-
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL KORUPSI
KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusun oleh :
Taufik Hidayatulloh
NIM : 1111013000101
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
-
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL KORUPSIKARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARANBAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruanuntuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.pd,)
Oleh:
Taufik HidavatullahNIM : 1111013000101
NIP. 19771030 200802 2 009
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAII DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAII
JAKARTA
1437 Itt20t6I]uI
-
LEMBAR PBNGESAHAN UJIAN MUNAQASA}I
Slaipsi Berjudul Pendidikan Antikorupsi.dalam Novel Korupsi Karya
Pramoedya Ananta Toer dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia disnsun oleh Taufik Ilidayatulloh Nomor Induk Mahasiswa
11L101300010L, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah
pada tanggal 14 Juli 2016 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak
memperoleh gelar Sarjana Sl (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sasta
Indonesia.
Jakarta, 14 Juli 2016
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) TanggalMakwn s-ubukLM.rrum. 9.-.91.:.Pll'NIP. 19800305200901 I 015
S eketaris P anitia (S ekretaris Jurus anlProdi)
Dona Aii Karunia Putra. MA.NIP. 19E40409201101 I 015
Penguji I
NoYi Diah Haryanti. M.Hum.NIP. 19841 126 201s03 2 007
Penguji II
Nurvati Diihadah. M.Pd.. MA.NIP. 19660829 199903 2 003
fe- of'?o\C
l3 -o? . zotL
Tanda Tanqan ,-
ryD/mtu*--
tl- o7 -zorl
Mengetahui,
Tarbffihdan Keguruan
-
KEMENTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndonesia
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089Tgl. Terbit : 1 Maret 2010No. Revisi: : 01Hal 1t1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Taufik Hidayatulloh
Jakarta, 11 Juli 1991
I 1 1 1013000101
Pendidikan Bahasa'dan Sasha Indonesia
Pendidikan Antikorupsi dalam Novel Korupsi Karya
Pramoedya Ananta Toer dan Implikasinya pada Pernbelajaran
Bahasa dan Sasta Indonesia
Dosen Pernbimbing: l. Rosida Erowati, M.Hum.
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Wisuda.
Nama
TempaUTgl.Lahir
NIM
Jurusan / Prodi
Judul Skripsi
Jakarta, 24 Jlur;ri2016
NIM. 1111013000101
-
Setiap manusia dibekali oleh Allah naluri untuk berbuat kebaikan dan kejahatan,
termasuk korupsi. Untuk itu diperlukan upaya mempertebal iman dalam diri dan membuat
sistem yang menutup peluang melakukan korupsi.
(Alm. KH. Dzainuddin MZ.)
-
i
ABSTRAK
Taufik Hidayatulloh, 1111013000101, Pendidikan Antikorupsi dalam Novel
Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer dan Implikasinya pada Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pembimbing : Rosida Erowati, M.Hum.
Novel Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer merupakan novel yang
menggambarkan konflik batin seorang tokoh utama dalam upayanya mencari
ketenangan hidup. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pendidikan
antikorupsi dalam novel Korupsi dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra
di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode penentuan
unit analisis, pencatatan data dan analisis isi.
Hasil penelitian menunjukkan novel Korupsi memiliki unsur intrinsik yang
mendukung tema minor harta-tahta-wanita dan tema mayor konflik batin tokoh
Bakir dalam usahanya mencari ketenangan hidup yang menurutnya hanya didapat
dengan memiliki harta. Kemudian, korupsi dipilih sebagai respon atas
berkurangnya harta benda akibat gaji yang kurang memadai dan pandangannya
terhadap harta rekan kerja yang disangkanya hasil dari korupsi. Selain tema minor
dan mayor yang diusung PAT, novel Korupsi memuat pendidikan antikorupsi
yang dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
tingkat SMA kelas XI (Sebelas). Pendidikan antikorupsi dapat dipelajari dari jerat
lingkaran korupsi yang memperlihatkan seorang yang mencoba melakukan
korupsi akan senantiasa berkutat di lingkaran korupsi. Untuk mencegahnya dapat
dilakukan dengan menanamkan nilai antikorupsi yang meliputi, kejujuran,
tanggung jawab, disiplin dan sederhana.
Kata Kunci : Pendidikan Antikorupsi, Novel Korupsi, Pramoedya Ananta Toer.
-
ii
ABSTRACT
Taufik Hidayatulloh, 1111013000101, "Anti-corruption Education in the Novel
Corruption by Pramoedya Ananta Toer and Its Implication of Indonesian
Language and Literature Learning in High School. Departement of Indonesian
Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science,
State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Rosida Erowati,
M.Hum.
Corruption novel by Pramoedya Ananta Toer is a novel that describes the inner
conflict of a main character in his quest for peace of life. This study have a
purposed to knowing the anti-corruption education in the novel Corruption and
its implication of Indonesian language and literature learning in high school. The
method used in the writing of the paper is a qualitative descriptive. Data collection
in this study using the method determining the unit of analysis, data recording and
analysis.
The results showed the corruption of the novel has elements of intrinsic support
the theme of minor treasure-throne-women and the major theme of inner conflict
Bakir figures in the quest for peace of life which he only obtained with
possession. Then, corruption is chosen in response to the reduction in property
due to inadequate salaries and views on treasure colleagues he thought the result
of corruption. In addition to minor and major themes that carried PAT, the novel
Corruption contains anti-corruption education to be implicated of Indonesian
language and literature learning at the high school level class XI (Eleven). Anti-
corruption education can be learned from the snare of the corruption circle shows
a man who tried to do corruption will continue stuggling in the circle of
corruption. To prevent this can be done by instilling values that include anti-
corruption, honesty, responsibility, discipline and simple.
Keywords : Anti-corruption Education, Novel Corruption, Pramoedya Ananta
Toer
-
iii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan hidayahnya, skripsi yang berjudul Pendidikan
Antikorupsi dalam Novel Korupsi Karya Pramoedya Ananta Toer dan
Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada
akhirnya dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW karena kehadirannya
merupakan rahmat bagi alam semesta.
Selama lebih dari sembilan bulan proses pengerjaan skripsi, penulis
begitu banyak menemui lika-liku hambatan yang mewarnai proses
penulisan skripsi, dari beragamnya opsi pembahasan yang menarik untuk
diteliti khususnya novel lain yang memiliki tema serupa yakni korupsi,
hingga perubahan judul atas saran dosen pembimbing. Kemudian, hal
tersebut menjadi motivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada nama-nama
berikut.
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan;
2. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Kepala Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia;
3. Dona Aji Karunia Putra, M.A., selaku Sekretaris Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;
4. Rosida Erowati, M.Hum., selaku pembimbing dalam penulisan
skripsi yang selalu memberikan arahan dengan ilmu yang
meningkatkan pengetahuan penulis. Terima kasih atas arahan,
motivasi, bimbingan dan kesabaran Ibu selama ini;
5. Novi Diah Haryanti, M.Hum., selaku penguji I dan Nuryati
Djihadah, M.Pd., MA., selaku penguji II yang telah menguji
penulis dalam sidang munaqosah dan memberikan saran maupun
perbaikan yang memperkaya ilmu pengetahuan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memperkenalkan indahnya dunia sastra, keanekaragaman
bahasa dan manfaat besar sebagai seorang pengajar;
-
iv
7. Keluarga besar Kartama dan Taspiah selaku orang tua penulis,
kakak Eka Novianty dan adik Kevin Dwi Indra Tama yang tiada
henti-hentinya memberikan dukungan, baik doa, moral maupun
moril sejak penulis lahir hingga kini;
8. Teman skripsi seperjuangan, Meilinda Sari Rusmiyati, S.I.kom.,
yang telah membantu penulisan skripsi dalam hal pencarian
referensi serta harapan-harapan yang memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi;
9. Teman seperjuangan dalam menempuh program sarjana strata
satu, seluruh mahasiswa Jurusan PBSI khususnya PBSI C
angkatan 2011 dan anggota ROJALI yang telah memberikan
banyak motivasi serta pengalaman hidup yang menjadikan
perjalanan menempuh pendidikan ini menjadi penuh warna dan
arti.
Semoga semua bantuan doa, motivasi serta bimbingan yang telah
diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Selain itu, penulis
berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak agar
dapat membantu meningkatkan mutu pembelajaran dan pengajaran bahasa
dan sastra Indonesia.
