Download - PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Makalah Tugas Mata Kuliah
Proses Belajar Mengajar
Oleh:
Kelompok 2
Sondang Septiarini (103174002)
Havids Masnurillah (103174006)
Fitrotun Nisa` (103174020)
Yunita Kurnia W. (103174036)
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2011/2012
1
Kata Pengantar
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah
ini dengan kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang PENDEKATAN
KONTEKSTUAL dan PENDEKATAN REALISTIK, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail
yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru bahasa Indonesia sang
Penyusun yaitu Ibu Janet dan Ibu Asma Johan yang telah membimbing penyusun agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun makalah.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran
dan kritiknya. Terima kasih.
Surabaya, 09 Oktober 2011
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Manfaat.................................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
ISI...........................................................................................................................................................5
2.1 PENDEKATAN KONTEKSTUAL.......................................................................................................5
2.1.1 Pengertian pendekatan kontekstual..................................................................................5
2.1.2 Peran Guru dalam Pendekatan Kontekstual......................................................................5
2.1.3 Tujuan Pendekatan Kontekstual.........................................................................................7
2.1.4 Contoh Pendekatan kontekstual........................................................................................9
2.2 PENDEKATAN REALISTIK.............................................................................................................9
2.2.1 Pengertian Pendekatan realistik..........................................................................................9
2.2.2 Tujuan Pembelajaran Matematika Realistik.....................................................................10
2.2.3 Prinsip- prisip Pembelajaran Realistik...............................................................................11
2.2.4 Karakteristik pendekatan realistik....................................................................................11
2.2.5 Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik.....................................................12
2.2.6 Kelebihan dan kelemehan pembelajaran metematika realistik.......................................13
2.2.7 Contoh Pendekatan Realistik.............................................................................................14
BAB III..................................................................................................................................................15
PENUTUP.............................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan dan Saran...............................................................................................................15
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL) dan pendekatan realistik.
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan detail mengenai penerapan pendekatan kontekstual dan realistic dalam proses pembelajaran matematika. Para pendidik selama ini masih mengalami kesulitan untuk menerapkan pendekatan realistic dan kontekstual dengan ketujuh komponen utamanya (constructivism, inquiry, questioniong, learning community, modeling, reflection, dan authentic assessment).
1.2 ManfaatManfaat Teoretis:Diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan kebahasaan, terutama dalam kegiatan menulis.
BAB II
ISI
2.1 PENDEKATAN KONTEKSTUAL
2.1.1 Pengertian pendekatan kontekstual
4
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks
ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan
bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka
pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan
sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti
dan siswa akan berusaha untuk meggapainya.
Jonhson (2007:67) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran konstekstual atau
CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah proses pendidikan yang
menolong para siswa melihat makna dalam materi akademik dengan konteks dalam
kehidupan keseharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi, social, dan budaya mereka.
2.1.2 Peran Guru dalam Pendekatan Kontekstual
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam
mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk
menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student
centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa .
2. Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian
secara seksama.
3. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih
dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran
kontekstual.
4. Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan
mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka.
5. Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan
bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
5
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang
penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying),
bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme.
Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah
diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya.
Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan
serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan
pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang
realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan
yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama
tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia
nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan
focus pada pemahaman bukan hafalan.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya
pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks 3) Kegiatan
belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa
untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran
menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan
penilaian otentik.
2.1.3 Tujuan Pendekatan Kontekstual
6
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki
tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry),
bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan
(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun
tujuh komponen tersebut sebagai berikut:
a. Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual
Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan
menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation),
bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data
gathering), penyimpulan (conclusion).
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan
strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegunaan kegiatan bertanya :
menggali informasi
menggali pemahaman siswa
membangkitkan respon kepada siswa
mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru
membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan
kembali pengetahuan siswa.
7
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil
kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar
kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada
komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi
pembelajaran saling belajar.
e. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana
guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar
siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model.
Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau
berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam
pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang
berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran
mengenai perkembangan belajar siswa.
Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu
diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar.
Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta
penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
Wina (2005:125) menjelaskan beberapa hal penting dalam pembelajaran melalui
pendekatan kontekstual atau CTL sebagai berikut:
CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara
penuh, baik fisik maupun mental.
8
CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi porses pengalaman
dalam kehidupan nyata.
Kelas dalam pembelajaran CTL, bukan sebagai tempat memperoleh informasi,
akan tetapi sebagi tempat untuk menguji data hasil temuan mereka dilapangan.
Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian orang lain.
2.1.4 Contoh Pendekatan kontekstual
Berikut ini adalah contoh pembelajaran matematika yang dicontohkan dengan
operasi pengurangan dasar bilangan seperti 13–7. Langkah-langkah proses
pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1. Pada tahap awal, Guru mengajukan masalah seperti berikut di papan tulis,
di transparansi, ataupun di kertas peraga.
