Download - Pemikiran Politik Hizbut Tahrir
Ujian Akhir SemesterAnalisis Politik Indonesia
Hizbut Tahrir & Gerakan Pemikiran Islam Transnasional di Indonesia
Kode Mata Kuliah : PEM 612301Hari/Tanggal : Kamis, 25 Desember 2014Waktu : Deadline Pukul 14.00 WIBDosen Pengampu : Dr. Muhammad Harya Ramdhoni, M.A.
Oleh:
Melyansyah SA
1216021072
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung
Hizbut Tahrir & Gerakan Pemikiran Islam Transnasional di Indonesia
Melyansyah SA1
PENDAHULUAN
Kemunculan gerakan keislaman berideologi transnasional menjadi diskursus
hangat dalam dalam perkembangan politik kontekstual. Ideologi islam
transnasional tersebut kemudian bermetamorfrosis menjadi gerakan atau
organisasi keislaman. Keikutsertaan ideologi transnasional tersebut di dalam
percaturan politik nasional maupun internasional menjadi sebuah keniscayaan dari
gerakan kebangkitan Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia yang
kemudian dibingkai dalam format gerakan keislaman. Gerakan kebangkitan islam
tersebut dapat dipahami sebagai sebuah hakikat sejarah yang tidak bisa dibantah.
Gerakan ini adalah kelanjutan dari gerakan keislaman yang pernah muncul
sebelum era kemerdekaan RI seperti seperti lahirnya Sarekat Islam / SI (1911) ,
Parmusi / Persatuan Muslimin Indonesia, PII / Partai Islam Indonesia (1938),
Muhammadiyah (1912) , dan NU / Nahdlotul Ulama (1926) yang kemudian
menjelma menjadi gerakan perlawanan politik terhadap penjajahan Belanda,
Portugis, dan Jepang.2 Kelanjutan kebangkitan islam dalam konteks dunia
kekinian adalah adanya Hizbut Tahrir yang menjadi akar-akar transnasional islam
di Indonesia. Gerakan Hizbut Tahrir merupakan gerakan global sebagaimana
lazimnya globalisasi ekonomi, Informasi teknologi, dan globalisasi lainnya.
Perkembangan dan pergerakan Hizbut Tahrir sebagai sebuah simbol transnasional
menjadi sebuah diskursus hangat dalam perkembangan politik kontekstual.
1 Mahasiswa program studi kepemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UniversitasLampung.2 Ali Fikri Noor (Alumni International Islamic University Islambad Pakistan), Politik Islamberbasis Ideologi Transnasional Sebuah Keniscayan, hal 2.
TUJUAN PENULISAN : Pembuka Cakrawala Berpikir Dalam
Perkembangan Diskursus “Transnasionalisme Islam”
Perkembangan diskursus “Tansnasionalisme Islam” semakin hangat berbanding
lurus dengan banyak lahirnya gerakan-gerakan mengatasnamakan agama sebagai
pijakan. Salah satu gerakan konkrit yang ada saat ini adalah adanya Hizbut
Tahrir. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk menulis tentang
eksistensi Hizbut Tahrir sebagai akar-akar Transnasionalisme Islam di Indonesia.
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk membuka wawasan penulis terkait
dengan “Transnasionalisme Islam” dalam perwujudannya pada Hizbut Tahrir.
Dengan harapan paper ini tidak hanya untuk memenuhi Ujian Akhir Semester
(UAS) Mata Kuliah Analisis Politik Indoensia, tetapi penulis juga berharap
memperoleh pengetahuan dan wawasan terkait pembahasan subtantif di dalam
paper ini.
“MAFAHIM” HIZBUT TAHRIR
(MEMAHAMI HIZBUT TAHRIR)
Pada pertengahan abad ke-20 sejarah Islam didominasi oleh dua tema yaitu
Imperialisme Eropa dan perjuangan untuk mencari kemerdekaan dari penjajah3.
