibit kakao pada
berbagai konsentrasi POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST dapat dilihat
pada Gambar 2.
-
27
Gambar 2. Diameter Pangkal Batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST.
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada umur 30, 60 dan 90 HST diameter
pangkal batang bibit kakao akibat konsentrasi POC Nasa semakin besar sampai
pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) dan bila konsentrasi POC Nasa
di tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air (N3 ) diameter pangkal batang bibit kakao
mengecil.
4.1.1.3. Luas Daun (cm2)
Rata-rata luas daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada umur 30, 60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata luas daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada Umur 30, 60 dan 90 HST.
Konsentrasi
POC Nasa Luas Daun (cm
2)
Simbol (cc l-1
air) 30 HST 60 HST 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
3.28 a
5.85 c
4.22 b
7.77 a
12.30 c
10.33 b
15.38 a
23.63 c
20.65 b
BNT0,05 0,70 0,67 1,72
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
0
1
2
3
4
5
6
1,0 2,0 3,0
Dia
met
er P
an
gk
al B
ata
ng (
mm
)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
30 HST
60 HST
90 HST
-
28
Tabel 4 menunjukkan bahwa luas daun bibit kakao pada umur 30, 60
dan 90 HST terluas dijumpai pada perlakuan konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air
(N2) yang berbeda nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) dan
perlakuan konsentrasi 3,0 cc l-1
air (N3).
Adapun hubungan antara luas daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Luas daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa pada
umur 30, 60 dan 90 HST.
Gambar 3 menunjukkan luas daun bibit kakao akibat perlakuan
konsentrasi POC Nasa semakin luas sampai pada konsentrasi POC Nasa 2,0
cc l-1
air (N2) dan bila konsentrasi POC Nasa di tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air
(N3 ) rata-rata luas daun bibit kakao berkurang .
4.1.1.4. Jumlah Daun (helai)
Rata-rata jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada umur 60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada Tabel 5.
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
1,0 2,0 3,0
Lu
as
da
un
(cm
2)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
30 HST
60 HST
90 HST
-
29
Tabel 5. Rata-rata jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada umur 60 dan 90 HST.
Konsentrasi
POC Nasa Jumlah Daun (helai)
Simbol (cc l-1
air) 60 HST 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
12.44 a
17.22 c
14.22 b
17.33 a
22.78 b
21.44 b
BNT0,05 1,71 2,06
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah daun bibit kakao terbanyak pada
umur 60 HSt dan 90 HST dijumpai pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air
(N2) dimana pada umur 60 HST jumlah daun bibit kakao berbeda nyata dengan
konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) dan perlakuan konsentrasi POC Nasa
3,0 cc l-1
air (N3) sedangkan pada umur 90 HST jumlah daun bibit kakao berbeda
nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1 air (N1) namun berbeda tidak nyata
dengan perlakuan konsentrasi POC Nasa 3,0 cc l-1
air (N3).
Adapun hubungan antara jumlah daun bibit kakao pada berbagai
konsentrasi POC Nasa umur 60 dan 90 HST dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa pada
umur 15 dan 30 HST.
0
5
10
15
20
25
1,0 2,0 3,0
Ju
mla
h D
au
n (h
ela
i)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
60 HST
90 HST
-
30
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada umur 60 dan 90 HST jumlah daun
bibit kakao akibat perlakuan konsentrasi POC Nasa semakin banyak sampai pada
konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) dan bila konsentrasi POC Nasa di
tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air (N3 ) jumlah daun bibit kakao menjadi sedikit.
4.1.1.5. Berat Berangkasan Basah (gr)
Rata-rata biomassa bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada umur 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata berat berangkasan basah bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa umur 90 HST.
Konsentrasi POC Nasa Berat berangkasan basah (gr)
Simbol (cc l-1
air) 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
4.63 a
8.11 c
6.59 b
BNT0,05 0,82
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 6 menunjukkan bahwa berat berangkasan basah bibit kakao pada
umur 90 HST terberat dijumpai pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2),
yang berbeda nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1), dan
perlakuan konsentrasi 3,0 cc l-1
air (N3).
Adapun hubungan antara berat berangkasan basah bibit kakao pada
berbagai konsentrasi POC Nasa pada umur 90 HST dapat dilihat pada
Gambar 5.
-
31
Gambar 5. Berat berangkasan basah bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC
Nasa pada umur 90 HST.
Gambar 5 menunjukkan bahwa berat berangkasn basah bibit kakao
akibat perlakuan berbagai konsentrasi POC Nasa semakin bertambah sampai pada
konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) dan bila konsentrasi POC Nasa di
tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air (N3 ) rata-rata berat berangkasan basah bibit
kakao menjadi rendah .
