53
BAB IV
Perkembangan Aktivitas Masyarakat di Sekitar Stasiun Padalarang
Uraian dalam bab ini terdiri dari beberapa sub judul yaitu : 1) Gambaran
umum Kecamatan Padalarang 2) Gambaran perkembangan dan pengelolaan
Stasiun Kereta Api Padalarang, dan 3) Dampak keberadaan Stasiun Padalarang
terhadap masyarakat Padalarang dari segi sosial dan ekonominya. Setiap sub judul
tersebut kemudian dijabarkan kembali dalam beberapa bagian sehingga menjadi
pemaparan yang menyeluruh.
Pembahasan yang pertama akan menguraikan mengenai gambaran umum
Kecamatan Padalarang dengan memaparkan kondisi geografis dan demografis
kecamatan tersebut. Uraian mengenai keadaan geografis mengemukakan
mengenai letak geografis, batas wilayah, luas wilayah, serta hal-hal lainnya yang
termasuk dalam kondisi geografis Kecamatan Padalarang. Uraian mengenai
keadaan demografis memaparkan mengenai masalah kependudukan yang meliputi
aspek-aspek pendidikan, mata pencaharian, kesejahteraan sosial, dan lainnya.
Peneliti mengkaji mengenai gambaran umum Kecamatan Padalarang untuk
memberikan gambaran mengenai kondisi masyarakat Padalarang dilihat dari segi
ekonomi dan sosial pada tahun 1998-2008.
Pembahasan kedua, menguraikan tentang pengelolaan Stasiun Padalarang.
Pembahasan mengenai pengaruh keberadaan Stasiun terhadap masyarakat
Padalarang sekitar tahun 1998-2008 dengan memperhatikan beberapa aspek
seperti Struktur Organisasi perusahaan di Stasiun Padalarang, pelayanan terhadap
54
masyarakat, keterlibatan pemerintah, kebijakan Stasiun terhadap para pedagang
(baik pedagang tinggal maupun asongan), pengemis, tukang ojeg, para pengamen
yang ada hubungannya dengan Stasiun Padalarang.
Pembahasan ketiga adalah mengenai dampak keberadaan Stasiun
Padalarang terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat Padalarang tahun 1998-
2008. Uraian yang terdapat dalam pembahasan ini adalah mengenai tingkat
penjualan tiket/ karcis kereta api ekonomi, pendapatan pekerja Stasiun, para
pedagang yang berjualan di Stasiun dan sekitarnya, tukang ojeg, para pengemis,
dan para pengamen yang mendapatkan penghasilan dari kereta ekonomi dan
Stasiun Padalarang yang kemudian berkaitan dengan kondisi sosial-ekonomi.
4.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Padalarang
4.1.1 Keadaan Geografis dan administratif
Pembahasan mengenai keadaan geografis Kecamatan Padalarang
dikembangkan untuk mengetahui kaitan antara kondisi geografi dengan
keberadaan Stasiun Padalarang serta dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat Padalarang. Sebagai pengantar, peneliti akan mengemukakan terlebih
dahulu mengenai kondisi administratif Kabupaten Bandung Barat (KBB). KBB
merupakan Kabupaten yang baru saja berdiri pada tahun 2007, Kabupaten ini
pada awalnya merupakan bagian dari kabupaten Bandung, akan tetapi karena
adanya pemekaran maka berpisahlah menjadi KBB.
55
Gambar 4.1
Peta Kabupaten Bandung Barat
Sumber : BPS Bandung Barat dalam Angka Tahun 2008
Berdasarkan data, luas wilayah Kabupaten Bandung Barat yaitu 1.305,77
KM², terletak antara 60º 41’ s/d 70º 19’ lintang Selatan dan 107º 22’ s/d 108º 05’
Bujur Timur. Mempunyai rata-rata ketinggian 110 M dan Maksimum 2.2429 M
dari permukaan laut. Kemiringan wilayah yang bervariasi antara 0 – 8%, 8 – 15%
hingga diatas 45%, dengan batas wilayah sebagai berikut.
1. Sebelah Barat : berbatasan dengan kabupaten Cianjur
2. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
Subang.
3. Selebah Timur : berbatasan dengan Kabupaten bandung dan Kota Cimahi.
4. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Selatan Kabupaten Bandung dan
Kabupaten Cianjur.
56
Jumlah penduduk KBB sebanyak 1.408.550 jiwa dengan proporsi
berdasarkan jenis kelamin terdiri dari laki-laki 705.679 jiwa dan perempuan
702.871 jiwa . penyebaran penduduk tidak merata terpadat ada di Kecamatan
Ngamprah sedangkan terendah adalah Kecamatan Gununghalu. Jumlah angkatan
kerja KBB mencapai 447.314 jiwa dan terbagi dalam beberapa jenis mata
pencaharian seperti di sektor pertanian dan buruh tani dengan prosentase tertinggi
mencapai 33.87 %. Sektor Industri l6,53 %, sektor Perdagangan l5,51%, sektor
jasa 9,51 % dan yang lainnya 24.59 %. Dari sisi pola penyebaran,penduduk
Kecamatan Ngamprah merupakan Kecamatan yang relatif padat dibandingkan
dengan kecamatan lainnya di wilayah KBB dengan tingkat kepadatannya dalah
Kecamatan gunung halu dengan tingkat kepadatan hanya mencapai 450,42.
Cakupan wilayah KBB, meliputi 15 (lima belas) Kecamatan yang terdiri
dari : Padalarang, Cikalongwetan, Cililin, Parongpong, Cipatat, Cisarua,
Batujajar, Ngamprah, Gununghalu, Cipongkor, Cipeundeuy, Lembang,
Sindangkerta, Cihampelas dan Rongga, kemudian yang menjadi kota dari
Kabupaten Bandung Barat adalah kecamatan Padalarang. Untuk lebih jelasnya
berikut peta Kecamatan Padalarang;
57
Gambar 4.2
Peta Kecamatan Padalarang
58
Pembahasan tentang keadaan geografis Kecamatan Padalarang
dikembangkan untuk mengetahui kaitan antara kondisi geografi dengan
keberadaan Stasiun Padalarang serta dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat Padalarang.
Kecamatan Padalarang pada awalnya merupakan salah satu Kecamatan
yang ada di Kabupaten Bandung, akan tetapi setelah ada pemekaran pada tahun
2006 maka wilayah Kecamatan Padalarang menjadi wilayah dari KBB dan
Kecamatan Padalarang pun dijadikan sebagai pusat kota dari KBB. Jika dilihat
dari tinggi pusat pemerintahannya, wilayah Kecamatan Padalarang terletak di 700
m permukaan laut, kemudian memiliki suhu maksimum 24 °C dan 15 °C. Jarak
pusat pemerintahan wilayah Kecamatan Padalarang dengan desa yang terjauh
sekitar 6 km 15 jam dan jarak wilayah Kecamatan Padalarang dengan ibukota
propinsi sekitar 20 km 45 jam. Dilihat dari curah hujannya, Kecamatan
Padalarang memiliki curah hujan yang terbanyak sekitar 52 hari dan banyaknya
curah hujan 694 mm/t.
Kemudian dilihat dari pemerintahannya, Kecamatan Padalarang memiliki
luas tanah 4000 , memiliki luas bangunan sekitar 6.0018 , dibangun pada
tahun 2007 dengan sumber dana dari APBN sebesar Rp. 297.000.000,-. Prasarana
atau sarana pengangkutan serta komunikasi kecamatan Padalarang terdiri dari
sebagai berikut:
a. - lalulintas melalui darat di kecamatan : 96 %
• Lalulintas melalui air/sungai/laut : 4 %
b. Apabila melalui air/laut/sungai, jumlah dermaga : 1 buah
59
c. Lalulintas darat melalui:
• Jalan aspal : 15 km
• Jalan diperkeras : 30 km
• Jalan tanah : 12,5 km
d. Sarana umum yang dapat digunakan oleh penduduk kecamatan
• Motor air : 39 buah
• Sepeda/ojek : 164 buah
• Delman : 200 buah
• Kereta api : 1 rangkaian
Jumlah : 404 buah
Melihat letak Kecamatan Padalarang yang dilalui oleh jalan raya dan
berada di pusat kota KBB mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Kondisi ini
didukung pula oleh sarana transportasi yang cukup memadai selain karena
daerahnya yang mudah dijangkau dari berbagai arah. Alat transportasi utama antar
wilayah atau daerah yang paling diminati oleh masyarakatnya adalah kereta api.
Secara tidak langsung, tersedianya sarana transportasi tersebut
berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan masyarakat dan dapat
meningkatkan mobilitas kehidupan masyarakat Padalarang. Penduduk Padalarang
dapat dengan mudah memperoleh pengaruh dari luar dan dapat meningkatkan
aktivitas yng lebih kompleks dari masyarakatnya ke luar daerah.
60
4.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk
4.1.2.1 Keadaan Penduduk
Keadaan demografis merupakan salah satu faktor yang cukup penting
dalam perkembangan suatu wilayah selain kondisi geografis. Penduduk dalam
jumlah yang besar dapat menjadi sumber penggerak pembangunan, namun dapat
pula menjadi masalah dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan. Banyaknya
penduduk Kecamatan Padalarang menjadi salah satu pendukung berkembangnya
Stasiun Padalarang, walaupun sebenarnya tidak hanya Kecamatan Padalarang saja
tetapi kecamatan lain pun yang ada di kawasan KBB itu sangat mempengaruhi.
Hal tersebut terjadi karena banyak dari mereka yang terlibat dalam Stasiun
tersebut baik sebagai pekerja ataupun sebagai penumpang kereta api. Adapun
perkembangan jumlah penduduk Kecamatan Padalarang sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Padalarang 1998-2008
Tahun Penduduk Jumlah
Jiwa Laki-laki Perempuan
1998 49.942 51.042 100.984
1999 __ __ __
2000 65.574 59.883 125.457
2001 63.504 61.284 124.788
2002 67.469 61.397 128.866
2003 67.856 67.596 135.452
2004 51.576 87.713 139.289
2005 75.150 68.194 144.064
2006 75.513 69.435 144.948
2007 76.810 71.540 148.350
2008 80.456 75.346 155.802
Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
(1998-2008). Kabupaten Bandung dalam Angka dan kabupaten Bandung
61
Barat dalam Angka. Soreang : Kantor Statistik Kabupaten Bandung dan
Cimareme : Kantor Statistik Kabupaten Bandung Barat.
Keterangan: - tidak ada data.
Berdasarkan data penduduk pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa
jumlah penduduk di Kecamatan Padalarang mengalami peningkatan setiap tahun.
Peningkatan tersebut diakibatkan angka kelahiran yang tinggi dan migrasi
penduduk ke Kecamatan Padalarang sejalan dengan berkembangnya Stasiun
Padalarang seperti adanya kereta api ke Jawa dari Padalarang telah mendatangkan
banyak orang Jawa yang migrasi ke daerah KBB, yang salah satunya adalah
kecamatan Padalarang.
Pada tahun 2000 terjadi kenaikan jumlah penduduk yang cukup signifikan di
Kecamatan Padalarang dengan laju pertumbuhan mencapai 4,8% dari tahun
sebelumnya, yang salah satunya disebabkan oleh mulai meningkatnya masyarakat
pendatang baik dari luar Kecamatan, luar Kabupaten bahkan luar daerah Jawa
Barat, misalnya seperti masyarakat Jawa Tengah yang berdatangan dengan
menggunakan kereta api. Selanjutnya, pada tahun 2002 jumlah penduduk
Kecamatan Padalarang mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu
mencapai 1,6% dari tahun sebelumnya. Begitu juga pada tahun 2003, 2004,
2005,2006, dan 2007 jumlah penduduk Kecamatan Padalarang telah mengalami
peningkatn sekitar1% - 2% dari sebelumnya. Puncaknya pada tahun 2008,
Kecamatan Padalarang mengalami kenaikan yang sangat pesat dikarenakan
Kecamatan Padalarang dijadikan sebagai kota kabupaten Bandung Barat yang
baru saja dimekarkan dari Kabupaten Bandung. Dengan dijadikannya Kecamatan
Padalarang sebagai kota KBB itu telah mengundang banyak warga dari luar KBB
62
untuk mengisi pemerintahan yang baru didirikan, oleh karena itu dengan semakin
bertambahnya penduduk di Kecamatan Padalarang maka semakin tinggi pula
kebutuhan alat transportasi dan kebutuhan ekonomi.
Kondisi ini dikarenakan kecamatan Padalarang berkembang menjadi suatu
daerah perkotaan, yang membuat warga dari luar tertarik untuk pindah ke
kecamatan Padalarang. Selain itu juga banyak dari luar warga Padalarang yang
mendapat pekerjaan sebagai PNS di KBB yang mengharuskan mereka untuk
tinggal di Kecamatan Padalarang dikarenakan jarak rumah sebelumnya itu jauh
dengan tempat kerja di Padalarang. Penambahan penduduk di Kecamatan
Padalarang tersebut terjadi secara signifikan dari tahun 1998-2008. Dengan
adanya pertambahan penduduk tersebut menyebabkan peningkatkanan juga
terhadap jumlah penumpang kereta api di Stasiun Padalarang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kecamatan Padalarang, dapat
diketahui bahwa pada tahun 1998-2008, komposisi penduduk di Kecamatan
Padalarang sebagian besar ternasuk kedalam angkatan kerja produktif dan
sebagian kecil adalah penduduk tidak produktif seperti anak-anak dan lanjut usia
(lansia). Perbandingan jumlah penduduk wanita dan laki-laki tidak jauh berbeda,
namun secara kuantitatif jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan.
