5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 1/28
Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon
1. P e n d a h u l u a n.
Kerusuhan yang terjadi di Kota Ambon dan kemudian meluas ke berbagai tempat di Maluku,
telah menelan ratusan (bahkan mungkin ribuan) korban jiwa manusia tak berdosa, ribuan
rumah penduduk, puluhan tempat ibadah, serta ratusan sarana perekonomian. Kerusuhan
dimaksud ternyata telah membawa dampak negatif, sehingga sangat mempengaruhi
terganggunya sistem pendidikan dan aktivitas ekonomi masyarakat; belum terhitung rusaknya
hubungan-hubungan sosial, kekerabatan dan kemanusiaan yang selama ini menjadi referensi
bersama dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Maluku, khususnya di Kota Ambon.
Kerusuhan yang berlarut-larut hingga lebih dari satu bulan tersebut, secara eksplisit memberi
indikasi bahwa potensi konflik internal yang ada dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di
Maluku (terutama di Maluku Tengah) dan intervensi "budaya impor", telah melemahkan
kearifan budaya lokal. Kondisi yang rentan sedemikian, kemudian dieksploitasi dan
dimanfaatkan secara sistematis oleh aktor intelektual yang hampir dapat dipastikan sulit
dijamah hukum. Karena itu, pemecahan masalah Kerusuhan Ambon dengan berbagai
implikasi yang timbul, seyogianya tidak disederhanakan, sebab jika demikian, pemecahan
masalahnya tidak akan tuntas, bahkan hanya mengalihkan konflik massa ke waktu
berikutnya.
Dalam kerangka pemecahan Kerusuhan Ambon secara mendasar, diperlukan kajian yang
komprehensif dan integratif agar dapat meminimalkan kecenderungan berpikir simplisistik,
terutama untuk mengungkapkan sumber-sumber masalah yang secara akumulatif membentuk
titik-titik kritis (critical points) pada jaringan interaksi antar elemen di dalam masyarakat.
Titik tolak ini penting, sebab eksploitasi suatu kerusuhan sosial yang bersifat luar biasa
(massive) seperti di Ambon ini, tentu tidak terjadi secara spontan dan seketika, tetapi lazim
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 2/28
didahului oleh pematangan kondisi sosio-psikologis massa, baik secara sengaja maupun tanpa
disadari. Ini berarti, variabel waktu, pola hubungan sosial masyarakat di desa maupun kota,
berbagai kebijakan publik, dan pendekatan pembangunan secara nasional, ikut menentukan
pra-kondisi kerusuhan, termasuk yang terjadi di Ambon.
Oleh sebab itu, prinsip yang seharusnya dipedomani dalam upaya mencari solusi untuk
membangun kembali keharmonisan struktur sosial bagi kebutuhan jangka panjang atau
melakukan suatu rekayasa tatanan sosial masyarakat baru di Maluku, khususnya Maluku
Tengah, dan Indonesia Baru pada umumnya, haruslah didasarkan pada itikad mengedepankan
semua fakta empirik sesuai realitas obyektif yang jujur; dan yang terpenting ialah tanpa
pretensi dan kepentingan politik sempit . Dalam konteks demikian, maka pokok-pokok pikiran
yang disampaikan ini, pertama-tama didasarkan pada suatu gambaran tentang pola hubungan
sosial dalam masyarakat di daerah pedesaan dan perkotaan di Maluku Tengah, proses
pelemahan pranata sosial-budaya yang hidup dalam masyarakat baik yang dipengaruhi oleh
berbagai kebijakan pembangunan nasional yang memarjinalkan kearifan budaya lokal
sebagai katup pengaman potensi konflik sosial, maupun intervensi "budaya impor", serta
identifikasi pola Kerusuhan Ambon. Akhirnya akan dikemukakan pula beberapa solusi
pemecahan masalah Kerusuhan Ambon dalam rangka mengembangkan sebuah platform baru
kehidupan berbangsa berdasarkan cita-cita para pendiri republik ini.
2. Pola Hubungan Sosial Masyarakat Di Maluku Tengah.
Secara antropologis, masyarakat asli Maluku Tengah berasal dari dua pulau besar, yaitu
Pulau Seram dan Pulau Buru, kemudian bermigrasi ke pulau-pulau kecil di sekitarnya. Para
migran dari Pulau Seram menyebar ke Kepulauan Lease (Pulau Haruku, Pulau Saparua, dan
Pulau Nusalaut) dan Pulau Ambon. Migrasi ini, memberi dampak terhadap peran Kepulauan
Lease sebagai pusat kebudayaan baru yang diintrodusir oleh Pemerintah Kolonial Belanda,
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 3/28
sehingga terjadi asimilasi antara kebudayaan baru dimaksud dengan Kebudayaan Seram yang
mendapat pengaruh dari kebudayaan sekitarnya, yaitu pengaruh kebudayaan Melanesia
(tradisi Kakean) dan Melayu, serta kekuasaan Ternate dan Tidore.
Dalam rangka pengawasan terhadap penduduk, Pemerintah Kolonial Belanda menurunkan
penduduk dari pegunungan ke pesisir pantai, sehingga komunitas-komunitas dengan teritori
yang disebut Hena atau Aman, berganti nama dengan Negeri, yang diciptakan oleh
pemerintah kolonial. Dalam proses sosio-historis, negeri-negeri ini mengelompok dalam
komunitas agama tertentu, sehingga timbul dua kelompok masyarakat yang berbasis agama,
yang kemudian dikenal dengan sebutan Ambon Sarani dan Ambon Salam. Pembentukan
negeri seperti ini, memperlihatkan adanya suatu totalitas kosmos yang mengentalkan
solidaritas kelompok , namun pada dasarnya rentan terhadap kemungkinan konflik. Oleh
sebab itu, dikembangkanlah suatu pola manajemen konflik tradisional sebagai pencerminan
kearifan pengetahuan lokal guna mengatasi kerentanan konflik dimaksud seperti Pela,
Gandong dan hubungan kekerabatan lainnya.
Teritori-teritori baru ini (negeri) diatur struktur pemerintahannya yang mirip dengan struktur
pemerintahan di Negeri Belanda. Dengan struktur pemerintahan demikian, maka negeri-
negeri menjadi "negara-negara kecil" dengan pemerintah, rakyat dan teritori tertentu,
dipimpin oleh Raja yang diangkat dari klen-klen tertentu yang memerintah secara turun-
temurun, dan kekuasaan di dalam negeri, dibagi-bagi untuk seluruh klen dalam komunitas
negeri. Dalam proses penataan struktur pemerintahan negeri, terjadi perubahan institusi
sosial, seperti Saniri Negeri yang sebelumnya merupakan lembaga peradilan, berubah fungsi
menjadi semacam badan perwakilan rakyat .
Dalam perkembangan sosio-historis selanjutnya, terjadi kontak-kontak sosial baik antar
masyarakat asli Maluku Tengah maupun antara masyarakat asli dengan pendatang. Dengan
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 4/28
demikian, maka di dalam masyarakat Maluku Tengah ini dikenal 2 (dua) kelompok atau
kategori sosial, yaitu Anak Negeri dan Orang Dagang. Yang disebut Anak Negeri ialah
penduduk asli Maluku Tengah dalam sebuah negeri (Desa Adat). Anak Negeri ini, terdiri atas
2 kelompok pemeluk agama, yaitu Anak Negeri Sarani, untuk yang beragama Kristen, yang
mendiami Negeri (Desa Adat) Sarani, dan Anak Negeri Salam, untuk yang beragama Islam,
yang mendiami Negeri (Desa Adat) Salam. Kedua kelompok masyarakat ini umumnya hidup
dalam komunal-komunal ( Negeri) yang terpisah, kecuali di beberapa desa seperti Hila,
Larike, dan Tial.
