PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN JALAN DI KABUPATEN BOGOR
DESSY YANTI EKA PERMATASARI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Dessy Yanti Eka Permatasari
NIM H14100136
ABSTRAK
DESSY YANTI EKA PERMATASARI. Pengaruh Infrastruktur terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh DEWI ULFAH WARDANI.
Infrastruktur mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi dan
infrastruktur, menganalisis pengaruh infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi
dan menganalisis prioritas kebijakan jalan di Kabupaten Bogor. Data sekunder
yang digunakan dari tahun 1989 hingga 2012 sedangkan data primer didapatkan
melalui hasil wawancara dan kuisioner. Variabel yang digunakan ialah Produk
Domestik Regional Bruto (jutaan rupiah), jumlah puskesmas (unit), jumlah air
bersih yang tersalurkan (m³) dan panjang jalan (km). Hasil yang diperoleh dengan
menggunakan regresi bahwa infrastruktur puskesmas, air bersih dan jalan
memiliki pengaruh positif dan signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Hasil
dengan metode AHP menunjukan bahwa proritas sasaran pertama ialah
meningkatkan penyerapan tenaga kerja dengan prioritas sasarannya penambahan
panjang jalan, prioritas kedua meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan
penambahan fasilitas jalan dan prioritas ketiga mengurangi kemiskinan dengan
penambahan panjang jalan.
Kata kunci: AHP, Infrastruktur, OLS, Pertumbuhan Ekonomi.
ABSTRACT
DESSY YANTI EKA PERMATASARI. Influence of Infrastructure on the Economic
Growth and Road Development Policy in Bogor Regency. Supervised by DEWI
ULFAH WARDANI.
Infrastructure has a very important role on economic growth. The purpose
of this research is for describing economic and infrastructure growth, analyzing
the effect of infrastructure on economic growth and analyzing road policy priority
in Bogor Regency. Secondary data is acquired from the data that has been used
since 1989 to 2012, while primary data is acquired from interview and
questionnaire. The variable used are Regional Gross Domestic Product (millions
of Rupiahs), the number of health center (unit), the amount of fresh water
channeled (m³) and road length (km). Results obtained by using the regression
that the health center infrastructure, water and roads have a positive and
significant effect on economic growth. Results from the AHP method shows that
first target priority is raising employment by adding road length, the second
priority is increasing economic growth by adding road facility and third priority
is reducing poverty by adding the road length.
Key words: AHP, Infrastructure, OLS, Economic Growth.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN JALAN DI KABUPATEN BOGOR
DESSY YANTI EKA PERMATASARI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
Judul Skripsi : Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor
Nama : Dessy Yanti Eka Permatasari
NIM : H14100136
Disetujui oleh
Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.si
Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian ini ialah Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Dewi Ulfah Wardani, Msi.
selaku pembimbing selama proses penyelesaian skripsi, seluruh staf departemen
Ilmu Ekonomi IPB yang telah membantu selama proses pembuatan surat, pihak
BPS Kabupaten Bogor yang telah menyediakan dan melayani penulis saat proses
pengumpulan data, kepada Bappeda yang sudah diperbolehkan untuk
diwawancarai dan menyebarkan kuisioner untuk skripsi ini, kepada Diyane,
Shinta, Egi dan Fitra selaku teman satu bimbingan yang telah membantu. Ucapan
terima kasih juga kepada Ibu tercinta Dewi Yanti Retno Utami, SE, Bapak tercinta
Sudarso, SE dan Adik tercinta Dina Dwi Fitriana Sudaryanti serta keluarga besar
saya yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dan telah memberikan
dukungan secara moril dan materil. Terimakasih juga saya ucapkan pada semua
keluarga besar Ilmu Ekonomi 47 yang telah menjadi keluarga selama masa
perkuliahan.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Dessy Yanti Eka Permatasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Pertumbuhan Ekonomi 4
Infrastruktur 6
Analytical Hierarchy Process (AHP) 7
Analisis Regresi Linier Berganda 9
Penelitian Terdahulu 13
Kerangka Pemikiran 14
Hipotesis Penelitian 15
METODE 15
Jenis dan Sumber Data 15
Metode dan Pengolahan Data 15
Model Penelitian 16
Bagan Analytical Hierarchy Process 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 16
Pertumbuhan PDRB dan Perkembangan Infrastruktur 17
Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 21
Kebijakan Pembangunan Jalan (Metode AHP) 23
SIMPULAN DAN SARAN 25
Simpulan 25
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 28
RIWAYAT HIDUP 30
xii
DAFTAR TABEL
1 Nilai skala banding berpasangan 8 2 Durbin-Watson 12 3 Hasil estimasi model persamaan pengaruh infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor 21
DAFTAR GAMBAR
1 Perbandingan pertumbuhan infrastruktur di Kabupaten Bogor tahun
2008-2012 2
2 Contoh hirarki keputusan dari AHP 8 3 Kerangka pemikiran konseptual 15 4 Bagan Analytical Hierarchy Process 16 5 PDRB Kabupaten Bogor AHDK 2000 tahun 1989-2012 17 6 Distribusi PDRB Kabupaten Bogor AHDK 2000 tahun 2008-2012
berdasarkan sektor 17 7 Panjang jalan kabupaten berdasarkan kondisi jalan baik di Kabupaten
Bogor tahun 1989-2012 18 8 Volume air bersih yang disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Bogor
tahun 1989-2012 19 9 Volume air bersih yang disalurkan menurut jenis pelanggan di
Kabupaten Bogor 2012 19 10 Jumlah puskesmas (puskesmas, puskesmas pembantu dan puskesmas
keliling) di Kabupaten Bogor tahun1989-2012 20
11 Hasil pengolahan AHP menggunakan Expert Choise 2000 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil estimasi model analisis regresi pengaruh infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi 28 2 Uji normalitas 28 3 Uji heteroskedastisitas 28 4 Uji Autokolerasi 29 5 Daftar nama responden BAPPEDA 29
6 Hasil olahan data AHP menggunakan Expert Choise 2000 29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad masyarakat
untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial,
ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik.
Proses pembangunan memiliki tiga tujuan yaitu peningkatan ketersediaan serta
perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok,
peningkatan standar hidup dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi
setiap individu serta bangsa secara keseluruhan.(Todaro dan Smith 2006).
Salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan dalam
suatu Negara adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan itu sendiri
dapat diartikan sebagai gambaran mengenai dampak dari kebijakan-kebijakan
pemerintah yang dilaksanakan dalam bidang ekonomi (Budiono 1992).
Pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita
dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.
Salah satu komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi adalah akumulasi
modal. Akumulasi modal ini dapat dilakukan dengan investasi langsung terhadap
stok modal secara fisik seperti pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan
bahan baku atau dengan melakukan investasi terhadap fasilitas penunjang seperti
infrastruktur yaitu pembangunan jalan raya, penyediaan listrik, air bersih, dan
pembangunan fasilitas komunikasi dan sebagainya.
Pembangunan infrastruktur akan dapat berdampak pada pertumbuhan
ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur sendiri
merupakan prasyarat bagi sektor-sektor lain untuk berkembang dan juga sebagai
sarana penciptaan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Pemberdayaan
sumberdaya untuk membangun infrastruktur akan memicu proses ekonomi
sehingga menimbulkan penggandaan dampak ekonomi maupun sosial. (Setiadi
2006)
Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari
alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif
pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa
pelayanan infrastruktur memengaruhi marginal productivity of private capital,
sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan
infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi (Kwik Kian Gie
2002).
Infrastruktur berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan
produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan
kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu
keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap
pasar tenaga kerja. Infrastruktur juga dapat meningkatkan mobilitas penduduk,
mempercepat laju pengangkutan barang, memperbaiki kualitas dari jasa
pengangkutan tersebut, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana pembangunan,
serta meningkatkan efisiensi penggunaan sarana pembangunan.
Perkembangan daerah perkotaan lebih pesat dibandingkan di pedesaan.
Jakarta telah mengalami perkembangan daerah dan berkaitan dengan daerah
sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi. Oleh karena itu
2
Kabupaten Bogor tidak dapat dipisahkan perkembangannya sebagai daerah
penyangga bagi Ibukota Jakarta.
Struktur perekonomian Kabupaten Bogor yang digambarkan oleh distribusi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menunjukan
bahwa kontribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Bogor pada tahun 2012 dicapai
oleh sektor industri yaitu selalu berada diatas 60 persen. Hal tersebut dapat dilihat
dibeberapa kecamatan di Kabupaten Bogor seperti Gunung Putri, Klapanunggal,
Citeureup dan lain-lain.
Pemerintah mengalokasikan dana dalam bentuk APBD untuk kebutuhan
daerah akan sarana prasarana. Masalah infrastruktur seringkali dituding menjadi
penghambat untuk pertumbuhan ekonomi termasuk Kabupaten Bogor. Sebab itu,
infrastruktur di Kabupaten Bogor harus diberi perhatian untuk kelancaran
kegiatan baik pemerintah maupun publik dan mampu menopang pertumbuhan
Kabupaten Bogor maupun pertumbuhan daerah lainnya. Dari uraian tersebut yang
telah dipaparkan maka perlunya penelitian terkait dengan infrastruktur dan
pertumbuhan ekonomi terutama di Kabupaten Bogor.
