PENGARUH KECERDASAN EMOSI, DUKUNGAN SOSIAL,
DAN RASA SYUKUR TERHADAP PENERIMAAN ORANG TUA
PADA ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
ANISSA FITRIA
NIM : 11140700000016
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
v
Kerja keras selalu terbayar, meskipun bukan dengan hal yang kamu
harapkan. Berikhlaslah dengan kerja kerasmu, dan bersyukurlah atas kerja
kerasmu.
“Karya kecil ini aku persembahkan untuk Ayah dan Mama tercinta,
juga Adekku. Terima kasih selalu mengiringi setiap langkahku dengan
doa mu, selalu menghangatkan dengan kasih sayangmu. Sebagian
kecil yang dapat aku berikan saat ini, doakan aku selalu.”
vi
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) November 2018 (C) Anissa Fitria (D) Pengaruh Kecerdasan Emosi, Dukungan Sosial, dan Rasa Syukur terhadap
Penerimaan Orang pada Anak dengan Kebutuhan Khusus (E) xiii + 66 halaman + 15 lampiran (F) Penerimaan diri adalah pemberian cinta tanpa syarat sehingga penerimaan
orang tua terhadap anaknya tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta kasih terhadap anak, serta sikap penuh kebahagiaan untuk terlibat dalam mengasuh anak. Bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, sangat mungkin terjadi penolakan dalam diri orang tua untuk menyadari keadaan yang dialami anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan rasa syukur terhadap penerimaan diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus berjumlah 210 orang. Pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan teknik non-probability sampling yaitu accidental sampling. Alat ukur yang digunakan terdiri dari alat ukur yang dikonstruk berdasarkan dimensi penerimaan diri dari Johnson dan Medinnus (1969), dimensi kecerdasan emosi dari Goleman (2005), dimensi dukungan sosial dari Sarafino (2011), dan dimensi rasa syukur dari Mujib (2017). CFA (Confirmatory Factor Analysis) digunakan untuk menguji validitas alat ukur dan teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, disimpulkan terdapat pengaruh signifikan kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan rasa syukur terhadap penerimaan diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan R-square 41,1 %. Berdasarkan hasil uji hipotesis minor terdapat tiga variabel yang signifikan, yaitu kecerdasan emosi dengan pengaruh positif, rasa syukur dengan pengaruh positif, dan tingkat pendidikan dengan pengaruh positif terhadap penerimaan diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
(G) Daftar Bacaan: 39; buku: 19 + jurnal: 17 + artikel: 3 Kata kunci; kecerdasan emosi, dukungan sosial, rasa syukur, penerimaan diri
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillahi rabbil „alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya, dan hanya dengan izin-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan
Emosi, Dukungan Sosial, dan Rasa Syukur terhadap Penerimaan Diri Orang
Tua yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus”. Shalawat serta salam tak
lupa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya. Penulis
menyadari bahwa tidak mudah untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa adanya
bantuan, bimbingan, dukungan, masukan, dan do‟a dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing penulis. Terimakasih
penulis ucapkan atas kesabaran dan keikhlasan serta motivasi yang telah
Bapak berikan dalam membimbing penulis agar dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi Dosen Penasehat Akademik dan seluruh
Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
3. Terima kasih untuk Responden dalam penelitian ini. Mudah-mudahan
Bapak dan Ibu serta keluarga sehat selalu. Aamiin.
viii
4. Kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak Yusuf Hendriyanto dan Ibu
Rohatiah, dan adik penulis Syahid Ali Adamiri. Terima kasih atas segala
doa, kasih sayang, pengorbanan, dukungan, dan kesabaran ayah dan
mama dalam membesarkan, mendidik, serta mengajarkan segala kebaikan
kepada teteh. Mudah-mudahan ayah dan mama bangga meskipun ini
belum cukup untuk membalas semua yang ayah dan mama berikan.
Terimakasih juga untuk keluarga besar atas doa dan dukungannya.
5. Terima kasih untuk teman-teman semasa kuliah para kampay Isma,
Anggi, Lina yang sudah bersedia menemani kehidupan perkuliahan dari
semester satu, terima kasih atas kebaikan kalian. Terima kasih untuk
teman seperbimbingan yang selalu menguatkan disaat-saat galau dan
malas datang, yaitu Bunga, Nabila, dan Septi. Terima kasih untuk teman-
teman Psikologi 2014 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Sukses
selalu.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi siapa saja yang membacanya.
Jakarta, 13 Desember 2018
Anissa Fitria
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………… ii LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………… iii LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………… iv MOTTO ………………………………………………………………………… v ABSTRAK ……………………………………………………………………... vi KATA PENGANTAR ………………………………………………………... vii DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ix DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xi DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. xii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xiii BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1-10
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………………. 1 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………………. 8
1.2.1 Pembatasan Masalah ………………………………………...... 8 1.2.2 Perumusan Masalah …………………………………………… 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………… 9 1.3.1 Tujuan Penelitian ……………………………………………… 9 1.3.2 Manfaat Penelitian …………………………………………… 10
BAB II LANDASAN TEORI ……………….…………………………….. 11-29 2.1 Penerimaan Orang Tua (Parental Acceptance) ………..…………… 11
2.1.1 Pengertian Penerimaan Orang Tua (Parental Acceptance) ...... 11 2.1.2 Aspek Penerimaan Orang Tua (Parental Acceptance) …….... 12 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua …….….. 13 2.1.4 Pengukuran Penerimaan Orang Tua (Parental Acceptance) .... 14
2.2 Kecerdasan Emosi ………………………………………………….. 15 2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi ……………………………….. 15 2.2.2 Aspek Aspek Kecerdasan Emosi ……………………………. 16 2.2.3 Pengukuran Kecerdasan Emosi ……………………………… 18
2.3 Dukungan Sosial …………………………………………………… 19 2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial ………………………………… 19 2.3.2 Dimensi Dukungan Sosial …………………………………… 20 2.3.3 Pengukuran Dukungan Sosial ……………………………….. 21
2.4 Rasa Syukur ………………………………………………………... 22 2.4.1 Pengertian Rasa Syukur ……………………………………... 22 2.4.2 Aspek Aspek Rasa Syukur …………………………………... 23 2.4.3 Pengukuran Rasa Syukur ……………………………………. 24
2.5 Kerangka Berpikir ………………………………………………….. 24 2.6 Hipotesis Penelitian ………………………………………………… 28 BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………….. 30-51 3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ………………. 30 3.2. Variabel Penelitian ………………………………………………… 30 3.3 Instrumen Pengumpulan Data ……………………………………… 32
x
3.4 Uji Validitas Konstruk ……………………………………………... 35 3.4.1 Uji Validitas Konstruk Skala Penerimaan Orang Tua .……… 37 3.4.2 Uji Validitas Konstruk Skala Kecerdasan Emosi ……………. 38 3.4.3 Uji Validitas Konstruk Skala Dukungan Sosial ……………... 40 3.4.4 Uji Validitas Konstruk Skala Rasa Syukur ………………….. 45 3.5 Teknik Analisis Data ……………………………………………….. 47
BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………………... 50-60 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ………………………………. 50 4.2 Analisis Deskriptif …………………………………………………. 50 4.3 Kategorisasi Hasil Penelitian ………………………………………. 51 4.4 Uji Hipotesis Penelitian ……………………………………………. 52 4.4.1 Uji Regresi Berganda ……………………………………….. 52 4.4.2 Pengujian Proporsi Varians …………………………………. 57 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN …………………….. 61-66 5.1 Kesimpulan …………………………………………………………. 61 5.2 Diskusi ……………………………………………………………… 61 5.3 Saran ………………………………………………………………... 64 5.3.1 Saran Teoritis ………………………………………………... 64 5.3.2 Saran Praktis …………………………………………………. 65 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 67 LAMPIRAN …………………………………………………………………… 70
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Skala Model Likert ……………………………………….. 32
Tabel 3.2 Blue Print Skala Penerimaan Orang Tua ……………………… 33
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi …………………………… 34
Tabel 3.4 Blue Print Skala Dukungan Sosial ……………………………... 34
Tabel 3.5 Blue Print Skala Rasa Syukur ………………………………….. 35
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Item Penerimaan Diri ……………………… 38
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Item Kecerdasan Emosi …..………………... 39
Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Item Dukungan Emosional ..……………….. 41
Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Item Dukungan Nyata atau Instrumental .…. 42
Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Item Dukungan Informasi ……..…………... 43
Tabel 3.11 Hasil Uji Validitas Item Dukungan Kelompok …...……………. 45
Tabel 3.12 Hasil Uji Validitas Item Rasa Syukur ……..…………………… 46
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian …………………………… 50
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ……………………………………………... 51
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi ………………………………………. 51
Tabel 4.4 Skor Kategorisasi ………………………………………………. 52
Tabel 4.5 Tabel R-Square …………………………………………………. 53
Tabel 4.6 Tabel Anova Keseluruhan IV terhadap DV ……………………. 53
Tabel 4.7 Koefisien Regresi ………………………………………………. 54
Tabel 4.8 Proporsi Varians Masing-Masing Variabel Independen ………. 58
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian …………………………… 28
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ……………………………………………. 71
Lampiran 2 Kuesioner ………………………………………………………. 72
Lampiran 3 Path Diagram dan Syntax ………………………………………. 78
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehadiran seorang anak sangat dinantikan bagi pasangan suami isteri sebagai
pelengkap di dalam keluarga dan generasi penerus dalam suatu keluarga. Melihat
segala proses tumbuh kembang sang anak merupakan proses yang dinantikan oleh
setiap orang tua. Tumbuh kembang yang berjalan baik pada setiap fasenya
merupakan kebahagiaan. Namun, bila ternyata ketika lahir maupun saat proses
tumbuh kembang seorang anak mengalami gangguan atau kelainan, tentu
perasaan yang dirasakan orang tua berbeda (Rachmayanti, 2007). Padahal anak
adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT sebagai karunia yang paling
berharga dan patut disyukuri. Kelainan yang dialami anak dapat berupa kelainan
secara fisik (tunanetra, tunarungu, tidak dapat berjalan, dan sebagainya) maupun
mental (kesulitan belajar, tunagrahita, down syndrome, Attention Deficit
Hyperactive Disorder, dan sebagainya).
Dalam UU nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV
pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) dinyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang mengalami kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau
sosial sehingga berhak memperoleh pendidikan khusus. Anak berkebutuhan
khusus dapat diartikan anak yang berada di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil sehingga berhak memperoleh pendidikan layanan
khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak memiliki potensi kecerdasan dan
2
bakat istimewa sehingga berhak memperoleh pendidikan khusus (Agustyawati &
Solicha, 2009).
Di seluruh dunia, prevalensi anak berkebutuhan khusus diperkirakan
sekitar 10-15% dari seluruh populasi penduduk di dunia. Indonesia memang
belum punya data akurat dan spesifik mengenai berapa banyak jumlah anak
berkebutuhan khusus (ABK). Dalam health.detik.com, Rabu (01/11/2017),
menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah
anak berkebutuhan khusus yang berhasil didata ada sekitar 1,5 juta jiwa. Namun
secara umum, PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia
sekolah yang memiliki kebutuhan khusus.
Memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan beban berat bagi orang
tua baik secara fisik maupun mental. Beban tersebut membuat reaksi emosional di
dalam diri orang tua. Reaksi orang tua yang muncul pertama kali ketika
mengetahui bahwa anaknya berkebutuhan khusus yaitu shock, sedih, kecewa,
merasa bersalah, marah, malu, dan menolak sehingga tidak sedikit yang
memperlakukan anak secara kurang baik (Puspita, 2004).
Tidak mudah bagi orang tua yang anaknya berkebutuhan khusus untuk
mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan
(acceptance). Ada masa orang tua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat
apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orang tua yang kemudian memilih tidak
terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga
dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani anaknya (Faradina, 2016).
Johnson dan Medinnus (1969) mengemukakan bahwa penerimaan orang tua
3
adalah pemberian cinta tanpa syarat sehingga penerimaan terhadap anaknya
tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta kasih terhadap anak, serta
sikap penuh kebahagiaan untuk terlibat dalam mengasuh anak.
Mengasuh anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian lebih dalam
segala hal. Membutuhkan kerja sama dari orang tua dan saudara-saudara terdekat
(Faradina, 2016). Healthday, Sabtu (18/11/2017), merawat anak berkebutuhan
khusus (dalam hal ini adalah anak down syndrome), bukanlah hal yang mudah.
Meski begitu, keluarga penyandang down syndrome mengaku lebih bahagia
memiliki anak down syndrome karena lebih memperkaya pengalaman. Survei
yang dilakukan oleh Skotko (2011) dari Children’s Hospital Boston menunjukkan
hal yang luar biasa; keluarga penderita down syndrome tidak merasa minder,
putus asa, atau takut melainkan sangat bahagia. Alasannya memiliki anak down
syndrome membuat keluarga harus meningkatkan kualitas hidup dengan
mengajarkan kesabaran, penerimaan, dan keluwesan.
Penerimaan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
memegang peranan penting dalam perkembangan anak di kemudian hari. Sikap
penolakan yang dilakukan oleh orang tua menimbulkan dampak negatif bagi anak
seperti anak merasa tidak aman, inferior, terisolasi, ketidakcakapan secara sosial,
dan kecemasan pada anak. Sedangkan, sikap penerimaan dari orang tua membuat
anak berkebutuhan khusus merasa dimengerti, lebih ceria, memperhatikan orang
lain, tertarik dengan suatu kegiatan, ramah, kooperatif, dan stabil secara emosi
(Johnson & Medinnus, 1969). Dengan demikian, akan terbentuk suatu ikatan
antara orang tua dengan anak yang akan membantu perkembangan emosional
4
maupun mental anak berkebutuhan khusus menjadi lebih baik (Rachmayanti,
2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri menurut Brillhart
(1986) yaitu kecerdasan emosi karena kemampuan dalam mengontrol emosi dan
memotivasi diri memegang peranan penting dalam mencapai penerimaan diri.
