PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE
DI KECAMATAN MAJASARI KABUPATEN PANDEGLANG
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Administrasi Publik Pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Administrasi Publik
Oleh:
ALGI FIRMANSAH
6661132381
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2019
ABSTRAK
Algi Firmansah. NIM. 6661132381. Skripsi. Pelaksanaan Good Governance di
Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang. Pembimbing I: DR. Dirlanuddin,
M.Si dan Pembimbing II: Rahmawati, M.Si
Fokus penelitian adalah penerapan good governance di Kecamatan Majasari Kabupaten
Pandeglang. Permasalahan pada penelitian adalah pihak Kecamatan Majasari kurang
informatif terkait pelayanan-pelayanan yang disediakan, pihak swasta masih kurang
berpartisipasi dalam pelayanan pembuatan izin usaha yang disediakan oleh pihak
Kecamatan Majasari, respon terhadap permohonan masyarakat untuk pembuatan Kartu
Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk dinilai lamban, pihak Kecamatan Majasari masih
terbilang diskriminatif dalam pemberian pelayanan pembuatan Kartu Keluarga dan Kartu
Tanda Penduduk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan good governance di Kecamatan Majasari. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Teori UNDP dan Teori Pelayanan Parasurman. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan survey. Analisis data yang
digunakan dengan prosedur reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan oleh
Matthew B. Milles dan Michael Huberman. Hasil penelitian, dapat diketahui bahwa
pelaksanaan good governance di Kecamatan Majasari belum optimal karena pihak
Kecamatan Majasari masih melakukan pelanggaran dalam menerapkan prinsip-prinsip
good governance. Berkaitan dengan hasil penelitian yang didapat, peneliti memberikan
beberapa saran diantaranya, pihak Kecamatan Majasari agar lebih memahami kebutuhan
masyarakat, pihak Kecamatan Majasari agar lebih mendisiplinkan para pegawai, dan
pihak Kecamatan Majasari agar lebih mempersiapkan diri dalam memberikan
pelayananan.
Kata Kunci : Good Governance, Kecamatan Majasari, Pelayanan
ABSTRACT
Algi Firmansah. NIM. 6661132381. Research Paper. Implementation of Good
Governance at Majasari Subdistrict Pandeglang Regency. First Supervisor: DR.
Dirlanuddin, M.Si and Second Supervisor: Rahmawati, M.Si.
The focus of the research is the implementation of good governance in Majasari Subdistrict,
Pandeglang Regency. The research problems are that the Majasari Subdistrict was less
informative regarding the services provided, the private sector still lacked participation in the
service of making business licenses provided by the Majasari Subdistrict, the response to the
community's request for Family Cards and Identity Cards is considered slow, Majasari
Subdistrict is still discriminative in providing services for making Family Cards and Identity
Cards. The purpose of this study is to find out how the implementation of good governance in
Majasari District. The theory used in this study is the UNDP Theory and Parasurman Service
Theory. The research method used is a qualitative method with a survey approach. Analysis of
data used with data reduction procedures, data presentation, and drawing conclusions by
Matthew B. Milles and Michael Huberman. The results of the study, it can be seen that the
implementation of good governance in Majasari Subdistrict is not optimal because the Majasari
District still violates the implementation of good governance principles. In connection with the
results of the research obtained, the researcher gave several suggestions, namely, the Majasari
Subdistrict in order to understand the needs of the community quite better, the Majasari
Subdistrict in order to discipline employees quite further, and the Majasari Subdistrict to prepare
themselves for providing services quite better.
Keywords: Good Governance, Majasari Subdistrict, Services
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah Swt atas segala rahmat
hidayah dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul Pelaksanaan Good Governance di Kecamatan Majasari Kabupaten
Pandeglang. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Administrasi Publik pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
Terimakasih atas dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu secara
moril maupun materiil dalam melakukan penelitian untuk kelancaran penyusunan skripsi
ini. Sehubungan dengan hal itu maka peneliti juga menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirayasa.
3. Ibu Rahmawati S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Iman Mukhroman, M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan juga sebagai Dosen
Pembimbing Metodologi Penelitian Administrasi.
6. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Administrasi Publik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Ibu Dr. Arenawati, S.Sos., M.Si.,Wakil Ketua Program Studi Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Bapak Dr. Dirlannudin, M.Si., Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan arahan
dan masukan dalam penyusunan skripsi.
9. Ibu Rahmawati, M.Si., Dosen Pembimbing II yang juga selalu memberikan arahan,
masukan dan kritik yang membangun serta semangat dalam penyusunan skripsi.
10. Kepada seluruh Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah mendidik dan membekali
penulis dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat selama perkuliahan.
11. Para Staff Tata Usaha Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atas segala bantuan administrasi dan
informasi selama perkuliahan.
12. My Love, Fitri Choirunnisa, selaku supporter dalam pembuatan skripsi ini. Tanpamu
aku bukan apa-apa.
13. Terima kasih kepada seluruh kawan-kawan Administrasi Publik Angkatan 2013,
yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun telah memberikan kesan, tawa, serta
dukungan agar kelak sukses bersama.
Atas segala bantuan dan bimbingan serta kerjasama yang baik yang telah
diberikan selama penyusunan skripsi, maka peneliti ucapkan terimakasih dan hanya
dapat memanjatkan doa semoga kebaikan tersebut dibalas dengan pahala yang berlipat
ganda dan merupakan suatu amal kebaikan di sisi Allah SWT.
Peneliti juga menyadari bahwa dalam penyususnan skripsi ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak.
Akhir kata penulis berharap agar upaya ini dapat mencapai maksud yang
diinginkan dan dapat menjadi tulisan yang berguna bagi semua pihak.
Serang, Januari 2019
Peneliti
Algi Firmansah
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................... 13
1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 13
1.4 Rumusan Masalah ...................................................................... 14
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................... 14
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................... 14
1.7 Sistematika Penulisan ................................................................ 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI
DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................... 18
2.1.1 Konsep Good Governance ............................................... 19
2.1.2 Prinsip-prinsip Good Governance ................................... 26
2.1.3 Pengertian Pemerintahan .................................................. 31
2.1.4 Pengertian Apartur Sipil Negara ...................................... 36
2.1.5 Konsep Pelayanan ........................................................... 40
2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................. 42
2.3 Kerangka Berfikir ...................................................................... 46
2.4 Asumsi Dasar ............................................................................. 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ........................................... 49
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian .............................................. 49
3.3 Lokasi Penelitian ........................................................................ 50
3.4 Instrumen Penelitian .................................................................. 50
3.5 Informan Penelitian .................................................................... 51
3.6 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 54
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 58
3.8 Uji Keabsahan Data ................................................................... 62
3.9 Jadwal Penelitian ....................................................................... 66
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ........................................................ 67
4.2 Deskripsi Data Penelitian .......................................................... 68
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ......................................................... 71
4.4 Pembahasan ................................................................................ 99
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 115
5.2 Saran .......................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Pihak Swasta yang Terdaftar Memiliki Izin Usaha ............. 9
Tabel 2.1 Perbedaan Government dan Governance ........................................ 21
Tabel 3.1 Informan Penelitian ......................................................................... 53
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ...................................................................... 56
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ............................................................................ 66
Tabel 4.1 Informan Penelitian ......................................................................... 71
Tabel 4.2 Fasilitas Operasional di Kantor Kecamatan Majasari ..................... 91
Tabel 4.3 Perkembangan Penyediaan Fasilitas Operasional ........................... 98
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Mekanisme PATEN di Kecamatan Majasari ................................ 11
Gambar 2.1 Interaksi Antar Pelaku dalam Kepemerintahan ............................. 26
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir .......................................................................... 47
Gambar 3.1 Teknik Analisis Data ..................................................................... 59
Gambar 3.2 Triangulasi Teknik ........................................................................ 64
Gambar 3.3 Triangulasi Sumber ...................................................................... 64
Gambar 4.1 Informasi Pelayanan di Kecamatan Majasari ................................ 76
Gambar 4.2 Informasi Pembangunan di Kecamatan Majasari.......................... 78
Gambar 4.3 Sarana dan Prasaranan di Kecamatan Majasari............................. 90
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu yang mengemuka
dalam pengelolaan administrasi publik. Hal ini antara lain tercermin dari tuntutan
yang masiv dari masyarakat kepada para penyelenggara negara, baik di
pemerintahan, dewan perwakilan maupun yudikatif untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang baik. Artinya, terselenggaranya good governance merupakan
cita-cita dan harapan bagi setiap bangsa. Secara umum, good governance dapat
diartikan sebagai proses pengelolaan pemerintahan melalui keterlibatan stakeholders
yang luas dalam bidang ekonomi, sosial dan politik suatu negara dan pendayagunaan
sumberdaya alam, keuangan dan manusia menurut kepentingan semua pihak dengan
cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, persamaan, efisiensi,
transparansi dan akuntabilitas. Soffian Effendi dalam Azhari, (2002: 187)
mendefinisikan good governance sebagai penyelenggaraan pemerintahan secara
partisipatif, efektif, jujur, adil, transparan dan bertanggungjawab kepada semua level
pemerintahan. Pada akhirnya, good governance akan menghasilkan birokrasi yang
handal, profesional, efisien, produktif, serta memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat.
Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berjuang demi terciptanya good
governance. Namun faktanya, keadaan Indonesia saat ini belum menunjukkan
bahwa harapan tersebut sudah tercapai. Hal ini dibuktikan dengan mencuatnya
kasus-kasus yang melibatkan kalangan birokrasi akhir-akhir ini. Salah satunya
adalah kasus korupsi Political and Economic Risk Consultancy (PERC)
mengumumkan hasil surveinya mengenai peringkat korupsi negara-negara di dunia,
dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk dalam pemeringkatan
tingkat korupsinya. Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang
priode 1 Januari hingga 31 Juli 2012. Penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), kepolisian RI dan kejaksaan agung telah menetapkan 597 orang
sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Kasus sepanjang semester pertama 2012
tersebut mencapai 285 kasus dengan potensi kerugian aset Negara yang yang
ditimbulkan akibat korupsi sebesar Rp 1,22 trilliun. Keadaan ini berbanding jauh
dengan Singapura di mana pihak pemerintah berperan aktif di masyarakat dalam
mengelola dan mengembangkan ekonomi, kemudian pegawai negeri memiliki
prestise yang tinggi sehingga pelayanan publik hampir seluruhnya bebas dari korupsi
(Romdon: 2013). Pada awal tahun 2017, Indonesia dihebohkan dengan kasus
korupsi proyek pembangunan Hambalang yang melibatkan nama-nama tokoh
politik tenar seperti Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum.Azzam, dkk. (2013:
2) menjelaskan bahwa kasus korupsi proyeksi Hambalang sudah mulai bergulir sejak
Agustus 2011 lalu. Pada tanggal 1 Agustus, KPK mulai menyelidiki kasus korupsi
proyek Hambalang senilai Rp 2,5 triliun. Nama-nama elit politik pun mulai
bermunculan dan terseret kasus proyek Hambalang. Pada 3 Desember 2012, KPK
menjadikan tersangka Andi Alfian Mallarangeng dalam posisinya sebagai Menpora
dan pengguna anggaran. Setelah Andi, nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Arbaningrum masuk dalam pusaran korupsi Hambalang. Arjamudin (2012)
menyatakan bahwa kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di
luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa
masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai.
Pelaksanaan good governance di Indonesia sendiri mulai benar–benar dirintis
sejak munculnya era reformasi. Era tersebut menuntut proses demokrasi yang bersih
sehingga good governance menjadi salah satu alat reformasi yang mutlak diterapkan
dalam pemerintahan baru. Febrian (2009) mengemukakan bahwa masih banyak
ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi
yang merupakan dua produk utama good governance. Artinya, penerapan good
governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan
cita–cita reformasi sebelumnya.
Berkaitan dengan good governance, salah satu hal yang harus diperhatikan
adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat atau pelayanan publik. Karena
pada dasarnya peran pokok dari pemerintah memberikan pelayanan publik antara
lain dalam hal-hal yang berkaitan dengan memelihara keamanan, ketertiban,
mewujudkan keadilan, memenuhi kepentingan umum, mewujudkan kesejahteraan
sosial, perekonomian, pemeliharaan sumber-sumber daya alam dan lingkungan.
Dalam keterkaitan tersebut pembentukan berbagai instansi pemerintahan dengan
tugas dan fungsinya masing-masing berperan sebagai perangkat utama dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, yang sesuai dengan peraturan menteri
pendayagunaan aparatur Negara Nomor 15 Tahun 2014 bahwa setiap penyelenggara
pelayanan publik wajib menyusun, menetapkan, dan menerapkan standar pelayanan
serta menetapkan maklumat pelayanan dengan memperhatikan kemampuan
penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan.
Pelayanan publik menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan tugas dan
pengukuran kinerja pemerintah melalui birokrasi. Pelayanan publik sebagai
penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good
governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia
usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan
publik. Ada tiga alasan penting yang melatarbelakangi bahwa pembaharuan
pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama,
perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu
pemerintah, warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari
ketiga unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai
yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih
mudah dan nyata melalui pelayanan publik.
Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintah syarat dengan
permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang berbelit-belit, ketidakpastian
waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar
oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi
pelayanan dalam hal birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif untuk
mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya
tambahan.
Selain permasalahan di atas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh
masyarakat yang sering dilecehkan martabatnya sebagai warga negara. Masyarakat
ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat birokrasi, sehingga
harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini
terjadi karena budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya
pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan. Untuk mengatasi
kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan
pelayanan publik yang berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang
prima sebab pelayanan publik merupakan fungsi utama pemerintah yang diberikan
sebaik-baiknya oleh pejabat publik. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan
melakukan penerapan prinsip-prinsip good governance, yang diharapkan dapat
memenuhi pelayanan yang prima terhadap masyarakat. Terwujudnya pelayanan
publik yang berkualitas merupakan salah satu ciri good governance. Untuk itu,
aparatur negara harus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan
efisien, karena diharapkan dengan penerapan good governance dapat
mengembalikan dan membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah.
Pada penelitian ini, analisa pelaksanaan good governance difokuskan pada
pelayanan publik di Kecamatan Majasari. Kecamatan Majasari sendiri merupakan
Kecamatan dengan swadaya tertinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan
lainnya di Kabupaten Pandeglang. Kecamatan Majasari adalah pemekaran dari
Kecamatan Pandeglang berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Pandeglang No.26
Tahun 2007 tentang pembentukan Kecamatan Majasari dan Kecamatan Sobang tanggal
17 Juli 2007. Secara administratif, Kecamatan Majasari merupakan salah satu bagian dari
Kabupaten Pandeglang dengan luas wilayah 19, 41 KM2 yang berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kecamatan Pandeglang/Karang Tanjung
Sebelah Selatan : Kecamatan Kaduhejo
Sebelah Timur : Kecamatan Banjar
Sebelah Barat : Kecamatan Kaduhejo
Secara Geografis, Kecamatan Majasari terletak di antara 6.173,2o Bujur Timur
dengan luas daerah 20, 09 KM2, atau sebesar 0,73% dari luas Kabupaten Pandeglang.
Kecamatan Majasari ditempati oleh 46.041 jiwa penduduk yang tersebar di 5 kelurahan;
Sukaratu, Karaton, Selaja, Saruni, Pager Batu. Sebuah Kecamatan dipimpin oleh seorang
Camat yang berada di bawah tanggung jawab Bupati melalui Sekretaris Daerah.
Kecamatan Majasari merupakan wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah
Kabupaten dengan visi “mendorong, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
agrobisnis, pertanian, wisata, dan home industry” serta misi sebagai berikut:
1. Terwujudnya pelayanan masyarakat yang berkualitas, transparan, dan akurat.
2. Terwujudnya budaya tertib hukum dan tertib lingkungan dalam masyarakat.
3. Mewujudkan usaha-usaha guna mendukung penerimaan pendapatan daerah yang
optimal.
4. Mewujudkan pelaksanaan pembangunan yang berbasis partisipasi masyarakat.
Berdasarkan peraturan Bupati Pandeglang nomor 66 tahun 2016, Kecamatan
Majasari mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan yang
dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah dan
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Proses pelayanan melibatkan 28 pegawai
yang terdiri dari 15 pegawai pegawai ASN, 6 pegawai TKK, dan 17 pegawai TKS.
Berbagai macam pelayanan bagi masyarakat disediakan oleh pihak Kecamatan Majasari,
diantaranya:
1. Pengantar Kartu Keluarga (KK)
2. Pengantar Kartu Tanda Penduduk (KTP)
3. Pengantar Akta Kelahiran
4. Pengantar Surat Pindah
5. Rekomendasi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dibawah 100 M²
6. Rekomendasi Ijin Keramaian
7. Rekomendasi Ijin Gangguan (HO)
8. Pengantar Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)
9. Rekomendasi Dispensasi Nikah dibawah 10 Hari
10. Rekomendasi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)
11. Legalisir Surat Kematian
12. Legalisir KTP/KK
13. Pengantar Permohonan SPPT Baru
14. Pengantar Permohonan Mutasi/Balik Nama SPPT
Di Kecamatan Majasari, masalah good governance menjadi masalah yang hangat di
bicarakan. Guna mengetahui secara singkat tentang pelaksanaan good governance di
Kecamatan Majasari, peneliti melakukan pre-observasi melalui wawancara semi struktur
dengan Sekretaris Camat Majasari. Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui
bahwa beberapa dari prinsip-prinsip good governance belum berhasil diterapkan secara
optimal, seperti transparansi, partisipasi, responsivitas, dan keadilan.
Berkaitan dengan misi yang diemban oleh Kecamatan Majasari yaitu “Terwujudnya
pelayanan masyarakat yang berkualitas, transparan, dan akurat, transparansi” dalam
pelaksanaan good governance seharusnya sudah diterapkan secara optimal. Namun,
faktanya, pihak Kecamatan Majasari masih dianggap kurang informatif terkait
pelayanan-pelayanan publik yang disediakan oleh pihak kecamatan sehingga berpotensi
untuk mengurangi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan tersebut.
Contohnya saja dalam pelayanan pembuatan surat IMB dan surat izin keramaian.
Menurut Soni Azhari (25); masyarakat di Kecamatan Majasari, ketika ingin mengajukan
pembuatan rekomendasi IMB, ia tidak mengetahui secara jelas tentang persyaratan-
persayaratan yang harus dipenuhi sehingga harus kembali lagi ke kecamatan ketika
semua persyaratan sudah lengkap. Selain itu, Agus Arif Rahman (37); masyarakat di
Kecamatan Majasari, ia sama sekali tidak mengetahui bahwa Kecamatan Majasari
menyediakan pelayanan surat izin keramaian. Agus menambahkan, ia juga tidak
memahami apa fungsi dan kapan harus meminta surat izin keramaian kepada pihak
Kecamatan Majasari.
Kurangnya informasi terkait pelayanan-pelayanan yang disediakan oleh pihak
Kecamatan Majasari berdampak signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan pelayanan-pelayanan tersebut. Terbukti dengan prinsip partisipasi yang
dinyatakan belum optimal karena pihak swasta yang berperan sebagai salah satu pilar
dari good governance belum berpartisipasi dalam pelayanan yg disediakan oleh pihak
Kecamatan Majasari seperti surat izin usaha. KASI pemerintahan Kecamatan Majasari
menyatakan bahwa masih ada beberapa tempat usaha di Kecamatan Majasari yang belum
memiliki surat izin. Dari sekian banyak pihak swasta yang mendirikan usaha di daerah
pemerintahan Kecamatan Majasari, hanya beberapa yang terdaftar memiliki izin usaha
di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten
Pandeglang, berikut daftarnya:
Tabel 1.1
Daftar Pihak Swasta yang Terdaftar Memiliki Izin Usaha
No Nama Pihak Swasta Alamat
1 Toko Gugun Nugraha Kp. Cipacung, Kel. Saruni, Kec.
Majasari
2 CAS Water Park Kp. Cikole, Kel. Sukaratu, Kec.
Majasari
3 Toko Kholid Kp. Cikole, Kel. Sukaratu, Kec.
Majasari
4 Dr. H Gatot Supriadi Kp. Maja Mesjid Rt/Rw. 001/005
Kel. Sukaratu Kecamatan
Majasari
5 Apotek Hana Perintis Farma Jl. Raya Labuan Km.4 Kp.
Cipacung, Kel.saruni, Kec.
Majasari
6 Apotek Central Farma 2 Jl. Raya Labuan, Kp. Ciekek, Kel.
Karaton, Kec. Majasari
7 Tempat Penampungan Limbah Bekas
“Limbah Rezeki”
Kp. Wakap, Kel.Sukaratu,
Kec.Majasari
(Sumber: DPMPTSP Kab.Pandeglang, 2014)
Kuswanto (2012) menjelaskan bahwa dengan melaksanakan prinsip-prinsip good
governance, maka tiga pilarnya yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil
hendaknya saling menjaga, saling dukung dan berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang sedang dilakukan. Dalam pemberian pelayanan publik, respon pihak
kecamatan adalah salah satu faktor penilaian masyarakat terhadap pelayanan yang
diberikan. Pada pelaksanaan good governance di Kecamatan Majasari, khususnya dalam
pemberian pelayanan publik prinsip responsivitas dinyatakan belum optimal karena
respon yang diberikan oleh pihak Kecamatan untuk pelayanan permohonan pembuatan
Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk masih terbilang lamban. Formulir untuk
pembuatan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk seringkali tidak tersedia sehingga
proses pembuatan harus diundur selama beberapa jam atau bahkan ke lain hari. Hal ini
juga menunjukkan bahwa penguluran waktu masih ditemukan dalam proses pelayanan
sehingga mengharuskan masyarakat untuk kembali ke kantor kecamatan dua sampai tiga
kali. Keadaan tersebut terbilang tidak efisien karena merugikan masyarakat dari segi
waktu dan biaya. Terlebih lagi, prosedur dan waktu pelayanan seringkali ditemukan tidak
sesuai dengan SOP Kecamatan Majasari. Berikut ini Standar Operasional Pelayanan
yang ada di Kecamatan Majasari terlampir pada Gambar 1.1 di bawah ini:
Gambar 1.1
Mekanisme Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan
( PATEN ) Kecamatan Majasari
(Sumber : Kecamatan Majasari)
Santosa dalam Mawarni (2014) mengatakan bahwa responsivitas merupakan
kemampuan lembaga publik dalam merespon kebutuhan masyarakat terutama yang
berkaitan dengan basic needs (kebutuhan dasar) dan HAM (hak sipil, hak politik, hak
ekonomi, hak social, dan hak budaya). Selanjutnya, dalam pemberian pelayanan publik,
pihak Kecamatan Majasari dituntut untuk adil kepada seluruh masyarakat; tanpa
membeda-bedakan status sosial dan ekonomi. Keadilan dalam pelaksanaan good
governance di Kecamatan Majasari khususnya dalam pemberian pelayanan publik, juga
dinilai belum optimal. Pihak Kecamatan masih diskriminatif dalam memberikan
pelayanan permohonan pembuatan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk. Dalam
hal ini, pelayanan yang diberikan oleh pihak Kecamatan Majasari terkesan pandang bulu.
LOKET 1
PENERIMAAN /
PEMERIKSAAN BERKAS
PERIZINAN
LOKET 2 PENERIMAAN
/ PEMERIKSAAN BERKAS NON
PERIZINAN
PROSES PEMBUATAN
BERKAS
PENANDA-TANGANAN
BERKAS
LOKET 3 PENYERAHAN
BERKAS
RUANG TUNGGU
PEMOHON
PEMOHONPETUGAS
PIKET ( INFORMASI )
Masyarakat yang memiliki kenalan dengan pegawai Kecamatan Majasari atau
memberikan upah pengerjaan, prosesnya akan di percepat. Menurut Aristoteles, keadilan
berasal dari kata “Adil” yangberarti tidak berat sebelah, tidak memihak; memihak pada
yang benar, berpegang pada kebenaran; sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang.
