Download - Penelitian pisang

Transcript
Page 1: Penelitian pisang

BAB I

PENDAHULUAN

Pisang sebagai komoditas buah-buahan unggulan Nasional, prioritas program

pengembangannya secara agribisnis. Selama periode sepuluh tahun terakhir, produksi pisang

Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang relatif rendah, yaitu dengan laju pertumbuhan

produksi rata-rata 3,26 persen pertahun. Walaupun produktivitas pisang meningkat hingga

8,96 persen pertahun, tetapi rendahnya pertumbuhan produksi tersebut disebabkan adanya

penurunan areal panen sebesar 5,72 persen pertahun.

Konsumsi pisang perkapita masyarakat Indonesia selama lima tahun terakhir (1987-

1993) terjadi penurunan sekitar 0,48 persen pertahun. Namun demikian ekspor pisang justru

mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Pada tahun 1993 ekspor buah pisang Indonesia

mencapai 24,9 ribu ton atau senilai 3,3 juta US dollar (BPS, 1994). Disamping itu telah

berkembang industri olahan yang memanfaatkan komoditas pisang. Hal ini menunjukkan

bahwa pisang mempunyai prospek untuk ditingkatkan pengembangannya.

Secara nasional, Sulawesi Tenggara merupakan daerah sentra produksi pisang terbesar

kedua setelah Sulawesi Tenggara. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi terhadap

produksi nasional sebesar 15,18 persen. Sebagian besar areal tanaman pisang di SULTRA

berada di lahan kering. Tingkat produktivitasnya masih sangat rendah, yaitu baru mencapai

sekitar 18 kg pertandan pada tahun 2001 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sulawesi

Tenggara, 2001). Sedangkan dari uji rakitan teknologi di Kendari dan Lumajang pada lahan

kering Inceptisol dengan tingkat kesuburan rendah bisa mencapai 21,6 – 23,9 kg/tandan

(Kasijadi dkk, 1996). Selain itu , beberapa tahun terakhir populasi pisang di Sulawesi

Tenggara menurun secara drastis akibat serangan layu fusarium dan bakteri. Akibatnya

pemenuhan permintaan konsumen, yang seleranya semakin meningkat dan kebutuhan industri

olahan pisang (sale, keripik dan tepung) yang berkembang belum dapat terpenuhi.

Masalah utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas dan mutu buah pisang di

lahan kering adalah : (a) pengembangan tanaman pisang belum mengikuti petunjuk zona

agroekologi yang sesuai, sehingga tidak semua wilayah pengembangan mempunyai

keunggulan komparatif yang tinggi; (b) kualitas bibit yang ditanam petani umumnya kurang

baik, karena varietas beragam dan bibit berasal dari anakan; (c) jarak tanam tidak teratur dan

pemeliharaan sangat sederhana, diantaranya tidak dipupuk dan tidak mengurangi Jumlah

anakan serta membuang daun kering; (d) berkembangnya lalat buah dan fusarium yang tanpa

dilakukan pencegahannya; dan (e) kurangnya pengetahuan petani tentang teknik panen agar

tampilan buah berkualitas sesuai permintaan pasar (Kasijadi, dkk. 1996).

Dalam rangka menanggulangi masalah di atas, telah tersedia hasil penelitan

komponen teknologi budidaya pisang, meliputi : bibit berasal dari kultur jaringan atau bit

(Kasijadi, dkk, 1996); populasi optimal 1600 pohon/ha (Widjajanto, 1993; Ernawanto, dkk.

ii

Page 2: Penelitian pisang

1997); dosis pemupukan berdasarkan tingkat keseburan tanah (Satuhu dan Supriyadi, 1993;

Ernawanto, dkk. 1997); pengendalian hama ngengat (Nacolia actasima) dengan penyaputan

menggunakan pestisida sistemik pada pangkal jantung pisang atau injeksi pada ujung jantung

pisang (Handoko, dkk. 1996) dan pengendalian penyakit busuk batang coklat dan layu bakteri

menggunakan agensia hayati (Hanudin dan Djatmika, 1998; Rosmahani, 1999;

Sulistyaningsih, dkk. 1995; Suwastika, dkk. 2000). Selain itu untuk meningkatkan

produktivitas lahan dalam usahatani pisang telah tersedia rakitan teknologi tanaman sela saat

tanamn pisang sebelum berumur 1 tahun menggunakan nenas atau jagung – kacang tanah

(Kasijadi, dkk. 2000). Walaupun demikian komponen teknologi tersebut belum dikaji dalam

bentuk rakitan teknologi sistim usahatani.