Perumusan Masalah
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang cukup luas di Jawa Barat sekitar
2 301.95 Km². Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan dengan jumlah
penduduk sekitar 5 077 210 jiwa pada tahun 2012. PDRB Kabupaten Bogor
tertinggi kedua setelah Kabupaten Bekasi sebesar 32 526 450 juta rupiah (BPS
2014). Dengan jumlah penduduk tertinggi di Jawa Barat, Kabupaten Bogor
diharapkan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk menunjang
kegiatan yang berlangsung di Kabupaten Bogor.
Infrastruktur yang memadai sebagai penunjang aktivitas ekonomi akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur jalan dalam kondisi baik
akan mempermudah mobilisasi penyaluran barang dan jasa dan dapat mengurangi
akses masyarakat yang terisolasi. Infrastruktur air bersih dapat meningkatkan
output yang dihasilkan. Infrastruktur puskesmas akan meningkatkan produktivitas
pekerja.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)
Gambar 1 Perbandingan pertumbuhan infrastruktur di Kabupaten Bogor Tahun
2008-2012
Menurut Gambar 1 pertumbuhan infrastruktur di Kabupaten Bogor tidak
selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2010 jalan mengalami
pertumbuhan negatif, hal ini dikarenakan terjadi pengurangan jumlah panjang
jalan dalam kondisi baik. Apabila semakin banyak jalan yang rusak akan
menurunnya efisiensi jalan. Pertumbuhan infrastruktur air bersih dan puskesmas
-20
0
20
40
2008 2009 2010 2011 2012
Pe
rse
n
Tahun
Puskesmas
Air Bersih
Jalan
3
pada tahun 2008 sampai 2012 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal ini
menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun kebutuhan akan sumber air bersih dan
puskesmas selalu meningkat walaupun pertumbuhan di tiap tahunnya selalu
berbeda.
Hal tersebut akan menjadi masalah untuk pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bogor yang terlihat pada nilai PDRB di Kabupaten Bogor apabila infrastruktur
kurang dan tidak memadai. Dari uraian tersebut yang telah dipaparkan maka
perlunya penelitian terkait dengan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi
terutama di Kabupaten Bogor.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka permasalahan pokok yang
akan di angkat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan PDRB dan infrastruktur (puskesmas, air bersih
dan jalan) di Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana pengaruh infrastruktur (puskesmas, air bersih dan jalan)
terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten Bogor?
3. Apa kebijakan pembangunan infrastruktur jalan yang akan dilakukan oleh
pemerintah Kabupaten Bogor?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menggambarkan perkembangan PDRB dan infrastruktur (puskesmas, air
bersih dan jalan) di Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis pengaruh infrastruktur (puskesmas, air bersih dan jalan)
dalam pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis prioritas kebijakan yang akan dilaksanakan untuk
pembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Di samping untuk menjawab permasalahan yang ada, adapun manfaat dari
penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pengembangan infrastruktur dan melakukan
pembangunan jalan sesuai prioritas di Kabupaten Bogor yang dapat
meningkatkan pembangunan ekonomi.
2. Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian lainnya.
3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi dan pengetahuan umum mengenai perkembangan infrastruktur
yang ada di Kabupaten Bogor.
Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini menggunakan wilayah Kabupaten Bogor untuk
penelitian. Data yang digunakan dari tahun 1989 sampai 2012. Infrastruktur yang
akan diteliti adalah infrastruktur puskesmas yaitu jumlah puskesmas, jumlah
puskesmas pembantu dan jumlah puskesmas keliling, infrastruktur air bersih yaitu
ketersediaan air bersih yang tersalurkan disediakan oleh PT. Perusahaan Daerah
4
Air Minum (PDAM) dan infrastruktur jalan menurut kondisi jalan yaitu jalan
dengan kondisi baik.
Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel tersebut dikarenakan
kurangnya data yang tersedia di BPS Kabupaten Bogor dan menurut penulis tiga
variabel infrastruktur tersebut mudah untuk dilihat dan terukur, infrastruktur jalan
suatu hal yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi karena apabila tidak
adanya jalan distribusi barang dan jasa menjadi sulit dan biaya distribusi menjadi
tinggi, infrastruktur puskesmas dan air bersih dapat menggambarkan
kesejahteraan suatu daerah. Penulis tidak memasukkan variabel listrik walaupun
listrik suatu hal yang sangat penting bagi perekonomian dikarenakan data yang
tersedia tidak dapat diperbandingkan setiap tahunnya karena hanya menggunakan
sample gardu yang berbeda pada tiap tahunnya tidak menggunakan gardu
keseluruhan yang berada di Kabupaten Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
Todaro dan Smith (2006) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu
perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu
sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin
lama semakin besar. Ada tiga komponen utama dalam menentuk an pertumbuhan
ekonomi setiap bangsa, yaitu:
1. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk investasi baru yang ditanamkan
seperti tanah, peralatan fisik, serta sumber daya manusia melalui perbaikan
di bidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan.
2. Pertumbuhan jumlah penduduk, yang pada akhirnya menyebabkan
pertumbuhan angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi, yang diartikan sebagai cara untuk menyelesaikan
pekerjaan.
Akumulasi modal diperoleh bila sebagian dari pendapatan yang diterima
saat ini ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan meningkatkan output
dan pendapatan di masa yang akan datang. Pengadaan pabrik-pabrik, mesin
mesin, peralatan dan bahan baku akan meningkatkan stock modal (capital stock)
fisik suatu negara dan memungkinkan untuk meningkatkan tingkat output yang
ingin dicapai. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus ditopang
oleh berbagai investasi penunjang yang disebut dengan investasi infrastruktur
sosial dan ekonomi. Pengadaan infrastruktur ini meliputi pembangunan jalan,
penyediaan energy listrik, penyediaan sarana air bersih, perbaikan sanitasi,
pembangunan fasilitas komunikasi, dan sebagainya. Keseluruhan dari adanya
penyediaan infrastruktur ini sangat dibutuhkan dalam menunjang dan
mengintegrasikan aktivitas-aktivitas ekonomi dalam suatu Negara.
Teori pertumbuhan klasik pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith.
Merupakan teori pertumbuhan pertama kali yang dikemukakan secara luas serta
menunjukkan bagaimana pertumbuhan ekonomi terjadi dan faktor-faktor apa saja
yang memengaruhinya. Terdapat dua hal yang menyebabkan pertumbuhan
ekonomi yaitu pertumbuhan penduduk dan pembagian tugas para pekerja. Dalam
5
teori ini yang paling memengaruhi ialah pertumbuhan penduduk, karena dengan
pertumbuhan penduduk cenderung akan meningkatkan output serta penduduk
yang meningkat akan memperluas pasar. Pasar yang luas akan meningkatkan
produksi yang akan mendorong spesialisasi dan pembagian kerja pada tenaga
kerja. Kedua hal itu yang menyebabkan kegiatan ekonomi semakin meningkat dan
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Spesialisasi dan pembagian kerja
produktivitas tenaga kerja meningkat dan mendorong terjadinya perkembangan
teknologi. (Jhingan 2000).
Adam Smith sangat optimis dengan proses tersebut dan akan terus terjadi
sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
masyarakat akan terus meningkat. Namun teori tersebut tidak dapat menjelaskan
mengapa Negara dengan faktor produksi melimpah misalnya jumlah penduduk
yang besar tidak berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Roberto Solow dengan teori neo-klasiknya menyumbangkan pemikirannya
dengan memasukan faktor pertumbuhan teknologi sebagai pemacu pertumbuhan
ekonomi. Teori pertumbuhan neo-klasik memandang bahwa jumlah output
(barang dan jasa) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian ditentukan oleh
ketersediaan dan jumlah faktor produksi yang digunakan. Faktor neo-klasik
mengklasifikasi menjadi dua kelompok besar dengan jumlah faktor produksi
dinyatakan dengan fungsi produksi sebagai berikut:
Y=f(K,L) (2.1)
Dimana Y merupakan jumlah output, K adalah jumlah modal, L adalah
jumlah tenaga kerja. Namun dengan menganggap teknologi adalah variabel
eksogen yang mengandung pengertian dengan tidak adanya kemajuan teknologi
yang berimplikasi pada pencapaian tingkat output dan modal jangka panjang
untuk mencapai kondisi keseimbangan yang stabil (steady-state equilibrium).
Fungsi produksi merupakan gambaran pertumbuhan memperlihatkan hasil
pengembalian modal yang semakin berkurang. Jika modal perkapita naik sehingga
para pekerja menggunakan mesin yang semakin banyak, maka output perkapita
naik, tetapi dengan laju yang semakin menurun (diminishing marginal product of
capital).
Kemudian kita mencoba melihat bagaimana kontribusi semua input dan
kemajuan teknologi dalam mempengaruhi pertumbuhan, memasukkan perubahan
teknologi dalam satu fungsi produksi sebagai berikut,
Y=Af(K,L) (2.2)
Dimana A adalah suatu ukuran level teknologi atau disebut total factor
productivity. Output tidak hanya meningkat karena peningkatan pada capital dan
tenaga kerja tetapi juga karena adanya peningkatan pada total factor productivity.
