Transcript
Page 1: Pembahasan Karbo Dina

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh

penduduk dunia. Selain menghasilkan serat-serat berguna bagi pencernaan,

karbohidrat juga memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan

makanan, seperti rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Karbohidrat merupakan

sumber energi utama bagi negara yang sdang berkembang karena merupakan

sumber kalori yang relatif murah dan banyak tersedia di alam. Sekitar 70 – 80 %

kebutuhan energi di negara-negara tersebut diperoleh dari karbohidrat, bahkan di

Indonesia sekitar 80 – 90 % kebutuhan energi berasal dari makanan pokok yang

banyak mengandung karbohidrat (Winarno, 1991).

Karbohidrat adalah polihidroksildehida dan keton polihidroksil atau

turunannya. selain itu, ia juga disusun oleh dua sampai delapan monosakarida

yang dirujuk sebagai oligosakarida. Karbohidrat mempunyai rumus umum

Cn(H2O)n. Rumus itu membuat para ahli kimia zaman dahulu menganggap

karbohidrat adalah hidrat dari karbon. Pada umumnya karbohidrat merupakan zat

padat berwarna putih yang sukar larut dalam pelarut organik tetapi larut dalam air,

kecuali beberapa polisakarida (Filzahazny, 2009). Karbohidrat ditinjau dari hasil

hidrolisisnya terbagi atas 4 jenis yaitu :

1. Monosakarida: karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi molekul-

molekul karbohidrat yang lebih sederhana lagi. Monosakarida dapat dibedakan

berdasarkan banyaknya atom C pada molekulnya, misalnya triosa dengan 3

atom C; tetrosa dengan 4 atom C; pentosa dengan 5 atom C; heksosa dengan 6

atom C dan heptosa sengan 7 atom C. Selain itu dibedakan atas gugus aldehid

atau gugus keton yang dikandungnya menjadi aldosa dan ketosa. Misalnya:

glukosa, fruktosa, ribosa, galaktosa

2. Disakarida: karbohidrat yang terbentuk dari kondensasi 2 molekul

monosakarida. Misalnya: sukrosa (gula tebu), laktosa (gula susu), dan maltosa

(gula pati)

3. Oligosakarida: karbohidrat yang jika dihidrolisis akan terurai menghasilkan 3 –

10 monosakarida, misalnya dekstrin dan maltopentosa.

4. Polisakarida: karbohirdat yang terbentuk dari banyak molekul monosakarida.

Misalnya pati (amilum), selulosa, dan glikogen (Mustahib, 2011).

Page 2: Pembahasan Karbo Dina

Pengamatan yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah pengujian

kualitatif, kemanisan relatif sakarida, dan identifikasi pati secara mikroskopis. Uji

kualitatif dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai jenis karbohidrat. Umumnya

uji-uji ini didasarkan atas perubahan warna. Uji kualitatif selalu dilakukan

sebelum melakukan uji kuantitatif terhadap sakarida yang ada dalam bahan

makanan teertentu. Selain dilakukan uji kualitatif terhadap karbohidrat, pada

praktikum kali ini juga dilakukan pengamatan bentuk granula pati secara

mikroskopis dan gelatinisasi pati. Hal ini dilakukan karena struktur fisik dan

kimia pati dalam granula pati berpengaruh terhadap sifat-sifatnya dalam makanan.

5.1. Pengujian Kualitatif Karbohidrat

Karbohidrat memiliki banyak struktur, bentuk, dan ukuran molekul yang

berbeda dan memiliki sifat fisiokimia yang bervariasi. Maka karbohidrat bukan

hanya sebagai sumber energi, tetapi berfungsi pula sebagai sumber flavor yang

menentukan karakteristik rasa suatu makanan, mempengaruhi tekstur makanan

dan sumber serat pangan yang bermanfaat dalam sistem pencernaan makanan.