Di lain pihak, tingginya jumlah penduduk menjadi masalah tersendiri bagi
pemerintah dalam hal penyediaan lahan pemukiman, lembaga pendidikan,
kesehatan, dan lapangan kerja di Kecamatan Padalarang. Masyarakat di
Kecamatan Padalarang merupakan sumber daya manusia yang harus dioptimalkan
63
untuk perkembangan daerahnya. Masalah lapangan kerja inilah yang menjadi
salah satu faktor yang mengakibatkan banyaknya para pedagang di stasiun kereta
api padalarang, tukang ojek di sekitar Stasiun Padalarang, dan tukang pikul serta
pekerjaan lainnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Bandung dan BPS
Padalarang bahwa pada tahun 1998 jumlah tenaga kerja yang di PHK mencapai
2.192 orang yang terdiri dari 1.875 orang laki-laki dan 317 orang. Pada saat itu
jumlah penduduk masyarakat Padalarang sekitar 100.984 orang dan itu berarti
bahwa sekitar 2.17 % orang yang menganggur dan tidak punya pekerjaan di
tambah lagi dengan pengangguran murni sebanyak 5.279 orang, jadi total
masyarakat yang tidak punya pekerjaan itu sekitar 7.471 orang. Kemudian untuk
kepala rumah tangga itu terdiri dari 24.127 orang. Dari data tersebut kita bisa
memperhitungkan bahwa dari 24.127 orang kepala rumah tangga itu sekitar 7.471
orang tidak memiliki pekerjaan, hal tersebut menyebabkan orang – orang tersebut
untuk mencari jalan keluar supaya bisa mendapatkan penghasilan. Yang menjadi
alternatif mereka untuk mendapatkan penghasilan yaitu diantaranya ada yang
menjadi tukang ojek, membuka usaha sendiri, menjadi pedagang, menjadi
pedagang asongan, menjadi pengamen dan bahkan ada yang menjadi pengemis.
4.1.2.2 Mata Pencaharian
Eksistensinya Stasiun Padalarang telah mengakibatkan banyak orang yang
asalnya pengangguran dan mengalami PHK mempunyai penghasilan kembali
dengan cara menjadi pedagang di Stasiun kereta api, menjadi pedagang asongan
64
di kereta ekonomi, menjadi tukang ojeg di sekitar Stasiun Padalarang, menjadi
pengamen di kereta api ekonomi dan bahkan menjadi pengemis di kereta api. Dari
hal tersebut bisa diketahui bahwa keberadaan Stasiun Padalarang bisa
memberikan mata pencaharian terhadap masyarakat Padalarang yang menganggur
dan yang kena PHK, baik itu mata pencaharian yang sifatnya lebih baik maupun
pekerjaan yang sifatnya kurang baik.
Sebagian besar masyarakat Kecamatan Padalarang memiliki mata
pencaharian sebagai buruh pabrik/industri sekitar 26,03 %, dan sisanya terdiri dari
petani, buruh tani, pegawai kehutanan, pegawai perkebunan, PNS, pengrajin,
pedagang, peternak, tukang ojek, montir, Dokter, industri rumah tangga,
TNI/POLRI, dan jasa. Untuk lebih jelasnya, presentase mata pencaharian
penduduk Padalarang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2
Presentase Mata Pencaharian Kecamatan Padalarang Tahun 1998-2008
Mata Pencaharian Tahun
1998 2000 2003 2006 2008 pertanian 6,05% 7,02% 6,8% 6,04% 8,38% Industri/ buruh pabrik 64,6% 58,14% 56,9% 58,03% 33,31% perdagangan 6,01% 5,57% 6,92% 8,12% 19,22% jasa 4,04% 4,13% 4,13% 4,64% 13,31% Lapangan lainnya 19,3 % 25,14% 25,25% 23,17% 25,78%
Sumber: Diolah dari data monografi kecamatan Padalarang dan BPS Kabupaten Bandung
Barat. (1998, 2000, 2003, 2005, dan 2008). Kabupaten Bandung Barat dalam
Angka. Bandung Barat: Kantor Statistik Kabupaten Bandung Barat.
Dari tabel ditas bisa dilihat bahwa mata pencaharian terbesar dari
masyarakat Padalarang itu adalah buruh pabrik atau pekerja di bidang industri
karena memang kawasan industri di Padalarang itu sangat banyak, diantaranya:
65
1. perusahaan tekstil (PT. Jamafak, PT. Tahtong, PT. Medion, PT. Ateja
dsb).
2. perusahaan susu (PT.Ultrajaya).
3. perusahaan obat (PT. Combhipar).
4. perusahaan makanan dan minuman (PT.Indofood, PT. Sosro dsb).
5. dan perusahaan lainnya.
Jika dilihat dari tabel diatas bisa dilihat bahwa data tahun ke tahun buruh
pabrik atau pegawai di bidang industri mengalami penurunan, hal tersebut
dikarenakan banyak pekerja yang kena PHK. Sedangkan mata pencaharian lain
itu mengalami peningkatan terutama di bidang perdagangan.
Para pekerja yang kena PHK tersebut mencoba lagi untuk mendapatkan
penghasilan dengan cara lain, diantaranya dengan cara berjualan di Stasiun
Padalarang, menjadi tukang ojeg, menjadi pedagang di pasar, membuka warung
dirumahnya, dan sebagainya. Seperti yang tercantum dalam tabel diatas
digambarkan bahwa dalam bidang perdagangan, dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan terutama pada tahun 2008, selain itu pada lapangan yang lainnya juga
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahunnya.
4.1.2.3 Tingkat Pendidikan
Perkembangan suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk
dan mata pencaharian yang ada tetapi juga oleh bidang pendidikan yang ada.
Tingkat pendidikan suatu daerah sangat berpengaruh terhadap perkembangan
daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena pembangunan di suatu daerah banyak
66
ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya manusia
tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang dimiliki. Dengan pendidikan manusia
mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia agar lebih
mengetahui dan mendalami segala aspek kehidupan sehingga akan menunjang
pembangunan (Soekanto, 2005: 10).
Selain itu, pendidikan memegang peranan penting karena tinggi rendahnya
tingkat pendidikan suatu bangsa akan mencerminkan kualitas bangsa itu sendiri.
Oleh karena itu pendidikan sampai taraf tertentu, hingga saat ini disadari menjadi
satu kebutuhan dasar (basic need) setiap manusia (Badan Pusat Statistik
kabupaten Bandung, 1998:37).
Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Padalarang tidak terlepas dari
gambaran umum pendidikan di tingkat Kabupaten Bandung yang kemudian
berubah menjadi KBB. Keadaan pendidikan di Kecamatan Padalarang antara lain
tercermin dari keberadaan berbagai jenis dan tingkatan sekolah. Jumlah sekolah
dan murid menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Bandung dan KBB dari
tahun 1998-2008 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.3
Perkembangan Jumlah Sekolah dan Murid di Kecamatan Padalarang Tahun 1998-2008
Tahun Tingkat SD Tingkat SMP Tingkat SMA Unit
Sekolah Jumlah Murid
Unit Sekolah
Jumlah Murid
Unit Sekolah
Jumlah Murid
1998 71 13.070 7 5.857 3 1850 1999 71 13.776 7 6.105 3 1786 2000 71 14.591 7 4.304 3 1708 2001 71 15.246 7 5.989 3 1.674 2002 71 15.246 7 5.939 3 1.732 2003 69 15.246 7 5.939 3 1.795
67
2004 69 15.393 7 6.219 4 1.045 2005 65 13.694 7 6.812 4 1.065 2006 70 14.591 7 6.902 4 1.276 2007 72 15.711 9 6.737 4 1.411 2008 78 16.146 10 6699 10 2.579 Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. (1998-
2008). Kabupaten Bandung Dalam Angka dan Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka.
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat: Kantor Statistik Kabupaten
Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
Berdasarkan tabel 4.6 menurut data BPS diatas, jumlah murid SD, SMP
dan SMU tahun 1999 di Kecamatan Padalarang mengalami peningkatan yang
sebagaimana yang terjadi di tingkat Kabupaten Bandung, walaupun jumlah
sekolahnya tetap sama. Pada tahun 2000, jumlah sekolah tidak mengalami
peningkatan dan jumlah murid tingkat SD mengalami peningkatan, akan tetapi
jumlah murid SMP dan SMU mengalami penurunan. Selanjutnya terjadi kenaikan
jumlah murid pada tahun 2001, baik di tingkat SD maupun SMP, akan tetapi
tingkat SMU masih mengalami penurunan. Selanjutnya, pada tahun 2001 jumlah
sekolah SD, SMP dan SMU masih tetap sama. Kemudian, dilihat dari jumlah
murid SD dan SMP mengalami peningkatan, akan tetapi jumlah murid SMA
mengalami penurunan. Selanjutnya, pada tahun 2002 jumlah sekolah SD, SMP
dan SMA masih tetap sama dan jumlah murid pada tingkat SD tidak mengalami
penurunan atau kenaikan, pada tingkat SMP mengalami kenaikan dan pada
tingkat SMA mengalami penurunan. Selanjutnya, pada tahun 2002 jumlah sekolah
SD, SMP dan SMA masih tetap sama dan jumlah murid pada tingkat SD masih
tetap sama dengan tahun sebelumnya, jumlah murid dari tingkat SMP mengalami
penurunan dan jumlah murid pada tingkat SMA mengalami peningkatan.
Selanjutnya pada tahun 2003, jumlah sekolah SD mengalami penurunan dan
68
jumlah muridnya masih tetap sama, kemudian jumlah sekolah SMP masih tetap
sama dengan tahun sebelumnya begitu juga dengan jumlah muridnya, dan pada
tingkat SMA, jumlah sekolah masih tetap sama dengan tahun sebelumnya tetapi
jumlah muridnya mengalmi peningkatan. Selanjutnya pada tahun 2004, 2005, dan
2006 jumlah Sekolah yang dimiliki kecamatan Padalarang tetap sama dengan
sebelumnya, akan tetapi jumlah muridnya mengalami penurunan dan peningkatan
tetapi tidak terlalu signifikan atau hanya terjadi perubahan sedikit saja.
Selanjutnya pada tahun 2007, jumlah sekolah SD mengalami penambahan dan
jumlah muridnya juga mengalami kenaikan dibandingkan dengan sebelumnya,
kemudian pada tingkat SMP jumlah sekolah mengalami penambahan begitu juga
dengan jumlah muridnya mengalami kenaikan, dan pada tingkat SMA jumlah
sekolahnya tetap sama dengan tahun sebelumnya akan tetapi jumlah muridnya
mengalami penurunan. Selanjutnya pada tahun 2008, jumlah sekolah di tingkat
SD mengalami penambahan sebanyak 6 sekolah, begitu juga dengan jumlah
muridnya mengalami penambahan yang cukup signifikan. Selanjutnya pada
tingkat SMP, jumlah sekolahnya mengalami penambahan sebanyak 1 kelas, akan
tetapi jumlah muridnya mengalami sedikit pengurangan, dan pada tingkat SMU,
jumlah sekolahnya mengalami penambahan sebanyak 7 sekolah dengan jumlah
muridnya juga sama mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Berdasarkan data dari BPS diatas, pada kurun waktu 1998-2008 sebagian
besar Kecamatan Padalarang sudah mampu mengenyam pendidikan minimal
sampai jenjang pendidikan sekolah dasar (SD). Hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah terutama sekolah-
69
sekolah untuk tingkat pendidikan dasar. Pada awalnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya pendidikan masih kurang, hal ini terlihat dari masih sedikitnya jumlah
lembaga pendidikan untuk tingkat SMP atau SMA, dimana jumlah yang ada
berbeda jauh dengan jumlah SD. Akan tetapi lama-kelamaan kesadaran
masyarakat mengenai pentingnya pendidikan itu semakin meningkat itu bisa
dilhat dari jumlah sekolah SMP dan SMA yang bertambah terutama setelah
Padalarang menjadi bagian dari kota KBB dan hal tersebut juga bisa dilihat dari
adanya penambahan muridnya walaupun masih ada penurunan tapi penurunannya
tidak terlalu banyak. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pendidikan itu
disebabkan karena di Kecamatan Padalarang itu merrupakan daerah yang
industrinya cukup banyak yang apabila masyarakat Padalarang tersebut ingin
mendapatkan pekerjaan di industri tersebut maka harus menyekolahkan anaknya
minimal sampai SMP atau SMA. Selain itu juga, kecamatan Padalarang sudah
berkembang menjadi daerah yang cukup maju, hal tersebut bisa dilihat dari
adanya penambahan sekolah baik dari tingkat SD, SMP, maupun SMA dan
bahkan mulai adanya Perguruan tinggi kelas jauh STKIP dan Kebidanan.
Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh mayoritas penduduk Kecamatan
Padalarang sangat mempengaruhi kesempatan kerja yang akan dimasuki mereka.
Mengingat jenjang pendidikan yang banyak ditempuh oleh masyarakat adalah
SMP dan SMA, maka kesempatan kerjapun kebanyakan pada pekerjaan dibidang
industri atau pekerja pabrik. Adapun minoritas yang sekolahnya hanya sampai
SD, mereka itu memiliki pekerjaan yang tidak mengharuskan memiliki
pendidikan formal seperti jadi buruh tani, tukang pikul, pedagang asongan, tukang
70
ojeg, dan sebagainya sesuai dengan keahlian yang didapat dari pendidikan non-
formalnya.