Jakarta, 24 Juni 2016
Penulis
Taufik Hidayatulloh
-
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 7
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ........................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
F. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
G. Metodologi Penelitian ...................................................................... 9
H. Penelitian yang Relevan ................................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Hakikat Korupsi ............................................................................. 13
1. Definisi Korupsi ....................................................................... 13
2. Pendidikan Antikorupsi .......................................................... 15
B. Hakikat Novel ................................................................................ 18
C. Unsur Intrinsik Novel .................................................................... 18
D. Sosiologi Sastra ............................................................................. 32
E. Hakikat Pembelajaran Sastra ......................................................... 33
F. Pembelajaran Prosa dalam Kurikulum 2013 ................................. 35
BAB III BIOGRAFI DAN PANDANGAN HIDUP
A. Biografi Pramoedya Ananta Toer .................................................. 38
B. Pandangan Hidup Pramoedya Ananta Toer ................................... 44
-
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Unsur Intrinsik ............................................................................... 47
1. Tema ....................................................................................... 47
2. Penokohan .............................................................................. 50
3. Alur .......................................................................................... 63
4. Latar ......................................................................................... 72
5. Sudut Pandang ......................................................................... 82
6. Gaya Bahasa ............................................................................ 83
B. Hasil Penelitian : Pendidikan Antikorupsi dalam Novel Korupsi .. 87
1. Jerat Lingkaran Korupsi .......................................................... 87
2. Nilai Antikorupsi ................................................................... 100
C. Implikasi pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ......... 110
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ....................................................................................... 115
B. Saran ............................................................................................. 116
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 117
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : RPP
Lampiran 2 : Sinopsis
PROFIL PENULIS
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pramoedya (selanjutnya; PAT) adalah tokoh non-politik ketika ia
memulai karirnya. Namun, kelak ia harus membayar cukup mahal
keterlibatannya dalam dunia politik, hingga meskipun dikenal sebagai tokoh
sastra terkemuka ia juga dituduh telah menenggelamkan bakat kepenulisannya
demi tujuan-tujuan politik.1 Meski menurut Ajip Rosidi, PAT merupakan
orang yang tidak suka dengan organisasi dan keterlibatan PAT dalam sebuah
organisasi hanya sebatas sebagai penulis yang menuangkan karyanya.2
Keterlibatannya dalam dunia politik mengakibatkan dirinya keluar masuk
penjara tanpa adanya proses hukum. Karya PAT dirampas dan dilarang terbit
karena dituduh meresahkan masyarakat dan mengandung unsur kritik kepada
pemerintah. Di tengah pelarangan yang digaungkan oleh pemerintah (dan
sebagian masyarakat), karya-karya PAT justru mendapat sambutan baik dari
dunia Internasional. Karya-karya tersebut bahkan diterjemahkan ke dalam 40
bahasa.3 Hukuman pidana yang diterapkan pemerintah orde baru terhadap
masyarakat yang memiliki kaitan dengan karya PAT mengakibatkan
minimnya apresiasi. Banyak karya PAT yang kurang mendapat tempat di
masyarakat kalau tidak disebut dilupakan, salah satunya novel Korupsi.
Novel korupsi merupakan friksi kritik pada pamong pradja yang jatuh di
atas perangkap korupsi.4
Pada saat itu, pamong pradja sedang dalam sorotan
permasalahan kesejahteraan pegawai dan kaitannya dengan kasus korupsi.
1 Savitri Scherer, Pramoedya Ananta Toer: Luhur dalam Ideologi, (Depok: Komunitas
Bambu, 2012), h. 1. 2 Ibid., h. xvii.
3 Tahar Ben Jelloun, Korupsi, Terj. dari LHomme Rompu oleh Okke K.S. Zaimar, (Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 5. 4 Mega Fiyani, Nilai Sosial dalam Novel Bukan Pasar Malam Karya Pramoedya Ananta
Toer; Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jakarta, 2011, h. 27, tidak dipublikasikan.
-
2
Rosihan Anwar dalam tulisannya Geger Dikalangan Pamong Pradja,
memotret adanya indikasi kolusi (pada akhirnya korupsi) dalam tubuh
pamong pradja. Indikasi tersebut muncul setelah pengangkatan pegawai
pamong pradja baru yang dianggap hanya menguntungkan partai Menteri
pada saat itu karena berlatar belakang anggota partai berkuasa.5
Di Indonesia, novel Korupsi diterbitkan pertama kali oleh Majalah
Indonesia, keluaran khusus No. 54 tahun 1954.6 Ketika itu, pemerintah
mengeluarkan kebijakan pemotongan atas anggaran belanja PPK (Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan), yang mengakibatkan berlangsungnya krisis
penerbitan.7 Keadaan ini mengakibatkan banyak penerbit pada masa itu tidak
dapat berkembang. Selain itu, keadaan ekonomi masyarakat dalam periode
tahun lima puluhan menjadikan roman, objek yang kurang menarik dari segi
ekonomi. Hal ini berdampak pada jumlah pembaca potensial yang dapat
mengeluarkan uang untuk membeli buku menjadi terbatas.8 Novel Korupsi
kemudian diterbitkan kembali oleh majalah kebudayaan Nusantara pada 1961
hingga menghasilkan cetakan ketiga pada 1964.9 Namun, pada 13 Oktober
1965 PAT ditahan. Ia dituduh terlibat dalam Lekra yang dianggap oleh Orde
Baru sebagai badan yang disusupi komunisme.10
Citra buruk yang disebarkan
Orde Baru kepada masyarakat kemudian turut mempengaruhi
keberlangsungan karya-karya para anggota Lekra, termasuk karya PAT.
Ketika proses penciptaan novel Korupsi (dan novel lainnya ditahun lima
puluhan), keadaan sosial-ekonomi keluarga PAT sedang dalam kondisi sulit
karena krisis keuangan dan tanggungan PAT terhadap saudaranya pasca
5 Rosihan Anwar, Geger Dikalangan Pamong Pradja, Siasat Warta Sepekan, Jakarta, 10
Oktober 1954, h. 5. 6 A.Teeuw, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer, (Jakarta:
Dunia Pustaka Jaya, 1997), h. 403. 7 Koh Young Hun, Pramoedya Menggugat: Melacak Jejak Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2011)., h. 15. 8 Teeuw, op. cit., h. 195.
9 Ibid., h. 403.
10 Hun, op. cit., h. 20.
-
3
meninggalnya orang tua mereka. Hal ini berakibat tidak memungkinkannya
untuk menciptakan roman yang serius dan lebih mengejar kuantitas
penerbitan. Selama masa itu, PAT fanatik menulis demi keperluan rumah
tangganya.11
Dikalangan kritikus sastra, H.B. Jassin12
dan A.Teeuw13
menilai
Korupsi sebagai novel yang kurang mengesankan. Rivai Apin menyorot tokoh
Sirad yang dianggapnya sebagai tokoh mati.14
PAT kemudian membela diri
atas kritik yang ditujukan padanya; Pramoedya felt that the items examined
by his critics were not of prime relevance to his work. He missed a discussion
of the social message of his texts, as this was his main concern.15
Dalam
novel Korupsi, tujuan utama yang dimunculkan seperti kesederhanaan, sebab-
akibat korupsi dan angkatan tua yang mentalnya ketularan kolonialisme justru
tidak mendapat perhatian para kritikus.
Novel Korupsi justru mendapat sambutan yang baik oleh dunia
internasional, setidaknya Korupsi telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Belanda (Korruptie, Hein Vruggink Amsterdam, 1983) dan bahasa Prancis
(Corruption, Denys Lombard Paris, 1981).16
Novel Korupsi (bersama novel
Bukan Pasar Malam dan Jejak Langkah) dalam edisi Prancis dikagumi oleh
masyarakat Negeri Bonaparte itu.17
Bahkan, menjadi inspirasi seorang penulis
Maroko yang besar dan mahsyur di Prancis, Tahar Ben Jelloun, untuk turut
merekam kejahatan ini dalam novelnya yang berjudul LHomme Rompu.18
11
Teeuw, op. cit., h. 29. 12
HB. Jassin, Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essei, (Jakarta: Gunung
Agung, 1962), h. 139. 13
Teeuw, op. cit., h. 205. 14
Rivai Apin, Tokoh2 Mati: Korupsi Novel Pramoedya Ananta Toer dalam Madjalah
Indonesia, Siasat Warta Sepekan, Jakarta, 22 Agustus 1954, h. 25. 15
Martina Heinschke, Between Gelanggang and Lekra: Pramoedyas Developing Literary
Concepts, Jurnal Indonesia, Vol. 61, April 1966, h. 159. 16
Teeuw, op. cit., h. 411. 17
Bersihar Lubis, Narsisme Harap Minggir, Majalah Gamma, Jakarta, 31 Mei-6 Juni 2000,
h. 92. 18
Tahar Ben Jelloun, op. cit., h. 11.
-
4
Sepanjang perjalanan sastra Indonesia, telah banyak penulis dengan latar
belakang zamannya masing-masing menuliskan novel dengan tema korupsi.