Pada abad itu lahir ideologi-deologi yang pada intinya menentang penjajahan
yang berlaku atas negara-negara mereka oleh imperialisme Barat. Kecenderungan
ideologis tersebut kemudian melahirkan gerakan-gerakan sosial politik yang
berjuang menentang penjajahan. Di antara gerakan sosial-politik Islam lahir di
awal abad ke-20 adalah Ikhwanul Muslimun pada 1928 yang dipelopori Sayyid
Hasan al-Bana di Mesir, kemudian menyusul Jama’at Islami pada 21 Agustus
1941 yang didirikan oleh Sayyid Abul `Ala al-Maududi. Keduanya lahir dengan
motif yang sama yaitu menentang segala bentuk penjajahan dan mengembalikan
kehidupan bangsa Arab ke jalan yang Islami.4
3 John L. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas?, Penerjemah Alwiyah Abdurrahman danMISSI (Bandung: Mizan,1996), hal. 59.4Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam: Perbandingan
Partai Masyumi (Indonesia) dan Partai Jama’atIslami (Pakistan), (Jakarta:Paramadina, l999).
Beberapa tahun kemudian Hizbut Tahrir lahir pada tahun 1953 di al-Quds (Baitul
Maqdis), Palestina. Gerakan ini menitik beratkan perjuangan membangkitkan
umat islam di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam melalui
tegaknya kembali Khilafah Islamiyah. Gerakan ini dipelopori oleh Syeikh
Taqiyuddin an-Nabhani, seorang ulama alumni al-Azhar Mesir, dan pernah
menjadi hakim di Mahkamah Syariah di Palestina.5
Al-Nabhani lahir di Haifa tahun 1909 mengemban bangku perguruan tinggi di al-
Azhar Mesir dan Universitas Darul Ulum di Kairo. Syekh Taqiyyuddin masuk
kelas Tsanawiyah Al-Azhar pada tahun 1928 dan tak lama meraih ijazah dengan
predikat sangat memuaskan. Lalu dia melanjutkan studi di Kulliyah Darul Ulum
yang saat itu merupakan cabang Al-Azhar. Kuliahnya di Darul Ulum tuntas tahun
1932. Pada tahun yang sama dia menamatkan kuliahnya di Al-Azh ar Asy Syarif,
di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa syaikh Al-Azhar dan
menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa Arab, dan ilmu-ilmu
syari’ah seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan
sejenisnya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syekh Taqiyyuddin An-
Nabhani kembali ke Palestina dan bekerja di Kementerian Pendidikan Palestina
sebagai guru di sebuah sekolah menengah atas di Haifa. Di samping itu juga
mengajar di Madrasah Islamiyah di Haifa. Di sinilah lambat laun dia menyaksikan
kuatnya pengaruh imperialis Barat dalam bidang pendidikan. Pada saat itu dia
sudah memberikan kesadaran kepada para muridnya dan orang-orang yang
ditemui, mengenai situasi yang ada saat itu. Dia membangkitkan perasaan geram
dan benci terhadap penjajah Barat dalam jiwa mereka, di samping memperbaharui
semangat mereka untuk berpegang teguh terhadap Islam. Ketika pindah pekerjaan
ke bidang peradilan, dia pun mengadakan kontak dengan para ulama yang dia
kenal dan ditemui di Mesir. Kepada mereka Syaikh An- Nabhani mengajukan ide
untuk membentuk sebuah partai politik yang berasaskan Islam untuk
membangkitkan kaum muslimin dan mengembalikan kemuliaan dan kejayaan
Hal 85.5 Hizbut Tahrir Indonesia, Mengenal Hizbut Tahrir, Partai Politik Islam Ideologis: BerjuangUntuk Persatuan dan Kesatuan Umat Di Bawah Naungan Khilafah Islamiyah. Booklet HizbutTahrir Indonesia, 2004
mereka. Dia lalu menyodorkan kerangka organisasi partai dan pemikiran-
pemikiran yang dapat digunakan sebagai bekal tsaqafah bagi partai tersebut.
Pemikiran-pemikiran ini dapat diterima dan disetujui. Maka aktivitasnya pun
menjadi semakin padat dengan terbentuknya Hizbut Tahrir.