4.1.2.4 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Padalarang
Kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Kecamatan Padalarang, akan
peneliti bahas disini untuk melihat keterkaitannya dengan kesempatan bagi
masyarakatnya untuk mengembangkan kemampuan dan potensi dirinya dalam
sektor publik. Keberadaan Stasiun Padalarang telah mempengaruhi kondisi sosial
ekonomi masyarakatnya. Mayoritas penduduk Kecamatan Padalarang sangat
berkaitan sekali dengan Stasiun Padalarang, dikarenakan keberadaan Stasiun
tersebut telah berpengaruh pada kehidupan mereka baik dari segi pemanfaatan alat
transportasi yang murah dan cepat, sebagai tempat mencari penghasilan dan
sebagai tempat bekerja. Selain itu, dikatakan pula bahwa hubungan yang terjalin
dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dalam suasana saling
mempengaruhi akibat kemudahan akses alat transportasi kereta api di Padalarang.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Padalarang pada tahun
1998 cukup kompleks, ada yang merasakan kondisi ekonomi yang terpuruk, ada
yang masih tetap stabil, ada yang merasa biasa-biasa saja, dan ada yang merasa
pas-pasan. Menurut hasil wawancara peneliti kepada beberapa orang narasumber
yang terdiri dari berbagai klasifikasi pekerjaan, penduduk Kecamatan Padalarang
pada umumnya mengalami kemunduran ekonomi pada tahun 1998 jika
dibandingkan dengan ekonomi sebelumnya, walaupun ada juga minoritas yang
tidak mengalaminya. Masyarakat yang merasa dirugikan akibat krisis moneter
71
tersebut berasal dari kalangan buruh pabrik/buruh industri, mata pencaharian
tersebut merupakan mayoritas mata pencaharian yang dimiliki oleh masyarakat
Padalarang. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada tahun 1998 terjadi PHK besar-
besaran dari berbagai perusahaan indurtri yang ada di Padalarang, dalam BPS
Kabupaten Bandung tercatat bahwa penduduk kecamatan Padalarang yang terkena
PHK tersebut mencapai 2.192 orang. Setelah terjadi PHK besar-besaran tersebut
banyak dari mereka yang mengais penghasilan dari berbagai macam seperti
membuka industri rumahan (membuat baju payetan untuk dikirim ke kota
Bandung, Jakarta dan Surabaya), yang dimana mereka tersebut untuk mengirim
dan menjual ataupun membeli bahan dasarnya menggunakan alat transportasi
kereta yang ongkosnya terhitung lebih murah, kemudian ada yang menjadi tukang
ojek (ada yang disekitar rumahnya dan banyak juga yang mangkal di sekitar
Stasiun Padalarang dan Pasar Curug Agung yang terletak di belakang Stasiun
Padalarang), ada yang menjadi pedagang roda di Stasiun Padalarang, ada yang
menjadi pedagang asongan dan ada juga yang pengamen di dalam kereta api kelas
ekonomi.
Selain dari mata pencaharian di bidang industri, yang mendapat pengaruh
dari Stasiun Padalarang adalah mereka yang memang bekerja di Stasiun
Padalarang, hal tersebut terjadi karena 95 persen yang bekerja di Stasiun
Padalarang tersebut merupakan penduduk Padalarang sendiri, bahkan yang
menjadi pedagang kios di Stasiun tersebut kebanyakan merupakan pensiunan dari
pegawai perusahaan kereta api tersebut. Kemudian, setelah Stasiun Padalarang
mengalami perkembangan yang cukup pesat, maka tingkat mobilitas penduduk
72
masyarakat Padalarang semakin meningkat. Dilihat dari pedagang pasar yang
berdekatan dengan Stasiun Padalarang, para pedagang tersebut merasa
dipengaruhi dengan adanya Stasiun Padalarang dikarenakan dengan adanya
Stasiun tersebut makin meramaikan dan meningkatkan penghasilan mereka, baik
dari masyarakat Padalarang maupun dari masyarakat luar Padalarang dan bahkan
dari luar KBB seperti daerah Cijambe, Ciranjang yang merupakan wilayah
Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Purwakarta. Terjadinya interaksi tersebut
dikarenakan adanya jalur kereta api antara satu sama lain.
Selain itu, dengan berkembangnya Stasiun Padalarang telah
mengakibatkan adanya peningkatan dalam jumlah penduduk di Kecamatan
Padalarang, hal tersebut bisa dilihat dari tanah PJKA atau tanah yang merupakan
milik perusahaan kereta api di Padalarang sudah dipenuhi dengan rumah warga.
Warga tersebut berasal dari Kecamatan Padalarang, luar Kecamatan Padalarang,
luar daerah Kabupaten Bandung Barat, dan bahkan luar dari Jawa Barat seperti
dari Jawa Tengah (Solo, Kebumen dan Madiun). Masyarakat luar Jawa Barat
seperti masyarakat yang berasal dari Jawa Tengah tersebut bisa berinteraksi dan
bahkan tinggal di Padalarang itu diakibatkan karena adanya kereta api jurusan
Padalarang- Kahuripan yang merupakan kereta api jarak jauh kelas ekonomi, yang
secara ongkos atau tiketnya tersebut terhitung relatif murah.
Dilihat dari penjelasan diatas, bisa dikatakan bahwa keberadaan Stasiun
Padalarang cukup mempengaruhi masyarakat Padalarang baik secara posistif
maupun negatif. Dari segi positifnya, dengan adanya Stasiun tersebut telah
memudahkan masyarakat untuk melakukan interaksi dengan masyarakat dari
73
daerah luar, mendapatkan kemudahan dalam bepergian baik di daerah seBandung
Raya maupun ke luar kota dengan ongkos yang cukup terjangkau. Dari segi
negatifnya, makin padatnya wilayah Kecamatan Padalarang dan makin bertambah
penduduknya juga telah mengakibatkan semakin sempitnya lapangan pekerjaan,
harga tanah di Kecamatan Padalarang semakin meningkat, para penumpang yang
biasa menggunakan transportasi kereta api harus rela berdesak-desakan dan
mengalami kecopetan jika kereta api tersebut dalam keadaan penuh, dan
bertambahnya masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pengemis maupun
pengamen yang merupakan pekerjaan yang kurang dihargai dikalangan
masyarakat umum.
Kemudian, selain itu juga dengan adanya KRD ekonomi kedaerah sekitar
Bandung Raya telah membantu masyarakat dalam berbagai hal, misalnya
membantu mempermudah perjalanan para pekerja yang berlangganan naik kereta
api, membantu anak sekolah yang bersekolah sekitar kota Cimahi dan Kota
Bandung yang berlangganan kereta api, membantu masyarakat pedagang
Padalarang yang menjual barang dagangannya ke daerah kota Bandung, seperti
hasil produksi rumah tangga masyarakat Padalarang yaitu produksi payetan
burkat, baju dan kerudung, mempermudah para penumpang biasa untuk bepergian
ke wilayah kota Bandung baik untuk jalan-jalan, berbelanja maupun berekreasi,
mengirit pengeluaran ongkos para penumpang karena ongkos yang dikeluarkan ke
wilayah kota Bandung dan sekitarnya tersebut hanya sebesar Rp.1000 rupiah saja
sedangkan jika naik angkutan kota ataupun bis kota itu sebesar Rp.4500 rupiah
sampai 6000 rupiah. Itu berarti bahwa perbedaan antara ongkos alat transportasi
74
kereta api dengan ongkos angkutan roda empat cukup jauh sehingga daya tarik
kereta api kelas ekonomi dari Stasiun Padalarang semakin meningkat bagi
masyarakat Padalarang.
Dengan adanya alat transportasi kereta api tersebut juga telah membantu
Kecamatan Padalarang menjadi cukup berkembang karena masyarakatnya sering
berinteraksi dngan wilayah kota Bandung, misalnya hal tersebut bisa dilihat dari
aspek pendidikan. Dengan adanya alat transportasi kereta api, banyak orangtua
yang menyekolahkan anaknya ataupun anaknya yang bersekolah ke daerah kota
Cimahi, kota Bandung dan sekitarnya, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan
kualitas pendidikan yang lebih bagus. Hal tersebut juga atas pertimbangan bahwa
ongkos yang dikeluarkan untuk bersekolah di Padalarang ataupun diluar
Padalarang tersebut terhitung tidak jauh berbeda tetapi mendapatkan kualitas
pendidikan yang lebih bagus dibandingkan dengan di Padalarang sendiri,
walaupun pada kenyataannya hal tersebut tidak menjadi patokan bagus tidaknya
suatu Sekolah ataupun kualitas muridnya karena hal tersebut masih berdifat
relatif dan tergantung pada anak yang bersekolah itu sendiri.
Pada kurun waktu 1998-2008, Stasiun Padalarang mengalami
perkembangan yang cukup signifikan, hal tersebut bisa dilihat dari adanya
penambahan beberapa kereta yang dioperasikan di Padalarang terutama pada
tahun 2008. Pada tahun 2008 telah dioperasikannya kereta Pattas Baraya geulis
yang merupakan kebijakan pemerintah untuk mempermudah masyarakat
Padalarang bepergian ke wilayah kota Bandung atas dasar semakin tingginya
tingkat kebutuhan masyarakat Padalarang dalam menggunakan kereta api. Selain
75
itu juga ada kereta api Padalarang-Kahuripan dan kereta ekonomi jurusan ke
Jakarta yang mulai di operasikan dari tahun 2006.
Pemaparan-pemaparan di atas memberikan gambaran bahwa kehidupan
sosial ekonomi masyarakat kecamatan Padalarang khususnya di sekitar Stasiun
Padalarang yang semakin mengalami perkembangan dan perubahan. Meskipun
kehidupan yang terjadi senantiasa mengalami pasang surut, namun hal tersebut
tidak menjadi sebuah hambatan untuk terjalinnya hubungan yang baik antar
masyarakatnya. Hubungan yang terjalin antar masyarakat, selain didasarkan
kepada hubungan pekerjaan didasari pula oleh adanya sikap saling membutuhkan
antara yang satu dengan yang lainnya.
4.2 Perkembangan Stasiun Padalarang pada tahun 1998-2008
Pada sub bab ini dibahas mengenai perkembangan Stasiun Padalarang dari
tahun 1998 hingga tahun 2008 sesuai dengan periodisasi yang penulis ambil. Di
sini dipaparkan mengenai latar belakang Stasiun Padalarang dijadikan suatu
Stasiun kelas dua setelah Stasiun besar seperti Stasiun Bandung, yang akan
meliputi penjelasan mengenai pengelolaan Stasiun Padalarang, Struktur
Organisasi, mengenai kepegawaian, pembukuan, dan pendapatan dari penumpang
maupun bukan penumpang, selain itu juga mengenai perkembangan penumpang
kereta api di Stasiun Padalarang pada tahun 1998-2008 dan mengenai pengaruh
keberadaan Stasiun Padalarang terhadap masyarakat sekitarnya pada tahun 1998-
2008.
76
4.2.1 Pengelolaan Stasiun Kereta Api Padalarang
Pengelolaan Stasiun Padalarang itu diarahkan sesuai dengan perusahaan
kereta api pusat, baik dari segi operasional maupun teknis pengoperasian kereta.
Hal tersebut memang sudah tercantum dalam Undang-Undang RI no 13 tahun
1992 tentang Perkeretaapian. Pola pengelolaan tersebut terbagi menjadi dua
pelaksanaan yaitu secara setempat dan terpusat. Pengelolaan setempat tersebut itu
mengatur perjalanan kereta api PPKA dan jam langsir serta penjaga pintu.
Pengelolaan terpusat tersebut merupakan pengendali utama pengoperasian kereta
api di stasiun Padalarang.
4.2.1.1 Struktur Orgnisasi
Gambar 4.1
Struktur Organisasi PT. Kereta Api Bandung
Pimpinan Operasi
KADAOP
Wakil Pimpinan
Operasi
KASIOP
Bidang Sarana
Kasi Sarana
Bidang JJR
Kasi JJ
Bidang Sintelis
Kasi Sintelis
Bidang Pelayanan
Kasi OPSAR
Bidang HUMAS
Bidang PAM TIB
Kasubsi Kamtib
KA HUMAS
Sub DAOP Daerah
DAOP II
77
Struktur Organisasi PT. Kereta Api Padalarang
PPKA
PAP Petugas Materil
Juru Rumah Sinyal Juru Langsir
Pel. Peta Langsir Pen. Pintu Perlintasan
Kondektur Penjaga Wesel
4.2.1.2 Peran Pemerintah
Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang jasa dan angkutan yang berada dibawah naungan Departemen
Perhubungan, misalnya BUMN yang terdiri dari tiga macam latar belakang, yaitu:
1. PERJAN (Perusahaan Jawatan)
Yaitu perusahaan yang melayani masyarakat yang melaksanakan tugas
Negara.
2. PERUM (Perusahaan Umum)
Yaitu perusahaan yang mandiri, disamping melayani masyarakat juga
mencari keuntungan sendiri untuk membiayai dan memajukan
perusahaannya.
Kepala Stasiun
Kepala Sub Urusan
Oprasi
Kepala Sub Urusan
Pelayanan
Kord. Peny. Penyimpanan Karcis
Petugas Loket Petugas Informal
Gudang KH. KB BGS Pekarya Stasiun
Portir Petugas Parkir
Mandor
Pemegang Buku Kas Kasir
Pelaksana Akuntansi
Kepala Sub Urusan
Perbendaharaan
78
3. PT. PERSERO (Perusahaan perseorangan)
Yaitu perusahan yang mencari keuntungan yang diberi modal oleh Negara
yang termasuk perhubungan darat, yaitu PERUM DAMRI dan PERUM
ASDP, Yang termasuk perhubungan laut, yaitu PALNI, dan yang
termasuk perhubungan udara adalah GARUDA dan MERPATI.