Novel Jalan Tak Ada Ujung karya Muchtar Lubis dapat dikatakan sebagai
perintis novel dengan tema korupsi pasca kemerdekaan, meskipun korupsi
masih menjadi tema minor di tengah tema perjuangan yang dianggap masih
hangat. Pada masa orde baru, terdapat novel Orang-Orang Proyek karya
Ahmad Tohari yang menggambarkan tokoh yang memiliki pilihan melawan
atau terbawa arus korupsi. Novel 86 karya Okky Madasari yang memiliki
setting waktu pasca reformasi menggambarkan kejahatan korupsi yang
semakin berkembang dan menjadi fenomena yang dianggap biasa, bahkan
kebanyakan masyarakat seolah tidak memiliki pilihan dan terpaksa terbawa
arus korupsi.
PAT mendayagunakan jalinan peristiwa secara humanis dalam novel
Korupsi bahwa permasalahan ini bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja,
lewat permasalahan korupsi yang dibalut dengan harapan jamak seorang pria
dalam urusan dunia, harta-tahta-wanita. Hal tersebut kemudian menimbulkan
konflik batin tokoh utama antara mengejar kebahagiaan semu dan mencari
ketenangan batin. Eratnya penggambaran konflik batin dirasa menjadi nilai
yang paling menonjol di antara novel dengan tema serupa. Dengan pemilihan
sudut pandang aku orang pertama dan cerita yang berfokus pada konflik batin
tokoh utama, memudahkan narator mengeksplorasi sisi batin tokoh utama
untuk memperoleh empati dari pembaca. Hal yang menarik justru karena
pembaca diharapkan memberikan empati dari tokoh antihero, tokoh yang
berbuat kejahatan namun diharapkan dapat memberikan nilai-nilai positif
kepada pembaca.
Dewasa ini praktik korupsi dianggap sebagai sebuah kejahatan yang tidak
bisa dihindarkan. Dogma yang berkembang di masyarakat seperti kalau tidak
korupsi kapan kaya, ujung-ujungnya duit, hingga uang terima kasih,
menggambarkan kebiasaan masyarakat yang justru mendukung praktik
-
5
korupsi. Jika direlevansikan pada masa kini, novel Korupsi dapat dijadikan
pembelajaran antikorupsi yang paling mendasar dalam diri manusia yakni
niat. Dengan niat kesempatan dapat dibuka dan dengan niat pula kesempatan
untuk korupsi dapat ditutup. Keluarga tokoh utama digambarkan sebagai
keluarga yang menolak perilaku korup dan memilih untuk tetap sederhana
(meski cenderung kekurangan). Biasanya para koruptor beralasan keadaan
rumah tangga dan gaya hidup keluarga yang memaksa mereka melakukan
korupsi. Hal ini dapat dijadikan pembelajaran bahwa diri kita sendirilah yang
bisa menentukan apa yang akan dilakukan, korupsi atau berani jujur.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi di Indonesia,
namun hasilnya masih jauh dari harapan. Survei Corruption Perception Index
(CPI) tahun 2015 yang dipublikasikan Transparancy International (TI)
menunjukkan posisi Indonesia di urutan 88 dari 168 negara yang diukur.19
Hal
ini menjadi paradoks negara Islam terbesar di dunia, terutama pejabat muslim
yang telah melakukan sumpah jabatan di atas Al-Quran. Salah satu Firman
Allah SWT dalam Al-Quran berkaitan dengan harta berbunyi:
20
Ada dua cara dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi, yakni
langkah represif (penindakan) dan langkah preventive (pencegahan).
Tindakan dalam langkah pencegahan di antaranya upaya perbaikan sistem
birokrasi dan yang paling penting adalah penyemaian bibit-bibit antikorupsi
melalui jalur pendidikan. Penanaman nilai-nilai antikorupsi akan melahirkan
generasi antikorupsi dimasa yang akan datang. Divisi Pencegahan KPK telah
19
Transparency International, Perbaikan Penegakan Hukum, Perkuat KPK, Benahi Layanan
Publik, diakses pada 02/02/2016, 20.30 WIB dari www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/
corruption-perceptions-index-2015 20
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah: 188).
http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/%20corruption-perceptions-index-2015http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/%20corruption-perceptions-index-2015
-
6
mengeluarkan program-program berkaitan dengan pencegahan korupsi, di
antaranya membentuk program sekolah antikorupsi,21
pelatihan guru,22
pengadaan mata kuliah pendidikan antikorupsi di Perguruan Tinggi, hingga
bersinergi dengan Kemdikbud dan Kemenag lewat penyelarasan kurikulum
antikorupsi.23
Namun, mengherankan memang bahwa gaung bidang
pencegahan kurang menarik dibanding bidang penindakan yang mampu
menyedot animo media.24
Padahal, gerakan antikorupsi merupakan langkah
awal yang ditempuh untuk mulai melakukan penanaman nilai ke arah yang
lebih baik sejak usia muda dengan membangun karakter.
Langkah preventive di dunia pendidikan dapat diterapkan dalam proses
belajar pembelajaran. Salah satunya pengajaran sastra yang memiliki peran
pemupukan karakter peserta didik. Namun, kurangnya ketersediaan karya
sastra seperti novel yang bermutu di sekolah mengakibatkan pembelajaran
analisis novel hanya sebatas kutipan teks. Sedianya, dengan membaca
keseluruhan cerita, peserta didik akan memahami pesan tersirat di samping
pesan tersurat yang disampaikan oleh penulis novel. Nilai-nilai yang
terkandung di dalam novel dapat diresap oleh peserta didik dan secara tidak
sadar merekonstruksi sikap dan kepribadian mereka. Adanya hubungan karya
sastra dengan pembentukan kepribadian menunjukkan bahwa karya sastra
mempunyai kesempatan untuk menjadi sarana dalam mengubah kondisi sosial
masyarakatnya.
Berkaitan dengan teori dan fakta terhadap novel Korupsi dan kondisi
masyarakat Indonesia, peneliti tertarik mengkaji mengenai Pendidikan
21
Iman Santoso, 28 Siswa Lulus Sekolah Antikorupsi, Integrito, Jakarta, September-
Oktober 2015, h. 54. 22
Sheto Risky Prabowo, KPK Ajak 25 Guru Menulis Antikorupsi, Integrito, Jakarta,
September-Oktober 2015, h. 37. 23
Sheto Risky Prabowo, KPK Selaraskan Pendidikan Antikorupsi, Integrito, Jakarta,
September-Oktober 2015, h. 7. 24
Johan Budi, dkk., Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan, (Jakarta: Spora
Communications, 2007), h. 75.
-
7
Antikorupsi dalam Novel Korupsi Karya Pramoedya Ananta Toer dan
Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Kemudian, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber
pengajaran yang menumbuhkan rasa kepedulian dan pengetahuan mengenai
korupsi, supaya peserta didik memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang
terjadi pada negeri ini dan untuk menumbuhkan semangat antikorupsi sebagai
generasi penerus bangsa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka identifikasi
masalah dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Sejarah kelam PAT menyebabkan banyak karyanya kurang mendapatkan
apresiasi khususnya di Indonesia, salah satunya novel Korupsi.
2. Perilaku menganggap korupsi sebagai suatu kewajaran yang berkembang
di masyarakat menumbuhkan praktik korupsi. Hal ini terlihat dari
tingginya angka korupsi di Indonesia.
3. Langkah preventive kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Padahal,
langkah ini merupakan tindakan yang efektif dan efesien karena akan
mencegah perilaku korupsi dari akar, lewat penanaman karakter.
4. Kurangnya ketersediaan novel yang bermutu di sekolah mengakibatkan
terbatasnya pengetahuan siswa terhadap novel yang baik untuk mereka
baca. Selain itu, mengakibatkan pembelajaran analisis novel hanya
sebatas kutipan teks yang menyebabkan siswa tidak mengetahui nilai-
nilai yang terdapat di dalam novel.
C. Pembatasan Masalah
Batasan masalah ini diharapkan agar dalam penelitian tidak meluas.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu pendidikan
antikorupsi dalam novel Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer dan
implikasinya pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA.
-
8
D. Rumusan Masalah
Agar penulisan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi
permasalahan pada hal sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur pendidikan antikorupsi dideskripsikan dalam novel
Korupsi karya PAT?
2. Bagaimana implikasi pendidikan antikorupsi dideskripsikan dalam novel
Korupsi karya PAT pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
SMA?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan dan pembatasan masalah maka tujuan penelitian
adalah
1. Mendeskripsikan struktur pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam
novel Korupsi karya PAT.
2. Mendeskripsikan implikasi pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam
novel Korupsi karya PAT pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
di SMA.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi peneliti
namun dapat bermanfaat untuk orang lain dalam rangka menumbuhkan
semangat antikorupsi. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Manfaat teoretis
Sebagai hasil penelitian yang akan memperkaya bahan ajar terutama di
bidang novel, karena novel merupakan salah satu materi yang diminati
siswa. Namun, kurangnya novel bermutu terutama novel klasik yang
dibaca, mengakibatkan kurangnya pengetahuan siswa.