Goleman (2005) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi atau emotional
intelligence merupakan proses mental yang terlibat dalam pengakuan,
penggunaan, pemahaman, dan pengelolaan keadaan emosional diri serta keadaan
emosional orang lain untuk memecahkan masalah dan mengatur perilaku yang
merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Seseorang yang
memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi, sedikit mengalami tekanan emosi
ketika berhadapan dengan keadaan yang membuat stres. Dengan kata lain,
individu tersebut lebih sering mengalami perasaan positif. Seperti hasil penelitian
yang dilakukan oleh Landa, Martos, dan Zafra (2010) dijelaskan bahwa individu
yang mampu memelihara atau meningkatkan intensitas emosi positif yang
dimiliki dan mampu mengurangi emosi yang negatif dikatakan bahwa individu
tersebut memiliki penerimaan diri, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi yang
cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian ini maka penerimaan orang tua yang
memiliki anak dengan kebutuhan khusus dapat mudah dicapai dengan kecerdasan
emosi yang baik. Menurut Schneiders (1955) individu yang memiliki kecerdasan
emosi berarti individu mampu menempatkan potensi yang dikembangkan oleh
5
dirinya dalam suatu perubahan kondisi dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan
individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang efektif dan sehat. Artinya dengan
kecerdasan emosi individu mampu menerima perubahan-perubahan dalam
hidupnya dengan rasa percaya diri dan berusaha mencari pemecahan masalah
dengan cara-cara yang aman untuk diri dan lingkungannya, serta dapat diterima
secara sosial.
Selain itu, Rachmayanti (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan orang tua yang memiliki anak autis diantaranya adalah
dukungan dari keluarga besar, kemampuan keuangan keluarga, latar belakang
agama, sikap para ahli yang mendiagnosa anaknya, tingkat pendidikan suami
isteri, status perkawinan, sikap masyarakat umum, usia dari masing-masing orang
tua, dan sarana penunjang. Nishinaga (2004) mengatakan bahwa faktor
penerimaan diri orang tua yang memiliki anak dengan keterbelakangan intelektual
diantaranya adalah subjective wellbeing, dukungan sosial, dan perceived
behavioral control.
Seseorang yang mendapat support (dukungan) dari lingkungan akan
membuat orang tersebut lebih merasa dicintai, bernilai, dan merupakan bagian
dari lingkungan. Hal ini membuat seseorang yang mendapatkan perlakuan dari
lingkungan sosial yang mendukung akan dapat menerima dirinya sendiri dengan
lebih baik. Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, kepedulian, harga diri,
atau bantuan yang tersedia untuk orang dari orang-orang atau kelompok lain.
Aspek-aspeknya adalah dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental,
dukungan informasi, dan dukungan kelompok (Sarafino, 2011).
6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nishinaga (2004), ditemukan
bahwa setengah dari partisipan (6 orang) yang mengikuti penelitiannya
mengatakan bahwa mereka membutuhkan konseling publik untuk para ibu yang
memiliki anak dengan keterbelakangan intelektual. Partisipan menyatakan bahwa
seorang ibu perlu diterima oleh orang lain (misalnya seorang profesional dokter,
konselor) selain keluarga mereka sendiri ketika mereka mengetahui tentang
keterbelakangan dari anak-anak mereka. Hal ini juga didukung oleh pernyataan
Marni dan Yuniawati (2015) dalam studinya yang berpendapat bahwa individu
yang mendapat dukungan sosial memiliki beban psikologis yang ringan. Adanya
motivasi dari orang lain, kesediaan orang lain mendengarkan keluh kesah,
tersedianya informasi, adanya diskusi dan bertukar pikiran dengan orang lain akan
membuat individu merasa lebih nyaman dan merasa diperhatikan sehingga beban
psikologis yang terasa berat dan ditanggung sendiri akan terasa lebih ringan.
Sebaliknya, individu yang tidak mendapat dukungan sosial akan memiliki beban
psikologis yang berat sehingga ia tidak akan menerima dirinya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis tertarik untuk meneliti kembali tentang pengaruh dukungan sosial
terhadap penerimaan orang tua dengan mengambil subjek orang tua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK).
Di samping kecerdasan emosi dan dukungan sosial, faktor yang
mempengaruhi penerimaan diri adalah rasa syukur (gratitude). Newman (2017)
mengatakan bahwa rasa syukur berpengaruh pada penerimaan yang merupakan
bagian dari well-being. Penelitian yang dilakukan oleh Wood, et al, (2009)
7
mengungkapkan bahwa kebersyukuran berpengaruh terhadap hubungan yang
positif, tujuan hidup dan penerimaan diri. Menurut Emmons dan Mc Cullough
(2002) gratitude atau rasa syukur merupakan sebuah bentuk emosi yang kemudian
berkembang menjadi suatu sikap, sifat moral yang baik, kebiasaan, sifat
kepribadian, dan akhirnya akan mempengaruhi seseorang menanggapi terhadap
sesuatu atau situasi. Al-Fauzan (2005) menyebutkan bahwa rasa syukur adalah
berterima kasih kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah dianugerahkan,
baik dengan hati, lisan maupun perbuatan. Mujib (2017) menyebutkan bahwa
karakter syakir (yang bersyukur) yaitu menampakkan nikmat Allah SWT yang
diberikan kepadanya. Dalam penelitian Emmons dan Mc Cullough (2002; dalam
Linley & Joseph, 2004), disebutkan bahwa bersyukur dapat membuat individu
selalu optimis dalam menghadapi masalah dan mencegah kondisi patologis. Ada
banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari bersyukur, diantaranya yaitu bisa
menimbulkan ketenangan batin, hubungan interpersonal yang lebih baik, dan
kebahagiaan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis merasa tertarik
untuk meneliti lebih jauh tentang pengaruh kecerdasan emosi, dukungan sosial,
dan rasa syukur terhadap penerimaan diri orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus, dalam hal ini melalui penelitian berjudul “Pengaruh
kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan rasa syukur terhadap penerimaan
orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus”.
8
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor, yaitu
kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan rasa syukur terhadap penerimaan diri
orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Adapun pengertian tentang
konsep variabel yang digunakan yaitu :
1. Penerimaan orang tua adalah pemberian cinta tanpa syarat sehingga
penerimaan orang tua terhadap anaknya tercermin melalui adanya perhatian
yang kuat, cinta kasih terhadap anak, serta sikap penuh kebahagiaan untuk
terlibat dalam mengasuh anak (Johnson & Medinnus, 1969).
2. Kecerdasan emosi adalah proses mental yang terlibat dalam pengakuan,
penggunaan, pemahaman, dan pengelolaan keadaan emosional diri serta
keadaan emosional orang lain untuk memecahkan masalah dan mengatur
perilaku (Goleman, 2005).
3. Dukungan sosial dalam penelitian ini mengacu pada dukungan yang
tersedia untuk orang dari orang-orang atau kelompok lain, yang terdiri dari:
dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental, dukungan
informasi, dan dukungan kelompok (Sarafino, 2011).
4. Rasa syukur dalam penelitian ini menyebutkan bahwa karakter syakir (yang
bersyukur) yaitu menampakkan nikmat Allah SWT yang diberikan
kepadanya (Mujib, 2017).
5. Subjek dalam penelitian ini adalah para orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus (ABK) di Jakarta dan Tangerang.
9
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut :
1. Apakah ada pengaruh signifikan kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan
rasa syukur terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan
khusus?
2. Apakah ada pengaruh signifikan kecerdasan emosi terhadap penerimaan
orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus?
3. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi dukungan sosial terhadap
penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus?
4. Apakah ada pengaruh signifikan rasa syukur terhadap penerimaan orang
tua pada anak dengan kebutuhan khusus?
5. Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap penerimaan orang tua pada
anak dengan kebutuhan khusus?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Menguji pengaruh kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan rasa syukur
terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus.
2. Menguji pengaruh kecerdasan emosi terhadap penerimaan orang tua pada
anak dengan kebutuhan khusus.
3. Menguji pengaruh dimensi dukungan sosial terhadap penerimaan orang
tua pada anak dengan kebutuhan khusus.
10
4. Menguji pengaruh rasa syukur terhadap penerimaan orang tua pada anak
dengan kebutuhan khusus.
5. Menemukan faktor yang paling berpengaruh terhadap penerimaan orang
tua pada anak dengan kebutuhan khusus.
1.3.2 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan
pemikiran yang dapat bermanfaat bagi dunia psikologi untuk penelitian-
penelitian berikutnya yang berkaitan dengan penerimaan orang tua pada
anak dengan kebutuhan khusus (ABK).
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat
menambah informasi mengenai pentingnya memperkuat dukungan sosial,
kecerdasan emosi, dan rasa syukur orang tua yang memilki anak
berkebutuhan khusus agar bisa menerima dengan baik dan
mengembangkan anak secara optimal.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penerimaan Orang Tua (Parental Acceptance)
2.1.1 Pengertian Penerimaan Orang Tua (Parental Acceptance)
Gargiulo (2004) mengemukakan bahwa penerimaan diri adalah suatu kondisi
dimana seseorang dapat menerima keadaan diri atau orang terdekatnya yang tidak
sesuai dengan harapannya. Cronbach (1963) mengungkapkan penerimaan diri
adalah karakteristik pribadi seseorang dimana ia dapat menjelaskan mengenai
fungsi keberadaan dirinya dengan baik. Menurut Jersild (1958) penerimaan diri
adalah kesediaan untuk menerima dirinya yang mencakup keadaan fisik, sosial,
dan pencapaian dirinya, baik kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki.
Hurlock (1974) menyatakan bahwa individu yang mampu menerima diri
sendiri berarti harus mampu menerima apa adanya (real self), bukan seperti apa
yang diinginkan (ideal self), serta memiliki harapan yang realistis sesuai dengan
kemampuan. Hurlock (1974) menyebutkan bahwa konsep penerimaan orang tua
ditandai dengan perhatian yang besar dan kasih sayang kepada anak. Menurut
Rohner (2008) penerimaan orang tua mengarah pada kehangatan, kasih sayang,
peduli, kenyamanan, perhatian, mengasuh, mendukung, atau perasaan cinta
dimana orang tua dapat merasakan dan menunjukkan kepada anaknya secara fisik
maupun verbal. Menurut Johnson dan Medinnus (1969) penerimaan orang tua
adalah pemberian cinta tanpa syarat sehingga penerimaan terhadap anak tercermin
melalui adanya perhatian yang kuat, cinta kasih terhadap anak, serta sikap penuh
kebahagiaan untuk terlibat dalam mengasuh anak. Chaplin (2006) mengatakan
12
bahwa penerimaan ditandai dengan sikap positif, adanya pengakuan atau
penghargaan terhadap nilai-nilai individual tetapi menyertakan pengakuan
terhadap tingkah lakunya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan orang tua
merupakan bagian dari penerimaan diri (Johnson & Medinnus, 1969). Maka
definisi yang digunakan peneliti adalah definisi dari Johnson dan Medinnus
(1969) yaitu penerimaan orang tua adalah pemberian cinta tanpa syarat sehingga
penerimaan terhadap anak tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta
kasih terhadap anak, serta sikap penuh kebahagiaan untuk terlibat dalam
mengasuh anak.
2.1.2 Aspek-Aspek Penerimaan Orang Tua (Parental Acceptance)
Johnson dan Medinnus (1969) mengungkapkan bahwa aspek-aspek penerimaan
orang tua adalah sebagai berikut :
1. Menghargai anak
Anak sebagai individu dengan segenap perasaan yang dimiliki. Orang tua
selayaknya mengakui hak-hak anak dan memenuhi kebutuhan anak untuk
mengekspresikan perasaannya.
2. Menilai anak sebagai diri yang unik
Setiap anak dilahirkan dengan keunikan tersendiri bahkan anak kembar
identik sekalipun. Hal ini berlaku juga untuk anak berkebutuhan khusus,
sehingga orang tua dapat memelihara keunikan anaknya tanpa batas agar
mampu menjadi pribadi yang sehat.
13
3. Mengenal kebutuhan-kebutuhan anak
Anak berkebutuhan khusus memerlukan kebutuhan yang berbeda dengan
anak normal pada umumnya. Ia perlu difasilitasi agar mampu
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki. Hal terpenting adalah
orang tua mampu mengenal kebutuhan anak untuk mandiri dalam
mengerjakan aktivitas sehari-hari.
4. Mencintai anak tanpa syarat
Kasih sayang yang tulus dari orang tua kepada anak sangat dibutuhkan.
Orang tua yang mampu menerima kekurangan anaknya akan mengasihi
dan menyayangi sepenuh hati. Merawat dan membesarkan anak dengan
tulus.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua (Parental
Acceptance)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua. Faktor-
faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua yang memiliki anak autis
menurut Rachmayanti (2007) diantaranya adalah dukungan dari keluarga besar,
kemampuan keuangan keluarga, latar belakang agama, sikap para ahli yang
mendiagnosa anaknya, tingkat pendidikan suami isteri, status perkawinan, sikap
masyarakat umum, usia dari masing-masing orang tua, dan sarana penunjang
seperti program terapi untuk anak. Brillhart (1986) mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi penerimaan orang tua salah satunya yaitu kecerdasan emosi
sehingga individu dapat mengelola stress emosional yang dialami.
14
Selain faktor di atas, penelitian sebelumnya mengatakan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua diantaranya adalah
dukungan sosial, coping stress, self-esteem, self-efficacy, optimisme, perilaku
asertif, dan health locus of control (Zalewska, et al, 2006). Nishinaga (2004)
mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua yang
memiliki anak dengan keterbelakangan intelektual diantaranya adalah subjective
wellbeing, dukungan sosial, dan perceived behavioral control. Newman (2017)
mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua adalah rasa
syukur (gratitude). Wood, et al, (2009) mengungkapkan bahwa kebersyukuran
berpengaruh terhadap hubungan yang positif, tujuan hidup dan penerimaan.
Dari hasil membaca literatur mengenai faktor yang mempengaruhi
penerimaan orang tua peneliti mengambil beberapa dari faktor tersebut untuk
dijadikan Independent Variable. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu
kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan rasa syukur.
2.1.4 Pengukuran Penerimaan Orang Tua (Parental Acceptance)
Dari hasil membaca literatur tentang penelitian-penelitian mengenai penerimaan
orang tua, peneliti memperoleh beberapa instrumen untuk mengukur penerimaan
orang tua, diantaranya:
1. Expressed Acceptance on Scale yang disusun oleh Berger, terdiri dari 36
item (Handayani, et al, 1998). Skala ini mengukur dimensi-dimensi
penerimaan orang tua dari Berger yang terdiri dari orientasi keluar,
percaya kemampuan diri, bertanggung jawab, menerima sifat
15
kemanusiaan, menyesuaikan diri, perasaan sederajat, berpendirian,
menyadari keterbatasan, dan tidak malu (Denmark, 1973).