Banyak jenis pisang yang dikembangkan petani di sulawesi tenggar, namun jenis

unggulan dan spesifik lokasi antara lain adalah pisang kultivar Ambon kuning. Untuk

mendukung keberhasilan pengembangan produksi pisang Ambon kuning di sulawesi tenggara,

diperlukan tersedianya paket teknologi usahatani pisang di lahan kering yang efisien dan

mudah diterapkan oleh petani.

Pengkajian sistim usahatani pisang di lahan kering bertujuan untuk : (a) mendapatkan

rakitan teknologi pisang ambon kuning spesifik lokasi lahan kering yang memberikan

pertumbuhan tanaman optimal; (b) mendapatkan teknologi tanaman sela yang layak secara

ekonomis pada sistem usahatani pisang ambon kuning spesifik lokasi lahan kering; dan (c)

mendapatkan cara penggunaan fungisida hayati yang efektif untuk pengendalian penyakit

layu fusarium pada sistem usahatani tanaman pisang ambon kuning spesifik lokasi lahan

kering

ii

Page 3: Penelitian pisang

BAB II

KAJIAN TEORI

Karakterisasi merupakan proses mencari ciri spesifik yang dimiliki oleh tumbuhan yang

digunakan untuk membedakan diantara jenis dan antarindividu dalam satu jenis suatu

tumbuhan. Berikut ini merupakan karakterisasi tanaman pisang yang diadaptasi

dari International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI), 1996.

1. Ketinggian tanaman

Tidak semua tanaman pisang memiliki ketinggian yang sama. Ketinggian tanaman

pisang terbagi menjadi: (a) kerdil, dan (b) normal. Ketinggian tanaman pisang yang kurang

dari 1 meter termasuk tanaman yang kerdil, sedangkan ketinggian tanaman lebih dari 1 meter

termasuk normal.

 Gambar 14. Karakter berdasarkan ketinggian tanaman pisang.

(Sumber: Dokumentasi penelitian)

2. Ketegakan daun

Ketegakan daun yang dimiliki pisang mas pun berbeda-beda. Ada yang memiliki ketegakan

daun: (a) tegak, (b) menengah (intermediate), dan (c)melengkung kebawah.

ii

Page 4: Penelitian pisang

Gambar 15. Karakter berdasarkan ketegakan daun

 (Sumber: Dokumentasi penelitian)

3. Warna batang semu

Batang pada tanaman pisang yang sering kita lihat itu sebenarnya bukanlah batang yang

sesungguhnya. Batang yang sesungguhnya terletak jauh di dalam dan tertutupi oleh pelepah-

pelepah daun pisang. Pelepah-pelepah daun pisang ini sering disebut dengan sebutan batang

semu. Ada beberapa variasi warna yang terjadi pada batang semu, antara lain: (a) kuning, (b)

kuning kehijauan, (c) merah kehijauan, (d) hijau, (e) merah, (f) merah muda keunguan.

 Gambar 16. Karakter berdasarkan warna batang semu

(Sumber: Dokumentasi penelitian)

4.      Warna tepi tangkai daun

Pada tepi tangkai daun tanaman pisang terdapat variasi warna. Ada yang berwarna antara lain:

(a) hijau, (b) hitam, dan (c) merah muda keunguan.

Gambar 17. Karakter berdasarkan warna tepi tangkai daun

 (Sumber: Dokumentasi penelitian)

5.  Bercak pada batang semu

Pada pisang mas mamiliki bercak batang semu yang berbeda-beda, ada yang berwarna:

(a) merah, (b) keunguan, dan (c) berwarna coklat.

ii

Page 5: Penelitian pisang

Gambar 18. Karakter berdasarkan bercak pada batang semu

(Sumber: Dokumentasi penelitian)

6.  Keadaan tepi tangkai daun

Keadaan tepi tangkai daun pun dapat dibedakan. Ada yang memiliki tepi tangkai

daun: (a) bersayap dan menjepit batang, (b) bersayap dan tidak menjepit batang, dan

(c)bersayap dan bergelombang.