Terkait dengan penjelasan dalam Undang Undang 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah pasal 221 ayat (1) bahwa good governance diperlukan agar
Kecamatan dapat meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan
publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/Kelurahan. Menyadari akan pentingnya
good governance bagi Kecamatan Majasari, peneliti bermaksud melakukan penelitian
ini guna menganalisa masalah-masalah yang menghambat terlaksananya good
governance.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan proses untuk mengenali asumsi-asumsi berdasarkan
observasi maupun studi pendahuluan pada fokus penelitian. Maka berdasarkan pra
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, berikut masalah-masalah good governance yang
teridentifikasi di Kecamatan Majasari:
1. Pihak Kecamatan Majasari kurang informatif terkait pelayanan-pelayan yang
disediakan.
2. Pihak swasta masih ada yang tidak berpartisipasi dalam pelayanan pembuatan izin
usaha yang disediakan oleh pihak Kecamatan Majasari.
3. Respon terhadap permohonan masyarakat untuk pembuatan Kartu Keluarga dan
Kartu Tanda Penduduk dinilai lamban.
4. Pihak Kecamatan masih terbilang diskriminatif dalam pemberian pelayanan
pembuatan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini ditujukan agar penelitian tetap fokus dan tidak
melebur. Hal ini dikarenakan konsep good governance yang begitu luas. Adapun
penelitian ini difokuskan pada batasan tematik, yaitu:
1. Analisa tentang pelaksanan good governance di Kecamatan Majasari difokuskan
pada pelayanan publik; permohonan pembuatan Kartu Keluarga, permohonan
pembuatan Kartu Tanda Penduduk, pembuatan surat Izin usaha, dan izin keramaian
2. Analisa tentang pelaksanaan good governance dalam pelayanan publik di
Kecamatan Majasari difokuskan pada prinsip-prinsip yang ditetapkan pada misi
Kecamatan Majasari; transparansi, partisipasi, responsivitas, dan keadilan.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang menjadi
fokus kajian dalam penelitian ini adalah Bagaimana pelaksanaan good governance di
Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pelaksanaan good governance di Kecamatan Majasari Kabupaten
Pandeglang.
1.6 Manfaat Penelitian
Terdapat dua aspek manfaat penelitian yang diharapkan oleh peneliti yaitu:
a. Aspek Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pelaksanaan good
governance yang dapat dijadikan referensi pembelajaran bagi mahasiswa fakultas
ilmu sosial dan politik.
b. Aspek Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi pemerintah
Kecamatan Majasari agar lebih maksimal dalam melaksanakan good governance
di Kecamatan Majasari.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini terdiri dari :
a. Latar belakang masalah, menjelaskan mengenai ruang lingkup dan kedudukan
peramasalahan yang akan menjadi alasan dilakukannya penelitian tersebut.
b. Identifikasi masalah, menjelaskan mengenai identifikasi masalah yang
ditemukan oleh peneliti dan dikaitkan dengan topik/judul penelitian.
c. Batasan Masalah, menjelaskan batasan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
d. Rumusan masalah, menjelaskan mengenai penetapan masalah yang dianggap
paling penting yang berkaitan dengan fokus penelitian.
e. Tujuan penelitian, menjelaskan mengenai sasaran yang diinginkan peneliti dalam
penelitiannya dan harus sejalan dengan rumusan masalah yang ada.
f. Manfaat penelitian, menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil penelitian.
g. Sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN ASUMSI
DASAR
Terdiri dari :
a. Deskripsi teori, pada bagian ini peneliti mengkaji berbagai teori dan konsep-
konsep yang relevan dengan permasalahan penelitian yang kemudian akan
menjadi pisau analisis untuk mendapatkan jawaban dari penelitian yang
dilakukan.
b. Penelitian sebelumnya, berisi ringkasan penelitian yang serupa yang telah
dilakukan sebelumnya sebagai bahan referensi dan masukan hal-hal yang perlu
ditambahkan atau dihilangkan.
c. Kerangka berfikir, pada bagian ini peneliti akan menggambarkan alur pikiran
peneliti sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada
pembaca.
d. Asumsi dasar, merupakan penjelasan atau kesimpulan awal dari peneliti.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini mencakup :
a. Desain penelitian, dalam bagian ini peneliti menjelaskan mengenai metode yang
digunakan dalam penelitian, fokus dan lokus dalam penelitian yang dilakukan,
dan menjelaskan definsi konsep dan definisi operasional.
b. Instrumen penelitian, akan menjelaskan mengenai alat yang digunakan sebagai
pencarian data yang diperlukan dalam penelitian.
c. Teknik pengumpulan data, menjelaskan cara-cara yang ditempuh atau digunakan
peneliti dalam mencari informasi mengenai penelitian yang dilakukan.
d. Informan penelitian, bagian ini menjelaskan siapa saja yang menjadi sumber
informasi dalam penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
a. Deskripsi lokasi penelitian, akan menjelaskan mengenai keadaan lokasi
penelitian yang kemudian dikaitkan dengan permasalahan.
b. Deskripsi informan dan data lapangan, menjelaskan mengenai informan sebagai
sumber informasi dan mendeskripsikan informasi dan data yang didapat dari
informan.
c. Pembahasan, menyusun jawaban yang didapat dari informan dan diselaraskan
dengan teori yang peneliti gunakan.
BAB V PENUTUP
a. Kesimpulan, merupakan jawaban dan simpulan dari rumusan masalah yang ada.
b. Saran, merupakan rekomendasi yang diberikan peneliti dari kesimpulan dalam
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Deskripsi teori yakni menjabarkan penggunaan berbagai teori dan konsep yang
relevan dengan permasalahan dan fokus penelitian untuk kemudian disusun dengan
teratur dan rapi untuk dapat membuat suatu asumsi dasar dalam penelitian. Dengan
mengkaji berbagai teori dan konsep, maka peneliti memiliki konsep penelitian yang jelas
sehingga dapat menyusun pertanyaan yang rinci untuk penyelidikan, serta dapat
menemukan hasil penelitian yang tepat dan akurat. Selain itu, untuk meningkatkan
kualitas deskripsi teori, pembahasannya perlu dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian
yang akan dilakukan peneliti. Dengan demikian, maka memungkinkan hasil penelitian
tentang “Pelaksanaan Good Governance di Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang”
menjadi lebih optimal. Penelitian yang dilakukan peneliti sangat erat hubungannya
dengan teori-teori yang digunakan para ahli ilmu administrasi negara, ilmu
pemerintahan, ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainnya.
Safiani (2012) menyatakan bahwa dalam administrasi publik, teori didefinisikan
sebagai rangkaian ide mengenai bagaimana dua variabel atau lebih berhubungan. Teori
menurut F.M Kerlinger (dalam Rakhmat, 2004 : 6) merupakan himpunan konstruk
(konsep), definisi, dan preposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang
gejala dengan menjabarkan relasi di
antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Jadi,
berdasarkan pengertian-pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa teori
merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan bagaimana suatu gejala
terjadi.
Frayogi (2015: 44) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelompok teori
dalam administrasi negara, antara lain, teori deskriptif eksplanatif, teori normatif,
teori asumtif, dan teori instrumental. Teori deskriptif eksplanatif merupakan teori
yang bersifat memberi penjelasan secara abstrak realitas administrasi negara,
misalnya teori yang menjelaskan tentang ketidakmampuan administratif.
Selanjutnya, teori normatif merupakan teori yang bertujuan menjelaskan situasi
masa mendatang, idealnya dari suatu kondisi, misalnya teori tentang kepemimpinan
ideal masa depan. Selanjutnya, teori asumtif yaitu terori-teori yang menekankan
pada prakondisi, anggapan adanya suatu realitas sosial dibalik teori atau proposisi,
misalnya teori x dan y dari McGregor yang menyatakan manusia mempunyai
kemampuan baik (y) dan kurang baik (x). Selanjutnya, teori instrumental, yaitu
teori-teori yang memfokuskan pada “bagaimana dan kapan”, lebih pada penerapan
atau aplikasi dari teori, misalnya teori tentang kebijakan, bagaimana kebijakan
dijalankan dan kapan waktunya.
2.1.1 Konsep Good Governance
Konsep dari pemerintahan (governance) pada dasarnya merujuk kepada
suatu proses interaksi sosial-politik antara pemerintah dengan masyarakat dan
proses berfungsinya pemerintahan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat di berbagai bidang, baik ekonomi,
sosial, politik, dan sebagainya (Frayogi, 2015: 44). Dengan demikian terdapat tiga
stakeholders kepemerintahan yaitu pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat, yang
senantiasa berinteraksi untuk kemajuan ekonomi, sosial dan politik suatu negara.
Dalam hal ini, negara menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif,
sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, serta kelompok masyarakat
turut berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik tersebut.
Terdapat beberapa perbedaan antara konsep “government” dan
“governance”. Istilah pemerintah atau “government” berarti pengarahan dan
administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara,
negara bagian kota dan sebagainya. Selain itu “government” juga dapat diartikan
sebagai lembaga atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara
bagian kota dan sebagainya. Sedangkan istilah kepemerintahan atau “governance”
merupakan tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan.
Istilah “governance” tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan,
tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan
penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan (Sedarmayanti, 2012: 2-3).
Dari pengertian tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa governance dapat
dimaknai sebagai suatu cara bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk
mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi dan sosial guna pembangunan
masyarakat. Cara di sini lebih menunjukkan pada hal-hal yang bersifat teknis.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh ahli di atas, kita dapat
melihat perbedaan-perbedaan yang terdapat antara istilah “government” dan
“governance”. Perbedaan-perbedaan ini dapat memudahkan kita untuk
memisahkan penggunaan konsep “government” dan “governance” dalam
kehidupan bernegara. Perbedaan-perbedaan istilah tersebut disajikan pada tabel di
bawah ini yang didasarkan pada penjelasan yang telah dikemukakan di atas:
Tabel 2.1
Perbedaan antara Government dan Governance
No
Unsur
Perbandingan
Government
Governance
1.
Pengertian
Dapat berarti badan atau
lembaga atau fungsi yang
dijalankan oleh suatu
organ tertinggi dalam
suatu Negara.
Dapat diartikan cara,
penggunaan atau
pelaksanaan
2.
Sifat Hubungan
Hierarki, dalam arti
memerintah berada di
atas, sedangkan warga
Negara yang diperintah
ada di bawah
Hitarakis, dalam arti
ada kesetaraan
kedudukan dan hanya
berbeda dalam fungsi.
3.
Komponen
Hubungan
Sebagai subyek hanya ada
satu yaitu institusi
pemerintah
Ada tiga komponen
yaitu: sektor publik,
sektor swasta dan
masyarakat.
4. Pemegang Peran
Dominan
Sektor pemerintah Semua memegang
peran sesuai dengan
fungsinya masing-
masing.
5. Efek yang
Diharapkan
Kepatuhan warga Negara Partisipasi serta
kontribusi dari sektor
publik, sektor swasta
dan masyarakat.
6. Hasil Akhir yang
Diharapkan
Pencapaian tujuan Negara
melalui kepatuhan warga
Negara
Pencapaian tujuan
Negara dan tujuan
masyarakat melalui
partisipasi sebagai
warga Negara maupun
sebagai warga
masyarakat.
(Sumber: Wasistiono (2002: 31-32), 2014)
United Nations Development Program (UNDP) (dalam Sedarmayanti, 2012: 3)
mendefinisikan kepemerintahan (governance) sebagai berikut:
“Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan atau kekuasaan di bidang
ekonomi, politik, dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara
pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk
mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial
dalam masyarakat”.
Berdasarkan Dokumen Kebijakan UNDP dalam “Tata Pemerintahan
Menunjang Pembangunan Manusia Berkelanjutan”, Januari 1997, yang dikutip dari
buletin informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di
Indonesia (Partnership for Governance Reform in Indonesia), 2000, disebutkan:
Tata pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan
administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata
pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga
di mana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingan mereka menggunakan hak hukum.
UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance yaitu: legitimasi
politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi
dan partisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (finansial), manajemen
sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang
adil dan dapat dipercaya. Tetapi UNDP kurang menekankan pada asumsi mengenai
superioritas majemuk, multi-partai, sistem orientasi pemilihan umum, dan
pemahaman bahwa perbedaan bentuk kewenangan politik dapat dikombinasikan
dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas dengan cara-cara yang berbeda. Hal-hal
tersebut juga berkaitan terhadap argumentasi mengenai nilai-nilai kebudayaan yang
relatif; sistem penyelenggaraan pemerintahan yang mungkin bervariasi mengenai
respon terhadap perbedaan kumpulan nilai-nilai ekonomi, politik, dan hubungan
sosial, atau dalam hal-hal seperti: partisipasi, individualitas, perintah dan
kewenangan. UNDP menganggap bahwa good governance dapat diukur dan
dibangun dari indikator-indikator yang komplek dan masing-masing menunjukkan
tujuannya.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa good governance awalnya digunakan
dalam dunia usaha (corporate) dan adanya desakan untuk menyusun sebuah konsep
dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi dan manajemen
professionalnya maka diterapkan good corporate governance. Sehingga dikenal
prinsip- prinsip utama dalam governance korporat yaitu: transparansi, akuntabilitas,
fairness, responsibilitas dan responsivitas. (Nugroho, 2004: 216).
Good governance menurut Andrianto (2007:24), secara sederhana diartikan
sebagai pengelolaan yang baik. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kata “baik”
di sini adalah mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
good governance. Sebagian kalangan mengartikan good governance sebagai
penerjemah konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture sebagai
penopang sustainabilitas demokrasi tersebut.
Berdasarkan pemaparan dari beberapa ahli di atas, maka dapat diketahui
konsep dari tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) itu sendiri. Good
governance dapat diartikan sebagai suatu konsep tata kelola pemerintah yang baik
dan bersih dari segala praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance untuk terciptanya
kesejahteraan integritas dan kohevisitas sosial dalam masyarakat.
Frayogi (2015: 48) menjelaskan bahwa good governance sendiri hanya
bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan
publik. Dengan demikian, pada dasarnya unsur-unsur dalam kepemerintahan
(governance) mencakup pilar-pilar yang membangun dan bersifat saling berkaitan
satu sama lain. Pilar-pilar dalam good governance tersebut adalah sebagai berikut:
1. Negara atau pemerintahan (The State):
Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan,
dengan melibatkan sektor swasta dan masyarakat. Negara dalam konsep
good governance berperan sebagai:
a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM)
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
2. Sektor Swasta (Private Sector)
Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam
interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengolahan perdagangan,
perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal. Adapun dalam
konsep good governance, sektor swasta memiliki peran tersendiri yaitu
sebagai berikut:
a. Menjalankan Industri
b. Menciptakan Lapangan Kerja
c. Menyediakan Insentif Bagi Karyawan
d. Meningkatkan Standar Hidup Masyarakat
e. Memelihara Lingkungan Hidup
f. Menaati Peraturan
g. Transfer Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kepada Masyarakat
h. Menyediakan Kredit Bagi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
3. Masyarakat Madani (Civil Society)
Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada
diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang
mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang
berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi. Adapun dalam konsep good
governance, masyarakat memiliki peran, diantaranya:
a. Menjaga Hak
b. Memengaruhi Kebijakan Publik
c. Sebagai Sarana
d. Mengawasi Penyalahgunaan Kewenangan Sosial Pemerintah
e. Mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM)
f. Sarana Berkomunikasi antar Masyarakat
(Andriano, 2007: 26-27 )
Gambar 2.1
Interaksi antar Pelaku dalam Kerangka Kepemerintahan
(Sumber:Sedarmayanti, 2012:38)
Gambar di atas menggambarkan adanya interaksi antara pelaku pilar-pilar good
governance dalam konsep kepemerintahan, yaitu Negara atau pemerintah, sektor
swasta dan masyarakat yang mana adanya keterkaitan hubungan dan saling
menguatkan satu sama lain. Keberhasilan penyelanggaraan good governance sangat
ditentukan oleh keterlibatan dan sinergi dari ketiga pilar tersebut.Negara dalam hal
ini tidak lagi menjalankan peran yang dominan dalam pemerintahan, namun peran
serta sektor swasta dan masyarakat menjadi sangat penting berkesinambungan. Hal
ini ditujukan dalam rangka menciptakan suatu tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance).
2.1.2. Prinsip-Prinsip Good Governance
Prinsip dasar yang melandasi perbedaan antara konsepsi kepemerintahan
(governance) dengan pola pemerintahan yang tradisional, adalah terletak pada
adanya tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan
peranan masyarakat (termasuk dunia usaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) atau organisasi non pemerintah) semakin ditingkatkan dan semakin terbuka
aksesnya. Gambir Bhatta (dalam Sedarmayanti 2012:5), mengungkapkan bahwa
unsur utama good governance, yaitu akuntabilitas (accountability), transparansi
(transparency), keterbukaan (openness), dan aturan hukum (rule of law) ditambah
dengan kompetensi manajemen (management competence) dan hak-hak asasi
manusia (human right). Prinsip-prinsip good governance juga dikemukakan oleh
United Nations Development Program (UNDP) (dalam Andrianto 2007: 24-26)
yang dapat dijadikan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Karakteristik dan
prinsip-prinsip harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance), meliputi:
1. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Sebagai pemilik kedaulatan, setiap warga negara mempunyai hak dan
kewajiban untuk mengambil bagian dalam proses bernegara,
berpemerintahan serta bermasyarakat. Partisipasi tersebut dapat dilakukan
secara langsung maupun melalui institusi intermediasi, seperti Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), dan lain sebagainya. Partisipasi yang diberikan dapat berbentuk
buah pikiran, dana, tenaga maupun bentuk-bentuk lainnya yang bermanfaat.
Partisipasi warga negara dilakukan tidak hanya pada tahapan implementasi,
tetapi secara menyeluruh mulai dari tahapan penyusunan kebijakan,
pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil- hasilnya. Syarat utama
warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara
dan berpemerintahan, yaitu: (i) Ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan); (ii)
Ada keterlibatan secara emosional; (iii) Memperoleh manfaat secara
langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.
2. Tegaknya Supermasi Hukum (Rule of Law)
Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah
adanya penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
Tanpa penegakkan hukum, orang secara bebas berupaya mencapai
tujuannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain, termasuk
menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good
governance adalah membangun sistem hukum yang sehat, baik perangkat
lunaknya, perangkat kerasnya maupun sumber daya manusia yang
menjalankan sistemnya.
3. Transparansi (Transparency)
Salah satu karakteristik good governance adalah keterbukaan. Karakteristik
ini sesuai dengan semangat zaman yang serba terbuka akibat adanya
revolusi informasi. Keterbukaan tersebut mencakup semua aspek aktivitas
yang menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan
keputusan, penggunaan dana-dana publik sampai pada tahapan evaluasi.
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Sebagai konsekuensi dari keterbukaan, maka setiap komponen yang terlibat
dalam proses pembangunan good governance perlu memiliki daya tanggap
terhadap keinginan maupun keluhan para pemegang saham (stakeholder).
Upaya peningkatan daya tanggap tersebut terutama ditujukam pada sektor
publik yang selama ini cenderung tertutup, arogan serta berorientasi pada
kekuasaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
yang berikan oleh sektor publik, secara periodik perlu diperlukan survei
untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat.
5. Berorientasi pada Konsensus (Consensus Orientation)
Kegiatan bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat pada dasarnya
adalah aktivitas politik, yang berisi dua hal utama yaitu konflik dan
konsensus. Di dalam good governance, pengambilan keputusan maupun
pemecahan masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus yang
dilanjutkan dengan kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus
yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi bangsa Indonesia
sebenarnya bukanlah hal baru, karena nilai dasar kita dalam memecahkan
masalah persoalan bangsa adalah melalui musyawarah untuk mufakat.
6. Keadilan (Equity)
Melalui prinsip good governance, setiap warga negara memiliki kesempatan
yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. Akan tetapi, karena
kemampuan masing-masing warga negara yang berbeda-beda, maka sektor
publik perlu memainkan peranan agar kesejahteraan dan keadilan dapat
berjalan sesuai dengan seiring sejalan.
7. Efektivitas dan Efesiensi (Effectiveness and Efficiency)
Agar mampu berkompetisi secara sehat dalam percaturan dunia, kegiatan
ketiga domain dalam governance perlu mengutamakan efektivitas dan
efesiensi dalam setiap kegiatan. Tekanan perlunya efektivitas dan efesiensi
terutama ditujukan pada sektor publik karena sektor publik ini menjalankan
aktivitasnya secara monopolistic. Tanpa adanya kompetisi tidak akan
tercapai efektivitas dan efesiensi itu sendiri.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu
dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggung
jawab tidak hanya sekedar diberikan atasan saja melainkan juga pada para
pemegang saham (stakeholder), yakni masyarakat luas. Dan akuntabilitas
sendiri dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu akuntabilitas
organisasional atau administratif, akuntabilitas legal, akuntabilitas politik,
akuntabilitas profesional, dan akuntabilitas moral.
9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Para pemimpin dan masyarakat memiliki prespektif yang luas dan jauh ke
depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta
kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan
tersebut. Selain itu, mereka juga harus memiliki pemahaman atas
kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi
prespektif tersebut. Dalam era yang berubah secara dinamis seperti sekarang
ini, setiap domain dalam good governance perlu memiliki visi yang
strategis. Tanpa adanya visi semacam itu, maka dapat dipastikan bahwa
suatu bangsa dan negara akan mengalami ketertinggalan. Visi itu sendiri
dapat dibedakan antara visi jangka panjang (long-term vision) antara dua
puluh sampai dua puluh lima tahun (satu generasi) serta visi jangka pendek
(short-term vision) sekitar lima tahun (Wasistiono, 2002: 32-35)
Berdasarkan Bagian Kedua mengenai Asas Penyelenggaraan Pemerintahan
pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, setidaknya terdapat sembilan asas yang harus dipenuhi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada pelaksanaanya sembilan
asas inilah yang dijadikan sebagai dasar dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance).
2.1.3.Pengertian Pemerintahan
Dikatakan oleh Koswara (2001 : 29) bahwa yang dimaksud
pemerintahan adalah:(1) dalam arti luas meliputi seluruh kegiatan pemerintah,
baik menyangkut bidang legislatif, eksekutif maupun yudikatif, (2) dalam arti
sempit meliputi kegiatan pemerintah yang hanya menyangkut bidang
eksekutif. Selanjutnya, Koswara (2001 : 5) menjelaskan bahwa ilmu
pemerintahan adalah ilmu pengetahuan yang secara mandiri
menyelenggarakan studi tentang cara-cara bagaimana pemerintahan negara
disusun dan difungsikan, baik secara internal maupun eksternal dalam upaya
mencapai tujuan negara.Ilmu pemerintahan merupakan ilmu terapan karena
mengutamakan segi penggunaan dalam praktek, yaitu dalam hal hubungan
antara yang memerintah (penguasa) dengan yang diperintah (rakyat).
Obyek material ilmu pemerintahan secara kebetulan sama dengan objek
material ilmu politik, ilmu administrasi negara, ilmu hukum tata negara dan
ilmu negara itu sendiri, yaitu negara. Objek forma ilmu pemerintahan bersifat
khusus dan khas, yaitu hubungan-hubungan pemerintahan dengan sub-subnya
(baik hubungan antara Pusat dengan Daerah, hubungan antara yang diperintah
dengan yang memerintah, hubungan antar lembaga serta hubungan antar
departemen), termasuk didalamnya pembahasan output pemerintahan seperti
fungsi-fungsi, sistem-sistem, aktivitas dan kegiatan, gejala dan perbuatan serta
peristiwa-peristiwa pemerintahan dari elit pemerintahan yang berkuasa.
Asas adalah dasar, pedoman atau sesuatu yang dianggap kebenaran,
yang menjadi tujuan berpikir dan prinsip-prinsip yang menjadi pegangan. Ada
beberapa asas pemerintahan, antara lain : asas aktif, asas ‘mengisi yang
kosong” atau Vrij Bestuur, asas membimbing, asas Freies Ermessen, asas
“dengan sendirinya”, asas historis, asas etis, dan asas de tournament de
pouvoir.