2. Parental Acceptance-Rejection Questionnaire untuk ayah maupun ibu.
Terdiri dari 13 item skala kontrol perilaku (terdapat empat dimensi yaitu
kehangatan, agresi, mengabaikan, dan menerima). Pada model kuesioner
untuk ibu, mengukur ingatan atau kenangan masa kanak-kanak mengenai
perilaku penerimaan atau penolakan dari orang tua. Pada model kuesioner
untuk ayah, mengukur ingatan atau kenangan masa kanak-kanak mengenai
perilaku penerimaan atau penolakan dari orang tua. Kuesioner ini
menggunakan skala likert dengan rentang dari 1 (hampir tidak semua
benar) sampai 4 (hampir semuanya benar) (Rohner, 2005).
3. Alat ukur penerimaan orang tua dalam penelitian lainnya menggunakan
skala penerimaan orang tua berdasarkan teori Kubler Ross yaitu
menggunakan lima tahap penerimaan yaitu denial, anger, bargainning,
depression, dan acceptance (Isadore, et al, 1983).
Dalam penelitian ini penerimaan diukur dengan mengkonstruk skala
penerimaan berdasarkan aspek-aspek penerimaan orang tua dari Johnson dan
Medinnus (1969) yaitu menghargai anak, menilai anak sebagai diri yang unik,
mengenal kebutuhan-kebutuhan anak, dan mencintai anak tanpa syarat.
2.2 Kecerdasan Emosi
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi
Goleman (2005) mengungkapkan bahwa, kecerdasan emosi atau emotional
intelligence adalah proses mental yang terlibat dalam pengakuan, penggunaan,
16
pemahaman, dan pengelolaan keadaan emosional diri serta keadaan emosional
orang lain untuk memecahkan masalah dan mengatur perilaku. Maka, individu
yang cerdas secara emosi lebih mudah mengetahui keadaan diri sendiri dan orang
lain, dalam hal tersebut membuatnya dapat berpikir dan menampilkan perilaku
yang baik. Salovey & Meyer (1997) mengatakan bahwa kecerdasan emosi
melibatkan kemampuan untuk memahami, menilai, dan mengekspresikan emosi;
kemampuan ini digunakan untuk memandu pikiran dan tindakan, untuk
menunjang tumbuhnya intelektual.
Kecerdasan emosi didefinisikan sebagai serangkaian kemampuan pribadi,
emosi, dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memahami
dan mengekspresikan diri, serta kemampuan seseorang untuk memahami dan
berhubungan dengan orang lain untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan,
tantangan dan tekanan hidup. Sedangkan kesadaran emosi dan ekspresi emosi
merupakan kunci dari kecerdasan emosi (Bar-On, 2010).
Dari definisi yang dijelaskan, maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan teori kecerdasan emosi Goleman yaitu proses mental yang terlibat
dalam pengakuan, penggunaan, pemahaman, dan pengelolaan keadaan emosional
diri serta keadaan emosional orang lain untuk memecahkan masalah dan mengatur
perilaku.
2.2.2 Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi
Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner (dalam Goleman, 2005) dalam
definisi dasar tentang kecerdasan emosi yang menyebutkan lima wilayah utama :
1. Mengenali Emosi Diri
17
Mengenali emosi diri adalah salah satu dasar kecerdasan emosi, karena
kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan
hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Memiliki
kepekaan akan perasaan yang sesungguhnya akan membuat individu tepat
dalam pengambilan keputusan.
2. Mengelola Emosi
Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila individu memiliki kemampuan
untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau
ketersinggungan yang dapat mengganggu aktivitas. Sebaliknya, orang
yang buruk mengelola emosinya akan terus menerus melawan perasaan
untuk melarikan diri pada hal-hal yang negatif.
3. Memotivasi Diri Sendiri
Motivasi diri merupakan kemampuan untuk menahan diri terhadap
kepuasan, mengendalikan dorongan hati, dan terus berusaha menemukan
cara untuk mencapai tujuan. Ciri-ciri individu yang memiliki kemampuan
memotivasi diri sendiri yaitu memiliki kepercayaan diri yang tinggi,
optimis dalam menghadapi keadaan sulit, mampu memecahkan masalah,
dan mampu menyesuaikan diri dalam suasana yang akan memungkinkan
terwujudnya kinerja yang tinggi.
4. Mengenali Emosi Orang Lain
Mengenali emosi orang lain erat kaitannya dengan empati. Individu
dengan rasa empati yang tinggi akan mudah menangkap sinyal-sinyal dari
orang lain seperti emosi. Kunci memahami perasaan orang lain adalah
18
mampu membaca pesan non-verbal seperti intonasi saat bicara, gerak-
gerik, dan ekspresi wajah.
5. Membina Hubungan
Membina hubungan merupakan keterampilan sosial yang meliputi
kemampuan mengetahui perasaan orang lain. Keterampilan sosial ini
melibatkan kemampuan individu untuk memahami perasaan diri dan
perasaan orang lain. Sehingga memungkinkan individu membentuk
hubungan untuk membina kedekatan, meyakinkan, dan mempengaruhi
sekaligus menciptakan rasa aman bagi orang lain.
2.2.3 Pengukuran Kecerdasan Emosi
Untuk mengukur kecerdasan emosi, alat ukur yang digunakan antara lain :
1. Multi-Factor Emotional Intelligence Scale (MEIS)
Alat ukur ini dikembangkan oleh Meyer (2002) skala ini dibuat untuk
mengukur empat komponen: emotional perception, emotional facilitation
of thought, emotional understanding, dan emotional management.
2. Emotional Quotient Inventory (EQ-i)
EQ-I dikembangkan oleh Bar-On (2010). Skala ini terdiri dari 15 subskala
yang diklasifikasikan dalam 5 faktor utama.
3. Self-Report Emotional Intelligence Scale (SREIS)
SREIS (Schutte, 1998) terdiri dari 33 item yang setiap itemnya mengukur
berbagai aspek kecerdasan emosional termasuk ekspresi emosi, regulasi
emosi, dan pemanfaatan emosi.
4. Mayer Salovey Caruso Emotional Intelligence Test (MSCEIT)
19
MSCEIT dikembangkan oleh Mayer, Salovey, dan Caruso. Terdiri dari
141 item dengan mengukur empat komponen dari kecerdasan emosional
yaitu kemampuan merasakan emosi, kemampuan penggunaan emosi,
kemampuan pemahaman emosi, dan kemampuan mengelola emosi
(Extremera, et al, 2011).
Dari keempat alat ukur tersebut yang telah penulis paparkan di atas,
penulis tidak menggunakannya sebagai skala kecerdasan emosi, karena penulis
tidak menemukan seluruh aspek-aspek kecerdasan emosi dari Goleman dalam satu
skala. Oleh karena itu, maka penulis menyusun sendiri skala emosi berdasarkan
teori Goleman (2005) dengan aspek-aspek seperti mengenali emosi, mengelola
emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan.
2.3 Dukungan Sosial
2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2011) dukungan sosial mengacu pada kenyamanan,
kepedulian, harga diri, atau bantuan yang tersedia untuk orang dari orang-orang
atau kelompok lain. Dukungan bisa datang dari banyak sumber seperti pasangan,
keluarga, sahabat, atau lingkungan masyarakat. Orang yang mendapatkan
dukungan sosial merasa bahwa mereka dicintai, dihargai, dipedulikan, dan
merupakan bagian dari kelompok sosial.
Taylor (2006) mendefinisikan dukungan sosial sebagai bentuk pemberian
informasi serta merasa dirinya dicintai, diperhatikan terhormat, dan dihargai, serta
merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban timbal balik dari orang
20
tua, kekasih atau kerabat, teman, jaringan lingkungan sosial serta dalam
lingkungan masyarakat.
Dari pengertian dukungan sosial di atas, maka definisi yang digunakan
penulis adalah definisi dari Sarafino (2011) yang mengartikan dukungan sosial
mengacu pada kenyamanan, kepedulian, harga diri, atau bantuan yang tersedia
untuk orang dari orang-orang atau kelompok lain.
2.3.2 Dimensi Dukungan Sosial
Dimensi dukungan sosial menurut Sarafino (2011) dibagi menjadi empat dimensi,
yaitu :
1. Dukungan emosional
Dukungan emosional seperti menyampaikan empati, kepedulian,
perhatian, hal positif, dan dorongan terhadap orang yang membutuhkan
dukungan. Sehingga dukungan-dukungan yang diberikan dapat
memberikan kenyamanan dan rasa dicintai pada saat stres.
2. Dukungan nyata atau instrumental
Dukungan nyata atau instrumental seperti melibatkan bantuan langsung,
misalnya ketika orang memberikan atau meminjamkan uangnya untuk
membantu kita. Dukungan nyata dapat dilakukan juga dengan membantu
mengantarkan langsung orang tua yang memiliki anak berkebutuhan
khusus untuk menjalani terapi.
3. Dukungan informasi
Dukungan informasi dapat dilakukan dengan memberikan nasihat, arahan,
saran, atau umpan balik tentang cara orang tersebut melakukan sesuatu.
21
Misalnya, memberikan informasi perihal tempat terapi yang bagus beserta
program-program yang mendukung tumbuh kembang anak, menasehati
agar orang tua memberlakukan diet tepung untuk anak autis, dan
sebagainya.
4. Dukungan kelompok
Dukungan kelompok mengacu pada ketersediaan orang lain untuk
menghabiskan waktu dengan orang, sehingga memberikan suatu perasaan
tentang keanggotaan dalam kelompok orang-orang yang memiliki hal yang
sama dan kegiatan sosial.
2.3.3 Pengukuran Dukungan Sosial
Dari hasil membaca literatur tentang penelitian-penelitian mengenai dukungan
sosial, peneliti memperoleh beberapa instrumen untuk mengukur dukungan sosial,
diantaranya:
1. Assesing Social Support: The Social Support Questionaire (SSQ). Pada
awalnya SSQ dibentuk pada tahun 1983 oleh Sarason, Levine, dan Basbha
berjumlah 27 item dari dua aspek (persepsi akan jumlah orang dan tingkat
kepuasan dari dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial mereka).
(Sarason, 1983).
2. Infentory of Socially Supportive Behaviors (ISSB) yang dikembangkan
oleh Barrera, Sandler, dan Ramsay (1981). Terdiri dari 40 item dengan
menggunakan skala likert dengan poin sebagai berikut: 1 (tidak sama
sekali), 2 (sekali atau dua kali), 3 (sekali dalam seminggu), 4 (beberapa
kali), 5 (setiap hari).
22
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala dukungan sosial yang
dibuat sendiri oleh penulis berdasarkan teori dukungan sosial Sarafino (2011)
yaitu dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental, dukungan
informasi, dan dukungan kelompok.
2.4 Rasa Syukur
2.4.1 Pengertian Rasa Syukur
Menurut Emmons dan Mc Cullough (2002) gratitude atau rasa syukur merupakan
sebuah bentuk emosi atau perasaan,yang kemudian berkembang menjadi suatu
sikap, sifat moral yang baik, kebiasaan, sifat kepribadian, dan akhirnya akan
mempengaruhi seseorang menanggapi atau bereaksi terhadap sesuatu atau situasi.
Al-Fauzan (2005) menyebutkan bahwa rasa syukur adalah berterima kasih kepada
Allah SWT atas segala nikmat yang telah dianugerahkan, baik dengan hati, lisan
maupun perbuatan.
Mujib (2017) menyebutkan bahwa karakter syakir (yang bersyukur) yaitu
menampakkan nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya. Syukur lisan artinya
menampakkan dengan pujian dan pengakuan, syukur hati artinya penyaksian dan
merasa senang, dan syukur badan artinya tunduk dan patuh terhadap perintah-
Nya. Karakter syakir juga diartikan sebagai kesadaran individu bahwa apa yang
diperbuat atau dirasakan tidak/belum bernilai apa-apa, meskipun hal itu telah
diupayakan secara maksimal, dan sebaliknya.
Dari pengertian rasa syukur di atas, maka definisi yang digunakan penulis
adalah definisi dari Mujib (2017) yang menyebutkan bahwa karakter syakir (yang
bersyukur) yaitu menampakkan nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya.
23
2.4.2 Aspek-Aspek Rasa Syukur
Aspek-aspek rasa syukur (Mujib, 2017) diantaranya :
1. Lisan
Syukur diimplementasikan dengan memuji pemberinya dan mengakui apa
yang diberikan oleh pemberi. Memuji dapat dengan mengucapkan
hamdalah atau berterimakasih atas pemberian yang diberikan.
2. Hati
Syukur hati diimplementasikan dengan penyaksian dan perasaan senang
akan apa yang telah diterima. Mengetahui bahwa segala yang diberikan
adalah nikmat yang berasal dari Tuhan. Nikmat berupa kesenangan
maupun ujian harus diterima dengan senang hati. Firman Allah SWT :
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema’lumkan: “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika
kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”
(QS Ibrahim:7).
3. Perbuatan
Syukur perbuatan artinya tunduk mematuhi segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya. Menggunakan nikmat atau rezeki
sebagaimana yang dianjurkan pemberinya yaitu untuk hal-hal yang
bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Individu hendaknya memiliki
kesadaran bahwa yang diberikan adalah sedikit, dan yang diterima adalah
banyak.
24
2.4.3 Pengukuran Rasa Syukur
Terdapat beberapa alat ukur untuk mengukur rasa syukur, diantaranya :
1. Gratitude, Resentment, and Appreciation Test (GRAT). Terdiri dari 44
item yang dikembangkan dan telah divalidasi. Menggunakan skala 1
(sangat tidak setuju) sampai skala 5 (sangat setuju) (Watkins, 2003).
2. The Gratitude Questionnaire-Six (GQ-6). Terdiri dari 6 item dengan skala
1 (sangat tidak setuju) sampai dengan skala 7 (sangat setuju) (Emmons &
Mc Cullough, 2002).
Dari dua alat ukur yang telah penulis paparkan di atas, penulis tidak
menggunakannya sebagai skala rasa syukur karena tidak terdapat seluruh aspek
rasa syukur dari teori Mujib. Oleh karena itu, maka penulis menyusun sendiri
skala syukur berdasarkan teori Mujib (2017) dengan aspek-aspek seperti lisan,
hati, dan perbuatan.