Al-Nabhani meyakini bahwa kemerosotan islam adalah akibat dari umat yang
serakah dan meninggalkan Al-qur’an dan Hadist sebagai pedoman. Tidak seperti
rekan-rekannya yang meyakini bahwa islam dapat mendapatkan kembali masa
kejayaannya dengan kebijakan ekonomi, Al-Nabhani menegaskan bahwa islam
hanya bisa dihidupkan kembali dengan menempatkan islam sebagai panduan
hidup yang komfrehensip untuk kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain
dengan menerapkan khilafah islamiyah.6 Pemikiran politik dan agama Al-Nabhani
semakin matang akibat bergabung dengan ikhwanul muslimin namun Al-Nabhani
meninggalkan Ikhwanul Muslimin karena ia menilai ideologi Ikhwanul Muslimin
terlalu moderat dan akomodatif barat. Pada tahun 1950 Al-Nabhani menulis
sebuah risalah arab yang di dalam tulisan tersebut ia menjelaskan visinya
mendirikan negara islam di wilayah Arab dan setelah itu baru di wilayah non-
Arab. Untuk mencapai tujuan itu ia mendirikan Hizbut Tahrir.7 Di dalam bukunya
yang berjudul “Khilafah”, Al-Nabhani menyebutkan bahwa Hizbut Tahrir
merupakan sebuah alternantif yang tepat untuk menciptakan Khilafah Islamiyah. 8
Hizbut Tahrir dibawa menjadi sebuah partai politik yang berideologi Islam.
Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir
bergerak ditengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk
menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka
untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang
diturunkan Allah dalam realita kehidupan.9 Hizbut Tahrir merupakan organisasi
6 Zeyno Baran, 2004, Hizb ut-Tahrir : Islam’s Political Insurgency, Washington DC : The NixonCenter, hal 16.7 Orozbek Moldaliev diwawancarai oleh Zeyno Baran, Washington, DC, November 23, 2004.8 Faisal al-Yafai, “The West Needs to Understand It Is Inevitable: Islam is Coming Back”,Guardian (London), November 11, 2004.9 Houriya Ahmed & Hannah Surat, 2009, Hizb ut-Tahrir : Ideologi and Strategy, London : TheCenter for Social Cohesion.
politik, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah
(seperti lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan
(akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial
kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia
kelangsungan kolompoknya.10
Hizbut Tahrir bertujuan melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban da’wah
Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum muslimin
kembali hidup secara Islami, di Darul Islam serta di dalam masyarakat Islam.
Dimana seluruh kegiatan kehidupan diatur sesuai dengan hukum-hukum Syara’;
pandangan hidup yang akan menjadi pusat perhatian adalah halal dan haram, di
bawah naungan Daulah Islam, yaitu Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh
seorang Khalifah yang diangkat dan dibai’at oleh kaum muslimin untuk didengar
dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunah
Rasul-Nya, dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan
da’wah dan jihad. Disamping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan
kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar, melalui pola berfikir yang
cemerlang. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi ummat ke masa
kejayaan dan keemasannya dulu, dimana ia dapat mengambil alih kendali negara-
negara dan bangsa-bangsa di dunia ini, dan agar kembali menjadi negara pertama
di dunia sebagaimana yang telah terjadi di masa silam, dan memimpinnya sesuai
dengan hukum-hukum Islam. Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk menyampaikan
hidayah (petunjuk syari’at) bagi umat manusia; memimpin umat Islam untuk
menentang ide-ide, dan sistem perundang-undangan kufur, dan kekufuran secara
menyeluruh, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi.11
10 Ibid hal 2711 Taqiyuddin Al- Nabhani, 2001, Mafahim Hizbut Tahrir, Edisi Mu’tamadah Cetakan ke-6,Jakarta: Hizbut Tahrir.
HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI) SEBAGAI AKAR-AKAR
TRANSNASIONALISME ISLAM
Istilah “Islam transnasional” sedang hangat diperbincangkan, baik di ruang-ruang
akademis maupun ruang publik, seiring dengan munculnya wacana Khilafah
Islamiyah yang diusung oleh kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).12 Sebagai
sebuah gerakan yang bukan “asli” Indonesia, HTI sendiri sebenarnya merupakan
representasi dari “Islam transnasional” par excellence, mengingat keberadaan
organisasi “politik” ini tidak lahir dari pergumulan identitas keindonesiaan yang
otentik, melainkan “dipindahkan”, “dibawa” atau “diimpor” dari negara lain yang
cenderung tidak mau meng-”Indonesia.”
