-
i
PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS PADA KITAB UQUDUL
LUJAYN DI PONDOK PESANTREN AN-NUR KLEGO
CANDIREJO TUNTANG KABUPATEN SEMARANG
Disusun Oleh:
AKHMAD KHOZIN
12010150031
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
untuk gelar Magister Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
-
ii
PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS PADA KITAB UQUDUL
LUJAYN DI PONDOK PESANTREN AN-NUR KLEGO
CANDIREJO TUNTANG KABUPATEN SEMARANG
Oleh
AKHMAD KHOZIN
12010150031
Tesis ini diajukan kepada Program Pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri Salatiga
Sebagai pelengkap persyaratan untuk
gelar Magister Pendidikan
Salatiga, 23 September 2017
Pembimbing Tesis
Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA.
-
iii
-
iv
-
v
ABSTRAK
“Rekonstruksi & Implementasi Pemahaman Hadis Misoginis pada Kitab Uqudul
Lujayn di Pondok Pesantren an-Nur Klego Candirejo Tuntang Kabupaten
Semarang.” Tesis Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Program
Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2017, pembimbing Dr. Phil.
Asfa Widiyanto, MA.
Penelitian ini dilatar belakangi atas problematika di masyarakat yang
berkaitan dengan hak-hak dan peran perempuan yang terabaikan, karena indikasi
Hadis yang ditafsirkan secara misoginis oleh para mufasir klasik, dari satu sisi
menjunjung tinggi martabat perempuan, tapi disisi lain mengebiri hak perempuan
dengan cara membatasi peran perempuan dalam kehidupan berumah tangga dan
menutup langkah-langkah mereka untuk memberikan kontribusi di lingkungan
mereka.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui sejauh mana
pemahaman santri terhadap Hadis-hadis yang dikaji dalam kitab uqudul lujayn,
selain itu peneliti juga (2) menggali terhadap pemahaman yang dibangun dalam
kajian kitab uqudul lujayn yang berkaitan dengan Hadis yang ditafsirkan secara
misoginis (3) sehingga terimplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang
digunakan dalam menggali hasil penelitian yang ada adalah dengan metode
kualitatif, dengan menyajikan data lewat verbal dan dituangkan dalam deskripsi,
bukan dalam bentuk angka.
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pengadaan kajian kitab uqudul
lujayn, menunjukkan bahwa (1) santri yang mengkaji kitab uqudul lujayn awalnya
belum memahami akan adanya Hadis misogini dan hanya memahami sesui kitab
dan keterangan guru, setelah dilakukan kajian secara mendalam, santri-santri
mencoba untuk memahami ulang dengan cara menggabungkan (2) metode
penafsiran klasik dan hermeneutik, sehingga bisa dipahami bahwa tidak ada Hadis
misogini, adanya Hadis yang ditafsirkan secara misogini, dan (3) pemahaman
tersebut terimplikasikan pada kegiatan-kegiatan santriwati an-Nur dalam
kehidupan sehari-hari.
-
vi
ABSTRACT
“Rekonstruksi & Implementasi Pemahaman Hadis Misoginis Pada Kitab Uqudul
Lujayn di Pondok Pesantren an-Nur Klego Candirejo Tuntang Kabupaten
Semarang.” Thesis of Islamic education study program (PAI), graduate program,
State Islamic Institute of Salatiga 2017, mentor Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA.
This research is based on the problems in society related to the rights and
roles of women who are neglected, because the indications of Hadith are
misogynically interpreted by classical commentators, on the one side uphold the
dignity of women, but on the other side castrate women's rights by limiting the
role women in married life and close their steps to contribute to their environment.
The aims of this research are: (1) to know the extent to which the
santri(student) understanding of the Hadiths studied in the book of lujayn uqudul,
besides the researcher also (2) to explore the comprehension which mgis built in
the study of the book of lujayn uqudul related to the Hadith interpreted in a
misogynist (3). to be implicated in daily life.The method used in exploring the
results of existing research is by qualitative method, with presenting data through
verbal and poured in the description, not in the form of numbers.
Based on the results of research and the procurement of the study of the
book uqudul lujayn, shows that (1) students who study the book uqudul lujayn
initially have not understood the existence of Misogany Hadith and only
understand sesui book and teacher's statement, after the study in depth, santri-
santri try to understand (2) the classical and hermeneutic method of interpretation,
so that it can be understood that there is no misogynist Hadith, the Hadith is
misogyn , and (3) the understanding implies the activities of santriwati an-Nur in
daily life.
-
vii
MOTTO
Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin tidaklah pernah membedakan status
sosial atau pun yang lainnya (kecuali tingkat keimanan seorang hamba
kepadaNya. Dalam kehidupan tidak ada manusia yang sempurna, maka dari itu
kita harus saling mengisi kekurangan untuk menyongsong kesempurnaan bersama
dalam hidup saling berdampingan tanpa harus membeda-bedakan peran atau pun
kewajiban.
-
viii
PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, serta pertolongannya sehingga tesis ini dapat
terselesaikan. Salawat serta salam tak lupa penulis sampaikan untuk baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah memberikan tauladan yang baik kepada umatnya,
sehingga memberikan motivasi tersendiri bagi penulis dalam menuntut ilmu
pengetahuan dan menyelesaikan tesis ini.
Tesis yang berjudul “rekonstruksi & implementasi pemahaman hadis
misoginis pada kitab uqudul lujayn di pondok pesantren an-nur klego candirejo
tuntang kabupaten semarang” ini disusun guna memberikan kontribusi di bidang
keilmuan. Dalam penyusunannya, penelitian ini tidak dapat terselesaikan dengan
mudah tanpa adanya dukungan, arahan, bantuan, bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati penulis ingin
berterima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. Selaku Direktur Pascasarjana
IAIN Salatiga dengan segala kebijaksanaannya memudahkan dalam
terselesaikannya tesis ini.
3. Bapak Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA. Selaku dosen pembimbing tesis, yang
senantiasa memberikan bimbingan, arahan, petunjuk-petunjuk penyusunan
tesis, dan memberikan tambahan wawasan mengenai toleransi, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
4. Guru Besar dan Dosen beserta Staff Pascasarjana IAIN Salatiga.
5. Bapak Kyai Ahmad Munabah selaku pengasuh pondok pesantren an-Nur.
6. Teman-teman santri an-Nur yang telah berkontribusi dalam memberikan
materi-materi diskusi untuk melengkapi data penelitian saya.
7. Kedua orang tua saya yang tidak henti-henti dalam memberikan nasihat dan
do‟anya kepada saya.
-
ix
8. Fadhilah tufaidah, adik saya, fatimah al-Zahra, Farida, dan Khuzaimah, yang
selalu memberikan angin segar dikala saya merasakan suntuk menyelesaikan
tugas akhir.
9. M. Mustholiq Alwi yang ganteng dan keren yang selalu menemani dalam
membuat tugas akhir.
Salatiga, 23 September 2017
Akhmad Khozin, S.Pd.I
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................... v
MOTTO ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................... 4
C. Signifikansi Penelitian ..................................................... 4
D. Kajian Pustaka ................................................................. 5
1 Penelitian terdahulu ................................................... 5
2 Kerangka Teori .......................................................... 8
E. Metode Penelitian ............................................................ 10
F. Sistematika Penulisan ...................................................... 12
BAB II PROFIL PONDOK PESANTREN AN-NUR
A. Profil Pondok Pesantren an-Nur ...................................... 13
B. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren An-Nur ......... 15
C. Peta Pemahaman Santri Tentang Hadis Misogini ........... 16
BAB III PEMAHAMAN AWAL DAN METODE
REKONSTRUKSI PEMAHAMAN HADIS MISOGINI
DALAM KITAB UQUDUL LUJAYN DI PONDOK
PESANTREN AN-NUR
A. Pemahaman Hadis ........................................................... 18
B. Pembelajaran Kehidupan Berumah Tangga dalam Kitab 20
-
xi
Uqudul Lujayn........................................................
C. Hadis-Hadis Misogini yang Terdapat dalam Kitab Uqudul Lujayn..................................................................
22
D. Telaah Matan dan Sanad Hadis, Serta Rekonstruksi Pemahaman Hadis Yang Ditafsirkan Secara Misogini....
24
E. Analisis Rekonstruksi Pemahaman Hadis Misogini ....... 30
BAB IV IMPLIKASI PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS
DALAM KITAB UQUDUL LUJAYN DI PONDOK
PESANTREN AN-NUR TERHADAP KESETARAAN
GENDER
A. Implikasi dalam Kehidupan Rumah Tangga................... 33
B. Implikasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar .................. 35
C. Implikasi dalam Bidang Perekonomian ......................... 37
D. Implikasi dalam Bidang Sosial Dan Politik ................... 40
E. Analisis Implikasi Pemahaman Hadis Misogini ............. 42
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 46
B. Saran ................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
-
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab kuning masih menjadi primadona bagi ajaran turun temurun pondok
pesantren yang mempunyai karakter salaf klasik, dengan pengajarannya
yang mempunyai ciri khas tersendiri, entah dengan metode bandongan
(seorang kyai menerangkan materi kajian kepada santri) atau dengan
metode sorogan (santri mengajukan hafalan atau materi yang dipelajari
kepada kyai, agar sang kyai menyimak).1 Kitab yang dipelajari tersebut
mengajarkan tentang pokok-pokok ajaran al-Qur‟an dan Hadis, seperti
aqidah, tasawuf dan syari‟ah, semua itu diterangkan sesuai keahlian para
mufasir yang menginterpertasi kitab-kitab tersebut. Dalam penafsirannya
juga bervariatif, ada yang fleksibel dan ada juga yang kaku.
Modern ini, pendidikan banyak yang mempunyai pandangan
berbeda tentang pemahaman ajaran-ajaran yang mengakar di masyarakat
dalam beberapa dekade, semua itu tidak lain karena perkembangan zaman
yang ada. Relevansi pendidikan terhadap perkembangan zaman harus
representatif, karena jika tidak dilakukan inovasi semua pendidikan yang
mapan tersebut terkesan monoton dan kurang tepat guna bagi para peserta
didik yang mempelajari ajaran yang disediakan oleh instansi terkait.
1 Zamakhsari, “Efektivitas Pembelajaran di Pesantren Mahasiswa (Studi Kasus di Pesantren Aji Mahasiswa al-Muhsin Yogyakarta)”, Penelitian Dan Evaluase, Volume 02, Nomor
03, (Februari, 2000), 157.