2.5 Kerangka Berpikir
Memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan beban berat bagi orang tua baik
secara fisik maupun mental. Beban tersebut membuat reaksi emosional di dalam
diri orang tua. Reaksi orang tua yang muncul pertama kali ketika mengetahui
bahwa anaknya berkebutuhan khusus yaitu shock, sedih, kecewa, merasa bersalah,
marah, malu, dan menolak sehingga tidak sedikit yang memperlakukan anak
secara kurang baik (Puspita, 2004). Penerimaan orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus memegang peranan penting dalam perkembangan anak di
kemudian hari (Rachmayanti, 2007). Johnson dan Medinnus (1969)
mengemukakan bahwa penerimaan orang tua adalah pemberian cinta tanpa syarat
25
sehingga penerimaan terhadap anaknya tercermin melalui adanya perhatian yang
kuat, cinta kasih terhadap anak, serta sikap penuh kebahagiaan untuk terlibat
dalam mengasuh anak.
Sikap penolakan yang dilakukan oleh orang tua menimbulkan dampak
negatif bagi anak seperti anak merasa tidak aman, inferior, terisolasi,
ketidakcakapan secara sosial, dan kecemasan pada anak. Sedangkan, sikap
penerimaan dari orang tua membuat anak berkebutuhan khusus merasa
dimengerti, lebih ceria, memperhatikan orang lain, tertarik dengan suatu kegiatan,
ramah, kooperatif, dan stabil secara emosi (Johnson & Medinnus, 1969). Brillhart
(1986) mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi penerimaan diri yaitu
kecerdasan emosi karena kemampuan dalam mengontrol emosi dan memotivasi
diri memegang peranan penting dalam mencapai penerimaan diri. Rachmayanti
(2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan orang
tua yang memiliki anak autis diantaranya adalah dukungan dari keluarga besar,
kemampuan keuangan keluarga, latar belakang agama, sikap para ahli yang
mendiagnosa anaknya, tingkat pendidikan suami isteri, status perkawinan, sikap
masyarakat umum, usia dari masing-masing orang tua, dan sarana penunjang.
Nishinaga (2004) mengatakan bahwa faktor penerimaan diri orang tua yang
memiliki anak dengan keterbelakangan intelektual diantaranya adalah subjective
wellbeing, dukungan sosial, dan perceived behavioral control. Newman (2017)
mengatakan bahwa rasa syukur berpengaruh pada penerimaan yang merupakan
bagian dari well-being. Penelitian yang dilakukan oleh Wood, et al, (2009)
26
mengungkapkan bahwa kebersyukuran berpengaruh terhadap hubungan yang
positif, tujuan hidup dan penerimaan diri.
Faktor pertama yang mempengaruhi penerimaan orang tua adalah
kecerdasan emosi. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi,
sedikit mengalami tekanan emosi ketika berhadapan dengan keadaan yang
membuat stres. Berdasarkan penelitian Landa, Martos, dan Zafra (2010)
pandangan yang positif akan segala hal membuat keadaan sulit yang dialami
individu dapat meringankan stres sehingga individu mampu berpikir optimal.
Sebaliknya, jika individu tidak memiliki kecerdasan emosi ketika individu
mengalami stres yang berat maka cara pandang individu mengenai diri dan
lingkungannya adalah negatif. Artinya dengan kecerdasan emosi individu mampu
menerima perubahan-perubahan dalam hidupnya dengan rasa percaya diri dan
berusaha mencari pemecahan masalah dengan cara-cara yang aman untuk diri dan
lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial.
Sebaik apapun dirinya, individu akan tetap melihat dirinya sebagai
individu yang buruk jika tidak ada kecerdasan emosi sehingga penerimaan orang
tua akan kehadiran anak berkebutuhan khusus sulit tercapai. Jika penerimaan
orang tua sulit tercapai maka orang tua akan mengalami kesulitan untuk menerima
kehadiran anak dengan kebutuhan khusus. Hal ini berarti bahwa dibutuhkan
kecerdasan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan
membina hubungan. Oleh karena itu, kecerdasan emosi memiliki peranan penting
dalam penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus.
27
Dukungan sosial merupakan faktor kedua yang berpengaruh terhadap
penerimaan orang tua. Nishinaga (2004) mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi penerimaan orang tua yang memiliki anak dengan keterbelakangan
intelektual salah satunya adalah dukungan sosial. Rachmayanti (2007)
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua
yang memiliki anak autis adalah dukungan dari keluarga besar.
Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus sangat memerlukan
dukungan dari lingkungan terdekat seperti keluarga dan dari lingkungan sekitar
seperti tetangga, dokter, masyarakat, dan orang tua lain yang memiliki nasib sama.
Aspek-aspek dukungan sosial yang dibutuhkan orang tua dengan anak
berkebutuhan khusus adalah dukungan emosional, dukungan nyata atau
instrumental, dukungan informasi, dan dukungan kelompok. Sehingga orang tua
mampu menerima kehadiran anaknya.
Faktor lain yang mempengaruhi penerimaan orang tua adalah rasa syukur.
Bersyukur atas apapun yang diberikan termasuk dikaruniai anak berkebutuhan
khusus. Memiliki rasa syukur atas anugerah anak berkebutuhan khusus akan
mempermudah pencapaian penerimaan orang tua. Orang tua akan menganggap
bahwa anak berkebutuhan khusus adalah titipan yang harus tetap disyukuri.
Bersyukur membuat orang tua selalu optimis dalam menerima kehadiran anaknya
yang berkebutuhan khusus (Emmons & Mc Cullough ,2002). Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
merasa senang dan bersyukur karena dapat meningkatkan kesabaran dan
menambah pengalaman dalam mengasuh anak (Healthday, Sabtu 18/11/2017).
28
Serangkaian faktor-faktor yang disebutkan di atas membuktikan bahwa
kecerdasan emosi, dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan nyata atau
instrumental, dukungan informasi, dukungan kelompok), dan rasa syukur
mempengaruhi penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus.
Dari uraian di atas maka dapat digambarkan bagan seperti pada gambar
berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Mayor :
H: Ada pengaruh yang signifikan dari kecerdasan emosi, dukungan sosial
(dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental, dukungan
informasi, dukungan kelompok), rasa syukur, jenis kelamin, dan tingkat
KECERDASAN EMOSI
DUKUNGAN SOSIAL
Dukungan Emosional
Dukungan Nyata atau Instrumental
Dukungan Informasi
Dukungan Kelompok
RASA SYUKUR
JENIS KELAMIN
TINGKAT PENDIDIKAN
PENERIMAAN ORANG TUA
29
pendidikan terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan
khusus.
Hipotesis Minor :
H1: Ada pengaruh yang signifikan dari variabel kecerdasan emosi terhadap
penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus.
H2: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi dukungan emosional pada
dukungan sosial terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan
kebutuhan khusus.
H3: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi dukungan nyata atau
instrumental pada dukungan sosial terhadap penerimaan orang tua pada
anak dengan kebutuhan khusus.
H4: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi dukungan informasi pada
dukungan sosial terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan
kebutuhan khusus.
H5: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi dukungan kelompok pada
dukungan sosial terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan
kebutuhan khusus.
H6: Ada pengaruh yang signifikan dari variabel rasa syukur terhadap
penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus.
H7: Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap penerimaan orang
tua pada anak dengan kebutuhan khusus.
H8: Ada pengaruh yang signifikan tingkat pendidikan terhadap penerimaan
orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak berkebutuhan
khusus (tuna netra, tuna grahita, tuna rungu, tuna wicara, down syndrome, ADHD)
di Jakarta dan Tangerang dengan jumlah 210 orang. Pengambilan sampel di
Jakarta dan Tangerang karena alasan keterjangkauan penulis dan cukup banyak
sekolah khusus atau klinik tumbuh kembang anak di Jakarta dan Tangerang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-
probability sampling yaitu peluang terpilihnya anggota populasi tidak dapat
dihitung. Kuesioner disebar secara langsung sebanyak 215 kuesioner dengan cara
accidental selama kurun waktu Juli – Oktober. Setelah empat bulan, kuesioner
kembali sebanyak 210 kuesioner.
3.2 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel
bebas.
Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti yaitu:
1. Dependent variable (DV): Penerimaan diri
2. Independent variable (IV): kecerdasan emosi (mengenali emosi,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
membina hubungan), dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan
nyata atau instrumental, dukungan informasi, dukungan kelompok), dan
rasa syukur (lisan, hati, perbuatan).
31
Definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Penerimaan orang tua adalah pemberian cinta tanpa syarat dari orang tua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus pada anaknya sehingga penerimaannya
tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta kasih terhadap anak,
serta sikap penuh kebahagiaan untuk terlibat dalam mengasuh anak.
Penerimaan diri diukur dengan skala penerimaan diri yang dibuat sendiri oleh
peneliti berupa item-item menggunakan skala likert (sangat tidak setuju, tidak
setuju, agak setuju, setuju, dan sangat setuju).
2. Kecerdasan emosi adalah proses mental yang terlibat dalam pengakuan,
penggunaan, pemahaman, dan pengelolaan keadaan emosional diri serta
keadaan emosional orang lain untuk memecahkan masalah dan mengatur
perilaku. Kecerdasan emosi diukur dengan skala kecerdasan emosi yang
dibuat sendiri oleh peneliti berupa item-item menggunakan skala likert
(sangat tidak setuju, tidak setuju, agak setuju, setuju, dan sangat setuju).
3. Dukungan sosial adalah dukungan yang tersedia untuk orang tua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus dari orang-orang atau kelompok lain di
lingkungan sekitar. Dukungan sosial diukur dengan skala dukungan sosial
yang dibuat sendiri oleh peneliti berupa item-item menggunakan skala likert
(sangat tidak setuju, tidak setuju, agak setuju, setuju, dan sangat setuju).
4. Rasa syukur adalah menampakkan nikmat dari Allah SWT yang diberikan
kepada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Rasa syukur
diukur dengan skala rasa syukur yang dibuat sendiri oleh peneliti berupa
32
item-item menggunakan skala likert (sangat tidak setuju, tidak setuju, agak
setuju, setuju, dan sangat setuju).
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data berupa skala penerimaan diri, kecerdasan emosi,
dukungan sosial, dan rasa syukur. Untuk model skala, peneliti menggunakan
model skala likert, dimana variabel penelitian dijadikan sebagai titik tolak
penyusunan item-item instrumen. Jawaban dari setiap instrumen ini terdiri dari
empat kategori jawaban, yaitu “Sangat Tidak Setuju” (STS), “Tidak Setuju” (TS),
“Agak Setuju (AS)”, “Setuju” (S), “Sangat Setuju” (SS).
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemusatan (central
tendency) atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Model ini terdiri
dari pernyataan yang mendukung aspek (favourable) dan pernyataan yang tidak
mendukung (unfavourable).Adapun penskoran dapat dilihat di tabel 3.1.
Tabel 3.1 Proporsi Nilai Skala Penerimaan Orang Tua
Pilihan
Pernyataaan Favourable Unfavourable
Sangat Tidak Setuju 1 5 Tidak Setuju 2 4 Agak Setuju 3 3 Setuju 4 2 Sangat Setuju 5 1
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat alat
ukur. Adapun empat alat ukur tersebut adalah:
1. Skala Penerimaan Orang Tua
33
Penerimaan orang tua diukur dengan mengkonstruk skala penerimaan
orang tua berdasarkan aspek-aspek penerimaan orang tua dari Johnson
dan Medinnus (1969) yaitu menghargai anak, menilai anak sebagai diri
yang unik, mengenal kebutuhan-kebutuhan anak, dan mencintai anak
tanpa syarat.
Tabel 3.2 Blue Print Skala Penerimaan Orang Tua
No Dimensi Indikator Fav Unfav 1
Menghargai anak
1. Mengakui hak-hak anak 2. Memenuhi kebutuhan anak
untuk mengekspresikan perasaannya
1,2,4,5
3
2
Menilai anak sebagai diri yang unik
1. Memelihara keunikan anak tanpa batas
2. Memahami segala keunikan yang dimiliki anak
6,8,9,10
7
3
Mengenal kebutuhan-kebutuhan anak
1. Membimbing anak untuk mandiri dalam aktivitas sehari-hari
2. Memfasilitasi anak untuk mengembangkan potensi
11,12,13,15
14
4 Mencintai anak tanpa syarat
1. Memberikan kasih sayang tulus
2. Merawat anak dengan senang hati
16,17,18,20 19
2. Skala Kecerdasan emosi
Skala kecerdasan emosi pada penelitian ini dibuat berdasarkan teori
Goleman (2005) dengan aspek-aspek seperti mengenali emosi,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
dan membina hubungan.
34
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi
No Dimensi Indikator Fav Unfav
1 Mengenali Emosi Diri
1. Kesadaran diri 2. Kemampuan memantau
perasaan
1,2,3 4
2 Mengelola Emosi
1. Mampu menangani perasaan 2. Mengatur perasaan meskipun
dalam keadaan stres
5,6,7,8 9,10
3 Motivasi Diri Sendiri
1. Berusaha mencapai tujuan 2. Optimis dalam situasi sulit
11,12,13,14 15
4 Mengenali Emosi Orang Lain
1. Mampu membaca pesan non verbal
2. Mengetahui perasaan orang lain
16,17,19 18,20
5 Membina Hubungan
1. Mampu membina hubungan dengan orang lain
2. Menjalin kedekatan dengan orang lain
21,22,23,24 25
3. Skala Dukungan Sosial
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan alat ukur yang
dikembangkan oleh Sarafino yaitu dukungan emosional, dukungan
nyata atau instrumental, dukungan informasi, dan dukungan kelompok.
Tabel 3.4 Blue Print Skala Dukungan Sosial
No Dimensi Indikator Fav Unfav
1 Dukungan Emosional
1. Empati 2. Peduli 3. Perhatian
1,2,3,5,6 4
2 Dukungan Nyata atau Instrumental
1. Bantuan Jasa 2. Bantuan Uang
7,9,11 8,10
3 Dukungan Informasi
1. Mendapatkan nasihat dan saran 2. Mendapatkan informasi
12,13,15,16
14
4 Dukungan Kelompok
1. Perasaan keanggotaan dalam kelompok
2. Saling berbagi permasalahan
17,19,20,21
18
35
4. Skala Rasa Syukur
Skala rasa syukur pada penelitian ini dibuatskala berdasarkan teori
Mujib (2017) dengan aspek-aspek seperti lisan, hati, dan perbuatan.