Ardi memiliki 12 kelereng.
9 kelereng diberikan kepada adiknya.
Berapa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang?
2. Guru bertanya kepada para siswa, berapa kelereng yang dimiliki Ardi pada
awalnya? Jawaban yang diinginkan adalah 12. Guru lalu menggambar di
papan tulis, 12 buah kelereng seperti gambar di bawah ini dengan
menekankan bahwa 12 bernilai 1 puluhan dan 2 satuan atau 12 = 10 + 2.
3. Guru meminta siswanya bekerja dalam kelompok dengan menggunakan
benda-benda konkret yang dimilikinya untuk menggambarkan 12 kelereng
yang dimiliki Ardi.
4. Guru bertanya kepada siswa, berapa butir kelereng yang diberikan kepada
adiknya dan berapa sisa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang? Biarkan siswa
bekerja sendiri-sendiri atau bekerja di kelompoknya untuk menjawab soal
tersebut.
5. Guru memberi kesempatan kepada siswa atau kelompok untuk melaporkan
cara mereka mendapatkan hasilnya. Diskusikan juga, yang mana dari dua cara
tersebut yang lebih mudah digunakan.
9
6. Guru memberi soal tambahan seperti 13–9 dan 12–8. Para siswa masih boleh
menggunakan benda-benda konkret. Bagi siswa yang masih menggunakan alternatif
pertama, sarankan untuk mencoba alternati kedua dalam proses menjawab dua soal
di atas.
7. Guru memberi soal tambahan seperti 14–9 dan 13–8. Bagi siswa atau
kelompok siswa yang sudah dapat menyelesaikan soal ini tanpa menggunakan
benda konkret dapat mengerjakan soal-soal yang ada di buku.
2.2 PENDEKATAN REALISTIK
2.2.1 Pengertian Pendekatan realistik
Menurut Sudarman Benu, (2000: 405) “pendekatan realistik adalah pendekatan yang
menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar
matematika”.Matematika Realistik yang telah diterapkan dan dikembangkan di Belanda teorinya
mengacu pada matematika harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktifitas
manusia.Dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik, strategi- strategi informasi siswa
berkembang ketika mereka menyeleseikan masalah pada situasi- situsi biasa yang telah
diakrapiniya, dan keadaan itu yang dijadikannya titik awal pembelajaran pendekatan realistik atau
Realistic Mathematic Education(RME) juga diberi pengertian “cara mengajar dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelediki dan memahami konsep matematika
melalui suatu masalah dalam situasi yang nyata”. (Megawati, 2003: 4).
Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran bermakna bagi siswa.
Realistic Mathematic Education(RME) adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak pada
hal- hal yang real bagi siswa(Zulkardi).
10
Teori ini menekankan ketrampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi
dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri(Student Invonting), sebagai
kebalikan dari guru memberi(Teaching Telling) dan pada akhirnya murid menggunakan
matematika itu untuk menyeleseikan masalah baik secara individual ataupun kelompok.
Pada pendekatan Realistik peran guru tidak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau
evaluator. Sementara murid berfikir, mengkomunikasikan argumennya, mengklasifikasikan
jawaban mereka, serta melatih saling menghargai strategi atau pendapat orang lain.
Menurut De Lange dan Van Den Heuvel Parhizen, RME ini adalah pembelajaran yang mengacu
pada konstruktifis sosial dan dikhususkan pada pendidikan matematika.(Yuwono: 2001)
Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa RME atau pendekatan Realistik adalah
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sehari- hari sebagai sumber inspirasi dalam
pembentukan konsep dan mengaplikasikan konsep- konsep tersebut atau bisa dikatakan suatu
pembelajaran matematika yang berdasarkan pada hal- hal nyata atau real bagi siswa dan mengacu
pada konstruktivis sosial.
2.2.2 Tujuan Pembelajaran Matematika Realistik
Tujuan Pembelajaran Matematika Realistik sebagai berikut:
1. Menjadikan matematika lebih menarik,relevan dan bermakna,tidak terlalu formal dan tidak
terlalu abstrak.
2. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
3. Menekankan belajar matematika “learning by doing”.
4. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika tanpa menggunakan penyelesaian yang baku.
5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.
(kuiper&kouver,1993)
2.2.3 Prinsip- prisip Pembelajaran Realistik
Terdapat 5 prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:
1. Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan
sebagai terapan konsep matematika.
2. Perhatian diberikan pada pengembangan model”situasi skema dan simbol”.
3. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif
dan produktif.