-
2
Salah satu pendidikan yang disoroti akhir-akhir ini adalah tentang
penyetaraan perempuan dalam hak dan peran sosial. Patriarki kaum adami
dan subordinasi kaum hawa merupakan contohnya, tidak memandang
sejauh mana kemajuan peradaban di zaman serba sentuhan tangan ini.2
Bagi sebagian kalangan tertentu hal tersebut lumrah adanya, karena
menurut mereka memang sudah kodratnya seorang laki-laki itu yang
menguasai segalanya dalam rumah miliknya, dan seorang perempuan
adalah orang pelengkap yang selalu menjadi second person,3 ironinya hal
itu pun masuk dalam didikan masyarakat tanpa mereka rasakan, apalagi
terkritisi, sehingga pendidikan dianggap tidak ada kontribusi untuk masa
depannya.4
Potret pendidikan Islam di Indonesia juga tidak luput dengan
pendidikan yang mendiskreditkan kaum hawa, seperti adanya Hadis yang
ditafsirkan secara misogini, sehingga banyak diantara perempuan yang
enggan untuk meneruskan pendidikan lebih tinggi, dengan anggapan
sumbangsih pendidikan bagi mereka kurang penting. Disisi lain orang tua
yang kurang berpendidikan juga mengajarkan secara turun-temurun
tentang posisi perempuan dalam sebuah keluarga dan tugas-tugas yang
harus dilakukannya. Perempuan., menurut para orang tua tidaklah lebih
2 Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003, 12. 3 Musahadi Ham, Evolusi Konsep Sunnah Implikasinya pada Perkembangan Hukum
Islam, Semarang, Aneka Ilmu, 2000, 120. 4 Syafiq Hasyim, Hal-hal YangTidak Terpikirkan Tentang Isu Keperempuanan dalam
Islam, Bandung: Mizan, 2001, 139.
-
3
dari sekedar pelayan laki-laki dalam menjalankan roda keluarga, sehingga
kontribusi ide-idenya kurang penting.
Pondok pesantren sebagai landasan pendidikan agama,
merupakan lembaga pendidikan yang syarat ajarannya dengan al-Qur‟an
dan Hadis, sehingga ada indikasi pembelajaran Hadis yang ditafsirkan
secara misoginis. Akan tetapi ada juga beberapa pondok pesantren yang
mencoba untuk mereinterpretasikan Hadis-hadis yang dulunya berbau
misoginis, salah satunya yaitu pondok pesantren an-Nur, di situ para
santri mengkaji dan mereinterpretasi Hadis yang ditafsirkan secara
misoginis, karena menurut al-Ghazali Hadis bisa berubah statusnya sesuai
dengan qarinah.5 Kitab yang dikaji untuk mendalami permasalahan
tersebut adalah uqudul lujayn. Kitab tersebut memang mempunyai
kelebihan dalam membahas hiruk pikuk rumah tangga, tauhid dan yang
lainnya, akan tetapi kitab tersebut mengandung beberapa Hadis yang
dianggap misoginis, isinya selain menomor duakan perempuan dalam
urusan rumah tangga, disitu juga tidak pernah menjelaskan peran
perempuan dalam strata sosial masyarakat, yang seharusnya perempuan
mempunyai segudang potensi dalam berperan memajukan sosial
masyarakat menjadi terhambat, karena dengan adanya tafsir yang
mengarah ke misogini, seperti pembatasan bagi perempuan untuk keluar
rumah, perempuan melakukan kebaikan atau bahkan beribadah sunah
harus ijin suami, dan perempuan harus siap melayani suami kapanpun dan
5 Amina Wadud, Qur’an and Women, New York: Oxford University Press, 1999, 80.
-
4
di manapun dia berada. Santri-santri mencoba untuk mereinterpretasikan
Hadis-hadis tersebut dalam kajian kitab uqudul lujayn, dengan harapan
agar anatara laki-laki dan perempuan memahami bahwa mereka
mempunyai hak yang sama dalam menjadi subjek keputusan segala hal
yang memang melibatkan kemaslahatan bersama, sesuai dengan prinsip al-
Qur‟an yang mengutamakan kesetaraan.6
B. Rumusan Masalah
Penelitian kajian tentang Hadis misogini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemahaman para santri ponpes an-Nur terhadap Hadis
misoginis dalam kitab Uqudul Lujayn?
2. Bagaimanakah metode kajian Hadis misoginis dalam kitab Uqudul
Lujayn, yang digunakan oleh santri ponpes an-Nur?
3. Sejauh mana implikasi pemahaman Hadis misoginis dalam kitab
Uqudul Lujayn terhadap kesetaraan gender dalam ponpes an-Nur?
C. Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pemahaman para santri ponpes an-Nur
terhadap Hadis misoginis dalam kitab Uqudul Lujayn.
b. Untuk mengetahui metode kajian Hadis misoginis dalam kitab
Uqudul Lujayn yang digunakan oleh santri ponpes an-Nur.
6 Asghfar Ali Engineer, Islam and Liberation Theology Essays On Liberative Elements In
Islam, New Delhi: Sterling Publishers, 1990, 30.
-
5
c. Untuk memahami sejauh mana implikasi pemahaman Hadis
misoginis dalam kitab Uqudul Lujayn terhadap kesetaraan gender
dalam ponpes an-Nur.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritik penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pemahaman latar belakang, hak dan peran perempuan
dalam al-Qur‟an dan Hadis yang selama ini diinterpretasikan
secara misoginis.
b. Manfaat secara praktis bagi lembaga pendidikan, agar menjadi
teori tambahan untuk peneliti selanjutnya. Sedangkan bagi
peneliti dan pembaca yang budiman, agar bisa lebih memahami
akan hak dan peran perempuan yang sama pentingnya dengan
laki-laki dalam berkontribusi sebagai subjek pengambil keputusan
dalam setiap masalah.
D. Kajian Pustaka
Penelitian yang dilakukan ini mempunyai kemiripan dengan beberapa
penelitian yang membagas tentang Hadis misoginis oleh para peneliti
berikut:
1. Penelitian Terdahulu
Hasani Ahmad Said di dalam jurnalnya membahas tentang “Hadis-
hadis Misoginis: Wacana Pemahaman Hadis, Menggali Akar Sosio-
-
6
Kultural”,7 Penelitian yang dilakukannya memfokuskan tentang
pandangan Hadis yang dibangun melalui persepsi sosio-kultur
masyarakat yang melakukan interpretasi terhadap Hadis misoginis.
Dalam penelitiannya menunujukkan bahwa tidak ada Hadis yang
bersifat misoginis, akan tetapi latar belakang mufasir lah yang
mempengaruhi hasil interpretasi Hadis.
Muhamad Rofiq dalam penelitiannya mengambil tema
“Memahami Hadis Misoginis Perspektif Maqasid Syari‘ah: Studi
Hadis Yang Menyamakan Antara Keledai, Anjing Dan Perempuan”,8
hasil yang diteliti dari yang telah dilakukannya bahwa tujuan
didirikannya syari‟ah Islam adalah untuk mencapai suatu
kemaslahatan bersama (maslahah mursalah). Dalam kehidupan yang
nyata untuk sebuah kemaslahatan seorang perempuan mempunyai
posisi yang sama dengan laki-laki dalam keluarga, mereka sama-sama
menjadi subjek penentu dalam kehidupan bersama, perempuan
bukanlah objek limpahan keputusan kaum patriarki.
Artikel yang diterangkan oleh Akrimi Matswah, dengan judul
“Hermeneutika Negosiatif Khaled M. Abou El Fadl Terhadap Hadis
Nabi”,9 menjelaskan tentang reinterpretasi Hadis Nabi sesuai dengan
kemslahatan umat. Hadis mempunyai tujuan dalam membangun umat
7 Hasani Ahmad Said, “Hadis-hadis Misoginis: Wacana Pemahaman Hadis,
Menggali Akar Sosio-Kultural”, al-Dzikra, Volume 06, nomor 01, (Januari, 2012), 16. 8 Muhamad Rofiq, “Memahami Hadis Misoginis Perspektif Maqasid Syari„ah: Studi
Hadis yang Menyamakan Antara Keledai, Anjing dan Perempuan”, Ilmu-ilmu Ushuluddin ,
Volume 16, Nomor 01, (April, 2015), 14. 9 Akrimi Matswab, “Hermeneutika Negosiatif Khaled M. Abou El Fadl Terhadap
Hadis Nabi”, Addin, Volume 07, Nomor 02, (Agustus 2013), 249.
-
7
Islam yang taat kepada Allah, dan saling menghormati sesame
manusia tanpa harus membedakan Janis kelamin dalam memberikan
perannya dalam kehidupan sehari-hari.
Moh. Muzakka Mussaif menerangkan dalam artikel yang
berjudul “Kesetaraan Gender dalam Sastra Pesantren
(Kajian terhadap Kitab Syi’ir Laki Rabi)”. Dirinya mengungkapkan
bahwa beberapa hasil karya berbahasa Arab yang banyak dibicarakan
terkait dengan bias gender adalah kitab Uqudul Lujjain dan kitab
Qurratul ‘Uyuun. Keduanya membicarakan persoalan hubungan
suami-istri (hubungan seks) yang mengungkapkan dominasi
kekuasaan suami terhadap istri. Kedua kitab tersebut banyak merujuk
ayat al-Quran dan Hadis Rasul untuk mengukuhkan dominasi laki-laki
terhadap perempuan.10
Penelitian yang dilakukan oleh jamilah yang berjudul
“Marriage And The Independency Of Women (A Case Study On Early
Marriage In Local Area In Madura).”11
Menyebutkan tentang
banyaknya para anak-anak dibawah umur yang telah melangsungkan
pernikahan, khususnya para perempuan. Dalam penelitiannya
disebutkan salah satu faktor terjadinya peristiwa tersebut adalah
adanya pendidikan bagi para anak-anak umur 9 tahun tentang
10
Moh.Muzakka Mussaif, “Kesetaraan Gender dalam Sastra Pesantren (Kajian
terhadap Kitab Syi‟ir Laki Rabi)”, Nusa, Volume 12, Nomor 2, (Mei 2017), 80. 11
Jamilah, “Marriage and The Independency of Women (A Case Study On Early
Marriage In Local Area In Madura)”, Egalita, Volume 02, Nomor 02, (Juli, 2012), 68.
-
8
kehidupan rumah tangga, dan materi ajar yang diberikan dari kitab
uqudul lujain.
Penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti tersebut
berkonsentrasi pada otentisitas Hadis dan penyetaraan peran laki-laki
dan perempuan yang seharusnya masuk dalam interpretasi Hadis.
Peneliti merasa sanagat penting untuk mengetahui pemahaman Hadis
misogini dan mengetahui pemahaman ulang yang dilakukan di pondok
pesantren An-Nur, karena disana melaksanakan kajian-kajian Hadis
perempuan secara modern.
2. Kerangka Teori
Istilah misogini (mysogyny) secara etimologi berasal dari kata
misogynia (Yunani) yaitu miso (benci) dan gyne (perempuan) yang
berarti a hatred of women, yang berkembang menjadi Misoginisme
(mysogynism), yang bermakna suatu ideologi yang membenci
perempuan.12
Selain itu istilah misogini dianalogikan berasal dari
istilah yang berasal dari bahasa Inggris misogyny yang mempunyai
arti yang sama yakni kebencian terhadap perempuan. Kamus Ilmiah
Populer menyebutkan, terdapat tiga ungkapan berkaitan dengan istilah
tersebut, yaitu misogin artinya benci akan perempuan, misogini artinya
perasaan benci akan perempuan, misoginis artinya laki-laki yang benci
pada perempuan. Secara terminologi istilah misoginis digunakan
untuk doktrin-doktrin sebuah aliran pemikiran yang secara zahir
12
Sunarto, Televisi, Kekerasan, dan Perempuan, Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara,
2009), 49.