Berbeda dari sejumlah organisasi keagamaan lain yang siap melakukan
serangkaian dialog, adaptasi serta asimilasi budaya, HTI ingin mempertegas
dimensi ke-salaf-annya (untuk tidak menyebut ke-Arab-annya) di tengah
Indonesia yang berbeda. Muhammadiyah atau NU, misalnya, melakukan
penyebaran Islam di bumi Nusantara melalui serangkaian dialog, asimilasi,
bahkan akulturasi budaya antara nilai-nilai Islam dengan budaya lokal yang tidak
menekankan pada proses Arabisasi, tetapi Indonesianisasi Islam. Meminjam Bung
Hatta, Muhammadiyah dan NU melakukan apa yang disebut sebagai “politik
garam,” bukan “politik gincu.” Jika “politik garam” mengasumsikan pelarutan
atau persenyawaan antara Islam dengan nilai-nilai lokal Indonesia, maka dalam
“politik gincu” yang lebih mengemuka adalah penjagaan identitas keagamaan
sesuai dengan warna aslinya. Dengan demikian, keberadaan HTI berbeda secara
diametral dengan keberadaan NU dan Muhammadiyah, misalnya, yang
merupakan genre keislaman “baru” yang muncul sebagai akibat dinamika lokal
khas Indonesia. Ideologi transnasionalisme HTI lebih merepresentasikan
pergerakan “sentrifugalisme” Islam, di mana visi politiknya adalah menyatukan
12 Hizbut Tahrir secara literal berarti “Partai Pembebasan”. Sejak awal berdirinya, organisasi inimengklaim dirinya sebagai “partai politik” Islam transnasional yang didirikan oleh Taqi al-Din al-Nabhani pada tahun 1952 di Jerusalem. Al-Nabhani sendiri adalah seorang Muslim berkebangsaanPalestina. Dia belajar di Universitas AlAzhar dan Dar al”Ulum, keduanya di Kairo Mesir. DalamPeter G. Mandaville, Transnational Muslim Politics: Reimagining the Umma (New York:Routledge, 2001) hal 86.
identitas-identitas Islam nasional dan lokal yang berserak di seluruh dunia di
bawah otoritas tunggal Khilafah islamiyah.13
Secara generik, “Islam transnasional” (transnational Islam) atau
“transnasionalisme Islam” (Islamic transnationalism) dapat mencakup tiga hal:
(1) pergerakan demografis, (2) lembaga keagamaan transnasional, dan (3)
perpindahan gagasan atau ide.14 Pada awalnya, ide “Islam transnasional” tidak
dimaksudkan untuk merujuk secara spesifik kepada kelompok HTI. Hal ini
disebabkan secara generik “transnasional” itu sendiri mencakup pemaknaan yang
luas, bukan saja HTI tetapi juga Islam sendiri pada dasarnya bersifat
transnasional. Namun demikian, paham khilafah islamiyah yang diusungnya
menjadikan organisasi ini sebagai satu-satunya representasi “Islam transnasional”
yang paling autentik, tanpa bermaksud mengecualikan organisasi-organisasi lain
yang barangkali memiliki visi teologis-ideologis yang (hampir) sama. Sebagai
akibatnya, jadilah “Islam transnasional” sebagai sebuah nomenklatur baru yang
secara spesifik dan eksplisit dikonotasikan dan diatribusikan pada HTI. Artinya,
istilah ini sudah telanjur menjadi branding yang melekat pada HTI, dan bukan
pada kelompok lainnya.15
Konsepsi dan Gerakan Politik Hizbut Tahrir
Sejak awal berdirinya, Hizbut Tahrir menyatakan diri sebagai partai politik
dengan Islam sebagai ideologinya. Dalam maindset pemikiran mereka, Islam
ditafsirkan sebagai ideologi bagi kemaslahatan ummat, yang di dalam ajarannya
terdapat pedoman untuk mengatur segala aspek kehidupan manusia baik politik,
ekonomi, maupun sosial. Oleh karenanya Islam tidak bisa dilepaskan dari praktek
13 Lebih jauh tentang doktrin Khilafah Islamiyah versi Hizbut Tahrir, lihat, misalnya, Suha Taji-Farouki, A Fundamental Quest: Hizb al-Tahrir and the Search for the Islamic Caliphate (London:Grey Seal, 1996). Lihat juga, Hizbut Tahrir, The Methodology of Hizbut-Tahrir for Change(London: Al-Khilafah Publications).14 John R. Bowen, “Beyond Migration: Islam as a Transnational Public Space,” paper tidakditerbitkan, (tersedia di situs internet:http://www.artsci.wustl.edu/~anthro/articles/Beyond%20migrationon.pdf).15 Masdar Hilmy, Akar-akar Transnasionalisme Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), JurnalIslamica Vol. 6, No. 1, September 2011.