Gambar 19. Karakter berdasarkan keadaan tepi tangkai daun

(Sumber: Dokumentasi penelitian)

7.  Bentuk pangkal daun

Bentuk pangkal daun yang dapat kita amati dari jenis tanaman pisang mas memiliki variasi.

Terdapat 3 variasi bentuk pangkal daun pada tanaman pisang mas yaitu dengan bentuk

pangkal daun (a) membulat keduanya, (b) salah satu sisi membulat dan (c) bentuk pangkal

daun yang meruncing keduanya.

(Sumber : IPGRI, 1996: 29)

 Gambar 20. Karakter berdasarkan bentuk pangkal daun

ii

Page 6: Penelitian pisang

8.      Tipe kanal (potongan melintang tangkai daun ketiga)

Tipe kanal ini dapat kita lihat jika kita memotong melintang tangkai daun pisang (tangkai

daun yang ketiga). Terdapat bentuk tipe kanal yang berbeda dari jenis tanaman pisang mas,

yaitu: (a) terbuka dengan tepi yang melebar kesamping, (b)terbuka dengan tepi yang melebar

dan tegak, (c) lurus dengan tepi tegak, (d) tepi menutup, dan (e) tepi saling menutupi.

(Sumber : IPGRI, 1996: 27)

 Gambar 21. Karakter berdasarkan tipe kanal

(Sumber: Dokumentasi penelitian)

9.        Bercak pada pangkal tangkai daun

Apabila kita mengamati pada pangkal tangkai daun terdapat bentuk bercak yang berbeda

yaitu: (a) bercak kecil, (b) bercak besar, dan (c) tidak memiliki bercak (tanpa bercak).

 Gambar 22. Karakter berdasarkan bercak pada pangkal tangkai daun

(Sumber: Dokumentasi penelitian)

10. Warna bercak tangkai daun

Warna bercak pada tangkai daun dapat dibedakan lagi dari warnanya. Ada bercak tangkai

yang berwarna: (a) coklat, (b) coklat tua, dan (c) coklat kehitaman.

 Gambar 23. Karakter berdasarkan warna bercak tangkai daun

ii

Page 7: Penelitian pisang

11.      Warna helaian daun bagian permukaan atas dan bawah

Warna helaian daun bagian permukaan atas berbeda dengan warna bagian permukaan bawah

pada setiap tanaman. Pada permukaan atas daun terdapat warna: (a)hijau kekuningan, (b) hijau

sedang, dan (c) hijau. Pada bagian permukaan bawah terdapat warna: (a) hijau

kekuningan, (b) hijau sedang, dan adapula yang berwarna (c) merah keunguan.

a. Warna daun permukaan atas

b. Warna daun permukaan bawah

 (Sumber: Dokumentasi penelitian)

ii

Page 8: Penelitian pisang

BAB III

MATERI DAN METODOLOGI

Pengkajian sistem usahatani pisang ambon kuning spesifik lokasi lahan kering

dilakukan di dataran rendah iklim sedang-basah (C – B) menurut Schemidt – Ferguson).

Pengkajian mengikut sertakan petani dan penyuluh dengan menggunakan prinsip On Farm

Research. Dari hasil pelaksanaan PRA yang mengikut-sertakan Dinas Pertanian Tanaman

Pangan, penyuluh pertanian dan ketua kelompok tani, pengkajian dilaksanakan di lahan

petani desa Olehsari kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi seluas 1 ha, dengan

melibatkan 4 petani kooperator. Rancangan percobaan menggunakan petak berpasangan,

terdiri 3 perlakuan dan 4 petani sebagai ulangan. Setiap ulangan dilakukan oleh seorang

kooperator. Perlakuan meliputi : (a) Teknologi input tinggi, (b) Teknologi input madya, dan

(c) Teknologi petani (Tabel 1).

Data agronomis yang diamati dalam kajian ini adalah : (a) pertambahan tinggi

tanaman dan diameter batang pisang setiap bulan, dan (b) produksi tanaman sela. Data

ekonomi yang diamati meliputi : (a) biaya produksi pisang, (b) biaya produksi tanaman sela,

dan (c) penerimaan tanaman sela.