Yang disebut Orang Dagang, ialah para pendatang dari luar Negeri, baik karena ikatan
perkawinan dengan Anak Negeri, maupun karena tugas-tugas pelayanan masyarakat (guru,
mantri kesehatan, mantri pertanian, dan lain-lain), atau karena aktivitas ekonomi (penggarap
tanah atau pemungut hasil hutan, atau pedagang). Jadi, Orang Dagang di sebuah Negeri,
dapat berasal dari Orang Maluku Asli yang berasal dari Negeri lain, ataupun pendatang dari
luar Maluku, yaitu yang berasal dari Buton, dan suku bangsa Cina serta Arab. Khusus
pendatang dari luar Maluku, etnis yang dominan dari segi kuantitas ialah enis Buton. Orang
Dagang dari luar Maluku ini datang dan menetap dalam Negeri, baik secara berbaur dengan
Anak Negeri maupun membentuk suatu komunal lain dalam Petuanan Negeri , lebih
didominasi oleh kepentingan ekonomi.
Orang Dagang yang berasal dari etnik Buton yang berdiam di sebuah Negeri, biasanya dalam
jumlah puluhan kepala keluarga, dan hampir seluruhnya datang dan menetap dalam Negeri
Kristen. Mereka ini, sudah ratusan tahun mendiami Negeri-Negeri Kristen, dan kehadirannya
sebagai petani penggarap lahan, baik Tanah Dati maupun Tanah Negeri. Sejak kedatangan
etnis ini hingga tahun 1970an, mereka ini membentuk komunal yang terpisah dengan Anak
Negeri, dan hidup dengan tradisi maupun agama yang dianutnya, secara bebas.
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 5/28
Orang Dagang yang berasal dari keturunan Arab atau Cina, datang dan mendiami sebuah
Negeri dalam jumlah yang sangat kecil, yaitu hanya satu atau beberapa kepala keluarga.
Mereka ini, hadir sebagai pedagang yang tidak membentuk komunal yang terpisah dari Anak
Negeri, tetapi berbaur dalam komunitas Anak Negeri. Walaupun mereka berbaur dengan
Anak Negeri, pada umumnya, tradisi nenek moyangnya tetap dipertahankan, terutama yang
berasal dari keturunan Cina. Demikian juga agama yang dianutnya, terutama keturunan Arab,
pada umumnya tetap dipertahankan, sekalipun mereka mendiami sebuah Negeri yang
pemeluk agama Anak Negerinya berbeda. Saat akan melaksanakan ibadah berjamaah
misalnya, umumnya mereka melakukan ibadah di Negeri yang sama agamanya, atau ke kota
terdekat.
Kontak sosial antar Anak Negeri dari dua atau lebih Negeri, terjadi karena hubungan
kekerabatan, yang terakomodasi dalam berbagai wujud termasuk PELA dan GANDONG, atau
karena hubungan ekonomi maupun sosial lain, seperti pendidikan anak, atau acara-acara
keagamaan maupun hari-hari besar kenegaraan. Sebaliknya, kontak sosial antara Anak Negeri
dengan Orang Dagang, terutama yang berasal dari luar Maluku, terjadi karena kegiatan
ekonomi, sehingga pola hubungan kedua kelompok masyarakat ini, lebih dimotivasi oleh
kepentingan ekonomi semata.
Berdasarkan gambaran antropologis dan sosiologis di atas, maka sesungguhnya dalam
kehidupan sosial, terutama pada daerah pedesaan di Maluku Tengah, terdapat tiga
pengelompokan masyarakat, yaitu Anak Negeri Serani, Anak Negeri Salam, dan Orang
Dagang . Perekat sosial antar satu kelompok dengan kelompok lainnya, berbeda-beda. Perekat
sosial yang mengikat hubungan sosial Anak Negeri Serani dan Anak Negeri Salam, antara
lain yang menonjol ialah nilai-nilai budaya PELA atau GANDONG yang diyakini
mempunyai kekuatan supranatural yang sangat mempengaruhi perilaku sosial kedua
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 6/28
kelompok masyarakat ini. Wujud keterikatan budaya ini secara praktis terlihat dari sifat
kegotong-royongan antar kedua Negeri yang yang mempunyai hubungan pela atau gandong.
Sifat kegotong-royongan ini, dalam realitasnya memasuki area identitas kelompok yang
sensitif, yaitu dalam hal pembangunan rumah ibadah, dimana Negeri Serani merasa
berkewajiban untuk menyiapkan bahan bangunan (biasanya kayu) dan bersama-sama
membangun mesjid. Demikian sebaliknya, Negeri Salam merasa berkewajiban untuk
menyiapkan bahan bangunan dan bersama-sama membangun gereja. Kewajiban ini didasari
atas rasa kewajiban sosial, moral, dan ritual, dan sama sekali tidak ada nuansa ekonomi
didalamnya. Kewajiban yang bernuansa sosial, moral dan ritual ini, tidak mengurangi atau-
pun mengganggu kepatuhan terhadap ajaran agama yang dianut oleh Anak Negeri tiap Negeri
yang berbeda agama ini, bahkan mempertebal rasa saling menghargai perbedaan agama antar
kedua Negeri tersebut.
Pola hubungan Anak Negeri dengan Orang Dagang, dipererat oleh kepentingan ekono-mi,
dari masing-masing kelompok. Sehingga yang menjadi perekat hubungan sosial antar kedua
kelompok masyarakat ini, bukan agama, tetapi transaksi ekonomi. Hal ini terjadi, karena pada
umumnya Orang Dagang yang terbanyak berasal dari Buton, mendiami dan menggarap lahan
milik petuanan Negeri Serani. Sedangkan Orang Dagang dagang asal Negeri lain, pada
umum-nya pola hubungan sosial dengan Anak Negeri direkat oleh kekerabatan karena
perkawinan atau pekerjaan sosial lain. Sebab itu, pandangan Anak Negeri terhadap Orang
Dagang yang berasal dari Negeri lain, berbeda dengan yang berasal dari luar Maluku Tengah.
Orang Dagang dari Negeri lain, masih dilihat sebagai suatu kesatuan budaya, sedangkan
terhadap Orang Dagang dari luar Maluku Tengah, dilihat sebagai pendatang dan orang diluar
kesatuan budaya. Karena itu, ada perlakuan yang berbeda dari Anak Negeri terhadap Orang
Dagang yang berasal dari Negeri lain dengan yang berasal dari luar Maluku Tengah. Namun
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 7/28
ada perlakuan yang sama kepada kedua sub kelompok Orang Dagang ini, ialah kedua-duanya
tidak diberikan hak dalam penguasaan Tanah Dati atau Tanah Negeri.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, secara sosiologis dan antropologis, pola hubungan sosial
dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Maluku Tengah, sudah mengandung potensial
konflik, karena adanya sentimen kelompok, baik dalam konteks Salam-Serani, Anak Negeri-
Orang Dagang, maupun secara kesatuan budaya. Namun demikian, sentimen kelompok ini,
tereliminasi dengan kearifan budaya lokal, maupun kepentingan ekonomi yang substitusional
dalam batasan kewajaran, sehingga konflik sosial tidak termanifest. Dengan kata lain, potensi
tersebut dapat diredam dan mengendap pada bagian terdalam struktur kepribadian
masyarakat, karena institusi sosial budaya lokal masih berfungsi dengan baik sebagai katup
pengaman yang mampu meminimalkan eksplosi sosial yang bernuansa primordial.
3. Pola Hubungan Sosial Masyarakat Di Kota Ambon.
Kota-kota di Maluku Tengah, sama seperti kota lainnya dimanapun, terbentuk karena adanya
pusat pemerintahan dan kegiatan politik, pusat kegiatan ekonomi, maupun pusat kegiatan
pendidikan. Karena itu, kota lazim menjadi pusat konsentrasi manusia dari berbagai latar
belakang etnik, budaya, maupun agama dengan berbagai kepentingan yang berbeda-beda.