Menurut Taliziduhu Ndraha, pemerintahan dapat digolongkan menjadi
2 golongan besar yaitu pemerintahan konsentratif dan dekonsentratif.
Pemerintahan dekonsentratif terbagi atas pemerintahan dalam negeri dan
pemerintahan luar negeri. Pemerintahan dalam negeri terbagi atas
pemerintahan sentral dan desentral. Pemerintahan sentral dapat diperinci atas
pemerintahan umum dan bukan pemerintahan umum.Yang termasuk ke dalam
pemerintahan umum adalah pertahanan keamanan, peradilan, luar negeri dan
moneter.
Ermaya (1998: 6-7) membedakan secara tajam antara pemerintah dan
pemerintahan. Pemerintah adalah lembaga atau badan-badan politik yang
mempunyai fungsi melakukan upaya untuk mencapai tujuan
negara.Pemerintahan adalah semua kegiatan lembaga atau badan-badan publik
tersebut dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan negara.Dari
pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah pada
hakekatnya adalah aspek statis, sedangkan pemerintahan adalah aspek
dinamikanya.
Selanjutnya, Ermaya (1998: 6-7) menyebutkan, bahwa suatu pengertian
tentang pemerintahan, dapat dibedakan dalam pengertian luas dan dalam
pengertian sempit. Pemerintahan dalam arti luas adalah “segala kegiatan
badan-badan publik. Yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif dalam usaha mencapai tujuan Negara.” Dalam arti sempit, adalah
segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kekuasaan eksekutif”.
Karakteristik pemerintahan yang orientasinya kepada Anglo Saxon
menurut Koswara (2003: 3) lebih memperhatikan kemandirian masyarakat
regional dan lokal, antara lain:
1) Partisipasi masyarakat yang luas dalam kegiatan pemerintahan
2) Tanggung jawab sistem administrasi kepada badan legislatif
3) Tanggung jawab pegawai peradilan biasa
4) Sifatnya lebih desentralistik
Menurut Koswara (2003: 3), karakteristik pemerintahan yang
orientasinya kepada sistem kontinental, antara lain:
1) Pemusatan kekuasaan ditangan eksekutif
2) Terdapat dominasi otorisasi nasional
3) Profesionalisme aparat pemerintah
4) Memisahkan secara psikologis dari rakyat biasa dan tanggungjawab
pemerintah kepada Peradilan Administratif
5) Kecenderungan sentralistik
C.F Strong dalam Koswara (2003: 247) memberikan makna
pemerintahan sebagai berikut: Pemerintahan menunjukkan bahwa pemerintah
mempunyai kewenangan yang dapat digunakan untuk memelihara kedamaian
dan keamanan Negara baik kedalam maupun keluar. Untuk melaksanakan
kewenangan itu, pemerintah harus mempunyai kekuatan tertentu, antara lain
kekuatan di bidang militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan
perang, kekuatan legislatif, atau pembuatan undang-undang serta kekuatan
finansial atau kemampuan mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka
membiayai keberadaan negara bagi penyelenggaran peraturan. Semua
kekuatan tersebut harus dilakukan dalam rangka penyelenggaraan kepentingan
negara. Sementara itu, Finer dalam Pamudji (1993: 24-25) mengemukakan
bahwa istilah “government” paling sedikit mempunyai 4 (empat) arti yaitu:
1. Menunjukan kegiatan atau proses pemerintah, yaitu melaksanakan
kontrol atas pihak lain (the activity or the process of governing).
2. Menunjukan masalah-masalah (hal ikhwal) negara dalam mana kegiatan
atau proses di atas dijumpai (states of affairs).
3. Menunjukan orang-orang (pejabat-pejabat) yang dibebani tugas-tugas
untuk memerintah (people charge width the duty of governing).
4. Menunjukan cara, metode atau sistem dengan mana suatu masyarakat
tertentu diperintah (the manner, method or system by which a particular
society is governed).
Pemerintahan dalam konteks penyelenggaraan negara menunjukkan
adanya badan pemerintahan (institutional), kewenangan pemerintah
(authority), cara memerintah (technique to govern), wilayah pemerintahan
(state, local, rural and urban) dan sistem pemerintahan (government system)
dalam menjalankan fungsi pemerintahannya.
Bayu Suryaningrat dalam Supriatna (2007 : 2) bahwa unsur yang
menjadi ciri khas atau karakteristik mendasar pemerintah menunjukkan :
1. Adanya keharusan, menunjukkan kewajiban apa yang diperintahkan.
2. Adanya dua pihak, yaitu yang member perintah dan yang menerima
perintah.
3. Adanya hubungan fungsional antar yang memberi dan menerima perintah.
4. Adanya wewenang atau kekuasaan untuk memberi perintah.
Sedangkan Rasyid dalam Supriatna (2007: 2) mengatakan bahwa
pemerintahan mengandung makna mengatur (UU), mengurus (mengelola) dan
memerintah (memimpin) dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bagi
kepentingan rakyat.
Pemerintahan mengandung unsur yang secara filosofis berkaitan erat
dengan : Badan pemerintahan (pemerintah) yang sah secara kontitusional;
Kewenangan untuk melaksanakan pemerintahan ; cara dan sistem pemerintahan
; Fungsi sesuai dengan kekuasaan pemerintahan, dan Wilayah pemerintahan.
2.1.4. Pengertian Aparatur Sipil Negara (ASN)
Romdon (2016) mendefinisikan ASN (Aparatur Sipil Negara) sebagai
profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian
kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai ASN terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat
oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan. ASN terbagi ke dalam beberapa jabatan, di
antaranya: jabatan administrasi, jabatan fungsional, dan jabatan pimpinan
tinggi. Jabatan administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisifungsi dan
tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan
pembangunan.Setiap jabatan administrasi ditetapkan sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan. Jabatan administrasi terdiri atas:
1. Jabatan Administrator:
Bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan
publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan;
2. Jabatan Pengawas :
Bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
oleh pejabat pelaksana, dan;
3. Jabatan Pelaksana:
Bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan.
Sedangkan, jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi
fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada
keahlian dan keterampilan tertentu. Jabatan fungsional dalam ASN terdiri atas:
1. Jabatan fungsional Keahlian:
Terdiri dari 4 (empat) tingkatan yakni ahli utama, ahli madya, ahli muda,
dan ahli pertama.
2. Jabatan fungsional Keterampilan:
Terdiri dari 4 (empat) tingkatan yakni penyelia, mahir, terampil, dan
pemula.
Dan, jabatan pimpinan tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada
instansi pemerintah. Jabatan pimpinan tinggi terdiri atas:
1. Jabatan Pimpinan Tinggi Utama
2. Jabatan Pimpinan Tinggi Madya
3. Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama
Sebagai pegawai yang bekerja di instansi pemerintahan, ASN
mempunyai hak dan kewajiban.ASN berhak memperoleh:
1. Gaji, Tunjangan dan Fasilitas
2. Cuti
3. Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua
4. Perlindungan
5. Pengembangan Kompetensi
6. Gaji, Tunjangan dan Fasilitas
7. Cuti
8. Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua
9. Perlindungan
10. Pengembangan Kompetensi
Sedangkan PPPK berhak memperoleh:
1. Gaji dan Tunjangan;
2. Cuti;
3. Perlindungan;
4. Pengembangan kompetensi.
Di bawah ini adalah beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
ASN:
1. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah
yang sah
2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
3. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang
4. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab
6. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan
7. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia
jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
8. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI
Untuk sistem kelembagaan, Presiden selaku pemegang kekuasaan
pemerintahan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen
Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk menyelenggaraan kekuasaan dimaksud,
Presiden mendelegasikan kepada:
1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan dan
penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta
pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN
2. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berkaitan dengan kewenangan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN
untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap
pelaksanaan asas kode etik dan kode perilaku ASN
3. Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan kewenangan
penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN
4. Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkaitan dengan kewenangan
penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.
2.1.5. Konsep Pelayanan
Definisi kualitas pelayanan terpusat pada pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen. Menurut Wyckof yang di kutif Arif (2007:118), kualitas
jasa adalah tingkat keunggulan yang di harapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.Dengan kata lain
Parasuraman (1985) yang di kutif Arif (2007:118) mengatakan ada dua faktor
utama yang mempengaruhi kualitas jasa/pelayanan yaitu expected service dan
perceived service apabila jasa yang diterima sesuai dengan yang di harapkan
maka kualitas jasa dipersepsikan baik atau memuaskan. Jika jasa yang diterima
melampaui harapan pelanggan maka kualitas dipersepsikan ideal.
Sementara itu menurut Gronroos yang di kutif Arif (2007:118-119).
Menyatakan bahwa kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama,
yaitu :
1. Tehnical Quality
Komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang
diterima pelanggan. Menurut Parasuraman, et al., tehnical quality dapat
diperinci lagi sebagai berikut:
a. Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya harga.
b. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya dievaluasi pelanggan
setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya, ketepatan waktu,
kecepatan pelayanan, dan kerapihan hasil.
c. Credence quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan
meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. Misalnya, kualitas operasi
jantung.
2. Functional Quality
Komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa.
3. Corporate Image
Profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa apabila jasa yang
diterima oleh pelanggan sesuai dengan yang di harapkan, maka kualitas
pelayanan akan dipersepsikan baik. Dan sebaliknya, jika pelayanan yang
dirasakan lebih rendah dari yang diharapkan konsumen, maka kualitas
dipersepsikan sangat jelek atau tidak baik, sehingga konsumen merasa bahwa
kebutuhan dan keinginannya belum terpenuhi atau belum memuaskan.
Menurut Parasuraman yang dikutip Fandy Tjiptono (2002: 70)
mengemukakan lima dimensi pokok pelayanan, di antaranya:
1. Bukti langsung (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai, dan sarana komunikasi.
2. Kehandalan (Reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat, dam memuaskan.
3. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu keyakinan para staf untuk
membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap.
4. Jaminan (Assurance), mencangkup pengetahuaan, kemampuan,
kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf ; bebas dari
bahaya, resiko atau keragu-raguaan.
5. Empati (Emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para
pelanggannya.
2.2. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 penelitian serupa yang
telah dilakukan sebelumnya sebagai referensi. Penelitian pertama dilakukan
oleh Wiro Oktavius Ginting (120903133), FISIP, Universitas Sumatera Utara,
2016 dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good
governance Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai (Studi Pada Kantor
Bupati Dairi Provinsi Sumatera Utara)” yang berisikan sebagai berikut :
Good governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan
negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service disebut
governance (pemerintahan/kepemerintahan) sedangkan praktek terbaiknya
adalah ‟good governance‟ (kepemerintahan yang baik). Good governance
yang diterapkan di dalam suatu instansi pada akhirnya akan mempengaruhi
kepuasan kerja. Untuk itu good governance yang diterapkan oleh organisasi
merupakan faktor yang amat penting dan perlu diterapkan dengan baik dan
benar sehingga kepuasan kerja pegawai dalam menjalankan tugasnya terhadap
organisasi dapat semakin tumbuh. Pelaksanaan good governance oleh
organisasi Pemerintah Daerah akan optimal pencapaiannya apabila setiap
organisasi/instansi memperhatikan kepuasan pegawainya dalam upaya
menerapkan prinsip-prinsip good governance tersebut.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh pelaksanaan prinsip-prinsip good governance terhadap
kepuasan kerja pegawai di kantor Bupati dari Provinsi Sumatera Utara dengan
bentuk penelitian metode penelitian kuantitatif. Data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder.Penelitian ini menggunakan data penelitian
selama 3 bulan dan penentuan hipotesis yang merupakan pernyataan yang
bersifat sementara mengenai dua variabel.Pengolahan analisis data
menggunakan software pengolahan data statistik yaitu SPSS 20 for windows
yang data sebelumnya ordinal dirubah menjadi data interval dengan program
Metode Successive Interval (MSI).
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan analisis data linear
sederhana terdapat koefisien regresi variabel good governance sebesar
0,630; artinya setiap penambahan 1 nilai good governance (X), maka
Kepuasan Kerja (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,630. Pengaruh
good governance terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Kantor Bupati Dairi
Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil uji hipotesis pada responden adalah
0,630. Signifikan korelasi diketahui lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) yang
menunjukkan kedua variabel berkorelasi secara signifikan.
Penelitian kedua dilakukan oleh Gerry Katon Mahendra
(20090520110), FISIP, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2013 dengan
judul “Penerapan Prinsip- Prinsip Good Governance dalam Pelayanan
Publik” (Studi Kasus Penerapan Prinsip Transparansi dan Partisipasi
dalam Pelayanan Publik di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2011) yang berisikan sebagai berikut:
Good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik merupakan
sebuah paradigma baru yang berk embang di Indonesia saat ini. Good
governance muncul dari berbagai tuntutan masyarakat agar bisa mendapatkan
pelayanan yang prima, transparan, akuntabel, dan efisien. Pelaksanaan good
governance harus dimulai dari jenjang pemerintahan loka l hingga jenjang
pemerintahan nasional.
Skripsi ini merupakan studi deskriptif di Kecamatan Samigaluh,
Kabupaten Kulon Progo. Kecamatan merupakan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang memberikan pelayanan publik dan administratif dengan
menerapkan prinsip good governance. Dalam skripsi ini peneliti akanmeneliti
tentang “Bagaimana Penerapan Prinsip Good Governance, Khususnya Prinsip
Transparansi dan Partisipasi dalam Pelayanan Publik di Kecamatan Samigaluh
pada Tahun 2011?” Dalam penelitian ini penulis mengguna kan metode
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis dengan mengukur,
memberikan gambaran atau deskripsi mengenai pelaksanaan penerapan prinsip
transparansi dan partisipasi dalam pelayanan publik di Kecamatan Samigaluh
pada tahun 2011. Pengumpulan data yang dilakukan dilapangan tidak hanya
dengan menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi, namun juga
digabungkan dengan menggunakan teknik kuesioner guna memperkuat
keabsahan data yang diperoleh.
Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa penerapan prinsip
transparansi dan partisipasi dalam pelayanan publik di Kecamatan Samigaluh
sudah berjalan dengan baik. Hasil ini didapat dari hasil kuesioner yang
dibagikan kepada masyarakat dan hasil dari wawancara dengan beberapa
aparatur Kecamatan, tokoh masyarakat, dan masyarakat Kecamatan
Samigaluh.dari hasil penelitian tersebut diketahui indeks transparansi sebesar
2,78 atau dalam kategori baik dan indeks partisipasi sebesar 2,79 atau dalam
kategori baik. Selain itu juga diketahui faktor-faktor dominan yang
mempengaruhi pelaksanaan prinsip transparansi dan partisipasi. Faktor-faktor
tersbut secara berurutan adalah sebagai berikut: faktor kepemimpinan, faktor
pendidikan, faktor sosial budaya, faktor penerapan kebijakan, faktor pers dan
media massa.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan prinsip transparansi
dan partisipasi di Kecamatan Samigaluh sudah berjalan dengan baik dan
mengarah kepada perkembangan yang lebih baik lagi Saran bagi pihak aparatur
Kecamatan Samigaluh adalah pihak Kecamatan sebagai penyedia layanan
harus lebih mampu meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat dengan
menciptakan inovasi baru dan lebih memberdayakan masyarakat dan pihak
swasta.
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Good governance adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi
kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintahan yang baik. Disini dapat
dilihat bahwa arah kedepan dari good governance adalah membangun the
professional government, bukan dalam arti pemerintah yang dikelola para
teknokrat, namun oleh siapa saja yang mempunyai kualifikasi professional,
yaitu mereka yang mempunyai ilmu dan pengetahuan yang mampu
mentransfer ilmu dan pengetahuan menjadi skill dandalam melaksanakannya
berlandaskan etika dan moralitas yang tinggi.
Berkaitan dengan dengan pelaksanaan good governance pada
pemerintahan di Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang yang menjadi
indikator dari pelaksanaan good governance yaitu Prinsip-prinsip good
governance menurut UNDP melaui LAN yang dikutip Tangkilisan (2005:115)
partisipasi, pelaksanaan hukum, transparansi, responsivitas, orientasi,
keadilan, efektifitas, akuntabilitas, strategi visi.
Dari uraian diatas, yaitu mengenai pelaksanaan good governance pada
pemerintahan di Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang, maka peneliti
ingin menjawab apakah pelaksanaangood governance di Kecamatan Majasari
Kabupaten Pandeglang sudah optimal atau sebaliknya. Adapun kerangka
berfikir yang di gambarkan adalah:
Gambar 2.2.
Kerangka Berfikir
Prinsip-Prinsip Good Governance Menurut
UNDP Diantaranya :
1. Partisipasi (Participation)
2. Tegaknya Supermasi Hukum (Rule of
Law)
3. Transparansi (Transparency)
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
5. Orientasi (Consencus Orientation)
6. Keadilan (Equity)
7. Efektifitas& efesiensi (Effectiveness&
Efficiency)
8. Akuntabilitas (Accountability)
9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Pelayanan Menurut
Parasurman:
1. Tangibles
2. Reliability
3. Responsiveness 4. Assurance 5. Emphaty
Permasalahan Penelitian
a. Pihak Kecamatan Majasari kurang informatif terkait pelayanan-
pelayan yang disediakan
b. Pihak swasta masih ada yang tidak berpartisipasi dalam pelayanan
pembuatan surat izin usaha yang disediakan oleh pihak Kecamatan
Majasari. c. Respon terhadap permohonan masyarakat untuk pembuatan Kartu
Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk dinilai lamban.
d. Pihak Kecamatan masih terbilang diskriminatif dalam pemberian
pelayanan pembuatan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk.
Terlaksananya good governance di Kecamatan Majasari dengan optimal
2.4.Asumsi Dasar
Peneliti berasumsi bahwa pelaksanaan good governance di Kecamatan
Majasari belum optimal, karena beberapa dari prinsip-prinsip good governance
seperti responsivitas, partisipasi, dan keadilan belum terlaksana. Dalam hal
responsivitas, pelayanan yang di berikan oleh Kecamatan Majasari masih
terbilang lamban. Prinsip partisipasi masih dinilai belum optimal, terlihat dari
adanya pihak swasta yang masih tidak berpartisipasi dalam pembuatan
permohonan izin seperti izin usaha. Terlebih lagi pada prinsip keadilan,
beberapa pegawai masih mengutamakan pelayanan kepada kerabat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2012: 1-2). Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metode survey dengan pendekatan kualitatif. Melalui penelitian ini,
peneliti mencoba menganalisa tentang bagaimana pelaksanaan good governance di
Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang, di mana data tersebut berasal dari
hasil wawancara, catatan lapangan, foto atau duokumen lainnya.David William
(Moleong, 2010: 5) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif adalah pengumpulan
data dari suatu latar ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah dan dilakukan oleh
orang atau peneliti yang tertarik secara ilmiah. Jelas definisi ini memberi gambaran
bahwa penelitian kualitatif mengutamakan latar ilmiah, dan dilakukan oleh orang
yang mempunyai perhatian ilmiah.
3.2 Ruang Lingkup atau Fokus Penelitian
Fokus penelitian tentunya menjadi suatu aspek penting guna memfokuskan
serta mengadakan batasan yang jelas dalam penelitian. Batasan bukan berarti
mengkotak-kotakan obyek penelitian namun berfungsi untuk menjaga sasaran
penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, penentuan
informan, pengumpulan data hingga analisis data dan hasil penelitian nantinya akan
tepat sasaran. Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada Pelaksanaan Good
Governance di Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang,
Banten, Indonesia.
3.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti
sendiri. Nasution (Sugiyono, 2005: 60) menyatakan, bahwa dalam penelitian kualitatif
tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian
utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti.
Masalah, fokus penelitian, bahan hasil yang di harapkan, itu semuanya tidak dapat di
tentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan
sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak
ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat
mencapainya.
Menurut Nasution (Sugiyono, 2005: 61-62) peneliti sebagai instrumen
penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.
• Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan
dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
• Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada sesuatu instrumen berupa test
atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
• Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan
pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya,
menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
• Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia
dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan
arah pengamatan, untuk menguji hipotesis yang timbul seketika.
• Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan
data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai
balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan, atau pelaksanaan.
• Dalam penelitian dengan menggunakan test atau angket yang bersifat
kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat
diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak diharapkan.
Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang
justru diberi perhatian. Respon yang mempertinggi tingkat kepercayaan dan
tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.
3.5 Informan Penelitian
Dalam sebuah penelitian sosial dengan metode kualitatif, informan menjadi
salah satu hal yang sangat penting, informan sebagai sumber data kualitatif. Dalam
penelitian ini yang akan menjadi informan adalah pegawai Kecamatan Majasari
Kabupaten Pandeglang, dan masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan di Kecamatan
Majasari tersebut. Dengan pendekatan teknik pengumpulan data yaitu dengan
purposive sampling dan snowball sampling. Kedua teknik itu, termasuk teknik
sampling nonprobability sampling, yang teknik pengambilan sempelnya tidak
memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel. Dimana purpossive sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya
orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa apa yang kita harapkan, atau
mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek
atau situasi sosial yang diteliti.
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada
awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena jumlah
sumber data yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka
mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian
jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding,
lama-lama menjadi besar. Maka peneliti akan menggunakan dengan dua teknik tersebut
diatas, dimana peneliti mengambil sumber data dari beberapa orang yang dianggap
mempunyai informasi yang relevan dengan obyek atau situasi penelitian yang diteliti
tersebut diantaranya:
Tabel 3.1
Informan Penelitian
No. Kategori Informan Kode
Informan Keterangan
1.
Instansi
• Sekretaris Camat
KecamatanMajasari I1-1 Key Informan
• Kasi Pemerintahan I1-2 Key Informan
• Kasi Trantib dan
Kebersihan I1-3 Secondary Informan
• Kasi Pelayanan I1-4 Secondary Informan
2. Masyarakat
• Masyarakat I2-1-6 Secondary Informan
3. Swasta
• Pemilik CAS Water Park I3-1 Secondary Informan
• Pemilik Mas Bro Cutting
Sticker I3-2 Secondary Informan
Sumber : Peneliti, 2017
Untuk dapat memfokuskan sumber data yang diperlukan oleh peneliti, peneliti
menggunakan teknik sampling bertujuan (purposive sampling). Maka, dalam
penelitian ini diambil sampel dari para Pegawai Kecamatan Majasari Kabupaten
Pandeglang dimana pemilihannya berdasarkan sampel bertujuan. Sehingga yang
menjadi sampel hanya orang-orang yang menguasai data atau informasi saja.Kemudian
wilayah sampel kedua yaitu masyarakat pengguna jasa pelayanan Kecamatan Majasari
Kabupaten Pandeglang.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Nasution (dalam Sugiyono, 2012:226) menyatakan bahwa, observasi adalah
dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data,
yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu
dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga
benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda
ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas.
Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2012:226) mengklasifikasikan observasi
menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara
terang-terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan observasi
yang tak berstruktur (unstructured observation).Selanjutnya Spradley (dalam
Sugiyono, 2012: 226) membagi observasi berpartisipasi menjadi empat, yaitu observasi
partisipasi yang pasif (pasive participation), observasi partisipasi yang moderat
(moderate participation), observasi partisipasi yang aktif (active participation) dan
observasi partisipasi yang lengkap (complete participation).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi nonpartisipatoris dimana
peneliti tidak terlibat langsung di lapangan peneliti dan hanya menjadi pengamat yang
independen. Kemudian peneliti ini juga menggunakan observasi terus terang atau
tersamar, dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus
terang kepada sumber data, bahwa ia akan melakukan penelitian. Jadi mereka yang
diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktifitas peneliti. Tetapi dalam
suatu saat peneliti juga tidak harus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk
menghindari kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih di rahasiakan.