4.1.2. Pengaruh Interval Waktu Pemberian POC Nasa
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 24)
menunjukkan bahwa interval waktu pemberian POC Nasa berpengaruh sangat
nyata terhadap luas daun pada umur 60 dan 90 HST dan berat berangkasan basah
bibit kakao pada umur 90 HST. Berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit kakao
pada umur 30, 60 dan 90 HST, diameter pangkal batang pada umur 60 dan 90
HST, jumlah daun bibit kakao pada umur 30, 60 dan 90 HST, luas daun bibit
kakao pada umur 30 HST namun berpengaruh tidak nyata terhadap diameter
pangkal batang pada umur 30 HST,
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1,0 2,0 3,0
Ber
at
Ber
an
gk
asa
n B
asa
h (
gr)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
90 HST
-
32
4.1.2. 1. Tinggi Tanaman (cm)
Rata-rata tinggi bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian
POC Nasa pada umur 30,60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata tinggi bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian
POC Nasa umur 30, 60 dan 90 HST.
Interval waktu
pemberian POC Nasa Tinggi Tanaman (cm)
Simbol (hari sekali) 30 HST 60 HST 90 HST
I1
I2 I3
7
14
21
25.52 a
27.66 b
26.96 b
31.65 a
32.73 b
31.85 a
37.55 a
39.55 b
37.22 a
BNT0,05 1,37 0,86 1,64
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 7 menunjukkan bahwa tinggi bibit kakao tertinggi pada umur 30,
60 dan 90 HST dijumpai pada interval waktu pemberian POC Nasa 14 hari
sekali (I2) dimana pada umur 30 HST tinggi bibit kakao berbeda nyata dengan
perlakuan interval waktu pemberian 7 hari sekali ( I1) namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan 21 hari sekali (I3), sedangkan pada umur 60 HST dan 90 HST
tinggi bibit kakao berbeda nyata dengan perlakuan interval waktu pemberian 7
hari sekali ( I1) dan perlakuan interval waktu 21 hari sekali (I3),.
Adapun hubungan antara tinggi bibit kakao pada berbagai interval waktu
pemberian POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST dapat dilihat pada
Gambar 6.
-
33
Gambar 6. Tinggi bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian POC
Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST.
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada umur 30, 60 dan 90 HST tinggi
bibit kakao akibat interval waktu pemberian POC Nasa semakin meningkat.
sampai pada interval waktu pemberian POC Nasa 14 hari sekali (I2) dan bila
interval waktu pemberian POC Nasa di perjarang menjadi 21 hari sekali (I3 )
tinggi bibit kakao menurun.
4.1.2. 2. Diameter Pangkal Batang (mm)
Rata-rata diameter pangkal batang bibit kakao pada berbagai interval
waktu pemberian POC Nasa pada umur 30,60 dan 90 HST setelah diuji
BNT0,05 disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata diameter pangkal batang bibit kakao pada berbagai interval
waktu pemberian POC Nasa umur 30, 60 dan HST.
Interval waktu
pemberian POC Nasa Diameter Pangkal Batang (mm)
Simbol (hari sekali) 30 HST 60 HST 90 HST
I1
I2 I3
7
14
21
2.26
2.77 2.40
3.26 a
3.70 b 3.22 a
4.37 a
5.03 b 4.59 ab
BNT0,05 0,42 0,48
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
7 14 21
Tin
ggi B
ibit
kak
ao (cm
)
Interval Waktu Pemberian POC Nasa (hari sekali)
30 HST
60 HST
90 HST
-
34
Tabel 8 menunjukkan bahwa diameter pangkal batang bibit kakao
tertinggi pada umur 30, 60 dan 90 HST dijumpai pada interval waktu pemberian
POC Nasa 14 hari sekali (I2) dimana pada umur 60 HST diameter pangkal
batang bibit kakao berbeda nyata dengan perlakuan interval waktu pemberian 7
hari sekali ( I1) dan perlakuan 21 hari sekali (I3), sedangkan pada umur 90 HST
diameter pangkal batang berbeda nyata dengan perlakuan interval waktu
pemberian 7 hari sekali ( I1) namun tidak berbeda nyata perlakuan 21 hari sekali
(I3),dan pada umur 30 HST 30 HST diameter pangkal batang terbesar terdapat
pada interval waktu pemberian POC Nasa 14 hari sekali (I2) meskipun secara
statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Adapun hubungan antara diameter pangkal batang bibit kakao pada
berbagai interval waktu pemberian POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST
dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Diameter Pangkal Batang bibit kakao pada berbagai interval waktu
pemberian POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7 14 21
Dia
met
er P
an
gk
al B
ata
ng
(m
m)
Interval Waktu Pemberian POC Nasa (hari sekali)
30 HSt
60 HST
90 HST
-
35
Gambar 7 menunjukkan bahwa pada umur 30, 60 dan 90 HST diameter
pangkal batang bibit kakao akibat interval waktu pemberian POC Nasa semakin
besar sampai pada interval waktu pemberian POC Nasa 14 hari sekali (I2) dan
bila interval waktu pemberian POC Nasa di perjarang menjadi 21 hari sekali (I3 )
diameter pangkal batang bibit kakao menjadi kecil.
4.1.2.3. Luas Daun (cm2)
Rata-rata luas daun bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian
POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata luas daun bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian
POC Nasa pada Umur 30, 60 dan 90 HST.