Analisis data pengkajian sistim usahatani pisang ambon kuning di lahan kering

meliputi : (a) agronomis dengan sidik ragam; (b) ekonomis dengan masukan luaran (input-

output) dan (c) penelitian super impused dengan sidik ragam.

Tabel 1. Rakitan teknologi Budidaya Pisang Ambon Kuning di Lahan Kering

Komponen

Teknologi

Teknologi

Input tinggi Input Madya Petani

Asal bibit Kultur jaringan Bit Anakan

Populasi 1600 pohon/ha 1600 pohon/ha 1600 pohon/ha

Jarak tanam 2 m x 2 m x 4 m 2 m x 2 m x 4 m 2 m x 2 m x 4 m

Pemupukan 1,2 kg ZA +0,26 kg

SP-36 +0,52 kg KCl+

Pupuk organik 10

kg/pohon

1,2 kg ZA + 0,13 kg

SP-36 + 0,26kg

KCl + Pupuk organik

10kg/pohon

1,2 kg ZA + 0,13 kg

SP-36 + + Pupuk

organik 10kg/pohon

Pengendalian hama

buah (Nicolia dan

trips)

Ujung jantung pisang

diinjeksi insektisida

sistemik dosis 7,5

cc/pohon

Ujung jantung pisang

diinjeksi insektisida

sistemik dosis 7,5

cc/pohon

Ujung jantung pisang

diinjeksi insektisida

sistemik dosis 7,5

cc/pohon

Pengendalian

penyakit layu

Trichoderma Sp Trichoderma Sp Trichoderma Sp

ii

Page 9: Penelitian pisang

fusarium

Tanaman sela*) Nenas jagung – kacang

tanah

kacang tanah –

kacang tanah

Umur panen 14 – 16 bulan dari

tanam

14 – 16 bulan dari

tanam

14 – 16 bulan dari

tanam

Keterangan *) Rakitan teknologi budidaya tanaman sela disajikan pada Tabel 2

Tabel 2. Rakitan Teknologi Budidaya Tanaman Sela Teknologi Diperbaiki dan Introduksi

Dalam Usahatani Pisang di kecamatan Parigi Kabupaten Muna

No Komponen

Jagung teknologi

diperbaiki

Kacang tanah

teknologi

diperbaiki

Nenas (introduksi)

1. Varietas Bisi-2 Gajah Quen

2. Pengolahan tanah Bajak dibajak Dibajak

3. Banyak benih/bibit 20 kg/ha 100 kg/ha 85.000/ha

4. Jarak dalam baris 20 cm x 80 cm 10 cm x 40 cm 20 cm x 30 cm x 50

cm

5. Pemupukan 450 kg Urea +

150 kg SP-36 +

100 kg KCl/ ha

100 kg Urea +

75 kg SP-36 +

100 kg KCl/ ha

1.500 kg ZA + 12.000

l Sipramin/ha

6. Penyiangan 2 x 2 x 2 x

7. Pengend. hama &

peny

PHT PHT PHT

8. Umur panen 103 hari 95 hari 16 bulan

Untuk melengkapi komponen teknologi dalam sistem usahatani pisang di lahan kering

tentang pengendalian penyakit layu fusarium, dilakukan penelitian Super Impused “jenis

fungisida hayati”. Metoda penelitian menggunakan rancangan acak kelompok di ulang 4 kali.

Perlakuan meliputi : (1) Tanpa fungisida;

(2) Trichoderma Sp;

(3) Penicillium Sp; dan

(4) Gliocladium Sp

Pengamatan penelitian Super Impused meliputi :

(1) Jumlah tanaman sakit per petak dan

(2). Koloni jamur fusarium

BAB IV

ii

Page 10: Penelitian pisang

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Lokasi Pengkajian

Kabupaten Muna merupakan daerah penghasil Kripik pisang ambon kuning. Pada

tahun 2009 daerah ini merupakan daerah sentra produksi pisang ke 2 di sulawesi tenggara

setelah kabupaten Kolaka, dengan tanaman pisang yang menghasilkan sekitar 3 juta pohon

dan produksi 12,4 kg/pohon. Pada tahun 2011 kabupaten Muna menjadi sentra produksi

kedua setelah Kolaka dengan tanaman pisang yang menghasilkan sekitar 4,3 juta pohon

produksi 7,38 kg/pohon. Hal ini menunjukkan bahwa produksi pisang di Kabupaten Muna

terjadi penurunan yang sangat tajam. Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian

Tanaman Pangan kabupaten Muna wilayah kecamatan Parigi dahulu merupakan

sentra produksi pisang. Akan tetapi dengan adanya serangan penyakit fusarium dan

penyakit darah, sebagian besar tanaman pisang mati dan produktivitasnya sangat

rendah.

Pengkajian dilakukan di kecamatan Parigi kabupaten Muna. Berdasarkan zona

agroekologi (ZAE), lokasi pengkajian ini termasuk kategori iiax1 yaitu ketinggian sekitar 300

m dari permukaan laut, suhu panas, kelembaban termasuk lembab, wilayahnya di lereng

tengah vulkan dari gunung Ijen dan kelerengan 15 – 30 %. Tanah di lokasi pengkajian

termasuk kelompok oxisol dengan tingkat kesuburan sedang (Tabel 3)

Tabel 3. Sifat Tanah Di Desa Wakumoro Kecamatan Parigi Kabupaten Muna, 2013.

No Unsur Nilai Harkat

1 pH H2O 6,5 netral

2 pH KCl 1 N 5,8 netral

3 C - Organik (%) 2,06 sedang

4 N - Total (%) 0,33 rendah

5 P.Olsen (mg.kg-1) 14,58 sedang

6 K (me/100g) 0,48 tinggi

7 Na (me/100g) 0,39 sedang

8 Ca (me/100g) 13,38 sedang

9 Mg (me/100g) 1,75 rendah

10 KTK (me/100g) 14,5 tinggi

11 Tekstur - Pasir (%)

- Debu (%)

- Liat (%)

- Klas

20

48

32

lempung

liat berpasir

ii

Page 11: Penelitian pisang

2. Keragaan Pertumbuhan Tanaman Pisang

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rakitan teknologi budidaya

meliputi asal bibit pisang, dosis pemupukan dan tanaman sela berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan tinggi tanaman pisang ambon kuning di lahan kering (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh Teknologi Budidaya Terhadap Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pisang

Ambon Kuning Di Lahan Kering,MH2012/2013.

Umur

Tanaman

(bulan)

Rakitan Teknologi (cm) KK

(%)Input tinggi Input Madya Petani

1 34,42 c 51,02 b 60,13 a 5,77

2 86,47 b 112,29 a 77,28 b 13,66

3 244,73 b 271,33 a 204,70 c 16,44

4 316,75 ab 368,63 a 309,38 b 9,48

5 420,38 ab 439,50 a 382,25 b 5,33Angka-angka sebaris yang diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf p = 0,05

Dari tabel 4 tampak bahwa pada saat tanaman pisang berumur 1 bulan, tinggi tanaman

pisang dengan menerapkan input tinggi yang menggunakan bibit asal kultur jaringan adalah

paling rendah (34,42 cm) diikuti penerapan input madya bibit berasal dari bit (51,02 cm) dan

paling tinggi teknologi petani bibit berasal dari anakan (60,13 cm). Pada saat tanaman

berumur 3 bulan, justru tanaman paling tinggi berasal dari bit, kemudian diikuti bibit berasal

dari kultur jaringan dan paling rendah bibit dari anakan. Pertumbuhan tinggi tanaman paling

rendah dari penerapan teknologi petani tersebut disebabkan pada saat tanam bibit dari anakan

belum mempunyai akar, sehingga akar tanaman baru berkembang dan belum mampu

menyerap hara tanah. Sedangkan penerapan teknologi input madya menggunakan bibit dari bit

maupun input tinggi dari kultur jaringan pada saat tanam bibit sudah berakar dan mampu

menyerap hara dalam tanah sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat dibanding teknologi

petani (Gambar 1). Lebih cepatnya pertumbuhan tinggi tanaman input madya dibandingkan

dengan input tinggi dikarenakan pada input madya menggunakan tanaman sela jagung

sehingga pada saat pertumbuhan hingga umur 3 bulan tanaman pisang ternaungi oleh tanaman

jagung, akibatnya terjadi etiolasi. Sedangkan pada input tinggi menggunakan tanaman sela

nenas sehingga tanaman pisang tidak ternaungi. Pada saat tanaman pisang berumur 5 bulan,

pertumbuhan tinggi tanaman pisang yang menerapkan input madya lebih tinggi dibandingkan

teknologi petani, tetapi tidak berbeda dengan penerapan input tinggi.