Kemungkinan kalau dilakukan terus terang, maka peneliti tidak akan diijinkan untuk
melakukan observasi.
a. Studi Dokumentasi dan Literatur
Dokumen merupakan salah satu sumber data sekunder yang diperlukan dalam
sebuah penelitian. Menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2010:126) dokumen
adalah setiap bahan tertulis atau film, gambar dan foto-foto yang dipersiapkan karena
adanya permintaan seorang penyidik. Studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik
pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang ditertibkan oleh lembaga-
lembagayang menjadi objek penelitian, baik berupa prosedur peraturan-peraturan,
gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto ataupun dokumen elektronik
(rekaman).
a. Wawancara
Esterberg (dalam Sugiyono, 2012:231) mendefinisikan interview sebagai
berikut: “a meeting of two persons to exchange information and idea through question
and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a
particular topic”. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Esterberg (dalam Sugiyono, 2012: 233) mengemukakan beberapa
macam wawancara yaitu wawancara terstruktur (peneliti telah mengetahui dengan pasti
informasi apa yang akan diperoleh sehingga peneliti menyiapkan instrumen penelitian
berupa pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan), wawancara
semi terstruktur (pelaksanan wawancara lebih bebas, dan bertujuan untuk menemukan
pemasalahan secara lebih terbuka dimana responden dimintai pendapat dan ide-
idenya), dan wawancara tidak terstuktur (merupakan wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis
dan lengkap untuk pengumpulan datanya). Pedoman wawancara yang digunakan hanya
berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara semistruktur di mana
peneliti hanya menyiapkan pertanyaan pertanyaan tanpa menyediakan jawaban
alternatif. Wawancara mendalam ini digunakan untuk mencari data yang akan
digunakan dalam mencari jawaban atas perumusan masalah pertama mengenai
bagaimana penerapan good governance pada pemerintahan di Kecamatan Majasari
Kabupaten Pandeglang. Kemudian wawancara mendalam juga dilakukan untuk
mendapatkan data yang akan digunakan dalam menjawab rumusan masalah kedua
mengenai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan good governance pada
pemerintahan di Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang. Berikut pedoman
wawancara yang telah disusun oleh peneliti:
Tabel 3.2
Pedoman Wawanca
Fokus Sub-Sub Fokus Kisi-Kisi Pertanyaan
Pelaksanaan
Good
Governance di
Kecamatan
Majasari
Kabupaten
Pandeglang
• Partisipasi pilar
swasta dalam
melaksanakan
program kerja
Kecamatan
• Partisipasi dalam pembuatan
permohonan izin usaha
• Tegaknya
supremasi hukum
dalam pemberian
pelayanan
• Ketegasan pihak Kecamatan dalam
menindak lanjuti pelanggaran yang
ada
• Bentuk
transparansi dalam
pelaksanaan good
governance
• Kemudahan dalam memperoleh
informasi
• Adanya kejelasan dalam proses-
proses pelaksanaan good
governance
• Membuka akses seluas-luasnya bagi
publik mengenai aktivitas
pemerintah
• Responsifitas
terhadap aspirasi
dan keluhan
masyarakat
• Kecepatan pihak Kecamatan dalam
menanggapi aspirasi dan keluhan
masyarakat
• Waktu yang di berikan dalam
memberikan pelayanan
• Tanggapan Kecamatan Majasari
terhadap keluhan, aspirasi, masukan
dari masyarakat dan sektor swasta
• Orientasi
Kecamatan
Majasari pada
konsensus
• Mengedepankan keputusan
bersama
• Konsisten terhadap consensus yang
telah diputuskan
• Keadilan pihak
Kecamatan dalam
pemberian
pelayanan
• Upaya pegawai dalam memberikan
pelayanan secara adil
• Bentuk efektivitas
dan efisiensi
Kecamatan
Majasari dalam
pemberian
pelayanan
• Pelayanan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat
• Pelaksanaan pelayanan sesuai
dengan perencanaan.
• Mekanisme
akuntabilitas
birokrasi
pemerintahan
Kecamatan
Majasari
• Adanya mekanisme
pertanggungjawaban yang jelas
dari pemerintah
• Kegiatan organisasi pemerintah
merepresentasikan kepentingan
rakyat
• Strategi visi
Kecamatan
Majasari
• Tercapainya visi Kecamatan
Majasari
• Upaya Kecamatan Majasari demi
terwujudnya good governance
• Penerapan
tangibles dalam
pemberian
pelayanan
• Sarana dan prasarana yang sudah
tersedia untuk menunjang
pelayanan
• Penerapan
reliability dalam
pemberian
pelayanan
• Keakuratan pegawai dalam
memberikan pelayanan
• Kepuasan pengguna pelayanan
terhadap pelayanan yang diberikan
• Penerapan
assurance dalam
pemberian
pelayanan
• Kesopanan pegawai dalam
memberikan pelayanan
• Kejujuran pegawai dalam
memberikan pelayanan
• Penerapan
emphaty dalam
• Tanggapan/Perhatian terhadap
kebutuhan masyarakat ketika
pemberian
pelayanan
mengurus administrasi di
Kecamatan
Sumber : Peneliti, 2017
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Menurut Sugiyono (2005: 89) mengemukakan bahwa analisi data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisir data ke dalam kategori,
menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dalam sebuah penelitian,
kualitatif analisis data dilakukan sejak sebelum peneliti memasuki lapangan, selama
dilapangan dan setelah selesai dilapangan. Namun faktanya analisis data kualitatif
berlangsung selama proses pengumpulan data daripada setelah proses pengumpulan
data. Model interaktif dalam analisis data kualitatif dipakai untuk menganalisis data
selama di lapangan.
Menurut Miles and Huberman (Sugiyono, 2005: 91) aktifitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada
setiap tahapan penelititan sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas
dalam analisis data, yaitu dara reduction, data display, dan conclusion drawing atau
verivication. Langkah-langkah analisis ditunjukan pada gambar berikut:
Gambar 3.1.
Analisis Data Model Interaktif Miles & Haberman (1984)
3.7.1 Reduksi Data
Data yang di peroleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah di reduksi akan memberikan gambaran
yang jelas kepada peneliti, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Kemudian untuk
mereduksi data yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan peralatan elektronik
seperti komputer, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
Dalam mereduksi data setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan
dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan baru. Oleh
karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu
yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, dan itu yang dijadikan
perhatian oleh peneliti dalam melakukan reduksi data.
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan dan keleluasan dan kedalam wawasan yang tinggi. Maka peneliti dalam
melakukan reduksi data dilakukan dengan dosen pembimbing dan orang yang
dipandang ahli. Sehingga dalam hal ini peneliti dapat mereduksi data-data yang
memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.
3.7.2 Penyajian Data
Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam
bentuk tabel, grfik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data
tersebut sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antara kategori, flowchat dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan
memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah di pahami oleh peneliti tersebut.
Selanjutnya peneliti dalam melakukan display data selain dengan teks yang naratif,
juga dengan grafik, matrik, network (jaringan kerja) dan chart. Kemudian untuk
mengecek apakah peneliti telah memahami apa yang didisplaykan, maka peneliti
membuat pertanyaan isi tentang semua yang telah di displaykan.
3.7.3 Verifikasi Data
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Kesimpulan awal yang di
kemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
yang kreadibel.
Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
di menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga
tidak, karena seperti telah di kemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah
dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian berada di lapangan. Jadi analisis data verifikasi data ini membantu
peneliti dalam penelitian ini, untuk penarikan kesimpulan dan virifikasi, dan
menjadikan data yang dianalisis lebih bisa dipertanggungjawabkan
kredebilitasnya.
Selanjutnya, menurut Spradley (Sugiyono, 2005: 99-101) teknik analisis
data disesuaikan dengan tahapan dalam penelitian. Pada tahap penjelajahan dengan
teknik pengumpulan data grand tour question, analisis data dilakukan dengan
analisis dominan.Pada tahap menentukan fokus analisis data dilakukan dengan
analisis taksonomi.Pada tahap selection, analisis data dilakukan dengan
kompenensial.Selanjutnya untuk sampai menghasilkan judul dilakukan dengan
analisis tema. Analisis data model Miles and Huberman, yang meliputi data
reduction, data display, dan verification dilakukan pada setiap tahapan penelitian
menurut Spradkey. (penjelajahan, focus, dan selection).
3.8 Uji Keabsahan Data
Susan Stainback (Sugiyono, 2005: 199) menyatakan pengujian keabsahan
data dalam penelitian kualitatif lebih menekankan pada aspek reabilitas, yang
artinya, berkenaan dengan derajad konsistensi dan stabilitas data atau temuan.
Pengujian data yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi: uji kredibilitas
data (validitas internal), uji dependabilitas (reabilitas) data, uji transferbalitas
(validitas eksternal/generalisasi) dan uji komfirmabilitas (obyektifitas), yang akan
di uraikan dibawah ini:
3.8.1 Uji Kreadibilitas Data (Validitas Internal)
Cara pengujian kreadibilitas data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah triangulasi.Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang
digunakan pada penelitian dengan pendekatan kualitatif.Denzin (2012)
mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode
yang digunakan untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang
dan perspektif yang berbeda.Artinya, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.Bila peneliti melakukan
pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan
data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data
dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapat data dari sumber yang sama. Peneliti
menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi
untuk sumber data yang sama secara serempak. Triangulasi sumbe berarti, untuk
mendapatkan data dari sumber yang bebeda-beda dengan teknik yang sama.
Selanjutnya, Mathison (Sugiyono, 2005: 85) mengemukakan bahwa nilai dari
teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang
diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Oleh karena itu
dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang
diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti.
Gambar 3.2
Triangulasi “Teknik” Pengumpulan Data
(Bermacam-Macam Cara Pada Sumber Yang Sama)
Gambar 3.3
Triangulasi “Sumber” Pengumpulan Data
(Satu Teknik Pengumpulan Data
Pada Bermacam-Macam Sumber Data A, B, C)
3.8.2 Uji Dependabilitas (Reabilitas) Data
Dalam penelitian kualitatif, uji dependabilitas dilakukan dengan melakukan
audit terhadap keseluruhan proses penilaian. Sanafiah faisal (Sugiyono, 2005: 131)
mengatakan, jika peneliti tidak mempunyai dan tidak dapat menunjukan “jejak aktifitas
lapangan”, maka dependabilitas penelitian dapat diragukan. Dalam uji ini, peneliti
melakukannya dengan cara auditor oleh independen, atau pembimbing untuk
mengaudit keseluruhan aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian.
3.8.3 Uji Transferbilitas (Validitas Eksternal)
Transferbilitas ini merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif.
Validitas eksternal menunjukan derajat ketetapan atau dapat diharapkan hasil
penelitian ke populasi dimana sempel informan tersebut diambil. Maka agar orang lain
dapat memahami hasil penelitian yang diteliti oleh peneliti, maka peneliti dalam
membuat laporannya dengan memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat
dipercaya.
3.8.4 Uji Konfirmabilitas (Obyektifitas)
Pengujian konfirmabilitas dalam penelitian kuantitatif disebut dengan uji
obyektivitas penelitian. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji
dependability, sehingga pengujian dilakukan secara bersamaan. Dalam uji ini peneliti,
berarti menguji hasil penelitian, yang dilakukan dengan proses penelitian, dikaitkan
dengan proses yang dilakukan.
3.9 Jadwal Penelitian
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
Kegiatan
WaktuPelaksanaan Penelitian
Des
2017
Jan
2018
Feb
2018
Nov
2018
Des
2018
Pengajuan Proposal
Seminar Proposal
Revisi Proposal
Pengolahan dan Analisis
Data
Sidang Skripsi
Revisi Skripsi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Sub bab ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi
penelitian dan gambaran umum tentang Kecamatan Majasari. Hal tersebut dipaparkan
di bawah ini.
4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Majasari
Kecamatan Majasari adalah pemekaran dari Kecamatan Pandeglang;
berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Pandeglang No.26 Tahun 2007 tentang
pembentukan Kecamatan Majasari dan Kecamatan Sobang tanggal 17 Juli 2007.
Secara adiministratif, Kecamatan Majasari merupakan salah satu bagian dari
Kabupaten Pandeglang dengan luas wilayah 19, 41 KM2 yang berbatasan dengan:
• Sebelah Utara : Kecamatan Pandeglang/Karang Tanjung
• Sebelah Selatan : Kecamatan Kaduhejo
• Sebelah Timur : Kecamatan Banjar
• Sebelah Barat : Kecamatan Kaduhejo
Secara Geografis, Kecamatan Majasari terletak di antara 6.173,2o Bujur Timur
dengan luas daerah 20, 09 KM2, atau sebesar 0,73% dari luas Kabupaten Pandeglang.
Kecamatan Majasari ditempati oleh 46.041 jiwa penduduk yang tersebar di 5
kelurahan; Sukaratu, Karaton, Selaja, Saruni dan Pager Batu. Sebuah kecamatan
dipimpin oleh seorang Camat yang berada di bawah tanggung jawab Bupati melalui
Sekretaris Daerah. Kecamatan Majasari merupakan wilayah kerja camat sebagai
perangkat daerah Kabupaten.
4.1.1.1 Visi dan Misi Kecamatan Majasari
A. Visi
“Mendorong, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui agrobisnis, pertanian,
wisata, dan home industry”
B. Misi
1. Terwujudnya pelayanan masyarakat yang berkualitas, transparan, dan akurat.
2. Terwujudnya budaya tertib hukum dan tertib lingkungan dalam masyarakat.
3. Mewujudkan usaha-usaha guna mendukung penerimaan pendapatan daerah
yang optimal.
4. Mewujudkan pelaksanaan pembangunan yang berbasis partisipasi.
4.1.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi Kecamatan Majasari
Pada umumnya mata pencaharian penduduk sesuai dengan keadaan geografis
yang bervariasi; sebagian besar berbukit sawah, tadah hujan dan kebun, yaitu sebagai
petani, dan yang lain berupa wiraswasta, pegawai negeri atau swasta. Keadaan
ekonomi penduduk sangat bervariasi, hal ini didukung berbagai faktor diantaranya
sarana transportasi dan jarak.
4.2 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang telah didapatkan dari
hasil penelitian di lapangan. Dalam penelitian yang digunakan untuk melihat sejauh
mana pelaksanaan good governance di Kecamatan Majasari. Data yang peneliti
dapatkan lebih banyak berupakata-kata, yang peneliti dapatkan melalui proses
wawancara. Dalam penelitian ini, kata– kata yang diamati, dan diwawancarai
merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat dalam catatan tertulis, atau
melalui alat perekam yang peneliti gunakan selama proses wawancara berlangsung.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pisau bedah berupa teori yang
dikemukakan oleh UNDP di antaranya adalah:
• Partisipasi (Participation)
• Tegaknya Supermasi Hukum (Rule of Law)
• Transparansi (Transparency)
• Daya Tanggap (Responsiveness)
• Orientasi (Consencus Orientation)
• Keadilan (Equity)
• Efektifitas& Efisiensi (Effectiveness& Efficiency)
• Akuntabilitas (Accountability)
• Visi Strategis (Strategic Vision)
Selain itu, peneliti juga menganalisa data yang sudah didapatkan melalui 5
dimensi pokok pelayanan yang dikemukakan oleh Parasuraman, di antaranya:
• Bukti langsung (Tangibles)
• Kehandalan (Reliability)
• Daya tanggap (Responsiveness)
• Jaminan (Assurance)
• Empati (Emphaty)
Dari kesembilan prinsip-prinsip tersebut, peneliti memfokuskan analisa pada
hanya empat prinsip, yaitu transparansi, partisipasi, responsibilitas, dan keadilan.
Dalam proses analisis data, peneliti menggunakan teknik analisis yang dilakukan oleh
Miles dan Huberman. Ini bertujuan agar terjadi peningkatan pemahaman pada peneliti,
serta membantu untuk mempresentasikannya kepada orang lain. Huberman
menjelaskan bahwa langkah-langkah yang harus diambil adalah reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi data.
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mereduksi data (data reduction), yaitu
merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema,
dan polanya. Untuk mempermudah peneliti dalam mereduksi data, penelitian
memberikan kode pada aspek tertentu, yaitu:
1. Kode Q1, 2, 3 dst. untuk menandakan daftar urutan pertanyaan
2. Kode I1, 2, 3 dst. untuk menandakan daftar urutan informan
Langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data (data display). Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau
sejenisnya. Namun dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk teks
narasi.Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan (verification) setelah data bersifat
jenuh, artinya telah ada pengulangan informasi, maka kesimpulan tersebut dapat
dijadikan jawaban atas masalah penelitian.
4.2.1 Daftar Informan Penelitian
Seperti yang telah peneliti paparkan pada bab 3, bahwa dalam penelitian ini,
informan penelitiannya ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling,
yakni suatu teknik pengambilan informan dengan penetapan sampel berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian.
Adapun informan dalam penelitian ini adalah informan yang dianggap
mempunyai sumber data atau informasi yang dapat menjawab permasalahan yang
diteliti. Beberapa informan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:
Tabel 4.1
Informan Penelitian
No. Kategori Informan Kode
Informan Keterangan
1.
Instansi
• Sekretaris Camat
KecamatanMajasari I1-1 Key Informan
• Kasi Pemerintahan I1-2 Key Informan
• Kasi Trantib dan
Kebersihan I1-3 Secondary Informan
• Kasi Pelayanan I1-4 Secondary Informan
2. Masyarakat
• Masyarakat I2-1-6 Secondary Informan
3. Swasta
• Pemilik CAS Water Park I3-1 Secondary Informan
• Pemilik Mas Bro Cutting
Sticker I3-2 Secondary Informan
Sumber : Peneliti, 2017
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian ini merupakan suatu data dan fakta yang peneliti
dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan
yaitu menggunakan teori UNDP dan teori pelayanan menurut Parasurman. Analisis
pertama adalah analisis data menggunakan teori UNDP, berikut analisisnya:
4.3.1 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Teori UNDP
4.3.1.1 Aspek Partisipasi
Dalam aspek ini, peneliti menganalisa partisipasi pihak swasta dalam
menjalankan program kerja dari pihak Kecamatan Majasari, khususnya pada
pembuatan surat Izin Usaha. Beberapa data mengenai penerapan prinsip partisipasi
di Kecamatan Majasari berhasil didapatkan oleh peneliti melalui wawancara
dengan beberapa informan, berikut hasil wawancaranya:
“Sejauh ini partisipasi swasta dalam pembuatan izin usaha sudah cukup
baik. Namun yang harus diingat adalah bahwa pihak kecamatan hanya
berperan sebagai pengantar untuk membuat izin usaha, kemudian
pembuatan izin usaha dibuat oleh Dinas Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pandeglang.”
(Wawancara dengan Bapak Mahmudi Karya, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Menurut Bapak Mahmudi Karya, mayoritas dari pihak swasta yang ada di
daerah pemerintahan Kecamatan Majasari sudah berpartisipasi baik dalam
pembuatan surat izin usaha. Senada dengannya, Bapak Agus Lukmanto selaku
Sekretaris Camat menyatakan:
“Sejauh ini, mayoritas dari pihak swasta sudah mengajukan surat izin usaha.
Tapi, masih ada beberapa yang belum mengajukan, mungkin karena berfikirnya
sudah ada uang keamanan ya, jadi ya aman.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Pernyataan di atas senada dengan apa yang disampaikan oleh Pemilik
Mas Bro Cutting Sticker:
“Ya memang belum ada izin usahanya, tapi kan tetep memenuhi kewajiban, itu
ada uang keamanan ko. Usaha saya juga aman insyaAllah, mas, jadi ya ga perlu
kali ya izin izin gitu, ribet ngurusnya.”
(Wawancara dengan Pemilik Mas Bro Cutting Sticker, pada Sabtu, 17 Maret
2018)
Dari hasil wawancara tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa sebagian
besar pihak swasta di Kecamatan Majasari sudah mengajukan surat izin usaha;
sebagian kecil lainnya belum mengajukan surat izin usaha, diduga karena merasa
sudah memenuhi kewajiban dengan membayar uang keamanan.
“Sejauh ini, saya sudah memiliki surat izin usaha. Saya pribadi tidak
merasa disulitkan dengan keharusan membuat surat izin usaha.”
(Wawancara dengan Pemilik CAS Water Park, pada hari Minggu, 18 Maret
2018)
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa sebenarnya, pembuatan
surat izin usaha tidaklah membutuhkan proses yang rumit. Jadi, seharusnya, semua
pihak swasta dapat memenuhi kewajiban tersebut.
Sedangkan Bapak H. Rano selaku Staf Tantrib mengemukakan bahwa:
“Sejauh ini, pihak swasta sudah cukup berpartisipasi dalam menjaga
kebersihan di sekitar lingkungan usahanya. Namun, masih ada beberapa
dari pihak swasta yang melanggar tata tertib dengan mendirikan tempat
usaha terlalu dekat dengan jalan raya sehingga mengganggu arus jalan dan
di atas trotoar sehingga menghilangkan fungsinya untuk para pejalan kaki.”
(Wawancara dengan H.Rano, pada hari Senin, 19 Maret 2018)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa selain pada
perizinan mendirikan bangunan, pihak swasta di Kecamatan Majasari juga
berpartisipasi dalam ketertiban penempatan bangunan usaha.
“Kami berkontribusi terhadap Kecamatan Majasari dengan membuka
lowongan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, sehingga meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu, saya juga menyediakan kios-kios
usaha gratis bagi masyarakat yang ingin membuka usaha.”
(Wawancara dengan Pemilik CAS Water Park, pada hari Minggu, 18 Maret
2018)
Sebagaimana diketahui bahwa pihak swasta merupakan salah satu dari
ketiga pilar good governance. Maka dari itu, partisipasi pihak swasta dalam
menjalankan program-program Kecamatan Majasari sangat diperlukan demi
terciptanya good governance di Kecamatan Majasari.
4.3.1.2 Aspek Tegaknya Supermasi Hukum
Dalam aspek tegaknya supermasi hukum, peneliti menganalisa kesetaraan
pelayanan yang diberikan oleh pihak Kecamatan Majasari kepada masyarakat
sekitar dari berbagai jenis kalangan. Prinsip aturan hukum merupakan sebuah
keadaan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi bahwa hukum mengikat siapa
saja tidak terkecuali kepala negara, penegak hukum harus tanpa diskriminasi, adil
dan pasti. Dalam kaitannya dengan prinsip ini, peneliti menemukan bahwa prinsip
ini belum diterapkan dengan baik dalam pelayanan publik yang ada di Kecamatan
Majasari ini. Suatu aturan hukum atau peraturan dibuat untuk terciptanya suatu
organisasi yang baik dan terarah. Sebab, bila tidak ada aturan hukum maka setiap
pegawai dapat bertindak sesuka hati mereka. Maka, Kecamatan Majasari dalam
melaksanakan good governance perlu berpegang pada aturan hukum yang berlaku.
Untuk mengumpulkan data mengenai penerapan prinsip supermasi hukum dalam
pelaksanaan pemerintahan Kecamatan Majasari, peneliti mewawancarai beberapa
informan yang memiliki andil dalam penerapannya. Berikut hasil wawancara yang
didapatkan:
“Kalau menurut saya, Kecamatan Majasari sudah cukup baik dalam
penegakan hukum, tidak pandang bulu terhadap siapa saja yang melanggar
hukum, seperti yang tidak memiliki izin usaha tapi sudah mendirikan usaha,
maka pihak Kecamatan Majasari segera mengurus hal tersebut dengan
memberikan peringatan awal dan tindak lebih lanjut apabila tidak ada itikad
baik dari pihak pengusaha tersebut.”
(Wawancara dengan Pemilik CAS Water Park, pada hari Minggu, 18 Maret
2018)
Hal yang serupa juga disampaikan oleh salah satu masyarakat, bahwa:
“Sudah cukup baik, banyak juga yang belum ada izin usaha langsung diberi
sanksi. Biasanya kalo yang susah dikasih tau yang kena sanksi.”