Interval waktu
pemberian POC Nasa Luas Daun (cm
2)
Simbol (hari sekali) 30 HST 60 HST 90 HST
I1
I2 I3
7
14
21
4.10 a
5.01 b
4.25 a
9.20 a
11.07 c
10.14 b
17.89 a
21.28 c
20.50 b
BNT0,05 0,70 0,67 1,72
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 9 menunjukkan bahwa luas daun bibit kakao pada umur 30, 60
dan 90 HST terluas dijumpai pada perlakuan interval waktu pemberian POC Nasa
14 hari sekali (I2) yang berbeda nyata dengan interval waktu pemberian POC
Nasa 7 hari sekali (I1) dan perlakuan interval waktu pemberian 21 hari sekali
(I3).
-
36
Adapun hubungan antara luas daun bibit kakao pada berbagai interval
waktu pemberian POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8. Luas daun bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian POC
Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST.
Gambar 8 menunjukkan luas daun bibit kakao akibat perlakuan interval
waktu pemberian POC Nasa semakin luas sampai pada interval waktu pemberian
POC Nasa 14 hari sekali (I2) dan bila interval waktu pemberian POC Nasa di
tingkatkan menjadi 21 hari sekali (I3 ) rata-rata luas daun bibit kakao berkurang .
4.1.2.4. Jumlah Daun (helai)
Rata-rata jumlah daun bibit kakao pada berbagai interval waktu
pemberian POC Nasa pada umur 60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan
pada Tabel 10.
0
5
10
15
20
25
7 14 21
Lu
as
Dau
n (cm
2)
Interval Waktu Pemberian POC Nasa (hari sekali)
30 HST
60 HST
90 HST
-
37
Tabel 10.Rata-rata jumlah daun bibit kakao pada berbagai interval waktu
pemberian POC Nasa pada umur 60 dan 90 HST.
Interval waktu pemberian
POC Nasa Jumlah Daun (helai)
Simbol (hari sekali) 60 HST 90 HST
I1
I2 I3
7
14
21
13.67 a
15.89 b
14.33 ab
19.56 a
22.22 b
19.78 a
BNT0,05 1,71 2,06
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah daun bibit kakao terbanyak pada
umur 60 HST dan 90 HST dijumpai pada interval waktu pemberian POC Nasa
2,0 cc l-1
air (N2) dimana pada umur 60 HST jumlah daun bibit kakao berbeda
nyata dengan interval waktu pemberian POC Nasa 7 hari sekali (I1) namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan interval waktu pemberian POC Nasa 21 hari
sekali (I3) sedangkan pada umur 90 HST jumlah daun bibit kakao berbeda nyata
dengan interval waktu pemberian POC Nasa 7 hari sekali (I1) dan perlakuan
interval waktu pemberian POC Nasa 21 hari sekali (I3).
Adapun hubungan antara jumlah daun bibit kakao pada berbagai interval
waktu pemberian POC Nasa umur 60 dan 90 HST dapat dilihat pada
Gambar 9.
-
38
Gambar 9. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian
POC Nasa pada umur 15 dan 30 HST.
Gambar 9 menunjukkan bahwa pada umur 60 dan 90 HST jumlah daun
bibit kakao akibat perlakuan interval waktu pemberian POC Nasa semakin
banyak sampai pada interval waktu pemberian POC Nasa 14 hari sekali (I2)
dan bila interval waktu pemberian POC Nasa di perjarang menjadi 21 hari sekali
(I3 ) jumlah daun bibit kakao menjadi berkurang.
4.1.2.5. Berat Berangkasan Basah (gr)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 24) menunjukkan bahwa interval
waktu pemberian POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap berat berangkasan
basah bibit kakao pada umur 90 HST.
Rata-rata biomassa bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian
POC Nasa pada umur 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada Tabel 11.
0
5
10
15
20
25
7 14 21
Ju
mla
h D
au
n (h
elai)
Interval Waktu Pemberian POC Nasa (hari sekali)
60 HST
90 HST
-
39
Tabel 11. Rata-rata berat berangkasan basah bibit kakao pada berbagai interval
waktu pemberian POC Nasa umur 90 HST.
Interval waktu pemberian
POC Nasa Berat berangkasan basah (gr)
Simbol (hari sekali) 90 HST
I1
I2 I3
7
14
21
5.77 a
7.29 b
6.26 a
BNT0,05 0,82
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 11 menunjukkan bahwa berat berangkasan basah bibit kakao pada
umur 90 HST terberat dijumpai pada interval waktu pemberian POC Nasa 14
hari sekali (I2), yang berbeda nyata dengan interval waktu pemberian POC Nasa
7 hari sekali (I1), dan perlakuan interval waktu pemberian 21 hari sekali (I3).
Adapun hubungan antara berat berangkasan basah bibit kakao pada
berbagai interval waktu pemberian POC Nasa pada umur 90 HST dapat dilihat
pada Gambar 10.
Gambar 10.Berat berangkasan basah bibit kakao pada berbagai interval waktu
pemberian POC Nasa pada umur 90 HST.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
7 14 21
Ber
at
Ber
an
gk
asa
n B
asa
h (
gr)
Interval Waktu Pemberia POC Nasa (hari sekali)
90 HST
-
40
Gambar 10 menunjukkan bahwa berat berangkasn basah bibit kakao
akibat perlakuan berbagai interval waktu pemberian POC Nasa semakin
bertambah berat sampai pada interval waktu pemberian POC Nasa 14 hari sekali
(I2) dan bila interval waktu pemberian POC Nasa di tingkatkan menjadi 21hari
sekali (I3 ) rata-rata berat berangkasan basah bibit kakao menjadi rendah .