-
9
memojokkan dan merendahkan derajat perempuan. Anggapan adanya
unsur misoginis dalam hadis dipopulerkan oleh seorang aktivis
perempuan Fatima Mernissi melalui bukunya ”Women and Islam: An
Historical and Theological Enquiry”.13
Hadis merupakan riwayat yang bertujuan untuk mengutip Nabi
dalam segala hal baik dalam perkataan, perbuatan, dan persetujuan.14
Misoginis mempunyai makna membenci atau merendahkan
perempuan.15
Dalam beberapa tafsir Hadis misogini, perempuan
merupakan objek limpahan keputusan bagi laki-laki, dan mereka
hanya dianggap sebagai pelengkap bagi kekurangan laki-laki, hal itu
berdampak dalam beberapa aspek, seperti kontribusi, hak dan
kewajiban suami terhadap perempuan. Keberadaan perempuan sering
diragukan perannya dalam kemajuan atau perubahan, seperti hal
pendidikan, sehingga pendidikan bagi perempuan dalam pandangan
beberapa kalangan kuranglah penting, karena mereka dianggap lemah
dalam sisi kognitif, dan cenderung menggunakan perasaan.16
Teori Feminisme Liberal. Teori ini berasumsi bahwa pada
dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Karena
itu perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.
13
Wilaela, “Perempuan-perempuan Haremku (Telaah Pengalaman Perempuan
oleh Perempuan dengan Pendekatan Sejarah Peradaban Islam)”, Marwah, Volume 4, Nomor
8, (Juli, 2005), 22. 14
Khaled Abu el-Fadl, The Great Theft: Wrestling Islam from The Extremists, Los
Angeles: Perfect Bound, 2005,142-143 15
Hamim Ilyas, Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis, Jakarta: The
Ford Foundation, 2003, xxxii. 16
Nur Jannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan Bias Laki-Laki dalam Penafsiran
Yogyakarta, Lkis, 2003.
-
10
Meskipun demikian, kelompok feminis liberal menolak persamaan
secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa
hal masih tetap ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan.
Bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan
membawa konsekuensi logis dalam kehidupan bermasyarakat. Teori
kelompok ini termasuk paling moderat di antara teori-teori feminisme.
Pengikut teori ini menghendaki agar perempuan diintegrasikan secara
total dalam semua peran, termasuk bekerja di luar rumah. Dengan
demikian, tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih
dominan. Organ reproduksi bukan merupakan penghalang bagi
perempuan untuk memasuki peran-peran di sektor publik.17
Teori-teori di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa Hadis
misoginis adalah Hadis yang mendiskreditkan perempuan dalam
penafsirannya, sehingga hak-hak perempuan dan laki-laki tampak
timpang dalam peran dan kontribusinya dalam permasalahan sehari-
hari, maka melihat dari beberapa aspek, mereinterpretasikan Hadis
misoginis sangatlah penting untuk merekonstruksi pemahaman para
perempuan yang sebagai objek Hadis misoginis, dan pemahaman laki-
laki sebagai kaum yang lebih diuntungkan dengan keadaan tersebut.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian field research (penelitian lapangan).
Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif,
17
Marzuki, “Kajian Awal Tentang Teori-teori Gender”, Civic, Volume 04, Nomor
02, (Desember 2007), 73.
-
11
terperinci dan mendalam terhadap suatu objek tertentu dengan
mempelajarinya sebagai suatu kasus.18
Dengan metode ini peneliti akan
mengupas tentang penafsiran Hadis secara misoginis dan reinterpretasi
yang dilakukan dalam kajian Hadis di pondok pesantren an-Nur.
Subjek penelitian yang dituju yaitu para santri, pengajar dan orang-
orang yang ikut dalam kajian pembelajaran Hadis di pondok pesantren an-
Nur, dengan informasi yang telah didapat dari santri (informan), peneliti
bisa mengumpulkan data yang valid untuk menyusun data secara otentik,
karena sumber data utama adalah dari para informan tersebut dan sumber
data tambahannya dari kitab dan buku yang dikaji dalam kegiatan belajar-
mengajar setiap hari.
Peneliti menggunakan metode intervew sebagai bentuk komunikasi
langsung19
untuk mengumpulkan data, sebagai alat penggali informasi dari
pendidik ataupun peserta didik dalam melakukan kajian-kajian Hadis yang
diinterpretasikan secara misoginis, yang telah mereka kaji ulang untuk
menuntut relevansi terhadap zaman dan kesetaraan peran antara laki-laki
dan perempuan.
Penelitian menggunakan prinsip-prinsip deskriptif sebagai alat
penganalisa data.20
Dengan prinsip deskriptif tersebut peneliti akan
mengumpulkan dan menganalisa data berkaitan dengan interpretasi Hadis
misogini yang disusun oleh penafsir klasik, dan untuk menggabungkan
18
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitaif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005,9. 19
W. Gulo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1991,
86. 20
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi
Aksara. 2009, 86.
-
12
dengan kajian terbaru yang ada dalam pondok pesantren an-Nur sebagai
reinterpretasi Hadis yang berorientasi ke problematika kontemporer.
F. Sistematika Pembahasan
Bab pertama, Pendahuluan, bab ini membahas latar belakang masalah,
rumusan masalah, signifikansi penelitian, kajian pustaka, kerangka teori,
dan metode penelitian.
Bab kedua, mengenai gambaran profil pondok pesantren an-Nur
secara umum, meliputi letak geografis pondok, identitas, visi misi,
fasilitas, dan jenis kegiatan pondok pesantren an-Nur.
Bab ketiga, berisi tentang pemahaman Hadis misoginis dalam kitab
uqudul lujayn pada santri an-Nur, serta pemaparan metode yang digunakan
dalam mereinterpretasi pemahaman Hadis tersebut.
Bab keempat, dalam bab berisi tentang implikasi pemahaman
Hadis misoginis terhadap kesetaraan gender, pada pondok pesantren an-
Nur.
Bab kelima, mengemukakan tentang simpulan, saran, dilengkapi
dengan daftar putaka, dan lampiran-lampiran.
-
13
BAB II
PEMAHAMAN SANTRI TERHADAP KITAB UQUDUL LUJAYN
A. Profil Pondok Pesantrean an-Nur
Pondok pesantren an-Nur merupakan pondok pesantren yang terletak
di dusun Klego, Rt 03/09, Candirejo, Tuntang, Semarang, yang diasuh oleh
kyai Ahmad Munabah. Beliau adalah seorang kyai yang pernah
melaksanakan studi di IAIN (dulu STAIN) Salatiga. Beliau mengasuh kurang
lebih 105 santri, laki-laki dan perempuan. Pesantren tersebut didirikan oleh
Kh. Mawahib Ma‟mun, sebelum bapak Mawahib mendirikan pondok
pesantren ini, terlebih dahulu sudah ada madrasah yang di pimpin oleh
simbah Ahmad Nur. Pada waktu itu masyarakat sekitar saja yang datang
untuk mengaji. Berawal dari beberapa warga yang ingin mengaji, dan dengan
ketekunan bapak Ahmad Nur hingga santri pun berdatangan. Kemudian
madrasah itu diteruskan oleh bapak Kh. Mawahib, pada tahun 1987, karena
yang ingin mengaji semakin banyak maka pada tahun itu dibangunlah pondok
pesantren an-Nur.
Animo masyarakat dalam mengikuti perkembangan pondok pesantren
an-Nur pun juga tergugah, saat pertama pendirian pondok pesantren tersebut
hanya segelintir saja dari masyarakat yang mau menjadi bagian dari pesantren
tersebut, seiring perkembangan waktu, masyarakat sekitar pun mulai tertarik
untuk mengikuti kegiatan yang ada dalam pondok pesantren. Bahkan setelah
beberapa tahun kemudian masyarakat yang tertarik untuk ikut menimba ilmu
-
14
di sana pun tidak hanya masyarakat sekitar saja, ada juga para pendatang dari
luar kota, termasuk juga para mahasiswa dan mahasiswi IAIN Salatiga.
Pondok pesantren an-Nur sebagai salah satu alternatif lembaga
pendidikan agama Islam bagi para pelajar, dalam mewujudkan pendidikan
yang representatif begi kenyamanan kegiatan belajar mengajar yang ada
memberikan fasilitas-fasilitas sebagai berikut, seperti gedung asrama, ruang
kelas, aula, masjid, tempat ziarah kubur, lahan pertanian, politren, dapur
umum, kantin, koperasi, dan kamar mandi.
Pondok pesantren an-Nur merupakan pondok pesantren yang
mempunyai tradisi keilmuan yang berangkat dari keilmuan-keilmuan klasik
secara turun temurun pada pondok pesantren yang ada di Jawa. Walaupu
kebanyakan yang menjadi santri disana adalah mahasiswa, mereka tetap
mempertahankan kajian pendidikan tradisionalnya, dengan
mempertimbangkan pentingnya beberapa keilmuan tradisional yang masih
harus dijaga. Akan tetapi walaupun mereka masih mempertahankan khazanah
keilmuan tersebut, mereka juga memberikan inovasi pada bebera sektor
komponen pendidikannya, seperti sarana dan prasarana, kurikulum dan
metode yang digunakan untuk menunjang perkembangan kegiatan
pembelajaran. Terlihat dari beberapa materi yang dimasukkan dalam
pembelajarannya sehari-hari, tidak hanya mengajarkan kitab kuning saja
dalam memberikan bekal keilmuan pada para santrinya, akan tetapi ada juga
kegiatan pengembangan potensi pembelajaran selain keilmuan yang agamis,
melainkan seperti bercocok tanam, berdagang, dan kretifitas yang lainnya.
-
15
Visi misi pondok pesantren putra putri an-Nur
Visi:
Terwujudnya santri yang beriman, cerdas, disiplin, berjiwa sosial, dan
berwawasan ahlussunnah waljamaah.
Misi:
1. Menanamkan keimanan dan ketaqwaan memalui pengalaman ajaran
agama
2. Mengoptimalkan proses pembelajaran (mengaji) dan bimbingan.
3. Menimbulkan dan mengingatkan seluruh santri untuk rajin dan
disiplin.
4. Mempererat tali persaudaraan, kekeluargaan, selalu tolong menolong
dan menjaga keharmonisan.
5. Menjalin kerjasama yang harmonis antara sesama santri dan lembaga
lain yang terkait
B. Anatomi Kitab Uqudul Lujayn
Kitab uqudul lujayn mempunyai empat bab udalam pembahasan utamanya,
yaitu tentang:
1. Hak-hak istri terhadap suami
Di dalam bab tersebut menerangkan ayat al-Qur‟an dan Hadis tentang
besarnya pahala bagi suami ketika bisa memberikan layanan dalam
keluarga dengan baik.
2. Hak-hak wajib suami terhadap istri
-
16
Di dalam bab ini menerangkan tentang ayat al-Qur‟an dan Hadis
tentang pahala wanita ketika bisa melayani hak-hak suami, kriteria
wanita penghuni neraka dan surga, 11 wasiat Rasul terhadap para
wanita, dan buruk dan baiknya perilaku laki-laki dan wanita dalam
kehidupan rumah tangga.
