Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
PEMANFAATAN CITRA SATELIT “SPOT” UNTUK MELIHAT KONDISI LINGKUNGAN
URBAN
DR. Riadika MastraBakosurtanal, Jl. Raya Jakarta-Bogor km 46 Cibinong
http:www.bakosurtanal.go ide-mail: [email protected]
I. PENDAHULUAN
Seperti kita ketahui kualitas lingkungan urban merupakan salah satu
perhatian kita semua mengingat manusia meletakkan sebagian besar aktivitasnya
di daerah ini. Di daerah urban disamping sangat kental pengaruh dan tingkah laku
serta kegiatan manusia dalam mempengaruhi kualitas lingkungan urban, dimana
manusia sendiri di-identifikasikan sebagai “urban agent”. Seiring dengan
kemajuan di berbagai bidang, urbanisasi yang tidak terkontrol tidak dapat
dipungkiri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan lingkungan
urban itu sendiri.
Kita percaya bahwa manusia sendiri dengan tanpa sadar merupakan
penyebab utama penurunan kualitas lingkungannya dan sekaligus juga
merupakan penyumbang utama polusi untuk lingkungannya.
Dengan diperkenalkannya teknologi inderaja, harapan untuk memonitor
dan secara bersamaan sebagai penyumbang data/informasi awal bagi perencana
dan para pengambil keputusan agar secara benar menata, menjaga serta
memperbaiki lingkungannya, terutama sekali kualitas lingkungan urbannya.
Konsep dari lingkungan yang umum adalah salah satu aspek utama dari
integrasi sistem biologi secara global, kondisi ekologi dari habitat manusia, dalam
hal ini termasuk aspek lingkungan sosial dan aspek lingkungan kebudayaan.
1
Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Jika dilihat dari sudut urban maka lingkungan urban adalah lanskap
perkotaan yang merupakan interaksi antara manusia (populasi), daerah hijau,
serta struktur buatan manusianya (bangunan, jalan dsb.). Mengingat banyaknya
jenis ‘manusia’ daerah hijau serta struktur buatan manusianya, maka kombinasi
antara ketiga komponen tersebut dapat bervariasi sesuai dengan interaksi yang
terjadi dari ketiga komponen tersebut. Sehingga lanskap perkotaan dapat
dikatakan sebagai hubungan tiga dimensi antara ‘manusia’, daerah hijau dan
struktur buatan manusianya.
Didalam pembahasan makalah ini, pengolahan citra satelit inderaja yang
dipergunakan, diupayakan untuk dapat meng-ekstraksi informasi mengenai
komposisi liputan lahan daerah perkotaan sehingga dapat dilihat berapa banyak
liputan daerah ynag pembangunannya teratur, pembangunannya kurang teratur
(semrawut) maupun berapa banyak liputan daerah hijau yang ada. Dan untuk itu
contoh yang diambil adalah daerah Jakarta dengan radius 10 km dari titik Monas
dengan mempergunakan citra satelit inderaja (penginderaan jarak jauh) buatan
Perancis: SPOT dengan resolusi pixel 20 x 20 meter dengan 3 band (mode multi
spektral)
2. PENGOLAHAN CITRA
Material yang dipergunakan adalah citra satelit daerah Jakarta yang direkam oleh
SPOT dengan tiga band yang mencakup liputan spektral :
Band 1: 0.50 ~ 0.59 micro-meter
Band 2: 0.61 ~ 0.68 micro-meter
Band 3: 0.79 ~ 0.89 micro-meter
2
Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Gambar 1. Citra SPOT daerah Jakarta, Tangerang dan Pulau Seribu
Citra satelit yang diperoleh adalah citra dalam bentuk digital dan sebelum
dipergunakan maka citra harus diproses untuk mendapatkan tampilan serta
kualitas citra yang baik agar sewaktu melaksanakan interpretasi maupun aplikasi
“NVI” (Normalized Vegetation Index) diperoleh hasil yang memuaskan dan
mempunyai kesalahan yang paling sedikit.
Proses yang dilaksanakan adalah apa yang disebut koreksi radiometrik dan
koreksi geometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan pengaruh
haze, kekaburan citra, kekurangjelasan daya pisah unsur (untuk dapat
membedakan unsur satu dengan yang lain), jadi untuk membuat agar citra terlihat
“lebih tajam dan jelas detailnya”. Sedang koreksi geometrik bertujuan untuk
menyesuaikan skala citra (dimensi luas) dan orientasi peta (arah utara).