(Wawancara dengan Ibu Hj. Een, pada Minggu, 11 Maret 2018)
Dari kutipan di atas memberikan penjelasan bahwa pemerintah dalam hal ini
pihak Kecamatan Majasari telah bertindak tegas dalam penegakan hukum. Hal
ini juga sempat disampaikan oleh Sekretaris Camat sebagai berikut:
“Iya, kami tegas pada siapa saja yang memang melanggar. Salah satunya
seperti usaha-usaha swasta yang tidak berizin. Kami akan urus untuk
mereka segera menyelesaikan perizinan usaha mereka dan akan kami
sanksi kalau tidak ada tindakan baik dari pemilik usaha. Bukan hanya pada
surat izin usaha juga, tapi yang lainnya juga.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa penerapan
supremasi hukum dalam pemberian pelayanan sudah cukup optimal. Pihak
Kecamatan Majasari sudah tegas dalam menindak lanjuti pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi di Kecamatan Majasari, khususnya pada pembuatan
izin pihak swasta dalam mendirikan usaha.
4.3.1.3 Aspek Transparansi
Dalam aspek ini, peneliti menganalisa penerapan prinsip transparansi pada
pemberian informasi kepada masyarakat terkait dengan pelayanan-pelayan yang
disediakan oleh Kecamatan Majasari. Untuk mendapatkan data mengenai aspek
transparasi tersebut, peneliti melalukan wawancara dengan beberapa informan.
Berikut hasil wawancaranya:
“Kami sudah memudahkan masyarakat dalam mendapatkan informasi,
khususnya terkait pelayanan-pelayanan yang disediakan dengan
menempel papan informasi di pintu kasi pelayanan. Jadi, ketika datang
ke kantor kecamatan, masyarakat bisa melihat langsung daftar pelayanan
yang ada.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Mahmudi Karya
selaku KASI Pemerintahan adalah sebagai berikut:
“Transparansi informasi disini telah ada spanduk mengenai jenis
pelayanan apa saja yang ada di Kecamatan Majasari. Namun, masyarakat
beranggapan bahwa sekarang jamannya era digital jadi mereka menuntut
untuk mendapatkan informasi secara online. Untuk itu, saya mohon maaf
karena belum bisa menyediakan sistem informasi desa. Insya allah akan
kami sediakan tapi masih tahap perencanaan.”
(Wawancara dengan Bapak Mahmudi Karya, pada Jumat, 16 Maret 2018).
Dari kedua informan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pihak Kecamatan
Majasari sudah menerapkan prinsip transparansi terkait informasi tentang
pelayanan-pelayanan yang disediakan, namun belum secara maksimal. Bentuk
transparansi yang diterapkan adalah dengan menampilkan banner atau spanduk
yang berisi daftar pelayanan yang disediakan oleh pihak Kecamatan. Dikatakan
belum maksimal karena penerapan transparansi belum bisa memenuhi permintaan
masyarakat terkait sistem informasi desa yang berbasis online, sehingga dapat
memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi di manapun dan kapanpun.
“Sebagai upaya memperbaiki penerapan prinsip transparansi dalam
pelaksanaan pemerintahan Kecamatan Majasari, kami sedang berusaha
untuk meningkatkan kinerja website, agar masyarakat dapat mengakses
informasi dengan lebih mudah; tanpa perlu datang langsung ke kantor
kecamatan.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Berkaitan dengan ketidakmaksimalan penerapan transaparansi dalam
pelaksanaan pemerintahan di Kecamatan Majasari, Bapak Agus Lukmanto selaku
Sekretaris Camat menyatakan bahwa pihak Kecamatan Majasari sendiri sedang
berupaya meningkatkan penerapan prinsip transaparansi dengan memperbaiki
website yang sudah ada dan mulai merencanakan sistem informasi desa.
Selanjutnya, mengenai kemudahan yang diberikan kepada masyarakat
untuk mengakses informasi terkait aktifitas yang dilakukan kecamatan, Bapak
Mahmudi Karya selaku KASI Pemerintahan menyatakan:
“Kami dari Kecamatan Majasari membuka akses kepada masyarakat secara
luas mengenai aktifitas di Kecamatan Majasari. Karena masyarakat selain
berperan sebagai pengguna pelayanan, mereka juga berperan sebagai
pengawas kinerja dari kecamatan ini.”
(Wawancara dengan Bapak Mahmudi Karya, pada Jumat, 16 Maret 2018).
Gambar 4.2
Infromasi Pembangunan Kecamatan Majasari
Berdasarkan pernyataan dari Bapak Mahmudi Karya, peneliti
mengetahui bahwa pihak Kecamatan Majasari sama sekali tidak menyulitkan
masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai segala aktifitas yang ada
di Kecamatan Majasari. Pernyataan ini didukung dengan apa yang disampaikan
oleh Ibu Hj. Een selaku perwakilan dari masyarakat sekitar, adalah sebagai
berikut:
“Menurut saya sih mudah. Tidak ditutup tutupi. Kalau ada informasi terkait
aktifitas yang harus masyarakat tau, biasanya disampaikan lewat RT/RW.”
(Wawancara dengan Ibu Hj. Een, pada Minggu, 11 Maret 2018)
Atas apa yang disampaikan oleh Ibu Hj. Een, dapat diketahui bahwa pihak
Kecamatan sudah cukup transparan dalam melakukan aktifitas pemerintahan.
Bentuk transparansinya adalah dengan cara menyampaikan informasi yang
diperlukan masyarakat melalui RT/RW setempat. Dari penjabaran hasil-hasil
wawancara dengan beberapa informan, dapat dinyatakan bahwa prinsip
transparansi dalam penyampaian informasi terkait pelayanan-pelayanan yang
disediakan oleh Kecamatan Majasari sangat penting untuk diterapkan secara
optimal. Dalam penerapannya, diperlukan kerjasama antara pihak Kecamatan
dengan RT/RW setempat untuk menyampaikan informasi tersebut secara jelas dan
rinci kepada masyarakat.
4.3.1.4 Aspek Daya Tanggap
Dalam aspek ini, peneliti menganalisa bentuk responsivitas pihak
Kecamatan Majasari terhadap aspirasi serta keluhan masyarakat. Terlebih lagi,
peneliti juga menganalisa kesesuaian SOP dengan pelayanan yang diberikan;
khususnya pada pembuatan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk
(KTP).
“Kami secara sigap menanggapi keluhan dan aspirasi masyarakat bahkan
telah disediakan kotak aspirasi dan keluhan untuk masyarakat. Namun ada
berapa aspirasi atau keluhan yang harus di rapat kan secara bersama.”
(Wawancara dengan Bapak Mahmudi Karya, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa pihak Kecamatan
Majasari sudah cukup berinovasi guna memaksimalkan penerapan responsifitas.
Ini merupakan tindakan yang sangat baik, karena melalui kotak aspirasi dan
keluhan tersebut, masyarakat bisa bebas menyuarakan aspirasi dan keluhannya
tanpa perlu takut dikehaui identitasnya oleh pihak Kecamatan Majasari.
“Aspirasi dan keluhan dari masyarakat selalu kami pertimbangkan. Setelah
masyarakat menyampaikan aspirasi maupun keluhan, disampaikan dulu
kepada bagian yang berhubungan. Sesegera mungkin diatasi. Kalau yang
dikeluhkan adalah masalah yang lumayan besar, maka nanti akan
dirapatkan pada rapat bulanan, sehingga semua pihak dari Kecamatan
Majasari bisa berpendapat dan memberikan solusi.
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)”
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh KASI Pelayanan, peneliti dapat
mengetahui bahwa pihak Kecamatan cukup berupaya menanggapi keluhan dan
aspirasi masyarakat. Hal itu terlihat dari adanya pembahasan terkait hal-hal
tersebut pada rapat rutin bulanan. Merupakan langkah awal yang cukup baik dari
pihak Kecamatan guna menerapkan prinsip responsivitas dalam pelaksanaan good
governance itu sendiri. Terkait waktu Kecamatan Majasari dalam menanggapi
aspirasi dan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat, peneliti melakukan
wawancara dengan beberapa informan. Berikut hasil wawancara yang peneliti
dapatkan:
“Dalam menanggapi keluhan dan aspirasi masyarakat, kami upayakan
sesegera mungkin. Tapi, kalau untuk menanggapi aspirasi dan keluhan
masyarakat yang membutuhkan anggaran, seperti perbaikan jalan, mungkin
sedikit membutuhkan waktu, karena harus menyusun anggaran terlebih
dahulu.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti mengetahui bahwa pihak
Kecamatan memang memberikan tanggapan yang cukup baik terhadap keluhan
dan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat, namun masih lamban dalam
menindak lanjuti hal-hal tersebut. Prinsip responsifitas juga merujuk pada
pemberian pelayanan yang tidak lamban; sesuai dengan SOP yang sudah
ditentukan. Untuk mengetahui hal tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan
beberapa informan dengan hasil sebagai berikut:
“Pelayanan yang diberikan oleh pihak Kecamatan Majasari belum
sepenuhnya sesuai dengan SOP. Karena beberapa kendala ya, seperti dalam
pembuatan KTP itu, belangko sering tidak tersedia, jadi prosesnya bisa jadi
lebih lama dari SOP yang ditentukan.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Mengacu pada pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak
Kecamatan Majasari belum bisa memenuhi SOP yang sudah ditentukan dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat. Hal ini senada dengan apa yang
disampaikan oleh Ibu Ratna sebagai perwakilan dari masyarakat:
“Mengenai responsifitas, Kecamatan Majasari sih lambat mas, saya kesana
pas jam setengah 2, eh pegawainya masih belum ada di tempat. Padahal jam
istirahat sudah habis. Terpaksa saya harus nunggu, lumayan lah sekitar 15
menitan baru ada pegawainya. Terlebih, pas saya ke kecamatan mau bikin
pengantar ktp itu belangkonya engga ada. terus ga ada kepastian kapan
adanya.”
(Wawancara dengan Ibu Hj. Een, pada Minggu, 11 Maret 2018)
Dari pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Hj een, dapat diketahui bahwa
adanya indikasi ketidakdisiplinan dari pegawai Kecamatan yang akan berdampak
kepada mengulurnya waktu pelayanan. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam
pemberian pelayanan yang sesuai dengan SOP, sehingga, prinsip renponsifitas
dalam hal pemberian pelayanan belum diterapkan secara maksimal.
4.3.1.5 Aspek Orientasi Pada Konsensus
Dalam aspek orientasi, peneliti memfokuskan pengumpulan data mengenai
orientasi pihak Kecamatan Majasari dalam mengambil suatu keputusan;
mengedepankan kepentingan bersama, bermusyawarah dalam mengambi
keputusan. Selain itu, peneliti juga meneliti konsistensi yang dimiliki pihak
Kecamatan Majasari terhadap keputusan yang telah dibuat. Peneliti telah
melakukan wawancara dengan beberapa informan, dengan hasil sebagai berikut:
“Insya Allah di kecamatan majasari sendiri lebih mementingkan keputusan
bersama. Jadi ga ada yang dirugikan atara masyarakat dan pihak
kecamatan. Jadi fleksibel kita mah. Yang penting keputusan itu sesuai
dengan SOP.”
(Wawancara dengan Bapak Mahmudi Karya, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan
bahwa dalam mengambil keputusan, pihak Kecamatan Majasari bukan hanya
mempertimbangkan kepentingan Kecamatan, tetapi juga kepentingan masyarakat.
Meskipun demikian, keputusan yang diambil tetap mengacu kepada SOP yang
berlaku di Kecamatan Majasari. Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Agus
Lukmanto selaku sekretaris camat, adalah sebagai berikut:
“Mengedepankan keputusan bersama sudah pasti. Karena segala hal yang
ada di Kecamatan bukan hanya melibatkan pihak Kecamatan, tetapi ada
masyarakat, dan pihak pihak lainnya. Contohnya, dalam menanggapi
aspirasi dan keluhan masyarakat yang tidak bisa diatasi oleh bagiannya
sendiri, maka akan dirapatkan untuk mencari solusi atau penanganan
terbaik.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Dari pernyataan di atas, peneliti dapat mengetahui bahwa Kecamatan
Majasari bermusyarah dalam mengambil keputusan. Seperti dalam mengambil
keputusan mengenai tindakan yang akan diambil untuk menanggapi aspirasi dan
keluhan masyarakat, pihak Kecamatan Majasari melibatkan seluruh pihak guna
mendapatkan solusi yang terbaik.
“Setiap pengamanan yang dilaksanakan oleh kami selaku trantib harus
dimusyawarahkan terlebih dahulu. Faktanya, kecamatan majasari
merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak pondok pesantren,
sehingga, untuk mengadakan acara semacam dangdutan, harus
dirundingkan dulu dengan pihak pondok pesantren.” (Wawancara dengan
H.Rano, pada hari Senin, 19 Maret 2018)
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dalam mengambil keputusan, pihak
Kecamatan Majasari tetap menghargai norma yang ada di lingkungan Majasari
sehingga nantinya, keputusan tersebut dapat diterima oleh semua pihak; baik pihak
Kecamatan maupun pihak masyarakat.
Aspek orientasi dalam penelitian ini juga merujuk kepada konsistensi
Kecamatan Majasari terhadap keputusan yang telah disepakati. Untuk itu, peneliti
melakukan wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto selaku sekretaris camat,
berikut pernyataannya:
“Terhadap keputusan yang telah disepakati, kami belum sepenuhnya
konsisten, karena ada saja hal hal yang harus diubah demi menyesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan terkini. Tetapi, keputusan yang disepakati
dijalankan sesuai yang telah diputuskan sebelum ada tuntutan perubahan.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Dari yang disampaikan di atas, dapat diketahui bahwa Kecamatan Majasari
belum sepenuhnya konsisten terhadap keputusan yang telah disepakati. Keputusan
tersebut bisa saja berubah sewaktu-waktu mengingat kebutuhan masyarakat yang
juga terus berubah. Di samping itu, selama keputusan tersebut sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, akan dijalankan sebagaimana telah disepakati.
4.3.1.6 Aspek Keadilan
Dalam aspek keadilan, peneliti meneliti apakah pelayanan publik yang
dilaksanakan di Kecamatan Majasari sudah berlaku baik bagi seluruh masyarakat,
adil dalam penelitian ini berarti pelayanan dapat diterima dan dirasakan oleh
seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial dari masyarakat
tersebut. Dalam penelitian ini peneliti sudah mendapatkan data terkait dengan
aspek keadilan yang terjadi pada kegiatan pelayanan di Kecamatan Majasari,
sebagai berikut:
“Kami selaku pegawai Kecamatan Majasari telah memberikan hak
masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan secara merata tanpa
membedakan siapa dia. Contohnya kalau ada sodara maupun kerabat yang
mau membuat izin maka akan kami layani sesuai dengan SOP yang ada.”
(Wawancara dengan Bapak Mahmudi Karya, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Menurut pernyataan dari Bapak Mahmudi Karya selaku KASI
Pemerintahan, pihaknya sudah menyamaratakan bentuk pelayanan yang diberikan
kepada semua masyarakat, tanpa membeda-bedakan dari segi apapun. Hal ini juga
dinyatakan oleh Bapak Agus Lukmanto selaku Sekretaris Camat, adalah sebagai
berikut:
“Pihak kecamatan Majasari tidak pernah membedakan pelayanan kepada
siapa-pun. Semua masyarakat berhak mendapatkan perlakuan yang sama
dalam menerima pelayanan. Jadi, InsyaAllah tidak ada istilah pilih kasih
atau mengutamakan orang terdekat gitu.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Bapak Agus menambahkan bahwa pihak Kecamatan Majasari tidak
memberikan pelayanan yang berbeda; sekalipun kepada kerabat dari pegawai
Kecamatan. Namun, hal berbeda disampaikan oleh Ibu Ratna selaku perwakilan
dari masyarakat:
“Terkait keadilan dalam pemberian pelayanan, belum bisa ternilai adil,
masih ada dikriminatif. Yang punya saudara atau kenalan di Kecamatan
Majasari biasanya lebih dimudahkan.”
(Wawancara dengan Ibu Ratna, pada Minggu, 11 Maret 2018)
Menurut Ibu Ratna, dirinya sering mendapati pegawai Kecamatan yang
memudahkan warga; kerabatnya dalam proses pemberian pelayanan. Contohnya,
ketika warga lain harus menunggu lumayan lama untuk pengecekan berkas
persyaratan pembuatan KK ataupun KTP, warga yang memiliki kerabat pegawai
hanya datang untuk menitipkan berkas tersebut tanpa harus menunggu. Fakta di
lapangan menunjukkan bahwa beberapa dari pihak Kecamatan mungkin sudah
berupaya menerapkan prinsip tegaknya supermasi hukum dalam pemberian
pelayanan dengan tidak mendahulukan siapapun dan menyamaratakan bentuk
pelayanan yang diberikan. Namun, beberapa lainnya masih mementingkan kerabat
dalam pemberian pelayanan.
4.3.1.7 Aspek Efektifitas dan Efisiensi
Pada aspek efektifitas dalam pelayanan yang dilakukan di Kecamatan
Majasari peneliti mencari tahu apakah kegiatan pelayanan sudah mencapai tujuan
yang telah ditentukan, pelayanan yang dilakukan sudah memenuhi kebutuhan dari
masyarakat dan sesuai dengan visi dan misi Kecamatan Majasari. Berbicara
mengenai efisien, lebih banyak mengarahkan kepada biaya dan waktu yang
dihabiskan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Dalam penelitian ini,
peneliti menggali apakah pelayanan yang dilakukan di Kecamatan Majasari sudah
sesuai dengan tujuan dan pelaksanaan tujuan dilakukan dengan baik. Berdasarkan
data dan hasil wawancara yang didapatkan oleh peneliti, pelayanan publik atau
penerapan good governance di Kecamatan Majasari belum diterapkan dengan
baik, berikut beberapa kutipan wawancara yang dikemukaan.
“Untuk pelayanan yang kami berikan sudah kami coba sebaik mungkin, agar
apa yang diinginkan masyarakat sebagai tujuan pelayanan dapat tercapai dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dan kami jalankan sebaik-baiknya.
(Wawancara dengan Kasi Pelayanan pada Jumat, 16 Maret 2018)
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh Kasi Pelayanan di atas, pihak
Kecamatan Majasari sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Hal
sebaliknya disampaikan oleh masyarakat:
“Menurut ibu sih, kalo pelayanan disini belum efektif dan efisien ya, karena
kan kalau ngurus-ngurus disini itu suka lama, ngabisin waktu."
(Wawancara dengan Ibu Ratna pada Minggu, 11 Maret 2018)
Menurut Ratna, dirinya belum mendapati pelayanan yang diberikan oleh
pihak Kecamatan Majasari efektif dan efisien. Pasalnya, pihak Kecamatan
Majasari menghabiskan waktu yang cukup lama untuk memproses berkas yang
diserahkan oleh masyarakat, sehingga masyarakat harus menunggu cukup lama.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Hj. Een:
“Pelayanan belum bisa dikatakan efektif dan efisien. Saya pernah sampe bolak
balik ke Kecamatan karena waktu itu petugasnya lagi ga ada. Kan harus
ngeluarin uang lagi buat ongkos, ga efisien.”
(Wawancara dengan Ibu Hj. Een pada Minggu, 11 Maret 2018)
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Hj. Een, dapat diketahui
bahwa pelayanan yang diberikan belum bisa dinyatakan efektif dan efisien.
Ketidak disiplinan pegawai menyebabkan waktu pelayanan tidak sesuai dengan
SOP sehingga masyarakat harus kembali lagi di lain hari dengan mengeluarkan
biaya yang lebih besar.
Dapat disimpulkan bahwa pihak Kecamatan mungkin sudah berupaya optimal
untuk memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat
namun beberapa faktor seperti ketidak disiplinan pegawai dan waktu pelayanan
menjadikan pelayanan belum bisa dinyatakan efektif dan efisien.
4.3.1.8 Aspek Akuntabilitas
Akuntabilitas merujuk pada pengembangan tanggung jawab publik bagi
pembuat atau pelaksanan kebijakan publik di pemerintahan, sektor privat atau
organisasi kemasyarakatan sebagaimana hasilnya kepada para stakeholders.
Aspek akuntabilitas dalam penelitian ini berkaitan dengan tersedianya mekanisme
pertanggung jawaban yang jelas oleh Kecamatan Majasari kepada masyarakat.
Untuk mendapatkan informasi terkait hal tersebut, peneliti mewawancarai
beberapa informan di antaranya Bapak Agus Lukmanto sebagai sekretaris Camat
dan beberapa masyarakat. Bapak Agus Lukmanto menyatakan bahwa:
“Untuk skema pertanggung jawaban bahwa kecamatan di pimpin oleh
seorang camat yang bertanggung jawab kepada bupati melaui sekertaris
daerah. Hal ini merujuk pada ketentuan ayat (1) pasal 224 undang-
undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto pada Jumat, 16 Maret
2018)
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Agus Lukmanto,
dapat diketahui bahwa pertanggung jawaban pihak Kecamatan dengan merujuk
kepada ayat (1) pasal 224 UU No.23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang
artinya bahwa kedudukan Camat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
bupati melalui sekretaris daerah. Selanjutnya, Bapak Rojali sebagai perwakilan
dari masyarakat menyampaikan bahwa:
“Sejauh ini pertanggung jawaban dari pihak kecamatan majasari sudah
lumayan baik. Dimana para pegawai menjelaskan mengenai pelayanan-
pelayanan yang ada. Namun ada hal yang harus di perbaiki. Saya pernah
kesini untuk pengurusan KK tapi pegawainya belum ada, pas saya tanya
sama yang piket pegawainya masih pada istirahat, padahal waktu itu
pukul setengah dua.”
(Wawancara dengan Bapak Rojali pada Rabu, 23 Mei 2018)
Dari apa yang dijelaskan oleh Bapak Rojali, dapat diketahui bahwa pegawai
Kecamatan Majasari sudah cukup bertanggung jawab terkait pelayanan yang ada
di Kecamatan dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang
pelayanan-pelayanan yang tersedia. Namun, masyarakat berharap agar pihak
Kecamatan Majasari meningkatkan kedisiplinan para pegawainya.
4.3.9 Aspek Visi Strategis
Aspek visi strategis adalah pembahasan mengenai ketercapaian visi
Kecamatan Majasari dan upaya yang dilakukan oleh pihak Kecamatan untuk
mencapai visi tersebut. Berikut hasil wawancara peneliti dengan beberapa
informan terkait hal tersebut:
“Untuk saat ini, visi kecamatan majasari belum sepenuhnya tercapai,
namun kita berupaya agar kedepannya visi dan misi kecamatan Majasari
dapat terwujud.” (Wawancara dengan Bapak Mahmudi Karya, pada Jumat,
16 Maret 2018)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa Kecamatan
Majasari belum bisa mewujudkan visi Kecamatan. Hal tersebut juga disampaikan
oleh Bapak Agus Lukmanto selaku sekretaris camat:
“Visi Kecamatan Majasari sampai saat ini belum sepenuhnya tercapai.
Karena masih banyak kendala yang ditemukan di lapangan. Tapi,
insyaAllah, kami sedang berupaya untuk mewujudkan visi tersebut, salah
satunya dengan memperbaiki penerapan-penerapan good governance pada
pelaksanaan pemerintahan. Seperti pada transparansi tadi, sedang
meningkatkan kinerja website, untuk pelayanan juga diperbaiki, kami
berkoordinasi dengan RT dan RW, kira-kira pelayanan apa yang butuh
diperbaiki menurut masyarakat.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Bapak Agus Lukmanto juga menyatakan hal yang sama; bahwa pihaknya
belum sepenuhnya berhasil dalam mewujudkan visi yang telah dibuat.
Menanggapi hal tersebut, pihak Kecamatan Majasari sedang berupaya untuk lebih
memaksimalkan penerapan prinsip-prinsip good governance, salah satunya
dengan meningkatkan kualitas website yang sudah ada yang ditujukan agar
masyarakat bisa mengakses informasi terkait pelayanan-pelayanan dengan lebih
mudah. Selanjutnya, demi memperbaiki efektifitas dan efisiensi pelayanan, pihak
Kecamatan Majasari juga mengkomunikasikan hal terkait dengan pelayanan-
pelayanan yang sekiranya dibutuhkan masyarakat dengan RT dan RW setempat.