Dari keterangan tersebut bisa digambarkan bahwa perusahan kereta api
merupakan perusahaan yang merupakan milik Pemerintah, walaupun secara latar
belakangnya perusahaan kereta api itu mengalami perubahan secara beruntun dari
mulai sebagai Perusahaan Jawatan, sebagai Perusahaan Umum dan saat ini
sebagai Perusahaan Perseorangan. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah untuk
meningkatkan sistem perkeretaapian, maka akan sangat mendorong peningkatan
pangsa angkutan baik penumpang maupun barang melalui kereta api antara lain:
1. Angkutan barang terutama barang strategis seperti batubara, semen, pupuk,
dan minyak sawit akan terbuka luas.
2. Permintaan angkutan peti kemas meningkat dengan pesat.
3. Perusahaan kereta api masih satu-satunya perusahaan yang melayani jasa
dalam bidang angkutan diatas rel.
4. Angkutan kereta api merupakan kegiatan usaha jasa transport yang bersifat
pelayanan umum yang tahan didalam menghadapi resesi ekonomi.
5. Peluang untuk mendapatkan pinjaman dari Bank serta bantuan-bantuan luar
negri yang bersifat lunak juga terbuka luas.
Adapun peluang pemerintah sangat menentukan bagi pengembangan
angkutan kereta api, karena:
79
1. Adanya kebijaksanaan pemerintah atas angkutan darat terhadap barang-
barang curah (semen, batubara, pupuk) serta komoditi lain yang tidak boleh
diangkut melalui jalan raya,
2. Adanya peranan pemerintah didalam menjalin kerjassama antara
perkeretaapian dengan perusahaan moda transportasi lain yang terkait baik
didalam maupun luar negeri,
3. Dukungan pemerintah untuk menjadikan angkutan kereta api sebagai tulang
punggung angkutan darat,
4. Pemerintah memberikan dukunan yang besar pada perusahaan kereta api
tercermin dari semakin meningkatnya perhatian dalam rehabilitasi maupun
pembangunan lintas baru.
Peran pemerintah pada perusahaan kereta api itu merupakan hal yang
sangat signifikan, hal tersebut bisa tercermin dari pelayanan yang diberikan
pemerintah dalam melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana Stasiun, baik
yang dipusat maupun yang di daerah setempat. Selain itu juga, pemerintah
mncoba untuk memberikan penambahan kereta lintas baru, memberikan
persiapan yang matang untuk memberikan pelayanan angkutan pada hari raya
Lebaran, memberlakukan kebijakan untuk mengatur kerapian stasiun.
Hal tersebut juga sudah terlihat di Stasiun Padalarang, dimana pada tahun
2008 kemarin Stasiun Padalarang telah mendapat tambahan rangkaian kereta api
pattas Baraya Geulis yang bertujuan ke kota Bandung hingga Stasiun
Cicalengka. Selain itu juga, telah dibukanya pembelian tiket kereta api jarak jauh
kelas ekonomi yang bertujuan ke Jakarta, Kahuripan, Kediri dan Madiun. Selain
80
itu, dua bulan yang lalu Stasiun Padalarang telah mendapatkan kucuran dana
untuk memperbaiki sarana dan prasarana Stasiun Padalarang, yaitu adanya
pengecatan seluruh bangunan stasiun padalarang, penambahan kursi tunggu,
penambahan gerbong kereta api KRD pada bulan Ramadhan tahun kemarin.
4.2.1.3 Pendapatan dari Perusahaan Kereta Api
1. Pendapatan dari peusahaan kereta api terdiri dari 3 yaitu:
a. Hasil pendapatan penjualan karcis dari penumpang.
b. Hasil pendapatan penjualan kartu langganan sekolah yang merupakan
pendapatan dari hasil penjualan kartu langganan khusus anak sekolah.
c. Hasil pendapatan penjualan kartu trayek bulanan yang merupakan
pendapatan dari hasil penjualan kartu trayek bulanan khusus untuk umum.
d. Hasil pendapatan penjualan surat bagasi, yang merupakan surat pengantar
yang disertai tanda bagi penumpang yang membawa barang (20 kilo
keatas) serta menyisakan sehelai karcis bagi si penjual untuk memudahkan
pembukuan (arsip).
2. Pendapatan dari non penumpang, yang terdiri dari:
a. Sewa tanah
Ialah tanah yang berada dilingkungan Perusahaan kereta api yang dibuat
menjadi rumah ataupun tempat berdagang/kios dagang.
b. Sewa Ruang
Ialah ruang yang disewakan oleh pihak dinas perhubungan dengan
kontrak tahunan.
81
c. Sewa gudang
Ialah gudang yang berada didalam kereta api untuk menyimpan
keperluan barang.
d. Sewa Halaman
Ialah halaman yang ada di stasiun
e. Sewa buffet
Ialah buffet yang disewakan didalam took yang berada di dalam stasiun
kereta api.
f. Sewa kios
Ialah pihak ketiga yang ada di lingkugan stasiun kereta api.
3. Pendapatan lain-lain
Bunga deposito dan Giro ialah PT Persero kereta api menabung kepada
Bank dan bunganya masuk kepada pendapatan PT Persero kereta api. Kemudian
adanya penjualan asets yang merupakan barang-barang milik perusahaan, seperti:
a. Peron adalah orang yang menjemput ke stasiun tetapi orang tersebut harus
membeli karcis peron.
b. Asongan adalah menjual bahan makanan di stasiun
c. G 215 ialah pendapatan dari G 215 sebagai kwitansi resmi kwitansi
penerima pendapatan.
d. Pesan tempat ialah pesan tempat sebelum tujuh hari pemberangkatan
dilakukan.
e. Bandungan ialah berlaku untuk Detop II Semarang, yaitu penyewaan
hotel-hotel yang ada di Semarang.
82
4.2.1.4 Pembukuan
1. Pembukuan daftar harian penjualan karcis
Adalah mengisi stasiun tujuan, harga, nomor permulaan, tanggal, nomor
dimuka, dijual dan pendapatan.
a. Pembukuan daftar harian penjualan karcis KRD
b. Pembukuan daftar harian penjualan karcis lokal
2. Pembukuan dokumen dasar bentuk 215 adalah mengisi singkatan stasiun,
kode stasiun, dinasan, nomer KA, kode kelompok KA, warna karcis, dan
tanggal karcis yang terjual awal.
3. Pembukuan setoran harian adalah mengisi jumlah keseluruhan pendapaan
penjualan karcis KRD, jumlah pendapatan keseluruhan penjualan karcis
lokal.
4. Pembukuan penerimaan atau B 13 yang merupakan format isisan analisa
semua penerimaan tadi dari jumlah keseluruhan pendapatan penjualan
karcis dan pendapatan penumpang, pendapatan surat begusi dan pendapatan
kartu trayek bulanan (KTB), kartu langganan sekolah (KLS) dai loket-loket
termasuk kedalam rekening no.226 pemasukan B.13 terdiri dari tanggal,
nomoe seperti penerimaan, dan uraian jumlah keseluruhan pendapatan
terdiri dari :
• Pendapatan dari hasil penjualan karcis (penumpang),
• Pendapatan surat bergasi, dan
83
• Pendapatan kartu trayek bulanan (KTB) dan kartu layanan sekolah
(KLS). Pembukuan penerimaan B 13 ini ditutup setiap 4 hari
sekali.
5. Pembukuan pengeluaran atau B.15
Adalah mengisi analisa semua pengeluaran pembukuan pengeluaran B 15
terdiri dari tanggal, bukti pengeluaran lainnya yang terdiri dari PP atau
nomor nilai, bukti pengeluaran, uraian, nomor bukti dan nilai kode perkiraan
(debet).
Pembukuan pengeluaran B.15 ditutup 4 hari sekali segala macam
pengeluaran, baik pengeluaran ke Bank maupun pengeluaran Premi. Pwmbukuan
tersebut dilakukan untuk mempermudah penghitungan pendpatan yang diperoleh
oleh stasiun kereta api dan sebagai bahan dokumentasi.
4.2.2 Volume Penumpang Kereta api dan Pendapatan Stasiun
Padalarang
Pada bagian ini penulis akan mencoba menguraikan perkembangan
penumpang kereta api di di Stasiun Padalarang pada tahun 1998-2008. Adapun
sebelum penulis menguraikan bagaimana perkembangan penumpang di Stasiun
Padalarang, penulis akan menguraikan terlebih dahulu perkembangan penumpang
kereta api di Kabupaten Bandung dari tahun 1998-2005 supaya penulis bisa
membandingkannya dengan Stasiun-Stasiun lain yang ada di wilayah Kabupaten
Bandung pada saat itu. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan melalui tabel berikut
ini.
84
Tabel 4.4 Realisasi Kinerja angkutan penumpang perStasiun di Kabupaten Bandung
Stasiun Jumlah penumpang
Tahun
1998
Tahun
1999
Tahun
2001
Tahun
2002
Tahun
2003
Cimahi
Rancaekek
Cicalengka
Nagreg
Padalarang
Rendeh
Cilame
Tagog apu
cipatat
428.451
1.607.633
1.952.223
9.891
912.338
37.598
4.989
114.217
61.071
589.639
1.632.227
2.057.465
8.314
1.351.764
38.089
5.826
93.933
64.738
535.069
1.474.192
1.467.390
5.991
926.783
34.257
4.975
40.281
93.268
---
1.248.104
1.234.841
17.437
798.096
34.388
4.136
33.144
72.351
---
1.016.137
1.025.368
9.827
508.329
34.027
3.946
27.932
47.650 jumlah 5.128.411 5.841.993 4.582.206 3.442.497 2.673.216
Sumber: DAOP 2 Bandung
Stasiun Jumlah penumpang
Tahun
2004
Tahun
2005
Tahun
2007
Tahun
2008
Cimahi
Rancaekek
Cicalengka
Nagreg
Padalarang
Rendeh
Cilame
Tagog apu
cipatat
-
901.964
1.218.465
9.863
560.308
24.816
5.037
22,370
48.357
-
903.403
1.055.229
14.392
609.307
23.410
4.432
21.286
53.741
-
-
-
-
734.284
-
-
-
-
- - - -
912.922 - - - -
85
jumlah 2.791.180 2.685.200 - -
Sumber: DAOP 2 Bandung Keterangan: (-) ; data tidak ditemukan
Berdasarkan tabel di atas, bisa digambarkan bahwa jumlah penumpang
kereta perStasiun di Kabupaten Bandung tersebut mengalami kenaikan dan
penurunan. Pada tahun 1999 jumlah penumpang kereta api se-Kabupaten
Bandung tersebut mengalami kenaikan, kemudian pada tahun 2000 mengalami
penurunan, kemudian pada tahun 2001 juga masih mengalami penurunan. Pada
tahun 2002 dan tahun selanjutnya Stasiun Cimahi sudah tidak termasuk pada
kabupaten Bandung karena telah menjadi Kotamadya Cimahi sehingga secara
tidak langsung pasti jumlah penumpangnya akan berkurang jika
didokumentasikan oleh BPS Kabupaten Bandung. Hal tersebut juga terlihat dari
tabel diatas bahwa tahun 2002 dan 2003 juga jumlah penumpang kereta api se-
Kabupaten Bandung mengalami penururunan, begitu juga dengan tahun 2004 dan
2005. Akan tetapi walaupun mengalami penurunan dilihat dari jumlah
penumpang, pendapatan yang didapat oleh Stasiun kereta api se-kabupaten
Bandung itu mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal tersebut bisa
dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 4.6 Realisasi pendapatan perstasiun di kabupaten Bandung dari tahun
1998-2005
Stasiun Jumlah pendapatan
Tahun
1998
Tahun
1999
Tahun
2001
Tahun
2002
Tahun
2003
Cimahi 208.583.300 336.135.300 343.165.000 --- ---
86
Rancaekek
Cicalengka
Nagreg
Padalarang
Rendeh
Cilame
Tagog apu
cipatat
949.203.100
1.040.548.700
5.380.500
273.131.400
24.082.700
2.756.500
17.038.400
23.942.700
1.188.296.700
1.323.526.100
5.035.600
322.190.900
25.936.000
3.028.700
18.682.300
24.264.900
1.539.323.000
1.488.195.000
3.579.820
457.982.000
39.028.000
4.185.000
24.016.000
59.760.000
1.941.888.000
1.488.145.000
13.717.000
532.252.000
39.118.000
4.373.000
23.577.000
57.363.000
2.044.227.000
1.546.940.000
20.737.000
484.172.000
43.140.000
4.739.000
26.476.000
47.934.000
jumlah 2.544.667.300 3.306.607.600 3.959.233.820 4.100.433.000 4.218.365.000
Sumber: DAOP 2 Bandung Keterangan: (-) ; data tidak ditemukan
Dari tabel di atas bisa digambarkan bahwa dari tahun 1998-2008 jumlah
pendapatan Stasiun kereta api se-Kabupaten Bandung tersebut mengalami
Stasiun Jumlah pendapatan
Tahun
2004
Tahun
2005
Tahun
2006
Tahun
2007
Tahun
2008
Cimahi
Rancaekek
Cicalengka
Nagreg
Padalarang
Rendeh
Cilame
Tagog apu
cipatat
-
9 1.953.297
1.914.775.700
17.277.070
824.504.097
41.095.772
6.461.484
23.211.000
48.758.000
-
1.833.046.000
1.647.253.000
37.431.000
1.247.265.000
40.510.000
7.181.000
20.235.000
54.529.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.007.077.000
-
-
-
-
-
-
-
-
3.272.237.000
-
-
-
-
jumlah 2.878.036.420
4.887.450.000 3.961.621.000 4.100.433.000 4.218.365.000
87
peningkatan yang cukup signifikan, terutama pada tahun 2001 yang
meningkatnya itu hampir Rp.720.000.000 rupiah. Hal tersebut bisa dikatakan
bahwa pendapatan yang diperoleh oleh suatu Stasiun kereta api itu tidak hanya
dari penjualan karcis atau tiket saja tetapi ada pendapatan lain yang diperoleh,
seperti yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa ada pendapatan
yang diperoleh oleh Stasiun kereta api yang disebut dengan pendapatan non-
penumpang. Dari hal tersebut bisa diketahui bahwa dari tahun ke tahun interaksi
masyarakat sekabupaten Bandung tersebut mengalami peningkatan secara terus-
menerus.