Secara matematis perhitungan pada suatu persamaan linier growth accounting
akan menjadi,
*( )
+ (
)
(2.3)
Dimana dan (I- ) adalah kontribusi dari kapital dan tenaga kerja. Karena
besaran total factor productivity tidak dapat dilihat secara langsung, maka dapat
dihitung dengan manipulaasi matematis persamaan di atas menjadi :
*( )
+ (
) (2.4)
merupakan perubahan pada output yang tidak dapat dijelaskan oleh
perubahan pada input. Oleh karenanya pertumbuhan total factor productivity
dihitung sebagai residual. Total factor productivity dapat berubah dengan berbagai
6
sebab. Perubahan paling sering muncul karena peningkatan pengetahuan
mengenai metode produksi. Faktor lainnya, seperti pendidikan dan peran
pemerintah dapat memengaruhi total factor productivity.
Ada kelemahan dalam teori pertumbuhan neo-klasik, kelemahan inilah yang
akan disempurnakan oleh Teori Pertumbuhan Baru. Teori yang dikembangkan ini
merupakan pengembangan teori pertumbuhan Klasik dan Neoklasik. Teori
pertumbuhan Neoklasik menyatakan bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan
ekonomi hanya mengandalkan pada faktor produksi tidak dapat dipertahankan
secara terus menerus karena dihadapkan dengan masalah pertambahan hasil yang
semakin berkurang. Asumsi Neo-Klasik menyatakan bahwa kemajuan teknologi
bersifat “eksogen”, sehingga konsekuensi asumsi ini adalah terjadinya The Law of
Diminishing Return, karena teknologi dianggap sebagai faktor produksi tetap
(fixed input).
Dalam pendekatan teori pertumbuhan baru kemajuan teknologi bersifat
“endogen” dan model ini memperbolehkan adanya increasing return to scale
pada agregat produksi serta adanya pesan eksternalitas dalam menentukan laju
return on capital investment. Produktivitas dapat terus tumbuh dengan cara
menghindari diminishing return terhadap modal atau melalui kemajuan teknologi
secara internal.
Infrastruktur
Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi,
pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial
dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi
sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem
infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur
dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan
untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat.
Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Fasilitas
transportasi memungkinkan orang, barang, dan jasa yang diangkut dari satu
tempat ke tempat lain di seluruh dunia. Perannya sangat penting baik dalam
proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi dan
ekspor. Telekomunikasi, listrik, dan air merupakan elemen sangat penting dalam
proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi dan
ekspor yaitu pada perdagangan, industri, dan pertanian. Keberadaan infrastruktur
akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi,
dan sebaliknya apabila mengabaikannya akan menurunkan produktivitasnya.
(BAPPENAS 2003).
The World Bank membagi infrastruktur menjadi 3 jenis, yaitu infrastruktur
ekonomi, infrastruktur sosial, dan infrastruktur administrasi. Infrastruktur
ekonomi merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas
ekonomi, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi dan gas),
public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi
(jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya). Infrastruktur sosial
meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan, dan rekreasi dan infrastruktur
administrasi meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi, dan koordinasi.
(World Bank 1994).
7
Selain itu ada yang membagi infrastruktur menjadi infrastruktur dasar dan
pelengkap yaitu infrastruktur dasar (basic infrastructure) dan infrastruktur
pelengkap (complementary infrastructure), infrastruktur dasar meliputi sektor-
sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar
untuk sektor perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non tradeable)
dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial yaitu jalan
raya, kereta api, kanal, pelabuhan laut, drainase, bendungan dan sebagainya.
Infrastruktur pelengkap seperti gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum.
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Proses Hirarki Analitik (Analitic Hierarchy Process) dikembangkan oleh
Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an. Model
yang berada di wilayah probabilistik ini merupakan model pengambilan
keputusan dan perencanaan strategis. Ciri khas model ini adalah penentuan skala
prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analisis secara berjenjang,
terstruktur atas variabel keputusan.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding
dengan metode yang lain karena alasan-alasan yaitu struktur yang berhirarki,
sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang
paling dalam, memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi
inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil
keputusan dan memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas
pengambilan keputusan.
Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan
kelemahan dalam sistem analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah
pertama, kesatuan yaitu AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak
terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami. Kedua,
kompleksitas yaitu AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui
pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif. Ketiga, saling
ketergantungan yaitu AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang
saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier. Keempat, struktur hirarki
yaitu AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan
elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen
yang serupa. Kelima, pengukuran yaitu AHP menyediakan skala pengukuran dan
metode untuk mendapatkan prioritas. Keenam, konsistensi yaitu AHP
mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk
menentukan prioritas. Ketujuh, sintesis yaitu AHP mengarah pada perkiraan
keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif.
Kedelapan, trade off yaitu AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor
pada sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan
mereka. Kesembilan, penilaian dan konsensus yaitu AHP tidak mengharuskan
adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil penilaian yang berbeda.
Kesepuluh, pengulangan proses yaitu AHP mampu membuat orang menyaring
definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian
mereka melalui proses pengulangan.
Kelemahan metode AHP adalah pertama, ketergantungan model AHP pada
input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal
ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti
jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. Kedua, metode AHP ini
8
hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada
batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
Dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP, ada beberapa prinsip
dasar yang harus dipahami :
1. Decomposition
Gambar 2 Contoh Hierarki Keputusan dari AHP
Prinsip ini merupakan pemecahan persoalan-persoalan yang utuh menjadi
unsur-unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan dimana setiap
unsur atau elemen saling berhubungan. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat,
pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan
pemecahan yang lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari
persoalan yang ada. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikatakan complete
dan incomplete. Suatu hirarki disebut complete bila semua elemen pada suatu
tingkat berhubungan dengan semua elemen pada tingkat berikutnya, sementara
hirarki keputusan incomplete adalah kebalikan dari complete.
Bentuk struktur dekomposisi yakni :
Tingkat pertama : Tujuan keputusan (goal)
Tingkat kedua : Kriteria-kriteria
Tingkat ketiga : Alternatif-alternatif
2. Comparative judgement
Tabel 1 Nilai Skala Banding Berpasangan
Nilai Keterangan
1 Kriteria/ alternatif A sama pentingnya dengan kriteria/
alternatif B
3 A sedikit lebih penting daripada B
5 A jelas lebih penting daripada B
7 A sangat jelas lebih penting daripada B
9 A mutlak lebih penting daripada B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Sumber : Saaty (1988)
Prinsip ini memberikan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen
pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang di atasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari penggunaan metode AHP. Penilaian ini dapat
disajikan dalam bentuk matriks yang disebut matriks pairwise comparison yaitu
Tujuan
Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria i
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif j
9
matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi beberapa
alternatif untuk kriteria. Skala preferensi dengan skala 1 menunjukkan tingkat
paling rendah sampai dengan skala 9 tingkatan paling tinggi. Untuk skala
perbandingan berpasangan disajikan dalam Tabel 1.
3. Synthesis of priority
Pada prinsip ini menyajikan matriks pairwise comparison yang kemudian
dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise
comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priorty
dapat dilakukan sintesa diantara local priority.
4. Logical consistency
Merupakan karakteristik yang paling penting. Hal ini dapat dicapai dengan
mengagresikan seluruh vektor eigen yang diperoleh dari tingkatan hirarki dan
selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan
urutan pengambilan keputusan.
Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah
sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang
ingin diurutkan.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing
tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai
tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam
matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak
konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector
yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan
menggunakan matlab maupun manual.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis
pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah
sampai pencapaian tujuan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka
penilaian harus diulang kembali.
Analisis Regresi Linier Berganda
Metode OLS dikemukakan oleh ahli matematika bangsa Jerman yaitu Carl
Friedrich Gauss. Metode OLS dengan asumsi-asumsi tertentu, mempunyai sifat
statistik yang sangat menarik dan menjadikan metode tersebut adalah metode
yang baik untuk mengestimasi parameter persamaan regresi (Firdaus 2004).
Analisis regresi linear berganda merupakan suatu metode yang digunakan
untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel independen yang mempengaruhi
10
variabel dependennya. (Gujarati 2007), metode OLS dapat digunakan jika
dipenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Nilai rata-rata bersyarat dari unsur gangguan populasi, tergantung kepada
nilai tertentu variabel yang menjelaskan adalah nol
2. Varians bersyarat dari residual adalah konstan atau homokedastik
3. Tidak ada autokorelasi dalam residual
4. Variabel yang menjelaskan adalah nonstokastik
5. Tidak ada multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan
6. Variasi residual menyebar normal
Asumsi di atas jika dipertahankan dalam model regresi linear berganda,
maka penduga terkecilnya mempunyai variansi minimum yang merupakan
penduga linear tak bias terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE).
Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah
melakukan berbagai pengujian statistik, ekonomi dan ekonometrik. Pengujian
statistik dilakukan dengan uji signifikansi (uji t), analisis varian (uji F) dan uji
koefisien determinasi (R²). Sedangkan pengujian ekonometrik dilakukan untuk
mengestimasi parameter regresi dengan menggunakan OLS asumsi-asumsi klasik.