3. Keutamaan salat perempuan di dalam rumahnya
Dalam bab ini diterangkan tentang haramnya berhias bagi wanita
ketika keluar rumah, dan hendaknya wanita itu salat di dalam
rumahnya, karena itu lebih baik baginya.
4. Haramnya seorang laki-laki memandang wanita selain istrinya, begitu
juga sebaliknya.
Ada beberapa refleksi pemikiran bagi wanita yang hidup di zaman
modern.
Melihat dari bab yang disajikan dalam kitab tersebut, menunjukkan
bahwa kitab materinya lebih dominan membahas tentang perilaku perempuan
dalam kehidupan berumah tangga, sehingga dalam kajian pondok pesantren
an-Nur kitab ini hanya diajarkan kepada santriwati saja.
C. Peta Pemahaman Santri Tentang Hadis Misogini
Metode pembelajaran kitab klasik yang selalu menjadi tradisi bagi pondok
pesantren salaf seperti bandongan dan sorogan, memberikan kontribusi
pemahaman bagi santri terhadap kitab atau hal-hal yang dikaji memang bisa
dikatakan kurang kompleks, pasalnya pembelajaran tersebut bersifat doktrinal
dan kurang diskursif, sehingga pemahaman yang dihasilkan bersumber dari
-
17
pemahaman teks dan diwarnai dengan pengembangan dari pemahaman kyai
yang membacakan kitab kajian di pondok pesantren, ditambah dengan hasil
pemahaman yang beliau kaji sendiri dari kitab-kitab yang mensuport terhadap
pemahaman kitab kajian utama, agar tidak memunculkan pemahaman baru
yang dianggap berbeda, dan jauh dari batasan-batasan kitab yang diajarkan,
karena itu akan menyimpang dari tradisi kehidupan berumah tangga yang
dijalani oleh ulama terdahulu.
Pemahaman yang terbangun dalam kajian kitab uqudul lujayn di pondok
pesantren an-Nur yang disajikan dengan metode bandungan memang
memberikan hasil pemahaman pada santri secara luas tentang masalah
kehidupan berumah tangga. Santri terbangun pemahamannya tentang
bagaimana cara menjalin kehidupan berumah tangga secara harmonis sesuai
dengan pemahaman kitab uqudul lujayn yang diajarkan di pondok-pesantren
an-Nur. Santri mengetahui akan hak-hak dan kewajiban sebagai suami dan
sebagai istri, tidak sampai hak dan kewajiban saja dalam memahami kitab
yang mereka kaji, karena di kitab tersebut membahas juga tentang bagaimana
caranya mengatasi masalah dalam kehidupan rumah tangga, ketika dihadapkan
suatu permasalahan yang mengindikasikan terhadap ketidak harmonisan
dalam kehidupan berumah tangga, sehingga mereka mengetahui cara
memecahkan masalah yang suatu saat akan mereka hadapi.
-
18
BAB III
PEMAHAMAN HADIS MISOGINI DALAM KITAB UQUDUL LUJAYN
DI PONDOK PESANTREN AN-NUR
A. Pemahaman Hadis
Pondok pesantren an-Nur sebagai tempat pembelajaran agama Islam yang
mempunyai ciri khas pondok pesantren klasik dalam pembelajarannya, selalu
mengadakan inovasi dalam turut mencerdaskan generasi muda. Di pondok
pesantren tersebut walaupun sering menggunakan metodologi dan materi
pembelajaran kitab-kitab klasik dalam kegiatan belajar mengajarnya setiap
hari, tapi juga selalu mengembangkan keilmuan-keilmuan yang ada sesuai
dengan tuntutan zaman. Santri-santri menyadari, bahwa pendidikan saat ini
harus selalu memperhatikan perkembangan zaman, karena ketika tidak
mengikuti perkembangan, akan membosankan, lebih dari itu, pembelajaran
pun seakan-akan kurang bisa mewakili kebutuhuan primer peserta didik
dalam mencari bekal ilmu sebagai fondasi kehidupan dimasa depan.
Pemahaman Hadis yang dimiliki oleh para santri, yang memang
kebanyakan adalah lulusan dari pondok pesantren pada saat mereka menimba
ilmu di masa-masa sekolah menengah pertama (SMP) atau sederajat, dan
sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat, sudah menggambarkan atas
pengalaman yang ada. Paling tidak para santri sudah bisa membedakan hadis-
hadis dari segi kualitasnya ketika diriwayatkan oleh seorang perawi hadis,
-
19
apakah kualitasnya baik atau tidak, dan bisa dipakai sebagai dasar ber hujjah
atau tidak dalam pengambilan hukumnya.21
Hadis, selain pengetahuan para santri dalam menjadikan hujjah kedua
setelah al-Qur‟an, juga memahami atas definisi dan penafsirannya, yang
memungkinkan akan adanya perubahan suatu saat dalam penafsirannya jika
dilihat dalam konteks dan bangunan kultur sosial yang berbeda, bukan berarti
merubah Hadis dan isinya yang berasal dari Nabi Saw, akan tetapi hanya
menafsirkan Hadis, sesuai konteks keberadaan masyarakat dalam dimensi
yang berbeda dalam mencapai kemaslahatan kehidupan bersama, dalam
masyarakat beragama dan bernegara, yang mempunyai lapisan masyarakat
berbeda-beda dalam pola pikir dan adaptasinya masing-masing.
Dalam memberikan pemahaman Hadis, pondok pesantren an-Nur juga
memberikan pemahaman yang kontekstual saat pembelajarannya, walaupun
mamakai kitab-kitab klasik, yang mungkin dipandang oleh sebagian ilmuan-
ilmuan modern dianggap ketinggalan zaman, dan terkesan kolot. Tujuannya,
kenapa mereka tetap menggunakan kitab klasik sebagai pembelajarannya,
karena kitab-kitab tersebut, selain sesuai oleh anjuran dan ajaran guru-guru
secara turun temurun, kitab-kitab tersebut selalu mengajarkan tentang pesan
kode etik yang tinggi dan minim akan pesan politis ataupun matrealis.
Dengan kitab tersebut, maka para santri mempelajari dan mengembangkan
pemikiran yang ada, agar sesuai konteks keilmuan zaman sekarang dan tidak
melepaskan kode etik yang diajarkan oleh para ilmuan-ilmuan terdahulu.
21
Wawancara Dengan Syamsul Bakhri, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.
-
20
B. Pembelajaran Kehidupan Berumah Tangga dalam Kitab Uqudul Lujayn
Kiatab Uqudul Lujayn merupakan salah satu dari beberapa kitab yang
menjadi materi pokok yang diajarkan di pendok pesantren an-Nur, karena
memang sangat dianggap perlu adanya pembelajaran kitab tersebut, di
dalamnya mengajarkan tata cara hidup berumah tangga yang baik, agar
menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, war rahamah, seperti yang
didoakan oleh umumnya muslim di Indonesia bagi para pasangan suami istri
yang baru saja mengikat janji suci mereka. Pembelajaran dalam kitab tersebut
meliputi aqidah, fiqh ibadah, tata cara berkeluarga (hak-hak antara suami dan
istri) dan lain sebagainya. Pemusatan pembelajaran dalam kitab tersebut
adalah tentang bagaimana caranya hidup berumah tangga yang baik, seperti
apa seharusnya peran laki-laki dalam kehidupan berumah tangga, apa yang
mereka harus lakukan dan apa saja kewajiban mereka, dan seperti apa pula
hak dan kewajiban seorang wanita dalam kehidupan berumah tangga. Seperti
yang perkataan salah satu santri yang mempelajari kitab tersebut:
“kitab Uqudul Lujayn adalah kitab yang menerangkan tentang hak dan
kewajiban seorang suami istri dalam kehidupan rumah tangga,
seharusnya mereka berperan seperti apa, dan apa kewajiban yang
harus dilakukan terhadap keluarga yang mereka pimpin”22
Seperti yang diajarkan didalamnya, bahwa sesorang yang hidup
berumah tangga harus selalu mengikuti tuntunan al-Qur‟an dan Hadis Nabi
Saw, pembelajaran yang ada di dalam kitab Uqudul Lujayn tersebut memang
wujud dari penafsiran al-Qur‟an dan Hadis, akan tetapi Hadis yang lebih
dominan dalam menjadikan hujjah penjelasannya. Kitab tersebut
22
Wawancara Dengan Sofi, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.
-
21
penjelasannya terbagi menjadi empat bab utama, yaitu: hak istri terhadap
suami, hak-hak wajib suami terhadap istri, keutamaan salat perempuan di
dalam rumahnya, haramnya seorang laki-laki memandang wanita selain
istrinya.
Melihat dari isi bab dan sub-sub bab yang diterangkan dalam kitab
tersebut, menunjukkan bahwa kitab tersebut lebih dominan membahas
tentang perilaku para wanita dalam kehidupan berumah tangga, dan menurut
pembelajaran kitab yang dikaji oleh para santri di pondok pesantren an-Nur,
kitab tersebut mengandung beberapa Hadis yang ditafsirkan secara misogini,
yang sangat jauh dari keadilan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw
tentang persamaan derajat dan hak manusia di muka bumi ini, seperti
peristiwa yang berada dalam keluarga Abdulrahman Wahid, bahwa Sinta,
sebagai istri Abdurrahman Wahid memiliki banayak kesempatan untuk
menduskisan segala sesuatu dengan suaminya tersebut.23
Karena menurut
ajaran Nabi yang membedakan derajat manusia adalah ketaqwaan, walaupun
memang seorang istri harus taat kepada suami, bukan berarti istri tidak bisa
menjadi subjek dalam mengambil keputusan untuk kemaslahatan bersama
dalam kehidupan rumah tangga. Sesuai yang diterangkan oleh salah satu
santri pondok pesantren an-Nur:
“Dikitab Uqudul Lujayn memang ada Hadis-hadis yang ditafsirkan
atau diterangkan secara misoginis, sehingga itu mengambil beberapa
23
Asfa Widiyanto, “Female Religious Authority, Religious Minority And The Ahmadiyya: The Activism of Sinta Nuriyah Wahid, Journal of Indonesian Islam, Volume 09, Number 01,
(June 2015), 8.