Tabel 4.7 Realisasi pendapatan di Stasiun Kereta Api Padalarang
Tahun Jumlah
pendapatan
Jumlah
penumpang
Jarak
(km)
1998
1999
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
273.131.400
322.190.900
457.982.000
532.252.000
484.172.000
824,504,097
1.247.265.000
2.007.077.000
2.007.077.000
3.272.237.000
912.338
1.351.764
926.783
798.096
508.329
560,308
609.307
734.284
734.284
912.922
17.516.556
22.488.031
17.885.000
15.001.000
10.971.000
14.155.906
23.891.000
40.512.757
40.512.757
42.600.000
Sumber: DAOP 2 Bandung dan BPD Stasiun Padalarang
88
Dari tabel diatas bisa dipaparkan bahwa dari tahun 1998 sampai 2008,
jumlah pendapatan yang dihasilkan oleh Stasiun mengalami peningkatan yang
cukup signifikan, kecuali pada tahun 2003 yang mengalami penurunan sebesar
Rp. 48.080.000 rupiah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Walaupun
demikian, setelah mengalami penurunan tersebut, pendapatan Stasiun Padalarang
pada tahun selanjutnyapun mengalami peningkatan secara terus menerus bahkan
mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Peningkatan pendapatan yang cukup
tinggi itu bisa dilihat dari tahun 2006 ke tahun 2007.
Dilihat dari data diatas, jumlah penumpang dari tahun 1998-2008 bisa
digambarkan bahwa jumlah penumpang kereta api mengalami kenaikan dan
penurunan dari setiap tahunnya. Hal tersebut bisa terjadi karena tidak semua
penumpang tersebut setiap hari melakukan aktivitas dengan menggunakan kereta
api dan penumpang kereta api tersebut bisa diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis penumpang, ada yang penumpang tetap dan ada yang penumpang tidak
tetap. Akan tetapi, walupun jumlah penumpang mengalami pasang surut, tetap
saja jumlah penumpang kereta api tersebut cukup seimbang dan stabil jika dilihat
dari tahun 1998-2008.
Berdasarkan data tersebut, jumlah penumpang kereta api di Stasiun
Padalarang mengalami peningkatan dan sedikit penurunan atau bisa dikatakan
cukup stabil secara rata-rata, sedangkan jumlah pendapatan yang didapatkan oleh
Stasiun Padalarang mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun
1998-2008. Ini berarti bahwa manfaat yang dirasakan oleh PT. Kereta Api
(Persero) dan masyarakat Padalarang tidak hanya didapatkan dari sarana
89
transportasi saja tetapi dari berbagai hal, misalnya adanya kebijakan dari pihak
Stasiun untuk memperbolehkan masyarakat Padalarang untuk berjualan, baik
pedagang kios, pedagang roda, maupun pedagang asongan dengan persyaratan
yang tidak terlalu berat, adanya lahan parkiran disekitar Stasiun yang
menguntungkan bagi pihak Stasiun dan bagi penitip kendaraan dan lain
sebagainya.
4.2.3 Klasifikasi Penumpang dari Stasiun Padalarang
Untuk memudahkan dalam mengetahui berbagai penumpang kereta api di
Stasiun Padalarang, penulis telah mengklasifikasikan penumpang di Stasiun
Kereta Api Padalarang kedalam beberapa kategori, yaitu sebagai berikut:
1. Penumpang kereta api ekonomi jarak jauh, yaitu penumpang dari Kereta
Api Ekonomi Kahuripan, Kereta Api Ekonomi tujuan Jakarta, Kereta Api
Ekonomi tujuan Cianjur dan Kereta Api Ekonomi tujuan Purwakarta,
Kereta Api Ekonomi tujuan Garut sampai Tasikmalaya. Penumpang kereta
api ini terdiri dari berbagai kalangan masyarakat yaitu masyarakat dari luar
Padalarang tersebut yang tinggal di Padalarang ataupun bekerja di
Padalarang dan masyarakat Padalarang yang bekerja di daerah tersebut
atupun bekerja disana., kemudian msyarakat yang ingin berekreasi ke
tempat tersebut dengan menggunakan kereta Api. Selain itu, didalam
kereta Ekonomi jarak jauh ini terdapat penumpang yang merupakan
pedagang asongan yang menjajakan dagangannya untuk para penumpang
kereta tersebut.
90
2. Penumpang kereta api ekonomi KRD Bandung Raya, yaitu penumpang
yang bepergian dari stasiun kereta api Padalarang dengan tujuan kedaerah
sekitar Bandung Raya dengan trayeknya Padalarang-Cicalengka.
Penumpang KRD ini diklasifikasikan dalam berbagai penumpang, yaitu:
• Pekerja
Para pekerja merupakan penumpang yang berlangganan kereta api
KRD dengan menggunakan Kartu Abudemen (KBD) yang dibeli setiap
satu bulan sekali. Penumpang jenis pekerja ini terdiri dari berbagai
pekerjaan yang dimiliki masayarakat pengguna kereta api tersebut,
diantaranya yaitu PNS, pegawai pabrik, pelayan toko, buruh bangunan dan
beberapa pekerjaan lainnya.
• Anak sekolah dan mahasiswa
Sama halnya dengan para pekerja, anak sekolah dan mahasiswa
juga memiliki kartu langganan Sekolah (KLS) yang dibeli setiap satu
bulan sekali. Anak sekolah biasanya berangkat pada kereta api KRD yang
jam 05.45 dan pulang sampai Padalarang pada kereta api yang jam 14.15,
sedangkan mahasiswa biasanya ditentukan sesuai dengan kebutuhannya.
• Pedagang asongan
Pedagang asongan merupakan penumpang yang memang
berdagang didalam KRD tersebut, barang yang dijajakannya ada yang
berupa makanan dan minuman, ada yang berupa alat-alat rumah tangga,
hiasan, jepit-jepit, buah-buahan, koran, gantungan HP, tempat HP, dan
kebutuhan masyarakat lainnya. Pedagang asongan ini hanya dikenakan
91
biaya Rp.3.000 rupiah saja untuk berjualan di KRD yaitu beli karcis 2
buah untuk trayek Padalarang-Cicalengka dan Cicalengka-Padalarang.
Dan bahkan kalu pedagang asongan tersebut sering pindah-pindah kereta
mereka sama sekali tidak beli karcis. Oleh karena itulah banyak
masyarakat Padalarang yang berjualan di kereta api ekonomi ini. Selain
menguntungkan bagi para pedagang asongan tersebut juga
menguntungkan bagi para penumpang yang membutuhkan barang-barang
yang didagangkan oleh pedagang asongan tersebut. Tetapi ada juga
penumpang yang tidak merasa nyaman dengan adanya pedagang asongan
tersebut yaitu ketika kereta api penuh dengan penumpang sehingga
menyebabkan berdesak-desakan dan mempermudah adanya tindakan
kriminalitas seperti pencopet.
• Pengamen
Para pengamen di kereta api sebenarnya tidak dikenai biaya
sepeserpun oleh pihak Perusahaan Kereta api, akan tetapi ada juga
beberapa pengamen yang punya kesadaran sendiri untuk membeli karcis
karena telah menumpang di kereta api ekonomi tersebut. Para pengamen
yang ada di kereta tersebut terdiri dari berbagai macam pengamen, yaitu
pengamen yang menggunakan alat musik band (rombongan), ada yang
memakai alat musik calung (rombongan), ada yang memakai kaset, ada
yang menari-nari saja, dan ada yang menggunakan seruling, ada yang
menggunakan kecrekan, ada yang menggunakan gitar saja dan ada yang
hanya menyanyi saja tanpa alat musik.
92
• Pengemis
Para pengemis yang menumpang di kereta api juga ada dua
macam, yaitu pengemis yang hanya menggunakan kereta api sebagai alat
transportasi untuk mereka mengemis di pusat-pusat kota, pusat
perbelanjaan, pusat pendidikan dan tempat-tempat ramai yang lainnya dan
ada juga pengemis yang memang mengemis di dalam kereta ekonomi
tersebut. Para pengemis tersebut, baik yang hanya penumpang saja
ataupun yang mengemis didalam kereta tersebut tidak pernah membeli
karcis ataupun dikenai biaya apapun oleh pihak perusahaan kereta api.
Adapun yang menjadi persyaratan bagi para pengemis dari pihak
perusahaan kereta api tersebut adalah tidak diperbolehkan untuk
mengganggu para penumpang dan jika terbukti telah melakukan
pelanggaran tersebut maka pengemis itu dilarang untuk menumpang di
kereta api ekonomi tersebut.
• Penumpang biasa
Penumpang biasa merupakan penumpang kereta api yang tidak
setiap hari ataupun tidak rutin menggunakan kereta api sebagai alat
trasnportasi bepergian. Biasanya penumpang ini akan menggunakan kereta
api tersebut untuk berbelanja ke pusat kota Bandung, untuk berkreasi,
untuk bepergian dengan alasan tertentu ke daerah kota Bandung dan
sekitarnya. Para penumpang ini memiliki alasan yang sama menggunakan
alat transportasi ekonomi ini yaitu ongkosnya yang murah dan terjangkau
juga cepat sampai tujuan.
93
• Pedagang dayung
Pedagang dayung merupakan sebutan bagi para pedagang yang
berjualannya dengan cara ditanggung atau memakai roda dan mereka
berjualan di komplek-komplek perumahan di wilayah kota Bandung dan
sekitarnya. Mereka berjualannya dimulai dari pagi hingga siang saja,
setelah saya amati ternyata cukup banyak masyarakat Padalarang yang
berprofesi sebagai pedagang jenis ini, diantaranya ada yang berjualan
pisang, sayuran, bunga, dan awug (jenis makanan khas sunda).
4.3 Aktivitas di Sekitar Stasiun Padalarang
Sub bab ini merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang terakhir
mengenai pengaruh keberadaan Stasiun Padalarang terhadap kondisi sosial-
ekonomi masyarakat Padalarang pada tahun 1998-2008. Kehidupan sosial
ekonomi masyarakat Padalarang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan
Stasiun Padalarang. Stasiun Padalarang yang telah berkembang beratus-ratus
tahun ini telah memberikan pengaruh yang beragam terhadap masyarakat
Padalarang dan sekitarnya. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan di bawah ini
dampak Keberadaan Stasiun Padalarang dari segi ekonomi dan dari segi sosial
masyarakat Padalarang.
4.3.1 Kehidupan Ekonomi
Secara ekonomi, yang dirasakan masyarakat Padalarang karena
keberadaan Stasiun Padalarang itu cukup kompleks, hal tersebut dikarenakan ada
berbagai macam aktivitas yang dilakukan masayarakat Padalarang dengan
94
keberadaan Stasiun tersebut. Aktivitas masyarakat Padalarang di Stasiun
Padalarang tersebut diantaranya adalah masyarakat pengguna alat transportasi
kereta api KRD dan masyarakat yang mencari nafkah di dalam Stasiun ataupun
didalam kereta api.
Berdasarkan klasifikasi pekerjaan yang dimiliki oleh masyarakat
Padalarang karena keberadaan Stasiun Padalarang tersebut adalah sebagai berikut,
pedagang roda di Stasiun, pedagang asongan di KRD, pedagang kios di Stasiun
Padalarang, petugas kebersihan, dan tukang ojek. Berdasarkan catatan Stasiun
Padalarang, ada 10 orang pedagang roda yang resmi berjualan di dalam Stasiun
Padalarang. Pedagang tersebut dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pedagang roda 1
dan pedagang roda 2, pembagian itu dilakukan karena mereka berjualan di Stasiun
tersebut secara begiliran. Penggiliran tersebut dilakukan atas kebijakan Kepala
Stasiun Padalarang sebagai cara untuk menata kerapihan Stasiun Padalarang. Para
pedagang roda itu berbelanja dari grosir pasar Curug Agung yang merupakan
pasar yang berada di belakang Stasiun tersebut. Para pedagang roda resmi tersebut
dikenakan sewa tempat sebesar Rp. 250.000 rupiah/bulan oleh pihak Stasiun.
Barang yang didagangkan oleh pedagang tersebut adalah makanan ringan,
minuman ringan, Koran, cemilan, rokok dan berbagai jenis jajanan anak-anak.
Kemudian, jumlah pedagang kios yang mempunyai izin resmi berjualan didalam
Stasiun yaitu berjumlah 6 orang, dengan klasifikasi 2 kios warung nasi, 1 kios
berjualan makanan burung, dan 3 kios berjualan berbagai jenis kebutuhan
masyarakat. para pedagang kios tersebut dikenai biaya sewa yang lebih besar
dibandingkan dengan pedagang roda karena mereka diberikan tempat khusus
95
beserta tempat duduknya. Biaya sewanya itu sebesar Rp. 650.000 rupiah perbulan.
selain dari pedagang terbut, Stasiun Padalarang juga mencatat bahwa ada 23 orang
pedagang asongan tetap yang berjualn di dalam KRD ekonomi. Pedagang asongan
tersebut menjajakan berbagai jenis kebutuhan masayarakat, yaitu ada yang berupa
makanan dan minuman, ada yang berupa buah-buahan, alat-alat rumah tangga,
Koran, aksesoris HP, aksesoris perempuan, dan beberapa jenis dagangan lainnya.