4.2. Pembahasan.
4.2.1. Pengaruh Konsentrasi POC Nasa
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan
bahwa konsentrasi POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bibit,
diameter pangkal batang, jumlah daun bibit kakao umur 60 dan 90 hari setelah
tanam (HST), luas daun pada umur 30, 60 dan 90 HST dan berat berangkasan
basah pada umur 90 HST. Berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit kakao pada
umur 30 HST. Berpengaruh tidak nyata terhadap diameter pangkal batang pada
umur 30 HST.
Dari berbagai perlakuan konsentrasi POC Nasa yang dicobakan maka
perlakuan dengan konsentrasi 2,0 cc l-1
air (P2) menunjukkan pertumbuhan bibit
kakao yang terbaik. Hal ini karena pada konsentrasi tersebut unsur hara yang
terkandung dalam pupuk POC yang dibutuhkan tanaman telah tersedia dalam
jumlah yang cukup dan seimbang, sehingga dapat memicu pertumbuhan menjadi
lebih baik. Soetedjo dan Kartasapoetra (1995) menyatakan bahwa bahwa
pertumbuhan tanaman yang baik dapat tercapai apabila unsur hara yang
dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan berada dalam bentuk tersedia,
-
41
seimbang dan dalam konsentrasi yang optimum serta didukung oleh faktor
lingkungannya. Selanjutnya Harjadi (2006), menyatakan dengan tersedianya unsur
hara yang lengkap dengan jumlah masing-masing unsur hara sesuai dengan
kebutuhan tanaman akan dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan
bagian- bagian vegetatif tanaman.
Baiknya pertumbuhan bibit kakao pada konsentrasi POC Nasa 4,0 cc l-
1air (P2) diduga karena unsur hara yang diberikan telah sesuai dengan kebutuhkan
untuk pertumbuhan bibit kakao sehingga mampu mendorong pertumbuhan
kearah yang lebih baik. Tanaman yang diberikan dosis pupuk dalam jumlah yang
berlebihan, tidak lagi mendorong pertumbuhan untuk lebih aktif, tetapi sebaliknya
mulai menekan laju pertumbuhan tanaman. Pada dosis yang lebih rendah belum
cukup untuk mendorong pertumbuhan secara optimal sehingga pertumbuhan dan
perkembangan tanaman juga tidak diperoleh secara optimal. Suseno (1981),
menyatakan bahwa untuk pertumbuhan tanaman yang optimal diperlukan adanya
keseimbangan unsur-unsur hara.
Hasil penelitian juga menunjukkan terjadi penurunan pertumbuhan bibit
kakao akibat peningkatan konsentrasi POC Nasa dari 4,0 cc l-1
air (P2) menjadi
6,0 cc l-1
air (P3). Hal ini disebabkan pada konsentrasi tersebut ketersediaan unsur
hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam keadaan berlebihan sehingga
mengakibatkan adanya ketidak seimbangan dalam proses metabolisme tanaman,
baik dalam proses fotosintesa maupun respirasi, yang selanjutnya akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Selanjutnya
Setyamidjaja (1986), menambahkan bahwa efesiensi pemupukan yang optimal
-
42
dapat dicapai apabila pupuk diberikan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan
tanaman, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Bila pupuk diberikan
banyak, maka larutan tanah akan terlalu pekat sehingga dapat mengakibatkan
tanaman keracunan. Selanjutnya Dwijoseputro (1995) menambahkan bahwa,
suatu tanaman menghendaki konsentrasi pupuk yang optimum dan bila
konsentrasi tersebut dipertinggi, maka berlaku suatu hukum kenaikan hasil yang
semakin berkurang.
Rendahnya pertumbuhan bibit kakao pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-
1 air (P1) hal ini disebabkan pada konsentrasi tersebut unsur hara yang diberikan
belum mampu memenuhi kebutuhan tanaman untuk melaksanakan kegiatan
metabolismenya. Akibatnya pertumbuhan tanaman cenderung menurun (lambat).
pemupukan pada tanaman yang ditanam adalah menggunakan dosis yang tepat.
Pemberian pupuk dengan Dosis yang tepat akan mampu mencukupi kebutuhan
hara bagi tanaman. Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman harus berada
dalam kondisi yang berimbang sehingga penyerapan hara oleh tanaman lebih
efektif. Menurut Harjadi (2006), penempatan pupuk yang tepat dengan dosis yang
tepat merupakan faktor penting dalam pemupukan. Kemampuan tanaman dalam
menyerap hara akan menambah kekuatan tumbuh bagi tanaman dan apabila
unsur-unsur tersebut bekerja secara optimal maka pertumbuhan tanaman akan
menjadi lebih baik pesat.