Dengan demikian luasan yang diperoleh dalam analisa statistik akan
sebanding dengan dimensi di lapangan sesuai dengan skala citra yang diinginkan.
Dengan telah di “koreksi” nya citra tersebut maka selanjutnya telah didapat
suatu citra yang siap untuk diolah untuk mendapatkan “liputan lahan” agar dapat
3
Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
dibedakan antara tiga kelompok unsur liputan lahan yaitu: kelompok hijau
(tumbuhan), air dan unsur buatan manusia.
Untuk ekstraksi ketiga kelompok unsur tersebut, banyak metoda yang
dapat dipergunakan seperti : maksimum likelihood, clustering dan banyak lagi, tapi
pada makalah ini dipilih metoda ekstraksi liputan lahan dengan menerapkan
metoda “NVI” (Normalized Vegetation Index) yaitu melihat jumlah cakupan
biomassa dari seluruh liputan citra yang diproses. Hal ini dipilih mengingat
hubungannya dengan “hijau” yang sangat erat dengan lingkungan, yaitu
kandungan “hijau” menyatakan masih “bersih”nya kondisi liputan lahan pada
daerah urban tersebut.
3. PENGGUNAAN LAHAN DAN LIPUTAN LAHAN
Jakarta dengan pertumbuhan pembangunan yang sangat pesat sejak 20
tahun terakhir (kecuali pada “krismon”), berpengaruh juga pada pembangunan
yang kurang terkontrol, dimana hanya sebagian saja dari daerah perkotaan yang
tertata dan terencana dengan baik tapi pada beberapa bagian kota masih banyak
yang semrawut sehingga menghasilkan daerah kumuh, maupun daerah yang
sangat padat konsentrasi rumah-rumah yang ada.
Untuk mengetahui bagaimana kenampakan dari beberapa unsur liputan
lahan tersebut dibawah ini disertakan sampel dari contoh-contoh penggunaan
lahan serta liputan lahan yang diambil dari cuplikan citra SPOT tersebut.
Daerah dengan perumahan yang teratur akan terlihat sebagai keteraturan
komposisi antara rumah-rumah, jaringan jalan serta tanaman pelindung (tanaman
di pinggir jalan) (Gambar 3). Daerah dimana kondisi lingkungan yang kurang baik
akan terlihat sebagai konsentrasi bangunan tanpa adanya maupun sangat
sedikitnya pohon-pohon pelindung (Gambar 3). Daerah pabrik dan pergudangan
sangat jelas terlihat dimana struktur bangunan individu yang besar terlihat
berkelompok pada daerah tertentu (Gambar 3).
4
Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Gambar 3. Daerah teratur, daerah padat/kumuh dan pabrik
Daerah ‘kampung’ ditandai dengan adanya beberapa rumah yang dikelilingi
oleh tetumbuhan (Gambar 4). Daerah rawa dan tambak terlihat dengan adanya
unsur air yang jelas pada citra yaitu agak gelap kenampakannya (Gambar 4).
Daerah yang diperuntukkan sebagai lapangan golf terlihat jelas karena lapangan
golf mempunyai bentuk yang sangat spesifik (Gambar 4), demikian juga daerah
reklamasi yang ditandai dengan adanya struktur ‘pagar’ untuk pembatas daerah
yang akan direklamasi. (Gambar 5).
Gambar 4. Kampung, rawa dan lapangan golf
Gambar 5. Sawah dan daerah reklamasi
4. “NVI” (Normalized Vegetation Index)
5
Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Studi mengenai lingkungan urban, tidak dapat dipungkiri mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan kondisi liputan lahan serta penggunaan lahan
daerah urban tersebut. Juga tidak dapat disangkal bahwa pemetaan atas liputan
lahan dan penggunaan lahan adalah sangat erat hubungannya dengan studi
perihal vegetasi, tanaman, tanah dan biosfer.
Dalam hal studi ini penekanan atas kandungan “hijau” didapat dengan
menganalisa citra SPOT dengan metoda NVI. Sebagai sesuatu yang esensial
“hijau” merupakan unsur penting dalam lingkungan urban karena dengan adanya
“hijau” tersebut kondisi kota dapat dikatakan lebih “sehat” untuk tempat tinggal.
Dengan adanya citra satelit SPOT, studi atas lingkungan urban dapat
dilaksanakan dengan cakupan areal yang cukup luas hanya dengan satu rekaman
citra (60 x 60 km), data SPOT tersebut dipergunakan untuk “melihat” nilai
kandungan hijau yang dihubungkan dengan kondisi lingkungan urban.