11
4. Interaktif sebagai karakteristik diproses pembelajaran matematika.
5. Intertwinning(membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Gravemeijer(dalam Fitri. 2007: 10) menyebutka tiga prinsip kunci dalam pendekatan realistik,
ketiga kunci tersebut adalah:
1. Penemuan kembali secara terbimbing/ matematika secara progresif(Gunded Reinvention/
Progressive matematizing). Dalam menyeleseikan topik- topik matematika, siswa harus diberi
kesempatan untuk mengalami proses yang sama, sebagai koknsep- konsep matematika
dikemukakan. Siswa diberikan masalah nyata yang memungkinkan adanya penyeleseian yang
berbeda.
2. Didaktif yang bersifat fenomena(didaktial phenomology) topik matematika yang akan
diajarkan diupayakan berasal dari fenomenan sehari-hari.
3. Model yang dikembangkan sendiri(self developed models) dalam memecahkan ‘contextual
problem”, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri.
Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani pengetahuan informal dan
pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.
2.2.4 Karakteristik pendekatan realistik
Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik pembelajaran matematika
realistik, yaitu sebagai berikut:
1. Menggunakan masalah kontekstual
Masalah konsektual berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang
digunakan dapat muncul. Bagaimana masalah matematika itu muncul(yang berhubungan dengan
kehidupan sehari- hari).
2. Menggunakan model atau jembatan
Perhatian diarahkan kepada pengembangan model, skema, dan simbolisasi dari pada hanya
mentrasfer rumus. Dengan menggunakan media pembelajaran siswa akan lebih faham dan
mengerti tentang pembelajaran aritmatika sosial.
3. Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada saat proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri
yang mengarahkan mereka dari metode informal ke arah metode yang lebih formal. Dalam
kehidupan sehari- hari diharapkan siswa dapat membedakan pengunaan aritmatika sosial terutama
pada jual beli. Contohnya: harga baju yang didiskon dengan harga baju yang tidak didiskon.
4. Interaktivitas
12
Negosiasi secara eksplisit, intervensi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting
dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai
jembatan untuk menncapai strategi formal. Secara berkelompok siswa diminta untuk membuat
pertanyaan kemudian diminta mempresentasikan didepan kelas sedangkan kelompok yang lain
menanggapinya. Disini guru bertindak sebagai fasilitator.
5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya(bersifat holistik)
Aritmatika sosial tidak hanya terdapat pada pembelajaran matematika saja, tetapi juga terdapat
pada pembelajaran yang lainnya, misalnya pada akutansi, ekonomi, dan kehidupan sehari- hari.
2.2.5 Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang
telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa dan
meminta siswa untuk memahami masalah tersebut,serta memberi kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan masalah yang belum di pahami. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini
adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam
pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.
Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual
jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan
kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya,
terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
Langkah 3 : Menyelesaikan masalah
Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada
pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa
bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang
dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan
yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa
dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada
langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model.
Langkah 4 : Membandingkan jawaban
13
Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya,
bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara
individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan
siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan.
Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat
pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota
yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan
kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan
kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil
kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya,
kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing
siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika
formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi
Langkah 5: Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan
konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini
adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.
2.2.6 Kelebihan dan kelemehan pembelajaran metematika realistik
Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
1. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.
2. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.
3. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.
4. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
5. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.
6. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.
Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
1. Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).
2. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.
3. Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu
memahami materi pelajaran.
2.2.7 Contoh Pendekatan Realistik
14
Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan
pendekatan PMR,sebagaiberikut.
1. Langkah pertama: memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah
kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah
tersebut.
2. Langkah kedua: menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami
masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal
dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada
bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
3. Langkah ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual
menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan
jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa
mengerjakan soal.Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara
mereka sendiri.
4. Langkah keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru
menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk
mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam
proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
5. Langkah kelima: menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang
telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran
dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Langkah 1:Memahami masalah kontekstual.Siswa diberi masalah/soal kontekstual, guru
meminta siswa memahami masalah tersebut secara individual. Guru memberi kesempatan
kepada siswa menanyakan masalah/soal yang belum dipahami, dan guru hanya
memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian situasi dan kondisi masalah/soal
yang belum dipahami siswa. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah
karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam
pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.Langkah 2 : Menyelesaikan
masalah.Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek
matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan
15
masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri
berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya
perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati,
memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh
penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini
yaitu karakteristik kedua menggunakan model. Langkah 3 : Membandingkan jawaban
Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman
sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah
diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru
mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan.
Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu.
Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga
kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih
lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan
waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan.
Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk
menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru
sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa
mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika
formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi.Langkah 4 :
Menyimpulkan.Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR
yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.
Kepada siswa diperkenalkan berbagai konteks yang berkaitan dengan sistem persamaan linier
(SPL), pengenalan proses penyelesaian SPL, sampai kepada pengenalan istilah persamaan
dan sistem persamaan linier. Konteks yang dapat digunakan antara lain: barter, timbangan,
takaran, dan kombinasi harga-harga barang.