Kandungan unsur-unsur hara (N, P, K) dalam pupuk POC Nasa yang
diberikan dengan dosis yang sesuai kebutuhan tanaman akan memungkinkan
tanaman dapat tumbuh dan berkembang lebih baik. Setyamidjaja (1986),
-
43
menyatakan bahwa unsur nitrogen berperan penting dalam merangsang
pertumbuhan vegetative tanaman yaitu menambah tinggi tanaman dan
merangsang pertumbuhan cabang. Sarief (1992), menambahkan bahwa nitrogen
merupakan bahan penyusun protein, protoplasma dan pembentuk bagian tanaman
seperti batang dan daun yang merupakan tempat aktivitas fotosintesis yang
menghasilkan asimilat untuk pertumbuhan cabang.
Hubungan antara jumlah unsur P dibutuhkan untuk pertumbuhan awal
terutama dalam merangsang perakaran tanaman yang nantinya berguna untuk
menopang tegaknya tanaman dan penyerapan unsur hara dari media tanam. Hal
ini sesuai pernyataan Suseno (1981), bahwa unsur fosfor bagi tanaman berguna
untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan sejumlah
tanaman muda, fosfor juga merupakan bahan mentah untuk pembentuk sejumlah
protein, membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembungaan.
Fosfor diperlukan tanaman sebagai penyusun asam nukleat dan perkembangan
jaringan meristem serta merangsang pertumbuhan akar. Fosfor berperan dalam
proses fotosintesis, produksi karbohidrat dan pertumbuhan awal tanaman
(Suseno,1981). Unsur hara yang cukup dan berimbang yang tersedia bagi tanaman
menyebabkan aktivitas fisiologi tanaman semakin meningkat.
Unsur kalium dalam POC Nasa yang diberikan dengan dosis optimal
sangat berperan penting dalam proses asimilasi karbohidrat serta merangsang
pertumbuhan. Suseno (1981), menyatakan bahwa ion kalium mempunyai
pengaruh terhadap tingkat kandungan hidrat arang tumbuhan, kurangnya kalium
dapat menghambat fotosintesis dan sintesa protein. Selanjutnya Lingga (1991),
-
44
menyatakan bahwa unsur kalium berfungsi dalam pembentukan protein dan
karbohidrat.
4.2.2. Pengaruh Interval Waktu Pemberian POC Nasa.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan
bahwa interval waktu pemberian POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap
luas daun pada umur 60 dan 90 HST dan berat berangkasan basah bibit kakao
pada umur 90 HST. Berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit kakao pada umur 30,
60 dan 90 HST, diameter pangkal batang pada umur 60 dan 90 HST, jumlah daun
bibit kakao pada umur 30, 60 dan 90 HST, luas daun bibit kakao pada umur 30
HST namun berpengaruh tidak nyata terhadap diameter pangkal batang pada umur
30 HST.
Dari berbagai perlakuan interval waktu pemberian POC Nasa yang
dicobakan maka perlakuan dengan interval waktu pemberian 14 hari sekali (I2)
menunjukkan pertumbuhan bibit kakao yang terbaik. Hal ini di duga karena
interval waktu pemberian yang tepat telah memberikan pengaruh maksimal bagi
tanaman, sehingga pupuk yang di semprotkan melalui daun dapat diserap oleh
tanaman dan pemupukan melalui daun erat sekali kaitannya dengan keadaan pada
saat penyemprotan pupuk. Menurut Schroth dan Sinclair (2003) tanaman yang
memperoleh unsur hara dalam jumlah yang optimum serta waktu yang tepat,
maka akan tumbuh dan berkembang secara maksimal. Masalah waktu dan metode
pemupukan melalui daun merupakan hal yang penting untuk dalam menyerap
unsur hara. Ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang akan
-
45
mempengaruhi proses metabolism pada jaringan tanaman (Darmawan dan
Baharsyah 1983).
Perlakuan interval waktu pemberian POC Nasa (I2) memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan bibit kakao, dimana dengan interval waktu pemberian
pupuk yang tepat dapat meningkatkan aktifitas fotosintesis tanaman sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan hasil tanaman . Hal ini sesuai
pernyataan Dwijosapoetro (1995) yang menyatakan tanaman membutuhkan unsur
hara yang cukup pada fase vegetatif karena pada fase tersebut tanaman
membutuhkan hasil fotosintesis dalam jumlah besar yang akan digunakan pada
fase generatif untuk pembentukan bunga dan pembesaran buah yang akhirnya
akan mempengaruhi berat buah per tanaman.
Meningkatnya laju pertumbuhan bibit kakao pada interval waktu
pemberian 14 hari sekali (I2) juga dikarenakan tanaman telah memanfaatkan
unsur hara lebih efisien. Efisiensi pemanfaatan unsur hara sangat erat kaitannya
dengan waktu pemberiannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hakim, et al
(1986), yang menyatakan bahwa masalah waktu dan metode pemupukan
merupakan hal yang penting guna meningkatkan efisiensi tanaman dalam
menyerap pupuk yang diberikan. Sutejo dan Kartasapoetra (1995), menambahkan
bahwa dalam pemberian pupuk melalui daun interval waktu pemberiannya perlu
diatur secara seksama sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Rendahnya pertumbuhan bibit kakao pada interval waktu pemberian 21
hari sekali (I3) diduga karena pada interval ini jumlah unsur hara yang diberikan
dalam keadaan yang tidak cukup bagi tanaman, sehingga pertumbuhan menjadi
-
46
terganggu. Lebih lanjut Dwijoseputro (1995), menyatakan bahwa interval yang
terlalu jarang menyebabkan ketersediaan hara bagi tanaman kurang terpenuhi,
akibatnya pertumbuhan tanaman terganggu. Begitu juga bila pada interval waktu
pemberian 7 hari sekali (I1), penyemprotan pupuk dilakukan pada awal fase
vegetatif yang terlalu sering sehingga dianggap tidak efektif untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Lingga (2001), menyatakan bahwa pemberian pupuk daun
yang terlalu sering menyebabkan jumlah pupuk berlebih bagi tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman terganggu.