-
22
hak-hak seorang istri, di dalam penjelasannya terkadang memang
wanita dilebihkan, tapi semua itu butuh realisasi.”24
C. Hadis-hadis Misogini yang Terdapat dalam Kitab Uqudul Lujayn
Kitab Uqudul Lujayn sebagai salah satu referensi bagi orang muslim dalam
membangun kehidupan berumah tangga, di dalamnya ada sekitar 89 Hadis,
kuwalitas Hadis tersebut bermacam-macam, ada yang shohih dan ada juga
yang dho’if. Sedangkan dalam keterangannya, ada yang netral dalam
pembagian hak dan kuwajiban, antara suami dan istri, akan tetapi ada juga
yang mengarah ke misoginis dalam penafsirannya. Berikut adalah beberapa
Hadis yang sering ditafsirkan secara misoginis dalam kitab Uqudul Lujayn:
1. Hadis tentang laknat Malaikat terhadap istri ketika tidak mau
melayani kebutuhan biologis suami
ثََُب دُ َحدَّ ًَّ ٍُ ُيَح ثََُب َعْرَعَرةَ ْب ٍْ ُشْعبَتُ َحدَّ ٍْ قَخَبَدةَ َع ٍْ ُزَراَرةَ َع أَبِي َع
ُ َصهًَّ انَُّبِي قَبَل: قَبلَ هَُرْيَرةَ ْرأَةُ بَبحَجْ إَِذا َوَضهَّىَ َعهَْيهِ ّللاَّ ًَ ُيهَبِجَرة اْن
ََلئَِكتُ نََعَُْخهَب َزْوِجهَب فَِراظَ ًَ حصبح(( حَْرِجعَ َحخًَّ اْنArtinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ar'arah
Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Zurarah
dari Abu Hurairah ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabdda: "Apabila seorang wanita bermalam sementara ia tidak
memenuhi ajakan suaminya di tempat tidur, maka Malaikat
melaknatnya hingga pagi. (H.R Bukhari: 4795).
2. Hadis tentang wanita dilarang keluar rumah tanpa seijin suami dengan
alasan apapun (sehingga membatasi peran sosial dimasyarakat)
24
Wawancara Dengan Desi Ratna Sari, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.
-
23
وقبل عثًبٌ بٍ عفبٌ رضي ّللا عُه: ضًعج رضىل ّللا صهً ّللا
ٍْ بَْيِج َزْوِجهَب بَِغْيِر إِْذَِِه إاِلَّ نََعَُهَب وضهى يقىل:عهيه َيب َخَرَجْج اْيَرأَةٌ ِي
ٌُ فِْي اْنبَْحِر. ُص َحخًَّ اْنِحْيخَب ًْ ُكم َشْيٍئ طَهََعْج َعهَْيِه انَشArtinya: “Seorang istri yang keluar rumah tanpa seizin suaminya
akan dilaknat oleh segala sesuatu yang terkena sinar matahari hingga
ikan-ikan yang ada di lautan”.
3. Hadis tentang wanita tidak punya Hak untuk meminta talak.
قبل أبى بكر انصديق رضي ّللا عُه، ضًعُج رضىَل ّللاِ صهً ّللا عهيه
ْرأَةُ نَِسْوِجهَب ًَ طَهِّْقُِْي َجبَءْث يَْىَو اْنقِيَبَيِت َوَوْجهُهَب وضهى يقىل: إَِذا قَبنَْج اْن
ٌْ َكبََْج ٍْ قَفَبهَب َوحُْهَىي إِنًَ قَْعِر َجهَََُّى َو إِ الَ نَْحَى فِْيِه َونَِطبَُهَب َخبِرٌج ِي
ب. ً حَُصْىُو انَُّهَبَر َوحَقُْىُو انهَّْيَم َدائِArtinya: “Apabila seorang wanita berkata pada suaminya,
Ceraikanlah Aku! Maka ia datang pada hari kiamat dimana mukanya
tidak berdaging, lidahnya keluar dari kuduknya, dan terjungkir
dikerak jahanam, sekalipun siangnya dia berpuasa dan malam
harinya bangun shalat selamanya”.
4. Hadis tentang tidak sah puasa sunahnya seorang istri tanpa seijin
suami, sehingga menimbulkan dosa
ٍْ َخْثَعَى إِنًَ َرُضْىِل ّللاِ َصهًَ ّللاُ َعهَْيِه قبل ابٍ عببش: أَحَجْ اْيَرأَةٌ ِي
ْوِج ؟ ب َحق انسَّ ًَ َج، فَ ٌْ أَحََسوَّ قَبَل: َوَضهََّى، فَقَبنَْج: إَِِّْي اْيَرأَةٌ أَيٌِّى َوأُِرْيُد أَ
ٍْ ََْفِطهَب َوِهَي ْوَجِت إَِذا أََراَدهَب فََراَوَدهَب َع ْوِج َعهًَ انسَّ ٍْ َحقِّ انسَّ ٌَّ ِي "إِ
ٍْ بَْيخِِه إاِلَّ ٌْ الَّ حُْعِطَي َشْيئ ب ِي ٍْ َحقِِّه أَ َُْعهُ، َوِي ًْ َعهًَ ظَْهِر بَِعْيٍر الَ حَ
ٌَ اْنِىْزرُ ٌْ فََعهَْج َذنَِك َكب ِ ٌْ الَّ بِإِْذَِِه، فَإ ٍْ َحقِِّه أَ َعهَْيهَب َواألَْجُر نَهُ، َوِي
ُْهَب، ٌْ فََعهَْج َجبَعْج َوَعَطَشْج َونَْى يُخَقَبَّْم ِي ِ ب إاِلَّ بِإِْذَِِه، فَإ ع حَُصْىَو حََطى
َلَئَِكتُ َحخًَّ حَْرِجَع إِنًَ بَ ًَ ٍْ بَْيخِهَب بَِغْيِر إِْذَِِه نََعَُْخهَب اْن ٌْ َخَرَجْج ِي ْيخِِه أَْو َوإِ
حَخُْىَة".
Artinya: “Sesungguhnya dari sebagian hak-hak suami pada istri
adalah: 1) apabila suami memerlukan diri istrinya meskipun sang
istri sedang berada di atas punggung onta, ia tidak boleh menolak. 2)
-
24
istri tidak boleh memberikan apa saja dari rumahnya tanpa seijin
suaminya. Kalau istri memberikan sesuatu tanpa ijin suami, maka si
istri berdosa, sedangkan suami mendapat pahala. 3) istri tidak boleh
berpuasa jika tidak ijin dari suaminya, karena ia akan merasakan
letih dan dahaga, sedangkan puasanya tidak akan diterima Allah. 4)
jika istri keluar dari rumah tanpa seijin suaminya, maka dia
mendapat laknat para malaikat, hingga kembali kerumahnya dan
bertaubat”.
D. Telaah Matan dan Sanad Hadis Kitab Uqudul Lujayn, Serta Pemahaman
Hadis yang Ditafsirkan Secara Misogini
1. Telaah kehujjahan Hadis
Pembahasan Hadis selalu tidak akan terlepas dengan matan (isi Hadis)
dan sanad (rantai periwayat Hadis), Hadis-hadis yang terpaparkan di atas
adalah beberapa hadis yang biasanya ditafsirkan secara misoginis di
dalam kitab Uqudul Lujayn, beberapa ahli tafsir tidak mempercayai akan
adanya Hadis misogini, karena Nabi Muhammad Saw diturunkan di bumi
sebagai rahmatan lil ‘alamin, sedangkan Hadis sendiri adalah perkataan,
perbuatan, dan persetujuan Nabi atas sebuah peristiwa tertentu, yang
seharusnya sebagai rujukan untuk sebuah keputusan yang tidak memihak
pada siapa pun. Untuk mengetahui bahwa Hadis tersebut memang benar-
benar dari Nabi ataukah tidak, karena ada unsur misoginisnya maka
haruslah diketahui sanad dan matan Hadis tersebut.
a. Telaah sanad
Dilihat dari segi sanadnya, untuk ke empat Hadis tersebut yang
ditemukan dalam kutubus sittah hanyalah Hadis yang pertama, dan
ke tiga Hadis yang selanjutnya tidak bisa ditemukan. Hadis yang
-
25
pertama ditemukan dalam Shohih Bukhar satu Hadis, Shohih Muslim
satu Hadis, Musnad Ahmad lima Hadis dan Sunan ad-Darimi satu
Hadis. Dari situ bisa diketahui bahwa Hadis yang bisa dianggap
sahih hanyalah satu Hadis yang membahas tentang laknat malaikat
yang diberikan kepada seorang perempuan yang tidak mau melayani
hasrat suaminya ketika dia butuh. Sedangkan ke tiga Hadis
selanjutnya, kesahihannya masih dipertanyakan, karena tidak adanya
Hadis-hadis tersebut ditemukan dalam kutubus sittah. Padahal jika
dilihat dalam kitab Uqudul Lujayn, Hadis-hadis tersebut juga tidak
disebutkan rantai perawi Hadis, yang membuat semakin sulit untuk
dipercayai bahwa Hadis itu benar-benar dari Nabi, baik secara
pemahaman atau pun pelafalan dan penulisannya. Menurut
penuturan dari salah satu santri pondok peasantren an-Nur, dalam
argumennya, ketika mengikuti diskusi pembahasan Hadis misogini
sebagai berikut:
“Hadis itu sahih atau tidak harus dilihat dari sanadnya,
sedangkan yang berada dalam pembahasan kitab Uqudul
Lujayn ini tidak ada kejelasan sanadnya, maka kita harus
mempertanyakan kesahihannya, coba dilakukan pengkajian
ulang kitab tersebut, dengan melihat kitab-kitab Hadis
lainnya, sehingga bisa diketahui akan satatusnya, apakah
Hadis tersebut sahih atau tidak”.25
Dari keterangan tersebut bisa dipahami, bahwa keberadaan
sanad dalam Hadis itu sangat berpengaruh dalam memastikan
kesahihannya. Jika dalam kitab Uqudul Lujayn memang terbukti
25
Keterangan Drin Samsul Bakhri Ketika Mengikuti Kajian Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.
-
26
ketidak sahihannya Hadis tersebut, maka kita bisa mengambil Hadis-
hadis dari kitab lainnya sebagai hujjah yang sudah jelas
kesahihannya, dan pastinya juga tidak mengandung penafsiran
misoginis, sehingga dalam pembahasan kitab tersebut
keuntungannya tidak memihak pada satu gender saja, dan bisa
menunjukkan kearifan hukum-hukum Islam dalam memahami posisi
dan peran masing-masing suami istri dalam kehidupan berkeluarga.
b. Telaah matan
Hadis juga akan dilihat kesahihannya dari sudut pandang matannya.
Prinsip Islam, sebagai sebuah agama samawi yaitu agama rahmatan
lil alamin (kasih sayang seluruh alam). Berarti jika ada sebuah Hadis
yang berisi tentang ketidak adilan di dalamnya, bisa dipertanyakan
akan kesahihannya, karena Hadis tersebut jauh dari prisip agama
Islam, dan hanya memihak pada sebagian ciptaan Allah saja.
Sedangkan Hadis-hadis di atas diartikan dan ditafsirkan secara
misoginis, yang mana penafsiran tersebut memojokkan perempuan
dalam struktur sosialnya. Menurut penuturan salah satu santri an-Nur
yang diwawancari sebagai berikut:
“Menurut saya jika Hadis perihal isi atau matannya
mengandung misoginis, maka Hadis tersebut masih
membutuhkan reinterpretasi atau pengkajian ulang.
Dikarenakan Hadis tersebut mengandung isi mengenai
menyudutkan pihak perempuan atau mengutarakan hal-hal
yang di perbolehkan atau di larang bagi kaum perempuan
dalam kehidupan sehari-hari”26
.
26
Wawancara Dengan Nur Mufidah, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 13 September 2017.