Kota Ambon sebagai sentral seluruh kegiatan pemerintahan dan politik, ekonomi maupun
pendidikan, di Maluku, mempunyai daya tarik bagi masyarakat dari berbagai penjuru desa
yang ada di Maluku maupun luar Maluku. Karena itu, proses migrasi secara spontan terjadi
ke Kota Ambon sekitar permulaan abad 19, dimana para migran Anak Negeri Serani dari
daerah pedesaan datang ke Kota Ambon umumnya untuk kepentingan pendidikan, sedangkan
Anak Negeri Salam datang lebih untuk kepentingan ekonomi, yakni sebagai pedagang dan
sedikit sekali yang datang untuk kepentingan pendidikan, dan Orang Dagang dari luar
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 8/28
bermigrasi ke Kota Ambon untuk kepentingan ekonomi semata. Para Migran dari daerah
pedesaan ke Kota Ambon, mem-bentuk komunal-komunal yang segregatif berdasarkan latar
belakang agama sesuai dengan segregasi teritori di pedesaan, walaupun dalam sebuah
komunal tidak lagi homogen seperti Kon-sep Anak Negeri - Orang Dagang. Sebaliknya, para
pendatang dari wilayah-wilayah lain dari Sulawesi Selatan dan Pulau Jawa, membentuk
komunal-komunal yang segregatif berdasarkan latar belakang etnik. Pola pemukiman yang
segregatif di Kota Ambon dengan masyarakat yang semakin heterogen ini, membentuk
sentimen kelompok dalam berbagai latar belakang, yaitu sentimen kelompok agama, ikatan
negeri, maupun etnik yang rawan konflik.
Seiring dengan perkembangan kepemerintahan dan politik, pendidikan, dan ekonomi, Kota
Ambon sebagai sentral seluruh kegiatan tersebut, semakin dipadatkan dengan para migran
yang tidak hanya berasal dari daerah pedesaan, tetapi juga dari daerah-daerah lain
disekitarnya, terutama Daerah Sulawesi Selatan. Dengan perkembangan Kota Ambon yang
semakin pesat ini, maka Kota Ambon menjadi tumpuan untuk mencari lapangan kerja baru.
Orang Ambon Serani, dengan bekal tingkat pendidikan yang relatif lebih tinggi, mempunyai
orientasi kerja pada biro-krasi, sebaliknya Orang Ambon Salam sebagian besar mempunyai
orientasi kerja pada sektor ekonomi berskala kecil. Pendatang suku bangsa Cina dan Arab,
yang pada dasarnya menda-tangi Maluku karena kepentingan ekonomi, berorientasi kerja
pada sektor ekonomi berskala me-nengah dan besar, sedangkan para pendatang dari Sulawesi
Selatan dan Tenggara, mempunyai orientasi kerja pada sektor ekonomi berskala kecil.
Sejalan dengan perkembangan Kota Ambon yang demikian pesat, dan proses migrasi masuk
yang tidak diimbangi dengan kebijakan kependudukan yang berbasis pada daya dukung
pulau, mengakibatkan semakin tingginya tingkat kepadatan penduduk. Dengan tingginya ke-
padatan penduduk ini, maka ruang kerak penduduk semakin sempit, sehingga persaingan se-
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 9/28
cara ekonomis, baik terhadap ruang (tanah) maupun lapangan kerja, mengakibatkan semakin
tingginya potensi konflik antar kelompok masyarakat.
Sehubungan dengan perkembangan ekonomi, terutama terpuruknya harga cengkeh, akibat
kebijakan Tata Niaga Cengkeh yang monopolistik, maka kehidupan ekonomi para petani
cengkeh di Maluku semakin sulit dari waktu ke waktu. Anak Negeri Kristen yang selama ini
tidak berbakat di sektor swasta, sebab selama ini orientasi kerja hanya pada birokrasi,
mencoba mengalihkan aktivitas ekonomi keluarga pada sektor ekonomi. Saat akan memasuki
dunia karier yang baru, yakni sebagai wirausahawan, sudah ada "barier" , yaitu kelompok
masyarakat lain, yakni Anak Negeri Islam dan Orang Dagang, baik dari etnis Buton,
Bugis/Makassar, Arab, maupun Cina, yang lebih mapan dalam berbagai aspek manajerial
usaha. Selain itu, pola rekruitmen pegawai birokrasi yang cenderung berpendekatan
koneksitas (KKN), menimbulkan ketersinggungan sosial ekonomi dikalangan para pencari
kerja yang sangat minim koneksinya pada instansi birokrasi.
Beragamnya motivasi kelompok-kelompok dalam masyarakat di Kota Ambon ini, dan
terjadinya berbagai ketimpangan sosial, mengakibatkan terjadi perubahan pola hubungan
sosial, terutama pada kelompok masyarakat asal Negeri-Negeri, dari pola hubungan yang
berbasis pada budaya tolong menolong dan saling menghormati, berdasarkan kewajiban
sosial, moral, dan ritual, menjadi orientasi kepentingan yang bersifat ekonomis. Perubahan
hubungan sosial ini, mengakibatkan semakin bertambah mengentalnya solidaritas kelompok
yang berbasis pada agama, sehingga potensi konflik di Kota Ambon semakin tajam.
4. Proses Melemahnya Hubungan Sosial Dalam Masyarakat Maluku Tengah.
Menyimak pola hubungan sosial masyarakat di Maluku Tengah yang dikemukakan di atas,
pada dasarnya kehidupan masyarakat menyimpan potensi konflik. Negeri-negeri terpola pada
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 10/28
perbedaan-perbedaan kelompok, baik terkait dengan teritori maupun agama, yaitu Negeri
Salam dan Negeri Serani. Pembagian kelompok negeri ini menimbulkan solidaritas
primordial yang kuat di kalangan anggota kelompok. Disatu pihak terdapat solidaritas
kelompok yang berbasis pada negeri, dilain pihak terdapat juga solidaritas kelompok yang
berbasis pada agama.
Dalam realitas kehidupan sosial, perbedaan kelompok ini direkat oleh kebudayaan lokal,
yaitu adat , karena adanya kesatuan budaya yang dianut oleh masyarakat di Maluku Tengah.
Konsep Salam-Serani sebenarnya merupakan sebuah totalitas Orang Ambon dalam konteks
budaya. Hubungan-hubungan pela dan gandong merupakan jaringan kesatuan yang luas, dan
menjadi perekat antar kelompok masyarakat yang berbeda, sebagai sebuah totalitas dan
kesatuan budaya.
Dalam perkembangan kemasyarakatan dan kebangsaan, potensi konflik antar kelompok
masyarakat, baik di Maluku Tengah maupun Indonesia pada umumnya, tidak dikelola
melalui tahapan pluralisme yang disertai dengan pemberdayaan katup-katup pengamannya
(safety valve). Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui bagaimana seharusnya menghargai
realitas obyektif, yaitu kebhinnekaan yang ada, sehingga sikap politik masyarakat tidak
pernah menca-pai tingkat kedewasaan yang memadai untuk berdemokrasi. Perjalanan
berbangsa dan berne-gara selama 32 tahun belakangan ini menunjukan bahwa manajemen
pembangunan Pemerin-tahan Orde Baru sudah mengalami kegagalan dalam memfasilitasi
perkembangan pluralisme dari tahap awal, yakni Pluralisme Primordial menuju Pluralisme
Liberal , untuk selanjutnya mencapai tahap Pluralisme Konsosiasional . Hal ini disebabkan
oleh pendekatan stabilitas yang melahirkan struktur masyarakat yang didominasi oleh
ideologi seragam dan keseragaman, yang sengaja menihilkan kebhinnekaan, sehingga tertib
sosial yang berhasil dicapai ternyata hanya mencerminkan integrasi sosial politik yang semu,
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 11/28
karena nilai-nilai apresiatif terhadap realitas kemajemukan tidak melembaga dalam perilaku
berbagai kelompok, baik komunitas etnis, agama, maupun antar golongan.