Sampel yang digunakan untuk uji kualitatif karbohidrat adalah fruktosa, glukosa,

laktosa, maltosa, dan sukrosa. Berikut merupakan pembahasan hasil pengamatan

uji kualitatif terhadap berbagai sampel.

5.1.1. Uji Benedict

Uji benedict digunakan untuk membedakan gula pereduksi berdasarkan

ion kupri dalam suasana alkalis yang ditambahkan seperti sitrat pada larutan

benedict atau tartrat pada larutan fehling. Hal ini dilakukan untuk mencegah

terjadinya pengendapan CaCO2 dalam larutan Na-karbonat pada larutan benedict,

sedangkan pada larutan fehling untuk mencegah pengendapan Cu(OH)2 atau CuO

dalam larutan NaOH. Bila kadar gula reduksi tinggi, tampak endapan merah CuO

tapi bila kadarnya lebih rendah akan tampak warna biru, hijau, merah atau merah

kekuningan. (Fardiaz, 1992).

Page 3: Pembahasan Karbo Dina

Tabel 5.1.1. Uji Benedict terhadap Berbagai Sampel

Kel

.Larutan

Benedict

WarnaEndapan

+

/-Gambar

Larutan Endapan

1 Glukosa Coklat Merah Ada +

2 FruktosaBiru

keruhMerah Ada +

3 Laktosa Biru Merah Ada +

4 Maltosa Coklat Merah Ada +

5 Sukrosa Biru - Tidak ada -

6 Glukosa Merah Merah Ada +

7 FruktosaHijau

toscaMerah Ada +

8 Laktosa

Hijau

kemeraha

n kuning

Merah Ada +

9 Maltosa Orange Merah Ada +

10 Sukrosa Biru - Tidak ada -

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Hasil pengamatan menunjukkan, pada pengujian menggunakan sampel

sukrosa tidak terdapat endapan merah. Hal ini menunjukkan bahwa sukrosa bukan

merupakan sakarida yang bersifat pereduksi karena tidak memiliki gugus karbonil

Page 4: Pembahasan Karbo Dina

bebas. Gugus karbonil pada glukosa dan fruktosa digunakan untuk berikatan

glikosidik (1,2). Gugus karbonil inilah yang menentukan sifat pereduksi dari suatu

sakarida. Semua sakarida yang lain merupakan sakarida pereduksi karena

menghasilkan endapan merah bata Cu2O.

Gambar 5.1.1. Sukrosa

(Sumber: Winarno, 1991)

Reaksi positif terjadi bila terdapat endapan yang berwarna merah bata.

Warna merah bata timbul karena Cu2+ dari larutan benedict direduksi menjadi Cu+

berupa Cu2O. Fruktosa walaupun merupakan sebuah ketosa tetapi zat ini

memperlihatkan sifat-sifat mereduksi. Hali ini disebabkan oleh banyaknya jumlah

gugus –OH yang terdapat di dalam molekul fruktosa yang mengakibatkan

fruktosa mudah dioksidasikan. Glukosa, laktosa, dan maltosa merupakan gula

pereduksi karena di dalam strukturnya gulu-gula ini mempunyai gugus fungsi

yang bebas. Sukrosa seharusnya tidak menunjukkan hasil yang positif karena

ggula ini tidak mempunyai gugus fungsi yang bebas. Hasil positif sukrosa pada

praktikum mungkin disebabkan sukrosa dalam sampel sudah terhidrolisis menjadi

monomer fruktosa dan glukosa sehingga dapat dioksidasikan. Reaksi yang terjadi

dapat dilihat dibawah ini:

O O

║ ║

C H C OH

│ │

(CHOH)4 + 2CUO (CHOH)4 + CU2O↓

│ │ cermin tembaga

CH2OH CH2OH

Glukosa as. Glukonat

Page 5: Pembahasan Karbo Dina

5.1.2. Uji Barfoed

Tabel 5.1.2. Uji Barfoed terhadap Berbagai Sampel

Kel

.Larutan

Barfoed

WarnaEndapan

+

/-Gambar

Larutan Endapan

1 Glukosa Biru Merah Ada +

2 Fruktosa Biru Merah Ada +

3 Laktosa Biru - Ada +

4 Maltosa Biru Merah Ada +

5 Sukrosa Biru - Tidak ada -

6 Glukosa Biru Merah Ada +

7 Fruktosa Biru Merah Ada +

8 Laktosa Biru - Tidak ada -

9 Maltosa Biru Merah Ada +

10 Sukrosa Biru - Tidak ada -

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Uji barfoed digunakan untuk membedakan adanya monosakarida. Uji

barfoed ini positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah orange.

ereaksi ini terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, dan

digunakan untuk membedakan antara monosakarida dengan disakarida.

Page 6: Pembahasan Karbo Dina

Monosakarida dapat mereduksi lebih cepat daripada disakarida. Jadi Cu2O

terbentuk lebih cepat oleh monosakarida daripada oleh disakarida, dengan

anggapan bahwa konsentrasi mopnosakarida dan disakarida dalam larutan tidak

berbeda banyak. Tauber dan Kleiner membuat modifikasi atas pereaksi ini, yaitu

dengan jalan mengganti asam asetat dengan asam laktat dan ion Cu+ yang

dihasilkan direaksikan dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga menghasilkan

warna biru adanya monosakarida. Disakarida dengan konsentrasi rendah tidak

memberikan hasil positif. Perbedaan antara pereaksi Barfoed dengan pereaksi

Fehling atau Benedict ialah bahwa pereaksi Barfoed digunakan pada suasana

asam (Winarno, 1991).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setelah sampel ditambahkan

dengan larutan barfoed dan dipanaskan selama 10 menit, ternyata ada diantara

sampel yang berubah dan ada yang tidak. Monosakarida dapat kita ketahui dengan

adanya endapan merah bata, namun warna larutan tidak berubah. Sukrosa bukan

merupakan monosakarida, namun hasil pada pengujian positif. Hal ini dapat

dikarenakan sukrosa pada sampel sudah terhidrolisis menjadi monosakarida

penyusunnya. Jadi dapat diketahui bahwa glukosa dan fruktosa merupakan gula

monosakarida. Sedangkan laktosa, maltosa merupakan gula disakarida karena

tidak adanya endapan merah bata.

Dalam asam, polisakarida atau disakarida akan terhidrolisis parsial

menjadi sebagian kecil monomernya. Uji Barfoed didasarkan pada reduksi ion

Cu2+ menjadi Cu+. Pereaksi Barfoed mengandung kupri-asetat dalam suasana asam

asetat. Hal inilah yang menjadi dasar untuk membedakan antara polisakarida,

disakarida, dan monosakarida. Monomer gula dalam hal ini bereaksi dengan

fosfomolibdat membentuk senyawa berwarna biru. Dibanding dengan

monosakarida, polisakarida yang terhidrolisis oleh asam mempunyai kadar

monosakarida yang lebih kecil, sehingga intensitas warna biru yang dihasilkan

lebih kecil dibandingkan dengan larutan monosakarida. (Fardiaz, dkk. 1992).

Berikut merupakan reaksinya.

O O

Page 7: Pembahasan Karbo Dina

║ Cu2+ asetat ║

R—C—H + ─────→ R—C—OH + Cu2O+ CH3COOH

n-glukosa E.merah bata

monosakarida

5.1.3. Uji Seliwanoff

Uji seliwanoff digunakan untuk membedakan sakarida yang mengandung

gugus ketosa dengan disakarida lain. Reaksi ini disebabkan oleh perubahan ketosa

oleh HCl panas membentuk hidroksi metil fruktural, selanjutnya terjadi

kondensasi hidroksi metil-furfural dengan resorcinol membentuk warna merah.

Larutan seliwanoff mengandung serbuk resorsinol dan larutan HCl encer (Qonita,

2010). Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 5.1.3.