Untuk melihat ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi klasik maka dilakukan
uji autokorelasi, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Apabila terjadi
pelanggaran maka akan diperoleh hasil estimasi yang tidak valid.
Model Umum Analisis Regresi Linier Berganda
Model umum analisis regresi berganda dapat digambarkan seperti berikut ini:
Yi = + + + ……+ βn Xtn + (2.5)
Dimana:
Y = Variabel endogen atau tak bebas
t = Tahun
β = Intersep atau nilai Y saat I = 0
, , Xn = Variabel eksogen/bebas β
, , = Paramater dari , , = Error term atau derajat kesalahan
Uji Kriteria Statistik
Uji Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien Determinasi (R²) mengukur goodness of fit dari persamaan regresi
linear berganda. Nilai R² menyatakan persentase keragaman total dari peubah
tidak bebas yang dijelaskan oleh semua peubah secara bersama-sama.
∑
∑ ∑ ∑
∑ (2.6)
Nilai R² berkisar antara nol dan satu, kecocokan model dikatakan lebih baik jika
R² semakin mendekati 1.
11
Uji T
Nilai t hitung digunakan untuk menguji parameter koefisien regresi
sehingga dapat diketahui apakah terdapat pengaruh nyata dari masing-masing
variabel independen (Xt) yang dipakai secara parsial terhadap variabel dependen
(Y).
Hipotesis:
: = 0
: ≠ 0, dimana t = 1, 2, 3, ...,n
Uji statistik yang digunakan adalah uji t:
t-hitung = –( )
( ) (2.7)
t-tabel = ta/2(n-k)
dimana :
bt = Koefisien ke-t yang ditaksir.
Βt = Parameter ke-t yang ditaksir.
S(bt) = Standar deviasi bt.
k = Jumlah parameter termasuk intersep.
n = Jumlah observasi.
Kriteria uji:
t-hitung > ta/2(n-k) , maka tolak
t-hitung < ta/2(n-k) , maka terima
Jika ditolak berarti variabel independen berpengaruh nyata terhadap
variabel dependen dalam model dan sebaliknya jika diterima berarti variabel
independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
Uji F
Pengujian hipotesis tentang parameter koefisien regresi secara keseluruhan
untuk menguji keandalan persamaan regresi yang diperoleh menggunakan uji
statistik F.
Hipotesis:
: βt = 0
: minimal ada salah satu βt ≠ 0, dimana t = 1, 2, 3, ...,n.
F hitung = ( )⁄
( )⁄ (2.8)
F tabel = Fa(k-1,n-k)
Dimana :
= Koefisien determinasi.
k = Jumlah parameter termasuk intersep.
n = Jumlah observasi.
Kriteria uji:
F-hitung > Fa(k-1,n-k) , maka tolak
F-hitung < Fa(k-1,n-k) , maka terima
Jika ditolak, maka seluruh variabel independen secara bersama-sama
mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi dan derajat kebebasan
tertentu. Jika diterima, maka seluruh variabel bebas secara bersama-sama tidak
mempengaruhi variabel tak bebas pada tingkat signifikansi dan derajat kebebasan
tertentu.
12
Uji Kriteria Ekonometrika
Uji Autokorelasi
Suatu model dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat
gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil
estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Pada
program Eviews 6.1, uji autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin-Watson
(DW) pada tabel 2.
Uji Heteroskedastisitas
Menurut Gujarati (2007) salah satu asumsi penting dari model regresi linear
klasik adalah bahwa gangguan (disturbance) yang muncul dalam fungsi regresi
adalah homoskedastik. Arti dari homoskedastik adalah apabila dalam suatu model
persamaan semua gangguannya memiliki varians yang sama, dimana lambang
yang digunakan adalah E ( ) = 2 , t = 1, 2, ..., N. Sedangkan, jika pada suatu
model persamaan jika semua gangguannya tidak memiliki varians yang sama atau
konstan, maka model tersebut dikatakan mendapatkan masalah
heteroskedastisitas. Ada beberapa cara atau teknik yang dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya gejala heteroskedastisitas pada model, yaitu:
1. Melalui metode grafik
Pada metode grafik ini dilihat bagaimana bila nilai-nilai ut² diplot dengan
nilai-nilai variabel bebas (X) akan ditemui suatu pola tertentu. Jika pola yang
terbentuk random (acak), maka model tersebut bersifat homoskedastik (memiliki
var ( ) konstan untuk semua nilai X). Sebaliknya jika nilai-nilai ut² yang diplot
dengan nilai-nilai variabel bebas (X) berfluktuasi tajam dan memiliki pola yang
sistematik atau menunjukkan trend tertentu, maka model tersebut bersifat
heteroskedastik (memiliki var ( ) tidak konstan untuk semua nilai X).
2. Melalui Uji Formal
Salah satu kelemahan pengujian secara grafis adalah tidak jarang kita ragu
terhadap pola yang ditunjukkan grafik, sehingga terkadang dibutuhkan uji formal
untuk memutuskannya. Uji formal yang tersedia cukup banyak, beberapa uji yang
umum dipakai adalah:
a) Uji Park.
b) Uji Breusch-Pagan-Godfrey.
c) Uji White (White’s General Heteroskedasticity Test).
Tabel 2 Durbin-Watson
Nilai DW Hasil
4-dl < DW < 4 Tolak H0, korelasi serial negatif
4-dl < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan
2 < DW < 4-du Terima H0, tidak ada korelasi serial
Du < DW < 2 Terima H0, tidak ada korelasi serial
dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan
0 < DW < dl Tolak H0, korelasi serial positif
13
Sebagaimana permasalahan lain yang terdapat pada analisis regresi,
permasalahan heteroskedastisitas juga harus diatasi. Ada beberapa macam teknik
yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan heteroskedastisitas, teknik
tersebut adalah:
1. Metode Generalized Least Square (GLS).
2. Transformasi dengan 1/Xj.
3. Transformasi dengan 1/iX.
4. Transformasi dengan E(Yt)
5. Transformasi dengan Logaritma.
Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas
(tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Gejala
adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukkan oleh nilai p < α (0,05). Yang
dimaksud asumsi heteroskedastisitas adalah :
H0 : Terjadi homoskedastisitas
H1 : Terjadi heteroskedastisitas
Dikatakan bahwa heteroskedastisitas menyebabkan penafsiran koefisien
regresi menjadi tidak efisien.
Uji Multikoleniaritas
Asumsi lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala
multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat
pada sesama variabel bebas (eksogen). Uji multikolinearitas dalam Eviews 6.1
dinamakan uji mulkolinearitas, yaitu untuk melihat apakah terjadi korelasi yang
kuat antara variabel-variabel independennya. Cara pengujiannya adalah:
• Nilai korelasi dua variabel independen tersebut mendekati satu.
• Nilai korelasi parsial akan mendekati nol
Apabila terjadi kolinearitas maka variabel yang dimasukan dalam
persamaan linear hanya variabel independen yang memiliki korelasi partial yang
tinggi. Selain itu dapat pula dengan melihat nilai Inflation Factor (VIF) dalam
tabel coefficients. Apabila nilai VIF < 10 maka tidak terdapat gejala
multikolinearitas.
Penelitian Terdahulu
Ida Bagus Kumara (2013) yang menganalisis pengaruh ketersediaan
infrastruktur terhadap tingkat pengangguran: analisis kabupaten/kota di Jawa dan
di luar Jawa 2007-2011. Variabel bebas yang digunakan adalah akses rumah
tangga terhadap air bersih (AIR), akses rumah tangga terhadap listrik (LTK),
panjang jalan (lnJLN), jumlah sekolah (lnSK), jumlah ranjang rumah sakit (lnTT),
dan variabel dependen adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur ekonomi dan
kesehatan dapat mengurangi jumlah pengangguran, sedangkan infrastruktur
pendidikan cenderung meningkatkan jumlah pengangguran. Secara umum,
dampaknya lebih besar di Pulau Jawa.
Heri Purnomo (2009) yang menganalisis dampak pembangunan
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi. Dengan
menggunakan metode OLS didapatkan hasil bahwa infrastruktur jalan tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi,
14
infrastruktur irigasi dan air berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bekasi.
Perwita (2009) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi di 25 kabupaten tertinggal Kawasan Timur
Indonesia. Penelitian menggunakan data sekunder berupa data panel 25 kabupaten
tertinggal KTI untuk periode tiga tahun (2003, 2005 dan 2007). Teknik estimasi
yang dilakukan adalah analisis regresi data panel dengan metode Generalized
Least Square (GLS). Hasil penelitian dengan menggunakan model fixed effect
menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi (panjang jalan, jumlah keluarga
pengguna telepon, jumlah keluarga pengguna listrik) dan infrastruktur sosial
(jumlah sekolah) berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga
dapat membantu kabupaten tertinggal menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan
mampu berinteraksi dengan daerah lainnya sehingga akses ke berbagai faktor
produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau.