Dalam perjalanan kenegaraan dan kebangsaan, sejak awal tahun 1970an, dalam ke-rangka
terciptanya stabilitas, maka mulai terintrodusir Paradigma Mayoritas-Minoritasdalam
manajemen pembangunan. Paradigma ini terwujud dalam berbagai produk undang-undang
maupun praktek kenegaraan. Praktek bernegara dan bermasyarakat yang sangat kental
dengan paradigma ini ialah Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 dan budaya mohon petunjuk .
Kedua bentuk paradigma ini merupakan apresiasi dari nilai-nilai budaya Jawa yang
dipaksakan pemberlakuannya diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Implikasinya, rasa mayoritas (sense of majority) cenderung mengekspresikan diri secara
terbuka melalui tuntutan-tuntutan dominatif, yang tanpa disadari kemudian menstimulasi
munculnya rasa minoritas (sense of minority), sebagai upaya resistensi dalam berbagai
bentuk.Konsekuensi logis dari sense of majority versus sense of minority pada lapisan
masyarakat bawah (grassroot level), ialah berkembangnya polarisasi yang cukup kuat. Hal ini
terjadi karena berbagai saluran ekspresi diri yang idealnya berlangsung secara kompetitif dan
prestatif tersumbat oleh kepentingan prestise pribadi dan kelompok, yang dipraktekan nyaris
tanpa moral .
Awal tahun 1990an pendekatan berparadigma mayoritas-minoritas mulai berubah basis-nya
dari dominasi Budaya Jawa, menjadi dominasi keagamaan. Implikasi terhadap berubahnya
basis paradigma mayoritas-minoritas ini, ialah politisasi agama yang semakin mempertajam
konflik sosial dalam kehidupan masyarakat Maluku, terutama Maluku Tengah, yang memang
secara sosiologis telah hidup dalam Konsep Salam-Serani. Konsep Salam-Serani yang
bernuansa kultural berubah esensinya menjadi Konsep Islam-Kristen yang bernuansa
universal. Akibatnya, terjadi perubahan perilaku sesama Anak Negeri, yang semula saling
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 12/28
mengunjungi ataupun menghadiri acara ritual adat sekaligus dengan ritual agama, mulai
memilah-milah untuk hanya mengunjungi atau menghadiri acara ritual adat saja.
Pendekatan mayoritas-minoritas berdasarkan nuansa keagamaan, merupakan embrio
hancurnya nilai-nilai kemanusiaan, apalagi jika ditunjang dengan politisasi agama. Sebab
agama mempunyai karateristik yang khas yaitu "nilai ekslusifistik dan ekspansif" , sehingga
politisasi agama akan mendorong berkembangnya kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
nuansa-nuansa eksklusifisme agama. Padahal, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang dicita-citakan oleh para founding fathers republik ini, bukan didasarkan pada
pendekatan paradigma mayoritas-minoritas dalam bentuk apapun, tetapi didasarkan pada
tatanan budaya bangsa yang ber BHINNEKA dan mampu mempersatukan Indonesia dari
Sabang sampai Merauke.
Dalam berbagai dimensi pembangunan selama ini, baik kepemerintahan, ekonomi, dan sosial,
pendekatan kuantitatif selalu dikedepankan yang diterjemahkan sebagai demokrasi. Padahal
esensi demokrasi bukan terletak pada angka-angka statistik, tetapi pada kualitasnya, yaitu
bagaimana mendorong seluruh rakyat untuk berpartisipasi dalam seluruh proses pem-
bangunan bangsa, berdasarkan nilai-nilai kultural yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai
kultural yang hidup dalam masyarakat di Maluku ialah per-saudaraan dan saling menghargai
yang menembusi sekat-sekat agama. Nilai-nilai ini selama berabad-abad telah terbukti men-
ciptakan hubungan persaudaraan dan saling menghargai, sehingga interaksi sosial yang
dinamis antara seluruh lapisan dan golongan masyarakat di Maluku, dapat berlangsung dalam
nuansa rasa persaudaraan yang tinggi dan saling tolong-menolong, sebagai wujud sebuah
kewajiban sosial, moral, dan ritual.
Nilai-nilai kultural ini, mulai mengalami degradasi, seiring dengan politik pembangunan yang
mengedepankan pendekatan-pendekatan kuantitatif dengan paradigma mayoritas-minoritas
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 13/28
berdasarkan keagamaan. Akibatnya, masyarakat di Maluku, terutama di Kota Ambon,
terkotak-kotak dalam sekat-sekat agama, sehingga nuansa kebangsaan yang berBHINNEKA
mulai surut , diganti dengan nuansa mayoritas-minoritas yang berbasis agama. Dampak
langsung ialah, hancurnya nilai dan pranata kultural yang selama ini menjadi perekat dalam
kehidupan masyarakat di Maluku, bahkan kemungkinan besar di daerah-daerah lain di
Indonesia juga. Hancurnya nilai dan pranata kultural mengakibatkan masyarakat terkotak-
kotak, sehingga timbul rasa superioritas mayoritas terhadap golongan minoritas berdasarkan
agama. Sebaliknya, golongan minoritas merasa eksistensinya terancam dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang didasarkan pada hakekat BHINNEKA TUNGGAL IKA
yang berbasis pada tatanan budaya. Rasa superioritas mayoritas di satu sisi berhadapan
dengan rasa terancamnya eksistensi go-longan minoritas di lain sisi, karena paradigma
mayoritas-minoritas berbasis agama, menjadi ancaman terhadap integrasi dan keutuhan
bangsa.
Ketika gong reformasi memberi ruang yang besar bagi terbukanya saluran aspirasi, timbul
dorongan bereksperimen politik dengan resiko tinggi, yang semula dianggap sebagai perilaku
demokratis, ternyata kemudian membuka jalan bagi luapan ekspresif yang cenderung
anarkhis dari sense of majority, yang merangsang energi sosial massa pada lapisan bawah,
muncul kepermukaan sebagai kekuatan destruktif yang semakin mempertajam polarisasi dan
jurang antar etnis, agama, dan golongan. Dalam konteks ini, isyu agama sebagai salah satu
sarana pembinaan solidaritas dan sentimen kelompok, menjadi pilihan strategis untuk
menggalang kekuatan massa, sehingga agama menjadi kendaraan politik. Kondisi seperti ini,
terjadi di Indonesia, sehingga budaya lokal di Maluku Tengah, terutama di Kota Ambon,
terpengaruh dan ikut menjadi lebih lemah lagi, sehingga hampir tidak ada lagi katup
pengaman untuk menentralisasi konflik sosial yang memang sudah potensial.
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 14/28
5. Kerusuhan Ambon Sebagai Implikasi Melemahnya Budaya Lokal.
Kerusuhan Ambon yang berlarut-larut selama dua bulan, telah mengakibatkan kerugian yang
tak ternilai. Jika dibandingkan dengan kerusuhan di tempat-tempat lain, Kerusuhan di Ambon
dan sekitarnya merupakan yang terlama dengan kerugian yang terbesar. Ini disebabkan, pola
Kerusuhan Ambon sama sekali berbeda dengan yang terjadi pada tempat-tempat lainnya di
Indonesia, dan faktor pemicunya juga sangat fundamental, serta meliputi banyak variabel
(complicated).