4.3.3. Pengaruh Interaksi
Dari hasil uji F pada analisis ragam (tabel lampiran bernomor genap)
menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang tidak nyata antara konsentrasi POC
Nasa dan interval waktu pemberian POC Nasa. Hal ini berarti perbedaan respons
tanaman kakao akibat berbedanya konsentrasi POC Nasa tidak tergantung pada
interval waktu pemberian pupuk POC Nasa.
-
47
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Konsentrasi POC Nasa berpengaruh nyata terhadap semua peubah
pertumbuhan bibit kakao yang diamati. Pertumbuhan bibit kakao yang terbaik
dijumpai pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air.
2. Interval waktu pemberian POC Nasa berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit
kakao yang diamati, Pertumbuhan bibit kakao terbaik dijumpai pada perlakuan
interval waktu pemberian POC Nasa 14 hari sekali.
3. Dari hasil penelitian ternyata tidak adanya interaksi antara konsentrasi POC
Nasa dengan interval waktu pemberian POC Nasa terhadap pertumbuhan
bibit kakao.
5.2. Saran.
1. Untuk memperbaiki pertumbuhan bibit kakao dapat dilakukan dengan
menyemprotkan pupuk organic cair (POC) Nasa dengan konsentrasi 2,0 cc
l-1
air dan dengan perlakuan interval waktu penyemprotan 14 hari sekali.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan POC Nasa
terhadap pertumbuhan pada tanaman lainnya.
-
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1. 1. Pengaruh Konsentrasi POC Nasa
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 24)
menunjukkan bahwa konsentrasi POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap
tinggi bibit, diameter pangkal batang, jumlah daun bibit kakao umur 60 dan 90
hari setelah tanam (HST), luas daun pada umur 30, 60 dan 90 HST dan berat
berangkasan basah pada umur 90 HST. Berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit
kakao pada umur 30 HST. Berpengaruh tidak nyata terhadap diameter pangkal
batang pada umur 30 HST,
4.1.1. 1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan
bahwa konsentrasi pupuk POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi
bibit kakao umur 60 dan 90 HST dan berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit
kakao pada umur 30 HST.
Rata-rata tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa pada
umur 30,60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa umur
30, 60 dan 90 HST.
Konsentrasi
POC Nasa Tinggi Tanaman (cm)
Simbol (cc l-1
air) 30 HST 60 HST 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
25.88 a
27.67 b
26.59 ab
30.69 a
32.91 b
32.63 b
35.77 a
39.63 b
38.92 b
BNT0,05 1,37 0,86 1,64
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
-
25
Tabel 2 menunjukkan bahwa tinggi bibit kakao tertinggi pada umur 30,
60 dan 90 HST dijumpai pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) yang
berbeda nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi POC Nasa 3,0 cc l-1
air (N3).
Adapun hubungan antara tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa pada umur
30, 60 dan 90 HST.
Gambar 1 menunjukkan bahwa pada umur 30, 60 dan 90 HST tinggi
bibit kakao akibat konsentrasi POC Nasa semakin meningkat. sampai pada
konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) dan bila konsentrasi POC Nasa di
tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air (N3 ) tinggi bibit kakao menurun.
4.1.1. 2. Diameter Pangkal Batang (mm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan
bahwa konsentrasi pupuk POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1,0 2,0 3,0
Tin
gg
i B
ibit
Kak
ao (
cm)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
30 HST
60 HST
90 HST
-
26
diameter pangkal batang bibit kakao umur 60 dan 90 HST dan berpengaruh
tidak nyata terhadap diameter pangkal batang bibit kakao pada umur 30 HST.
Rata-rata diameter pangkal batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa pada umur 30,60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata diameter pangkal batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa umur 30, 60 dan HST.
Konsentrasi
POC Nasa Diameter Pangkal Batang (mm)
Simbol (cc l-1
air) 30 HST 60 HST 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
2.33
2.29
2.81
2.85 a
4.00 c
3.33 b
4.00 a
5.14 b
4.85 b
BNT0,05 0,42 0,48
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 3 menunjukkan bahwa diameter pangkal batang bibit kakao
terbesar pada umur 30, 60 dan 90 HST dijumpai pada konsentrasi POC Nasa
2,0 cc l-1
air (N2) dimana pada umur 60 HST diameter pangkal batang bibit
kakao berbeda nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) dan
perlakuan konsentrasi POC Nasa 3,0 cc l-1
air (N3) sedangkan pada umur 90
HST diameter pangkal batang bibit kakao berbeda nyata dengan konsentrasi POC
Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan konsentrasi
POC Nasa 3,0 cc l-1
air (N3). Pada umur 30 HST diameter pangkal batang
terbesar terdapat pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) meskipun
secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan
lainnya.