Nuraliyah (2011) dalam penelitiannya menganalisis pengembangan
infrastruktur dalam pengentasan kemiskinan. Hasil yang diperoleh berdasarkan
hasil estimasi regresi data ialah infrastruktur listrik, air bersih, dan infrastruktur
kesehatan di Jawa berpengaruh nyata positif terhadap pertumbuhan ekonomi,
sedangkan di luar Jawa hanya infrastruktur listrik dan air bersih yang nyata positif
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur jalan baik di Jawa
maupun di luar Jawa tidak signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu pertumbuhan di Jawa dapat menurunkan kemiskinan. Sebaliknya terjadi
di luar Jawa bahwa pertumbuhan ekonomi ternyata meningkatkan kemiskinan.
Nur Fajri Rahmawati (2008) yang menganalisis pengaruh pelaksanaan
konsep agropolitan dan strategi pengembangan agropolitan di Kabupaten
Magelang. Dengan metode AHP maka didapatkan hasil bahwa pelaksanaan
agropolitan di Kawasan Merapi-Merbabu masih banyak menemui kendala
terutama yang berkaitan dengan pengadaan modal, pengadaan teknologi dan
sumberdaya pelaku atau petani yang kurang berkembang. Setelah pelaksanaan
agropolitan, kawasan yang memiliki peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk
sektor pertanian adalah Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan
Candimulyo, Kecamatan Pakis, Kecamatan Grabak dan Kecamatan Ngablak.
Setelah pelaksanaan agropolitan, ketersediaan fasilitas publik di tujuh kawasan
agropolitan mengalami peningkatan terutama peningkatan pada fasilitas industri
dan pengangkutan. Strategi prioritas pengembangan agropolitan Borobudur yang
dipilih oleh responden adalah pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis dan
agrowisata.
Kerangka Pemikiran
Berikut pemaparan kerangka pemikiran dalam penelitian ini, infrastruktur
yang digunakan dalam penelitian adalah puskesmas, air bersih, jalan yang akan
dihubungkan dengan pertumbuhan ekonomi untuk melihat pengaruh infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan metode OLS, lalu infrasruktur jalan
dihubungkan dengan implikasi kebijakan jalan untuk melihat kebijakan
pembangunan jalan yang akan dilakukan dengan metode AHP.
15
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka pemikiran yang telah
dijelaskan maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Jumlah puskesmas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi
karena dengan meningkatnya puskesmas maka masyarakat akan lebih
sehat dan produktivitas masyarakat meningkat dan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
2. Jumlah air bersih yang tersalurkan mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi karena semakin banyak jumlah air bersih yang
tersalurkan menggambarkan banyaknya air bersih yang digunakan oleh
masyarakat, yang berarti ketersediaan akses daerah terhadap air bersih
dapat membantu meningkatkan pergerakan ekonomi daerah.
3. Jumlah panjang jalan yang ada di Kabupaten Bogor mempunyai pengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan
memperlancar proses pendistribusian dan memudahkan akses antar daerah.
METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan
menggunakan kuisioner yang disebarkan kepada responden dan data sekunder
time series dari tahun 1989 sampai 2012. Data sekunder yang digunakan adalah
data Pendapatan Domestik Regional Bruto (Jutaan Rupiah) Kabupaten Bogor,
jumlah puskesmas (unit), air bersih (M³), panjang jalan (Km), dan data yang
dikumpulkan merupakan data sekunder yang didapatkan dari Badan Pusat
Statistik (BPS), baik BPS pusat maupun BPS Kabupaten Bogor. Data sekunder
juga bisa diperoleh dari studi kepustakaan, dan literatur yang relevan dan
berhubungan dengan penelitian dapat didukung dari perpustakaan Institut
Pertanian Bogor (IPB), serta instansi lainnya.
Metode dan Pengolahan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan
Eviews 6.1 untuk menganalisis pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan
Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan
Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor
Puskesmas Air Bersih Jalan
Implikasi
Kebijakan Jalan
Pertumbuhan
Ekonomi
Metode
AHP
Metode
OLS
Infrastruktur
16
ekonomi, dan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pengolahan
data menggunakan Expert Choise 2000 untuk menganalisis kebijakan
pembangunan jalan di Kabupaten Bogor.
Model Penelitian
Pada penelitian ini, model yang digunakan mempunyai bentuk:
LnYt = k + a LnPUS + b LnAIR + c LNJLN + (3.1)
LN adalah Logaritma Natural. Data pada penelitian ini ditransformasi
dengan cara logaritma natural. Hal ini bertujuan agar dapat menghasilkan model
terbaik yang terbebas dari masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan
autokorelasi.
Y = Produk Domestik Regional Bruto ( jutaan rupiah )
K = Intersep atau nilai Y saat I = 0
PUS = Infrastruktur puskesmas (unit)
AIR = Infrastruktur air bersih (M³)
JLN = Infrastruktur jalan (KM)
a, b, c = koefisien variabel independen
t = tahun
et = error term
Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat dan
BPS Kabupaten Bogor.
Analytical Hierarchy Process
TUJUAN
SASARAN
STRATEGI
Gambar 4 Bagan Analytical Hierarchy Process
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengukur
kinerja pembangunan ekonomi suatu daerah. Dalam mengukur tingkat
pertumbuhan ekonomi dapat digunakan nilai Produk Domestik Regional Bruto
Strategi Kebijakan pada
Pembangunan Jalan
Mengurangi
Kemiskinan
Meningkatkan
Pertumbuhan
Ekonomi
Meningkatkan
Penyerapan
Tenaga Kerja
Perbaikan
Jalan
Penambahan
Panjang Jalan
Penambahan
Fasilitas Jalan
17
(PDRB). Nilai PDRB yang akan dilihat yaitu menggunakan nilai PDRB atas dasar
harga konstan karena tidak memperhitungkan tingkat perkembangan inflasi yang
ada. Sehingga PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan tingkat
pertumbuhan riil barang dan jasa dalam suatu periode tertentu.
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2014 (diolah)
Gambar 5 PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 1989-
2012
Nilai PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan menunjukkan
peningkatan pada tahun 1989 hingga 1997, namun sempat mengalami penurunan
pada tahun 1998 karena disebabkan krisis yang terjadi di Indonesia, lalu perlahan
membaik mulai tahun 2000 hingga 2012, namun kecendrungan PDRB Kabupaten
Bogor meningkat dari tahun 1989 hingga 2012. Pada Gambar 5 dari tahun 1989
hingga tahun 2012 terjadi peningkatan PDRB sebesar Rp 21 552 718. Nilai PDRB
Kabupaten Bogor pada tahun 1989 sebesar Rp 14 978 025 dan pada tahun 2012
mencapai Rp 36 530 743.
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2014 (diolah)
Gambar 6 Distribusi PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000
tahun 2008-2012 berdasarkan sektor
Gambar 6 menggambarkan besarnya persentase kontribusi tiap sektor dalam
membentuk PDRB Kabupaten Bogor dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Dapat
dilihat bahwa rentang waktu tersebut sektor yang paling tinggi memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor adalah sektor
industri yang besarnya selalu diatas 60 persen, selanjutnya adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang berada diatas 10 persen, sedangkan 7 sektor
lainnya hanya memberikan kontribusi dibawah 10 persen. Namun tidak menutup
kemungkinan bahwa sektor yang memiliki kontribusi kecil dalam pembentukan
PDRB dapat membantu perkembangan sektor-sektor lainnya, karena dari 9 sektor
ini saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lainnya.
0
10000000
20000000
30000000
40000000
198919911993199519971999200120032005200720092011
Juta
an R
up
iah
Tahun
PDRB
18
Perkembangan Infrastruktur di Kabupaten Bogor
Infrastruktur Jalan
Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang sangat penting guna
memperlancar kegiatan perekonomian. Tersedianya jalan yang berkualitas akan
meningkatkan usaha pembangunan khususnya dalam upaya memudahkan
mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang suatu daerah ke daerah
lain.
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2014 (diolah)
Gambar 7 Panjang jalan kabupaten berdasarkan kondisi jalan baik di Kabupaten
Bogor tahun1989-2012
Gambar 7 adalah panjang jalan Kabupaten Bogor yang berkondisi baik,
kondisi jalan di Kabupaten bogor tidak selalu menunjukkan kondisi jalan yang
membaik disetiap tahunnya. Kondisi jalan baik pada tahun 1997 menurun
diakibatkan karena Indonesia sedang menggalami krisis dan kurangnya
pembiayaan untuk menangani kondisi jalan, namun 2001 kondisi jalan baik sudah
mulai meningkat kembali sampai tahun 2012 walaupun sempat terjadi penurunan
namun tidak terlalu drastis. Panjang jalan dalam kondisi baik di Kabupaten bogor
mengalami peningkatan sebesar 1 053 987 km dari tahun 1989 hingga 2012 dan
terjadi peningkatan sebesar 91 085 km dari tahun 2011 ke tahun 2012.
Panjang ideal jalan dalam melayani pergerakan masyarakat berdasarkan
jumlah penduduk, luas wilayah dan PDRB Kabupaten Bogor adalah 3 680.60 km.