ii

Page 12: Penelitian pisang

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan rakitan teknologi budidaya berpengaruh

terhadap laju pertumbuhan lingkar batang pisang ambon kuning di lahan kering (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh Teknologi Budidaya Terhadap Laju Pertumbuhan Lingkar Batang Pisang

Ambon Kuning Di Lahan Kering, 2003.

Umur

Tanaman

(bulan)

Rakitan Teknologi (cm) KK

(%)Input tinggi Input Madya Petani

1 5,83 c 7,14 b 8,46 a 2,98

2 20,58 a 19,25 a 19,02 a 6,45

3 36,46 a 33,20 a 28,15 b 6,20

4 45,85 a 44,25 a 38,40 b 7,42

5 59,50 a 56,85 ab 49,75 b 9,66Angka-angka sebaris yang diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf p = 0,05

Dari tabel 5 tampak bahwa pada saat tanaman berumur 1 bulan, lingkar batang pisang

paling besar dengan menerapkan teknologi petani yang menggunakan bibit dari anakan dan

paling kecil dengan menerapkan teknologi input tinggi bibit berasal dari kultur jaringan. Akan

tetapi pada saat tanaman berumur 1 bulan, laju pertumbuhan lingkar batang pada teknologi

inpu tinggi dan input madya lebih cepat dibandingkan teknologi petani (Gambar 2). Hal ini

dikarenakan pada saat tanam bibit dari anakan belum berakar, sedangkan bibit dari kultur

jaringan dan bit sudah berakar sehingga tanaman langsung dapat menyerap hara dari tanah.

Pada saat tanaman berumur 5 bulan, laju pertumbuhan lingkar batang tanaman pisang dengan

menggunakan teknologi input tinggi lebih cepat dibandingkan dengan teknologi petani, tetapi

laju pertumbuhan tersebut tidak berbeda dengan menerapkan teknologi madya. Perbedaan

ii

Gambar 1 Pengaruh Teknologi Budidaya Terhadap Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pisang Ambon Kuning di Lahan Kering, MH 2002/2003

050

100150

200250

300350

400450

500

1 2 3 4 5

Umur (bulan)

Tin

gg

i ta

nam

an

(cm

)

Input tinggi

Input Madya

Petani

Page 13: Penelitian pisang

besarnya laju pertumbuhan tersebut disamping karena perbedaan asal bibit juga dipengaruhi

oleh jenis dan dosis pemupukan terutama pupuk kalium (Kasijadi, dkk, 2001).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diutarakan bahwa pertumbuhan pisang ambon

kuning yang ditanam pada lahan kering hingga umur 5 bulan yang terbaik adalah dengan

menerapkan teknologi input tinggi dan diikuti oleh teknologi madya.

3. Keragaan Ekonomi Usahatani Pisang

Dalam penerapan teknologi sistim usahatani pisang ambon kuning di lahan kering

hingga tanaman berumur 5 bulan, biaya produksi yang dibutuhkan paling tinggi adalah

penerapan teknologi input tinggi mencapai Rp 11.692.000,- per ha, diikuti input madya

sebesar Rp 10.364.000,- per ha dan teknologi petani Rp 8.389.000,- per ha (Tabel 6)

Komponen biaya produksi dari ketiga teknologi budidaya pisang tersebut paling tinggi

adalah biaya sarana produksi, mencapai 73 % untuk input tinggi, 69 % untuk input madya dan

62 % untuk teknologi petani dari total biaya produksi. Sedangkan biaya tenaga kerja dari

ketiga teknologi tersebut besanya tidak berbeda. Biaya sarana prouksi terbesar adalah bibit,

sedangkan tenaga kerja adalah membuat lubang tanam.