-
27
Adapun hubungan antara diameter pangkal batang bibit kakao pada
berbagai konsentrasi POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Diameter Pangkal Batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST.
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada umur 30, 60 dan 90 HST diameter
pangkal batang bibit kakao akibat konsentrasi POC Nasa semakin besar sampai
pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) dan bila konsentrasi POC Nasa
di tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air (N3 ) diameter pangkal batang bibit kakao
mengecil.
4.1.1.3. Luas Daun (cm2)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 10) menunjukkan bahwa
konsentrasi POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap luas daun bibit kakao
pada umur 30, 60 dan 90 HST.
Rata-rata luas daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada umur 30, 60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada Tabel 4.
0
1
2
3
4
5
6
1,0 2,0 3,0
Dia
met
er P
angk
al B
atan
g (
mm
)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
30 HST
60 HST
90 HST
-
28
Tabel 4. Rata-rata luas daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada Umur 30, 60 dan 90 HST.
Konsentrasi
POC Nasa Luas Daun (cm
2)
Simbol (cc l-1
air) 30 HST 60 HST 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
3.28 a
5.85 c
4.22 b
7.77 a
12.30 c
10.33 b
15.38 a
23.63 c
20.65 b
BNT0,05 0,70 0,67 1,72
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 4 menunjukkan bahwa luas daun bibit kakao pada umur 30, 60
dan 90 HST terluas dijumpai pada perlakuan konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air
(N2) yang berbeda nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) dan
perlakuan konsentrasi 3,0 cc l-1
air (N3).
Adapun hubungan antara luas daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Luas daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa pada
umur 30, 60 dan 90 HST.
Gambar 3 menunjukkan luas daun bibit kakao akibat perlakuan
konsentrasi POC Nasa semakin luas sampai pada konsentrasi POC Nasa 2,0
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
1,0 2,0 3,0
Luas
dau
n (
cm2)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
30 HST
60 HST
90 HST
-
29
cc l-1
air (N2) dan bila konsentrasi POC Nasa di tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air
(N3 ) rata-rata luas daun bibit kakao berkurang .
4.1.1.4. Jumlah Daun (helai)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 20 dan 22) menunjukkan
bahwa konsentrasi POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun
bibit kakao pada umur 60 dan 90 HST.
Rata-rata jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada umur 60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada umur 60 dan 90 HST.
Konsentrasi
POC Nasa Jumlah Daun (helai)
Simbol (cc l-1
air) 60 HST 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
12.44 a
17.22 c
14.22 b
17.33 a
22.78 b
21.44 b
BNT0,05 1,71 2,06
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah daun bibit kakao terbanyak pada
umur 60 HSt dan 90 HST dijumpai pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air
(N2) dimana pada umur 60 HST jumlah daun bibit kakao berbeda nyata dengan
konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1) dan perlakuan konsentrasi POC Nasa
3,0 cc l-1
air (N3) sedangkan pada umur 90 HST jumlah daun bibit kakao berbeda
nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1 air (N1) namun berbeda tidak nyata
dengan perlakuan konsentrasi POC Nasa 3,0 cc l-1
air (N3).
-
30
Adapun hubungan antara jumlah daun bibit kakao pada berbagai
konsentrasi POC Nasa umur 60 dan 90 HST dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa pada
umur 15 dan 30 HST.
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada umur 60 dan 90 HST jumlah daun
bibit kakao akibat perlakuan konsentrasi POC Nasa semakin banyak sampai pada
konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) dan bila konsentrasi POC Nasa di
tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air (N3 ) jumlah daun bibit kakao menjadi sedikit.
4.1.1.5. Berat Berangkasan Basah (gr)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 24) menunjukkan bahwa
konsentrasi POC Nasa berpengaruh sangat nyata terhadap berat berangkasan
basah bibit kakao pada umur 90 HST.
Rata-rata biomassa bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC Nasa
pada umur 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada Tabel 6.
0
5
10
15
20
25
1,0 2,0 3,0
Jum
lah D
aun (
hel
ai)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
60 HST
90 HST
-
31
Tabel 6. Rata-rata berat berangkasan basah bibit kakao pada berbagai konsentrasi
POC Nasa umur 90 HST.
Konsentrasi POC Nasa Berat berangkasan basah (gr)
Simbol (cc l-1
air) 90 HST
N1
N2 N3
1,0
2,0
3,0
4.63 a
8.11 c
6.59 b
BNT0,05 0,82
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 6 menunjukkan bahwa berat berangkasan basah bibit kakao pada
umur 90 HST terberat dijumpai pada konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2),
yang berbeda nyata dengan konsentrasi POC Nasa 1,0 cc l-1
air (N1), dan
perlakuan konsentrasi 3,0 cc l-1
air (N3).