-
27
Kejanggalan matan Hadis, selain pemahamannya harus dikaji ulang,
keasliannya pun juga dipertanyakan, agar bisa diambil titik temunya
untuk kemaslahatan bersama, tidak seperti yang dikatakan informan,
bahwa Hadis misogini isinya selalu memojokkan kaum perempuan.
2. Pemahaman Hadis-hadis misogini dalam kitab Uqudul Lujayn.
Melihat dari beberapa Hadis di atas, yang dianggap bisa mewakili
beberapa Hadis misogini dalam kitab Uqudul Lujayn. Setelah dilihat dari
segi sanad dan matannya, dalam kajiannya memunculkan beberapa
pemahaman ulang tentang Hadis-hadis tersebut yang semula ditafsirkan
secara misoginis oleh para penafsir-penafsir terdahulu, dengan alasan-
alasan tertentu. Berikut adalah pemahaman ulang yang dibangun dalam
kajian diskusi antara santri dan pengasuh di pondok pesantren an-Nur:
a. Hadis tentang laknat Malaikat terhadap istri ketika tidak mau
melayani kebutuhan biologis suami.
Dalam konteks ini harus dilihat dulu, tidak semua wanita akan
dilaknat malaikat ketika dia belum bisa melayani suami saat dia
membutuhkan. Jika istri memang sedang dalam keadaan tidak
memungkinkan untuk melayaninya, maka dia tidaklah berdosa, atau
dilaknat oleh malaikat, seperti ketika istri sakit, atau mungkin lelah
setelah mengerjakan kesibukannya sehari-hari. Dan ini
membutuhkan pengertian dari suaminya, seharusnya seorang suami
mempunyai kearifan dan kebijakan dalam mengambil sebuah
keputusan, sehingga bisa tercipta kemaslahatan bersama. Seandainya
-
28
seorang suami terus memaksakan, tidak menutup kemungkinan
keharmonisan rumah tangga akan terusik, walaupun dia bisa
menikmati keberadaan sesaat dengan halal, tapi efek psikologis istri
kemungkinan akan terganggu, dan menyebabkan ketidak nyamanan
dalam kehidupan berumah tangga.27
b. Hadis tentang wanita dilarang keluar rumah tanpa seijin suami
dengan alasan apapun (sehingga membatasi peran sosial
dimasyarakat).
Dalam kajian diskusi, diterangkan bahwa wanita memang harus ijin
suami ketika ingin melakukan sesuatu, akan tetapi ijin tersebut juga
tidak harus dilakukan setiap saat, asalkan seorang suami sudah
mengetahui kegiatan istri dengan adanya ijin yang pertama, maka
tidak harus seorang istri ijin untuk yang berikutnya, sehingga ke
duanya tidak terbebani dengan batasan masing-masing. Dan serang
suamipun biasanya juga akan lebih nyaman ketika istrinya tidak
terlalu sering mempertanyakan kebebasannya, dengan catatan ke dua
belah pihak saling menjaga kepercayaan masing-masing.28
c. Hadis tentang wanita tidak punya Hak untuk meminta talak.
Sebenarnya sah-sah saja ketika seorang wanita mengajukan talak
atau lebih tepatnya khulu‟, asalkan memang dengan alasan yang
tepat, karena walaupun talak itu halal, tetapi itu adalah hal yang
27
Keterangan Dari Bp Ahmad Munabah Ketika Menjadi Fasilitator Diskusi Kajian Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 08 September 2017.
28 Keterangan Dari Bp Ahmad Munabah Ketika Menjadi Fasilitator Diskusi Kajian
Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 08 September 2017.
-
29
dibenci oleh Allah. Pada zaman Rasulullah juga pernah ada peristiwa
tersebut, yaitu ketika Ummu habibah minta pada Rasul untuk
ditalakkan pada suaminya, dikarenakan wujud fisik suami dan
kekurangan-kekurangan lainnya yang tidak dia sukai, dia beralasan
ketika keadaan pernikahan ini diteruskan maka dia takut kalau tidak
bisa taat pada suami dan cenderung membangkangnya, sehingga ini
akan menjadikan dia masuk neraka.29
d. Hadis tentang tidak sah puasa sunahnya seorang istri tanpa seijin
suami, sehingga menimbulkan dosa.
Tentang tidak sah puasa sunahnya istri ketika dia tidak ijin kepada
suami, itu juga melihat konteks permasalahannya juga, ketika
seorang suami sudah tahu bahwa istrinya sering melakukan puasa
sunah, tidak ijin pun tidak masalah, karena suami sudah tahu
kebiasaan seorang istri. Permasalahan di sini biasanya diterangkan,
bahwa ditakutkan nanti ketika seorang istri puasa sunah, dan
suaminya ingin memuaskan hasrat biologisnya istri tidak bisa,
karena sedang menjalani puasa. Dan solusinya, jika memang
keinginan tersebut tidak bisa ditahan, maka bukan puasa sunahnya
yang dilarang, akan tetapi puasa sunahnya tetap dijalankan walaupun
tanpa saijin suami secara langsung, dan jika memang suami
menginginkan untuk berhubungan badan, tanggal sang istri
membatalkan puasanya, karena perkara sunah tidak bisa
29
Keterangan Dari Bp Ahmad Munabah Ketika Menjadi Fasilitator Diskusi Kajian Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 08 September 2017.
-
30
mengalahkan perkara wajib. Hukum puasa sunah sendiri tidak
menjadi dosa ketika ditinggalkan, sedangkan ketaatan pada suami itu
wajib hukumnya.30
E. Analisis Pemahaman Hadis Misogini
Pemahaman teks wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya,
atau pun Hadis mempunyai cara pendang yang berbeda-beda. Dalam
pemahaman pada masa-masa klasik Islam, seperti ketika Islam berada
dalam puncak kejayaannya, mempunyai beberapa metode dalam
memahaminya, yaitu dengan menggunakan tafsir. Tafsir pada saat itu ada
beberapa macam, yaitu: Tafsir Ijmali, Tafsir Muqaran, Tafsir Tahlili, dan
Tafsir Maudu‟i, yang masing-masing mempunyai karakter berbeda-beda
dalam penafsirannya. Metode-metode penafsiran tersebut selalu dipakai
dalam menafsirkan al-Qur‟an dan Hadis selama beberapa dekade, pada
masa-masa Islam klasik. Seiring dengan perkembangan zaman, metode
penafsiran pun juga berkembang, beberapa ilmuan muslim
mengembangkan beberapa metode dalam penafsiran al-Qur‟an dan Hadis
dengan meminjam cara pandang ilmuan-ilmuan non muslim dalam
menafsirkannya, seperti Hasan Hanafi Mohammad Arkoun, Farid Esack,
dan Nasr Hamid Abu Zaid.
Hermeneutika pembebasan yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh
muslim kontemporer seperti Hassan Hanafi. Hermeneutika ini
dimaksudkan tidak hanya sebagai ilmu interpretasi atau metode
30
Keterangan Dari Bp Ahmad Munabah Ketika Menjadi Fasilitator Diskusi Kajian Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 08 September 2017.
-
31
pemahaman tetapi lebih dari itu, yaitu aksinya di kehidupan. Menurut
Hanafi, dalam kaitannya dengan al-Qur`an atau Hadis, hermeneutika
adalah ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai kenyataan, dari logos
sampai praksis, dan juga transformasi wahyu dari pikiran Tuhan kepada
realitas kehidupan manusia.31
Penafsiran yang digunakan dalam membahasan Hadis misogini
pada saat diskusi di pondok pesantren an-Nur pun tidak jauh dengan
metode yang digunakan oleh para ilmuan-ilmuan muslim kontemporer
tersebut. Dalam memahami teks-teks Hadis yang ada dalam kitab Uqudul
Lujayn, mereka mela-mula membaca dan memahami persis dengan makna
yang ada dalam kitab tersebut, itu sebagai wujud pembangunan fondasi
ilmu yang ada, selain itu juga ada sisi ta’dzim kepada pengarang kitab
tersebut, sebagai sebuah perwujudan dari rasa bakti seorang murid kepada
guru yang telah mengarang kitab yang ada sebagai rujukan untuk
melangkah dalam memahami al-Qur‟an dan Hadis, atau pun teks-teks
penafsiran al-Qur‟an dan Hadis yang lain, di kemudian hari.
Proses yang digunakan tersebut memang tidak jauh dengan
pemahaman yang digunakan dalam pondok pesantren secara umumnya,
karena pendidikan yang ada dalam pondok pesantren tersebut memang
berangkat dari pondok pesantren salaf, maka ilmu-ilmu yang diwariskan
pun tidak akan jauh berbeda dengan pendahulunya. Sedangkan untuk
mengembangkan pemahamannya, mereka memadukan penafsiran yang
31
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, 1.
-
32
ada dengan ilmu-ilmu yang mereka dapat dari perguruan tinggi. Perguruan
tinggi sebagai wujud pemacu paradigma pemikir-pemikir muslim di masa
depan, selalu memberikan inovasi-inovasi dalam mengembangkan metode
pemikiran dalam menyikapi dan memahami teks dan konteks yang ada
dalam kehidupan manusia. Maka untuk memenuhi kebutuhan dan
relevansi perkembangan zaman, pemahaman al-Qur‟an dan Hadis pun
metodenya dipadukan, antara metode-metode penafsiran klasik dan
modern.
-
33
BAB IV
IMPLIKASI PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS DALAM KITAB
UQUDUL LUJAYN DI PONDOK PESANTREN AN-NUR, TERHADAP
KESETARAAN GENDER
A. Implikasi dalam Kehidupan Rumah Tangga
Kehidupan berumah tangga merupakan topik utama dalam kitab Uqudul
Lujayn. Dalam penjelasannya, dari hampir keseluruhan bab dalam kitab
tersebut membahas akan baiknya kehidupan rumah tangga itu seperti apa.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa pemahaman awal dalam kitab tersebut
ada beberapa Hadis yang penafsirannya dipandang memojokkan peran
perempuan pada beberapa bidang kehidupan sosial, seperti perannya dalam
rumah tangga itu sendiri.
Kehidupan dalam berumah tangga harus dibangun bersama-sama,
baik suami atau pun istri semuanya mempunyai peran sangat penting, sesuai
dengan bagiannya masing-masing, memang kadang ada kecemburuan peran
dalam kehidupan rumah tangga, dikarenakan tugas dan peran yang berbeda,
yang mana memang para laki-laki biasanya pekerjaannya di luar rumah,
sedangkan kebanyakan perempuan dalam budaya kita, yang sering kita
saksikan, mereka cenderung punya pekerjaan di dalam rumah. Akan tetapi
sebenarnya itu bukan berarti tidak adil, karena semua saling melengkapi,
layaknya rumah tangga, tidak bisa semua akan bekerja untuk mencari nafkah
keluar rumah, akan tetapi salah satu dari suami dan istri harus menjaga rumah
dan apa yang ada di dalamnya, termasuk anak-anak sebagai generasi mereka.