Pereaksi dibuat segera sebelum uji dimulai. Pereaksi ini dibuat dengan

mencampurkan 3,5 ml resorsinol 0,5% dengan 12 ml HCL pekat, kemudian

diencerkan menjadi 35 ml dengan air suling. Uji dilakukan dengan menambahkan

1 ml larutan comtoh ke dalam 5 ml pereaksi, kemudian ditempatkan dalam air

mendidih selama 10 menit. (Winarno, 1991)

Tabel 5.1.3. Uji Seliwanoff terhadap Berbagai Sampel

Kel

.Larutan

Seliwanoff

WarnaEndapan +/- Gambar

Larutan Endapan

1 Glukosa Bening - Tidak ada +

2 Fruktosa Merah - Tidak ada +

3 Laktosa Bening - Tidak ada +

4 Maltosa Bening - Tidak ada +

5 Sukrosa Merah - Tidak ada -

Page 8: Pembahasan Karbo Dina

6 GlukosaKuning

transparan- Tidak ada -

7 FruktosaMerah

darah- Tidak ada +

8 Laktosa

Bening,

agak

kekuningan

- Tidak ada -

9 MaltosaOrange

transparan- Tidak ada -

10 Sukrosa Merah bata - Tidak ada +

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua sakarida merupakan sampel

tidak mengandung gugus ketosa. Hal ini tidak sesuai dengan teori, seharusnya

fruktosa merupakan suatu monosakarida yang memiliki gugus ketosa. Hal ini

dapat disebabkan kurang sempurnanya reaksi ataupun proses pemanasan yang

kurang lama. Reaksi yang terjadi :

CH2OH OH

O OH OH

+HCl ║ │ │

H CH2OH ───→ H2C— —C—H + → kompleks

│ berwarna

OH H OH merah jingga

5-hidroksimetil furfural resorsinol

5.2. Kemanisan Relatif Sakarida

Rasa manis ditimbulkan oleh berbagai senyawa organik sperti alkohol,

glokol, gula, derivat-derivat gula dan sebagainya. Dalam makanan gula digunakan

terutama karena rasanya yang manis, karena kemanisan relatif dari berbagai gula

Page 9: Pembahasan Karbo Dina

penting untuk diketahui. Pada praktikum ini dilakukan pengujian kemanisan

relatif pada beberapa jenis gula.

Tabel 5.2.1. Tingkat Kemanisan Relatif

Jenis Gula Skor

Fruktosa 110

Sukrosa 100

Glukosa 85

Maltosa 50

(Sumber: Fardiaz, 1992)

Berdasarkan tabel di atas urutan skor kemanisan relatif dari yang terbesar

ke yang terkecil adalah fruktosa, sukrosa, glukosa dan maltosa. Fruktosa lebih

manis dari sukrosa sehingga lebih sedikit dikonsumsi untuk menghasilkan

kemanisan yang sama dan oleh karena itu menghasilkan lebih sedikit kalori.

Sukrosa adalah gula pasir biasa, terdiri dari β-fruktosa dan α-glukosa yang

dihubungkan oleh ikatan glikosida (dua atom karbon anomer). Gula inversi adalah

campuran D-glukosa dan D-fruktosa yang diperoleh dari hidrolisis asam atau

enzimatik dari sukrosa. Enzime yang mengkatalis hidrolisis sukrosa disebut

invertase, bersifat spesifik untuk ikatan b-D-fruktofuranosida dan terdapat dalam

ragi dan madu. Gula inversi lebih manis dari sukrosa (karena ada fruktosa bebas).

Jenis gula yang memiliki rasa manis yang paling tinggi adalah fruktosa. (DeMan,

1989).

Pada pratikum kali ini, kemanisan relatif sakarida dilakukan pengetesan

dengan cara dicicipi oleh pratikan lalu memberikan penilaian secara kuantitatif.