Untuk mendapatkan cakupan hijau tersebut dipergunakan formula NVI
yang mana merupakan rasio dari “channel visible”, dan “channel near infrared”.
Channel dengan spektrum: 0.61 ~ 0.68 micro-meter merupakan band yang
menyerap khloropil dari radiasi sinar matahari yang datang, sedang channel
dengan spektrum: 0.79 ~ 0.89 micro-meter dimana struktur daun dengan ‘spongy
mesophyll’ menyebabkan pantulan yang kuat dari radiasi sinar matahari yang
datang. Kedua channel dengan sifat yang sangat kontras tersebut dimanfaatkan
dengan memasukkan dalam formula rasio yang dibuat agar mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan parameter vegetasi seperti aktivitas biomassa dan ini
dipergunakan untuk ‘memisahkan’ areal dengan liputan hijau.
Dengan mengetahui sifat tersebut maka formula NVI yang dipergunakan
adalah rasio antara channel near infrared dikurangi dengan channel visible dibagi
dengan channel near infrared ditambah dengan channel visible, hasil dari
pembagian tersebut akan memperoleh cakupan nilai antara –1 sampai +1, dimana
cakupan hijau bergerak dari tanpa ada aktivitas biomassa (-1) sampai maksimum
aktivitas biomassa (+1) jadi antara gurun sampai dengan “evergreen”.
6
Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
5. STATISTIK DARI HASIL INTERPRETASI CITRA
Dengan mengambil sampel sebagian area Jakarta yang mencakup radius
10 km dari Monas, maka perhitungan klasifikasi untuk dua macam cakupan yaitu
yang benar-benar hijau dan yang benar-benar padat dengan bangunan (kumuh?)
memberikan gambaran bahwa dengan penerapan NVI dapat diperoleh informasi
tersebut. Untuk menentukan mana daerah yang benar-benar hijau dan kumuh,
maka diadakan sampling citra yang telah dikenal dengan baik lokasi kedua
komponen tersebut (seperti contoh sampel Gambar 3, 4 dan 5) maka didapat
cakupan nilai NVI antara + 0.40 ~ + 0,66 untuk daerah liputan hijau dan untuk nilai
NVI antara – 0.08 ~ - 0,03 merupakan daerah kumuh.
Hasil klasifikasi NVI antara daerah hijau, non hijau dan air adalah : daerah
hijau (dari hutan kota sampai rumput) cakupan sebanyak 40,15%, daerah non
hijau (bangunan, jalan, tanah kosong) cakupan sebanyak 58,05% dan yang
terakhir yaitu air (danau, sungai, waduk dsb) cakupan sebanyak 1,8%. Hasil ini
mencakup areal seluas 294.692.400 meter persegi sebagian daerah Jakarta (lihat
Gambar 6).
Untuk melihat lebih rinci dari hasil klasifikasi daerah hijau lebat (hutan kota,
pohon pelindung dan daerah pepohonan yang daunnya cukup lebat), serta daerah
kumuh/ daerah dengan kepadatan bangunan yang sangat tinggi, hasil perhitungan
jumlah cakupan kedua daerah tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
daerah hijau lebat: 3,5% dengan nilai NVI antara + 0.40 ~ + 0,66
daerah kumuh : 13,2% dengan nilai NVI antara – 0.08 ~ - 0,03
Gambar 6. Luas daerah dengan radius 10 km yang berpusat di Monas dan yang hanya mencakup area yang berwarna putih saja adalah seluas = 294.692.400 meter persegi
7
Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Dengan mengkategorikan nilai NVI yang didapat, maka kelompok nilai NVI
dilabelkan seperti tabel di bawah, dimana kategorinya didasarkan pada hasil
aplikasi sampling dari unsur-unsur yang dikenal di citra tersebut dikorelasikan
dengan keadaan lapangan (seperti Gambar 3,4 dan5).