Kepada siswa disajikan barbagai konteks yang berkaitan dengan sistem persamaan
linear, pengenalan proses penyelesaian SPL, sampai kepada pengenalan istilah persamaan
dan sistem persaman linear. Antara lain konteks barter, timbangan, Membandingkan dan
menukar (barter).
16
Terdapat suatu kurun waktu ketika uang belum ada. Orang yang hidup dalam
masyarakat kecil menanam panennya sendiri, membawa ternakanya atau kambingnya.
Apa yang mereka kerjakan, jika mereka memerlukan sesuatu, tetapi mereka tidak
meproduksisnya? Mereka menukar beberapa yang mereka miliki dengan sejumlah benda
yang mereka butuhkan. Ini yang dinamakan barter atau pertukaran.
Ahmad hidup di suatu desa kecil dengan keluarganya. Keluarga ahmad memerlukan
jagung, ia akan memasarakannya dengan dua kambing dan satu biri-biri untuk menukar
beberapa karung jagung. Mula-mulaia ketemu Harun yang mengatakan, “saya hanya
menukar sekarung garam untuk beberapa ekor ayam. Saya akan memberimu satu karung
garam untuk setiap dua ekor ayam”. “Saya tidak punya ayam, “Pikir ahmad, jadi saya
tidak dapat menukarnya dengan Harun.
Kemudian ia menjumpai Haris dan bercerita kepadanya, “saya akan memberikan
kamu dua kantong jagung untuk setiap tiga kantong garam.” Ternyata “itu juga tidak
dapat membantu saya” pikir Ahmad.
Kemudian ia menjumpai Rani, ia akan menukar tiga ekor ayam untuk setiap ekor
biri-biri, dan ia mengatakan “Saudaraku mau membeli enam karung garam untuk setiap
ekor kambing yang kamu miliki”.
Ahmad semakin bingung. Apa yang dapat ia kerjakan, ia harus pergi kerumah hanya
dengan berkarung-karung jagung, tidak dengan biri-biri atau kambing yang ia perlukan,
atau ayam atau garam.
Apa yang dapat ahmad kerjakan?
MENCARI HARGA BERBAGAI BARANG
Menggunakan dua strategi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang melibatkan
kombinasi dari benda-benda.
Strategi pertama: penukaran digunakan dalam permasalahan jual beli ikan-ikan di pantai
seperti pada awal unit ini.
Strategi kedua: membuat diagram kombinasi dan menggunakan pola bilangan yang
ditemukan pada diagram.
17
Masalah perbelanjaan dapat diselesaikan menggunakan metode pertukaran.
Mengidentifikasi pola dalam satu gambar atau diagram kombinasi, perluasan pola atau
pengkombinasian informasi memungkinkan untuk mencari harga satu barang.
Banyak permasalahan yang membandingkan besaran seperti harga-harga, berat, atau
lebar. Salah satu cara untuk menjelaskan masalah ini adalah menggunakan persamaan.
POLA dan FORMULA
A. Pola-pola
Ketika menyelesaikan masalah tentang desain, dapat melakukan :
Menggambar beberapa contoh desain tersebut
Membuat tabel dan melihat pola
Menyatakan pola sebagai rumus
Dua tipe berbeda yang dapat digunakan untuk menjelaskan suatu pola :
Suatu rumus BERIKUT-SEKARANG, yang berangkat langkah demi
langkah.
Suatu rumus LANGSUNG, yang bekerja secara langsung menggunakan pola
bilangan.
Rumus-rumus langsung yang berbeda dapat ditemukan untuk menjelaskan aturan
atau pola yang sama. Dapat dilakukan pemeriksaan untuk melihat apakah rumus-rumus
yang diberikan member hasil yang sama dengan menghubungkan setiap rumus untuk pola
yang sama menggunakan gambar.
Contoh :
B = 3L+(L-1) adalah sama dengan B = 4L-1 karena keduanya merupakan representasi
dari :
18
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
KESIMPULAN
Tidak ada satupun model pembelajaran yang diangap paling baik diantara model- model pembelajaran
yang lain. Tiap model pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan
kelemahan masing- masing. Suatu model pembelajaran jika digunakan sesuai situasi dan kondisi pasti
akan jadi model pembelajaran yang baik.
SARAN-SARAN
Berdasarkan simpulan dari penulisan ini untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran realistik
penulis memberikan saran – saran sebagai berikut:
1. Diperlukan adanya kesadaran siswa dalam bertanggung jawab terhadap setiap pelajaran disekolah.
2. Diperlukan adanya kesadaran antara pengajar dengan siswa agar pembelajaran realistik dapat
berjalan dengan baik.
3. Setiap pengajar diharapkan menguasai bermacam- macam metode pembelajaran.
20
Daftar Pustaka
http://gudangmakalah.com/2010/09/penerapan-pendekatan.html
21