Sedangkan panjang jalan yang ada adalah 1 758. 041 km atau 47.77 persen dari
kebutuhan ideal, yang terdiri dari jalan nasional sepanjang 121.497 km, jalan
provinsi 129.989 km dan jalan kabupaten yang bernomor ruas sepanjang 1
748.915 km. Selain itu, terdapat pula jalan-jalan yang tidak bernomor ruas dan
jalan-jalan desa dengan jumlah yang terus bertambah pada setiap tahun, akibat
pembukaan jalan baru atau peningkatan jalan yang dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat ataupun pengusaha.
Panjang jalan di Kabupaten Bogor sampai dengan Bulan Desember 2009
dalam kondisi mantap (kondisi baik dan sedang) adalah sepanjang 1 304.976 km
atau 74.62 persen, sedangkan sisanya sepanjang 443.939 km atau sebesar 25,38
persen dalam kondisi rusak. Belum maksimalnya infrastruktur transportasi dalam
memfasilitasi pergerakan masyarakat disebabkan rendahnya jumlah jalan mantap
dan pembangunan jalan-jalan baru, serta belum maksimalnya struktur konstruksi
jalan. Kondisi tersebut diperburuk dengan tingginya frekuensi bencana alam dan
beban lalu lintas yang sering melampaui kapasitas.
0
500000
1000000
1500000
19
89
19
91
19
93
19
95
19
97
19
99
20
01
20
03
20
05
20
07
20
09
20
11
Km
Tahun
Panjang Jalan (km)
19
Infrastruktur Air Bersih
Ketersediaan air bersih merupakan salah satu prasyarat bagi terwujudnya
permukiman yang sehat. Oleh karena itu akses masyarakat terhadap air bersih
merupakan hal yang mutlak dipenuhi. PDAM Kabupaten Bogor adalah perusahan
air minum yang menyuplai kebutuhan air bersih masyarakat di Kabupaten Bogor.
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8 selama kurun waktu 24 tahun yaitu dari
tahun 1989 hingga tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah air yang disalurkan oleh
PDAM di Kabupaten Bogor sebesar 23 207 609 m³, atau dapat dikatakan pada
tahun 2012 terjadi pertumbuhan jumlah air yang disalurkan oleh PDAM sebesar 1
391.3 persen dibandingkan tahun 1989. Peningkatan jumlah air bersih yang
disalurkan disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan
kegiatan perekonomian yang ada di Kabupaten Bogor.
Sumber: BPS Kabupaten Bogor (diolah)
Gambar 8 Volume air bersih yang disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Bogor
tahun 1989-2012
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 9, sebanyak 73 persen jumlah air
yang disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 digunakan
untuk kepentingan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena banyaknya keperluan
rumah tangga yang menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, seperti
penggunaan untuk air minum, mandi dan mencuci.
Sumber: BPS Kabupaten Bogor (diolah)
Gambar 9 Volume air bersih yang disalurkan menurut jenis pelanggan di
Kabupaten tahun 2012
Pada cakupan pelayanan air bersih baru mencapai 25 kecamatan. Cakupan
sanitasi air bersih di 80 desa/kelurahan di 19 kecamatan, yang memiliki kapasitas
produksi sebesar 2 098.5 l/dt. Sementara itu, cakupan pelayanan air bersih baru
mencapai 56,86 persen, terdiri dari PDAM 15 persen dan sisanya pedesaan dari
jumlah penduduk Kabupaten Bogor. Peningkatan cakupan sarana air bersih yang
dilakukan oleh unsur pemerintah hanya 1 persen sampai 2 persen pertahun.
Rendahnya cakupan pelayanan air bersih, diantaranya karena menurunnya
0
10000000
20000000
30000000
m³
Tahun
Air Bersih (m³)
2%
73%
3%
4% 14% 4%
Sosial
Rumah Tangga
Pemerintah
Niaga
Khusus
20
ketersediaan sumber daya air baku dan daya dukung lingkungan, akibat
tersumbatnya badan air/sungai oleh sedimentasi yang relatif tinggi.
Infrastruktur Puskesmas
Kesejahteraan merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka
peningkatan SDM penduduk Kabupaten Bogor, dengan adanya upaya tersebut
diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik dan akhirnya
akan menimbulkan produktivitas yang tinggi.
Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang paling dekat dengan
masyarakat Kabupaten Bogor. Berdasarkan Gambar 10 ketersediaan infrastruktur
puskesmas di Kabupaten Bogor cenderung meningkat, namun sempat mengalami
penurunan pada tahun 1999 dan tahun 2008 dan selanjutnya mengalami
peningkatan kembali hingga tahun 2012. Jumlah puskemas mengalami penurunan
karena pada tahun tertentu jumlah puskesmas keliling tidak beroperasi sementara
dan puskesmas pembantu mengalami pengurangan. Pada tahun 1990 jumlah
puskesmas mengalami peningkatan sebesar 3.42 persen dari tahun 1989 dan pada
tahun 2012 terjadi peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 1989 yaitu sebesar
62.32 persen.
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2014 (diolah)
Gambar 10 Jumlah Puskesmas (puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas
keliling) di Kabupaten Bogor tahun 1989-2012
Berdasarkan data pada Bappeda Kabupaten Bogor pada tahun 2010, rasio
cakupan pelayanan kesehatan dasar penduduk dimana perbandingan puskesmas
dengan penduduk adalah 1:33 850 dan perbandingan puskesmas pembantu dengan
penduduk sebesar 1:13 669. Selain itu pada tahun 2010, cakupan pelayanan
kesehatan dasar masyarakat miskin mencapai 37.27 persen, angka kesembuhan
baru mencapai 92 persen, ibu hamil gizi baik sebesar 91.5 persen, balita kurang
energi protein sebesar 9.87 persen, balita gizi baik sebesar 88.82 persen. Pada
tahun 2010, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang berkompetensi baru
mencapai 78.60 persen dan cakupan pelayanan desa/kelurahan mencapai 81.07
persen.
Meskipun mengalami peningkatan, tetapi kondisi derajat kesehatan
masyarakat belum memenuhi harapan. Oleh karena itu, dilakukan upaya-upaya
pembangunan bidang kesehatan melalui peningkatan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan dasar dan pengembangan peran serta masyarakat dalam
bidang kesehatan. Upaya peningkatan akses dilakukan melalui pembangunan
sarana kesehatan khususnya di tingkat desa, peningkatan status Puskesmas
menjadi Puskesmas dengan tempat perawatan (DTP), penambahan Puskesmas
keliling dan ambulan, pengembangan Puskesmas mampu PONED dan klinik gizi.
0
100
200
300
Un
it
Tahun
Jumlah Puskesmas
21
Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dalam penelitian ini menggunakan uji kriteria ekonometrik, uji yang
pertama yaitu uji kenormalan, uji kenormalan digunakan untuk memeriksa apakah
error term menyebar normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan Jarque
Bera Test. Hasil uji didapat nilai probabilitas (0.447952) > α 5 persen maka error
term menyebar normal.
Uji yang kedua ialah uji autokolerasi, autokolerasi merupakan korelasi yang
terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi error masa lalu dan error
masa sekarang. Pengujian adanya permasalahan dalam pengolahan data
autokolerasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfreg Serial
Correlation Test dengan hasil didapat pada Prob-Chi Squared sebesar 0.0516 > α
5 persen, sehingga pada persamaan ini tidak terapat gejala autokolerasi.
Uji yang ketiga ialah uji heteroskedastisitas, uji heteroskedastisitas
merupakan gejala yang terjadi dalam model regresi linier jika variabelnya
berbeda-beda atau bervariasi. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan
dengan menggunakan White Test. Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan
bahwa persamaan fungsi pada penelitian ini tidak mengandung gejala
heteroskedastisitas. Pada persamaan didapat nilai Prob Chi-Square sebesar 0.8627
> α 5 persen. Dengan nilai hasil tersebut dengan asumsi tidak ada
heteroskedastisitas terpenuhi.
Uji keempat ialah uji multikolinieritas, asumsi ini menyatakan bahwa tidak
adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model.
Jika ada hubungan linier antara dua atau lebih variabel bebas maka dikatakan
terjadi multikolinierritas dan hal tersebut merupakan penyimpangan asumsi.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinieritas, maka dapat dilakukan
dengan VIF < 10 karena semua variabel pada Tabel 3 VIF < 10 maka uji
multikolinieritas terpenuhi.
Persamaaan regresi untuk analisis pengaruh infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
LNPDRB = 10.43857 + 0.417844 LNPUS + 0.060952 LNAIR + 0.254260
LNJLN
Tabel 3 Hasil estimasi model persamaan pengaruh infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. VIF
LNPUS 0.417844 0.186026 2.246153 0.0361 4,108
LNAIR 0.060952 0.026976 2.259474 0.0352 2.387
LNJLN 0.254260 0.054261 4.685883 0.0001 2.994
C 10.43857 0.550174 18.97322 0.0000
R-squared 0.876332 Mean dependent var 16.97539
Adjusted R-squared 0.857782 S.D. dependent var 0.238144
S.E. of regression 0.089808 Akaike info criterion -1.831263
Sum squared resid 0.161311 Schwarz criterion -1.634920
Log likelihood 25.97515 Hannan-Quinn criter. -1.779173
F-statistic 47.24127 Durbin-Watson stat 1.029287
Prob(F-statistic) 0.000000
22
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa hasil estimasi yang dihasilkan dari
analisis pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Bogor adalah nilai koefisien determinasi R-Square adalah 0.876332 persen,
artinya 0.876332 persen keragaman variabel dependen adalah PDRB dapat
dijelaskan oleh model yaitu jalan, listrik, air bersih dan puskesmas sedangkan
sisanya 0.123668 persen keragaman tidak dapat dijelaskan oleh regresi yang
digunakan.