kegiatan politik yang mereka anggap memiliki hukum fardu kifayah. Konsepsi
partai tentang otoritas dan kepemimpinan diambil dari tradisi Islam. Referensi
yang mereka jadikan panutan adalah dengan melakukan tinjauan historis kejayaan
Islam di masa lalu yang ingin mereka representasikan ke dalam kehidupan
moderen yang mereka nilai telah terkontaminasi oleh ide-ide serta praktek sistem
Barat. Hizbut Tahrir terkenal bukan hanya karena watak politiknya yang kentara,
tetapi juga karena sistem pemikirannya yang konsisten dan program politiknya
yang terpadu. Mereka menafsirkan Islam sebagai ideologi yang mengungguli
sosialisme dan kapitalisme. Sistem yang mengatur segala aspek kehidupan
muslim adalah syariat. Partai ini mendesak kaum muslim untuk berijtihad dalam
mengelaborasi syariat secara terus-menerus. Partai ini menganggap implementasi
syariat sangat penting bagi pemulihan cara hidup Islami dan negara merupakan
syarat penting untuk mencapai tujuan ini. Hizbut Tahrir meniadakan semua bentuk
consensus (ijma) kecuali consensus para sahabat Nabi, sebagai sumber
yurisprudensi dan menolak dijadikannya alasan efektif rasional sebagai dasar dari
deduksi analogis16
Berbagai pengkajian, penelitian, dan studi terhadap permasalahan masyarakat
dunia khususnya berbagai krisis yang menimpa ummat Islam, kemudian
menggugah daya nalar Hizbut Tahrir untuk membandingkannya dengan kondisi
yang ada pada masa Rasulullah SAW, masa Khulafa ar-Rasyidin, dan masa
generasi Tabi’in. Pada konteks tersebut, partai politik internasional ini
menggunakan analisis historis dengan merujuk kembali kepada sirah Rasulullah
SAW, dan tata cara mengemban dakwah yang beliau lakukan sejak permulaan
dakwahnya, hingga beliau berhasil mendirikan Daulah Islamiyah di Madinah.
Dipelajari juga perjalanan hidup beliau di Madinah. Setelah melakukan kajian
secara menyeluruh itu, maka Hizbut Tahrir pun memilih dan menetapkan ide-ide,
pendapat-pendapat dan hukum-hukum yang berkaitan dengan fikrah dan
thariqah. Semua ide, pendapat dan hukum yang dipilih dan ditetapkan Hizbut
Tahrir berasal dari ajaran Islam.
