Transcript
  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    1/26

    Page | 1

    Leukemia Granulositik Kronik pada Pria Usia Lanjut

    Franzeska Marchitia Dinar Pusparani

    102011271

    A4

    Alamat Korespodensi

    Franzeska Marchitia Dinar Pusparani

    Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

    Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510.

    email :[email protected]

    Pendahuluan

    Leukemia Granulositik Kronis (LGK) atau Leukemia Mielositik Kronis (LML) atau

    Chronic Myelogenous Leukemia (CML) merupakan suatu Myeloproliferative Disorder

    (MPD) yang ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi,

    sehingga pada apusan darah tepi dapat dengan mudah dilihat tingkatan diferensiasi seri

    granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), meta mielosit, mielosit, sampaigranulosit.1LGK terutama dijumpai pada orang dewasa berusia 25 sampai 60 tahun, dengan

    insiden puncak pada dekade keempat dan kelima kehidupan.2,3 LGK merupakan 15% dari

    semua jenis leukemia.3

    LGK merupakan kelainan klonal dari sel punca pluripoten. Diagnosis LGK dibantu

    dengan adanya kromosom Philadelphia (Ph) yang khas. Kromosom ini merupakan translokasi

    antara kromosom 9 dan 22 sebagai akibat bagian dari onkogen ABL1 berpindah ke gen BCR

    pada kromosom 22 dan bagian kromosom 22 berpindah ke kromosom 9. Kromosom Ph

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    2/26

    Page | 2

    menghasilkan gen chimeric BCR-ABL1 yang mengkode suatu protein gabungan yang

    memiliki aktivitas tirosin kinase berlebih.4Pada sebagian besar pasien kromosom Ph terlihat

    dengan pemeriksaan kariotip sel tumor, tetapi pada sebagian kecil kasus, abnormalitas Ph

    tidak tampak dengan mikroskop, namun dengan pemeriksaan molecular kromosom ini dapat

    tampak dengan teknik yang lebih sensitive yaitu fluorescent in situ hybridization(FISH) atau

    polymerase chain reaction(PCR). LGK dengan Ph-negatif BCR-ABL1 memiliki klinis sama

    seperti LGK Ph-positif. Oleh karena kromosom Ph merupakan kelainan yang didapat pada sel

    punca hematopoietic, kelainan dapat terlihat pada kedua jalur baik myeloid (granulositik,

    eritroid, dan megakariositik) dan limfoid (sel B dan T). Pada LGK, jumlah leukosit dapat

    meningkat demikian rupa (biasanya berjumlah 50.000-250.000/mm3), sehingga darah tampak

    berwarna keabu-abuan.

    Anamnesis

    Berikut hal-hal yang harus ditanyakan kepada pasien pada skenario ini :

    1. Identitas pasien, Pria usia 60 tahun.

    2. Keluhan utama: lemas sejak 2 bulan, sering demam, keringat malam.

    3.

    Riwayat penyakit sekarang

    Sifat demam

    Batuk

    Hal yang memperberat gejala

    Penyakit yang sedang diderita saat ini

    Riwayat keluhan sama berulang

    Keluhan lain (anoreksia, penurunan BB, dll)

    4. Riwayat penyakit dahulu

    Riwayat penyakit infeksi sebelum keluhan timbul

    Riwayat penyakit kronis

    Riwayat pengobatan

    5. Riwayat keluarga dan sosial

    Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama

    Pekerjaan pasien

    Gaya hidup pasien (merokok, alcohol, pola makan, aktivitas)

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    3/26

    Page | 3

    Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda

    vital yang meliputi tekanan darah, denyut nadi, laju pernapasan, dan suhu. Pada pemeriksaan

    fisik secara umum, dapat dilihat keadaan pasien yang tampak lemah dan pucat, serta

    ditemukan conjungtiva anemis yang menunjukkan adanya anemia.

    Pemeriksaan fisik pada abdomen, khususnya pemeriksaan pembesaran hati dan

    Schuffner untuk memeriksa adanya splenomegali, sangat penting dilakukan oleh karena biasa

    ditemukan hepatosplenomegali pada LGK. Hepatosplenomegali disebabkan oleh adanya

    hematopoiesis ekstramedular yang sering dipersulit oleh infark local, terutama pada limpa.2

    Splenomegali ringan hingga berat paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik,

    sedangkan hepatomegali hanya sesekali ditemui.5 Splenomegali yang menetap, meskipun

    telah diterapi, merupakan suatu tanda akselerasi penyakit.5 Limfadenopati dan myeloid

    sarcoma tidak biasa dijumpai, kecuali pada akhir perjalanan penyakit.5Bila ditemui adanya

    limfadenopati dan myeloid sarcoma, maka prognosisnya adalah dubia ad malam.

    Pemeriksaan Penunjang

    Hematologi rutin

    Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau sedikit menurun.1Jumlah leukosit

    biasanya >50.000/mm3.3,4 Persentasi eosinofil atau basofil meningkat. Trombosit biasanya

    meningkat antara 500.000-600.000/mm3, tetapi dapat juga normal atau trombositopeni. Nilai

    hematokrit antara 25-35%.4

    Apus darah tepi

    Eritrosit sebagian besar normokrom normositer, sering ditemukan adanya polikromasi

    eritroblas asidofil atau polikromatofil. Leukosit dalam jumlah besar tampak dalam berbagai

    stadium pematangan, baik immature maupun mature, umumnya persentasi sel mielosit dan

    metamielosit meningkat dengan jumlah mielosit lebih banyak daripada metamielosit.1,4,5

    Eosinofil dan/atau basofil meningkat pada stadium lanjut, menyebabkan pruritus, diare, dan