Hal serupa juga disampaikan oleh Bapak Mahmudi Karya, berikut pernyataannya:
“Salah satu upaya yang kita lakukan adalah meningkatkan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan. InsyaAllah
kedepannya, kita akan menerapkan sistem informasi desa (SID) yang bisa
diakses secara online jadi masyarakat bisa mengakses informasi terkait
persayaratan-persyaratan pelayanan melalui system tersebut tanpa harus
bolak-balik kantor kecamatan.”
(Wawancara dengan Bapak Mahmudi Karya, pada Jumat, 16 Maret 2018)
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa pihak Kecamatan tidak
hanya memperbaiki kualitas website Kecamatan, tetapi juga berencana untuk
menerapkan SID (Sistem Informasi Desa) guna memaksimalkan penerapan
transparansi dalam pelaksanaan pemerintahan.
4.3.2 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Teori Pelayanan Parasurman
Selanjutnya, analisa data dilakukan oleh peneliti berdasarkan dimensi pokok
pelayanan yang dikemukakan oleh Parasurman, berikut analisisnya:
4.3.2.1 Penerapan Tangibles
Menurut Parasuraman (2013), ketampakan fisik (tangible) berkenaan
dengan apakah fasilitas operasional sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksanaan
tugas, apakah fasilitas tersebut cukup mudah didapat dan dioperasionalkan serta
dapat menghasilkan output yang berkualitas, dan apakah infrastruktur pendukung
selalu memenuhi standar kualitas dan memenuhi perubahan kebutuhan konsumen
atau masyarakat. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka indikator ketampakan
fisik (tangible) berpotensi untuk mengakibatkan pemberian pelayanan tidak sesuai
dengan SOP (Standar Operasional Pelayanan) yang telah ditentukan, yaitu seperti
yang dijelaskan oleh Bapak Rojali, selaku masyarakat yang mengatakan bahwa:
“Menurut saya, terkait fasilitas di Kecamatan Majasari ini sudah dapat
membuat masyarakat cukup nyaman, seperti ada televisi, kipas angin, kursi
tunggu, dll. Namun, dirasa belum cukup kondusif kalau masyarakat yang
datang sedang ramai karena hanya ada 1 kipas angin di ruang tunggu, jadi
akan terasa gerah kalau banyak orang. Terlebih, kursi tunggu hanya
disediakan di depan loket pelayanan yang ruangannya cukup sempit,
sehingga akan berdesak desakan.”
(Wawancara dengan Bapak Rojali, pada Rabu, 23 Mei 2018)
Pernyataan sama dinyatakan oleh Ibu Ida Rosidah selaku masyarakat
yang mengemukakan bahwa:
“Sarana prasarana di Kecamatan Majasari masih kurang, seperti kursi, ini
saya tidak kebagian tempat duduk dari awal masuk sampai sekarang karena
memang masyarakat sedang banyak yang datang.”
(Wawancara dengan Ibu Ida Rosidah, pada Rabu, 23 Mei 2018)
Pendapat mengenai kurangnya fasilitas yang tersedia di Kecamatan
Majasari juga dikemukakan oleh Ibu Imaswati, selaku masyarakat yang memberi
pendapat bahwa:
“Gini yah mas, menurut Ibu, kalau untuk fasilitas di Kecamatan Majasari
ini masih kurang, seperti tidak adanya meja untuk menulis, jadi masyarakat
yang harus mengisi formulir atau yang lainnya akan merasa kesulitan.”
(Wawancara dengan Ibu Imaswati, pada Rabu, 23 Mei 2018)
Pendapat lain muncul dari KASI Pelayanan Kecamatan Majasari yang
menyatakan bahwa:
“Jadi, terkait fasilitas, pihak Kecamatan Majasari sendiri sudah berusaha
semaksimal mungkin untuk melengkapi dan memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Sampai saat ini kami sudah menyediakan
kursi tunggu, kipas angina, dan televisi, jadi, masyarakat yang menunggu
giliran di loket pelayanan bias merasa nyaman. Selain itu, kami juga
menyediakan toilet pria dan wanita yang selalu dijaga kebersihannya.
Lahan parkir luas, jadi, masyarakat yang asalnya agak jauh dan membawa
mobil tidak perlu merasa khawatir kesulitan parkir. Yang tidak kalah
penting, kami juga menyediakan ruangan khusus untuk ibu menyusui, jadi,
ibu-ibu menyusui tidak akan merasa risih ketika harus menyusui”
(Wawancara dengan KASI Pelayanan, pada, Kamis, 24 Mei 2018)
Gambar 4.3
Sarana dan Prasarana di Kecamatan Majasari
Berkaitan dengan akibatnya terhadap pemberian pelayanan yang tidak
sesuai dengan SOP (Standar Operasional Pelayanan, Ibu Imaswati menyatakan
pendapat sebagai berikut:
“Menurut saya, fasilitas operasional pelayanan di Kecamatan Majasari ini
masih kurang, ya, mas. Contohnya saya, ketika saya ingin membuat KK
(Kartu Keluarga) harus terhambat karena formulir habis dan belum
tersedia.”
(Wawancara dengan Ibu Imaswati, pada, Rabu, 23 Mei 2018)
Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Bapak Rojali seperti sebagai
berikut:
“(Terkait fasilitas operasional pelayanan) Masih belum optimal,
pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk) masih sering terkendala dengan
belangko yang tidak tersedia di Kecamatan Majasari. Sehingga, waktu
pembuatan KTP jadi ngulur dan tidak sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Pelayanan) yang ada.”
(Wawancara dengan Bapak Rojali, pada, Rabu, 23 Mei 2018)
Selanjutnya, berdasarkan data observasi, peneliti sudah merangkum daftar
fasilitas operasional yang terdapat di kantor Kecamatan Majasari, adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.2
Fasilitas Operasional di Kantor Kecamatan Majasari
Tahun 2017-2018
No. Nama Barang Jumlah Tahun Pembelian
1. Kursi 10 2010
2. Komputer 3 2013
3. Lemari berkas 2 2010
4. Meja 4 2010
5. Kipas Angin 1 2014
6. Papan Informasi 2 2016
Sumber: Bagian Pelayanan Kecamatan Majasari
Berdasarkan data yang disebutkan pada tabel di atas, diketahui bahwa
fasilitas operasional di kantor Kecamatan Majasari terdiri dari fasilitas kursi
tunggu sebanyak sepuluh buah yang terletak di depan loket pelayanan; di dalam
ruangan yang cukup sempit, komputer sebanyak empat buah yang terletak di
bagian pelaksana pelayanan masing – masing satu, lemari berkas ada dua buah
yang terletak di bagian pelaksana pelayanan, meja ada empat buah yang terletak
hanya pada petugas pelaksana pelayanan masing – masing satu, kipas angin satu
buah yang terletak di ruang tunggu, dan terdapat papan informasi sebanyak dua
buah yang terletak di bagian pelayanan satu disisi depan dan satunya di sisi
samping ruang pelayanan.
Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis dari wawancara dan observasi yang
sudah dilakukan oleh peneliti merujuk kepada penjelasan dari indikator
ketampakan fisik (tangible) oleh Parasuraman terkait pemberian pelayanan di
Kecamatan Majasari dan hasil wawancara serta observasi di atas, dapat diketahui
bahwa fasilitas operasional dan sarana prasarana di kantor Kecamatan Majasari
belum memenuhi fasilitas pelayanan yang memadai untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat seperti masih sedikitnya kursi diruang tunggu pelayanan,
keterbatasan komputer yang sering mengalami gangguan, dan tidak adanya meja
untuk masyarakat menulis karena meja hanya terdapat pada petugas pelayanan
yang masing – masing satu meja. Dari pernyataan tersebut, diketahui bahwa
Kecamatan Majasari perlu meningkatkan fasilitas operasional serta melengkapi
sarana prasarana demi pemberian pelayanan yang lebih optimal.
4.3.2.2 Penerapan Reliability
Parasuraman (2013) menjelaskan bahwa kehandalan (Reliability) adalah
tentang sejauh mana informasi yang diberikan kepada masyarakat tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan, serta apakah masyarakat segera mendapatkan perbaikan
apabila terjadi kesalahan. Berkaitan dengan hal tersebut, Bapak Rojali selaku
masyarakat mengatakan:
“Kalau berdasarkan pengalaman saya, Kecamatan Majasari belum dirasa
optimal dalam penerapan kehandalan (reliability) contohnya, ketidak
sesuaian waktu pemberian pelayanan dengan SOP (Standar Operasional
Pelayanan yang ada”.
(Wawancara dengan Bapak Rojali, pada Rabu, 23 Mei 2018)
Pernyataan sama juga muncul dari Ibu Ida Rosidah yang mengemukakan bahwa:
“Jadi gini nih, menurut Saya, untuk informasi yang disampaikan terkait
waktu pelayanan di Kecamatan Majasari sendiri belum tepat. Contohnya,
pada saat saya datang ke Kecamatan di jam 12.30, saya ditolak karena
katanya sedang jam istirahat dan akan buka kembali jam 13.00. Tetapi,
kenyataannya, sampai jam 13.30 pun petugas pelayanan belum juga
kembali ke loket.”
(Wawancara dengan Ibu Ida Rosidah, pada Rabu, 23 Mei 2018)
Selanjutnya, pernyataan serupa juga disampaikan oleh Bapak Apep Saprudin,
adalah sebagai berikut:
“Sebelumnya, saya datang ke sini untuk mengurus KTP (Kartu Tanda
Penduduk) anak saya, namun, petugas mengatakan bahwa belangko belum
tersedia. Setelahnya, petugas meminta kontak saya dan mengatakan akan
menghubungi ketika nantinya belangko sudah tersedia. Nyatanya, sampai
hari ini saya kembali ke Kecataman saya sama sekali tidak dihubungi
dengan alasan lupa, padahal belangko sudah tersedia semenjak 3 hari
setelah kedatangan saya sebelumnya”.
(Wawancara dengan Apep Saprudin, pada Rabu, 23 Mei 2018)
Berikut pernyataan dari KASI Pelayanan terkait penerapan keandalan
(reliability) dalam pemberian pelayanan di Kecamatan Majasari:
“Jadi, untuk masalah kesesuaian informasi yang kami berikan, sebenarnya
kamipun selalu mengusahakan yang terbaik untuk meningkatkan
pelayanan adapun kesalahan – kesalahan yang terdapat dalam bentuk
penulisan dan ketidak sesuaian waktu yang kami informasikan itu karena
kekurangan sumber daya pelaksana pelayanan yang berakibat pada sering
terjadinya keterlambatan waktu atau masih sering terjadi kesalahan dalam
pemberian pelayanan maupun informasi.”
(Wawancara dengan KASI Pelayanan, pada Kamis, 24 Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti merujuk
kepada penjelasan dari indikator keandalan (Reliability) yang disampaikan oleh
Parasuraman (2013) dapat diketahui bahwa pihak Kecamatan Majasari seringkali
menyampaikan informasi kepada masyarakat yang tidak sesuai dengan fakta yang
ada di lapangan.
4.3.2.3 Penerapan Responsiviness
Menurut Parasuraman (2013) daya tanggap (Responsiviness) berkenaan
dengan bagaimana respon provider jika ada masyarakat yang komplain, dan apakah
provider atau pihak pelaksana pelayanan segera memberi penyelesaian secara tepat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka indikator daya taggap (Responvines)
difokuskan pada pemberian penyelesaiaan secara tepat oleh pihak Kecamatan
Majasari terhadap keluhan masyarakat. Guna mendapatkan informasi terkait hal
tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan. Bapak Rojali
selaku masyarakat mengatakan:
“Kalo legowo ya legowo. Masyarakat menyampaikan keluhan ya
didengarkan dengan baik. Tetapi, untuk penyelesaiannya kayanya belum
optimal ya. Contohnya aja, masyarakat udah banyak complain tentang kursi
tunggu yang kurang, kalo lagi rame tuh suka pada ngga kebagian kursi trus
berdiri.”
(Wawancara dengan Bapak Rojali, pada, Rabu, 23 Mei 2018)
Pernyataan tersebut juga di kemukakan oleh Ibu Imaswati, selaku masyarakat yang
mengatakan:
“Respon ya respon. Bilangnya iya iya nanti disampein ke atasan. Tapi ngga
ditindak lanjuti dengan cepet gitu loh. Kaya ini kan, kipas angina Cuma ada
1 di tempat pelayanan itu. Kalo lagi banyak yang antri ya panas banget itu
Mas”.
(Wawancara dengan Ibu Imaswati, pada, Rabu, 23 Mei 2018)
Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara dengan sekretaris camat, Bapak Agus
Lukmanto. Terkait hal tersebut, Bapak Agus Lukmanto menyatakan bahwa:
“Kecamatan Majasari selalu membuka diri untuk keluhan, saran, dan kritik
dari masyarakat. Saat ini, kami sudah memudahkan masyarakat dengan
menyediakan kotak saran. Jadi, masyarakat bisa menyampaikan keluhan,
saran, maupun kritik tanpa sungkan. Keluhan, saran, maupun kritik tersebut
nantinya akan segera disampaikan kepada bagian yang bersangkutan.
Misalnya, keluhan tersebut berkaitan dengan pelayanan, maka akan
langsung disampaikan kepasa KASI pelayanan. Nantinya, keluhan, saran,
maupun kritik tersebut akan dibahas di rapat rutin bulanan, agar semua
pegawai Kecamatan juga mengetahuinya dan ikut andil dalam memberikan
solusi penyelesaian. Namun, untuk penyelesaian terhadap masing-masing
keluhan itu kan memang butuh waktu. Kita ga bisa semena-mena langsung
ambil tindakan tanpa rencana dan anggaran. Jadi ya mudah-mudahan
masyarakat mau ngerti.”.
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada, Kamis, 24 Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara yang didapat oleh peneliti, pihak Kecamatan
Majasari sudah membuka akses seluas-luasnya terhadap keluhan, saran, maupun
kritik yang disampaikan oleh masyarakat. Terlihat dari disediakannya kotak saran di
kantor Kecamatan. Namun, untuk penyelesaian terhadap keluhan-keluhan yang
diterima memang terlihat belum optimal. Hal tersebut dapat diketahui dari belum
adanya penambahan kipas angin dan kursi tunggu di ruang pelayanan yang
merupakan beberapa yang dikeluhkan oleh masyarakat.
4.3.2.4 Penerapan Assurance
Prinsip assurance adalah dimensi pokok pelayanan yang mana pada
penelitian ini difokuskan pada kesopanan dan kejujuran pegawai dalam pemberian
pelayanan. Guna mengetahui tentang penerapan prinsip assurance dalam pemberian
pelayanan di Kecamatan Majasari, peneliti melakukan wawancara dengan KASI
Pelayanan, berikut hasil wawancaranya:
“Insya Allah kita memberikan pelayanan secara amanah kepada masyarakat.
Namun terkadang masih ada masyarakat yang menganggap pelayanan disini
kurang baik, hal itu tergantung dari masyarakat menilainya, kita
mengupayakan yang terbaik untuk masyarakat.”
(Wawancara dengan KASI Pelayanan, pada Kamis, 24 Mei 2018)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa menurut KASI
Pelayanan, pihaknya sudah amanah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat; memberikan sesuai hak dan wewenangnya. Pendapat lain disampaikan
oleh Ibu Imaswati:
"Kalo kejujuran sih kayanya udah pada jujur, mas. Udah ga ada yang minta
pungli pungli gitu. Jadi kalo emang layanannya gratis ya ga dimintain dana
pelayanan gitu."
(Wawancara dengan Ibu Imaswati, pada Rabu, 23 Mei 2018)
Menurut Imaswati, pegawai Kecamatan Majasari sudah bersikap jujur dalam
memberikan pelayanan. Masyarakat tidak lagi menemukan pegawai yang
melakukan pungli (pungutan liar) dengan dalih biaya pelayanan. Hal senada juga
disampaikan oleh Ibu Ida Rosidah:
“Pegawai Kecamatan ya pada jujur, pada sopan juga. Kalo menyampaikan
sesuatu ke warga ya dengan baik-baik.”
(Wawancara dengan Bapak Rojali, pada Rabu, 23 Mei 2018)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa pegawai Kecamatan
sudah bersikap baik dalam melayani masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa pihak
Kecamatan Majasari sudah cukup baik dalam menerapkan teori pelayanan
assurance.
4.3.2.5 Penerapan Emphaty
Menurut Parasuraman (2013), Emphaty berkenaan dengan apakah provider
atau pihak pelaksana pelayanan tanggap terhadap kebutuhan klien atau masyarakat.
Bapak Rojali, selaku masyarakat dan pengguna pelayanan meyatakan pendapatnya
terkait hal tersebut, adalah sebagai berikut:
“Kalau masalah tanggap ga tanggap tentang kebutuhan, jelas kurang tanggap.
Dari kursi saja contohnya, keliatan masih kurang, banyak yang berdiri, tetapi
tidak ada penambahan kursi. Juga, ruangan panas ga ada penambahan kipas
angin, banyak yang antri tapi ga ditambah loketnya.”
(Wawancara dengan Bapak Rojali, pada, Rabu, 23 Mei 2018)
Pernyataan sama juga muncul dari Ibu Ida Rosidah selaku masyarakat yang
mengemukakan bahwa:
“Tanggapan dari Kecamatan Majasari terhadap kebutuhan masyarakat sih
gitu – gitu aja. Saya tadi butuh meja sama pulpen buat nulis formulir tapi tidak
disediakan, jadi, terpaksa harus keluar untuk membeli pulpen.”
(Wawancara dengan Ibu Ida Rosidah, pada, Rabu, 23 Mei 2018)
Pendapat lain muncul dari KASI Pelayanan Kecamatan Majasari, yaitu
menyatakan bahwa:
“Untuk kebutuhan masyarakat yang mengurus administrasi kependudukan
di sini, kami selaku penyedia sudah sangat berusaha untuk memenuhi segala
kebutuhan masyarakat dengan baik.”
(Wawancara dengan KASI Pelayanan, pada, Kamis, 24 Mei 2018)
Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Bapak Agus Sukmanto selaku
Sekretaris Camat, yang menyatakan bahwa:
“Kecamatan Majasari sudah cukup baik dalam melaksanakan tugasnya yaitu
memberikan fasilitas yang dibutuhkan seperti sarana prasarana yang
digunakan masyarakat pada saat mengurus administrasi kependudukan.”
(Wawancara dengan Bapak Agus Lukmanto, pada, Kamis, 24 Mei 2018)
Selanjutnya, berikut adalah data yang didapatkan oleh peneliti mengenai
perkembangan penyediaan fasilitas operasional di Kecamatan Majasari:
Tabel 4.3
Perkembangan Penyediaan Fasilitas Operasional Di Kecamatan Majasari
2013-2017
No. Nama Barang Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
1. Kursi 6 10 10 10 10
2. Komputer 3 3 3 3 3
3. Lemari berkas 2 2 2 2 2
4. Meja 4 4 4 4 4
5. Pendingin Ruangan 1 1 1 1 1
6. Papan Informasi 2 2 2 2 2 Jumlah 18 22 22 22 22
(Sumber:Bagian Pelayanan Kecamatan Majasari: 2016)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari tahun 2014 sampai
tahun 2017, jumlah fasilitas operasional yang ada ruang pelayanan Kecamatan
Majasari tidak mengalami peningkatan jumlah. Adapun untuk jumlah dari tahun
2014 sampai 2017 yaitu berjumlah 24 fasilitas operasional.
Berdasarkan data yang didapatkan peneliti melalui wawancara dan merujuk
pada penjelasan dari indikator pengertian (Emphaty) oleh Parasuraman (2013)
bahwa penerapan emphaty dalam pemberian pelayanan masih kurang optimal.
Dikatakan kurang optimal karena fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat pada
saat melakukan atau mengurus administrasi di Kecamatan Majasari belum bisa
dirasakan oleh seluruh masyarakat yang datang. Hal tersebut dikarenakan masih
terbatasnya fasilitas yang ada di Kecamatan Majasari sedangkan jumlah
masyarakat yang datang untuk mengurus administrasi kependudukan tidak sedikit.
Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pihak Kecamatan
Majasari perlu meningkatan jumlah fasilitas operasional sebagai bentuk
pemenuhan kebutuhan terhadap masyarakat demi peningkatan pelayanan
administrasi kependudukan.
4.4 Pembahasan
Pembahasan dan analisis hasil penelitian adalah isi dari hasil analisis
data dan fakta yang peneliti kumpulkan di lapangan serta disesuaikan dengan
teori yang digunakan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pisau bedah
berupa teori yang dikemukakan oleh UNDP di antaranya adalah:
1. Partisipasi (Participation)
2. Tegaknya Supermasi Hukum (Rule of Law)
3. Transparansi (Transparency)
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
5. Orientasi (Consencus Orientation)
6. Keadilan (Equity)
7. Efektifitas& efesiensi (Effectiveness& efficiency)
8. Akuntabilitas (Accountability)
9. Visi Strategis (strategic vision)
Dari kesembilan prinsip-prinsip tersebut, peneliti memfokuskan analisa
pada hanya empat prinsip, yaitu transparansi, partisipasi, responsibilitas, dan
keadilan. Selain itu, peneliti juga menganalisa data yang sudah didapatkan
melalui 5 dimensi pokok pelayanan yang dikemukakan oleh Parasuraman, di
antaranya:
1. Bukti langsung (Tangibles)
2. Kehandalan (Reliability)
3. Daya tanggap (Responsiveness)
4. Jaminan (Assurance)
5. Empati (Emphaty)
4.4.1 Hasil Analisa Berdasarkan Teori UNDP
4.4.1.1 Partisipasi (Participation)
Sebagai pemilik kedaulatan, setiap warga negara mempunyai hak dan
kewajiban untuk mengambil bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan
serta bermasyarakat. Partisipasi tersebut dapat dilakukan secara langsung
maupun melalui institusi intermediasi, seperti Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan lain sebagainya.
Partisipasi yang diberikan dapat berbentuk buah pikiran, dana, tenaga maupun
bentuk-bentuk lainnya yang bermanfaat. Partisipasi warga negara dilakukan
tidak hanya pada tahapan implementasi, tetapi secara menyeluruh mulai dari
tahapan penyusunan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil-
hasilnya. Syarat utama warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan
berbangsa, bernegara dan berpemerintahan, yaitu: (i) Ada rasa kesukarelaan
(tanpa paksaan); (ii) Ada keterlibatan secara emosional; (iii) Memperoleh
manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan melalui wawancara, dapat
diketahui bahwa partisipasi swasta dalam membuat surat izin usaha sudah
terbilang cukup baik. Mayoritas dari pihak swasta sudah memiliki surat izin
usaha; sebagian kecil tidak memiliki surat izin usaha karena merasa sudah
memenuhi kewajiban dengan membayar uang keamanan. Di samping
partisipasinya dalam pembuatan surat izin usaha, mayoritas dari pihak swasta
juga berkontribusi dalam menjalankan program kerja Trantib dan Kebersihan
dengan mendirikan tempat usahanya di tempat-tempat yang memang
diperbolehkan; sebagian kecil dari pihak swasta belum berkontribusi dalam
menjalankan program Trantib dan Kebersihan dengan mendirikan tempat
usahanya di pinggir jalan, atau di tempat-tempat yang dapat menghambat
aktivitas masyarakat. Terlebih lagi, pihak swasta juga memberikan
kontribusinya dengan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar
dengan menyediakan kios-kios yang bisa digunakan oleh masyarakat sekitar
untuk membuka usaha tanpa memungut biaya apapun. Hal ini sangat baik
karena bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
4.4.1.2 Tegaknya Supermasi Hukum (Rule of Law)
Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya
penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Tanpa
penegakkan hukum, orang secara bebas berupaya mencapai tujuannya sendiri
tanpa mengindahkan kepentingan orang lain, termasuk menghalalkan segala
cara. Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good governance adalah
membangun sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunaknya, perangkat
kerasnya maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya.