ii

Gambar 2 Pengaruh Teknologi Budidaya Terhadap Laju Pertumbuhan Lingkar batangPisang Ambon Kuning di Lahan Kering, MH 2002/2003

0

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 5

Umur (bulan)

Lin

gk

ar B

atan

g (

cm)

Input tinggi

Input Madya

Petani

Page 14: Penelitian pisang

Tabel 6. Biaya Produksi Usahatani Pisang Ambon Kuning Umur 5 bulan di Lahan Kering,

Desa Wakumoro Kabupaten Muna . MH2012/2013

No U r a i a n Input Tinggi Input Madya Petani

Fisi

k

Nilai

(Rp

000 /ha)

Fisi

k

Nilai

(Rp

000 /ha)

Fisi

k

Nilai

(Rp

000 /ha)

I Sarana Produksi

1. Bibit (pohon) 1600 4.800,0 1600 4.000,0 160

0

2.400,0

2. Pupuk

ZA (kg) 960 1.056,0 960 1.056,0 960 1.056,0

SP-36 (kg) 192 307,2 153,

6

153,6 153,

6

153,6

KCl (kg) 416 748,8 208 374,4 - -

Kandang (t) 16 1.600,0 16 1.600,0 16 1.600,0

3. Fungisida hayati - - -

Jumlah 8.512,0 7.184,0 5.209,6

II Tenaga Kerja

1.Melubang & tutup

lubang

108 1620,0 108 1.620,0 108 1.620,0

2.Pupuk kandang 40 600,0 40 600.0 40 600,0

3.Tanam 12 180,0 12 180,0 12 180,0

4.Pupuk & kurangi

anakan

20 300,0 20 300,0 20 300,0

5.Bumbun & buat parit 20 300,0 20 300,0 20 300,0

6. Bersih daun kering 12 180,0 12 180,0 12 180,0

Jumlah 212 3.180,0 212 3.180,0 212 3.180,0

Jumlah Biaya Produksi 11.692,0 10.364,0 8.389,0

Dalam pada itu biaya produksi tanaman sela yang ditanam awal musim hujan 2013

bersamaan dengan tanaman pisang tertinggi adalah nenas pada pisang teknologi input tinggi,

tetapi pada saat umur 4 bulan nenas belum memberikan hasil. Terhadap tanaman semusim

sebagai tanaman sela, jagung yang ditanam diantara pisang teknologi input madya

memerlukan biaya produksi lebih tinggi dan memberikan pendapatan yang lebih tinggi pula

dibandingkan tanaman kacang tanah yang ditanam diantara pisang teknologi petani (Tabel 7).

Dari Tabel 7 tampak bahwa biaya produksi tanaman sela nenas memerlukan biaya

produksi lebih dari dua kali dibandingkan tanaman sela jagung. Lebih besarnya biaya produksi

ii

Page 15: Penelitian pisang

tanaman sela nenas ini terutama pada biaya bibit. Sedangkan kebutuhan biaya produksi

tanaman sela jagung pada input madya hampir dua kali lebih besar dibandingkan dengan

tanaman sela kacang tanah pada teknologi petani. Lebih besarnya biaya jagung ini terutama

pada biaya pupuk. Walaupun kebutuhan biaya produksi tanaman sela jagung pada input

madya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman sela kacang tanah teknologi petani, akan

tetapi memberikan tambahan pendapatan lebih dari tiga kali (328 %).

Tabel 7. Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Tanaman Sela Per ha pada Tanaman

Pisang Ambon Kuning Umur 5 bulan Lahan Kering, Kecamatan Parigi, MH

2012/2013

No U r a i a n Input Tinggi

(nenas)

Input Madya

(jagung)

Petani

(kacang tanah)

Fisik Nilai

(Rp

000,/ha)

Fisik Nilai

(Rp

000,/ha)

Fisik Nilai

(Rp

000/ha)