Pedagang asongan tersebut tidak dikenai biaya apapun oleh pihak Stasiun dan
mereka hanya membeli karcis saja untuk Pulang-Pergi. Adapun kebijakan dari
pihak Stasiun untuk mereka adalah tidak boleh mengganggu kenyamanan
penumpang dan apabila diketahui mengganggu maka tidak segan-segan pihak
Stasiunpun melarang mereka berjulan di dalam kereta api lagi. Selain dari
pedagang tersebut, ada juga yang orang-orang yang berjualan di belakang Stasiun
Padalarang yaitu pedagang roda yang tidak resmi dan pedagang yang
menghamparkan dagangannya dilantai/ di tanah. Para pedagang tersebut berjualan
pada waktu pagi saja yaitu mulai jam 07.00-10.00. barang yang mereka jajakan
juga berbagai macam yaitu jenis obat-obatan tradisional, pakaian dan kerudung,
elektronik yang sederhana, sepatu, tempat HP, dan alat-alat rumah tangga. Para
pedagang tersebut cuma dikenai biaya kebersihan sebesar Rp. 2000 rupiah per
satu kali dagang oleh petugas kebersihan.
Dari klasifikasi tersebut maka bisa diketahui bahwa pendapatan dan
pemenuhan kebutuhan hidupnya itu berbeda-beda. Pada kurun waktu 1998-2008
penghasilan yang didapatkan oleh masyarakat Padalarang yang dipengaruhi
Stasiun Padalarang tersebut ada yang mengalami peningkatan dan ada juga yang
96
belum mengalami peningkatan. Untuk mengetahui sejauhmana penghasilan yang
didapat oleh masyarakat Padalarang tersebut bisa di pengaruhi oleh seberapa besar
mereka mampu memenuhi kebutuhan bahan pokok hidup mereka dan kebutuhan
lainnya. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan dibawah ini:
Tabel 4.6
Harga Bahan-bahan Pokok di Kabupaten Bandung
Jenis Barang Harga
1998 1999 2000 2006 2008 Beras (kg) Rp. 1.069,00 Rp. 2.478,79 Rp. 2.232,35 Rp. 4.133 Rp.5.500
Minyak Goreng (kg)
Rp. 2.925,00 Rp. 5.550,92
Rp. 4.831,49 Rp. 6.400 Rp. 8.500
Gula Pasir (kg) Rp. 2.123,00 Rp. 2.682,08 Rp. 3.079,72 Rp.5.900,01 Rp.8.100
Garam (bata) Rp. 238,00 Rp. 1.209,43
Rp. 1.225,00 Rp. 3.125 Rp. 4.123
Ikan Asin (kg) Rp. 2.886,00 Rp. 12.556,5
Rp. 13,483,6 Rp. 15.412 Rp.16.400
Minyak Tanah (liter)
Rp. 400,00 Rp. 400,00
Rp. 471,67 Rp.4.750 Rp.6.515
Sabun Cuci (batang)
Rp. 1.125,00 Rp. 7.245,58
Rp. 7.032,56 Rp. 7.500 Rp. 8.500
Sumber : BPS (Kabupaten Bandung dalam angka tahun 1998,1999, 2000, 2006)
Berdasarkan tabel di atas bisa digambarkan bahwa harga kebutuhan pokok
masyarakat dari tahun 1998 sampai tahun 2008 tersebut mengalami peningkatan,
yang menjadi permasalahan adalah apakah dengan peningkatan harga pokok
tersebut penghasilan masyarakat Padalarang juga meningkat atau tidak. Oleh
karena itu saya akan menjabarkannya dibawah ini sesuai dengan hasil wawancara
terhadap masyarakat yang bersangkutan. Adapun yang akan penulis jabarkan,
tidak akan semua orang yang diwawancarai, akan tetapi yang akan dijabarkan
adalah sesuai dengan klasifikasi masyarakat yang mengais kebutuhan ekonomi
dari keberadaan Stasiun Padalarang tersebut.
97
Tabel 4.7 Penghasilan beberapa masyarakat yang kebutuhan pokoknya dipengaruhi
oleh Stasiun Padalarang Nama Mata
pencaharian
sebelumnya
Mata pencaharian
Saat ini
Penghasilan
1998 2008
Ibu Tarliah
Suaminya
pegawai pabrik
Pedagang kios
stasiun KA PDL
Rp.1.000.000
sampai Rp.
1.200.000,-/ bln
Rp. 2.000.000 sampai
Rp. 3.000.000/ bln
Bapak Ardi Petugas
kebersihan KA
Pedagang roda di
stasiun KA PDL
Rp. 450.000,-/ bln Kurang lebih
Rp.1000.000,-/bln
Bapak
Wawan
Pedagang
asongan KRD
Pedagang asongan
KRD
Rp.700.000,-/bln Kurang lebih
Rp. 1000.000,-/bln
Bapak Asep - Pedagang sayur
pasar di samping
stasiun
Rp. 900.000,-/bln Kurang lebih
Rp. 3.000.000,-/bln
Bapak
Endang
Pensiunan
pegawai KA
Pedagang
kelontongan
stasiun
Rp. 1.500.000,-/ bln Kurang lebih
Rp. 1.500.000,-/bln
Bapak Ahdat Pegawai industri
tekstil
Pedagang roda di
stasiun
Rp. 1.200.000,-/bln Kurang lebih
Rp.1.500.000,-
Bapak Ade Pegawai PT.
Indofood
Pemilik warung
nasi
Rp. 1.500.000,-/bln-
Rp. 2.000.000,-
Rp. 4.500.000,- sampai
Rp. 6.000.000,-/bln
Bapak Hendi pengamen Pengamen Rp. 1.000.000,-/bln Kurang lebih
Rp.1.500.000,-
Bapak Engkus nganggur Peminta-minta di
kereta
- Kurang lebih
Rp.1000.000,-/blan
Firmansyah - tukang sapu di
KRD
- Kurang lebih
Rp.450.00,-/bln
98
Heni - Pedagang pulsa di
stasiun
- Kurang lebih
Rp.3000.000,-/bln
Bapak Tama Pegawai Stasiun
Kereta api
Pegawai Stasiun
Kereta api
Rp. 1.000.000,-/bln Rp.1.500.000,-/bln
Neng Winda - Pedagang buah-
buahan di stasiun
- Kurang lebih
Rp.1.700.000,-/bln
Rohmat Pegawai rajut Tukang ojeg di
Stasiun
Rp. 900.000,-/bln Kurang lebih
Rp. 600.000,-/bln
Roni - Petugas
kebersihan
- Rp. 350.000,- sampai
Rp.400.000,- perbulan
Sumber: diolah dari hasil wawancara peneliti
Dari tabel di atas, bisa digambarkan bahwa dengan keberadaan Stasiun
Padalarang telah mendorong masyarakat Padalarang untuk mendapatkan
penghasilan dan memiliki mata pencaharian yang baru sesuai dengan modal,
keinginan dan potensi yang dimilikinya, yaitu yang awalnya seorang pegawai
pabrik kemudian menjadi pedagang di Stasiun, ada beberapa pedagang yang
memang merupakan pensiunan pegawai kereta api yang kemudian mencari
pendapatan lain dengan cara berdagang di Stasiun, ada yang memang merupakan
pegawai Stasiun Kereta Api, ada juga yang memang diharuskan oleh
orangtuanya melanjutkan usaha di Stasiun tersebut, ada juga yang berwirausaha
di Stasiun tersebut dikarenakan mempunyai modal yang besar, ada juga yang
mereka sebelumnya menganggur dan akhirnya dengan tidak malu merekapun
memutuskan untuk menjadi pengamen dan pengemis di Stasiun tersebut, ada
juga yang pada awalnya pekerja pabrik akan tetapi karena di PHK maka
99
merekapun menjadi tukang ojek di sekitar Stasiun Padalarang dan pasar Curug
Agung sebagai cara untuk mendapatkan penghasilan.
Sebagai contoh, ada beberapa orang yang pada awalnya merupakan
seorang pegawai pabrik kemudian menjadi pedagang di Stasiun, misalnya Bapak
Ahdat yang asalnya pegawai industri tekstil yang kemudian akhir tahun 1998
telah di PHK oleh perusahaannya. Kemudian menggunakan uang pesangonnya
untuk biaya modal usaha dagang di Stasiun Padalarang dengan menggunakan
roda, akhirnya sampai saat ini pak Ahdat masih tetap berdagang di Stasiun
Padalarang. Selain bapak Ahdat, bapak Rohmat juga merupakan orang yang
diberhentikan dari pekerjaannya dikarenakan pabrik tekstil tempat kerjanya itu
harus mengurangi pekerja secara besar-besaran dikarenakan pengaruh krisis
moneter. Berbeda dengan bapak Ahdat, bapak Rohmat tidak mendapat uang
pesangon yang besar sehingga diapun mencoba mencari pekerjaan lain dan
akhirnya menjadi tukang ojeg di Stasiun Padalarang. Walaupun penghasilannya
tidak sebanding dengan dia bekerja di pabrik rajut, tetapi dia masih bisa
menghidupi keluarganya dengan menjadi tukang ojek di Stasiun Padalarang
hingga saat ini. Setelah mereka menjalani usahanya masing-masing, merekapun
merasa bahwa ternyata penghasilan yang mereka dapat cukup lumayan dan bisa
mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Selain itu, ada beberapa pedagang yang memang merupakan pensiunan
pegawai kereta api yang kemudian mencari pendapatan lain dengan cara
berdagang di Stasiun, seperti: suami ibu Tarliah dan bapak Endang. Jika dilihat
dari segi pendapatannya, pekerjaan sebagai pegawai Stasiun Kereta Api lebih
100
kecil dibandingkan dengan berdagang di stasiun, oleh karena itulah mereka tetap
mempertahankan untuk berdagang disana. Kemudian, bapak Tama selaku
pegawai Stasiun merasa sangat dipengaruhi sekali oleh keberadaan Stasiun
padalarang karena sudah hampir 15 tahun beliau mengais rezeki disana.
Selain itu, ada juga yang memang dari awalnya masih belum bekerja tapi
karena diharuskan oleh orangtuanya melanjutkan usaha di Stasiun tersebut maka
diapun tetap usaha disana, misalnya: Bapak Asep, Neng winda dan Heni yang
pada mulanya belum pernah bekerja dan karena ada tuntutan serta ada modal
maka merek berjualan di sekitar dstasiun. Dari segi penghasilannya bisa dilihat
dari tabel diatas bahwa penghasil usaha yang dilakukan disekiar Stasiun tersebut
cukup menguntungkan, bahkan sekali-kali pendapatannya tersebut bisa melebihi
gaji dari seorang PNS.
Kemudian, ada juga yang berwirausaha di Stasiun tersebut dikarenakan
mempunyai modal yang besar dan melanjutkan usaha kedua orangtuanya yang
sudah tua serta keinginan dirinya untuk tidak bergantung pada orang lain,
misalnya bapak Ade yang pada awalnya merupakan pekerja Indofood yang
notabene gajinya cukup besar, rela keluar dari pekerjaannya untuk meneruskan
usaha warung nasi orang tuanya di Stasiun Padalarang, yang semakin lama
semakin ramai dan berkembang. Setelah beliau mengembangkan warung nasi
tersebut, ternyata penghasilan yang didapatnya tersebut dua kali lipat dari gaji
pekerjaan sebelumnya.
Selain itu, ada juga beberapa orang yang merasa bahwa kehidupannya
tersebut bergantung pada keberadaan Stasiun Padalarang, misalnya Roni yang
101
merupakan petugas kebersihan Stasiun Padalarang. Kemudian, pak Hendi dan
pak Engkus yang memiliki pekerjaan sebagai pengamen dan pengemis. Mereka
melakukan pekerjaan tersebut dikarenakan mereka sebelumnya menganggur dan
akhirnya dengan tidak malu merekapun memutuskan untuk menjadi pengamen
dan pengemis itu sebagai cara untuk mendapatkan penghasilan. Sampai saat ini
mereka tetap menjalankan pekerjaan tersebut dikarenakan penghasilan yang
didapat itu cukup untuk memenuhi hidupnya dengan keluarga.
Selain dengan mendorong masyarakat untuk mendapatkan mata
pencaharian, keberadaan Stasiun Padalarang juga telah mendorong masyarakat
untuk mendapatkan penghasilan dan pendapatan bagi masyarakat yang
menggantungkan hidupnya disekitar Stasiun tersebut. Berdasarkan tabel di atas,
harga bahan pokok masyarakat Padalarang hampir setiap tahun mengalami
kenaikkan, oleh karena itu walaupun penghasilan dan pendapatan masyarakat
Padalarang dengan bekerja ataupun berusaha di Stasiun Padalarang itu rata-rata
lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya, akan tetapi kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya itu belum tentu mengalami peningkatan
yang signifikan.