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    4/26

    Page | 4

    flushing.1,5 Aktivitas leukocyte alkaline phosphatase (LAP) hampir selalu rendah bahkan

    mungkin turun sampai 0.4,5

    Pada fase akselerasi, terjadi peningkatan derajat anemia yang ditandai dengan

    penurunan kadar Hb oleh karena adanya pendarahan atau efek terapi, sel blast dalam darah

    dan sumsum tulang antara 10 dan 20%, basofil darah dan sumsum tulang 20%, atau

    trombosit

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    5/26

    Page | 5

    dominasi precursor granulositik yang berada dalam proses maturasi. Meningkatnya jumlah

    megakariosit, sering disertai oleh bentuk-bentuk displatik, juga sering dijumpai, sementara

    progenitor eritroid biasanya berjumlah normal atau berkurang. Temuan khas adalah adanya

    histiosit dengan sitoplasma keriput hijau-biru tersebar.2 Persentasi sel blast sumsum tulang

    umumnya normal atau sedikit meningkat.5 Megakariosit juga tampak lebih banyak.1 Pada

    pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang mengalami fibrosis, meskipun hal

    ini jarang terlihat.

    Tabel 2. Morfologi Sel pada Tiap Fase LGK dari Spesimen Sumsum Tulang

    Fase LGK Morfologi Sel

    Fase awal Sangat kaya sel

    Granulopoesis bergeser ke kiri secukupnya

    Indeks GE (perbandingan kuantitatif antara granulopoesis dan eritopoesis) 5-6

    Basofil dan eosinofil meningkat

    Megakariosit dan mikrokariosit +

    Fase kronik Sangat kaya sel, tidak ada sel lemak

    Granulopoesis jelas bergeser ke kiri

    Indeks GE >10

    Basofil dan eosinofil ++

    Blas

    Mikrokariosit +

    Fase akselerasi Seperti fase kronik, namun terdapat pergeseran ke kiri yang meningkat

    Peningkatan promielosit berlebihan

    Blas 10%

    Fase akhir (krisis blas) Blas sumsum sangat banyak, 25% dari fase akselerasi bereaksi positif dengan PAS

    Basofil muda +

    Eritrosit

    Trombopoesis direduksi

    Karyotipik

    Dahulu dikerjakan dengan teknik pemitaan (G-banding technique), saat ini teknik ini

    sudah mulai ditinggalkan dan peranannya digantikan oleh metoda FISH (Fluorescen In Situ

    Hybridization) yang lebih akurat.1 Pada LGK, ditemukan kromosom Philadelphia yang

    merupakan translokasi t(9; 22) (q34; q11). Semula, translokasi ini dikenal oleh keberadaan

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    6/26

    Page | 6

    pemendekan kromosom 22 (22q-), yaitu kromosom Ph yang muncul dari timbal balik t(9;

    22).3,5 Beberapa pasien mungkin memiliki translokasi kompleks (dikenal sebagai variant

    translocations) yang melibatkan tiga, empat, atau lima kromosom (biasanya meliputi

    kromosom 9 dan 22). Semua pasien harus memiliki bukti translokasi molekuler atau oleh

    sitogenetik atau FISH untuk menegakkan diagnosis LGK.5

    Gambar 1. Deteksi Gen Fusi BCR-ABL dengan Teknik FISH.2

    Gambar di atas menunjukkan kromosom 9 dan kromosom 22 pada orang normal (kiri)

    dan penderita LGK (kanan). Warna hijau menunjukkan probe ABL, sedangkan warna merah

    adalah probe BCR. Pada kromosom normal (kiri), probe ABL dan probe BCR telah

    dihibridisasi ke kromosom metaphase dan nucleus interfase yang dipersiapkan dari sel darah

    perifer orang normal. Oleh karena pembentukan pasangan sister chromatids selama mitosis,

    sinyal-sinyal kromosom metaphase dapat terlihat sebagai titik tunggal atau sepasang titik

    yang terlihat berdekatan. Dua pasang sinyal merah dan dua sinyal hijau terlihat di kromosom

    metaphase, sementara dua sinyal merah dan dua sinyal hijau terdapat di nucleus interfase,

    masing-masing menunjukkan salinan ABL dan BCR yang terpisah normal.2

    Sebaliknya, pada kromosom yang mengalami translokasi (kanan), kromosom

    metaphase dan nucleus interfase yang diperoleh dari sel sumsum tulang pasien LGK

    memperlihatkan satu sinyal ABL normal, satu sinyal BCR normal, dan satu sinyal kuning

    abnormal yang tercipta oleh tumpang-tindih sebuah sinyal BCR dan sebuah sinyal ABL.

    Temuan ini menunjukkan adanya gen fusi BSCR-ABL.2

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    7/26

    Page | 7

    Laboratorium lain

    Kadar asam urat dalam serum dan urin umumnya meningkat oleh karena pemecahan

    purin berlebih. Selain itu, mungkin dijumpai batu urat di dalam ginjal atau gout. LDH (Laktat

    Dehidrogenase) meningkat, menunjukkan adanya peningkatan kerusakan protein. Kadar

    vitamin B12 dalam serum dan protein pengikat vitamin B12 biasanya meningkat.

    Granulositosis berlebih menyebabkan peningkatan transkobalamin dalam darah, yaitu suatu

    protein pengikat vitamin B12. Peningkatan transkobalamin ini bertujuan untuk dapat mengikat

    vitamin B12 lebih banyak untuk meningkatkan eritropoesis. Namun, oleh karena

    granulopoesis lebih besar daripada eritropoesis, maka eritropoesis terhambat, sehingga terjadi

    anemia.