Tabel 3.5 Blue Print Skala Rasa Syukur
No Dimensi Indikator Fav Unfav
1 Lisan 1. Memuji dengan membaca hamdalah
2. Mengucapkan rasa terimakasih
1,2,4 3,5
2 Hati 1. Mengetahui nikmat yang semuanya berasal dari Tuhan
2. Menerima dengan senang hati dengan menampakkan pada Pemberi
6,7,8,10 9,11
3 Perbuatan 1. Menggunakan sebagaimana yang dianjurkan pemberinya
2. Menganggap sedikit apa yang diberikan
3. Menganggap banyak apa yang diterima
12,14,15,16 13
3.4 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas
konstruk alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan mengunakan software LISREL
(Linear Structural Relationship). Adapun logika dari CFA (Umar,2011) :
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan
untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan
pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon
atas item-itemnya.
36
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga
tiap subtes hanya mengukur satu faktor. Artinya baik item maupun subtes
bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang
unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma ( ∑ ), kemudian
dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S.
Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada
perbedaan antara matriks ∑ - matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan
∑ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan
chisquare. Jika hasil chisquare tidak signifikan p > 0.05, maka hipotesis
nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut
dapat diterima bahwa item ataupun subtes instrument hanya mengukur
satu faktor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan
atau tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-
value. Jika hasil t-value tidak signifikan maka item tersebut tidak
signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang
demikian dikeluarkan dan sebaliknya.
6. Apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya
negatif, maka item tersebut harus dikeluarkan. Sebab hal ini tidak sesuai
dengan sifat item, yang bersifat positif (favourable).
37
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Skala Penerimaan Orang Tua
Peneliti menguji apakah 20 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-
item tersebut benar-benar hanya mengukur penerimaan orang tua. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata belum fit, dengan
Chi-square = 1255.71, df = 170, P-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.175.
Namun, setalah dilakukan modifikasi sebanyak 73 kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran di antara item-item yang dianalisis,
maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi-square = 118.83, df = 97, P-
value = 0.06551, RMSEA = 0.033. Artinya model satu faktor dapat diterima,
bahwasanya seluruh item hanya mengukur satu faktor saja.
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur apa
yang hendak diukur, dan juga menentukan apakah item tertentu perlu dibuang
atau tidak. Disini yang diuji adalah hipotesis nihil mengenai koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut siginifikan (valid)
dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
penerimaan orang tua disajikan dalam tabel 3.6.
Dari tabel 3.6 terdapat 19 item yang signifikan (t > 1.96) dan 1 item yang
tidak signifikan (t < 1.96) yaitu item nomor 5. Dengan begitu, item nomor 5 akan
di-drop yang artinya item tersebut tidak akan masuk ke dalam analisis dalam
perhitungan factor score.
38
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Penerimaan Orang Tua
Keterangan : valid = signifikan (t > 1.96); tidak valid = tidak signifikan (t < 1.96)
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Skala Kecerdasan Emosi
Peneliti menguji apakah 25 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-
item tersebut benar-benar hanya mengukur kecerdasan emosi. Dari awal hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata belum fit, dengan
Chi-square = 1854.49, df = 275, P-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.166.
Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 115 kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran di antara item-item yang dianalisis,
maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi-square = 180.48, df = 160,
P-value = 0.12796, dan RMSEA = 0.025. Artinya model satu faktor dapat
No. Item Koefisien Std. Error Nilai-t Keterangan Item 1 0.42 0.07 6.27 Valid Item 2 0.56 0.06 8.93 Valid Item 3 0.52 0.06 8.04 Valid Item 4 0.49 0.06 7.67 Valid Item 5 0.12 0.07 1.73 Tidak Valid Item 6 0.19 0.07 2.71 Valid Item 7 0.30 0.07 4.38 Valid Item 8 0.26 0.07 3.61 Valid Item 9 0.42 0.07 6.30 Valid Item 10 0.55 0.06 8.64 Valid Item 11 0.73 0.06 12.07 Valid Item 12 0.72 0.06 11.21 Valid Item 13 0.80 0.06 13.64 Valid Item 14 0.45 0.07 6.53 Valid Item 15 0.65 0.06 10.18 Valid Item 16 0.77 0.06 13.19 Valid Item 17 0.92 0.05 17.18 Valid Item 18 0.79 0.06 13.20 Valid Item 19 0.41 0.07 5.89 Valid Item 20 0.69 0.06 11.23 Valid
39
diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu kecerdasan
emosi.
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur apa
yang hendak diukur, dan juga menentukan apakah item tertentu perlu dibuang
atau tidak. Disini yang diuji adalah hipotesis nihil mengenai koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
kecerdasan emosi disajikan dalam tabel 3.7.
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Kecerdasan Emosi
Keterangan: valid = signifikan (t > 1.96); tidak valid= tidak signifikan (t < 1.96)
40
Dari tabel 3.7 terdapat 24 item yang signifikan (t > 1.96) dan satu item
yang tidak signifikan (t < 1.96) yaitu item nomor 9. Dengan begitu, item nomor 9
akan di-drop yang artinya item tersebut tidak akan masuk ke dalam analisis dalam
perhitungan factor score. Sedangkan item-item yang signifikan seluruhnya sudah
memiliki koefisien yang bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Skala Dukungan Sosial
3.4.3.1 Dukungan Emosional
Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-
item tersebut benar-benar hanya mengukur dukungan emosional. Dari awal hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata belum fit, dengan
Chi-square = 166.12, df = 9, P-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.289. Namun,
setelah dilakukan modifikasi sebanyak tiga kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran di antara item-item yang dianalisis,
maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi-square = 5.81, df = 6, P-
value = 0.44430, dan RMSEA = 0.000. Artinya model satu faktor dapat diterima,
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu dukungan emosional.
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur apa
yang hendak diukur, dan juga menentukan apakah item tertentu perlu dibuang
atau tidak. Disini yang diuji adalah hipotesis nihil mengenai koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
41
begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran dukungan
emosional disajikan dalam tabel 3.8.
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Dukungan Emosional
Keterangan: valid = signifikan (t > 1.96); tidak valid= tidak signifikan (t < 1.96)
Dari tabel 3.8 seluruh item yaitu item nomor 1 sampai dengan item nomor
6 adalah signifikan (t > 1.96). Item-item yang signifikan seluruhnya sudah
memiliki koefisien yang bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut masuk ke dalam analisis perhitungan factor
score atau item tidak akan di-drop.
3.4.3.2 Dukungan Nyata atau Instrumental
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-
item tersebut benar-benar hanya mengukur dukungan nyata atau instrumental.
Dari awal hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
belum fit, dengan Chi-square = 20.96, df = 5, P-value = 0.00082, dan RMSEA =
0.124. Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak dua kali terhadap model
dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran di antara item-item yang
dianalisis, maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi-square = 2.17, df
= 3, P-value = 0.53694, dan RMSEA = 0.000. Artinya model satu faktor dapat
No.Item Koefisien Std. Error Nilai-t Keterangan Item1 0.70 0.06 10.77 Valid Item2 0.72 0.07 10.64 Valid Item3 0.80 0.06 12.73 Valid Item4 0.74 0.06 11.48 Valid Item5 0.78 0.06 12.34 Valid Item6 0.66 0.07 9.78 Valid
42
diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu dukungan
nyata atau instrumental.
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur apa
yang hendak diukur, dan juga menentukan apakah item tertentu perlu dibuang
atau tidak. Disini yang diuji adalah hipotesis nihil mengenai koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran dukungan
nyata atau instrumental disajikan dalam tabel 3.9.
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Dukungan Nyata atau Instrumental
Keterangan: valid = signifikan (t > 1.96); tidak valid= tidak signifikan (t < 1.96)
Dari tabel 3.9 seluruh item yaitu item nomor 1 sampai dengan item nomor
5 adalah signifikan (t > 1.96). Item-item yang signifikan seluruhnya sudah
memiliki koefisien yang bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut masuk ke dalam analisis perhitungan factor
score atau item tidak akan di-drop.
No.Item Koefisien Std. Error Nilai-t Keterangan Item 1 0.83 0.08 10.64 Valid Item 2 0.53 0.08 6.90 Valid Item 3 0.43 0.08 5.51 Valid Item 4 0.29 0.08 3.71 Valid Item 5 0.60 0.07 8.11 Valid
43
3.4.3.3 Dukungan Informasi
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-
item tersebut benar-benar hanya mengukur dukungan informasi. Dari awal hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata belum fit, dengan
Chi-square = 11.50, df = 5, P-value = 0.04230, dan RMSEA = 0.079. Namun,
setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran di antara item-item yang dianalisis,
maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi-square = 4.32, df = 4, P-
value = 0.36384, dan RMSEA = 0.020. Artinya model satu faktor dapat diterima,
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu dukungan informasi.
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur apa
yang hendak diukur, dan juga menentukan apakah item tertentu perlu dibuang
atau tidak. Disini yang diuji adalah hipotesis nihil mengenai koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran dukungan
informasi disajikan dalam tabel 3.10.
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Dukungan Informasi
No.Item Koefisien Std. Error Nilai-t Keterangan Item 1 0.85 0.06 14.69 Valid Item 2 1.03 0.05 19.97 Valid Item 3 0.31 0.07 4.65 Valid Item 4 0.42 0.07 6.44 Valid Item 5 0.63 0.06 10.08 Valid
Keterangan: valid = signifikan (t > 1.96); tidak valid= tidak signifikan (t < 1.96)
44
Dari tabel 3.10 seluruh item yaitu item nomor 1 sampai dengan item
nomor 5 adalah signifikan (t > 1.96). Item-item yang signifikan seluruhnya sudah
memiliki koefisien yang bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut masuk ke dalam analisis perhitungan factor
score atau item tidak akan di-drop.
3.4.3.4 Dukungan Kelompok
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-
item tersebut benar-benar hanya mengukur dukungan kelompok. Dari awal hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata belum fit, dengan
Chi-square = 26.42, df = 5, P-value = 0.00007, dan RMSEA = 0.143. Namun,
setelah dilakukan modifikasi sebanyak dua kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran di antara item-item yang dianalisis,
maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi-square = 3.02, df = 3, P-
value = 0.38791, dan RMSEA = 0.006. Artinya model satu faktor dapat diterima,
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu dukungan kelompok.
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur apa
yang hendak diukur, dan juga menentukan apakah item tertentu perlu dibuang
atau tidak. Disini yang diuji adalah hipotesis nihil mengenai koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran dukungan
kelompok disajikan dalam tabel 3.11.
45
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Dukungan Kelompok
No.Item Koefisien Std. Error Nilai-t Keterangan Item 1 0.68 0.06 11.10 Valid Item 2 0.58 0.07 8.74 Valid Item 3 0.92 0.05 16.92 Valid Item 4 0.99 0.05 19.31 Valid Item 5 0.87 0.06 15.32 Valid
Keterangan: valid = signifikan (t > 1.96); tidak valid= tidak signifikan (t < 1.96)
Dari tabel 3.11 seluruh item yaitu item nomor 1 sampai dengan item
nomor 5 adalah signifikan (t > 1.96). Item-item yang signifikan seluruhnya sudah
memiliki koefisien yang bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut masuk ke dalam analisis perhitungan factor
score atau item tidak akan di-drop.
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Skala Rasa Syukur
Peneliti menguji apakah 16 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-
item tersebut benar-benar hanya mengukur rasa syukur. Dari awal hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata belum fit, dengan Chi-
square = 919.97, df = 104, P-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.194. Namun,
setelah dilakukan modifikasi sebanyak 47 kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran di antara item-item yang dianalisis,
maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi-square = 65.06, df = 57, P-
value = 0.21658, dan RMSEA = 0.026. Artinya model satu faktor dapat diterima,
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu rasa syukur.
46
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur apa
yang hendak diukur, dan juga menentukan apakah item tertentu perlu dibuang
atau tidak. Disini yang diuji adalah hipotesis nihil mengenai koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran rasa
syukur disajikan dalam tabel 3.12.
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Rasa Syukur
No.Item Koefisien Std. Error Nilai-t Keterangan Item1 0.82 0.06 14.05 Valid Item2 0.85 0.06 15.12 Valid Item3 0.58 0.07 8.76 Valid Item4 0.75 0.06 12.33 Valid Item5 0.38 0.07 5.41 Valid Item6 0.86 0.06 15.44 Valid Item7 0.63 0.07 9.54 Valid Item8 0.78 0.06 13.26 Valid Item9 0.46 0.07 6.89 Valid Item10 0.72 0.06 11.76 Valid Item11 0.60 0.06 9.46 Valid Item12 0.80 0.06 13.52 Valid Item13 0.70 0.06 11.24 Valid Item14 0.64 0.06 10.18 Valid Item15 0.75 0.06 12.66 Valid Item16 0.23 0.07 3.30 Valid
Keterangan: valid = signifikan (t > 1.96); tidak valid= tidak signifikan (t < 1.96)
Dari tabel 3.12 seluruh item yaitu item nomor 1 sampai dengan item
nomor 16 adalah signifikan (t > 1.96). Item-item yang signifikan seluruhnya
sudah memiliki koefisien yang bermuatan positif. Artinya semua koefisien
muatan faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat
47
favorable. Dengan demikian item-item tersebut masuk ke dalam analisis
perhitungan factor score atau item tidak akan di-drop.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan metode analisis
regresi berganda yaitu suatu metode untuk menguji signifikan atau tidaknya
pengaruh dari sekumpulan variabel independen terhadap variabel dependen.
Berikut ini adalah persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini :
Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+ e
Keterangan :
Y = penerimaan diri a = konstanta / intercept b = koefisien regresi X1 = kecerdasan emosi X2 = dukungan emosional dari dukungan sosial X3 = dukungan nyata atau instrumental dari dukungan sosial X4 = dukungan informasi dari dukungan sosial X5 = dukungan kelompok dari dukungan sosial X6 = rasa syukur X7 = jenis kelamin X8 = tingkat pendidikan e = residu
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan di atas adalah hasil dari
pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam true score. Dalam hal ini, true
score adalah faktor yang diukur dengan menggunakan software SPSS
menggunakan item yang valid. Tujuan dari true score adalah agar koefisien
regresi tidak mengalami atenuasi atau underestimated (koefisien regresi yang
terhitung lebih rendah dari yang seharusnya sehingga tidak signifikan).