2. Manfaat praktis
-
9
a. Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia, sebagai bahan pembelajaran
untuk memudahkan guru dalam mengambil contoh pengajaran
dengan tema antikorupsi.
b. Bagi siswa, sebagai sarana pembelajaran dengan tema antikorupsi
yang terdapat dalam karya sastra. Karya ini akan membuat siswa
tertarik terhadap permasalahan antikorupsi.
c. Bagi peneliti lain, sebagai bahan informasi ketika mengambil tema
yang sama mengenai antikorupsi dan sebagai bahan perbaikan untuk
penelitian ini.
G. Metodologi Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan September 2015 sampai Juni 2016.
Penelitian ini tidak terkait dengan tempat tertentu karena objek yang dikaji
berupa naskah (teks) karya sastra yaitu novel.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menggunakan data
dekriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari objek yang diamati. Adapun
langkah penelitian dalam metode kualitatif adalah definisi masalah,
perumusan hipotesis, perumusan definisi operasional, merancang alat
penyelidikan, pengumpulan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
melaporkan hasil penyelidikan.25
Pengkajian ini bertujuan untuk
mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang
meliputi analisis dan interpretasi data tersebut.
Untuk menginterpretasi data yang terdapat di dalam novel, diperlukan
analisis intrinsik dengan menggunakan pendekatan objektif. Pendekatan
objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada
25
Boy S. Sabarguna, Analisis Data pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: UI-Press, 2005), h.
10.
-
10
karya sastra.26
Unsur yang dimaksud seperti tema, penokohan, alur, latar,
sudut pandang dan gaya bahasa.
Sastra merupakan komunikasi antara sastrawan dan pembacanya. Apa
yang ditulis sastrawan di dalam karyanya adalah apa yang ingin diungkapkan
kepada pembacanya. Dalam menyampaikan idenya, sastrawan tidak bisa
dipisahkan dari latar belakang dan lingkungannya (alam semesta).27
Untuk
dapat memahami konteks perkembangan sosial masyarakat yang berkaitan
dengan permasalahan korupsi yang terdapat di dalam novel ini, penulis juga
menggunakan pendekatan ekstrinsik; pendekatan tradisional yang meliputi
sosiologi sastra maupun psikologi sastra. Kedua pendekatan ini saling
berkaitan karena memiliki objek yang sama, yaitu manifestasi manusia yang
teridentifikasi dalam karya. Perbedaannya, objek sosiologi sastra adalah
manusia dalam masyarakat sebagai transindividual, sedangkan objek
psikologi sastra adalah manusia secara individual, tingkah laku sebagai
manifestasi psike. Karena itulah, aspek-aspek psikologi bermanfaat bagi
sosiologi sastra apabila memiliki nilai-nilai historis yang berhubungan dengan
aspek-aspek kemanusiaan secara keseluruhan.28
1. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian adalah tempat memperoleh data. Dalam penelitian
ini yang menjadi subjek penelitian adalah pendidikan anti korupsi dalam
novel Korupsi karya PAT. Sedangkan objek yang digunakan dalam
penelitian ini adalah novel Korupsi karya PAT yang diterbitkan oleh
Hasta Mitra pada Februari 2002.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pustaka yakni teknik menggunakan sumber-sumber tertulis untuk
26
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta:Grasindo,2008), h. 183. 27
Ibid., h. 178. 28
Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
cet. ke 2, h. 13.
-
11
memperkuat informasi sebagai bahan dasar analisis. Teknik pustaka
didapat dari berbagai sumber di antaranya buku, majalah, skripsi, file
digital dan dokumen lain yang berkaitan dengan objek penelitian. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan membaca novel
Korupsi karya PAT kemudian mencatat teks yang menggambarkan
pendidikan antikorupsi. Langkah berikutnya menganalisis dengan teknik
kepustakaan berkenaan dengan pendidikan antikorupsi.
3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah suatu cara yang digunakan untuk
menguraikan keterangan-keterangan atau data-data yang diperoleh agar
data tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Secara metodis, langkah
kerja teknik analisis data dalam penelitian ini dapat disusun ke dalam
langkah pokok, yaitu a) mendeskripsikan data dengan menggunakan
pendekatan objektif untuk mengetahui kandungan unsur intrinsik yang
terdapat di dalam novel berupa tema, penokohan, alur, latar dan gaya
bahasa, b) menganalisis teks yang menggambarkan pendidikan
antikorupsi dengan memanfaatkan pendekatan sosiologi sastra untuk
mengetahui hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra
yang berkaitan dengan permasalahan korupsi, dan c) hasil analisis
tersebut kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pembelajaran pendidikan
antikorupsi.
H. Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai novel karya PAT telah banyak dilakukan, baik di
dalam maupun di luar negeri. Namun, sepanjang pencarian, penulis belum
menemukan penelitian dengan fokus penelitian yang sama. Penelitian
berkaitan dengan novel korupsi pernah dilakukan oleh mahasiswi
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Astri Adriani. Dalam tesisnya yang
berjudul Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer dan LHomme Rompu karya
Tahar Ben Jelloun sebagai karya sastra Francophone. Pemilihan novel
-
12
Korupsi dan LHomme Rompu didasarkan pada hubungan Indonesia dan
Perancis, khususnya mengenai penerjemahan karya sastra. Astri Adriani
mengungkapkan bahwa ide cerita LHomme Rompu merupakan sambutan
terhadap novel Korupsi yang terjadi karena adanya dialog antarteks dan
interteks.
Selain itu, mahasiswa Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,
Ricky Sukandar. Dalam tesisnya yang berjudul Kajian Sosiologis dan Nilai
Karakter dalam Novel Mengenai Korupsi serta Pemanfaatannya sebagai
Bahan Ajar di SMA, Ricky Sukandar membahas gambaran sosiologis dan
nilai karakter yang terkandung dalam novel Korupsi karya PAT, Orang-
Orang Proyek karya Ahmad Tohari dan Sebuah Novel 86 karya Okky
Madasari. Pemilihan novel-novel tersebut didasarkan pada latar dalam novel
yang dirasa mewakili potret masyarakat pada zamannya masing-masing;
Korupsi karya PAT perwakilan orde lama, Orang-Orang Proyek karya
Ahmad Tohari mewakili orde baru dan Sebuah Novel 86 karya Okky
Madasari pasca reformasi.
Penelitian serupa pernah dipublikasikan oleh Ni Nyoman Subardini dalam
jurnal yang diterbitkan Universitas Nasional (UNAS), dengan judul Potret
Koruptor dalam Novel Korupsi. Dalam penelitiannya, Ni Nyoman Subardini
mendeskripsikan fenomena korupsi dalam dua novel yakni novel Korupsi
karya PAT dengan LHomme Rompu karya Taher Ben Jelloun. Hasilnya,
kedua novel sama-sama menggambarkan sebuah fenomena korupsi dan pesan
tersirat yang sama, yakni meskipun seorang koruptor telah sukses
mengumpulkan hartanya, hati nuraninya belum tentu tenang karena ia harus
selalu menjaga kebohongan-kebohongannya.
Melihat penelitian sebelumnya terhadap novel Korupsi karya PAT,
penelitian Pendidikan Antikorupsi dalam Novel Korupsi Karya Pramoedya
Ananta Toer dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia memiliki perbedaan fokus penelitian dibandingkan penelitian
-
13
sebelumnya. Penelitian ini mengungkapkan pendidikan antikorupsi dalam
novel Korupsi yang kemudian dapat menambah khazanah pengetahuan dan
menumbuhkan semangat antikorupsi dalam diri peserta didik.
-
13
BAB II
LANDASAN TEORETIS
Landasan teoretis yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya
disusun untuk mendukung dan memperjelas penelitian ini sehubungan dengan
masalah yang diteliti. Landasan teori yang relevan dengan penelitian ini
diuraikan sebagai berikut.
A. Hakikat Korupsi
1. Definisi Korupsi
Koruptologi, sebuah cabang ilmu pengetahuan baru yang bertujuan
untuk mempelajari korupsi dari berbagai aspek ditawarkan Guru Besar
Universitas Indonesia, Prof. Dr. Redatin Parwadi, M.A. Korupsi berasal
dari kata Latin Coruptio atau Corruptus. Kemudian muncul dalam bahasa
Inggris dan Prancis Corruption, dalam bahasa Belanda Corruptie.
Corruptie selanjutnya masuk ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan
Korupsi. Adapun logi berasal dari logos yang berarti ilmu atau
pengetahuan. Sesuai dengan interdisiplinernya, koruptologi adalah ilmu
pengetahuan sistematik yang menelaah korupsi dalam berbagai aspek,
termasuk peraturan perundang-undangan dan pelanggaran terhadap
peraturan mengenai korupsi.1
Istilah korupsi yang telah diterima dalam pembendaharaan kata bahasa
Indonesia terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata korupsi
diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan, organisasi, yayasan dsb) untuk keuntungan pribadi atau
orang lain.2 Dalam dunia hukum Indonesia yang tercantum dalam pasal 2
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2001, korupsi didefinisikan sebagai
1 Redatin Parwadi, Koruptologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 41.
2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), h. 736.