    Diagnosis Banding

    Mielofibrosis dengan Metaplasia M ieloid (MMM)

    MMM merupakan suatu kelainan yang dihubungkan dengan adanya timbunan

    substansi kolagen berlebih dalam sumsum tulang. Kelainan merupakan kelainan stem sel

    hematopoesis klonal, dihubungkan dengan chronic myeloproliferative disorders (CMPD), dimana adanya hematopoesis ekstramedular merupakan gambaran yang mencolok. MMM

    menyerang golongan umur menengah dan tua, rata-rata umur 60 tahun, pria dan wanita

    memiliki kemungkinan yang sama.1

    Pada 25% kasus MMM berpenampilan asimtomatis. Diagnosis ditegakkan dengan

    adanya pemeriksaan darah yang abnormal atau secara insidentil terdapat splenomegali.

    Gejala klinis pada umumnya adalah kelelahan otot dan penurunan berat badan (7-39%),

    sindrom hipermetabolik (5-20% pasien), pendarahan dan memar, kadang terdapat massa

    dalam perut, gout, dan kolik renal terdapat 4-6%, diare dengan sebab tidak jelas, dan nyeri

    substernal kadang diketemukan.1

    Tabel 3. Kelainan Klinis untuk Diagnosis Pasien dengan Mielofibrosis dengan Metaplasia Mieloid1

    Sangat sering ditemukan (>50% kasus)

    Splenomegali, hepatomegali, fatique, anemia, leukositosis, trombositosis

    Sering ditemukan (10-50% kasus)

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    8/26

    Page | 8

    Asimtomatik, penurunan berat badan, keringat malam, perdarahan, nyeri splenik, leukositopenia, trombositopenia

    Kurang sering ditemukan (

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    9/26

    Page | 9

    hematopoesis inefektif atau keduanya. Enzim alkali fosfatase serum meningkat yang

    menunjukkan keterlibatan tulang. Kadar albumin, kolesterol, dan lipoprotein menurun. Dapat

    terjadi kenaikan kadar vitamin B12 pada pasien dengan leukositosis yang merupakan refleksi

    dengan peningkatan massa neutrofil.1

    Biopsi sumsum tulang diperlukan untuk menegakkan MMM. Kriteria yang harus ada

    untuk membuat diagnosis MMM, antara lain fibrosis sumsum tulang, kelainan morfologi

    hyperplasia sumsum tulang, dan hematopoesis ekstramedular. Pada pemeriksaan patologi,

    ada osteosklerosis akibat fibrosis sumsum tulang, terutama pada kerangka aksial dan

    proksimal tulang panjang. Korteks tulang mengalami penebalan dan pola normal trabekula

    menghilang. Hematopoesis terutama terjadi di lien dengan adanya splenomegali. Hepar juga

    dapat terlibat dengan adanya hepatomegali. Proporsi eritroid lebih tinggi pada sisi

    ekstramedular daripada dalam sumsum tulang. Hematopoesis ekstramedular ada tendensi

    indeks mitosis rendah, sel imatur, dan megaloblastik yang tinggi daripada hematopoesis

    medulare.1

    Reaksi Leukemoid

    Reaksi leukemoid merupakan leukositosis reaktif yang berlebih dengan sel darah

    putih matur dan imatur membanjiri sirkulasi. Karena gambaran darah mirip dengan leukemia

    kronis, proses ini disebut reaksi leukemoid. Penyakit ini bukan penyakit primer sumsum

    tulang dan biasanya sekunder terhadap penyakit lain. Granulosit paling sering terlibat, tetapi

    monositosis yang mencolok dapat terjadi pada tuberkulosis, sedangkan limfositosis

    leukemoid pernah dilaporkan pada tuberculosis, batuk rejan, dan mononucleosis infeksiosa.6

    Granulositosis dengan proporsi leukemoid dapat menyertai tumor-tumor ganas

    dengan atau tanpa metastasis ke tulang, infeksi tuberculosis atau piogenik yang parah,

    keracunan logam berat, krisis sel sabit, gangguan metabolik berat yang mengenai ginjal atau

    hati, dan ketoasidosis diabetes. Pasien yang baru pulih dari agranulositosis atau dari

    kemoterapi mungkin memperlihatkan produksi berlebih sel darah putih menyerupai

    proliferasi pada leukemia, tetapi leukopoesis dengan kecepatan seperti ini jarang menetapkan

    lebih dari seminggu.6

    Apabila reaksi leukemoid terjadi karena penyakit mendasar yang sudah jelas,pembedaan dengan leukemia tidak sulit. Namun, perlu diingat bahwa leukemia dapat timbul

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    10/26

    Page | 10

    bersama dengan penyakit lain. Leukemia dan tuberculosis, misalnya, dapat timbul bersama-

    sama, dan masing-masing memperparah yang lain. Apabila penyakit yang primer tidak jelas,

    gambarannya mengisyaratkan leukemia. Gambaran yang membedakan reaksi leukemoid

    dengan LGK diperlihatkan pada table 4 di bawah ini.6

    Tabel 4. Perbedaan Antara Reaksi Leukemoid dan Leukemia Granulositik Kronik6,7

    Reaksi Leukemoid Leukemia Granulositik Kronik

    Leukosit biasanya 50.000/L

    Granulasi toksik dan badan Dohle ++ Granulasi toksik / = 0

    Basofilia dan eosinofilia tidak ada Terdapat basofilia dan eosinofilia, bisa juga tidak ada

    Sel batang menonjol Semua stadium ada, terutama mielosit

    Tidak ada trombositopenia Terdapat trombositopenia

    Anemia ringan atau tidak ada sama sekali Ada anemia, biasanya berat

    Ada hiperseluler sumsum tulang Ada hiperseluler sumsum tulang (lebih berat)

    Eritopoesis dan trombopoesis normal Eritropoesis dan trombopoesis terhambat oleh leukopoesis

    Leukocyte Alkali Phosphatase (LAP) meningkat (>100) LAP bisa meningkat atau tidak meningkat

    Limpa biasanya tidak teraba Limpa biasanya membesar

    Tidak terdapat kromosom Philadelphia Kromosom Philadelphia terdapat pada 90% kasus

    Diagnosis Kerja

    Diagnosis kerja kasus tersebut adalah leukemia granulosit kronis (LGK) tahap akhir

    fase kronis; berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan adanya conjungtiva anemis, sclera non

    ikterik, dan splenomegali (Schuffner 3). Pada pemeriksaan laboratorium didapat data Hb: 9,

    Ht: 35%, Leukosit: 100.000/mL, trombosit: 25.000/mL. Pada apus darah didapat retikulosit

    4%, eritrosit mikrositik hipokrom, sel blast 10%, hitung jenis 1 / 1 / 0 / 73 / 22 / 1 / 2,metamielosit 10.