Untuk lebih jelasnya mengenai dampak ekonomi yang dirasakan
masyarakat Padalarang akibat keberadaan Stasiun tersebut, maka penulis akan
menguraikannya sesuai dengan berbagai aktivitas dari masyarakat Padalarang
tersebut, yaitu:
102
a. Masyarakat yang mencari nafkah di sekitar Stasiun dan didalam kereta api
1. Pedagang Roda
Pedagang roda yang berada di Stasiun Padalarang merupakan salah satu
masyarakat yang ekonominya dipengaruhi keberadaan Stasiun tersebut. Ada 10
orang pedagang roda yang berdagang di Stasiun Padalarang yang mempunyai izin
resmi dan ditempatkan didalam Stasiun. Pedagang roda tersebut dibagi menjadi
dua kelompok dan berjualannyapun secara bergiliran. Para pedagang roda resmi
ini dikenai sewa tmpat sebesar Rp. 250.000 rupiah/bulan oleh pihak Stasiun
Padalarang. Barang yang dijual oleh pedagang roda resmi yaitu berupa makanan
ringan, rokok, minuman ringan, daan jenis jajanan anak-anak. Selain itu, ada juga
yang merupakan pedagang roda yang tidak resmi, biasanya mereka berjualan di
luar Stasiun. Para pedagang roda yang tidak resmi tersebut bejualan bakso, Es
Cendol, Mie ayam, dan berjualan goreng-gorengan. Untuk mengetahui seberapa
besar penghasilan yang didapat oleh pedagang roda tersebut, maka penulis akan
mencontohkan dengan salah satu pedagang roda yang di wawancara oleh peneliti
yaitu Ibu Tarliah. Ibu Tarliah merupakan salah satu pedagang roda resmi yang ada
di Stasiun Padalarang, beliau berjualan disana sejak tahun 2004, ini berarti ibu
Tarliah baru sekitar 5 tahun menjadi pedagang di Stasiun tersebut. Ibu Tarliah
berdagang di Stasiun tersebut dikarenakan suaminya diberhentikan dari
pekerjaannya. Suaminya tersebut telah bekerja di pabrik Korek Api sekitar kurang
lebih 17 tahun sehingga suaminya mendapatkan uang pesangon sebesar
Rp.16.000.000 rupiah dari pabrik tempatnya bekerja tersebut. Kemudian,
merekapun mencari jalan keluar untuk mendapatkan penghasilan yang bisa
103
digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari keluarga mereka dan kebetulan pada
saat itu ada yang ingin mengoperkontrakan kios di Stasiun Padalarang. Akhirnya
merekapun memutuskan untuk mengontrak kios tersebut untuk dijadikan kios
jajanan di Stasiun tersebut.
Pada tahun 1998 penghasilan yang didapat oleh suaminya untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya sekitar Rp.1000.000,- sampai Rp.1.500.000,-,
sedangkan pada tahun 2008 pendapatan yang diperoleh dari hasil berdagang
tersebut sekitar Rp.2.000.000,- sampai Rp.3.000.000,-. Jika dilihat dari segi
pendapatan yang diperoleh, pendapatan pada tahun 2008 lebih besar dibandingkan
dengan pendapatan yang diperoleh pada tahun 1998. Untuk mengetahui
bagaimana pemenuhan kebutuhan dari tahun 1998 dan 2008, maka penulis akan
menguraikannya dibawah ini:
� Pada tahun 1998
• Pendapatan rata-rata : Rp.1.000.000,- perbulan
• Pengeluaran perbulan
- Membeli beras 5 orang = 30Kg x @ Rp. 1.069,- Rp. 32.070,-
- Membeli lauk pauk Rp. 60.000,-
- Lain-lain Rp. 200.000,- +
- Jumlah Rp. 292.070,-
• Sisa Rp. 707.930,-
� Pada tahun 2008
• Pendapatan rata-rata : Rp.2.000.000,- perbulan
• Pengeluaran perbulan
- Membeli beras 5 orang = 30Kg x @ Rp. 5.500,- Rp. 165.000,-
104
- Membeli lauk pauk Rp. 200.000,-
- sewa kios Rp. 250.000,-
- Lain-lain Rp. 400.000,- +
- Jumlah Rp. 1.015.000,-
• Sisa Rp. 985.000,-
Jika dilihat dari data diatas bisa diketahui bahwa perbandingan
penghasilan dan pengeluaran ibu Tarliah sekeluarga untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya masih memiliki sisa yang bisa digunakan untuk kebutuhan lain.
Menurut beliau, perekonomian keluarga mereka dari tahun 1998-2008 cukup
stabil atu bisa dikatakan tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan yang
cukup signifikan. Akan tetapi walaupun begitu beliau merasa sangat diuntungkan
dengan adanya stasiun kereta api tersebut dikarenakan jika beliau tidak berjualan
disana mungkin perekonomian mereka belum tentu bisa stabil sampai saat ini.
2. Tukang Ojek
Tukang ojek yang mangkal disekitar Stasiun Padalarang cukup bergantung
pada keberadaannya Stasiun tersebut, misalnya Bapak Rohmat yang merupakan
salah satu tukang ojek yang mangkal di sekitar Stasiun Kereta Api Padalarang.
Pada tahun 1998 ia masih bekerja di pabrik rajut, kemudian karena pabrik rajut
tersebut berhenti maka iapun menjadi tukang ojeg dari tahun 2005. Adapun
perbandingan penghasilan dan pengeluaran yang diperolehnya pada tahun 1998
dan tahun 2008 adalah sebagai berikut:
� Pada tahun 1998
• Pendapatan rata-rata : Rp.650.000,- perbulan
105
• Pengeluaran perbulan
- Membeli beras 2 orang = 12Kg x @ Rp. 1.069,- Rp. 12.828,-
- Membeli lauk pauk Rp. 30.000,-
- Lain-lain Rp. 90.000,- +
- Jumlah Rp. 132.828,-
• Sisa Rp. 517.172,-
� Pada tahun 2008
• Pendapatan rata-rata : Rp.600.000,- perbulan
• Pengeluaran perbulan
- Membeli beras 2 orang = 12Kg x @ Rp. 5.500,- Rp. 66.000,-
- Membeli lauk pauk Rp. 90.000,-
- kredit motor Rp. 375.000,-
- Lain-lain Rp. 150.000,- +
- Jumlah Rp. 546.000,-
• Sisa Rp. 54.000,-
Berbeda dengan ibu Tarliah, bapak Rohmat ini mengalami penurunan jika
dilihat dari pendapatannya anatar tahun 1998 dan 2008. Menurut hasil wawancara
kepada beliau, penghasilan yang beliau dapatkan dari tahun 1998-2008 itu tidak
tetap dan selalu berubah-rubah apalagi semenjak jadi tukang ojek, adakalanya
naik pendapatnnya jika ramai penumpang dan juga sebaliknya. Akan tetapi
walaupun demikian, keberadaan stasiun Padalarang juga telah berperan untuknya
106
karena bisa memberikan mata pencaharian yang baru setelah ia diberhentikan dari
pekerjaannya.
3. Pedagang kios
Ada beberapa pedagang kios yang ada di Stasiun Padalarang, yang
diataranya adalah bapak Ade. Pedagang kios ini merupakan pedagang yang
mempunyai izin resmi dari pihak Stasiun Padalarang dan dikenai sewa tempat
yang cukup besar dibandingkan dengan pedagang roda resmi, yaitu sebesar
Rp.650.000 rupiah/bulan. Sewa tempat bagi pedagang kios itu lebih besar
dikarenakan fasilitas tempat yang digunakan di Stasiun tersebut juga meliputi
rungan khusus untuk berjualan beserta tempat duduknya sedangkan pedagang
roda tidak di fasilitasi dengan adanya ruangan khusus. Untuk mengetahui
seberapa besar penghasilan pedagang kios tersebut, maka penulis akan
mencontohkan dengan salah satu pedagang kios, misalnya bapak Ade. Bapak Ade
adalah seorang wiraswasta yang mempunyai warung nasi di Stasiun Padalarang.
Bapak ade pernah bekerja selama 1 tahun di Indofood yang berpenghasilan sekitar
Rp.2.000.00,-. Akan tetapi karena minat dalam dirinya ingin berwiraswasta maka
beliau mengundurkan diri dari pekerjaannya dan meneruskan usaha warung nasi
orangtuanya yang sudah tua. Penghasilan yang didapat dari usaha ini sekitar Rp.
4.500.000,- sampai Rp.6.000.000,-. Adapun perbandingan penghasilan dan
pengeluaran yang diperolehnya pada tahun 1998 dan tahun 2008 adalah sebagai
berikut:
� Pada tahun 1998
• Pendapatan rata-rata : Rp.2.000.000,- perbulan
107
• Pengeluaran perbulan
- Membeli beras 3 orang = 18Kg x @ Rp. 1.069,- Rp. 19.242,-
- Membeli lauk pauk Rp. 30.000,-
- Lain-lain Rp. 150.000,-+
- Jumlah Rp. 199.242,-
• Sisa Rp. 1.800.758
� Pada tahun 2008
• Pendapatan rata-rata : Rp. 5.250.000,- perbulan
• Pengeluaran perbulan
- Membeli beras 6 orang = 36Kg x @ Rp. 5.500,- Rp. 198.000,-
- Membeli lauk pauk Rp. 350.000,-
- kredit mobil Rp. 1.985.500
- sewa kios Rp. 650.000,-
- Lain-lain Rp.400.000,-+
- Jumlah Rp. 3.583.500,-
• Sisa Rp. 1.666.500,-
Berdasarkan data diatas bisa diketahui bahwa kehidupan ekonomi bapak
Ade dari tahun 1998 sampai 2008 itu sangat mencukupi kebutuhan keluarganya.
Jika dilihat dari perkembangannya, usaha yang digeluti oleh bapak Ade saat ini
cukup menguntungkan sekali bagi keluarganya dibandingkan dengan pekerjaan
sebelumnya. Selain dari usaha sendiri juga semakin lama usahanya tersebut
semakin berkembang, apalagi stasiun Padalarang semakin berkembang. Jadi bisa
diambil kesimpulan bahwa keberadaan Stasiun Padalarang yang semakin
berkembang pesat maka akan mendorong berkembangnya pula usaha warung
108
nasinya tersebut. Hal tersebut bisa terjadi karena warung nasi sangat dibutuhkan
oleh banyak orang yang beraktivitas di Stasiun Padalarang dan walaupun harga-
harga bahan pokok naik dari tahun ke tahunnya, tetap saja pelanggan warung
nasinya tersebut tidak rugi karena harga makanan yang dijualpun akan mengikuti
harga bahan-bahan pokoknya.
4. Pegawai Stasiun Padalarang
Pegawai Stasiun Padalarang ini mayoritas merupakan masyarakat
Padalarang sendiri. Jumlah pekerja Stasiun tersebut sebanyak 22 orang pegawai
yang mempunyai berbagai tugas masing-masing dan 1 orang Kepala Stasiun.
Seperti halnya Pak Tama yang merupakan salah satu pegawai Stasiun Padalarang.
Beliau sudah bekerja selama 16 tahun sebagai penjaga Karcis dan penghitung
pendapatan harian dari karcis yang terjual. Gaji yang didapatkan oleh beliau
dengan bekerja di Stasiun tersebut sudah memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
keluarga samapai saat ini. Oleh karena itu, menurutnya keberadaan Stasiun
Padalarang ini telah memberikan pekerjaan yang tetap buatnya, telah memberikan
pengalaman, dan telah membantu perekonomian keluarganya.
5. Pedagang asongan
Didalam kereta api KRD, cukup banyak pedagang asongan yang
merupakan masyarakat Padalarang, menurut catatan Stasiun Padalarang
jumlahnya yaitu 23 orang. Pedagang asongan tersebut berjualan di kereta api
KRD dari pagi sampai sore bahkan sampai malam, yaitu dari pemberangkatan
pertama kereta api pada jam 05.45 dari Padalarang-Cicalengka dan pulang pada
109
kereta api KRD yang sampai Padalarang jam 19.30. Penghasilan yang didapat
oleh para pedagang asongan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sehingga mereka tetap berjualan disana. Misalnya pak Wawan, beliau
adalah salah satu pedagang asongan yang saya wawancarai. Pak wawan sudah
menjadi pedagang asongan selama 19 tahun, dari bujangan sampai mepunyai anak
4 saat ini. Dari tahun 1998-2008, penghasilan pak Wawan dari berjualan tersebut
cukup stabil dan tidak mengalami kesulitan yang begitu besar. Penghasilan yang
didapat pak Wawan pada tahun 1998 diperkirakan sekitar Rp.700.00,-/bln dan
pada tahun 2008 diperkirakan sekitar Rp.1000.000,-/bln. Sebenarnya, penghasilan
yang didapat oleh pak Wawan tersebut tidak selalu tetap, akan hitungan tersebut
merupakan perkiraan yang bisa diambil jika dibandingkan antara harga barang
pada tahun 1998 dengan harga barang pada tahun 2008. Dengan dia berprofesi
sebagai pedagang asongan tersebut, beliau berhasil meyekolahkan anak-anaknya
sampai jenjang SMP dan sampai jenjang SMA. Pak wawan menjadi pedagang
asongan sampai saat ini karena menurutnya ia tidak punya keahlian lain selain
pekerjaan tersebut, oleh karena itu keberadaan Stasiun Padalarang menurutnya
sangat penting sekali bagi kehidupannya.
6. Pengamen
Didalam kereta api KRD diperkirakan ada pengamen tetap sebanyak 22
orang, baik yang rombongan maupun yang sendiri. Para pengamen ini biasanya
mulai mengamen pada kereta api yang berangkat dari Padalarang jam 07.15 dan
pulang dengan menggunakan kereta api yang jam17.15 sampai Padalarang.