-
14
perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau
orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat merugikan keuangan
atau perekonomian negara.3
Bank Dunia membatasi pengertian korupsi hanya pada, pemanfaatan
kekuasaan untuk mendapat keuntungan pribadi. Sedangkan, Transpency
International (TI) mengartikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik,
politikus, pegawai negeri, yang secara tidak wajar/ilegal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan.4 Lebih spesifik,
Boesono Soedarso mengartikan korupsi tidak hanya terbatas pada
keterlibatan pejabat negara, tetapi siapapun orang yang melawan hukum
untuk melakukan perbuatan memperkaya diri yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.5
Hafidhuddin dalam Mansyur Semma memberikan gambaran korupsi
dalam persepektif ajaran Islam. Dalam Islam, korupsi termasuk perbuatan
fasad atau perbuatan yang merusak tatanan kehidupan. Pelakunya
dikategorikan melakukan jinayah kubro (dosa besar).6 Korupsi mencakup
penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan
nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan
pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan dan
penipuan. Kemudian, suapan (sogokan) didefinisikan sebagai hadiah,
penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau
dijanjikan dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku,
3 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 279. 4 Anwary, Perang Melawan Korupsi, (Jakarta: Institut Pengkajian Masalah-masalah Politik
dan Ekonomi, 2012), h.126. 5 Boesono Soedarso, Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di Indonesia, (Jakarta: UI
Press, 2009), h. 10. 6 Mansyur Semma, Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia
Indonesia dan Perilaku Politik, (Jakarta: Yayasan Obor, 2008), h. 33.
-
15
terutama dari seorang dalam kedudukan terpercaya (sebagai pejabat
pemerintah).7
Korupsi didahului oleh adanya niat, kemudian adanya kesempatan
karena mempunyai kewenangan, didukung oleh lingkungan yang korup,
dilanjutkan dengan tindakan korupsi, serta setelah berhasil, berusaha
untuk mengamankan hasil dan menikmatinya. Jika dirumuskan sebagai
berikut :
Korupsi = Niat (Intention) + Kesempatan (Kekuasaan, Kewenangan)
+ Lingkungan Korup + Action (Tindakan Melakukan
Korupsi) + Security (Mengamankan Hasil/ Menikmati).8
Dari beberapa pengertian mengenai korupsi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan uang negara yang
dilakukan perorangan, perusahaan, organisasi, yayasan dsb untuk
keuntungan pribadi atau orang lain. Kemudian, dalam penelitian ini,
digunakan rumus yang dikemukakan Redatin dalam menganalisis alur
korupsi yang dilakukan tokoh dalam novel Korupsi.
2. Pendidikan Antikorupsi
Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk memerangi korupsi
dengan berbagai cara. KPK sebagai lembaga independen yang secara
khusus menangani tindak korupsi dengan upaya pencegahan dan
penindakan tindak korupsi. Namun di sisi lain, upaya penindakan
membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Belum lagi jika dihitung dari
dampak yang ditimbulkan bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Upaya memberantas korupsi yang paling murah dan efektif adalah dengan
7 David H. Bayley, Akibat-akibat Korupsi pada Bangsa-bangsa sedang Berkembang, Terj.
dari The Effect of Corruption In a Developing Nation oleh Muchtar Lubis dan James C.Scott, (Jakarta:
LP3S, 1988), h. 86. 8 Redatin, op. cit., h. 56.
-
16
tindakan preventive (pencegahan), seperti pendidikan antikorupsi dan
penanaman nilai-nilai integritas kepada anak-anak sejak dini.9
Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor internal (niat) dan
faktor eksternal (kesempatan). Niat lebih terkait dengan faktor individu
yang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dianut sedangkan kesempatan
terkait dengan sistem yang berlaku. Upaya pencegahan korupsi dapat
dimulai dengan menanamkan nilai-nilai antikorupsi dalam diri individu.
Setidaknya ada sembilan nilai antikorupsi yang penting untuk ditanamkan
dalam diri individu, seperti :
a. Kejujuran
Kejujuran merupakan nilai dasar yang menjadi landasan utama
bagi penegakan integritas diri seseorang. Tanpa adanya kejujuran
mustahil seseorang bisa menjadi pribadi yang berintegritas. Seseorang
dituntut untuk bisa berkata jujur dan transparan serta tidak berdusta
baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
b. Kedisiplinan
Ketekunan dan konsistensi untuk terus mengembangkan potensi
diri membuat seseorang akan selalu mampu memberdayakan dirinya
dalam menjalani tugasnya. Kepatuhan pada prinsip kebaikan dan
kebenaran menjadi pegangan utama dalam bekerja.
c. Tanggung Jawab
Pribadi yang utuh dan mengenal diri dengan baik akan menyadari
bahwa keberadaan dirinya di muka bumi adalah untuk melakukan
perbuatan baik demi kemaslahatan sesama manusia.
d. Kesederhanaan
Pribadi yang berintegritas tinggi adalah seseorang yang menyadari
kebutuhannya dan berupaya memenuhi kebutuhannya dengan
9 Nanang Puspito (eds)., Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:
Kemendikbud, 2011), h. iii.
-
17
semestinya tanpa berlebih-lebihan. Ia tidak tergoda untuk hidup dalam
gelimang kemewahan.
e. Kepedulian
Kepedulian sosial kepada sesama menjadikan seseorang memiliki
sifat kasih sayang. Pribadi dengan jiwa sosial tidak akan tergoda untuk
memperkaya diri sendiri dengan cara yang tidak benar, tetapi ia malah
berupaya untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk
membantu sesama.
f. Kemandirian
Kemandirian membentuk karakter yang kuat pada diri seseorang
menjadi tidak bergantung terlalu banyak pada orang lain. Pribadi yang
mandiri tidak akan menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab demi mencapai keuntungan sesaat.
g. Kerja keras
Perbedaan nyata akan jelas terlihat antara seseorang yang
mempunyai etos kerja dengan yang tidak memilikinya. Individu
beretos kerja akan selalu berupaya meningkatkan kualitas hasil
kerjanya demi terwujudnya kemanfaatan publik yang sebesar-
besarnya.
h. Keberanian
Seseorang yang memiliki karakter kuat akan memiliki keberanian
untuk menyatakan kebenaran dan menolak kebathilan. Ia tidak akan
mentolerir adanya penyimpangan dan berani menyatakan
penyangkalan secara tegas.
i. Keadilan
Pribadi dengan karakter yang adil akan menyadari bahwa apa
yang dia terima sesuai dengan jerih payahnya. Ia tidak akan menuntut
untuk mendapatkan lebih dari apa yang ia sudah upayakan. Bila ia
-
18
seorang pimpinan maka ia akan memberi kompensasi yang adil
kepada bawahannya sesuai dengan kinerjanya.10
Seperti yang telah dijelaskan bahwa penyebab korupsi terdiri dari
faktor internal dan eksternal. Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya
dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi kedua
faktor tersebut dengan menanamkan nilai antikorupsi pada setiap
individu.11
Kemudian, dalam penelitian ini, digunakan nilai antikorupsi
yang dikampanyekan KPK sebagai landasan dalam menanamkan nilai
antikorupsi pada peserta didik.
B. Hakikat Novel
Novel adalah karya fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur
intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat
mirip dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa di dalamnya,
sehingga seolah-olah seperti kenyataan. Seorang sastrawan memperlakukan
kenyataan yang digunakan sebagai bahan mentah karya sastranya dengan cara
meniru, memperbaiki, menambah atau menggabung-gabungkan kenyataan
yang ada untuk dimasukkan ke dalam karya sastranya.12
Istilah novel dalam bahasa Indonesia berasal dari istilah novel dalam
bahasa Inggris yang berakar dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa
Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang
kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.
Dewasa ini, istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama
dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette) yang berarti sebuah karya
prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak
10
Yuli Astuti, Nilai dan Prinsip Antikorupsi, diakses pada 02/04/16, 20.20 WIB, dari
http://diskopukm.natunakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=119:komitmen-
anti-korupsi&catid=58&Itemid=1150 11
Nanang Puspito, op. cit., h. 75. 12
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta:Grasindo,2008), h. 46.
http://diskopukm.natunakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=119:komitmen-anti-korupsi&catid=58&Itemid=1150http://diskopukm.natunakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=119:komitmen-anti-korupsi&catid=58&Itemid=1150
-
19
terlalu pendek.13
Dari segi jumlah kata, maka biasanya suatu novel
mengandung kata-kata yang berkisar antara 35.000 buah sampai tak terbatas
jumlahnya.14
Wellek dan Warren membagi ragam fiksi naratif menjadi dua, ragam fiksi
naratif yang utama dalam bahasa Inggris disebut romance (romansa) dan
novel. Novel bersifat realistis, sedangkan romansa bersifat puitis dan epic.
Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi: surat, jurnal, memoar
atau biografi, kronik atau sejarah. Dapat dikatakan novel merupakan
gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel
itu ditulis. Sedangkan romansa ditulis dalam bahasa yang agung dan
diperindah, menggambarkan apa yang tidak pernah terjadi dan tidak mungkin
terjadi.15
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel adalah karangan prosa yang
panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.16
Novel
dibangun dari dua unsur yakni intrinsik dan ektrinsik. Dalam unsur intrinsik
terdapat tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang dan gaya bahasa. Sedangkan
unsur ektrinsik dapat berupa latar belakang penulis dan kondisi sosial pada
saat novel tersebut dibuat. Kedua unsur tersebut saling berkaitan karena saling
berpengaruh dalam sebuah karya sastra.
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa novel
adalah sebuah karya sastra fiksi yang ditulis secara naratif dengan
menggunakan unsur intrinsik sebagai unsur pembangun cerita. Novel ditulis
oleh pengarang dengan mengambil inspirasi berdasarkan gambaran
kehidupan.
13 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2009), h. 12. 14
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 165.
15
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Sastra, Terj. dari, Theory of Literature oleh
Melanie Budianta, (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 282. 16
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 969.
-
20
C. Unsur Intrinsik Novel
Novel memiliki struktur yang membangun sebuah cerita di dalamnya.
Salah satunya adalah unsur intrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang
membangun karya sastra dari dalam yang akan mewujudkan struktur karya
sastra seperti tema, penokohan, alur, latar, sudut pandang dan gaya bahasa.
1. Tema
Tema karya sastra selalu berkaitan dengan makna (pengalaman)
kehidupan. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup
dan kehidupan itu menjadi tema dan atau sub-tema ke dalam karya fiksi
sesuai dengan pengalaman, pengamatan dan interaksinya dengan
lingkungan.
Pada dasarnya tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Stanton
dan Kenny dalam Nurgiyantoro menjelaskan tema adalah makna yang
dikandung oleh sebuah cerita.17
Makna sebuah cerita dapat lebih dari satu.
Oleh sebab itu, banyak interpretasi yang muncul dari sebuah karya sastra.
Hal ini yang menyebabkan sulitnya untuk menentukan tema pokok atau
dapat disebut tema mayor.
Tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau
gagasan umum suatu karya. Menentukan tema pokok sebuah cerita pada
hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan dan
menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan dan dikandung oleh
karya yang bersangkutan. Sedangkan, tema minor merupakan makna yang
hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita dan dapat
diidentifikasikan sebagai makna bagian, makna tambahan.18
Menentukan tema merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena
harus memperhatikan berbagai aspek, termasuk pemahaman cerita secara
17
Nurgiyantoro, op. cit., h. 114. 18
Ibid., h. 133.
-
21
keseluruhan dan sudut pandang yang dipilih. Walau sulit ditentukan secara
pasti, tema bukanlah makna yang disembunyikan. Untuk menentukan
sebuah tema dapat disimpulkan dari keseluruhan cerita bukan hanya
berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Kehadiran tema adalah
terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita.19
Berdasarkan beberapa pemaparan yang telah diungkapkan, dapat
disimpulkan bahwa tema adalah ide dasar atau gagasan pokok yang secara
eksplisit terkandung dalam sebuah novel. Serangkaian peristiwa dapat
diidentifikasikan berdasarkan tema mayor dan tema minor. Secara
keseluruhan, untuk mendapatkan tema dalam sebuah novel diperlukan
proses kesimpulan dari keseluruhan cerita.
2. Tokoh dan Penokohan
Sudjiman dalam Budianta mengemukakan tema adalah individu
rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa
dalam cerita.20
Istilah tokoh merujuk pada orangnya atau pelaku cerita.
Sedangkan, Jones dalam Nurgiyantoro berpendapat penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita. Penokohan dalam sebuah karya sastra merupakan cara
pengarang untuk menampilkan watak, perwatakan dan karakter tokoh.
Tokoh hanya merupakan karakter ciptaan pengarang, namun tokoh dalam
karya sastra diharapkan sebagai seorang tokoh yang hidup secara wajar,
sewajar sebagaimana kehidupan manusia.21
Bentuk penokohan yang
paling sederhana adalah pemberian nama.22
Penafsiran kualitas penokohan
dalam sebuah karya didasarkan pada penerimaan pembaca.
Untuk menganalisis tokoh, dapat ditinjau dari berbagai sudut, di
antaranya sebagai berikut:
19
Ibid., h. 116. 20
Melanie Budianta, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2002), h. 86. 21
Nurgiyantoro, op. cit., h. 247-249. 22
Wellek dan Warren, op. cit., h. 287.
-
22
1) Berdasarkan peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat
dibedakan atas tokoh primer (utama), tokoh sekunder (tokoh bawahan)
dan tokoh komplementer (tambahan).23
Tokoh utama (central
character, main character) adalah tokoh yang diutamakan
penceritanya dalam novel. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan. Tokoh utama dalam sebuah novel bisa lebih dari
seseorang, walau kadar keutamaannya tidak (selalu) sama. Sementara
itu, peran tokoh tambahan dalam cerita lebih sedikit, tidak
dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan
tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung.
2) Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dapat dibedakan atas
tokoh utama (antihero), tokoh utama (protagonis) dan yang terpenting
adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk
mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang
menjadi inti dan menggerakkan cerita.24
Tokoh antihero adalah a
main character in a dramatic or narrative work who is characterized
by a lack of traditional heroic qualities, such as idealism or
courage.25
Lebih lanjut, Abrams memberikan pengertian antihero
sebagaiThe chief person in a modern novel or play whose character
is widely discrepant from that which we associate with the traditional
protago- nist or hero of a serious literary work. Instead of manifesting
largeness, dignity, power, or heroism, the antihero is petty,
ignominious, passive, ineffectual, or dishonest.26
Tokoh protagonis
merupakan tokoh yang mendukung jalannya cerita, biasanya disertai
nilai-nilai yang dikagumi (hero), sedangkan tokoh antagonis adalah
23
Siswanto, op. cit., h. 143. 24
Budianta, loc. cit. 25
The American Heritage Dictionary of the English Language, Antihero, diakses pada
18/06/16, 21:00 WIB, dari http://thefreedictionary.com/antihero 26
Abrams, A Glossary of Literary Terms, (United States of America: Cornell University,
1999), h. 11.
http://thefreedictionary.com/antihero
-
23
tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung
ataupun tidak langsung.27
3) Berdasarkan perwatakannya, tokoh dapat dibagi menjadi tokoh
sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang
asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu.
Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek
kejutan bagi pembaca. Sedangkan, tokoh bulat merupakan tokoh yang
memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
kepribadian dan jati dirinya.28
4) Berdasarkan teknik pelukisan tokoh, setidaknya ada dua cara yakni
teknik ekspositori dan teknik dramatik. Teknik ekspositori atau analitis
adalah teknik pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung.
Sedangkan teknik dramatik adalah teknik yang digunakan pengarang
dengan tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta
tingkah laku para tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita
untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas
yang dilakukan.29
Dari pemaparan yang telah diungkapkan, dapat disimpulkan bahwa
tokoh adalah karakter ciptaan pengarang yang mengalami peristiwa dalam
cerita dan memiliki penggambaran secara wajar seperti umumnya
kehidupan manusia. Dalam penelitian ini, tokoh dan penokohan dibagi
menjadi tokoh primer (utama), tokoh sekunder (tokoh bawahan) dan tokoh
komplementer (tambahan) dengan memperhatikan bagaimana pengarang
melukiskan tokoh, fungsi penampilan di dalam cerita dan memberikan
watak yang mempengaruhi perkembangan cerita.
27
Nurgiyantoro, op. cit., h. 261. 28
Ibid., h. 265-266. 29
Ibid., h. 279-283.