    Diagnosis LGK ditegakkan oleh adanya anemia, splenomegali (biasanya massif),

    leukositosis berat (terutama mielosit, metamielosit, dan neutrofil), dan yang terpenting adalah

    identifikasi ekspansi klonal stem cell hematopoietik yang memproses translokasi resiprokal

    antara kromosom 9 dan 22.

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    11/26

    Page | 11

    Etiologi

    Tidak ada korelasi yang jelas antara pajanan obat sitotoksik dengan LGK dan tidak

    ditemukan bukti yang cukup kuat yang menjelaskan infeksi virus sebagai etiologi LGK. Pada

    era pra-imatinib, rokok mempercepat progresi krisis blas. Korban bom atom Hiroshima dan

    Nagasaki yang selamat mengalami peningkatan insiden LGK dengan massa sel LGK

    10.000/L dalam 6,3 tahun. Diperkirakan hanya radiasi dosis besar yang bisa menginduksi

    LGK.5

    Patofisiologi

    Gen BCR-ABL pada kromosom Ph menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel

    induk pluripoten pada sistem hematopoiesis. Klon-klon ini selain proliferasinya berlebih juga

    dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal karena gen BCR-ABL juga anti-

    apoptosis. Dampak kedua mekanisme ini adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang

    akhirnya mendesak sistem hematopoiesis lainnya.1

    Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak

    terbentuknya Ph sampai menjadi LGK dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini masih

    belum diketahui secara pasti. Diduga Ph terjadi akibat pengaruh radiasi, sebagian ahli

    berpendapat akibat mutasi spontan. Diketahui bahwa translokasi ini menyebabkan

    pembentukan gen hibrid BCR-ABL BCR-ABL pada kromosom 22 dan gen resiprokal ABL-

    BCR pada kromosom 9.1

    Gambar 2. Translokasi Kromosom 9 Gen ABL dengan Kromosom 22 Gen BCR1

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    12/26

    Page | 12

    Gen hibrid BCR-ABL yang berada dalam kromosom Ph ini selanjutnya mensintesis

    suatu protein yang berperan dalam lekemogenesis, sedangkan peranan gen resiprokal ABL-

    BCR tidak diketahui.1

    Saat ini diketahui terdapat beberapa varian dari kromosom Ph. Varian-varian ini dapat

    terbentuk karena translokasi kromosom 22 atau kromosom 9 dengan kromosom lainnya.

    Varian lain juga dapat terbentuk karena patahan pada gen BCR tidak selalu di daerah q11,

    akan tetapi dapat juga di daerah q12 atau q13, sehingga protein yang dihasilkan juga berbeda

    berat molekulnya.1

    Tabel 5. Variasi Kelainan Sitogenetik pada LGK1

    Karyotipik Gen-Gen yang Terlibat Istilah Klinik

    t(9; 22)(q34; q12) BCR-JAK LGK atipik

    t(9; 22)(q34; q13) BCR-PDGFRB LGK atipik

    t(9; 22)(q34; q11) BCR-FGFR1 LGK BCR-ABL negatif

    t(8; 22)(p11; q11) BCR-FGFR1 LGK BCR-ABL negatif

    t(4; 22)(q12; q11) BCR-PDGFRA LGK atipik

    t(9; 12)(q34; p13) ABL-TEL LGK atipik

    Del(4)(q12) FIP1L1-PDGFRA LGK hipereosinofilia

    Jadi sebenarnya, gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q-) selalu terdapat pada semua

    pasien LGK, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya terdapat pada 70% pasien LGK. Dalam

    perjalanan penyakitnya, pasien dengan Ph+ lebih rawan terhadap adanya kelainan kromosom

    tambahan. Hal ini terbukti pada 60-80% pasien Ph+ yang mengalami fase krisis blas

    ditemukan adanya trisomi 8, trisomi 19, dan isokromosom lengan panjang kromosom 17

    i(17)q. Dengan kata lain, selain gen BCR-ABL, ada beberapa gen lain yang berperan dalam

    patofisiologi LGK atau terjadi abnormalitas dari gen supresor tumor, seperti gen p53, p16,

    dan gen Rb.1

    Pada kebanyakan pasien LGK, patahan pada gen BCR ditemukan di daerah 5,8-kb

    atau di daerah e13-e14 pada ekson 2 yang dikenal sebagai major break cluster region (M-

    bcr), kemudian gen BCR-ABL akan mensintesa protein dengan berat molekul 210 kD,

    selanjutnya ditulis p210BCR-ABL. Patahan lainnya ditemukan di daerah 54,4-kb atau e1 yang

    dikenal sebagai minor bcr (m-bcr) yang gen BCR-ABL nya akan mensintesa p190.Ditemukan juga variasi patahan ini pada 3 gen BCR antara e19-e20 yang selanjutnya akan