Dari data yang terkumpul mengenai penerapan prinsip tegaknya
supermasi hukum dalam pelaksanaan pemerintahan di Kecamatan Majasari,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa beberapa pihak dari Kecamatan sudah
bersikap adil dalam pemberian pelayanan. Beberapa pihak tersebut tidak
membedakan atau mengutamakan pelayanan sekalipun kepada kerabat yang
membutuhkan pelayanan di Kecamatan Majasari. Pelayanan yang diberikan
tetap disesuaikan dengan prosedur dan SOP. Namun, beberapa lainnya masih
terbilang diskriminatif dengan mendahulukan kerabat dalam pemberian
pelayanan. Kerabat cenderung dimudahkan dalam proses pelayanan sehingga
adanya kesenjangan antar masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dari
Kecamatan Majasari.
4.4.1.3 Transparansi (Transparency)
Salah satu karakteristik good governance adalah keterbukaan.
Karakteristik ini sesuai dengan semangat zaman yang serba terbuka akibat
adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut mencakup semua aspek
aktivitas yang menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan
keputusan, penggunaan dana-dana publik sampai pada tahapan evaluasi.
Di Kecamatan Majasari sendiri, prinsip transparansi sudah diterapkan,
namun belum secara maksimal. Pihak Kecamatan bersikap transparan terkait
pelayanan-pelayanan yang disediakan dengan memasang banner yang berisi
daftar pelayanan tersebut di Kecamatan, sehingga dapat diketahui langsung
oleh masyarakat yang datang ke Kecamatan. Dikatakan belum maksimal karena
pihak Kecamatan Majasari belum bisa memenuhi tuntutan masyarakat untuk
menyediakan informasi kepemerintahan Kecamatan Majasari yang berbasis
online. Harapan masyarakat adalah agar mereka tetap bisa mengakses hal-hal
yang berkaitan dengan kepemerintahan Majasari di mana-pun dan kapan-pun
tanpa harus datang langsung ke kantor Kecamatan. Sebagai upaya menanggapi
tuntutan masyarakat tersebut, pihak Kecamatan Majasari sedang berusaha
menerapkan Sistem Informasi Desa online dan memfungsikan kembali website
Kecamatan.
4.4.1.4 Daya Tanggap (Responsiveness)
Sebagai konsekuensi dari keterbukaan, maka setiap komponen yang
terlibat dalam proses pembangunan good governance perlu memiliki daya
tanggap terhadap keinginan maupun keluhan para pemegang saham
(stakeholder). Upaya peningkatan daya tanggap tersebut terutama ditujukam
pada sektor publik yang selama ini cenderung tertutup, arogan serta berorientasi
pada kekuasaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
yang berikan oleh sektor publik, secara periodik perlu diperlukan survei untuk
mengetahui tingkat kepuasan masyarakat.
Dalam penelitian ini, aspek daya tanggap adalah tentang respon pihak
Kecamatan terhadap aspirasi dan keluhan masyarakat, lama waktu yang
dibutuhkan pihak Kecamatan Majasari dalam menindak lanjuti aspirasi dan
keluhan masyarakat, dan respon pihak Kecamatan Majasari terhadap
permohonan pembutan KK dan KTP. Menurut hasil wawancara, dapat
diketahui bahwa pihak Kecamatan Majasari sudah cukup tanggap dalam
menanggapi aspirasi dan keluhan masyarakat. Aspirasi dan keluhan masyarakat
akan selalu dipertimbangkan dengan terlebih dahulu menyerahkannya kepada
bagian yang bersangkutan. Namun, apabila bagian yang bersangkutan tidak
berhasil menemukan titik terang, maka aspirasi dan keluhan tersebut akan
disuarakan kepada seluruh pihak Kecamatan pada rapat bulanan guna
mendapatkan solusi yang terbaik.
Dalam menindak lanjuti aspirasi dan keluhan yang disampaikan oleh
masyarakat, pihak Kecamatan akan segera menindak lanjuti apabila hal tersebut
bisa diselesaikan tanpa teknis atau prosedur tertentu. Namun, apabila hal
tersebut merupakan hal yang membutuhkan prosedur tertentu; contohnya
membutuhkan anggaran dan membutuhkan proposan untuk mencairkan dana
yang diperlukan, maka penindak lanjutan akan memakan waktu yang lumayan
lama.
Berkaitan dengan daya tanggap, pihak Kecamatan Majasari juga
dituntut untuk cepat tanggap dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
termasuk dalam pembuatan KK dan KTP. Namun, fakta yang ditemukan di
lapangan bahwa masih terdapat beberapa kendala yang menjadikan pembuatan
KK dan KTP melebihi atau tidak sesuai dengan SOP yang telah ditentukan.
Salah satu kendala yang paling sering ditemukan adalah ketidak tersediaan
belangko sebagai salah satu persyaratan pembuatan KTP di kantor Kecamatan,
sehingga masyarakat harus kembali ke rumah tanpa mendapatkan hasil dan
kembali ke kantor Kecamatan ketika belangko sudah tersedia. Hal ini sangat
bertentangan dengan efisiensi waktu dan biaya yang juga harus diperhatikan
untuk masyarakat.
4.4.1.5 Berorientasi pada Konsensus (Consensus Orientation)
Kegiatan bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat pada dasarnya
adalah aktivitas politik, yang berisi dua hal utama yaitu konflik dan konsensus.
Di dalam good governance, pengambilan keputusan maupun pemecahan
masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus yang dilanjutkan
dengan kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah
diputuskan bersama. Konsensus bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah hal
baru, karena nilai dasar kita dalam memecahkan masalah persoalan bangsa
adalah melalui musyawarah untuk mufakat.
Terkait penerapan prinsip berorientasi pada konsensus, peneliti dapat
menarik beberapa kesimpulan melalui wawancara yang sudah dilakukan. Pihak
Kecamatan Majasari sudah baik dalam menerapkan prinsip tersebut dengan
selalu mengutamakan keputusan bersama. Seperti dalam kasus memutuskan
tindakan terhadap aspirasi dan keluhan masyarakat, pihak Kecamatan majasari
memilih untuk mendiskusikannya pada rapat bulanan guna mendapatkan solusi
bersama. Dalam bidang trantib; pengamanan acara keramaian, pihak trantib
juga mendiskusikan pemberian izin pengamanan tersebut dengan berbagai
pihak. Seperti dalam kasus pemberian izin pengamanan acara dangdutan, pihak
trantib akan bermusyarah dengan petinggi-petinggi pondok pesantren sekitar
dengan tujuan tidak akan ada pihak yang merasa terganggu dengan keputusan
yang nanti disepakati.
Prinsip berorientasi pada konsensus juga berkaitan dengan konsistensi
pihak Kecamatan Majasari terhadap keputusan yang telah dibuat. Dari hasil
wawancara dengan beberapa pihak Kecamatan, dapat diketahui bahwa pihak
Kecamatan Majasari belum sepenuhnya konsisten menjalankan keputusan yang
telah diputuskan. Keputusan tersebut mungkin untuk dirubah guna
menyesuaikan kondisi dan kebutuhan terkini masyarakat. Namun, apabila
masih bisa memenuhi kondisi dan kebutuhan masyarakat, keputusan akan
dijalankan sesuai dengan yang telah disepakati.
4.4.1.6 Keadilan (Equity)
Dalam aspek keadilan, peneliti meneliti apakah pelayanan publik yang
dilaksanakan di Kecamatan Majasari sudah berlaku baik bagi seluruh
masyarakat, adil dalam penelitian ini berarti pelayanan dapat diterima dan
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial dari
masyarakat tersebut.
Pihak Kecamatan menyatakan bahwa seluruh pegawai Kecamatan
Majasari sudah berupaya untuk menyamaratakan bentuk pelayanan yang
diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa membeda-bedakan status sosial.
Namun, pernyataan tersebut bertolak belakang dengan apa yang disampaikan
oleh masyarakat. Berdasarkan pernyataan dari masyarakat, masih terdapat
beberapa pegawai yang diskriminatif dalam memberikan pelayanan.
Masyarakat yang memiliki kerabat atau saudara yang bekerja di Kecamatan
Majasari biasanya lebih dimudahkan proses pemberian pelayanan.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa penerapan
prinsip keadilan di Kecamatan Majasari belum optimal. Hal tersebut dibuktikan
dengan adanya ketidak setaraan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
sebagai pengguna jasa pelayanan.
4.4.1.7 Efektivitas dan Efesiensi (Effectiveness and Efficiency)
Agar mampu berkompetisi secara sehat dalam percaturan dunia,
kegiatan ketiga domain dalam governance perlu mengutamakan efektivitas dan
efesiensi dalam setiap kegiatan. Tekanan perlunya efektivitas dan efesiensi
terutama ditujukan pada sektor publik karena sektor publik ini menjalankan
aktivitasnya secara monopolistic. Tanpa adanya kompetisi tidak akan tercapai
efektivitas dan efesiensi itu sendiri.
Pada aspek efektifitas dalam pelayanan yang dilakukan di Kecamatan
Majasari peneliti mencari tahu apakah kegiatan pelayanan sudah mencapai
tujuan yang telah ditentukan, pelayanan yang dilakukan sudah memenuhi
kebutuhan dari masyarakat dan sesuai dengan visi dan misi Kecamatan
Majasari. Berbicara mengenai efisien, lebih banyak mengarahkan kepada biaya
dan waktu yang dihabiskan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Dalam
penelitian ini, peneliti menggali apakah pelayanan yang dilakukan di
Kecamatan Majasari sudah sesuai dengan tujuan dan pelaksanaan tujuan
dilakukan dengan baik.
Menurut pihak Kecamatan, pihaknya sudah berusaha secara optimal
untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang masyarakat perlukan dengan
tujuan agar pelayanan berjalan secara efektif.
Hal lain disampaikan oleh pihak Masyarakat bahwa pelayanan masih
dirasa kurang efektif karena proses pelayanan masih terbilang lamban. Hal
tersebut menyebabkan masyarakat harus menunggu lama di Kantor Kecamatan.
Bahkan, masyarakat ada yang harus bolak-balik di hari yang berbeda sehingga
harus mengeluarkan biaya lebih.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan terkait penerapan
prinsip efektifitas dan efisiensi, dapat diketahui bahwa pihak Kecamatan sudah
berupaya memberikan pelayanan seefektif dan seefisien mungkin kepada
masyarakat, namun beberapa faktor seperti ketidak disiplinan pegawai menjadi
kendala untuk mewujudkan usaha pihak Kecamatan tersebut.
4.4.1.8 Akuntabilitas (Accountability)
Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu
dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggung jawab
tidak hanya sekedar diberikan atasan saja melainkan juga pada para pemegang
saham (stakeholder), yakni masyarakat luas. Dan akuntabilitas sendiri dapat
dibedakan menjadi lima macam, yaitu akuntabilitas organisasional atau
administratif, akuntabilitas legal, akuntabilitas politik, akuntabilitas
profesional, dan akuntabilitas moral.
Di Kecamatan Majasari, beberapa dari pihak Kecamatan Majasari
belum bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dengan baik. Pihak-pihak tersebut
terbilang tidak disiplin dalam melaksanakan tugas. Pihak masyarakat sering
menemukan pegawai Kecamatan yang belum berada di tempat; ketika jam
istirahat sudah habis atau sudah meninggalkan kantor; ketika jam kerja belum
habis. Hal ini menunjukkan adanya ketidak tanggung jawaban dari beberapa
pihak tersebut dalam menjalankan tugas sesuai dengan aturan kerja yang
berlaku.
4.4.1.9 Visi Strategis (Strategic Vision)
Para pemimpin dan masyarakat memiliki prespektif yang luas dan jauh
ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta
kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan
tersebut. Selain itu, mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas
kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi prespektif tersebut.
Dalam era yang berubah secara dinamis seperti sekarang ini, setiap domain
dalam good governance perlu memiliki visi yang strategis. Tanpa adanya visi
semacam itu, maka dapat dipastikan bahwa suatu bangsa dan negara akan
mengalami ketertinggalan. Visi itu sendiri dapat dibedakan antara visi jangka
panjang (long-term vision) antara dua puluh sampai dua puluh lima tahun (satu
generasi) serta visi jangka pendek (short-term vision) sekitar lima tahun
(Wasistiono, 2002: 32-35) Berdasarkan Bagian Kedua mengenai Asas
Penyelenggaraan Pemerintahan pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, setidaknya terdapat sembilan asas yang
harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada
pelaksanaanya sembilan asas inilah yang dijadikan sebagai dasar dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).
Dari hasil penelitian yang didapat, dapat disimpulkan bahwa visi
Kecamatan Majasari belum berhasil tercapai. Beberapa kendala; seperti
prinsip-prinsip good governance yang belum sepenuhnya diterapkan menjadi
hambatan bagi pihak Kecamatan Majasari untuk mewujudkan visi tersebut.
Sebagai upaya dalam mewujudkan visi tersebut, pihak Kecamatan
Majasari sedang berusaha memperbaiki pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat. Pasalnya, pelayanan merupakan tolak ukur terhadap kinerja
instansi pemerintahan oleh masyarakat sebagai pengguna pelayanan.
4.4.2 Hasil Analisa Berdasarkan Teori Pelayanan Parasuraman
4.4.2.1 Tangibles
Bukti langsung (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan
pegawai, dan sarana komunikasi. Menurut Parasuraman (2013), ketampakan
fisik (tangible) berkenaan dengan apakah fasilitas operasional sesuai dengan
kebutuhan dalam pelaksanaan tugas, apakah fasilitas tersebut cukup mudah
didapat dan dioperasionalkan serta dapat menghasilkan output yang berkualitas,
dan apakah infrastruktur pendukung selalu memenuhi standar kualitas dan
memenuhi perubahan kebutuhan konsumen atau masyarakat.
Untuk fasilitas operasional dalam pelaksanaan tugas, beberapa pegawai
masih merasa kurang cukup. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya
penambahan jumlah komputer sejak beberapa tahun yang lalu.
Terkait infrastruktur pendukung yang ada di Kantor Kecamatan,
mayoritas dari masyarakat merasa cukup dengan adanya lahan parkir yang luas,
tersedianya ruang menyusui, kursi tunggu, dll. Namun, ketika Kantor
Kecamatan sedang ramai dikunjungi oleh masyarakat, ruang pelayanan akan
terasa sempit dan panas karena ruang pelayanan yang dirasa kurang luas.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan
prinsip pelayanan tangibles sudah cukup namun belum optimal. Dikatakan
cukup karena fasilitas operasional dan infrastruktur sudah tersedia, namun
belum optimal karena belum bisa memenuhi perubahan kebutuhan konsumen.
4.4.2.2 Reliability
Kehandalan (Reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera, akurat, dam memuaskan. Parasuraman (2013)
menjelaskan bahwa keandalan (Reliability) adalah tentang sejauhmana
informasi yang diberikan kepada masyarakat tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan, serta apakah masyarakat segera mendapatkan
perbaikan apabila terjadi kesalahan.
Dari beberapa masyarakat yang diwawancara oleh peneliti, dapat
diketahui bahwa pihak Kecamatan belum mampu memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera ataupun sesuai dengan SOP (Standar Operasional
Pelayanan). Beberapa kendala seperti tidak tersedianya blangko untuk
pembuatan KTP, pegawai yang belum ada di tempat ketika jam istirahat sudah
habis menyebabkan adanya penguluran waktu dalam pemberian pelayanan.
Menanggapi pernyataan masyarakat di atas, pihak Kecamatan
menyampaikan, adanya ketidak sesuaian antara informasi waktu pelayanan
yang disampaikan dengan fakta di lapangan disebabkan oleh kurangnya sumber
daya pelaksana pelayanan sehingga menyebabkan waktu pelayanan mundur
bahkan terjadi kesalahan-kesalahan dalam pemberian pelayanan.
Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa pihak Kecamatan
belum bisa dikatakan handal dalam memberikan pelayanan, karena pelayanan
yang diberikan terkadang tidak selesai sesuai dengan waktu yang dijanjikan.
4.4.2.3 Responsiveness
Menurut Parasuraman (2013) daya tanggap (Responsiviness) berkenaan
dengan bagaimana respon provider jika ada masyarakat yang komplain, dan
apakah provider atau pihak pelaksana pelayanan segera memberi penyelesaian
secara tepat. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka indikator daya taggap
(Responvines) difokuskan pada pemberian penyelesaiaan secara tepat oleh
pihak Kecamatan Majasari terhadap keluhan masyarakat.
Berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti melalui wawancara
dengan beberapa informan sebagai perwakilan dari masyarakat, dapat diketahui
bahwa pihak Kecamatan Majasari sudah membuka akses seluas-luasnya bagi
masyarakat untuk menyampaikan keluhan maupun kritik. Hal tersebut dapat
dilihat dari pihak Kecamatan yang menyediakan kotak saran di Kantor
Kecamatan yang ditujukan agar masyarakat bisa menyampaikan keluhan,
aspirasi, maupun kritik tanpa perasaan sungkan. Namun, terkait penyelesaian
atau tindak lanjut terhadap keluhan yang diterima, pihak Kecamatan Majasari
masih dinilai lamban. Masyarakat menyampaikan bahwa pihaknya sudah
menyampaikan keluhan tentang kurangnya kipas angin dan kursi tunggu yang
tersedia di ruang tunggu sehingga ketika Kantor Kecamatan sedang ramai
dikunjungi, beberapa harus menunggu sambil berdiri dan ruangan akan terasa
panas.
Menanggapi pernyataan yang disampaikan oleh masyarakat, pihak
Kecamatan Majasari menjelaskan bahwa pihaknya memang tidak bisa
menindak lanjuti keluhan-keluhan yang diterima dari masyarakat secara
langsung karena harus adanya perencanaan tindakan dan anggaran terlebih
dahulu. Pihak Kecamatan Majasari juga berharap agar masyarakat setempat
mau mengerti keadaan tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak
Kecamatan Majasari sudah cukup baik dalam menerima keluhan-keluhan dari
masyarakat, namun, belum optimal dalam menindak lanjuti keluhan-keluhan
tersebut dikarenakan keharusan untuk menyusun perencanaan tindakan dan
anggaran.
4.4.2.4 Assurance
Jaminan (Assurance), mencangkup pengetahuaan, kemampuan,
kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya,
resiko atau keragu-raguaan. Prinsip assurance adalah dimensi pokok pelayanan
yang mana pada penelitian ini difokuskan pada kesopanan dan kejujuran
pegawai dalam pemberian pelayanan.
Menurut beberapa masyarakat yang diwawancara oleh peneliti, para
pegawai Kecamatan Majasari sudah berlaku jujur dalam memberikan
pelayanan. Dapat dikatakan demikian karena masyarakat tidak pernah lagi
menemukan pegawai Kecamatan yang melakukan pungutan liar. Pegawai
Kecamatan Majasari juga sudah berlaku sopan dengan menyampaikan hal-hal
atau informasi kepada masyarakat dengan baik.
Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh KASI Pelayanan.
Berdasarkan data yang didapatkan, dapat diketahui bahwa menurut KASI
Pelayanan, pihaknya sudah berusaha optimal untuk bersikap amanah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat; memberikan sesuai hak dan
wewenangnya.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa penerapan prinsip
pelayanan assurance di Kecamatan Majasari sudah optimal. Dikatakan optimal
karena pihak Kecamatan Majasari sudah bersikap jujur/amanah dan sopan.
Terlihat dari tidak adanya lagi pegawai Kecamatan yang melakukan pungutan
liar ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat. Terlebih lagi, para
pegawai Kecamatan Majasari juga menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan sikap yang baik.
4.4.2.5 Emphaty
Empati (Emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para
pelanggannya. Menurut Parasuraman (2013), Emphaty berkenaan dengan
apakah provider atau pihak pelaksana pelayanan tanggap terhadap kebutuhan
klien atau masyarakat. Dalam penelitian ini, emphaty difokuskan apakah pihak
Kecamatan cukup tanggap dalam memenuhi kebutuhan masyarakat ketika
mengurus administrasi di Kantor Kecamatan.
Menurut pernyataan yang disampaikan oleh beberapa masyarakat,
pihak Kecamatan Majasari dinilai masih kurang optimal dalam memperhatikan
kebutuhan masyarakat. Contohnya, pihak Kecamatan Majasari tidak
menyediakan alat tulis dan meja yang cukup untuk masyarakat ketika
diharuskan mengisi formulir, dll. Pihak Kecamatan Majasari juga belum
menambah jumlah kipas angina dan kursi tunggu yang ada di ruang pelayanan.
Berdasarkan data yang didapatkan peneliti melalui wawancara dan
merujuk pada penjelasan dari indikator pengertian (Emphaty) oleh Parasuraman
(2013) bahwa penerapan emphaty dalam pemberian pelayanan masih kurang
optimal. Dikatakan kurang optimal karena fasilitas yang dibutuhkan oleh
masyarakat pada saat melakukan atau mengurus administrasi di Kecamatan
Majasari belum bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat yang datang. Hal
tersebut dikarenakan masih terbatasnya fasilitas yang ada di Kecamatan
Majasari sedangkan jumlah masyarakat yang datang untuk mengurus
administrasi kependudukan tidak sedikit. Berdasarkan pernyataan tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa pihak Kecamatan Majasari perlu meningkatan
jumlah fasilitas operasional sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan terhadap
masyarakat demi peningkatan pelayanan administrasi kependudukan.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip
good governance belum berhasil diterapkan secara maksimal pada pelaksanaan
pemerintahan di Kecamatan Majasari. Faktor-faktor internal seperti ketidak disiplinan
pegawai, terhambatnya pengadaan belangko sebagai syarat pembuatan KTP, juga faktor-
faktor eksternal seperti kurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya pembuatan
surat izin usaha dan ketidak disiplinan dalam mendirikan tempat usaha menjadi beberapa
kendala bagi pihak Kecamatan Majasari untuk menerapkan kesembilan prinsip-prinsip
good governance secara maksimal.
5.2. Saran
Berkaitan dengan hasil penelitian yang didapat, peneliti menyampaikan beberapa
saran kepada pihak Kecamatan Majasari dengan harapan agar prinsip-prinsip good
governance bisa diterapkan dengan jauh lebih baik:
a. Pihak Kecamatan Majasari agar lebih memahami kebutuhan masyarakat
b. Pihak Kecamatan Majasari agar lebih mendisiplinkan para pegawai
c. Pihak Kecamatan Majasari agar lebih mempersiapkan diri dalam memberikan
pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, Nico. 2007. Good E-Government: Transparansi dan Akuntabilitas Publik
melalui E-Government. Malang: Bayumedia Publishing.
Azhari.2002. Konsep Good Governance. Yogyakarta: Pembaruan.
Denzin, Norman K. &Yvonna S. Lincoln (eds.). 2009. Handbook of Qualitative
Research.Terj.Dariyatno dkk. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Ermaya, Suradinata.1998. Manajemen Pemerintahan dan Otonomi Daerah.Bandung
:Ramadan
Koswara, E. 2001.Teori Pemerintahan Daerah. Jakarta: Institut Ilmu Pemerintahan
Press.
Moleong Lexy J. 2010.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy (Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan,
Manajemen Kebijakan). Jakarta: PT.Gramedia.
Rakhmat, Jalaluddin, 2004. Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis
Statistik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sedarmayanti. 2012. Good Governance: Kepemerintahan yang Baik. Bandung: Mandar
Maju.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wasistono, Sadu. 2002. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.Bandung:
Alqaprint Jatinangor.
Jurnal Penelitian:
Azzam, Pawito & Kandyawan. 2013. (Studi Analisis isi Kuantitatif TentangPemberitaan
Kasus KorupsiHambalang Yang Melibatkan Mantan Ketua Umum Partai
Demokrat AnasUrbaningrum Pada Harian Kompas Edisi 1 Februari - 31 Maret
2013). Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Frayogi, Muhammad. 2015. Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance di Dinas
Kesehatan Kabupaten Provinsi Banten. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Serang.
Sumber Lain
Arjamudin. 2012. Penerapan Konsep Good Governance di Indonesia. Melalui
http://arjaenim.blogspot.co.id/2012/11/penerapan-konsep-good-governance-
di.html[08/07/2017]
Febrian. 2009. Penerapan Good Governance di Indonesia. Melalui
http://beritagratis.blogspot.co.id/2009/10/penerapan-good-governance-di-
indonesia.html[06/07/2017]
Kuswanto. 2012. Pelaksanaan Good Governance di Indonesia. Melalui
http://www.banyumaskab.go.id/read/15538/pelaksanaan-good-governance-di-
indonesia [11/09/2017]
Dokumen
Kecamatan Majasari. 2016. Profil Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang.