Kerusuhan di Ambon yang mulai terjadi sejak tanggal 19 Januari 1999, diawali dengan
terjadinya pertikaian pribadi antara seorang pendatang beragama Islam dengan seorang Anak
Negeri Kristen, yang kemudian melibatkan dua kelompok masyarakat berlabel agama, yaitu
Kelompok Islam dan Kelompok Kristen. Awal kerusuhan terjadi di Tempat Pemberhentian
Mobil Angkutan di Batu Merah, dimana seorang pendatang beragama Islam dan seorang
Anak Negeri Kristen, sopir mobil angkutan kota Jurusan Batu Merah, terlibat pertikaian,
kemudian si Anak Negeri Kristen meninggalkan lokasi kejadian dan kembali dengan
beberapa temannya yang sekampung dan mengejar si pendatang beragama Islam. Si
pendatang beragama Islam ini selanjutnya melarikan diri memasuki Desa Batu Merah dan
kembali dengan massa Islam yang membawa berbagai senjata tajam, kemudian mengejar si
Anak Negeri Kristen dan teman-temannya, sehingga mereka lari memasuki Kampung
Mardika, yang berbatasan dengan Desa Batu Merah. Masyarakat Mardika yang melihat
massa Batu Merah mengejar massa yang masuk ke dalam kampungnya sebagai tindakan
penghadangan, sehingga terjadilah saling melempar batu antar kedua kelompok massa, yang
berakhir dengan dibakarnya 4 (empat) buah rumah penduduk warga Mardika. Saat itu,
masyarakat pada lokasi-lokasi pemukiman Kristen mulai mengetahui adanya pertikaian
antara Mardika dan Batu Merah, dan tampaknya solidaritas kelompok yang telah mengental
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 15/28
dan lemahnya budaya lokal sebagaimana dikonstatasi sebelumnya, mendorong keterlibatan
kelompok Pemuda Kristen dari Belakang Soya, lokasi terdekat dengan Mardika, secara
berkelompok untuk menuju Mardika guna memberi membantu.
Pada waktu yang hampir bersamaan, dalam jarak yang hampir 3 kilometer ke arah barat Desa
Batu Merah, sekelompok massa Islam yang berasal dari Soa Bali, Jalan Baru, dan Waihaong,
melakukan provokasi terhadap warga Silale yang beragama Kristen, dengan alasan bahwa
Desa Batu Merah telah dibakar oleh Orang Kristen. Saat itu, terjadilah saling melempar
dengan batu antara kedua kelompok masyarakat ini, dan berakhir dengan dibakarnya 12 (dua
belas) buah rumah penduduk dan 1 (satu) buah gereja, pada malam tanggal 19 Januari 1999
itu. Dengan terbakarnya rumah-rumah penduduk Kristen di Mardika dan Silale, serta gereja
di Silale, mulailah terjadi akumulasi massa dari kedua kelompok agama di berbagai sudut
jalan Kota Ambon, diikuti dengan saling menyerang rumah dan tempat ibadah di berbagai
tempat.
Pada tanggal 19 Januari 1999 malam dan dilanjutkan besok harinya, warga lima desa Islam di
Jazirah Leihitu, yaitu Wakal, Hitu, Hila Islam, Mamala, dan Morela, mulai melakukan
penyerangan terhadap 125 anak-anak remaja Kristen yang berasal dari Kota Ambon yang
sedang melakukan kegiatan retreat di Field Marine Station milik Universitas Pattimura di
Hila. Akibat penyerangan ini, 6 (enam) orang dari rombongan anak-anak remaja ini terbunuh,
sedangkan yang lainnya berhasil menyelamatkan diri melalui laut maupun naik gunung ke
Desa Hatiwe Besar dan Desa Tawiri, dengan dibantu oleh penduduk Desa Asilulu, dan warga
Buton di petuanan desa Seith.
Tanggal 20 Januari 1999 pagi, warga kelima desa Islam ini menyerang dan membakar rumah-
rumah penduduk dan gereja tua di Desa Hila Kristen. Warga Desa Hila Kristen semuanya
sempat menyelamatkan diri ke Desa Seith dan Kaitetu yang beragama Islam, dan dibantu
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 16/28
oleh penduduk kedua desa ini maupun warga Buton disekitarnya, dan dievakuasi ke Desa
Hatiwe Besar dan Desa Tawiri, dengan berjalan kaki melalui gunung. Aksi penyerangan
massa dari kelima desa ini kemudian meluas ke arah jalan raya menuju Kota Ambon dengan
berjalan kaki, yang disertai dengan pembakaran rumah penduduk dan pembunuhan di lokasi-
lokasi; Dusun Telaga Kodok, Dusun Benteng Karang, Desa Hunuth/Durian Patah, Desa
Waiheru, Desa Nania, dan Desa Negeri Lama. Ironisnya, dalam perjalanan panjang aksi
pembantaian dan pembakaran oleh massa dari kelima warga desa tersebut terhadap
pemukiman penduduk Kristen ini, massa melewati beberapa pos dan barak militer, tetapi
tidak ada tindakan pencegahan oleh aparat keamanan setempat, kecuali yang dilakukan oleh
aparat dari Satuan Brimob di Air Besar, Desa Passo. Dalam aksi pembantaian dan
pembakaran ini 34 (tiga puluh empat) warga beragama Kristen meninggal dunia, termasuk
seorang pendeta wanita dan seorang pendeta laki-laki, serta ratusan rumah penduduk dan
sejumlah gereja, maupun harta benda lainnya terbakar dan dijarah. Alasan aksi pembantaian
dan pembakaran serta penjarahan yang dilakukan oleh massa dari kelima desa Islam ini, ialah
adanya informasi bahwa Mesjid Al fatah yang menjadi representasi identitas umat Muslim di
Kota Ambon sudah dibumi hanguskan oleh Orang Kristen.
Informasi mengenai pembantaian, pembakaran, dan penjarahan atas pemukiman-pemukiman
Kristen oleh massa dari kelima desa Islam ini, mengakibatkan sentimen dan solidaritas
kelompok di kalangan Umat Kristen di Kota Ambon dan sekitarnya tereksploitasi dan muncul
ke permukaan secara tidak terkendali sebagai reaksi atas aksi massa tersebut, sehingga
terjadilah penyerangan dalam bentuk pembakaran dan pembantaian terhadap Umat Islam di
pemukiman-pemukiman Islam maupun obyek-obyek ekonomi yang sebagian besar dikuasai
oleh Umat Islam. Dalam kerusuhan antar kelompok masyarakat di Kota Ambon dan
sekitarnya ini, aparat keamanan yang ada, tidak sama sekali berfungsi secara maksimal sesuai
tugasnya, malahan menurut penilaian kedua kelompok masyarakat yang sedang terlibat
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 17/28
dalam kerusuhan ini, aparat keamanan bertindak diskriminatif. Hal ini terbukti dengan
puluhan warga sipil yang meninggal dan luka-luka kena tembakan aparat keamanan, dan
seorang aparat anggota Kostrad dari Batalion Linud 431 yang berbasis di Ujung Pandang dan
tiba di Ambon tanggal 20 Januari 1999, terbunuh oleh warga sipil di Benteng.
Kerusuhan yang terjadi di Ambon ini kemudian meluas ke berbagai tempat di Maluku, yaitu
di Sanana, di Saumlaki, dan di Seram (pada berbagai lokasi). Kerusuhan yang terjadi di luar
Ambon ini, berupa pembunuhan dan pembakaran rumah penduduk dan tempat ibadah antar
kedua kelompok agama Islam dan Kristen.
Kerusuhan sosial yang sempat terhenti tanggal 24 Januari 1999, kemudian berlanjut lagi pada
tanggal 14 Februari 1999 berupa penyerangan massa dari beberapa Desa Islam di Pulau
Haruku terhadap Desa Kariu yang beragama Kristen, mengakibatkan puluhan orang korban
meninggal dunia dan luku-luka dan ratusan rumah penduduk serta dua buah gereja di Desa
Kariu terbakar. Kerusuhan di Kariu ini berdampak pada solidaritas Umat Kristen di Saparua,
sehingga terjadi penyerangan pada beberapa pemukiman Islam di Saparua, yang
mengakibatkan puluhan rumah penduduk terbakar dan puluhan korban jiwa luka-luka dan
meninggal dunia.
Tanggal 23 - 25 Februari 1999 kerusuhan yang bernuansa agama kembali terjadi di Batu
Merah Dalam, yaitu penyerangan dan pembakaran rumah-rumah penduduk Kristen oleh
massa Islam yang berasal dari Batu Merah dan Kampung Galunggung serta Dusun Rinjani.
Dalam kerusuhan ini puluhan korban luka-luka dan meninggal dunia terkena tembakan aparat
maupun senjata-senjata tradisional, serta puluhan rumah terbakar.