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    13/26

    Page | 13

    terbentuk p230. Daerah patahan ini kemudian dikenal sebagai micro-bcr (-bcr). Tiga variasi

    letak patahan pada gen BCR ini yaitu mayor, minor, dan mikro ternyata berhubungan dengan

    gambaran klinik penyakitnya. Pasien LGK yang patahan pada gen BCRnya di M-bcr

    berhubungan dengan trombositopenia, patahan di m-bcr berhubungan dengan monositosis

    yang prominen, sedangkan patahan di -bcr berhubungan dengan neutrofilia dan/atau

    trombositosis.1

    Pada gambar 3, tampak bahwa p210BCR-ABL mempunyai potensi leukemogenesis

    dengan cara sebagai berikut: gen BCR berfungsi sebagai heterodimer dari gen ABL yang

    mempunyai aktivitas tirosin kinase, sehingga fusi kedua gen ini memiliki kemampuan untuk

    oto-fosforilasi yang akan mengaktivasi beberapa protein di dalam sitoplasma sel melalui

    domain SRC-homologi 1 (SH1), sehingga terjadi deregulasi dari proliferasi sel-sel,

    berkurangnya sifat aderen sel-sel terhadap stroma sumsum tulang, dan berkurangnya respon

    apoptosis.1

    Gambar 3. Fusi Gen BCR-ABL1

    Selanjutnya, fusi gen BCR-ABL akan berinteraksi dengan berbagai protein di dalam

    sitoplasma, sehingga terjadilah transduksi sinyal yang yang bersifat onkogenik, seperti

    tampak pada gambar 4 di bawah ini. Sinyal ini akan menyebabkan aktivasi dan juga represi

    dari proses transkripsi pada RNA, sehingga terjadi kekacauan pada proses proliferasi sel dan

    juga proses apoptosis.1

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    14/26

    Page | 14

    Gambar 4. Proses Aktivasi Sinyal Transduksi oleh Fusi Gen BCR-ABL1

    Pada LGK, berbagai turunan myeloid, sel limfoid B dan mungkin sel limfoid T

    mengekspresikan protein fusi BCR-ABL yang menunjukkan bahwa sasaran transformasi

    adalah sel tunas pluripoten. Oleh sebab yang belum diketahui, efek BCR-ABL kinase yang

    terus menerus aktif pada awal LGK, terutama tampak pada progenitor granulositik dandengan derajat yang lebih ringan, pada progenitor megakariositik.2

    LGK secara alami berkembang lambat, bahkan tanpa pengobatan sekalipun, pasien

    dapat diharapkan bertahan hidup 3 tahun. Setelah suatu periode yang bervariasi (sekitar 3

    tahun), sekitar 50% pasien masuk ke fase akselerasi. Pada fase ini, terjadi peningkatan

    anemia dan trombositopeni, serta kadang-kadang eosinofilia darah tepi yang mencolok.

    Kelainan sitogenik klonal lain, misalnya trisomi 8, isokromosom 17q, atau duplikasi Ph juga

    dapat ditemukan. Dalam 6-12 bulan, fase percepatan berakhir dengan gambaran mirip dengan

    leukemia akut (krisis blas). Di lain pihak, pada 50% sisanya krisis blas timbul secara

    mendadak tanpa diselingi oleh fase percepatan. Pada 70% krisis blas, blas memperlihatkan

    gambaran morfologi dan sitokimia mieloblas, sementara pada kebanyakan dari sisanya, blas

    mengandung enzim TdT dan mengekspresikan penanda-penanda turunan B dini seperti CD

    10 dan CD19. Meskipun jarang, blas dapat mirip dengan sel T prekursor.

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    15/26

    Page | 15

    Epidemiologi

    Kejadian LGK mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa, kedua terbanyak

    setelah leukemia limfositik kronik (LLK). Pada umumnya menyerang usia 40-50 tahun,

    walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih progresif. Di Jepang,

    kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian

    juga di Rusia setelah reactor Chernobil meledak.1

    Insiden LGK adalah 1,5 per 100.000 orang per tahun dan insiden pada pria lebih

    tinggi daripada wanita. Insiden LGK meningkat lambat sesuai pertambahan usia sampai

    pertengahan usia 40 tahun akan meningkat cepat. Insiden LGK pada wanita agak menurun

    (1,8%) antara tahun 1994 dan 2006 dibandingkan tahun 1975-1994.5

    Manifestasi Klinis

    Dalam perjalanan penyakitnya, LGK dibagi menjadi 3 fase, yakni: fase kronik, fase

    akselerasi, dan fase krisis blas. Umumnya, saat diagnosis pertama kali ditegakkan, pasien

    masih dalam fase kronis, bahkan seringkali diagnose LGK ditemukan secara kebetulan,

    misalnya saat persiapan pra-operasi ditemukan leukositosis hebat tanpa gejala infeksi.

    Pada fase kronis, pasien sering mengeluh perut terasa penuh atau cepat kenyang oleh

    karena adanya splenomegali yang mendesak gaster. Kadang timbul nyeri mendadak seperti

    diremas di perut kanan atas bila telah terjadi infark limpa. Keluhan lain sering tidak spesifik,

    seperti cepat lelah, lemah, demam yang tidak terlalu tinggi, dan keringat malam. Penurunan

    berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan

    gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia. Hiperurikemia yang hebat

    dapat mencetuskan nyeri yang hebat. Memar, epistaksis, dan pendarahan dari berbagai tempat

    bisa terjadi oleh karena fungsi trombosit yang abnormal.

    Tabel 6. Urutan Keluhan Pasien Berdasarkan Frekuensi1

    Keluhan Frekuensi (%)

    Splenomegali 95

    Lemah 80

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    16/26

    Page | 16

    Penurunan BB 60

    Hepatomegali 50

    Keringat malam 45

    Cepat kenyang 40

    Perdarahan/purpura 35Nyeri perut (infark limpa) 30

    Demam 10

    Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif atau mengalami

    akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan pasien berada pada fase kronis, maka kelangsungan

    hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Ciri khas fase akselerasi antara lain: leukositosis

    yang sulit dikontrol dengan obat-obat mielosupresif, mieloblas di perifer mencapai 15-30%,

    promielosit >30%, dan trombosit 20%

    Trombositopenia persisten (100.000) yang tidak responsif terhadap terapi

    Peningkatan splenomegali atau jumlah leukosit, tidak merespon pada terapi

    Perubahan sitogenik dengan abnormalitas baru selain kromosom Philadelphia

    Fase krisis blas merupakan suatu perburukan dari tahap akselerasi mieloproliferatif.