16 John L.Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moderen (Jakarta: Mizan, 2001), hal.173.
Hizbut Tahrir menolak ide- ide di luar ajaran Islam, dan menyebut ide-ide di luar
Islam sebagai ideologi kufur. Menurut Hizbut Tahrir, Islam adalah prinsip
ideologi yang terdiri dari aqidah dan syari’at. Aqidah merupakan fungsi untuk
memecahkan persoalan manusia, menjelaskan bagaimana memecahkan persoalan
tersebut, memelihara dan mengembangkan ideologi tersebut. Islam sebagai
prinsip ideologi inilah yang kemudian menjadi pola hidup yang khas yang sangat
berbeda dengan pola hidup lainnya, seperti kapitalisme, sosialisme dan isme- isme
lainnya.17 Nilai kebenaran Islam adalah mutlak sebagai satu-satunya agama yang
benar dan diridhai Allah SWT. Karena Itu, semua agama maupun ideologi selain
Islam adalah kafir, sebab letak perbedaannya sangat mendasar, baik dari segi
Aqidah (konsep dasar) maupun dan segi Nizham (sistem). Perbedaan yang
dimaksud antara lain adalah: (1 ) Islam mengajarkan konsep spiritual (aqidah
ruhiyah) dan konsep politik ( aqidah siyasah) sekaligus; (2) Konsep tersebut
menjadi satu bagian dari ajaran Islam. Sedang agama lain hanya mengajarkan
konsep spiritual. Misalnya agama Yahudi dan Nasrani. Begitu pula dengan
ideologi kapitalisme dan sosialisme, misalnya, yang hanya mengajarkan konsep
politik; dan (3) dalam kedua aqidah tersebut, lslam mengajarkan sistem, baik yang
berkenaan dengan ruhiyah maupun siyasah18
Sebagai ajaran yang memiliki sistem, dalam Islam terdapat metode untuk menjaga
dan memelihara syari'atnya (yang menjamin tegaknya ideology tersebut). Metode
yang berkenaan dengan penjagaan dan pemeliharaan syari’at adalah: (1)
terwujudnya khilafah Islam, (2) Penerapan system hukuman, dan (3) jaminan
revolusi dan kawalan ke atas Khilafah Islam. Ketiga motode tersebut telah
disyari’ atkan dalam Islam untuk diterapkan agar kebutuhan Islam sebagai agama
dan ideologi dapat dipertahankan19 Konsekuensi dari pandangan bahwa Islam
agama yang benar, di mana kaum muslimin memiliki otoritas atau berada dalam
posisi jauh lebih atas dari umat lain, melahirkan dikotomi darul Islam dan darul
kufr. Berkenaan dengan keadaan setiap wilayah yang ada di negeri-negeri Islam
17 Muhammad Hussain Abdullah, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam . Penerjemah Zamroni(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah), hal. 43.18 Hafidz Abdurrahman, Islam: Politik dan Spiritual ( Singapura: Lisan al-Haq, 1998), hal. 28-29.19 Ibid., hal. 219.
sekarang ini, apakah termasuk darul Islam atau darul kufr , menurut Hizbut
Tahrir, seluruhnya merupakan darul kufr, bukan darul Islam.20
Tuntunan secara kaffah merupakan suatu kemestian keimanan akan keberadaan
Allah SWT, bahwasanya Al-Quran adalah kallamullah, dan Muhammad adalah
Rasulullah SAW, konsekwensinya adalah meyakini dan menerima apa saja
Muhammad SAW, baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun As-Sunnah yang
diinformasikan oleh Allah SWT kepada manusia melalui utusan-Nya yakni
Nabi.21 Karena itu, penegakan syari'at Islam dalam arti yang seluas-luasnya
merupakan suatu keniscayaan. Penerimaan atas segala aturan Islam dapat
dilakukan jika berpijak pada tiga asas: (1) rasa ketaqwaan yang tertanam dan
terbina pada setiap individu di masyarakat; (2) sikap saling mengontrol
pelaksanaan hukum Islam dan mengawasi serta mengkordinasi tingkah laku
penguasa pada masyarakat; dan (3) keberadaan negara/ pemerintahan seba gai
pelaksanaan hukum syara22 Dengan demikian, kedudukan negara dalam Islam
tidak lain adalah untuk memelihara masyarakat dan anggota-anggotanya serta
bertindak selaku pemimpin yang mengatur dan mementingkan urusan rakyatnya.
