Transcript
Page 1: Pemberantasan Korupsi di Jepang

Budaya Malu terhadap Korupsi di Jepang

M. Arief Fakhruddin

D IV Akuntansi Kurikulum Khusus BPKP, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan

Email: [email protected]

Abstrak – Berbeda dengan beberapa negara lain, Jepang tidak memiliki Undang Undang khusus yang mengatur

mengenai pencegahan korupsi maupun lembaga khusus seperti KPK di Indonesia maupun CPIB di Singapura yang

menangani pelanggaran hukum di bidang tindak pidana korupsi. Kultur budaya malu di Jepang lah yang menjadi

benteng pertama dan yang akan meng“hukum” birokrat maupun pihak swasta apabila melakukan tindakan korupsi.

Kata Kunci – Korupsi, malu, Jepang,

I. Pendahuluan

Jepang adalah Negara dengan tingkat

perekonomian terbesar ketiga di dunia, dengan

peringkat tersebut, Jepang menjadi tujuan investasi

yang menguntungkan bagi investor asing. Pada

Tahun 2012, berdasarkan hasil survey dari

Transparency Internasional Jepang memperoleh CPI

(Coruption Perception Index) sebesar 74 menduduki

peringkat 3 terbaik di Asia sebagai negara yang

bersih dari korupsi, sedangkan menurut survey yang

dilakukan oleh PERC ( Political and Economic Risk

Consultancy) juga menunjukkan bahwa Jepang

sebagai negara terbaik ketiga di Asia yang dipandang

oleh investor memiliki tingkat korupsi yang rendah.

Di Jepang tidak ada Undang-Undang tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seperti di

Indonesia. Yang kita namakan sebagai "korupsi" di

Indonesia, mereka hanya golongkan sebagai salah

satu di antara tindak pidana umum: Penyuapan,

Penggelapan Uang Negara, dan Penipuan. Hukuman

maksimalnya pun hanya tujuh tahun, bukan hukuman

mati seperti dalam undang-undang korupsi di

Indonesia.

Terdapat beberapa factor yang menyebabkan

mengapa rating Jepang dalam pemberantasan korupsi

berada pada ranking atas yang akan dibahas lebih

lanjut.

II. Pembahasan

Ada kultur hukum baik dari warga

masyarakat Jepang maupun dari para penegak hukum

Jepang yang lebih efektif ketimbang ancaman

hukuman mati dalam undang-undang pemberantasan

korupsi kita di Indonesia. Kultur hukum "malu" yang

masih besar dari masyarakat Jepang sangat efektif

sebagai alat preventif maupun penindak terhadap

perilaku tercela, termasuk korupsi. Kultur hukum

yang masih sangat bermoral di kalangan birokrat

Jepang, menyebabkan hampir tidak ada kebiasaan

untuk memutarbalikkan yang salah menjadi benar,

dan yang benar menjadi salah.

Budaya malu itu sendiri sudah begitu berurat

akar bagi masyarakat Jepang. Terbukti, ketika sudah

menjadi salah satu negara industri maju di dunia

seperti saat ini pun, budaya tersebut masih sangat

lekat pada diri masyarakatnya. Melalui budaya

malunya, mereka merasa memiliki harga diri yang

Page 2: Pemberantasan Korupsi di Jepang

teramat tinggi. Di dalam praktik hukum di Jepang,

pejabat yang masih diindikasikan melakukan suatu

tindak pidana, umumnya langsung mengundurkan

diri dari jabatannya, sekalipun tidak diminta oleh

masyarakat, apalagi jika sudah dituntut mundur oleh

masyarakatnya.

Contoh pejabat yang mengundurkan diri

bahkan bunuh diri karena diduga melakukan korupsi

antara lain Menteri Luar Negeri Jepang, Seiji

Maehara, yang mengundurkan diri dari jabatannya

setelah Maehara terbukti menerima donasi dari warga

Korea Selatan yang bermukim di Tokyo yang total

nilai donasinya hanya 250.000 Yen (sekitar Rp 25

juta). Padahal, uang tersebut tidak sepeserpun

digunakan untuk pribadi Maehara, namun sebagai

dana sumbangan partai politiknya, atau Partai

Demokrat Jepang (DPJ). Entah dikarenakan tidak

tahu atau kurang teliti, tenyata pemberian itu

melanggar UU Partai Politik di Jepang yang tidak

boleh menerima sumbangan dari bukan warga

negara. Meski jumlahnya tidak besar, hanya Rp 25

juta, Maehara tetap dianggap melanggar. Karena

berbuat lalai dan salah, maka dengan jiwa ksatria pun

beliau (Seiji Maehara/Menlu Jepang) akhirnya

mengundurkan diri dari jabatannya.

Selain itu, ada anggota parlemen yang

berusaha memanipulasi laporan biaya penggunaan

listrik, padahal acara dilakukan di gedung parlemen.

Anggota parlemen bernama Toshikatsu Matsuoka

dari LDP itu jadi bulan-bulanan media dan publik.

Meskipun jumlah uang listrik itu tak seberapa, namun

Matsuoka merasa malu. Akhirnya yang bersangkutan

mengundurkan diri, tidak hanya mengundurkan diri

dari parlemen, tetapi juga mengundurkan diri dari

dunia. Yang bersangkutan bunuh diri karena sangat

malu.