    Terjadi pada 80% pasien LGK. Fase ini ditandai dengan jumlah sel blas yang semakin

    meningkat, adanya perdarahan, sepsis, dan pembesaran kelenjar getah bening. Gejala klinik

    pada fase ini sama dengan leukemia akut dan jika sel blas mencapai lebih dari 100 000 per

    mm3 maka penderita memiliki resiko terjadinya sindroma hiperleukositosis. Fase ini

    dibedakan dengan leukemia akut di mana splenomegali tidak menonjol, basofilia dan adanya

    Ph-2 kromosom.

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    17/26

    Page | 17

    Adapun kriteria tahap blas, antara lain:

    Demam 5 hari tanpa adanya penyebab yang jelas

    Darah tepi: mieloblas dan promielosit >30%

    Hb 30.000/mm3, trombosit 20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti

    Proliferasi blas ekstramedular

    Focus besar atau cluster sel blas dalam biopsy sumsum tulang

    Penatalaksanaan

    Secara umum tujuan terapi penderita LGK pada fase kronik adalah menghilangkan

    gejala klinik dengan cara menurunkan leukositosis dan organomegali. Remisi komplit yaitu

    hilangnya Ph+ klon dan pergantian sel oleh sel normal jarang terjadi dengan pengobatan

    konvensional. Walaupun demikian, dengan teknik transplantasi sumsum tulang, kesembuhan

    tersebut memungkinkan, tujuan terapi LGK pada fase akselerasi dan blas adalah

    mengembalikan ke fase kronik.

    Pengobatan standar LMK fase kronik adalah dengan obat tunggal, walaupun

    kebanyakan kasus jarang terjadi kesembuhan secara sempurna. Dengan pemberian obat

    tunggal tersebut akan terjadi pengurangan organomegali dan leukosit dalam darah tepi

    menjadi normal tetapi hiperplasia granulosit dan metaplasia Ph+ di sumsum tulang tetap

    terjadi. Untuk menurunkan kadar asam urat serum, allopurinol dapat diberikan. Transfusi

    trombosit dan eritrosit perlu dilakukan bila terdapat anemia dan trombositopenia yang berat.

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    18/26

    Page | 18

    Hydroxyurea

    Merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi hematologi pada LGK. Hidroksiurea

    lebih efektif dibandingkan busulfan, melfalan, dan klorambusil. Efek mielosupresif masih

    berlangsung beberapa hari sampai 1 minggu setelah pengobatan dihentikan. Tidak seperti

    busulfan yang dapat menyebabkan anemia aplastik dan fibrosis paru.

    Dosis 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3 dosis. Bila

    leukosit >300.000, dosis boleh ditingkatkan sampai maksimal 2,5g/hari. Penggunaan

    dihentikan sementara bila leukosit

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    19/26

    Page | 19

    yang baik tetapi terjadi perburukan secara hematologik, yaitu Hb menjadi rendah dan/atau

    leukosit meningkat dengan/tanpa perubahan jumlah trombosit. Dosis harus diturunkan

    apabila terjadi neutropeni berat (

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    20/26

    Page | 20

    Kurang dari CyR lengkap dalam 18 bulan

    Kehilangan respon komplit yang sebelumnya pernah dicapai baik hematologi atau

    sitogenetik.

    Kondisi selain kondisi tersebut, didefinisikan sebagai respon suboptimal.

    Pasien dengan respon optimal tetap melanjutkan imatinib, sedangkan pasien yang

    gagal akan diobati dengan generasi kedua penghambat tirosin kinase atau transplantasi

    sumsum tulang. Pasien dengan respon suboptimal dapat diobati dengan meningkatkan dosis

    imatinib mencapai 600 atau 800mg/hari, perubahan dalam terapi penghambat tirosin kinase,

    atau transplantasi sel punca alogenik lebih awal.

    Mekanisme resistensi penyakit terhadap pengobatan imatinib adalah terjadi mutasi

    dalam protein gabungan BCR-ABL. Mutasi ini dapat dideteksi dengan mengurutkan gen

    BCR-ABL dan pemeriksaan ini dilakukan pada banyak rumah sakit terhadap pasien yang

    gagal berespon baik terhadap imatinib. Pola mutasi dapat digunakan untuk menentukan arah

    pengobatan untuk memilih terapi lini kedua.

    Jika transkripsi BCR-ABL pasien menjadi negatif, maka imatinib tidak dilanjutkan,

    beberapa pasien tetap menjadi negatif. Untuk pasien yang menjadi positif kembali, lanjutanimatinib biasanya akan menjadikan remisi negatif lebih lanjut. Imatinib dan beberapa obat

    sejenis dalam perkembangannya sangat mungkin untuk dapat menyembuhkan beberapa

    pasien LGK, tetapi dalam hal ini akan memerlukan pemantauan klinis lebih lama dari pada

    waktu seharusnya.

    Dasatinib dan Nil otinib

    Dasatinib merupakan penghambat multikinase luas yang efektif pada kasus yang

    BCR-ABL telah mengalami mutasi yang menyebabkan resisten terhadap imatinib. Obat ini

    secara luas digunakan pada kasus tersebut meskipun retensi cairan dapat menjadi efek

    samping yang bermasalah.