48
Dalam analisis regresi berganda, besarnya proporsi varians penerimaan
diri yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh Independent Variable yang bisa
diukur dengan rumus R², dimana :
R² =jumlahkuadratregresi
jumlahkuadrattotal=
SSregSSy
Adapun jika R² signifikan (P < 0.05) maka proporsi varians Y yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor (kecerdasan emosi, dukungan sosial, rasa syukur,
jenis kelamin, dan tingkat pendidikan) secara keseluruhan adalah signifikan.
Jika telah terbukti signifikan, maka peneliti akan menguji variabel mana
dari 8 variabel independen tersebut yang signifikan. Dalam hal ini peneliti
menguji signifikan atau tidaknya koefisien regresi (b) dengan t-test. Jika memiliki
skor t > 1.96 maka koefisien regresi variabel tersebut dinyatakan signifikan,
sebaliknya jika t < 1.96 maka variabel tersebut dinyatakan tidak signifikan (dalam
taraf signifikansi 0.05 atau 5%).
Dalam regresi analisis berganda ini dapat diperoleh beberapa informasi,
yaitu :
1. R² yang menunjukkan proporsi varians dari variabel dependen yang bisa
diterangkan oleh variabel independen.
2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien
regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari
variabel independen yang bersangkutan.
3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi
tentang beberapa nilai Y jika nilai variabel independen diketahui.
49
4. Sumbangan varian dari masing-masing dimensi variabel independen yaitu
kecerdasan emosi, dukungan sosial, rasa syukur, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan dalam mempengaruhi penerimaan diri.
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini merupakan 210 orang tua yang memiliki anak berkebutuhan
khusus di wilayah Jakarta dan Tangerang. Gambaran subjek penelitian dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Kategori Frekuensi Persentase Jenis kelamin : Perempuan 166 79 % Laki-laki 44 21 % Usia : 21 – 30 30 14.3 % 31 – 40 97 46.2 % 41 – 50 59 28.1 % 51 – 60 21 10 % 61 – 70 3 1.4 % Tingkat pendidikan : SD 10 4.8 % SMP 27 12.9 % SMA 103 49 % D1 2 1 % D3 8 3.8 % S1 53 25.2 % S2 7 3.3 % 4.2 Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian.
Dalam hasil analisis deskritif ini akan disajikan nilai minimum, maksimum, mean,
dan standar deviasi dari setiap variabel serta kategorisasi tinggi dan rendahnya
skor variabel penelitian. Gambaran hasil analisis deskriptif ini dapat dlihat pada
tabel 4.2.
51
Tabel 4.2 Tabel analisis deskriptif
Variabel N Minimum
Maximum
Mean Std. Deviation
Penerimaan Diri 210 17,15 64,52 50,0000 9,22506 Kecerdasan Emosi 210 17,72 72,26 50,0000 9,32810 Dukungan Emosional 210 14,74 63,51 50,0000 9,18154 Dukungan Nyata & Instrumental 210 26,24 65,85 50,0000 8,37242 Dukungan Informasi 210 12,40 63,79 50,0000 9,46129 Dukungan Kelompok 210 13,80 65,03 50,0000 9,45237 Rasa Syukur 210 11,39 61,30 50,0000 9,46051 Valid N (listwise) 210
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat dari kolom minimum diketahui variabel
jenis kelamin dan tingkat pendidikan memiliki nilai terendah dengan nilai 1.00.
Sementara itu, berdasarkan kolom maksimum diketahui variabel kecerdasan
emosi memiliki nilai tertinggi dengan nilai 72.26.
4.3 Kategorisasi Hasil Penelitian
Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori yaitu tinggi dan
rendah. Adapun norma kategorisasi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi
Norma Interpretasi >M + 1SD Tinggi M – SD ≤ x ≤ M + SD Sedang <M – 1SD Rendah Setelah norma kategorisasi didapatkan, selanjutnya akan dijelaskan
perolehan nilai persentase kategorisasi untuk variabel penerimaan diri, mengenali
emosi diri, mengelola emosi, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
membina hubungan, dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental,
52
dukungan infromasi, dukungan kelompok, lisan, hati, dan perbuatan. Perolehan
nilai persentase kategorisasi akan dijelaskan pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Skor Kategorisasi
Frekuensi Variabel Rendah Sedang Tinggi
Penerimaan orang tua 32 (15.2%) 34 (16.2%) 144 (68.6%) Kecerdasan emosi 19 (9.0%) 35 (16.7%) 156 (74.3%) Dukungan emosional 24 (11.5%) 40 (19.1%) 146 (69.4%) Dukungan nyata atau instrumental
27 (12.9%) 32 (15.2%) 151 (71.9%)
Dukungan informasi 14 (6.7%) 55 (26.3%) 141 (67.0%) Dukungan kelompok 30 (14.3%) 44 (21.0%) 136 (64.8%) Rasa syukur 24 (11.4%) 40 (19.0%) 146 (69.5%) 4.4 Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Uji Regresi Berganda
Pada tahapan ini menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis regresi
berganda yang perhitungannya menggunakan software SPSS 22. Ada tiga hal
yang perlu diperhatikan dalam analisis regresi, pertama adalah besaran R square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada Dependent Variable
yang dijelaskan oleh Independent Variable, kedua adalah apakah Independent
Variable berpengaruh secara signifikan terhadap Dependent Variable, dan yang
ketiga adalah melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-
masing Independent Variable. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menganalisis besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada
Dependent Variable yang dijelaskan oleh Independent Variable. Untuk tabel R
square bisa dilihat sebagai berikut:
53
Tabel 4.5
Tabel R square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .641a .411 .387 7.22144 a. Predictors: (Constant), tingkat pendidikan, dukungan informasi, jenis kelamin,
rasa syukur, dukungan kelompok, dukungan nyata atau instrumental, kecerdasan emosi, dukungan emosional
Berdasarkan tabel R square, dapat dilihat bahwa R square yang didapat
sebesar 0.411 atau sekitar 41.1%. Artinya 41.1% bervariasinya variabel dependen
yaitu penerimaan diri disebabkan oleh kecerdasan emosi, dukungan sosial
(dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental, dukungan informasi,
dukungan kelompok), rasa syukur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
Sedangkan sisanya yaitu 58.9% (100 – 41.1%) bervariasinya variabel dependen
penerimaan diri disebabkan oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua menganalisis dampak dari seluruh variabel independen
terhadap penerimaan diri. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Tabel Anova Keseluruhan IV terhadap DV
Model Sum of Square Df Mean Square F Sig. 1 Regression 7304.285 9 913.036 17.508 .000b Residual 10481.977 201 52.149 Total 17786.263 210 a. Dependent Variable: penerimaan diri b. Predictors: (Constant), tingkat pendidikan, dukungan informasi, jenis kelamin, rasa syukur, dukungan kelompok, dukungan nyata atau instrumental, kecerdasan emosi, dukungan emosional Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai p (Sig.) pada kolom paling
kanan adalah 0.000 atau p = 0.000 dengan nilai p kurang dari 0.05 (p < 0.05).
54
Dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh
yang signifikan seluruh variabel independen (kecerdasan emosi, dukungan sosial,
dan rasa syukur) terhadap penerimaan diri ditolak. Artinya terdapat pengaruh yang
signifikan variabel kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan nyata atau
instrumental, dukungan informasi, dukungan kelompok, rasa syukur, jenis
kelamin, dan tingkat pendidikan terhadap penerimaan diri.
Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi dari masing-masing
independen variabel. Jika Sig. kurang dari 0.05 (Sig. < 0.05) atau nilai t lebih
besar dari 1.96 (t > 1.96) maka koefisien tersebut signifikan yang berarti bahwa
variabel independen tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap
penerimaan diri. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Koefisien Regresi
Unstandardizeed Coefficients
Standardized Coeffic
ients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) 11.953 4.137 2.890 .004 Kecerdasan Emosi .211 .074 .213 2.848 .005* Dukungan Emosional -.011 .080 -.011 -.134 .893 Dukungan Nyata atau
Instrumental .066 .085 .060 .783 .435
Dukungan Informasi .019 .074 .019 .253 .801 Dukungan Kelompok .022 .069 .022 .312 .756 Rasa Syukur .385 .066 .394 5.829 .000* Jenis Kelamin -1.097 1.388 -.048 -.790 .430 Tingkat Pendidikan 1.282 .321 .230 3.897 .000* a. Dependent Variable: PENERIMAANDIRI
55
Dalam kolom sig pada tabel koefisien regresi di atas, terlihat bahwa hanya
variabel kecerdasan emosi, rasa syukur, dan tingkat pendidikan yang memiliki
nilai Sig. < 0.05 (t > 1.96). Artinya tiga variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel penerimaan diri. Penjelasan dari nilai koefisien
regresi yang diperoleh pada masing-masing independen variabel sebagai berikut:
1. Kecerdasan Emosi
Variabel kecerdasan emosi memiliki koefisien regresi sebesar 0.211 dengan nilai
signifikan sebesar 0.005 (Sig. < 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa kecerdasan
emosi berpengaruh signifikan terhadap penerimaan diri. Koefisien tersebut
menunjukkan tanda yang positif, artinya semakin tinggi dalam kecerdasan emosi
maka akan semakin tinggi pula penerimaan dirinya.
2. Dukungan Emosional
Variabel dukungan emosional memiliki koefisien regresi sebesar -0.011 dengan
nilai signifikan sebesar 0.893 (Sig. > 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa
dukungan emosional tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan diri.
3. Dukungan Nyata atau Instrumental
Variabel dukungan nyata atau instrumental memiliki koefisien regresi sebesar
0.066 dengan nilai signifikan sebesar 0.435 (Sig. > 0.05). Hasil ini menunjukkan
bahwa dukungan nyata atau instrumental tidak berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan diri.
4. Dukungan Informasi
56
Variabel dukungan informasi memiliki koefisien regresi sebesar 0.019 dengan
nilai signifikan sebesar 0.801 (Sig. > 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa
dukungan informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan diri.
5. Dukungan Kelompok
Variabel dukungan kelompok memiliki koefisien regresi sebesar 0.022 dengan
nilai signifikan sebesar 0.756 (Sig. > 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa
dukungan kelompok tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan diri.
6. Rasa Syukur
Variabel rasa syukur memiliki koefisien regresi sebesar 0.385 dengan nilai
signifikan sebesar 0.000 (Sig. < 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa rasa syukur
berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan diri. Koefisien tersebut
menunjukkan tanda yang positif, artinya semakin tinggi rasa syukur maka akan
semakin tinggi pula penerimaan dirinya.
7. Jenis Kelamin
Variabel jenis kelamin memiliki koefisien regresi sebesar -1.097 dengan nilai
signifikan sebesar 0.430 (Sig. > 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa jenis
kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan diri.
8. Tingkat Pendidikan
Variabel tingkat pendidikan memiliki koefisien regresi sebesar 1.282 dengan nilai
signifikan sebesar 0.000 (Sig. < 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan diri. Koefisien
tersebut menunjukkan tanda yang positif, artinya semakin tinggi tingkat
pendidikan maka akan semakin tinggi pula penerimaan diri.
57
Informasi lainnya yang dapat diperoleh pada tabel 4.7 di atas yaitu
variabel independen yang berpengaruh paling dominan terhadap penerimaan diri.
Informasi tersebut dapat diperoleh dari kolom standardized coefficients (beta),
semakin besar koefisien beta variabel independen maka semakin dominan pula
pengaruh variabel independen tersebut. Dari tabel 4.7 dapat diketahui
perbandingan atau urutan variabel independen yang memiliki pengaruh terbesar
tanpa memperhatikan arah positif atau negatif adalah sebagai berikut:
1. Rasa Syukur dengan koefisien beta sebesar 0.394
2. Tingkat Pendidikan dengan koefisien beta sebesar 0.230
3. Kecerdasan Emosi dengan koefisien beta sebesar 0.213
4. Dukungan Nyata atau Instrumental dari variabel Dukungan Sosial dengan
koefisien beta sebesar 0.060
5. Jenis Kelamin dengan koefisien beta sebesar -0.048
6. Dukungan Kelompok dari variabel Dukungan Sosial dengan koefisien beta
sebesar 0.022
7. Dukungan Informasi dari variabel Dukungan Sosial dengan koefisien beta
sebesar 0.019
8. Dukungan Emosional dari variabel Dukungan Sosial dengan koefisien beta
sebesar -0.011
4.4.2 Pengujian Proporsi Varians
Penulis ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-
masing variabel independen terhadap penerimaan diri. Secara keseluruhan dapat
dilihat proporsi varians seluruh (R square) variabel independen terhadap
58
penerimaan diri adalah sebesar 0.411, yang artinya 41.1 % dari bervariasinya
penerimaan diri dapat dijelaskan oleh sebelas variabel independen. Untuk
mengetahui lebih jelas mengenai proporsi varians untuk masing-masing variabel
independen terhadap penerimaan diri dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.8 Proporsi Varians untuk Masing-Masing Variabel Independen
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics R
Square Change
F Change
df1 df2 Sig. F Change
1 .489 .239 .235 8.06826 .239 65.228 1 208 .000 2 .504 .254 .247 8.00752 .015 4.167 1 207 .042 3 .508 .258 .247 8.00487 .004 1.137 1 206 .288 4 .508 .258 .243 8.02405 .000 .016 1 205 .899 5 .510 .260 .242 8.03071 .002 .660 1 204 .417 6 .603 .364 .345 7.46614 .103 33.018 1 203 .000 7 .603 .364 .342 7.48301 .000 .086 1 202 .770 8 .641 .411 .387 7.22144 .047 15.898 1 201 .000
Predictors: (Constant), kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental, dukungan informasi, dukungan kelompok, rasa syukur, jenis kelamin, tingkat pendidikan Dari tabel 4.8 di atas dapat dijelaskan informasi berikut ini:
1. Variabel kecerdasan emosi memberikan sumbangan sebesar 0.239 atau 23.9%
dalam varians penerimaan diri. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 65.228, df1 = 1, df2 = 208, Signifikan F Change = 0.000 (Sig. <
0.05)
2. Variabel dukungan emosional memberikan sumbangan sebesar 0.015 atau
1.5% dalam varians penerimaan diri. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistik dengan F = 4.167, df1 = 1, df2 = 207, Signifikan F Change = 0.042
(Sig. < 0.05)
3. Variabel dukungan nyata atau instrumental memberikan sumbangan sebesar
0.004 atau 0.4% dalam varians penerimaan diri. Sumbangan tersebut tidak
59
signifikan secara statistik dengan F = 1.137, df1 = 1, df2 = 206, Signifikan F
Change = 0.288 (Sig. > 0.05)
4. Variabel dukungan informasi memberikan sumbangan sebesar 0.000 atau 0%
dalam varians penerimaan diri. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik dengan F = 0.016, df1 = 1, df2 = 205, Signifikan F Change = 0.899
(Sig. > 0.05)
5. Variabel dukungan kelompok memberikan sumbangan sebesar 0.002 atau
0.2% dalam varians penerimaan diri. Sumbangan tersebut tidak signifikan
secara statistik dengan F = 0.660, df1 = 1, df2= 204, Signifikan F Change =
0.417 (Sig. > 0.05)
6. Variabel rasa syukur memberikan sumbangan sebesar 0.103 atau 10.3%
dalam varians penerimaan diri. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 33.018, df1 = 1, df2 = 203, Signifikan F Change = 0.000 (Sig. <
0.05)
7. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0.000 atau 0% dalam
varians penerimaan diri. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F = 0.086, df1 = 1, df2 = 202, Signifikan F Change = 0.770 (Sig. >
0.05)
8. Variabel tingkat pendidikan memberikan sumbangan sebesar 0.047 atau 4.7%
dalam varians penerimaan diri. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 15.898, df1 = 1, df2 = 201, Signifikan F Change = 0.000 (Sig. <
0.05)
60
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa terdapat empat dari delapan
variabel independen yang mempengaruhi penerimaan orang tua secara signifikan
berdasarkan R Square yang dihasilkan dari masing-masing variabel independen
tersebut terhadap proporsi varians variabel dependen secara keseluruhan. Variabel
independen tersebut adalah kecerdasan emosi, dukungan emosional dari variabel
dukungan sosial, rasa syukur, dan tingkat pendidikan.