Sampel yang digunakan adalah gula sukrosa, fruktosa, glukosa, laktosa dan

maltosa. Sukrosa ditentukan sebagai larutan standar dengan nilai 100. dan setelah

itu, pratikan mencicipi larutan yang lain dan memberikan penilaian angka. Dari

hasil itu kita mendapatkan tingkatan kemanisan sakarida yaitu sebagai berikut :

Fruktosa > sukrosa > glukosa > maltosa > laktosa

Berikut merupakan tabel pengamatan kemanisan relatif berbagai sampel.

Tabel 5.2.2. Tabel Kemanisan Relatif

Page 10: Pembahasan Karbo Dina

Kel.Skala Kemanisan

A B C D E

1 100 78 95 87 116

2 116 85 92 72 100

3 115 69 98 75 100

4 116 80 97 70 100

5 114 59 69 46 100

6 100 49 85 75 110

7 114 65 50 80 100

8 112 76 98 99 105

9 100 80 85 70 90

10 110 60 95 80 100

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Derajat kemanisan dari sakarida ditentukan oleh kadar gula yang

dikandung oleh setiap sakarida. Oleh karena itu, fruktosa merupakan sakarida

yang memiliki kandungan gula paling tinggi dan laktosa merupakan sakarida yang

memiliki kadar gula paling rendah.

5.3. Identifikasi Pati Secara Mikroskopis

Pati merupakan polimer dari - D- glukosa.zat pati dihasilkan dalam sel-

sel tanaman pada bagian akar, batang ataupun biji dan disimpan sebagai partikel-

partikel larut air yang dikenal sebagai granula- granula pati. partikel yang tidak

larut dalam air, yang dikenal sebagai granula-granula pati. Granula-granula ini

terkumpul dalam plastida-plastida yang tersebar di dalam sitoplasma (Winarno,

1991).

Zat pati adalah sumber energi utama untuk diet manusia. Selain itu Dalam

industri pangan pati digunakan sebagai bahan baku terutama untuk membuat sirup

atau gula dan untuk membuat berbagai produk olahan seperti hunkue, soun, saos,

pudding, kue, roti, dan lain-lain. Untuk mengidentifikasi pati secara mikroskopis,

praktikum kali ini menggunakan sampel berupa tepung terigu, tepung beras,

tepung beras ketan, tepung singkong, tepung jagung, dan pati kentang. Berikut

Page 11: Pembahasan Karbo Dina

merupakan tabel pengamatan terhadap pengamatan mikroskopis berbagai macam

sampel.

Tabel 5.3.1. Tabel Identifikasi Pati secara Mikroskopis

Kelas Kel. SampelPerlakuan

+ KI 0,01 N Tanpa Iodium

B1

1 Tepung terigu

2 Tepung beras

3Tepung beras

ketan

4Tepung

singkong

5 Tepung jagung

* Pati kentang

B2

1 Tepung terigu

2 Tepung beras

Page 12: Pembahasan Karbo Dina

3Tepung beras

ketan

4Tepung

singkong

5 Tepung jagung

* Pati kentang

Sumber: Dokumen pribadi (2013)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana bentuk granula pati

yang terdapat pada sampel. Pada pengamatan ditambahkan KI atau I2. Fungsi KI

dan I2 adalah sebagai indikator adanya pati jika dilihat di bawah mikroskop serta

agar membantu memperjelas gambar yang ada pada mikroskop. Selain itu,hasil

positif pada KI menunjukkan adanya kandungan amilosa yang terdapat dalam

sampel yang ditandai dengan warna biru. Sedangkan apabila berwarna coklat

kemerahan (hasil negatif), sampel memiliki kandungan amilopektin yang lebih

besar.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bentuk granula pati berbeda-beda.