-
24
3. Alur (Plot)
Dalam teori-teori yang berkembang, plot juga dikenal dengan istilah
struktur naratif, susunan dan juga sujet. Foster dalam Nurgiyantoro
menjelaskan plot sebagai peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai
penekanan pada adanya hubungan kausalitas.30
Hubungan kausalitas
diartikan sebagai hubungan sebab akibat, kemunculan peristiwa
sebelumnya akan menyebabkan munculnya peristiwa lain. Kata kunci
hubungan sebab-akibat antar peristiwa merupakan pembeda plot dengan
jalan cerita yang hanya memperhatikan rentetan peristiwa. Jan Van
Luxemburg dkk mengartikan alur adalah konstruksi yang dibuat pembaca
mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik
saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.31
Sudjiman dalam Siswanto membagi alur menjadi alur erat (ketat) dan
alur longgar. Alur erat adalah jalinan peristiwa yang sangat padu di dalam
suatu karya sastra; kalau salah satu peristiwa ditiadakan, keutuhan cerita
akan terganggu. Alur longgar adalah jalinan peristiwa yang tidak padu di
dalam karya sastra, meniadakan salah satu peristiwa tidak akan
mengganggu jalan cerita.32
Berdasarkan kriteria urutan waktu, plot dapat dibedakan menjadi plot
lurus (progresif), plot sorot balik (flash back) dan plot campuran.
a. Plot Lurus (Progresif)
Plot sebuah novel dapat dikatakan progresif jika peristiwa-
peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa (-
peristiwa) yang pertama diikuti oleh (atau: menyebabkan
terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Jika dituliskan
30
Ibid., h. 165-167. 31
Jan Van Luxemburg, Mieke Bal dan Williem G Wetsteijn, Pengantar Ilmu Sastra, Terj.
dari Inleiding In de Literatuurwetenschap oleh Dick Hartanto, (Jakarta: Gramedia, 1992), cet. 4, h.
149. 32
Siswanto, op. cit., h. 161.
-
25
dalam bentuk skema, secara garis besar plot progresif akan
berwujud sebagai berikut.
A B C D E
b. Plot Sorot Balik (Flash Back)
Urutan kejadian dalam plot ini tidak bersifat kronologis. Cerita
tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal
cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau
bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.
Jika dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar plot sorot
balik akan berwujud sebagai berikut.
D1 A B C D2 E
c. Plot Campuran
Secara garis besar plot sebuah novel mungkin progresif, tetapi di
dalamnya, betapapun kadar kejadiannya, sering terdapat adegan-
adegan sorot balik. Demikian pula sebaliknya. Jika dituliskan
dalam bentuk skema, secara garis besar plot campuran akan
berwujud sebagai berikut.
E D1 A B C D233
Aminudin dalam Siswanto membedakan tahapan-tahapan peristiwa
atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian dan penyelesaian.
1) Tahapan awal atau biasa disebut tahap perkenalan. Pada tahap ini
pada umumnya diberi sejumlah informasi penting yang berkaitan
dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap
berikutnya. Dalam tahap ini pengarang memperkenalkan identitas
tokoh, misalnya nama, asal, ciri fisik dan sifatnya.
2) Tahapan konflik merupakan tahap ketegangan atau pertentangan
antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan.
33
Nurgiyantoro, op. cit., h. 213-216.
-
26
Tahap ini dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian,
menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai
dimunculkan pada tahapan sebelumnya, menjadi semakin
meningkat, semakin menegangkan.
3) Tahapan komplikasi atau rumitan merupakan bagian tengah alur
cerita rekaan yang mengembangkan tikaian. Dalam tahapan ini,
konflik yang terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan
berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh.
4) Tahapan klimaks merupakan bagian alur cerita rekaan yang
melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi
tanggapan emosional pembaca.
5) Tahapan leraian merupakan bagian struktur alur sesudah tercapai
klimaks. Pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi
menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian.
6) Selesaian atau tahap akhir merupakan tahapan di mana segala
permasalahan mulai terselesaikan, semua konflik mulai menemui
jalan keluar atau akhir cerita. Dalam tahap ini semua masalah
dapat diurai, kesalahpahaman dijelaskan, rahasia dibuka. Ada dua
macam selesaian, tertutup dan terbuka. Selesaian tertutup adalah
bentuk penyelesaian cerita yang diberikan oleh sastrawan.
Selesaian terbuka adalah bentuk penyelesaian cerita yang
diserahkan kepada pembaca. 34
Dari berbagai pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa alur adalah berbagai peristiwa yang dialami oleh pelaku, diseleksi
dan diurutkan berdasarkan sebab akibat untuk mencapai efek tertentu.
Dalam penelitian ini, alur akan dibahas dengan memperhatikan tahapan
peristiwa maupun jalinan peristiwa di dalamnya.
34
Siswanto, op. cit., h. 159-160.
-
27
4. Latar
Latar adalah lingkungan yang dapat dianggap berfungsi sebagai
metonimia atau metafora, ekspresi dari tokohnya. Latar juga dapat
berfungsi sebagai penentu pokok; lingkungan yang dianggap sebagai
penyebab fisik dan sosial, suatu kekuatan yang tidak dapat dikontrol oleh
individu.35
Latar dapat berupa segala keterangan mengenai waktu, ruang
dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.36
Latar memberikan
pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal penting untuk memberikan
kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.37
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,
waktu dan sosial.
a. Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu
dan mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar
tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan atau
paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis
tempat bersangkutan.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Permasalahan waktu dalam karya naratif dapat bermakna ganda: di
satu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita
35
Wellek dan Warren, op. cit., h. 291. 36
Budianta, loc. cit. 37
Nurgiyantoro, op. cit., h. 303.
-
28
dan dipihak lain menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi
yang dikisahkan dalam cerita.
c. Latar Sosial
Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat
mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia
dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Latar sosial berhubungan
dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,
menengah atau atas. 38
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana
terjadinya lakuan dalam karya sastra yang digunakan sebagai landasan
untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca.
5. Sudut Pandang
Abrams dalam Nurgiyantoro mengemukakan sudut pandang adalah
cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk
cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Pandangan hidup
pengarang disalurkan lewat kacamata tokoh cerita.39
Aminuddin dalam
Siswanto mengartikan sudut pandang atau point of view sebagai cara
pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. 40
Berikut pembedaan sudut pandang berdasarkan bentuk persona tokoh
cerita, yakni persona ketiga dan persona pertama.
38
Ibid., h. 315-322. 39
Ibid., h. 248. 40
Siswanto, op. cit., h. 152.
-
29
1) Sudut Pandang Persona Ketiga: Dia
Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona
ketiga, gaya dia, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita
yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau
kata gantinya; ia, dia, mereka. Dalam sudut pandang ini terdapat dia
mahatahu, dia terbatas dan dia sebagai pengamat.
2) Sudut Pandang Persona Pertama: Aku
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang
persona pertama, first-person point of view, narator adalah seseorang
yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si aku tokoh yang berkisah,
mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, self consciousness,
mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar,
dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada
pembaca. Narator hanya bersifat mahatahu bagi diri sendiri dan tidak
terhadap orang-orang (tokoh) lain yang terlibat dalam cerita.
a) Aku Tokoh Utama
Si aku mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku
yang dialaminya, baik bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun
fisik dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si
aku menjadi fokus, pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu
yang di luar diri si aku, peristiwa, tindakan dan orang,
diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, atau
dipandang penting. Jika tidak, hal itu tidak disinggung sebab si
aku mempunyai keterbatasan terhadap segala hal yang di luar
dirinya. Namun sebaliknya, tokoh aku memiliki kebebasan
untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Teknik
aku dapat dipergunakan untuk melukiskan serta membeberkan
pengalaman kehidupan manusia yang paling dalam dan rahasia
sekalipun.
-
30
Si aku yang menjadi tokoh utama cerita praktis menjadi
tokoh protagonis. Hal itu amat memungkinkan pembaca menjadi
merasa benar-benar terlibat. Pembaca akan mengidentifikasikan
diri terhadap tokoh aku dan karenanya akan memberikan empati
secara penuh. Namun, keterbatasan tokoh aku untuk menjangkau
tokoh dan peristiwa lain di luar dirinya dianggap sebagai
kelemahan teknik ini. Pembaca menjadi tidak banyak tahu karena
pengetahuannya tergantung pada pengetahuan si aku.
b) Aku Tokoh Tambahan
Tokoh aku muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan
sebagai tokoh tambahan, first-person peripheral. Tokoh aku
hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca.
3) Sudut Pandang Campuran
Penggunaan kedua sudut pandang dalam sebuah novel terjadi
karena pengarang ingin memberikan cerita lebih banyak kepada
pembaca. Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran dapat
berupa sudut pandang persona ketiga dengan teknik dia mahatahu
dan dia sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik aku
sebagai tokoh utama dan aku tambahan atau sebagai saksi, bahkan
dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara
aku dan dia sekaligus.41
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam
cerita sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita. Kemudian, dalam penelitian ini
menggunakan pembedaan sudut pandang berdasarkan bentuk persona
tokoh cerita yakni sudut pandang persona pertama Aku tokoh utama.
41
Nurgiyantoro, op. cit., h. 347-361.