Nilai probabilitas F-statistik yang dihasilkan adalah sebesar 0,000000 yang
artinya variabel-variabel independennya dalam penelitian ini berpengaruh
terhadap variabel dependennya pada taraf nyata lima persen. Maka dengan tingkat
selang kepercayaan 95 persen, dapat disimpulkan bahwa variabel puskesmas, air
bersih dan jalan bersama-sama signifikan terhadap PDRB dengan tingkat
kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa nilai probabilitas
dari variabel puskesmas, air bersih dan jalan lebih kecil dari taraf nyata lima
persen masing-masing 0.0001, 0.0352, dan 0.0361. Hal ini dapat dikatakan bahwa
variabel independen tersebut secara individu berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang ditunjukkan oleh nilai PDRB.
Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh pada Tabel 3, panjang jalan
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Nilai
koefisien variabel infrastruktur jalan sebesar 0.254260 artinya pertambahan
panjang jalan sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Bogor sebesar 0.254260 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai
dengan hipotesis awal yang menyebutkan bahwa pertumbuhan infrastruktur jalan
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor.
Panjang jalan mempunyai peran yang penting dalam kegiatan perekonomian
daerah. Adanya fasilitas infrastruktur jalan akan mempermudah distribusi faktor
produksi, baik barang maupun jasa. Selain itu pengembangan jalan akan
membuka akses suatu wilayah terhadap wilayah lainnya sehingga pertumbuhan
ekonomi akan meningkat dan mengurangi daerah yang terisolasi. Kondisi jalan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jalan dengan kondisi baik.
Jumlah air bersih yang tersalurkan ke masyarakat memiliki pengaruh yang
positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Nilai koefisien dari
infrastruktur air bersih ini adalah sebesar 0,060952, artinya kenaikan jumlah air
bersih yang tersalurkan sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bogor sebesar 0,060952 persen (cateris paribus). Hal ini
sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa bertambahnya jumlah air
bersih yang tersalurkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Bogor.
Jumlah air yang tersalurkan menunjukkan seberapa besar jumlah air bersih
yang dikonsumsi oleh masyarakat. Semakin banyak jumlah air bersih yang
digunakan menggambarkan seberapa besar akses suatu daerah terhadap
ketersediaan air bersih. Air bersih yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air
bersih yang disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Bogor.
Jumlah puskesmas memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bogor. Nilai koefisien dari infrastruktur puskesmas ini adalah
sebesar 0,417844, artinya kenaikan jumlah air bersih yang tersalurkan sebesar satu
persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor sebesar
0,417844 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang
23
menyatakan bahwa bertambahnya jumlah puskesmas yang ada akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor.
Jumlah puskesmas yang ada menunjukkan seberapa besar masyarakat
menggunakan puskesmas tersebut. Semakin banyak jumlah puskesmas yang
digunakan menggambarkan seberapa besar akses suatu daerah terhadap
puskesmas. Puskesmas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu puskesmas,
puskesmas pembantu dan puskesmas keliling.
Prioritas Kebijakan Jalan di Kabupaten Bogor dengan Metode AHP
Penyusunan hirarki merupakan bagian terpenting dari model AHP, karena
menjadi dasar para narasumber untuk memberi penilaian/pendapat secara lebih
sederhana. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan kuisioner kepada orang
yang benar-benar ahli dibidangnya. Dalam penelitian ini peneliti memberikan
kuisioner kepada BAPPEDA Kabupaten Bogor yang berdasar pada Rancangan
Pembangunan Jamgka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor, diharapkan
permasalahan yang kompleks akan menjadi lebih sederhana dan mudah untuk
dipahami. Dalam model AHP yang digunakan dalam penelitian ini, hirarki yang
disusun terdiri dari 3 level, dengan level puncak sebagai fokus/goal dari hirarki,
yaitu: “Strategi Kebijakan Pembangunan Pada Pembangunan Jalan”. Hirarki
model AHP secara lengkap disajikan dalam metode penelitian.
Level 1 adalah Sasaran, yang terbagi menjadi tiga sasaran yang hendak
dicapai, yaitu:
1. Sasaran mengurangi kemiskinan adalah suatu sasaran yang bermaksud
untuk mengurangi kemiskinan yang merupakan masih menjadi masalah
utama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor
2. Sasaran meningkatkan pertumbuhan ekonomi, adalah suatu sasaran yang
bermaksud untuk menciptakan upaya dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, dalam hal ini dilihat PDRB Kabupaten Bogor.
3. Sasaran meningkatkan penyerapan tenaga kerja, adalah suatu sasaran yang
bermaksud untuk mengurangi pengangguran di Kabupaten Bogor.
Level 2 adalah Alternatif strategi kebijakan pembangunan jalan di
Kabupaten Bogor, yaitu :
1. Meningkatkan perbaikan jalan, alternatif ini bermaksud untuk
meningkatkan perbaikan jalan yang yang berada di Kabupaten Bogor,
seperti memperbaiki jalan yang rusak yang berada disetiap daerah di
Kabupaten Bogor
2. Meningkatkan panjang jalan, alternatif ini bermaksud untuk
meningkatkan panjang jalan kedaerah-daerah yang belum adanya jalan
dan ke daerah yang hanya biasa dilewati oleh kendaraan beroda dua saja.
3. Meningkatkan fasilitas jalan, alternatif ini bermaksud untuk
meningkatkan fasilitas jalan seperti drainase, rambu, marka, pengaman
jalan dan jembatan timbang yang berada ditiap daerah di Kabupaten
Bogor.
Berdasarkan data-data dan perhitungan dari hasil penelitian responden atas
kuisioner AHP tersebut, maka diperoleh hasil urutan prioritas berdasarkan
prioritas tertinggi ditampilkan pada Gambar 11. Menurut hasil penilaian nara
sumber Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor (BAPPEDA), dengan menggunakan
metode AHP prioritas sasaran yang pertama ialah meningkatkan penyerapan
tenaga kerja, dengan urutan prioritas kebijakannya yaitu penambahan panjang
24
jalan, penambahan fasilitas jalan dan perbaikan jalan. Prioritas sasaran kedua ialah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan urutan prioritas kebijakannya ialah
penambahan fasilitas jalan, penambahan panjang jalan dan perbaikan jalan.
Prioritas sasaran ketiga ialah mengurangi kemiskinan dengan urutan prioritas
kebijakannya ialah penambahan panjang jalan, penambahan fasilitas jalan, dan
perbaikan jalan.
Gambar 11 Hasil Pengolahan AHP Menggunakan Expert Choise 2000
Sasaran Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja
Dengan sasaran meningkatkan penyerapan tenaga kerja maka yang menjadi
prioritas pertama kebijakan yang harus dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor adalah penambahan panjang jalan. Dengan adanya penambahan panjang
jalan pada daerah-daerah baru akan membuka peluang para investor untuk
berinvestasi dan menanamkan modalnya didaerah tersebut seperti pembuatan
pabrik baru. Secara tidak langsung hal tersebut dapat menyerap tenaga kerja
sekitar daerah tersebut. Dengan melakukan cara tersebut diharapkan tingkat
pengangguran di Kabupaten Bogor menurun setiap tahunnya.
Sasaran Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Dengan sasaran meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka yang menjadi
prioritas pertama kebijakan yang harus dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor adalah penambahan fasilitas jalan. Dengan adanya penambahan fasilitas
jalan seperti drainase baik, rambu, marka, pengaman jalan dan jembatan timbang
maka kondisi jalan menjadi baik tidak ada jalan berlubang, jalan menjadi teratur
masyarakat pun menjadi nyaman, maka penambahan fasilitas jalan penting untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena dapat meningkatkan produktivitas
masyarakat, tidak adanya kemacetan yang diakibatkan jalanan yang rusak dan
rambu-rambu yang kurang.
Str
ateg
i K
ebij
akan
Pad
a P
emb
angu
nan
Jal
an
1. Meningkatkan Penyerapan
Tenaga (0,424)
1. Penambahan Panjang Jalan (0,385)
2. Penambahan Fasilitas Jalan (0,313)
3. Perbaikan Jalan (0,243)
2. Meningkatkan Pertumbuhan
Ekonomi (0,400)
1. Penambahan Fasilitas Jalan (0,353)
2. Penambahan Panjang Jalan (0,325)
3. Perbaikan Jalan (0,322)
3. Mengurangi Kemiskinan
(0,176)
1. Penambahan Panjang Jalan (0,382)
2. Penambahan Fasilitas Jalan (0,375)
3. Perbaikan Jalan (0,243)
25
Penambahan fasilitas jalan hampir sudah dilaksanakan ditiap daerah di
Kabupaten Bogor. Namun penambahan fasilitas berbeda-beda tiap daerah,
contohnya di Kecamatan Gunung Putri masih banyak jalanan yang berlubang
yang diakibatkan karena kurangnya drainase saluran air, dan hal tersebut sangat
mengganggu produktivitas industri yang berada dikawasan tersebut seperti
penyaluran barang yang lambat akibat kemacetan yang terjadi karena jalanan
berlubang dan menyebabkan biaya produksi semakin tinggi diakibatkan
peningkatan pemakaian bahan bakar.