Tanggal 1 Maret 1999 kembali terjadi kerusuhan yang bernuansa agama di Dusun Ahoru dan
Dusun Rinjani, berupa saling menyerang antar massa dari kedua kelompok agama yang
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 18/28
berdiam di kedua dusun tersebut. Dalam kerusuhan ini, terdapat sejumlah orang meninggal
dunia dan luka-luka, serta sejumlah rumah penduduk terbakar. Kerusuhan ini kemudian
dilaporkan oleh Kepala Kanwil Departemen Agama Propinsi Maluku kepada Menteri Agama
bahwa warga Muslim yang sedang sholat subuh diserang dan ditembak di dalam mesjid.
Laporan ini kemudian dikonfirmasi oleh beberapa tokoh Islam lainnya dalam rangka
pemberitaan, sehingga selama beberapa hari ekspose berita dilakukan secara tendensius oleh
berbagai media massa nasional baik elektronik maupun cetak. Akibatnya, timbullah gerakan
solidaritas Islam secara nasional dengan tujuan ber-jihad di Ambon.
Kerusuhan masih berlanjut secara massal pada tanggal 5 Maret 1999. Ini diduga kuat sebagai
akibat munculnya semangat ber-jihad yang dibakar oleh gerakan Islam secara nasional
tersebut. Pada tanggal tersebut massa yang semula berkumpul di Mesjid Al Fatah menyerang
wilayah di sekitar Gereja Silo, diikuti oleh pembakaran gedung sekolah SD Latihan yang
sementara ditempati para pengungsi beragama Kristen dari Silale. Muncullah reaksi balik dari
massa yang beragama Kristen, sehingga menyulut kerusuhan di beberapa tempat sekitarnya.
Kerusuhan ini menelan cukup banyak korban manusia baik yang luka berat dan ringan
maupun yang meninggal.
Disamping garis besar kronologis peristiwa kerusuhan yang digambarkan di atas, sebetulnya
terjadi pula beberapa tindak kriminal yang dilakukan secara berkelompok oleh massa Islam
tertentu seperti pembunuhan (ditikam atau diparang) orang-perorangan yang beragama
Kristen dan penculikan seorang dosen Fakultas Hukum Unpatti yang kebetulan melewati
perkampungan warga Islam. Hal yang sama terjadi pula bagi orang Islam yang melewati
perkampungan orang Kristen.
Saat ini tampaknya kerusuhan massal sudah bisa dikendalikan oleh aparat keamanan, bahkan
telah diupayakan pula penyerahan berbagai senjata tajam dari warga perkampungan atau desa
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 19/28
Islam dan Kristen, sehingga dapat mendukung proses rekonsiliasi yang terus-menerus
dilakukan. Untuk menciptakan rasa aman dan kenyamanan hidup bagi warga masyarakat kota
Ambon dan sekitarnya, diperkirakan paling tidak periode "mengatasi kerusuhan" oleh aparat
keamanan ini akan membutuhkan waktu kurang lebih 1 (satu) hingga 2 (dua) bulan ke depan,
sebelum memasuki tahap "pemulihan (recovery) hubungan-hubungan sosial" dalam
kehidupan bermasyarakat antar kedua kelompok masyarakat.
6. Kesimpulan & Pemecahan Masalah Kerusuhan Ambon.
Berdasarkan uraian singkat mengenai kondisi psiko-sosial dan garis besar fakta lapangan di
atas, beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Kerusuhan yang terjadi di Kota Ambon dan tempat-tempat lain di Maluku, merupakan
sebuah hasil rekayasa (entah siapa aktor intelektualnya) untuk tujuan tertentu, antara
lain (i) merusak tatatan kultur masyarakat Maluku, dan (ii) mendiskreditkan umat
Kristen di Maluku, serta (iii) merusak sistem perekonomian dan sistem pendidikan di
Maluku. (iv) memberi aksentuasi dalam rangka merubah stereotip predikat orang
Ambon yang dikenal sebagai orang Kristen. Perekayasa kerusuhan ini, adalah orang
atau kelompok yang memahami benar kondisi psiko-sosial masyarakat di Maluku,
terutama di kalangan Umat Kristen.
2. Kerusuhan yang melanda berbagai sudut di Daerah Maluku ini, telah dijadikan
komoditas politik untuk melemahkan posisi tawar Umat Kristen di Maluku, sebagai
salah satu anak kandung Ibu Pertiwi, dalam proses pembangunan bangsa, baik secara
nasional maupun lokal. Sebab, kerusuhan ini bukannya tidak mungkin terkait erat dan
merupakan kelanjutan dari berbagai tragedi berdarah lainnya di Indonesia terutama di
Pulau Jawa yang menelan korban jiwa dan kerugian material dari umat Kristiani.
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 20/28
3. Nilai-nilai kultural masyarakat di Maluku yang sarat dengan nuansa persaudaraan,
yang selama ini hidup dan dipraktekan dalam kehidupan kemasyarakatan, telah
berubah menjadi rasa saling mencurigai dan mendendam, antara kelompok
masyarakat Kristen dan kelompok masyarakat Islam di Maluku. Tatanan nilai budaya
lokal mengalami degradasi bahkan kerusakan akibat menguatnya sentimen nilai
universal (agama Islam) dan pengaruh perspektif kebijakan pembangunan yang
berlatar belakang pendekatan mayoritas-minoritas.
4. Rusaknya berbagai infra-struktur ekonomi dan terganggunya aktivitas ekonomi
masyarakat, akan berdampak terhadap kelangkaan bahan kebutuhan pokok dan
inflatoir dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang, akan sangat
mengganggu dinamika pembangunan di Daerah Maluku pada umumnya, dan
khususnya Kotamadya Ambon.
5. Terganggunya aktivitas pendidikan pada semua jenjang pendidikan di Kotamadya
Ambon dan sekitarnya, akan mempengaruhi proses perbaikan kualitas sumber daya
manusia di Maluku, yang dalam jangka panjang akan melemahkan posisi tawar Orang
Maluku dalam pasar kerja lokal maupun nasional.
6. Kredibiltas pemerintah daerah, terutama Pemerintah Daerah Maluku, Kotamadya
Ambon, dan Kabupaten Maluku Tengah, sedang diuji, bahkan kemungkinan besar
sedang dirongrong oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan politis khusus.
7. Pers nasional belum berfungsi sebagai pers yang menjunjung tinggi nilai dan etika
jurnalistik, sebab berita-berita yang dipublikasi tidak melalui "check and recheck"
secara proporsional dari semua kelompok masyarakat yang terlibat dalam kerusuhan.
Akibatnya, Orang Kristen di Maluku rusak citranya dimata publik nasional dan
internasional, sehingga keselamatan jiwa dan rasa aman Orang Maluku Kristen pada
berbagai tempat di Indonesia terancam, hingga aktivitas pendidikan dan ekonomi
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 21/28
keluarganya terganggu. Hal ini memberi indikasi bahwa ada sebuah konspirasi besar
dan sistematis untuk mengancam eksistensi Orang Maluku Kristen di Indonesia.
8. Manajemen operasional keamanan dalam mengeliminasi meluasnya kerusuhan,
maupun dalam mengatasi kerusuhan, tidak berjalan dengan baik, sehingga perilaku
aparat ke-amanan di lapangan serba canggung dan membangun citra diskriminatif
dalam menangani berbagai kerusuhan.
Bertumpu pada berbagai penjelasan yang dikemukakan sebelumnya, maka dalam rangka
upaya memulihkan hubungan sosial kemasyarakatan antar Anak Negeri maupun antara Anak
Negeri dengan para pendatang atau Orang Dagang, diperlukan solusi yang komprehensif dan
integratif, baik pada aras nasional maupun lokal. Pemecahan masalah dengan pendekatan
demikian tidak bisa dihindari karena kerusuhan Ambon merupakan akumulasi masalah yang
dipengaruhi baik oleh faktor-faktor nasional (eksternal) maupun internal (lokal/daerah).