Ada yang bulat kecil, pipih besar atau memanjang dan lain-lain. Pada umumnya

tiap jenis tanaman memiliki bentuk pati dan kisaran ukuran granula pati yang khas

sehingga identifikasi pati dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop biasa

dan dan cahaya terpolarisasi dan dengan difraksi sinar-X. Menurut Buttrose

(1963), dalam beberapa tumbuhan pembentukan lapisan butir pati dikendalikan

Page 13: Pembahasan Karbo Dina

oleh ritme endogen misalnya dalam pati kentang, dan dikendalikan pula oleh

faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu misalnya dalam pati gandum. Dari

hasil pengamatan diperoleh gambar bahwa pati jagung mengandung butir-butir

kecil berbentuk bulat dan juga bersudut-sudut.

Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan, senyawa rantai lurus (amilosa)

dan komponen yang bercabang (amilopektin). Dalam fraksi rantai lurus satuan

glukosa disambungkan secara khusus dengan beragam dalam bebagai pati dari

beberapa ratus sampai beberapa ribua satuan. (De Man, 1989).

5.4. Gelatinisasi Pati

Tabel 5.4.1. Tabel Gelatinisasi Pati (Sebelum Gelatinisasi)

Kelas % Tapioka Warna Kekeruhan Kekentalan Gambar

B1

2,5% Putih +++ Keruh +++

Kental +

5% Putih +++ Keruh +++

Kental +

7,5% Putih +++ Keruh +++

Kental +

10% Putih +++ Keruh +++ Kental +

12,5% Putih +++ Keruh +++ Kental +

B2

2,5% Putih +++ Keruh +++

Kental +

5% Putih susu Keruh ++++ Cair

7,5% Putih susu Keruh ++++ Kental +

10% Putih susu Keruh ++++

+

Kental ++

Page 14: Pembahasan Karbo Dina

12,5% Putih susu Tidak keruh

Tidak

kental

(Cair)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Tabel 5.4.2. Tabel Gelatinisasi Pati (Saat Gelatinisasi)

Kelas %

Tapioka

Warna Kekeruhan Kekentalan Gambar

B1

2,5% Putih + Keruh +

Kental ++

5% Putih ++ Keruh ++

Kenta

l ++

7,5% Putih + Keruh +

Kental ++

10% Putih + Keruh + Kental ++

12,5% Putih + Keruh + Kental +++

B2

2,5% Putih + Keruh +

Kental ++

5% Bening Keruh + Kental ++

7,5%Putih

susu

Keruh +++

+

Kental +

10%Jernih

keabuanKeruh ++

Kental ++

12,5%Putih

beningKeruh +

Kental +++

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Page 15: Pembahasan Karbo Dina

Tabel 5.4.3. Tabel Gelatinisasi Pati (Setelah Gelatinisasi)

Kelas % Tapioka Warna Kekeruhan Kekentalan Gambar

B1

2,5% Putih ++ Keruh ++ Kental +++

5% Putih + Keruh + Kental +++

7,5% Putih ++ Keruh ++ Kental +++

10% Putih ++ Keruh ++ Kental +++

12,5% Putih ++ Keruh ++ Kental ++

B2

2,5% Putih ++ Keruh ++ Kental +++

5% Bening Keruh + Kental +

7,5%Putih

beningKeruh ++ Kental +++

10%Putih

kekuninganKeruh +++

Kental +++

+

12,5% Putih keruh Keruh +++Kental +++

++

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Suatu pati mentah jika dimasukkan dalam air dingin, granula patinya akan

menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan

pembengkakan yang terjadi pun terbatas. Granula pati dapat dibuat membengkak

luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Proses

inilah yang disebut sebagai gelatinasi. Gelatinisasi berbeda dengan gelatinasi.

Gelatinisasi merupakan suhu pada saat granula pati pecah. Gelatinisasi biasanya

tercapai dengan pemanasan suhu tinggi, sekitar 65-70°C.