110
Pengamen ini terdiri dari kalangan anak remaja dan orang dewasa. Ada beberapa
alasan pengamen tersebut mengamen didalam kereta api, diantaranya yaitu karena
mereka tidak punya pekerjaan dan tidak punya keahlian dibidang lain, karena
ikut-ikutan dengan teman, karena penghasilannya lumayan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, dan karena keterbatasan fisik yang dimilikinya. Misalnya
kang Hendi, ia adalah salah atu pengamen tetap di kereta KRD dan ia menjadi
pengamen sejak bujangan hingga mempunyai anak 1 orang saat ini. Ia mengamen
dengan memanfaatkan suaranya yang dibantu dengan musik dari kaset.
Menurutnya, alasan ia menjadi pengamen adalah karena ia tidak bisa melihat
sehingga dia tidak bisa bekerja dibidang lainnya. Penghasilan yang didapat oleh
kang Hendi itu tidak selalu tetap, tapi jika dirata-ratakan yaitu sekitar Rp. 40.000,-
sampai Rp.50.000,- perhari. Oleh karena itu, menurutnya keberadan Stasiun
Padalarang itu sangat penting bagi dirinya dan keluarganya karena mereka
mendapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari sana.
7. Pengemis
Selain pengamen, didalam kereta api juga banyak pengemis yang
merupakan masyarakat Padalarang. Para pengemis ini biasanyanya memiliki
keterbatasan fisik yang dimilikinya atau memiliki kelainan di tubuhnya, misalnya
orang yang tidak bisa melihat, orang yang tidak bisa berjalan, dan orang yang
cacat dibagian tubuh lainnya. Akan tetapi, selain dari itu ada juga pengemis yang
masih terlihat sempurna secara fisik dan ia hanya memperlihatkan dirinya dengan
memakai pakaian yang tidak layak saja. Para pengemis ini terdiri dari kalangan
anak-anak dan orang dewasa. Misalnya, firmansyah adalah seorang pengemis
111
yang masih anak-anak yang usinya 9 tahun. Ia mengemis dikarenakan ia disuruh
oleh orangtuanya, dengan alasan untuk menambah penghasilan orangtuanya yang
sangat kurang. Penghasilan yang diperolehnya setiap hari adalah sekitar
Rp.15.000,- sampai Rp.30.000,- perhari. Menurut ungkapannya, dia tidak mau
menjadi pengemis karena ia mau sekolah, akan tetapi orangtuanya marah jika ia
tidak mengemis dan tidak membawa uang saat pulang. Dilihat dari segi
penghasilannya, keberadaan Stasiun Padalarang tersebut cukup membantu bagi
kehidupannya, akan tetapi dilihat dari segi sosialnya cukup memprihatinkan.
b. Masyarakat pengguna alat transportasi kereta api KRD
1. Anak Sekolah atau Mahasiswa
Anak sekolah dan mahasiswa merupakan masyarakat yang cukup
diuntungkan dengan adanya Stasiun Padalarang, terutama mereka yang
bersekolah atau yang kuliah disekitar kota Bandung. anak sekolah dan mahasiswa
pengguna setia kereta api ini biasanya mempunyai KLS, yaitu Kartu Langganan
Sekolah. KLS ini lebih menguntungkan buat para anak Sekolah dan Mahasiswa
karena jika diperhitungkan dalam sebulan, KLS ini lebih murah dibandingkan
dengan beli karcis setiap hari, yaitu seharga Rp.26.000,- yang bisa dipakai untuk
pulang pergi sedangkan karcis berharga Rp.1.000 sampai Rp.1.500,- (trayeknya
Padalarang-Kiaracondong seharga Rp.1.000,- dan Padalarang-Cicalengka seharga
Rp.1.500,-), yang kalau diperhitungkan untuk pulang pergi dengan naik kereta api
tersebut sekitar Rp. 60.000,-. Dengan alasan tersebut, cukup banyak anak sekolah
dan mahasiswa yang bersekolah dan kuliah di kota Bandung dan sekitarnya
112
menggunakan jasa kereta api sebagai alat transportasi utama. Menurut hasil
wawancara peneliti terhadap beberapa anak sekolah dan mahasiswa, mereka
menjadi penumpang setia kereta api dikarenakan ongkosnya cukup murah, cepat
sampai tujuan dan bisa berkenalan dengan pengguna kereta api lainnya. Adapun
sisi negatifnya yaitu ketika kereta api penuh dan ketika ada ada tindakan
kriminalitas seperti pencopet. Akan tetapi jika dibandingkan, dengan
menggunakan kereta api sebagai alat transportasi tersebut sisi negatifnya lebih
sedikit jika dibandingkan dengan sisi positifnya.
2. Pekerja
Sama halnya dengan para pekerja, kebanyakan para pekerja yang menjadi
penumpang setia kereta api KRD ini mempunyai KBD, ayaitu Kartu abudemen
pengganti karcis yang dibeli setiap bulan. KBD ini lebih menguntungkan buat
para pekerja karena jika diperhitungkan dalam sebulan, KBD ini lebih murah
dibandingkan dengan beli karcis setiap hari, yaitu seharga Rp.31.000,- yang bisa
dipakai untuk pulang pergi sedangkan karcis berharga Rp.1000,- sampai 1.500,-
(trayeknya Padalarang-Kiaracondong seharga Rp.1000,- dan Padalarang-
Cicalengka seharga Rp.1.500,-), yang kalau diperhitungkan untuk Pulang Pergi
dengan naik kereta api tersebut sekitar Rp. 60.000,- sampai Rp.90.000,-perbulan.
Dengan alasan tersebut, cukup banyak masyarakat Padalarang yang bekerja di
sekitar Bandung Raya yang bisa dijangkau lewat stasiun itu menggunakan jasa
kereta api sebagai alat transportasi utama. Ada beberapa jenis pekerja ang menjadi
penumpang setia KRD Ekonomi, diantaranya sebagai berikut,
113
- PNS
Ada beberapa alasan PNS untuk menjadi penumpang kereta KRD
Ekonomi, yaitu angkosnya cukup murah dan cepat sampai tujuan. Seperti hasil
wawancara peneliti dengan bapak Dede yang merupakan pegawai Dinas
Peternakan kota Bandung, beliau menggunakan kereta api dikarenakan kereta api
itu cukup aman dan cepat sampai tujuan. Beliau berangkat dengan menggunakan
kereta api yang jam 05.45 dan sampai kantor itu sekitar jam 07.30 dan pulang
dengan menggunakan kereta api jam 12.50 atau jam 14.15. Menurut beliau,
dengan menggunakan kereta api itu cukuk efektif dan efisien.
- Buruh pabrik
Buruh pabrik yang menjadi penumpang kereta api juga cukup banyak,
mereka berangkat bekerja dengan naik kereta jam 05.45 dan pulang dengan
menggunakan kereta api jam 16.20. Buruh pabrik ini kebanyakan berhenti
didaerah Cimindi dan daerah Kiaracondong. Alasan mereka menggunakan kereta
api karena ongkosnya murah dan dijangkau dengan menggunakan kereta api.
Seperti hasil wawancara peneliti dengan bapak Wagio, beliau merupakan salah
satu pekerja pabrik tekstil didaerah Cibaligo Cimindi. Menurut beliau, dengan
adanya kereta api KRD tersebut membantu sekali untuknya karena bisa
mengurangi biaya transportasisebayak 2 kali lipat jika dibandingkan dengan naik
kendaraan angkutan kota.
- Pelayan toko
Banyak masyarakat Padalarang yang bekerja menjadi pelayan toko
disekitar kota Bandung, misalnya teh Leni. Teh Leni adalah salah satu pelayan
114
toko di Pasar Baru kota Bandung,tepatnya di toko pakaian anak-anak. Yang
menjadi alasan ia untuk naik kereta api adalah karena ongkosnya yang murah dan
karena letak Stasiun Bandung itu berdekatan dengan tempat ia bekerja. Oleh
karena itu, biaya ongkos yang dikeluarkan itu sangat kecil sekali yaitu sekitar
Rp.2.000 perhari, pulang pergi Padalarang – Bandung. Sedangkan kalau naik
angkot itu sekitar Rp. 12.000,- perhari Pulang pergi Padalarang-Bandung.
Menurutnya, dengan adanya Stasiun Padalarang itu sangat menguntungkan
sekali bagi masayarakat Padalarang karena memudahkan akses ke pusat kota
Bandung.
4.3.2 Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Padalarang tidak dapat dilepaskan dari
keberadaannya Stasiun Padalarang, terutama bagi masyarakat yang tinggal di
sekitar Stasiun Padalarang. Perubahan dalam mata pencaharian dari pekerjaan
pabrik ke wirausaha sendiri, dari pengangguran menjadi pengamen, dari pekerja
pabrik menjadi tukang ojek dan mata pencaharian yang lainnya yang berpengaruh
terhadap penghasilan yang diperoleh. Hal tersebut mempengaruhi beberapa
masyarakat Padalarang mengenai pentingnya pendidikan, dikarenakan bahwa
mata pencaharian masyarakat yang semakin sempit dikarenakan perkembangan
dan pertambahan jumlah penduduk di kecamatan Padalarang. Seiring dengan
berkembangnya kecamatan Padalarang menjadi pusat kota di KBB maka
pemikiran masyarakat mengenai pendidikanpun semakin tinggi.
Alat transportasi kereta api di Padalarang telah mempengaruhi adanya
peningkatan Mobilitas sosial penduduknya, hal tersebut bisa dilihat dari tingkat
115
pertambahan penumpang kereta api di Stasiun Padalarang dari tahun ke tahun
untuk bepergian keluar kota taupun ke luar daerah Jawa Barat, dilihat dari adanya
perubahan dalam segi mata pencaharian serta dilihat dari adanya status sosialnya
masyarakat yang berganti. Mobilitas sosial sebagaimana yang diungkapkan di atas
dapat diartikan sebagai gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang
mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Mobilitas sosial terbagi menjadi dua
tipe macam yaitu gerak sosial horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal
merupakan peralihan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial
ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan gerak sosial vertikal
dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek sosial lainnya dari suatu
kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat ( Soekanto,
2005 : 249-250). Selain itu, peningkatan Mobilitas sosial masyarakat tersebut
terjadi karena adanya aktivitas masyarakat Padalarang sebagai penumpang kereta
api yang sering bepergian ke luar daerah Padalarang sehingga mengakibatkan
adanya hubungan antara masyarakat Padalarang dengan masyarakat luar
Padalarang begitu juga sebaliknya. Semakin berkembangnya Stasiun Padalarang
dan semakin banyaknya kereta api (baik kereta api lokal maupun kereta ekonomi
jarak jauh seperti KA Kahuripan dan kereta api tujuan Jakarta) yang berhenti
ataupun singgah di Stasiun Padalarang maka berpengaruh terhadap kehidupan
sosial masyarakatnya, baik yang positif maupun yang negatif. Secara teori, hal
tersebut bisa dikaitkan dengan adanya Mobilitas sosial masyarakat, yang menurut
Horton and Chester I Hunt (1992:36) menyatakan bahwa Mobilitas sosial (social
116
mobilitiy) dapat diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial
ke kelas sosial lainnya.
Pada masyarakat Padalarang tersebut telah terjadi mobilitas vertikal
maupun horizontal, karena perubahan yang terjadi pada masyarakatnya tersebut
cukup kompleks. Dalam hal mata pencaharian, keberadaan Stasiun Padalarang
tersebut mengakibatkan adanya perubahan sosial pada beberapa masyarakatnya
dalam mobilitas vertikal maupun horizontal, yaitu:
a. ada beberapa masyarakat yang mengalami perubahan dalam pekerjaannya
dan langsung merubah status dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi,
misalnya asalnya buruh pabrik menjadi pemilik usaha rumah tangga di
kampungnya atau yang tadinya pegawai pabrik berubah menjadi pedagang
kios (Mobilitas Vertikal). Status mereka yang mengalami perubahan ini,
biaanya lebih dihargai oleh masyarakat dibandingkan dengan status
sebelumnya.
b. ada beberapa masyarakat yang pekerjaannya berubah, akan tetapi masih tetap
pada status yang sama, misalnya yang tadinya buruh pabrik menjadi tukang
ojek (Mobilitas Horizontal). Status mereka yang mengalami perubahan ini
tidak terlalu memberikan penghargaan yang lebih baik dari masyarakat
sekitar, baik dari pekerjaan sebelumnya maupun pekerjaan barunya.
c. ada beberapa masyarakat yang pada awalnya tidak memiliki pekerjaan dan
akhirnya mendapatkan profesi, akan tetapi perubahan tersebut mengakibatkan
adanya perubahan pada status sosial yang lebih rendah dibandingkan
sebelumnya, misalnya pengangguran menjadi pengemis ataupun
117
pengangguran menjadi pengamen di Stasiun Padalarang atau di dalam kereta
api. Status mereka yang mengalama perubahan ini cenderung tidak dihargai
oleh masyarakat dan bahkan tidak dianggap keberadaannya oleh masyarakat
sekitar sebagai orang yang layak.
Selain itu, keberadaan Stasiun Padalarang yang semakin berkembang juga
telah memudahkan adanya interaksi yang meningkat antara masyarakat
Padalarang dengan masyarakat luar. Hal tersebut berpengaruh pada perilaku dan
moralitas masyarakat Padalarang baik yang positif maupun yang negatif. Dari segi
positifnya, masyarakat Padalarang menjadi mudah beradaptasi dengan adanya
orang baru dan menambah kekerabatan dengan berbagai karakter orang dari
berbagai daerah dan segi negatifnya adalah adanya beberapa tindakan
kriminalitas, seperti pencopetan dan didalam kereta api atupun Stasiun yang
dilakukan oleh masyarakat Padalarang atau masyarakat luar Padalarang.