Kabupaten Pandeglang: Kecamatan Majasari.
Bagian Organisasi SETDA Kabupaten Pandeglang Tahun 2016. 2016. Peraturan Bupati
Pandeglang Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,
Rincian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan.
Kabupaten Pandeglang: Bagian Organisasi SETDA Kabupaten Pandeglang
Tahun 2016.
Kecamatan Majasari. 2017. Standar Operasional Prosedur. Kabupaten Pandeglang:
Kecamatan Majasari.
E-Journal
Mawarni (2014).“Responsivitas Pelayanan Publik di Puskesmas Berstandar Iso
9001:2008 (Studi Pada Puskesmas Jeruk Kecamatan Lakarsantri, Kota
Surabaya)”.E-Journal UNESA, Vol. 2.
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/publika/article/view/8592(diakses
25 September 2017).
MATRIKS WAWANCARA
Sekertaris Camat Kecamatan Majasari Bapak Agus Lukmanto (I1)
Partisipasi
Q1 Bagaimana partisipasi pihak swasta dalam izin usaha ?
Sejauh ini, mayoritas dari pihak swasta sudah mengajukan surat izin usaha.
Tapi, masih ada beberapa yang belum mengajukan, mungkin karena
berfikirnya sudah ada uang keamanan ya, jadi ya aman.
Supremasi Hukum
Q1 Apakah pihak Majasari tegas dalam menegakkan hukum ?
Iya, kami tegas pada siapa saja yang memang melanggar. Salah satunya
seperti usaha-usaha swasta yang tidak berizin. Kami akan urus untuk mereka
segera menyelesaikan perizinan usaha mereka dan akan kami sanksi kalau
tidak ada tindakan baik dari pemilik usaha. Bukan hanya pada surat izin usaha
juga, tapi yang lainnya juga.
Trasnparansi
Q1 Bagaimana kemudahan dalam memperoleh informasi, kejelasan pelaksanaan good
governance dan akses bagi publik mengenai pemerintahan ?
Kami sudah memudahkan masyarakat dalam mendapatkan informasi,
khususnya terkait pelayanan-pelayanan yang disediakan dengan menempel
papan informasi di pintu kasi pelayanan. Jadi, ketika datang ke kantor
kecamatan, masyarakat bisa melihat langsung daftar pelayanan yang ada.
Q2 Upaya apa yang dilakukan untuk memperbaiki penerapan transparansi di
Kecamatan Majasari ?
Sebagai upaya memperbaiki penerapan prinsip transaparansi dalam
pelaksanaan pemerintahan kecamatan Majasari, kami sedang berusaha untuk
meningkatkan kinerja website, agar masyarakat dapat mengakses informasi
dengan lebih mudah; tanpa perlu datang langsung ke kantor kecamatan
Responsifitas
Q1 Bagaimana proses dalam menanggapi keluhan masyarakat ?
Aspirasi dan keluhan dari masyarakat selalu kami pertimbangkan. Setelah
masyarakat menyampaikan aspirasi maupun keluhan, disampaikan dulu
kepada bagian yang berhubungan. Sesegera mungkin diatasi. Kalau yang
dikeluhkan adalah masalah yang lumayan besar, maka nanti akan dirapatkan
pada rapat bulanan, sehingga semua pihak dari Kecamatan Majasari bisa
berpendapat dan memberikan solusi.
Q2 Berapa lama proses untuk menanggapi aspirasi dan keluhan masyarakat ?
Dalam menanggapi keluhan dan aspirasi masyarakat, kami upayakan sesegera
mungkin. Tapi, kalau untuk menanggapi aspirasi dan keluhan masyarakat
yang membutuhkan anggaran, seperti perbaikan jalan, mungkin sedikit
membutuhkan waktu, karena harus menyusun anggaran terlebih dahulu
Q3 Apakah pelayanan pembuatan KTP sudah sesuai dengan SOP ?
Pelayanan yang diberikan oleh pihak Kecamatan Majasari belum sepenuhnya
sesuai dengan SOP. Karena beberapa kendala ya, seperti dalam pembuatan
KTP itu, belangko sering tidak tersedia, jadi prosesnya bisa jadi lebih lama
dari SOP yang ditentukan.”
Orientasi Konsensus
Q1 Apakah Kecamatan Majasari mengedepankan keputusan bersama ?
Mengedepankan keputusan bersama sudah pasti. Karena segala hal yang ada
di Kecamatan bukan hanya melibatkan pihak Kecamatan, tetapi ada
masyarakat, dan pihak pihak lainnya. Contohnya, dalam menanggapi aspirasi
dan keluhan masyarakat yang tidak bisa diatasi oleh bagiannya sendiri, maka
akan dirapatkan untuk mencari solusi atau penanganan terbaik
Q2 Apakah Kecamatan Majasari konsisten dengan hasil keputusan bersama ?
Terhadap keputusan yang telah disepakati, kami belum sepenuhnya
konsisten, karena ada saja hal hal yang harus diubah demi menyesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan terkini. Tetapi, keputusan yang disepakati
dijalankan sesuai yang telah diputuskan sebelum ada tuntutan perubahan
Keadilan
Q1 Apakah pihak Kecamatan Majasari membeda-bedakan dalam pemberian
pelayanan ?
Pihak kecamatan Majasari tidak pernah membedakan pelayanan kepada
siapa-pun. Semua masyarakat berhak mendapatkan perlakuan yang sama
dalam menerima pelayanan. Jadi, InsyaAllah tidak ada istilah pilih kasih atau
mengutamakan orang terdekat gitu
Akuntabilitas
Q1 Bagaimana mekanisme pertanggung jawaban Kecamatan Majasari ?
Untuk skema pertanggung jawaban bahwa kecamatan di pimpin oleh seorang
camat yang bertanggung jawab kepada bupati melaui sekertaris daerah. Hal
ini merujuk pada ketentuan ayat (1) pasal 224 undang-undang nomor 23 tahun
2014 tentang pemerintahan daerah
Visi strategis
Q1 Apakah visi dan misi Kecamatan Majasari sudah tercapai ?
Visi Kecamatan Majasari sampai saat ini belum sepenuhnya tercapai. Karena
masih banyak kendala yang ditemukan di lapangan. Tapi, insyaAllah, kami
sedang berupaya untuk mewujudkan visi tersebut, salah satunya dengan
memperbaiki penerapan-penerapan good governance pada pelaksanaan
pemerintahan. Seperti pada transparansi tadi, sedang meningkatkan kinerja
website, untuk pelayanan juga diperbaiki, kami berkoordinasi dengan RT dan
RW, kira-kira pelayanan apa yang butuh diperbaiki menurut masyarakat
Responsiviness
Q1 Upaya apa yang dilakukan pihak Kecamatan Majasari dalam menangani
keluhan masyarakat ?
Kecamatan Majasari selalu membuka diri untuk keluhan, saran, dan kritik
dari masyarakat. Saat ini, kami sudah memudahkan masyarakat dengan
menyediakan kotak saran. Jadi, masyarakat bisa menyampaikan keluhan,
saran, maupun kritik tanpa sungkan. Keluhan, saran, maupun kritik tersebut
nantinya akan segera disampaikan kepada bagian yang bersangkutan.
Misalnya, keluhan tersebut berkaitan dengan pelayanan, maka akan langsung
disampaikan kepasa KASI pelayanan. Nantinya, keluhan, saran, maupun
kritik tersebut akan dibahas di rapat rutin bulanan, agar semua pegawai
Kecamatan juga mengetahuinya dan ikut andil dalam memberikan solusi
penyelesaian. Namun, untuk penyelesaian terhadap masing-masing keluhan
itu kan memang butuh waktu. Kita ga bisa semena-mena langsung ambil
tindakan tanpa rencana dan anggaran. Jadi ya mudah-mudahan masyarakat
mau ngerti.
Q1 Apakah kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi saat melakukan administrasi
?
Kecamatan Majasari sudah cukup baik dalam melaksanakan tugasnya yaitu
memberikan fasilitas yang dibutuhkan seperti sarana prasarana yang
digunakan masyarakat pada saat mengurus administrasi kependudukan.
Wawancara Dengan Bapak Mahmudi Karya (I1-2)
Partisipasi
Q1 Bagaimana partisipasi pihak swasta dalam izin usaha ?
Sejauh ini partisipasi swasta dalam pembuatan izin usaha sudah cukup baik.
Namun yang harus diingat adalah bahwa pihak kecamatan hanya berperan
sebagai pengantar untuk membuat izin usaha, kemudian pembuatan izin usaha
dibuat oleh Dinas Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Pandeglang
Transparansi
Q1 Jenis transparansi pelayanan apa saja yang ada di Kecamatan Majasari ?
Transparansi informasi disini telah ada spanduk mengenai jenis pelayanan apa
saja yang ada di Kecamatan Majasari. Namun, masyarakat beranggapan bahwa
sekarang jamannya era digital jadi mereka menuntut untuk mendapatkan
informasi secara online. Untuk itu, saya mohon maaf karena belum bisa
menyediakan sistem informasi desa. Insya allah akan kami sediakan tapi masih
tahap perencanaan
Q2 Apakah pihak kecamatan memberikan akses yang luas bagi masyarakat ?
Kami dari Kecamatan Majasari membuka akses kepada masyarakat secara luas
mengenai aktifitas di Kecamatan Majasari. Karena masyarakat selain berperan
sebagai pengguna pelayanan, mereka juga berperan sebagai pengawas kinerja
dari kecamatan ini
Responsifitas
Q1 Apakah pihak pelayanan sigap dalam menanggapi aspirasi atau keluhan
masyarakat ?
Kami secara sigap menanggapi keluhan dan aspirasi masyarakat bahkan
telah disediakan kotak aspirasi dan keluhan untuk masyarakat. Namun ada
berapa aspirasi atau keluhan yang harus di rapat kan secara bersama
Orientasi Pada Konsensus
Q1 Apakah Kecamatan Majasari mengedepankan keputusan bersama ?
Insya Allah di Kecamatan Majasari sendiri lebih mementingkan keputusan
bersama. Jadi ga ada yang dirugikan atara masyarakat dan pihak kecamatan.
Jadi fleksibel kita mah. Yang penting keputusan itu sesuai dengan SOP
Keadilan
Q1 Apakah masyarakat mendapatkan haknya dalam pelayanan yang disediakan
?
Kami selaku pegawai Kecamatan Majasari telah memberikan hak masyarakat
selaku pengguna jasa pelayanan secara merata tanpa membedakan siapa dia.
Contohnya kalau ada sodara maupun kerabat yang mau membuat izin maka
akan kami layani sesuai dengan SOP yang ada
Q2 Apakah pelayanan yang di berikan sudah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Untuk pelayanan yang kami berikan sudah kami coba sebaik mungkin, agar
apa yang diinginkan masyarakat sebagai tujuan pelayanan dapat tercapai dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dan kami jalankan sebaik-baiknya
Visi Strategis
Q1 Apakah visi dan misi Kecamatan Majasari sudah tercapai ?
Untuk saat ini, visi kecamatan majasari belum sepenuhnya tercapai, namun
kita berupaya agar kedepannya visi dan misi kecamatan Majasari dapat
terwujud
Q2 Upaya apa yang akan dilakukan agar visi misi bisa tercapai?
Salah satu upaya yang kita lakukan adalah meningkatkan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan. InsyaAllah
kedepannya, kita akan menerapkan sistem informasi desa (SID) yang bisa
diakses secara online jadi masyarakat bisa mengakses informasi terkait
persayaratan-persyaratan pelayanan melalui system tersebut tanpa harus
bolak-balik kantor kecamatan
Reliability
Q1 Bagaimana kehandalan pihak Kecamatan dalam memberikan informasi ?
Jadi, untuk masalah kesesuaian informasi yang kami berikan, sebenarnya
kamipun selalu mengusahakan yang terbaik untuk meningkatkan pelayanan
adapun kesalahan – kesalahan yang terdapat dalam bentuk penulisan dan
ketidak sesuaian waktu yang kami informasikan itu karena kekurangan
sumber daya pelaksana pelayanan yang berakibat pada sering terjadinya
keterlambatan waktu atau masih sering terjadi kesalahan dalam pemberian
pelayanan maupun informasi
Assurance
Q1 Apakah pelayanan yang diberikan sudah amanah?
Insya Allah kita memberikan pelayanan secara amanah kepada masyarakat.
Namun terkadang masih ada masyarakat yang menganggap pelayanan disini
kurang baik, hal itu tergantung dari masyarakat menilainya, kita
mengupayakan yang terbaik untuk masyarakat
Emphaty
Q1 Apakakah kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi ?
Untuk kebutuhan masyarakat yang mengurus administrasi kependudukan di
sini, kami selaku penyedia sudah sangat berusaha untuk memenuhi segala
kebutuhan masyarakat dengan baik
Wawancara dengan H. Rano (I1-3)
Partisipasi
Q1 Bagaimana Partisipasi swasta dalam keamanan dan ketertiban ?
Sejauh ini, pihak swasta sudah cukup berpartisipasi dalam menjaga
kebersihan di sekitar lingkungan usahanya. Namun, masih ada beberapa dari
pihak swasta yang melanggar tata tertib dengan mendirikan tempat usaha
terlalu dekat dengan jalan raya sehingga mengganggu arus jalan dan di atas
trotoar sehingga menghilangkan fungsinya untuk para pejalan kaki.
Orientasi Pada Konsensus
Q1 Apakah dalam proses pengamanan selalu di musyawarahkan terlebih dulu ?
Setiap pengamanan yang dilaksanakan oleh kami selaku trantib harus
dimusyawarahkan terlebih dahulu. Faktanya, kecamatan majasari
merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak pondok pesantren,
sehingga, untuk mengadakan acara semacam dangdutan, harus dirundingkan
dulu dengan pihak pondok pesantren.
Wawancara Dengan Ibu Hj Een (I2-1)
Partisipasi
Q1 Apakah pihak kecamatan cukup baik dan tegas dalam memberikan sanksi ijin
usaha ?
Sudah cukup baik, banyak juga yang belum ada izin usaha langsung diberi
sanksi. Biasanya kalo yang susah dikasih tau yang kena sanksi
Transparansi
Q1 Menurut Ibu, apakah informasi yang ada di kecamatan majasari mudah di
akses ?
Menurut saya sih mudah. Tidak ditutup tutupi. Kalau ada informasi terkait
aktifitas yang harus masyarakat tau, biasanya disampaikan lewat RT/RW.
Efektifitas dan Efisiensi
Q1 Bagaimana menurut ibu mengenai pelayanan sudah efektif dan efisien ?
Pelayanan belum bisa dikatakan efektif dan efisien. Saya pernah sampe bolak
balik ke Kecamatan karena waktu itu petugasnya lagi ga ada. Kan harus
ngeluarin uang lagi buat ongkos, ga efisien
Wawancara dengan Ibu Ratna (12-2)
Keadilan
Q1 Bagaimana pelayanan yang di berikan oleh Kecamatan Majasari sudah adil?
Terkait keadilan dalam pemberian pelayanan, belum bisa ternilai adil, masih
ada dikriminatif. Yang punya saudara atau kenalan di Kecamatan Majasari
biasanya lebih dimudahkan.
Efektifitas dan Efisiensi
Q1 Bagaimana menurut Ibu mengenai pelayanan, apakah sudah cukup efektif dan
efisien?
Menurut ibu sih, kalo pelayanan disini belum efektif dan efisien ya, karena
kan kalau ngurus-ngurus disini itu suka lama, ngabisin waktu
Wawancara dengan Bapak Rojali (I2-3)
Q1 Bagaimana menurut Bapak terkait pertanggung jawaban yang diberikan oleh
pihak Kecamatan dalam proses pembuatan KK?
Sejauh ini pertanggung jawaban dari pihak Kecamatan Majasari sudah
lumayan baik. Dimana para pegawai menjelaskan mengenai pelayanan-
pelayanan yang ada. Namun ada hal yang harus di perbaiki. Saya pernah
kesini untuk pengurusan KK tapi pegawainya belum ada, pas saya tanya sama
yang piket pegawainya masih pada istirahat, padahal waktu itu pukul setengah
dua.
Tangibles
Q1 Bagaimana menurut bapak mengenai fasilitas yang ada di Kecamatan
Majasari?
Menurut saya, terkait fasilitas di Kecamatan Majasari ini sudah dapat
membuat masyarakat cukup nyaman, seperti ada televisi, kipas angin, kursi
tunggu, dll. Namun, dirasa belum cukup kondusif kalau masyarakat yang
datang sedang ramai karena hanya ada 1 kipas angin di ruang tunggu, jadi
akan terasa gerah kalau banyak orang. Terlebih, kursi tunggu hanya
disediakan di depan loket pelayanan yang ruangannya cukup sempit, sehingga
akan berdesak desakan
Q2 Apakah ada kendala dengan oprasional pelayanan?
(Terkait fasilitas operasional pelayanan) Masih belum optimal, pembuatan
KTP (Kartu Tanda Penduduk) masih sering terkendala dengan belangko yang
tidak tersedia di Kecamatan Majasari. Sehingga, waktu pembuatan KTP jadi
ngulur dan tidak sesuai dengan SOP (Standar Operasional Pelayanan) yang
ada
Reliability
Q1 Menurut Bapak, apakah pelayanan di Kecamatan Majasari sudah optimal?
Kalau berdasarkan pengalaman saya, Kecamatan Majasari belum dirasa
optimal dalam penerapan kehandalan (reliability) contohnya, ketidak
sesuaian waktu pemberian pelayanan dengan SOP (Standar Operasional
Pelayanan yang ada
Responsiviness
Q1 Bagaimana respon pegawai dalam menyelesaikan masalah maupun complain
dari masyarakat khususnya yang bapak rasakan?
Kalo legowo ya legowo. Masyarakat menyampaikan keluhan ya didengarkan
dengan baik. Tetapi, untuk penyelesaiannya kayanya belum optimal ya.
Contohnya aja, masyarakat udah banyak complain tentang kursi tunggu yang
kurang, kalo lagi rame tuh suka pada ngga kebagian kursi trus berdiri
Assurance
Q1 Bagaimana menurut Bapak mengenai kesopanan dan kejujura para pegawai?
Pegawai Kecamatan ya pada jujur, pada sopan juga. Kalo menyampaikan
sesuatu ke warga ya dengan baik-baik.
Emphaty
Q1 Apakah pegawai Kecamatan Majasari sudah cukup tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat?
Kalau masalah tanggap ga tanggap tentang kebutuhan, jelas kurang tanggap.
Dari kursi saja contohnya, keliatan masih kurang, banyak yang berdiri, tetapi
tidak ada penambahan kursi. Juga, ruangan panas ga ada penambahan kipas
angin, banyak yang antri tapi ga ditambah loketnya.
Wawancara dengan Ibu Ida Rosidah (I2-4)
Tangibles
Q1 Bagaimana menurut Ibu mengenai sarana dan prasarana yang ada di
Kecamatan Majasari?
Sarana prasarana di Kecamatan Majasari masih kurang, seperti kursi, ini saya
tidak kebagian tempat duduk dari awal masuk sampai sekarang karena
memang masyarakat sedang banyak yang datang.
Reliability
Q1 Apakah informasi yang disampaikan oleh pihak Kecamatan Majasari sudah
akurat dengan apa yang ditemukan di lapangan?
Jadi gini nih, menurut Saya, untuk informasi yang disampaikan terkait waktu
pelayanan di Kecamatan Majasari sendiri belum tepat. Contohnya, pada saat
saya datang ke Kecamatan di jam 12.30, saya ditolak karena katanya sedang
jam istirahat dan akan buka kembali jam 13.00. Tetapi, kenyataannya, sampai
jam 13.30 pun petugas pelayanan belum juga kembali ke loket
Responsiveness
Q1 Apakah pegawai tanggap terhadap kebutuhan masyarakat?
Tanggapan dari Kecamatan Majasari terhadap kebutuhan masyarakat sih gitu
– gitu aja. Saya tadi butuh meja sama pulpen buat nulis formulir tapi tidak
disediakan, jadi, terpaksa harus keluar untuk membeli pulpen
Wawancara dengan Ibu Imaswati (I2-5)
Q1 Bagaimana menurut ibu mengenai sarana dan prasarana yang ada di
kecamatan?
Gini yah mas, menurut Ibu, kalau untuk fasilitas di Kecamatan Majasari ini
masih kurang, seperti tidak adanya meja untuk menulis, jadi masyarakat yang
harus mengisi formulir atau yang lainnya akan merasa kesulitan.
Q2 Bagaimana dengan oprasional pelayanan yang ada di Kecamatan Majasari?
Menurut saya, fasilitas operasional pelayanan di Kecamatan Majasari ini
masih kurang, ya, mas. Contohnya saya, ketika saya ingin membuat KK
(Kartu Keluarga) harus terhambat karena formulir habis dan belum tersedia.”
Responsiviness
Q1 Bagaimana respon pegawai dalam menyelesaikan masalah maupun complain
dari masyarakat khususnya yang Ibu rasakan ?
Respon ya respon. Bilangnya iya iya nanti disampein ke atasan. Tapi ngga
ditindak lanjuti dengan cepet gitu loh. Kaya ini kan, kipas angina Cuma ada
1 di tempat pelayanan itu. Kalo lagi banyak yang antri ya panas banget itu,
Mas.
Assurance
Q1 Bagaimana menurut anda mengenai kesopanan dan kejujura para pegawai?
Kalo kejujuran sih kayanya udah pada jujur, mas. Udah ga ada yang minta
pungli pungli gitu. Jadi kalo emang layanannya gratis ya ga dimintain dana
pelayanan gitu
Wawancara dengan Bapak Apep Saprudin (I2-6)
Reliability
Q1 Apakah informasi yang disampaikan oleh pegawai Kecamatan Majasari
sudah tepat dengan apa yang dilakukan atau diberikan?
Sebelumnya, saya datang ke sini untuk mengurus KTP (Kartu Tanda
Penduduk) anak saya, namun, petugas mengatakan bahwa belangko belum
tersedia. Setelahnya, petugas meminta kontak saya dan mengatakan akan
menghubungi ketika nantinya belangko sudah tersedia. Nyatanya, sampai hari
ini saya kembali ke Kecataman saya sama sekali tidak dihubungi dengan
alasan lupa, padahal belangko sudah tersedia semenjak 3 hari setelah
kedatangan saya sebelumnya
Wawancara dengan Bapak H. Emul (I3-1)
Partisipasi
Q1 Apakah Bapak sudah memiliki ijin usaha? Apakah bapak merasa disulitkan
dengan keharusan membuat izin usaha?
Sejauh ini, saya sudah memiliki surat izin usaha. Saya pribadi tidak merasa
disulitkan dengan keharusan membuat surat izin usaha
Q2 Apa konstribusi anda terhadapa Kecamatan Majasari?
Kami berkontribusi terhadap Kecamatan Majasari dengan membuka
lowongan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, sehingga meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu, saya juga menyediakan kios-kios usaha
gratis bagi masyarakat yang ingin membuka usaha
Tegaknya Supermasi Hukum
Q1 Apakakah pihak Majasari tegas dalam menegakkan hukum?
Kalau menurut saya, Kecamatan Majasari sudah cukup baik dalam penegakan
hukum, tidak pandang bulu terhadap siapa saja yang melanggar hukum,
seperti yang tidak memiliki izin usaha tapi sudah mendirikan usaha, maka
pihak Kecamatan Majasari segera mengurus hal tersebut dengan memberikan
peringatan awal dan tindak lebih lanjut apabila tidak ada itikad baik dari pihak
pengusaha tersebut
Wawancara dengan Bapak heri hermawan (I3-2)
Partisipasi
Q1 Apakah bapak sudah memiliki ijin usaha?
Ya memang belum ada izin usahanya, tapi kan tetep memenuhi kewajiban,
itu ada uang keamanan ko. Usaha saya juga aman insyaAllah, mas, jadi ya ga
perlu kali ya izin izin gitu, ribet ngurusnya.