Page 16: Pembahasan Karbo Dina

Praktikum yang dilakukan kali ini yaitu pengujian gelatinisasi pati

terhadap berbagai jenis tepung. Pati tidak larut dalam air dingin karena granula

pati lebih kompak pada bagian permukaannya. Bila suatu suspensi pati dipanaskan

maka air mendifusi masuk ke dalam granula sehingga terjadi pembengkakan

granula. Hal ini umumnya mulai terjadi pada suhu 60ºC dan pada 85ºC sol

tersebut sudah sangat mengental karena granula pati membengkak lima kali lipat.

Proses ini dinamakan gelatinisasi. (deMan, 1989).

Berdasarkan hasil pengamatan, pati yang lebih cepat mengental adalah pati

5% dibandingkan yang 10%, 15% dan 20% Hal ini menunjukkan bahwa suhu

gelatinisasi tergantung juga pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, makin

lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-

kadang turun.

Menurut literatur pada suhu 600 - 800 C sol mulai sangat mengental karena

granula pati membengkak 5 x lipat. Bila sol tersebut makin dipanaskan maka

sebagian dari granula pati pecah dan pati yang keluar dengan air membentuk suatu

gel yang sudang didinginkan akan menjendal.

Beberapa perubahan yang bisa diamati ketika pati dipanaskan mula-mula

suspensi pati yang putih seperti warna putih susu tiba-tiba mulai menjadi jernih

pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusi

larutan pati tersebut biasanya diikuti pembengkakan granula. Bila energi kinetik

molekul-molekul air lebih kuat daripada daya tarik-menarik antar molekul pati

didalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal inilah yang

menyebabkan bengkaknya granula tersebut. Pemanasan lebih lanjut di atas suhu

penggelatinan mengakibatkan penggembungan butiran lebih lanjut dan campuran

menjadi kental dan bening. Dan setelah didinginkan warnanya semakin bening

dan semakin mengental yang lama-lama akan menjendal. (deMan, 1989).

Hasil pengamatan diatas menunjukkan bahwa setiap sampel tepung

memiliki bentuk granula yang berbeda-beda. Tingkat kekentalan setiap sampel

pada umumnya semakin kental pada saat mengalami gelatinisasi dan sesudah

gelatinisasi (saat suhu telah kembali dingin). Tingkat kekeruhan sampel pun pada

umumnya makin jernih pada saat mengalami gelatinisasi dan setelah mengalami

Page 17: Pembahasan Karbo Dina

gelatinisasi (saat suhu dingin). Pada saat suspensi mulai jernih, maka suhu

tersebut merupakan suhu optimum gelatinisasi dari sampel-sampel tersebut.

Page 18: Pembahasan Karbo Dina

VI. KESIMPULAN

1. Berbagai jenis pengujian dilakukan untuk menentukan karakteristik

karbohidrat.

2. Uji Benedict dilakukan untuk mengetahui jenis gula pereduksi pada sakarida,

semua sampel gula menunjukkan hasil positif pada uji ini.

3. Uji Barfoed dilakukan untuk membedakan monosakarida dalam sistem yang

mengandung disakarida, gula yang menunjukkan hasil positif adalah fruktosa,

glukosa, dan sukrosa.

4. Uji Seliwanoff dilakukan untuk membedakan ketosa dari jenis sakarida

lainnya, semua sampel gula menunjukkan hasil negatif pada uji ini.

5. Fruktosa merupakan jenis gula yang paling manis jika dibandingkan dengan

sukrosa, laktosa, maltosa dan glukosa.

6. Tingkat kemanisan sampel : Fruktosa > sukrosa > glukosa > maltosa > laktosa

7. Warna biru pada granula pati yang telah diberi iodin disebabkan oleh struktur

molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin dan

terbentuklah warna biru

8. Bentuk granula pati berbeda-beda. Ada yang bulat kecil, pipih besar atau

memanjang dan lain-lain.

Page 19: Pembahasan Karbo Dina

DAFTAR PUSTAKA

De Man, 1989. Kimia Makanan. Penerbit ITB, Bandung.

Fardiaz, dkk. 1992. Petunjuk Alboratorium. Teknik Analisis Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor

Winarno. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Top Related