    Nilotinib memiliki mekanisme kerja mirip dengan imatinib, namun memiliki afinitas

    tinggi terhadap BCR-ABL kinase dan dapat efektif untuk kasus dengan mutasi resisten

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    21/26

    Page | 21

    imatinib. Baik nilotinib maupun dasatinib sekarang telah diuji banding dengan imatinib

    sebagai lini pertama pengobatan LGK dan hasilnya, ternyata obat ini lebih unggul.

    Interferon -2a atau Interferon

    Berbeda dengan imatinib, interferon tidak dapat menghasilkan remisi biologis

    walaupun dapat mencapai remisi sitogenetik. Dosis 5 juta IU/m2/hari subkutan sampai

    tercapai remisi sitogenetik, biasanya setelah 12 bulan terapi. berdasarkan data penelitian di

    Indonesia, dosis yang dapat ditoleransi adalah 3 juta IU/m2/hari. Saat ini sudah tersedia

    sediaan pegilasi interferon, sehingga penyuntikan cukup sekali seminggu, tidak perlu tiap

    hari.

    Diperlukan premedikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum pemberian

    interferon untuk mencegah/mengurangi efek samping interferon berupa flue-like syndrome.

    Komplikasi lebih serius adalah anoreksia, depresi, dan sitopenia. Sebagian kecil pasien dapat

    mencapai remisi jangka panjang dengan tidak adanya kromosom Ph pada pemeriksaan

    sitogenetik meskipun gabungan BCR-ABL masih dapat terdeteksi dengan PCR. Interferon

    menyebabkan perpanjangan fase kronik dengan peningkatan angka harapan hidup.

    Interaksi obat dengan teofilin, simetidin, vinblastin, dan zidovudin dapat

    meningkatkan efek toksik interferon. Hati-hati apabila diberikan pada usia lanjut, gangguan

    faal hepar dan renal yang berat, serta pada pasien epilepsi.

    Cangkok sumsum tulang

    Merupakan terapi definitif untuk LGK. Data menunjukkan bahwa transplantasi

    sumsum tulang dapat memperpanjang masa remisi sampai >9 tahun, terutama pada cangkok

    sumsum tulang alogenik. Indikasi cangkok tulang, antara lain:1

    1. Usia tidak lebih dari 60 tahun

    2. Ada donor yang cocok, yaitu donor dengan HLA yang cocok dan tidak berelasi

    dengan penerima

    3.

    Termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan Sokal

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    22/26

    Page | 22

    Cangkok sumsum tulang tidak dilakukan pada LGK dengan kromosom Ph negatif atau BCR-

    ABL negatif. Kekambuhan LGK setelah transplantasi merupakan masalah serius, namun

    infus leukosit memiliki efektivitas tinggi pada LGK, khususnya bila kekambuhan didiagnosis

    dini dengan pemeriksaan transkripsi BCR-ABL.3

    Komplikasi

    Transformasi akut (20% atau lebih blas di sumsum tulang) dapat terjadi cepat dalam

    beberapa hari atau minggu. Pada umumnya, pasien mempunyai fase akselerasi bersama

    dengan anemia, trombositopenia, dan peningkatan basofil, eosinofil, atau sel blas di darah

    tepi dan sumsum tulang. Limpa dapat membesar meskipun hitung darah tepi terkontrol dan

    sumsum tulang dapat menjadi fibrosis. Pasien dapat berada dalam fase ini selama beberapa

    bulan, fase penyakit yang lebih mudah dikontrol daripada saat fase kronik. Pada kedua fase,

    akselerasi maupun akut, abnormalitas kromosom baru sering muncul. Pada sekitar seperlima

    kasus, transformasi akut menjadi limfoblastik. Pada sebagian besar kasus, transformasi yang

    terjadi adalah menjadi leukemia myeloid akut (LMA) atau tipe campuran. Tipe tersebut lebih

    sulit untuk diobati dan ketahanan hidup jarang melebihi beberapa bulan. Imatinib sangat

    berguna dalam transformasi blastik, tetapi resistensi terhadap pengobatan biasa terjadi dalam

    beberapa minggu.

    Masalah metabolik dapat terjadi akibat cepatnya sitolisis yang akan mengakibatkan

    terjadinya hiperurikemia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia. Hal ini dapat menyebabkan

    gangguan keseimbangan asam-basa dan bisa berakhir pada renal failure.

    Peningkatan ekstrim dari leukosit dapat menyebabkan komplikasi leukostatik pada

    beberapa organ, khususnya otak, paru, retina, dan penis. Perbandingan leukosit dan eritrosit

    yang tidak seimbang menyebabkan peningkatan viskositas darah akibat peningkatan fraksi

    leukosit tersebut. Myeloblas merupakan sel yang lebih kaku dibandingkan dengan leukosit

    lain.

    Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia) pada LGK dapat

    mengganggu proses hemostasis. Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami

    epistaksis, pendarahan dari gusi, dan ptechiae. Trombositopenia yang ekstrim dapat

    menyebabkan pendarahan masif yang bisa berakhir pada kematian.

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    23/26

    Page | 23

    Pada suatu fase LGK di mana terjadi trombositosis, risiko terjadinya clotting yang

    berlebihan (excess clotting) menjadi meningkat. Trombositopoesis yang tidak terkendali akan

    menghasilkan trombosit dalam jumlah besar yang berpotensi membentuk bekuan dalam

    jumlah besar pula. Bekuan yang terbentuk dapat menjadi thrombus yang menyumbat

    pembuluh darah, terutama kapiler, sehingga besar kemungkinan untuk terjadi infark jaringan.

    Aktivitas hematopoesis extramedular yang berlebihan menyebabkan akumulasi

    produk sel darah dalam jumlah yang sangat besar pada limpa dan hati, sehingga timbul

    splenohepatomegali. Jika limpa dan hati sudah tidak lagi memiliki kapasitas untuk

    menampung produk hematopoesis, dapat terjadi ruptur hepar atau ruptur limpa.