Adapun hubungan antara berat berangkasan basah bibit kakao pada
berbagai konsentrasi POC Nasa pada umur 90 HST dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Berat berangkasan basah bibit kakao pada berbagai konsentrasi POC
Nasa pada umur 90 HST.
Gambar 5 menunjukkan bahwa berat berangkasn basah bibit kakao
akibat perlakuan berbagai konsentrasi POC Nasa semakin bertambah sampai pada
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1,0 2,0 3,0
Ber
at B
eran
gk
asan
Bas
ah (
gr)
Konsentrasi POC Nasa (cc l-1 air)
90 HST
-
32
konsentrasi POC Nasa 2,0 cc l-1
air (N2) dan bila konsentrasi POC Nasa di
tingkatkan menjadi 3,0 cc l-1
air (N3 ) rata-rata berat berangkasan basah bibit
kakao menjadi rendah .
4.1.2. Pengaruh Interval Waktu Pemberian POC Nasa
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 24)
menunjukkan bahwa interval waktu pemberian POC Nasa berpengaruh sangat
nyata terhadap luas daun pada umur 60 dan 90 HST dan berat berangkasan basah
bibit kakao pada umur 90 HST. Berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit kakao
pada umur 30, 60 dan 90 HST, diameter pangkal batang pada umur 60 dan 90
HST, jumlah daun bibit kakao pada umur 30, 60 dan 90 HST, luas daun bibit
kakao pada umur 30 HST namun berpengaruh tidak nyata terhadap diameter
pangkal batang pada umur 30 HST,
4.1.2. 1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan
bahwa interval waktu pemberian pupuk POC Nasa berpengaruh nyata terhadap
tinggi bibit kakao umur 30, 60 dan 90 HST.
Rata-rata tinggi bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian
POC Nasa pada umur 30,60 dan 90 HST setelah diuji BNT0,05 disajikan pada
Tabel 7.
-
33
Tabel 7. Rata-rata tinggi bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian
POC Nasa umur 30, 60 dan 90 HST.
Interval waktu
pemberian POC Nasa Tinggi Tanaman (cm)
Simbol (hari sekali) 30 HST 60 HST 90 HST
I1
I2 I3
7
14
21
25.52 a
27.66 b
26.96 b
31.65 a
32.73 b
31.85 a
37.55 a
39.55 b
37.22 a
BNT0,05 1,37 0,86 1,64
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 7 menunjukkan bahwa tinggi bibit kakao tertinggi pada umur 30,
60 dan 90 HST dijumpai pada interval waktu pemberian POC Nasa 14 hari
sekali (I2) dimana pada umur 30 HST tinggi bibit kakao berbeda nyata dengan
perlakuan interval waktu pemberian 7 hari sekali ( I1) namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan 21 hari sekali (I3), sedangkan pada umur 60 HST dan 90 HST
tinggi bibit kakao berbeda nyata dengan perlakuan interval waktu pemberian 7
hari sekali ( I1) dan perlakuan interval waktu 21 hari sekali (I3),.
Adapun hubungan antara tinggi bibit kakao pada berbagai interval waktu
pemberian POC Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST dapat dilihat pada
Gambar 6.
-
34
Gambar 6. Tinggi bibit kakao pada berbagai interval waktu pemberian POC
Nasa pada umur 30, 60 dan 90 HST.
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada umur 30, 60 dan 90 HST tinggi
bibit kakao akibat interval waktu pemberian POC Nasa semakin meningkat.
sampai pada interval waktu pemberian POC Nasa 14 hari sekali (I2) dan bila
interval waktu pemberian POC Nasa di perjarang menjadi 21 hari sekali (I3 )
tinggi bibit kakao menurun.
4.1.2. 2. Diameter Pangkal Batang (mm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan
bahwa interval waktu pemberian pupuk POC Nasa berpengaruh nyata terhadap
diameter pangkal batang bibit kakao umur 60 dan 90 HST dan berpengaruh
tidak nyata terhadap diameter pangkal batang bibit kakao pada umur 30 HST.
Rata-rata diameter pangkal batang bibit kakao pada berbagai interval
waktu pemberian POC Nasa pada umur 30,60 dan 90 HST setelah diuji
BNT0,05 disajikan pada Tabel 8.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
7 14 21
Tin
gg
i Bib
it k
akao
(cm
)
Interval Waktu Pemberian POC Nasa (hari sekali)
30 HST
60 HST
90 HST
-
35
Tabel 8. Rata-rata diameter pangkal batang bibit kakao pada berbagai interval
waktu pemberian POC Nasa umur 30, 60 dan HST.
Interval waktu
pemberian POC Nasa Diameter Pangkal Batang (mm)
Simbol (hari sekali) 30 HST 60 HST 90 HST
I1
I2 I3
7
14
21
2.26
2.77
2.40
3.26 a
3.70 b
3.22 a
4.37 a
5.03 b
4.59 ab
BNT0,05 0,42 0,48
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5% ( BNT 0,05).
Tabel 8 menunjukkan bahwa diameter pangkal batang bibit kakao
tertinggi pada umur 30, 60 dan 90 HST dijumpai pada interval waktu pemberian
POC Nasa 14 hari sekali (I2) dimana pada umur 60 HST diameter