I Sarana Produksi

1. Bibit /benih 52.50

0

4.800,0 20 400,0 115 345,0

2. Pupuk

Urea (kg) - - 400 480,0 - -

ZA (kg) 750 825,0 - - - -

SP-36 (kg) - - 100 160,0 - -

KCl (kg) - - 100 180,0 - -

Jumlah - 3450,0 1.220,0 345,0

II Tenaga Kerja

1.Pengolahan

tanah

18 270,0 12 180,0 12 180,0

2.Tanam 12 180,0 12 180.0 12 180,0

3.Pemupukan 12 180,0 6 90,0 - -

4.Siang/Bumbun 32 480,0 18 270,0 16 240,0

5.Panen - - 12 180,0 6 90,0

6. Prosesing - - - - 6 90,0

Jumlah 1.110,0 900,0 780,0

Total biaya 4.560,0 2.120,0 1.125,0

Hasil 0 7,01t 3.154,5 960 1.440,0

Pendapatan - -4.560,0 - 1.034,5 - 315,0

ii

Page 16: Penelitian pisang

4. Penelitian Super Imposed

Dari hasil uji penggunaan fungisida hayati untuk pengendalian penyakit layu fusarium

menunjukkan bahwa ketiga jenis fungisida hayati meliputi Trichoderma Sp; Penicillium Sp

dan Gliocladium Sp hingga tanaman pisang ambon kuning di lahan kering berumur 5 bulan

tidak berbeda efektivitasnya. Hal ini dikarenakan pada semua perlakuan belum menunjukkan

adanya tanaman yang terserang layu fusarium. Dari hasil analisis laboratorium, lahan yang

akan ditanami pisang tidak terdapat koloni jamur fusarium. Akan tetapi dari analisis tersebut

justru terdapat bakteri Xathomonas sebanyak 900 koloni/gram.

ii

Page 17: Penelitian pisang

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Rakitan teknologi sistim usahatani pisang ambon kuning di lahan kering dengan

menerapkan input tinggi (bibit dari kultur jaringan dan dosis pupuk optimal) memberikan

pertumbuhan tanaman yang tidak berbeda dibandingkan penerapan teknologi input madya

(bibit dari bit) tetapi lebih baik dari pada teknologi petani (bibit dari anakan).

2. Tanaman sela pada sistim usahatani pisang ambon kuning di lahan kering yang ditanam

bersamaan tanam pisang pada awal musim penghujan dengan jagung teknologi diperbaiki

memberikan tambahan pendapatan lebih tinggi dari pada kacang tanah teknologi petani,

sedangkan tanaman sela nenas berumur 5 bulan belum memberikan hasil.

3. Pada saat tanaman pisang ambon kuning yang ditanam di lahan kering berumur 5 bulan

belum tampak adanya penyakit layu fusarium, sehingga belum dapat diketahui efektivitas

penggunaan fungisida hayati.

ii

Page 18: Penelitian pisang

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko, L. Rosmahani, M.C. Mahfud, C. Hermanto dan N.I. Sidik, 1996. Aplikasi

Pengendalian Hama dan Penyakit Penting pada Tanaman Pisang di Lahan Kering.

Laporan Hasil Penelitian T.A. 1995/1996. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Karangploso, Malang.

2. Hanudin dan I. Djatnika. 1998. Pengaruh Ekstrak Beberapa Tanaman terhadap

Pertumbuhan Bakteri layu (Pseudomonas solanaceaerum E.F Smith) Secara In Vitro.

Buletin Penelitian Hortikultura Lembang. Vol. XIV (1) : 12-14

3. Kasijadi, F. S. Purnomo dan Suhardjo. 1996. Rakitan Teknologi Produksi Untuk

Pengembangan Agribisnis Pisang. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso.

Malang.

ii

Page 19: Penelitian pisang

TUGAS : KO-KURIKULER

FILD STADY BUDIDAYA PISANG

DI DESA WAKUMORO KECAMATAN PARIGI KABUPATEN MUNA

DISUSUN OLEH :

NAMA : JABAL NUR

STAMBUK : 21208258

PRODI :ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT 

yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat

ii

Page 20: Penelitian pisang

menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari Fild Stady ini belum dapat dikatakan

sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga

selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW,

kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku

umatnya.

Fild Stady ini penulis membahas mengenai “BUDIDAYA PISANG”, dengan makalah ini

penulis mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis ucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya.

Raha, Juli 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i   

ii

Page 21: Penelitian pisang

Daftar Isi................................................................................................................. ii    

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

BAB II KAJIAN TEORI........................................................................................ 3

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 10

BAB V PENUTUP................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 18

ii


Top Related