-
34
Dalam mensikapi penjelasan Hadis yang ada di kitab Uqudul Lujayn,
yang dianggap berperan dalam mengubur potensi perempuan dalam perannya
terhadap kehidupan sosial, atau pun juga dalam kehidupan berumah tangga.
Banyak yang beranggapan, bahwa laki-laki itu mempunyai peran yang lebih
penting dan sebagai nahkoda pengatur keluargayang tidak tergantikan, dan
tanpa terbantahkan segala keputusannya, sedangkan perempuan hanyalah
second person dalam keluarga, mereka tidak lebih dari sekedar pelengkap
kehidupan laki-laki yang mana kontribusinya sangatlah kurang penting dalam
mengambil keputusan perjalanan rumah tangga.
Menurut penafsiran yang diungkapakan oleh pengasuh pondok
pesantren an-Nur tentang Hadis yang menerangkan intervensi malaikat dalam
hubungan biologis suami istri:
“Seorang perempuan memang harus selalu mengikuti perintah
seorang suami, karena walaupun bagaimana keadaannya dia adalah
pemimpin di keluarganya, dan dia yang akan dipertanyakan tanggung
jawabnya kelak di hari kiamat atas perannya dalam keluarga, oleh
sebab itu seorang laki-laki juga seharusnya mempunyai kearifan
dalam mengambil keputusan, tidak boleh mementingkan satu pihak,
walaupun suami sedang sangat menginginkan melepas hasrat
biologisnya, sehingga istrinya akan terkena laknat dari malaikat,
seperti keterangan di dalam Hadis. Bahkan menurut saya sendiri,
ketika seorang suami sudah tahu kesibukan istri, dan dia pun tahu
pada saat itu sang istri dalam keadaan lelah, dan tidak siap untuk
melayani hasrat biologis suami, dan pada saat itu suaminya memaksa,
malah dialah yang bisa dianggap salah, karena walaupun dalam al-
Qur‟an ada kata-kata: arrijalu qawwamuna alan nisa’, akan tetapi
juga ada keterangan: wa syawwirhum bil amri hiya ahsan, yang
intinya walaupun seorang laki-laki itu mempunyai peran dalam
mengatur rumah tangga, dan dia harus meluruskan semua kesalahan
istri, dia juga punya kewajiban harus memusyawarahkan permasalah
bersama dengan baik, termasuk juga ketika ingin melepaskan hasrat
-
35
biologisnya, mungkin dengan menunda sejenak sampai seorang istri
siap untuk melayani seorang suami.”32
B. Implikasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Pendidikan di pondok pesantren atau pun di instansi resmi seperti sekolahan
dan madrasah semua sangatlah penting bagi seluruh lapisan masyarakat, tidak
memandang status sosial, kemapanan ekonomi, atau pun siapa mereka, laki-
laki maupun perempuan. Karena semua akan saling melengkapi sesuai
kemampuan dan kemauan masing-masing, prinspnya tidak ada seorang pun
yang mempunyai keahlian sempurna, semua manusia akan saling
membutuhkan antara keahlian yang dimilki oleh satu orang dengan keahlian
yang dimiliki orang lain.
Peran perempuan dalam pendidikan juga tidak kalah pentingnya
dengan seorang laki-laki yang selalu mempunyai hak patriarki dan
mensubordinasikan perempuan dalam beberapa dekade yang telah
berlangsung di dalam kebudayaan kita. Di pondok pesantren an-Nur tidak ada
perbedaan dalam hak mendapat pendidikan, semua sama, entah dalam mereka
mendapatkan ilmu yang biasanya didapat dalam sekolah umum, atau
khususnya ilmu agama di pondok pesantren.
Pondok pesantren an-Nur memberikan ruang yang sama antara para
santrinya, baik untuk para laki-laki atau pun perempuan dalam mencari ilmu,
karena memang sangat dipandang perlu bagi mereka semua, tidak hanya
khusus bagi para santri yang laki-laki saja, mengingat kemajaun zaman dan
32
Wawancara Dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.
-
36
tekhnologi yang ada. Dan selain semua itu, kompleksitas permasalahan dalam
seluruh lapisan masyarakat, juga membutuhkan tidak hanya peran laki-laki
saja, perempuan sekarang juga mempunyai peran sangat penting di dalamnya,
khusunya pendidikan.
Sifat nature dari seorang perempuan yang lemah lembut, penuh kasih
sayang, keibuan, kesantunan kata-katanya dan yang lainnya, yang sulit
dimiliki oleh laki-laki, itu sangat penting dalam mengsukseskan pendidikan
yang ada, khususnya bagi pendidikan anak-anak setingkat PAUD dan sekolah
dasar. Sehingga para santrinya tidak dibatasi dalam mengenyam pendidikan,
khususnya untuk para perempuan, yang dianggap kurang bisa berkontribusi
jika bekerja di luar rumah, agar mereka mempunyai bekal keilmuan yang
sama dengan laki-laki, atau peling tidak, mereka bisa mengisi tempat-tempat
yang kosong dalam pendidikan yang tidak bisa diisi oleh para laki-laki.
Menurut pengasuh pondok pesantren an-Nur, pada saat memberikan materi
diskusi tentang pembahasan kitab Uqudul Lujayn:
“Perempuan juga mempunyai peran sangat penting dalam bidang
pendidikan, apa lagi pendidikan di dalam keluarganya. Pentingnya
perempuan dalam pendidikan tersebut dalam dunia pendidikan adalah
gambaran besar dari pendidikan anak-anak pada keluarga, jadi dalam
dunia pendidikan, wanita biasanya mempunyai peran penting,
khususnya dalam mendidik anak-anak pada awal mengenyam
pendidikan formal, di situ sifat keibuan mereka tidak bisa
terbantahkan, mereka tetap lebih membidangi dari pada para laki-laki
secara umumnya.”33
Keluarnya wanita dalam konteks ini seakan-akan menjadi wajib, dikarenakan
kepentingan pendidikan tersebut. Para santri disitu pun dianjurkan untuk
33
Wawancara dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.
-
37
mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, entah itu yang formal atau pun
tidak. Bahkan kalau bisa melebihi para laki-laki, karena dari merekalah bibit-
bibit anak cerdas di masa depan, karena jika seorang ibu sendiri tidak
mempunyai kecerdasan yang mumpuni, bagaimana mereka akan mendidik
anak-anak suaminya, atau pun anak-anak didik dalam dunia pendidikan
secara luas.
C. Implikasi dalam Bidang Perekonomian
Perempuan peranannya sangat terlihat dalam dunia perekonomian. Tidak
sedikit para perempuan yang sekarang memberikan kontribusi sangat
signifikan dalam memajukan perekonomian di wilayahnya. Dalam
lingkungan pondok pesantren sendiri keadaan tersebut sudah berjalan dari
sejak lama, bahkan yang berperan dalam perekonomian pondok pesantren an-
Nur salah satunya adalah kakak dari pengasuh pondok pesantren tersebut,
selain itu ada juga dari keluarga beliau, seperti istrinya.
Toletransi yang diberikan oleh seorang suami memanglah yang akan
menjadi kunci bagi potensi-potensi yang dimiliki oleh seorang istri, walaupun
semua itu ada koridornya masing-masing, toleransi bukan berarti membuka
pintu kebebasan ekspresi bagi seorang istri, tanpa ada aturan-aturan yang
membatasi, karena walau bagaimana pun perempuan adalah sesosok orang
yang sangat penting dalam keharmonisan hidup berumah tangga. Ketika dia
keluar dengan mempunyai tujuan mencari nafkah untuk membantu suami, dia
juga punya kewajiban untuk membimbing anak-anaknya agar mereka tetap
merasakan kasih sayang yang diberikan oleh seorang ibu, bukan malah
-
38
seorang ibu mencari uang sebanyak-banyaknya dan menitipkan anaknya
kepada orang lain, walaupun itu tidak salah, itu akan membuat kasih sayang
dan keharmonisan rumah tangga kurang baik. Dalam penuturan yang
diberikan oleh pengasuh pondok pesantren tersebut sebagai berikut:
“Tidak usahlah seorang istri itu setiap hari, setiap jam, dan bahkan
setiap detik, ketika dia ingin melakukan segala sesuatu yang kiranya
bermanfaat, bagi dia sendiri, atau bagi keluarga, dan orang-orang
disekelilingnya, harus selalu ijin kepada suami. Permasalahan penting
di situ bukanlah pada seringnya dia ijin, akan tetapi bagaimana antara
ke dua belah pihak bisa saling mengerti dan memahami, asalkan
seorang suami sudah tahu apa yang akan dilaukan oleh istrinya di
setiap harinya, cukuplah dia bermusyawarah di awalnya, ketika
seorang suami sudah mengjini di awal, tidak perlu setiap waktu harus
ijin, karena suami sendiri sudah mengetahuinya. Dan aku yakin
seorang suami, jika sedikit-sedikit istrinya ada keperluan, dan dia
selalu ijin terus-menerus, bukannya seorang suami akan merasa
tenang dan nyaman, malah memungkinkan hal tersebut akan
mengganggu atau memperlambat kepentingan masing-masing.”34
Istri beliau pun juga sering pergi keluar rumah untuk melaksanakan
pekerjaannya di bank, dan beliau pun tidak menghalang-halanginya, karena
itu memang dipandang perlu, dan juga penting untuk membantu
perekonomian keluarganya. Selain bekerja di bank, istri beliau juga
mempunyai penyedia layanan transportasi antar kota, dan yang memanageri
istri beliau sendiri. Itu semua wujud toleransi seorang suami yang diberikan
kepada istri terhadap hak dan peran perempuan, karena seorang perempuan
juga memiliki potensi yang sama dengan laki-laki jika mereka bisa
mengembangkannya.
“Dalam kehidupan rumah tangga saya, suami saya memberikan ijin
untuk mengembangkan potensi yang saya miliki, termasuk dalam
34
Wawancara Dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.
-
39
berkarir sebagai pegawai di salah satu bank yang ada di kota Salatiga,
dan mencari penghasilan lain untuk membantu perekonomian suami,
tapi semua itu juga ada batasan-batasannya, yaitu paling tidak suami
saya tahu akan aktifitas-aktifitas saya, dengan meminta persetujuan
diawal saya memulai berkarir di luar rumah.”35
Para santrinya juga tidak diberi pembatasan untuk mengembangkan
bakatnya dalam dunia interpreuner, mereka selain diperbolehkan mempelajari
ilmu-ilmu yang ada dalam kegiatan formal, juga diperbolehkan untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan yang sekiranya bisa mengembangkan bakatnya,
terlebih jika kegiatan tersebut bisa menghasilkan pundi-pundi uang yang bisa
membantu mereka untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sebagai seorang
santri dan juga seorang pelajar, yang pastinya tidak membutuhkan uang yang
sedikit.
Pembelajaran berbasis pengembangan potensi yang diadakan oleh
pondok pesantren an-Nur pun juga melibatkan para santri perempuan. Di
pondok pesantren tersebut baru-baru ini memang diadakan pendidikan untuk
mengembangkan potensi, yaitu mereka diajarakan untuk memahami cara
bertani, berkebun dan sebagainya, sehingga itu bisa menjadi bekal bagi para
santri ketika mereka sudah menetap dirumah, walaupun tidak sesempurna
pembelajaran bercocok tanam yang ada dalam sekolah SMK pertanian dan
perguruan tinggi, akan tetapi paling tidak bisa memberikan gambaran bagi
para santri, tidak memandang bagi yang putra atau pun putri.