Disamping itu, untuk mencapai tahap pemulihan hubungan-hubungan sosial yang adil, jujur
dan permanen, dibutuhkan adanya konsesi yang harus diberikan oleh masing-masing pihak
yang terlibat dalam pertikaian. Konsesi dimaksud berupa kesediaan menahan diri, kesediaan
memahami apa yang telah terjadi, kesediaan untuk mau mengerti dan menghargai perbedaan
yang ada, dan lain-lain, sehingga dapat dijadikan sebagai starting point bagi proses
perdamaian yang abadi.
Secara nasional , diperlukan adanya itikad baik secara politis untuk mengembangkan
berbagai kebijakan publik yang konsisten dengan filosofi kebhinekaan untuk menghindar dari
kemungkinan penyalahgunaan kebijakan dimaksud oleh oknum atau kelompok tertentu yang
dengan sengaja mengeksploitasi paradigma mayoritas-minoritas yang pada dasarnya
bersumber dari nilai-nilai politik aliran bagi kepentingan elit tertentu. Oleh sebab itu, rasa
mayoritas yang selama ini mewarnai sikap dan perilaku umat Muslim Indonesia harus
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 22/28
diminimalkan melalui berbagai cara termasuk sosialisasi nilai dan cara pandang yang
berorientasi humanistik. Ini bertolak dari pandangan bahwa mayoritas fisik kaum Muslim
Indonesia tidak perlu dieksploitasi dengan berbagai cara; bahkan sebaliknya, keberadaan
tersebut seyogianya bisa memfasilitasi rasa aman dan kenyamanan hidup kelompok
masyarakat minoritas, termasuk mendorong proses demokratisasi yang bertumpu pada merit
system.
Pilihan model pembangunan perlu mendapat perhatian pula. Sebab secara de facto, selama ini
praktek pembangunan cenderung menjadikan manusia hanya sebagai objek semata.
Pertimbangan filosofis yang mengedepankan nilai-nilai humanistik dimana manusia sebagai
subjek atau pelaku pembangunan yang proaktif dan produktif, harus diprioritaskan.
Pendekatan ini sebetulnya merupakan upaya untuk mewujud-nyatakan nilai-nilai demokratis,
karena rakyat atau masyarakat terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan kehidupan mereka.
Disamping itu, berbagai upaya praktis perlu dikembangkan pula terutama untuk memberi
pengakuan secara jelas dan tegas (de jure) atas eksistensi komunitas lokal/daerah dengan
budayanya. Dengan demikian, beberapa regulasi nasional yang sangat prinsip seperti
Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa perlu disesuaikan dengan realitas objektif
yang menjadi kebutuhan masyarakat lokal di tingkat daerah. Maksudnya, walaupun regulasi
tersebut bersifat nasional dan berlaku merata di seluruh wilayah Indonesia, tetapi regulasi itu
seyogianya memberi ruang dan peluang bagi upaya-upaya penyesuaian dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat persekutuan adat khususnya di daerah Maluku, termasuk Kota Ambon.
Demikian halnya dengan distribusi dan alokasi kebijakan-kebijakan pembangunan dan hasil-
hasilnya yang harus diterapkan berdasarkan prinsip keadilan tanpa pertimbangan mayoritas-
minoritas atau koneksitas. Prinsip keadilan yang dimaksudkan ini adalah keadilan yang
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 23/28
berorientasi pada kebutuhan dan prestasi. Oleh sebab itu, distribusi dan alokasi dimaksud
harus ditujukan kepada mereka atau kelompok masyarakat yang membutuhkan dan bukan
sebaliknya; begitu pula dengan rekruitmen yang harus mengakomodir mereka yang memiliki
kemampuan teruji, mempunyai komitmen sosial yang tinggi, dan lain-lain, dan bukan yang
sebaliknya. Begitu pula dengan kesediaan tanpa reserve dari Pemerintah Pusat untuk secara
konsisten memberi alokasi nilai-nilai otoritatif kepada Pemerintah daerah melalui prinsip
otonomi yang seluas-luasnya. Alokasi otoritatif demikian akan memungkinkan Pemerintah
daerah melakukan pengambilna keputusan yang adaptif dan kondusif dengan tuntutan
aspirasi masyarakat, sekaligus mencari peluang-peluang ekonomi baru yang bisa
menstimulasi pembangunan dalam berbagai aspek.
Penumpukan kekuatan terutama yang bersifat politis dengan muatan agama atau politisasi
agama yang sementara terjadi, harus dapat dikendalikan secara bijak oleh pemerintah. Hal ini
disebabkan, penumpukan kekuatan tersebut sangat tidak fungsional dengan kebutuhan
pembangunan dalam kerangka memfasilitasi terwujudnya tatanan masyarakat madani yang
demokratis. Sentimen atau emosi massa yang primordialistik hanya akan merupakan "bom
waktu" yang setiap saat dapat meledak, karena seringkali dieksploitasi untuk kepentingan
orang-perorangan atau kelompok tertentu saja.
Dalam konteks nasional, Pemerintah Pusat harus bisa pula menempatkan diri dan berperan
secara arif dalam menyikapi tuntutan dan aspirasi masyarakat yang hidup dan berkembang,
mengingat realitas kebhinekaan bangsa dalam berbagai aspek kehidupannya. Memenuhi
keinginan kelompok tertentu saja dan mengabaikan atau tanpa mempertimbangkan kondisi
kelompok-kelompok masyarakat lainnya, hanya akan menciptakan akumulasi masalah yang
siap meledak sewaktu-waktu. Dengan demikian, perlu ada konsistensi sikap dan perilaku
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 24/28
aparat pemerintah dalam menterjemahkan makna filosofi Bhineka Tunggal Ika dalam
berbagai kebijakan pembangunan yang adil dan jujur.
Pada tataran lokal atau daerah, diperlukan pula keadilan dalam distribusi dan alokasi
sumber-sumber politik dan ekonomi secara merata berdasarkan prinsip merit system. Dengan
demikian, dapat dihindari ketersinggungan sosial ekonomi yang terjadi selama ini. Artinya,
kebijakan publik yang diatur oleh baik eksekutif maupun legislatif di tingkat daerah harus
sesuai dengan konstelasi sosial budaya dan harapan-harapan yang ada ditengah-tengah
kehidupan bermasyarakat. Ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa struktur sosial di
Maluku, khususnya di Kota Ambon bersifat majemuk. Begitu pula dengan kedudukan
peranan institusi adat yang perlu direvitalisasi dan dire-interpretasi sesuai aktualita kebutuhan
masyarakat dan pembangunan.
Adalah sangat naif dan tidak logis apabila solusi di tingkat lokal menyamaratakan treatment
kepada kelompok masyarakat yang bermukim di desa dan di kota. Sebab, struktur sosial
budaya, ekonomi dan politik wilayah pedesaan sangat berbeda dengan perkotaan. Bagi
wilayah pedesaan, dapat dilakukan penguatan kembali lembaga-lembaga adat seperti Pela
dan Gandong serta berbagai hubungan kekerabatan lainnya untuk menciptakan jembatan
komunikasi dan interaksi yang intensif antar kelompok masyarakat desa. Upaya penguatan ini
harus dilakukan secara menyeluruh, dalam arti menghidupkan pula berbagai lembaga
pendukung lainnya seperti penyesuaian atas eksistensi sistim pemerintahan adat, lembaga
panas pela, dan lain-lain. Sementara itu, di daerah perkotaan, perlu dipikirkan suatu lembaga
yang mampu menjembatani proses silahturahmi antar kelompok masyarakat di kota Ambon;
disamping praktek kebijakan publik yang adil dan jujur dalam berbagai aspek pembangunan
masyarakat.