Keberadaan terpenting sebuah negara bagi masyarakat Islam adalah untuk
menerapkan hukum-hukum syara’ dan mengemban dakwah Islam ke seluruh
penjuru dunia.23
Adapun bentuk negara dan pemerintahan yang dikehendaki Partai ini adalah
model pemerintahan yang berbentuk kekhalifahan klasik. Model ini mereka
anggap sebagai satu-satunya bentuk autentik pemerintahan Islam, yang
20 Darul Islam adalah suatu wilayah yang menerapkan hukum-hukum Islam dan keamananwilayah tersebut berada di tangan Islam, yaitu di bawah kekuasaan pertahanan kaum muslim,sedang Darul Kufr adalah wilayah yang menerapkan hukum-hukum kufur atau keamanannyatidak berdasarkan pada Islam, yaitu tidak berada di tangan kekuasaan dan pertahanan kaummuslim, sekalipun mayoritas penduduknya adalah orang-orang Islam. Lebih jelas lihat dalamHizbut Tahrir, Strategi Dakwah Hizbut Tahrir . Penerjemah Nurkhalis (Bogor: Pustaka ThariqulIzzah, 1997), hal. 7.21 Muhammad al-Khaththath, Menuju Iman Produktif (Bogor: PSKII,2001), hal. 77.22 Pusat Studi Khazanah Ilmu-ilmu Islam (PSKII), Materi Dasar Islam (Bogor: PSKII, 2001), hal.100-104.23 Rosi Selly, 2008, Globalisasi dan Kebangkitan Khilafah Islamiyah dalam Persfektif PemikiranHizbut Tahrir, Jakarta : UIN Syarief Hidayatullah, hal 58.
diupayakannya untuk dihidupkan kembali bersama lembaga-lembaga tradisional
yang menyertainya. Untuk mencapai tujuan ini, partai menyusun konstitusi yang
memerinci sistem politik, ekomomi, dan sosial negara yang dimaksud. Hizbut
Tahrir merinci dan menggambarkan sebuah system kekhilafahan yang sentralistik
dalam arti sistem yang memberikan kekuasaan eksekutif dan legislatif kepada
khalifah terpilih, yang pada dirinya sebagian besar fungsi negara terpusat. Warga
negara didorong untuk menggunakan hak mereka meminta tanggung jawab
negara melalui oposisi politik yang didasarkan pada ideologi islam dan
diekspresikan melalui sistem multipartai. Tujuan Hizbut Tahrir mendirikan partai
politik tidak lain adalah agar dunia kembali kepada cara hidup Islam. Mereka
menjelma menjadi mediator bagi program kebangkitan bangsa-bangsa Islam
untuk lepas dari system imperialisme dan juga membersihkan umat Islam dari
sisa-sisa penjajahan.
Hizbut Tahrir merupakan partai politik kebangkitan Islam. Simbol partai yang
bertuliskan Laa illaha illa All ah Muhammad Rasulullah (tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad ut usan Allah) merupakan dasar untuk mengidentifikasinya
sebagai sebuah partai politik yang berideologi Islam. Hizbut Tahrir menolak gaya
berfikir sekularisme yang memisahkan antara kehidupan beragama dengan
aktivitas politik praktis. Sebaliknya ia menjadikan Islam sebagai jiwa dari politik.
Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Strategi politik
Hizbut Tahrir bergerak pada tataran grassroot di tengah-tengah masyarakat , dan
mencoba mempengaruhi dan menggerakkan masyarakat untuk menjadikan Islam
sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan
kembali system Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam
realitas kehidupan. Setelah kesadaran masyarakat tumbuh untuk menegakkan
kembali Khilafah, maka tampuk kekuasaan politik akan dapat diambil alih.
Hizbut Tahrir memperkenalkan diri sebagai organisasi politik, bukan organisasi
kerohanian (seperti tare kat), bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama
atau badan pe nelitian), bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula
lembaga sosial (yang bergerak di bidang social kemasyarakatan). Gerakan politik
Hizbut Tahrir difokuskan pada bagaimana membangun kesadaran politik
masyarakat untuk menerapkan hukum-hukum Allah yang berupa syariat Islam.
Mereka menganggap syariat Islam sebagai solusi terbaik untuk mengatasi segala
problem hidup masyarakat. Gerakan-gerakan sosial kemasyarakatan Hizbut Tahrir
dianggapnya bersinonim dengan gerakan politik. Karena politik adalah bidang
yang mengatur kehidupan bermasyarakat.
