Download - Pemba Has An
I. PEMBAHASAN
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan
baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan
respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup. Dermatitis
kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras
dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara
tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan
kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.1
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang
jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien
dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang
berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan
dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis.
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian
dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen
inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat
(AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah
menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi
vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah
transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat
untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan
PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler. DAG dan second
messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1
(IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1
mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang
menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga
mengakibatkan molekul permukaan HLA- DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada
1 Sularsito SA. Loc.cit.
kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi
yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi
molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.2
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan,
yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema,
edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling
rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi
sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor
kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai
andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Diagnosis DKI dapat ditegakkan melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik (bentuk lesi, pola perkembangan penyakit, dan lokasinya). Diagnosis banding
yang paling penting adalah DKA. Namun jika lesi berada di telapak tangan atau kaki,
bisa dipertimbangkan kemungkinan diagnosis banding psoriasis palmoplantar.
Sedangkan apabila lesi berada di bagian bagian yang terbuka, dapat dipertimbangkan
kemungkinan diagnosis banding dermatitis kontak fotoalergik.3
Dalam kasus ini, dijumpai gejala berupa gatal-gatal ringan yang semakin lama
semakin memberat. Awalnya timbul bercak kemerahan pada daerah yang gatal,
namun lama-kelamaan timbul bercak putih yang berair ketika digaruk rasa gatal
semakin berat. Pasien tidak memiliki riwayat atopi, begitu juga dengan anggota
keluarga pasien. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,
diagnosis kerja yang dapat diambil adalah DKI kronis. Pada gejala dan lesi, DKI
kronis dan DKA sulit dibedakan. Keduanya sama-sama memiliki ciri gejala yang
sama, yaitu gatal yang disertai dengan nyeri. Pada lesi ditemukan papul, plak, dan
krusta. Namun pada penyebarannya, lesi DKI kronis akan terbatas pada daerah yang
terpapar, sedangkan lesi DKA akan menyebar ke bagian tubuh yang lain. Hal ini
disebabkan DKA merupakan penyakit yang bersifat sistemik. Selain itu, terdapat
perbedaan pada faktor yang meyebabkan terjadinya dermatitis. Pada DKI kronis,
2 Ibid3 Wolff. Loc.cit.
dermatitis disebabkan oleh zat-zat iritan yang konsentrasinya melebihi ambang batas
konsentrasi dan dapat terjadi pada siapapun, sedangkan pada DKA, dermatitis
disebabkan paparan terhadap zat yang sebelumnya sudah mengakibatkan sensitisasi
dan hanya dapat terjadi pada individu yang sudah tersensitisasi. Diagnosis DKI dapat
ditentukan dengan melakukan patch test kepada pasien. Patch test dilakukan untuk
menegakkan diagnosis DKA. Pada DKI, akan didapatkan hasil patch test negatif,
kecuali DKI disertai dengan DKA.4
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan baik yang bersifat mekanik, fisis, maupun kimiawi, serta menyigkirkan faktor
yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi
komplikasi, makan DKI tersebt akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan
topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.5
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan glukokortikoid
topikal, seperti betamethasone dipropionate atau clobetasol propionate dan pelembab.
Pada DKI akut yang terpapar bahan iritan kuat, kemungkinan diperlukan pemberian
glukokortikoid sistemik. Obat yang dapat diberikan adalah prednisone dengan dosis
awal 60mg/hari yang kemudian dikurangi 10mg secara bertahap selama dua minggu.6
Untuk mengatasi keluhan gatal pasien, dapat diberikan antihistamin, seperti CTM atau
Cetirizine.
Pada kasus ini, pengobatan diberikan berupa terapi farmakologis topikal dan
eradikasi lingkungan. Pengobatan secara farmakologis, diberikan pengobatan berupa
clobetasol topikal yang dipakai dua kali sehari dan CTM yang dikonsumsi tiga kali
sehari. Pengobatan eradikasi lingkungan dilakukan dengan cara edukasi seperti
memakai sepatu boots ketika hendak kontak dengan deterjen atau air bekas cucian dan
mengganti pemakaian sendal jepit mejadi sendal selop yang tidak terlalu
mengakibatkan gesekan terhadap kulit.
Prognosis pada pasien DKI non atopi secara umum baik dengan
penatalaksanaan yang tepat. Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan dengan
sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi pada DKI
kronis yang penyebabnya multifaktor.
4 Ibid.5 Sularsito. Loc.cit.6 Wolff. Loc.cit.