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 25/28
Hak-hak dan kewajiban Anak Negeri – Orang Dagang/Pendatang berdasarkan adat yang
tidak bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia, perlu dipertegas
kembali. Hal ini dimaksudkan agar timbul rasa menghormati dan menghargai antar Anak
Negeri maupun oleh Orang Dagang. Hal ini harus diikuti dengan pemberdayaan Anak Negeri
dalam sektor ekonomi, karena asset yang dimiliki selama ini belum dimanfaatkan secara
optimal. Dengan cara demikian, diharapkan bisa meminimalkan gesekan sosial ekonomi,
karena pilihan segmen pasar semakin terbuka atau meluas dan dapat dimasuki oleh berbagai
lapisan masyarakat Anak Negeri. Apabila hubungan antar Anak Negeri dapat direhabilitasi,
maka potensi konflik massal seperti yang terjadi saat ini dapat diredam meskipun ada
provokasi misalnya yang dengan sengaja dilakukan oleh orang luar.
Apa yang disebutkan di atas perlu mendapat perhatian tidak saja dari Pemerintah daerah,
tetapi juga oleh institusi agama yang mempunyai akses langsung kepada masyarakat dan
berada di lini terdepan dalam pembangunan. Artinya, upaya pemberdayaan sumberdaya
manusia lokal perlu didukung melalui peran institusi agama, paling tidak dalam rangka
melakukan reorientasi nilai untuk menghadirkan ethos kerja yang bertumpu pada
profesionalisme yang profitable tanpa mengabaikan prinsip atau nilai-nilai kebersamaan.
Ide tentang pemulangan pengungsi yang terlanjur pergi ke luar Maluku, perlu direspons dan
diatur secara bijak. Hal ini dimaksudkan untuk mencari dan menemukan keseimbangan dan
daya dukung lingkungan kota Ambon khususnya yang selama ini sudah terlewati. Oleh sebab
itu, Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Daerah Tingkat Kota Ambon perlu melakukan
kajian yang mendalam agar bisa memperoleh gambaran yang ideal mengenai perbandingan
jumlah penduduk dan luas wilayah. Upaya penanganan demikian dapat meminimalkan
bentukan atau gesekan sosial ekonomi, karena akan tercipta keseimbangan antara jumlah
penduduk dengan lingkungannya, termasuk dengan segmen pasar kerja.
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 26/28
Dalam rangka menghilangkan rasa curiga sekaligus menciptakan rasa keadilan bagi seluruh
lapisan masyarakat, maka upaya penegakan hukum (law enforcement) di berbagai bidang
kehidupan masyarakat khususnya yang terkait dengan masalah kerusuhan, harus dilakukan
tanpa pandang bulu. Sehubungan dengan ini, lembaga peradilan dan aparat penyidik harus
mampu mandiri, bebas dari intervensi kepentingan politik, apalagi terpengaruh oleh kekuatan
orang atau kelompok tertentu yang dengan sengaja ingin melakukan intervensi ke dalam
proses penegakan hukum.
Untuk memfasilitasi upaya perdamaian, aparat Pemerintah daerah dan instansi terkait
diharapkan mampu menumbuhkembangkan manajemen isyu untuk merespons berbagai isyu
negatif berpotensi destruktif yang sangat mungkin muncul dan mengganggu proses
rekonsiliasi yang diupayakan. Sosialisasi kemajuan yang berhasil dicapai dalam upaya ini,
perlu diteruskan kepada seluruh lapisan masyarakat baik di kota maupun desa, sekaligus
menjaga hubungan dialogis dengan masyarakat agar mereka ikut merasa terlibat bersama-
sama dengan aparat pemerintah dalam mengusahakan perdamaian di Maluku khususnya di
kota Ambon.
Kemudian, hal yang tidak kalah pentingnya dan ikut mempengaruhi secara tidak langsung
proses rekonsiliasi yang diusahakan adalah tanggung jawab (terutama) pemerintah dan
masyarakat Maluku untuk bagaimana menciptakan suasana yang kondusif sambil meluruskan
citra orang Ambon khususnya yang beragama Kristen yang terlanjur negatif di mata publik
nasional. Sebab bagaimana pun, perlakuan diskriminatif yang akan dan mungkin sementara
dialami oleh orang Ambon khususnya yang beragama Kristen di luar Maluku tidak dapat
terus-menerus dibiarkan berlangsung, karena akan merangsang munculnya sentimen etnis dan
agama yang berpotensi sebagai distorsi dalam proses rekonsiliasi bahkan bisa melahirkan
masalah baru di kemudian hari. Oleh sebab itu, secara sistimatis dan intensif, perlu disebar-
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 27/28
luaskan berbagai informasi yang tepat dan benar tentang masalah kerusuhan sebagai
konsumsi publik umum (bukan sekedar untuk konsumsi intern pemerintah), sekaligus
informasi mengenai kemajuan usaha-usaha perdamaian yang telah dicapai.
Hal lain yang perlu dilakukan guna mendukung proses rekonsiliasi yang diupayakan adalah,
melakukan pemeriksaan secara ketat di pelabuhan Ambon terhadap arus migrasi yang masuk
ke Kota Ambon dari berbagai wilayah di luar Maluku. Pendapat ini bertolak dari analisis
yang menempatkan Ambon sebagai bagian integral dari skenario kerusuhan secara nasional.
Melalui cara demikian, diharapkan rantai jaringan para perusuh dan provokator bisa
diputuskan, sehingga penyelesaian kerusuhan Ambon dapat dilakukan dengan lancar.
Disadari pula bahwa kerusuhan Ambon telah bermuara pada sentimen balas dendam dari para
korban. Ini berarti diperlukan terapi khusus yang terkonsepsi dan strategis terhadap para
korban, sehingga bisa meminimalkan keinginan balas dendam yang hanya akan melahirkan
masalah secara berkepanjangan. Beberapa langkah strategis yang disarankan untuk mengatasi
kondisi psikologis ini adalah:
1. Melakukan penegakan hukum secara tegas dan bijaksana, tanpa pandang bulu.
Implementasi law enforcement yang demikian, akan memberi rasa adil dan kepuasan
dari para korban terhadap mereka yang secara nyata telah melakukan tindak
kriminalitas.
2. Mengusahakan peran pendampingan (konseling) dengan melibatkan berbagai
kalangan yang berpotensi, dengan maksud merangsang kesadaran dan semangat hidup
dari mereka yang menjadi korban kerusuhan baik karena kehilangan harta benda
maupun nyawa.
3. Meminta secara serius perhatian para pemuka agama untuk secara sistimatis
melakukan pelayanan-pelayanan yang bersifat pastoral agar kehidupan umat
5/11/2018 Pemecahan Masalah Fundamental Kerusuhan Ambon - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pemecahan-masalah-fundamental-kerusuhan-ambon 28/28
khususnya para korban bisa memperoleh penghiburan. Dengan demikian, diharapkan
pemulihan kondisi psikologis ini dapat membantu meredanya keinginan-keinginan
balas dendam.
7. Penutup.
Demikianlah pokok-pokok pikiran yang bisa diberikan dalam rangka ikut melengkapi
berbagai konsep dan strategi lainnya yang dimaksudkan untuk "menjinakan" masalah
kerusuhan di Maluku khususnya di Kota Ambon. Disadari bahwa, dengan keterbatasan ruang
yang tersedia, beberapa ide atau konsep yang dikemukakan dalam pokok-pokok pikiran ini
masih memerlukan proses elaboratif lebih lanjut. Oleh sebab itu harapan kami, semoga
pokok-pokok pikiran ini bisa dimanfaatkan sebagai stimulasi untuk menemukan solusi yang
lebih baik demi dan atas nama keutuhan dan keharmonisan hidup bermasyarakat.
Ambon, April 1999
1. DR. J. W. Ajawaila 2. Drs. M. J. Papilaya, MS
3. Drs. Tonny D. Pariela, MA 4. Pdt. F. Nahusona, STh
5. G. Leasa, SH. MH 6. Drs. T. Soumokil, MA
7. Drs. James Lalaun 8. Drs. W. R. Sihasale