Tabel 1. Kelompok nilai NVI berdasarkan hasil sampling
No. Grup Kategori Nilai NVI1. AIR Danau/ waduk
Sungai/ daerah basah- 0,29- 0,25
2. BUKAN HIJAU Jalan/ daerah perkerasanBabrikPemukiman kumuhPemukiman padatPemukiman teraturDaerah transisi hijau
- 0,21- 0,11- 0,08- 0,03+ 0,02+ 0,07
3. HIJAU RumputHijau 1Hijau 2Hijau 3Hijau 4Hijau 5Hutan kota
+ 0.11+ 0,17+ 0,24+ 0,33+ 0,40+ 0,49+ 0,66
Dari hasil kategori NVI tersebut maka citra yang diperoleh adalah seperti Gambar
7 di bawah ini:
8
Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Gambar 7. Hasil final klasifikasi NVI untuk sebagian daerah Jakarta
6. KESIMPULAN
Dari hasil pengolahan dan pembahasan penggunaan citra satelit SPOT tersebut
didapat beberapa rangkuman :
Secara umum citra SPOT dengan resolusi 20 x 20 mtr/ pixel dapat
memberikan gabaran umum mengenai daya pisah kelompok unsur yaitu
kelompok air, kelompok tumbuhan dan kelompok buatan manusia, tetapi
dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat dewasa ini, resolusi
satelit terus meningkat ke arah resolusi 1 x 1 mtr. Jadi tinggal dipilih
antara kepentingan dengan biaya untuk mendapatkan data citra tersebut.
Untuk meningkatkan daya pisah unsur pada citra dapat diterapkan fusi
citra antara resolusi rendah dengan resolusi tinggi, sehingga dari beban
ekonomi dan tujuan semuanya memuaskan.
Banyak cara yang dapat diperoleh dalam melaksanakan klasifikasi
liputan lahan, tapi NVI yang dipilih berdasarkan hubungan yang erat
antara jumlah ‘hijau’ dengan kualitas lingkungan di daerah urban.
Secara spasial citra dapat memberikan cakupan dan konfigurasi secara
terintegrasi antara komponen-komponen pembentuk kota dan dengan
memisahkan unsur-unsur tersebut dapat dilihat secara awal areal liputan,
kondisi liputan serta keterkaitan antara unsur-unsur liputan yang ada.
Dengan demikian citra inderaja dengan resolusi tinggi dapat digunakan
sebagai alat untuk membantu didalam pelaksanaan dan pemantauan
pengembangan daerah urban dan pembagunan perumahan.
7. REFERENCES.
Applied Remote Sensing, C.P.Lo, 40 - 69, p.118 – 278.
Digital Image Processing, Rafael C. Gonzalez, Pelil Wintz, p.171 -177.
Geocarto International, Feb, 1987, Land Cover Classification Using SPOT Data, Ryutaro Tateishi and Youji Mukouyama. p.17 - 29.
International Journal of Remote Sensing, Vol. 7, No.9, Sept. 1986. Global Vegetation Dynamics: Satellite Observations Over Asia. J.-P. Malingreu.
9
Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota & Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
International Journal Remote Sensing, 1987, Vol 8, No. 8, p.1189 - 1207, Characterization and classification of South American Land Cover Types Using Satellite Data. J.R.G. Townshend, C.0.Justice and V.Kalb.
International Journal of Remote Sensing, 1987, Vol 9, No. 9, p.1301 - 1306, Vegetation Spatial Variability and Its Effect on Vegetation Indices, J.P. Ormsby, B.J. Choudhury and M. Owe.
JAKARTA 2005, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1987.
Manual of Remote Sensing, Image Geometry and Rectification, Ralp Bernstein, 873 - 892, p.1749 - 1756.
Remote Sensing, Shunji Murai, p.1- 38.
Remote Sensing Digital Image Analysis, An Introduction, Jhon A Richards, 1986.
Remote Sensing of Environment, Joseph Lintz, Jr. and David S. Simonett, p.336 - 337, p.442 - 591.
Remote Sensing, Techniques for Environmental Analysis. Jhon E. Estes and Leslie W. Senger. S. Morain, Interpretation and Mapping of Natural Vegetation. N. Nunnally, Interpreting Land Use from Remote Sensor Imagery. Horton, Remote Sensing Techniques and Urban Data Acquisition. H. Aschmann and I Boieden, Remote Sensing Of Environmental Quality:
Problems and Potential
Satellite Remote Sensing for Resources Development. Karl-Heinz Szekielda, SPOT: The First Operational Remote Sensing Satellite, Gerard Brachet, p.59 - 80.
SPOT Simulation Applications Handbook, Proceedings of the 1984 SPOT Symposium, p.3 -18, 114 -122, 131 ~139, 158 - 165, 172 - 177, 190 - 199.
Telespazin, Image Data Preprocessing, 11-13.
The Computer Image : Aplication of Computer Graphics, Donald Greenberg, Aaron Marcus, Allan H. Schmidt and Vernon Gorter, 77 -90.
10