Dari contoh kasus diatas, budaya malu

menjadi benteng pertama dari korupsi bagi

masyarakat Jepang.

Selain itu upaya pencegahan juga dilakukan

di kalangan anggota parlemen di Jepang, dengan

menyusun kebijakan, setiap anggota parlemen Jepang

wajib membuat laporan kegiatan. Laporan kegiatan

tersebut secara berkala kemudian harus

dipublikasikan melalui internet dan dapat diakses

oleh public. Selain laporan kegiatan, juga diwajibkan

untuk menyusun laporan keuangan. Semua

pemasukan dan pengeluaran anggota, harus

dipublikasikan di website. Secara rinci dimulai

dengan pengeluaran 1 Yen (Rp. 100). Masyarakat

bisa melihat laporan itu secara terbuka kapan saja.

Upaya pencegahan dengan prinsip transparansi ini

dampaknya dapat mengurangi korupsi dalam bidang

politik di Jepang.

Dalam hal pelayanan public, Jepang mulai

menerapkan system pembayaran otomatis terkait

dengan pelayanan public yang membutuhkan uang

dalam kegiatan pelayanannya. Beberapa instansi

pemerintah mulai meletakkan sejenis “vending

machine” atau mirip dengan ATM setor tunai jika di

Indonesia. Fungsi front office hanya dalam pemberian

informasi dan pencatatan administrasi, sedangkan

dalam hal pembayaran, pengguna jasa langsung

memasukkan sejumlah uang sesuai dengan jasa yang

dimintanya ke dalam “vending machine” tersebut

yang kemudian akan dicatat oleh petugas loket sesuai

dengan slip yang keluar.

Jepang memang tidak memiliki Undang

Undang khusus yang mengatur mengenai pencegahan

korupsi. Namun apabila terjadi kasus korupsi, dasar

hukum yang digunakan penegak hukum dalam

melakukan penyelidikan dan memberikan sanksi

adalah sesuai dengan aturan aturan yang tertuang

Page 3: Pemberantasan Korupsi di Jepang

dalam KUHP yang mengatur delik penyuapan,

penggelapan uang negara dan penipuan. Selain itu

koordinasi dan kerjasama Polisi, jaksa, dan lembaga

seperti National Tax Agency (NTA) dan Financial

Service Agency's Securities and Exchange

Surveillance Commission dalam hal penanganan

kasus suap sangat intens.

Jepang adalah negara industry global, dalam

hal investasi, pemerintah Jepang pada tahun 2006

menyusun Undang Undang mengenai Penghapusan

dan Pencegahan Keterlibatan dalam Bid-Rigging,

dengan tujuan untuk memberantas kolusi dan

persekongkolan dalam tender.

Pemberantasan Korupsi di Jepang juga tidak

terlepas dari masalah. Masalah yang paling sering

dihadapi adalah jarang atau hampir tidak ada

masyarakat di Jepang yang mau menjadi “whistle

blower” karena apabila mereka melakukan hal

tersebut, beresiko diturunkan dari jabatan, dipecat,

bahkan dilecehkan meskipun “whistle blowing”

dilindungi oleh undang undang. Korupsi yang

terungkap lebih sering melalui penyidikan atau

penyelidikan setelah laporan keuangan ataupun

laporan kegiatan dipublikasikan ke khalayak umum.

Selain itu hubungan erat antara politisi, perusahaan-

perusahaan Jepang, universitas, dan organisasi

pemerintah, sangat mempengaruhi nilai-nilai

penawaran tender untuk kontrak-kontrak pemerintah.

Jepang juga dinilai tidak cukup menegakkan OECD

Anti-Bribery Convention meskipun terlibat di

dalamnya.

III. Kesimpulan

Jepang sebagai salah satu Negara yang

memiliki Indeks Persepsi Korupsi terbaik di Asia

ternyata tidak memiliki Undang Undang Khusus

mengenai pencegahan korupsi maupun lembaga

adhoc untuk memberantas korupsi. Karakteristik

dasar bangsa jepang yang “pemalu” menjadi benteng

pertama dalam pemberantasan korupsi. Selain

karakter tersebut, hukum dan kerjasama antara

lembaga penegak hukum di Jepang sudah cukup

memadai, meskipun “whistle blowing” di Jepang

masih kurang, serta kedekatan kedekatan beberapa

lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan

dalam tender dapat menjadi celah korupsi baru.

SUMBER REFERENSI

[1] Ahmad Ali, Prof. Bercermin pada Penegakan

Hukum di Jepang,

http://f-sharing.blogspot.com/2011/06/bercermin-

pada-penegakan-hukum-jepang.html

[2] Budaya Malu Orang Jepang,

http://summysmile.wordpress.com/2012/02/08/buday

a-malu-orang-jepang/

[3] OECD Working Group, Phase-3 Report on

Implementing OECD Anti-Bribery Convention in

Japan, http://www.oecd.org/daf/anti-bribery/anti-

briberyconvention/Japanphase3reportEN.pdf

[4], http://ti.or.id/index.php/news/2013/03/06/wakil-

rakyat-disarankan-contoh-perilaku-politisi-jepang

[5] Japan Country Profile, http://www.business-anti-

corruption.dk/country-profiles/east-asia-the-pacific/

japan/snapshot/

[6] Transparency International, Corruption

Perception Index 2012,

http://www.ti.or.id/media/documents/2012/12/12/m/a

/map_and_country_result_1.pdf


Top Related