    Pasien LGK rentan terkena berbagai macam infeksi karena leukosit yang diproduksi

    adalah sel abnormal, tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Selain itu, pengobatan

    LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun

    tidak efektif.

    Leukemia meningeal pada LGK fase kronis sering tidak diketahui dan jarang

    dijumpai pada stadium blas. Kejadian komplikasi ini akan meningkat bila penderita bertahan

    hidup lama pada fase blas. Gejala yang dijumpai berupa paralisis saraf pusat dan oedem

    papil. Diagnosis dibantu dengan ditemukanna sel blas pada cairan serebrospinal.

    Gagal sumsum tulang atau bone marrow failure dapat terjadi khususnya oleh karena

    penurunan produksi sel darah merah dan trombosit, yaitu berupa:

    Lemah, sesak nafas, takikardi karena hipoksia yang disebabkan oleh anemia

    berat. Anemia berat dapat berakhir pada heart failure oleh karena takikardi

    yang persisten.

    Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.

    LMK sering terjadi bersama-sama dengan myelofibrosis dan akan meningkatkan

    produksi kolagen pada sumsum tulang atau terjadi penurunan degradasi kolagen.

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    24/26

    Page | 24

    Prognosis

    Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara 3-5 tahun setelah diagnosis

    ditegakkan. Saat ini, dengan ditemukannya beberapa obat baru, maka median kelangsungan

    hidup pasien dapat diperpanjang secara signifikan. Sebagai contoh, pada beberapa uji klinis

    kombinasi hidrourea dan interferon, median kelangsungan hidup mencapai 6-9 tahun.

    Imatinib mesilat memberi hasil yang lebih menjanjikan, tetapi median kelangsungan hidup

    belum dapat ditentukan karena masih menunggu beberapa hasil uji klinik yang saat ini masih

    berlangsung.1

    Faktorfaktor di bawah ini memperburuk prognosis pasien LGK, antara lain:1

    Pasien: lanjut usia, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti

    penurunan BB, demam, dan keringat malam.

    Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,

    eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif.

    Terapi: memerlukan waktu lama (>3 bulan) untuk mencapai remisi,

    memerlukan terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi yang singkat.

    Hasil klinis pasien LGK bervariasi. Pada era pra-imatinib, kematian diperkirakan pada

    10% pasien dalam 2 tahun dan sekitar 20% dalam lebih dari 2 tahun, serta median

    kelangsungan hidup 4 tahun. Oleh karena itu, dikembangkan beberapa model prognostik.

    yang mengidentifikasi kelompok risiko yang berbeda pada LGK. Prognostik yang paling

    banyak digunakan adalah sistem staging yang berasal dari analisa multivariasi faktor

    prognostik.

    5

    Indeks Sokal mengidentifikasi persentasi sirkulasi sel blas, ukuran limpa, jumlah

    trombosit, usia, dan evolusi klonal sitogenik sebagai indikator prognostik terpenting. Sistem

    ini dikembangkan berdasarkan pengobatan kemoterapi.5

    Sistem Hasford dikembangkan berdasarkan pengobatan interferon (IFN-), yang

    mengidentifikasi persentasi sirkulasi sel blas, ukuran limpa, jumlah platelet, usia, dan

    persentase eosinofil dan basofil sebagai indikator prognostik terpenting. Sistem ini dibedakan

    dari sistem sokal oleh pengabaian evolusi klonal dan penggabungan persentase eosinofil dan

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    25/26

    Page | 25

    basofil. Ketika diaplikasikan pada suatu data yang melibatkan 272 pasien yang telah diterapi

    dengan IFN-, sistem Hasford lebih baik daripada skor Sokal dalam memprediksi survival

    time. Sistem Hasford mengidentifikasi lebih banyak pasien berisiko rendah, tetapi hanya

    tersisa sejumlah kecil kasus pada kelompok berisiko tinggi. Hasil awal menunjukkan bahwa

    kedua sistem tersebut berlaku untuk pasien yang telah diterapi oleh imatinib.

    Pencegahan

    Tidak ada pencegahan spesifik pada LGK mengingat leukemia merupakan salah satu

    penyakit yang disebabkan oleh mutasi genetik atau suatu proses degenerasi. Upaya yang

    dapat dilakukan adalah mencegah terjadinya mutasi genetik lebih dini. Menerapkan gaya

    hidup sehat dan proteksi diri terhadap bahan-bahan karsinogenik merupakan cara terbaik.

    Kesimpulan

    Leukemia granulositik kronik adalah suatu penyakit mieloproliferatif yang bersifat

    kronik dengan peningkatan sebagian besar myeloid sel di sumsum tulang oleh karena

    terjadinya resiprokal translokasi pada kromosom 22 dan kromosom 9 dengan cirri khas

    adanya kromosom Philadelphia. Perjalanan penyakit LGK dibagi dalam 3 fase yang

    digunakan dalam penentuan terapi, yaitu fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blas.

    Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya kromosom Ph pada pemeriksaan

    kromosom. Pada fase akselerasi, bisa ditemukan adanya abnormalitas kromosom lain selain

    Ph.

  • 8/10/2019 PBL Hematologi & Onkologi-Leukemia Granulositik Kronis

    26/26

    Daftar Pustaka

    1. Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. ed 4. Jakarta: FKUI; 2006.

    2.

    Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. ed 7. Jakarta: EGC;2007.

    3. Hoffbrand AV, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. ed 6. Jakarta: EGC; 2013.

    4.

    Kiswari R. Hematologi & Transfusi. Jakarta: Erlangga; 2014.

    5. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons

    principles of internal medicine volume 1. 18th

    ed. USA: McGraw-Hill; 2012.

    6.

    Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. ed 11.

    Jakarta: EGC; 2004.

    7.

    Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik

    hematologi. Jakarta: FK Ukrida; 2009.


Top Related