61
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah : “ada pengaruh yang signifikan dari kecerdasan emosi,
dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental,
dukungan informasi, dukungan kelompok), rasa syukur, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus”.
Kemudian, hasil uji hipotesis yang menguji signifikan masing-masing koefisien
regresi terhadap variabel dependen diperoleh tiga variabel yang berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan orang tua yaitu kecerdasan emosi, rasa
syukur, dan tingkat pendidikan.
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian yang dijelaskan pada bab 4, penjelasan secara berurut
pengaruh dari masing-masing variabel independen (IV) terhadap penerimaan
orang tua sebagai berikut.
Pertama adalah variabel kecerdasan emosi. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa berdasarkan koefisien regresi, variabel ini memiliki koefisien
regresi positif dan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan orang tua.
Artinya, semakin tinggi kecerdasan emosi orang tua maka semakin tinggi pula
penerimaan orang tua dan sebaliknya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Landa, Martos, dan Zafra (2010) bahwa individu yang
mampu memelihara atau meningkatkan intensitas emosi positif yang dimiliki dan
62
mampu mengurangi emosi yang negatif dikatakan bahwa individu tersebut
memiliki penerimaan yang cukup tinggi. Dengan emosi positif yang dipelihara
dan tingkatkan orang tua akan mampu mengelola emosi, berempati, mampu
memotivasi diri, dan menjalin hubungan interpersonal yang akan membantu
dalam pencapaian penerimaan orang tua terhadap anaknya yang berkebutuhan
khusus. Selanjutnya pada proporsi varians, kecerdasan emosi memberikan
sumbangan sebesar 23.9% atas bervariasinya penerimaan orang tua.
Kedua adalah variabel dukungan sosial. Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa berdasarkan koefisien regresi, keempat variabel dukungan sosial tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan orang tua pada anak
dengan kebutuhan khusus. Hasil dalam penelitian ini bertolak belakang dengan
penelitian yang dilakukan dengan metode wawancara oleh Nishinaga (2004)
bahwa salah satu faktor penerimaan orang tua yang memiliki anak dengan
keterbelakangan intelektual adalah dukungan sosial. Dalam penelitian ini
membuktikan bahwa dukungan sosial tidak berpengaruh terhadap penerimaan
orang tua apabila orang tua merasa dirinya mampu untuk mengatasi kondisi yang
menimpanya. Pada proporsi varians terdapat satu variabel dukungan sosial yaitu
dukungan emosional yang signifikan terhadap penerimaan diri orang tua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus dengan sumbangan sebesar 1.5%.
Ketiga adalah variabel rasa syukur. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
berdasarkan koefisien regresi, variabel ini memiliki koefisien regresi positif dan
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan orang tua. Artinya, semakin tinggi
rasa syukur orang tua maka semakin tinggi pula penerimaan orang tua dan
63
sebaliknya. Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan teori dari Emmons dan Mc
Cullough (2002) yaitu gratitude atau rasa syukur merupakan sebuah bentuk emosi
atau perasaan,yang kemudian berkembang menjadi suatu sikap, sifat moral yang
baik, kebiasaan, sifat kepribadian, dan akhirnya akan mempengaruhi seseorang
menanggapi atau bereaksi terhadap sesuatu atau situasi. Rasa syukur yang
tertanam pada diri orang tua membuat orang tua akan lebih mudah menerima
anaknya yang berkebutuhan khusus karena bersyukur berarti menerima dengan
ikhlas apa yang sudah diberikan. Selanjutnya pada proporsi varians, rasa syukur
memberikan sumbangan sebesar 10.3% atas bervariasinya penerimaan orang tua.
Keempat adalah variabel jenis kelamin. Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa berdasarkan koefisien regresi, variabel ini memiliki koefisien regresi
positif namun tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan orang tua.
Kelima adalah variabel tingkat pendidikan. Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa berdasarkan koefisien regresi, variabel ini memiliki koefisien regresi
positif dan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan orang tua. Artinya,
semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka semakin tinggi pula
penerimaan orang tua dan sebaliknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang
tua maka semakin luas wawasan keilmuan orang tua. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rachmayanti (2007) yang mengatakan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua terhadap anak adalah
tingkat pendidikan suami isteri. Wawasan yang luas akan membuka cara pandang
orang tua mengenai anak berkebutuhan khusus sehingga orang tua mengerti
64
bahwa yang diperlukan adalah menerima anak dengan sepenuh hati bukan
menolak kehadiran anak.
Secara keseluruhan peneliti berpendapat bahwa perbedaan hasil penelitian
terdahulu bisa diakibatkan oleh beberapa hal baik sampel, social desireability dan
waktu pada saat pengambilan sampel. Sedangkan keterbatasan dalam penelitian
ini adalah tidak adanya metode eksperimental untuk memperkaya hasil penelitian
ini dan melihat lebih dalam mengenai penerimaan orang tua pada anak dengan
kebutuhan khusus.
5.3 Saran
Peneliti menyadari bahwa banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian
ini sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi kekurangan dan
keterbatasan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti
membagi saran menjadi dua yaitu saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, untuk penelitian selanjutnya
disarankan :
1. Mempertimbangkan hasil penelitian ini bahwa pengaruh kecerdasan emosi,
rasa syukur, dan tingkat pendidikan terhadap penerimaan orang tua pada anak
dengan kebutuhan khusus. Variabel kecerdasan emosi memiliki pengaruh
yang paling besar terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan
kebutuhan khusus, hasil ini bisa menjadi langkah awal untuk penelitian
selanjutnya mengenai pengaruh kecerdasan emosi terhadap penerimaan orang
tua.
65
2. Pada penelitian ini terdapat variabel lainnya yang juga memiliki pengaruh
signifikan terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan
khusus yaitu rasa syukur. Peneliti menyarankan agar variabel rasa syukur
dapat dijadikan referensi untuk menguji dimensi-dimensi penerimaan orang
tua lainnya yang belum teruji pada penelitian selanjutnya.
3. Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode eksperimental
sebagai metode pendukung untuk memperkaya hasil penelitian.
5.3.2 Saran Praktis
Mengingat pentingnya variabel-variabel yang dapat mempengaruhi penerimaan
orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus maka penulis menyarankan
beberapa hal, yaitu :
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi orang
tua maupun keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk lebih
memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan orang
tua. Sesuai dengan hasil dalam penelitian ini orang tua dapat lebih mengenali
emosi diri dan introspeksi diri sehingga dapat merepresentasikan emosi secara
proporsional. Memotivasi diri sendiri saat merasa lelah dan sedih dengan cara
mengikuti seminar motivasi atau membaca kisah-kisah inspiratif orang tua
yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Bersyukur dengan meyakini di
dalam hati bahwa anak berkebutuhan khusus harus kita terima dan diberikan
kasih sayang. Sehingga dapat menerima kehadiran anak tanpa syarat.
66
2. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa penerimaan orang tua
dipengaruhi secara signifikan oleh kecerdasan emosi dan rasa syukur, maka
dapat disarankan kepada orang tua untuk selalu mengembangkan emosi yang
positif seperti berpikir positif, selalu berperasaan senang, dan tersenyum.
Serta meningkatkan rasa syukur atas apapun yang diberikan oleh Allah SWT
termasuk dianugerahi anak berkebutuhan khusus.
67
DAFTAR PUSTAKA
Agustyawati & Solicha. (2009). Psikologi pendidikan anak berkebutuhan khusus. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Al Fauzan, S.A. (2005). Indahnya bersyukur: Bagaimana meraihnya. Bandung: Marja.
Bar-on, R. (2010). Emotional intelligence: an integral part of positive psychology. South African Journal of Psychology. 40 (1), 54-62.
Barrera, M., Sandler, I. N., Ramsay, T. B. (1981). Preliminary development of a scale of social support: Studies on college students. American Journal of Psychology. 9 (4), 435-447.
Brillhart, B. (1986). Predictors of Self-Acceptance. Journal of Rehabilitation Nursing. 11 (2).
Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Cronbach, Gee. J. (1963). Educational psychology. 2 end edition. New York: Harcourt, Brace and Word.
Denmark, L. K. (1973). Self acceptance and leader effectiveness. Journal of Extension: Winter 1973.
Extremera, N., Aranda, D. R., Galan, P., & Salguero, J.M. (2011). Emotional intelligence and its relation with hedonic and eudemonic well-being: a prospective study, Personality and Individual Difference, 51, 11-16
Faradina, N. (2016). Penerimaan Diri pada Orang Tua yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Psikologi. 4 (4), 386-396.
Gargiulo, R.M. (2004). Special education in contemporary society. Boston: Houghton Mifflin Company.
Goleman, D. (2005).Emotional Intelligence Why it can matter more than IQ. New York: Bantam Dell.
Handayani, Ratnawati, & Helmi. (1998). Efektivitas pelatihan pengenalan diri terhadap peningkatan penerimaan diri & harga diri. Jurnal Psikologi UGM. 2, 47-55.
Hurlock. Elizabeth, B. (1974). Personality development. McGraw Hill, inc: New Delhi.
68
Jersild, A. T. (1958). The Psychology of Adolescence. New York : MACMillan
Company
Johnson, R Medinnus, Gene. (1969). Child Psychology Behavior and Development. Second Edition. United States of America: John Wiley and Sons, Inc.
Landa, J.M.A., Martos, M. P., & Zafra, E.L. (2010). Emotional intelligence and personality traits as predictors of psychological well-being in spanish undergraduates. Social Behaviour and Personality. 38(6), 783-794.
Linley, P.A., & Jospeh, S. (2004). Positive psychology in practice; gratitude in practice and practice of gratitude. USA.
Marni, A & Yuniawati, R. (2015). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri pada Lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Jurnal Fakultas Psikologi, 3(1), 1-7.
Mayer, J. D., & Salovey, P. (1997). “What is emotional intelligence?” In P. Salovey & D. Sluyter (Eds.), emotional development and emotional intelligence. (pp. 3-31). New York: Basic Books.
Mayer, J. D., Salovey, P., Caruso, D. R. (2002). Relation of an ability measure of emotional intelligence to personality. Journal of Personality Assesment. 79 (2), 306-320.
Mc Cullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, Jo-Ann. (2002). The Grateful Disposition: A Conceptual and Empirical Topography. Journal of Personality and Social Psychology, 82, 112-127.
Mujib, A. (2017). Teori kepribadian perspektif psikologi islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Newman, Isadore, et al, (1983). The alpha-omega scale: The measurement of stress situation coping styles. Ohio Journal of Science (Ohio Academy of Science). 83 (5), 241-246.
Nishinaga, K. (2004). Self-acceptance of mothers who have children with intellectual disabilities: A Study by Semi-Structured Interview. Japan: Tohaku University Graduate School of Education.
Puspita, D. 2004 Peran keluarga pada penanganan individu autistic spectrum disorder http://puterakembara.org/rm/peran_ortu.htm diunduh tanggal 3 November 2017
69
Rachmayanti, S & Zulkaida, A. (2007). Penerimaan diri orang tua terhadap anak autisme dan peranannya dalam terapi autisme. Jurnal Psikologi. 1 (1), 7-17. Universitas Gunadarma.
Rohner. (2008). Introduction to parental acceptance-rejection theory, methods, evidence and implication. Cross-Cultural Research. 42 (1), 5-12. Sage Publications.
Sarafino, E. P. (2011). Health psychology: Biopsychosocial interaction (7th edition). USA: John Willey & Sons, Inc.
Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B., et al. (1983). Assesing social support: The Social Support Questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology. 44, 127-139.
Schneiders, A. A. (1955). Personal adjustment and mental health. New York: Holt, Rinehart, Winston.
Schutte, N. S., Malouff, J. M., Hall, L. E., Haggerty, D. J., Cooper, J. T., Golden, C. J., Dornheim, L. (1998). Development and validation of a measure of emotional intelligence. Personality and Individual Differences. 25, 167-177. Pergamon.
Taylor, S. E. (2006). The handbook of health psychology. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Watkins, P. C., Woodward, K., Stone, T., Kolts, R. L. (2003). Gratitude and happiness: Development of a measure of gratitude, and relationships with subjective well-being. Social Behavior and Personality. 31 (5), 431-452. Society for Personality Research, Inc.
Wood, A.M., Joseph, S., & Maltby, J. (2009). Gratitude Predicts Psychological Well-be-ing above The Big Five Facets. Personality and Individual Differences. 46. 443–447.
www.consumer.healthday.com diakses pada tanggal 18 November 2017 pukul 20.17 WIB.
www.health.detik.com diakses pada tanggal 01 November 2017 pukul 10.43 WIB.
Zalewska, A. (2006). Acceptance of chronic illness in psoriasis vulgaris patient. European Academy of Dermatology and Venereology. 21, 235-242.