35
Wawancara Dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.
-
40
D. Implikasi dalam Bidang Sosial dan Politik
Keterlibatan para perempuan dalam bidang sosial dan politik dewasa ini
sudah menjadi hal yang sangat lumrah. Pasalnya, memang tidak bisa
dipungkiri kontribusi para perempuan yang mempunyai keahlian dalam
bidang sosial dan politik, yang biasanya hal tersebut diturunkan oleh orang
tuanya yang pernah menjadi tokoh di lingkungannya. Pondok pesantren an-
Nur pun juga tidak mau menutup mata atas paradigma tersebut, paradigma
peralihan gender dalam diri perempuan memang sudah tidak bisa terelakkan,
mau tidak mau, harus mengakui akan ketangkasan para perempuan di zaman
sekarang dalam perannya di dalam kehidupan sosial masyarakat dan
berpolitik, walaupun tidak dalam cangkupan yang luas, seperti di perguruan
tinggi atau pun di desa, akan tetapi itu sudah mewakili eksistensi mereka
dalam bidang-bidang tersebut.
Realisasi penyetaraan peran di bidang sosial masyarakat dan politik,
menurut pengasuh pondok pesantren an-Nur sangatlah perlu untuk
diwujudkan, walaupun sering kali, bahkan hampir keseluruhan seorang
perempuan harus disibukkan oleh hal-hal yang ranahnya domestik, akan
tetapi semua itu tidak menutup kemungkinan peran mereka dalam membantu
mensukseskan kegiatan sosial di sekelilingnya. Media sosial, seperti televisi
atau pun yang sejenisnya, sudah sering menayangkan para perempuan yang
mempunyai peran dalam kehidupan sosial atau pun politik, contoh seperti ibu
Kartini, ibu Megawati, ibu Risma atau pun dalam bidang keagamaan seperti
mama Dedeh. Keterlibatan mereka tidak bisa dipandang sebelah mata.
-
41
Di pondok pesantren an-Nur, di sana juga mengajarkan bagi para
perempuan untuk mengembangkan diri dalam bidang sosial dan politik,
dalam bidang sosial mereka diajarkan untuk peduli terhadap masyarakat
sekitar, mereka selalu dilibatkan dalam kegiatan di masyarakat desa yang
terdekat dengan pondok pesantren, entah mereka harus berkontribusi seperti
apa dalam kegiatan tersebut, yang penting mereka mau ikut membantu untuk
mensukseskan acara yang ada di desa tersebut. Karena di selain mengajarkan
kepedulian mereka terhadap sesama, juga mengajarkan mere secara langsung
dalam kehidupan nyata, bagaimana cara berinteraksi dengan orang yang
mempunyai latar belakang karakter dan dunia pendidikan yang berbeda beda,
tidak seperti di pondok atau perguruan tinggi, yang mena orang-orang yang
hidup dalam satu instansi biasanya, pemikiran dan karakter antara satu
dengan yang lainnya tidak jauh berbeda, walaupu ada perbedaan, itu masih
mudah untuk dipersatukan dalam satu visi.
Berpolitik, mungkin itu masih sangat terlalu jauh jika dikaitkan
dengan para santri di pondok pesantren an-Nur, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan bagi para santrinya juga bisa berkontribusi dalam bidang
tersebut, begitu juga para santri putri. Memang di sana tidak pernah ada
materi yang diajarkan terkait perpolitikan dalam kegiatan belajar mengajar
setiap hari. Peraturan pondok pesantren an-Nur tidak terlalu mengekang para
santrinya untuk mengikuti kegiatan di perguruan tinggi agar santri-santri bisa
mengeksplor pelajaran dan keterampilan yang ada, seperti mengikuti
organisasi yang sifatnya mengembangkan potensi dan bakat santri sebagai
-
42
mahasiswa, dan juga mengikuti organisasi yang mempunyai latar belakang
politik, seperti SEMA dan DEMA. Seperti penuturan pengasuh pondok
pesantren an-Nur sebagai berikut:
“Di sini tidak membedakan bagi para santri untuk mengikuti kegiatan
belajar mengajar di pondok pesantren maupun di perguruan tinggi,
agar mereka bisa mengembangkan potensi dan bakat mereka,
sehingga mereka mempunyai bekal kelak di masa depannya”.36
Pemahaman akan Hadis yang tidak kaku menjadi kunci dari semua
peraturan di pondok pesantren tersebut. Karena memang sebenarnya Hadis
Nabi itu semua membawa kemaslahatan bersama, sehingga tidak mungkin
ketika ada beberapa Hadis mempunyai keterangan yang akan memojokkan
golongan atau orang tertentu, sedangkan kita sendiri meyakini, bahwa Hadis
adalah tuntunan hidup nomor dua setelah al-Qur‟an bagi orang-orang muslim,
mana mungkin sebuah tuntunan yang sudah dijamin oleh Nabi, ketika
mengikutinya akan masuk surga, akan memberikan ketimpangan dan ketidak
adilan dalam realisasinya.
E. Implikasi Pemahaman Hadis Misogini
Dalam membangun pemahaman kitab yang membahas tentang keharmonisan
hidup berumah tangga, di pondok pesantren an-Nur, santri-santri mengkaji
kitab Uqudul Lujayn, disuguhkan dengan metode diskusi, agar mereka semua
ikut berpartisipasi dalam memahami Hadis yang ada dalam kitab tersebut.
Terlepas akan kontribusi ilmu yang diberikan bisa mewakili kebutuhan umat
muslim secara luas atau tidak, yang penting mereka sudah mengupayakan
36
Wawancara Dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.
-
43
pemahaman Hadis misogini, agar bisa membawa kemaslahatan bersama
dalam kehidupan berumah tangga.
Pemahaman yang dibangun dalam kitab tersebut dipusatkan pada
Hadis-hadis yang dipandang berpengaruh untuk memojokkan orang
perempuan dalam lingkungan keluarga atau peran sosialnya dalam
masyarakat, dengan kata lain pembahasan berpusat pada Hadis misogini. Dari
teks yang ada, yang merupakan pemahaman sujektif dari seorang penafsir
(pembaca) dan pengarang kitab dijadikan satu, dengan tujuan kemaslahatan
untuk menggali hukumnya, karena jika hanya mengedepankan pengarang
kitabnya saja, tanpa kontribusi dari penafsir yang membacanya, itu hanya
akan menghasilkan kajian kehidupan konteks zaman dahulu saja, berbeda
seandainya penafsir juga ikut memberikan sumbangsih dari teks Hadis asli,
setelah itu dipadukan dengan pemikiran pengarang kitab tersebut, dan
penafsir memberikan kontribusi intelektualnya dalam menafsirkan teks
tersebut, berdasarkan konteks kultur sosial dan zamannya, karena semakin
banyak penafsiran yang digunakan dan teks itu sendiri, akan semakin objektif
hasilnya.
Pemfokusan penelitian adalah pada Hadis misogini yang mambahas
tentang: Pertama, laknat Malaikat yang ditujukan kepada perempuan, atau
seorang istri yang tidak mau melayani suami ketika diajak melakukan
hubungan badan. Ke dua, pembahasan mengenai dilarangsa seorang istri
keluar dari rumah suaminya, tanpa izin terlebih dahulu. Ke tiga, seorang
wanita tidak punya haq untuk mengajukan gegatan cerai kepada seorang
-
44
suami, jika dia melakukannya akan dilaknat oleh semua makhluk Allah. Dan
ke empat, seorang istri tidak boleh puasa sunah tanpa seijin suami, apabila dia
melanggarnya (ijin) kepada suami, maka dia akan mendapat dosa atas
puasanya, dan puasanya tidak lain hanya mendapat lapar dan dahaga.
Analisis implikasi pemahaman Hadis yang dijadikan pembahasan
pokok di pondok pesantren an-Nur, untuk diaplikasikan pada kehidupan
sehari-hari, memberikan ruang bagi perempuan untuk ikut andil dalam
kehidupan bersosial di berbagai lapisan masyarakat atau dalam keluarganya
sendiri, seperti:
1. Implikasi dalam kehidupan berumah tangga;
2. Implikasi dalam dunia pendidikan;
3. Implikasi dalam bidang perekonomian;
4. Implikasi dalam bidang sosial dan politik.
Kontribusi dari metode penafsiran yang dipadukan dari berbagai
konteks sudut pandang, untuk memahami teks-teks Hadis tersebut dengan
langkah sebagai berikut, pertama melibatkan teks Hadis itu sendiri dan
seterusnya dipadukan dengan teks-teks pemikiran yang dituangkan oleh
pengarang kitab Uqudul Lujayn, setelah itu ditambahkan kontribusi
pemikiran dari penafsir (peserta diskusi), maka menimbulkan empat implikasi
di atas. Sehingga dengan penafsiran tersebut peran perempuan pun menjadi
terlihat, dan lebih realistis ketika dilihat dari struktur sosial yang ada dalam
lingkungan masyarakat, berbeda ketika hanya dipahami dari sudut pandang
penafsir awal (pengarang kita), yang memungkinkan hanya melihat dari sudut
-
45
pandang sosial yang pernah ada di masanya, atau masa sebelumnya, dan
hanya memberikan sedikit pandangan bagi masa-masa setelahnya, yang bisa
menjadi sangat jauh berbeda kalau dilihat dari kemajuan zaman dan
perkembangan kehidupan sosial saat ini.
-
i
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Hadis misoginis yang terdapat dalam kitab uqudul lujayn memberikan
pengaruh terhadap cara berpikir bagi orang yang mengkajinya, termasuk
para santri di pondok pesantren, khususnya pondok pesantren an-Nur.
Berikut adalah inti dari hasil penelitian yang telah dilakukan:
1. Pemahaman para santri an-Nur terhadap Hadis misogini sudah
hampir merata, hampir semua santri yang diwawancarai
memahami Hadis tersebut, karena memang dalam kajian kitab
uqudul lujayn pernah dibahas tentang Hadis tersebut.
2. Kajian yang digunakan dalam membahas Hadis misoginis di
pondok pesantren an-Nur menggunakan metode klasik, seperti
bandongan, akan tetapi untuk mengembangkan kajian tentang
Hadis tersebut agar hasilnya bisa maksimal dan lebih aplikatif
sesuai zaman dan kultur sosialnya, para santri menggunakan
metode diskusi. Dalam diskusi tersebut, tidak hanya metode tafsir
klasik saja yang digunakan untuk memahai, tapi juga sedikit
mengambil metode tafsir hermeneutikanya Hasan Hanafi.
3. Implikasi dari Hadis yang ditafsirkan secara misoginis tersebut,
setelah dikaji dan dipahami ulang oleh para santri, menunjukkan
indikasi bahwa tidak ada Hadis dari Rasulullah bersifat misoginis,
hanya saja tergantung para mufassir menafsirkan Hadis tersebut.