Sasaran Mengurangi Kemiskinan
Dengan kondisi perekonomian yang cukup baik di Provinsi Jawa Barat,
Kabupaten Bogor masih mengalami masalah yaitu kemiskinan yang cukup tinggi
sebesar 424.31 ribu jiwa, walaupun turun setiap tahunnya. Masih banyak
penduduk yang rentan terhadap masalah sosial dan berada dibawah garis
kemiskinan karena belum banyak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai
yang mengakibatkan masih tingginya angka pengangguran di Kabupaten Bogor
sekitar 9.07 persen.
Jalan merupakan sarana penunjang transportasi memiliki peran penting
khususnya transportasi darat. Dalam rangka mengurangi kemiskinan di Kabupaten
Bogor, prioritas yang seharusnya dilakukan ialah dengan penambahan panjang
jalan. Dengan penambahan panjang jalan di daerah-daerah miskin di Kabupaten
Bogor dapat terbukanya daerah-daerah terisolasi, meningkatkan produktivitas
ekonomi rakyat dan wilayah juga meningkatkan pendapatan masyarakat,
mempermudah perhubungan antara pusat produksi dan pusat pemasaran,
mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi di pedesaan, mempermudah lalu lintas
barang dan jasa sehingga dapat mengurangi jumlah kemiskinan di Kabupaten
Bogor.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan yaitu pengaruh infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi dan kebijakan pembangunan jalan di Kabupaten
Bogor maka didapatkan hasil sebagai berikut:
1. PDRB Kabupaten Bogor cenderung meningkat dari tahun 1989 hingga
2012 namun sempat mengalami penurunan pada tahun 1998 dikarenakan
krisis yang terjadi di Indonesia. Infrastruktur puskesmas cenderung
meningkat dari tahun 1989 hingga 2012 namun sempat mengalami
penurunan di beberapa tahun dikarenakan puskesmas keliling ditiadakan
sementara dan puskesmas pembantu mengalami pengurangan.
Infrastruktur air bersih pada tahun 1989 hingga 2012 cenderung meningkat
dikarenakan adanya lonjakan penduduk di Kabupaten Bogor. Infrastruktur
panjang jalan cenderung meningkat setiap tahunnya hanya saja sempat
mengalami penurunan ditahun 1998 dikarenakan kurangnya pembiayaan
pembetulan jalan karena krisis yang terjadi di Indonesia.
26
2. Variabel infrastruktur puskesmas, air bersih dan jalan memberikan
pengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini
membuktikan bahwa infrastruktur memiliki peranan yang sangat penting
dalam perekonomian Kabupaten Bogor.
3. Dalam penetapan prioritas kebijakan pembangunan jalan di Kabupaten
Bogor prioritas pertama yang harus dilakukan ialah meningkatkan
penyerapan tenaga kerja yaitu penambahan panjang jalan, prioritas kedua
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu penambahan fasilitas jalan dan
prioritas ketiga mengurangi kemiskinan ialah penambahan panjang jalan.
Saran
Dari hasil analisis yang didapatkan maka saran yang dapat disampaikan
diantaranya :
1. Infrastruktur harus dikembangkan secara kualitas maupun kuantitas baik
infrastruktur jalan, air bersih maupun puskesmas untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
2. Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya mengikuti saran yang penulis
berikan dalam penentuan prioritas pembangunan jalan di Kabupaten
Bogor.
3. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya perlunya penelitian untuk prioritas
kebijakan pembangunan infrastruktur air bersih dan puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Infrastruktur
Indonesia Sebelum, Selama, dan Pasca kritis. Jakarta (ID) : Perum
Percetakan Negara RI
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Bogor Dalam Angka, Berbagai
Edisi. Jakarta (ID) ; BPS Kabupaten Bogor
Budiono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu
Ekonomi No.4.BPFE. Yogyakarta
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara,
Jakarta
Gujarati, D.N. 2007. Dasar Ekonometrika Ed ke-3.Julius A Mulyadi
[Penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga
Jhingan, 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : Rajawali
Press.
Kumara, Ida Bagus. 2013. Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur terhadap Tingkat
Pengangguran: Analisis Kabupaten/ Kota di Jawa dan Luar Jawa 2007-
2008. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor
Kwik K G. 2002. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur dan Pemukiman.
Bandung (ID): BAPPENAS
Nuraliyah. 2011. Peran Pengembangan Infrastruktur dalam Pengentasan
Kemiskinan di Indonesia: Jawa dan Luar Jawa [tesis]. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purnomo, Heri. 2009. Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bekasi. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor
27
Prasetyo R B. Firdaus M. 2009. Pengaruh Infrastruktur Pada Pertumbuhan
Ekonomi Wilayah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
Pembangunan. 2(2): 222-236
Rahmawati, Nur Fajri. 2008. Pengaruh Pelaksanaan Agropolitan Terhadap
Perkembangan Ekonomi di Tujuh Kawasan Agropolitan Kabupaten
Magelang. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor
Saaty, Thomas.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Seri
Manajemen No.134. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta
Sari, P. 2009. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia [skripsi].
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setiadi, Elen .2006. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Dasar Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia (8 Provinsi di Sumatra). Jakarta
: FE UI
Todaro MP, Stephen CS. 2006. Pembangunan Ekonomi Ed ke-9. Haris Munandar
[Penerjemah] Jakarta (ID): Erlangga
World Bank. 1994. World Development Report: Infrastructure For Development.
Oxford University Press, New York
28
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Estimasi Model analisis regresi pengaruh infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Dependent Variable: LNY
Method: Least Squares
Date: 04/30/14 Time: 15:54
Sample: 1989 2012
Included observations: 24
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. VIF
LNX2 0.417844 0.186026 2.246153 0.0361
4,108
LNX3 0.060952 0.026976 2.259474 0.0352 2.387
LNX4 0.254260 0.054261 4.685883 0.0001 2.994
C 10.43857 0.550174 18.97322 0.0000
R-squared 0.876332 Mean dependent var 16.97539
Adjusted R-squared 0.857782 S.D. dependent var 0.238144
S.E. of regression 0.089808 Akaike info criterion -1.831263
Sum squared resid 0.161311 Schwarz criterion -1.634920
Log likelihood 25.97515 Hannan-Quinn criter. -1.779173
F-statistic 47.24127 Durbin-Watson stat 1.029287
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 2. Uji Normalitas
Lampiran 3 Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1.545962 Prob. F(9,14) 0.2242
Obs*R-squared 11.96288 Prob. Chi-Square(9) 0.2154
Scaled explained SS 4.662589 Prob. Chi-Square(9) 0.8627
0
1
2
3
4
5
6
-0.15 -0.10 -0.05 -0.00 0.05 0.10 0.15
Series: Residuals
Sample 1989 2012
Observations 24
Mean 5.17e-16
Median 0.013874
Maximum 0.129306
Minimum -0.152563
Std. Dev. 0.083747
Skewness -0.457199
Kurtosis 2.122494
Jarque-Bera 1.606140
Probability 0.447952
29
Lampiran 4 Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2.951355 Prob. F(2,18) 0.0779
Obs*R-squared 5.926736 Prob. Chi-Square(2) 0.0516
Lampiran 5 Daftar Nama Responden BAPPEDA
Iin Kamaluddin, SE, M.Si Kasubid Monitoring dan Evaluasi
Ir. Dadang Sofyan Iskandar, M.Si Kepala Bidang Pemerintahan dan PP
Ir. Suryanto Putra, M.Si Kepala Bidang Sarpras dan TRLH
Lampiran 6 Hasil Olahan Data AHP Menggunakan Expert Choise 2000
STRATEGI
SASARAN
SKOR
>Mengurangi Kemiskinan
>Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
>Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja
Perbaikan Jalan 0.243 0.322 0.302 0.300
Penambahan Panjang Jalan 0.382 0.325 0.385 0.360
Penambahan Fasilitas Jalan 0.375 0.353 0.313 0.340
Bobot 0.176 0.4 0.424
Inconsistency 0.01 0.01 0.04
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1992 dari pasangan
Sudarso,SE dan Dewi Yanti Retno Utami,SE. Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara, anak kedua bernama Dina Dwi Firiana Sudaryanti. Penulis
bersekolah di SD Angkasa IX Jakarta Timur, SMP 157 Jakarta Timur, SMA 113
Jakarta Timur, dan pada tahun 2010 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN. Penulis diterima sebagai mahasiswi di
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
Selama menuntut ilmu di IPB penulis telah mengikuti berbagai kepanitiaan
setingkat Departemen, Fakultas, dan IPB. Selama di bangku kuliah, dan penulis
mendapat beasiswa dari Charoen Phokphan.