-
31
6. Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan
istrilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam
alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini
akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak
pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah,
maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahilan untuk menulis
atau mempergunakan kata-kata secara indah.42
Gaya bahasa adalah cara
pengarang menggunakan bahasa. Gaya bahasa dapat dibatasi dengan cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan
jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Keraf membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu 1)
berdasarkan pilihan kata, yang terdiri atas gaya bahasa resmi, gaya bahasa
tak resmi dan gaya bahasa percakapan, 2) berdasarkan nada, yang terdiri
atas gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah, 3)
berdasarkan struktur kalimat, yang terdiri atas klimaks, antiklimaks,
paralelisme, antitesis dan repetisi 4) berdasarkan langsung tidaknya
makna, yang terdiri atas gaya bahasa retoris, meliputi aliterasi, asonansi,
anostrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton,
kiasmus, elipsis, eufimismus, lutotes, histeron proteron, pleonasme dan
tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan
retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks
dan oksimoron 5) gaya bahasa kiasan yang meliputi persamaan atau
simile, metafora, alegori, parabel, dan fabel, personifikasi atau
prosopopoeia, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia,
42
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet.
ke-18, h. 112.
-
32
hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, dan pun
atau paronomasia.43
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa untuk
mengungkapkan pikirannya yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
penulis.
D. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal
dari akar kata Yunani, sosio (berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman)
dan logi (logos yang berarti sabda, perkataan, perumpanaan). Ilmu sosiologi
berarti ilmu mengenai asal-ususl dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu
pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia
dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Sedangkan, sastra
berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan intruksi. Jadi,
sosiologi sastra berarti pemahaman terhadap karya sastra dengan
mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan yang meliputi keterlibatan
pengarang sebagai anggota masyarakat.44
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis
pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan
adat istiadat pada masa novel itu disituasikan. Pengarang mengubah karyanya
selaku seorang warga masyarakat pula.45
Pendekatan sosiologi sastra
merupakan hubungan antara sastra dan masyarakat yang bertolak belakang
dari frasa De Bonald, literature is an exspression of society, bahwa sastra
adalah ungkapan perasaan masyarakat yang berarti sastra mencerminkan dan
mengekspresikan hidup.46
43
Ibid., h.112-145. 44
Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
cet. ke 2, h. 1-3. 45
Luxemburg, dkk., op. cit., h. 23. 46
Wellek dan Warren, op. cit., h. 110.
-
33
Abrams dalam Siswanto menggunakan istilah pendekatan mimetik yang
berarti pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap
hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar sastra. Pendekatan ini
memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas.47
Sedangkan, Robert
Escarpit menjelaskan apa yang dimaksud dengan sosiologi sastra melalui
hubungan antara sastra dan masyarakat dengan berbagai tinjauan sudut
pandang, antara lain kesusasteraan dan masyarakat, sejarah dan politik
perbukuan.48
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sosiologi
sastra atau pendekatan mimetik adalah pemahaman terhadap karya sastra
dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan yang
melatarbelakangi karya tersebut yang meliputi keterlibatan pengarang sebagai
anggota masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
E. Hakikat Pembelajaran Sastra
Pendidikan (education) adalah keseluruhan aktifitas manusia dan
masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan, memperbaiki, memulihkan,
kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. Adapun parameter dari
kualitas manusia terletak pada aspek kesadaran, pengetahuan dan
keterampilan, yang ketiganya harus bersifat seimbang, saling menopang dan
berkesinambungan. Keseluruhan dari keseimbangan itu akan menciptakan
karakter manusia, yakni sifat yang dimiliki dan menjadi ciri yang
membedakan dengan manusia lain. Perluasan dari karakter manusia adalah
karakter masyarakat dan selanjutnya karakter bangsa.49
Karya sastra berfungsi sebagai alat untuk menanamkan nilai-nilai dan
karakter, serta merangsang imajinasi kreativitas anak berfikir kritis melalui
47
Siswanto, op. cit., h. 188. 48
Robert Escarpit, Pengantar Sosiologi Sastra, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.
17. 49
Andi Sinulingga, Berharap pada Pemuda?, (Jakarta: Suara Karya, 2006), h. 82.
-
34
rasa penasaran jalan cerita dan metafora-metafora yang terdapat di dalamnya.
Pembelajaran sastra juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa
mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan
latihan mempertajam perasaan, penalaran dan daya khayal serta kepekaan
terhadap mayarakat, budaya, lingkungan hidup dan nilai yang terkandung
dalam sebuah karya. Nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra
diresapi oleh anak dan secara tidak sadar merekonstruksi sikap dan
kepribadian mereka.
Pengajaran sastra pada dasarnya mengemban misi efektif, yaitu
memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya (lebih) tanggap terhadap
peristiwa-peristiwa di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanamkan,
menumbuhkan dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah
manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap nilai-nilai, baik dalam
konteks individual, maupun sosial.50
Sastra berkaitan erat dengan semua
aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra
menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila
dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang
menghayatinya.51
Dengan demikian kehadiran sastra dalam pembelajaran
mempunyai kontribusi yang besar, karena melalui pembelajaran sastra siswa
akan menemukan fakta-fakta yang berisikan pengetahuan. Fakta-fakta yang
ditemukan dalam karya sastra itu berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan
seperti nilai moral, nilai pendidikan, nilai religiuitas bahkan nilai antikorupsi
yang diharapkan dapat diresapi dalam perilaku siswa.
Dalam rangka mengembangkan suatu perencanaan pembelajaran,
diperlukan pendekatan yang mencakup strategi, metode dan teknik
pembelajaran. Pendekatan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru
50
Sihaloholistick, Pembelajaran dan Teori Apresiasi Sastra, diakses pada 11/12/2015, 14.00
WIB, dari www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/pembelajaran-dan-teori-apresiasi-sastra 51
Rahmanto, B., Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 17.
http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/pembelajaran-dan-teori-apresiasi-sastra
-
35
yang dimulai dengan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran dan diakhiri dengan penilaian hasil belajar. Pendekatan yang
dapat digunakan di antaranya; 1) pendekatan imposisi, 2) pendekatan
teknologis, 3) pendekatan personalisasi, 4) pendekatan interaksional, 5)
pendekatan konstruktivis, 6) pendekatan pengolahan informasi, 7) pendekatan
inquiry dan 8) pendekatan pemecahan masalah.52
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran sastra adalah proses pembelajaran yang berfungsi
sebagai penanaman nilai-nilai dan karakter, serta merangsang imajinasi
kreativitas anak berfikir kritis dan memperkaya pengalaman siswa untuk
menjadikannya (lebih) tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya.
F. Pembelajaran Prosa dalam Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.53
Untuk itu, kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan esensial
berikut ini:
1. Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah
(kontekstual), karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat
peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan
potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek
belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami
berdasarkan kompetensi tertentu, bukan transfer ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge).
52
Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h.
43. 53
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015), cet. ke-6, h. 65.
-
36
2. Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi boleh jadi
mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan
ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan,
kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta
pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optiimal
berdasarkan standar kompetensi tertentu.54
Penyempurnaan esensial kurikulum ini berpusat pada peserta didik
(student center) yang dalam pembelajaran menggunakan komunikasi dua arah
antara guru dan peserta didik. Peserta didik tidak berfokus menerima ilmu
pengetahuan dari guru saja, melainkan bisa mendapatkan ilmu dari mana saja
seperti pengalaman disekitarnya bahkan melalui internet. Guru dituntut
memberikan stimulus yang kreatif agar peserta didik menjadi aktif dengan
rasa ingin tahu yang tinggi dalam materi pelajaran.
Tujuan pokok yang perlu dicapai dalam pembelajaran prosa adalah
peningkatan kemampuan baik secara ekstensif maupun intensif. Untuk
mencapai tujuan tersebut ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, di
antaranya :
1. Menggiatkan minat baca siswa; memberikan contoh dengan wawasan
guru yang luas hasil dari membaca, memberi sugesti kepada siswa
mengenai hal yang menarik dari novel yang akan dibahas, memberi
kemudahan dalam pencarian novel dan memberikan pengukuhan dengan
hasil nilai yang sesuai dengan kompetensi.
2. Bantuan untuk mempermudah memahami novel; pemilihan edisi buku,
mengawali pembicaraan dengan menyenangkan, memberikan pentahapan
belajar, membuat cerita lebih hidup dan menggunakan metode yang
bervariasi.55
54
Ibid., h. 164. 55
Rahmanto, op. cit., h. 66-79.
-
37
Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen
kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip 1) berpusat
pada peserta didik, 2) mengembangkan kreativitas peserta didik, 3)
menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, 4) bermuatan nilai,
etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan 5) menyediakan pengalaman
belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode
pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan
bermakna.56
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan kurikulum dalam pembelajaran prosa menghasilkan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik serta memberikan
pembelajaran secara kontekstual yang akan menghasilkan pemahaman serta
pengalaman peserta didik terhadap permasalahan yang terdapat di