SIMPULAN BERPIKIR : Sebuah Konklusi Singkat dari Kompleksitas
Subtantif
Dominasi imperialisme barat pada pertengahan abad ke-20 mendorong
terbentuknya pergerakan ideologi-ideologi islam di dunia. Gerakan-gerakan
tersebut bertujuan untuk memperoleh kemerdekaan imperialisme barat. Gerakan-
gerakan yang lahir pada saat itu diantaranya Ikhwanul Muslimin, Jama’at Al-
Islami kemudian yang sedang hangat diperbincangkan saat ini adalah Hizbut
Tahrir sebagai simbol dan akar-akar transnasionalisme islam. Gerakan Hizbut
Tahrir pun kini telah meng-Indonesia sebagai bentuk kelanjutan fakta sejarah serta
sebagai bentuk kebangkitan gerakan-gerakan aliansi islam di tanah air. Hizbut
Tahrir bertujuan melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban da’wah Islam
ke seluruh penjuru dunia, membangkitkan kembali umat Islam dengan
kebangkitan yang benar, melalui pola berfikir yang cemerlang, serta
menyampaikan hidayah (petunjuk syari’at) bagi umat manusia; memimpin umat
Islam untuk menentang ide-ide, dan sistem perundang-undangan kufur, dan
kekufuran secara menyeluruh. Tujuan akhir dari seluruh gerakan itu adalah untuk
menegakkan daulah islamiyah dalam sistem khilafah islamiyah.
Referensi
Hizbut Tahrir Indonesia. 2004. Mengenal Hizbut Tahrir, Partai Politik
Islam Ideologis: Berjuang Untuk Persatuan dan Kesatuan Umat Di Bawah
Naungan Khilafah Islamiyah. Booklet Hizbut Tahrir Indonesia.
Al- Nabhani, Taqiyuddin. 2001. Mafahim Hizbut Tahrir. Edisi
Mu’tamadah Cetakan ke-6, Jakarta: Hizbut Tahrir.
Ahmed, Houriya & Surat, Hannah. 2009. Hizb ut-Tahrir : Ideologi and
Strategy, London : The Center for Social Cohesion.
Baran, Zeyno. 2004. Hizb ut-Tahrir : Islam’s Political Insurgency.
Washington DC : The Nixon Center.
Hizbut Tahrir. 1997. Strategi Dakwah Hizbut Tahrir. Penerjemah
Nurkhalis. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
L.Esposito, John. 1996. Ancaman Islam: Mitos atau Realitas?.
Penerjemah Alwiyah Abdurrahman dan MISSI. Bandung: Mizan.
L.Esposito, John. 2001. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moderen.
Jakarta: Mizan.
Mahendra, Yusril Ihza. l999. Modernisme dan Fundamentalisme dalam
Politik Islam: Perbandingan Partai Masyumi (Indonesia) dan Partai
Jama’atIslami (Pakistan). Jakarta : Paramadina.
Al-Yafai, Faisal. 2004 . The West Needs to Understand It Is Inevitable:
Islam is Coming Back. London : Guardian.
G. Mandaville, Peter. 2001. Transnational Muslim Politics: Reimagining
the Umma. New York: Routledge.
Hilmy, Masdar. Akar-akar Transnasionalisme Islam Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI). Jurnal Islamica Vol. 6, No. 1, September 2011.
Hussain Abdullah, Muhammad. Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam .
Penerjemah Zamroni. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
Abdurrahman, Hafidz. 1998. Islam: Politik dan Spiritual. Singapura: Lisan
al-Haq.
Al-Khaththath, Muhammad 2001. Menuju Iman Produktif. Bogor : PSKII.
Pusat Studi Khazanah Ilmu-ilmu Islam (PSKII). 2001. Materi Dasar
Islam. Bogor : PSKII.
Selly, Rosi. 2008. Globalisasi dan Kebangkitan Khilafah Islamiyah dalam
Persfektif Pemikiran Hizbut Tahrir. Jakarta : UIN Syarief Hidayatullah.