70
LAMPIRAN
70
72
KUESIONER PENELITIAN
Kepada Yth Responden Penelitian Assalamu’alaikum Wr. Wb
Saya Anissa Fitria mahasiswi Program Strata-I (SI) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian sebagai bagian dari pemenuhan tugas akhir. Saya mengharapkan bantuan Bapak/Ibu untuk menjadi responden penelitian ini. Bapak/Ibu dapat mengisi kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk pengisisan yang telah diberikan. Adapun data dan informasi yang Bapak/Ibu berikan, hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja dan dijamin kerahasiaannya. Kesediaan Bapak/Ibu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner ini merupakan bantuan yang amat besar bagi keberhasilan penelitian ini. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb Hormat Saya Anissa Fitria [email protected] / 089639271089
I. Identitas Responden a. Nama / Inisial : b. Usia : c. Jenis kelamin : d. Pendidikan terakhir : e. No.Hp :
II. Petunjuk Pengisian a. Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan, bacalah setiap pernyataan
dan Anda diminta untuk memberikan pendapat tentang pernyataan rersebut dengan cara memilih salah satu dari jawaban yang tersedia.
b. Berikan tanda checklist (√) pada jawaban yang Anda pilih, mohon benar-benar jujur. Jawaban Anda sepenuhnya rahasia dan akan dapat digunakan hanya jika Anda menjawab secara akurat.
c. Tidak ada jawaban yang dianggap salah, oleh karena itu, pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling sesuai atau yang paling menggambarkan diri Anda.
d. Disetiap pernyataan terdapat 5 pilihan jawaban yang menyatakan : STS = Sangat Tidak Setuju, jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan diri Anda
73
TS = Tidak Setuju, jika pernyataan tidak sesuai dengan diri Anda AS = Agak Setuju, jika pernyataan agak sesuai dengan diri Anda S = Setuju, jika pernyataan sesuai atau menggambarkan diri Anda SS = Sangat Setuju, jika pernyataan sangat sesuai atau paling menggambarkan diri Anda
Skala 1
NO PERNYATAAN STS TS AS S SS 1 Saya menghargai hal apapun yang telah dilakukan anak
2 Sebagai orang tua, saya memberikan hak-hak anak
3 Bila anak menyampaikan keluh kesah, saya bersikap cuek
4 Saya antusias untuk mendengarkan apa yang anak ceritakan
5 Saya membiarkan anak mengotori lantai sebagai bentuk mengekspresikan perasaannya
6 Saya memahami bahwa anak kami berbeda dengan anak lainnya
7 Saya merasa malu ketika anak berperilaku tidak wajar di tempat umum
8 Saya memaklumi jika anak berperilaku berbeda dengan kebanyakan anak lainnya
9 Saya tidak menuntut anak untuk menjadi seperti anak yang lain
10 Ketika bersama anak, saya melihat keunikan yang ada pada dirinya
11 Saya mengajarkan anak untuk dapat membersihkan diri sendiri seperti mandi, buang air kecil, dan buang air besar
12 Menurut saya kemandirian anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari sangatlah penting
13 Saya memberikan banyak pembelajaran untuk mengetahui potensi anak
14 Saya mengabaikan potensi anak
15 Terapi adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan potensi anak
16 Saya mencintai anak walaupun ia berkebutuhan khusus
17 Saya merasa bahwa anak adalah anugerah yang besar dalam
74
hidup 18 Saya menerima apapun kekurangan anak
19 Merawat anak berkebutuhan khusus merupakan kesusahan bagi saya
20 Penting bagi saya merawat anak berkebutuhan khusus dengan penuh kasih sayang
Skala 2
NO PERNYATAAN STS TS AS S SS 1 Saya mengerti perasaan yang sedang saya alami
2 Saya tetap menyadari apa yang saya rasakan, walau dalam keadaan marah
3 Saya dapat mengontrol emosi
4 Saya tidak memikirkan dampak yang akan muncul bila sedang marah
5 Saya dapat mengendalikan diri saat amarah memuncak
6 Saya mengontrol perasaan marah yang dirasakan
7 Saya segera merubah perasaan sedih menjadi perasaan bahagia
8 Saya tetap berpikir positif terhadap kritikan meskipun sedang kesal
9 Saat sedang stress, saya lebih mudah marah
10 Bila sedang tidak enak hati, saya mudah tersinggung
11 Saya yakin dengan apa yang saya cita-citakan
12 Saya berpikiran positif dengan hal yang saya jalani
13 Apabila menemui hambatan dalam mencapai tujuan, saya akan terus mencari cara lain
14 Saya segera bangkit kembali ketika putus asa
15 Saya merasa tidak memiliki masa depan lagi
16 Saya dapat mengetahui perasaan teman walaupun dia tidak bercerita
17 Saya mengetahui perasaan orang lain dari ekspresi wajah mereka
75
18 Saya kesulitan membaca perasaan orang lain hanya dari ekspresi wajah
19 Saya dapat merasakan apa yang orang lain rasakan
20 Saya mengabaikan perasaan teman yang sedang sedih
21 Orang lain merasa nyaman berteman dengan saya
22 Saya mengetahui waktu yang tepat untuk bercerita
23 Saya senang dapat membantu memecahkan masalah seseorang
24 Mudah bagi saya untuk berteman dengan orang baru
25 Saya memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang lain
Skala 3
NO PERNYATAAN STS TS AS S SS 1 Saya tidak merasa sendirian karena memiliki sahabat yang
peduli
2 Jika merasa lelah, pasangan senantiasa menghibur saya
3 Pasangan meluangkan waktu untuk saya dan anak-anak
4 Pasangan seperti tidak peduli dengan perasaan saya
5 Saya dapat berbagi kesedihan dan kebahagiaan dengan keluarga
6 Keluarga merasakan apa yang saya rasakan
7 Keluarga menawarkan bantuan financial ketika saya membutuhkan
8 Keluarga tidak mau direpotkan ketika saya membutuhkan bantuan secara financial
9 Teman saya mau meminjamkan uang disaat saya membutuhkan
10 Ketika saya memerlukan bantuan, tetangga seperti tidak bersedia membantu
11 Jika saya sedang sibuk, pasangan menawarkan diri untuk membantu
12 Jika saya mengeluh akan suatu hal, keluarga senantiasa menasehati saya
13 Keluarga bersedia memberikan informasi yang saya butuhkan
14 Ketika membutuhkan saran, saya tidak mendapatkannya dari
76
keluarga 15 Saya mendapatkan saran-saran ketika bercerita kepada sahabat
16 Pasangan dapat menenangkan hati saya dengan nasehat-nasehatnya
17 Saya dapat berbagi cerita dengan teman yang memiliki masalah serupa dalam suatu perkumpulan
18 Bergabung dengan komunitas tertentu bagi saya tidak begitu penting
19 Saya merasakan banyak sekali manfaat ketika bergabung dengan komunitas / perkumpulan
20 Saya senang berbagi pengalaman dengan teman seperkumpulan
21 Teman komunitas memberikan kekuatan tersendiri bagi saya sebagai orang tua
Skala 4
NO PERNYATAAN STS TS AS S SS 1 Saya mengucapkan “Alhamdulillah” ketika mendapat nikmat
dari Sang Pemberi
2 Mengucapkan “terimakasih” kepada Tuhan adalah kebiasaan saya ketika mendapatkan nikmat
3 Saya cenderung menyesali apa yang telah diterima
4 Saya berdoa untuk segala hal yang diharapkan
5 Saya berdoa ketika saat mendapat musibah saja
6 Saya meyakini bahwa semua nikmat berasal dari Tuhan
7 Saya menganggap musibah sebagai ujian untuk lebih baik
8 Saya merasa senang atas apapun yang Tuhan berikan
9 Saya merasa kecewa ketika mendapat musibah
10 Keadaan saya saat ini adalah pemberian Allah
11 Ketika mendapat musibah, saya menyalahkan Tuhan
12 Saya menyisihkan sebagian harta untuk orang yang
membutuhkan
77
13 Bagi saya, bersedekah akan mengurangi harta
14 Saya merasa cukup atas rezeki yang diberikan Tuhan
15 Sekalipun hidup sederhana, saya merasa beruntung
16 Ketika mendapat musibah, saya merasa beruntung
78
PATH DIAGRAM
1. Hasil Analisis CFA Penerimaan Orang Tua
DA NI=20 NO=210 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 PM SY FI=PENERIMAAN.COR MO NX=20 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK PENERIMA FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX 11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1 LX 20 1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12 TD 13 13 TD 14 14 TD 15 15 TD 16 16 TD 17 17 TD 18 18 TD 19 19 TD 20 20 TD 2 1 TD 8 6 TD 16 4 TD 12 3 TD 16 9 FR TD 18 17 TD 9 6 TD 9 2 TD 16 7 TD 11 1 TD 12 11 TD 8 4 TD 17 8 TD 12 8 TD 9 8 TD 20 16 TD 17 16 TD 15 10 TD 16 6 TD 20 12 TD 4 3 TD 19 7 TD 19 10 TD 17 14 TD 14 9 TD 19 14 TD 5 1 TD 19 12 TD 10 5 TD 3 2 FR TD 20 14 TD 15 14 TD 14 8 TD 14 10 TD 17 4 TD 10 4 TD 4 2 TD 4 1 TD 19 16 TD 17 13 TD 3 1 TD 15 5 TD 12 2 TD 8 5 TD 19 1 TD 18 13 TD 11 3 TD 15 11 TD 20 3 TD 19 3 TD 5 2 TD 20 6 TD 18 1 TD 11 10 TD 17 1 FR TD 13 12 TD 11 9 TD 17 12 TD 18 15 TD 14 3 TD 15 3 TD 12 10 TD 18 5 TD 10 8 TD 10 6 TD 10 9 TD 6 1 TD 16 14 TD 9 3 TD 9 4 TD 17 9 TD 16 3 TD 18 12 PD OU TV SS MI
79
2. Hasil Analisis CFA Kecerdasan Emosi
DA NI=25 NO=210 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 PM SY FI=KECERDASANEMOSI.COR MO NX=25 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK KECERDAS FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX 11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1 LX 20 1 LX 21 1 LX 22 1 LX 23 1 LX 24 1 LX 25 1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12 TD 13 13 TD 14 14 TD 15 15 TD 16 16 TD 17 17 TD 18 18 TD 19 19 TD 20 20 TD 21 21 TD 22 22 TD 23 23 TD 24 24 TD 25 25 TD 6 5 TD 10 9 TD 19 16 TD 2 1 TD 10 1 TD 25 20 TD 22 21 TD 8 7 TD 24 7 TD 25 4 TD 20 15 TD 12 11 TD 21 12 TD 24 21 TD 17 16 TD 19 17 TD 20 19 TD 23 4 TD 11 7 TD 15 11 TD 13 6 TD 13 10 TD 16 12 TD 16 6 TD 22 14 TD 22 8 TD 19 3 TD 25 15 TD 25 13 TD 13 12 TD 14 12 TD 14 5 TD 18 10 TD 9 4 TD 15 4 TD 20 11 TD 7 1 TD 3 2 TD 4 3 TD 25 3 TD 23 3 TD 18 8 TD 5 2 TD 12 9 TD 22 10 TD 21 13 TD 21 14 TD 19 8 TD 17 4 TD 22 13 TD 22 12 TD 10 4 TD 15 1 TD 19 9 TD 13 9 TD 22 19 TD 11 8 TD 14 13 TD 17 11 TD 20 14 TD 15 14 TD 22 9 TD 12 2 TD 21 6 TD 22 5 TD 6 4 TD 21 19 TD 21 8 TD 21 3 TD 7 3 TD 14 7 TD 25 17 TD 25 2 TD 23 12 TD 24 23 TD 23 10 TD 18 13 TD 18 15 TD 22 6 TD 23 1 TD 14 1 TD 17 10 TD 17 9 TD 20 18 TD 24 11 TD 24 20 TD 7 2 TD 22 15 TD 15 13 TD 15 12 TD 15 8 TD 13 4 TD 23 17 TD 22 17 TD 21 4 TD 24 14 TD 24 6 TD 24 8 TD 25 16 TD 20 16 TD 23 16 TD 23 11 TD 23 9 TD 13 7 TD 12 7 TD 9 7 TD 18 7TD 22 18 TD 24 4 TD 22 11 TD 22 4 TD 14 9 TD 19 2 TD 25 9 TD 25 10 PD OU TV SS MI AD=OFF
80
3. Hasil Analisis CFA Dukungan Emosional
DA NI=6 NO=210 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 PM SY FI=DUKUNGANEMOSIONAL.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK DUKEMOSI FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 3 2 TD 6 5 TD 4 2 PD OU TV SS MI
81
4. Hasil Analisis CFA Dukungan Nyata atau Instrumental
DA NI=5 NO=210 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=DUKUNGANNYATAATAUINSTRUMENTAL.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK DNYINSTR FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 4 2 TD 3 2 PD OU TV SS MI
82
5. Hasil Analisis CFA Dukungan Informasi
DA NI=5 NO=210 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=DUKUNGANINFORMASI.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK DUKUINFO FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 5 4 PD OU TV SS MI
83
6. Hasil Analisis CFA Dukungan Kelompok
DA NI=5 NO=210 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=DUKUNGANKELOMPOK.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK DUKKLMPK FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 4 2 TD 5 4 PD OU TV SS MI
84
7. Hasil Analisis CFA Rasa Syukur
DA NI=16 NO=210 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 PM SY FI=RASASYUKUR.COR MO NX=16 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK RSYUKUR FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX 11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12 TD 13 13 TD 14 14 TD 15 15 TD 16 16TD 2 1 TD 13 11 TD 12 2 TD 7 6 TD 15 7 TD 16 6 TD 11 5 TD 13 5 TD 9 4 TD 9 3 TD 14 13 TD 13 7 TD 6 4 TD 8 4 TD 4 3 TD 8 5 TD 10 8 TD 8 1 TD 16 15 TD 11 2 TD 13 2 TD 9 7 TD 6 3 TD 10 7 TD 16 11 TD 14 3 TD 11 9 TD 11 3 TD 15 11 TD 9 8 TD 8 7 TD 12 7 TD 15 14 TD 14 6 TD 7 4 TD 13 3 TD 5 3 TD 12 1 TD 15 4 TD 9 2 TD 9 5 TD 13 9 TD 15 5 TD 15 8 TD 15 13 TD 5 1 TD 10 5 PD OU TV SS MI